case rehab kita

84
BAB I REKAM MEDIK I. 1. Identifikasi Nama : Ny. Nona Umur : 60 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : 15 Ilir Palembang Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Status Perkawinan : Sudah menikah Tanggal Pemeriksaan : Selasa, 24 Desember 2013 No. Rek. Med : 03245 I. 2. Anamnesis Keluhan Utama Nyeri pinggang yang menjalar ke kaki sebelah kanan. Riwayat Penyakit Sekarang ± 1 bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri pinggang kanan yang hilang timbul dan semakin lama, nyeri pinggang tersebut menjalar ke tungkai kanan, nyeri di rasakan semakin berat saat pasien melakukan aktivitas sehari- hari seperti mencuci dan membersihkan rumah. Pasien juga mengeluh kesukaran berjalan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk, 1

Upload: marini

Post on 21-Jan-2016

59 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: Case Rehab Kita

BAB I

REKAM MEDIK

I. 1. Identifikasi

Nama : Ny. Nona

Umur : 60 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : 15 Ilir Palembang

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status Perkawinan : Sudah menikah

Tanggal Pemeriksaan : Selasa, 24 Desember 2013

No. Rek. Med : 03245

I. 2. Anamnesis

Keluhan Utama

Nyeri pinggang yang menjalar ke kaki sebelah kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang

± 1 bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri pinggang kanan yang

hilang timbul dan semakin lama, nyeri pinggang tersebut menjalar ke

tungkai kanan, nyeri di rasakan semakin berat saat pasien melakukan

aktivitas sehari- hari seperti mencuci dan membersihkan rumah. Pasien juga

mengeluh kesukaran berjalan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk, dirasakan

menjalar dari pinggang ke paha belakang, betis, dan kaki kanan, dan

berkurang saat berbaring. BAB dan BAK tidak ada gangguan. Aktivitas

sehari-hari seperti makan dan minum tidak ada gangguan, lalu pasien

berobat ke bagian rehabilitasi medik RSUPMH.

1

Page 2: Case Rehab Kita

Riwayat Penyakit / Operasi Dahulu

Riwayat trauma (+), jatuh dengan posisi terduduk sebanyak 4 kali sejak 6

bulan yang lalu.

Riwayat nyeri pinggang (+) sejak 6 bulan yang lalu, namun tidak

mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.

Riwayat hipertensi (+) sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol

Riwayat stroke (+) 5 tahun yang lalu, dan pasien pernah di rawat di rumah

sakit selama 1 bulan. Pasien di nyatakan sembuh.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.

Riwayat keluarga dengan DM dan hipertensi disangkal.

Riwayat Pekerjaan

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal di rumahnya sendiri bersama suami dan anak.

Kesan : Sosial ekonomi menengah ke bawah.

I. 3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)

TB/BB : Tidak dilakukan

Cara berjalan / Gait

Antalgik Gait : (+)

Hemiparese gait : (-)

Steppage gait : (-)

Parkinson gait : (-)

2

Page 3: Case Rehab Kita

Tredelenberg gait : (-)

Waddle gait : (-)

Lain-lain : (-)

Bahasa/bicara

Komunikasi verbal : Baik

Komunikasi nonverbal : Baik

Tanda Vital

Tekanan darah : 140/100 mmHg

Nadi : 82 kali per menit

Pernafasan : 20 kali per menit

Suhu : 36,5 0C

Kulit : Tidak ada kelainan

Status Psikis

Sikap : Kooperatif

Ekspresi wajah : Wajar

Orientasi : Baik

Perhatian : Penuh

Saraf – saraf otak

Nervus Kanan Kiri

I. N. Olfaktorius Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

II. N. Opticus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

III. N. Occulomotorius Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

IV. N. Trochlearis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

V. N. Trigeminus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

VI. N. Abducens Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

VII. N. Fascialis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

VIII. N. Vestibularis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

IX. N. Glossopharyngeus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

X. N. Vagus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

XI. N. Accesorius Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

3

Page 4: Case Rehab Kita

XII. N. Hypoglosus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Kepala

Bentuk : Oval, bulat

Ukuran : Normal

Posisi

Mata : Konjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)

Hidung : Epistaksis (-)

Telinga : Dalam batas normal

Mulut : Dalam batas normal

Wajah : Simetris

Gerakan abnormal : (-)

Leher

Inspeksi : Dalam batas normal

Palpasi : Dalam batas normal

Luas gerak/sendi

Ante / retrofleksi : 65 / 50

Laterofleksi : 40 / 40

Rotasi : 45 / 45

Test Provokasi

Lhermitte test / spurling : (-)

Distraksi test : (-)

Test valsava : (-)

Test nafziger : (-)

Thorax

Bentuk : Normal

4

Page 5: Case Rehab Kita

Pemeriksaan ekspansi thoraks : Ekspirasi maksimum (-)

Inspirasi maksimum (-)

Paru – paru

Inspeksi : Statis dinamis simetris kanan = kiri

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas atas: ICS II

Batas kanan: ICS IV linea sternalis dextra

Batas kiri: ICS IV linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : HR 82 x/menit, regular, murmur (-), gallop(-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris, datar

Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Trunkus

Inspeksi : Simetris

Deformitas : (-)

Lordosis : (-)

Scoliosis : (-)

Gibbus : (-)

Hairy spot : (-)

Pelvic Tilt : (-)

Palpasi

5

Page 6: Case Rehab Kita

Spasme otot – otot para vertebrae : (-)

Nyeri tekan (lokasi) : (+) Punggung bawah L5-S1

Luas Gerak Sendi Lumbosakral

Ante/Retrofleksi (95/35) : 95 / 35

Laterofleksi (D/S) (40/40) : 40 / 40

Rotasi (D/S) (35/35) : 35 / 35

Test Provokasi

Valsava test : (+)

Niffziger test : (-)

FNST : (-)

Test Gaenslen : (-)

Nachalas knee flexion test : (-)

Yeoman’s hyperextension : (-)

Test Schober : (-)

Test Laseque : (-)

Test SLR : (-)

Test Patrick : (-)

Test Thomas : (-)

Test Baragard dan Sicard : (-)

Test O’Connell : (-)

Test Kontra Patrick : (-)

Test Ober’s : (-)

Mc Bride sitting test : (-)

Mc. Bridge toe to mouth sitting test : (-)

Anggota Gerak Atas

Inspeksi Kanan Kiri

Deformitas : (-) (-)

Edema : (-) (-)

6

Page 7: Case Rehab Kita

Tremor : (-) (-)

Nodus Heberden : (-) (-)

Neurologi

Motorik Dextra Sinistra

Gerakan Cukup Cukup

Kekuatan

Abduksi lengan +5 +5

Fleksi bahu +5 +5

Ekstensi siku +5 +5

Fleksi jari-jari tangan +5 +5

Abduksi jari tangan +5 +5

Tonus Normal Normal

Tropi Eutropi Eutropi

Refleks Fisiologis

Refleks tendon biseps Normal Normal

Refleks tendon triseps Normal Normal

Refleks Patologis

Hoffman (-) (-)

Tromner (-) (-)

Sensorik

Protopatik Normal

Proprioseptik Normal

Vegetatif Normal

Penilaian Fungsi Tangan Dextra Sinistra

Anatomical Normal Normal

Grips Normal Normal

Spread Normal Normal

7

Page 8: Case Rehab Kita

Palmar abduct Normal Normal

Pinch Normal Normal

Lumbrical Normal Normal

Test Provokasi Kanan Kiri

Yergason test (-) (-)

Apley scratch test (-) (-)

Moseley test (-) (-)

Adson maneuver (-) (-)

Tinel test (-) (-)

Phalen test (-) (-)

Prayer test (-) (-)

Finkelstein (-) (-)

8

Luas gerak sendi Aktif

dekstra

Aktif

sinistra

Pasif

dekstra

Pasif

sinistra

Abduksi bahu 0º-180º 0º-180º 0º-180º 0º-180º

Adduksi bahu 180º-0º 180º-0º 180º-0º 180º-0º

Fleksi bahu 0º-180º 0º-180º 0º-180º 0º-180º

Ekstensi bahu 0º-60º 0º-60º 0º-60º 0º-60º

Endorotasi bahu (f0) 90º-0º 90º-0º 90º-0º 90º-0º

Eksorotasi bahu (f0) 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º

Endorotasi bahu (f90) 90º-0º 90º-0º 90º-0º 90º-0º

Eksorotasi bahu (f90) 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º

Fleksi siku 0º-150º 0º-150º 0º-150º 0º-150º

Ekstensi siku 150º-0º 150º-0º 150º-0º 150º-0º

Ekstensi pergelangan tangan 0º-70º 0º-70º 0º-70º 0º-70º

Fleksi pergelangan tangan 0º-80º 0º-80º 0º-80º 0º-80º

Supinasi 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º

Pronasi 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º

Page 9: Case Rehab Kita

Promet test (-) (-)

Anggota Gerak Bawah

Inspeksi Kanan Kiri

Deformitas : (-) (-)

Edema : (-) (-)

Tremor : (-) (-)

Palpasi

Nyeri tekan : (-) (-)

Diskrepansi : (-) (-)

Neurologi

Motorik Dextra Sinistra

Gerakan Cukup Cukup

Kekuatan

Fleksi paha +5 +5

Ekstensi paha +5 +5

Ekstensi lutut +5 +5

Fleksi lutut +5 +5

Dorsofleksi pergelangan kaki +5 +5

Dorsofleksi ibu jari kaki +5 +5

Plantar fleksi pergelangan kaki +5 +5

Tonus Normal Normal

Tropi Eutropi Eutropi

Refleks Fisiologis

Refleks tendon patella Normal Normal

Refleks tendon achilles Normal Normal

Refleks Patologis

Babinsky (-) (-)

Chaddock (-) (-)

Sensorik

9

Page 10: Case Rehab Kita

Protopatik Normal

Proprioseptik Normal

Vegetatif Normal

Luas gerak sendi Aktif

dekstra

Aktif

sinistra

Pasif

dekstra

Pasif

sinistra

Fleksi paha 0º-45º 0º-23º 0º-45º 0º-23º

Ekstensi paha 45º-0º 45º-0º 45º-0º 45º-0º

Endorotasi paha 0º-40º 0º-40º 0º-40º 0º-40º

Adduksi paha 0º-10º-15º 0º-10º-15º 0º-10º-15º 0º-10º-15º

Abduksi paha 0º-90º 0º-60º 0º-90º 0º-90º

Fleksi lutut 0º-135º 0º-100º 0º-135º 0º-135º

Ekstensi lutut 0º-120º 0º-100º 0º-120º 0º-120º

Dorsofleksi p. kaki 0º-20º 0º-20º 0º-20º 0º-20º

Plantar fleksi p. kaki 0º-50º 0º-50º 0º-50º 0º-50º

Inversi kaki 0º-60º 0º-60º 0º-60º 0º-60º

Eversi kaki 0º-20º 0º-20º 0º-20º 0º-20º

Test Provokasi Kanan Kiri

Stress test (-) (-)

Drawer’s test (-) (-)

Test tunel pada sendi lutut (-) (-)

Test human (-) (-)

Test lain – lain (-) (-)

Pemeriksaan – Pemeriksaan Lainnya

Bowel Test/ Bladder test

Sensorik peri anal : Tidak dilakukan

Motoric sphincter ani eksternus : Tidak dilakukan

10

Page 11: Case Rehab Kita

BCR (Bulbocapernosis refleks) : Tidak dilakukan

Fungsi luhur

Afasia : Tidak ada

Apraksia : Tidak ada

Agrafia : Tidak ada

Alexia : Tidak ada

I. 4. Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan rencana pemeriksaan foto lumbosacral

I. 5. Resume

± 1 bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri pinggang kanan yang

hilang timbul dan semakin lama, nyeri pinggang tersebut menjalar ke

tungkai kanan, nyeri di rasakan semakin berat saat pasien melakukan

aktivitas sehari- hari seperti mencuci dan membersihkan rumah. Pasien juga

mengeluh kesukaran berjalan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk, dirasakan

menjalar dari pinggang ke paha belakang, betis, dan kaki kanan, dan

berkurang saat berbaring. BAB dan BAK tidak ada gangguan. Aktivitas

sehari-hari seperti makan dan minum tidak ada gangguan, lalu pasien

berobat ke bagian rehabilitasi medik RSUPMH.

Pemeriksaan fisik: trunkus simetris, nyeri tekan (+) di punggung

bawah L5-S1.

I. 6. Evaluasi

NO Level ICF Kondisi saat ini Sasaran1 Struktur dan fungsi

tubuh Nyeri pinggang seperti Mengurangi rasa nyeri

11

Page 12: Case Rehab Kita

ditusuk-tusuk yang hilang

timbul dan menjalar ke

kaki kanan

pada pinggang dan kaki

kanan

2 Aktivitas Kesulitan untuk

mengerjakan pekerjaan

rumah tangga (menyapu

dan mencuci baju)

Mengurangi

kemampuan

beraktivitas dalam

kehidupan sehari-hari

3 Partisipasi Penderita dapat ikut dalam

kegiatan sosial &

lingkungan sekitar

Mempertahankan

partisipasi pasien dalam

kegiatan sosial &

lingkungan sekitar

I. 7. Diagnosis Klinis

LBP et causa HNP lumbalis, spondilolistesis lumbosakralis.

I. 8. Program Rehabilitasi Medik

Fisioterapi

Terapi panas:

SWD lumbosacral

IRR ekstrmitas inferior

Terapi dingin : (-)

Stimulasi listrik : (-)

Terapi latihan : (-)

Okupasi terapi

ROM exercise : (-)

ADL exercise : (-)

Ortotik prostetik

Ortotic : Korset lumbal

Prostetic : (-)

12

Page 13: Case Rehab Kita

Alat bantu ambulasi : (-)

Terapi wicara

Afasia : (-)

Dysartria : (-)

Dysfagia : (-)

Sosial medik

Memberi motivasi agar pasien melanjutkan terapi.

Edukasi

Menghindari membungkukkan badan terlalu banyak dan

mengangkat barang-barang yang berat.

Segera beristirahat jika merasakan nyeri saat menyapu/mencuci

baju/berdiri/duduk lama.

Menggunakan ortose untuk membatasi gerakan.

I. 9. Terapi Medikamentosa

Osteocal tab 2x1

Kalium diclofenac tab 2 x 50 mg jika perlu

Ranitidin tab 2x1

Vitamin B1 B6 B12 tab 1x1

I. 10. Prognosis

Medik : Bonam

Fungsional : Dubia

13

Page 14: Case Rehab Kita

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Vertebrae

14

Page 15: Case Rehab Kita

Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan elemen yang

terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah. Columna vertebralis

adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh tulang-

tulang tak beraturan, disebut vertebrae.Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut1:

Cervicales (7)

Thoracicae (12)

Lumbales (5)

Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)

Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)

Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi

atas 2 bagian1:

Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis

(sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior

dan posterior.

Bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis,

serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot

penyokong dan pelindung kolumna vertebrae.

15

Page 16: Case Rehab Kita

Gambar 1. Padangan lateral columna vertebralis

 

Bagian posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi

apofisial (fascet joint). Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh

ligamentum dan tulag rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari

corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago

yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis

anterior dan ligamentum longitudinalis posterior.1

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Diskus Intervertebralis

Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis.

Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak

terjadi gerakan columna vertebralis. Struktur ini dapat dianggap sebagai discus

semielastis, yang terletak di antara corpus vertebrae yang berdekatan dan bersifat

kaku. Ciri fisiknya memungkinkan berfungsi sebagai peredam benturan bila beban

pada columna vertebralis mendadak bertambah, seperti bila seseorang melompat

dari tempat yang tinggi. Kelenturannya memungkinkan vertebra yang kaku dapat

16

Page 17: Case Rehab Kita

bergerak satu dengan yang lain. Sayangnya daya pegas ini berangsur-angsur

menghilang dengan bertambahnya usia.1

Gambar 2. Pandangan lumbar vertebrae

Setiap discus terdiri atas bagian pinggir, anulus fibrosus, dan bagian tengah

yaitu nucleus pulposus.

Anulus fibrosus

Terdiri atas jaringan fibrocartilago, di dalamnya serabut-serabut kolagen

tersususn dalam lamel-lamel yang kosentris. Berkas kolagen berjalan

miring di antara corpus vertebrae yang berdekatan, dan lamel-lamel yang

lain berjalan dalam arah sebaliknya. Serabut-serabut yang lebih perifer

melekat dengan erat pada ligamentum longitudinale anterius dan

posterius columna vertebralis.1

Nucleus fibrosus

Pada anak-anak dan remaja merupakan massa lonjong dari zat gelatin

yang banyak mengandung air, sedikit serabut kolagen, dan sedikit sel-sel

tulang rawan. Biasanya berada dalam tekanan dan terletak sedikit ebih

17

Page 18: Case Rehab Kita

dekat ke pinggir posterior daripada pinggir anterior discus. Permukaan

atas dan bawah corpus vertebrae yang berdekatan yang menempel pada

discus diliuti oleh cartiloago hyalin yang tipis. Sifat nucleus pulposus

yang setengah cair memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae

dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada

flexi dan ekstensi columna vertebralis.1

Peningkatan beban kompresi yang mendadak pada columna vertebralis

menyebabkan nucleus pulposus yang semi cair menjadi gepeng. Dorongan keluar

dari nucleus ini dapat ditahan oleh daya pegas anulus fibrosus disekelilingnya

kadang-kadang, dorongan keluar ini terlalu kuat bagi anulus, sehingga anulus

menjadi robek dan nucleus pulposus enjadinkeluar dan menonjol kedalam canalis

vertebralis, tempat nucleus ini dapat menekan radix nervus spinalis, nervus

spinalis, atau bahkan medula spinalis.1

Dengan bertambahnya umur, kandungan air di dalam nucleus pulposus

berkurang dan digantikan oleh fibrocartilago. Serabut-serabut collagen anulus

berdegenerasi, dan sebagai akibatnya anulus tidak lagi berada dalam tekanan.

Pada usia lanjut, discus ini tipis dan kurang lentur, dan tidak dapat lagi dibedakan

antara nucleus dan anulus.1

18

Page 19: Case Rehab Kita

Gambar 3. A. Perubahan bentuk nucleus pulposus saat fleksi dan ekstensi.

B. Diskus intervertebralis

Discus intervertebralis tidak ditemukan di antara vertebra C1 dan 2 atau di

dalam os sacrum atau os coccygeus. Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus

maupun nucleus pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka nyeri.

Bagian yang merupakan bagian peka nyeri adalah:1

Lig. Longitudinale anterior 

Lig. Longitudinale posterior 

Corpus vertebra dan periosteumnya

Articulatio zygoapophyseal

Lig. Supraspinosum

19

Page 20: Case Rehab Kita

Fasia dan otot fasia dan stabilitas vertebrae tergantung pada integritas

korpus vertebra dan diskus intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong

yaitu ligamentum (pasif) dan otot(aktif). Untuk menahan beban yang besar

terhadap kolumna vertebrale ini stabilitas daerah pinggang sangat bergantung

pada gerak kontraksi volunter dan refleks otot-otot sakrospinalis, abdominal,

gluteus maksimus, dan hamstring. Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus

pulposus menurun dan digantioleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut,

diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar dibedakan dari anulus. Ligamen

longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah, sehingga HNP sering

terjadi di bagian postero lateral.1

 

Gambar 4. “penonjolan” nucleus pulposus

2.2 PAIN (NYERI)

2.2.1 Definisi Pain

The International Association for the Study of Pain mendefinisikan nyeri

sebagai “perasaan yang tidak menyenangkan baik itu sensasi maupun emosi

berkaitan dengan adanya suatu kerusakan jaringan. Definisi ini mencakup aspek

objektif, proses fisiologi nyeri, subjektif, emosi dan psikologi. Respon nyeri

sangat bervariasi antar individu maupun pada individu yang sama dalam waktu

yang berbeda.2

20

Page 21: Case Rehab Kita

2.2.2 Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling

mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.

Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran

pasti tentang nyeri itu sendiri.3

Menurut Smeltzer & Bare (2002), jenis pengukuran nyeri adalah sebagai

berikut:4

2.2.2.1 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun

dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak

terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan pasien

skala tersebut dan meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia

rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan

dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini

memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri.5

2.2.2.2 Skala Identitas Nyeri Numeriks

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri

21

Gambar 5

Page 22: Case Rehab Kita

dengan menggunakan skala 0-10. Skala biasanya digunakan saat mengkaji

intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan

skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR,

1992).5

2.2.2.3 Skala Analog Visual

Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) tidak melebel subdivisi.

VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus

dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien

kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan

pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata

atau satu angka.6

2.2.2.4 Skala Nyeri menurut Bourbanis

Kategori dalam skala nyeri Bourbanis sama dengan kategori VDS, yang

memiliki 5 kategori dengan menggunakan skala 0-10. Menurut AHCPR (1992),

kriteria nyeri pada skala ini yaitu:5

22

Gambar 6

Gambar 7.

Page 23: Case Rehab Kita

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi

nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih

posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,

memukul.

23

Gambar 8.Gambar 8.

Page 24: Case Rehab Kita

2.3 LOW BACK PAIN

2.3.1 Definisi Low Back Pain

Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah atau nyeri pinggang

bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan

nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri yang berasal

dari punggung bawah dapat berujuk kedaerah lain atau sebaliknya yang berasal

dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah/refered pain.7

Menurut Rakel (2002) Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah

punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar

tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas

dan pangkal paha. LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu

gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang

baik.8

2.3.2 Klasifikasi Low Back Pain

Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya LBP

terbagi menjadi dua jenis, yaitu:9

2.3.2.1 Acute Low Back Pain

Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara

tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai

beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain

dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh,

rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak

jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang

lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh

sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada

istirahat dan pemakaian analgesik.9

24

Page 25: Case Rehab Kita

2.3.2.2 Chronic Low Back Pain

Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan.

Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya

memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low

back pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses

degenerasi discus intervertebralis dan tumor.9

2.3.3 Faktor Risiko Low Back Pain

Obesitas yang berasal dari obesitas sentral, dan kehamilan pada tingkat

akhir dapat mengganggu kelengkungan spinal dan menyebabkan low back pain.

Pada kehamilan, nyeri biasanya membaik saat kelahiran. Beberapa aktivitas

seperti jogging, lari pada jalan bersemen ketimbang lintasan sintel, mengangkat

beban berat, duduk yang terlalu lama (mengendara truk, mobil, dan kursi yang

didesain tidak baik) dapat mencetuskan nyeri. Namun demikian faktor psikologis

juga dapat mencetuskan nyeri.10

2.3.4 Penyebab Low Back Pain

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya LBP, antara lain:

2.3.4.1 Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir

Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Kelainan-

kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya

setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan

timbulnya low back pain yang disertai dengan skoliosis ringan.11

Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat menjadi satu,

namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang vertebra

di bagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal dengan

Spina Bifida. Penyakit spina bifida dapat menyebabkan gejala- gejala berat

sepert club foot, rudimentair foot, kelayuan pada kaki, dan sebagainya.

namun jika lubang tersebut kecil, tidak akan menimbulkan keluhan.11

25

Page 26: Case Rehab Kita

Beberapa jenis kelainan tulang punggung (spine) sejak lahir adalah:

a. Penyakit Spondylisthesis

Pada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus vertebrae,

dimana arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae (Bimariotejo,

2009). Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi, namun ketika berumur 35

tahun baru menimbulkan nyeri akibat kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri

pinggang ini berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur dan akan

bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan. Gejala klinis dari penyakit ini

adalah:

1. Penderita memiliki rongga badan lebih pendek dari semestinya. Antara dada

dan panggul terlihat pendek.

2. Pada punggung terdapat penonjolan processus spinosus vertebra yang

menimbulkan skoliosis ringan.

3. Nyeri pada bagian punggung dan meluas hingga ke ekstremitas bawah.

4. Pemeriksaan X-ray menunjukan adanya dislokasi, ukuran antara ujung spina

dan garis depan corpus pada vertebra yang mengalami kelainan lebih panjang

dari garis spina corpus vertebrae yang terletak diatasnya.

b. Penyakit Kissing Spine

Penyakit ini disebabkan karena dua atau lebih processus spinosus

bersentuhan. Keadan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak. Gejala yang

ditimbulkan adalah low back pain. Penyakit ini hanya bisa diketahui dengan

pemeriksaan X-ray dengan posisi lateral.

c. Sacralisasi Vertebrae Lumbal Ke V

Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari vertebra lumbal

ke V melekat atau menyentuh os sacrum dan/atau os ileum

2.3.4.2 Low Back Pain karena Trauma

Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP. Pada

orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas

dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut.11

26

Page 27: Case Rehab Kita

Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan

kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan

terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot

cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun

pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak

mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut.12 Secara patologis anatomis, pada low

back pain yang disebabkan karena trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan,

seperti:

a. Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca

Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri

pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan

saat posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif dan pergerakan

kaki pada hip joint terbatas.

b. Perubahan pada sendi Lumba Sacral

Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan

sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat

menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat

menyebabkan keterbatasan gerak.

2.3.4.3 Low Back Pain karena Perubahan Jaringan

Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan

pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada

daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung

dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang

disebabkan oleh perubahan jaringan antara lain osteoartritis (spondylosis

deformans), fibrositis, dan penyakit infeksi sendi.12

a. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)

Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga

menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada otot

atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra

27

Page 28: Case Rehab Kita

yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda.

Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang.

b. Penyakit Fibrositis

Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini

ditandai dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa nyeri

memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan.

c. Penyakit Infeksi

Infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang

disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan oleh bakteri tuberkulosis.

Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam

serta kelemahan.

2.3.4.4 Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat

Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat

mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi

pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum

dan sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk

dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP.11

Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya

penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh

dan kelemahan otot.11

2.3.4.5. Low Back Pain karena Hernia Nukleus Pulposus (HNP)

Hernia Nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana terjadi

penonjolan pada diskus intervertebralis ke dalam kanalis vertebralis (protrusi

diskus) atau ruptur pada diskus vebrata yang diakibatakan oleh menonjolnya

nukleus pulposus yang menekan anulus fibrosus yang menyebabkan kompresi

pada syaraf, terutama banyak terjadi di daerah lumbal dan servikal sehingga

menimbulkan adanya gangguan neurologi (nyeri punggung) yang didahului oleh

perubahan degeneratif pada proses penuaan.

28

Page 29: Case Rehab Kita

Etiologi

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut:

1) Riwayat trauma

2) Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk,

mengemudi dalam waktu lama

3) Sering membungkuk

4) Posisi tubuh saat berjalan

5) Proses degeneratif (usia 30-50 tahun)

Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai

dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya

kadar air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang

elastis.

6) Struktur tulang belakang

Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena daerah

lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu

menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh

sendi L5-S1. Mobilitas daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan

ekstensi sangat tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan

ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-S1. Daerah lumbal terutama L5-

S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum longitudinal posterior

hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang

paling sering adalah postero lateral.

Faktor risiko

A. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah

1. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi

2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita

3. Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya

29

Page 30: Case Rehab Kita

B. Faktor risiko yang dapat dirubah

1. Pekerjaan dan aktivitas

Duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-barang

berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung,

latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.

2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,

latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.

3. Merokok

Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan

diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah

4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat

menyebabkan strain pada punggung bawah.

Epidemiologi

HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6

dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak

dan remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. Dengan

insidens Hernia lumbosakral lebih dari 90% sedangkan hernia servikalis sekitar 5-

10%.

Patofisiologi

Ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif

yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus

menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang

menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setelah

trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat)

kartilago dapat cedera.

Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat,

dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama

beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya

mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan

30

Page 31: Case Rehab Kita

nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat

muncul dari kolumna spinal.

Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus

pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis

berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral.

Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena.

Lagipula pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis

lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada

kolumna anterior.

Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis

mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

Gambar 9. Kompresi saraf spinal lumbal pada HNP

Klasifikasi

1. Hernia Lumbosacralis

Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka

posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma

adalah kejadian yang berulang. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat

menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan

melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol

keluar sampai anulus dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis

vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada

31

Page 32: Case Rehab Kita

celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah),

dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf.

2. Hernia Servikalis

Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan

kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal

menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun

atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan

C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar

posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan

nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan

kulit.

3. Hernia Thorakalis

Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-

gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat

menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang

paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese.

Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi (menurut love

dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada

empat thorakal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma

jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.

Manifestasi klinis

1. Ischialgia

Nyeri bersifat tajam, seperti terbakar, dan berdenyut sampai ke bawah

lutut. Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus

ischiadicus sampai ke tungkai.

2. Dapat timbul gejala kesemutan atau rasa baal

Pada kasus berat dapat timbul kelemahan otot dan hilangnya refleks

tendon patella (KPR) dan Achilles (APR). Bila mengenai konus atau kauda ekuina

32

Page 33: Case Rehab Kita

dapat terjadi gangguan defekasi, miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan

kegawatan neurologis yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah

kerusakan fungsi permanen.

Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat,

membungkuk akibat bertambahnya tekanan intratekal. Kebiasaan penderita perlu

diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada sisi yang sehat. Menurut

Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan keluhan LBP dan nyeri yang dijalarkan

ke tungkai, pemeriksaan awal cukup meliputi:

Tes laseque

Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki. Kelemahan

menunjukkan gangguan akar saraf L4-5

Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1

Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1)

Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk HNP. Bila tes ini

positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti tidak ada HNP.

Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP L4-S1 yang mencakup

90% kejadian HNP. Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk menjaring HNP

yang jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis hanya dengan

pemeriksaan fisik saja.

Gejala masing-masing dari tipe HNP

A. Hernia Lumbosakralis

Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan

periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan

tertentu, ketegangan, hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga

kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada

tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri

menjalar kedalam bokong dan tungkai. “Low back pain” ini disertai rasa nyeri

yang menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara

refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam

bentuk skilosis lumbal.

33

Page 34: Case Rehab Kita

Sindrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri dari:

Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.

Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki

Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks

Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :

Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar kejurusan tungkai

yang sakit, pada tungkai ini timbul nyeri.

Tess Naffziger : Penekanan pada vena jugularis bilateral.

Tes Lasegue

Tes Valsava

Tes Patrick

Tes Kontra Patrick

Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral tungkai atas dan

bawah. Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi paresis dari muskulus

ekstensor kuadriseps dan muskulus ekstensor ibu jari.

B. Hernia servicalis

Gejala-gejala yang timbul, seperti:

Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis)

Atrofi di daerah biceps dan triceps

Refleks biceps yang menurun atau menghilang

Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk

C. Hernia thorakalis

Gejala-gejala yang timbul, seperti:

Nyeri radikal

Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang

paraparesis

Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia

Diagnosis

34

Page 35: Case Rehab Kita

Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum,

pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang. Adanya riwayat mengangkat

beban yang berat dan berulang, timbulnya low back pain. Gambaran klinisnya

berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.

1. Anamnesis

Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan dan bagaimana mulai timbulnya,

lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali

kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan, ada riwayat trauma

sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit yang sama. Adanya

riwayat mengangkat beban yang berat dan berulangkali, timbulnya low back pain.

Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.

2. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi:

Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:

- Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah

Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan

nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf

yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan

tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan

pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).

Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh

membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke

suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang

ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.

Palpasi:

Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya

kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).

Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan

menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke

kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Penekanan

35

Page 36: Case Rehab Kita

dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya

fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan  pada

kelainan neurologis.

Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4

dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1. Harus dicari

pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang

menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari

pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN

atau LMN.

Pemeriksaan motorik harus dilakukan dengan seksama dan harus

dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan

mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya.

Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan

perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti

diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai

dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam

menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat laju endap

darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.

4. Pemeriksaan Radiologis

Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-

kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan

degeneratif,  dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-

kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu

skoliosis akibat spasme otot paravertebral.

CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif  bila vertebra dan level

neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.

36

Page 37: Case Rehab Kita

MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan

menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah

ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang

paling terkena. MRI  sangat berguna bila:

vertebra dan level neurologis belum jelas

kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak

untuk menentukan  kemungkinan herniasi diskus post operasi

kecurigaan karena infeksi atau neoplasma

Diagnosis banding

1. Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan serebrospinalis yang

berprotein tinggi. Hal ini dapat dibedakan dengan menggunakan myelografi.

2.   Arthiritis

3.   Anomali colum spinal.

Terapi

A. Terapi Konservatif

Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki

kondisi fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung

secara keseluruhan. 90% pasien akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya

sisanya yang membutuhkan pembedahan. Terapi konservatif untuk HNP meliputi:

1. Tirah baring

Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan

intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama

akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali

ke aktivitas biasa.

Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan

punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan

dari vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan

aproksimasi jaringan yang meradang.

37

Page 38: Case Rehab Kita

2. Medikamentosa

Analgetik standar (parasetamol, kodein, dan dehidrokodein yang

diberikan tersendiri atau kombinasi).

NSAID : penghambat COX-2 (ibuprofen, naproxen, diklofenak) dan

penghambat COX-2 (nabumeton, etodolak, dan meloxicam).

Analgetik kuat : potensi sedang (meptazinol dan pentazosin), potensi

kuat (buprenorfin, dan tramadol), dan potensi sangat kuat (diamorfin dan

morfin).

Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat

dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi

3. Terapi fisik

4. Traksi pelvis

Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak

terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset

dan traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan

dalam kecepatan penyembuhan.

5. Diatermi/kompres panas/dingin

Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan

spasme otot. Pada keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin,

termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres

panas maupun dingin.

6. Korset lumbal

Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat digunakan

untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB kronis.

Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban pada diskus serta dapat

mengurangi spasme.

7. Latihan

Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal pada

punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa

kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas

fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan

38

Page 39: Case Rehab Kita

dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah

semakin meningkat.

8.  Latihan kelenturan

Punggung yang kaku berarti kurang fleksibel akibatnya vertebra

lumbosakral tidak sepenuhnya lentur. Keterbatasan ini dapat dirasakan

sebagai keluhan “kencang”. Latihan untuk kelenturan punggung adalah

dengan membuat posisi meringkuk seperti bayi dari posisi terlentang.

Tungkai digunakan sebagai tumpuan tarikan. Untuk menghasilkan posisi

knee-chest, panggul diangkat dari lantai sehingga punggung teregang,

dilakukan fleksi bertahap punggung bawah bersamaan dengan fleksi leher

dan membawa dagu ke dada. Dengan gerakan ini sendi akan mencapai

rentang maksimumnya. Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali gerakan, 2

kali sehari.

9. Latihan penguatan

Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan

belakang dari posisi berbaring.

Latihan menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring lutut ditekuk dan

kembali diluruskan dengan tumit tetap menempel pada lantai (menggeser

tumit).

Latihan mengangkat panggul: Pasien dalam posisi telentang, dengan lutut

dan punggung fleksi, kaki bertumpu di lantai. Kemudian punggung

ditekankan pada lantai dan panggul diangkat pelan-pelan dari lantai,

dibantu dengan tangan yang bertumpu pada lantai. Latihan ini untuk

meningkatkan lordosis vertebra lumbal.

Latihan berdiri: Berdiri membelakangi dinding dengan jarak 10-20 cm,

kemudian punggung menekan dinding dan panggul direnggangkan dari

dinding sehingga punggung menekan dinding. Latihan ini untuk

memperkuat muskulus kuadriseps.

Latihan peregangan otot hamstring: Peregangan otot hamstring penting

karena otot hamstring yang kencang menyebabkan beban pada vertebra

lumbosakral termasuk pada anulus diskus posterior, ligamen dan otot

39

Page 40: Case Rehab Kita

erector spinae. Latihan dilakukan dari posisi duduk, kaki lurus ke depan

dan badan dibungkukkan untuk berusaha menyentuh ujung kaki. Latihan

ini dapat dilakukan dengan berdiri.

Latihan berjinjit: Latihan dilakukan dengan berdiri dengan seimbang

pada 2 kaki, kemudian berjinjit (mengangkat tumit) dan kembali seperti

semula. Gerakan ini dilakukan 10 kali.

Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan menekuk satu lutut,

meluruskan kaki yang lain dan mengangkatnya dalam posisi lurus 10-20

cm dan tahan selama 1-5 detik. Turunkan kaki secara perlahan. Latihan

ini diulang 10 kali.

Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut:

Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak

dan lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.

Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir

tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan

berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada

paha untuk membantu posisi berdiri.

Pada posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan

menggeser posisi panggul.

Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan

diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.

Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak

jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan

otot perut. Dengan punggung lurus, beban diangkat dengan cara

meluruskan kaki. Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan sedekat

mungkin dengan dada.

Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan

kaki harus berubah posisi secara bersamaan.

40

Page 41: Case Rehab Kita

Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok

dengan wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani

punggung saat bangkit.

Dengan melakukan latihan setiap hari, atau setidaknya 3-4 kali/minggu secara

teratur maka diperkirakan dalam 6-8 minggu kekuatan akan membaik sebanyak

20-40%.

B. Terapi Operatif

Tujuannya adalah mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi

nyeri dan mengubah defisit neurologik. Tindakan operatif pada HNP harus

berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:

Defisit neurologik memburuk.

Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).

Paresis otot tungkai bawah.

Terapi Konservatif gagal

Terapi operatif meliputi:

1) Disektomi

Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral

2) Laminektomi

Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis

spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,

mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi

medula dan radiks

3) Laminotomi

Pembagian lamina vertebra

4) Disektomi dengan peleburan

Graf tulang (Dari krista illaka atau bank tulang) yang digunakan untuk

menyatukan dengan prosessus spinosus vertebrata. Tujuan peleburan spinal

adalah untuk menstabilkan tulang belakang dan mengurangi kekambuhan.

41

Page 42: Case Rehab Kita

Berdasarkan lokasi herniasi penatalaksanaan dapat dibedakan menjadi:

1. Hernia Lumbosacralis

Pada fase akut, pasien tidur diatas kasur yang keras beralaskan papan

dibawahnya. Traksi dengan beban mulai 6 Kg kemudian berangsur-angsur

dinaikkan 10 Kg. pada hernia ini dapat diberikan analgetik salisilat

2. Hernia Servicalis

Untuk HNP sevicalis, dapat dilakukan traksi leher dengan kalung glisson,

berat beban mulai dari 2 Kg berangsur angsur dinaikkan sampai 5 Kg. tempat

tidur dibagian kepala harus ditinggikan supaya traksi lebih efektif.

Untuk HNP yang berat, dapat dilakukan terapi pembedahan pada daerah

yang rekuren. Injeksi enzim chympapim kedalam sendi harus selalu diperhatikan.

Komplikasi

1) Kelemahan dan atrofi otot

2) Trauma serabut syaraf dan jaringan lain

3) Kehilangan kontrol otot sphinter

4) Paralis / ketidakmampuan pergerakan

5) Perdarahan

6) Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal

Prognosis

Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu

perawatan yang praktis dengan kesembuhan maksimal. Kelemahan fungsi motorik

dapat menyebabkan atrofi otot dan dapat juga terjadi pergantian kulit.

42

Page 43: Case Rehab Kita

Spondilolisthesis

Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata

spondylo yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti

“bergeser”. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran

(biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya.1,4,5,9

Etiopatofisiologi

Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan lumbosakral

(kecil bagian belakang dan bagian belakang panggul) yang kecil, sendi facet tidak

kompeten, yang dapat bersifat kongenital (bawaan), disebut sebagai

spondilolisthesis displastik, atau mungkin terjadi selama masa remaja karena

patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang belakang darikegiatan

olahraga terkait seperti angkat berat, berlari, berenang, atau sepak bola yang

menyebabkan seseorang memiliki spondilolisthesis isthmic.1,9

Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesis dikategorikan oleh sistem

klasifikasi Wiltse:

1. Displatik.

- Sendi facet memungkinkan pergeseran kedepan.

- Lengkungan neural biasanya masih utuh.2

2. Isthmic.

- Lesi dari pars.

- Terdapat 3 subtipe: fraktur stress, pemanjangan dari pars, dan fraktur

pars akut.2

3. Degeratif.

Spondilolisthesis bisa disebabkan oleh penuaan, umum, dan keausan

tulang, jaringan, otot-otot, dan ligamen tulang belakang disebut sebagai

spondilolisthesis degeneratif.2

4. Trauma.

Setelah kecelakaan besar atau trauma untuk kembali

menghasilkan kondisi yang disebut spondilolisthesis trauma.2

5. Patologis.

43

Page 44: Case Rehab Kita

Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling langka,

disebut spondilolisthesispatologis. Jenis Spondilolisthesis terjadi karena

kerusakan pada elemen posterior dari metastasis (kanker sel-sel yang

menyebar ke bagian lain dari tubuh dan menyebabkan tumor) atau

penyakit tulang metabolik. Jenis ini telah dilaporkan dalam kasus-kasus

penyakit Paget tulang (dinamai Sir James Paget, seorang ahli bedah

Inggris yang menggambarkan gangguan kronis yang biasanya

menghasilkan tulang membesar dan cacat), tuberkulosis (penyakit menular

mematikan yang biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat menyebar ke

bagian lain dari tubuh), tumor sel raksasa, dan metastasis tumor.2

Diagnosis yang tepat dan identifikasi jenis atau kategori

Spondilolisthesis adalah penting untuk memahami serta keparahan dari

pergeseran yang terbagi menjadi 5 kelas sebelum pengobatan yang tepat untuk

kondisi tersebut dapat disarankan.2

Epidemiologi

Insidensi spondilolisthesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan studi

otopsi. Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena secara

umum populasi pastinya akan mengalami penuaan. Paling sering melibatkan level

L4-L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki listhesis tipe ini.1,2,8

Gejala klinis

Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis

pergeseran dan usia pasien.Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi klinis

dapat berupa nyeri punggung bawah ringan yang sesekali dirasakan pada panggul

dan paha posterior, terutama saat beraktivitas. Gejala jarang berkorelasi dengan

tingkat pergeseran, meskipun mereka disebabkan ketidakstabilan segmental.

Tanda neurologis seringkali berkorelasi dengan tingkat selip dan melibatkan

motorik, sensorik, dan perubahan refleks yang sesuai untuk pelampiasan akar

saraf (biasanya S1).3

44

Page 45: Case Rehab Kita

Gejala yang paling umum dari spondylolisthesis adalah:

1. Nyeri punggung bawah.

Hal ini sering lebih memberat dengan latihan terutama dengan ekstensi

tulang belakang lumbal.4

2. Beberapa pasien dapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan,atau

kelemahan pada kaki karena kompresi saraf.Kompresi parah dari saraf

dapat menyebabka nhilangnya kontrol dari usus ataufungsi kandung

kemih.4

3. Keketatan dari paha belakang dan penurunan jangkauan gerak dari

punggung bawah.4

Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan datang

dengan nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau kombinasi dari

gejala-gejala tersebut. Pergeseran yang paling umum adalah di L4-5 dan kurang

umum di L3-4. Gejala-gejala radikuler sering hasil dari stenosis recessus lateral

dari facet dan ligamen hipertrofi dan/ atau disk herniasi. Akar saraf L5

dipengaruhi paling sering dan menyebabkan kelemahan ekstensor halusis longus.

Stenosis pusat dan klaudikasio neurogenik bersamaan mungkin atau mungkin

tidak ada.4

Penyebab gejala klaudikasio selama ambulasi adalah multifaktorial. Rasa

sakit ini berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk

atau bersandar. Fleksi memperbesar ukuran kanal oleh peregangan ligamentum

flavum menonjol, pengurangan lamina utama dan aspek, dan pembesaran foramen

tersebut. Hal ini mengurangi tekanan pada akar saraf keluar dan, dengan

demikian, mengurangi rasa sakit.4

Diagnosis

45

Page 46: Case Rehab Kita

Pada kebanyakan kasus, jarang ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik pasien

spondilolistesis. Pasien biasanya mengeluh nyeri di bagian punggung yang

disertai dengan nyeri intermitten pada tungkai. Spondilolistesis sering

menyebabkan spasme otot, atau kekakuan pada betis.

Spondilolistesis mudah didiagnosis dengan menggunakan foto polos tulang

belakang. X-ray lateral akan menunjukkan kelainan apabila terdapat vertebra yang

bergeser ke depan dibandingkan dengan vertebra di dekatnya. Spondilolistesis

dibagi berdasarkan derajatnya berdasarkan persentase pergeseran vertebra

dibandingkan dengan vertebra di dekatnya, yaitu:

1. Derajat I: pergeseran kurang dari 25%

2. Derajat II diantara 26-50%

3. Derajat III diantara 51-75%

4. Derajat IV diantara 76-100%

5. Derajat V, atau spondiloptosis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari

tempatnya

Gambar 1. Pengukuran Derajat Spondilolisthesis

46

Page 47: Case Rehab Kita

Gambar 2. Spondilolisthesis Grade I

Gambar 3. Spondilolisthesis Traumatik Grade IV.

Jika pasien mengeluh nyeri, kebas-kebas, kelemahan pada tungkai,

pemeriksaan penunjang tambahan mungkin diperlukan. Gejala-gejala ini dapat

disebabkan stenosis atau penyempitan ruang tempat lewatnya saraf pada tungkai.

CT scan atau MRI dapat membantu mengidentifikasi kompresi saraf yang

berhubungan dengan spondilolistesis. Pada keadaan tertentu, PET scan dapat

membantu menentukan adanya proses akftif pada tulang yang mengalami

kelainan. Pemeriksaan ini juga berperan dalam menentuskan terapi pilihan untuk

spondilolistesis.6

47

Page 48: Case Rehab Kita

Pemeriksaan Penunjang

Berikut adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang menunjang diagnosis

spondilolisthesis:

a. X-ray

Pemeriksaan awal untuk spondilolistesis yaitu foto AP, lateral,

dan spot view radiograffi dari lumbal dan lumbosacral junction. Foto

oblik dapat memberikan informasi tambahan, namun tidak rutin

dilakukan. Foto lumbal dapat memberikan gambaran dan derajat

spondilolistesis tetapi tidak selalu membuktikan adanya isolated

spondilolistesis.

b. SPECT

SPECT dapat membantu dalam pengobatan. Jika SPECT

positif maka lesi tersebut aktif secra metabolik.

c. Computed tomography (CT) scan

CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat

memeberikan gambaran yang lebih baik dari spondilolistesis. CT scan

juga dapat membantu menegakkan penyebab spondilolistesis yang

lebih serius.

d. Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI dapat memperlihatkan adanya edema pada lesi yang akut.

MRI juga dapat menentukan adanya kompresi saraf spinal akibat

stenosis dadri kanalis sentralis.

e. EMG

EMG dapat mengidentifikasi radikulopati lainnya atau

poliradikulopati (stenosis), yang dapat timbul pada spondilolistesis.7

48

Page 49: Case Rehab Kita

Penatalaksanaan

Nonoperatif

Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservative. Pengobatan

non operative diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau

defisit neurologis yang stabil. Hal ini dapat merupakan pengurangan berat badan,

stretching exercise, pemakaian brace, pemakain obat anti inflamasi. Hal terpenting

dalam manajemen pengobatan spondilolistesis adalah motivasi pasien.6

Operatif

Pasien dengan defisit neurologis atau nyeri yang mengganggu aktifitas,

yang gagal dengan non operative manajemen diindikasikan untuk operasi. Bila

radiologis tidak stabil atau terjadi progresivitas slip dengan serial x-ray disarankan

untuk operasi stabilisasi. Jika progresivitas slip menjadi lebih 50% atau jika slip

50% pada waktu diagnosis, ini indikasi untuk fusi. Pada high grade

spondilolistesis walaupun tanpa gejala, fusi tetap harus dilakukan. Dekompresi

tanpa fusi adalah logis pada pasien dengan simptom oleh karena neural kompresi.

Bila manajemen operative dilakukan pada dewasa muda maka fusi harus

dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip yang bermakna bila dilakukan

operasi tanpa fusi. Jadi indikasi fusi antara lain: usia muda, progresivitas slip lebih

besar 25%, pekerja yang sangat aktif, pergeseran 3mm pada fleksi/ekstensi lateral

x-ray. Fusi tidak dilakukan bila multi level disease, motivasi rendah, aktivitas

rendah, osteoporosis, habitual tobacco abuse. Pada habitual tobacco abuse angka

kesuksesan fusi menurun. Brown dkk mencatat pseudoarthrosis (surgical non

union) rate 40% pada perokok dan 8% pada tidak perokok. Fusi insitu dapat

dilakukan dengan beberapa pendekatan:6

1. anterior approach

2. posterior approach (yang paling sering dilakukan)

3. posterior lateral approach

49

Page 50: Case Rehab Kita

Komplikasi

Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun

penarikan (traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien

yang membutuhkan penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan

spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (<1%),

kebocoran cairan serebrospinal (2%-10%), kegagalan melakukan fusi (5%-25%),

infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1%-5%). Pada pasien yang

perokok, kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat melakukan fusi ialah

(>50%). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk

menderita spondilolistesis isthmic atau congenital yang lebih progresif. Radiografi

serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui

perkembangan pasien ini.8

Prognosis

Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal

kemungkinan akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien

dengan perubahan vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan

mengalami gejala yang sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya

spondilolistesis degenerative meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan

pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada 30% pasien. Bila pergeseran

vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin dekat dan menyebabkan

penekanan pada saraf (nerve compression) atau sciatica hal ini akan

membutuhkan pembedahan dekompresi.8

2.3.5 Terapi Low Back Pain

Tatalaksana pada pasien LBP bergantung dari riwayat pasien dan tipe dari

nyeri yang diderita oleh pasien. Dengan terapi tanpa pembedahan, sebagian besar

pasien dengan LBP akan sembuh dalam enam bulan. Jika tidak ada perbaikan,

diagnosis lebih lanjut dan pembedahan disarankan untuk dilakukan.13

50

Page 51: Case Rehab Kita

2.3.5.1 Terapi Non bedah

Terapi pasien dengan LBP dimulai dengan istirahat atau tirah baring untuk

membatasi aktivitas pasien. Istirahat ini dapat mengurangi inflamasi dan

mengurangi spasme otot yang menyebabkan nyeri.14 Istirahat juga dapat

memberikan kesempatan perbaikan pada syaraf yang cedera. Namun, istirahat

tirah baring melebihi dua hari tidak disarankan karena hal ini dapat merusak

tulang, jaringan lunak, otot, dan sistem peredarahan darah.15

Jika LBP disertai dengan fraktur dari sebagian vertebrae, pasien

direkomendasikan menggunakan korset rigid selama dua atau tiga bulan.

Penggunaan korset rigid juga dapat membatasi pergerakan sendi lumbosakral

sehingga mengurangi risiko cedera sendi lebih lanjut.14

Penggunaan terapi medikasi pada terapi LBP juga dapat dilakukan untuk

mengurangi nyeri. Obat-obatan yang digunakan pada umumnya berasal dari

golongan NSAIDs, muscle relaxant, dan antidepresan.15 Selain itu, nyeri juga

dapat dihindari dengan menghindari posisi atau gerakan tubuh yang dapat

mencetuskan nyeri. Oleh karena itu, pemilihan posisi yang membuat pasien

nyaman sangat penting untuk melindungi pasien dari kecelakaan sendi,

mereduksi gejala, dan mencegah cedera lebih lanjut.15 Walaupun demikian, pasien

dengan LBP juga perlu melakukan latihan-latihan untuk memperbaiki fleksibilitas

dari punggung dan hamstring serta untuk menguatkan kembali otot-otot punggung

dan abdominal.14

2.3.5.2 Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan dilakukan jika terapi nonbedah tidak memperbaiki

keadaan pasien LBP dan jika telah diketahui pasti penyebab dari LBP yang telah

dibuktikan gambaran radiologi, MRI, atau CT-scan. Pada pasien LBP dengan

spondilolisthesis misalnya, pembedahan dilakukan jika terjadi pergeseran

vertebrae berat yang menyebabkan kesulitan berjalan, perubahan pada fungsi

ekskresi (bowel and bladder), dan perburukan fungsi syaraf.15

Pembedahan pada pasien MBP dapat berupa laminektomi,

mikrodistektomi, dan fusi. Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengurangi

51

Page 52: Case Rehab Kita

kompresi dari radiks syaraf. Dengan dilakukan pembedahan ini, diharapkan

penyebab utama dari LBP dapat diatasi dan pasien tidak menderita nyeri lagi.13,14

2.3.5.3 Rehabilitasi

Terapi rehabilitasi biasanya memerlukan waktu latihan beberapa kali

selama empat hingga enam minggu. Beberapa kasus memerlukan waktu lebih

panjang untuk menjalani terapi hingga selesai.14

Tujuan utama dari terapi rehabilitasi ini adalah untuk mengontrol gejala

LBP. Terapis akan membantu pasien menemukan posisi dan pergerakan yang

dapat mengurangi rasa nyeri. Terapi menggunakan panas (IRR, MWD, dan

SWD), dingin (cryoterapi), ultrasound (US), dan stimulasi elektrik (TENS) juga

dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.14

Latihan yang dijalani pasien LBP adalah peregangan otot-otot paha.

Seiring dengan perbaikan kondisi pasien, dilakukan juga latihan untuk

menguatkan otot-otot abdominal dan otot-otot punggung. Latihan ini dilakukan

pada otot-otot tersebut untuk membantu pasien agar mudah bergerak dan

mengurangi permasalahan nyeri di waktu mendatang jika nyeri ini kambuh lagi.

Sebenarnya latihan peregangan otot tidak dibatasi pada otot-otot ini saja karena

semua otot menahan tulang belakang lumbal dan korset pelvic dapat

diseimbangkan dan stretching yang regular dapat membantu memperbaiki gerakan

yang normal tulang belakang dan pelvis. Stretching menggunakan gerakan

dinamik postural (yoga postur) dapat secara khusus menolong karena dapat

memperbaiki keseimbangan otot tulang belakang dan korset pelvic.15

Latihan ini biasanya bersatu dengan program rehabilitasi yang lebih

komprehensif, meliputi latihan stabilisasi. Tujuan latihanini adalah untuk

mengajarkan kepada pasien bagaimana menemukan tulang belakang yang normal

selama latihan setiap hari. Posisi normal tulang belakang berbeda untuk setiap

individu, dibedakan oleh pelvis dan postur tulang belakang yang menempatkan

penekanan terakhir pada elemen tulang belakang dan struktur pendukung.

Stabilisasi spinal menekankan aktivasi yang sinergis dari trunkus dan otot-otot

pada posisi tengah karean kekuatan otot abdominal dan otot-otot gluteal. Selain

52

Page 53: Case Rehab Kita

itu, memungkinkan pasien untuk melatih otot-otot yang mendukung trunkus dan

tulang belakang sehingga dapat mengurangi seluruh penekanan dari tulang

belakang.14

2.3.5.4 Edukasi

Edukasi pasien sangat penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi dari

tulang belakang. Pada masa akut, pasien harus memeiliki pengertian yang baik

atas kondisi mereka dan kemungkinan efek merugikan dari tirah baring yang

lama. Instruksi pada postur yang sesuai dan mekanik tubuh dengan aktivitas

sehari-hari sangat penting untuk setiap pasien. Bila nyeri menjadi tidak terkontrol,

pasien harus aktif pada program rehabilitasi tulang belakang yang meningkat yang

kemudian dapat digabungkan dengan program latihan rumah untuk melanjutkan

kekuatan fungsi. Strategi keamanan punggugn dan proteksi sendi disatukan

melalui proses rehabilitasi.15

2.3.6 Prognosis

Prognosis mencakup prognosis klinis dan prognosis fungsional. Tujuan

dari menentukan prognosis adalah untuk memberikan penilaian terhadap

perkembangan lebih lanjut dari penyakit yang diderita.16

2.3.6.1 Prognosis Klinis

Secara klinis, prognosis LBP bergantung dari etiologi LBP, tata laksana

yang akan dijalani oleh pasien, kepatuhan pasien, dan latihan-latihan yang akan

dilakukan oleh pasien. Pasien sedang menjalani fisioterapi berupa pemanasan

dalam (SWD dan IRR), TENS, dan disarankan untuk menggunakan korset. Jika

pasien patuh, mengikuti latihan dan tata laksana dengan baik, prognosis secara

klinis dari pasien ini adalah dubia ad bonam.16

2.3.6.2 Prognosis Fungsional

Prognosis secara fungsional dapat dinilai dengan menggunakan standar

fungsional Functional Independence Measure (FIM), Indeks Katz, atau Indeks

53

Page 54: Case Rehab Kita

Barthel. Secara umum yang dinilai adalah fungsional aktivitas pasien yang

mencakup kegiatan sehari-hari, yaitu makan, mobilitas, mandi, personal toilet,

berpakaian, mengatur BAB dan BAK. Pasien ini dapat dapat melakukan semua

kegiatan tersebut secara mandiri, tetapi ada keterbatasan gerak pada saat duduk,

hendak berdiri, dan beribadah (sholat). Dengan program rehabibiltasi tulang

belakang yang aktif dan terfokus, prognosis dari pasien ini untuk dapat

beraktivitas yang bebas dari nyeri sangat baik, walaupun beberapa pasien LBP

menetap dan membutuhkan lebih banyak intervensi. Oleh karena itu, prognosis

fungsional pasien ini adalah dubia ad bonam.16

54

Page 55: Case Rehab Kita

BAB III

ANALISIS KASUS

Ny. N, perempuan, 60 tahun, alamat dalam kota, datang dengan keluhan

utama nyeri pinggang. Dari anamnesis, didapatkan bahwa ± 1 bulan yang lalu,

pasien mengeluh nyeri pinggang kanan yang hilang timbul dan semakin lama,

nyeri pinggang tersebut menjalar ke tungkai kanan, nyeri di rasakan semakin berat

saat pasien melakukan aktivitas sehari- hari seperti mencuci dan membersihkan

rumah. Pasien juga mengeluh kesukaran berjalan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk,

dirasakan menjalar dari pinggang ke paha belakang, betis, dan kaki kanan, dan

berkurang saat berbaring. Dari riwayat penyakit dahulu, pasien pernah mengalami

trauma, yaitu jatuh terpeleset saat pergi ke pasar dengan posisi terduduk pada 6

bulan yang lalu.

Riwayat hipertensi (+) sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol. Pasien

pernah mengalami stroke (+) 5 tahun yang lalu, dan pasien pernah di rawat di

rumah sakit selama 1 bulan. Pasien di nyatakan sembuh. Dari riwayat penyakit

keluarga tidak ada penyakit dengan keluhan yang sama. Pasien adalah dan ibu

rumah tangga dengan keadaan sosial ekonomi menengah ke bawah.

Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien mengalami nyeri pinggang yang

menjalar ke betis kaki kanan. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri

radikuler yang mungkin berasal dari diskus L5-S1 dan merupakan tanda-tanda

nyeri pungung bawah atau low back pain.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan tanda vital tekanan darah

140/100 mmHg, keadaan umum, dan keadaan spesifik yang normal, kecuali pada

daerah trunkus dimana didapatkan nyeri tekan (+) di punggung bawah L5-S1. Tes

Laseque didapatkan negatif. Pada pemeriksaan neurologikus, tidak didapatkan

kelainan saraf kranialis, saraf sensoris, dan motorik pada ekstremitas atas maupun

bawah. Pemeriksaan penunjang radiologis yang direncanakan adalah foto

lumbosakral, yaitu didapatkan penyempitan pada sendi vertebra lumbasakral L5-

S1, dan pergeseran vertebrae L5. Oleh karena itu, diagnosis pada pasien ini dari

55

Page 56: Case Rehab Kita

anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah LBP et causa suspect HNP lumbalis dan

spondilolisthesis.

Program tatalaksana rehabilitasi medik pada pasien ini meliputi fisioterapi

yaitu Short Wave Diathermia (SWD) dan korset dari segi terapi ortotik prostetik.

Terapi panas untuk jaringan yang lebih dalam pada pasien ini digunakan Short

Wave Diatermi. Dari terapi SWD, efek yang diharapkan adalah peningkatkan

aliran darah, rasa nyeri berkurang, dan terjadi relaksasi otot.

Dari segi terapi ortotik prostetik, pasien disarankan untuk memakai korset

LSO (Lumbal Sacral Orthose). Fungsinya untuk mengontrol postur spinal,

mengurangi nyeri, mencegah cedera lebih lanjut, dan menghindarkan gerakan

yang berbahaya bagi spinal.

Tatalaksana kasus dengan medikamentosa, pasien diberikan obat

penghilang nyeri berupa natrium diclofenac 50 mg dua kali sehari, osteocal dua

kali sehari, dan vitamin B1, B6 dan B12 satu kali sehari. Edukasi kepada pasien

untuk membatasi tindakan mengangkat barang-barang berat serta untuk

menggunakan mekanika tubuh dengan benar dan menggunakan korset lumbal.

Pasien ini sedang menjalani fisioterapi berupa pemanasan dan disarankan

untuk menggunakan korset. Jika pasien patuh, mengikuti latihan dan tatalaksana

dengan baik, prognosis secara medik dari pasien ini adalah bonam.

Pasien ini dapat melakukan semua kegiatan sehari-hari secara mandiri,

tetapi ada keterbatasan gerak pada saat berjalan, duduk, berdiri, dan beribadah

(sholat). Dengan program rehabilitasi tulang belakang yang aktif dan terfokus,

prognosis dari pasien ini untuk dapat beraktivitas yang bebas dari nyeri sangat

baik walaupun pada beberapa pasien LBP dapat menetap dan membutuhkan lebih

banyak intervensi. Oleh karena itu, prognosis fungsional pasien ini adalah dubia.

56

Page 57: Case Rehab Kita

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:

EGC.

2. IASP. 2011. IASP Taxonomy. Diunduh dari http://www.iasp-pain.org/. [Diakses

tanggal 22 Maret 2013].

3. Tamsuri, A. 2007. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-

63

4. Smeltzer, S. C, Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC

5. Agency for Health Care Policy and Research. 1992. Assessment & management

of pain. Diunduh dari http://rnao.ca/. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

6. Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses, dan Praktik Edisi 4 Vol 1. Jakarta: EGC.

7. Meliala, L. dan Pinzon, R. 2004. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri

Punggung Bawah. Dalam Meliala, L. et al. Kumpulan Makalah Pain

Symposium: Toward Mechanism Based Treatment, hal 109-116.

Yogyakarta: Medikagama Press.

8. Maher, Salmond dan Pellino. 2002. Low Back Pain Syndrome. Philadelphia:

FA Davis Company.

9. Roper, A.H. dan R.H. Brown. 2005. Adams dan Victor’s Priciples of

Neurology. Edisi 8. The McGraw Hill Companies. Inc. USA. Halaman

168-170.

10. Ehrilch, G.E. 2003. Low Back Pain. Bulletin of the World Health

Organization; 81. Halaman 671-676.

11. Bimariotejo. (2009). Low Back Pain (LBP). Diunduh dari

www.backpainforum.com/ [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

57

Page 58: Case Rehab Kita

12. Idyan, Z. (2008). Hubungan Lama duduk Saat Perkuliahan dengan Keluhan

Low. Back Pain. Diunduh dari http://inna-ppni.or.id/ [Diakses tanggal

22 Maret 2013].

13. Ullrich, P.F. 2007. Lower back Pain Treatment. Diunduh dari

http://www.spine-health.com/. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

14. Aging Spine Center. 2003. A Patients’ Guide to Lumbar Spondylolisthesis.

http://www.agingspinecenter.com/. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

15. Ruslan, H.M. dan Fauziah N.K. 2009. Terapi Fisik dan Rehabilitasi Medik

Edisi Ketiga. Palembang: Bagian Rehabilitasi Medik Fakultas

Kedokteran Unsri.

16. Jalalin. 2006. Penuntun Pemeriksaan Fisik dan Fungsional Ilmu Kedokteran

Fisik dan Rehabilitasi. Palembang: Bagian Rehabilitasi Medik Fakultas

Kedokteran Unsri.

58