case meningitis
DESCRIPTION
case meningitisTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada
meningens atau lapisan otak yaitu tiga lapisan membran yang melapisi otak dan
sumsum tulang belakang yang terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater.
Secara klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal yang dikenal
dengan Classic Triad Meningitis misalnya sakit kepala, demam dan penurunan
status mental.
Penyebab peradangan paling sering pada lapisan meningen adalah akibat
infeksi bakteri atau virus. Pathogen penyebab meningitis berbeda pada setiap
golongan umur. Pada neonatus, pathogen penyebab meningitis yang paling sering
adalah Grup Beta hemolytic streptococcus, listeria monocytogenes, dan E.Coli.
pada bayi dan anak-anak patogen penyebab tersering adalah Haemophilus
Influenza, meningokokus, dan streptococcus pneumonie. Pada orang remaja dan
dewasa muda, penyebab paling sering adalah Haemopilus Influenza,
S.Pneumonie, N.Meningitis, streptococcus dan listeria monocytogenes.
Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi dura atau disebut
sebagai pachymeningitis dan peradangan pada jaringan arakhnoid serta ruang
subaraknoid yang disebut leptomeningitis. Berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak dibedakan menjadi meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Serta berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi meningitis infeksi dan non-
infeksi.
Meningitis dapat mengancam jiwa dan merupakan sebuah kondisi
kegawatdaruratan. Menurut WHO tahun 2010, bakteri penyebab meningitis
menginfeksi lebih dari 400 juta orang, dengan tingkat kematian 25%. Terbanyak
di Afrika dan Asia, khususnya di negara-negara dengan tingkat kebersihan
lingkungan yang belum memadai. Angka di Indonesia masih sulit didapat, salah
satunya karena kematiannya disangka karena infeksi penyakit lainnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Meningitis atau radang selaput otak adalah peradangan pada selaput otak,
jaringan superfisial otak dan medula spinalis yang ditandai dengan peningkatan
kadar lekosit dalam likuor serebrospinal (LCS).
2. ANATOMI SELAPUT OTAK
A. Selubung otak dan medulla spinalis
Otak dan medula spinalis diselubungi oleh tiga lapisan (meningens) yang
berasal dari mesodermal. Duramater yang kuat terletak paling luar, diikuti oleh
arakhnoid dan yang terakhir piamater. Piamater terletak tepat pada permukaan
otak dan medulla spinalis. Diantara duramater dan arakhnoid terdapat ruang
subdural, diantara arakhnoid dan piamater terdapat ruang subarachnoid yang
berisi cairan serebrospinalis (LCS).
Duramater
Duramater terdiri dari dua lapisan jaringan penyambung fibrosa yang kuat, yaitu :
Membrana eksterna dan interna
1. Lapisan Endosteal
Lapisan luar duramater kranialis. Meliputi permukaan dalam tulang-tulang
tengkorak. Lapisan ini hanya sampai foramen magnum dan tidak berlanjut ke
lapisan duramater di medulla spinalis. Di sekitar pinggir semua foramina cranii
lapisan ini berhubungan dengan ligamentum sutural. Lapisan ini melekat dengan
erat pada tulang-tulang basis cranii.
2. Lapisan Meningeal
Lapisan duramater yang sebenarnya. Merupakan membrana fibrosa padat
dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan diri setelah melalui foramen
magnum sebagai duramater medulla spinalis. Lapisan ini membentuk empat
septum ke arah dalam yang membagi cavum crania menjadi ruang-ruang yang
saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian otak. Fungsinya
yaitu untuk menghambat pergeseran otak. Adapun 4 septum tersebut yaitu:
2
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebelli
3. Falx cerebelli
4. Diaphragma sellae
Falks serebri bersambungan dengan tentorium, yang memisahkan
serebelum dengan serebrum. Struktur lain yang dibentuk oleh lipatan ganda
duramater bagian dalam adalah falks serebeli yang memisahkan kedua hemisfer
serebeli, diaphragma sellae dan diding kavum Trigeminalle Meckel yang
mengandung ganglion gasseri.
Arachnoid
Arachnoid otak dan medulla spinalis merupakan membran avaskular yang
tipis dan rapuh yang berhubungan erat dengan permukaan dalam duramater atau
merupakan membran impermeabel halus yang meliputi otak dan terletak di antara
piamater disebelah dalam dan duramater disebelah luar. Selaput ini dipisahkan
dari duramater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural, dan dari piamater
oleh spatium subarachnoideum, yang terisi oleh liquor cerebrospinalis. Arakhnoid
dan piamater dihubungkan satu sama lain melewati rongga ini oleh benang-
benang tipis jaringan ikat. Piamater melekat ke permukaan otak, disepanjang
lipatan sehingga ruang subarachnoid lebih sempit pada beberapa tempat dan lebih
luas pada area lainnya. Pembesaran ruang subarachnoid disebut sisterna. Ruang
subarachnoid cranial dan spinal berhubungan langsung satu sama lain melalui
foramen magnum.
Piamater
Piamater terdiri dari lapisan tipis sel-sel mesodermal yang menyerupai
endothelium. Membrana vascular yang dengan erat membungkus otak, meliputi
gyri dan masuk ke dalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus
saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk ke dalam
substansi otak juga diliputi oleh piamater. Saraf sensorik piamater, tidak seperti
duramater, tidak berespon terhadap stimulus emkanis atau termal.
3
Gambar 1. Struktur lapisan Meningen
B. Cairan Serebrospinal dan Sistem Ventrikuler
Struktur sistem ventrikuler
Sistem ventrikuler terdiri dari dua ventrikel lateral (masing-masing memiliki
cornu frontale, cella media, kornu posterior, dan kornu inferius. Ventrikel ketiga
yang sempit, yang terletak diantara kedua bagian diesenfalon dan ventrikel
keempat yang membentang dari pons ke medularis. Ventrikel lateral
berhubungan dengan ventrikel ketiga melalui foramen interventrikulari (Monro),
ventrikel ketiga berhubungan dengan ventrikel keempat melalui akueduktus
serebri. Ventrikel keempat berhubungan dengan ruang subarachnoid melalui tiga
jalur yaitu sebuah apertura mediana (Foramen Magendie) dan sepasang apertura
lateralis (Foramina Luscha)
Cairan serebrospinal
- Sirkulasi
Cairan serebrospinalis diproduksi oleh pleksus khoroideus ventrikel
lateral, ventrikel ketiga dan keempat. Cairan ini mengalir melalui foramina
4
Luscha dan Foramina Magendie ke dalam ruang subarachnoid, beredar ke seluruh
otak, dan mengalir ke ruang subarachnoid spinal disekeliling medulla spinalis.
- Sifat Cairan Serebrospinalis
Cairan serebrospinalis yang normal adalah jernih dan tidak berwarna,
mengandung hanya beberapa sel dan relatif mengandung sedikit protein. Kadar
glukosa kira-kira setengah kadar glukosa yang ada di dalam darah. Hanya terdapat
sedikit sel dan sel-sel tersebut adalah limfosit. Jumlah limfosit normal adalah 0
sampai 3 sel per millimeter kubik. Tekanan cairan serebrospinal dipertahankan
konstan. Pada posisi supinasi normalnya adalah 70-120 ml. Pada posisi miring ke
lateral, tekanan yang diukur saat pungsi lumbal berkisar antara 60 dan 150
mmH2O. Tekanan ini dapat meningkat karena regangan, batuk, atau tekanan pada
vena jugularis interna di daerah leher.
Volume cairan serebrospinalis yang bersirkulasi umumnya antara 130-150
mL. Setiap 24 jam dihasilkan 400-500 mL LCS, sehingga seluruh volume LCS
diganti tiga atau empat kali sehari.
- Resorpsi
LCS diresorpsi yaitu dikeluarkan dari ruang subarachnoid di intracranial
dan disepanjang medulla spinalis. Sebagian LCS meninggalkan ruang
subarachnoid dan memasuki aliran darah melalui banyak vili granulasiones
arachnoide. Liquor cerebrospinalis (LCS) dihasilkan oleh plexus choroideus, yang
terdapat di dalam ventriculus cerebri lateralis, tertius, dan quartus. Cairan ini
keluar dari sistem ventrikel otak melalui tiga foramen pada atap ventriculus
quartus dan masuk ke dalam spatium subarachnoid. Kemudian cairan ini mengalir
ke atas, di atas permukaan hemispherium cerebri dan ke bawah di sekitar medulla
spinalis. Spatium subarachnoideum spinalis meluas ke bawah sampai setinggi
vertebra sacralis kedua. Akhirnya liquor masuk ke dalam aliran darah melalui villi
arachnoideales dengan berdifusi melalui dindingnya.
5
Tabel 1. Karakteristik Fisik dan Komposisi Cairan Serebrospinal
Karakteristik Fisik dan Komposisi Cairan Serebrospinal
Penampilan Jernih dan tidak berwarna
Volume 150 ml
Kecepatan produksi 0,5 ml/menit
Tekanan (pungsi lumbal dengan pasien
dalam posisi berbaring ke lateral)
60-150 mmH2O
Komposisi
Protein
Glukosa
Klorida
15-45 mg/100 ml
50-85 mg/100 ml
720-750 mg/100 ml
Jumlah sel 0-3 limfosit/mm3
Fungsi cairan serebrospinal
Sebagai bantalan dan pelindung susunan saraf pusat dari trauma
Memberikan daya apung mekanik dan menyangga otak
Berfungsi sebagai tempat penampungan dan membantu regulasi isi
cranium
Memberi nutrisi untuk susunan saraf pusat
Mengangkut zat-zat metabolit dari susunan saraf pusat
Berfungsi sebagai lintasan secret glandula pinealis untuk mencapai
glandula pituitaria.
3. ETIOLOGI
1. Infeksi
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia,
jamur, cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus
dan bakteri.
- Bakteri
Kebanyakan kasus meningitis bakterial disebabkan oleh infeksi meningen
oleh satu dari tiga organisme tersebut :
6
Neisseria meningitidis (meningokokus)
Haemophilus influenza (tipe b)
Streptococcus pneumonia (pneumokokus)
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal
dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan
gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Neonatus : paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan
Listeria monositogenes.
Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae,
Meningococcus dan Pneumococcus.
Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae,
Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus.
Usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus,
Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
- Virus
Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu
Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex ,
Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptic
(viral).
- Jamur
Meningitis jamur yang paling sering adalah meningitis cryptococcal akibat
Cryptococcus neoformans.
- Parasit
Parasit yang paling sering dijumpai adalah Angiostrongylus cantonensis,
Gnathostoma spinigerum, Schistosoma.
4. PATOGENESIS
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus aau bakteri menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, 7
Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri atau virus
dapat pula terjadi secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan
yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis,
Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi
akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi
kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada
lapisan meningen, LCS dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
Hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit
polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.
5. MANIFESTASI KLINIS
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti demam yang
mendadak, sakit kepala, kaku kuduk. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal. Penyebab meningitis
paling sering adalah bakteri dan virus.
Bakteri
Umumnya terdapat nyeri kepala hebat, disertai nyeri dan kekakuan pada
leher, punggung, muntah serta fotofobia. Kecepatan onset nyeri kepala cukup
cepat (menit hingga jam), walaupun umumnya tidak mendadak seperti perdarahan
subarachnoid. Pasien juga dapat mengalami kejang dan penurunan kesadaran.
Pemeriksaan umum menunjukan adanya tanda infeksi seperti demam,
takikardi, syok, dan kadang adanya bukti sumber infeksi primer (misalnya
pneumonia, endokarditis, sinusitis, otitis media) sebagian besar kasus meningitis
meningokokus akan disertai kemerahan, biasanya berupa ptekie atau purpura.
Tanda-tanda neurologis meliputi :
- Meningismus
- Penurunan tingkat kesadaran
- Peningkatan tekanan intracranial
- Palsi nervus kranialis dan tanda neurologi fokal lainnya.
8
Virus
Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinalis dan jumlah sel hingga
beberapa ribu sel, biasanya sel limfosit dan beberapa sel polimorfik, kecuali pada
tahap awal infeksi. Gejala klinis timbul biasanya tergantung dari jenis virus
sebagai penyebabnya.
Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian
diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid.
Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok,
nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak
gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas.
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil,
dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah,
demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
6. KLASIFIKASI
Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi dura atau disebut
sebagai pachymeningitis (jarang) dan peradangan pada jaringan arakhnoid serta
ruang subaraknoid yang disebut leptomeningitis. Berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak dibedakan menjadi meningitis serosa dan meningitis
purulenta. Serta berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi meningitis infeksi
dan non-infeksi. Infeksi bisa disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa.
7. DIAGNOSIS
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis pasien ditemukan tanda dan gejala meningitis dari
trias klasik meningitis yaitu kaku kuduk, demam tinggi, dan perubahan status
mental. Jika tidak terdapat satu dari ketiga gejala tersebut, dapat dikatakan bukan
meningitis. Pada meningitis bakterial umumnya terdapat nyeri kepala hebat,
disertai nyeri dan kekakuan pada leher, punggung, muntah serta fotofobia.
Kecepatan onset nyeri kepala cukup cepat (menit hingga jam), walaupun
umumnya tidak mendadak seperti perdarahan subarachnoid. Pasien juga dapat
mengalami kejang dan penurunan kesadaran.
9
Pemeriksaan umum menunjukan adanya tanda infeksi seperti demam,
takikardi, syok, dan kadang adanya bukti sumber infeksi primer (misalnya
pneumonia, endokarditis, sinusitis, otitis media) sebagian besar kasus meningitis
meningokokus akan disertai kemerahan, biasanya berupa ptekie atau purpura.
Pada anak kecil, gejala yang telah disebutkan di atas seringkali tidak tampak, dan
dapat hanya berupa rewel dan kelihatan tidak sehat. Ubun-ubun (bagian lembut di
bagian atas kepala bayi) dapat menonjol pada bayi berusia hingga 6 bulan.
Sedangkan pada meningitis akibat virus, tanda dan gejala klinis tergantung dari
jenis virus sebagai penyebabnya.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien meningitis adalah
tanda rangsang meningeal positif seperti kaku kuduk, tanda kering, tanda
brudzinski I dan II. Kaku kuduk terjadi pada 70% pasien meningitis bakteri pada
dewasa. Meskipun "Kernig's sign" dan "Brudzinski’s sign" sering digunakan
untuk menegakkan diagnosis meningitis, sensitivitas kedua pemeriksaan ini
terbatas. Walaupun demikian, kedua pemeriksaan ini mempunyai spesifisitas yang
baik untuk meningitis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi dilakukan dengan mengatur posisi seseorang, biasanya
berbaring pada satu sisi, diberikan anestesi lokal, dan menusukkan jarum ke
dalam kantung dural (sebuah kantung di sekeliling tulang belakang) untuk
mengumpulkan likuor serebrospinalis (LCS). Bila cairan ini sudah diperoleh,
“tekanan pembukaan” dari CFS diukur dengan menggunakan sebuah manometer.
Tekanan normal adalah antara 6 dan 18 cm air (cmH2O). Pada penderita
meningitis bakteri, tekanan biasanya meningkat. Pada meningitis kriptokokus,
tekanan intrakranial sangat meningkat. Gambaran awal cairan itu bisa
memberikan petunjuk tentang infeksi: LCS yang keruh menunjukkan peningkatan
kadar protein, sel darah putih dan sel darah merah dan atau bakteri, dan oleh
karena itu menunjukkan kemungkinan meningitis bakteri.
10
Sampel LCS diperiksa untuk melihat keberadaan dan jenis sel darah putih,
sel darah merah, kandungan protein dan kadar glukosa. Pewarnaan Gram dari
sampel bisa menunjukkan bakteri pada penderita meningitis bakteri, tapi tidak
adanya bakteri bukan berarti tidak terjadi meningitis bakteri karena bakteri itu
hanya terlihat pada 60% kasus; angka ini turun sebesar 20% apabila antibiotik
diberikan sebelum sampel diambil. Pewarnaan Gram juga kurang bisa diandalkan
dalam infeksi khusus seperti listeriosis. Kultur mikrobiologis dari sampel lebih
sensitif (menunjukkan adanya organisme pada 70–85% kasus) tapi hasilnya baru
bisa tersedia dalam waktu hingga 48 jam . Jenis sel darah putih yang
keberadaannya mendominasi menunjukkan apakah meningitis itu disebabkan
bakteri (biasanya didominasi neutrofil) atau virus (biasanya didominasi limfosit),
walaupun pada awal penyakit, ini bukan selalu indikator yang bisa diandalkan.
Yang agak jarang terjadi, dominasi eosinofil, menandakan di antaranya, etiologi
parasit atau jamur.
Konsentrasi glukosa dalam LCS normal adalah 40% diatas glukosa darah.
Pada meningitis bakterial, kadar glukosa biasanya lebih rendah, oleh karena itu
kadar glukosa LCS dibagi dengan glukosa darah (rasio glukosa LCS terhadap
glukosa serum). Rasio ≤ 0,4 menunjukkan meningitis bakterial; pada bayi baru
lahir, level glukosa dalam LCS normalnya lebih tinggi, dan oleh karena itu, rasio
di bawah 0,6 (60%) dianggap abnormal. Kadar asam laktat yang tinggi pada LCS
menunjukkan kemungkinan meningitis bakterial yang lebih tinggi, demikian pula
hitung sel darah putih yang lebih tinggi. Bila kadar asam laktat kurang dari
35 mg/dl dan penderita belum mendapatkan antibiotik, hal ini bisa menyingkirkan
kemungkinan meningitis bakterial.
Indikasi dan kontraindikasi lumbal pungsi
Indikasi
Mengambil bahan pemeriksaan CSF untuk diagnostik dan persiapan
pemeriksaan pasien yang dicurigai mengalami meningitis, enchefalitis atau tumor
malignan.
Untuk mengidentifikasi adanya darah dalam CSF akibat trauma atau
dicurigai adanya perdarahan subarachnoid.
Untuk memasukkan cairan opaq kedalam ruang suarachnoid.
11
Untuk mengidentifikasi adanya tekanan intrakranial/intraspinal, untuk
memasukkan obat intratekal seperti terapi antibiotik atau obat sitotoksik.
Kontraindikasi
Adanya penurunan kesadaran dan tanda neuruologis fokal lainnya
Adanya edema papil
Pasien dengan peningkatan intracranial.
Pasien yang mengalami penyakit sendi-sendi vertebra degeneratif.
Bleeding diathesis seperti coagulopati dan penurunan platelet dan pola
pernapasan abnormal.
Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping
itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
Pemeriksaan Radiologis
Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan meningitis tergantung dari penyebab terjadinya
meningitis. Semua kasus dengan meningitis akibat bakteri dan beberapa kasus
akibat virus dilakukan tatalaksana dirumah sakit. Mengitis bakterial dapat menjadi
fatal dalam hitungan jam, sehingga penting untuk ditegakan diagnosis dini dan
tatalaksana dengan antibiotik intravena dosis tinggi yang sesuai.
a. Meningitis bakterial
Formula struktur seftriakson, salah satu antibiotik sefalosporin generasi
ketiga yang direkomendasikan untuk pengobatan awal meningitis bakteri.
12
Antibiotik hendaknya langsung diberikan, meskipun sebelum diketahui hasil
punksi lumbal dan analisis LCS.
- Benzilpenisilin adalah obat pilihan untuk infeksi meningokokus dan
pneumokokus. Dosis awal 2,4 gr diikuti 1,2 gr setiap 2 jam. Dalam 48-72 jam,
jika terdapat bukti perbaikan klinis, maka regimen obat dapat diberikan tiap 4-6
jam, walaupun dosis total hariannya tetap sama yakni 14,41 gr. Terapi harus
dilanjutkan selama 7 hari setelah pasien bebas demam (14 hari untuk infeksi
pneumokokus)
- Pemberian kloramfenikol, sefotaksim, atau seftriakson dosis tinggi
intravena efektif terhadap Haemophilus influenza.
- Jika organisme belum diketahui, maka digunakan kombinasi
benzilpenisilin dan sefotaksim atau seftriakson.
- Jika pungsi lumba harus ditunda karena harus melakukan CT-Scan
sebelumnya maka terapi antibiotic harus diberikan segera sebelum dilakukan CT-
Scan
- Terapi umum lainnya meliputi : tirah baring, pemberian analgetik,
antipiretik, anti konvulsan untuk kejang, dan terapi suportif untuk koma, syok,
peningkatan intracranial, gangguan elektrolit dan gangguan perdarahan.
Semakin banyak bukti yang menunjukan bahwa terapi awal kortikosteroid
intravena dosis tinggi dengan antibiotik akan memperbaiki morbiditas dan
mortalitas pada meningitis bakterial.
13
Berikut pilihan antibiotic yang sering digunakan pada meningitis bakterial
Bakteri Suscepbility Antibiotic Duration
(days)
Streptococcus
Pneumonia
Penicillin MIC <
0,06 µg/ml
Penicillin MIC >
0,12 µg/ml
Cefotaxime or
ceftriaxone MIC
0,12 µg/ml
Cefotaxime or
ceftriaxone MIC
>1,0 µg/ml
Recommended: Penicillin
G Or Ampicilin
Alternative: Cefotaxime.
Ceftriaxone,
Chloramphenicol
Recommended:
Cefotaxime Or Ceftriaxone
Alternative: Cefepime,
Meropenem
Recommended:
vancomycin plus
cefotaxime or ceftriaxone
Alternative: vancomycin
plus moxifloksasin
10-14 hari
Haemophilus
Influenzae
Beta-laktamase-
negative
Beta-laktamase-
positive
Recommended: ampicilin
Alternative: cefotaxime,
ceftriaxone, cefepime,
chloramphenicol,
fluoroquinolon
Recommended:
cefotaxime or ceftriaxone
Alternative: cefepime,
chloramphenicol,
aztreonam, a
fluoroquinolon.
7 hari
14
Beta-laktamase-
negative, ampicilin
resisten
Recommended:
meropenem
Alternative: cefepime,
chloramphenicol,
aztreonam, a
fluoroquinolon
Neisseria
Meningitides
Penicillin MIC >
0,1 µg/ml
Penicillin MIC >
0,1 µg/ml
Recommended: penicillin
G or ampicilin
Alternative: cefotaxime,
ceftriaxone,
chloramphenicol
Recommended:
cefotaxime or ceftriaxone
Alternative: cefepime,
chloramphenicol, a
fluoroquinolon,
meropenem 7 hari
Listerya
Monocytogenes
Recommended: ampicilin
or penicillin G
Alternative: TMP-SMX
14-21 hari
Streptococcus
Agalactiae
Recommended: ampicilin
or penicillin G
Alternative: cefotaxime,
ceftriaxone, vancomycin 14-21 hari
Enterobacterice
ae
Recommended:
cefotaxime or ceftriaxone
Alternative: aztreonam, a
fluoroquinolon, TMP-
SMX, meropenem,
ampicilin
21 hari
Pseudomonas Recommended:
15
Aeruginosa ceftazidine or cefepime
Alternative: aztreonam,
meropenem, cifroploxacin 21 hari
Staphylococcus
Ephidermidis
Recommended:
vancomycin
Alternative: linezolid
b. Meningitis viral
Meningitis virus pada umumnya hanya memerlukan terapi suportif.
Meningitis virus cenderung tidak separah meningitis bakterial. Virus herpes
simpleks dan virus varisela zoster bisa memberikan respon terhadap pengobatan
dengan obat antivirus seperti asiklovir, tetapi belum ada uji klinis khusus yang
meneliti apakah pengobatan ini efektif. Terapi umum lainnya meliputi terapi pada
gejala simptomatis, misalnya pemberian antipiretik pada pasien demam hingga
bebas demam. Kasus ringan meningitis virus bisa diobati di rumah dengan
tindakan konservatif seperti cairan, istirahat total dan analgesik.
c. Meningitis Tuberkulosa
Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat. Terapi
diberikan sesuai dengan konsep baku pedoman nasional penatalaksanaan
tuberkulosis yakni:
fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis,
yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.
Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan
rifampisin hingga 12 bulan.
9. DIAGNOSIS BANDING
- Ensefalitis
Ensefalitis adalah peradanagan pada otak baik local maupun seluruhnya
(difus) . Ensefalitis umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Gejala
ensefalitis akut bervariasi, gejala awal pada orang dewasa berupa demma,
nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri otot yang berlangsung selama
beberapa hari. Gejala klasik pada ensefalitis antara lain adalah perubahan
16
perilaku atau kepribadian, nyeri atau kaku leher, nyeri kepala, fotofobia,
penurunan kesadaran, dan kejang.
10. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada beberapa keadaan, antara lain jenis bakteri dan
hebatnya penyakit pada permulaannya, umur penderita, lamanya gejala atau sakit
sebelum dirawat, kecepatan ditegakkan diagnosis, antibiotik yang diberikan, serta
adanya kondisi patologik lainnya yang menyertai meningitis
17
BAB III
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Salo
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
B. ANAMNESIS : AUTO dan ALLOANAMNESIS
I. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu.
II. Riwayat Penyakit Sekarang
- Pasien Ny. A, 45 tahun datang ke RSUD Bangkinang dengan penurunan
kesadaran sejak 1 hari yang lalu.
- 6 hari SMRS pasien mengalami demam dan mengeluhkan muntah-
muntah. Demam naik turun, namun tidak sampai mencapai suhu normal.
Muntah dialami pasien sejak 6 hari SMRS, frekuensi muntah sebanyak 2 kali
dalam sehari, yang dimuntahkan adalah makanan yang dimakan oleh pasien,
muntah tidak menyembur, keluhan ini dialami pasien makin lama makin
sering, sehingga pasien dibawa ke rumah sakit dan dirawat diruang penyakit
dalam.
- Keluhan kejang disangkal keluarga pasien, nyeri dada tidak ada, sesak
nafas tidak ada, penurunan berat badan disangkal, keringat malam tidak ada.
BAB dan BAK dalam batas normal, kelemahan anggota gerak tidak ada.
18
III. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat DM tidak ada
- Riwayat TB paru disangkal
- Riwayat stroke tidak ada
IV. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama
- Tidak ada yang memiliki riwayat batuk lama dan tidak pernah
mendapatkan pengobatan selama 6 bulan.
V. Riwayat Pribadi dan Sosial
- Riwayat pekerjaan sebagai IRT, riwayat minum alkohol (-), dan merokok
(-).
C. PEMERIKSAAN FISIK
I. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Soporo koma, GCS E1M3V1 = 5
Tanda Vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg- Frekuensi nadi : 80 x/menit- Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit- Suhu : 38,4oC
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Kelenjar Getah Bening
- Leher : Tidak teraba pembesaran KGB- Aksila : Tidak teraba pembesaran KGB- Inguinal : Tidak teraba pembesaran KGB
Thoraks
a. Paru-paruInspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
19
Palpasi : Vokal fremitus tidak dapat dinilai
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
b. JantungInspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikula sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut simetris kanan dan kiri, scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), hati dan limpa
tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen.
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, kelemahan -/-
Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, kelemahan -/-
II. Status Neurologis
a. Tanda Rangsang Selaput Otak :
Kaku Kuduk : Positif
Brudzinski I : Positif
Brudzinski II : Positif
Tanda Kernig : Positif
b. Tanda Peningkatan Tekanan intracranial :
Pupil : Isokor
Refleks cahaya : +/+
20
c. Pemeriksaan Saraf Kranial :
N.I (N. Olfactorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subyektif Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Obyektif dengan bahan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N.II (N. Opticus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Lapang pandang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Melihat warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Funduskopi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N.III, IV dan VI
Kanan Kiri
Dolls eye phenomenon + +
Refleks cahaya + +
N. V (N. Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik :
- Membuka mulut
- Menggerakkan rahang
- Menggigit
- Mengunyah
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Sensorik :
- Divisi Optalmika
- Refleks kornea
- Divisi Mandibula
- Sensibilitas
Normal
Tidak dapat dinilai
-
Normal
Tidak dapat dinilai
-
21
- Tes TMJ
N. VII (N. Facialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Normal Normal
N. VIII (N. Vestibulocochlearis)
Kanan Kiri
Tepukan tangan Respon (-) Respon (-)
N. IX (N. Glossopharingeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Refleks muntah/Gag reflek Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. X (N. Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Uvula Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menelan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Artikulasi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Suara Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. XI (N. Assesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Menoleh ke kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mengangkat bahu ke kanan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mengangkat bahu ke kiri Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
N. XII (N. Hipoglossus)
22
Kanan Kiri
Kedudukan lidah di dalam Normal Normal
Kedudukan lidah dijulurkan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
d. Pemeriksaan Koordinasi dan keseimbanganCara berjalan Tidak dapat
dinilai
Tes jari-hidung Tidak dapat
dinilai
Romberg test Tidak dapat
dinilai
Tes jari-jari Tidak dapat
dinilai
Stepping test Tidak dapat
dinilai
Tes Tumit-Lutut Tidak dapat
dinilai
Tandem Walking test Tidak dapat
dinilai
Disfagia Tidak dapat
dinilai
Rebound phenomen Tidak dapat
dinilai
Supinasi-pronasi Tidak dapat
dinilai
e. Pemeriksaan Fungsi MotorikA. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri
Gerakan spontan Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Tremor Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Atetosis Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Mioklonik Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Khorea Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Bradikinesia Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
f. Pemeriksaan SensibilitasSensibilitas taktil Tidak dapat dinilaiSensibilitas nyeri Tidak dapat dinilaiSensibilitas termis Tidak dapat dinilaiSensibilitas kortikal Tidak dapat dinilaiStereognosis Tidak dapat dinilaiPengenalan 2 titik Tidak dapat dinilaiPengenalan rabaan Tidak dapat dinilai
g. Sistem Refleks
23
Refleks Fisiologis Kanan Kiri Kornea + +Dinding perutAtas + +Bawah + +Tengah + +Biseps ++ ++
Triseps ++ ++
APR ++ ++
KPR ++ ++
Bulbokavernosus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Patologis Kanan KiriLengan Hoffman-Tromner Negatif NegatifTungkai
Babinski Negatif Negatif
Chaddoks Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif
Gordon Negatif Negatif
Schaeffer Negatif Negatif
Klonus kaki Negatif Negatif
h. Fungsi Otonom- Miksi : Kateter terpasang, urin berwarna kuning jernih- Defekasi : Normal- Sekresi keringat : Normal
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah lengkap- Hb : 10,4 gr%- Leukosit : 14.000/mm3- Hematokrit : 43%- Trombosit : 250.000- GDS : 110 mg/dl
24
Pemeriksaan Sputum DahakBTA (-)
Lumbal Pungsi- LCS Warna : Keruh Protein : 150 mg/dl Glukosa : 50 mg/dl PMN : 4500 /mm3
E. MASALAH
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Leptomeningitis
Diagnosis Topik : Lesi di Subaraknoid
Diagnosis Etiologi : Et causa Infeksi Bakterial
Diangonis Penyerta : -
TERAPI
Medikamentosa
Infus RL 20 tpm
Antipiretik : Infus Paracetamol 500mg
Antibiotik : Cefotaxime 2 gr/12 jam
Kortikosteroid : Deksamethason 10 mg amp/8 jam
H2 reseptor : Ranitidin 1 amp/12 jam
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
BAB IV
PEMBAHASAN
25
Seorang pasien wanita usia 45 tahun dengan penurunan kesadaran sejak 1
hari yang lalu. 6 hari SMRS pasien mengalami demam dan mengeluhkan
muntah-muntah. Demam naik turun, namun tidak sampai mencapai suhu normal.
Muntah dialami pasien sejak 6 hari SMRS, frekuensi muntah sebanyak 2 kali
dalam sehari, yang dimuntahkan adalah makanan yang dimakan oleh pasien,
muntah tidak menyembur, keluhan ini dialami pasien makin lama makin sering,
sehingga pasien dibawa ke rumah sakit dan dirawat diruang penyakit dalam.
Keluhan kejang disangkal keluarga pasien, nyeri dada tidak ada, sesak nafas tidak
ada, penurunan berat badan disangkal, keringat malam tidak ada. BAB dan BAK
dalam batas normal, kelemahan anggota gerak tidak ada. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya kelainan yang mendukung kearah meningitis yaitu didapatkan
tanda rangsang meningeal positif. Pada pasien ini didiagnosis sebagai meningitis
bakteri karena dari pemeriksaan LCS didapat warna keruh, glukosa LCS rendah,
protein tinggi serta kadar PMN meningkat. Penatalaksaan pada pasien ini adalah
dengan pemberian cairan infus RL 20 tetes permenit, infus paracetamol 500mg,
cefotaxime 2 gr/12 jam, deksamethason 10 mg amp/8 jam, ranitidin 1 amp/12
jam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Edisi 7. Jakarta:EGC. 2010.
26
2. Frotscher M, Baehr M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS, Edisi 4. Jakarta
: EGC ; 2010.
3. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Dalam : Rachman
LY, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta :EGC ; 2008
4. Ginsberg L. Neurologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga ; 2005.
5. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
6. Mansjoer, A., 2009, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Penerbit
Aesculapius : Jakarta
7. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson . Patofisiologi, Edisi 6, Jakarta : EGC ;
2008.
8. www.emedicine.com
27