case report (01)

82
CASE REPORT PRE-OP, DURANTE-OP, POST-OP ANESTESI PADA PASIEN SYOK HEMORAGIK DENGAN LAPAROTOMI EKSPLORASI DISUSUN OLEH : Patricia Feliani Sitohang 0961050114 Rizky Arya Widi Maza Lufi 0961050121 Pembimbing : dr. Anton, Sp. An

Upload: geraldi-ayub-fujiwan-tombe

Post on 02-Jan-2016

88 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bagus

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report (01)

CASE REPORT

PRE-OP, DURANTE-OP, POST-OP ANESTESI PADA

PASIEN SYOK HEMORAGIK DENGAN LAPAROTOMI

EKSPLORASI

DISUSUN OLEH :

Patricia Feliani Sitohang

0961050114

Rizky Arya Widi Maza Lufi

0961050121

Pembimbing :

dr. Anton, Sp. An

BAGIAN ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

KRISTEN INDONESIA

PERIODE 26 MEI 2013 – 22 JUNI 2013

Page 2: Case Report (01)

JAKARTA

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1

BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................................3

LAPAROTOMI EKSPLORAS I

1. DEFINISI ....................................................................................................3

2. INDIKASI ...................................................................................................3

3. KONTRAINDIKASI ..................................................................................4

SHOCK HEMORAGIK ..........................................................................5

DEFINISI .................................................................................................5

ETIOLOGI ...............................................................................................6

PATOFISIOLOGI ...................................................................................7

MANIFESTASI KLINIS .........................................................................8

PENATALAKSANAAN .........................................................................9

TERAPI ELEKTROLIT.............................................................................................................................15

A. Hiponatremia ...................................................................................15

B. Hipernatremia .................................................................................17

C. TRANSFUSI .....................................................................................22

ANESTESI UMUM ......................................................................................26

1. DEFINISI ..................................................................................................26

2. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN .......................................................26

3. PRE-OP .....................................................................................................27

4. DURANTE-OP .........................................................................................31

5. POST-OP ...................................................................................................39

BAB III LAPORAN KASUS ......................................................................................41

Page 3: Case Report (01)

A. IDENTITAS PASIEN ..............................................................................41

B. DATA DASAR ........................................................................................41

BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................53

Page 4: Case Report (01)

BAB I

PENDAHULUAN

Seperti diketahui oleh masyarakat bahwa setiap pasien yang akan menjalani

tindakan invasif, seperti tindakan bedah akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi

sendiri secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan

pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan

anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran secara

total. Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar.

Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa

nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang

lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap

sadar.1

Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya

kesadaran secara total, anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang

diinginkan (padasebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa

pada bagian yang lebi hluas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau

saraf yang berhubungan dengannya. Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah

satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa

menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam

operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu

penyembuhan operasi.1

Page 5: Case Report (01)

Laparotomi eksplorasi adalah metode eksplorasi abdominal, alat diagnostik

yang memungkinkan dokter untuk memeriksa organ abdominal. Prosedur ini dapat

direkomendasikan untuk pasien yang memiliki sakit perut yang tidak diketahui asalnya

atau yang telah menderita cedera abdomen. Cedera dapat terjadi sebagai akibat dari

trauma tumpul (misalnya, kecelakaan lalu lintas) atau trauma tembus (misalnya, luka

tusuk atau luka tembak, pasien dengan sakit perut akut atau yang tidak dapat dijelaskan,

dan kadang-kadang untuk staging pada pasien dengan keganasan.1,2

Karena sifat dari organ abdominal, ada risiko tinggi infeksi jika organ ruptur

atau perforasi. Laparotomi Eksplorasi digunakan untuk menentukan sumber rasa sakit

atau sejauh mana cedera dan melakukan perbaikan jika diperlukan. Anestesi umum

diperlukan untuk kasus ini.1 Pasien biasanya ditempatkan di bawah anestesi umum

selama operasi. Keuntungan untuk anestesi umum adalah bahwa pasien tetap tidak

sadar selama prosedur, tidak ada rasa sakit akan dialami juga tidak akan pasien

memiliki ingatan prosedur, dan otot pasien tetap benar-benar santai, memungkinkan

operasi lebih aman.3

Page 6: Case Report (01)

BAB II

LANDASAN TEORI

LAPAROTOMI EKSPLORASI

1. DEFINISI

Laparotomi eksplorasi adalah metode eksplorasi abdominal, alat diagnostik

yang memungkinkan dokter untuk memeriksa organ abdominal. Prosedur ini dapat

direkomendasikan untuk pasien yang memiliki sakit perut yang tidak diketahui asalnya

atau yang telah menderita cedera abdomen.

2. INDIKASI

Empat indikasi utama untuk laparotomi eksplorasi: 2

1. Acute-onset abdominal pain dan temuan klinis yang membutuhkan operasi

darurat. Dalam kondisi ini, eksplorasi laparotomi dilakukan baik untuk

mendiagnosa kondisi dan untuk melakukan prosedur terapi yang diperlukan.

a. Peritonitis

Pasien dengan gambaran klinis peritonitis mungkin memiliki

pneumoperitoneum. Biasanya terdapat perforasi viskus, paling sering

duodenum, lambung, usus kecil, sekum, atau kolon sigmoid. Laparotomi

eksplorasi dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan penyebab pasti dari

pneumoperitoneum, diikuti oleh prosedur terapeutik.

b. Obstruksi usus

Pasien dengan muntah, obstipasi, distensi abdomen dan cenderung memiliki

obstruksi usus.

Page 7: Case Report (01)

c. Intra-abdominal Collections

Pasien dengan nyeri di perut dan demam mungkin memiliki intra-abdominal

Collections. Ini biasanya dideteksi dengan cara ultrasonografi atau computed

tomography.

2. Trauma perut dengan hemoperitoneum dan ketidakstabilan hemodinamik

Pasien trauma hemodinamik tidak stabil dengan hemoperitoneum harus

menjalani laparotomi eksplorasi tanpa penundaan. Mereka cenderung memiliki

perdarahan intraperitoneal setelah cedera pada hati, limpa, atau mesenterium.

Mereka juga mungkin terkait perforasi usus yang memerlukan perbaikan

darurat.

3. Chronic abdominal pain

Ketersediaan sarana pencitraan yang baik telah membatasi penggunaan

laparotomi eksplorasi dalam kondisi ini, namun, ketika fasilitas terbatas,

laparotomi eksplorasi menjadi alat diagnostik yang penting. Pasien-pasien ini

mungkin memiliki adhesi intra-abdominal, TBC, atau tubo-ovarium patologi.

4. Penentuan stadium keganasan ovarium dan penyakit Hodgkin

Peran stadium bedah pada penyakit Hodgkin masih kontroversial, dan

rekomendasi dibatasi untuk pasien yang dapat dipertimbangkan untuk

radioterapi primer sebagai satu-satunya modalitas pengobatan.

3. KONTRAINDIKASI

Kontraindikasi utama untuk laparotomi eksplorasi adalah fisik yang tidak fit

untuk anestesi umum. peritonitis dengan sepsis berat, dan kondisi komorbiditas lainnya

yang membuat pasien tidak layak untuk anestesi umum.2

Page 8: Case Report (01)

4. KOMPLIKASI PROSEDUR

Komplikasi langsung meliputi: 2

Ileus paralitik

Abses intra-abdominal

Luka infeksi

Atelektasis paru

Fistula enterocutaneous

Komplikasi tertunda meliputi: 2

Obstruksi usus yang adhesive

Hernia insisional

SHOCK HEMORAGIK

DEFINISI

Suatu kondisi di mana jaringan tidak mampu mempertahankan metabolisme

aerobik. Keadaan terdapatnya pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada

kemampuan pengangkutan oksigen serta unsur-unsur gizi lainnya secara efekif ke

berbagai jaringan sehingga timbul cedera seluler yang mula-mula reversible dan

kemudian bila keadaan syok berlangsung lama, menjadi ireversibel.

Syok dapat terjadi oleh karena:

• Penurunan curah jantung (kardiogenik)

• Sepsis (distributif)

• Penurunan volume intravaskular (hipovolemik)

Page 9: Case Report (01)

Shock Hemoragic

Kondisi dimana tubuh kehilangan dengan cepat dan signifikan dari volume

intravascular yang dapat menyebabkan3 :

• Ketidakstabilan hemodinamik

• Penurunan pengiriman oksigen

• Penurunan perfusi jaringan

• Hipoksia seluler

• Kerusakan organ

• Kematian

ETIOLOGI

Penyebab Contoh

Antithrombotic therapy

Coagulopathies

Gastrointestinal bleeding • Esophageal varices

• Gastric and duodenal ulcerations

• Gastric and esophageal cancer

• Colon cancer

Obstetric/gynecologic • Placenta previa

• Ruptured ectopic pregnancy

• Ruptured ovarian cyst

Pulmonar • Pulmonary embolus

• Lung cancer

• Cavitary lung disease:

Page 10: Case Report (01)

tuberculosis, aspergillosis

Ruptured aneurysms

Retroperitoneal bleeding

Trauma • Lacerations

• Penetrating wounds to the

abdomen and chest

• Ruptured major vessels

PATOFISIOLOGI

Perdarahan atau kehilangan cairan yang banyak akibat sekunder dari muntah,

daire, luka bakar atau dehidrasi menyebabkan pengisian ventrikel tidak adekuat, seperti

penurunan preload berat, direfleksikan pada penurunan volume dan tekanan end

diastolic ventrikel kanan dan kiri. Perubahan ini menyebabkan syok dengan

menimbulkan isi sekucup (stroke volume) dan curah jantung yang tidak adekuat.

Keadaan ini diduga merupakan penyebab syok yang paling sering.5 Cardiac out put

akan turun karena rangsangan dari “baroreseptor” di aortic arch dan atrium. Volume

sirkulasi turun dan syaraf simpatik ke jantung dan ke organ lain akan teraktivasi,

akibatnya denyut jantung meningkat terjadinya vasokonstriksi dan redistribusi darah

dari nonvital organ seperti kulit saluran cerna dan ginjal. Secara bersamaan sistem

hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan akut ini. Dimana akan terjadi pelepasan

hormone kortikotropin yang akan merangsang pelepasan hormone glukokortikoid dan

beta endorphin.

Kelenjar pituitary posterior akan melepas vasopressin yang akan meretensi air di

tubulus ginjal. Komplek jukstamedulari akan melepas rennin , menurunkan mean

Page 11: Case Report (01)

arteriol pressure meningkatkan pelepasan aldosteron dimana air dan natrium akan

direabsorbsi kembali. Hiperglisemia sering terjadi pada perdarahan akut karena proses

glukoginesis dan glikoginesis yang meningkat akibat pelepasan aldosteron dan growth

hormone. Katekolamin dilepas kesirkulasi yang akan menghambat aktifitas dan

produksi dari insulin sehingga gula darah meningkat secara keseluruhan bagian tubuh

yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik mengikuti kondisi tersebut. Terjadi

proses autoregulasi yang luar biasa di otak dimana aliran darah akan dipertahankan

secara konstan melalui systemic mean aliran darah arterial arterial dipertahankan dalam

range yang cukup luas.

Ginjal juga mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu yang

cepat dan aliran darah pada intestinal akan turun karena mekanisme vasokonstriksi dari

splansnik. Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa

mencegah kerusakan organ organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam

pertahanan tubuh.5

MANIFESTASI KLINIS

Hipotensi yang pada orang dewasa umumnya merujuk pada tekanan arteri rata-rata

kurang dari 60 mmHg. Takikardia, oliguria, sensorium berkabut dan dingin, ekstremitas

berburik menunjukan aliran darah ke kulit berkurang. Asidosis metabolic sering

disebabkan karena kadar asam laktat darah meningkat, menunjukkan aliran darah ke

banyak jaringan yang tidak adekuat berkepanjangan. Pada syok hemoragik mempunyai

riwayat perdarahan saluran makanan atau perdarahan dari tempat lain atau tanda

kehilangan volume besar yang jelas melalui diare dan/atau muntah.

Page 12: Case Report (01)

PENATALAKSANAAN

Syok merupakan keadaan emergensi. Penatalaksaan yang optimal memerlukan

keseimbangan antara kebutuhan untuk memberikan terapi sebelum keadaan syok

menimbulkan kerusakan ireversibel pada organ vital dan kebutuhan untuk

merampungkan penilaian klinis yang diperlukan agar diperoleh pemahaman yang tuntas

terhadap penyebab keadaan syok tersebut.

Pasien syok harus ditangani di unit perawatan intensif dan harus dipantau terus

menerus dengan monitoring elektrokardiografi serta pemasangan kateter arteri yang

dibiarkan ditempatnya untuk mengukur tekanan sistolik, diastolic dan tekanan arterial

rata-rata pada setiap denyut jantung.

Pada syok hemoragik tindakan esensial adalah menghentikan perdarahan dan

mengganti kehilangan darah , setelah diketahui adanya syok hemoragik yang dilakukan

adalah :

- Penderita dibaringkan dengan posisi tredelenburg , yaitu dalam posisi

telentang dimana posisi kaki sedikit lebih tinggi (300)

- Dijaga penderita agar jangan sampai merasakan kedinginan

- Setelah jalan nafas terjamin meningkatkan oksigenisasi bisa dengan

penggunaan oksigen 100 % kira kira 5 liter / menit melalui jalan nafas

- Sampai ditemukannya persedian darah untuk transfusi pada pederita harus

diberikan cairan melalui infus seperti NaCl 0,9% atau RL sebagai pedoman

dalam menentukan jumlah volume cairan yang diperlukan dipergunakan

ukuran tekanan vena pusat (CVP) dan keadaan diuresia CVP dapat

digunakan untuk menentukan hubungan antara volume darah yang mengalir

ke jantung dan daya kerja jantung

Page 13: Case Report (01)

- Penatalaksanaan koagulasi

- Memantau fungsi ginjal

- Penatalaksanaan jantung

- Intubasi, control pernapasan koreksi keseimbangan asam basa

Secara umum, tujuan penatalaksanaan syok adalah :

- Mempertahankan tekanan arteri rata-rata diatas 60 mmHg untuk menjamin

perfusi yang memadai pada organ vital

- Mempertahankan aliran darah pada organ yang paling sering mengalami

kerusakan akibat syok, misalnya ginjal, hepar, SSP, dan paru-paru

- Mempertahankan kadar laktat darah arterial dibawah 22 mmol/L

- Syok hemoragik : Keadaan ini biasanya ditemukan dengan bukti klinis yang

menunjukkan kehilangan darah atau cairan dan wedge pressure arteri

pulmonalis serta tekanan atrium kanan yang rendah. Pemberian infuss

plasma atau cairan plasma expander yang cepat merupakan terapi yang tepat

sementara sumber kehilangan darah atau cairan diindetifikasi dan dikoreksi.

Karakteristik Berbagai Plasma Substitute 9 10

Kriteria Whole blood Larutan

elektrolit

Albumin

20%

Dekstran

40+10

HES 6% Haemaccel

pH 7,3 – 7,4 5,5 – 6,5 6,47 – 7,2 4,5 – 5,7 5,0 – 7,0 7,0 – 7,6

BM rata-rata - - 66.000 40.000 200.000/

450.000

35.000

Tekanan

osmotik

Fisiologis Non-

osmotik

Iso-

osmotik

Hiper-

osmotik

Hiper-

osmotik

Iso-osmotik

Page 14: Case Report (01)

Keseimbangan

cairan

intravaskuler-

interstitial

Terpelihara Resiko

edema

Perbaikan Dehidrasi Dehidrasi Perbaikan

Waktu paruh

efektif

Beberapa hari-

minggu

Beberapa

menit

Beberapa

hari

6-8 jam 12 jam 4-6 jam

Gangguan

pada blood

typing

Biasanya tidak Tidak Tidak Pseudoaglu

tinasi

Tidak Tidak

Gangguan

pada

homeostasis

Ada

kemungkinan

(aktivasi faktor)

Hanya

pengence-

ran

Hanya

pengence-

ran

Menurunkan

fungsi

trombosit

dan

koagulopati

Menurunkan

fungsi

trombosit dan

koagulopati

Hanya

pengenceran

Fungsi ginjal ? Membaik Membaik Mungkin

terganggu

Tidak

ditemukan

data literatur

Membaik

Overload

cardiovaskuler

Mungkin Tidak Tidak

mungkin

Mungkin Mungkin Tidak

mungkin

Efek samping

yang mungkin

Anafilaksis/

inkompatibilitas

Edema

pulmonal

Reaksi

kutis,

demam,

hipotensi

sementara

Anafilaksis

yang perlu

premedikasi

Anafilaksis

atau reaksi

anafilaksis

Reaksi kulit

lokal,

hipotensi

sementara

Page 15: Case Report (01)

Transmisi

penyakit

Resiko infeksi

virus seperti

HIV, HBV,

HCV

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Waktu

penyimpanan

21 hari 3 tahun 3-5 tahun 5 tahun 3 tahun 5 tahun

Suhu

penyimpanan

4-6°C Suhu

ruangan

2-25°C < 25°C Suhu ruanganSuhu

ruangan

Akumulasi

pada RES

Tidak Tidak Tidak Beberapa

minggu

Beberapa Tidak

Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Sediaan Plasma Substitute 9 10

1. Whole blood

Kelebihan

Kapasitas angkut oksigen

Kapasitas hemostatik

Kekurangan

Penyediaan lama

Waktu penyimpanan pendek

Reaksi anafilaktik ringan sampai parah

Alloimunisasi

Reaksi hemolisis

Reaksi infeksi

Viskositas meningkat

Overload volume

Page 16: Case Report (01)

Hiperkalium, hiperkalsium, asidosis

Harga mahal

2. Larutan elektrolit

Kelebihan

Lebih mudah tersedia dan murah

Komposisi serupa dengan plasma (Ringer Asetat / Ringer Laktat)

Bisa disimpan pada suhu kamar

Bebas dari reaksi anafilaktik

Komplikasi minimal

Kekurangan

Edema bisa mengurangi ekspansibilitas dinding dada

Oksigenasi jaringan terganggu karena bertambahnya jarak kapiler dan

sel

Memerlukan volume 4 kali lebih banyak

3. Larutan human albumin

Kelebihan

Ekspansi volume plasma tanpa ekspansi volume interstitial

Ekspansi volume lebih besar

Durasi lebih lama

Oksigenasi jaringan lebih baik

Gradien O2 alveolar-arterial lebih sedikit

Insiden edema paru dan atau edema sistemik lebih rendah

Kekurangan

Reaksi anafilaksis

Koagulopati

Page 17: Case Report (01)

Albumin bisa memperberat depresi miokard pada pasien syok

4. Larutan dekstran

Kelebihan

Efek volume panjang atau lama

Efek anti trombotik

Kekurangan

Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial

Gangguan hemostasis

Batasan dosis

Reaksi anafilaksis fatal

Gangguan fungsi renal

Akumulasi pada sistem retikuloendotelial

Gangguan pada blood grouping dan cross matching

5. HES

Kelebihan

Efek volume panjang atau lama

Efek anti trombotik

Kekurangan

Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial

Gangguan hemostasis

Batasan dosis

Reaksi anafilaksis fatal

Akumulasi pada sistem retikuloendotelial

6. Haemaccel

Kelebihan

Page 18: Case Report (01)

Iso-osmotik

Mempertahankan keseimbangan cairan

Efek volume optimal

Perbaikan fungsi renal

Tidak mengganggu hemostasis

Tidak mengganggu blood grouping

Tidak terjadi akumulasi pada RES

Ekonomis

Kekurangan

Reaksi anafilaktoid

TERAPI ELEKTROLIT 11

Natrium

D. Hiponatremia

Definisi : kadar Na+ serum di bawah normal (< 135 mEq/L)

Hiponatremia dibedakan menjadi:

A.1)     Hiponatremia artifactual palsu

Laboratorium melaporkan ralat yang disebabkan oleh:

Hiperglikemi

Koreksi nilai natrium (setiap peningkatan glukosa darah sebesar 100

mg/dl mengurangi natrium sebesar 1,7 mEq/L)

Hiperlipidemi

Osmolalitas serum yang diukur akan normal atau lebih besar daripada

osmolalitas yang dihitung (Osm = [2 x Na] + [Glukosa/18] + [BUN/2,8])

A.2)     Hiponatremia dilutional hipervolemia dengan ekspansi air tubuh total

Page 19: Case Report (01)

Merupakan hiponatremia yang disebabkan oleh gangguan ekskresi air,

tampak sebagai edema; misalnya pada CHF, gangguan ginjal dan

sindroma nefrotik.

A.3) Hiponatremia hipovolemik deplesi natrium melebihi deplesi air

misalnya pada gagal ginjal, hipotiroid dan penyakit Addison.

A.4)     Hiponatremia euvolemik deplesi natrium dan air dalam jumlah

sebanding

Hal ini terjadi pada kehilangan air dan natrium melalui saluran cerna

(pada muntah, sedot nasogastrik, diare), kehilangan ke rongga ketiga

(pada luka bakar, pembedahan), keringat berlebihan, penyakit ginjal dan

adrenal (pada DM tak terkendali, hipoaldosteron, penyakit Addison, fase

pemulihan dari penyakit ginjal).

a. Gambaran Klinis

Gambaran klinis hiponatremia tergantung keparahan dan cepatnya

timbul pertama kali.

Gejala lebih mencolok pada hiponatremia yang cepat berkembang.

Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam beberapa jam, pasien

mungkin mual, muntah, sakit kepala dan keram otot.

Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam satu jam, bisa terjadi sakit

kepala hebat, letargi, kejang, disorientasi dan koma.

Mungkin pasien memiliki tanda-tanda penyakit dasar (seperti gagal

jantung, penyakit Addison).

Jika hiponatremia terjadi sekunder akibat kehilangan cairan,

mungkin ada tanda-tanda syok seperti hipotensi dan takikardi.

Page 20: Case Report (01)

b. Tatalaksana hiponatremia

Atasi penyakit dasar

Hentikan setiap obat yang ikut menyebabkan hiponatremia

Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama secara perlahan-

lahan, sedangkan hiponatremia akut lebih agresif. Hindari koreksi

berlebihan karena dapat menyebabkan central pontine myelinolysis

Jangan naikkan Na serum lebih cepat dari 12 mEq/L dalam 24 jam

pada pasien asimptomatik. Jika pasien simptomatik, bisa tingkatkan

sebesar 1 sampai 1,5 mEq/L/jam sampai gejala mereda. Untuk

menaikkan jumlah Na yang dibutuhkan untuk menaikkan Na serum

sampai 125 mEq/L digunakan rumus:

Jumlah Na (mEq) = [125 mEq/L – Na serum aktual (mEq/L)] x

TBW (dalam liter)

TBW (Total Body Water) = 0,6 x BB (dalam kg)

Larutan pengganti bisa berupa NaCl 3% atau 5% (masing-masing

mengandung 0,51 mEq/ml dan 0,86 mEq/ml)

Pada pasien dengan ekspansi cairan ekstrasel, mungkin dperlukan

diuretik

Hiponatremia bisa dikoreksi dengan NaCl hipertonik (3%) dengan

kecepatan kira-kira 1 mL/kg per jam.

E. Hipernatremia

Definisi : Na+ serum di atas normal (>145 mEq/L)

Causa

Page 21: Case Report (01)

Terjadi jika kehilangan cairan hipotonik tidak diganti secara adekuat.

Jika kehilangan cairan tidak melalui ginjal (kehilangan melalui saluran cerna,

keringat atau hiperventilasi), osmolalitas urin akan lebih besar daripada serum,

dan Na urin akan < 20 mEq/L.

Osmolalitas urin kurang dari atau sama dengan serum menyiratkan

kehilangan melalui ginjal (misalnya pada terapi diuretik, diuresis

osmotik, diabetes insipidus, sekrosis tubulus akut, uropati pasca

obstruksi, nefropati hiperkalsemik).

Hipernatremia dapat terjadi dengan hiperalimentasi atau pemberian

cairan hipertonik lain.

Tanda dan Gejala

Iritabilitas otot, bingung, ataksia, tremor, kejang dan koma yang sekunder

terhadap hipernatremia. Manifestasi tambahan biasa terjadi sekunder terhadap

kelainan dasar dan status volume (takikardi dan hipotensi ortostatik dengan

deplesi volume; edema bila ada kelebihan cairan).

Tatalaksana hipernatremia

Hipernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan pemberian

normal saline sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air bisa

dikoreksi dengan Dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik.

Hipernatremia dengan kelebihan volume diatasi dengan diuresis, atau jika

perlu dengan dialisis. Kemudian Dekstrosa 5% diberikan untuk mengganti

defisit air.

Defisit air tubuh ditaksir sbb:

Page 22: Case Report (01)

Defisit = air tubuh (TBW) yang dikehendaki (liter) – air tubuh skrg

Air tubuh yg dikehendaki = (Na serum yg diukur) x (air tubuh skrg/Na

serum normal)

Air tubuh sekarang = 0,6 x BB sekarang (kg)

Separuh dari defisit air yang dihitung harus diberikan dalam 24 jam

pertama, dan sisa defisit dikoreksi dalam 1 atau 2 hari untuk menghindari

edema serebral.

9.1 KALIUM

Kalium total tubuh berjumlah kira-kira 50 mEq/kgBB, 98% terdapat di dalam

sel. Penurunan kadar serum sebanyak 1 mEq K+ berbanding dengan 10%

sampai 20% defisit kalium total tubuh.

A. Hipokalemia

Definisi : kadar K+ serum di bawah normal (< 3,5 mEq/L)

Etiologi

Kehilangan K+ melalui saluran cerna (misalnya pada muntah-muntah,

sedot nasogastrik, diare, sindrom malabsorpsi, penyalahgunaan pencahar)

Diuretik

Asupan K+ yang tidak cukup dari diet

Ekskresi berlebihan melalui ginjal

Maldistribusi K+

Hiperaldosteron

Page 23: Case Report (01)

Gambaran klinis

Lemah (terutama otot-otot proksimal), mungkin arefleksia, hipotensi ortostatik,

penurunan motilitas saluran cerna yang menyebabkan ileus. Hiperpolarisasi

myokard terjadi pada hipokalemia dan dapat menyebabkan denyut ektopik

ventrikel, reentry phenomena, dan kelainan konduksi. EKG sering

memperlihatkan gelombang T datar, gelombang U, dan depresi segmen ST.

Hipokalemia juga menyebabkan peningkatan kepekaan sel jantung terhadap

digitalis dan bisa mengakibatkan toksisitas pada kadar terapi.

Tatalaksana hipokalemia

Defisit kalium sukar atau tidak mungkin dikoreksi jika ada hipomagnesia.

Ini sering terjadi pada penggunaan diuretik boros kalium. Magnesium harus

diganti jika kadar serum rendah.

Terapi oral. Suplementasi K+ (20 mEq KCl) harus diberikan pada awal terapi

diuretik. Cek ulang kadar K+ 2 sampai 4 minggu setelah suplementasi

dimulai.

Terapi intravena harus digunakan untuk hipokalemia berat dan pada pasien

yang tidak tahan dengan suplementasi oral. Dengan kecepatan pemberian

sbb:

o Jika kadar K+ serum > 2,4 mEq/L dan tidak ada kelainan EKG, K+

bisa diberikan dengan kecepatan 0 sampai 20 mEq/jam dengan

pemberian maksimum 200 mEq per hari.

o Pada anak 0,5-1 mEq/kgBB/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh

melebihi dosis maksimum dewasa.

Page 24: Case Report (01)

B. Hiperkalemia

Definisi: kadar K+ serum di atas normal (> 5,5 mEq/L)

Etiologi

Ekskresi renal tidak adekuat; misalnya pada gagal ginjal akut atau kronik,

diuretik hemat kalium, penghambat ACE.

Beban kalium dari nekrosis sel yang masif yang disebabkan trauma (crush

injuries), pembedahan mayor, luka bakar, emboli arteri akut, hemolisis,

perdarahan saluran cerna atau rhabdomyolisis. Sumber eksogen meliputi

suplementasi kalium dan pengganti garam, transfusi darah dan penisilin

dosis tinggi juga harus dipikirkan.

Perpindahan dari intra ke ekstraseluler; misalnya pada asidosis, digitalisasi,

defisiensi insulin atau peningkatan cepat dari osmolalitas darah.

Insufisiensi adrenal

Pseudohiperkalemia. Sekunder terhadap hemolisis sampel darah atau

pemasangan torniket terlalu lama

Hipoaldosteron

Gambaran klinis

Efek terpenting adalah perubahan eksitabilitas jantung. EKG memperlihatkan

perubahan-perubahan sekuensial seiring dengan peninggian kalium serum. Pada

permulaan, terlihat gelombang T runcing (K+ > 6,5 mEq/L). Ini disusul dengan

interval PR memanjang, amplitudo gelombang P mengecil, kompleks QRS

melebar (K+ = 7 sampai 8 mEq/L). Akhirnya interval QT memanjang dan

menjurus ke pola sine-wave. Fibrilasi ventrikel dan asistole cenderung terjadi

Page 25: Case Report (01)

pada K+ > 10 mEq/L. Temuan-temuan lain meliputi parestesi, kelemahan,

arefleksia dan paralisis ascenden.

Tatalaksana hiperkalemia

Pemantauan EKG kontinyu dianjurkan jika ada kelainan EKG atau jika

kalium serum > 7 mEq/L

Kalsium glukonat dapat diberikan iv sebagai 10 ml larutan 10% selama 10

menit untuk menstabilkan myocard dan sistem konduksi jantung

Natrium bikarbonat membuat darah menjadi alkali dan menyebabkan kalium

berpindah dari ekstra ke intraseluler. Bic nat diberikan sebanyak 40 sampai

150 mEq NaHCO3 iv selama 30 menit atau sebagai bolus iv pada

kedaruratan

Insulin menyebabkan perpindahan kalium dari cairan ekstraseluler ke

intraseluler. 5 sampai 10 unit regular insulin sebaiknya diberikan dengan 1

ampul glukosa 50% iv selama 5 menit

Dialisis mungkin dibutuhkan pada kasus hiperkalemia berat dan refrakter

Pembatasan kalium diindikasikan pada stadium lanjut gagal ginjal (GFR <

15 ml/menit)

10 TRANSFUSI

Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan, dan lama

perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh pada respon yang

diberikan. Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume darah tidak

menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi, tekanan darah, sirkulasi

perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor dalam jantung akan

Page 26: Case Report (01)

mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat vasomotor menstimulasi

sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan vasokonstriksi.7

Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan perpindahan

cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan

retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume darah kembali normal dalam 12

jam. Kadar protein plasma cepat menjadi normal dalam waktu 2 minggu, kemudan akan

terjadi hemopoesis ekstra yang menghasilkan eritrosit. Proses kompensasi ini sangat

efektif sampai perdarahan sebanyak 30%7.

Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas 20%,

darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau kombinasi koloid

dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah yaitu Ringer Laktat. Namun

bila kehilangan darah > 50%, biasanya diperlukan transfusi.7

Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi darah, yaitu:

V = (Hb target – Hb inisial) x 80% x BB

Kadar Hb donor

1. Transfusi sel darah merah

Indikasi transfusi sel darah merah

Kehilangan darah yang akut

Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik penggantian sel darah

merah maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh volume darah hlang,

maka darah lengkap harus diberikan; jika kurang dari separuh, maka konsentrat sel

darah merah atau plasma expander yang diberikan.

Transfusi darah prabedah

Anema defisiensi besi

Page 27: Case Report (01)

Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang dibutuhkan

untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap pengobatan pada dosis

terapeutik penuh besi per oral.

Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun

Gagal ginjal

Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati dengan

transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia rekombinan.

Gagal sumsum tulang

Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan sitotoksik, atau

infiltrasi keganasan akan membutuhkan bukan saja sel darah merah, namun juga

komponen darah yang lain.

Penderita yang tergantung trasnfusi

Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia sideroblastik

membutuhkan transfusi secara teratur setiap empat sampai enam minggu, sehingga

mereka mampu menjalani kehidupan yang normal.

Penderita sel bulan sabit

Beberapa penderita penyakit ini membutuhkan trasnfusi secara teratur, terutama

setelah stoke, karena “sindrom dada” berulang yang mengancam jiwa, dan selama

kehamilan.

Penyakit hemolitik neonatus

Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi

pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia 10.

Page 28: Case Report (01)

Berbagai komponen sel darah merah

Komponen Kemasan vol

sel darah

Volume yang

diberikan

Indikasi utama

Darah lengkap 0,35 – 0,45 510 ml Kehilangan darah masif

akut

Darah segar 0,35 – 0,45 510 ml Tidak dapat dibuktikan

Konsentrat sel darah

merah

0,55 – 0,75 Sekitar 200 ml Kehilangan darah menahun

atau anemia

Darah yang disaring bervariasi bervariasi Reaksi transfusi non-

hemolitik dan pencegahan

imunisasi HLA sebelum

pencangkokan

Sel darah merah yang

dicuci

bervariasi bervariasi Reaksi transfusi non-

hemolitik terhadap protein

plasma

Sel darah merah beku,

dicairkan & dicuci

bervariasi bervariasi, tetapi

biasanya

<200ml

Penderita dengan antibodi

langka

Kriteria transfusi dengan RBC konsentrat

Hb < 8 g%

Hb 8–10 g%, normovolemia disertai tanda gangguan miokardial, serebral,

respirasi

Page 29: Case Report (01)

Perdarahan hebat > 10 ml/kg pada 1 jam pertama atau 5 ml/kg pada 3 jam

pertama

ANESTESI UMUM

1. DEFINISI

Anestesi umum berarti hilangnya kesadaran dan refleks protektif. Anestesi

umum terdiri dari 3 komponen: hipnosis, relaksasi dan analgesia.4

Hipnosis mengacu pada yang tidur yang lelap, tak sadarkan diri, dan sama sekali

tidak menyadari kejadian yang sedang terjadi. Relaksasi berarti menurunkan refleks

otot, atau blok saraf tertentu/ fungsi otot, yang menyebabkan imobilitas sehingga

memudahkan akses bedah. Analgesia mengacu pada memblokir transmisi impuls nyeri

sepanjang saraf, dengan harapan mengurangi denyut jantung dan respon tekanan darah

terhadap operasi.4

Anestesi umum mungkin tidak selalu menjadi pilihan terbaik, tergantung pada

presentasi klinis pasien, anestesi lokal atau regional mungkin lebih tepat.5

Anestesi umum merupakan prosedur kompleks yang melibatkan:6

Penilaian Preanaestesi

Pemberian obat anestesi umum

Monitoring Kardiorespirasi

Analgesia

Manajemen Airway

Manajemen Cairan

Penghilang rasa sakit pascaoperasi

2. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN

Keuntungan anestesi umum: 5

Page 30: Case Report (01)

Mengurangi kesadaran dan ingatan pasien intraoperatif

Memungkinkan relaksasi otot untuk jangka waktu yang lama

Memfasilitasi pengontrolan penuh terhadap jalan napas, pernapasan, dan

sirkulasi

Dapat digunakan dalam kasus-kasus yang sensitif terhadap agen anestesi lokal

Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi supine

Dapat diberikan dengan cepat dan reversibel

Kerugian anestesi umum: 5

Mual / Muntah

Sakit tenggorokan

Confusion, terutama pada pasien usia lanjut

Aspirasi

Cedera gigi

Hipoventilasi (tidak bernapas dengan baik)

Emboli paru

Kebutuhan untuk ventilasi mekanik setelah operasi

3. PRE-OP

Anamnesis

Riwayat apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya untuk mengetahui

apakah ada hal-hal khusus yang perlu mendapat perhatian, seperti gatal-gatal, alergi,

mual—muntah, nyeri otot, atau sesak napas pasca bedah, sehingga tidak digunakan

ulang pada operasi yang direncanakan.7

Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi

nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, diberhentikan beberapa hari untuk

Page 31: Case Report (01)

mengaktifkan kerja silia jalan napas dan 1-2 minggu untuk menguruangi produksi

sputum. Kebiasaan minum alkohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.7

Obat seperti Viagra dapat berinteraksi dengan obat anestesi, yang dapat

membahayakan pasien.6

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar, leher

pendek dan kaku, apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi, sehingga

dapat dipertimbangkan menggunakan metode alternatif lain seperti intubasi fibreoptic,

setelah induksi anestesi.6 Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ

tubuh pasien.7

Pemeriksaan Laboratorium

Uji laboratorium atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang

sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengaharuskan uji laboratorium

walapupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah (Hb, Ht,

leukosit, trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin) dan

urinalisis. Pada usia 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.7

Klasifikasi Status Fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah

yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA).

Page 32: Case Report (01)

Klasifkasi menurut The American Society of Anesthesiologists.8

Makanan Oral

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi

3-4 jam untuk mengurangi risiko aspirasi paru selama anestesi umum ketika pasien

kehilangan kemampuannya untuk secara sadar menjaga jalan napas.5,7

Page 33: Case Report (01)

Cairan bening (misalnya, air, pedialyte, atau cairan lain) harus dihindari selama

2-4 jam sebelum induksi anestesi.5

Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi secara IV atau

oral, dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi,

diantaranya: 6,9

Untuk menenangkan pasien

Untuk mengurangi atau menghilangkan efek samping yang mungkin terjadi dari

anestesi umum

Untuk mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan pada periode pasca operasi

Yang paling umum digunakan pada premedikasi adalah midazolam, benzodiazepine

short-acting. Misalnya, midazolam sirup yang sering diberikan kepada anak-anak untuk

agar pasien tenang saat berpisah dengan orang tua.5 Pereda kecemasan juga dapat

digunakan diazepam peroral 10-15/kgBB.7 Untuk mengantisipasi nyeri saat

pembedahan, obat anti-inflamasi atau acetaminophen dapat diberikan terlebih dahulu.5

Dapat juga menggunakan petidine 50 mg IM.7

Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk

meminimalkan kejadian tersebut dapat diberikan antagonis reseptor H2 histamin

misalnya simetidin 600 mg atau oral ranitidine (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum jadwal

operasi. Untuk mengurangi mual-muntah pasca bedah dapat diberikan suntikan IM

untuk dewasa droperidol 2,5-5mg atau ondan setron 2-4 mg (zofran, narfoz).7 untuk

mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kgBB.6

4. DURANTE-OP

Page 34: Case Report (01)

Induksi Anestesia

Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak

sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan.6

General anestesi dapat diinduksi secara injeksi intravena (IV), atau menghirup

anestesi melalui sungkup (induksi inhalasi), atau dengan kombinasi keduanya. Onset

anestesi lebih cepat dengan injeksi IV dibandingkan dengan inhalasi, berlangsung

sekitar 10-20 detik untuk menginduksi. Induksi inhalasi dapat dipilih bila akses IV sulit

diperoleh. Umumnya agen induksi IV yang sering digunakan meliputi propofol, natrium

thiopental, etomidate, dan ketamin. Yang paling umum digunakan agen untuk induksi

inhalasi adalah sevofluran karena iritasi lebih sedikit terjadi dibandingkan dengan gas

inhalasi lainnya.4

Selain obat induksi, kebanyakan pasien mendapat injeksi analgesik opioid,

seperti fentanyl (sintetis opioid yang lebih kuat dari morfin). Agen induksi dan opioid

bekerja secara sinergis untuk menginduksi anestesi. Selain itu, mengantisipasi

peningkatkan tekanan darah dan denyut jantung pasien, saat intubasi endotrakeal dan

sayatan pada kulit.5

Langkah selanjutnya dari proses induksi mengamankan jalan napas. Secara

manual memegang rahang pasien sehingga dapat bernapas alami tanpa tertutup lidah,

atau untuk menuntut penyisipan laryngeal mask airway atau endotracheal tube.

Indikasi intubasi endotrakeal adalah:5

Potensi kontaminasi saluran napas (perut penuh, gastroesophageal [GE] refluks,

perdarahan gastrointestinal [GI] atau faring)

Kebutuhan bedah untuk relaksasi otot

Bedah mulut atau muka

Prosedur bedah yang lama

Page 35: Case Report (01)

Untuk persiapan induksi anestesia sebaiknya kita ingat kata STATICS:6

S = Scope Stetoskop, untuk emndengarkan suara paru dan jantung, Laringo-Scope,

pilih blade yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.

T = Tubes Pipa trakea. Pilih sesuai usia

A = Airway Pipa mulut-faring (Guedel, orotrcheal airway) atau pipa hidung-faring

(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak

sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.

T = Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I = Introducer Mandrin atau stilet dari kawat yang mudah dibengkokkan

C = ConnectorPenyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S = Suction Penyedot lendir, ludah, dll

Klasifikasi induksi anestesia: 9

1. Inhalasi

a. Gas Nitrous Oxide

b. Volatile liquide

i. Halothane

ii. Enflurane

iii. Isoflurane

iv. Desflurane

v. Methoxyflurane

vi. Trichloro-ethylene

vii. Ethylchloride

viii. Ether

ix. Chloroform

Page 36: Case Report (01)

2. I.V.

a. Ultra short Barbiturate

b. Non Barbiturate:

i. Benzodiazepines

ii. Neurolept analgesia

iii. Etomidate

iv. Ketamine

v. Propanidid

vi. Propofol

Anestesia Inhalasi

Anestetik inhalasi yang umum digunakan adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran,

desfluran, dan sevofluran. Obat-obat yang lain ditinggalkan karena efek sampingnya

yang tidak dikehendaki, misalnya eter dapat menyebabkan kebakran, skekresi bronkus

berlebih, dan kerusakan hepar, kloroform menyebabkan aritmia dan kerusakan hepar.6

Ambilan alveolus ditentukan oleh sifat fisiknya yaitu ambilan paru, difusi gas dari

paru ke darah dan distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya. Hiperventlasi akan

menaikkan ambilan albeolus, dan hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus.

Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada zat

yang larut.6

Kadar alveolus minimal (KAM) atau Minimum Alveolus Concentration

(MAC)adalah kadar mnimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan 1 atmosfir yang

diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar.

Pada umumnya imobilisasi pada 95% pasien tercapai jika kadarnya dinaikkan di atas

30% nilai MAC.6

Page 37: Case Report (01)

Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat

anestesik lemah, tetapi anagesiknya kuat, sehingga seringdigunakan untuk mengurangi

nyeri. Sering dikombinasikan dengan salah satu cairan anestetik lain seperti halotan,

dsb. Pada akhir anestesia setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi

alveolus, sehingga terjadi penegnceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk

menghindari terjadinya hipoksia difusi, diberikan O2 100% selama 5-10 menit.6

Isofluran halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik

menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah

otak dan tekanan intrakranial. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung mnimal.

Sehingga digemari untuk anestesi anestesia teknik hipotensi dan banyak digunakan

pada pasien dengan gangguan koroner.6

Sevofluran merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih

cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang

jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi dibandingkan halotan.

Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap

sistem saraf pusat seperti isofluran. 6

Page 38: Case Report (01)

Anestesia Intravena

Anastesia intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan

anestesia. Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan propofol.6

Keuntungan: a. Mudah

b. Induksi & pemulihan cepat

c. Tidak ada iritasi saluran pernapasan

Page 39: Case Report (01)

d. Tidak ada sensitisasi jantung terhadap katekolamin

e. Tidak ada mual pasca-operasi atau muntah

f. Tidak ada bahaya ledakan

Kekurangan: Setelah disuntikkan, tidak dapat dicabut kembali

Ultra short Barbiturate (Thiopental, Methohexital & Hexobarbital)

Dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk berwarna kuning, berbau belerang,

biasanya dalam bentuk ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebellum digunakan dilarutkan

dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% (1ml = 25 mg)

Digunakan secara intravena dengan dosis 3-7 mg/kgBB dan suntikkan perlahan-

lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini sangat alkalis dengan pH 10-11,

sehingga suntikan akan menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk ke arteri akan

menyababkan vasokonstriksi dan nekrosis jaringan sekitar. Sehingga dianjurkan

memberikan suntikan infiltrasi lidokain 1-2 mg/kgBB.6

Menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intrakranial dan dapat

melindungi otak akbiat kekurangan O2. Dosis rendah bersifat anti-analgesi. Tiopental di

dalam darah 70% diikat oleh albumin, sisanya 30% dalam bentuk bebas, sehingga

pasien dengan hipoalbumin, dosis harus dikurangi.6

Propofol (diprivan, recofol)

Dikemas dalam cairan emulsi lemak yang berwarna putih susu bersifat isotonik

dengan kepekatan 1% ( 1 ml = 10 mg). Suntikan IV sering menyebabkan nyeri,

sehingga dianjurkan penyuntikan lidokain 1-2 mg/kgBB. Dosis bolus untuk induksi 2-

2,5 mg/kgBB, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12 mg/kgBB/jam dan

dosis sedasi untuk perwatan intensif 0,2 mg./kgBB. Pengenceran propofol hanya boleh

dengan dekstrosa 5%.6

Page 40: Case Report (01)

Ketamin (ketalar)

Kurang digemari untuk induksi anestesia, karena menimbulkan takikardi,

hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah,

pandangan kabur dan mimpi buruk. Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya

diberikan sedasi midasolam (dormukium) atau diazepam (valium) dengan dosis 0,1

mg/kgBB IV dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kgBB.6

Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kgBB dan untuk

intramuskular 3-10 mg/kgBB. Ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1

ml = 10 mg), 5%, dan 10%.6

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)

Untuk induksi diberikan dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu

kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk pasien dengan kelainan jantung.

Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kgBB dilanjutkan

dengan dosis rumatan 0,3-1 mg/kgBB/menit.6

Rumatan Anestesia (maintenance)

Pada titik ini, obat yang digunakan untuk memulai anestesi mulai berkurang,

dan pasien harus tetap dibius dengan zat maintenance.5

Lamanya aksi agen induksi IV umumnya 5 sampai 10 menit. Untuk

memperpanjang anestesi untuk durasi yang diperlukan (biasanya durasi operasi),

anestesi harus dijaga dengan campuran oksigen, nitrogen oksida, dan agen anestesi

volatil atau dengan memiliki infus yang mengandung obat, biasanya propofol 4-12

mg/kgBB/jam. Agen inhalasi akan ditransfer ke otak pasien melalui paru-paru dan

aliran darah, dan pasien tetap tidak sadar. Agen inhalasi sering disertai dengan anestesi

Page 41: Case Report (01)

intravena, seperti opioid (biasanya fentanyl 10-50 µg/kgBB) dan sedatif-hipnotik

(propofol atau midazolam). Pada akhir operasi, inhalasi dan anestesi intravena

dihentikan. Pemulihan kesadaran terjadi ketika konsentrasi anestesi di otak turun di

bawah tingkat tertentu (biasanya dalam waktu 1 sampai 30 menit).4

Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dam O2 3:1 ditambah

halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4

vol% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu (assisted), atau dikendailkan

(controlled).6

Relaksasi Otot

Relaksasi otot memungkinkan operasi rongga tubuh utama, misalnya. perut dan

dada tanpa perlu anestesi sangat mendalam, dan juga digunakan untuk memfasilitasi

intubasi endotrakeal. Asetilkolin, substansi neurotransmitter alami pada sambungan

neuromuskuler, menyebabkan otot berkontraksi ketika dilepaskan dari ujung saraf.

Relaksan otot bekerja dengan mencegah asetilkolin melekat pada reseptor. Kelumpuhan

otot-otot pernapasan, yaitu. otot diafragma dan interkostal dada mengharuskan

pernapasan buatan.4

Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan mendalamkan anestesi umum inhalasi,

melakukan blokade saraf regional dan memberikan pelumpuh otot. Contoh relaksan

otot yang digunakan saat ini adalah pancuronium, rocuronium, vecuronium, atrakurium,

mivacurium, dan succinylcholine.6

Penawar Pelumpuh Otot

Page 42: Case Report (01)

Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf

otot, mencegah asetilkolinesterase bekerja. Asetilkolinesterase yang paling sering

digunakan adalah neostigmin (prostigmin), piridostigmin dan edrophonium.6

Dosis neostigmin 0,04-0,08 mg/kgBB, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kgBB,

edrophonium 0,5-1 mg/kgBB dan fisostigmin 0,01-0,03 mg/kgBB. Penawar pelumpuh

otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang

bronkus, hipermotilitas usus, dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus

disertai oleh obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kgBB atau glikopirolat

0,005-0,01 mg/kgBB sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa.6

5. POST-OP

Memberikan obat pengilang rasa sakit pasca operasi, bentuk oral, transdermal

atau parenteral. Bedah minor dapat menggunakan obat penghilang rasa sakit seperti

parasetamol dan NSAID seperti ibuprofen. Tingkat moderat, nyeri membutuhkan

penambahan opiat ringan seperti tramadol. Bedah mayor memerlukan opiat kuat seperti

morfin, fentanyl atau oksikodon.4

Menggigil sering terjadi pasca-operasi. Selain menyebabkan ketidaknyamanan

dan memperburuk rasa sakit pasca operasi, menggigil telah terbukti meningkatkan

konsumsi oksigen, pelepasan katekolamin, cardiac output, denyut jantung, tekanan

darah dan tekanan intra okular. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk mengurangi

kejadian ini, seperti menaikan suhu kamar, menggunakan selimut, dan menggunakan

cairan infus hangat.4

Monitoring yang lengkap, seperti monitoring kardiovaskular (nadi, tekanan

darah, banyaknya perdarahan), monitoring respirasi, suhu badan, ginjal (produksi urin

normal 0,5-1 ml/kgBB), monitoring blokade neuromuskular, untuk mengetahui apakah

relaksasi otot sudah cukup baik atau sebaliknya setelah selesai anestesia apakah tonus

Page 43: Case Report (01)

otot sudah kembali normal, dan monitoring sistem saraf, pada pasien tidak sadar

dikerjakan dengan memeriksa respon pupil terhadap cahaya, respon terhadap trauma

pembedahan, dan respon terhadap otot apakah relaksasi cukup atau tidak.6

Page 44: Case Report (01)

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Tn. D

Jenis Kelamin : Pria

Umur : 23 th

Alamat : Pluit

Agama : Islam

Masuk RS UKI : 30-05-2013

No. RM : 66-56-04-00

B. DATA DASAR

ANAMNESIS

Autoanamnesis dengan penderita tanggal 30 Mei 2013, pukul 16:30 WIB di UGD RS

UKI

Keluhan utama : Nyeri hebat pada perut dan punggung

Keluhan tambahan : Lemas

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke RS-UKI pukul 3 pagi dengan keluhan luka lecet dari pinggang

sampai bagian punggung kaki sebelah kiri, dan di punggung kaki sebelah kanan.

Kemudian di lengan sebelah kiri terdapat luka lecet beraturan. Bagian kepala tidak

terdapat keluhan, pasien tidak pingsan, mual, atau muntah. Pasien juga mengalami sakit

Page 45: Case Report (01)

hebat pada daerah perut dan pinggang. Sebelum keluhan timbul, pasien mengalami

kecelakaan. Saat kecelakaan hingga sampai ke Rumah Sakit satu jam setelah kejadian,

pasien dalam kondisi sadar.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum: Tampak Sakit Berat

Kesadaran: Compos mentis

Tekanan Darah: 90/60 mmHg

Nadi: 118x/menit

Pernapasan: 20x / menit

Suhu: 36,6oC

Mata: konjungtiva anemis +/+

THT: dalam batas normal

Leher: tidak ada pembesaran KGB

Thoraks

Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris kiri = kanan

Palpasi: vocal fremitus simtris kiri = kanan

Perkusi: sonor simetris kiri = kanan

Auskultasi: bunyi napas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-, BJ I&II

normal

Abdomen

Inspeksi: perut tampak datar, jejas (+)

Palpasi: defense muscular (+), nyeri tekan (+), bulging

Perkusi: redup (+) , Nyeri ketok (+)

Auskultasi: bising usus (-)

Page 46: Case Report (01)

Regio Femur sinistra dan cruris sinistra :

Look: tampak Luka robek

Feel : nyeri tekan (+)

Move : nyeri saat digerakan

Regio Urogenital: Terdapat darah keluar dari OUE

Regio CVA

Inspeksi: tampak luka lecet pada pinggang belakang

Palpasi: nyeri tekan (+)

Move: nyeri saat digerakan

Ekstremitas: Akral dingin, cap. refill time < 2 detik

Pemeriksaan khusus: foto thorax, foto pelvis

Diagnosa: Perdarahan intra abdominal, vulnus regio femur sinistra dan cruris sinistra

Tindakan awal: Guyur RL 12 koft

Pemasangan bidai ke 2 kaki

Pemasangan gusita pinggang perut

Konsul ke dokter spesialis bedah

Pemeriksaan Lab: Tanggal 30-05-2013 (Pre-Op)

JENIS PEMERIKSAAN HASI

L

SATUA

N

NIL.RUJUKA

N

KETERANGA

N

AGD DAN

ELEKTROLIT

PH Darah 7.193

L

7.350-7.450

Page 47: Case Report (01)

PCO2 45.6H mmHg 36-45

PO2 285.8

H

mmHg 70-99

SATURASI O2

BASE EXCESS

HCO3

TCO2

KONSENTRASI O2

NATRIUM

KALIUM

CLORIDA

99.7

-9.7

17.7L

19.1L

20.5

144

4.6

105L

%

mmol/L

mmol/L

mmol/L

VOL%

mmol/L

mmol/L

mmol/L

-2.5-2.5

21-25

21-27

136-145

3.5-5.1

99-111

JENIS

PEMERIKSAAN

HASI

L

SATUA

N

NIL.RUJUKA

N

KETERANGA

N

HEMOGLOBIN 13.7L g/dl 14-16

LEUKOSIT 8.4 Ribu/uL 5-10

HEMATOKRIT 41.0L % 40-48

TROMBOSIT 146L Ribu/uL 150-400

JENIS PEMERIKSAAN HASI

L

SATUA

N

NIL.RUJUKA

N

KETERANGA

N

BILIRIBUIN TOTAL 0.79 mg/dl 0.2-1.0

BILIRUBIN DIRECT 0.28 mg/dl 0.1-0.3

Page 48: Case Report (01)

BILIRUBIN INDIRECT 0.51 mg/dl 6.6-8.3

PROTEIN TOTAL

ALBUMIN

SGOT/AST

SGPT/ALT

UREUM DARAH

CREATININ DARAH

GULA DARAH

SEWAKTU

3.48L

2.53L

178H

53H

33

1.32H

152

g/dL

g/dL

U/L

U/L

mg/dl

mg/dl

mg/dl

3.7-5.2

10-34

9-43

15-45

0.70-1.10

<200

Dilaksanakan operasi pada tanggal 30 Mei 2013, jam 14:00

Ahli Anestesiologi : dr. Anton, Sp.An

Asisten / Co-ass : Patricia F.S, Rizky Arya

Operator : dr. Andi Pohan Sp.BD

Diagnosa pra bedah : Syok hemoragik grade iv reversible e.c perdarahan intraabdomen

e.c susp. rupture buli-buli + rupture uretra pars posterior + multiple vulnus lamina

Diagnosa pasca bedah : Syok hemoragik grade III ec fraktur pelvis, peritonitis

generalisata ec perdarahan intra abdomen + rupture uretra pars posterior +multiple

vulnus lamina, post laparotomi eksplorasi + ileostomi + jahit primer rectum distal +

jahit situasi vulnus genu + cystostomie

Jenis pembedahan: Laparotomi

Jenis anesthesia: General Anestesia

Page 49: Case Report (01)

Lama Operasi : 14.15 – 19.10

Lama Anestesia : 14.00 – 19.15

Keadaan Pra bedah:

Nadi: 84 x /menit

Tensi: 130/80 mmHg

BB: 60kg

Hb: 12,8 g/dl

Leukosit: 3,5 ribu/µl

Ht: 36,9 %

Trombosit: 106 ribu/µl

Airway

RR: 32x/menit

Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris kiri = kanan

Palpasi: Vocal Fremitus simsetris kiri = kanan

Perkusi: Sonor Simetris kiri = kanan

Auskultasi: bunyi dasar vesikuler , rhonki -/- , wheezing -/-

Sirkulasi

Akral: dingin

CRT: >2”

Nadi : 120x / menit; TD : 130/80 mmHg

BJ I&II normal; Mur mur : (-); Gallop : (-)

Masa perdarahan: 1,3 menit

Page 50: Case Report (01)

Masa protrombin: 16 detik

Masa pembekuan: 14 menit

Saraf

GCS : E4 M6 V5

Kesadaran: composmentis

Pupil : isokor

RCL +/+ , RCTL +/+

Gastro Intestinal

Inspeksi: perut datar , jejas (+)

Palpasi: nyeri tekan (+), defense muscular (+), bulging

Perkusi: nyeri ketok , redup

Auskultasi : bising usus (-)

Renal

Ureum: 12 mg/dL

Kreatinin 0.47 mg/ dL

Metabolik

GDS: 85mg/ dL

Na: 128 mol / L

K: 3.7 mol /L

Cl: 109 mol / L

Status Fisik : ASA 4E

Page 51: Case Report (01)

Medikasi Pra Bedah:

Stabixim 2x19 gr (i.v)

Metronidazole 3x500 mg (I.v)

Ranitidine 2x1 (i.v)

Vit K 1x1 (i.v)

Kalnex 3x1 amp (i.v)

Anestesi dengan: Proanest (propofol) 100 mg

Teknik Anestesia: Pre Oksigenisasi , Muscle relaxant, Intubasi ETT no 7.5, cuff (+),

maintenance N2O + O2 + Isoflurance

Respirasi: Controling Respiratory

Posisi: Supine

Infus: RL, HES 6% dalam NaCl 0.9 %

Hipersensitivitas / Alergi : Disangkal

Premedikasi: Midazolam 5 mg (i.v)

Petidine 50 mg (i.v)

Medikasi: 1. Proanest (propofol) 100 mg (diberikan pukul 14.00)

2. Roculax 40 mg (diberikan pukul 14.05 dan 14.10)

3. Ketalar 100 mg (diberikan pukul 14.35)

4. Epedrine 15 mg (diberikan pukul 15.15, 15.55 dan 16.15)

5. Ecrone 10 mg (diberikan pukul 15.20 , 15.35 dan 16.20)

6. Ketopain 4 mg (diberikan pukul 19.15)

7. Ondensentron 8 mg (diberikan pukul 19.15)

Page 52: Case Report (01)

Tanda vital durante-op:

Jumlah cairan transfusi : durante op : RL = 2230 mL

Hes 6% dalam NaCl 0.9% : 500 mL

Instruksi dr.Anton, Sp,An:

Bila kesakitan: Fentanyl 200 mg dalam spuit 50cc, syringe pump 3 cc/jam

Bila mual/muntah: Ondansetron 4 mg

Infus: RL 20 tetes/menit

Monitor: tensi, nadi, nafas, 10 menit selama 24 jam

Lain lain : post op ICU, cek lab lengkap

Page 53: Case Report (01)

BAB IV

PEMBAHASAN

Pria usia 23 tahun, berat badan 60 kg, datang ke RS.UKI dengan keluhan nyeri

hebat pada punggung dan perut. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang pada tanggal 30 Mei 2013 di UGD ditegakkan diagnosa perdarahan intra

abdominal, vulnus regio femur sinistra dan cruris sinistra.

Syok Hemoragik

Pasien diduga syok hemoragic grade 3 berdasarkan hipotensi dan tachicardi

dari pasien.Lalu pasien juga tampak banyak luka dengan perdarahan yg massive di duga

pasien kehilangan banyak cairan, maka penata laksanaan awal pasien diguyur RL 12

koff sembari langsung di konsulkan ke dr spesialis bedah. Diberikan RL karena RL

merupakan salah satu kristaloid yang bisa menggantikan dehidrasi dengan cepat

meskipun tidak bertahan lama. Diberikan 12 koff karena kebutuhan cairan orang

dewasa 50 ml/kgBB berat badan pasien 60 kg berarti kebutuhan cairan pasien 3000 L

cairan RL 1 koff sebanyak 500 ml x2 dikarenakan syok.

Lalu setelah dirawat diberi stabixin karena stabixin mengandung Cefoperazone

yang merukan antibiotic di intra abdominal dan peritonitis. Diberi metronidazole

dikarenakan dicurigai ada rupture di urethra dikarenakan melihat pasien mengeluh sakit

di bagian pelvis. Ranitidine diberikan agar pasien tidak mual dengan dosis 50mg 6-8

hari. Vit k untuk proses pembekuan darah.

Page 54: Case Report (01)

Anestesi dengan General Anestesi

Karena sifat dari organ abdominal, ada risiko tinggi infeksi jika organ ruptur

atau perforasi. Laparotomi Eksplorasi digunakan untuk menentukan sumber rasa sakit

atau sejauh mana cedera dan melakukan perbaikan jika diperlukan. Anestesi umum

diperlukan untuk kasus ini. Pasien biasanya ditempatkan di bawah anestesi umum

selama operasi. Keuntungan untuk anestesi umum adalah bahwa pasien tetap tidak

sadar selama prosedur, tidak ada rasa sakit akan dialami juga tidak akan pasien

memiliki ingatan prosedur, dan otot pasien tetap benar-benar santai, memungkinkan

operasi lebih aman.

Berdasarkan klasifikasi status fisik menurut ASA pasien diklasifikasikan

sebagai ASA 4 karena pasien datang dengan keluhan sistemik berat yang secara

langsung mengancam kehidupan, dan pasien mengalami syok. Sebelum operasi pasien

dipuasakan selama 6 jam, untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia.

Premedikasi pasien diberikan midazolam sebagai pereda kecemasan dengan

dosis premedikasi 70-100 mcg/kgBB 30 menit sebelum operasi, yaitu midazolam 5 mg.

Dan pethidine sebagai analgesik 25-100 mg IM/IV, yaitu sebanyak 50 mg IV.

Untuk induksi pada pasien digunakan propofol (proanes), dosis dewasa dengan

ASA III/IV 1-1.5 mg/kgBB, yaitu propofol 100 mg, dengan dosis maintenance pada

anestesi umum sebanyak 3-6 mg/kgBB/jam. Ketalar sebagai induksi dengan dosis 1-2

mg/kgBB, yaitu ketalar 100 mg. Epedrine sebagai bronkodilator sebanyak 15 mg.

Medikasi yang diberikan pada pasien sebagai contohnya roculax (rocuronium) sebagai

muscle relaxant dengan dosis 0,6-1,2 mg/kgBB, yaitu roculax 40 mg. Ecron sebagai

muscle relaxant dengan dosis 80-100 mcg/kgBB, yaitu ecron 10 mg. Medikasi pasca-op

pasien diberikan ketopain (ketorolac) sebagai pengobatan jangka pendek pasca-op,

Page 55: Case Report (01)

sebanyak 4 mg. Dan pasien diberikan ondansetron sebanyak 8 mg sebagai pencegahan

mual-muntah pasca-op.

Pada post-op pasien diberikan fentanyl (opioid) bila sakit dengan dosis 20-

50mg/kgBB, yaitu fentanyl 200mg. Diberikan ondansetron 4 mg bila mual-muntah.

Diberikan RL untuk maintenance cairan sebanyak 30-50 mL/kgBB yaitu 1800-3000

mL, yaitu 20 tetes/menit.

Page 56: Case Report (01)

DAFTAR PUSTAKA

1. Roy A, Bandyopadhyay S, Goswami P, Mukherjee R. Exploratory Laparotomy

Under Local Anaesthesia; Oue Experience in a Tertiary Care Hospital in Eastern

India.

2. Cate V. Exploratory Laparotomy. Medscape Reference.

3. Laparotomy, exploratory. Available from:

http://www.surgeryencyclopedia.com/La-Pa/Laparotomy-Exploratory.html.

4. General Anestesia. Available from:

http://www.frankshospitalworkshop.com/equipment/

documents/anaesthesia/wikipedia/General%20anaesthesia.pdf

5. Arjun M Desai, MD. General Anesthesia. Medscape Reference. Department of

Anesthesiology, Stanford University Hospital and Clinics.

6. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Edisi Kedua. Jakarta: 2002.

7. Doctors Gates. Available from:

http://doctorsgates.blogspot.com/2010/10/modified-asa-grade-for-assessment-

of.html

8. General Anesthesia Basics. Available from: http://www.ruralareavet.org/PDF/

Anesthesia-Anesthesia_Basics.pdf

9. General Anesthesia. Available from:

http://aelberry.kau.edu.sa/files/0053626/researches/ 28929 _18-%20anesthesia.pdf

10. Isselbacher, dkk. 1999. Harison Edisi 13 Volume 1 Halaman 218. Jakarta. Penerbit

Buku Kedokteran EGC

Page 57: Case Report (01)

11. Traumatic Hemorrhagic Shock Advances In Fluid Management. 2011. Diunduh

melalui http://www.ebmedicine.net/media_library/files/1111%20Traumatic

%20Hemmor%20Shock.pdf (pada 2 Juni 2013)

12. Hemorrhagic shock Tratment & management (Author: John Udeani, MD, FAAEM,

Assistant Professor, Department of EmergencyMedicine, Charles Drew University/

UCLA School of Medicine) diunduh melalui :

http://id.scribd.com/doc/19834799/Syok-Hemoragik.pdf (pada 2 juni 2013)

13. Isselbacher, dkk. 1999. Harison Edisi 13 Volume 1 Halaman 219. Jakarta. Penerbit

Buku Kedokteran EGC

14. Isselbacher, dkk. 1999. Harison Edisi 13 Volume 1 Halaman 220. Jakarta. Penerbit

Buku Kedokteran EGC

15. Isselbacher, dkk. 1999. Harison Edisi 13 Volume 1 Halaman 222. Jakarta. Penerbit

Buku Kedokteran EGC

16. Journal of Digestive System Diseases.2010. Diunduh melalui

http://www.mehtapress.com/medical-sciences/journal-of-digestive-system-

diseases-medical-sciences.pdf (pada 2 juni 2013)

17. American Medical Association.2009. diunduh melalui

http://www.ama-assn.org/resources/doc/cpt/icd9cm_coding_guidelines_08-

09_sm.pdf (pada 2 juni 2013).

18. Hemorrhagic Shock Treatment & Management (Author: John Udeani, MD, FAAEM;

Chief Editor: John Geibel, MD, DSc, MA) Diunduh melalui :

http://emedicine.medscape.com/article/432650-treatment.pdf (pada 2 juni 2013)