case report eklamsia

Upload: regina-septiani

Post on 11-Oct-2015

45 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

BAB I PENYAJIAN KASUS I. Identitas PasienNama: EniUsia: 26 TahunStatus: telah menikahAgama: Islam Pekerjaan: Ibu Rumah TanggaAlamat: Kp. Cibodas RT 014 RW 005 desa Cisaranten kec. Cikadu Kabupaten Bandung Tgl. Masuk RS: 5 Juni 2014 jam 20:30

II. Anamnesis Anamnesis tanggal 5 juni 2014 Keluhan utamaNyeri perut setelah dipimpin mengejan oleh paraji Riwayat perjalanan penyakit G2P1A0 merasa hamil 9 bulan dirujuk bidan dengan keluhan partys lama ( 20 jam SMRS). Sebelumnya pasien mengaku telah pergi ke paraji terlebih dahulu sebelum ke bidan. Pasien mengaku sudah di pimpin mengedan oleh paraji. Gerak anak tidak dirasakan ibu sejak SMRSP1A0 partus prematurus spontan, Os melahirkan 5 hari yang lalu, datang kerumah sakit dengan kejang yang terus menerus sejak 15 menit SMRS disertai dengan sesak nafas setelah kejang mulai berhenti. Sebelumnya Os mengeluh pusing kepala yang sangat berat sejak 5 jam SMRS lalu Os beristirahat dan merasa matanya lama- lama semakin buram sehingga akhirnya Os meminta dibawa ke Bidan terdekat lalu Os dirujuk ke RS oleh bidan. Saat perjalananan menuju ke RS, os muntah kemudian kejang- kejang yang tidak berhenti sampai berada di RS. Os tidak sadar ketika kejang terjadi. Os melahirkan di RSUD soreang pada tanggal 10 juli 2013, os dirujuk oleh bidan karena prematur kontraksi dan Hipertensi (140/100). Ibu datang dengan keluhan mulas- mulas yang semakin sering dan bertambah kuat sejak 3 jam SMRS disertai dengan keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir. Ibu menyangkal telah keluarnya cairan bening yang banyak dari jalan lahir. ibu merasakan gerakan janin. Setelah dilakukan pemeriksaan dalam oleh bidan di rumah sakit didapatkan ketuban telah (-) dan pembukaan telah lengkap sehingga 15 menit setelah datang ke RS os melahirkan secara spontan. Satu hari setelah melahirkan tekanan darah Os 130/90 dan protein urin (-) lalu Os pulang dan diberikan obat untuk rawat jalan berupa metildopa, cefadroxil dan asam mefenamat.

Riwayat Terdahulu Riwayat Obstetri: I: laki- laki, H/5 hari, lahir partus prematurus spontan, di RSUD soreang/ bb: 2200 gram/ TB: 46 cm/ apgar 11: 7 5I: 9 Riwayat Pernikahan: Wanita, 31 tahun, SMP, Ibu rumah tangga Laki- laki, 34 tahun, SD, Buruh HPHT: 7- 11- 2012 , TP: 14-08-2013 Riwayat ANC: 5 x ke bidan Riwayat KB: - Riwayat penyakit:Os sebelumnya tidak pernah mengalami kejang- kejang, os juga tidak memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal ataupun kencing manis. Saat hamil, tekanan darah meningkat diketahui Os saat datang ke bidan ketika os mulai merasakan mulas- mulas. Sejak 1 bulan sebelum kelahiran, kaki Os sering bengkak. Os mempunyai riwayat asma sejak kecil tetapi jarang kambuh. Os tuntas melakukan pengobatan TBC selama 6 bulan pada tahun 2009.

Riwayat KeluargaPada keluarga OS tidak pernah terdapat riwayat sakit seperti gejala yang OS rasakan.

III. Pemeriksaan Fisik Kesan umum Keadaan umum: Somnolen Kesan sakit: tampak sakit berat Tinggi badan: 155 cm Berat badan: 42 kg Tanda- Tanda Vital Tekanan darah: 150/100 Nadi: 115 x/ menit Respirasi: 40x/ menit Suhu: 36,4 0c Status Gizi: IMT = 42/ (1,55)2= 17,4 (kurus) Status Generalis Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Hidung: PCH (+) Mulut: bibir sianosis (-) Leher: KGB tidak membesar, JPV ( 5+3cm), kaku kuduk (-) Thorax: Inspeksi: bentuk dan gerak simetris, iktus cordis tidak terlihat, sela iga melebar (-), retraksi suprasternal (+) Palpasi: Ekspensi dada: simetris hemitoraks Ka=Ki iktus cordis teraba di ICS 5 LAAS, pulsasi (+) vibrasi (-) Perkusi: Sonor pada seluruh lapang paru Batas paru hati sulit dinilai Peranjakan paru positif Batas Jantung: sulit dinilai Auskultasi Paru: VBS Ka> Ki, ronkhi (-/+), wheezing (+/+) Jantung: BJ1 & BJ2 murni regular, pada katup mitral dan trikuspid BJ1> BJ2, pada katup aorta dan pulmonal BJ2 > BJ1 Murmur (-), gallops (-) Abdomen Inspeksi: datar, simetris, tidak terlihat pelebaran pembuluh darah vena, umbilicus tidak menonjol. Auskultasi: Bising usus (+) normal Palpasi: hepar, lien, ginjal tidak membesar, Nyeri tekan epigastrium (+) Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen Ekstermitas: Akral hangat (+), udem (-/-) Status Obstetri ASI (+/+) Abdomen: datar, lembut TFU: sudah tidak teraba Saluran kemih: BAK (+) normal

IV. Pemeriksaan Penunjang Darah rutin (15/07/2013)Hemoglobin: 12,9 g/dLHematokrit: 37%Leukosit: 26.300/ mm3 Trombosit : 324.000/mm3Golongan darah: ORhesus Faktor: + Hitung Jenis (17/07/2013)Basofil Eosinofil-Stab Segment: 77% Lymfosit: 18%Monosit: 5 %LED jam 1: 100 mm/ jam LED jam II: 110 mm/jam Kimia klinik (15/07/2013)Glukosa darah sewaktu: 174.1 mg/dLAST (SGOT): 21,7 U/LALT (SGPT): 22,5 U/LUreum : 14,2 mg/dL Kreatinin: 0,70 mg/dL Urine (15/07/2013)Protein: Positif 3 (+++)

Mikrobiologi (17/07/2013)BTA 3xBahan pemeriksaan Spuntum SewaktunegatifPagi negatifSewaktu negatif Perwarnaan Gram (17/07/2013)HasilDitemukan bakteri coccus gram (+) yaitu diplococcus sp dan streptococcus spEpitel: 4-6/ lpkLekosit: 10-13/ lpk Radiologi (16/07 2013)KesanKardiomegali, TB paru aktif dengan cavitas, Pengaburan sinus kiri ec suspek efusi pleura minimal

V. ResumeAnamnesis: tension headeache (+), penglihatan kabur (+), vomit (+), spastic (+)TTV: Hipertensi stage II (+), takipnue (+), takikardi (+)Status gizi: kurus (+)Pemeriksaan Fisik : PCH(+), retraksi suprasternalis (+), rh (-/+), wh (+/+), iktus cordis melebar (+), paru kiri meredup pada ICS 4 Pemeriksaan penunjang: leukosit segmen , LED , Ureum , Protein +3, bakteri diplococus & streptococcus (+), Kardiomegali, TB paru aktif (+), efusi pleura minimal (+)

VI. Diagnosis KlinisDiagnosis Obstetri: P1A0 partus prematurus spontan + late eklampsia postpartum + kardiomiopati peripartum Diagnosis interna: + CAP + Asma bronkiale eksaserbasi akut + TB paru relaps

VII. Ajuan pemeriksaan tambahan Elektrolit MRI

VIII. Rencana Pengelolaan dan terapi Terapi umum: Perlindungan jalan nafas Bedrest duduk Pasang NGT Pasang Kateter O2 3l / menitTerapi Khusus: Cefotaxime 2x1 gr iv MgSO4 20% 10 g/jam dalam 500 ml NaCl 30gtt/m Lasix 2x2 amp KSR 1x1 Metildopa 3x 250g Diazepam 1 amp secara perlahan (apabila kejang timbul kembali)

9

Tanggal 16/ 0717/0518/0519/05

Keadaan umumApatisKejang (-), sesak (+), sakit kepala (), batuk (+), mual (+) muntah (-), mata buram (), BAK (+)Compos mentisKejang (-), sesak (), sakit kepala (-), batuk (+), mual (-). Muntah (-), mata buram (-), BAK (+)Compos mentis Kejang (-), sesak (-), sakit kepala (-), batuk (), mual (-). Muntah (-), mata buram (-), BAK (+)Compos mentis Kejang (-), sesak (-), sakit kepala (-), batuk (), mual (-). Muntah (-), mata buram (-), BAK (+)

TNRSTD: 130/90, N:88x/ menit, R: 34x/menit S: 360c TD: 120/70, N: 74x/m, R: 28x/mS: 37,40cTD: 120/70, N: 64x/mS: 37,20C, R: 24x/mTD: 100/60, S: 36,90C, N: 72x/m, R: 20x/m

Pemeriksaan fisik Mata: Ka(-/-). SI(-/-) Hidung: PCH (-/-) Leher: KGB t.t.m., JVP (+) Thorax: B&G simetris, cor: s1&s2 murni regular, murmur (-), gallop (-); pulmo: vbs ka= ki, wh (+/+), rh(-/+) ASI (+/+) Abdomen: datar, lembut, NTE (+), TFU: tidak teraba Ekstermitas: udem (-/-) Mata: Ka(-/-). SI(-/-) Hidung: PCH (-/-) Leher: KGB t.t.m., JVP (-) Thorax: B&G simetris, cor: s1&s2 murni regular, murmur (-), gallop (-); pulmo: vbs ka= ki, wh (+/+), rh(-/+) ASI (+/+) Abdomen: datar, lembut, NTE (-), TFU: tidak teraba Ekstermitas: udem (-/-) Mata: Ka(-/-). SI(-/-) Hidung: PCH (-/-) Leher: KGB t.t.m., JVP (-) Thorax: B&G simetris, cor: s1&s2 murni regular, murmur (-), gallop (-); pulmo: vbs ka= ki, wh (+/+), rh(-/+) ASI (+/+) Abdomen: datar, lembut, NTE (-), TFU: tidak teraba Ekstermitas: udem (-/-)

Mata: Ka(-/-). SI(-/-) Hidung: PCH (-/-) Leher: KGB t.t.m., JVP (-) Thorax: B&G simetris, cor: s1&s2 murni regular, murmur (-), gallop (-); pulmo: vbs ka= ki, wh (+/+), rh(-/+) ASI (+/+) Abdomen: datar, lembut, NTE (-), TFU: tidak teraba Ekstermitas: udem (-/-)

D/K Diagnosis Obstetri: P1A0 partus prematurus spontan + eklampsia postpartum tertunda + kardiomiopati peripartum Diagnosis interna: + susp. CAP + Asma bronkiale eksaserbasi akut + susp.TB paru relaps

Diagnosis Obstetri: P1A0 partus prematurus spontan + eklampsia postpartum tertunda + kardiomiopati peripartum Diagnosis interna: + susp. CAP + Asma bronkiale eksaserbasi akut + TB paru relaps

Tetap Tetap

Penatalaksanaan Bedrest duduk Pasang NGT O2 3l / menit Cefotaxime 2x1 gr iv MgSO4 20% 10 g/jam dalam 500 ml NaCl Lasix 1 x 2amp KSR 1x1 Metildopa 3x 250g

Bedrest duduk NGT lepas O2 2l / menit Cefotaxime 2x1 gr iv MgSO4 20% 10 g/jam dalam 500 ml NaCl stop Lasix 1 x 2amp KSR 1x1 Metildopa 3x 250g

Bedrest O2 2l / menit stop Cefotaxime 2x1 griv Lasix 1x 2 amp KSR 1x1 Metildopa 3x 250gNote: Os pindah rawat ke ruang IPD Lasix -0-0 Cefadroxil 2x1 tab Metildopa 3x 250g

Os boleh pulang

Pemeriksaan penunjang Terlampir diatas EKG dalam batas normal Konsul ke IPD dan neuro

Note: Neuro: refleks patella ekstrim (-), penglihatan baik, kekuatan otot ekstermitas baik, bila kejang berikan diazepam 1 amp pelan. Konsul kembali jika kejang berulang IPD: pemasangan NGT diet cair, skrening TB ulang

Perwarnaan Gram(+)diplococcus sp dan streptococcus sp LED Leukosit segmen

BAB IIANALISIS KASUS Pada pasien ini penegakan diagnosis didasari oleh anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis, os merasakan nyeri kepala yang terus menerus dan semakin memberat, mata buram, mual, dan muntah. Gejala ini merupakan gejala awal yang sering ditemukan sebelum terjadinya eklampsia. Nyeri kepala dan mata buram diduga timbul akibat hiperperfusi serebrovaskular yang memiliki predileksi pada lobus oksipitalis. Nyeri kepala dan mata buram yang mulai berkurang setelah pemberian MgSO 4 mendukung diagnosis kearah eklampsia. Mual dan muntah diduga timbul akibat perubahan pada hati. Kejang bersifat diagnosik untuk eklampsia. Kejang eklamptik disebabkan autoregulasi yang mengalami perubahan akibat kehamilan. Autoregulasi merupakan mekanisme untuk menjaga aliran darah serebral relatif konstan meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi serebral.2 Keadaan pasien yang datang setelah 5 hari postpartum dengan keadaan eklampsia merupakan kriteria dari eklampsia postpartum tertunda. Eklamsia postpartum tertunda adalah eklampsia yang terjadi lebih dari 2 hari setelah melahirkan. Eklampsia postpartum tertunda bisa terjadi sampai 23 hari setelah melahirkan.1 Sesak yang terjadi setelah kejang bisa disebabkan karena hiperkarbia, asidemia laktat, dan hipoksemia transien sehinga umunya pernapasan mengalami peningkatan laju dan dapat mencapai 50 kali atau lebih permenit sebagai respon terhadap hal tersebut.1 sesak yang masih terus dirasakan sampai 2 hari perawatan bisa oleh karena penyakit asma ibu yang kambuh karena pada pemeriksaan fisik ditemukan bunyi Wheezing positif pada kedua paru. Selain ditemukan wheezing, ditemukan pula suara ronkhi pada sebelah kiri paru, suara ronkhi disebabkan oleh gerakan udara melewati jalan nafas yang menyempit akibat terdapatnya sumbatan seperti sekret (pada asma) ataupun cairan (udem paru). Hal ini menyebabkan sesak pada saat bernafas. Prematur kontraksi saat ibu masih mengandung merupakan salah satu komplikasi dari Hipertensi pada kehamilan. Saat setelah melahirkan tekanan darah menurun dan tidak ditemukan proteinuria yang dapat disimpulkan tidak terdapat tanda pre-eklampsia setelah kelahiran sehingga Os dapat pulang kerumah. Berdasarkan journal, 1/3 wanita dengan eklampsia postpartum tertunda tidak memiliki riwayat hipertensi, proteinuria atau edema sebelumnya. 44%- 79% dari pasien dengan eklampsia postpartum tertunda, pre- eklampsia tidak terdiagnosis sebelum terjadinya kejang. Pada riwayat terdahulu, ditanyakan apakah pernah mengalami kejang sebelumnya adalah untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit epilepsi pada ibu. Riwayat penyakit jantung, ginjal dan diabetes melitus merupaka faktor resiko dari munculnya hipertensi pada kehamilan sehingga perlu ditanyakan. Salah satu faktor resiko yang mungkin menyebabkan Os ini mengalami hipertensi adalah nulipara.Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Protein Urin menunjukan angka +3 merupakan diagnosis pasti Eklampsia dengan didukung oleh manifestasi klinis yang Os rasakan. Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk melihat apakah terdapat penurunan pada trombosit. Trombositopenia merupakan gejala khas untuk preeklampsia yang meburuk. Trombositopenia mungkin disebabkan oleh pengaktifan dan agregasi trombosit, serta hemolisis mikroangiopatik yang dicetuskan oleh vasospasme yang hebat.1 Pada Os ini Hb, Ht, dan Trombosit dalam batas normal tetapi Leukosit meningkat yang menandakan terdapatnya suatu infeksi. Kemudian dilakukan pemeriksaan hitung jenis dan didapatkan peningkatan pada leukosit segemen yang menandakan infeksi ke arah bakteri. Setelah dilakukan pewarnaan gram didapatkan bakteri diplococus & streptococcus (+). Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang dan gejala klinis didapatkan diagnosis susp. CAP (community aquired Pneumonia). Pada pemeriksaan kimia klinik ditemukan SGOT & SGPT, kreatinin dalam batas normal dan ureum hanya mengalami sedikit penurunan. Peningkatan SGOT dan SGPT dalam serum merupakan penanda telah terdapat inflamasi atau nekrosis pada hati. Perubahan pada hepar perempuan yang mengalami eklampsia fatal digambarkan oleh virchow pada tahun 1856. Lesi khas yang lazim ditemukan adalah daerah perdarahan periportal pada tepi hepar. Keterlibatan simtomatik biasanya bermanifestasi sebagai nyeri dan nyeri tekan derajat sedang hingga berat pada kuadran kanan atas atau pertengahan epigastrium, biasanya hanya terjadi pada penyakit berat. Peningkatan Kreatinin disesbabkan penurunan filtrasi glomerulus yang menandakan telah terdapat komplikasi pada ginjal. Pada pemeriksaan radiologis ditemukan kardiomegali dan efusi paru minimal yang merupakan faktor penunjang diagnosis untuk kardiomiopati peripartum. Lalu terdapat gejala klinis yang menunjang seperti sesak, orthopnue, takikardi, tapinue. Kardiomegali terjadi akibat disfungsi sistolik ventrikel kiri. Selain itu, ditemukan pula gambaran TB paru aktif dengan kavitas lalu dilakukanlah pemeriksaan LED dan Sputum BTA. LED meningkat sangat tinggi, tetapi sputum BTA (-). Dari pemeriksaan ini dapat disimpulkan diagnosis Os penderita TB paru relaps, karena os telah tuntas pengobatan TB pada tahun 2009 tetapi gambaran radiologi menyatakan TB aktif dan LED sangat meningkat ditambah dengan keluhan Os yang masih sering batuk. Hasil BTA bisa menghasilkan negatif palsu. Untuk terapi, bedrest duduk dilakukan untuk memberikan posisi nyaman bagi OS yang sedang sesak. Pemberian O2 meningkatkan pemasukan O2 ke dalam tubuh secara adekuat agar tidak terjadi hiperkapnia dan kejang yang berulang. Pemasangan NGT untuk pemberian makanan ketika Os dalam keadaan Somnolen. Pemasangan kateter untuk pengontrolan input dan output. Pemberian obat MgSO4 untuk mengendalikan kejang, MgSO4 diberikan selama 24 jam. Dengan dosis infus rumatan 2g/jam dalam 100 mL cairan IV. Metildopa diberikan untuk menurunkan tekanan darah Os yang tinggi. Jika Os kejang berikan Diazepam 1 amp secara perlahan. Cefotaxime diberikan sebagai antibiotik. Lasix digunakan untuk mempercepat pengendalian tekanan darah dan untuk mengurangi kadar cairan di dalam tubuh. KSR diberikan untuk mengganti kehilangan kalium akibat pemberian lasix.

BAB IIITINJAUAN PUSTAKAIII.1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIAIII.1.1 DEFINISIEklampsia pascapartum tertunda adalah eklampsia yang terjadi lebih dari 2 hari setelah melahirkan sampai 23 hari setelah melahirkan.eklampsia pascapartum tertunda dianggap sebagai subtipe dari eklampsia1Eklampsia adalah kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada perempuan dengan preeklampsia. kejang yang timbul merupakan kejang umum dan dapat terjadi sebelum, saat, atau setelah persalinan. Bergantung pada saat terjadi eklampsia disebut sebagai antepartum, intrapartum atau pascapartum. 2Preeklamsia adalah keadaan dimana terjadi hipertensi disertai dengan proteinuria, oedem atau kedua-duanya yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan, atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat mola hidatidosa dan kehamilan kembar.1

III.1.2 INSIDENSIUnit bersalin di Eropa juga melaporkan angka kesakitan dan kematian ibu serta perinatal yang sangat tinggi pada eklampsia. Dalam suatu laporan dari Skandinavia yang meliputi periode 2 tahun, berakhir pada tahun 2000, Andersgaard dkk., (2006) menguraikan mengenai 232 perempuan dengan eklampsia. Meskipun hanya terdapat satu kematian ibu, sepertiga perempuan mengalami komplikasi yang berat, yang mencakup syndrom HELLP, gagal ginjal, edema paru, emboli paru dan stoke. United kingdom Obstectric Surveillance System (UKOSS) yang telah diaudit oleh Knight (2007) melaporkan hasil akhir maternal pada 214 perempuan yang mengalami eklampsia. Tidak terdapat kematian ibu, dan meskipun hasil akhir membaik dibanding pada hasil audit sebelumnya, lima perempuan mengalami perdarahan serebral. Jadi, dinegara maju, angka kematian ibu adalah sekitar 1 persen pada perempuan yang mengalami eklampsia. 2Eklampsia paling sering terjadi pada trimester ketiga dan menjadi semakin sering saat hamil mendekati aterm. Pada beberapa tahun terakhir, telah terjadi pergeseran yang semakin besar pada insiden eklampsia kearah periode pascapartum. Pergeseran ini diduga berkaitan dengan perbaikan akses asuhan pranatal, deteksi preeklampsia yang lebih dini, dan penggunaan magnesium sulfat profilaktik (chames dkk,2002).2Eklampsia adalah penyebab kematian maternal kedua (19,6%) di United states setelah emboli pulmonal. Antara 14% - 33% dari kasus eklmapsia terjadi setelah melahirkan. Eklampsia pascapartum tertunda mengenai antara 4% - 26% pasien dengan eklampsia dan antara 28%- 79% pasien dengan postpartum eklampsia. 1III.1.3 ETIOLOGIPreeklampsia tidaklah sesederhana satu penyakit, melainkan merupakan hasil akhir dari berbagai faktor yang kemungkinan meliputi sejumlah faktor pada ibu, plasenta dan janin. Faktor- faktor yang saat ini dianggap penting mencakup:21. implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah uterusPada implantasi yang normal, invasi tropoblas menyebabkan remodelisasi arteri spiralis uterina. Pada preeklamsi terjadi invasi tropoblas yang abnormal. Pembuluh darah-pembuluh darah desidua bersatu dengan tropoblas. Pembuluh darah-pembuluh darah ini gagal beradaptasi, selanjutnya terjadi kerusakan lumen arteri spiralis oleh suatu atherosis sebagai akibat dari aliran darah placenta. Hal ini diperkirakan sebagai penyebab perfusi placenta patologis yang akhirnya menyebabkan preeklamsi.3

2. Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif di antara jaringan maternal, paternal (plasental), dan fetal.Preeklamsi sering terjadi pada kehamilan pertama dan biasanya tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.3Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita preeklamsi dan eklamsi: Beberapa wanita dengan preeklamsi dan eklamsi mempunyai kompleks imun dalam serum. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada reeklamsi dan eklamsi diikuti dengan proteinuri.Stirat (1986) menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humeral dan aktivasi komplemen terjadi pada reeklmasi maupun eklamsi, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan preeklamsi dan eklamsi.33. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik yang terjadi pada kehamilan normal24. Faktor- faktor genetik, termaksuk gen predisposisi yang diwariskan, serta pengaruh epigenetikAdanya hipertensi herediter tidak diragukan lagi berhubungan dengan preeklamsi. Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklamsi dan eklamsi antara lain: Preeklamsi hanya terjadi pada manusia. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsi dan eklamsi. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)5. Faktor nutrisi Makanan yang diduga turut menyebabkan terjadinya eklamsi adalah daging, protein, purin, lemak, dan garam. Hal ini berhubungan dengan obesitas sebagai faktor resiko, dimana terjadi peningkatan C-rective protein sebagai suatu marker inflamasi yang tampak pada penderita preeklamsi.4

III.1.4 FAKTOR RESIKOFaktor resiko pre- eklampsia dan eklampsia:1 Sebelumnya pernah pre- eklmapsia Memiliki hipertensi atau tekanan darah diastoliknya 90 mmHg Memiliki penyakit ginjal atau proteinuria Memiliki penyakit diabetes melitus Kehamilan ganda (gemeli) Obesitas ( dengan BMI 35) Memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami pre- eklampsia (kakak perempuan atau ibu) Umur 40 tahun Kehamilan yang pertama (nulipara) Jarak kehamilan 10 tahun Tekanan darah sistolik 130 mmHg, atau diastolik 80 mmHg selama kehamilan Memiliki sindrom antibodi antifosfolipid

III.1.5 PATOGENESIS Vasospasme2Konstriksi vaskular menyebabkan peningkatan tahanan pembuluh sehingga timbul hipertensi. Pada saat bersamaan, kerusakan endotel menyebabkan kebocoran interstitial tempat lewatnya komponen- komponen darah, termasuk trombosit dan fibrinogen yang kemudian tertimbun di subendotel.dengan berkurangnya aliran darah akibat maldistribusi, iskemia pada jaringan sekitar akan menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan gangguan end- organ lain yang khas untuk sindrom tersebut. Aktivasi sel endotel2 Endotel yang utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel menumpulkan respons otot polos pembuluh darah terhadap agonis dengan cara melepaskan nitrat oksida. Sel endotel yang rusak atau teraktivasi dapat menghasilkan lebih sedikit nitrat oksida dan menyekresikan substansi yang memacu koagulasi, serta meningkatkan sensitivitas terhadap vasopressor Peningkatan respon presor2 Penurunan produksi Prostaglandin endotelProstasiklin adalah prostaglandin yang ditemukan pada tahun 1976. Prostasiklin dapat meningkatkan cAMP intrasel didalam sel-sel otot pembuluh darah dan meningkatkan efek antiagregasi trombosit. 5Prostasiklin dibuat terutama didalam sel-sel endotel dari asam arakidonat, dikatalisa oleh enzim siklooksigenase. Siklooksigenase dapat dihambat oleh obat-obatan mirip aspirin. Gangguan mekanik atau kimia dari sel endotel merangsang pembentukan dan melepaskan prostasiklin, contohnya : bahan bahan kimia seperti bradikinin / trombin merangsang prostasiklin di dalam dinding pembuluh darah. 5Tromboksan A2 dikeluarkan oleh trombosit dari asam arakidonat melalui siklooksigenase yang dapat merangsang vasokontriksi dan agregasi trombosit. Kemudian prostasiklin dan tromboksan mempunyai pengaruh yang berlawanan didalam mengatur interaksi trombosit dinding pembuluh darah.5Jika dibandingkan dengan kehamilan normal, produksi prostasiklin (PGI2) menurun pada preeklampsia. Pada waktu yang sama, tromboksan A2 (TXA2) yang disekresi oleh trombosit meningkat, dan perbandingan antara prostasiklin : tromboksan menurun. Hasil ini meningkatkan sensitivitas terhadap infus angiotensin II, dan akhirnya terjadilah vasokontriksi Nitrat oksidaInhibisi sintesis nitrat oksida meningkatkan tekanan arteri rerata, menurunkan laju jantung, dan membalikkan ketidaksensitifan terhadap vasopressor yang diinduksi kehamilan. Pada manusia, nitrat oksida tampaknya merupakan senyawa yang mempertahankan kondisi normal pembuluh darah yang berdilatasi dan bertekanan rendah yang khas untuk perfusi fetoplasenta. Zat ini juga dihasilkan oleh endotel janin dan kadarnya meningkat sebagai respon terhadap pre- eklampsia, diabetes dan infeksi2 Endotelin Protein angiogenik dan antiangiogenik

III.1.6 PATOFISIOLOGI Sistem kardiovaskular 2Gangguan berat pada pada fungsi kardiovaskular normal lazim terjadi pada preeklampsia atau eklampsia. Gangguan ini berkaitan dengan:1. Peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi2. Preload jantung, yang sangat dipengaruhi oleh tidak adanya hipervolemia pada kehamilan akibat penyakit atau justru meningkat secara iatrogenik akibat infus larutan kristaloid atau onkotik intravena3. Aktivasi endotel disertai ekstravasasi cairan intravaskular ke dalam ruang ekstrasel, dan yang penting ke dalam paru- paru. Darah dan koagulasi2Salah satu kelainan lazim yang sering dijumpai adalah trombositopenia, yang sesekali dapat sangat hebat sehingga mengancam nyawa. Selain itu, kadar berupa pembekuan darah dalam plasma dapat berkurang, dan eritrosit dapat memperlihatkan bentuk yang aneh serta mengalami hemolisis yang cepat. Homeostasis volume2 Perubahan endokrin Kadar renin, angiotensin II, angiotensin 1-7 dan aldosteron dalam plasma meningkat secara nyata selama kehamilan normal. Pada kasus preeklampsia dan meskipun volume darah berkurang, nilai- nilai ini berkurang secara nyata, tetapi tetap diatas nilai saat tidak hamil (Luft dkk.,2009)2 Perubahan cairan dan elektrolitPada perempuan dengan preeklampsia berat, volume cairan ekstrasel, yang bermanifestasi sebagai edema biasanya jauh lebih besar dibandingkan pada perempuan dengan kehamilan normal. Mekanisme yang berperan dalam retensi patologis cairan ini diduga terjadi akibat cendera endotel. Selain edema umum dan proteinuria, perempuan ini memeliki tekanan onkotik plasma yang menurun yang mengakibatkan ketidakseimbangan filtrasi dan semakin mendorong cairan intravaskular ke dalam interstitium sekelilingnya. Setelah terjadinya suatu kejang eklamptik, pH dan kadar bikarbonat dalam serum menurun akibat asidosis laktat dan kehilangan karbon dioksida kompensatorik melalui sistem pernafasan. Ginjal 2Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat secara bermakna. Dengan memburuknya preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus berkurang yang dapat disebabkan oleh penurunan volume plasama, peningkatan resistensi arteriol aferendan juga terdapat perubahan morfologis yang ditandai dengan endoteliosis glomerulus yang menyumbat sawar filtrasi. Penurunan filtrasi menyebabkan nilai kreatinin serum meningkat. 2 Proteinuria Adanya proteinuria dalam derajat apapun akan menegakkan diagnosis preeklampsia- eklampsia. Proteinuria dapat timbul pada tahap lanjut, dan beberapa perempuan mungkin telah melahirkan atau mengalami kejang eklamtik sebelum timbul proteinuria. Perubahan anatomisKapiler pada glomerulus normal yang diperlihatkan pada sisi kiri memiliki fenestra endotel yang lebar, dan pedikel yang menonjol dari podosit memiliki jarak yang lebar (panah). Pada sisi kanan merupakan glomerulus yang mengalami perubahan akibat sindrom preeklamsia. Sel- sel endorel tampak membengkak dan fenestranya menyempit, pedikel juga menjadi saling berdekatan satu sama lainya.

Hepar2Dari sudut pandang pragmatis, keterlibatan hepar pada pre- eklampsia mungkin bermakna secara klinis dalam kondisi- kondisi berikut:1. Keterlibatan simtomatik, biasanya bermanifestasi sebagai nyeri dan nyeri tekan derajat sedang hingga berat pada kuadran kanan atas atau pertengahan epigastrium, biasanya hanya terjadi pada penyakit berat.2. Peningkatan asimtomatik kadar transaminase hepar dalam serum-AST dan ALT- dianggap merupakan penanda preeklampsia berat. Secara umum, kadar transminase serum berbanding terbalik dengan jumlah trombosit, dan kadar keduanya biasanya kembali normal dalam 3 hari pasca partum.3. Perdarahan hepar dari daerah yang mengalami infark dapat meluas sehingga membentuk hematoma hepatis Otak 2Sindrom preeklampsia memiliki dasar dasar aktivasi endotel yang terkait dengan kebocoran antarasel endotel, yang timbul pada tekanan darah yang jauh lebih rendah dibandingkan tekanan yang menyebabkan edema vasogenik, dan juga didasari oleh hilangnya autoregulasi batas atas (Zeeman dkk,2009b)Terdapat sejumlah manifestasi neurologis sindrom preeklampsia. Masing- masing manifestasi menunjukan keterlibatan berat suatu organ dan memerlukan perhatian segera:1. Nyeri kepala dan skotomata diduga timbul akibat hiperperfusi serebrovaskular yang memiliki predileksi pada lobus oksipitalis. Menurut Sibai (2005) dan Zwart dkk., (2008), 50 hingga 75 persen perempuan mengalami nyeri kepala dan 20 hingga 30 persen diantaranya mengalami gangguan penglihatan yang mendahului kejang eklamtik. Nyeri kepala dapat ringan hingga berat, dan dapat intermittent atau konstan. Menurut pengalaman kami, tanda ini unik karena biasanya membaik setelah dimulainya infus magnesium sulfat.2. Kejang bersifat diagnostik untuk eklampsia. Kejang terdiri atas pelepasan neurotransmitter eksitatorik- khususnya glutamat- dalam jumlah berlebih; depolarisasi jaringan neuron yang masif; dan letupan potensial aksi (meldrum,2002)3. Kebutaan jarang terjadi pada preeklampsia saja, tetapi sering menjadi komplikasi pada kejang eklamptik4. Edema otak menyeluruh dapat timbul pada sindrom preeklampsia dan biasanya bermanifestasi sebagai perubahan status mental yang bervariasi dan kebingungan hingga koma

III.1.7 MANIFESTASI KLINIS PreeklampsiaPara wanita hamil biasanya tidak mengetahui terhadap tanda preeklamsi yaitu hipertensi dan proteinuria. Gejala klinis baru timbul pada keadaan yang sudah berat, seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrium. Tekanan DarahGangguan mendasar yang terjadi pada preeklamsi adalah vasospasme arteriol yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Peningkatan Berat BadanPeningkatan berat badan yang mendadak dapat mendahului terjadinya preeklamsi, bahkan pada beberapa wanita hamil peningkatan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama. Peningkatan berat badan normal adalah 1 pound per minggu, peningkatan 2 pound per minggu pada usia kehamilan berapapun atau peningkatan 6 pound selama sebulan, maka harus sudah dicurigai adanya perkenbangan ke arah preeklamsi. ProteinuriaPada preeklamsi, kadar proteinuria bervariasi, tidak hanya pada pasien yang berbeda, namun pada pasien yang sama terjadi perbedaan kadar dari jam ke jamnya. Pada permulaan preeklamsi, hanya terdapat proteinuria yang minimal, tapi pada kasus yang berat biasanya sudah sangat tinggi kadarnya. Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dibandingkan hipertensi dan peningkatan berat badan yang berlebihan. Nyeri KepalaNyeri kepala jarang terjadi pada preeklamsi ringan. Lokasi tersering adalah di daerah frontal, tapi dapat juga terasa di daerah oksipital. Nyeri kepala ini biasanya tidak reda dengan pemberian analgesik biasa. Nyeri kepala yang berat hampir selalu mendahului terjadinya kejang eklamsi yang pertama kali. Nyeri EpigastriumNyeri epigastrium atau nyeri di kuadran kanan atas sering terjadi pada preeklamsi berat dan mengindikasikan ke arah kejang. Nyeri ini disebabkan iskemik hepatik atau menegangnya kapsul hepar akibat edema dan perdarahan. Gangguan PenglihatanVasospasme arteri retina berhubungan dengan gangguan penglihatan hingga menyebabkan kebutaan yang dapat berlangsung selama 4 jam hingga 8 hari. Ablasio retina juga dapat terjadi, walaupun biasanya hanya mengenai satu mata saja dan jarang menyebabkan kehilangan penglihatan total. EklamsiEklamsi ditandai dengan kejang umum yang bersifat tonik klonik. Koma tanpa kejang juga disebut eklamsi.

III.1.1 DIAGNOSIS Preeklampsia1 Kriteria Minimum TD 140/90 mmHg yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu Proteinuria 300 mg/ 24 jam atau 1+ pada pemeriksaan carik celup Kemungkinan preeklampsia meningkat TD 160/110 mmHg Proteinuri 2.0 g/ 24 jam atau 2+ pada pemeriksaan carik celup (dipstick) Kreatinin serum 1,2 mg/ dL, kecuali memang sebelumnya diketahui meningkat Trombosit 100.000/ L Hemolisis mikroangiopati- peningkatan LDH Peningkatan kadar transaminase serum- ALT atau AST Nyeri kepala yang persisten atau gangguan serebral arau visual lainnya Nyeri epigastrik persisten

Eklampsia1Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada perempuan dengan pre-eklampsia

III.1.2 DIAGNOSIS BANDING1Diagnosis banding dari kejang pascapartum adalah: Eklampsia pascapartum Epilepsi Hipoglikemia Keracunan atau intoksikasi obat- obatan dan alkohol Trauma kepala dan perdarahan intrakranial Tumor otak Hipertensi ensefalopati Penyumbatan pembuluh darah otak Meningitis, encefalitis, tetanus, atau infeksi HIV Hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia atau hipernatremia Uremia

III.1.3 TERAPIBeberapa penelitian telah meneliti protokol terapi untuk mengatasi eklampsia, karena pascapartum eklampsia tertunda dianggap sebagai subtipe dari eklampsia, terapi yang sama dapat digunakan. 1Prinsip- prinsip penatalaksanaan Eklampsia meliputi:21. pengendalian kejang menggunakan magnesium sulfat dalam dosis awal yang diberikan secara intravena. Dosis awal ini dilanjutkan dengan infus magnesium sulfat berkesinambungan2. pemberian obat antihipertensi intermiten untuk menurunkan tekanan darah saat dianggap terlalu tinggi sehingga berbahaya3. penghindaran penggunaan diuretik kecuali terdapat edema paru yang nyata, pembatasan pemberian cairan intravena kecuali terjadi kehilangan cairan yang sangat banyak dan tidak menggunakan agen hiperosmotik4. pelahiran janin untuk menyembuhkan

Magnesium sulfat untuk mengendalikan Kejang 2Kejang eklamptik hampir selalu dicegah atau dihentikan oleh kadar magnesium dalam plasma yang dipertahankan pada kisaran 4 hingga 7meq/L, 4-8-8,4 mg/dL, atau hingga 3,5 mmol/L. Refleks patella menghilang jika kadar plasma mencapai 10 meq/L- sekitar 12mg/dL- mungkin karena efek kuratiformis. Tanda ini merupakan peringatan akan terjadinya keracunan magnesium. Jika kadar plasma meningkat melebihi 10 meq/L, pernafasan melemah, dan pada kadar 12 meq/L terjadi paralisis pernafasan yang diikuti dengan henti nafas. Terapi dengan kalsium glukonat atau kalsium klorida 1g intravena, disertai dengan penghentian magnesium sulfat biasanya memulihkan depresi nafas ringan hingga sedang. Untuk depresi nafas yang berat dan henti nafas, intubasi trakea segera dan ventilasi mekanis dapat menyelamatkan jiwa.Karena magnesium dibersihkan hampir seluruhnya oleh ekskresi ginjal, dosis yang disebutkan tadi dapat terlalu besar jika filtrasi glomerulus menurun nyata. Dosis awal magnesium sulfat sebesar 4g aman diberikan bagaimanapun kondisi ginjal pasien. Jadi hanya laju infus rumatan yang boleh diubah bila terdapat penurunan laju filtrasi glomerulus. Fungsi ginjal diperkirakan dengan mengukur kadar kreatinin dalam plasma. Jadwal pemberian magnesium sulfat untuk preeklampsia berat dan eklampsia:2 Infus Intravena Kontinu1. Berikan dosis awal magnesium sulfat sebsar 4 hingga 6 g yang diencerkan dalam 100 mL cairan IV dan diberikan selam 15 hingga 20 menit2. Mulai infus rumatan 2g/ jam dalam 100 mL cairan IV. Beberapa ahli menganjurkan dosis 1 g/ jam3. Pantau toksisitas magnesium:a. Periksa refleks tendon dalam secara berkalab. Beberapa ahli mengukur kadar magnesium serum pada jam ke 4hingga 6 dan menyesuaikan kecepatan infus untuk mempertahankan kadar magnesium antara 4 dan 7 meq/L (4,8- 8,4 mg/dL)c. Ukur kadar magnesium serum jika kadar kreatinin serum 1,0 mg/dL4. Pemberian magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah awaitan kejang Injeksi intramuskular intermiten1. berikan 4g magnesium sulfat sebagai larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1g/ menit2. lanjutkan segera dengan 10 g larutan magnesium 50%, separuhnya disuntikan profunda di kuadran kanan luar kedua bokong menggunakan jarum ukuran 20 sepanjang 3 inci. (penambahan 1,0 mL lidokain 2% meminimalkan nyeri). Jika kejang menetap setelah 15 menit, berikan kembali magnesium sulfat dalam larutan 20% dengan dosis hingga 2g dan kecepatan tidak melebihi 1g/menit. Jike perempuan tersebut bertubuh besar, dapat diberikan dosis hingga 4g secara perlahan.3. Setelah itu, tiap 4 jam, diberikan 5g larutan magnesium sulfat 50% yang disuntikan profunda di kuadran kanan luar bokong kanan dan kiri secara bergantian, tetapi dilakukan setelah memastikan:a. Refleks patella positifb. Respirasi tidak tertekanc. Keluaran urin dalam 4 jam terakhir melebihi 100 mL4. Magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah awaitan kejang

Tatalaksana Hipertensi Beberapa obat yang dapat digunakan untuk mengobati hipertensi pada pasien dengan preeklampsia, eklampsia dan hipertensi pascapartum 1 Labetolol (20 mg diberikan secara intravena, 20-80 mg setiap 30 menit, diikuti dengan 100-400 mg diminum oral 2- 3 kali setiap hari) Nifedipine (5-10 mg diminum oral setiap 30 menit, diikuti oleh tablet 20- 60 mg yang diminum oral sehari satu kali) Hydralazine (5 mg bolud diberikan secara intravena , diikuti oleh 5- 10 mg setiap 30 menit) Metildopa (250- 500 mg diminum oral, dua kali setiap hari atau 4 kali setiap hari setelah melahirkan)Bagi ibu yang meyusui obat labetolol, nifedipine dan metildopa aman digunakan. Terapi antihipertensi dibutuhkan olah wanita yang memiliki preeklampsia selama 2 minggu pascapartum dan bagi wanita yang memiliki hipertensi gestasional tanpa proteinuria obat anti hipertensi diberikan selam 1 minggu setelah melahirkan. Target tekanan darah adalah 130-155 mmHg sistolik dan 80- 105 mm Hg diastolik untuk mereka yang tanpa gejala penyerta lalu 130-139 mm Hg sistolik dan 80-89 mmHg untuk mereka dengan gejala penyerta.1III.1.4 PROGNOSISKriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia. Kriteria Eden antaralain:1. koma yang lama (prolonged coma)2. nadi diatas 1203. suhu 39,4C atau lebih4. tekanan darah di atas 200 mmHg5. konvulsi lebih dari 10 kali6. proteinuria 10 g atau lebih7. tidak ada edema, edema menghilangBila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih buruk. Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan masa antenatal dan natal. Penderita eklampsia sering datang terlambat sehingga terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya preeklampsia dan eklampsia murni tidak menyebabkan hipertensi menahun.

III.2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PERIPARTUM CARDIOMIOPATI

III.2.1 DEFINISIDilated Cardiomyopathy (DCM) adalah dilatasi dan gangguan kontraksi dari ventrikel kiri maupun kedua ventrikel. Disebabkan oleh familial genetik, virus, dan/ atau imun, toksisitas alkohol, atau faktor faktor yang tidak diketahui atau yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler yang diketahui.Salah satu bentuk dari dilated cardiomyopathy (DCM) pada kehamilan adalah peripartum cardiomyopathy (PPCM). PPCM adalah salah satu bentuk DCM yang etiologinya tidak diketahui dan memenuhi kriteria sebagai berikut :6 Terjadi pada bulan terakhir kehamilan atau sampai 5 bulan setelah persalinan Tidak adanya penyakit atau kelainan jantung sebelum bulan terakhir dari kehamilan Tidak adanya kondisi-kondisi yang teridentifikasi dapat menyebabkan gagal jantung Adanya disfungsi sistolik dari ventrikel kiri yang dapat ditunjukkan oleh echocardiography seperti adanya penurunan fraksi ejeksi

III.2.2 EPIDEMIOLOGIInsidensi PPCM secara keseluruhan adalah sebanyak 1 dari 1500-4000 kelahiran hidup. Sedangkan di Amerika Serikat sebesar 1 setiap 1300-15000 kelahiran hidup. Di Jepang sebesar 1 dari 6000 kelahiran hidup, di Afrika Selatan sebesar 1 dari 1000 kelahiran hidup dan 1 dari 350-400 kelahiran hidup di Haiti. 6PPCM berhubungan dengan beberapa faktor resiko seperti: umur ibu yang tua, multiparitas, kehamilan multipel, dan ras kulit hitam terutama ras Afrika Amerika.6III.2.3 ETIOLOGIEtiologi dari PPCM sampai sekarang masih belum jelas, banyak kemungkinan penyebab yang dkemukakan seperti misalnya: Familial, DCM ditransmisikan sebagai gen autosomal resesif,autosomal dominan, X-linked atau matrilinear (mitochondrial) trait. Myocarditis biasanya disebabkan oleh virus Respons imun yang abnormal pada kehamilanSetelah melahirkan akan terjadi degenerasi dari uterus dimana akan terjadi fragmentasi dari tropokollagen oleh enzym kolagenolitik yang menghasilkan aktin, myosin dan metabolitnya. Ibu akan membentuk antibodi terhadap hasil fragmentasi tersebut dan kadangkala terjadi reaksi silang dengan otot jantung. Respons maladaptif terhadap perubahan hemodinamik pada kehamilanPerubahan hemodinamik pada kehamilan akan menyebabkan transient hipertropi pada otot jantung. Pada akhir kehamilan, akan terjadi penurunan dari fungsi sistolik yang akan berlanjut ke masa postpartum yang kemudian akan kembali seperti pada saat sebelum hamil. Apabila tejadi penurunan fungsi sistolik yang berlebihan, maka dapat menyebabkan terjadinya PPCM. Produksi sitokin tertentu pada kehamilan

III.2.4 GEJALA KLINISPada anamnesa akan didapatkan bahwa gejala-gejala timbul pada bulan terakhir pada kehamilan dan tidak pernah muncul sebelumnya. Keluhan yang dapat timbul seperti: Kelelahan Dyspnoe deffort Oedem perifer Orthopnoe Paroxysmal nocturnal dyspnoe

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : Tachypnoe Tachycardia Sianosis Peningkatan JVP Ronchi paru Gallop S3 Pembesaran hepar Oedem periferDapat kita perhatikan bahwa gejala-gejala pada PPCM hampir sama dengan DCM, oleh karena itu seringkali terjadi salah diagnosa dimana penyakit yang diderita pasien sebenarnya adalah DCM yang tidak terdiagnosa pada awal kehamilan atau bahkan mungkin penyakit jantung lainnya. Oleh karena itu untuk mendiagnosa PPCM dengan benar kita harus yakin kalau gejala-gejala di atas baru timbul pada bulan terakhir kehamilan atau setelah persalinan.

III.2.5 DIAGNOSIS Diagnosis dari PPCM tidak berbeda dengan DCM, selain anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti EKG, Echocardiography, X-ray dada, dll. Hasil yang didapat sama dengan pada DCM.III.2.6 TERAPI GAGAL JANTUNG PADA IBU HAMIL DAN MENYUSUIPada ibu yang sedang menyusui, kadar obat yang terdapat pada air susu ibu biasanya ditunjukkan dengan perbandingan kadar obat dalam plasma dengan kadar obat dalam air susu ibu. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh adalah kelarutan obat dalam lemak, Protein-binding capacity dari obat, dan pH dari obat dapat berpengaruh.7 -Adrenergic BlockersHasil data pemakaian -adrenergic blocker pada kehamilan masih sangat terbatas karena obat ini biasanya digabung dengan -adrenergic blocker. Pemakaian gabungan kedua obat ini tidak meberikan efek samping pada janin. Efek samping dari pemakaian obat-obat ini pada laktasi belum diketahui.8 -AgonistMetildopa dianggap sebagai obat lini pertama yang paling aman digunakan untuk ibu hamil dengan kelainan jantung atau hipertensi. Penelitian untuk obat ini sudah dilakukan secara luas, anak yang lahir dari ibu yang menerima metildopa pernah terus di follow up sampai usia 7 tahun tanpa menunjukkan gejala abnormalitas apapun. -agonist lain yang dapat dipakai adalah clonidin, keduanya telah diselidiki dan aman digunakan pada kehamilan. Metildopa dan clonidin diekskresikan di air susu ibu namun tidak menimbulkan gejala apapun pada bayi. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors dan Receptor BlockerACE inhibitor seperti captopril, enalapril, lisinopril, fosinoprol, quinapril, benazepil, dan yang lainnya dapat dengan cepat menembus barier plasenta dan berhubungan dengan kematian janin, oligohidramnion, BBLR, kelainan osifikasi kranium, dan gagal ginjal pada neonatal. Karena itu ACE inhibitor tidak disarankan tuntuk dipakai pada kehamilan. Hal yang serupa juga berlaku untuk ARB seperti losartan, valsartan, irbesartan, dan obat-pbat ARB baru lainnya. Konsentrasi dari captopril pada air susu ibu sangat rendah. Obat AntiaritmiaQuinidine dapat melewati barier plasenta meskipun demikian masih dianggap pada kehamilan, namun pernah dilaporkan adanya trombositopenia dan ototoksik pada janin dengan pemakaian dosis terapi. Dosis yang berlebihan dapat menyebabkan kelahiran prematur atau bahkan kematian janin. Quinidine diekskresikan dalam jumlah sedang pada air susu ibu, namun kuantitas yang diserap oleh bayi biasanya tidak menimbulkan efek-efek yang berbahaya kecuali apabila bayi masih prematur dimana kerja hepar belum sempurna sehingga terdapat penumpukan quinidine. -Adrenergic Blocker dan Kombinasi - Blocker3-adrenergic blocker dapat ditoleransi dengan baik pada kehamilan, namun pernah dilaporkan adanya IUGR apabila digunakan pada kehamilan awal. Bradikardia janin, hipoglikemia neonatal, apnoe, dan hiperbilirubinemia juga pernah ditemukan . Atenolol, metoprolol, dan propanolol sudah dipakai secara luas dalam kehamilan.Perlu diperhatikan bahwa adanya sitmulasi fisiologis ataupun farmakologis dari reseptor 2-adrenergic dapat menyebabkan adanya relaksasi otot-otot uterus. Oleh karena itu lebih baik menggunakan selektif 1-adrenergic blocker seperti atenolol atau metoprolol untuk menghindari rangsangan pada uterus yang dapat timbul apabila non selektif -adrenergic blocker seperti propanolol dipakai.Kombinasi dari - dan -adrenergic blocker seperti labetolol sangat berguna dan dapat ditoleransi dengan baik pada kehamilan. Meskipun penggunaannya menurunkan tekanan adrah ibu namun aliran darah uteroplasental tidak berkuirang. Pada percobaan dengan binatang, penggunaan labetolol tidak memiliki efek samping pada denyut jantung janin ataupun tekanan darah janin.-blocker diekskresikan dengan cukup banyak pada air susu ibu dan kadarnya lebih tinggi dari kadar di plasma. Karena itu pada ibu menyusui yang menggunakan -blocker, perlu diperhatikan adanya potensi efek samping pada bayi berupa bradikardi dan somnolen. Calcium Channel BlockersPenelitian mengenai penggunaan calcium channel blocker masih cukup terbatas. Namun ada cukup banyak bukti yang menunjukkan penggunaan calcium channel blocker cukup aman pada kehamilan. Calcium channel blocker atau calcium antagonis terbagi menjadi 4 grup : Dihidropiridine (nifedipine) Papaverine (verapamil) Benzothiazepine (diltiazem) Tetralol (mibefradil)Pada percobaan dengan binatang, hampir tidak didapatkan adanya kelainan kardiovaskular pada janin setelah terpapar oleh keempat grup dari calcium channel blocker tersebut.Perlu diingat bahwa penggunaan calcium channel blocker juga dapat menyebabkan relaksasi dari uterus karena ini sebaiknya tidak dipakai pada saat mendekati partus karena dapat menyebabkan perdarahan post partum.Calcium channel blocker hanya diekskresikan dalam dosis rendah pada air susu ibu, dengan demikian cukup aman digunakan pada laktasi, kecuali untuk mibefradil, pernah dilaporkan adanya kelainan kongenital aorta pada bayi binatang percobaan setelah penggunaan mibefradil pada induknya saat hamil. DiuretikDiuretik biasanya tidak digunakan pada kehamilan karena efeknya yang megurangi volume darah ibu sehingga akan mengganggu nutrisi, oksigenasi, dan pertumbuhan janin. Timbulnya hipokalemia, hiponatremi, dan trombositopenia pada janin juga pernah dilaporkan3 Diuretik dapat mengurangi menurunkan produksi asi pada masa laktasi karena itu penggunaannya dihindari saat laktasi.

Obat InotropikObat inotropik seperti digoxin dapat menembus barier plasenta bahkan konsentrasi pada janin dapat sama seperti pada plasma ibu. Penggunaan digoxin pada kehamilan dinilai aman, hanya saja karena pada kehamilan tubuh juga memproduksi beberapa bahan yang berfungsi seperti digoxin maka konsentrasi pada plasma sulit dinilai.Digoxin juga aman digunakan pada laktasiObat-obat inotropik intravena seperti dopamin, dobutamin, amrinone, milrinone, ephinephrine, dan norpephineprine dapat berbahaya karena dapat mengurangi aliran darah plasenta dan menstimulasi kontraksi uterus. Karena itu obat-obat tipe ini harus digunakan dengan sangat hai-hati dan hanya digunakan pada kondisi darurat. Nitrat dan VasodilatatorNitrat dapat diugnakan dengan aman pada kehamilan meskipun nitrat bukan merupakan obat gagal jantung yang cukup baik, namun efek vasodilatatornya dapat berguna untuk preeklampsi dan IUGR. Pasien yang menggunakan nitrat perlu diawasi agar tidak terjadi hipotensi karena dapat membahayakan janin. Penggunaan nitrat pada laktasi belum diselidiki dengan baik. Antiloagulan dan AntiplateletPenggunaan antikoagulan seperti warfarin (coumadin) pada semester pertama dapat menyebabkan timbulnya embryopathy, perdarahan janin, malformasi, dan warfarin juga bersifat teratogenik seperti hypoplasia hidung, artropi optik, katarak, deformitas, saddle nose, tubuh pendek, dan retardasi mental. Karena resiko terjadinya embryopathy maka warfarin sering diganti dengan heparin karena heparin tidak menembus barier plasenta namun efeknya tidak sekuat warfarin. Menjelang persalinan heparin tidak boleh diberikan lagi karena bahaya perdarahan. Sehari setelah persalinan pengobatan boleh dilanjutkan lagi.Penggunaan antiplatelet seperti aspirin dengan dosis rendah terbukti dapat membantu untuk mengatasi hipertensi atau infark myocardial pada kehamilan dan tidak memberikan efek samping kepada janin seperti perdarahan atau penutupan prematur dari dari duktus asteriosus karena adanya inhibisi prostaglandin.

36

BAB IVDAFTAR PUSTAKA1. Val E. Ginzburg, Bryan Wolff. Headache and seizure on postpartum day 5: late postpartum eclampsia. February 17,2009. Retrieved July 22, 2013 from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2638033/2. Bloom SL, Cunningham GF, Gilstrap LC, Hauth JC, Leveno KJ, Wenstrom KD, Hipertensi dalam Kehamilan, Dalam: Obstetri Williams, Edisi ke-23 jilid 2. Jakarta: EGC: 2009: Bab 34: 740-7483. http://www.ebmonline.org/cgi/content/full/222/3/2224. Mabie WC, Reynolds C, Sibai BM, Hypertensive States of Pregnancy, Dalam: Current Obstetric & Gynaecologic Diagnosis & Treatment, Edisi ke-9, DeCherney AH, Nathan L, penyunting. New York: Mc Graw Hill, 2003: 338-3535. Decherney Alan, Nathan Lauren. Hypertensive States of Pregnancy in: Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment. 8th edition. USA. McGraw Hill Companies, Inc. 1994. 380 3956. Carson M, Jacob DE. Peripartum Cardiomyopathy. November 2, 2005. retrieved August 1, 2006 from http://www.emedicine.com/med/topic292.htm7. Prawirohardjo S. Penyakit Kardiovaskular. dalam: Ilmu Kandungan. Edisi ke-5. Winkjosastro H, Saiffudin AB, Rachimhadhi T. penyunting. Jakarta: Tridasa Printer; 1999: 429-478. Glaser T, Setaro F, Pregnancy and Cardiovascular Disease. in : Medical Complications During Pregnancy. 5th edition. Burrow G, Duffy T, ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company. 1999 : 111-29