case report
DESCRIPTION
caseTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kolesistitis akut merupakan inflamasi akut pada kandung empedu. Faktor
presipitasi yang paling sering memicu keadaan ini adalah obstruksi batu empedu.
Sepuluh persen kasus kolesistitis akut tanpa obstruksi batu empedu biasanya
ditemukan pada pasien-pasien yang sakit berat misalnya: keadaan pasca bedah,
trauma berat, luka bakar berat, kegagalan organ multisistem, sepsis dan post
partum. Gejalanya meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas atau nyeri
epigastrium, demam ringan, anoreksia, takikardia, diaforesis, nausea dan vomitus.
Gejala ikterus menunjukan obstruksi duktus koledokus.1
Diperkirakan 10-20% orang Amerika memiliki batu empedu, dan
sebanyak sepertiga dari orang-orang ini menderita kolesistitis akut. Insiden batu
kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena belum ada
penelitian.2 Insiden kolisistitis meningkat seiring bertambahnya usia. Penjelasan
fisiologis untuk meningkatnya insiden penyakit batu empedu pada populasi lanjut
usia tidak jelas. Distribusi jenis kelamin untuk batu empedu adalah 2-3 kali lebih
sering pada wanita dibandingkan pada pria, sehingga insiden kolesistitis calculous
juga lebih tinggi pada wanita.
Pada laporan kasus kali ini akan disajikan kasus kolesistitis akut ec
kolelitiasis. Kasus ini diangkat mengingat kasus ini memiliki masalah dalam
diagnosis dan penatalaksanaanya.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : Tn. Um
Umur :35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Pematang Tiga, Bengkulu Tengah
Agama : Islam
Nomor RM : 652352
Masuk RS : 19 Mei 2014
2.2 DATA SUBJEKTIF
2.2.1 Keluhan Utama
Nyeri ulu hati yang menjalar ke perut kanan atas disertai mual dan muntah sejak 3
hari SMRS
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluh nyeri ulu hati, nyeri perut kanan atas.
Nyeri bertambah jika pasien mengkonsusmsi makanan yang mengandung banyak
santan. Kemudian os juga mengeluh mual dan muntah, muntah berisi makanan.
Os juga mengeluh demam yang terus menerus, os berobat ke RS C didiagnosis
sakit lambung kemudian diberi obat (tetapi tidak tahu nama obatnya). Setelah
berobat gejala berkurang kemudian os mulai kembali bekerja.
1 minggu SMRS os mengeluh kembali nyeri ulu hati dan perut kanan atas
yang semakin berat, disertai demam dan mual muntah. Os kembali ke RS C dan di
beri obat yang sama tetapi tidak rawat inap. Gejala berkurang, tetapi setelah obat
habis sekitar 3 hari SMRS sakit perut semakin memberat sekarang menjalar ke
seluruh perut. Mual dan muntah +, muntah sampai 10 kali yang berisi makanan
2
dan air. Pasien juga demam dan gelisah dan pada mata dan seluruh badan os
kuning. BAK seperti teh, tidak ada nyeri saat BAK dan darah (-).
2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang sama disangkal.
2.2.4. Riwayat Sakit Keluarga
Keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
2.2.5. Riwayat Kebiasaan
pasien peminum alkohol 8 tahun lalu 1-2 botol perhari dan jarang meminum air
putih.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
2.3.1 Status Praesens
keadaan umum tampak gelisah dan sakit sedang
kesadaran : kompos mentis
tekanan darah : 140/80 mmHg
nadi : 98x/menit
frek. Napas : 36 x/menit
suhu : 38,3°C
2.3.2 Status Generalis
Kepala : Normocephalic, jejas (-), rambut tidak rontok dan berwarna hitam
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (+/+)
Telinga : Discharge (-)
Hidung : Nafas cuping Hidung (-), discharge (-)
Mulut : Bibir sianosis (-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thorax
Paru
3
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris.
Retraksi sela iga dan supraklavikula (-)
Penggunaan otot bantu nafas (-)
Palpasi : Stemfremitus Dextra Sinistra simetris.
Ekspansi dinding dada dextra sinistra simetris.
Perkusi : Sonor disemua lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+) normal.
Wheezing -/-. Ronki -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di LMC sinistra ICS V, thril (-)
Pekusi : Batas kanan jantung linea sternalis dextra,
Batas kiri jantung LMC sinistra ICS V
Batas atas jantung ICS II
Auskutasi : BJ1 dan BJ2 (+) reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, striae (+)
Palpasi : Lemas, hepar teraba 4 jbac, tepi rata, konsistensi kenyal : nyeri
tekan (+) epigastrium dan hipokondrium kanan, murphy sign (+),
lien tidak teraba.
Perkusi : timpani disemua regio abdomen
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas : Akral dingin
Pitting edema (-) kedua tungkai bawah
CRT < 2 detik
4
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.4.1 Laboratorium ( 19 Mei 2014)
Hb : 17,4 gr/dl (N: 13,0-18,0 gr/dl)
Hematokrit : 48% (N: 37-47%)
Leukosit : 15.000 mm3 (N: 4.000-10.000 mm3)
Trombosit : 168.000 sel/ mm3 (N: 150.000-400.000)
GDS : 172 mg/dl (N: 60-120 mg/dl)
SGOT : 807 U/L (N: 20 U/L)
SGPT : 776 U/L (N: <41 U/L)
HBSAg : (-) negatif
2.4.2 Ultrasonografi (USG) Abdomen
Hepar: ukuran membesar (15,08 cm), intensiti ectoparenkim normal, tepi rata,
sudut tajam, tidak tampak dilatasi IHBD/EHBD, vena porta/ vena hepatika
normal, massa (-).
Gallbladder: ukuran normal, sedikit menebal, batu multiple.
Lien: ukuran normal, massa (-)
Pankreas: ukuran normal, massa(-)
Ginjal: kanan-kiri: ukuran normal
Buli-buli: terisi cairan, dinding tidak menebal
2.5 RESUME
Tn. Um, 30 tahun dirawat di melati sejak 19 Mei 2014 dengan keluhan Sejak 2
minggu SMRS pasien mengeluh nyeri ulu hati, nyeri perut kanan atas. Nyeri
bertambah jika pasien mengkonsusmsi makanan yang mengandung banyak
santan. Kemudian os juga mengeluh mual dan muntah, muntah berisi makanan.
Os juga mengeluh demam yang terus menerus, os berobat ke RS C didiagnosis
sakit lambung kemudian diberi obat (tetapi tidak tahu nama obatnya). Setelah
berobat gejala berkurang kemudian os mulai kembali bekerja.
1 minggu SMRS os mengeluh kembali nyeri ulu hati dan perut kanan atas
yang semakin berat, disertai demam dan mual muntah. Os kembali ke RS C dan di
5
beri obat yang sama. Gejala berkurang, tetapi setelah obat habis sekitar 3 hari
SMRS sakit perut semakin memberat sekarang menjalar ke seluruh perut. Mual
dan muntah +, muntah sampai 10 kali yang berisi makanan dan air. Pasien juga
demam dan gelisah dan pada mata dan seluruh badan os kuning. BAK seperti teh,
tidak ada nyeri saat BAK dan darah (-).
2.6 RUMUSAN MASALAH
1. Nyeri perut kanan atas
2. Hepatomegali
3. Sklera dan seluruh badan ikterik
2.7 ANALISIS MASALAH
1. Nyeri Perut Kanan Atas
Dari anamnesis pasien mengeluh nyeri pada perut kanan atas. Dari pemeriksaan
palpasi abdomen didapatkan juga nyeri pada regio epigastrium. Nyeri perut kanan
atas pada 55,6% pasien karena sesuai dengan letak anatomi kandung empedu.
Secara anatomi kandung empedu terletak pada permukaan inferior lobus hati.
Nyeri yang spesifik dan khas pada penyakit batu empedu ini disebut nyeri kolik
biliaris. Nyeri yang merupakan nyeri viseral ini disebabkan oleh penekanan batu
dalam duktus sistikus atau ampula vater sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan intralumen dan distensi kandung empedu dan atau saluran empedu dan
mengaktivasi neuron sensoris. Kolik biliaris yang terasa menekan dan perih ini
merupakan nyeri yang stabil dan dapat menjalar ke punggung, daerah
interskapula, dan bahu kanan. Nyeri dapat berhubungan dengan mual dan muntah
dan biasanya dipicu oleh makanan berlemak atau timbul secara spontan.
Rencana diagnostik:
CT Scan abdomen
Periksa bilirubin direk, bilirubin indirek, alkali fosfatase.
Urinalisis
Konsul ke konsulen
6
Rencana terapi:
Tirah baring
Diet lunak rendah lemak
Ivfd RL gtt XX/mnt
Ceftriakson 2x1
Hp pro 3x1
Urdafak 3x1
Urinter 2x1
Pronalgest suppbila os kesakitan
Rencana edukasi:
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita, rencana diagnostik dan terapi yang
akan diberikan.
2. Hepatomegali
Dari anamnesis, pasien ini mengeluh nyeri perut kanan atas. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan abdomen terdapat hepar teraba 4 jbac permukaan
tepi rata, sudut tajam, murphy sign (+).
Hati memproduksi cairan yang dikenal sebagai empedu yang disimpan
dalam kantung empedu dan dilepaskan selama pencernaan. Adanya batu/ inflamsi
pada saluran empedu akan mengganggu proses metabolisme empedu sehingga
dapat menyebabkan pembesaran atau kerusakan hati.
Rencana diagnostik:
CT Scan abdomen
Konsul ke konsulen
Periksa bilirubin direk, bilirubin indirek, alkali fosfatase.
Rencana terapi:
Tirah baring
Diet lunak rendah lemak
7
Ivfd RL gtt XX/mnt
Ceftriakson 2x1
Hp pro 3x1
Urdafak 3x1
Urinter 2x1
Pronalgest suppbila os kesakitan
Rencana edukasi:
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita, rencana diagnostik dan terapi yang
akan diberikan.
3. Ikterus
Adanya ikterus menunjukan koledokolitiasis, walaupun kemungkinan mirizzi’s
syndrome, yaitu akibat kandung empedu yang membengkak akibat adanya
kompresi dari kandung yang disebabkan oleh batu ke duktus koledokus. Pasien
dengan batu pada duktus koledokus sering menunjukan gejala ikterik dan demam
selain rasa nyeri.
Rencana diagnostik:
Konsul ke konsulen
Periksa bilirubin direk, bilirubin indirek, alkali fosfatase.
urinalisis
Rencana terapi:
Tirah baring
Diet lunak rendah lemak
Ivfd RL gtt XX/mnt
Ceftriakson 2x1
Hp pro 3x1
Urdafak 3x1
Urinter 2x1
Pronalgest suppbila os kesakitan
Rencana edukasi:
8
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita, rencana diagnostik dan terapi yang
akan diberikan.
2.8 DIAGNOSIS KERJA
Kolesistitis Akut ec Kolelithiasis
2.9 DIAGNOSIS BANDING
Pankreatitis akut
Apendisistis
Hepatitis A
Ulkus peptik
3.0 RENCANA PEMERIKSAAN
CT Scan abdomen
Periksa Bilirubin direk dan bilirubin indirek
Periksa alkali fosfatase
AST
3.1 CATATAN PERKEMBANGAN
9
Hari/Tanggal perawatan Follow up
Rabu-Kamis/20-21
Mei 2014
S:
O: keadaan umum
Sens
TD:
Nadi:
Pernafasan:
Suhu
Keadaan spesifik
Kepala:
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas:
USG Abdomen
Nyeri ulu hati dan perut kanan atas (+),
mual (+), muntah (+), demam (+), mata
kuning (+), BAK seperti teh (+).
Sakit sedang
Compos mentis
100/60 mmHg
60x/menit
24x/menit
37,9° C
Konjungtiva palp pucat (-/-), SI (-/-),
JVP (5-2) cmH20, pembesaran KGB (-)
Cor: HR: 110/60 mmHg, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),
wheezing (-)
Lemas, hepar teraba 4 jbac, permukaan
tepi rata, sudut tajam, murphy sign (+).
Edema pretibial tepi rata, sudut tajam,
tidak tampak dilatasi IHBD/EHBD,
vena porta/ vena hepatika normal,
massa (-), akral hangat, CRT >2 detik.
Hepar: ukuran membesar (15,08 cm),
intensiti ectoparenkim normal, tepi rata,
sudut tajam, tidak tampak dilatasi
IHBD/EHBD, vena porta/ vena
hepatika normal, massa (-).
Gallbladder: ukuran normal, sedikit
10
Laboratorium
menebal, batu multiple.
Lien: ukuran normal, massa (-)
Pankreas: ukuran normal, massa(-)
Ginjal: kanan-kiri: ukuran normal
Buli-buli: terisi cairan, dinding tidak
menebal
Hb : 17,4 gr/dl (N: 13,0-18,0
gr/dl)
Hematokrit : 48% (N: 37-47%)
Leukosit : 15.000 mm3 (N: 4.000-
10.000 mm3)
Trombosit : 168.000 sel/ mm3 (N:
150.000-400.000)
GDS : 172 mg/dl (N: 60-120
mg/dl)
SGOT : 807 U/L (N: 20 U/L)
SGPT : 776 U/L (N: <41 U/L)
HBSAg : (-) negatif
A: Kolesistitis Akut ec kolelitiasis
P: IVFD RL xx gtt/menit
Drip ondansentron
Ceftriaxone 2x1
Pct 3x1
Ranitidine 2x1
Omeprazole 1x1
Hp pro 3x1
Urdafak 3x1
Urinter 2x1
11
Hari/Tanggal perawatan Follow up
Jumat-Sabtu/22-23
Mei 2014
S:
O: keadaan umum
Sens
TD:
Nadi:
Pernafasan:
Suhu
Keadaan spesifik
Kepala:
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas:
Nyeri ulu hati dan perut kanan atas
(+), mual (+), muntah (+), demam (-),
mata kuning (+), BAK seperti teh (+).
Sakit sedang
compos mentis
110/70 mmHg
76x/menit
20x/menit
36,9° C
Konjungtiva palp pucat
(-/-), SI (+/+),
JVP (5-2) cm H20, pembesaran KGB
(-)
Cor: HR: 100/60 mmHg, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),
wheezing (-)
Lemas, hepar teraba 4 jbac,
permukaan tepi rata, sudut tajam,
murphy sign (+).
Edema pretibial, massa (-), akral
hangat, CRT <2 detik.
A: Kolesistitis ec kolelitiasis
P: IVFD RL xx gtt/menit
Ceftriaxone 2x1
Ranitidine 2x1
12
Omeprazole 1x1
Hp pro 3x1
Urdafak 3x1
Urinter 2x1
Hari/Tanggal perawatan Follow up
Minggu-Senin, 25-
26 Mei 2014
S:
O: keadaan umum
Sens
TD:
Nadi:
Pernafasan:
Suhu
Keadaan spesifik
Kepala:
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas:
Nyeri ulu hati dan perut kanan atas (+)
berkurang, mual (-), muntah (-),
demam (-), mata kuning (+), BAK
seperti teh (+) berkurang.
Sakit sedang
Compos mentis
110/80 mmHg
81x/menit
20x/menit
36,7° C
Konjungtiva palp pucat
(-/-), SI (+/+),
JVP (5-2) cm H20, pembesaran KGB
(-)
Cor: HR: 110/80 mmHg, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),
wheezing (-)
Lemas, hepar teraba 4 jbac,
permukaan tepi rata, sudut tajam,
murphy sign (+).
Edema pretibial, akral hangat, CRT
13
<2 detik.
A: Kolesistitis ec kolelitiasis
P: IVFD RL xx gtt/menit
Ceftriaxone 2x1
Ranitidine 2x1
Omeprazole 1x1
Hp pro 3x1
Urdafak 3x1
Urinter 2x1
Hari/Tanggal perawatan Follow up
Selasa-Rabu, 27-28
Mei 2014
S:
O: keadaan umum
Sens
TD:
Nadi:
Pernafasan:
Suhu
Keadaan spesifik
Kepala:
Leher
Nyeri ulu hati dan perut kanan atas (+)
berkurang, mual (-), muntah (-),
demam (-), mata kuning (+), BAK
seperti teh (-).
Sakit sedang
Compos mentis
120/70 mmHg
82x/menit
18x/menit
36,9° C
Konjungtiva palp pucat
(-/-), SI (+/+),
JVP (5-2) cm H20, pembesaran KGB
(-)
Cor: HR: 100/60 mmHg, reguler,
14
Thorax
Abdomen
Ekstremitas:
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) N, ronki (-),
wheezing (-)
Lemas, hepar teraba 4 jbac,
permukaan tepi rata, sudut tajam,
murphy sign (+).
Edema pretibial tepi rata, akral
hangat, CRT <2 detik.
A: Kolesistitis ec kolelitiasis
P: IVFD RL xx gtt/menit
Ceftriaxone 2x1
Ranitidine 2x1
Omeprazole 1x1
Hp pro 3x1
Urdafak 3x1
Urinter 2x1
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Definisi Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut adalah peradangan pada kandung empedu yang biasanya
disebabkan oleh obstruksi pada duktus sistikus yang disebabkan oleh batu.
Respon peradangan ini menyebabkan inflamasi mekanik dari peningkatan tekanan
intralumen, inflamasi kimia dari pelepasan lisolesitin, inflamasi bakteri yang
terjadi pada 50-85% pada kolesistitis akut.1
15
3.2 Anatomi Kandung Empedu Dan Sistem Biliaris Ekstrahepatik
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat, panjangnya
sekitar 4-6 cm dan berisi sekitar 30-60 ml empedu. Kandung empedu mempunyai
fundus, korpus, infundibulum dan kolum. Sebagian besar korpus menenpel dan
tertanam di dalam jaringan hati. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari
kantung empedu yang sedikit memanjang diatas tepi hati, dan sebagian besar
tersusun atas otot polos dan jaringan elastik, merupakan tempat penampungan
empedu.. korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu, dan ujungnya
akan membentuk leher (neck) dari kandung empedu. Infundibulum kandung
empedu longgar, karena tidak terfiksasi pada permukaan hati oleh lapisan
peritonium. Apabila kandung emepdu mengalami distensi akibat bendungan oleh
batu, maka bagian infundibulum menonjol seperti kantong dan disebut kantong
Hartman.3,4
Gambar 2.3 Anatomi saluran empedu.
Duktus sistikus menghubungkan kandung empedu ke duktus koledokus. Panjang
duktus sistikus 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya berbentuk
16
katup spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan empedu
mengalir masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.3
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika yang
terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri
hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari
segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, duktus hepatikus komunis dan ujung
hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya kedalam cabang
kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung kedalam hati dan juga
ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta. Persarafannya berasal dari
nervus vagus dan cabang simpatik yang melewati pleksus seliakus (preganglionik
T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan saluran bilier melewati aferen
simpatetik melalui nervus splangnikus dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf
muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri
diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi
kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.3
Sering ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu, dan
pembuluh arteri yang memperdarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang
kadang terdapat ini, perlu diperhatikan para ahli bedah untuk menghindari
komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada saluran bilier.4
Duktus Biliaris
Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan, duktus
hepatikus komunis (common hepatic duct), duktus sistikus, dan duktus koledokus
(common bile duct). Duktus hepatikus kanan dan kiri keluar dari hati dan
bergabung dengan hilum membentuk duktus hepatikus komunis, umumnya
disebelah depan bifurkasio vena porta dan proksimal dekat dengan arteri hepatica
kanan. Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
Bagian duktus ekstrahepatikus kiri cenderung lebih panjang. Duktus hepatikus
komunis membangun batas kiri dari segitiga Calot dan berlanjut dengan duktus
koledokus. Pembagian terjadi pada tingkat duktus sistikus.4
17
Duktus koledokus panjangnya sekitar 8 cm dan terletak antara ligamentum
hepatoduodenalis, ke kanan dari arteri hepatica dan anterior terhadap vena porta.
Segmen distal dari duktus koledokus terletak di dalam substansi pankreas. Duktus
koledokus mengosongkan isinya ke dalam duodenum sampai ampula Vateri,
orifisiumnya dikelilingi oleh muskulus dari sfingter Oddi. Secara khas, ada
saluran bersama dari duktus pankreatikus dan duktus koledokus distal. 4
3.3 Fisiologi Produksi Dan Aliran Empedu
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari. Di luar
waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dengan
kapasitas penyimpanan sebesar 40-50 ml dan mengalami pemekatan sekitar 50%.3
Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh
hati, kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter koledokus. Setelah makan
kandung empedu akan berkontraksi, sfingter Oddi relaksasi dan empedu mengalir
ke dalam duodenum. Dalam keadaan puasa empedu yang diproduksi akan
dialirkan kedalam kandung empedu.3,4,5
18
Gambar 2.4 Sekresi liver dan pengosongan kandung empedu.
Salah satu yang merangsang pengosongan kandung empedu adalah hormon
cholecystokinin (CCK) merupakan sel amine-precursoruptake (APUD) dari
selaput lendir usus halus duodenum. Kolesistokinin (CCK) dikeluarkan atas
rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus
duodenum. Ketika terjadi stimulasi makanan, maka kandung empedu akan
mengosongkan isinya sekitar 50-70 persen dalam waktu 30-40 menit. Dengan
demikian, CCK menyebabkan terjadinya kontraksi empedu setelah makan.
Kandung empedu akan terisi kembali setelah 60-90 menit, hal ini berkorelasi
dengan berkurangnya level CCK.3,4
Biokimia:
19
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)
cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.
Garam empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari
kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang
dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal bila diperlukan.4,5,6
3.3 Etiologi kolesistitis
Batu empedu (penyebab yang paling sering)
Aliran darah yang buruk atau tidak terdapat pada kandung empedu
Metabolisme kolesteol dan garam empedu yang abnormal.
3.4 Patogenesis kolesistitis akut
Pada kolesistitis akut, inflamasi dinding kandung empedu biasanya terjadi
setelah terdapat batu empedu yang terjepit didalam duktus sistikus. Jika aliran
empedu tersumbat, kandung empedu akan mengalami inflamsi dan distensi.
Pertumbuhan bakteri biasanya Escherichia coli dapat turut menyebabkan
inflamasi. Edema kandung empedu (dan kadang-kadang duktus sistikus) akan
menyumbat aliran empedu dan keadaan ini menimbulkan irirtasi kimia pada
kandung empedu. Sel-sel dalam dinding kandung empedu dapat kekurangan
oksigen dan mati ketika organ yang mengalami distensi tersebut menekan
20
pembuluh darah dan mengganggu aliran darah. Sel-sel yang mati akan
mengelupas sehingga kandung empedu akan melekat pada struktur disekitarnya.7
Gambar 2 Patofisiologi Kolesistitis Akut
3.5 Tanda Dan Gejala Kolesistitis Akut
Nyeri abdomen yang akut pada kuadran kanan atas dan bisa menjalar ke
punggung, ke daerah diantara kedua skapula atau ke depan dada. Rasa ini
terjadi sekunder karena inflamasi dan iritasi serabut saraf.
Kolik akibat lewatnya batu empedu di sepanjang saluran empedu.
Mual dan muntah yang dipicu oleh respon inflamasi
Menggigil yang berkaitan demam
Demam dengan derajat rendah (subfebris) yang terjadi sekunder setelah
inflamasi.
Ikterus akibat obstruksi dari duktus koledokus oleh batu.
3.6 Komplikasi Kolesistitis Akut
21
Perforasi dan pembentukan abses
Pembentukan fistula
Gangren
Empiema
Kolangitis
Hepatitis
Pankreatitis
Karsinoma
3.7 Diagnosis Banding Kolesistitis Akut
Pankreatitis akut
Apendisistis
Hepatitis A
Ulkus peptik
3.8 Diagnosis Kolesistitis Akut
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang khas
dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Trias yang terdiri dari nyeri
akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis. Biasanya terjadi leukositosis
yang berkisar antara 10.000-15.000 sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri
pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat (<85,5 µmol/L (5mg/dl))
pada 45% pasien, semntara 25% pasien mengalami peningkatan aminotransferase
serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali fosfatase
biasanya meningkat pada 25% dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase
dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun
amilase dapat meningkat pada kolesistitis.
Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis.
Pemeriksaan radiologi memperlihatkan batu empedu jika batu tersebut
mengandung cukup kalsium yang memberikan sifat radio-opak. Pemeriksaan ini
juga membantu menunjukan sifat kandung empedu (porsellain gallblader yaitu
22
kandung empedu yang mengeras dan rapuh akibat pengendapan kalsium di dalam
dindingnya), getah empedu yang mengandung kalsium serta ileus batu empedu.
Ultrasonografi akan mendeteksi batu empedu jika berukuran lebih dari 2
mm dan membedakan ikterus obstruktif dan ikterus nonobstruktif. Pemeriksaan
scan berlabel technetium mengungkapkan obstruksi duktus sistikus dan
kolesisititis akut atau kronis apabila pemeriksaan USG tidak berhasil
menunjukannya. Kolangiografi transhepatik perkutaneus mendukung diagnosis
ikterus obstruktif dan memperlihatkan keberadaan batu didalam saluran empedu.
3.9 Tatalaksana Kolesistits Akut
3.9.1 Terapi Konservatif
Penatalaksanaan pasien dengan kolesistitis tergantung pada derajat keparahan dan
ada tidaknya komplikasi yang menyertai. Kasus yang tanpa disertai komplikasi
seringkali dapat berobat jalan saja, namun pada kasus yang disertai komplikasi
harus dengan terapi pembedahan. Pada pasien yang tidak stabil drainase
perkutaneus kolesistostomi transhepatik dapat sangat membantu. Antibiotik dapat
diberikan untuk mengatasi infeksi. Terapi definitifnya diantaranya: kolesistektomi
disertai penempatan alat drainase, dan bila terdapat batu maka ERCP juga
merupakan cara terbaik.
Pasien kolesistitis yang rawat inap dan akan dioperasi sebaiknya tidak
mendapat asupan makanan peroral kecuali bila kolesisititisnya tanpa komplikasi,
pasien masih diijinkan makan dalam bnetuk cair serta rendah lemak per oral
hingga tiba saatnya operasi.
Terapi awal pemberian antibiotik
Untuk kolesistitis akut terapi awal meliputi pengistirahatan usus (bowel rest),
hidrasi intravena, koreksi elektrolit, analgesia dan antibiotik intravena.
Berdasarkan rekomendasi Sanford , dapat diberikan ampisilin/sulbactam dengan
dosis 3 gram/6 jam IV, cefalosporin generasi ketiga atau metronidazole dengan
dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg/6 jam. Pada kasus-kasus yang telah
lanjut dapat diberikan imipenem 500 mg/6 jam IV. Bila terdapat mual dan muntah
dapat diberikan antiemetik atau dipasang NGT. Pemberian CCK secara intravena
23
dapat membantu merangsang pengososngan kandung empedu dan mencegah statis
aliran empedu lebih lanjut. Pasien-pasien dengan kolesistitis akut tanpa
komplikasi yang hendak dipulangkan harus dipastikan tidak demam dengan
tanda-tanda vital yang stabil, tidak terdapat tanda-tanda obstruksi pada hasil
laboratorium dan USG, penyakit-penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes
melitus) telah terkontrol. Pada saat pulang, pasien diberikan antibiotik yang sesuai
sepertlevofloxasin 1x500 mg Po dan metronidazol 2x500 mg Po, antiemetik dan
analgesik yang sesuai.2
3.9.2 Terapi Bedah
Kolesistektomi laparoskopi merupakan terapi bedah standar untuk kolesistitis.
Kolesistektomi dini yang dilakukan 72 jam setelah pasien masuk RS memberikan
keuntungan dari siis medis maupun sosioekonoi. Pada pasien yang hamil,
kolesistektomi laparoskopi dinyatakan aman untuk semua umur kehamilan namun
paling aman pada trimester kedua.
Ct Scan yang dilakukan 72 jam sebelum operasi sangat membantu mendeteksu
adanya kolesistitis gangrenosa yang ditandai dengan defek dinding pada kandung
empedu, cairan di perikolesistik dan tidak ditemukan adanya defek batu empedu.
Kontraindikasi untuk kolesistektomi laparoskopi adalah:
Berisiko tinggi pada anastesi umum
Obesitas berat
Ada tanda perforasi kandung empedu seperti: abses, peritonitis dan fistula.
Batu empedu raksasa atau keganasan
Penyakit hati stadium akhir yang disertai hipertensi porta dan koagulasi
berat
Syok septic akibat kolangitis, pankreatitis akut
4.0 Prognosis Kolesistitis Akut
Kolesistitis tnpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik dengan tingkat
kematian yang sangat rendah. Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut
memiliki remisi lengkap dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25-30 % pasien
24
memrlukan operasi atau menderita bebrapa komplikasi. Komplikasi yang sering
terjadi seperti perforasi/gangren menyebabkan prognosis menjadi kurang
menguntungkan. Perforasi terjadi pada 10-15% kasus. Pasien dengan kolesistitis
acalculus memiliki angka kematian berkisar antara 10-50%, jauh melebihi
perkiraan motalitas 4% pada pasien dengan kolesistitis calculus. Pada pasien yang
sakit parah dengan kolesistitis acalculu disertai perforasi atu gangren, angka
kematian bisa mencapai 50-60%.
BAB IV
25
PENUTUP
Kolesistitis akut adalah peradangan pada kandung empedu yang biasanya
disebabkan oleh obstruksi pada duktus sistikus yang disebabkan oleh batu.
Respon peradangan ini menyebabkan inflamasi mekanik dari peningkatan tekanan
intralumen, inflamasi kimia dari pelepasan lisolesitin, inflamasi bakteri yang
terjadi pada 50-85% pada kolesistitis akut. Gejalanya berupa nyeri abdomen yang
akut pada kuadran kanan atas dan bisa menjalar ke punggung, ke daerah diantara
kedua skapula atau ke depan dada. Rasa ini terjadi sekunder karena inflamasi dan
iritasi serabut saraf. Mual dan muntah yang dipicu oleh respon inflamasi. Demam
dengan derajat rendah (subfebris) yang terjadi sekunder setelah inflamasi. Ikterus
akibat obstruksi dari duktus koledokus oleh batu.
Pada kolesistitis akut, inflamasi dinding kandung empedu biasanya terjadi
setelah terdapat batu empedu yang terjepit didalam duktus sistikus. Jika aliran
empedu tersumbat, kandung empedu akan mengalami inflamsi dan distensi.
Pertumbuhan bakteri biasanya Escherichia coli dapat turut menyebabkan
inflamasi. Edema kandung empedu (dan kadang-kadang duktus sistikus) akan
menyumbat aliran empedu dan keadaan ini menimbulkan irirtasi kimia pada
kandung empedu. Sel-sel dalam dinding kandung empedu dapat kekurangan
oksigen dan mati ketika organ yang mengalami distensi tersebut menekan
pembuluh darah dan mengganggu aliran darah. Sel-sel yang mati akan
mengelupas sehingga kandung empedu akan melekat pada struktur disekitarnya.7
DAFTAR PUSTAKA
26
1. Mittchell, Kumar, Abbas dan Fausto. 2008. Buku Saku Dasar Patologis
Penyakit Robbins Dan Cotran. Alih bahasa, Andry Hartono: editor bahasa
Indonesia, Inggrid Tania Ed. 7. Jakarta: EGC
2. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Interna Publising: Jakarta
3. Oddsatir M,Hunter Jhon G. Gallbladder and the Extra hepatic Biliary
System in: Schawrtz’s Principles of Surgery. McGraw-Hill & Companies
2007, 8th edition Chapter 31: 821-844.
4. Toouli James and Bhandari Mayank, Anatomy and Physiology of the
Biliary tree and Gallbladder and Bile ducts, in, Diagnosis and Treatment
Blackwell Publishing 2006, Second Edition. Chapter I : 3-20
5. Nakeeb A, Ahrendt SA, Pitt HA, Calculous Biliary Disease In Mulhoulend
M, Lillemoe KD, Doherty GM, Maier Ronald V, Upchurch GR,
Greenfield’s surgery : Scientific principles and practise : 4th Edition.
Lippincott William & Wilkins,2006;62:978- 983.
6. Verbesey Jennifer E, Desmond H.Birket. Common Bile Duct Exploration
for Choledecholithiasis in : Surgical Clinics of North American. Elsevier
Saunders 2008, volume 88:1315-1328.
7. Kowalak, Jenifer p. 2013. Buku ajar Patofisiologi. Alih bahasa, Andry
Hartono: Jakarta. EGC
27