case report spasmofilia 2

35
CASE REPORT Spasmofilia Disusun oleh: Nawar Najla Mastura (1102010204) Pembimbing: dr. Sofie Minawati, SpS Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Upload: najla-mastura

Post on 18-Jul-2016

186 views

Category:

Documents


57 download

DESCRIPTION

nn

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report Spasmofilia 2

CASE REPORT

Spasmofilia

Disusun oleh:

Nawar Najla Mastura (1102010204)

Pembimbing:

dr. Sofie Minawati, SpS

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Rumah Sakit Umum dr. Slamet Garut

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

2014

Page 2: Case Report Spasmofilia 2

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Ferdiansyah

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Cigedug

Agama : Islam

Pekerjaan : Satpam

Pendidikan : SMA

Tanggal masuk RS : 10 Oktober 2014

No. CM : 707464

II. SUBYEKTIF

Diambil dari auto dan allo anamnesa pada tanggal 13 Oktober 2014

Keluhan Utama :

Tubuh terasa kaku sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD dr. Slamet Garut dengan keluhan tubuh terasa kaku

yang dirasakan sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan kaku dirasakan

pasien pada bagian wajah, tangan dan kaki. Pasien merasa mulutnya kaku tidak bisa

dibuka dan juga tidak bisa bicara, kemudian tangannya juga kaku dengan kelima jari

merapat dan menguncup, kaki pada posisi lurus dan terasa kaku. Kejadian tersebut

berlangsung pada saat pasien sedang tidur.

Sebelumnya, pasien mengeluh demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah

sakit. Demam dirasakan hilang timbul, demam muncul kurang lebih selama 1 jam dan

menghilang selama 2 jam. Ketika demam tinggi, pasien mengaku BAB nya mencret

2

Page 3: Case Report Spasmofilia 2

sebanyak 4 kali berupa cairan dengan ampas, namun tidak ada darah maupun lendir.

BAK tidak ada keluhan. Pasien sudah mengkonsumsi obat paramex sebanyak 3 kali

untuk menurunkan demam.

Kurang lebih 18 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri kepala,

mual, tetapi tidak disertai muntah, kesemutan, dan nyeri di seluruh tubuh. Riwayat

penyakit maag diakui pasien dan pasien suka makan makanan pedas dan asam.

Kebiasaan minum kopi disangkal.

Pasien mengaku bahwa selama ini pola makannya tidak teratur, akibat

pekerjaannya yang banyak menyita waktu. Pasien mengaku dalam satu hari hanya

makan sekali bahkan kadang-kadang sampai tidak makan sama sekali dalam sehari.

Pasien juga mengaku jarang makan nasi dan lebih sering memakan mie instan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku sebelumnya pernah mengalami gejala serupa 5 tahun

yang lalu, dan dirawat di rumah sakit. Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis,

penyakit jantung dan trauma disangkal. Riwayat merokok disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien berasal dari keluarga yang cukup. Pasien dirawat di ruang rawat inap

kelas II. Pasien berobat di rumah sakit dengan menggunakan BPJS.

III. OBJEKTIF ( 13 Oktober 2014 )

Status Present

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15 (E4.M6.V5)

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 64 x/ menit

3

Page 4: Case Report Spasmofilia 2

Respirasi : 20 x/ menit

Suhu : 36,5 oC

Kepala : Normocephal

Leher : Tidak ada pembesaran KGB, trakea tidak deviasi

Status Interna

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula kiri

Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV parasternal kanan

Batas jantung atas : ICS II parasternal

Batas jantung kiri : ICS V midclavicula kiri

Auskultasi : BJ I – II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru

Inspeksi : Simetris hemitoraks kanan-kiri saat statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus vokal dan taktil simetris hemitorak kanan-kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : Permukaan datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani pada keempat Kuadran abdomen

Palpasi : NT/NK/NL : -/-/-. Hepar, lien, ginjal tidak diraba.

1. Status Psikis

Cara berfikir : Dalam batas normal

Perasaan hati : Dalam batas normal

Tingkah laku : Dalam batas normal

Ingatan : Dalam batas normal

Kecerdasan : Dalam batas normal

4

Page 5: Case Report Spasmofilia 2

2. Status Neurologis

A. Kepala

Bentuk : Normocephalus

Nyeri tekan : (-)

Simetris : (+)

Pulsasi : (-)

B. Leher

Sikap : Dalam batas normal

Pergerakan : Dalam batas normal

Kaku kuduk : (-)

C. Nervus kranialis

N. I (olfaktorius)

Subyektif : Tidak dilakukan

Dengan bahan : Tidak dilakukan

N. II (optikus)

Tajam penglihatan : Tidak dilakukan

Lapang peglihatan : Tidak dilakukan

Melihat warna & fundus okuli : Tidak dilakukan

N. III (oculomotor)

Sela mata : Simetri kanan kiri sama

Pergerakan bulbus : Baik kesegala arah

Strabismus : (-)

Nistagmus : (-)

Eksopftalmus : (-)

Pupil

Besarnya : ± 2 mm

Bentuknya : Simetris bulat isokor

Refleks cahaya : (+/+)

Refleks konsensual : Tidak dilakukan

5

Page 6: Case Report Spasmofilia 2

Refleks konvergensi : Tidak dilakukan

Melihat kembar : (-/-)

N. IV (trochlearis)

Pergerakan mata (bawah-dalam) : Baik

Sikap bulbus : Simetris

Melihat kembar : (-)

N. V (trigeminus)

Membuka mulut : Dalam batas normal

Menguyah : Dalam batas normal

Mengigit : Dalam batas normal

Reflek kornea : Tidak dilakukan

Sensibilitas muka : Dalam batas normal

N.VI (abducens)

Pergerakan mata (ke lateral) : Dalam batas normal

Sikap bulbus : Simetris

Melihat kembar : (-)

N.VII (fascialis)

Mengerutkan dahi : Simetris kanan = kiri

Menutup mata : Dalam batas normal

Memperlihatkan gigi : Plica nasolabialis simetris

Bersiul : Tidak dilakukan

Perasaan lidah

2/3 bagian depan lidah : Tidak dilakukan

N.VIII ( vestibulo cochlear)

Detik arloji : Baik

Suara berbisik : Tidak dilakukan

Tes Weber : Tidak dilakukan

Tes Rinne : Tidak dilakukan

Tes Swabach : Tidak dilakukan

N.IX (glosofaringeus)

Perasaan lidah

6

Page 7: Case Report Spasmofilia 2

(1/3 bagian belakang) : Tidak dilakukan

Sensibilitas faring : Tidak dilakukan

N.X (vagus)

Arkus faring : Dalam batas normal

Uvula : Tidak deviasi

Berbicara : Dalam batas normal

Menelan : Dalam batas normal

N.XI (asesorius)

Menengok : Dalam batas normal

Mengangkat bahu : Dalam batas normal

N.XII (hipoglosus)

Pergerakan lidah : Dalam batas normal

Lidah deviasi : (-)

Artikulasi : Dalam batas nrmal

D. Fungsi luhur

Dalam batas normal

E. Badan dan anggota gerak

1. Badan

Respirasi : Torako abdominal

Bentuk kolumna vetebralis : Dalam batas normal

Pergerakan kolumna vetebralis : Dalam batas normal

Refleks kulit perut atas : Tidak dilakukan

Refleks kulit perut tengah : Tidak dilakukan

Refleks kulit perut bawah : Tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas

Motorik : +/+

Pergerakan : +/+

Kekuatan : 5 5

7

Page 8: Case Report Spasmofilia 2

Tonus : Baik

Atropi : (-)

Refleks

Biceps : +/+

Trisep : +/+

Brakio Radialis : +/+

Radius : +/+

Ulna : +/+

Hoffman/trommer : Tidak dilakukan

Sensibilitas : Dalam batas normal

Taktil : Dalam batas normal

Nyeri : (-)

Suhu : Dalam batas normal

Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan

Lokalis : Tidak dilakukan

Getar : Tidak dilakukan

3. Anggota gerak bawah

Motorik : +/+

Pergerakan : +/+

Kekuatan :

5 5

Tonus : Baik

Atropi : (-)

Sensibilitas : Dalam batas normal

Taktil : Dalam batas normal

Nyeri : (-)

Suhu : Dalam batas normal

Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan

Lokalis : Tidak dilakukan

Getar : Tidak dilakukan

8

Page 9: Case Report Spasmofilia 2

Refleks fisiologis

Patella : +/+

Achilles : +/+

Refleks patologis

Babinsky : (-/-)

Chaddock : (-/-)

Openhaeim : (-/-)

Gordon : (-/-)

Schaefer : (-/-)

Mendel Bechtrew : Tidak dilakukan

Rosolimo : Tidak dilakukan

Klonus paha : (-/-)

Klonus kaki : (-/-)

Chvostex’s sign : (-)

Trousseau’s sign : (-)

Test Laseque : (-)

Test brudzinsky I/II/III/IV : (-)

Test kernig : (-)

Meningial Sign : Kaku kuduk (-)

Patrick : Tidak dilakukan

Kontra patrick : Tidak dilakukan

F. Koordinasi, Gait dan keseimbangan

Cara berjalan : Tidak dilakukan

Test Romberg : Tidak dilakukan

Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan

Ataksia : Tidak dilakukan

Rebound phenomen : Tidak dilakukan

9

Page 10: Case Report Spasmofilia 2

G. Gerakan – gerakan abnormal

Tremor : (-)

Athetosis : (-)

Mioklonik : (-)

Khorea : (-)

H. Fungsi vegetatif

Miksi : Lancar

Defekasi : Mencret

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGI. Hasil laboratorium

(tanggal 11 Oktober 2014 pukul 09.29)

ElektrolyteNatrium 133 mEq/L (135-145)Kalium 4,4 mEq/L (3,6-5,5)Klorida 100 mEq/L (96-106)Kalsium (Ca Bebas) 2,45 mEq/L (4,7-5,2)

V. RINGKASAN

Subyektif

- Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan tubuh terasa kaku sejak 1 jam sebelum

masuk rumah sakit. Kejadian berlangsung saat pasien sedang tidur

- Keluhan mulut kaku tidak bisa dibuka dan juga tidak bisa bicara, tangan kaku dengan

kelima jari merapat dan tertekuk kearah dalam, kaki pada posisi lurus dan terasa

kaku.

- 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh demam. Demam dirasakan

hilang timbul. BAB mencret ketika demam, BAK dalam batas normal.

- ± 18 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri kepala, mual, muntah

(-), kesemutan, dan nyeri di seluruh tubuh.

- Pola makan pasien tidak teratur.

10

Page 11: Case Report Spasmofilia 2

- Pasien pernah mengalami gejala serupa 5 tahun yang lalu dan di rawat di RS.

Obyektif

Status Present

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15 (E4.M6.V5)

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 64 x/ menit

Respirasi : 20 x/ menit

Suhu : 36,5 oC

Jantung : Dalam batas normal

Paru dan abdomen : Dalam batas normal

Status Psikis

Dalam batas normal

Status Interna

Cor : BJ I-II reg murmur (-), Gallop (-)

Pulmo: VBS ka = ki Rh-/-, Wh-/-

Status Neurologis

Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)

Saraf Otak : Pupil bulat isokor

Motorik : 5 5

5 5

Tonus : Baik

Sensorik : Dalam batas normal

Fungsi Luhur : Baik

Fungsi vegetatif : Mencret

Refleks fisiologis : (+ / +)

11

Page 12: Case Report Spasmofilia 2

Refleks patologis : (-/-)

VI. Diagnosis

Spasmofilia

VII.Rencana Awal

Rencana Diagnosis

EMG

Cek ulang elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida) 3 hari setelah terapi

Rencana terapi

Terapi umum

Monitor tanda vital T,N,R.S

Monitor tanda-tanda kejang

Terapi khusus

Drip Ca glukonas 1 amp dalam RL 20 gtt/menit

Inj. Stesolid 10 mg IV BP

Inj. Ketorolac 2x1 amp IV

Inj. Ranitidin 2x1 amp IV

Kalxetin 20 mg 1-0-0 PO

Paracetamol tab 3x500mg PO

VIII. Rencana edukasi

• Hindari kelelahan fisik dan stress

• Olahraga yang teratur

• Istirahat yang cukup

• Pola makan teratur

• Diet tinggi kalsium dan magnesium

IX. Prognosis

12

Page 13: Case Report Spasmofilia 2

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

I. FOLLOW UP

11/10/14 S/ KU: Tubuh terasa kaku sejak 1 jam SMRS

RPS: Pasien datang dengan keluhan tubuh terasa

kaku yang dirasakan sejak 1 jam SMRS. Keluhan

kaku dirasakan pasien pada bagian wajah, tangan

dan kaki. Mulut kaku tidak bisa dibuka dan juga

tidak bisa bicara, tangan kaku dengan kelima jari

merapat dan tertekuk kearah dalam, kaki pada

posisi lurus dan terasa kaku. Kejadian tersebut

berlangsung pada saat pasien sedang tidur.

± 1 minggu SMRS. Demam dirasakan hilang

timbul, demam muncul selama ± 1 jam dan

menghilang selama 2 jam. Ketika demam tinggi,

pasien mengaku BAB nya mencret sebanyak 4 kali

berupa cairan dengan ampas, namun tidak ada

darah maupun lendir. BAK tidak ada keluhan.

Pasien sudah mengkonsumsi obat paramex 3x

untuk menurunkan demam.

± 18 jam SMRS, pasien mengeluh nyeri kepala,

mual, muntah (-), kesemutan, dan nyeri di seluruh

tubuh.

RPD: Pasien mengaku sebelumnya pernah

mengalami gejala serupa 5 tahun yang lalu, dan

dirawat di RS. HT (-), DM (-), penyakit jantung

(-), merokok (-), penyakit maag (+)

O/ Ku = CM KS = SS

Pd/

Pt/ - Drip Ca glukonas 1 amp dalam RL 20 gtt/menit- Inj. Stesolid 10 mg IV BP- Inj. Ketorolac 2x1 amp IV- Inj. Ranitidin 2x1amp IV- Kalxetin 20 mg 1-0-0 PO- Paracetamol tab 3x500mg PO

13

Page 14: Case Report Spasmofilia 2

T = 110/70 R = 20 N = 68 x/mnt S = 36,5 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik: 5 5 Sensorik : Baik

5 5

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ Spasmofilia

13/10/14 S/ -nyeri kepala -pusingO/ Ku = CM KS = SS T = 100/60 R = 20 x/mnt N = 64 x/mnt S = 36,3 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik: 5 5 Sensorik : Baik

5 5

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ Spasmofilia

Pd/

Pt/ - Drip Ca glukonas 1 amp dalam RL 20 gtt/menit- Inj. Stesolid 10 mg IV BP- Inj. Ketorolac 2x1 amp IV- Inj. Ranitidin 2x1amp IV- Kalxetin 20 mg 1-0-0 PO- Paracetamol tab 3x500mg PO

14/10/14 S/ nyeri kepala perbaikanO/ Ku = CM KS = SS T = 100/70 R = 20 x/mnt N = 70 x/mnt S = 36,2 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah

Pd/ Cek lab darah lengkap + elektrolit (Na, K, Ca, Cl) 3 hari lagi

Pt/ - Drip Ca glukonas 1 amp dalam RL 20 gtt/menit- Inj. Stesolid 10 mg IV BP

14

Page 15: Case Report Spasmofilia 2

N. VII, X II : baik Motorik: 5 5 Sensorik : Baik

5 5

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ Spasmofilia

- Inj. Ketorolac 2x1 amp IV- Inj. Ranitidin 2x1amp IV- Kalxetin 20 mg 1-0-0 PO- Paracetamol tab 3x500mg PO

15/10/14 S/ nyeri kepala perbaikanO/ Ku = CM KS = SS T = 100/80 R = 20 x/mnt N = 80 x/mnt S = 36,5 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik: 5 5 Sensorik : Baik

5 5

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ Spasmofilia

Pd/

Pt/ - Drip Ca glukonas 1 amp dalam RL 20 gtt/menit- Inj. Stesolid 10 mg IV BP- Inj. Ketorolac 2x1 amp IV- Inj. Ranitidin 2x1amp IV- Kalxetin 20 mg 1-0-0 PO- Paracetamol tab 3x500mg PO

16/10/14 S/ pusingO/ Ku = CM KS = SS T = 110/70 R = 20 x/mnt N = 64 x/mnt S = 36,2 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Baik kesegala arah N. VII, X II : baik Motorik: 5 5 Sensorik : Baik

5 5

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ Spasmofilia

Pd/

Pt/ BLPL- Kalxetin tab 1x20mg PO- Paracetamol tab 3x500mg PO- Hi-Bone 1x60mg PO- Myores 2x2mg PO

15

Page 16: Case Report Spasmofilia 2

PEMBAHASAN

I. Definisi

Spasmofilia merupakan suatu keadaan dimana terjadi hiperiritabilitas susunan

saraf (neuromuskular) yang bermanifestasi sebagai kejang otot, dan berbagai gejala

neuro astenia berupa nyeri kepala, gelisah, gangguan gastro intestinal, palpitasi, sinkop,

sampai kejang tonik.

II. Etiologi

Dengan ditemukannya hipokalsemia dan hipomagnesemia pada penderita

spasmofilia, harus dipikirkan adanya suatu gangguan metabolik dari kation-kation

tersebut pada susunan saraf sebagai inti gangguannya. Dikatakan penurunan kalsium ion

dalam plasma akan menuju kearah hipereksitabilitas/hiperirritabilitas neuron yang

menimbulkan gejala spasmofilia. Ansietas yang menginduksi hiperventikasi akan

menimbulkan hipokapnia sehingga terjadi peningkatan eksitabilitas aksonal yang akan

menimbulkan gejala klinik spasmofilia. Sementara Day (1990 ) dalam studi kasusnya

menyebutkan tiga generasi mempunyai gejala klinik yang mirip, hal ini memberi

keyakinan bahwa spasmofilia diturunkan secara dominan pada gangguan berupa

hiperiritabilitas neuronal. Pada kesempatan lain Riggs (1992) dalam penelitiannya

menyatakan spasmofilia terjadi secara turun-temurun dan penyebarannya luas.

III. Patofisiologi

Pertama, pada keadaan tekanan darah rendah, aliran darah kedalam kelenjar

paratiroid berkurang, sehingga produksi hormon paratiroid juga menurun. Kedua, pada

keadaan renjatan anafilaktik ion kalsium plasma darah masuk kedalam sel mast dan sel

lekosit basofil. Ketiga, absobsi kalsium dalam ginjal berkurang (2,5). Gejala-gejala yang

timbul kemudian setelah kerja berat mungkin disebabkan kadar ion kalsium darah yang

16

Page 17: Case Report Spasmofilia 2

menurun karena terikat oleh asam laktat yang terbentuk bila metabolisma dalam otot

kurang sempurna.

Pada keadaan kadar ion kalsium yang menurun hebat, timbul tetani dengan

gejalagejala spasmus carpopedal, yaitu fleksi plantar kedua kaki, fleksi tangan disertai

menguncupnya jari-jari. Mungkin terjadi laringospasmus. Bila derajat penurunan kadar

kalsium tidak begitu banyak, terjadi keadaan tetani laten atau spasmofilia. Pada keadaan

hipokalsemi ini iritabilitas saraf dan otot meninggi. Iritabilitas saraf dan otot tergantung

pada kosien: Na+ OHCa++ Mg++ H+ Demikianlah iritabilitas saraf otot meninggi pada

keadaan hipokalsemia, hipomagnesemia, alkalosis, hipernatremia, atau kombinasi

keadaan-keadaan ini.

Seperti yang dijelaskan oleh Maruli dkk hipokalsemia yang sering terjadi pada

spasmofilia akibat kelainan sistim regulasi homeostatik konsentrasi kalsium dalam darah

Dalam darah 45 % total kalsium darah terikat dengan albumin, 10% sebagai ion

komplek, 45 % sisanya dalam bentuk ion. Fraksi ion yang diatur oleh hormon tiroid dan

Vitamin D ternyata berpengaruh terhadap fungsi neuromuskuler dan neuropsikiatri (lO).

Paci .A dkk (1984) melakukan penelitian pada 82 anak dengan umur antara 2-12

tahun mendapatkan 46 orang menderita spasmofilia, dari 46 orang tersebut 31

diantaranya didapatkan dengan hipokalsemia. Rangsangan neuromuskuler diatur

menurut hukum LOEB dimana ada keseimbangan antara ion K,N.OH disatu pihak dan

Ca, Mg, H dilain pihak. Penurunan kadar kalsium atau jumlah kalsium total dalam

darah akan menuju kearah hipereksitasi dalam arti praktis. Pada kesempatan lain Nuti

dkk (1987) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna

kadar kalsium plasma antara yang menderita spasmofilia dengan yang tidak menderita

spasmofilia.

Pada kesempatan lain dikatakan spasmofilia atau tetani laten terjadi akibat

hipokalsemia seperti yang dikatakan oleh Fehlinger (1985 ),begitu juga hipomagnesium

juga dikatakan signifikan menyebabkan spasmofilia. Riggs 1989 menunjukkan bahwa

hipokalsimea dan hipomagnesimea menyebabkan sistim saraf pusat maupun perifer

menjadi irritebel dengan kejang dan respek terhadap tetani. Namun dari penelitian

Widiastuti S.tentang kalsium darah arteri dan vena disimpulkan tidak terdapat perbedaan

17

Page 18: Case Report Spasmofilia 2

laporan karya ilmiah akhir yang bermakna antara kalsium darah penderita spasmofilia

dengan yang non spasmofilia.

Gregory dkk.l987 mengatakan spasmofilia merupakan kelainan fungsional yang

disebabkan oleh hipereksitabilitas dari sistim saraf (11) Lazuardi S (1995) menjelaskan

bahwa spasmofilia sama dengan sindroma hiperventilasi , dimana ansietas yang

menginduksi hiperventilasi akan menimbulkan hipokapnia dan hipokalsemia, keadaan ini

bermanifestasi sebagai parestesi pada muka dan tangan. Hal ini terjadi bila PC02 turun

sampai 20 mmHg namun aktivitas EMG spontan baru akan terlihat bila PC02 menurun

lagi sebesar 4 mmHg. Penurunan PC02 akan meningkatkan eksitabilitas akson kutan dan

motorik saraf perifer dan perubahan perubahan kelistrikan selaput akson disebabkan oleh

menurunnya kadar ion kalsium plasma. Diperkirakan pula letupan spontan kutan tersebut

adalah sama dengan potensial repetitif pada pemeriksaan spasmofilia. Dengan

menghirup udara dalam kantung bermaksud meningkatkan kadar PC02 sehingga terjadi

eksitabilitas aksonal menurun dan akan menormalisasi kadar kalsium.

Day.1990 .meneliti kasus spamofilia dimana tiga generasi mempunyai gejala

yang mirip, hal ini memberi keyakinan bahwa spasmofilia diturunkan secara dominan

pada gangguan berupa hiperirritabilitas neuronat.

Riggs (1992) meneliti bahwa spasmofilia terjadi secara turun temurun dan

penyebarannya luas.

Griggs .C.R, (1994) menyebutkan bahwa spasmofilia adalah normokalsemi tetani

idiopatik yang bersifat herediter dan didapat . Kelainan yang didapat mirip dengan

neuromiotonia "Isaac's syndrome" yang mana hipereksitabilitas saraf perifer meningkat

menjadi kram otot dan gerakan menyentak "twitching" (J).

Dikatakan spasmofilia bersifat herediter, dimana pada keadaan herediter terdapat

gen-gen tertentu yang tidak ada atau fungsinya tidak optimal. Disebutkan bahwa gen

adalah protein,protein yang berfungsi sebagai protein enzim. Protein enzirn berfungsi

sebagai metabolisme neuron, pada metabolismc neuron terjadi sintesa zat-zat aktif

yang penting yang digunakan dalam penghantaran impuls. Disamping itu dalam

metabolisme neuron terjadi sintesa protein aktif baik yang bersifat enzim dan zat-zat

lainnya untuk pengganti. Juga terjadi pembentukan energi yang diperlukan untuk

18

Page 19: Case Report Spasmofilia 2

memelihara potensial listrik(Na, K). Bila terjadi gangguan dalam metabolisme neuron

maka terjadi suatu keadaan hipereksitabilitas dengan berbagai gejala klinisnya.

IV. Gejala klinis

Gejala klinik spasmofilia yang sering dikeluhkan oleh pasien sangat

bervariasi misalnya spasme laring, spasme karpopedal, nyeri perut, nyeri kepala,

kelelahan, ketakutan, emosi labil, vertigo, kram otot, sedangkan gambaran yang

khas biasanya didahului dengan rasa kesemutan pada ekstrimitas terutama tangan

dan daerah mulut disertai parestesia didaerah bibir dan lidah Setelah itu timbul rasa

tegang dan spasme pada otot-otot mulut, tangan dan tungkai bawah, juga meluas ke

daerah mulut, muka dan bagian tubuh lainnya. Kontraksi tonik pada otot-otot distal

lengan dan otot-otot interosea menyebabkan gambaran spasme karpopedal dimana jari-

jari dalam keadaan fleksi pada persendian metakarpopalangeal dan ekstensi pada sendi

interpalangeal, jari-jari dalam keadaan aduksi serta ibu jari dalam keadaan aduksi

dan eksitasi sedangkan pada kaki dijumpai plantar fleksi dipergelangan kaki dengan

aduksi jari-jari kaki.

Paci A dkk (1984) dalam penelitiannya menyebutkan gejala klinik yang sering

muncul adalah nyeri kepala tegang, kram, spasme abdominal, ansietas ,chvosteks sign.

Widiastuti-Samekto (1987) dalam penelitian terhadap 62 pasien dengan keluhan nyeri

kepala, sering pusing (dizzines ), parestesia, kram, nyeri otot, malas. Tes provokasi EMG

positif sebanyak 98,3%, dari pemeriksaan dengan hati-hati didapatkan 80,6 %

diantaranya sering mengalami sakit kepala atau dizzines 59,6% diantaranya dengan

parestesia sepintas, 64,5 % mengalami tangannya terasa dingin, 59,7% terasa tegang di

tengkuk, 29% mengalami spasme atau kram pada ekstrimitas, 11,3% dengan keluhan

dispepsia atau nyeri lambung, 8,1% dengan gangguan cardiovaskular : nyeri

dada, palpitasi dan 91,9 didapatkan Chvosteks sign positif.

Maruli dkk (1992) meneliti 70 kasus yang dengan tes provokasi EMG positif

didapatkan gejala klinis sebagai berikut : nyeri kepala atau dizines sebanyak 58,6% ,

kram dan nyeri otot sebanyak 37,1% parestesia 20% tangan terasa dingin 18,6% , terasa

dingin pada lengan dan kaki sebanyak 15,7 %.

19

Page 20: Case Report Spasmofilia 2

Hiperiritabilitas saraf somatik terjadi pada spasme otot dan berubah mengalami

distropia sebagai hasil dari nyeri yang kronis seperti; nyeri tengkuk, bahu tangan,

punggung, nyeri kepala tegang, nyeri disini sebagai konsekuensi dari metabolisme yang

meningkat dan sirkulasi darah yang menurun pada otot tersebut. Impuls nyeri itu sendiri

akan menyebabkan iritasi saraf motorik dalam keadaan kronik dan sebagai hasil dari

suatu keadaan yang disebut sirkulus vitiosus seperti yang dikemukakan oleh Travel &

Simons 1983.

Pemeriksaan Chvostek yang positif sebagai indikasi adanya hipereksitabilitas

serat-serat motorik pada saraf fasialis. Komponen simpatik dari sistim saraf otonom

(vasomotor sudomotor) memberikan rasa dingin pada tangan dan kaki ' parestesia pada

tangan dan kaki, sedangkan komponen parasimpatis memberikan gejala nyeri lambung,

dispnea, dan nyeri dada. Berdasarkan gejala klinik diatas, timbul pertanyaan apakah

dapat menerangkan bahwa gejala klinik yang disebabkan oleh hipereksitabilitas sistim

saraf somatik dan gejala klinik yang disebabkan oleh hipereksitabilitas sistim saraf

otonom dapat dijadikan pegangan untuk mendiagnosis spasmofilia. Hal ini telah

dibuktikan oleh Widiastuti-Samekto (1995 ). Dalam penelitian tersebut

direkomendasikan enam item gejala dan tanda (nyeri kepala tegang,krams, "Chovsteks

Sign" positif,tangan dan kaki terasa dingin dan basah, parestesia, nyeri dada/lambung

terasa tidak enak dengan sensitivitas 80 % (95% confidence interval 70-90% dan

spesifisitas 80 % (95 % conviden interval 70%-90%) oleh karena itu dengan 2 gejala

somatik dan satu gejala otonom dapat menegakkan diagnosis spasmofilia tanpa

pemeriksaan tes propokasi EMG.

V. Diagnosis

Sebelum melakukan pemeriksaan EMG, pemeriksaan yang lebih sederhana dapat

dilakukan pemeriksaan tanda fisik yang berhubungan dengan hiperiiritebel sistim

neuromuskuler. Pemeriksaan tersebut antara lain Ianda Chvosteks yang

ditimbulkan melalui ketukan pada bagian lunak dari pertengahan garis ujung telinga ke

ujung mulut tepat dibawah apophyse zygomaticus. Reaksi positif terdiri alas tiga

tingkatan:

Tingkat 1, bila reaksinya hanya dibibir

20

Page 21: Case Report Spasmofilia 2

Tingkat 2, bila reaksinya menjalar ke ujung hidung

Tingkat 3, bila reaksinya seluruh muka ikut berkontraksi.

Tanda lain yang tidak kalah pentingnya adalah Ianda Trousseau, kompresi

lengan atas dengan manset tensi meter ,dimana mula-mula timbul rasa

kesemutan pada distal ekstrimitas, kemudian timbul kejang pada jari-jari dan

tangan yang membentuk suatu konus. Disamping itu dapat dilakukan modifikasi tehnik

ini dengan tehnik Von Bonsdorff dimana manset tensi meter dipertahankan selama I 0

menit kemudian dibuka dilakukan hiperventilasi ,akan timbul spasme karpopedal yang

khas.

Pemeriksaan EMG pada spasmofilia merupakan baku emas dalam

menegakkan diagnosis.Pada basil pemeriksaan terlihat gambaran duplet,triplet juga

multiplet yang mana merupakan potensial aksi yang repetitif dimana gelombang

yang belakangan cenderung mempunyai amplitudo yang besar. Spasmofillia

positifterlihat adanya potensial repetitif spontan dengan frekwensi I 00 sampai 200

cps yang bermanifestasi sebagai duplet,triplet,kwadriplet atau mmultiplet selama dua

menit.Gradasi pemeriksaan ini adalah sebagai berikut :

Ringan (+): 2-6 potensial repetitifdalam waktu lebih dari 2 menit setelah

hiperventilasi.

Sedang (+ + ): sekelompok potensial repetitif lebih dari 2 menit setelah

hiperventilasi atau 2-6 kelompok potensial repetitif selama lebih dari 2 menit

setelah 10 menit iskemmia.

Berat (+++) : langsung tetani setelah hiperventilasi atau lebih dari 6 kelompok

per detik potensial repetitif selama minimal 2 menit setelah 10

menit iskemia.

Amat berat (++++): langsung tetani atau kelompok potensial repetitifselama fase

iskemik.

Seperti kita ketahui bahwa hiperventilasi diinduksi oleh hipokapnia, maka pelu

juga dilakukan pemeriksaan tekanan PC02 agar dapat dilakukan breathing retraining.

Begitu juga pemeriksaan kadar kalsium plasma perlu dilakukan agar dapat mengobati

kausa yang mendasari spasmofilia.Namun beberapa peneliti mengatakan bahwa

kalsum tidak

21

Page 22: Case Report Spasmofilia 2

mempunyai perbedaan yang bermakna secara statistik antara pasien spasmofilia

maupun yang tidak spasmofilia.

Di Indonesia saat ini alat EMG tidak merata terdapat didaerah daerah tingkat II

disamping SDM kita yang tidak memadai serta memerlukan biaya yang mahal , sehingga

mendorong Widiastuti Samekto meneliti Gejala-gejala klinik yang dapat dipakai dalam

mendiagnosis spasmofilia.Dalam penelitiannya direkomendasikan 6 item yang

mempunyai nilai diagnostik tinggi ; yakni :

1. Kaku otot,

2. Nyeri otot sebagai konsekuensi spasme kronnik,

3. Spasme akut,

4. Chovsteks sign.

5. Simpatik komponen (basah atau berkeringat pada tangan atau kaki,

parestesia)

6. Parasimpatik komponen ( nyeri/diskomporm epigastrium, nyeri dada).

VI. Penatalaksanaan

Pada keadaan akut dapat diberikan kalsium, terutama kalsium glukonas 10%

sebanyak 10-20 mililiter intravena atau secara oral diberikan kalsium laktat 12 gram/hari

atau kalsium glukonas 16 gram/hari. Bila hipokalsemi sangat berat dapat diberikan 100

milliliter kalsium glukonas 10% dalam 1 liter dektrose 5% secara lambat, lebih dari 4

jam.

Bila masih belum dapat mengatasi tetani, dapat diberikan magnesium karena

tetani sering berhubungan dengan hipomagnesia dengan dosis 2 mililiter magnesium

sulfat 50% secara intra muskuler.

Di samping hal tersebut di atas, dapat diberikan juga hidroklortiazid (HCT)

dengan dosis 50-100 miligram/hari, vitamin D, koreksi pH darah bila ada alkalosis dan

hormon paratirold.

Sebagai tambahan dapat diberikan obat-obat penenang. Tizanidine, bekerja

sebagai miotonolitik untuk mengatasi spasme dan juga berefek analgesik.

22

Page 23: Case Report Spasmofilia 2

VII. Prognosis

Spasmofilia dapat disembuhkan. Pasien biasanya dapat diberikan asupan

suplemen kalsium, magnesium dan kalium. Selain itu pasien juga perlu memperbaiki

pola diet dengan mengonsumsi makanan-makanan yang banyak mengandung

sumber kalsium, kalium dan magnesium. Selain itu, pasien juga perlu berolahraga

ringan dan melakukan pemijatan otot untuk relaksasi otot.

23

Page 24: Case Report Spasmofilia 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Lazuardi.S. Spasmofilia dan nyeri kepala. Dalam .Neurona majalah kedokteran

neurosains) OSSI vol2 (4) 1995: 27-35.

2. Griggs R.C. Muscle spasm, cramps and episodic weakness. In Horriso11 principles of

internal medicine. J D Wilson et a! (eds.) 13 th ed. New York Me Grow Hill inc. 1994.

3. Widiastuti .M.S .Simple clinical symtoms and signs for diagnosing spasmophilia . To

graduate program Gajah Mada University. Yogyakarta.1995

4. Manili M, Anna M.G; Hadinoto S. Spasmofilia aspek klinis dan elektromiografi.

Dalam : Kejang Otot.Editor Hadinoto S,Soetedjo, Timotius J. Semarang.Badan

penerbit Universitas Diponogoro. 1995: 39-47.

5. Paci. A, Sartucci. F, Rossi B,Migliaccio P, Palleri R. Clinical manifestation of

spasmophilia in developing age. Pediatr Med Chir 1984. 6 (6) :823-829.

6. Nuti R, TurchettiV, Martini G, Righig, Galli M, Lore F. Pathophysiological aspects of

calcium metabolism spasmophilia.Biomed Pharmacother.1987. 41(2): 96-100

7. Riggs J E.Neurological manifestation of fluid and electrolyt disturbances .Neurol Clin

1989. 7(3): 509-523.

8. Utama J .Spasmofilia, Majalah Kedokteran Indonesia 1972 :22: 93-98.

24