case meningitis

41
BAB 1 PENDAHULUAN Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada meningens atau lapisan otak yaitu tiga lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang yang terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater. Secara klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal yang dikenal dengan Classic Triad Meningitis misalnya sakit kepala, demam dan penurunan status mental. Penyebab peradangan paling sering pada lapisan meningen adalah akibat infeksi bakteri atau virus. Pathogen penyebab meningitis berbeda pada setiap golongan umur. Pada neonatus, pathogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Grup Beta hemolytic streptococcus, listeria monocytogenes, dan E.Coli . pada bayi dan anak-anak patogen penyebab tersering adalah Haemophilus Influenza, meningokokus, dan streptococcus pneumonie. Pada orang remaja dan dewasa muda, penyebab paling sering adalah Haemopilus Influenza, S.Pneumonie, N.Meningitis, streptococcus dan listeria monocytogenes. Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi dura atau disebut sebagai pachymeningitis dan peradangan pada jaringan arakhnoid serta ruang subaraknoid yang disebut leptomeningitis. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak dibedakan

Upload: minni

Post on 14-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case meningitis

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada

meningens atau lapisan otak yaitu tiga lapisan membran yang melapisi otak dan

sumsum tulang belakang yang terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater.

Secara klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal yang dikenal

dengan Classic Triad Meningitis misalnya sakit kepala, demam dan penurunan

status mental.

Penyebab peradangan paling sering pada lapisan meningen adalah akibat

infeksi bakteri atau virus. Pathogen penyebab meningitis berbeda pada setiap

golongan umur. Pada neonatus, pathogen penyebab meningitis yang paling sering

adalah Grup Beta hemolytic streptococcus, listeria monocytogenes, dan E.Coli.

pada bayi dan anak-anak patogen penyebab tersering adalah Haemophilus

Influenza, meningokokus, dan streptococcus pneumonie. Pada orang remaja dan

dewasa muda, penyebab paling sering adalah Haemopilus Influenza,

S.Pneumonie, N.Meningitis, streptococcus dan listeria monocytogenes.

Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi dura atau disebut

sebagai pachymeningitis dan peradangan pada jaringan arakhnoid serta ruang

subaraknoid yang disebut leptomeningitis. Berdasarkan perubahan yang terjadi

pada cairan otak dibedakan menjadi meningitis serosa dan meningitis purulenta.

Serta berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi meningitis infeksi dan non-

infeksi.

Meningitis dapat mengancam jiwa dan merupakan sebuah kondisi

kegawatdaruratan. Menurut WHO tahun 2010, bakteri penyebab meningitis

menginfeksi lebih dari 400 juta orang, dengan tingkat kematian 25%. Terbanyak

di Afrika dan Asia, khususnya  di negara-negara dengan tingkat kebersihan

lingkungan yang belum memadai. Angka di Indonesia masih sulit didapat, salah

satunya karena kematiannya disangka karena infeksi penyakit lainnya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Meningitis atau radang selaput otak adalah peradangan pada selaput otak,

jaringan superfisial otak dan medula spinalis yang ditandai dengan peningkatan

kadar lekosit dalam likuor serebrospinal (LCS).

2. ANATOMI SELAPUT OTAK

A. Selubung otak dan medulla spinalis

Otak dan medula spinalis diselubungi oleh tiga lapisan (meningens) yang

berasal dari mesodermal. Duramater yang kuat terletak paling luar, diikuti oleh

arakhnoid dan yang terakhir piamater. Piamater terletak tepat pada permukaan

otak dan medulla spinalis. Diantara duramater dan arakhnoid terdapat ruang

subdural, diantara arakhnoid dan piamater terdapat ruang subarachnoid yang

berisi cairan serebrospinalis (LCS).

Duramater

Duramater terdiri dari dua lapisan jaringan penyambung fibrosa yang kuat, yaitu :

Membrana eksterna dan interna

1. Lapisan Endosteal

Lapisan luar duramater kranialis. Meliputi permukaan dalam tulang-tulang

tengkorak. Lapisan ini hanya sampai foramen magnum dan tidak berlanjut ke

lapisan duramater di medulla spinalis. Di sekitar pinggir semua foramina cranii

lapisan ini berhubungan dengan ligamentum sutural. Lapisan ini melekat dengan

erat pada tulang-tulang basis cranii.

2. Lapisan Meningeal

Lapisan duramater yang sebenarnya. Merupakan membrana fibrosa padat

dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan diri setelah melalui foramen

magnum sebagai duramater medulla spinalis. Lapisan ini membentuk empat

septum ke arah dalam yang membagi cavum crania menjadi ruang-ruang yang

saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian otak. Fungsinya

yaitu untuk menghambat pergeseran otak. Adapun 4 septum tersebut yaitu:

2

1. Falx cerebri

2. Tentorium cerebelli

3. Falx cerebelli

4. Diaphragma sellae

Falks serebri bersambungan dengan tentorium, yang memisahkan

serebelum dengan serebrum. Struktur lain yang dibentuk oleh lipatan ganda

duramater bagian dalam adalah falks serebeli yang memisahkan kedua hemisfer

serebeli, diaphragma sellae dan diding kavum Trigeminalle Meckel yang

mengandung ganglion gasseri.

Arachnoid

Arachnoid otak dan medulla spinalis merupakan membran avaskular yang

tipis dan rapuh yang berhubungan erat dengan permukaan dalam duramater atau

merupakan membran impermeabel halus yang meliputi otak dan terletak di antara

piamater disebelah dalam dan duramater disebelah luar. Selaput ini dipisahkan

dari duramater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural, dan dari piamater

oleh spatium subarachnoideum, yang terisi oleh liquor cerebrospinalis. Arakhnoid

dan piamater dihubungkan satu sama lain melewati rongga ini oleh benang-

benang tipis jaringan ikat. Piamater melekat ke permukaan otak, disepanjang

lipatan sehingga ruang subarachnoid lebih sempit pada beberapa tempat dan lebih

luas pada area lainnya. Pembesaran ruang subarachnoid disebut sisterna. Ruang

subarachnoid cranial dan spinal berhubungan langsung satu sama lain melalui

foramen magnum.

Piamater

Piamater terdiri dari lapisan tipis sel-sel mesodermal yang menyerupai

endothelium. Membrana vascular yang dengan erat membungkus otak, meliputi

gyri dan masuk ke dalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus

saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk ke dalam

substansi otak juga diliputi oleh piamater. Saraf sensorik piamater, tidak seperti

duramater, tidak berespon terhadap stimulus emkanis atau termal.

3

Gambar 1. Struktur lapisan Meningen

B. Cairan Serebrospinal dan Sistem Ventrikuler

Struktur sistem ventrikuler

Sistem ventrikuler terdiri dari dua ventrikel lateral (masing-masing memiliki

cornu frontale, cella media, kornu posterior, dan kornu inferius. Ventrikel ketiga

yang sempit, yang terletak diantara kedua bagian diesenfalon dan ventrikel

keempat yang membentang dari pons ke medularis. Ventrikel lateral

berhubungan dengan ventrikel ketiga melalui foramen interventrikulari (Monro),

ventrikel ketiga berhubungan dengan ventrikel keempat melalui akueduktus

serebri. Ventrikel keempat berhubungan dengan ruang subarachnoid melalui tiga

jalur yaitu sebuah apertura mediana (Foramen Magendie) dan sepasang apertura

lateralis (Foramina Luscha)

Cairan serebrospinal

- Sirkulasi

Cairan serebrospinalis diproduksi oleh pleksus khoroideus ventrikel

lateral, ventrikel ketiga dan keempat. Cairan ini mengalir melalui foramina

4

Luscha dan Foramina Magendie ke dalam ruang subarachnoid, beredar ke seluruh

otak, dan mengalir ke ruang subarachnoid spinal disekeliling medulla spinalis.

- Sifat Cairan Serebrospinalis

Cairan serebrospinalis yang normal adalah jernih dan tidak berwarna,

mengandung hanya beberapa sel dan relatif mengandung sedikit protein. Kadar

glukosa kira-kira setengah kadar glukosa yang ada di dalam darah. Hanya terdapat

sedikit sel dan sel-sel tersebut adalah limfosit. Jumlah limfosit normal adalah 0

sampai 3 sel per millimeter kubik. Tekanan cairan serebrospinal dipertahankan

konstan. Pada posisi supinasi normalnya adalah 70-120 ml. Pada posisi miring ke

lateral, tekanan yang diukur saat pungsi lumbal berkisar antara 60 dan 150

mmH2O. Tekanan ini dapat meningkat karena regangan, batuk, atau tekanan pada

vena jugularis interna di daerah leher.

Volume cairan serebrospinalis yang bersirkulasi umumnya antara 130-150

mL. Setiap 24 jam dihasilkan 400-500 mL LCS, sehingga seluruh volume LCS

diganti tiga atau empat kali sehari.

- Resorpsi

LCS diresorpsi yaitu dikeluarkan dari ruang subarachnoid di intracranial

dan disepanjang medulla spinalis. Sebagian LCS meninggalkan ruang

subarachnoid dan memasuki aliran darah melalui banyak vili granulasiones

arachnoide. Liquor cerebrospinalis (LCS) dihasilkan oleh plexus choroideus, yang

terdapat di dalam ventriculus cerebri lateralis, tertius, dan quartus. Cairan ini

keluar dari sistem ventrikel otak melalui tiga foramen pada atap ventriculus

quartus dan masuk ke dalam spatium subarachnoid. Kemudian cairan ini mengalir

ke atas, di atas permukaan hemispherium cerebri dan ke bawah di sekitar medulla

spinalis. Spatium subarachnoideum spinalis meluas ke bawah sampai setinggi

vertebra sacralis kedua. Akhirnya liquor masuk ke dalam aliran darah melalui villi

arachnoideales dengan berdifusi melalui dindingnya.

5

Tabel 1. Karakteristik Fisik dan Komposisi Cairan Serebrospinal

Karakteristik Fisik dan Komposisi Cairan Serebrospinal

Penampilan Jernih dan tidak berwarna

Volume 150 ml

Kecepatan produksi 0,5 ml/menit

Tekanan (pungsi lumbal dengan pasien

dalam posisi berbaring ke lateral)

60-150 mmH2O

Komposisi

Protein

Glukosa

Klorida

15-45 mg/100 ml

50-85 mg/100 ml

720-750 mg/100 ml

Jumlah sel 0-3 limfosit/mm3

Fungsi cairan serebrospinal

Sebagai bantalan dan pelindung susunan saraf pusat dari trauma

Memberikan daya apung mekanik dan menyangga otak

Berfungsi sebagai tempat penampungan dan membantu regulasi isi

cranium

Memberi nutrisi untuk susunan saraf pusat

Mengangkut zat-zat metabolit dari susunan saraf pusat

Berfungsi sebagai lintasan secret glandula pinealis untuk mencapai

glandula pituitaria.

3. ETIOLOGI

1. Infeksi

Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia,

jamur, cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus

dan bakteri.

- Bakteri

Kebanyakan kasus meningitis bakterial disebabkan oleh infeksi meningen

oleh satu dari tiga organisme tersebut :

6

Neisseria meningitidis (meningokokus)

Haemophilus influenza (tipe b)

Streptococcus pneumonia (pneumokokus)

Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal

dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan

gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.

Neonatus : paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan

Listeria monositogenes.

Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae,

Meningococcus dan Pneumococcus.

Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae,

Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus.

Usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus,

Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.

- Virus

Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu

Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex ,

Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptic

(viral).

- Jamur

Meningitis jamur yang paling sering adalah meningitis cryptococcal akibat

Cryptococcus neoformans.

- Parasit

Parasit yang paling sering dijumpai adalah Angiostrongylus cantonensis,

Gnathostoma spinigerum, Schistosoma.

4. PATOGENESIS

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di

organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus aau bakteri menyebar secara

hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, 7

Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri atau virus

dapat pula terjadi secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan

yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis,

Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi

akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi

kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada

lapisan meningen, LCS dan sistem ventrikulus.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami

Hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit

polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.

Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit

polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.

5. MANIFESTASI KLINIS

Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti demam yang

mendadak, sakit kepala, kaku kuduk. Diagnosis pasti ditegakkan dengan

pemeriksaan cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal. Penyebab meningitis

paling sering adalah bakteri dan virus.

Bakteri

Umumnya terdapat nyeri kepala hebat, disertai nyeri dan kekakuan pada

leher, punggung, muntah serta fotofobia. Kecepatan onset nyeri kepala cukup

cepat (menit hingga jam), walaupun umumnya tidak mendadak seperti perdarahan

subarachnoid. Pasien juga dapat mengalami kejang dan penurunan kesadaran.

Pemeriksaan umum menunjukan adanya tanda infeksi seperti demam,

takikardi, syok, dan kadang adanya bukti sumber infeksi primer (misalnya

pneumonia, endokarditis, sinusitis, otitis media) sebagian besar kasus meningitis

meningokokus akan disertai kemerahan, biasanya berupa ptekie atau purpura.

Tanda-tanda neurologis meliputi :

- Meningismus

- Penurunan tingkat kesadaran

- Peningkatan tekanan intracranial

- Palsi nervus kranialis dan tanda neurologi fokal lainnya.

8

Virus

Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinalis dan jumlah sel hingga

beberapa ribu sel, biasanya sel limfosit dan beberapa sel polimorfik, kecuali pada

tahap awal infeksi. Gejala klinis timbul biasanya tergantung dari jenis virus

sebagai penyebabnya.

Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian

diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid.

Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok,

nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak

gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas.

Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil,

dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah,

demam, kaku leher, dan nyeri punggung.

6. KLASIFIKASI

Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi dura atau disebut

sebagai pachymeningitis (jarang) dan peradangan pada jaringan arakhnoid serta

ruang subaraknoid yang disebut leptomeningitis. Berdasarkan perubahan yang

terjadi pada cairan otak dibedakan menjadi meningitis serosa dan meningitis

purulenta. Serta berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi meningitis infeksi

dan non-infeksi. Infeksi bisa disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa.

7. DIAGNOSIS

Anamnesis

Berdasarkan anamnesis pasien ditemukan tanda dan gejala meningitis dari

trias klasik meningitis yaitu kaku kuduk, demam tinggi, dan perubahan status

mental. Jika tidak terdapat satu dari ketiga gejala tersebut, dapat dikatakan bukan

meningitis. Pada meningitis bakterial umumnya terdapat nyeri kepala hebat,

disertai nyeri dan kekakuan pada leher, punggung, muntah serta fotofobia.

Kecepatan onset nyeri kepala cukup cepat (menit hingga jam), walaupun

umumnya tidak mendadak seperti perdarahan subarachnoid. Pasien juga dapat

mengalami kejang dan penurunan kesadaran.

9

Pemeriksaan umum menunjukan adanya tanda infeksi seperti demam,

takikardi, syok, dan kadang adanya bukti sumber infeksi primer (misalnya

pneumonia, endokarditis, sinusitis, otitis media) sebagian besar kasus meningitis

meningokokus akan disertai kemerahan, biasanya berupa ptekie atau purpura.

Pada anak kecil, gejala yang telah disebutkan di atas seringkali tidak tampak, dan

dapat hanya berupa rewel dan kelihatan tidak sehat. Ubun-ubun (bagian lembut di

bagian atas kepala bayi) dapat menonjol pada bayi berusia hingga 6 bulan.

Sedangkan pada meningitis akibat virus, tanda dan gejala klinis tergantung dari

jenis virus sebagai penyebabnya.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien meningitis adalah

tanda rangsang meningeal positif seperti kaku kuduk, tanda kering, tanda

brudzinski I dan II. Kaku kuduk terjadi pada 70% pasien meningitis bakteri pada

dewasa. Meskipun "Kernig's sign" dan "Brudzinski’s sign" sering digunakan

untuk menegakkan diagnosis meningitis, sensitivitas kedua pemeriksaan ini

terbatas. Walaupun demikian, kedua pemeriksaan ini mempunyai spesifisitas yang

baik untuk meningitis.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Lumbal pungsi dilakukan dengan mengatur posisi seseorang, biasanya

berbaring pada satu sisi, diberikan anestesi lokal, dan menusukkan jarum ke

dalam kantung dural (sebuah kantung di sekeliling tulang belakang) untuk

mengumpulkan likuor serebrospinalis (LCS). Bila cairan ini sudah diperoleh,

“tekanan pembukaan” dari CFS diukur dengan menggunakan sebuah manometer.

Tekanan normal adalah antara 6 dan 18 cm air (cmH2O). Pada penderita

meningitis bakteri, tekanan biasanya meningkat. Pada meningitis kriptokokus,

tekanan intrakranial sangat meningkat. Gambaran awal cairan itu bisa

memberikan petunjuk tentang infeksi: LCS yang keruh menunjukkan peningkatan

kadar protein, sel darah putih dan sel darah merah dan atau bakteri, dan oleh

karena itu menunjukkan kemungkinan meningitis bakteri.

10

Sampel LCS diperiksa untuk melihat keberadaan dan jenis sel darah putih,

sel darah merah, kandungan protein dan kadar glukosa. Pewarnaan Gram dari

sampel bisa menunjukkan bakteri pada penderita meningitis bakteri, tapi tidak

adanya bakteri bukan berarti tidak terjadi meningitis bakteri karena bakteri itu

hanya terlihat pada 60% kasus; angka ini turun sebesar 20% apabila antibiotik

diberikan sebelum sampel diambil. Pewarnaan Gram juga kurang bisa diandalkan

dalam infeksi khusus seperti listeriosis. Kultur mikrobiologis dari sampel lebih

sensitif (menunjukkan adanya organisme pada 70–85% kasus) tapi hasilnya baru

bisa tersedia dalam waktu hingga 48 jam . Jenis sel darah putih yang

keberadaannya mendominasi menunjukkan apakah meningitis itu disebabkan

bakteri (biasanya didominasi neutrofil) atau virus (biasanya didominasi limfosit),

walaupun pada awal penyakit, ini bukan selalu indikator yang bisa diandalkan.

Yang agak jarang terjadi, dominasi eosinofil, menandakan di antaranya, etiologi

parasit atau jamur.

Konsentrasi glukosa dalam LCS normal adalah 40% diatas glukosa darah.

Pada meningitis bakterial, kadar glukosa biasanya lebih rendah, oleh karena itu

kadar glukosa LCS dibagi dengan glukosa darah (rasio glukosa LCS terhadap

glukosa serum). Rasio ≤ 0,4 menunjukkan meningitis bakterial; pada bayi baru

lahir, level glukosa dalam LCS normalnya lebih tinggi, dan oleh karena itu, rasio

di bawah 0,6 (60%) dianggap abnormal. Kadar asam laktat yang tinggi pada LCS

menunjukkan kemungkinan meningitis bakterial yang lebih tinggi, demikian pula

hitung sel darah putih yang lebih tinggi. Bila kadar asam laktat kurang dari

35 mg/dl dan penderita belum mendapatkan antibiotik, hal ini bisa menyingkirkan

kemungkinan meningitis bakterial.

Indikasi dan kontraindikasi lumbal pungsi

Indikasi

Mengambil bahan pemeriksaan CSF untuk diagnostik dan persiapan

pemeriksaan pasien yang dicurigai mengalami meningitis, enchefalitis atau tumor

malignan.

Untuk mengidentifikasi adanya darah dalam CSF akibat trauma atau

dicurigai adanya perdarahan subarachnoid.

Untuk memasukkan cairan opaq kedalam ruang suarachnoid.

11

Untuk mengidentifikasi adanya tekanan intrakranial/intraspinal, untuk

memasukkan obat intratekal seperti terapi antibiotik atau obat sitotoksik.

Kontraindikasi

Adanya penurunan kesadaran dan tanda neuruologis fokal lainnya

Adanya edema papil

Pasien dengan peningkatan intracranial.

Pasien yang mengalami penyakit sendi-sendi vertebra degeneratif.

Bleeding diathesis seperti coagulopati dan penurunan platelet dan pola

pernapasan abnormal.

Pemeriksaan Darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah

(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.

Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping

itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.

Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

Pemeriksaan Radiologis

Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin

dilakukan CT Scan.

Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus

paranasal, gigi geligi) dan foto dada.

8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan meningitis tergantung dari penyebab terjadinya

meningitis. Semua kasus dengan meningitis akibat bakteri dan beberapa kasus

akibat virus dilakukan tatalaksana dirumah sakit. Mengitis bakterial dapat menjadi

fatal dalam hitungan jam, sehingga penting untuk ditegakan diagnosis dini dan

tatalaksana dengan antibiotik intravena dosis tinggi yang sesuai.

a. Meningitis bakterial

Formula struktur seftriakson, salah satu antibiotik sefalosporin generasi

ketiga yang direkomendasikan untuk pengobatan awal meningitis bakteri.

12

Antibiotik hendaknya langsung diberikan, meskipun sebelum diketahui hasil

punksi lumbal dan analisis LCS.

- Benzilpenisilin adalah obat pilihan untuk infeksi meningokokus dan

pneumokokus. Dosis awal 2,4 gr diikuti 1,2 gr setiap 2 jam. Dalam 48-72 jam,

jika terdapat bukti perbaikan klinis, maka regimen obat dapat diberikan tiap 4-6

jam, walaupun dosis total hariannya tetap sama yakni 14,41 gr. Terapi harus

dilanjutkan selama 7 hari setelah pasien bebas demam (14 hari untuk infeksi

pneumokokus)

- Pemberian kloramfenikol, sefotaksim, atau seftriakson dosis tinggi

intravena efektif terhadap Haemophilus influenza.

- Jika organisme belum diketahui, maka digunakan kombinasi

benzilpenisilin dan sefotaksim atau seftriakson.

- Jika pungsi lumba harus ditunda karena harus melakukan CT-Scan

sebelumnya maka terapi antibiotic harus diberikan segera sebelum dilakukan CT-

Scan

- Terapi umum lainnya meliputi : tirah baring, pemberian analgetik,

antipiretik, anti konvulsan untuk kejang, dan terapi suportif untuk koma, syok,

peningkatan intracranial, gangguan elektrolit dan gangguan perdarahan.

Semakin banyak bukti yang menunjukan bahwa terapi awal kortikosteroid

intravena dosis tinggi dengan antibiotik akan memperbaiki morbiditas dan

mortalitas pada meningitis bakterial.

13

Berikut pilihan antibiotic yang sering digunakan pada meningitis bakterial

Bakteri Suscepbility Antibiotic Duration

(days)

Streptococcus

Pneumonia

Penicillin MIC <

0,06 µg/ml

Penicillin MIC >

0,12 µg/ml

Cefotaxime or

ceftriaxone MIC

0,12 µg/ml

Cefotaxime or

ceftriaxone MIC

>1,0 µg/ml

Recommended: Penicillin

G Or Ampicilin

Alternative: Cefotaxime.

Ceftriaxone,

Chloramphenicol

Recommended:

Cefotaxime Or Ceftriaxone

Alternative: Cefepime,

Meropenem

Recommended:

vancomycin plus

cefotaxime or ceftriaxone

Alternative: vancomycin

plus moxifloksasin

10-14 hari

Haemophilus

Influenzae

Beta-laktamase-

negative

Beta-laktamase-

positive

Recommended: ampicilin

Alternative: cefotaxime,

ceftriaxone, cefepime,

chloramphenicol,

fluoroquinolon

Recommended:

cefotaxime or ceftriaxone

Alternative: cefepime,

chloramphenicol,

aztreonam, a

fluoroquinolon.

7 hari

14

Beta-laktamase-

negative, ampicilin

resisten

Recommended:

meropenem

Alternative: cefepime,

chloramphenicol,

aztreonam, a

fluoroquinolon

Neisseria

Meningitides

Penicillin MIC >

0,1 µg/ml

Penicillin MIC >

0,1 µg/ml

Recommended: penicillin

G or ampicilin

Alternative: cefotaxime,

ceftriaxone,

chloramphenicol

Recommended:

cefotaxime or ceftriaxone

Alternative: cefepime,

chloramphenicol, a

fluoroquinolon,

meropenem 7 hari

Listerya

Monocytogenes

Recommended: ampicilin

or penicillin G

Alternative: TMP-SMX

14-21 hari

Streptococcus

Agalactiae

Recommended: ampicilin

or penicillin G

Alternative: cefotaxime,

ceftriaxone, vancomycin 14-21 hari

Enterobacterice

ae

Recommended:

cefotaxime or ceftriaxone

Alternative: aztreonam, a

fluoroquinolon, TMP-

SMX, meropenem,

ampicilin

21 hari

Pseudomonas Recommended:

15

Aeruginosa ceftazidine or cefepime

Alternative: aztreonam,

meropenem, cifroploxacin 21 hari

Staphylococcus

Ephidermidis

Recommended:

vancomycin

Alternative: linezolid

b. Meningitis viral

Meningitis virus pada umumnya hanya memerlukan terapi suportif.

Meningitis virus cenderung tidak separah meningitis bakterial. Virus herpes

simpleks dan virus varisela zoster bisa memberikan respon terhadap pengobatan

dengan obat antivirus seperti asiklovir, tetapi belum ada uji klinis khusus yang

meneliti apakah pengobatan ini efektif. Terapi umum lainnya meliputi terapi pada

gejala simptomatis, misalnya pemberian antipiretik pada pasien demam hingga

bebas demam. Kasus ringan meningitis virus bisa diobati di rumah dengan

tindakan konservatif seperti cairan, istirahat total dan analgesik.

c. Meningitis Tuberkulosa

Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat. Terapi

diberikan sesuai dengan konsep baku pedoman nasional penatalaksanaan

tuberkulosis yakni:

fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis,

yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.

Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan

rifampisin hingga 12 bulan.

9. DIAGNOSIS BANDING

- Ensefalitis

Ensefalitis adalah peradanagan pada otak baik local maupun seluruhnya

(difus) . Ensefalitis umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Gejala

ensefalitis akut bervariasi, gejala awal pada orang dewasa berupa demma,

nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri otot yang berlangsung selama

beberapa hari. Gejala klasik pada ensefalitis antara lain adalah perubahan

16

perilaku atau kepribadian, nyeri atau kaku leher, nyeri kepala, fotofobia,

penurunan kesadaran, dan kejang.

10. PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada beberapa keadaan, antara lain jenis bakteri dan

hebatnya penyakit pada permulaannya, umur penderita, lamanya gejala atau sakit

sebelum dirawat, kecepatan ditegakkan diagnosis, antibiotik yang diberikan, serta

adanya kondisi patologik lainnya yang menyertai meningitis

17

BAB III

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A

Umur : 45 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Salo

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

B. ANAMNESIS : AUTO dan ALLOANAMNESIS

I. Keluhan Utama

Penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu.

II. Riwayat Penyakit Sekarang

- Pasien Ny. A, 45 tahun datang ke RSUD Bangkinang dengan penurunan

kesadaran sejak 1 hari yang lalu.

- 6 hari SMRS pasien mengalami demam dan mengeluhkan muntah-

muntah. Demam naik turun, namun tidak sampai mencapai suhu normal.

Muntah dialami pasien sejak 6 hari SMRS, frekuensi muntah sebanyak 2 kali

dalam sehari, yang dimuntahkan adalah makanan yang dimakan oleh pasien,

muntah tidak menyembur, keluhan ini dialami pasien makin lama makin

sering, sehingga pasien dibawa ke rumah sakit dan dirawat diruang penyakit

dalam.

- Keluhan kejang disangkal keluarga pasien, nyeri dada tidak ada, sesak

nafas tidak ada, penurunan berat badan disangkal, keringat malam tidak ada.

BAB dan BAK dalam batas normal, kelemahan anggota gerak tidak ada.

18

III. Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya

- Riwayat hipertensi disangkal

- Riwayat DM tidak ada

- Riwayat TB paru disangkal

- Riwayat stroke tidak ada

IV. Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama

- Tidak ada yang memiliki riwayat batuk lama dan tidak pernah

mendapatkan pengobatan selama 6 bulan.

V. Riwayat Pribadi dan Sosial

- Riwayat pekerjaan sebagai IRT, riwayat minum alkohol (-), dan merokok

(-).

C. PEMERIKSAAN FISIK

I. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Soporo koma, GCS E1M3V1 = 5

Tanda Vital

- Tekanan darah : 120/80 mmHg- Frekuensi nadi : 80 x/menit- Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit- Suhu : 38,4oC

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Kelenjar Getah Bening

- Leher : Tidak teraba pembesaran KGB- Aksila : Tidak teraba pembesaran KGB- Inguinal : Tidak teraba pembesaran KGB

Thoraks

a. Paru-paruInspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri

19

Palpasi : Vokal fremitus tidak dapat dinilai

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

b. JantungInspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra

Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikula sinistra

Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut simetris kanan dan kiri, scar (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), hati dan limpa

tidak teraba membesar

Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen.

Ekstremitas

Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, kelemahan -/-

Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, kelemahan -/-

II. Status Neurologis

a. Tanda Rangsang Selaput Otak :

Kaku Kuduk : Positif

Brudzinski I : Positif

Brudzinski II : Positif

Tanda Kernig : Positif

b. Tanda Peningkatan Tekanan intracranial :

Pupil : Isokor

Refleks cahaya : +/+

20

c. Pemeriksaan Saraf Kranial :

N.I (N. Olfactorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subyektif Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Obyektif dengan bahan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N.II (N. Opticus)

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Lapang pandang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Melihat warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Funduskopi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N.III, IV dan VI

Kanan Kiri

Dolls eye phenomenon + +

Refleks cahaya + +

N. V (N. Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik :

- Membuka mulut

- Menggerakkan rahang

- Menggigit

- Mengunyah

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Sensorik :

- Divisi Optalmika

- Refleks kornea

- Divisi Mandibula

- Sensibilitas

Normal

Tidak dapat dinilai

-

Normal

Tidak dapat dinilai

-

21

- Tes TMJ

N. VII (N. Facialis)

Kanan Kiri

Raut wajah Normal Normal

N. VIII (N. Vestibulocochlearis)

Kanan Kiri

Tepukan tangan Respon (-) Respon (-)

N. IX (N. Glossopharingeus)

Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Refleks muntah/Gag reflek Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. X (N. Vagus)

Kanan Kiri

Arkus faring Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Uvula Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Menelan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Artikulasi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Suara Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. XI (N. Assesorius)

Kanan Kiri

Menoleh ke kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Menoleh ke kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Mengangkat bahu ke kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Mengangkat bahu ke kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

N. XII (N. Hipoglossus)

22

Kanan Kiri

Kedudukan lidah di dalam Normal Normal

Kedudukan lidah dijulurkan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

d. Pemeriksaan Koordinasi dan keseimbanganCara berjalan Tidak dapat

dinilai

Tes jari-hidung Tidak dapat

dinilai

Romberg test Tidak dapat

dinilai

Tes jari-jari Tidak dapat

dinilai

Stepping test Tidak dapat

dinilai

Tes Tumit-Lutut Tidak dapat

dinilai

Tandem Walking test Tidak dapat

dinilai

Disfagia Tidak dapat

dinilai

Rebound phenomen Tidak dapat

dinilai

Supinasi-pronasi Tidak dapat

dinilai

e. Pemeriksaan Fungsi MotorikA. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri

Gerakan spontan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Tremor Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Atetosis Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Mioklonik Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Khorea Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Bradikinesia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

f. Pemeriksaan SensibilitasSensibilitas taktil Tidak dapat dinilaiSensibilitas nyeri Tidak dapat dinilaiSensibilitas termis Tidak dapat dinilaiSensibilitas kortikal Tidak dapat dinilaiStereognosis Tidak dapat dinilaiPengenalan 2 titik Tidak dapat dinilaiPengenalan rabaan Tidak dapat dinilai

g. Sistem Refleks

23

Refleks Fisiologis Kanan Kiri Kornea + +Dinding perutAtas + +Bawah + +Tengah + +Biseps ++ ++

Triseps ++ ++

APR ++ ++

KPR ++ ++

Bulbokavernosus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks Patologis Kanan KiriLengan Hoffman-Tromner Negatif NegatifTungkai

Babinski Negatif Negatif

Chaddoks Negatif Negatif

Oppenheim Negatif Negatif

Gordon Negatif Negatif

Schaeffer Negatif Negatif

Klonus kaki Negatif Negatif

h. Fungsi Otonom- Miksi : Kateter terpasang, urin berwarna kuning jernih- Defekasi : Normal- Sekresi keringat : Normal

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah lengkap- Hb : 10,4 gr%- Leukosit : 14.000/mm3- Hematokrit : 43%- Trombosit : 250.000- GDS : 110 mg/dl

24

Pemeriksaan Sputum DahakBTA (-)

Lumbal Pungsi- LCS Warna : Keruh Protein : 150 mg/dl Glukosa : 50 mg/dl PMN : 4500 /mm3

E. MASALAH

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Leptomeningitis

Diagnosis Topik : Lesi di Subaraknoid

Diagnosis Etiologi : Et causa Infeksi Bakterial

Diangonis Penyerta : -

TERAPI

Medikamentosa

Infus RL 20 tpm

Antipiretik : Infus Paracetamol 500mg

Antibiotik : Cefotaxime 2 gr/12 jam

Kortikosteroid : Deksamethason 10 mg amp/8 jam

H2 reseptor : Ranitidin 1 amp/12 jam

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

BAB IV

PEMBAHASAN

25

Seorang pasien wanita usia 45 tahun dengan penurunan kesadaran sejak 1

hari yang lalu. 6 hari SMRS pasien mengalami demam dan mengeluhkan

muntah-muntah. Demam naik turun, namun tidak sampai mencapai suhu normal.

Muntah dialami pasien sejak 6 hari SMRS, frekuensi muntah sebanyak 2 kali

dalam sehari, yang dimuntahkan adalah makanan yang dimakan oleh pasien,

muntah tidak menyembur, keluhan ini dialami pasien makin lama makin sering,

sehingga pasien dibawa ke rumah sakit dan dirawat diruang penyakit dalam.

Keluhan kejang disangkal keluarga pasien, nyeri dada tidak ada, sesak nafas tidak

ada, penurunan berat badan disangkal, keringat malam tidak ada. BAB dan BAK

dalam batas normal, kelemahan anggota gerak tidak ada. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan adanya kelainan yang mendukung kearah meningitis yaitu didapatkan

tanda rangsang meningeal positif. Pada pasien ini didiagnosis sebagai meningitis

bakteri karena dari pemeriksaan LCS didapat warna keruh, glukosa LCS rendah,

protein tinggi serta kadar PMN meningkat. Penatalaksaan pada pasien ini adalah

dengan pemberian cairan infus RL 20 tetes permenit, infus paracetamol 500mg,

cefotaxime 2 gr/12 jam, deksamethason 10 mg amp/8 jam, ranitidin 1 amp/12

jam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Edisi 7. Jakarta:EGC. 2010.

26

2. Frotscher M, Baehr M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS, Edisi 4. Jakarta

: EGC ; 2010.

3. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Dalam : Rachman

LY, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta :EGC ; 2008

4. Ginsberg L. Neurologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga ; 2005.

5. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental.

Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.

6. Mansjoer, A., 2009, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Penerbit

Aesculapius : Jakarta

7. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson . Patofisiologi, Edisi 6, Jakarta : EGC ;

2008.

8. www.emedicine.com

27