case report anestesia soft tissue ga tiva

58
BAB I PENDAHULUAN Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi. Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total yaitu hilangnya kesadaran secara total, anestesi lokal yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh) dan anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan. 1

Upload: damaiswari

Post on 07-Nov-2015

35 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Laporan kasus anestesi TIVA GA

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total yaitu hilangnya kesadaran secara total, anestesi lokal yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh) dan anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan.Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasan dan pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi.Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor adalah suatu benjolan atau pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru.Pemilihan jenis anestesi untuk Soft Tissue Tumor ditentukan berdasarkan usia pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan dokter bedah, dokter anestesi dan perawat anestesi. Mengingat soft tissue tumor merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan general anestesi, sehingga perlu kewaspadaan terhadap komplikasi yang ditimbulkannya merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. Adapun komplikasi yang terdapat pada teknik general anestesi seperti mual, muntah, sakit tenggorokan, menggigil, dan butuh waktu dalam pengembalian fungsi mental normal. Terkait dengan kondisi hipotermia yang gawat (jarang terjadi) dimana kondisi otot yang terkena paparan beberapa zat anestesi umum dapat menyebabkan kenaikan suhu akut dan berpotensi hiperkarbia, asidosis metabolik, dan hiperkalemia.

BAB IILAPORAN KASUS

A. Identitas PasienNama : Ny. SJenis kelamin: Perempuan Umur: 29 tahunAlamat: Wonorejo 2/14 Alas Tuo Kebak KramatDiagnosis Pre Op: Soft tissue tumor regio dorsum inferiorTindakan Op: EksisiTanggal Masuk : 19 Mei 2015Tanggal Operasi: 20 Mei 2015

B. Anamnesis1. Keluhan UtamaBenjolan pada punggung belakang

2. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke RSUD Karanganyar untuk melakukan operasi pengambilan benjolan pada punggung belakang sejak 3 bulan, tidak nyeri dan tidak bertambah besar.

3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi : disangkal Riwayat DM : disangkal Riwayat Alergi Obat : disangkal Riwayat keluhan serupa : disangkal Riwayat makan makanan tidak berserat : diakui

4. Riwayat Keluarga Riwayat Hipertensi: disangkal Riwayat DM: disangkal Riwayat Alergi Obat: disangkal Riwayat keluhan serupa : disangkal

C. Pemeriksaan1. Pemeriksaan Fisika. Status Generalis Keadaan Umum: Compos Mentis Vital Sign : Tekanan darah : 130/80 mmHg Frekuensi Nadi : 80 x/ menit Frekuensi Nafas : 22 x/ menit Suhu : 36,5 o C KepalaKonjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), nafas cuping hidung (-) LeherRetraksi suprasternal (-/-), deviasi trakea (-), JVP (-), pembesaran kelenjar limfe (-/-) ThoraksJantung Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak. Palpasi: Ictus cordis tidak kuat angkat. Perkusi: Redup Auskultasi: Bunyi jantung I-II irama regular, bising jantung (-) Paru Inspeksi: simetris, tidak ada ketinggalan gerak di paru, dan tidak ditemukannya retraksi intercostae. Palpasi : Fremitus sama depan dan belakang Perkusi : Depan BelakangSonor SonorSonorSonor

Sonor SonorSonor Sonor

SonorSonorSonorSonor

Auskultasi: DepanBelakangVesikulerVesikulerVesikulerVesikuler

Vesikuler VesikulerVesikulerVesikuler

VesikulerVesikulerVesikuler Vesikuler

Suara tambahan: Whezing (-/-) , ronkhi (-/-) Abdomen: Inspeksi: Bentuk abdomen sejajar dengan dada,tidak ada darm contour, tidak ada darm steifung, ada luka bekas operasi Auskultasi: Peristaltic usus (+) normal Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) Ekstremitas : Clubbing finger tidak ditemukan Tidak ditemukan edema. Akral hangat++

++

b. Status LokalisRegio Dorsum InferiorBenjolan dengan konsistensi kenyal lunak, mobile, tidak nyeri tekan, dengan diameter 3 cm

2. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Darah RutinHemoglobin15,414.0 18.0

Leukosit 7.0804000 - 10.000

Trombosit 278000150000 -300000

CT04.30 menit2-8 menit

BT2 menit1-3 menit

Kreatinin0,960,8-1,1

Ureum22,710-50

Glukosa Sewaktu8770-150

3. Kesimpulan Konsul AnestesiSeorang perempuan usia 29 tahun dengan diagnosis soft tissue tumor yang akan dilakukan tindakan operasi eksisi. Hasil laboratorium darah dalam batas normal.Kegawatan Bedah : (-)Derajat ASA: I4. Laporan Anestesi Pasien Diagnosis pra-bedah: Soft tissue rumor regio dorsum inferior Diagnosis post-bedah: Post OP eksisi Jenis pembedahan: MinorStatus Anestesi Persiapan Anestesi1. Persetujuan operasi tertulis2. Puasa 8 jam pre operatif3. Jenis anestesi: General Anestesia4. Teknik Anestesi: TIVA (Total Intravenous Anesthesia) 5. Induksi: Propofol6. Obat yang diberikan: Cefuroxime, Ketoprofen.7. Monitoring tanda vital selama anestesi setiap 5 menit, cairan, perdarahan, ketenangan pasien dan tanda-tanda komplikasi anestesi.8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan. Penatalaksanaan AnestesiJenis anestesi:General Anestesi (GA)

Premedikasi:Ondancetron 1 ampKetoprofen 2 ampFentanyl 1 amp

Medikasi

:Propofol 10ccO2 3 liter/menit

Teknik anestesi:* Pasien dalam posisi miring kiri* Cek infuse pasien, mesin anestesi serta sistem sirkuitnya dan gas anestesi yang akan digunakan* O2, N2O dan agent sudah disiapkan (dibuka)* Menyiapkan stetoskop, kanul oksigen* Setelah obat premedikasi dan induksi masuk, kita memastikan pasien sudah dalam keadaan tidur* Mengawasi pola napas pasien, bila tampak tanda-tanda hipoventilasi berikan napas bantuan intermiten secara sinkron sesuai dengan irama napas pasien, pantau denyut nadi dan tekanan darah* Setelah operasi selesai, pelepasan monitoring alat serta kanul oksigen

Respirasi:Spontan

Posisi :Miring

Jumlah cairan yang masuk:Tutofusin 500 Ml

Perdarahan selama operasi: 60 cc

Pemantauan selama anestesi :Mulai anestesi:09.00

Mulai operasi:09.15

Selesai anestesi: 09.45

Selesai operasi:09.30

Durasi Operasi:20 Menit

Monitoring selama operasi.WaktuTekanan darahNadiSpO2Keterangan

09.00135/839399Terpasang infuse tutofusin

09.00139/899399General anestesi dilakukan

09.15133/838899Pelaksanaan Operasi

09.20131/818299

09.25128/798299

09.30125/768099

1. Di Ruang Recovery Jam 09.45 : pasien dipindahkan ke recovery room dalam posisi telentang, pasien dalam kondisi mengantuk, dilakukan monitoring tanda vital, infuse RL, diberikan O2 3 liter per menit.Tekanan darah : 120/80 mmHg; Nadi : 80x/menit, Suhu : 36C Jam 10.00: pasien dalam kondisi stabil baik, dipindahkan ke Bangsal Kantil 1

Monitoring Pasca AnestesiWaktuTekanan DarahNadiRRKeterangan

09.45120/808020O2 3 L/mnt, Monitoring tanda Vital

09.50120/808120Monitoring tanda Vital

09.55120/808020Monitoring tanda Vital

10.00120/808020Monitoring tanda VitalAldrette Score 10

2. Instruksi Pasca Anestesia. Rawat pasien posisi terlentang, kontrol vital sign. Bila tensi turun 4 ltr/mnt atau campuran N2O : O2 = 3 : 1. Aliran > 4 ltr/mnt. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan, untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan. Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.c. Induksi enfluranEfek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik disbanding halotan.d. Induksi isofluranMeninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.e. Induksi sevofluranInduksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan. Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti dengan halotankonsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.Apabila obat anestesi inhalasi, dihirup bersama-sama udara inspirasi masuk ke dalam saluran pernafasan, di dalam alveoli paru akan berdifusi masuk ke dalam sirkulasi darah. Demikian pula yang disuntikkan secara intramuskuler, obat tersebut akan diabsorbsi masuk ke dalam sirkulasi darah. Setelah masuk ke dalam sirkulasi darah obat tersebut akan menyebar kedalam jaringan. Dengan sendirinya jaringan yang kaya pembuluh darah seperti otak atau organ vital akan menerima obat lebih banyak dibandingkan jaringan yang pembuluh darahnya sedikit seperti tulang atau jaringan lemak. Tergantung obatnya, di dalam jaringan sebagian akan mengalami metabolisme, ada yang terjadi di hepar, ginjal atau jaringan lain.Ekskresi bisa melalui ginjal, hepar, kulit atau paruparu. Ekskresi bisa dalam bentuk asli atau hasil metabolismenya. N2O diekskresi dalam bentuk asli lewat paru. Faktor yang mempengaruhi anestesi antara lain :a. Faktor respirasi (untuk obat inhalasi).b. Faktor sirkulasic. Faktor jaringan.d. Faktor obat anestesi.3. Stadium anestesiKedalaman anestesi harus dimonitor terus menerus oleh pemberi anestesi, agar tidak terlalu dalam sehingga membahayakan jiwa penderita, tetapi cukup adekuat untuk melakukan operasi. Kedalaman anestesi dinilai berdasarkan tanda klinik yang didapat. Guedel membagi kedalaman anestesi menjadi 4 stadium dengan melihat pernafasan, gerakan bola mata, tanda pada pupil, tonus otot dan refleks pada penderita yang mendapat anestesi ether1.a. Stadium I Disebut juga stadium analgesi atau stadium disorientasi. Dimulai sejak diberikan anestesi sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini operasi kecil bisa dilakukan.b. Stadium II Disebut juga stadium delirium atau stadium exitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai nafas teratur. Dalam stadium ini penderita bisa meronta ronta, pernafasan irregular, pupil melebar, refleks cahaya positif gerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi, reflex fisiologi masih ada, dapat terjadi batuk atau muntah, kadang-kadang kencing atau defekasi. Stadium ini diakhiri dengan hilangnya refleks menelan dan kelopak mata dan selanjutnya nafas menjadi teratur. Stadium ini membahayakan penderita, karena itu harus segera diakhiri. Keadaan ini bisa dikurangi dengan memberikan premedikasi yang adekuat, persiapan psikologi penderita dan induksi yang halus dan tepat. Keadaan emergency delirium juga dapat terjadi pada fase pemulihan dari anestesi.c. Stadium III Disebut juga stadium operasi. Dimulai dari nafas teratur sampai paralise otot nafas. Dibagi menjadi 4 plane: Plane I: Dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata. Ditandai dengan nafas teratur, nafas torakal sama dengan abdominal. Gerakan bola mata berhenti, pupil mengecil, refleks cahaya (+), lakrimasi meningkat, reflex faring dan muntah menghilang, tonus otot menurun. Plane II: Dari berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan paralisa otot interkostal. Ditandai dengan pernafasan teratur, volume tidak menurun dan frekuensi nafas meningkat, mulai terjadi depresi nafas torakal, bola mata berhenti, pupil mulai melebar dan refleks cahaya menurun, refleks kornea menghilang dan tonus otot makin menurun. Plane III: Dari permulaan paralise otot interkostal sampai paralise seluruh otot Interkostal. Ditandai dengan pernafasan abdominal lebih dorninan dari torakal karena terjadi paralisis otot interkostal, pupil makin melebar dan reflex cahaya menjadi hilang, lakrimasi negafif, reflex laring dan peritoneal menghilang, tonus otot makin menurun. Plane IV: Dari paralise semua otot interkostal sampai paralise diafragma. Ditandai dengan paralise otot interkostal, pernafasan lambat, iregular dan tidak adekuat, terjadi jerky karena terjadi paralise diafragma. Tonus otot makin menurun sehingga terjadi flaccid, pupil melebar, refleks cahaya negatif refleks spincter ani negative.

d. Stadium IVDari paralisis diafragma sampai apneu dan kematian. Juga disebut stadium over dosis atau stadium paralysis. Ditandai dengan hilangnya semua refleks, pupil dilatasi, terjadi respiratory failure dan dikuti dengan circulatory failure.4. Persiapan Anestesia UmumPraktek anestesi yang aman dan efisien memerlukan personil bersertifikat, obat-obatan dan peralatan yang tepat, serta keadaan pasien yang optimal.a. Persyaratan minimum untuk anestesi umumKebutuhan infrastruktur minimum untuk anestesi umum termasuk ruang yang cukup terang dengan ukuran yang memadai, sebuah sumber oksigen bertekanan (paling sering di pipa); perangkat hisap yang efektif; monitor yang sesuai dengan standar ASA (American Society of Anesthesiologist) , termasuk denyut jantung, tekanan darah, EKG, denyut nadi oksimetri, kapnografi, suhu, dan konsentrasi oksigen terinspirasi dan dihembuskan dan zat anestesi yang diaplikasikan.Selain ini, beberapa peralatan dibutuhkan untuk memasukkan zat anestesi. Alat yang sederhana seperti jarum dan jarum suntik, jika obat harus diberikan sepenuhnya intravena. Dalam sebagian besar keadaan, ini berarti membutuhkan tersedianya sebuah mesin yang memungkinkan untuk mengetahui pemasukkan gas dan memelihara anestesi tetap berjalan.b. Menyiapkan pasienKondisi pasien harus cukup dipersiapkan. Metode yang paling efisien adalah pasien ditinjau oleh orang yang bertanggung jawab untuk memberikan anestesi dengan baik sebelum tanggal operasi.Evaluasi praoperasi memungkinkan pemantauan laboratorium yang tepat, perhatian terhadap kondisi medis pasien yang terbaru atau yang sedang berlangsung, diskusi dari setiap reaksi sebelumnya yang merugikan pribadi atau keluarga untuk anestesi umum, penilaian status fungsional jantung dan paru, dan rencana anestesi yang efektif dan aman. Hal ini juga berfungsi untuk meredakan kecemasan dari pembedahan yang tidak diketahui oleh pasien dan keluarga mereka. Secara keseluruhan, proses ini memungkinkan untuk optimasi pasien pada waktu perioperatif.Pemeriksaan fisik yang terkait dengan evaluasi praoperasi memungkinkan pelaksana anestesi untuk fokus secara khusus pada kondisi saluran napas yang diharapkan, termasuk membuka mulut, gigi longgar atau bermasalah, keterbatasan dalam rentang gerak leher, anatomi leher, dan presentasi Mallampati (lihat di bawah). Dengan menggabungkan semua faktor, rencana yang sesuai untuk intubasi dapat diuraikan dan langkah tambahan, jika perlu, dapat diambil untuk mempersiapkan bronkoskopi serat optik, laringoskopi video, atau berbagai intervensi sulit terhadap saluran napas lainnya1.c. Manajemen jalan napasKesulitan yang mungkin dihadaapi dalam manajemen jalan napas, meliputi kondisi dibawah ini :1) Rahang yang kecil atau mundur2) Gigi rahang atas yang menonjol3) Leher yang pendek4) Ekstensi leher terbatas5) Pertumbuhan gigi yang buruk6) Tumor di wajah, mulut, leher, atau tenggorokan7) Trauma pada wajah8) Fiksasi antar-gigi9) Penggunaan cervical collar yang keras

d. Persiapan Pre-anestesiaPersiapan mental dan fisik pasien1) Anamnesisa) Identitas pasien, misalnya : nama, umur, alamat dan pekerjaanb) Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anestesia seperti penyakit alergi, diabetes mellitus, penyakit paru kronik, penyakit jantung dan hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.c) Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin dapat menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestesi.d) Riwayat operasi dan anestesia yang pernah dialami, berapa kali dan selang waktunya, serta apakah pasien mengalami komplikasi saat itu.e) Kebiasaan buruk sehari-hari yang dapat mempengaruhi jalannya anestesi misalnya merokok, alkohool, obat-obat penenang atau narkotik.2) Pemeriksaan fisika) Tinggi dan berat badan untuk mmemperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan dan jumlah urin selama dan pasca bedah.b) Kesadaran umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, tekanan darah, frekuensi nadi, pola dan frekuensi pernafasan.c) Pemeriksaan saluran pernafasan; batuk-batuk, sputum, sesak nafas, tanda-tanda sumbatan jalan nafas, pemakaian gigi palsu, trismus, persendian temporo mandibula.d) Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskuler; dispnu atau ortopnu, sianosis, hipertensie) Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites yang dapat membuat tekanan intra abdominal meningkat sehingga dapat menyebabkan regurgitasi.3) Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urin rutin, pemeriksaan radiologi, dan lainnya.e. Perencanaan anastesiaPembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sedangkan pada operasi cito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.f. Merencanakan prognosisKlasifikasi yang digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi sebagai berikut : ASA 1: pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia ASA 2: pasien dengan penyakit sistemik ringan dan sedang ASA 3:pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas ASA 4:pasien dengan penyakit sistemik berat yang tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakit merupakan ancaman kehidupannya setiap saat ASA 5:pasien sekarat yang diperkirakan dangan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.g. Persiapan pada hari operasiSecara umum, persiapan pembedahan antara lain : Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasapada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untukdekompresi lambung. Pengosongan kandung kemih Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi). Pemeriksaan fisik ulang Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya. Premedikasi secara intramuskular - 1 jam menjelang operasi atau secaraintravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi1h. PremedikasiPremedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya : Meredakan kecemasan dan ketakutan, misalnya diazepam Memperlancar induksi anestesia, misalnya pethidin Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, misalnya sulfas atropindan hiosin Meminimalkan jumlah obat anestetik, misalnya pethidin Mengurangi mual-muntah pasca bedah, misalnya ondansetron Menciptakan amnesia, misalnya diazepam,midazolam Mengurangi isi lambung Mengurangi reflex yang membahayakan, misalnya tracurium, sulfas atropineObat-obat premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini : Narkotik analgesic, misalnya morfin pethidin Transqualizer yaitu dari golongan benzodiazepine, misalnya diazepam dan midazolam. Diazepam dapat dberikan peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi anesthesia Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital Antikolinergik, misal atropine dan hiosin Antihistamin, misal prometazine Antasida, misal gelusil H2 reseptor antagonis misalnya cimetidine dan ranitidine. Ranitidine diberikan 150 mg 1-2 jam sebelum operasii. Persiapan induksiUntuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita mempersiapkan STATICS :a. S : Scope (stetoskop, laringoskop)Stetoskop : untuk mendengarkan suara paru dan jantung.Laringoskop : untuk membuka mulut dan membuat area mulut lebih luas serta melihat daerah faring dan laring, mengidentifikasi epiglotis, pita suara dan trakea.Ada dua jenis laringoskop, yaitu: Blade lengkung (Miller, Magill). Biasa digunakan pada laringoskopi dewasa. Blade lurus. b. T : Tube (pipa endotraceal, LMA) Pipa EndotrakealEndotracheal tube mengantarkan gas anastetik langsung ke dalam trakea. Laringeal mask airway (LMA)Indikasi pemasangan LMA ialah sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET. Kontraindikasi pemasangan LMA pada pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung dan pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama. LMA terdiri dari 2 macam : :1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa tambahanyang ujung distalnya berhubungan dengan esofagusc. A : Airway device (sarana aliran udara, misal sungkup muka, pipa oropharing) Alat bantu jalan napas orofaring (oropharyngeal airway)Alat bantu jalan napas orofaring menahan pangkal lidah dari dinding belakang faring. Alat ini berguna pada pasien yang masih bernapas spontan, alat ini juga membantu saat dilakukanpengisapan lendir dan mencegah pasien mengigit pipa endotrakheal (ETT)

Gambar 1. Oral pharyngeal airway Gambar 2. Nasopharyngeal airway Alat bantu napas nasofaring (nasopharyngeal airway)Digunakanpada pasien yang menolak menggunakan alat bantu jalan napas orofaring atau apabila secara tehnis tidak mungkin memasang alat bantu jalan napas orofaring (misalnya trismus, rahang mengatup kuat dan cedera berat daerah mulut). Sungkup muka (face mask) berguna untuk mengantarkan udara/gas anastesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan nafas pasien

Gambar 3. Face Mask Anesthesia

d. T : Tape (plaster)Plester untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi supaya tidak terlepase. I : Introducer (stilet/ forceps Magill)Stilet (mandren) digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forseps intubasi (Mc gill) digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring.f. C : ConnectionConnection ialah hubungan antara mesin respirasi/anestesi dengan sungkup muka, serta penghubung-penghubung yang lain,g. S : SuctionDigunakan untuk membersihkan jalan napas dengan cara menyedot lendir, ludah, dan lain-lainnya.j. Cara memberikan anestesiPemberian anestesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat sehingga penderita tidur. Tergantung lama operasinya, untuk operasi yang waktunya pendek mungkin cukup dengan induksi saja. Tetapi untuk operasi yang lama, kedalaman anestesi perlu dipertahankan dengan memberikan obat terus menerus dengan dosis tertentu, hal ini disebut maintenance atau pemeliharaan.Kedaaan ini dapat diatasi dengan cara mendalamkan anestesi. Pada operasi-operasi yang memerlukan relaksasi otot, bila relaksasinya kurang maka ahli bedah akan mengeluh karena tidak bisa bekerja dengan baik, untuk operasi yang membuka abdomen maka usus akan bergerak dan menyembul keluar, operasi yang memerlukan penarikan otot juga sukar dilakukan. Keadaan relaksasi bisa terjadi pada anestesi yang dalam, sehingga bila kurang relaksasi salah satu usaha untuk membuat lebih relaksasi adalah dengan mendalamkan anestesi, yaitu dengan cara menambah dosis obat.Pada umumnya keadaan relaksasi dapat tercapai setelah dosis obat anestesi yang diberikan sedemikian tinggi, sehingga menimbulkan gangguan pada organ vital. Dengan demikian keadaan ini akan mengancam jiwa penderita, lebih-lebih pada penderita yang sensitif atau memang sudah ada gangguan pada organ vital sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini maka ada tehnik tertentu agar tercapai trias anestesi pada kedalaman yang ringan, yaitu penderita dibuat tidur dengan obat hipnotik, analgesinya menggunakan analgetik kuat, relaksasinya menggunakan pelemas otot (muscle relaxant) tehnik ini disebut balance anestesi.Pada balance anestesi karena menggunakan muscle relaxant, maka otot mengalami relaksasi, jadi tidak bisa berkontraksi atau mengalami kelumpuhan, termasuk otot respirasi, jadi penderita tidak dapat bernafas. Karena itu harus dilakukan nafas buatan (dipompa), tanpa dilakukan nafas buatan, penderita akan mengalami kematian, karena hipoksia. Jadi nafas penderita sepenuhnya tergantung dari pengendalian pelaksana anestesi, karena itu balance anestesi juga disebut dengan tehnik respirasi kendali atau control respiration.Untuk mempermudah respirasi kendali penderita harus dalam keadaan terintubasi. Dengan menggunakan balance anestesi maka ada beberapa keuntungan antara lain : Dosis obatnya minimal, sehingga gangguan pada organ vital dapat dikurangi. Polusi kamar operasi yang ditimbulkan obat anestesi inhalasi dapat dikurangi. Selesai operasi penderita cepat bangun sehingga mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh penderita yang tidak sadar. Dengan dapat diaturnya pernafasan maka dengan mudah kita bisa melakukan hiperventilasi, untuk menurunkan kadar CO2 dalam darah sampai pada titik tertentu misalnya pada operasi otak. Dengan hiperventilasi kita juga dapat menurunkan tekanan darah untuk operasi yang memerlukan tehnik hipotensi kendali. Karena pernafasan bisa dilumpuhkan secara total maka mempermudah tindakan operasi pada rongga dada (thoracotomy) tanpa terganggu oleh gerakan pernafasan. Kita juga dapat mengembangkan dan mengempiskan paru dengan sekehendak kita tergantung keperluan. Dengan demikian berdasar respirasinya, anestesi umum dibedakan dalam 3 macam yaitu: Respirasi spontan yaitu penderita bernafas sendiri secara spontan. Respirasi kendali/respirasi terkontrol /balance anestesi: pernafasanpenderita sepenuhnya tergantung bantuan kita. Assisted Respirasi : penderita bernafas spontan tetapi masih kita berikan sedikit bantuan

Bila obat anestesi seluruhnya menggunakan obat intravena, maka disebut anestesi intravena total (total intravenous anesthesia/TIVA). Bila induksi dan maintenance anestesi menggunakan obat inhalasi maka disebut VIMA (Volatile Inhalation and Maintenance Anesthesia)15. Pemulihan anestesiPada akhir operasi atau setelah operasi selesai, maka anestesi diakhiri dengan menghentikan pemberian obat anestesi. Pada anestesi inhalasi bersamaan dengan penghentian obat anestesi aliran oksigen dinaikkan, hal ini disebut oksigenisasi. Dengan oksigenisasi maka oksigen akan mengisi tempat yang sebelumnya ditempati oleh obat anestesi inhalasi diaveoli yang berangsur-angsur keluar mengikuti udara ekspirasi.Dengan demikian tekanan parsiel obat anestesi di alveoli juga berangsur-angsur turun, sehingga lebih rendah dibandingkan dengan tekanan parsiel obat anestesi inhalasi didalamdarah. Maka terjadilah difusi obat anestesi inhalasi dari dalam darah menuju ke alveoli. Semakin tinggi perbedaan tekanan parsiel tersebut kecepatan difusi makin meningkat. Sementara itu oksigen dari alveoli akan berdifusi ke dalam darah.Semakin tinggi tekanan parsiel oksigen di alveoli (akibat oksigenisasi) difusi kedalam darah semakin cepat, sehingga kadar oksigen di dalam darah meningkat, menggantikan posisi obat anestesi yang berdifusi menuju ke alveoli. Akibat terjadinya difusi obat anestesi inhalasi dari dalam darah menuju ke alveoli, maka kadarnya di dalam darah makin menurun.Turunnya kadar obat anestesi inhalasi tertentu di dalam darah, selain akibat difusi di alveoli juga akibat sebagian mengalami metabolisme dan ekskresi lewat hati, ginjal, dan keringat. Kesadaran penderita juga berangsur-angsur pulih sesuai dengan turunnya kadar obatanestesi di dalam darah. Bagi penderita yang mendapat anestesi intravena, maka kesadarannya, berangsur-angsur pulih dengan turunnya kadar obat anestesi akibat metabolisme atau ekskresi setelah pemberinya dihentikan. Selanjutnya pada penderita yang dianestesi dengan respirasi spontan tanpa menggunakan pipa endotrakheal maka tinggal menunggu sadarnya penderita, sedangkan bagi penderita yang menggunakan pipa endotrakheal maka perlu dilakukan ekstubasi (melepas pipa ET). Ekstubasi bisa dilakukan pada waktu penderita masih teranestesi dalam dan dapat juga dilakukan setelah penderita sadar. Ekstubasi pada keadaan setengah sadar membahayakan penderita, karena dapat terjadi spasme jalan napas, batuk, muntah, gangguan kardiovaskuler, naiknya tekanan intra okuli dan naiknya tekanan intra cranial.Ekstubasi pada waktu penderita masih teranestesi dalam mempunyai resiko tidak terjaganya jalan nafas, dalam kurun waktu antara tidak sadar sampai sadar. Tetapi ada operasi tertentu ekstubasi dilakukan pada waktu penderita masih teranestesi dalam. Pada penderita yang mendapat balance anestesi maka ekstubasi dilakukan setelah napas penderita adekuat. Untuk mempercepat pulihnya penderita dari pengaruh muscle relaxant maka dilakukan reverse, yaitu memberikan obat antikolinesterase.Sebagian ahli anestesi tetap memberikan reverse walaupun napas sudah adekuat bagi penderita yang sebelumnya mendapat muscle relaxant. Sebagian ahli anestesi melakukan ekstubasi setelah penderita sadar, bisa diperintah menarik napas dalam, batuk, menggelengkan kepala dan menggerakkan ekstremitas. Penilaian yang lebih obyektif tentang seberapa besar pengaruh muscle relaxant adalah dengan menggunakan alat nerve stimulator.Adapun setelah prosedur diatas selesai, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan terus diobservasi dengan cara menilai Aldrettes score, nilai 8-10 bisa dipindahkan ke ruang perawatan, 5-8 observasi secara ketat, kurang dari 5 pindahkan ke ICU, penilaian meliputi :Hal yang dinilaiNilai

1. Kesadaran:Sadar penuhBangun bila dipanggilTidak ada respon210

2. Respirasi:Dapat melakukan nafas dalam, bebas, dan dapat batukSesak nafas, nafas dangkal atau ada hambatanApnoe 210

3. Sirkulasi: perbedaan dengan tekanan preanestesiPerbedaan +- 20Perbedaan +- 50Perbedaan lebih dari 50210

4. Aktivitas: dapat menggerakkan ekstremitas atas perintah:4 ekstremitas2 ekstremitasTidak dapat210

5. Warna kulitNormalPucat, gelap, kuning atau berbintik-bintikCyanotic 210

B. Soft Tissue Tumor1. Definisi Soft tissue atau jaringan lunak merupakan semua jaringan nonepitel selain tulang, tulang rawan, otak dan selaputnya, sistem saraf pusat, sel hematopoietik, dan jaringan limfoid. Tumor jaringan lunak umumnya diklasifikasikan berdasarkan jenis jaringan yang membentuknya, termasuk lemak, jaringan fibrosa, otot dan jaringan neurovaskular. Namun, sebagian tumor jaringan lunak tidak diketahui asalnya. Tumor (berasal dari tumere bahasa Latin, yang berarti "bengkak"), merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini sekarang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan jaringan biologis yang tidak normal. Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign). Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu benjolan atau pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru.2. Anatomi dan HistologiMenurut jaringan embrional manusia terdapat 3 lapisan, yaitu :a. Ektoderm: berkembangbiak menjadi epitel kulit dengan adneksanya,neuroektoderm, yaitu sel otak dan saraf.b. Endoderm: berkembang menjadi epitel mukosa, kelenjar, parenchim organ visceral.c. Mesoderm : berkembang menjadi jaringan ikat, jaringan lemak, tulang rawan, tulang, otot polos, otot serat lintang, jaringan hematopoietik (sum-sum tulang dan jaringan limfoid), pembuluh darah, dan pembuluh limfe.Jaringan lemakJaringan lemak adalah jenis jaringan ikat khusus yang terutama terdiri atas sel lemak (Adiposit). Pada pria dewasa normal, jaringan lemak merupakan 15-20% dari berat badan, pada wanita normal 20-25% dari berat badan.Jaringan fibrosaJaringan ikat Fibrosa (Fibrosa) tersusun dari matriks yang mengandung serabut fleksibel berupa kolagen dan bersifat tidak elastis. Fibrosa ditemukan pada tendon otot, ligamen, dan simfisis pubis. Fungsinya antara lain sebagai penyokong dan pelindung, penghubung antara otot dan tulang serta penghubung antara tulang dan tulang.OtotOtot adalah sebuah jaringan dalam tubuh dengan kontraksi sebagai tugas utama. Otot diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu otot lurik, otot polos dan otot jantung. Otot menyebabkan pergerakan suatu organisme maupun pergerakan dari organ dalam organisme tersebut. Otot lurikOtot lurik bekerja di bawah kehendak (otot sadar) sehingga disebutotot volunteer. Pergerakannya diatur sinyal dari sel saraf motorik. Otot ini menempel pada kerangka dan digunakan untuk pergerakan. Otot polosOtot yang ditemukan dalam intestinum dan pembuluh darah bekerja dengan pengaturan dari sistem saraf tak sadar, yaitu saraf otonom. Otot jantungKontraksi otot jantung bersifat involunter, kuat dan berirama.

3. Klasifikasi Soft Tissue TumorNo.Soft tissue tumor

1.Tumor Jaringan LemakLipomaLiposarkoma

2.Tumor dan Lesi Mirip-Tumor pada Jaringan FibrosaFasilitis NodularisFibromatosisFibromatosis SuperfisialisFibromatosis ProfundaFibrosarkoma

3.Tumor FibriohistiositikHistiositoma FibrosaDermatofibrosarkoma ProtuberansHistiositoma Fibrosa Maligna

4.Tumor Otot RangkaRabdomiomaRabdomiosarkoma

5.Tumor Otot PolosLeiomiomaLeiomiosarkomaTumor otot polos dengan potensi keganasan tidak jelas

6.Tumor VaskularHemangiomaLimfangiomaHemangioendoteliomaHemangioperisitomaAngiosarkoma

7.Tumor Saraf PeriferNeurofibromaSchwannomaTumor ganas selubung saraf perifer

8.Tumor yang Histogenesisnya Tidak JelasTumor Sel GranularSarkoma SinoviumSarkoma bagian lunak alveolusSarkoma Epitelioid

BAB IVPEMBAHASANSebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam ASA I karena penderita berusia 29 tahun dan tidak memiliki gangguan sistemik. Selain itu dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan kelainan organik, fisiologik, psikiatrik, dan biokimia yang berarti. Berdasarkan diagnosis bedah pasien yaitu soft tissue tumor, rencana operasinya adalah eksisi sehingga jenis anestesi yang akan dilakukan adalah general anestesi karena membuat pasien lebih tenang.Obat-obatan premedikasi yang diberikan adalah ondancetron 1 ampul dan ketoprofen 1 ampul. Ondansetron merupakan suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan sebagai pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan 5HT3 ke dalam usus dapat merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya. Ondansetron diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan muntah yang bisa menyebabkan aspirasi pada pasien saat operasi. Ketoprofen adalah termasuk dalam golongan obat anti inflamasi non steroid (AINS), derivat asam propionat. Obat anti inflamasi non steroid merupakan obat yang mempunyai efek analgesik (penghilang rasa sakit), antipiretik (penurun panas) dan antiinflamasi (menghilangkan pembengkakan) dengan mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesa prostaglandinInduksi anestesi pada kasus ini menggunakan anestesi general yaitu propofol sebanyak 1 ampul. Kerja propofol adalah hipnotik murni, tidak mempunyai efek analgetik maupun relaksasi otot. Melalui mekanisme pada reseptor GABA di hippocampus, propofol menghambat pelepasan acethylcholine pada hippocampus dan kortek prefrontal.Teknik : 1. Pasien dalam posisi miring kiri2. Cek infuse pasien, mesin anestesi serta sistem sirkuitnya dan gas anestesi yang akan digunakan3. O2, N2O dan agent sudah disiapkan (dibuka)4. Menyiapkan stetoskop, kanul oksigen5. Setelah obat premedikasi dan induksi masuk, kita memastikan pasien sudah dalam keadaan tidur.6. Mengawasi pola napas pasien, bila tampak tanda-tanda hipoventilasi berikan napas bantuan intermiten secara sinkron sesuai dengan irama napas pasien, pantau denyut nadi dan tekanan darah.7. Setelah operasi selesai, pelepasan monitoring alat serta kanul oksigen.Pasien sudah tidak makan dan minum 8 jam, namun sudah di pelihara kekurangan cairannya dengan memberikan cairan infus selama di bangsal. Untuk kebutuhan selama operasi berlangsung :BB = 70 kga. Maintenance 2 cc/kgBB/jam= 2 x 70 = 140 cc/jamb. Stress operasi (ringan) 4cc/kgBB/jam = 4 x 70 = 280 cc/jamc. Pengganti puasa= 8 x 140 = 1120 cc/jam Perdarahan 8 pasien sudah dapat dipindah ke bangsal. Pada saat malam hari post operasi.Sistem PernapasanRespiratory Rate: 20 x/mntSistem SirkulasiTekanan darah: 120/80 mmHgNadi: 80 x/mntSistem Saraf PusatGCS : 15Sistem Perkemihan Dalam batas normalSistem Pencernaan Bising usus: 5x/mntSistem Muskuloskeletal Dalam batas normal

BAB VPENUTUPA. KesimpulanNy. S, usia 29 tahun, berat badan 70 kg, tinggi badan 165 cm. Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan soft tissu tumor regio dorsum dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan pasien berencana operasi pengambilan benjolan yang sudah ada 3 bulan. Untuk rencana penatalaksanaan pasien ini dengan operatif, teknik operatif eksisi dengan anestesi general.Kebutuhan cairan selama operasi yaitu jumlah dari maintanance dan stress operasi (140 + 280 = 420 cc) untuk 1 jam pertama karena pasien hanya memerlukan 20 menit untuk operasi jadi hanya memerlukan cairan 140 cc, sedangkan cairan yang sudah diberikan saat operasi adalah 500 cc, sehingga balance cairannya adalah +360cc. Selama proses operasi tidak terjadi masalah gejolak hemodinamik.Di ruang pemulihan (recovery room), vital sign pasien dalam batas normal dan nilai aldrette score mencapai 10 sehingga pasien selanjutnya bisa dipindahkan ke bangsal.B. Saran Persiapan preoperatif pada pasien perlu dilakukan agar proses anestesi dapat berjalan dengan baik Perhatikan kebutuhan cairan pasien saat berlangsungnya operasi Pemantauan tanda vital selama operasi terus menerus agar dapat melihat keadaan pasien selama pasien dalam keadaan anesthesia.

DAFTAR PUSTAKA

dr. Gde Mangku, Sp.An. KIC, dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, Sp.An., Editors; Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks Jakarta. 2010.Desai, A. General Considerations. http://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview#showall. Latief SA., Suryadi KA., Dachlan MR., Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: FK UI. 2009; 2: 29-96Pecci M., Kreher JB., Clavicle fracture. (Cited) January, 1st 2008. Available from URL: http://www.aafp.org/afp/2008/0101/p.65.html Rubino LJ., Clavicle Fracture. (Cited) March, 7th 2012. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1260953-overview#a0199. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,

11