case report jamkesmas

Upload: yudhaferriansyah

Post on 09-Oct-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ELektif

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS BLOK ELEKTIFKEBIJAKAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT TERHADAP PASIEN JAMPERSAL DI INSTALASI GAWAT DARURAT

DISUSUN OLEH:YUDHA FERRIANSYAH (1102010299)BIDANG KEPEMINATAN: KEGAWATDARURATANTUTOR: dr. Rika Ferlianti, MBiomed.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSIAPRIL 2014KEBIJAKAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT TERHADAP PASIEN JAMPERSAL DI INSTALASI GAWAT DARURAT

ABSTRAKObjektif: Laporan ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pembaca untuk lebih mengerti tentang salah satu bagian dari program pemerintah (Jamkesmas) yaitu Jampersal, prosedur dan manajemen Jampersal pada rumah sakit disaat keadaan darurat.Desain studi : Laporan kasus, berdasarkan pengalaman seorang wanita terdaftar pada jamkesmas yang ditolak untuk melakukan persalinan di IGD RS Pasar Rebo. Metode: Penelitian deskriptif studi kasus, yaitu suatu penyelidikan intensif tentang individu yang dilakukan secara mendalam dengan menemukan semua variabel penting tentang perkembangan individu atau unit sosial yang diteliti dan eksplorasi dari beberapa sumber artikel, jurnal, dan bukuDiskusi: Hubungan Jamkesmas dan Jampersal, prosedur jampersal, dan manajemen rumah sakit terhadap jampersal Kesimpulan: Pada keadaan gawat darurat (emergency) seharusnya wanita tersebut dibolehkan untuk melakukan persalinan di RS Pasar Rebo walaupun terdaftar pada jamkesmas daerah lain.Kata Kunci: Jamkesmas, Jampersal, Persalinan, Manajemen Rumah Sakit

PENDAHULUANMasa- masa menjelang kelahiran, berbagai pikiran dan perasaan pasti berkecamuk dalam diri setiap ibu hamil. Ada perasaan bahagia karena tidak lama lagi ada anggota keluarga baru yang hadir, namun ada rasa khawatir mengenai keselamatan dan kesehatan diri dan bayinya kelak. Bagi ibu dari kalangan tidak mampu, rasa khawatir itu bertambah ketika memikirkan biaya persalinan yang kelak harus ditanggung, terlebih di masa-masa sulit seperti sekarang ini.Sejak tahun 2011, pemerintah telah menggulirkan program Jaminan Persalinan (Jampersal), di mana ibu-ibu hamil bisa mendapatkan layanan kesehatan dan persalinan yang biayanya dijamin pemerintah. Program Jampersal terbuka bagi seluruh ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan bayi-bayi baru lahir tanpa memandang strata sosialnya, sepanjang yang bersangkutan belum memiliki jaminan persalinan.Ibu hamil yang menjadi peserta Jampersal berhak memperoleh pelayanan jaminan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan atau ante natal care (ANC) disertai konseling KB dengan frekuensi empat kali, pertolongan persalinan, pelayanan bayi baru lahir, pelayanan nifas dengan frekuensi empat kali, dan pelayanan KB pasca persalinan.Berbeda dengan tahun 2011, cakupan pelayanan Jampersal tahun 2014. Sekarang pemeriksaan kehamilan dengan penyulit atau komplikasi, seperti hipertensi, perdarahan masa kehamilan, dan lain-lain juga dijamin melalui Jampersal. Demikian pula halnya penanganan komplikasi di saat persalinan, nifas, termasuk bayi baru lahir dan pelayanan KB setelah persalinan.Sumber : (http://www.jamsosindonesia.com/prasjsn/jamkesmas/jampersal)

Hal lain yang perlu juga dipahami masyarakat, peserta Jampersal juga menerima konsekuensi bersedia dilayani di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan sesuai ketentuan yang ditetapkan Pemerintah. Di sisi lain, pembayaran akan tenaga kesehatan yang menangani Jampersal juga harus diperhatikan, mengingat hingga kini berbagai masalah terkait klaim yang belum dibayarkan masih belum terselesaikan.Tujuan dibuatnya laporan kasus ini adalah saya mengharapkan agar pembaca mendapat wawasan dan pembelajaran yang lebih luas tentang salah satu bagian dari program pemerintah (Jamkesmas) yaitu Jampersal, prosedur dan manajemen Jampersal pada rumah sakit.

LAPORAN KASUSSeorang ibu ber inisial SA, umur 38 tahun, G2P0A1, seorang wanita warga Kelurahan Pancoran Mas, Depok yang kebetulan sedang tinggal di Jakarta akhirnya harus mengurungkan niat nya untuk melakukan persalinan dan harus kembali ke kota asal nya di depok karena di tolak di salah satu Instalasi Gawat Darurat rumah sakit di daerah jakarta.Bu SA sedang hamil dan merasa akan melahirkan pada Senin pagi, 14 April 2014. Mulai pukul 09.00 Keluarganya membawa Bu SA yang juga mengalami komplikasi penyakit darah tinggi (hipertensi) ke rumah Sakit. Rumah Sakit pertama yang berada jauh dari rumah beliau menolak menerimanya dengan alasan kamar kelas III sudah penuh. Bu SA memang memiliki jatah kelas III dengan kartu Jamkesmas yang dimilikinya.Tak putus asa, Bu SA dan keluarganya meluncur ke salah satu rumah sakit daerah di Jakarta.Awal nya di rumah sakit ini ibu SA mendapatkan perawatan di ruang IGD namun setelah mengurus administrasi didapatkan dari pihak rumah sakit menolak untuk menangani ibu SA di karenakan ibu JAMKESMAS ibu SA bukan berasal dari kota Jakarta dan ibu SA tidak melengkapi persyaratannya dan ibu SA pun tidak bisa membayar secara pribadi karena memang pekerjaanya beliau yang bergaji pas-pasan. Akhirnya pada pukul 10.00 ibu SA terpaksa harus mengurungkan niatnya untuk melakukan persalinan di rumah sakit tersebut.Kisah penolakan ibu SA menambah panjang fakta tentang pelayanan yang tidak maksimal yang berujung penolakan pada pasien golongan tidak mampu. Bu SA dan warga lain yang sudah tercover oleh Jamkesmas tidak serta merta merasa lega ketika berobat. Haruskah ada warga lain yang akan mengalami kepahitan ditolak oleh RS saat kondisi kritis membutuhkan uluran rasa kemanusiaan dari petugas medis dan manajemen RS?DISKUSIAngka kematian ibu (AKI) di Indonesia memang belum menurun, meski pemerintah telah mengusahakan sebuah kebijakan dengan nama program jaminan persalinan (Jampersal) yang dijalankan sejak tahun 2012. Program Jampersal diharapkan oleh pemerintah dapat dijadikan sebagai salah satu langkah riil dalam menekan AKI, tetapi pada faktanya AKI dari tahun ke tahun belum dapat menurun sebagaimana yang diharapkan dalam MDG's yang akan berakhir di tahun 2015 mendatang dengan capaian target AKI 102 kematian per 100.000 kelahiran. Jumlah AKI semenjak tahun Jampersal lahir adalah 228 per 100.000 kelahiran (hasil survey 2011) dan hingga hari ini justru meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran (SDKI 2012) sangatlah jauh jika harus mencapai target MDG's di tahun 2015, kecuali jika dalam waktu singkat pemerintah mampu menemukan langkah yang efektif dan efisien untuk menekan jumlah AKI.

Pada dasarnya inisiatif pemerintah dalam melahirkan kebijakan Jampersal dengan maksud agar AKI Indonesia dapat menurun sangatlah bagus, akan tetapi sayangnya kebijakan ini hanya digulirkan saja tanpa manajemen kerja yang jelas, sehingga dalam implementasinya menjadi tidak seperti yang diharapkan. Ilmu manajemen tidak diterapkan dengan baik di sini. Pemerintah sudah merasa puas hanya karena kebijakan sudah berhasil disosialisasikan. Padahal, yang terpenting dari sebuah kebijakan adalah implementasinya karena kebijakan dibuat untuk mengatasi permasalahan yang ada di lapangan, bukan sekedar keputusan yang dibuat di atas kertas. Namun, hal yang perlu dilakukan sekarang bukan lagi mencari solusi lain atas permasalahan tingginya AKI, tetapi membenahi implementasi dari kebijakan yang sudah digulirkan yakni Jampersal. Pelaksanaan Jampersal masih memiliki banyak hal yang perlu dievaluasi dan diperbaiki.(sumber: http://www.perdhaki.org/content/jampersal-2012)Di Amerika, asuransi kesehatan untuk persalinan dan kehamilan disebut medicaid, Medicaid memainkan peran penting dalam kesehatan ibu dan anak , pembiayaan 40 % dari semua kelahiran di Amerika Serikat . Cakupan Medicaid untuk wanita hamil termasuk perawatan kehamilan melalui kehamilan , persalinan , dan pengiriman, dan selama 60 hari postpartum serta perawatan kehamilan terkait lainnya dan pemerintahan yang menanggung semua pendanaan penuh.(sumber:http://www.medicaid.gov)Imigran gelap bahkan dibiayai oleh pemerintah, walaupun hukum federal umumnya melarang imigran ilegal biayanya ditutupi Medicaid, sebagian kecil-dikenal dari program asuransi kesehatan negara federal bagi masyarakat miskin membayar sekitar $ 2 miliar per tahun untuk perawatan darurat untuk sekelompok pasien yang, menurut rumah sakit, sebagian besar terdiri dari imigran ilegal. Sebagian besar pergi ke rumah sakit untuk melahirkan bayi yang datang ke ruang gawat darurat, menurut wawancara dengan petugas rumah sakit.(sumber: http://www.pbs.org/newshour/rundown/how-undocumented-immigrants-sometimes-receive-medicaid-treatment)Berdasarkan kasus diatas, dapat dilihat bahwa sang ibu tidak dapat melakukan persalinan di rumah sakit dikarenakan tidak memiliki jampersal di daerah tersebut. Padahal kasus yang terjadi tersebut merupakan salah satu kasus kegawat daruratan karena sang ibu akan melakukan persalinan dengan keadaan memiliki hipertensi. Bila dibandingkan dengan keadaan di Amerika, prosedur administrasi jampersal di Indonesia masih sangatlah tidak teratur dan tidak terkordinir. Keadaan darurat pada pasien seharusnya ditangani terlebih dahulu, bukan seharusnya ditolak, seperti syarat yang diberikan jampersal.Terlebih lagi pada kasus seperti ini, bila tidak mendapatkan penanganan segera dapat membahayakan kesehatan ibu dan anak.Pembahasan lebih lanjut tentang prosedur jampersal akan di bahas lebih dalam. Tujuan jampersal untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan; meningkatkan cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan; meningkatkan cakupan pelayanan KB pasca persalinan; meningkatkan cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir; serta terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.Peserta program Jampersal adalah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (pasca melahirkan sampai 42 hari) dan bayi baru lahir (0-28 hari) yang belum memiliki jaminan biaya kesehatan. Peserta program dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan (RS) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota.Pelayanan Jampersal ini meliputi pemeriksaan kehamilan ante natal care (ANC), pertolongan persalinan, pemeriksaan post natal care (PNC) oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan pemerintah (Puskesmas dan jaringannya), faskes swasta yang tersedia fasilitas persalinan (Klinik/Rumah Bersalin, Dokter Praktik, Bidan Praktik) dan yang telah menanda-tangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota. Selain itu, pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan persalinan dengan penyulit dan komplikasi dilakukan secara berjenjang di Puskesmas dan RS berdasarkan rujukan.

Dalam Kebijakan Operasional sebagaimana tercantum dalam SK Menkes No. 515/Menkes/SK/III/2011 tentang Penerima dana Penyelenggaraan Jamkesmas dan Jampersal di pelayanan Dasar untuk tiap Kabupaten/Kota tahun anggaran 2011 diatur beberapa poin, diantaranya pengelolaan Jampersal di setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan Jamkesmas dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).Selama ini rumah sakit pemerintah yang ditunjuk menjadi pelaksana Jampersal banyak yang kebingungan dalam memberikan layanan kesehatan kepada para penerima Jampersal karena tidak adanya standar pelayanan medis yang harus diberikan. Pelayanan kesehatan yang diberikan menjadi berbeda antar rumah sakit. Tidak jarang terjadi kebimbangan pada tenaga kesehatan ketika mereka harus melayani pasien Jampersal. Mereka jelas tidak mungkin memberikan pelayanan dengan kelas eksekutif misalnya, sementara pasien hanya menggunakan biaya dari Jampersal. Mereka juga tidak mungkin memberikan pelayanan minimalis sementara pasien dalam kondisi yang sangat membutuhkan perawatan lebih. Kondisi ini menyebabkan tenaga kesehatan menjadi ragu mengambil tindakan. Padahal seharusnya tindakan segeralah yang diterima.Keadaan ini harus diperbarui, bila memang pemerintah bermaksud menjadikan Jampersal dan organisasi kesehatan pelaksananya sebagai pisau pemotong pertumbuhan AKI di Indonesia. Harus dibuat pedoman yang jelas dalam implementasi Jampersal, bila perlu yang berkekuatan hukum sehingga baik pemerintah sebagai penyelenggara, rumah sakit dan layanan kesehatan lain di bawahnya sebagai pelaksana, maupun masyarakat penerima, tidak ada yang merasa dirugikan atau dibohongi. Pemerintah tidak bisa membiarkan sebuah kebijakan yang telah digulirkan berjalan begitu saja tanpa pertanggungjawaban yang jelas.Pemerintah perlu berpikir bahwasanya kebijakan yang dimilikinya itu juga memiliki kompetitor, memiliki lingkungan, dan memiliki pelanggan yang harus dilayani. Selama ini pemerintah sering mengabaikan tiga hal tersebut, merasa organisasi beserta kebijakan yang dimilikinya mutlak tidak akan pernah bisa "gulung tikar" seperti organisasi profit yang lain sehingga bisa berbuat sekehendak hati, tanpa memperhatikan nasib para pelanggan yang tidak terpuaskan. Pemerintah seharusnya menyadari ada "musuh besar" yang harus dihadapi, dalam konteks ini adalah AKI. Dalam menghadapi musuh pun, seharusnya mereka berpikir adanya kompetitor yang lain yakni pihak swasta seperti layanan kesehatan milik swasta atau yang lebih parah adalah dukun beranak atau tenaga penolong persalinan yang tidak terdidik dan tidak terlatih.Pemerintah juga kurang memperhatikan kondisi lingkungan dalam mengimplementasikan program Jampersal, disamping kompetitor yang harus dihadapi, kondisi layanan kesehatan yang ditunjuk sebagai pelaksana Jampersal tidak diperhatikan baik fasilitas maupun sumber dayanya. Fasilitas dan sumberdaya tenaga medis di rumah sakit atau layanan kesehatan pemerintah di Pulau Jawa tentu berbeda dengan di Nusa Tenggara. Disamping standar pelayanan yang belum ditetapkan, fasilitas dan sumberdaya layanan yang sangat minim membuat kinerja dan pemanfaatan Jampersal di daerah daerah tertentu menjadi tidak maksimal. Seharusnya terlebih dahulu pemerintah meninjau keadaan tersebut, memperbaiki fasilitas dan sumberdaya yang dibutuhkan, sebelum menggulirkan sebuah kebijakan agar kebijakan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat yang memang berhak untuk menikmatinya sehingga tujuan akhir kebijakan dalam memecahkan sebuah masalah terealisasikan. Permasalahan berikutnya yang perlu diperbaruidalam organisasi pemerintah pelaksana kebijakan Jampersal ini adalah terkait pendanaan. Program Jampersal adalah program layanan kesehatan gratis untuk ibu melahirkan yang berasal dari keluarga kurang mampu. Seluruh kebutuhan pendanaan ditanggung oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Kementrian Kesehatan yang bertanggung jawab. Rumah sakit dan layanan kesehatan di bawahnya yang ditunjuk pun dipilih yang milik pemerintah agar lebih mudah dalam pengoordinasiannya. Namun pada kenyataannya, organisasi milik pemerintah sekalipun seperti rumah sakit, PONEK, PONED, atau puskesmas, tidak bersedia menjalankan program bila dana tak kunjung diberikan.Tak heran jika fakta di lapangan saat ini banyak rumah sakit yang kemudian hanya memberikan pelayanan sangat minimal, bahkan di bawah standar layak disebabkan dana jaminan yang tak kunjung turun untuk membayar biaya para pasien pengguna Jampersal. Layanan kesehatan untuk persalinan memakan biaya yang tidak sedikit, jumlah pengguna Jampersal pun juga tidak sedikit, rumah sakit tidak mampu untuk menolak pasien yang datang mengingat kewajibannya sebagai organisasi pemerintah yang sudah ditunjuk untuk menjadi pelaksana Jampersal, sementara itu di sisi yang lain mereka sebagai sebuah organisasi penjual jasa juga mencari profit yang cukup. Kondisi lebih tragis juga sering terjadi, mereka yang seharusnya mempermudah proses kelahiran dengan selamat justru mempersulit. Pendanaan yang tak pasti dari pusat membuat mereka para pelaksana berbuat sekehendak hati dalam menerima pasien pengguna Jampersal. Penolakan secara halus dengan cara mempersulit birokrasi untuk mendapatkan layanan kesehatan sudah menjadi hal yang lumrah. Bahkan dengan mudahnya mengatakan, "Pengguna Jampersal yang enak, sementara kami yang rugi harus menanggung biaya sekian banyak, sementara dana kompensasi dari pusat belum turun".Wajar memang jika pernyataan tersebut diungkapkan karena memang begitu faktanya. Pihak berwenang yang menjanjikan biaya persalinan gratis tak kunjung menepati janji, sementara pengguna layanan sudah membludak. Organisasi penyedia layanan kesehatan, sekalipun statusnya milik pemerintah, tetaplah sebuah organisasi yang mencari profit karena keberlangsungan hidupnya tidak semua ditanggung oleh pemerintah. Tenaga kerja di dalamnya yang bukan pegawai pemerintah tentu harus ditanggung oleh institusi sehingga keberlangsungan hidup institusi menjadi hal yang penting untuk mereka perjuangkan. Jika sebuah institusi sudah mengecewakan dalam layanannya, tentu pasien tak mau kembali lagi dan memilih yang lain. Kondisi tersebut lama kelamaan akan mematikan pihak institusi.

Pengelolaan kepesertaan Jampersal merupakan perluasan kepesertaan dari program Jamkesmas yang mengikuti tata kelola kepesertaan dan manajemen Jamkesmas, namun dengan kekhususan dalam hal penetapan pesertanya.Sementara pelayanannya diselenggarakan dengan prinsip Portabilitas, Pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan. Untuk pelayanan paket persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan pemerintah (Puskesmas dan Jaringannya) didanai berdasarkan usulan rencana kerja (Plan Of Action/POA) Puskesmas. Untuk pelayanan paket persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan swasta dibayarkan dengan mekanisme klaim. Klaim persalinan didasarkan atas tempat (lokasi wilayah) pelayanan persalinan dilakukan.Dana untuk pelayanan Jamkesmas termasuk Jampersal merupakan satu kesatuan (secara terintegrasi) disalurkan langsung dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta V ke Rekening Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab Pengelolaan Jamkesmas di wilayahnya dan Rekening RS untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (pemerintah dan swasta).Pembayaran untuk pelayanan Jaminan Persalinan dilakukan dengan cara klaim untuk Pembayaran di faskes Tingkat Pertama. Sementara pembayaran di fasilitas kesehatan Tingkat Lanjutan dilakukan dengan cara klaim, didasarkan paket INA-CBGs (Indonesia-Case Base Groups) dahulu INA-DRG. (sumber : http://www.depkes.go.id)Pandangan Islam tentang kepedulian terhadap sesama

() () () () () () ()

Q.S Al-MaunSurat Al-Maun in terdiri dari 7 ayat, termasuk golongan surat Makkiyah yang diturunkan setelah surat At-Takasur. Nama Al-Maun diambil dari kata Al-maun yang terdapat pada ayat terakhir yang artinya barang-barang yang berguna.Surat Al-Maun menjelaskan tentang beberapa sifat manusia yang dipandang sebagai pendusta agama dan ancaman terhadap orang-orang yang melakukan shalat dengan lalai dan riya.

Terjemah Q.S Al-Maun Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang1. tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,3. dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,6. orang-orang yang berbuat riya7. dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

Kandungan Q.S Al-MaunDalam surat Al-Maun, Allah SWT menyindir kita dengan sebuah pertanyan yaitu Apakah akmu tahu, siapakah orang-orang yang mendustakan agama? melalui pertanyan itu, Allah ingin menegaskan tentang ciri-ciri pendusta agama. Mereka adalah:a. Orang yang shalat dengan penuh kelalaian dan hanya ingin mendapatkan pujian dari orang lain (riya)b. Orang-orang yang menolak dan menghardik anak yatim dengan keras (takabbur)c. Mereka tidak menganjurkan kepada orang lain untuk memberi makan kepada anak yatim dan kaum fakir miskind. Mereka tidak pernah mau menolong orang lain yang sangat membutuhkan (bakhil)

Ciri-ciri orang yang percaya akan kebenaran agama dan yang tidak percaya sangat jelas. Orang yang percaya akan kebenaran agama selalu bersifat adil, belas kasih, dan suka beramal kebajikan untuk kepentingan orang lain. Sedangkan sebaliknya, orang yang tidak percaya akan kebenaran agama selalu meremehkan hak-hak kaum lemah, tidak peduli dengan penderitaan orang lain, egois dalam hal harta benda, bangga dengan kekuatan yang dimilikinya, dan tidak mau memberi pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan.(sumber: http://quran.bblm.go.id)Menurut teori, Jampersal adalah kebijakan pemerintah untuk membantu masyarakat berupa jaminan kesehatan tentang persalinan yang bersifat membantu masyarakat kurang mampu dalam masalah biaya dan mengurus masalah persalinan di rumah sakit.Jampersal pun pada dasar adalah salah satu kebijakan pemerintah yang baik untuk membantu masyarakat yang kurang mampu khususnya dalam masalah persalinan di rumah sakit, namun dalam penerapanya terdapat banyak kekurangan.Tidak ada standarisasi pelayan medis terhadap para pengguna jampersal dan permasalahan biaya antara pihak rumah sakit dengan Jampersal membuat perbedaan perlakuan di setiap rumah sakit berbeda-beda terhadap para pengguna Jampersal.Dari kasus di atas terlihat jelas bahwa gagal nya implementasi Jampersal di lapangan di karenakan banyak faktor yang akhirnya membuat masyarakat kurang mampu kesulitan dalam menggunakan jampersal.Ibu SA adalah salah satu contoh korban kegagalan implementasi dari Jampersal di lapangan, dengan kondisinya yang sangat membutuhkan penangan medis beliau harus di pulangkan kembali karena bermaslah dengan Jampersal yang berbeda daerah.Apabila di sangkutkan dengan teori Jampersal ibu SA seharusnya mendapatkan penanganan medis di karenakan keadaan darurat.Pasien bisa di tolak rumah sakit apabila dalam keadaan tidak darurat.Namun kembali lagi masalah tidak ada nya standarisasi pelayanan medis dan permasalahan biaya dari pihak rumah sakit dan jampersal membuat sebagian besar masyarakat kesulitan dalam mengurus Jampersal yang akhirnya membuat masyarakat pengguna Jampersal tidak merasakan keuntungan keuntungan yang terdapat pada Jampersal tersebut.Menurut pandangan Islam ,Mereka yang tidak pernah mau menolong orang lain yang sangat membutuhkan (bakhil) termaksud dalam kategori orang orang yang mendustakan agama.Islam begitu memperhatikan maslah kepedulian tehadap sosial tanpa melihat status kekayaan ataupun kedudukan.

KESIMPULAN DAN SARANPerlu kiranya diadakan sebuah organisasi khusus untuk memanajemen implementasi program Jampersal di lapangan. Stok pendanaan yang cukup, fasilitas kesehatan yang memadai, sumber daya manusia medis yang terampil dan terdidik, semuanya perlu ditataulang kembali. Penggelontoran dana dari pihak penyandang dana harus transparan, tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat penggunaan. Tidak sedikit jumlah dana yang digelontorkan berubah jumlahnya di perjalanan, mengalami pemotongan oleh berbagai kepentingan. Hal itu menandakan perlu adanya sebuah sistem monitoring dan evaluasi yang terintegrasi yang mengawasi perjalanan dan penggunaan dana alokasi program.

ACKNOWLEDGEMENTUcapa terimakasih kepada dr.Rika Ferlianti, Mbiomed. selaku tutor kelompok kegawatdaruratan blok elektif, dr. H. Kamal Anas, SpB selaku koordinator tutor bidang kepeminatan kegawatdaruratan dan dr. Hj. RW. Susilowati, Mkes. Selaku kordinator penyusun blok elektif, serta petugas kesehatan di Instalasi Gawat Darurat RS. Pasar Rebo.

DAFTAR PUSTAKA1. Anonymous. 2011. Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan, viewed 16 April 2014, from http://www.depkes.go.id/downloads/PERATURAN_MENTERI_KESEHATAN_JUKNIS_JAMPERSAL.pdf2. Anonymous. 2012. PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN TAHUN 2012 BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO 2562/MENKES /PER/XII/2011, viewed 16 April 2014, from http://www.perdhaki.org/content/jampersal-2012.3. Anonymous. 2013. Jampersal, viewed 16 April 2014, from http://www.jamsosindonesia.com/prasjsn/jamkesmas/jampersal4. Centers for Medicare & Medicaid Services. 2009. Medicaid Pregnant Woman, viewed 16 April 2014, from http://www.medicaid.gov/Medicaid-CHIP-Program-Information/By-Population/Pregnant-Women/Pregnant-Women.html5. Phil Galewitz. 2013. How Undocumented Immigrants Sometimes Receive Medicaid Treatment, viewed 16 April 2014, from http://www.pbs.org/newshour/rundown/how-undocumented-immigrants-sometimes-receive-medicaid-treatment6. Universitas Sumatera Utara. -. Jamkesmas, viewed 16 April 2014, from http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37072/5/Chapter%20I.pdf

13