case report dewi sasmita kumala sari

30
CASE REPORT KOMA HIPOGLIKEMIA ET CAUSA LOW INTAKE PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Dewi Sasmita Kumala Sari 1 Jazil Karimi 2 1 Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab, Alamat: Jl. Riau Ujung no.73, Pekanbaru, E- mail: [email protected] 2 Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau ABSTRAK Pendahuluan : Pada penyandang diabetes melitus tipe I dan II, hipoglikemia merupakan suatu komplikasi yang kerap menghambat kontrol gula darah pada pasien, Hipoglikemia dapat menimbulkan suatu komplikasi yang ringan hingga berbahaya, dari adanya gejala otonom dan adrenergik hingga dapat mengakibatkan kematian.Selain pada penyandang diabetes melitus, hipoglikemia juga dapat terjadi pada non-diabetesi, meskipun kejadiannya tidak sesering pada diabetesi.Pengelolaan keadaan akut hipoglikemia menjadi penting dalam mengatasi morbiditas dan mortalitas terkait hipoglikemia. Laporan kasus :Tn. N usia 62 tahun, datang ke RSUD Arifin Achmad dengan penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS. 5 jam SMRS pasien mengeluhkan badan lemas, kepala pusing, berkeringat dingin dan berdebar-debar. Pasien puasa dan mengatakan tidak nafsu makan sejak 2 minggu SMRS. Makan hanya sekali sehari dan tetap minum obat DM yaitu metformin 2 kali sehari dan glibenclamid 1 kali sehari. Pasien sudah menderita DM sejak 7 tahun yang lalu. Pemeriksaan umum didapatkan GCS 3 dengan GDS 34 mg/dl. Kesimpulan :Pasien didiagnosis koma hipoglikemia dengan diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi stage II, dimana terdapat penurunan kesadaran dan penurunan glukosa darah, dengan adanya gejala hipoglikemia sebelum pasien mengalami penurunan kesadaran dan keadaan membaik setelah pemberian dextrose 40%. Hipoglikemia merupakan komplikasi dari diabetes melitus dan pengobatannya. 1

Upload: sasmitha-dewi

Post on 10-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

KOMA HIPOGLIKEMIA

TRANSCRIPT

Page 1: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

KOMA HIPOGLIKEMIA ET CAUSA LOW INTAKE PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

Dewi Sasmita Kumala Sari1 Jazil Karimi2

1Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab, Alamat: Jl. Riau Ujung no.73, Pekanbaru, E-mail: [email protected]

2Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

ABSTRAK

Pendahuluan : Pada penyandang diabetes melitus tipe I dan II, hipoglikemia merupakan suatu komplikasi yang kerap menghambat kontrol gula darah pada pasien, Hipoglikemia dapat menimbulkan suatu komplikasi yang ringan hingga berbahaya, dari adanya gejala otonom dan adrenergik hingga dapat mengakibatkan kematian.Selain pada penyandang diabetes melitus, hipoglikemia juga dapat terjadi pada non-diabetesi, meskipun kejadiannya tidak sesering pada diabetesi.Pengelolaan keadaan akut hipoglikemia menjadi penting dalam mengatasi morbiditas dan mortalitas terkait hipoglikemia.Laporan kasus :Tn. N usia 62 tahun, datang ke RSUD Arifin Achmad dengan penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS. 5 jam SMRS pasien mengeluhkan badan lemas, kepala pusing, berkeringat dingin dan berdebar-debar. Pasien puasa dan mengatakan tidak nafsu makan sejak 2 minggu SMRS. Makan hanya sekali sehari dan tetap minum obat DM yaitu metformin 2 kali sehari dan glibenclamid 1 kali sehari. Pasien sudah menderita DM sejak 7 tahun yang lalu. Pemeriksaan umum didapatkan GCS 3 dengan GDS 34 mg/dl.Kesimpulan :Pasien didiagnosis koma hipoglikemia dengan diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi stage II, dimana terdapat penurunan kesadaran dan penurunan glukosa darah, dengan adanya gejala hipoglikemia sebelum pasien mengalami penurunan kesadaran dan keadaan membaik setelah pemberian dextrose 40%. Hipoglikemia merupakan komplikasi dari diabetes melitus dan pengobatannya.

1

Page 2: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

PENDAHULUAN

Pada penyandang diabetes melitus

tipe I dan II, hipoglikemia merupakan suatu

komplikasi yang kerap menghambat kontrol

gula darah pada pasien. Risiko hipoglikemia

merupakan akibat dari belum sempurnanya

terapi medikamentosa dengan hipoglikemia

saat ini, meskipun faktor gaya hidup dan

pengetahuan juga tidak dapat dipungkiri

memegang peranan terjadinya hipoglikemia.

Hipoglikemia dapat menimbulkan

suatu komplikasi yang ringan hingga

berbahaya, dari adanya gejala otonom dan

adrenergik hingga dapat mengakibatkan

kematian. Selain pada penyandang diabetes

melitus, hipoglikemia juga dapat terjadi

pada non-diabetesi, meskipun kejadiannya

tidak sesering pada diabetesi. Pengelolaan

keadaan akut hipoglikemia menjadi penting

dalam mengatasi morbiditas dan mortalitas

terkait hipoglikemia.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi

Diabetes melitus (DM) merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan pada sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya.1

2.1.2 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

Klasifikasi berasarkan etiologi dapat

dilihat pada tabel 1 berikut :4

Tipe Destruksi sel beta, umumnya

menjurus ke defisiensi

insulin absolut

Autoimun

Idiopatik

Tipe

2

Bervariasi, mulai yang

dominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin

relatif sampai yang dominan

defek sekresi insulin disertai

resistensi insulin

Tipe

lain

Defek genetik fungsi

sel beta

Defek genetik kerja

insulin

Penyakit eksokrin

pancreas

Endokrinopati

Karena obat atau zat

kimia

Infeksi

Sebab imunologi

yang jarang

Sindrom genetik lain

yang berkaitan

2

Page 3: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

dengan DM

2.1.3 Diagnosis

Kriteria diagnosis DM dalam dilihat

dalam tabel 2 berikut:4

American Diabetes Association

(ADA) menganjurkan skrining DM

sebaiknya dilakukan terhadap orang yang

berusia 45 tahun ke atas dengan interval 3

tahun sekali.Interval ini dapat lebih pendek

pada pasien berisiko tinggi (terutama dengan

hipertensi dan dislipidemia). Kriteria

diagnosis DM menurut ADA 2010 dapat

dilihat pada tabel 3.5

Tabel 3. Kriteria Diagnosis DM Menurut

ADA 2010.5

Kriteria Diagnosis DM

1. HbA1C >6,5 %; atau

2. Kadar gula darah puasa >126

mg/dL; atau

3. Kadar gula darah 2 jam pp >200

mg/dL pada tes toleransi glukosa oral

yang dilakukan dengan 75 g glukosa

standar WHO)

4. Pasien dengan gejala klasik

hiperglikemia atau krisis

hiperglikemia dengan kadar gula

sewaktu >200 mg/dL

Hasil tes terhadap DM perlu diulang

untuk menyingkirkan kesalahan

laboratorium, kecuali diagnosis DM dibuat

berdasarkan keadaan klinis seperti pada

pasien dengan gejala klasik hiperglikemia

atau krisis hiperglikemia. Tes yang sama

dapat juga diulang untuk kepentingan

konfirmasi. Jika nilai dari kedua hasil tes

tersebut melampaui ambang diagnostik DM,

maka pasien tersebut dapat dipastikan

menderita DM. Namun, jika terdapat

ketidaksesuaian (diskordansi) pada hasil dari

kedua tes tersebut, maka tes yang

melampaui ambang diagnostik untuk DM

perlu diulang kembali dan diagnosis dibuat

berdasarkan hasil tes ulangan.5

Kadar glukosa darah sewaktu dan

glukosa darah puasa sebagai patokan

skrinning dapat dilihat pada tabel 3.4

Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan

puasa sebagai patokan penyaring dan

diagnosis DM (mg/dL)4

3

Page 4: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

Langkah-langkah diagnostik DM, dapat

dilihat pada gambar 1.4

Gambar 1. Langkah-langkah diagnosis

2.2 Hipoglikemia

2.2.1 Definisi

Hipoglikemia adalah kadar glukosa

darah di bawah kadar normal. Beberapa

penelitian melaporkan batas bawah glukosa

darah setelah puasa satu malam umumnya di

atas dari 50 mg/dl (2,8 mmol/L), namun ada

pula beberapa subyek yang kadar glukosa

darahnya di bawah 50 mg/dl.1 Menurut

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia,

seseorang dikatakan hipoglikemia apabila

kadar gula darah <60 mg/dl, atau kadar gula

darah <80 mg/dl disertai dengan gejala

klinis.2

Hipogliekmia dicirikan dengan trias

Whipple, yakni: (1) gejala yang konsisten

dengan hipoglikemia; (2) pengukuran gula

darah menunjukkan rendahnya kadar gula

darah; dan (3) perbaikan gejala setelah kadar

gula darah ditingkatkan. Adapun gejala yang

konsisten dengan hipoglikemia dalah gejala

neuroglikopenia (akibat sistem saraf pusat

kehabisan bahan bakar glukosa), serta gejala

neurogenik (otonom), termasuk di antaranya

gejala adrenergik dan kolinergik.3,5

Gejala neuroglikopenia antara lain

perubahan perilaku, kebingungan, fatigue,

sulit berbicara, gangguan viasual,

inkoordinasi, hingga kejang dan penurunan

kesadaran.1,3 Hipoglikemia yang persisten

dapat mengakibatkan kematian karena

kegagalan seluler metabolisme otak dan

seluruh tubuh mengakibatkan perubahan

ireversibel.

Gejala neurogenik otonom

adrenergik (diakibatkan pelepasan

norepinefrin dari neuron simpatetik

postganglionik serta medula adrenal)

menimbulkan gejala jantung berdebar-debar,

4

Page 5: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

tremor, dan ansietas. Sementara itu gejala

kolinergik bermanifestasi kepada

berkeringat, lapar, dan parestesia.

.2.2 Klasifikasi

Secara klinis hipoglikemia akut

dapat dibagi menjadi hipoglikemia ringan,

sedang dan berat.6

Tabel 2.1 Klasifikasi klinis hipoglikemia

akut6

Ringan

Simtomatik, dapat diatasi

sendiri, tidak ada gangguan

aktivitas sehari-hari yang

nyata

Sedang

Simtomatik, dapat diatasi

sendiri, menimbulkan

gangguan aktivitas sehari-

hari yang nyata

Berat Sering (tidak selalu) tidak

simtomatik, karena

gangguan kognitif pasien

tidak mampu mengatasi

sendiri

- Membutuhkan

pihak ketiga tetapi

tidak perlu terapi

parenteral

- Membutuhkan

terapi parenteral,

seperti glukosa

intravena atau

glukagon intra

muskular

- Disertai dengan

koma atau kejang

American Diabetes Association

Workgroup on Hypoglycemia

mengklasifikasikan kejadian hipoglikemia

menjadi 5 kategori sebagai berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipoglikemia menurut

American Diabetes Association Workgroup

on Hypoglycemia7

Severe

hypoglycemia

Kejadian

hipoglikemia yang

membutuhkan

bantuan dari orang

lain untuk

mengkoreksi glukosa

darah

Documented

symptomatic

hypoglycemia

Kadar gula darah

plasma ≤ 70 mg/dl

disertai gejala klinis

hipoglikemia

Asymptomatic

hypoglycemia

Kadar gula darah

plasma ≤ 70 mg/dl

tanpa disertai gejala

klinis hipoglikemia

Probable

symptomatic

hypoglycemia

Gejala klinis

hipoglikemia tanpa

disertai pengukuran

kadar gula darah

plasma

5

Page 6: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

Pseudo-

hypoglycemia

dimana orang dengan

diabetes muncul

salah satu gejala

yang khas

hipoglikemia dan

glukosa plasma

masih ≥ 70 mg/dl

2.2.3 Etiologi

Secara umum, hipoglikemia dapat

digolongkan menjadi dua, yakni

hipoglikemia pada diabetesi dan

hipoglikemia pada non-diabetesi. Namun

demikian klasifikasi etiologi utama dapat

mengklasifikasikan etiologi hipoglikemia

secara lebih baik.4

1. Obat-obatan, seperti insulin atau

perangsang sekresi insulin (insulin

secretagogue), alkohol, obat lain

(selain obat hipoglikemik oral,

seperti gatifloxacin, pentamidine,

quinine, indomethacine)

2. Penyakit kritis, seperti gagal hati,

ginjal, jantung, sepsis

3. Defisiensi hormon, seperti defisiensi

kortisol, glukagon, dan epinefrin

4. Tumor non-islet

5. Hiperinsulinisme endogen, seperti

insulinoma, nesidioblastosis,

autoimun insulin

2.2.4 Patofisiologi

Secara fisiologis tubuh akan

meregulasi gula darah dalam batasan yang

dianggap wajar. Namun demikian

mekanisme ini dapat terganggu pada orang-

orang dengan diabetes melitus. Secara

fisiologis tubuh mengatur kadar gula darah

dalam rentang yang relatif sempit, yakni 70

– 110 mg/dL. Kadar gula darah akan

meningkat postprandial, yang merupakan

sumber glukosa eksogen. Tanpa adanya

asupan makanan, tubuh mempertahankan

kadar gula darah dalam rentang ini dengan

mekanisme produksi melalui hepar dan

ginjal, yakni proses penghasilan glukosa

endogen. Makalah ini membahas secara

singkat dalam poin-poin mekanisme

fisiologis tubuh dalam mengatasi

hipoglikemia.

1. Glukoneogenesis adalah produksi

glukosa dari bahan bakar non-

glukosa (seperti asam lemak dan

gliserol dari hasil lipolisis, maupun

asam amino dari hasil proteolisis otot

atau pool asam amino).

Glukoneogensis terutama terjadi di

hepar, dan membutuhkan kadar

insulin yang rendah disertai dengan

kadar anti-insulin (hormon

counterregulatory) yang tinggi.

Kadar insulin yang rendah juga

6

Page 7: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

mengurangi utilisasi perifer oleh

adiposti dan miosit, mencegah

turunnya kadar gula darah lebih

lanjut.

Perlu diingat bahwa penurunan kadar

insulin diakibatkan oleh tingginya

kadar gula darah. Selain itu

penurunan sekresi insulin oleh sel β

pankreas akan mengakibatkan

persinyalan autokrin terhadap sel

tetangga (sel α pankreas) untuk

meningkatkan sekresi hormon

glukagon.

2. Peningkatan hormon epinefrin

adrenomedula akan meningkatkan

glikogenolisis dan glukoneogenesis

hepar, serta glukoneogenesis renal.

Hormon ini akan dikeluarkan sebagai

bagian dari mekanisme neurogenik

otonom adrenergik akibat

rangsangan pada sistem saraf pusat.

Bagian otak yang terutama berespons

adalah neuron hipotalamus

ventromedial (VPH) yang memiliki

proyeksi ke area aktivasi pituitari-

adrenal dan sistem saraf simpatis.1

Epinefrin bukanlah meknaisme

utama, melainkan mekanisme

tambahan yang membantu jika

hipoglikemia belum teratasi

setidaknya dalam 4 jam setelah

mekanime pertama (penurunan kadar

insulin) dan mekanisme kedua

(peningkatan kadar glukagon)

terjadi.

3. Hormon lain, seperti growth

hormone terutama melawan kerja

insulin di jaringan perifer. Keadaan

panhipopituarisme dapat

menimbulkan hipoglikemia ringan.

Penyandang diabetes melitus dapat

mengalami kejadian hipoglikemia yang

tidak disadari (hypoglycemia unawareness),

terutama berkaitan dengan berkurangnya

respons simpatoadrenal akibat respons

neuronal simpatis yang berkurang. Dengan

demikian saat terjadi hipoglikemia, respons

kortisol maupun kolinergik akan berkurang,

mengakibatkan pasien tidak merasakan

sedang mengalami hipoglikemia, pasien

tidak mengambil langkah untuk mengatasi

hipoglikemia, sehingga pada akhirnya

kejadian hipoglikemia

2.2.5 Diagnosis

1. Anamnesis:

a. Penggunaan preparat insulin atau obat

hipoglikemik oral: dosis terakhir, waktu

pemakaian terakhir, perubahan dosis.

b. Waktu makan terakhir, jumlah asupan

gizi.

7

Page 8: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

c. Riwayat jenis pengobatan dan

sebelumnya.

d. Lama menderita DM, komplikasi DM

Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll.

e. Penggunaan obat sistemik lainnya:

penghambat adrenergic , dll.

2. Pemeriksaan fisik: pucat, diaphoresis,

tekanan darah, frekuensi denyut jantung,

penurunan kesadaran, deficit neurologic

fokal transien.

3. Pemeriksaan penunjang:

Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal,

tes fungsi hati, c-peptide. Trias Whipple

untuk hipoglikemia secara umum:

a. Gejala konsisten dengan hipoglikemia

b. Kadar glukosa plasma rendah

c. Gejala mereda setelah kadar glukosa

plasma meningkat.8

2.2.6 Tatalaksana

Penatalaksanaan hipoglikemia perlu

dilakukan secara agresif untuk mengurangi

morbiditas dan mortalitas.2,3

Untuk pasien yang sadar dan dapat

makan dan/atau minum:

1. Gula murni (30 gram, 2 sendok

makan) ATAU sirop / permen gula

murni. Pemanis rendah kalori /

pemanis untuk penyandang diabetes

tidak dapat digunakan.

2. Stop obat hipoglikemia oral dan/atau

insulin

3. Periksa gula darah sewaktu, pantau

setiap 1 – 2 jam

Untuk pasien yang tidak sadar:

1. Larutan dekstrosa 40% 2 flakon (2 x

25 cc) IV bolus setiap 10-20 menit

hingga pasien sadar. Pertimbangkan

pemberian glukagon 0,5 – 1 mg

IV/IM/SC, terutama untuk pasien

yang kesulitan mendapat akses

intravena.

Jika dalam pemberian 3 kali bolus

belum sadar, pertimbangkan

pemberian:

a. hidrokortison, IV 100 mg

setiap 4 jam

b. deksametason 10 mg, IV 10

mg bolus

c. mencari penyebab lain

penurunan kesadaran bukan

hanya akibat hipoglikemia

2. Pasang infus, berikan cairan

dekstrosa 10% 6 jam setiap kolf (500

cc)

3. Periksa gula darah sewaktu, pantau

setiap 30 menit, pertahankan gula

darah sewaktu sekitar 200 mg/dl

Glukagon mungkin kurang

efektif untuk hipoglikemia yang

8

Page 9: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

mengalami deplesi glikogen, seperti

pada penderita hipoglikemia akibat

alkohol.

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Tn. N usia 62 tahun, seorang petani, alamat

Jl. Anggur-Kandis, masuk IGD RSUD

Arifin Achmad pada tanggal 11 Juli 2015

pukul 19.30 WIB.

Anamnesis

Dilakukan secara alloanamnesis dengan istri

pasien dan autoanamnesis setelah pasien

sadar.

Keluhan Utama

Penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

- Tujuh tahun SMRS, pasien

mengeluhkan sering merasa haus dan

badan selalu terasa lemas. Pasien

mengatakan badannya sering lemas

meskipun nafsu makan pasien

meningkat. Kepala pusing berputar

tidak ada, mual dan muntah tidak

ada, batuk lama tidak ada, demam

tidak ada, diare tidak ada, BAB

hitam tidak ada, mata kabur tidak

ada, nyeri dada tidak ada, kelemahan

anggota gerak juga tidak ada. Pasien

juga mengatakan sering BAK.

Badannya menurun dari 81 kg

menjadi 76 kg dengan tinggi badan

163 cm. Kemudian pasien ke dokter

dan didapatkan GDS sekitar 450

mg/dL. Dokter mengatakan bahwa

pasien menderita DM dan mendapat

obat metformin 500 mg yang

diminum 2 kali sehari. Pasien rutin

mengkonsumsi obat, berolahraga dan

memeriksakan gula darahnya.

- Lima tahun SMRS, pasien mengaku

sudah mulai tidak rutin minum obat

DMnya, dan jarang berolahraga dan

pasien sering merasa sakit kepala.

Lalu berobat ke puskesmas

didapatkan TD : 170/110 mmHg.

Lalu pasien diberi obat Anti

hipertensi namun tidak di minum

secara teratur.

- Tiga tahun SMRS pasien mengaku

semakin jarang minum obat DM dan

Anti hipertensi nya. Pasien juga

sudah tidak pernah kontrol. Keluhan

badan lemas sudah tidak ada, namun

pasien masih selalu merasa haus dan

berat badannya semakin turun

menjadi 69 kg.

- Satu tahun SMRS pasien dipaksa

anak nya berobat ke dokter karena

berat badan pasien semakin turun

menjadi 66 kg. Dan pasien

mengeluhkan sering kebas dan

kesemutan pada tungkai yang

9

Page 10: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

dirasakan setiap hari. Kebas dirasa

mengganggu aktivitas sehari-hari.

Mata kabur disangkal, nyeri

disangkal, keluhan sering BAK

disangkal dan BAB tidak ada

keluhan. Dan didapatkan GDS : 512

mg/dl, TD : 160/100 mmHg. Dokter

memberikan obat metformin 500 mg

2 kali sehari, glibenclamid 1 kali

sehari dan amlodipin 5 mg. Dan

pasien mengaku meminum obatnya

teratur, dan mulai rutin berolahraga.

- 1 hari SMRS, pasien puasa dan

mengatakan 2 minggu terakhir tidak

nafsu makan. Saat sahur hanya

minum teh dan berbuka makan

sedikit. Pasien tetap mengkonsumsi

obat DM dan Antihipertensi seperti

biasanya.

- Lima jam SMRS pasien

mengeluhkan badan lemas, kepala

pusing, berkeringat dingin dan

berdebar-debar. Pasien mengaku

masih puasa. Karena tidak enak

badan pasien kemudian tidur untuk

menghilangkan keluhannya, namun

kemudian pasien tidak sadarkan diri.

- Tiga jam SMRS, anak pasien

mencoba membangunkannya namun

tidak berhasil kemudian

membawanya ke RS.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Tidak ada riwayat keluhan yang

sama sebelumnya.

- Riwayat DM sejak 7 tahun yang lalu.

- Riwayat hipertensi sejak 5 tahun

yang lalu.

- Memiliki riwayat obesitas (+)

- Riwayat sakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat penyakit DM dalam

keluarga (+) ibu pasien.

- Ibu pasien memiliki riwayat obesitas.

- Riwayat obesitas pada anak tidak

ada.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi dan

Kebiasaan

- Pasien seorang petani.

- Memiliki riwayat pendidikan sampai

tamat SMP.

- Memiliki kebiasaan suka makan

gorengan dan makanan yang manis-

manis.

- Riwayat merokok dan minum-

minuman beralkohol tidak ada.

Pemeriksaan Umum (Saat Pertama

Pasien Sampai di IGD pukul 19.30 WIB)

- GCS = 3

E = 1 V = 1 M = 1

- Kesadaran = Koma

- Tekanan Darah = 150/90 mmHg

10

Page 11: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

- Nadi = 132 x permenit reguler,

pengisian penuh

- Pernapasan = reguler 28 x permenit

- Suhu = 35,3oC

- GDS = 34 mg/dl

Pemeriksaan Fisik (Setelah Pasien Sadar

Pukul 22.00 WIB)

Keadan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

GCS : 15

Berat badan : 65 kg

Tinggi badan : 163 cm

BMI : 24 (overweight)

TD : 150/90mmHg

Nadi : 98 x/menit, irama reguler

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,4°C

GDS : 142 mg/dl

Kepala

- Mata : Konjungtiva anemis (-/-),

Sklera ikterik (-/-), pupil bulat,

isokhor, diameter 2 mm/2 mm,

refleks cahaya (+/+), visus masih

dapat melihat jari dari jarak 1 meter.

- Leher : Pembesaran kelenjar getah

bening tidak ada, JVP tidak

meningkat.

Thoraks

Paru

Inspeksi : Gerakan dinding

dada simetris kiri dan kanan, tidak ada

jejas maupun benjolan.

Palpasi : Vokal fremitus

simetris normal kiri dan kanan.

Perkusi : Sonor seluruh

lapangan paru.

Auskultasi : Vesikuler (+/+),

Rhonki tidak ada, Wheezing tidak ada.

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi : Iktus kordis teraba dilinea

midclavikularis sinistra SIK V - VI

Perkusi :

Batas kanan jantung : Linea sternalis

dextra.

Batas kiri jantung : Linea axillaris

anterior sinistra

Auskultasi: Bunyi jantung S1 dan S2

normal, reguler.

Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut datar

Auskultasi : Bising usus 7x/i

Palpasi : Supel, tidak ada

nyeri tekan, hepar tidak teraba, lien tidak

teraba.

Perkusi : Timpani seluruh

lapangan abdomen.

Ekstremitas

11

Page 12: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

Akral dingin, CRT < 2 detik, sianosis tidak

ada, udem tidak ada.

Pemeriksaan penunjang (pukul 21.00

WIB)

Darah rutin:

Hb : 12 g/dL

Leukosit : 7.360/uL

Hematokrit : 36,8 %

Trombosit : 221.000/uL

MCV : 87 µ3

MCH : 28 pg

MCHC : 34 %

Elektrolit

Natrium : 128,1 mmol/L

Kalium : 3,78 mmol/L

Klorida : 98,4 mmol/L

Kimia Darah

GDS : 140 mg/dl

Ureum : 26,4 mg/dl

Creatinin : 0,95 mg/dl

GFR : 74

Resume

Tn. N usia 62 tahun, datang ke RSUD Arifin

Achmad dengan penurunan kesadaran sejak

3 jam SMRS. 5 jam SMRS pasien

mengeluhkan badan lemas, kepala pusing,

berkeringat dingin dan berdebar-debar.

Pasien mengatakan tidak nafsu makan sejak

1 hari SMRS. Makan hanya sekali sehari

dan tetap minum obat DM yaitu metformin

3 kali sehari dan glibenclamid 1 kali sehari.

Pasien sudah menderita DM sejak 7 tahun

yang lalu dan hipertensi sejak 5 tahun yang

lalu. Pemeriksaan umum didapatkan GCS 3

dengan GDS 34 mg/dl dan GFR didabatkan

74.

Daftar Masalah

1. Koma hipoglikemia

2. DM tipe 2 tidak terkontrol

3. Hipertensi stage 1

4. CKD stage 2

Rencana Pemeriksaan

GDS 15 menit setelah pemberian

dextrose 40% 3 fl

Monitoring tanda-tanda vital

HbA1c

Rontgent thoraks

Profil lipid

Rencana Penatalaksanaan

Non Farmakologis

Kebutuhan kalori pasien sebesar 1700

kkal/hari yang dibagi dalam 3 porsi

besar yaitu, pagi 20%, siang 30%, sore

25% dan 2 porsi makanan ringan 10-

15%. Dengan komposisi makanan 60%

karbohidrat, 20% lemak dan 20%

protein.

Melakukan olahraga dengan intensitas

sedang minimal 3-4 menit dalam

seminggu, dengan durasi minimal 30

menit setiap olahraga. Setiap olahraga

didahului pemanasan selama 10 menit,

12

Page 13: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

kemudian olahraga inti dengan tujuan

70-85% denyut nadi maksimum dengan

rumus 220-usia, dan diakhiri dengan

pendinginan selama 5-10 menit.

Farmakologis

Inj dextrose 40% 3 fl

IVFD dextrose 10% 20 tpm

Metformin 500 mg 2 x 1 (bila gula darah

pasien sudah stabil)

Glibenclamid 2,5 mg 1 x 1 (bila gula

darah pasien sudah stabil)

Valsartan 80 mg 1 x 1

Follow Up

Saat pasien datang di IGD

S : - Pasien mengalami penurunan

kesadaran. 1 hari sebelumnya pasien tidak

nafsu makan dan tetap mengkonsumsi obat

DM.

O : GCS 3 dengan GDS 34 mg/dl.

TD=150/90 mmHg, nadi 132 x permenit,

napas 28 x permenit, suhu 35,3 C

A : koma hipoglikemi + Hipertensi stage I

P : - IVFD dextrose 10% 20 tpm

Inj dextrose 40% 3 fl

20 menit setelah masuk IGD

S : - Pasien sadar, bingung, suara lemah

O : GCS 13, GDS 106 mg/dl. TD=140/90

mmHg, nadi 114 x permenit, napas 24 x

permenit, suhu 35,5 C

A : Post koma hipoglikemi + Hipertensi

stage I

P : - IVFD dextrose 10% 20 tpm

- Monitoring tanda vital dan gula

darah

- Cek darah rutin dan elektrolit

3 jam setelah masuk IGD

S : Pasien sadar, dapat bicara lancar, lemas

sudah berkurang, dapat makan dan minum

sendiri

O : GCS 15, GDS 142. TD=150/90 mmHg,

nadi 98 x permenit, napas 20 x permenit,

suhu 36,4 OC

A : post koma hipoglikemi dengan riwayat

DM + Hipertensi stage I

P : - IVFD dextrose 10% 20 tpm

- Monitoring tanda vital dan gula

darah

- Rawat inap bangsal kenanga

Follow up tanggal 12 Juli 2015

S : Pasien dapat berbicara lancar, dapat

makan minum sendiri, sudah tidak lemas

lagi

O : GCS : 15, TD=140/90 mmHg, nadi 93

x permenit, napas 20 x permenit, suhu 36,5 OC

GDS : 196 mg/dl

13

Page 14: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

A : post koma hipoglikemi dengan riwayat

DM + hipertensi stage I

P : - Boleh pulang

- edukasi perjalanan penyakit DM

dengan pengobatan sehingga menyebabkan

koma hipoglikemia.

- edukasi diet teratur dan olahraga

teratur, serta dapat melanjutkan pengobatan

DM dengan kontrol gula darah ketat.

- edukasi jika gejala berulang segera

membuat air gula kemudian meminumnya,

jika tidak dapat dilakukan sendiri segera

beritahu keluarga terdekat.

- Edukasi rutin kontrol tekanan darah

dan minum obat antihipertensinya.

PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis didapatkan

umur pasien 62 tahun, dimana umur > 45

tahun memiliki risiko DM, dari BB pasien

sebelumnya juga didapatkan obesitas yang

juga merupakan faktor risiko DM, dari

riwayat penyakit pasien didapatkan sejak 7

tahun yang lalu pasien mengeluhkan sering

merasa lemas meskipun nafsu makan

meningkat, sering buang air kecil dan selalu

merasa haus. Pasien juga mengeluhkan

penurunan berat badan yang tidak diketahui

penyebabnya. Kemudian pasien berobat ke

dokter dan didapatkan glukosa darah

sewaktu pasien mencapai 450 mg/dl, yang

merupakan keadaan hiperglikemia dimana

kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl.

Dari anamnesis tersebut didapatkan gejala-

gejala klasik DM yaitu polifagi, poliuri, dan

polidpsi serta terdapat penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya, dan juga dari pemeriksaan

glukosa darah sewaktu pasien didapatkan

hasil ≥ 200 mg/dl. Hal tersebut cukup untuk

mendiagnosis pasien menderita diabetes

melitus dimana sesuai dengan Konsensus

Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes

Melitus tipe 2 di Indonesia tahun 2006 yang

dikeluarkan oleh PERKENI, yaitu terdapat

gejala klasik DM ditambah pemeriksaan

glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl.

Dari hasil anamnesis juga dikatakan

bahwa pasien puasa dan mengalami

penurunan nafsu makan sejak 2 minggu

SMRS. Pasien hanya makan 1 kali sehari

dan tetap mengkonsumsi obat anti diabetes.

Obat anti diabetes yang dikonsumsi pasien

adalah metformin dan glibenclamid.

Metformin merupakan obat anti diabetes

yang memiliki efek kerja mengurangi

produksi glukosa hati (glukoneogenesis) dan

juga meningkatkan sensitifitas insulin

terhadap glukosa sehingga dapat

memperbaiki ambilan glukosa di perifer.

Glibenklamid merupakan OAD golongan

sulfonylurea yang bekerja dengan cara

14

Page 15: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

merangsang sel pankreas untuk mensekresi

insulin, mengurangi kadar glukagon dalam

serum, dan memperkuat kerja insulin pada

jaringan target. Glibenklamid memiliki efek

biologik yang menetap dalam 24 jam setelah

dosis tunggal pagi hari pada penderita

diabetes.

Asupan nutrisi yang tidak adekuat

ditambah dengan konsumsi obat anti

diabetes yang dapat meningkatkan sekresi

insulin sehingga akan menurunkan

ketersediaan glukosa vaskuler. Apabila

konsentrasi glukosa darah menurun

melewati batas bawah konsentrasi normal,

hormon-hormon kontraregulasi akan

dilepaskan. Dalam hal ini, glukagon yang

diproduksi oleh sel α pankreas yang

berperan penting sebagai pertahanan utama

terhadap hipoglikemia. Selanjutnya

epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan

juga berperan meningkatkan produksi dan

mengurangi penggunaan glukosa. Glukagon

dan epinefrin merupakan dua hormon yang

disekresi pada kejadian hipoglikemia akut.

Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon

mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan

kemudian glukoneogenesis. Epinefrin selain

meningkatkan glikogenolisis dan

glukoneogenesis di hati juga menyebabkan

lipolisis di jaringan lemak serta

glikogenolisis dan proteolisis di otot.

Namun, pada kasus ini pasien sudah

memiliki riwayat DM sejak 7 tahun yang

lalu dimana pada pasien DM yang sudah

lama sering dijumpai respon simpatoadrenal

yang berkurang ditambah dengan

penggunaan sulfonylurea yang dapat

mengurangi kadar glukagon serum sehingga

dapat mengurangi respon simpatis dan

epinefrin serta efek dari glukagon yang

dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia.

Untuk keluhan yang dialami pasien seperti

lemas, keringat dingin, gemetar, berdebar-

debar dan respon simpatis lainnya.

Hipoglikemia yang berkepanjangan dapat

berakibat pada penurunan kesadaran.

Hal tersebut terjadi pada pasien,

dimana pasien datang dengan penurunan

kesadaran. Dari pemeriksaan Glasgow

Coma Scale (GCS) didapatkan nilai 3 pada

pasien dan dari pemeriksaan glukosa darah

sewaktu didapatkan hasil 34 mg/dl.

Berdasarkan anamnesis setelah pasien sadar,

pasien mengaku mengalami badan lemas,

kepala pusing, berkeringat dingin dan

berdebar-debar hingga pasien tidur dan tidak

sadarkan diri. Berdasarkan data tersebut

dapat diambil kesimpulan bahwa pasien

mengalami koma hipoglikemia.

Rencana penatalaksanaan pada

pasien ini yaitu:

1. Koma hipoglikemia

15

Page 16: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

Injeksi dextrose 40% sebanyak 3 fl, hal

ini dilakukan karena GDS pasien < 30

mg/dl.

Dilanjutkan dengan infus dextrose 10%

1 kolf untuk 6 jam.

Monitoring GDS 15 menit setelah

pemberian dextrose 40%.

Apabila pasien belum sadar dapat

diberikan injeksi glukagon 1 mg

intramuscular.

Dapat dilanjutkan dengan pemberian

metil prednisolon 62,5-125 mg intravena

jika pasien belum sadar.

2. Diabetes Melitus tipe 2

Pada pasien penting untuk

melakukan edukasi terhadap kondisi

hipoglikemia yang terjadi karena dapat

menyebabkan menurunnya keinginan untuk

mengkonsumsi obat anti diabetes.

Penggunaan obat glibenclamid dapat

dihentikan terlebih dahulu sampai kadar

glukosa darah pasien stabil saat kontrol.

Pada pasien juga tetap dilanjutkan terapi

untuk DM dengan pendekatan non-

farmakologis dan farmakologis yang

meliputi:

Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada

penderita diabetes hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum

yaitu makanan yang seimbang dan

sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat

gizi masing-masing individu. Pada

penderita diabetes perlu ditekankan

pentingnya keteraturan makan dalam hal

jadwal makan, jenis dan jumlah

makanan.

BBI = 90% X (TB cm – 100) x 1 kg

= 90% x (163 – 100) x 1 kg = 57 kg

Status gizi = (BB aktual : BB ideal ) x

100 %

= (65 : 57) x 100 %

= 114 % Berat badan lebih

Jumlah kebutuhan kalori perhari :

Kebutuhan kalori basal = ( BB ideal x 30

kalori) = ( 57 x 30 ) = 1710 kalori

Faktor koreksi :

Umur diatas 40 tahun = - 5 % = 1710 x

15 % =256,6 kalori

Aktivitas sedang = + 30 % = 1710 x

30% = 513 kalori

Berat badan lebih = - 20 % = 1710 x

20% = 342 kalori

Kebutuhan kalori = 1710 – 256,6 + 513

– 342 = 1624,4 kalori 1700 kalori

Distribusi makanan :

Karbohidrat 60% = 60% x 1700 kalori =

1020 : 3 = 340 kalori/gram

Protein 20% = 20% x 1700 kalori =

340 : 3 = 113,3 kalori/gram

16

Page 17: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

Lemak 20% = 20% x 1700 kalori = 340 :

3 = 113,3 kalori/gram

Kebutuhan kalori pasien sebesar 1700

kkal/hari yang dibagi dalam 3 porsi

besar yaitu, pagi 20%, siang 30%, sore

25% dan 2 porsi makanan ringan 10-

15%. Dengan komposisi makanan 60%

karbohidrat, 20% lemak dan 20%

protein.

Pagi 20% = 340 kalori nasi 100 gr

( 3/4 gelas), lauk hewani 50 gr (1

potong), lauk nabati

tempe/tahu/kacang 20 gr (1/2

potong), sayuran lobak/selada/tomat

100 gr (1 gelas), minyak 10 gr (1

sdm)

Makanan ringan jam 10.00 =

konsumsi snack dan buah sebesar

130 kkal

Siang 30% = 510 kalori nasi 200

gr ( 11/2 gelas), lauk hewani 50 gr (1

potong), lauk nabati

tempe/tahu/kacang 50 gr (1 potong),

sayuran bayam/brokoli 100 gr (1

gelas), buah 100 gr (1 potong),

minyak 10 gr (1 sdm)

Makanan ringan jam 15.00 =

konsumsi snack dan buah sebesar

195 kkal

Sore 25% = 425 kalori nasi 150

gr ( 11/2 gelas), lauk hewani 50 gr (1

potong), lauk nabati

tempe/tahu/kacang 20 gr (1/2

potong), sayuran bayam/brokoli 100

gr (1 gelas), buah 100 gr (1 potong),

minyak 10 gr (1 sdm)

Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan

jasmani secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30

menit), merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani

selain untuk menjaga kebugaran juga

dapat menurunkan berat badan dan

memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali

glukosa darah. Latihan jasmani yang

dianjurkan berupa latihan jasmani yang

bersifat aerobik seperti: jalan kaki,

bersepeda santai, jogging, dan berenang.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan

dengan umur dan status kesegaran

jasmani.Untuk mereka yang relatif sehat,

intensitas latihan jasmani bisa

ditingkatkan, sementara yang sudah

mendapat komplikasi DM dapat

dikurangi. Setiap olahraga dibagi

menjadi 3 sesi, yaitu:

Pemanasan dapat dilakukan selama

5-10 menit untuk melemaskan otot

17

Page 18: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

dan mencegah cidera saat

berolahraga.

Olahraga inti, dilakukan dengan

tujuan nadi maksimum, dengan

rumus (220-umur x 70-85%).

Pendinginan dilakukan untuk

melemaskan otot kembali, dapat

dilakukan selama 5-10 menit.

Obat Anti Diabetes

Pada pasien ini terapi metformin dapat

dilanjutkan dengan dosis 500 mg 3 x

sehari.Untuk sementara glibenclamid

dihentikan sampai glukosa darah pasien

tidak terindikasi menurun. Pemberian

glibenclamid dapat dilihat dengan

mempertimbangkan glukosa darah post

prandial saat pasien kontrol.

3. Hipertensi stage 1

Hipertensi merupakan faktor risiko

utama pada penyakit kardiovaskular dan

komplikasi mikrovaskular seperti

neuropati dan retinopati.

Pada pasien dengan DM, hipertensi

berhubungan dengan resistensi insulin

dan abnormalitas pada sistem renin-

angiotensin dan konsekuensi metabolik

yang meningkatkan morbiditas.

Abnormalitas metabolik berhubungan

dengan peningkatan diabetes mellitus

pada kelainan fungsi tubuh/disfungsi

endotelial. Sel endotelial mensintesis

beberapa substansi bioktif yang

mengatur struktur fungsi pembuluh

darah.

Pada pasien ini diberikan terapi sesuai

dengan prinsip terapi pada pasien DM

dengan hipertensi. Terapi pada pasien

ini adalah :

Terapi non farmakologi

-Pengurangan asupan garam,

stabilkan BB sesuai dengan BBI dan

olahraga teratur.

Terapi farmakologis

-Pemberian golongan ARB yaitu

valsartan 80 mg.

4. CKD stage 2

Diagnosis CKD stage 2 pada pasien ini

ditegakkan dari anamnesis yaitu pasien

memiliki faktor risiko karena mempunyai

riwayat penyakit DM selama 7 tahun dan

HT selama 5 tahun. Selain itu juga

didapatkan GFR 74.

Gagal ginjal biasanya terjadi pada usia

lanjut karena proses hipertensi dan diabetes.

Hipertensi dan DM yang terjadi pada pasien

ini dapat merupakan etiologi ataupun

komplikasi dari gagal ginjal kronik. Darah

yang di filtrassi di glomerulus tidak adekuat

sehingga merangsang sel jukstaglomerulus

untuk menghasilkan renin yang akan

18

Page 19: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

dilanjutkan oleh hati untuk mengeluarkan

angiotensinogen yang akan diubah oleh paru

menjadi angiotensin I dan dengan bantuan

angiotensi converting enzyme akan diubah

menjadi angiotensin II yang akan

mengaktifkan kontraksi simpatis,

pengaktifan aldosteron dan anti diuretic

hormon yang berguna untuk menahan air

dan Natrium sehingga volume darah dan

tekanan darah menjadi meningkat.

KESIMPULAN

Pasien didiagnosis koma

hipoglikemia dengan diabetes melitus tipe 2,

dimana terdapat penurunan kesadaran (GCS

3) dan penurunan glukosa darah (GDS 34

mg/dl), dengan adanya gejala hipoglikemia

sebelum pasien mengalami penurunan

kesadaran dan keadaan membaik setelah

pemberian dextrose 40%. Hipoglikemia

merupakan komplikasi dari diabetes melitus

dan pengobatannya, terutama penggunaan

insulin dan golongan sulfonylurea, yang

dapat menimbulkan gejala lemas, pusing,

berdebar-debar, berkeringat sampai

penurunan kesadaran.

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-3.

Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2009; p1880-3.

2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Diabetes Melitus penyebab kematian no 6 di dunia. Available at http://www.depkes.go.id/index.php

3. Budidharmaja E. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipoglikemia pada diabetes melitus di Poliklinik RSUP Dr Kariadi. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. 2013 [KTI].

4. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe II. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI).2006.

5. Kurniawan I. Diabetes melitus tipe 2 pada pasien lanjut usia. Maj Kedokt Indon 2010, 12:p576-84.

6. Soemadji DW. Hipoglikemia Iatrogenik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2009; p1900-5.

7. Seaquist ER, Anderson J, Childs B, et al. Hypoglycemia and diabetes: a report of a workgroup of the American Diabetes Association and the Endocrine Society. J Clin Endocrinol Metab 2013; 98: p1845-56.

8. Setyohadi. Hipoglikemia dan Hiperglikemia. Dalam EIMED PAPDI. Jakarta: Interna Publishing. 2012; p309-17.

9. Purnamasari D, Arsana PM. Hipoglikemia dan Hiperglikemia.

19

Page 20: CASE REPORT DEWI SASMITA KUMALA SARI

CASE REPORT

Dalam EIMED PAPDI. Jakarta: Interna Publishing. 2012; p319-27.

20