case report

38
BAB I PENDAHULUAN Kolesistitis akut merupakan inflamasi akut pada kandung empedu. Faktor presipitasi yang paling sering memicu keadaan ini adalah obstruksi batu empedu. Sepuluh persen kasus kolesistitis akut tanpa obstruksi batu empedu biasanya ditemukan pada pasien-pasien yang sakit berat misalnya: keadaan pasca bedah, trauma berat, luka bakar berat, kegagalan organ multisistem, sepsis dan post partum. Gejalanya meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium, demam ringan, anoreksia, takikardia, diaforesis, nausea dan vomitus. Gejala ikterus menunjukan obstruksi duktus koledokus. 1 Diperkirakan 10-20% orang Amerika memiliki batu empedu, dan sebanyak sepertiga dari orang-orang ini menderita kolesistitis akut. Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena belum ada penelitian. 2 Insiden kolisistitis meningkat seiring bertambahnya usia. Penjelasan fisiologis untuk meningkatnya insiden penyakit batu empedu pada populasi lanjut usia tidak jelas. Distribusi jenis kelamin untuk batu empedu adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria, sehingga insiden kolesistitis calculous juga lebih tinggi pada wanita. 1

Upload: inkaelse

Post on 26-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report

BAB I

PENDAHULUAN

Kolesistitis akut merupakan inflamasi akut pada kandung empedu. Faktor

presipitasi yang paling sering memicu keadaan ini adalah obstruksi batu empedu.

Sepuluh persen kasus kolesistitis akut tanpa obstruksi batu empedu biasanya

ditemukan pada pasien-pasien yang sakit berat misalnya: keadaan pasca bedah,

trauma berat, luka bakar berat, kegagalan organ multisistem, sepsis dan post

partum. Gejalanya meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas atau nyeri

epigastrium, demam ringan, anoreksia, takikardia, diaforesis, nausea dan vomitus.

Gejala ikterus menunjukan obstruksi duktus koledokus.1

Diperkirakan 10-20% orang Amerika memiliki batu empedu, dan

sebanyak sepertiga dari orang-orang ini menderita kolesistitis akut. Insiden batu

kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena belum ada

penelitian.2 Insiden kolisistitis meningkat seiring bertambahnya usia. Penjelasan

fisiologis untuk meningkatnya insiden penyakit batu empedu pada populasi lanjut

usia tidak jelas. Distribusi jenis kelamin untuk batu empedu adalah 2-3 kali lebih

sering pada wanita dibandingkan pada pria, sehingga insiden kolesistitis calculous

juga lebih tinggi pada wanita.

Pada laporan kasus kali ini akan disajikan kasus kolesistitis akut ec

kolelitiasis. Kasus ini diangkat mengingat kasus ini memiliki masalah dalam

diagnosis dan penatalaksanaanya.

1

Page 2: Case Report

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

Nama : Tn. Um

Umur :35 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Alamat : Pematang Tiga, Bengkulu Tengah

Agama : Islam

Nomor RM : 652352

Masuk RS : 19 Mei 2014

2.2 DATA SUBJEKTIF

2.2.1 Keluhan Utama

Nyeri ulu hati yang menjalar ke perut kanan atas disertai mual dan muntah sejak 3

hari SMRS

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluh nyeri ulu hati, nyeri perut kanan atas.

Nyeri bertambah jika pasien mengkonsusmsi makanan yang mengandung banyak

santan. Kemudian os juga mengeluh mual dan muntah, muntah berisi makanan.

Os juga mengeluh demam yang terus menerus, os berobat ke RS C didiagnosis

sakit lambung kemudian diberi obat (tetapi tidak tahu nama obatnya). Setelah

berobat gejala berkurang kemudian os mulai kembali bekerja.

1 minggu SMRS os mengeluh kembali nyeri ulu hati dan perut kanan atas

yang semakin berat, disertai demam dan mual muntah. Os kembali ke RS C dan di

beri obat yang sama tetapi tidak rawat inap. Gejala berkurang, tetapi setelah obat

habis sekitar 3 hari SMRS sakit perut semakin memberat sekarang menjalar ke

seluruh perut. Mual dan muntah +, muntah sampai 10 kali yang berisi makanan

2

Page 3: Case Report

dan air. Pasien juga demam dan gelisah dan pada mata dan seluruh badan os

kuning. BAK seperti teh, tidak ada nyeri saat BAK dan darah (-).

2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit yang sama disangkal.

2.2.4. Riwayat Sakit Keluarga

Keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

2.2.5. Riwayat Kebiasaan

pasien peminum alkohol 8 tahun lalu 1-2 botol perhari dan jarang meminum air

putih.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

2.3.1 Status Praesens

keadaan umum tampak gelisah dan sakit sedang

kesadaran : kompos mentis

tekanan darah : 140/80 mmHg

nadi : 98x/menit

frek. Napas : 36 x/menit

suhu : 38,3°C

2.3.2 Status Generalis

Kepala : Normocephalic, jejas (-), rambut tidak rontok dan berwarna hitam

Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (+/+)

Telinga : Discharge (-)

Hidung : Nafas cuping Hidung (-), discharge (-)

Mulut : Bibir sianosis (-)

Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)

Thorax

Paru

3

Page 4: Case Report

Inspeksi : Statis dan dinamis simetris.

Retraksi sela iga dan supraklavikula (-)

Penggunaan otot bantu nafas (-)

Palpasi : Stemfremitus Dextra Sinistra simetris.

Ekspansi dinding dada dextra sinistra simetris.

Perkusi : Sonor disemua lapang paru.

Auskultasi : Vesikuler (+) normal.

Wheezing -/-. Ronki -/-

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di LMC sinistra ICS V, thril (-)

Pekusi : Batas kanan jantung linea sternalis dextra,

Batas kiri jantung LMC sinistra ICS V

Batas atas jantung ICS II

Auskutasi : BJ1 dan BJ2 (+) reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, striae (+)

Palpasi : Lemas, hepar teraba 4 jbac, tepi rata, konsistensi kenyal : nyeri

tekan (+) epigastrium dan hipokondrium kanan, murphy sign (+),

lien tidak teraba.

Perkusi : timpani disemua regio abdomen

Auskultasi : BU (+) normal

Ekstremitas : Akral dingin

Pitting edema (-) kedua tungkai bawah

CRT < 2 detik

4

Page 5: Case Report

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.4.1 Laboratorium ( 19 Mei 2014)

Hb : 17,4 gr/dl (N: 13,0-18,0 gr/dl)

Hematokrit : 48% (N: 37-47%)

Leukosit : 15.000 mm3 (N: 4.000-10.000 mm3)

Trombosit : 168.000 sel/ mm3 (N: 150.000-400.000)

GDS : 172 mg/dl (N: 60-120 mg/dl)

SGOT : 807 U/L (N: 20 U/L)

SGPT : 776 U/L (N: <41 U/L)

HBSAg : (-) negatif

2.4.2 Ultrasonografi (USG) Abdomen

Hepar: ukuran membesar (15,08 cm), intensiti ectoparenkim normal, tepi rata,

sudut tajam, tidak tampak dilatasi IHBD/EHBD, vena porta/ vena hepatika

normal, massa (-).

Gallbladder: ukuran normal, sedikit menebal, batu multiple.

Lien: ukuran normal, massa (-)

Pankreas: ukuran normal, massa(-)

Ginjal: kanan-kiri: ukuran normal

Buli-buli: terisi cairan, dinding tidak menebal

2.5 RESUME

Tn. Um, 30 tahun dirawat di melati sejak 19 Mei 2014 dengan keluhan Sejak 2

minggu SMRS pasien mengeluh nyeri ulu hati, nyeri perut kanan atas. Nyeri

bertambah jika pasien mengkonsusmsi makanan yang mengandung banyak

santan. Kemudian os juga mengeluh mual dan muntah, muntah berisi makanan.

Os juga mengeluh demam yang terus menerus, os berobat ke RS C didiagnosis

sakit lambung kemudian diberi obat (tetapi tidak tahu nama obatnya). Setelah

berobat gejala berkurang kemudian os mulai kembali bekerja.

1 minggu SMRS os mengeluh kembali nyeri ulu hati dan perut kanan atas

yang semakin berat, disertai demam dan mual muntah. Os kembali ke RS C dan di

5

Page 6: Case Report

beri obat yang sama. Gejala berkurang, tetapi setelah obat habis sekitar 3 hari

SMRS sakit perut semakin memberat sekarang menjalar ke seluruh perut. Mual

dan muntah +, muntah sampai 10 kali yang berisi makanan dan air. Pasien juga

demam dan gelisah dan pada mata dan seluruh badan os kuning. BAK seperti teh,

tidak ada nyeri saat BAK dan darah (-).

2.6 RUMUSAN MASALAH

1. Nyeri perut kanan atas

2. Hepatomegali

3. Sklera dan seluruh badan ikterik

2.7 ANALISIS MASALAH

1. Nyeri Perut Kanan Atas

Dari anamnesis pasien mengeluh nyeri pada perut kanan atas. Dari pemeriksaan

palpasi abdomen didapatkan juga nyeri pada regio epigastrium. Nyeri perut kanan

atas pada 55,6% pasien karena sesuai dengan letak anatomi kandung empedu.

Secara anatomi kandung empedu terletak pada permukaan inferior lobus hati.

Nyeri yang spesifik dan khas pada penyakit batu empedu ini disebut nyeri kolik

biliaris. Nyeri yang merupakan nyeri viseral ini disebabkan oleh penekanan batu

dalam duktus sistikus atau ampula vater sehingga mengakibatkan peningkatan

tekanan intralumen dan distensi kandung empedu dan atau saluran empedu dan

mengaktivasi neuron sensoris. Kolik biliaris yang terasa menekan dan perih ini

merupakan nyeri yang stabil dan dapat menjalar ke punggung, daerah

interskapula, dan bahu kanan. Nyeri dapat berhubungan dengan mual dan muntah

dan biasanya dipicu oleh makanan berlemak atau timbul secara spontan.

Rencana diagnostik:

CT Scan abdomen

Periksa bilirubin direk, bilirubin indirek, alkali fosfatase.

Urinalisis

Konsul ke konsulen

6

Page 7: Case Report

Rencana terapi:

Tirah baring

Diet lunak rendah lemak

Ivfd RL gtt XX/mnt

Ceftriakson 2x1

Hp pro 3x1

Urdafak 3x1

Urinter 2x1

Pronalgest suppbila os kesakitan

Rencana edukasi:

Menjelaskan tentang penyakit yang diderita, rencana diagnostik dan terapi yang

akan diberikan.

2. Hepatomegali

Dari anamnesis, pasien ini mengeluh nyeri perut kanan atas. Dari

pemeriksaan fisik didapatkan abdomen terdapat hepar teraba 4 jbac permukaan

tepi rata, sudut tajam, murphy sign (+).

Hati memproduksi cairan yang dikenal sebagai empedu yang disimpan

dalam kantung empedu dan dilepaskan selama pencernaan. Adanya batu/ inflamsi

pada saluran empedu akan mengganggu proses metabolisme empedu sehingga

dapat menyebabkan pembesaran atau kerusakan hati.

Rencana diagnostik:

CT Scan abdomen

Konsul ke konsulen

Periksa bilirubin direk, bilirubin indirek, alkali fosfatase.

Rencana terapi:

Tirah baring

Diet lunak rendah lemak

7

Page 8: Case Report

Ivfd RL gtt XX/mnt

Ceftriakson 2x1

Hp pro 3x1

Urdafak 3x1

Urinter 2x1

Pronalgest suppbila os kesakitan

Rencana edukasi:

Menjelaskan tentang penyakit yang diderita, rencana diagnostik dan terapi yang

akan diberikan.

3. Ikterus

Adanya ikterus menunjukan koledokolitiasis, walaupun kemungkinan mirizzi’s

syndrome, yaitu akibat kandung empedu yang membengkak akibat adanya

kompresi dari kandung yang disebabkan oleh batu ke duktus koledokus. Pasien

dengan batu pada duktus koledokus sering menunjukan gejala ikterik dan demam

selain rasa nyeri.

Rencana diagnostik:

Konsul ke konsulen

Periksa bilirubin direk, bilirubin indirek, alkali fosfatase.

urinalisis

Rencana terapi:

Tirah baring

Diet lunak rendah lemak

Ivfd RL gtt XX/mnt

Ceftriakson 2x1

Hp pro 3x1

Urdafak 3x1

Urinter 2x1

Pronalgest suppbila os kesakitan

Rencana edukasi:

8

Page 9: Case Report

Menjelaskan tentang penyakit yang diderita, rencana diagnostik dan terapi yang

akan diberikan.

2.8 DIAGNOSIS KERJA

Kolesistitis Akut ec Kolelithiasis

2.9 DIAGNOSIS BANDING

Pankreatitis akut

Apendisistis

Hepatitis A

Ulkus peptik

3.0 RENCANA PEMERIKSAAN

CT Scan abdomen

Periksa Bilirubin direk dan bilirubin indirek

Periksa alkali fosfatase

AST

3.1 CATATAN PERKEMBANGAN

9

Page 10: Case Report

Hari/Tanggal perawatan Follow up

Rabu-Kamis/20-21

Mei 2014

S:

O: keadaan umum

Sens

TD:

Nadi:

Pernafasan:

Suhu

Keadaan spesifik

Kepala:

Leher

Thorax

Abdomen

Ekstremitas:

USG Abdomen

Nyeri ulu hati dan perut kanan atas (+),

mual (+), muntah (+), demam (+), mata

kuning (+), BAK seperti teh (+).

Sakit sedang

Compos mentis

100/60 mmHg

60x/menit

24x/menit

37,9° C

Konjungtiva palp pucat (-/-), SI (-/-),

JVP (5-2) cmH20, pembesaran KGB (-)

Cor: HR: 110/60 mmHg, reguler,

murmur (-), gallop (-)

Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),

wheezing (-)

Lemas, hepar teraba 4 jbac, permukaan

tepi rata, sudut tajam, murphy sign (+).

Edema pretibial tepi rata, sudut tajam,

tidak tampak dilatasi IHBD/EHBD,

vena porta/ vena hepatika normal,

massa (-), akral hangat, CRT >2 detik.

Hepar: ukuran membesar (15,08 cm),

intensiti ectoparenkim normal, tepi rata,

sudut tajam, tidak tampak dilatasi

IHBD/EHBD, vena porta/ vena

hepatika normal, massa (-).

Gallbladder: ukuran normal, sedikit

10

Page 11: Case Report

Laboratorium

menebal, batu multiple.

Lien: ukuran normal, massa (-)

Pankreas: ukuran normal, massa(-)

Ginjal: kanan-kiri: ukuran normal

Buli-buli: terisi cairan, dinding tidak

menebal

Hb : 17,4 gr/dl (N: 13,0-18,0

gr/dl)

Hematokrit : 48% (N: 37-47%)

Leukosit : 15.000 mm3 (N: 4.000-

10.000 mm3)

Trombosit : 168.000 sel/ mm3 (N:

150.000-400.000)

GDS : 172 mg/dl (N: 60-120

mg/dl)

SGOT : 807 U/L (N: 20 U/L)

SGPT : 776 U/L (N: <41 U/L)

HBSAg : (-) negatif

A: Kolesistitis Akut ec kolelitiasis

P: IVFD RL xx gtt/menit

Drip ondansentron

Ceftriaxone 2x1

Pct 3x1

Ranitidine 2x1

Omeprazole 1x1

Hp pro 3x1

Urdafak 3x1

Urinter 2x1

11

Page 12: Case Report

Hari/Tanggal perawatan Follow up

Jumat-Sabtu/22-23

Mei 2014

S:

O: keadaan umum

Sens

TD:

Nadi:

Pernafasan:

Suhu

Keadaan spesifik

Kepala:

Leher

Thorax

Abdomen

Ekstremitas:

Nyeri ulu hati dan perut kanan atas

(+), mual (+), muntah (+), demam (-),

mata kuning (+), BAK seperti teh (+).

Sakit sedang

compos mentis

110/70 mmHg

76x/menit

20x/menit

36,9° C

Konjungtiva palp pucat

(-/-), SI (+/+),

JVP (5-2) cm H20, pembesaran KGB

(-)

Cor: HR: 100/60 mmHg, reguler,

murmur (-), gallop (-)

Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),

wheezing (-)

Lemas, hepar teraba 4 jbac,

permukaan tepi rata, sudut tajam,

murphy sign (+).

Edema pretibial, massa (-), akral

hangat, CRT <2 detik.

A: Kolesistitis ec kolelitiasis

P: IVFD RL xx gtt/menit

Ceftriaxone 2x1

Ranitidine 2x1

12

Page 13: Case Report

Omeprazole 1x1

Hp pro 3x1

Urdafak 3x1

Urinter 2x1

Hari/Tanggal perawatan Follow up

Minggu-Senin, 25-

26 Mei 2014

S:

O: keadaan umum

Sens

TD:

Nadi:

Pernafasan:

Suhu

Keadaan spesifik

Kepala:

Leher

Thorax

Abdomen

Ekstremitas:

Nyeri ulu hati dan perut kanan atas (+)

berkurang, mual (-), muntah (-),

demam (-), mata kuning (+), BAK

seperti teh (+) berkurang.

Sakit sedang

Compos mentis

110/80 mmHg

81x/menit

20x/menit

36,7° C

Konjungtiva palp pucat

(-/-), SI (+/+),

JVP (5-2) cm H20, pembesaran KGB

(-)

Cor: HR: 110/80 mmHg, reguler,

murmur (-), gallop (-)

Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),

wheezing (-)

Lemas, hepar teraba 4 jbac,

permukaan tepi rata, sudut tajam,

murphy sign (+).

Edema pretibial, akral hangat, CRT

13

Page 14: Case Report

<2 detik.

A: Kolesistitis ec kolelitiasis

P: IVFD RL xx gtt/menit

Ceftriaxone 2x1

Ranitidine 2x1

Omeprazole 1x1

Hp pro 3x1

Urdafak 3x1

Urinter 2x1

Hari/Tanggal perawatan Follow up

Selasa-Rabu, 27-28

Mei 2014

S:

O: keadaan umum

Sens

TD:

Nadi:

Pernafasan:

Suhu

Keadaan spesifik

Kepala:

Leher

Nyeri ulu hati dan perut kanan atas (+)

berkurang, mual (-), muntah (-),

demam (-), mata kuning (+), BAK

seperti teh (-).

Sakit sedang

Compos mentis

120/70 mmHg

82x/menit

18x/menit

36,9° C

Konjungtiva palp pucat

(-/-), SI (+/+),

JVP (5-2) cm H20, pembesaran KGB

(-)

Cor: HR: 100/60 mmHg, reguler,

14

Page 15: Case Report

Thorax

Abdomen

Ekstremitas:

murmur (-), gallop (-)

Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),

wheezing (-)

Lemas, hepar teraba 4 jbac,

permukaan tepi rata, sudut tajam,

murphy sign (+).

Edema pretibial tepi rata, akral

hangat, CRT <2 detik.

A: Kolesistitis ec kolelitiasis

P: IVFD RL xx gtt/menit

Ceftriaxone 2x1

Ranitidine 2x1

Omeprazole 1x1

Hp pro 3x1

Urdafak 3x1

Urinter 2x1

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Definisi Kolesistitis Akut

Kolesistitis akut adalah peradangan pada kandung empedu yang biasanya

disebabkan oleh obstruksi pada duktus sistikus yang disebabkan oleh batu.

Respon peradangan ini menyebabkan inflamasi mekanik dari peningkatan tekanan

intralumen, inflamasi kimia dari pelepasan lisolesitin, inflamasi bakteri yang

terjadi pada 50-85% pada kolesistitis akut.1

15

Page 16: Case Report

3.2 Anatomi Kandung Empedu Dan Sistem Biliaris Ekstrahepatik

Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat, panjangnya

sekitar 4-6 cm dan berisi sekitar 30-60 ml empedu. Kandung empedu mempunyai

fundus, korpus, infundibulum dan kolum. Sebagian besar korpus menenpel dan

tertanam di dalam jaringan hati. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari

kantung empedu yang sedikit memanjang diatas tepi hati, dan sebagian besar

tersusun atas otot polos dan jaringan elastik, merupakan tempat penampungan

empedu.. korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu, dan ujungnya

akan membentuk leher (neck) dari kandung empedu. Infundibulum kandung

empedu longgar, karena tidak terfiksasi pada permukaan hati oleh lapisan

peritonium. Apabila kandung emepdu mengalami distensi akibat bendungan oleh

batu, maka bagian infundibulum menonjol seperti kantong dan disebut kantong

Hartman.3,4

Gambar 2.3 Anatomi saluran empedu.

Duktus sistikus menghubungkan kandung empedu ke duktus koledokus. Panjang

duktus sistikus 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya berbentuk

16

Page 17: Case Report

katup spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan empedu

mengalir masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.3

Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika yang

terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri

hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari

segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, duktus hepatikus komunis dan ujung

hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya kedalam cabang

kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung kedalam hati dan juga

ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta. Persarafannya berasal dari

nervus vagus dan cabang simpatik yang melewati pleksus seliakus (preganglionik

T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan saluran bilier melewati aferen

simpatetik melalui nervus splangnikus dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf

muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri

diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi

kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.3

Sering ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu, dan

pembuluh arteri yang memperdarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang

kadang terdapat ini, perlu diperhatikan para ahli bedah untuk menghindari

komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada saluran bilier.4

Duktus Biliaris

Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan, duktus

hepatikus komunis (common hepatic duct), duktus sistikus, dan duktus koledokus

(common bile duct). Duktus hepatikus kanan dan kiri keluar dari hati dan

bergabung dengan hilum membentuk duktus hepatikus komunis, umumnya

disebelah depan bifurkasio vena porta dan proksimal dekat dengan arteri hepatica

kanan. Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.

Bagian duktus ekstrahepatikus kiri cenderung lebih panjang. Duktus hepatikus

komunis membangun batas kiri dari segitiga Calot dan berlanjut dengan duktus

koledokus. Pembagian terjadi pada tingkat duktus sistikus.4

17

Page 18: Case Report

Duktus koledokus panjangnya sekitar 8 cm dan terletak antara ligamentum

hepatoduodenalis, ke kanan dari arteri hepatica dan anterior terhadap vena porta.

Segmen distal dari duktus koledokus terletak di dalam substansi pankreas. Duktus

koledokus mengosongkan isinya ke dalam duodenum sampai ampula Vateri,

orifisiumnya dikelilingi oleh muskulus dari sfingter Oddi. Secara khas, ada

saluran bersama dari duktus pankreatikus dan duktus koledokus distal. 4

3.3 Fisiologi Produksi Dan Aliran Empedu

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari. Di luar

waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dengan

kapasitas penyimpanan sebesar 40-50 ml dan mengalami pemekatan sekitar 50%.3

Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh

hati, kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter koledokus. Setelah makan

kandung empedu akan berkontraksi, sfingter Oddi relaksasi dan empedu mengalir

ke dalam duodenum. Dalam keadaan puasa empedu yang diproduksi akan

dialirkan kedalam kandung empedu.3,4,5

18

Page 19: Case Report

Gambar 2.4 Sekresi liver dan pengosongan kandung empedu.

Salah satu yang merangsang pengosongan kandung empedu adalah hormon

cholecystokinin (CCK) merupakan sel amine-precursoruptake (APUD) dari

selaput lendir usus halus duodenum. Kolesistokinin (CCK) dikeluarkan atas

rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus

duodenum. Ketika terjadi stimulasi makanan, maka kandung empedu akan

mengosongkan isinya sekitar 50-70 persen dalam waktu 30-40 menit. Dengan

demikian, CCK menyebabkan terjadinya kontraksi empedu setelah makan.

Kandung empedu akan terisi kembali setelah 60-90 menit, hal ini berkorelasi

dengan berkurangnya level CCK.3,4

Biokimia:

19

Page 20: Case Report

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)

cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.

Garam empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari

kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang

dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal bila diperlukan.4,5,6

3.3 Etiologi kolesistitis

Batu empedu (penyebab yang paling sering)

Aliran darah yang buruk atau tidak terdapat pada kandung empedu

Metabolisme kolesteol dan garam empedu yang abnormal.

3.4 Patogenesis kolesistitis akut

Pada kolesistitis akut, inflamasi dinding kandung empedu biasanya terjadi

setelah terdapat batu empedu yang terjepit didalam duktus sistikus. Jika aliran

empedu tersumbat, kandung empedu akan mengalami inflamsi dan distensi.

Pertumbuhan bakteri biasanya Escherichia coli dapat turut menyebabkan

inflamasi. Edema kandung empedu (dan kadang-kadang duktus sistikus) akan

menyumbat aliran empedu dan keadaan ini menimbulkan irirtasi kimia pada

kandung empedu. Sel-sel dalam dinding kandung empedu dapat kekurangan

oksigen dan mati ketika organ yang mengalami distensi tersebut menekan

20

Page 21: Case Report

pembuluh darah dan mengganggu aliran darah. Sel-sel yang mati akan

mengelupas sehingga kandung empedu akan melekat pada struktur disekitarnya.7

Gambar 2 Patofisiologi Kolesistitis Akut

3.5 Tanda Dan Gejala Kolesistitis Akut

Nyeri abdomen yang akut pada kuadran kanan atas dan bisa menjalar ke

punggung, ke daerah diantara kedua skapula atau ke depan dada. Rasa ini

terjadi sekunder karena inflamasi dan iritasi serabut saraf.

Kolik akibat lewatnya batu empedu di sepanjang saluran empedu.

Mual dan muntah yang dipicu oleh respon inflamasi

Menggigil yang berkaitan demam

Demam dengan derajat rendah (subfebris) yang terjadi sekunder setelah

inflamasi.

Ikterus akibat obstruksi dari duktus koledokus oleh batu.

3.6 Komplikasi Kolesistitis Akut

21

Page 22: Case Report

Perforasi dan pembentukan abses

Pembentukan fistula

Gangren

Empiema

Kolangitis

Hepatitis

Pankreatitis

Karsinoma

3.7 Diagnosis Banding Kolesistitis Akut

Pankreatitis akut

Apendisistis

Hepatitis A

Ulkus peptik

3.8 Diagnosis Kolesistitis Akut

Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang khas

dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Trias yang terdiri dari nyeri

akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis. Biasanya terjadi leukositosis

yang berkisar antara 10.000-15.000 sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri

pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat (<85,5 µmol/L (5mg/dl))

pada 45% pasien, semntara 25% pasien mengalami peningkatan aminotransferase

serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali fosfatase

biasanya meningkat pada 25% dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase

dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun

amilase dapat meningkat pada kolesistitis.

Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis.

Pemeriksaan radiologi memperlihatkan batu empedu jika batu tersebut

mengandung cukup kalsium yang memberikan sifat radio-opak. Pemeriksaan ini

juga membantu menunjukan sifat kandung empedu (porsellain gallblader yaitu

22

Page 23: Case Report

kandung empedu yang mengeras dan rapuh akibat pengendapan kalsium di dalam

dindingnya), getah empedu yang mengandung kalsium serta ileus batu empedu.

Ultrasonografi akan mendeteksi batu empedu jika berukuran lebih dari 2

mm dan membedakan ikterus obstruktif dan ikterus nonobstruktif. Pemeriksaan

scan berlabel technetium mengungkapkan obstruksi duktus sistikus dan

kolesisititis akut atau kronis apabila pemeriksaan USG tidak berhasil

menunjukannya. Kolangiografi transhepatik perkutaneus mendukung diagnosis

ikterus obstruktif dan memperlihatkan keberadaan batu didalam saluran empedu.

3.9 Tatalaksana Kolesistits Akut

3.9.1 Terapi Konservatif

Penatalaksanaan pasien dengan kolesistitis tergantung pada derajat keparahan dan

ada tidaknya komplikasi yang menyertai. Kasus yang tanpa disertai komplikasi

seringkali dapat berobat jalan saja, namun pada kasus yang disertai komplikasi

harus dengan terapi pembedahan. Pada pasien yang tidak stabil drainase

perkutaneus kolesistostomi transhepatik dapat sangat membantu. Antibiotik dapat

diberikan untuk mengatasi infeksi. Terapi definitifnya diantaranya: kolesistektomi

disertai penempatan alat drainase, dan bila terdapat batu maka ERCP juga

merupakan cara terbaik.

Pasien kolesistitis yang rawat inap dan akan dioperasi sebaiknya tidak

mendapat asupan makanan peroral kecuali bila kolesisititisnya tanpa komplikasi,

pasien masih diijinkan makan dalam bnetuk cair serta rendah lemak per oral

hingga tiba saatnya operasi.

Terapi awal pemberian antibiotik

Untuk kolesistitis akut terapi awal meliputi pengistirahatan usus (bowel rest),

hidrasi intravena, koreksi elektrolit, analgesia dan antibiotik intravena.

Berdasarkan rekomendasi Sanford , dapat diberikan ampisilin/sulbactam dengan

dosis 3 gram/6 jam IV, cefalosporin generasi ketiga atau metronidazole dengan

dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg/6 jam. Pada kasus-kasus yang telah

lanjut dapat diberikan imipenem 500 mg/6 jam IV. Bila terdapat mual dan muntah

dapat diberikan antiemetik atau dipasang NGT. Pemberian CCK secara intravena

23

Page 24: Case Report

dapat membantu merangsang pengososngan kandung empedu dan mencegah statis

aliran empedu lebih lanjut. Pasien-pasien dengan kolesistitis akut tanpa

komplikasi yang hendak dipulangkan harus dipastikan tidak demam dengan

tanda-tanda vital yang stabil, tidak terdapat tanda-tanda obstruksi pada hasil

laboratorium dan USG, penyakit-penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes

melitus) telah terkontrol. Pada saat pulang, pasien diberikan antibiotik yang sesuai

sepertlevofloxasin 1x500 mg Po dan metronidazol 2x500 mg Po, antiemetik dan

analgesik yang sesuai.2

3.9.2 Terapi Bedah

Kolesistektomi laparoskopi merupakan terapi bedah standar untuk kolesistitis.

Kolesistektomi dini yang dilakukan 72 jam setelah pasien masuk RS memberikan

keuntungan dari siis medis maupun sosioekonoi. Pada pasien yang hamil,

kolesistektomi laparoskopi dinyatakan aman untuk semua umur kehamilan namun

paling aman pada trimester kedua.

Ct Scan yang dilakukan 72 jam sebelum operasi sangat membantu mendeteksu

adanya kolesistitis gangrenosa yang ditandai dengan defek dinding pada kandung

empedu, cairan di perikolesistik dan tidak ditemukan adanya defek batu empedu.

Kontraindikasi untuk kolesistektomi laparoskopi adalah:

Berisiko tinggi pada anastesi umum

Obesitas berat

Ada tanda perforasi kandung empedu seperti: abses, peritonitis dan fistula.

Batu empedu raksasa atau keganasan

Penyakit hati stadium akhir yang disertai hipertensi porta dan koagulasi

berat

Syok septic akibat kolangitis, pankreatitis akut

4.0 Prognosis Kolesistitis Akut

Kolesistitis tnpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik dengan tingkat

kematian yang sangat rendah. Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut

memiliki remisi lengkap dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25-30 % pasien

24

Page 25: Case Report

memrlukan operasi atau menderita bebrapa komplikasi. Komplikasi yang sering

terjadi seperti perforasi/gangren menyebabkan prognosis menjadi kurang

menguntungkan. Perforasi terjadi pada 10-15% kasus. Pasien dengan kolesistitis

acalculus memiliki angka kematian berkisar antara 10-50%, jauh melebihi

perkiraan motalitas 4% pada pasien dengan kolesistitis calculus. Pada pasien yang

sakit parah dengan kolesistitis acalculu disertai perforasi atu gangren, angka

kematian bisa mencapai 50-60%.

BAB IV

25

Page 26: Case Report

PENUTUP

Kolesistitis akut adalah peradangan pada kandung empedu yang biasanya

disebabkan oleh obstruksi pada duktus sistikus yang disebabkan oleh batu.

Respon peradangan ini menyebabkan inflamasi mekanik dari peningkatan tekanan

intralumen, inflamasi kimia dari pelepasan lisolesitin, inflamasi bakteri yang

terjadi pada 50-85% pada kolesistitis akut. Gejalanya berupa nyeri abdomen yang

akut pada kuadran kanan atas dan bisa menjalar ke punggung, ke daerah diantara

kedua skapula atau ke depan dada. Rasa ini terjadi sekunder karena inflamasi dan

iritasi serabut saraf. Mual dan muntah yang dipicu oleh respon inflamasi. Demam

dengan derajat rendah (subfebris) yang terjadi sekunder setelah inflamasi. Ikterus

akibat obstruksi dari duktus koledokus oleh batu.

Pada kolesistitis akut, inflamasi dinding kandung empedu biasanya terjadi

setelah terdapat batu empedu yang terjepit didalam duktus sistikus. Jika aliran

empedu tersumbat, kandung empedu akan mengalami inflamsi dan distensi.

Pertumbuhan bakteri biasanya Escherichia coli dapat turut menyebabkan

inflamasi. Edema kandung empedu (dan kadang-kadang duktus sistikus) akan

menyumbat aliran empedu dan keadaan ini menimbulkan irirtasi kimia pada

kandung empedu. Sel-sel dalam dinding kandung empedu dapat kekurangan

oksigen dan mati ketika organ yang mengalami distensi tersebut menekan

pembuluh darah dan mengganggu aliran darah. Sel-sel yang mati akan

mengelupas sehingga kandung empedu akan melekat pada struktur disekitarnya.7

DAFTAR PUSTAKA

26

Page 27: Case Report

1. Mittchell, Kumar, Abbas dan Fausto. 2008. Buku Saku Dasar Patologis

Penyakit Robbins Dan Cotran. Alih bahasa, Andry Hartono: editor bahasa

Indonesia, Inggrid Tania Ed. 7. Jakarta: EGC

2. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Interna Publising: Jakarta

3. Oddsatir M,Hunter Jhon G. Gallbladder and the Extra hepatic Biliary

System in: Schawrtz’s Principles of Surgery. McGraw-Hill & Companies

2007, 8th edition Chapter 31: 821-844.

4. Toouli James and Bhandari Mayank, Anatomy and Physiology of the

Biliary tree and Gallbladder and Bile ducts, in, Diagnosis and Treatment

Blackwell Publishing 2006, Second Edition. Chapter I : 3-20

5. Nakeeb A, Ahrendt SA, Pitt HA, Calculous Biliary Disease In Mulhoulend

M, Lillemoe KD, Doherty GM, Maier Ronald V, Upchurch GR,

Greenfield’s surgery : Scientific principles and practise : 4th Edition.

Lippincott William & Wilkins,2006;62:978- 983.

6. Verbesey Jennifer E, Desmond H.Birket. Common Bile Duct Exploration

for Choledecholithiasis in : Surgical Clinics of North American. Elsevier

Saunders 2008, volume 88:1315-1328.

7. Kowalak, Jenifer p. 2013. Buku ajar Patofisiologi. Alih bahasa, Andry

Hartono: Jakarta. EGC

27