case mandun

38
BAB I PENDAHULUAN Mata merah merupakan keluhan penderita yang sering kita dengar. Keluhan ini timbul akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih menjadi berwarna merah. Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul tenon yang tipis dan tembus sinar. Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut, misalnya pada keratitis, iritis, glaukoma akut, dan konjungtivitis. Untuk memudahkan penentuan diagnosis penyakit penyebab mata merah, maka keluhanmata merah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu mata merah dengan visus normal dan matamerah dengan visus menurun. Kemudian, mata merah dengan visus menurun terbagi lagi menjadidua yaitu merah tidak merata dan merah merata. Mata merah tidak merata dengan visus normal dapat disebabkan oleh episkleritis, skleritis, perdarahan subkonjungtiva, pterigium, pseudopterigium, 1

Upload: rahma-lionita-lamandawati

Post on 22-Jan-2016

233 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

konjungtivitis

TRANSCRIPT

Page 1: Case Mandun

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merah merupakan keluhan penderita yang sering kita dengar.

Keluhan ini timbul akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang

sebelumnya berwarna putih menjadi berwarna merah.

Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat

terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul tenon yang tipis dan tembus sinar.

Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi

pada peradangan mata akut, misalnya pada keratitis, iritis, glaukoma akut, dan

konjungtivitis.

Untuk memudahkan penentuan diagnosis penyakit penyebab mata

merah, maka keluhanmata merah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu

mata merah dengan visus normal dan matamerah dengan visus menurun.

Kemudian, mata merah dengan visus menurun terbagi lagi menjadidua yaitu

merah tidak merata dan merah merata.

Mata merah tidak merata dengan visus normal dapat disebabkan oleh

episkleritis, skleritis, perdarahan subkonjungtiva, pterigium, pseudopterigium,

konjungtivitis flikten, dan pinguekulitis iritans. Mata merah merata dengan

visus normal dapat disebabkan oleh konjungtivitis bakterial, viral, maupun

alergi. Ketiga konjungtivitis tersebut dapat dibedakan dari hasil anamnesis.

Sedangkan penyebab mata merah dengan visus menurun antara lain,

keratitis, iridosiklitis akut, glaukoma akut, ulkus kornea danendoftalmitis.

Dalam menentukan diagnosis diperlukan data mengenai adanya faktor resiko

pada pasien, gejala lain yang menyertai dan tanda objektif pada pemeriksaan

seperti ditemukannya jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan puncak

di kornea yang mengarah pada penyakit pterigium.

1

Page 2: Case Mandun

BAB II

LAPORAN KASUS

II.1. Identifikasi

Nama : Bp. A

Umur : 55 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Pekerjaan : Petani

Alamat : Ngadi Luwih, Matesih

No. RM : 2286XX

II.2. Anamnesis (Autoanamnesis, 31 Oktober 2015 di Poli Mata)

Keluhan Utama:

Mata kiri merah dan nerocos

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Pasien datang ke poli Mata RSUD Karanganyar dengan keluhan

mata sebelah kiri merah dan nerocos. Keluhan dirasakan sejak satu hari

sebelum pasien datang ke Rumah Sakit. Selain itu, pasien juga

mengeluhkan mata terasa gatal, perih, bengkak dan berair. Cairan yang

keluar tidak berwarna, tidak berbau, dan encer. Pasien juga merasakan

mata sebelah kiri terasa mengganjal saat membuka dan menutup mata,

akibat bengkaknya daerah mata yang merah.

Pasien mengaku kemarin sore matanya kelilipan oleh debu ketika

naik sepeda hendak perjalanan pulang kerumah dari sawah. Lalu, pasien

berhenti dan mengucek-ngucek matanya, pasien sempat susah membuka 2

Page 3: Case Mandun

matanya beberapa detik karena matanya terasa perih. Sudah diberikan obat

tetes mata oleh pasien yang dibelinya di apotik namun pasien tidak ingat

namanya apa. Dirasa keluhannya belum juga membaik lalu pasien berobat

ke poli Mata RSUD Karanganyar.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat penyakit mata : disangkal

Riwayat memakai kacamata : disangkal

Riwayat trauma : diakui (mengucek mata)

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes melitus : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes melitus : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Pada Lingkungan

Riwayat sakit serupa : disangkal

II.3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Gizi : cukup

Status Oftalmologikus3

Page 4: Case Mandun

NO PEMERIKSAAN MATA

OD OS

1 VISUS 6/15 6/15

2 PALPEBRA Edema (-)

Hiperemis (-)

Nyeri Tekan (-)

Blefarospasme (-)

Lagoftalmus (-)

Ektropion (-)

Entropion (-)

Lesi Kulit (-)

Edema (+)

Hiperemis (+)

Nyeri Tekan (+)

Blefarospasme (-)

Lagoftalmus (-)

Ektropion (-)

Entropion (-)

Lesi Kulit (-)

3 KONJUNGTIVA Hiperemis (-)

Anemis (-)

Infiltrat (-)

Injeksi siliar (-)

Injeksi Konjungtiva (-)

Terdapat jaringan

fibrovaskular

pertengahan antara

tepi pupil dan limbus

Hiperemis (+)

Anemis (-)

Infiltrat (-)

Injeksi siliar (-)

Injeksi Konjungtiva (+)

Terdapat jaringan

fibrovaskular

pertengahan antara

tepi pupil dan limbus

4 KORNEA Jernih (+)

Edema (-)

Infiltrat (-)

Jernih (+)

Edema (-)

Infiltrat (-)

NO PEMERIKSAAN MATA

OD OS

4

Page 5: Case Mandun

5 COA Jernih (+)

Kedalaman cukup

Jernih (+)

Kedalaman cukup

6 IRIS Edema (-)

Warna hitam

Edema (-)

Warna hitam

7 PUPIL Bulat

Central

RC D/I (+/+)

Diameter 3mm

Bulat

Central

RC D/I (+/+)

Diameter 3mm

8 LENSA Jernih Jernih

9 FUNDUS MEDIA Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10 PAPIL N.OPTICUS

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

11 MACULA LUTEA Tidak dilakukan Tidak dilakukan

12 RETINA Tidak dilakukan Tidak dilakukan

13 TIO Tidak dilakukan Tidak dilakukan

14 SISTEM LAKRIMASI

Epifora (-)

Lakrimasi (-)

Epifora (+)

Lakrimasi (+)

5

Page 6: Case Mandun

OD OS

II.4 Diagnosis Kerja

ODS Conjungtivitis e.c. Bakterial

ODS Pterigium grade II

II.5 Penatalaksanaan

1. Medikamentosa - C. tobroson ED MD / 2 jam dd gtt 1 ODS

- Opimox 500mg / 3x1 tab2. Non medikamentosa (Edukasi)

- Jangan menggosok-ngosok mata (mengucek-ngucek mata)

- Menghindari faktor pencetus seperti angin, debu ataupun benda asing dengan menggunakan kacamata untuk melindungi mata

6

Page 7: Case Mandun

II.6 Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad visam : ad bonam

Quo ad comesticam : dubia ad bonam

7

Page 8: Case Mandun

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Struktur Anatomi dari Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi

permukaan dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus

permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata

(kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat

terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:

1. Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra

dan dapat dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva.

a. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar

2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal,

sulkus subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara

kulit dan konjungtiva sesungguhnya.

b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat

vaskuler. Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata

atas. Pada kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus.

Kelenjar tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.

c. Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.

2. Konjungtiva bulbaris : menutupi sebagian permukaan anterior

bola mata. Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan

kapsula Tenon. Tepian sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar

disekitar kornea disebut dengan konjungtiva limbal. Pada area limbus,

konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan episklera bergabung menjadi

jaringan padat yang terikat secara kuat pada pertemuan

korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi

berlanjut seperti yang ada pada kornea. Konjungtiva bulbar sangat

tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke

8

Page 9: Case Mandun

belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di

bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang

mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea

yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.

3. Forniks : bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian

posterior palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung

dengan konjungtiva bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi

menjasi forniks superior, inferior, lateral, dan medial forniks.

Konjungtiva memiliki tiga fungsi utama :

Mempermudah pergerakan bola mata dikarenakan terdapat hubungan lepas

antara konjungtiva bulbi dengan sklera, dan terdapat celah di antara

jaringan konjungtiva forniks yang menyebabkan bola mata dapat bergerak

bebas kesegala arah.

Lapisan konjungtiva yang lembut dan lembab memperlancar dan

mempermudah aliran selaput lendir mukus tanpa menimbulkan rasa sakit.

Tear film berfungsi sebagai pelumas.

Konjungtiva berfungsi sebagai proteksi terhadap zat-zat pathogen karena

dibawah konjungtiva palpebra dan didalam forniks terdapat limfosit dan

sel plasma. Juga terdapat substansi antibakterial, immunoglobulin,

interferon dan prostaglandin yang membantu melindungi mata.

2. Konjungtivitis

a. Definisi

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir

yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Reaksi inflamasi ini ditandai

dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler dan eksudasi. Konjungtivitis dapat

dibedakan menjadi dua bentuk :

9

Page 10: Case Mandun

Konjungtivitis akut yaitu reaksi peradangan yang muncul tiba-tiba dan

diawali dengan satu mata (unilateral) serta dengan durasi kurang dari 4

minggu.

Konjungtivitis kronis yaitu reaksi peradangan yang durasinya lebih dari 3

– 4 minggu.

b. Etiologi

Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti :

a. infeksi oleh virus atau bakteri.

b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.

10

Page 11: Case Mandun

c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet.

d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang.

c. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa mata

merah dengan kelopak mata lengket akibat produksi sekret yang meningkat

terutama pada pagi hari. Selain itu juga ditemukan photofobia, lakrimasi,

pseudoptosis akibat kelopak mata membengkak, kemosis, hipertropi papil,

folikel, membrane, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti

adanya benda asing, sensasi seperti ada tekanan dan rasa panas serta kadang

didapatkan adanya adenopati preaurikular. Pada konjungtivitis alergi

ditemukan rasa gatal pada mata yang lebih dominan.

Mata merah terjadi akibat adanya vasodilatasi dari pleksus subepitelial

pembuluh darah konjungtiva. Folikel adalah nodul limfoid dengan

vaskularisasi yang merupakan tanda dari infeksi virus ataupun reaksi

autoimun di konjungtiva. Papil adalah dilatasi, telengiektasi pembuluh darah

dengan sel-sel inflamasi di sekelilingnya, jika papil ditemukan unilateral, ini

adalah tanda dari infeksi virus, sedangkan jika papil ditemukan bilateral

merupakan tanda dari infeksi bakteri. Pseudomembran ditemukan pada

infeksi staphylococcus, membrane ditemukan pada infeksi difteri, sedangkan

plikten yang merupakan nodul dari sel-sel inflamasi kronis ditemukan pada

infeksi TBC ataupun karena reaksi alergi.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel

virus

bakteri Jamur

dan

parasit

alergipurulen nonpurulen

Sekret Sedikit mengucur sedikit sedikit sedikit

Air mata mengucur sedang sedang sedikit sedang

Gatal Sedikit sedikit - - mencolok

Mata merah Umum Umum lokal lokal umum

Nodul Lazim Jarang lazim lazim -

11

Page 12: Case Mandun

preaurikuler

Pewarnaan

usapan

Monosit,

limfosit

Bakteri,

PMN

Bakteri,

PMN

negatif eosinofil

Sakit

tenggorok dan

panas yang

menyertai

Sewaktu-

waktu

jarang - - -

d. Klasifikasi

Konjungtivitis Akut

Konjungtivitis bakteri merupakan hasil dari pertumbuhan bakteri secara

berlebihan dan menginfiltrasi lapisan epitel konjungtiva dan kadang-kadang

substansia propia. Sumber infeksi adalah kontak langsung dengan sekret

individu terinfeksi atau (biasanya melalui kontak tangan-mata) atau

penyebaran infeksi dari organisme yang berkolonisasi di mukosa nasal dan

sinus pasien tersebut. Obstruksi duktus nasolakrimal, dakriosistitis, dan

kanalikulitis dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri unilateral.

Walaupun dapat sembuh sendiri, konjungtivitis bakteri bisa

bermanifestasi hebat dan mengancam penglihatan apabila disebabkan oleh

spesis bakteri virulen seperti N.gonorrhoeae atau S.pyogenes. Pada kasus

yang jarang, ini dapat memberikan tanda penyakit sistemik yang

mengancam nyawa, seperti konjungtivitis yang disebabkan oleh

N.meningitides.

Konjungtivitis Purulen Akut

Konjungtivitis purulen akut, suatu bentuk konjungtivitis bakteri,

dikarakteristikkan sebagai akut (< 3 minggu), infeksi pada permukaan

konjungtiva yang sembuh sendiri yang menimbulkan respon inflamasi akut

dengan sekret purulen. Kasus dapat terjadi secara spontan atau secara

epidemik. Patogen penyebab yang paling utama adalah S pneumonia, S

aureus , dan Haemophilus influenza.

Konjungtivitis Gonokokal

12

Page 13: Case Mandun

Organisme yang umum menyebabkan konjungtivitis hiperpurulen adalah

N gonorrhoeae. Konjungtivitis gonokokal adalah penyakit menular seksual

hasil dari perpindahan genital-mata, kontak genital-tangan-okular, transmisi

maternal-neonatus sewaktu melahirkan per vaginam.

Konjungtivitis Klamidia

Trakoma adalah penyakit infeksi yang terjadi pada komuniti dengan

hiegine yang buruk dan sanitasi yang inadekuat. Kebanyakan infeksi

ditularkan melalui mata ke mata. Penularan juga dapat terjadi melaui lalat

dan serangga rumah tangga yang lain. Serangga ini juga menyebarkan

bakteri lain yang menyebabkan infeksi bakteri sekunder pada pasien

trakoma.

Konjungtivitis Viral

Konjungtivitis viral dapat berasal dari droplet saluran nafas atau

perpindahan langsung dari tangan ke mata. Kebanyakan infeksi virus

mengenai bagian epitel, baik konjungtiva maupun kornea, sehingga lesi pada

infeksi virus khas berupa keratokonjungtivitis. Pada sebagian infeksi virus,

kerusakan konjungtiva lebih menonjol, seperti pada pharyngo-conjunctival

fever, dan sebagian lainnya lesi pada kornea lebih jelas, seperti pada herpes

simpleks. Setelah masa inkubasi kira-kira 5 – 12 hari, akan terjadi fase akut

yang menimbulkan gejala hiperlakrimasi, hyperemia konjungtiva dan

pembentukan folikel.

Konjungtivitis Alergi

Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai IgE. Allergen

biasanya bersifat airborne, masuk ke tear film dan berkontak dengan sel

mast konjungtiva yang menyebabkan pecahnya sel mast dan melepaskan

histamine dan mediator inflamasi lain.

-          Vernal keratoconjunctivitis : berulang pada musim tertentu dan pada

daerah tropis (panas) bisa menetap. Reaksi imunologi diperantarai oleh

reaksi hipersensivitas tipe I dan IV.

13

Page 14: Case Mandun

-          Atopic Keratoconjunctivitis : pada pasien dengan riwayat dermatitis

atopi. AKC merupakan reaksi hiprsensitivitas tipe IV.

-          Giant Papillary Conjunctivitis : kontak lama dengan antigen tertentu

seperti lensa kontak, benang, dan prostese.

Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur merupakan jenis konjungtivitis yang jarang terjadi.

Konjungtivitis Jamur biasannya ditemukan bersamaan dengan

keratomicosis, namun dapat saja tidak muncul bersamaan. Penyebab

tersering dari konjungtivitis jamur adalah Candida albicans. Penyakit ini

ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes

dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp,

penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix scehnckii,

Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis.

Konjungtivitis Parasit

Konjungtivitis Parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia

calliforniensis, Loa loa, Ascarislumbricoides,

Trichinellaspiralis ,Schistosomahaematobium, Taeniasolium, dan Pthirus

pubis.

Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

Konjungtivitis Kimia atau Iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh

pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-

substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat

menyebabakan kongjungtivitis. Substansi yang dapat bersifat iritatif seperti

asam, alkali, asap dan angin. Gejala yang dapat timbul dapat berupa nyeri,

pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.

Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh pemberian obat

topical jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomicyn, dan obat-obat

lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.

e. Diagnosis

14

Page 15: Case Mandun

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan

pemeriksaan laboratorium. Anamnesis yang penting pada pasien

konjungtivitis adanya riwayat kontak dengan penderita yang sama, riwayat

alergi, riwayat hiegienitas, dan riwayat kontak dengan bahan iritan.

Disamping itu juga perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :

-          Ketajaman penglihatan

-          Pemeriksaan slit lamp

-         Pewarnaan sekret mata dengan Giemsa dan Metylen Blue untuk

mengetahui penyebabnya bakteri atau virus dan pemberian KOH

untuk yang dicurigai disebabkan jamur

-          Kultur kerokan konjungtiva

f. Pemeriksaan Penunjang

Pewarnaan sekret dengan Giemsa, prosedur yang dilakukan antara lain

-          Ambil sekret yang menumpuk di konjungtiva foniks, letakkan di object

glass, keringkan slide dengan udara selama 15 menit

-          Fiksasi dengan methanol 95% selama 5-10 menit

-          Keringkan

-          Buat campuran dengan mencampurkan setiap 2 tetes larutan Giemsa

kedalam setiap milimeter air suling buffer. Rendam slide

kedalamcampuran selama 15 menit

-          Cuci kedalam air suling buffer

-          Keringkan

Pewarnaan gram dengan Gentian Violet

-          Fiksasi slide dengan pewarnaan ringan (api)

-          Aliri dengan Gentian Violet (15 detik )

-          Bilas dengan air mengalir

-          Aliri dengan gram’s iodin /lugol (15 detik)

-          Bilas dengan air mengalir

15

Page 16: Case Mandun

-          Aliri dengan alkohol 96% sekilas

-          Bilas dengan air mengalir

-          Keringkan

Hasil yang terlihat dibawah mikroskop adalah :

Pada pemeriksaan gram untuk membedakan gram positif atau gram

negatif, sedangkan untuk pemeriksaan giemsa untuk membedakan

infeksi virus atau bakteri.

g. Diagnosis Banding

Diagnosis banding konjungtivitis berdasarkan gambaran klinis :

Tanda Bakterial Viral Alergik Toksik TRIC

Injeksi

konjungtivitis

Mencolok Sedang Ringan-

sedang

Ringan-

sedang

Ringan-

sedang

Hemoragi + + - - -

Tanda Bakterial Viral Alergik Toksik TRIC

Kemosis ++ +/- ++ +/- +/-

Eksudat Purulen atau

mukopurulen

Jarang,

air

Berserabut

(lengket),

putih

- Berserabut

(lengket)

Pseudomembra

n

+/- +/- - - -

Papil +/- - + - +/-

Folikel - + - + +

Nodus

preaurikuler

Panus

(sumber : Sidarta I. “Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta. FKUI. Edisi Ketiga. 2010.

hal. 122)

1. Anamnesis

16

Page 17: Case Mandun

Identitas pasien sangat perlu untuk ditanyakan. Selain sebagai data

administrasi dan data awal pasien, identitas tertentu juga sangat perlu untuk

mengetahui faktor resiko pterigium. Pterigium lebih sering pada kelompok

usia 20-30 tahun dan jenis kelamin laki-laki. Riwayat pekerjaan juga sangat

perlu ditanyakan untuk mengetahui kecenderungan pasien terpapar sinar

matahari.

Pterigium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan

berupa mata sering berair dan tampak merah dan mungkin menimbulkan

astigmatisma yang memberikan keluhan gangguan penglihatan. Pada kasus

berat dapat menimbulkan diplopia. Biasanya penderita mengeluhkan adanya

sesuatu yang tumbuh di kornea dan khawatir akan adanya keganasan atau

alasan kosmetik. Keluhan subjektif dapat berupa rasa panas, gatal, ada yang

mengganjal.

2. Pemeriksaan Fisik

Tajam penglihatan dapat normal atau menurun. Pterigium muncul

sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea

pada daerah fisura interpalpebralis. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian

epitel kornea anterior dari kepala pterigium (stoker’s line). Kira-kira 90%

pterigium terletak di daerah nasal. Perluasan pterigium dapat sampai medial

dan lateral limbus sehingga menutupi visual axis, menyebabkan penglihatan

kabur. Gangguan penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai pupil atau

menyebabkan kornea astigmatisme pada tahap regresif.

Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu: body, apex (head), dan cap.

Bagian segitiga yang meninggu pada pterigium dengan dasarnya ke arah

limbus disebut body, bagian atasnya disebut apex, dan bagian belakang

disebut cap. Subepitelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan

membentuk batas pinggir pterigium.

Dalam penegakan diagnosis pterigium, sangat penting ditentukan

derajat atau klasifikasi pterigium tersebut. Klasifikasi pterigium dibagi

menjadi beberapa kelompok yaitu:

17

Page 18: Case Mandun

a. Berdasarkan perjalanan penyakit

1). Progresif pterigium: tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di

kornea di depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium)

2). Regresif pterigium: tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi

bentuk membran tetapi tidak pernah hilang.

b. Berdasarkan luas pterigium

1). Derajat I : jika hanya terbatas pada limbus kornea

2). Derajat II : jika sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm

melewati kornea

3). Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir

pupil mata dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal

sekitar 3-4 mm)

4). Derajat IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil

sehingga mengganggu penglihatan

Gambar 3. Pterigium grade III, di mana pterigium telah melewati kornea

lebih dari 2mm, namun belum melewati pupil. (sumber: www.icoph.org)

c. Berdasarkan pemeriksaan pembuluh darah dengan slitlamp

1). T1 (atrofi): pembuluh darah episkleral jelas terlihat

2). T2 (intermediate): pembuluh darah episkleral sebagian terlihat

3). T3 (fleshy, opaque): pembuluh darah tidak jelas

Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan pinguekula dan

pseudopterigium.

18

Page 19: Case Mandun

Pembeda Pterigium Pinguekula Pseudopterigium

Definisi Jaringan

fibrovaskular

konjungtiva

bulbi berbentuk

segitiga

Benjolan pada

konjungtiva

bulbi

Perlengketan

konjungtiba bulbi

dengan kornea yang

cacat

Warna Putih

kekuningan

Putih-kuning

keabu-abuan

Putih kekuningan

Letak Celah kelopak

bagian nasal

atau temporal

yang meluas ke

arah kornea

Celah kelopak

mata terutama

bagian nasal

Pada daerah

konjungtiva yang

terdekat dengan

proses kornea

sebelumnya

6♂:♀ ♂ > ♀ ♂ = ♀ ♂ = ♀

Progresif Sedang Tidak Tidak

Reaksi

kerusakan

permukaan

kornea

sebelumnya

Tidak ada Tidak ada Ada

Pembuluh

darah

konjungtiva

Lebih menonjol Menonjol Normal

Sonde Tidak dapat

diselipkan

Tidak dapat

diselipkan

Dapat diselipkan di

bawah lesi karena

tidak melekat pada

limbus

Puncak Ada pulau-

pulau Funchs

Tidak ada Tidak ada (tidak

ada head, cap,

19

Page 20: Case Mandun

(bercak kelabu) body)

Histopatologi Epitel ireguler

dan degenerasi

hialin dalam

stromanya

Degenerasi

hialin jaringan

submukosa

konjungtiva

Perlengketan

Tabel 1. Diagnosis banding pterigium (dikutip dari Vaughan, Daniel G.,

Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Oftalmologi Umum. Edisi

14.Jakarta:Widya Medika,2000,hal 5-6.111, Sidarta Ilyas, dkk. Ilmu

Penyakit Mata edisi ke-2. 2002. Jakarta: Sagung Seto)

3. Penatalaksanaan Pterigium

Prinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian

obat-obatan jika pterygium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah

dilakukan pada pterygium yang melebihi derajat 2. Tindakan bedah juga

dipertimbangkan pada pterigium derajat 1 atau 2 yang telah mengalami

gangguan penglihatan. Pengobatan tidak diperlukan karena bersifat rekuren,

terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat

diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Lindungi mata yang

terkena pterigium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan

kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila

perlu dapat diberikan steroid . Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air

mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokonstriktor maka perlu

control dalam 2 minggu dan bila telah terdapat perbaikan pengobatan

dihentikan.

Indikasi untuk eksisi pterigium adalah ketidaknyamanan yang menetap

termasuk gangguan penglihatan, ukuran pterigium >3-4 mm, pertumbuhan

yang progresif menuju tengah kornea atau visual axis dan adanya gangguan

pergerakan bola mata. Eksisi pterigium bertujuan untuk mencapai keadaan

normal yaitu gambaran permukaan bola mata yang licin. Teknik bedah yang

sering digunakan untuk mengangkat pterigium adalah dengan menggunakan

pisau yang datar untuk mendiseksi pterigium ke arah limbus. Walaupun

20

Page 21: Case Mandun

memisahkan pterigium dengan bare sclera ke arah bawah pada limbus lebih

disukai, namun tidak perlu memisahkan jaringan tenon secara berlebihan di

daerah medial, karena kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena

trauma tidak disengaja di daerah jaringan otot. Setelah dieksisi, kauter sering

digunakan untuk mengontrol perdarahan.

Lebih dari setengah pasien yang dioperasi pterigium dengan teknik

simple surgical removal akan mengalami rekuren. Suatu teknik yang dapat

menurunkan tingkat rekurensi hingga 5% adalah conjunctival autograft

(Gambar 4). Dimana pterigium yang dibuang digantikan dengan konjungtiva

normal yang belum terpapar sinar UV (misalnya konjungtiva yang secara

normal berada di belakang kelopak mata atas). Konjungtiva normal ini

biasaya akan sembuh normal dan tidak memiliki kecenderungan unuk

menyebabkan pterigium rekuren.

Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi

pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian

konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva

yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka

kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil

yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mungkin,

angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC)

sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi

dari pemakaian MMC juga cukup berat.

Indikasi Operasi pterigium

1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi

pupil

3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan

silau karena astigmatismus

4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.

21

Page 22: Case Mandun

Teknik Pembedahan

Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan,

dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea.

Banyak teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima

secara universal karena tingkat kekambuhan yang variabel. Terlepas dari

teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah langkah pertama untuk

perbaikan. Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan ujung

pterigium dari kornea yang mendasarinya. Keuntungan termasuk

epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut yang minimal dan halus dari

permukaan kornea.

1. Teknik Bare Sclera

Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan

sclera untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan

89 persen, telah didokumentasikan dalam berbagai laporan.

2. Teknik Autograft Konjungtiva

Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi

40 persen pada beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan

pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal,

dan dijahit di atas sclera yang telah di eksisi pterygium tersebut.

Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan

pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft

konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi

akurat dari grafttersebut. LawrenceW. Hirst, MBBS, dari Australia

merekomendasikan menggunakan sayatan besar untuk eksisi pterygium

dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah dengan teknik ini.

3. Cangkok Membran Amnion

Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk mencegah

kekambuhan pterigium. Meskipun keuntungkan dari penggunaan

membran amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar peneliti telah

22

Page 23: Case Mandun

menyatakan bahwa itu adalah membran amnion berisi faktor penting untuk

menghambat peradangan dan fibrosis dan epithelialisai. Sayangnya,

tingkat kekambuhan sangat beragam pada studi yang ada,diantara 2,6

persen dan 10,7 persen untuk pterygia primer dan setinggi 37,5 persen

untuk kekambuhan pterygia. Sebuah keuntungan dari teknik ini selama

autograft konjungtiva adalah pelestarian bulbar konjungtiva. Membran

Amnion biasanya ditempatkan di atas sklera , dengan membran basal

menghadap ke atas dan stroma menghadap ke bawah. Beberapa studi

terbaru telah menganjurkan penggunaan lem fibrin untuk membantu

cangkok membran amnion menempel jaringan episcleral dibawahnya.

Lemfibrin juga telah digunakan dalam autografts konjungtiva.1

Terapi Tambahan

Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus

menjadi masalah, dan terapi medis demikian terapi tambahan telah

dimasukkan ke dalam pengelolaan pterygia. Studi telah menunjukkan

bahwa tingkat rekurensi telah jatuh cukup dengan penambahan terapi ini,

namun ada komplikasi dari terapi tersebut.

MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena

kemampuannya untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan

iradiasi beta. Namun, dosis minimal yang aman dan efektif belum

ditentukan. Dua bentuk MMC saat ini digunakan: aplikasi intraoperative

MMC langsung ke sclera setelah eksisi pterygium, dan penggunaan obat

tetes mata MMC topikal setelah operasi. Beberapa penelitian sekarang

menganjurkan penggunaan MMC hanya intraoperatif untuk mengurangi

toksisitas.

Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan,

karena menghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium,

meskipun tidak ada data yang jelas dari angka kekambuhan yang tersedia.

Namun, efek buruk dari radiasi termasuk nekrosis scleral , endophthalmitis

23

Page 24: Case Mandun

dan pembentukan katarak, dan ini telah mendorong dokter untuk

tidak merekomendasikan terhadap penggunaannya.

Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan

dengan pemberian:

1. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari,

bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari

kemudian tappering off sampai 6minggu.

2. Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan

bersamaan dengan salep mata dexamethasone.

3. Sinar Beta.

4. Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3 jam

selama 6minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik

Chloramphenicol, dan steroidselama 1 minggu.

Gambar 4. Prosedur Conjunctiva Autograft; (a).Pterygium,

(b).Pterygium removed, (c).Leaving bare area, (d).Graft outlined,

(e).Graft sutured into place (diambil dari www.baysideeyes.com.au

diakses 21 Mei 2010)

24

Page 25: Case Mandun

4. Komplikasi

Pterigium dapat menyebabkan komplikasi seperti scar (jaringan parut)

pada konjungtiva dan kornea, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, scar

pada rektus medial dapat menyebabkan diplopia.

Komplikasi post eksisi pterigium, yaitu:

Infeksi, reaksi benang, diplopia, scar kornea, conjungtiva graft longgar,

dan komplikasi yang jarang termasuk perforasi bola mata, vitreous

hemorrhage atau retinal detachment

Penggunaan mytomicin C post dapat menyebabkan ectasia atau melting

pada sklera dan kornea

Komplikasi yang terbanyak pada eksisi pterigium adalah rekuren

pterigium post operasi. Simple eksisi mempunyai tingkat rekuren yang

tinggi kira-kira 50-80 %. Dapat dikurangi dengan teknik conjungtiva

autograft atau amnion graft.

Komplikasi yang jarang adalah malignant degenerasi pada jaringan

epitel di atas pterigium.

5. Prognosis

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Rasa

tidak nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan

pasien setelah 24 jam postop dapat beraktivitas kembali. Pasien dengan

rekuren pterigium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan autograft

atau transplantasi membran amnion.

25

Page 26: Case Mandun

26