case report anestesi.doc

25
CASE REPORT General Anestesi pada Operasi Hidrocel Sinistra Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Pendidikan Dokter Dokter Pembimbing : dr. E. Cendra Pramana.,Sp. An Diajukan Oleh: IFADATU RAHMATIKA J500050050

Upload: avysia-marga-w

Post on 25-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case report anestesi.doc

CASE REPORT

General Anestesi pada OperasiHidrocel Sinistra

Disusun Untuk Memenuhi

Sebagian Persyaratan Pendidikan Dokter

Dokter Pembimbing :

dr. E. Cendra Pramana.,Sp. An

Diajukan Oleh:

IFADATU RAHMATIKA

J500050050

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2010

Page 2: Case report anestesi.doc

Lembar PengesahanCASE REPORT

General Anestesi Pada OP Hidrocel Sinistra

Diajukan Oleh :Ifadatu Rahmatika, S.Ked

J 500 050 050

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada tanggal, November 2010

Pembimbing :

dr. E. Cendra P.W., Sp. An (....................................)

Dipresentasikan di hadapan :

dr. E. Cendra P.W., Sp. An (....................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :

dr. Yuni Prasetyo K, M. Kes (....................................)

Page 3: Case report anestesi.doc

Case Report

General Anestesi pada OP Hernia Scrotalis

I. IDENTITAS

Nama : An. R.S

Umur : 3 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Grogol, Sukoharjo

Agama : Islam

Suku : Jawa

No RM : 151644

Bangsal : Anggrek

Tanggal Operasi : 18 November 2010

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Keluar benjolan dari bawah kemaluan sebelah kiri

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Empat hari sebelum Operasi Pasien datang ke Poliklinik Bedah dengan

keluhan Keluar benjolan dari bawah kemaluan sebelah kiri sejak kurang lebih

2 tahun yang lalu, menurut keterangan orang tua pasien, benjolan di bawah

kemaluan muncul setiap kali pasien selesai beraktivitas, menangis atau pada

waktu mengejan. Benjolan tidak sakit, tidak nyeri, tidak disertai demam, tidak

pusing, tidak mual dan tidak muntah. BAB dan BAK (+). Puasa (+) 6 jam.

Pasien tidak pernah diperiksakan kedokter sebelumnya.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi obat disangkal

Page 4: Case report anestesi.doc

Riwayat operasi sebelumnya disangkal

Riwayat asma disangkal

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat kencing manis disangkal

D. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat alergi obat pada keluarga disangkal

Riwayat operasi sebelumnya pada keluarga disangkal

Riwayat asma pada keluarga disangkal

Riwayat hipertensi pada keluarga disangkal

Riwayat kencing manis pada keluarga disangkal

III.PEMERIKSAAN

A. Status generalis

Keadaan umum : Baik

Gizi : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Airway : Baik (clear)

Breathing : Spontan Vesikuler (+/+)

Circulation : 95/50 mmHg

Disability : E4V5M6

B. Vital Sign

TD : 95/50 mmHg

N : 102 x/menit

R : 28 x/menit

S : 36,5ᵒ C

TB : 76 cm

BB : 13 kg

Page 5: Case report anestesi.doc

C. Status Lokalis

Kepala : Normochepal, Tidak ada trauma kepala.

Mata : Conjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-), Reflek pupil

(+/+), Pupil isokhor

Hidung : Septum deviasi (-)

Telinga : Simetris, tidak ada benjolan.

Mulut : Gigi tongos (-), trismus (-), Rahang bawah maju (-)

Leher : tidak ada pembesaran Kelenjar getah bening

Thorax

Pulmo Inspeksi : bentuk dan gerak simetris

Palpasi : massa abnormal (-), fremitus taktil kanan = kiri

Perkusi : sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-).

Cor Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba di SIC V

Perkusi : Jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung 1-2 reguler, bising (-).

Abdomen Inspeksi : permukaan datar, simetris

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, tidak teraba massa, nyeri tekan (-),

Ekstremitas : akral hangat, edem (-/-), sianosis (-/-).

Genitalis : testis sudah turun, terdapat benjolan di scrotum, distensi,

kenyal, tidak sakit, tidak panas.

Page 6: Case report anestesi.doc

D. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Hemoglobin 11,3 Gr/dl 12,0 - 14,0

Hematokrit 34 % 37 – 43

Leukosit 10,2 103 µL 5,0 – 10,0

Trombosit 200 103 µL 150 – 400

Waktu perdarahan 1.30”

Waktu pembekuan 2.00”

Gol darah B

HbSAg - (negatif)

Creatinin 0, 46 Mg/dl 0,6 – 1,1

Glukosa 85,28 Mg/dl 70 – 120

Urea 28,83 Mg/dl 10 – 50

E. Pemeriksaan Radiologi

Cor : tidak membesar

Pulmo : Corakan bronkovaskuler meningkat

Hilus kedua pulmo tenang

Diafragma dan sinus baik

Kesan : gambar Bronkitis

IV. DIAGNOSIS

Diagnosis operatif : Hernia Scrotalis Sinistra

Diagnosis postoperatif : Hidrocel Sinistra

Page 7: Case report anestesi.doc

V. DURANTE OPERASI

Macam : Ligasi

Jenis Anestesi : General Anestesi

Teknik Anestesi : Jackson Reese

Tanggal : 18 November 2010

Jam : Anestesi mulai : 09.10 WIB Operasi mulai : 09.15

Anestesi selesai : 10.00 Operasi selesai : 09.50

Premedikasi : Midazolam 1 mg, Sulfas atropin 0.125 mg,

Induksi Anestesi : Ketalar 25 mg, N2O 2,5 Liter, Sevoflurane 2 %

Maintenance : Oksigen 2 liter

Resusitasi cairan : Ringer Laktat 500 ml

Posisi : Supine

ASA : II

JALANNYA OPERASI

Pasien melakukan puasa sejak pukul tiga malam sebelum operasi

direncanakan. Pasien masuk OK, tekanan darah pasien sebelum di berikan

premedikasi 95/50 mmHg. pasien dipersiapkan untuk anestesi dengan

memberikan obat premedikasi untuk anestesi yaitu midazolam 1 mg iv, Sulfas

atropin 0,125 mg iv pada pukul 09.10. Setelah diberikan obat premedikasi pasien

diberikan injeksi ketalar 25 mg iv untuk induksi. Pasien disiapkan dimeja operasi

dipasang monitor tensi, saturasi, nadi. Kemudian pasien diberikan maintenance

dengan O2 3 Liter, N2O 2,5 Liter dan Sevoflurane 2 Vol %. Saat operasi tekanan

darah pasien menjadi 90/55 mmHg. Pada akhir operasi tekanan darah pasien

menjadi 90/55 mmHg, nadi stabil. Untuk saturasi O2 durante operasi adalah stabil

99 %. Kondisi pasien setelah operasi adalah stabil. Kemudian pasien dipindahkan

Page 8: Case report anestesi.doc

ke Recovery Room, lalu dipantau lagi tensi nadi dan respirasi. Kondisi pasien di

Recovery room baik dan stabil. Kemudian pasien dipindah ke bangsal.

TINDAKAN ANASTESI

Keadaan pre-operative:

Pasien mengalami program puasa selama 6 jam.

Keadaan pasien stabil, kooperatif, tekanan darah 95/50 mmHg, nadi 102 x/menit.

Jenis anestesi:

Anestesi umum.

Premedikasi yang diberikan:

± 5 menit sebelum dilakukan induksi anestesi, diberikan premedikasi berupa

midazolam 1mg, sulfas atropine 0,125 mg.

Anestesi yang diberikan:

            Induksi anestesi

Untuk induksi digunakan ketalar 25 mg IV.

            Maintenance

            Untuk mempertahankan status anestesi digunakan Sevofluran 2 Vol % (MAC

= 1,8%), O2 3 liter / menit dan N2O 2,5 liter / menit. Selama tindakan anestesi

berlangsung, tekanan darah dan nadi senantiasa dikontrol tiap 3 menit. Tekanan darah

sistolik berkisar antara 70 – 100 mmHg. Tekanan diastolik berkisar antara 50-80

mmHg. Infuse asering diberikan pada pasien sebagai cairan rumatan.

Keadaan post-operasi

Page 9: Case report anestesi.doc

Operasi berlangsung selama 35 menit. Setelah penjahitan luka kurang dari 1-2 jahitan

lagi, Sevofluran dan N2O dimatikan dan hanya O2 saja yang diberikan (dinaikkan

volumenya).

Ruang rumatan

Pasien dipindah ke ruang rumatan dan diobservasi mengenai aktivitas motorik,

pernapasan dan kesadaran. Bila pasien tenang dan Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa nilai 0,

dapat dipindah ke bangsal. Pada kasus ini Aldrete Score-nya yaitu kesadaran 1

(respon bila nama dipanggil), aktivitas motorik 2 (menggerakan semua ekstremitas),

pernapasan 2 (bernapas tanpa hambatan), sirkulasi 2 (tekanan darah dalam kisaran

20%), saturasi oksigen 2 (SpO2 > 92% pada udara ruangan). Jadi Aldrete Score pada

pasien ini adalah 9 sehingga layak untuk pindah ke bangsal.

Program post-operasi

Setelah pasien pulih dengan Aldrete Score > 8 pasien dikirim ke bangsal dengan catatan:

o   Beri O2 3 liter/menit kanul nasal

o   Awasi tanda-tanda vital tiap 30 menit (tensi, nadi, SpO2 bila ada)

o   Bila sadar penuh, tidak mual, tidak muntah, bising usus (+), maka boleh dicoba

minum sedikit-sedikit

o   Bila mual beri metoklorpramide 10 mg IV pelan

o   Bila nyeri bertambah beri analgetik ketoprofen 30 mg IV pelan

Bila ada gangguan tanda-tanda vital, mual, muntah serta nyeri berlebihan

konsul dokter anestesi

Page 10: Case report anestesi.doc

Loading cairan (terapi cairan perioperatif).

Kebutuhan cairan sehari = 1000 ml + 50 ml/kgBB/jam (tiap 1 kg diatas 10 kg).

BB Pasien 13 kg, jadi kebutuhan cairan sehari = 1150 ml.

Kebutuhan cairan puasa : Jam 1 = 0,5x 1150 ml = 575 ml

Jam 2 = 0,25x1150 ml = 287,5 ml

Jam 3 = 0,25x1150 ml = 287,5 ml

Tpm : 20 x Ƹcairan = 20 x 1150 = 23000/1440 = 16 tpm.

24 x 60 1440

Loading cairan 10’ setelah anestesi = 10 ml x 13 kg

= 130 ml

Loading cairan 35’ durante operasi = 4ml/kgBB/jam x 35/60

= 4 x 13 x 35/60

= 30, 33 ml

Jadi kebutuhan cairan perioperatif = 130 ml + 30, 33 ml

= 160, 33 ml.

Page 11: Case report anestesi.doc

PEMBAHASAN

I. TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF

Dasar dosis pemberian dan pemeliharaan terapi cairan :

Anak-anak : 4 ml/kgBB pada 10 kg BB I

2 ml/kgBB pada 10 kg BB II

1 ml/kgBB pada berat badan selanjutnya.

Pra bedah

Puasa 6-8 jam: beri infus pengganti cairan sebanyak 25 % dari kebutuhan dasar

24 jam.

Pada jam pertama : 50 %

Pada jam ke-2 : 25 %

Pada jam ke-3 : 25 %

Defisit cairan karena puasa 0,5 nya diberikan pada satu jam pertama, 0,25 nya

pada jam kedua dan 0,25 nya lagi pada jam ketiga.banyak cairan yang hilang

karena translokasi selama perdarahan. Tergantung dari jenis operasinya,

1) Operasi yang minimal (operasi plastik) : kebutuhan pemeliharaan ±

4ml/kgBB/jam.

2) Operasi dengan trauma sedang (OP ekstremitas) : kebutuhan pemeliharaan ± 6

ml/kgBB/jam

3) Operasi dengan trauma besar : kebutuhan pemeliharaan ± 8 ml/kgBB/jam

Kebutuhan cairan yang diberikan ringer laktat dalam dekstrose 5 %.

Page 12: Case report anestesi.doc

Pada prinsipnya kecepatan cairan yang diberikan selama pembedahan adalah

dapat menjamin tekanan darah stabil tanpa menggunakan obat vasokontriktor

dengan produk urine mencapai 0,5-1 ml/kgBB/jam.

Perdarahan : bila kurang dari 10% jumlah darah, cukup diganti dengan cairan

kristaloid saja, tetapi bila lebih dari 10 % pertimbangkan untuk diganti dengan

darah atau koloid.

II. FARMAKOLOGI ANESTESI

1. N20

N2O di absorbsi didalam tubuh dengan cepat ± 1000ml/menit selama

menit pertama. Dalam 5 menit absorbsi berkurang sebagian menjadi 500-700

ml/menit dan dalam 10 menit turun sampai 350 ml/menit, kemudian 30 menit

menjadi 200 ml/menit dan dalam 100 menit turun sampai 100 ml/menit

kemudian secara lambat menurun sampai absorbi mencapai nol.

Ada lima fase pengambilan N2O berdasar saturasi arteri :

a. Dalam 5 menit mencapai 50 % saturasi

b. Dalam 30-90 menit mencapai 90 % saturasi

c. Dalam 5 jam mencapai saturasi penuh

Dalam 100 ml darah dapat larut 47 ml N2O. N2O hampir seluruhnya

dikeluarkan melalui paru-paru, sedikit sekali melalui kulit (keringat), urin dan

saluran cerna. N2O merupakan zat anestesi yang lemah, sehingga

menimbulkan efek analgesia dan hipnotik lemah. Dilatasi jantung dan depresi

pernafasan dapat terjadi bila pemakaian N2O tidak disertai dengan O2.

Pemakain O2 minimal dengan kadar 20-30% untuk mencegah kejadian yang

yang disebut hipoksia difusi, dimana N2O bersifat mendesak oksigen dalam

tubuh.

2. Sevoflurane

Page 13: Case report anestesi.doc

Sevoflurane merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna tanpa additive

atau stabiliser kimia. Tidak iritasi, stabil ditempatkan ditempat biasa, tidak

perlu tempat gelap. Tidak terlihat adanya degradasi dengan asam kuat maupun

panas. Terdapat reaksi degradasi bila kontak langsung dengan O2 absorben

yang akan menyebabkan terbentuknya penta fluoro isopropenil. Metabolisme

sevoflurane tidak akan menghasilkan trifluoroacetilacid liver protein,

sehingga tidak akan menyebabkan hepatotoksis. Kelarutan sevoflurane yang

rendah dalam darah dan koefisien partisi gas dalam darah 0,09 untuk dewasa

dan 0,06 untuk bayi baru lahir menyebabkan konsentrasi alveolar meningkat

dengan cepat selama induksi dan cepat menurun setelah pemberian

sevoflurane dihentikan.

Minimum Alveoler Concentration (MAC) sevoflurane 2,5 % untuk pasien

yang berumur 6 bulan-12 tahun dan 3,2 %-3,3 % untuk bayai yang berumur

kuranga dari 6 bulan. Sevoflurane dimatabolisme oleh hepatic cytochrom

P450 sebanyak 2%-5% dengan metabolik produk utama fluoride inorganik

dan hexafluoroisopropanol (HIPF). Sevoflurane bekerja cepat, induksi lancer

dan cepat serta pemulihan yang cepat setelah obat dihentikan.

3. Midazolam

Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepine yang bekerja

terutama dikorteks serebri, Midazolam juga bekerja di hipotalamus dan

mempunyai efek sedasi, dengan sifat kerja yang pendek dibandingkan dengan

golongan benzodiazepine yang lain. Dapat diberikan dengan larutan ringer

laktat dan dapat dicampur dengan obat-obat asam seperti opioid dan

antikolinergik. Waktu paruh sekitar 1-3 jam, lebih pendek dari

benzodiazepam dan mempunyai efek 2-3 kali dari diazepam oleh sebeb itu

sering digunakan untuk premedikasi dan sedasi. Untuk medikasi preoperasi

dapat diberikan 0,05-0,1 mg/kgBB

4. Ketamin

Page 14: Case report anestesi.doc

Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan fenylcyclohexylamine yang

memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin hidroklorida adalah

golongan fenil sikloheksilamin, merupakan “rapid acting non barbiturate

general anesthesia”. yang digunakan sebagai anestesi umum. Ketamin kurang

digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi,

hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan

muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.Ketamin juga sering

menyebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi

gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence

phenomena.

Mekanisme kerja : Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok

terhadap reseptor opiat dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan

efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat

menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.

Efek pada susunan saraf pusat : Apabila diberikan intravena maka dalam

waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang

disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan

nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari,

seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Efek pada sistem

kardiovaskular : Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat

simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung.

Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi

pembuluh darah perifer. Efek pada sistem respirasi : dapat menimbulkan

dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat

pilihan pada pasien ashma.

Page 15: Case report anestesi.doc

Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M.

dosis induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M ,

untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk

mendapatkan efek yang diinginkan. Untuk pemeliharaan dapat diberikan

secara intermitten atau kontinyu. Pemberian secara intermitten diulang setiap

10 – 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.

Distribusi : Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan

didistribusikan ke seluruh organ. Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah

pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15

– 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15

menit. Metabolisme : Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim

mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit yang masih aktif. Ekskresi :

ketamin diekskresikan melalui ginjal. Efek samping berupa peningkatan

sekresi air liur pada mulut, selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan

lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat

menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat

meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya

nistagmus dan diplopia.

5. Sulfas atropine

Sulfas atropine merupakan antikolinergik bekerja menurunkan tonus vagal

dan memperbaiki system konduksi atrioventrikuler. Hambatan atropine

bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam

jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase. Atropine merangsang

medulla oblongata dan pusat lain di otak. Atropine dapat menghambat

bradikardi yang ditimbulkan oleh obat kolinergik. Atropine juga bersifat

antispasmodik yaitu bersifat menghambat peristaltic lambung dan usus.

Page 16: Case report anestesi.doc

Atropine menyebabkan berkurangnya sekresi liur dan sebagian sekresi

lambung.

Dari sirkulasi darah, atropine cepat memasuki jaringan dan kebanyakan

mengalami hidrolisis enzimatik oleh hepar. Sebagian diekskresi melaui ginjal

dalam bentuk asal. Efek samping yang biasanya terjadi adalah mulut kering,

gangguan miksi, muka merah karena vasodilatasi pembuluh darah diwajah

bahkan keracunan. Antidotum yang dianjurkan ialah fisostigmin. Fisostigmin

salisilat 2-4 mg SK dapat mengatasi semua gejala sususnan saraf pusat serta

menghilangkan efek anhidrosis. Dosis atropine berkisar antara 0,25-3 mg.

untuk keracunan antikolinesterase digunakan dosis 2mg/kali. Dosis untuk

mengatasi keracunan pada anak 0,04 mg/kgBB, perkali.

Page 17: Case report anestesi.doc

DAFTAR PUSTAKA

Muhimin M, Thalib R, et al. 1989. Anestesiologi. Jakarta. Fakultas Kedokteran UI.

Ganiswara S G, et al. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta. FK UI.

Tandjung F Q. 2008. Perbandingan Sevoflurane 8% dan N2O 50% dengan Propofol 2

mg/BB IV sebagai Anestesi Induksi dalam Hal Kecepatan dan Perubahan

Hemodinamik.

Page 18: Case report anestesi.doc