case report
TRANSCRIPT
CASE REPORT
PENINGKATAN KASUS TB BTA POSITIF DI PUSKESMAS GENUK
TAHUN 2012-2013 DENGAN PENDEKATAN HL.BLUM
Untuk Memenuhi Sebagian PersyaratanDalam Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan MasyarakatDi Puskesmas Genuk
Disusun oleh :
Biena Munawa Hatta 01.200.4102
Dyah Retnayati 01.209.5888
Rina Purnamasari 01.209.6006
Rezky Tiresa
Yulia Utami Anggraini 01.209.6051
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS PENINGKATAN KASUS TB BTA POSITIF DI
PUSKESMAS GENUK TAHUN 2012-2013
DENGAN PENDEKATAN HL BLUM
Telah DisahkanSemarang, September 2013
Mengetahui
Kepala Puskesmas Genuk
dr. Reni Ervina
Pembimbing KepanitraanIKM
dr. S. Maolana
Kepala Bagian IKM FK Unissula
dr. Budioro Broto Saputro, MPH
Semarang, September 2013
Fakultas KedokteranUniversitas Islam Sultan Agung
ii
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN …………......................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................... 2
1.3. Tujuan Pengamatan …........................................................... 2
1.3.1. Tujuan Umum............................................................. 2
1.3.2. Tujuan Khusus............................................................ 3
1.4. Manfaat .................................................................................. 3
BAB II ANALISA SITUASI........................................................................ 4
2.1 Cara dan Waktu Pengamatan................................................. 4
2.2 Status Penderita...................................................................... 4
2.3 Data Pasien............................................................................. 4
2.3.1 Anamnesa ………………......................................... 5
2.3.2 Pemesriksaan Fisik ……………………………....... . 6
2.3.3 Terapi...................…………………………………... 6
iv
2.4 Hasil Analisa pendekatan HL Blum …….............................. 7
2.4.1 Data Genetik........ …………………………………… 7
2.4.2 Data Perilaku ………………………………………… 7
2.4.3 Data Lingkungan ……………………………………... 9
2.4.4 Data Pelayanan Kesehatan...................………………. 12
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................. 16
3.1. Gambaran Proses dan Masalah yang diamati ….…............... 16
3.2. Uraian Temuan……………………………………………… 16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 28
4.1 Kesimpulan............................................................................... 28
4.1.1 Faktor Perilaku..............................…………………….. 28
4.1.2 Faktor Lingkungan..................... ……………………… 28
4.1.3 Faktor Pelayanan Kesehatan ……………………........... 29
4.2 Saran.......................................................................................... 29
4.2.1 Saran untuk pasien........………………………………… 29
4.2.2 Saran untuk keluarga ………………………………....... 30
4.2.3 Saran untuk puskesmas.................................................... 30
BAB V PENUTUP........................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 34
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Checklist survei PHBS........................................................ 8
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Dokumentasi kegiatan.......................................................................... 36
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mycobacterium tuberculosis yang menjadi bakteri penyebab penyakit
tuberculosis atau TB telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Walaupun
pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Penyakit tuberkulosis
(TBC) adalah penyakit infeksi menular yang merupakan masalah kesehatan
masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Menurut Global Tuberculosis
Control tahun 2011 jumlah pasien tuberkulosis di Indonesia merupakan ke- 4
terbanyak di dunia. Insidensi kasus TB BTA positif di Indonesia adalah 110
per 100.000 penduduk (Simamora dkk, 2010).
Puskesmas Genuk Sari Semarang membawahi sekitar 39.657 penduduk
di wilayah kerja sejumlah 7 kelurahan yang dapat diartikan ada 40 kasus baru
setiap tahunnya atau 10 kasus setiap tri wulan dengan sasaran penemuan > 75
%. Angka temuan kasus TB BTA positif pada tahun 2012 dewasa berjumlah
16 kasus dan anak berjumlah 18 kasus, sedangkan angka temuan kasus TB
BTA positif tahun 2013 Januari-Agustus didapatkan dewasa berjumlah 19
kasus dan anak berjumlah 12 kasus.
Besaran masalah yang dihadapi dirasa cukup besar terkait dengan
tingginya angka kematian akibat TB di Indonesia yaitu 250 orang setiap
1
2
harinya dan tingginya penemuan kasus baru sebesar 1.447 orang setiap
harinya Penyakit tuberkulosis juga menjadi penyebab kematian tertinggi
kedua di Indonesia setelah stroke. (Depkes RI, 2010). Kondisi ini sangat kritis
bila tidak ditangani dengan strategi yang tepat.
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian penularan TB
paru adalah kepadatan rumah-rumah penduduk. Rumah-rumah yang
berdempetan menyebabkan ventilasi rumah kurang baik atau kurang optimal
serta pencahayaan menjadi kurang karena tertutup oleh rumah penduduk di
sebelahnya. Luasnya rumah yang tidak memenuhi standar yaitu 1 orang 8 m²
juga berpengaruh terhadap tingginya penularan TB di dalam rumah.
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu indikator keberhasilan MDGs
yang harus dicapai oleh Indonesia, yaitu menurunkan angka kesakitan dan
angka kematian menjadi setengahnya di tahun 2015. Berdasarkan baseline
data tahun 1990 dan pencapaian di tahun 2010, Indonesia telah berhasil
menurunkan insidens, prevalens, dan angka kematian. Insidens berhasil
diturunkan sebesar 45% yaitu 343 per 100.000 penduduk menjadi 189 per
100.000 penduduk. Prevalensi dapat diturunkan sebesar 35% yaitu 443 per
100.000 penduduk menjadi 289 per 100.000 penduduk dan angka kematian
diturunkan sebesar 71% yaitu 92 per 100.000 penduduk menjadi 27 per
100.000 penduduk (Depkes RI, 2010). Menurut WHO estimasi insidence rate
untuk pemeriksaan dahak didapatkan basil tahan asam (BTA) positif adalah
115 per 100.000 (Pranowo, 2008).
3
Penulis ingin mengetahui dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab
meningkatnya angka kejadian penderita TB paru di puskesmas genuk dari
tahun 2012 ke tahun 2013, kepada Ny. S berdasarkan pendekatan H.L. Blum.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah faktor penyebab meningkatnya kasus penderita TB paru di
puskesmas genuk pada tahun 2012 ke tahun 2013 ?
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
meningkatnya kasus kejadian penyakit tuberkolusis di puskesmas genuk
pada tahun 2012 ke tahun 2013 pada Ny. S berdasarkan pendekatan
H.L. Blum.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Memperoleh informasi mengenai faktor-faktor seperti faktor
lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan dan faktor
genetik yang mempengaruhi terjadinya penyakit Tuberkulosis
pada Ny. S
1.3.2.2 Memperoleh informasi mengenai faktor-faktor seperti faktor
lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan dan faktor
genetik yang mempengaruhi meningkatnya kasus TB paru
pada tahun 2012 ke tahun 2013.
4
1.4 Manfaat
1.4.1 Membantu penyembuhan penyakit tuberkulosis pada Ny. S.
1.4.2 Dapat mencegah penularan penyakit tuberkulosis ke keluarga
atau orang lain
BAB II
ANALISIS SITUASI
3.1 CARA DAN WAKTU PENGAMATAN
Cara pengamatan dilakukan dengan pengumpulan data primer dari wawancara
dan data sekunder dengan menggunakan rekam medik. Pengamatan dilakukan
dalam satu tempat yaitu di rumah penderita (home visite) untuk mencari faktor
yang mempengaruhi kesakitan yaitu tanggal 8 September 2013.
3.2 STATUS PENDERITA
Identitas pasien
Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Alamat : Genuk Sari RT 2 RW 06 no 56
Tanggal mulai berobat : 17 Maret 2013
5
6
3.2.1. Anamnesa
3.2.2.
Keluhan utama
Batuk.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh batuk lama yang tidak kunjung sembuh selama
2 bulan. Pasien masih mau makan dan minum seperti biasa.
Sekarang penderita sedang menjalani pengobatan TB tiap bulan
(kontrol) di Puskesmas Genuk, karena merupakan akses
pelayanan terdekat.
Riwayat Penyakit Dahulu
◦ Penderita belum pernah menderita sakit seperti ini
sebelumnya.
◦ Penderita tidak mempunyai penyakit lain.
Riwayat Keluarga
Tidak ada riwayat sakit yang sama dalam keluarga. Suami
pasien memiliki riwayat batuk lama namun belum diperiksa dan
belum diketahui memiliki sakit yang sama dengan pasien atau
tidak.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai buruh pabrik. Tinggal serumah dengan
suami dan anak. Suami bekerja sebagai buruh pabrik.
7
Penghasilan tiap bulannya sekitar Rp. 1.500.000,-. Biaya
pengobatan ditanggung sendiri (umum). Kesan ekonomi :
Kurang.
3.2.3. Pemeriksaan Fisik:
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Kompos mentis
- Status gizi : Baik
- TD : 120/90 mmHg
- Nadi : 80x/mnt
- RR : 20x/mnt
- Suhu : 36,8 o C
- Kepala : Dalam batas normal
- Mulut : Dalam batas normal
- Leher : Dalam batas normal
- Thorax :
- Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+). Ronkhi (-/-)
- Cor : BJ I/II Reguler
- Abdomen : Supel, nyeri tekan Epigastrik (-), hepar/
lien tidak teraba, peristaltik usus normal, timpani.
- Ektremitas : Dalam batas normal
Pemeriksaan Laboratorium
BTA SPS (++).
8
3.2.4. Terapi
FDC (Fixed Dose Combination) + B6 + Ekspektoran GG
3.3 HASIL ANALISA PENDEKATAN H.L. BLUM
3.3.1 Data Genetik
Ny. S tidak mempunyai penyakit genetik turunan yang mempengaruhi proses
patologi TB.
3.3.2 Data Perilaku
o Ny. S dan keluarga tidak tahu cara penularan dan perilaku-perilaku
pencegahan TB.
o Ny. S saat batuk atau bersin tidak menutup mulutnya dan membuang
ludah atau dahak di halaman rumah dan tempat sampah.
o Ny. S dan keluarga tidak tahu batuk seperti apa yang perlu pengobatan
dokter.
Ibu AyahIbuAyah
Pasien Suami Pasien
Anak Pasien
9
o Ny. S dan keluarga masih belum melakukan 6 dari 10 indikator PHBS
yaitu mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat,
memberantas jentik sekali seminggu, makan buah dan sayur setiap hari,
merokok di rumah, dan aktivitas fisik setiap hari.
o Ny. S dan anggota keluarga tidak makan dengan menu gizi seimbang.
Sehari-hari biasanya makan nasi, sayur, tempe, tahu dan gorengan.
Tabel 1. Checklist survei PHBS
No Indikator Ya Tidak
1 Tidak merokok dalam rumah V
2 Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan V
3 ASI Eksklusif V
4 Penimbangan balita setiap bulan V
5 Olah raga teratur V
6 Menu gizi seimbang V
7 Mencuci tangan pakai sabun V
8 Jamban sehat V
9 Pemberantasan jentik setiap minggu V
10 Menggunakan air bersih V
10
3.3.3 Data Lingkungan
3.3.3.1 Data Individu :
Pasien sebagai buruh pabrik, pasien tinggal bersama anak dan
suami. Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini.
3.3.3.2 Lingkungan Rumah
o Kepadatan hunian rumah
Rumah pasien luasnya ± 3 m x 6 m =18 m2 yang dihuni
oleh 3 orang sehingga didapatkan kepadatan rumah 6 m2/orang.
o Luas ventilasi
Rumah pasien tidak memiliki ventilasi di seluruh bagian
ruangan.
o Jendela dan pencahayaan
Jendela hanya terdapat 2 buah dengan ukuran 0,5 m x 1 m
terletak di ruang tamu atau bagian rumah paling depan. Jendela
hanya berupa kayu yang tidak tembus cahaya dan dapat dibuka.
Ruang-ruang lainnya tidak mendapat pencahayaan yang cukup
dan cenderung gelap bahkan saat siang hari.
o Tempat pembuangan sampah
Tempat pembuangan sampah di dapur berupa tempat
sampah plastik 1 buah. TPA di tanah kosong di lingkungan
11
rumah. Jarak sekitar 50 meter dari rumah. Sampah di TPA
diangkut oleh truk sampah. Di halaman dan lingkungan sekitar
terdapat sampah yang berserakan.
o Jamban keluarga
Jamban ada 1 di luar rumah, tersedia air artesis namun
tidak tersedia sabun. Salurannya bermuara ke septictank. Ruangan
berukuran 1,5 x 1 m. Dinding tidak kedap air. Tidak tersedia
sabun dan saluran pembuangan kotoran bermuara ke parit.
o Air bersih
Keluarga mendapat pasokan air bersih dari artesis.
o SPAL
SPAL tersedia namun mengarah ke parit.
o Adanya vektor
Banyak terdapat tikus, nyamuk, dan kecoa di sekitar lingkungan
rumah.
o Keadaan lingkungan rumah
Lantai rumah masih tanah dan belum ada yang di semen.
Dinding rumah terbuat dari kayu. Atap terbuat dari genteng tanpa
pelapon. Pintu rumah pasien sering tertutup. Rumah pasien
12
menempel bergabung dengan rumah saudara pasien. Lingkungan
sekitar rumah tidak padat namun kurang terjaga kebersihannya.
3.3.3.3 Ipoleksosbud (lmu pengetahuan dan teknologi, Politik atau
kebijakan pemerintah, Sosial ekonomi, dan Budaya)
Ilmu pengetahuan di lingkungan sekitar tempat tinggal
tentang TB masih kurang walaupun untuk ilmu pengetahuan
tenaga medis di Puskesmas sudah cukup karena berpedoman pada
WHO dan Kemenkes. Teknologi di sekitar lingkungan sudah
cukup baik karena termasuk daerah perkotaan. Masyarakat sekitar
sudah mempunyai Jamkesmas dan mengikuti program TB yang
gratis dari pemeriksaan hingga pengobatan. Hal ini menurut Ny. S
sangat membantu.
Ekonomi keluarga Ny. S kurang. Suami bekerja sebagai
buruh pabrik dan Ny. S juga bekerja sebagai buruh pabrik. Biaya
pengobatan ditanggung umum. Sosialisasi di lingkungan Ny. S
sangat erat dan strata sosial diantara tetangga adalah setara.
3.3.3.4 Masyarakat
Keluarga pasien hubungan dengan tetangganya baik.
Tetangga dekat pasien tidak ada yang menderita TB BTA (+).
3.3.3.5 Data Akses Pelayanan yang Terdekat
13
Akses ke Puskesmas sudah baik dan terjangkau dengan
jarak sekitar 10 menit perjalanan dan jalan sudah diaspal dan
sebagian dipaving. Cara tempuh dengan naik sepeda motor.
3.3.4 Data Pelayanan Kesehatan
3.3.4.1 Input 5 M
Tim Program TB terdiri dari 5 orang yaitu 1 orang pemegang
program TB, 3 orang dokter umum, dan 1 orang analis. Petugas-petugas
tersebut sudah bertahun-tahun bekerja dan mendapatkan materi tentang TB
setiap tahun sebanyak 3 kali dari B2P, DKK, dan Dinkesprov.
Pembiayaan dari APBD II dan BOK (Bantuan Operasional
Kesehatan) yang diurus oleh bagian keuangan Puskesmas Genuk Sari. Alat
dan bahan untuk pemeriksaan sputum tersedia lengkap yang secara berkala
di-dropping oleh DKK. Alat dikalibrasi berkala oleh pemegang program.
Tidak ada masalah pada input.
3.3.4.2 Proses P 1
Perencanaan berasal dari kepala Puskesmas yang mendapat laporan
mingguan dari bagian W2 dan laporan bulanan dari pemegang program TB.
Kepala Puskesmas membagi perbagian untuk pengendalian TB dimana
pemegang program mendapat peran paling besar. Bagian lainnya ialah
Promkes serta Higiene Sanitasi.
3.3.4.3 Proses P 2
Organisasi terdiri dari kepala Puskesmas dan membawahi pemegang
program TB, pemegang wilayah binaan, Promkes, Imunisasi dan Higiene
14
Sanitasi yang berkedudukan setara atau bermitra. Alur pelaksanaan diawali
dengan pasien datang dan mendaftar. Dokter memeriksa dan menentukan
suspek yang selanjutnya diperiksa sputum SPS. Sputum yang didapat
langsung diperiksa oleh Analis di laboratorium dengan prosedur yang sudah
tepat. Hasil akan menentukan apakah pasien berlanjut diterapi sesuai
regimen dan kategori TB.
3.3.4.4 Proses P 3
Pengevaluasian dilakukan berdasarkan laporan dari W2 berupa
laporan mingguan dan pemegang program berupa laporan bulanan. Evaluasi
meliputi cakupan penemuan, angka kesembuhan, presentasi suspek dengan
BTA postif dan sebagainya. Pengendalian dilakukan dengan
mempertahankan kualitas pelayanan yang sudah ada.
3.3.4.5 Promotif
Ny. S dan keluarga belum pernah sama sekali mendapat penyuluhan
atau edukasi tentang TB. Puskesmas Genuk dalam aspek promotif
melakukan kegiatan penyuluhan TB setahun 2 kali yang bertempat di
Puskesmas Genuk sendiri. Puskesmas juga mempunyai kepanjangan tangan
di masyarakat berupa kader kesehatan.
3.3.4.6 Preventif
Ny. S tidak diimunisasi BCG waktu kecil dan belum pernah
dikunjungi petugas kesehatan sebelum dirinya sakit TB. Puskesmas Genuk
menyelenggarakan preventif untuk TB melewati imunisasi BCG. Petugas
15
imunisasi sudah terlatih dan berkecimpung dalam bidangnya sudah
bertahun-tahun. Petugas juga dilengkapi alat berupa lemari pendingin
khusus untuk menjaga kualitas vaksin. Vaksin yang disimpan secara berkala
dicek kualitasnya oleh petugas imunisasi. Pemegang program TB juga setiap
ada kasus baru melakukan PE atau kunjungan ke rumah penderita untuk
pelacakan penularan.
3.3.4.7 Kuratif
Ny. S saat ini mendapatkan obat TB sebulan sekali secara gratis dan
meminum dengan tekun dan semangat. Di Puskesmas Genuk, obat TB dan
obat lainnya diberikan oleh dokter umum dan dipantau tiap bulannya oleh
pemegang program TB
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Proses dan Masalah yang Diamati
Insidensi kasus TB BTA positif di Indonesia adalah 107 per 100.000
penduduk (Depkes RI, 2007). Puskesmas Genuk Sari Semarang membawahi
sekitar 39.657 penduduk di 4 wilayah kerjanya yang dapat diartikan ada 40
kasus baru setiap tahunnya atau 10 kasus setiap 3 bulannya dengan sasaran
penemuan untuk provinsi Jawa Tengah adalah > 75 % yaitu lebih dari 7
kasus. Angka temuan kasus TB BTA positif pada tahun 2012 dewasa
berjumlah 16 kasus dan anak berjumlah 18 kasus, sedangkan angka temuan
kasus TB BTA positif tahun 2013 Januari-Agustus didapatkan dewasa
berjumlah 19 kasus dan anak berjumlah 12 kasus.
3.2 Uraian Temuan
16
Genetik:
Tidak ada masalah
Pelayanan Kesehatan:
Input 5 M, tidak ada masalah
Proses (P1, P2, P3), tidak ada masalahPerilaku
Pengetahuan dan kesadaran kurang Perilaku PHBS dan pencegahan
penularan kurang Menganggap batuk bisa sembuh sendiri
Lingkungan
Luas rumah, kepadatan hunian, jendela, pencahayaan, ventilasi, jamban dan SPAL dibawah standar.
Ekonomi kurang Budaya salah persepsi tentang batuk lama/TB.
TB
17
Gambar 1.1. Pendekatan H.L. Blum
Berdasarkan analisa dengan pendekatan H.L Blum ditemukan faktor :
a. Genetik
o Ny. S tidak mempunyai penyakit genetik turunan yang mempengaruhi
proses patologi TB. Genetik di sini kurang beperan karena TB sendiri
bukanlah penyakit keturunan dan berkaitan dengan genetik.
b. Perilaku
o Ny. S dan keluarga tidak tahu cara penularan dan perilaku-perilaku
pencegahan TB. Hal ini menggambarkan pengetahuan yang kurang
dimana Ny. S meyakini penularan TB hanya lewat makanan atau per oral.
Ny. S saat batuk atau bersin tidak menutup mulutnya dan membuang ludah
atau dahak di halaman rumah dan tempat sampah. Pemutusan rantai cara-
cara penularan melalui udara dapat berperan besar jika penderita
mempunyai pengetahuan dan kesadaran yang tercermin pada perilaku
sehatnya, misalnya menutup mulut saat batuk dan bersin, membuang riak
atau meludah pada tempat khusus yang kemudian disterilkan atau
dihindarkan supaya tidak terjadi pencemaran bakteri ke tempat lainnya
(Woro, 2005)
o Ny. S dan keluarga masih belum melakukan 6 dari 10 indikator PHBS
yaitu mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat,
memberantas jentik sekali seminggu, makan buah dan sayur setiap hari,
18
merokok di rumah, dan aktivitas fisik setiap hari. Hal ini menunjukkan
perilaku Ny. S masih belum memenuhi standar PHBS. Perilaku yang tidak
sehat akan menurunkan imunitas seseorang yang mengakibatkan mudah
tertular TB.
c. Lingkungan
o Kepadatan hunian rumah
Luas rumah ± 18 m2 yang dihuni oleh 3 orang rumah atau 6
m2/orang. Hal ini tidsk baik karena kepadatan penghuni yang memenuhi
syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah
penghuni >10 m²/orang (Lubis, 1989). Penelitian sebelumnya oleh
Daryatno tahun 2000 di Semarang mendapatkan bahwa kepadatan hunian
yang padat atau < 10 m²/orang, ada kaitannya dengan kejadian TB paru
(Daryatno, 2000).
o Luas ventilasi
Rumah pasien tidak memiliki ventilasi. Luas ventilasi kurang
karena luas ventilasi alamiah yang permanen seharusnya dirancang 10 %
dari luas lantai (Depkes, 1999).
Menurut Notoatmodjo (2003) luas ventilasi rumah yang < 10 %
dari luas lantai akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen,
bertambahnya konsentrasi karbondioksida, menyebabkan peningkatan
kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit
19
manusia. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik
untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk
kuman tuberkulosis.
Selain itu, fungsi ventilasi adalah untuk membebaskan udara
ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis,
karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang
terbawa oleh udara akan selalu mengalir (Notoatmodjo, 2003).
o Jendela dan pencahayaan
Jendela hanya terdapat 2 buah dengan ukuran 0,5 m x 1 m terletak
di ruang tamu atau bagian rumah paling depan. Jendela hanya berupa kayu
yang tidak bisa dibuka dan tidak tembus cahaya. Ruang-ruang lainnya
tidak mendapat pencahayaan yang cukup dan cenderung gelap bahkan saat
siang hari.
Hal ini menunjukkan pencahayaan yang kurang karena
pencahayaan alam dan atau buatan yang langsung maupun tidak langsung
harus menerangi seluruh ruangan dengan intensitas minimal 60 luS dan
tidak menyilaukan (Depkes, 1999).
Hubungan pencahayaan dengan TB adalah bakteri TB akan mati
jika terpapar cahaya matahari secara langsung selama 6-8 jam dan cahaya
ruangan selama 4 hari. Bakteri TB dapat bertahan berminggu-minggu atau
berbulan-bulan dalam ruangan yang gelap (Crofton, 2002).
20
o Tempat pembuangan sampah
Tempat pembuangan sampah di dapur berupa tempat sampah
plastik 1 buah. TPA di tanah kosong di lingkungan rumah. Jarak sekitar 50
meter dari rumah. Sampah di TPA diangkut oleh truk sampah. Di halaman
dan lingkungan sekitar terdapat sampah yang berserakan. Hal ini sudah
cukup baik karena jarak rumah dengan TPA tidak terlalu dekat dan
sampah tidak menutup saluran air atau mengotori lingkungan, namun
lingkungan sekitar terdapat sampah yang berserakan. Belum ada penelitian
yang menghubungkan sampah dengan TB.
o Jamban keluarga
Jamban ada 1 di luar rumah, tersedia air artesis namun tidak
tersedia sabun. Salurannya bermuara ke septictank. Ruangan berukuran
1,5 x 1 m. Dinding tidak kedap air. Jamban masih belum sehat karena
tidak tersedia sabun. Belum ada penelitian maupun teori yang
menghubungkan jamban dengan TB.
o Air bersih
Keluarga mendapat pasokan air bersih dari artesis. Hal ini sudah
cukup bagus dan belum ada penelitian maupun teori yang menghubungkan
air bersih dengan TB.
o SPAL
21
SPAL tersedia namun mengarah ke parit. Hal ini tidak sehat karena
saluran air limbah langsung ke parit dimana hal ini akan mencemari
lingkungan. Belum ada teori maupun penelitian yang menghubungkan
SPAL terhadap TB.
o Adanya vektor
Banyak terdapat tikus, nyamuk, dan kecoa di sekitar lingkungan
rumah. Hal ini pertanda buruknya pengendalian vektor penyebab penyakit.
Belum ada teori atau penelitian vektor terhadap TB.
o Keadaan lingkungan rumah
Lantai rumah masih tanah dan belum ada yang di semen. Dinding
rumah terbuat dari kayu. Atap terbuat dari genteng tanpa pelapon. Pintu
rumah pasien sering tertutup. Rumah pasien menempel bergabung dengan
rumah saudara pasien. Lingkungan sekitar rumah tidak padat namun
kurang terjaga kebersihannya.. Tetangga dekat pasien tidak ada yang
menderita TB BTA (+).
o Ipoleksosbud (lmu pengetahuan dan teknologi, Politik atau kebijakan
pemerintah, Sosial ekonomi, dan Budaya)
Ilmu pengetahuan di lingkungan sekitar tempat tinggal tentang TB
masih kurang walaupun untuk ilmu pengetahuan tenaga medis di
Puskesmas sudah cukup karena berpedoman pada WHO dan Kemenkes.
Teknologi di sekitar lingkungan sudah baik karena termasuk daerah
22
perkotaan. Akses ke Puskesmas sudah baik dan terjangkau dengan jarak
sekitar 10 menit perjalanan dan jalan sudah diaspal dan sebagian dipaving.
Masyarakat sekitar sudah mempunyai Jamkesmas dan mengikuti
program TB yang gratis dari pemeriksaan hingga pengobatan. Hal ini
menurut Ny. S sangat membantu.
Ekonomi keluarga Ny. S kurang. Suami bekerja sebagai buruh
pabrik dan Ny. S sendiri bekerja sebagai buruh pabrik. Sosialisasi di
lingkungan Ny. S sangat erat dan strata sosial diantara tetangga adalah
setara.
Berdasarkan Penelitian oleh Media tahun 2011, dimana budaya
masyarakat masih beranggapan bahwa penyebab penyakit TB adalah
berkaitan dengan hal-hal yang gaib atau magik. Data dari Depkes (2001)
juga mengungkapkan bahwa sebagian masyarakat masih ada yang
beranggapan bahwa penyakit TB Paru terjadi akibat dibuat oleh orang lain.
Terutama ketika penyakit tersebut sudah mencapai stadium lanjut,
sehingga penderita batuk keras disertai dahak berdarah. Apabila
kondisinya sudah demikian, maka segera muncul anggapan bahwa
penyakit tersebut dikirimkan oleh orang lain untuk mencelakakan
penderita. Tentunya jika demikian maka mereka akan berobat ke orang
pintar atau berpasrah dan beribadah untuk memhon kesembuhan.
Penelitian Media tahun 2011 menganggap beberapa aspek yang
turut melatarbelakangi rendahnya cakupan penemuan penderita TB Paru di
23
wilayah kerja Puskesmas Padang Kandis adalah aspek ekonomi yang
kurang, pengetahuan yang kurang, persepsi salah akan layanan kesehatan,
kebiasaan dan kepercayaan masyarakat serta akses ke pelayanan kesehatan
(Media, 2011).
d. Pelayanan Kesehatan
o Input
Tim Program TB terdiri dari 5 orang yaitu 1 orang pemegang
program TB, 3 orang dokter umum, dan 1 orang analis. Petugas-petugas
tersebut sudah bertahun-tahun bekerja dan mendapatkan materi tentang TB
setiap tahun sebanyak 3 kali dari B2P, DKK, dan Dinkesprov. Dari
Dinkesprov diadakan audit secara berkala tentang tingkat pengetahuan,
sikap, dan kinerja petugas TB yang dari hasilnya disebutkan oleh pemegang
program cukup memuaskan.
Pembiayaan dari APBD II dan BOK (Bantuan Operasional
Kesehatan) yang diurus oleh bagian keuangan Puskesmas Genuk Sari. Alat
dan bahan untuk pemeriksaan sputum tersedia lengkap yang secara berkala
di-dropping oleh DKK. Alat dikalibrasi berkala oleh pemegang program.
Pemegang program langsung bertanggung jawab pada kepala Puskesmas.
Tidak ada masalah pada input.
o Proses
Perencanaan berasal dari kepala Puskesmas yang mendapat laporan
mingguan dari bagian W2 dan laporan bulanan dari pemegang program TB.
Kepala Puskesmas membagi perbagian untuk pengendalian TB dimana
24
pemegang program mendapat peran paling besar. Bagian lainnya ialah
Promkes serta Higiene Sanitasi.
Organisasi terdiri dari kepala Puskesmas dan membawahi pemegang
program TB, pemegang wilayah binaan, Promkes, Imunisasi dan Higiene
Sanitasi yang berkedudukan setara atau bermitra. Alur pelaksanaan diawali
dengan pasien datang dan mendaftar. Dokter memeriksa dan menentukan
suspek yang selanjutnya diperiksa sputum SPS. Sputum yang didapat
langsung diperiksa oleh Analis di laboratorium dengan prosedur yang sudah
tepat. Hasil akan menentukan apakah pasien berlanjut diterapi sesuai
regimen dan kategori TB.
Pengevaluasian dilakukan berdasarkan laporan dari W2 berupa
laporan mingguan dan pemegang program berupa laporan bulanan. Evaluasi
meliputi cakupan penemuan, angka kesembuhan, presentasi suspek dengan
BTA postif dan sebagainya. Pengendalian dilakukan dengan
mempertahankan kualitas pelayanan yang sudah ada.
Masalah yang dihadapi terutama pada pelaksanaan pengambilan
sampel dimana sering pasien suspek membawa sampel sputum yang kurang
baik seperti volume dahak tidak mencukupi, sampel hanya berupa air liur
saja, dahak tidak bisa keluar dan sebagainya.
Masalah diatas beralasan karena untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan sputum BTA yang valid diperlukan spesimen dahak yang
berkualitas meliputi dahak harus mukopurulen kuning kehijauan (bukan
ludah), dikeluarkan dengan batuk yang dalam, jumlah volume sputum yang
25
diperlukan tidak boleh terlalu sedikit yaitu antara 3-5 ml, leukosit >25 / LPB
dan epitel <10 / LPB (Adiatma et al, 2007).
Pada penelitian sebelumnya yaitu oleh Gunadi tahun 2005
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan lama kerja petugas TB
memiliki hubungan yang signifikan dengan angka penemuan penderita TB.
Hasil penelitian oleh Maksum tahun 2005, menunjukkan adanya hubungan
yang bermakna antara pelatihan tuberkulosis yang diikuti petugas, jarak
pelayanan, jarak Puskesmas satelit ke Puskesmas rujukan mikroskopis,
metode penemuan tersangka dan supervisi wasor TB kabupaten ke
Puskesmas dengan cakupan temuan TB oleh Puskesmas.
o Promotif
Ny. S dan keluarga belum pernah sama sekali mendapat penyuluhan
atau edukasi tentang TB. Hal ini menjelaskan mengapa pengetahuan tentang
TB dan kesadaran untuk berobat yang kurang dari Ny. S. Hal demikian
mungkin berperan terhadap rendahnya angka kunjungan suspek TB.
Puskesmas Genuk dalam aspek promotif melakukan kegiatan
penyuluhan TB setahun 2 kali yang bertempat di Puskesmas Genuk sendiri.
Hal ini bisa menjadi alasan kenapa penduduk yang tidak pernah ke
puskesmas sebelumnya seperti Ny. S belum pernah mendapatkan edukasi
tentang TB. Puskesmas juga mempunyai kepanjangan tangan di masyarakat
berupa kader kesehatan yang belum diberdayakan secara maksimal.
o Preventif
26
Ny. S tidak diimunisasi BCG waktu kecil dan belum pernah
dikunjungi petugas kesehatan sebelum dirinya sakit TB. Puskesmas Genuk
menyelenggarakan preventif untuk TB melewati imunisasi BCG. Petugas
imunisasi sudah terlatih dan berkecimpung dalam bidangnya sudah
bertahun-tahun. Petugas juga dilengkapi alat berupa lemari pendingin
khusus untuk menjaga kualitas vaksin. Vaksin yang disimpan secara berkala
dicek kualitasnya oleh petugas imunisasi. Pemegang program TB juga setiap
ada kasus baru melakukan PE atau kunjungan ke rumah penderita untuk
pelacakan penularan namun dalam hal ini, Ny. S terlewat untuk discreening
saat tetangganya dikunjungi petugas.
o Kuratif
Ny. S saat ini mendapatkan obat TB sebulan sekali secara gratis dan
meminum dengan tekun dan semangat. Ny. S berterima kasih kepada
kebijakan pemerintah dan edukasi petugas TB yang memotivasi Ny. S jika
TB dapat sembuh dengan syarat tidak boleh telat minum obat. Di
Puskesmas Genuk, obat TB dan obat lainnya diberikan oleh dokter umum
dan dipantau tiap bulannya oleh pemegang program TB.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa laporan, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya TB pada kasus ini
berdasarkan pendekatan HL Blum adalah :
4.1.1. Perilaku
Kesadaran dan pengetahuan tentang batuk lama (TB)
kurang, terutama cara pencegahan dan cara
penularannya.
Kepercayaan bahwa semua penyakit batuk bisa sembuh
sendiri.
4.1.2. Lingkungan
Jendela rumah dan pencahayaan kurang. Bagian rumah
yang masih beralas tanah.
Tidak terdapat ventilasi di rumah
Ekonomi kurang
Budaya masyarakat sekitar yang menganggap TB
penyakit yang menakutkan dan memalukan.
4.1.3 Pelayanan Kesehatan
27
28
4.2. Saran
4.2.1. Untuk pasien
Makan teratur dengan gizi seimbang.
Menutup mulut saat batuk atau bersin.
Membuka semua ventilasi di rumah sepanjang hari.
Minum obat secara teratur.
Menjaga perilaku hidup bersih (menjaga kebersihan
rumah, tempat makan, tempat tidur, pakaian, kamar
mandi)
Tidak membuang ludah di sembarang tempat.
Mengganti beberapa genting tanah liat dengan genting
kaca supaya penerangan di dalam rumah cukup.
4.2.2. Untuk Keluarga
Memotivasi untuk sembuh dan mengawasi minum obat
secara langsung.
Mengingatkan pasien untuk makan teratur dan istirahat
cukup.
Keluarga ikut serta menjaga kebersihan rumah.
Menambah ventilasi udara dan dibuka dari pagi sampai
sore.
29
4.2.3. Untuk Puskesmas
Agar lebih meningkatkan kegiatan kunjungan rumah
yang dirasa efektif untuk meningkatkan pengetahuan
dan kesadaran masyarakat mengenai penyebab, akibat
dan cara penanganan TB dan dampak buat lingkungan.
Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang
resiko dan bahaya TB dan memberdayakan kader
Puskesmas dengan POA sebagai berikut :
Kegiat
an
Tujuan Sasara
n
Metode Tempat Waktu Biaya Pelaksana Indikator
Keberhasilan
Pember
dayaan
Kader
Puskes
mas
Kader
sebagai
perpanjang
an tangan
puskesmas
ke
masyarakat
diharapkan
dapat
mengubah
mindset
keluarga
tentang
penyakit
TB,
pencegaha
Seluruh
Kader
puskes
mas di
tiap-
tiap
wilayah
Penyuluha
n dan
diskusi
Puskesm
as Genuk
Sabtu,14
septembe
r 2013
( 2
minggu
sekali)
BOK
(biaya
operasion
al
Kesehata
n)
Pemegang
program TB
puskesmas
genuk dan
Dokter
Muda FK
Unissula
Kuosioner
tentang penyakit
TB,
pencegahan,
penularan dan
pengobatannya.
Dilakukan 2
minggu setelah
kegiatan
penyuluhan
rutin.
30
n,
penularan
dan
pengobata
nnya
Penyul
uhan
TB
Meningkat
kan
pengetahua
n
masyarakat
mengenai
penyakit
TB
Semua
pengun
jung
puskes
mas
genuk
Penyuluha
n dan
Diskusi
Puskesm
as Genuk
Senin ,9
Septemb
er 2013
(Seming
gu dua
kali)
BOK
(Biaya
Operasio
nal
Kesehata
n)
Pemegang
progam TB
dan Dokter
Muda FK
Unissula
Angka
Penemuan
suspek TB bulan
september 30
orang (10 x
Target BTA
positif tiap
bulan)
BAB V
PENUTUP
Demikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil peninjauan pada
penderita TB di Puskesmas Genuk. Kami menyadari bahwa kegiatan ini sangat
penting dan bermanfaat bagi para calon dokter, khususnya yang kelak akan terjun
di masyarakat sebagai Health Provider, Decision Maker, dan Communicator
sebagai wujud peran serta dalam pembangunan kesehatan.
Akhir kata kami berharap laporan ini bermanfaat sebagai bahan masukan
dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Genuk.
31
DAFTAR PUSTAKA
Adiatma, T.Y., Kamso, S., Basri, C., Surya, A., 2007, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2007 : 17-35
Crofton, J., 2002, Tuberkulosis Klinis, Edisi Kedua, Widya Medika, Jakarta.
Daryatno. 2000. Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kejadian Tb Paru., Balitbangkes. Jakarta
Departemen Kesehatan, 1999, Survey Kesehatan dan Rumah Tangga tahun 1999., BaliTBangkes, Jakarta.
Departemen Kesehatan, 2001. Buku Pedoman Penyusunan Strategi KIE. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman., Jakarta
Departemen Kesehatan, 2007, ARRIF : Pedoman Manajemen Peran Serta Masyarakat, Jakarta.
Depkes, 2012, Tuberkolusis Masih Merupakan Masalah Kesehatan Penting Di Dunia dan Indonesia. Dikutip dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1923-tuberkulosis-masih-merupakan-masalah-kesehatan-penting-di-dunia-dan-di-indonesia.html tanggal 5 agustus 2013.
Departemen Kesehatan, 2013, Terapkan 10 Indikator PHBS Dalam Lingkungan Keluarga dikutip dari : http://www.promkes.depkes.go.id/indeS.php/topik-kesehatan/106-terapkan-10-indikator-phbs-dalam-lingkungan-keluarga.
Gunadi, 2005, Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Angka Penemuan Penderita Tuberkulosis Paru Oleh Petugas Balai Pengobatan Puskesmas Di Kabupaten Pemalang.
Kemenkes, 2009, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/Menkes/Sk/V/2009 Tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB)., Jakarta.
Lubis, P. 1989. Perumahan Sehat, Jakarta : Depkes RI
Maksum, 2005, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Cakupan Temuan Tuberkulosis Paru Oleh Puskesmas Di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi Tahun 2004.
Media, Y., 2011, Faktor-Faktor Sosial Budaya Yang Melatarbelakangi Rendahnya Cakupan Penderita Tuberkulosis (TB) Paru Di Puskesmas Padang Kandis, Kecamatan Guguk Kabupaten 50 Kota (Provinsi Sumatera Barat), Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 39, No.3, 2011: 119 – 128
32
33
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan., PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Pranowo, Chrisanthus W. 2008. Efektivitas Batuk Efektif Dalam Pengeluaran Sputum Untuk Penemuan BTA pada pasien TB paru di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Undip : Semarang diunduh dari eprints.undip.ac.id/10476/1/artikel.pdf tanggal 6 agustus 2013.
Simamora, Vethreeany. 2010. Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkolusis Pada Pasien Tuberkolusis Paru di Instalasi Rawat Inap Blu RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO Periode Januari – Desember 2010. Unsrat : Manado
Woro, O., 2005. Tuberkulosis (TB) dan Faktor-faktor yang Berkaitan, Jurnal Epidemiology Indonesia, Volume 7 Edisi I.
34