case report session pak firdani

22
PENDAHULUAN Infark miokard akut (IMA) adalah salah satu manifestasi dari penyakit jantung koroner. 1 Infark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai keadaan klinis berupa nekrosis sel otot jantung yang disebabkan oleh iskemia miokard akut yang lama. 2 Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak dan dapat menyebabkan kematian. 1 Penyakit jantung koroner, penyebab infark miokard, adalah masalah kesehatan nomor satu di dunia. Kejadian penyakit jantung koroner sangat sering ditemui dan menyebabkan 1,2 juta kejadian infark miokard serta menyebabkan 500.000 ribu kematian di Amerika Serikat setiap tahunnya. 3 Di Amerika Serikat, diperkirakan 13,7 juta jiwa mengidap penyakit jantung koroner dan lebih dari 7,2 juta jiwa telah mengalami infark miokard. 4 Sama halnya dengan Indonesia, infark miokard akut adalah penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Case fatality rate infark miokard akut tertinggi dibandingkan penyakit jantung lainnya. 5 Meskipun dalam 4 dekade terakhir angka kematian dari penyakit jantung koroner telah turun lebih dari 60%, akan tetapi angka rawatan di rumah sakit akibat infark miokard akut tetap stabil dalam 5 dekade terakhir. 5 Sindrom koroner akut (SKA) adalah sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh iskemia miokard akut. Iskemia 1

Upload: diorancha

Post on 15-Apr-2016

255 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

cse

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report Session Pak Firdani

PENDAHULUAN

Infark miokard akut (IMA) adalah salah satu manifestasi dari penyakit

jantung koroner.1 Infark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai keadaan klinis

berupa nekrosis sel otot jantung yang disebabkan oleh iskemia miokard akut yang

lama.2 Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa serangan

mendadak dan dapat menyebabkan kematian.1

Penyakit jantung koroner, penyebab infark miokard, adalah masalah

kesehatan nomor satu di dunia. Kejadian penyakit jantung koroner sangat sering

ditemui dan menyebabkan 1,2 juta kejadian infark miokard serta menyebabkan

500.000 ribu kematian di Amerika Serikat setiap tahunnya.3 Di Amerika Serikat,

diperkirakan 13,7 juta jiwa mengidap penyakit jantung koroner dan lebih dari 7,2

juta jiwa telah mengalami infark miokard.4

Sama halnya dengan Indonesia, infark miokard akut adalah penyebab

kematian tertinggi di Indonesia. Case fatality rate infark miokard akut tertinggi

dibandingkan penyakit jantung lainnya.5 Meskipun dalam 4 dekade terakhir angka

kematian dari penyakit jantung koroner telah turun lebih dari 60%, akan tetapi

angka rawatan di rumah sakit akibat infark miokard akut tetap stabil dalam 5

dekade terakhir.5

Sindrom koroner akut (SKA) adalah sekumpulan gejala yang diakibatkan

oleh iskemia miokard akut. Iskemia miokard akut sering disebabkan oleh ruptur

plak aterosklerotik dari trombosis intrakoroner.4 Sindrom koroner akut lebih lanjut

diklasifikasikan menjadi Unstable Angina Pectoris (UAP), Non ST-segment

Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI), ST-segment Elevation Myocardial

Infarct (STEMI).6 IMA tipe STEMI adalah tipe sindrom koroner akut yang paling

mematikan. IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian mendadak, sehingga

merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis

secepatnya.4

Oklusi total arteri koroner pada STEMI memerlukan tindakan segera yaitu

tindakan reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun Percutaneous Coroary

Intervention (PCI), yang diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala < 12

jam. Pada pasien STEMI yang datang terlambat (> 12 jam) dapat dilakukan terapi

1

Page 2: Case Report Session Pak Firdani

reperfusi bila pasien masih mengeluh nyeri dada yang khas infark (ongoing chest

pain).7

American Heart Association dan European Society of Cardiology

merekomendasikan dalam tatalaksana pasien dengan STEMI selain diberikan

terapi reperfusi, juga diberikan terapi lain seperti anti-platelet (aspirin,

clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin

(UFH)/Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-

inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker.8

Infark miokard akut dapat menyebabkan berbagai komplikasi antara lain

gagal jantung akut, gangguan irama dan konduksi jantung, syok kardiogenik,

gagal jantung, ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral, trombus mural, emboli

paru, dan kematian.9 Karena perjalanan klinis infark miokard akut yang sangat

sering terjadi dan memiliki angka mortalitas yang tinggi, penulis tertarik untuk

mengajukan laporan kasus mengenai kasus STEMI.

2

Page 3: Case Report Session Pak Firdani

ILUSTRASI KASUS

Seorang laki-laki usia 48 tahun datang ke RSUP Dr. M. Djamil dengan

keluhan utama nyeri dada khas infark sejak 3,5 jam sebelum masuk rumah sakit.

Nyeri dada dirasakan berat ditengah dada menjalar ke punggung dengan durasi

lebih dari 20 menit. Nyeri dada disertai dengan keringat dingin, mual, dan muntah

satu kali. Pasien sudah merasakan nyeri dada sejak 1 hari yang lalu dengan

intensitas dan durasi yang lebih ringan. Di IGD, skala nyeri dada pasien bernilai

7/10.

Pasien tidak merasakan sesak nafas, paroxysmal nocturnal dyspnea (-),

dyspnea on exercise (-), OP (-), sembab kaki (-), berdebar-debar (-), pusing (-),

sinkop (-). Faktor risiko pada pasien ini diantaranya smoker (+), hipertensi (-),

diabetes melitus (-), dislipidemia (-), family history (-). Riwayat gastritis (-),

riwayat asma (-), riwayat stroke (-). Pasien merupakan rujukan dari RS. Yarsi

Padang dengan diagnosa unstable bradycardia dan ACS dan sudah mendapatkan

terapi NaCl 0,9% 16 tetes/jam, injeksi sulfas atrofin 4 ampul, aspilet 2 tab, plavix

4 tab.

Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran

composmentis. Tekanan darah 165/93 mmHg, denyut jantung 66 x/menit regular,

frekuensi nafas 20x/menit. Pada pemeriksaan tekanan vena jugularis didapatkan

5+0 cm H2O. Pada pemeriksaan jantung ditemukan iktus cordis tak terlihat. Iktus

cordis teraba 1 jari lateral linea midclavicularis sinistra RIC VI. Dari perkusi

jantung ditentukan batas kanan linea sternalis dextra, batas atas di regio

Intercostalis II dan batas kiri jantung 1 jari lateral linea midclavicularis sinistra

RIC VI. Dari auskultasi jantung didapatkan suara jantung 1 dan 2 reguler, tidak

ditemukan murmur dan gallop.

Pada pemeriksaan paru ditemukan suara nafas simetris kiri dan kanan.

Fremitus teraba sama kiri dan kanan. Pada perkusi paru sonor kiri dan kanan.

Auskultasi suara nafas vesikuler, ronki dan wheezing tidak dijumpai. Pada

pemeriksaan abdomen terlihat supel. Pada ekstremitas tidak ditemukan adanya

edema pada kedua kaki dengan akral hangat.

Pada EKG ditemukan irama sinus rhythm rate 66x/menit, axis normal, gel P

normal dan interval PR 0,20 detik, durasi QRS 0,06 detik, ST elevasi di lead II,

3

Page 4: Case Report Session Pak Firdani

III, aVF, V3R-V4R, ST depresi di lead I, aVl, V7-V9, dan tidak didapatkan tanda-

tanda pembesaran ventrikel kiri dan kanan. (Gambar 1)

Gambar 1. EKG pasien di IGD RSUP Dr M Djamil, 9 Desember 2015

Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan cor to thorax ratio (CTR) 60%,

segmen anterior normal, segmen posterior normal, CW (+), apeks downward,

kranialisasi (-) dan infiltrat (-). (Gambar 2)

4

Page 5: Case Report Session Pak Firdani

Gambar 2. Foto Rontgen Thorax pasien saat masuk RS, 9 Desember 2015

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar hemoglobin 16,6 gr/dl,

leukosit 15.600/mm3, hematokrit 51%, trombosit 198.000/mm3, gula darah

sewaktu 461 mg/dl, kadar ureum 27 mg/dl, kreatinin 1,5 mg/dl, clearance

creatinin 68. Kadar elektrolit natrium 135 mmol/l, kalium 5 mmol/l, klorida 103

mmol/l, dan Ca 10,4 mmol/l. Skor TIMI pada pasien ini adalah 2/14 (usia 48

tahun (0), DM/angina/hipertensi (1), tekanan darah sistol 165 mmHg (0), heart

rate 66 x/menit (0), killip I (0), berat badan 80 kg (0), ST elevasi (0), time to

treatment (1). Pasien didiagnosis dengan STEMI inferior dengan RV infark onset

4 jam TIMI 3/14, hipertensi stage II. Terapi awal yang diberikan di IGD adalah

IVFD NaCl 1 kolf/24 jam, loading aspilet 160 mg, loading clopidogrel 300 mg,

ISDN 5 mg, drip cedocard mulai 2 mg/jam, dan petidin 12,5 mg Rencana pasien

akan dilakukan fibronolitik ketika di CVCU.

Di CVCU, 9 Desember 2015 jam 22.00, pasien direncanakan tindakan

revaskularisasi dengan metode medikamentosa fibrinolitik. Sebelum dilakukan

tindakan revaskularisasi, dilakukan penilaian terhadap kondisi pasien terhadap

adanya kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif tindakan fibrinolitik.

5

Page 6: Case Report Session Pak Firdani

Setelah itu dilakukan informed consent mengenai tindakan yang akan dilakukan

ke keluarga pasien. Setelah keluarga pasien setuju, barulah tindakan fibrinolitik

dilakukan. Fibrinolitik menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dilarutkan dalam

100mL NaCl 0,9% diberikan selama 30-60 menit.

Jam Keluhan TD HR Skala Nyeri

EKG sO2 Catatan

22.55 146/87 60 4 SR 99 Start trombolitikISDN drip 5 mL/jam

23.00 146/89 62 3 SR 9923.05 148/96 65 3 SR 99 Tunda

trombolitikISDN drip 10 mL/jam

23.10 148/96 66 3 SR 10023.15 157/91 63 3 SR 9923.20 156/92 61 3 SR 9923.50 140/80 60 3 SR 98 Start

trombolitikISDN drip tunda

23.55 116/84 58 3 SR 9800.00 123/83 63 3 SR 9600.05 145/70 61 3 SR 9900.10 148/92 60 3 SR 10000.15 Gusi berdarah 146/48 60 3 SR 10000.20 Gusi berdarah 140/77 61 3 SR 9800.25 Gusi berdarah 149/77 62 3 SR 98 Trombolitik

selesai

Post fibrinolitik pasien mengalami pengurangan nyeri dada, tetapi

merasakan sesak napas. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan gula darah

sewaktu 217 mg/dl, total kolesterol 194 mg/dl, HDL 23 mg/dl, LDL 143 mg/dl,

trigliserida 138 mg/dl, asam urat 7,8 mg/dl, Na 137 mmol/L, K 4,4 mmol/L, Cl

109 mmol/L, SGOT 203 u/l, SGPT 42 u/l, CK-MB 10 U/L, Troponin I 0,06

ng/ml. Kesan hasil laboratorium adalah dislipidemia, peningkatan kadar asam

urat, dan peningkatan SGOT dan SGPT. Pasien kemudian didiagnosis dengan

Akut STEMI inferior dan RV infark TIMI 2/14 pro revaskularisasi, hiperglikemia

reaktif dd DM tipe II on critical ill insulin, hipertensi stage II 146/87 on drip

6

Page 7: Case Report Session Pak Firdani

cedocard, ramipril 1x5mg, dan amlodipin 1x5mg, AKI RIFLE II dd CKD stage

III on rumatan NaCl. Kondisi terakhir pasien adalah tekanan darah masih

cenderung tinggi, angina berkuranng, aritmia reperfusi negatif, burst enzyme

CKMB negatif, dan ST elevasi berkurang 50% juga negatif. Kesan trombolitik

pada pasien ini adalah failed dan pasien dilanjutkan dengan enoksaparin 0,3 cc iv

bolus selama 15 menit lalu kemudian diberikan 2 x 0,6 cc. Sementara, pasien

diberikan rencana terapi rescue PCI.

Gambar 3. EKG post trombolitik

Gambar 3. EKG pasien post fibrinolitik di CVCU, 10 Desember 2015

Pada 10 Desember 2015 jam 8.20, pasien tidak lagi mengeluhkan nyeri

dada. Akan tetapi, didapatkan penurunan tekanan darah akut yang mengakibatkan

bicara pelo pada pasien. Pasien kemudian dikonsulkan ke bagian syaraf dengan

diagnosis hemiparese dekstra dan parese nervus VII & XII dekstra tipe sentral

(H1) e.c. tromboemboli cerebri. Pasien kemudian ditatalaksana dengan citicoline

inj 2x1000 mg iv dengan anjuran dari bagian neurologi bahwa pasien tidak

7

Page 8: Case Report Session Pak Firdani

memiliki kontraindikasi pemberian antikoagulan karena tidak didapatkan

perdarahan intra serebral dan dianjurkan untuk brain CT Scan. Pasien juga

diberikan vascon 0,03 µg/kgBB/jam untuk meningkatkan tekanan darah.

Pada 10 Desember 2015 pukul 10.30, keadaan pasien sudah mulai membaik.

Pasien tidak lagi memiliki keluhan nyeri dada maupun hemiparese. Terapi

dilanjutkan dengan NaCl 0,9% 1 kolf/24 jam, vascon dengan dosis

0,05µg/kgBB/jam, dan insulin sesuai gula darah per jam. Pasien kembali

dikonsulkan ke bagian neurologi untuk pembacaan brain CT scan dengan hasil

infark di kapsula interna dekstra (old onset) dan tidak terdapat perdarahan

intracranial. Terapi tambahan untuk hemiparese adalah citicoline injeksi 2 x 1000

mg iv dan terapi antikoagulan bisa dilanjutkan. Pada pukul 18.00, pasien tidak

lagi memiliki keluhan, tekanan darah pasien juga sudah kembali meningkat. EKG

pasien kembali dari AV block derajat I ke sinus rhythm. Pasien dilanjutkan

dengan terapi dAPT dan lovenox 2x0,6 cc (H-1), insulin fixed dose, ramipril 1x5

gram, NaCl 0,9% 1 kolf/24 jam, dan citicoline 2x1000 mg inj iv.

Pada 12 Desember 2015, pasien dipindah rawat dari ruang CVCU ke ruang

bangsal. Selama rawatan di bangsal, pasien diterapi dengan dAPT (Aspilet 1x80

mg, Clopidogrel 1x75mg) dan lovenox 2x0,6 cc (H-3), insulin fixed dose, ramipril

1x5 gram, rehidrasi dengan NaCl 0,9% 1 kolf/24 jam, citicoline 2x1000 mg inj iv,

laxadin 1x10 cc, alprazolam 1x0,5 mg, dan ranitidin 2x50 mg iv.

8

Page 9: Case Report Session Pak Firdani

DISKUSI

Pada pasien ini didiagnosis dengan acute STEMI inferior dan right ventricle

infark onset 4 jam sebelum masuk rumah sakit dengan TIMI 2/14. Pasien

didiagnosis acute STEMI inferior dan right ventricle infark berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa

ditemukan keluhan utama pasien adalah nyeri dada sejak 3,5 jam sebelum masuk

rumah sakit. Nyeri dada dirasakan berat ditengah dada menjalar ke punggung

dengan durasi lebih dari 20 menit. Pada kasus sindroma koroner akut, jenis nyeri

yang dirasakan pasien adalah nyeri khas infark, yakni nyeri yang bercirikan oleh :

(1) nyeri dirasakan di tengah dada, (2) nyeri dirasakan saat istirahat, dan (3) durasi

nyeri lebih dari 20 menit. Nyeri yang terjadi pada pasien ini disebabkan adanya

pelepasan mediator seperti adenosin dan laktat daripada proses sel iskemik

myokardial keujung saraf. Proses iskemik pada fase akut bersifat persisten dan

mengarah kepada proses nekrosis dimana provokasi mediator tadi akan terus

menurus menumpuk pada saraf afferent dalam jangka masa lama. Rasa nyeri ini

akan menjalar ke region C7 melalui dermatom T4, termasuk di punggung,

pundak, dan lengan. Pasien juga mengeluh ada keringan dingin, mual, dan

muntah. Keluhan ini merupakan respon para simpatik dari MI.1

Bila arteri koroner mengalami gangguan penyempitan, stenosis atau

penciutan (spasme), pasok arteri koroner tidak mencukupi kebutuhan maka terjadi

ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan. Infark miokard adalah

perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.10 Iskemia diawali

dengan adanya obstruksi, kompresi, rupture karena trauma dan vasokonstriksi.

Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, thrombus atau plak

aterosklerosis. Infark miokard akut (AMI) merupakan hasil kerusakan miokard

akibat penurunan atau penyempitan aliran darah koroner. ST-elevation myocardial

infaction (STEMI) biasanya terjadi ketika trombus pada plak ateromatosa pecah

dan benar-benar menyumbat suatu arteri koroner epicardial, mengakibatkan

nekrosis miokard.11

Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri

koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri

9

Page 10: Case Report Session Pak Firdani

koroner kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri

sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus

interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada

sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingipermukaan posterior jantung. Arteri

koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah.1 Pasien

ini didiagnosis mempunyai infark di bagian ventrikel kanan. Kemungkinan

pembuluh darah yang mengalami penyempitan sama ada di LCX (left circumflex

artery) atau LAD (left anterior descending artery) atau pembuluh darah

sesudahnya sehingga bagian ventrikel kanan mengalami infark.

Gambar 4. Anatomi arteri koroner jantung12

Penegakan diagnosis STEMI juga didukung oleh perubahan

elektrokardiografi jantung pasien. Hasil elektrokardiografi pasien adalah elevasi

pada lead II, III, aVF, V3R-V4R dan ditemukan resiprokalnya berupa ST depresi

di lead I, aVl, V7-V9. ST elevasi pada lead II, III, aVF menyimpulkan bahwa

infark terjadi bagian inferior jantung dan ST elevasi pada lead V3R dan V4R

menyimpulkan bahwa terjadi keterlibatan ventrikel kanan. ST elevasi baru

ditegakkan bila ada peningkatan segmen ST dari J-point pada 2 lead yang

bersebelahan ≥ 0,1 mV di semua lead kecuali lead V2-V3 dan peningkatan

10

Page 11: Case Report Session Pak Firdani

segmen ST ≥ 0,2 mV pada laki-laki berusia 40 tahun keatas, ≥0,25 mV pada laki-

laki berusia di bawah 40 tahun, dan ≥ 0,15 mV pada perempuan.2

Pasien ini mempunyai faktor risiko untuk mendapat penyakit jantung

koroner dimana merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek

langung terhadap dinding arteri. Karbon monoksid dapat menyebabkan hipoksia

jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat

menambah reaksi trombosit dan menyebakan kerusakan pada dinding arteri,

sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding

arteri. Selain itu faktor risiko obesitas turut ditemukan pada pasien ini. Obesitas

mungkin bukan faktor risiko yang berdiri sendiri, karena pada umumnya selalu

dikikuti oleh factor risiko yang lain. Bahaya aterosklerosis menjadi lebih besar

kalau ada dua atau tiga faktor risiko.10

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darahnya 165/93 mmHg

menunjukkan pasien tersebut mengalami hipertensi stage II. Pasien ini juga

didiagnosis mempunyai hiperglikemia reaktif dengan diagnosis banding DM tipe

2. Kemungkinan besar pasien ini mengalami hiperglikemia reaktif sebagai reaksi

non-spesifik terhadap terjadinya stress akibat kerusakan jaringan pada jantung.

Reaksi ini adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan satu aspek

perubahan biokimiawi multipel yang berhubungan dengan infark miokard dimana

sering ditemukan pada pasien dengan diagnosis STEMI mengalami

hiperglikemi.13

Dalam penegakan diagnosis STEMI, diperlukan penentuan skor TIMI

(thrombolysis in myocardial infarction). Skor TIMI berguna untuk mengestimasi

mortalitas pasien dalam 30 hari kedepan.14 Penilaian TIMI pada pasien ini adalah:

usia 48 tahun (0), diabetes mellitus/hipertensi/angina positif (1), tekanan darah

sistolik 165 (0), HR 66 (0), Killip I (0), berat badan 80 kg (0), ST elevasi inferior

(0), waktu untuk tatalaksana > 4 jam (1). Total nilai skor TIMI adalah 2/14 yang

berarti pasien memiliki risiko kematian 0,4 persen dalam 30 hari.15

Tabel 1. Skor Risiko TIMI pada STEMI14

Skor Risiko TIMI untuk STEMI

Kriteria Skor

11

Page 12: Case Report Session Pak Firdani

1. Usia 65 – 74

2. Usia ≥ 75

3. DM/HTN/angina

4. Tekanan darah sistolik < 100

5. HR > 100

6. Killip II – IV

7. Berat < 67 kg

8. ST elevasi anterior atau LBBB

9. Waktu untuk tatalaksana > 4 jam

2

3

1

3

2

2

1

1

1

Tindakan dan tatalaksana pertama yang harus dilakukan berdasarkan

guideline ACLS sindroma koroner akut adalah:16

Pemasangan monitor, akses intravena, support ABC, persiapan RJP

dan defibrilasi.

Pemberian aspirin 160 mg (2 tablet) dan clopidogrel 300 mg (4

tablet), O2, ISDN 5 mg maksimal 3 kali, dan morfin 1-5 mg iv.

Tatalaksana yang diberikan selanjutnya pada pasien adalah terapi reperfusi

menggunakan fibrinolitik. Fibrinolitik dipilih menjadi modalitas terapi oleh

karena alasan teknis. Regimen fibrinolitik yang diberikan pada pasien ini adalah

menggunakan Streptokinase dengan dosis 1,5 juta U dalam 100 mL NaCl 0,9%

dalam waktu 60 menit.7

Sebelum melakukan fibrinolitik, pasien harus diperiksa kontraindikasi

absolut dan kontraindikasi relatif pada pasien.7 Pada pasien ini, tidak ditemukan

adanya kontraindikasi absolut dan relatif untuk melakukan fibrinolitik.

Tabel 2. Kontraindikasi Fibrinolitik7

Kontraindikasi Absolut Kontraindikasi Relatif

12

Page 13: Case Report Session Pak Firdani

1. Stroke hemoragik atau stroke yang

penyebabnya belum diketahui,

dengn awitan kapanpun

2. Stroke iskemik 6 bulan terakhir

3. Kerusakan dan neoplasma sistem

saraf pusat

4. Trauma operasi/trauma kepala berat

dalam 3 minggu terakhir

5. Perdarahan saluran cerna dalam 1

bulan terakhir

6. Penyakit perdarahan

7. Diseksio aorta

1. Transient Ischaemic Attack (TIA)

dalam 6 bulan terakhir

2. Pemakaian antikoagulan oral

3. Kehamilan atau dalam 1 minggu

post partum

4. Tempat tusukan yang tidak dapat

dikompresi

5. Resusitasi traumatik

6. Hipertensi refrakter (tekanan darah

sistolik > 180 mmHg)

7. Penyakit hati lanjut

8. Endokarditis infektif

9. Ulkus peptikum yang aktif

Berdasarkan perkembangan kondisi pasien yang dijelaskan di bab diskusi

bahwa kesan pasien adalah fibrinolitik failed. Ada empat kriteria yang digunakan

dalam menilai apakah fibrinolitik berhasil atau tidak, yakni: (1) irama reperfusi

yang berupa accelerated idioventricular rhythm, (2) ST-segmen elevasi menurun

50%, (3) angina berkurang, dan (4) CKMB-burst. Pada pasien ini, irama reperfusi

atau accelerated idioventricular rhythm tidak ditemukan, ST-segmen elevasi

menurun 50% (-), CKMB-burst (-), dan angina berkurang (+). Oleh karenanya,

disimpulkan bahwa pada pasien ini terapi fibrinolitiknya failed. Tatalaksana

selanjutnya adalah pemberian enoksaparin selama 5 hari dengan dosis 1 mg/kg

dua kali sehari.

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan gula darah 217

mg/dl yang berarti pasien mengalami diabetes atau hiperglikemia reaktif. Untuk

tatalaksananya, harus diberikan critical ill insulin berdasarkan kadar gula darah

pasien.

Tabel 3. Dosis criticall ill insulin

Kadar Gula Darah Dosis Insulin

13

Page 14: Case Report Session Pak Firdani

<80 mg/dL Drip 0,5 cc/jam + D40% 2 fl

80 – 109 mg/dL Drip 0,6 cc/jam

110 – 160 mg/dL Drip 1,5 cc/jam

160 – 220 mg/dL Drip 2 cc/jam

> 220 mg/dL Drip 2 cc/jam + Insulin 8 IU iv

Bila GD stabil selama 6 jam (GD < 200 mg/dL):

Kebutuhan insulin 24 jam = total insulin 6 jam x 4 x 80%

Dari hasil yang didapatkan dibagi menjadi dua:

- Basal: 40% (1x sk)

- Prandial: 60% (30 menit sebelum makan sk)

Masalah yang timbul pada rawatan pasien di CVCU adalah turunnya

tekanan darah secara akut yang menyebabkan stroke iskemik pada pasien.

Tatalaksana yang dilakukan saat itu adalah meningkatkan cairan dan pemberian

vascon (norepinefrin) dengan dosis 0,03 µg/kgBB/jam.

Selama rawatan di bangsal, kondisi pasien stabil dan diberikan terapi

dengan dAPT (Aspilet 1x80 mg, Clopidogrel 1x75mg) sebagai platelet, lovenox

2x0,6 cc sebagai antikoagulan, insulin fixed dose untuk mengatasi kadar gula

darah tinggi, ramipril 1x5 gram untuk menurunkan tekanan darah, rehidrasi

dengan NaCl 0,9% 1 kolf/24 jam, citicoline 2x1000 mg inj iv untuk stroke

iskemik, laxadin 1x10 cc untuk melancarkan BAB, alprazolam 1x0,5 mg untuk

mengurangi kecemasan pasien, dan ranitidin 2x50 mg iv untuk mencegah gastritis

pada pasien.

14