case konjungtivitis

33
STATUS PENDERITA I. IDENTITAS Nama : Ny. AF Umur : 32 tahun Jenis Kelamin : perempuan Suku : Makassar Kewarganegaraan : Indonesia Agama : Islam Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : jln. Barawaja Tgl pemeriksaan : 24 Juni 2015 No. RM : 07 28 60 II. ANAMNESIS A. Keluhan utama : Mata kanan merah B. Anamnesis terpimpin : Dialami sejak tiga hari yang lalu, muncul perlahan-lahan dan semakin memberat 2 hari terakhir. Mata merah disertai rasa panas, agak gatal, bengkak dan berair. Cairan yang keluar tidak berwarna terutama pada pagi hari, tidak berbau dan encer. Selain itu, pasien merasa penglihatannya normal, namun mata terasa ada yang mengganjal sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman di mata kanannya. Penglihatan kembar tidak ada, silau tidak ada, nyeri tidak ada, rasa pusing pada kepala tidak ada. Riwayat terapi tidak ada. Riwayat trauma tidak ada.

Upload: ulfiani

Post on 12-Jan-2016

93 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

laporan kasus konjungtivitis

TRANSCRIPT

Page 1: Case Konjungtivitis

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS

Nama : Ny. AF

Umur : 32 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Suku : Makassar

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : jln. Barawaja

Tgl pemeriksaan : 24 Juni 2015

No. RM : 07 28 60

II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama : Mata kanan merah

B. Anamnesis terpimpin :

Dialami sejak tiga hari yang lalu, muncul perlahan-lahan dan semakin

memberat 2 hari terakhir. Mata merah disertai rasa panas, agak gatal, bengkak

dan berair. Cairan yang keluar tidak berwarna terutama pada pagi hari, tidak

berbau dan encer. Selain itu, pasien merasa penglihatannya normal, namun

mata terasa ada yang mengganjal sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman di

mata kanannya. Penglihatan kembar tidak ada, silau tidak ada, nyeri tidak ada,

rasa pusing pada kepala tidak ada. Riwayat terapi tidak ada. Riwayat trauma

tidak ada. Riwayat demam disangkal. Riwayat keluarga dan lingkungan

sekitar dengan gejala yang sama disangkal.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat hipertensi : disangkal

2. Riwayat kencing manis : disangkal

3. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

4. Riwayat trauma mata : disangkal

5. Riwayat pemakaian softlens : disangkal

Page 2: Case Konjungtivitis

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit serupa dirumah dan dilingkungan kerja disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Kesan umum

Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup

B. Pemeriksaan visus

OD Visus OS

6/6 Visus jauh tanpa koreksi 6/6

Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan

Tidak dilakukanVisus jauh dengan koreksi

terbaikTidak dilakukan

Tidak dilakukan Visus dekat Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Visus dekat dengan koreksi Tidak dilakukan

C. Pemeriksaan segmen anterior

OD Pemeriksaan OS

Edema (+) Palpebra Edema (-)

Sekret (+), serous Silia Sekret (-), serous

Hiperlakrimasi (+) Apparatus lakrimalis Hiperlakrimasi (-)

Hiperemis (+), injeksi

konjungtiva (+)Konjungtiva

Hiperemis (-), injeksi

konjungtiva (-)

JernihKornea (tes sensitivitas dan

flouresens jika ada)Jernih

Dalam batas normal BMD Dalam batas normal

Cokelat, Kripte (+),

arcus senilis (+)Iris

Cokelat, Kripte (+),

arcus senilis (+)

Bulat, letak sentral,

diameter 3mmPupil

Bulat, letak sentral,

diameter 3mm

RCL (+)/RCTL (+) Refleks cahaya langsung/tak RCL (+)/RCTL (+)

2

Page 3: Case Konjungtivitis

langsung

(-)Relative Afferent Pupillary

Defect (RAPD)(-)

Jernih Lensa Jernih

D. Tes pergerakan bola mata

OD OS

E. Tes lapangan pandang

Tidak di periksa

F. Tekanan intraokuler

ODMetode Pemeriksaan

Tekanan IntraokulerOS

Normal Palpasi Normal

Tidak diperiksa Indentasi Schiotz Tidak diperiksa

G. Palpasi

OD Palpasi OS

Tidak ada Nyeri tekan Tidak ada

Tidak ada Massa tumor Tidak ada

ada pembesaran Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran

Edema palpebra Edema Tidak ada

H. Tes buta warna

Tidak dilakukan pemeriksaan

3

Page 4: Case Konjungtivitis

I. Pemeriksaan segmen posterior

Gambaran funduskopi:

Tidak dilakukan pemeriksaan

FOD : (-) FOS : (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : Tidak dilakukan pemeriksaan

V. DIAGNOSIS BANDING

OD perdarahan subkonjungtiva

OD episkleritis

VI. DIAGNOSIS

OD konjungtivitis Kataralis Akut e.c Suspek Viral

VII. TERAPI

Non Medikamentosa

o Beristirahat dan menghindari kontak dengan keluarga maupun

lingkungan di sekitarnya beberapa hari agar tidak menularkan ke

orang yang sehat. Pasien diberi penjelasan bahwa konjungtivitis

bisa menular melalui udara.

o Memberikan edukasi kepada pasien bahwa konjungtivitis karena

virus merupakan penyakit yang dapat sembuh secara spontan.

4

Page 5: Case Konjungtivitis

Pasien harus menjaga asupan nutrisi sehingga meningkatkan sistem

imun.

o Memberikan edukasi kepada pasien untuk tidak mengucek mata,

menghindari paparan debu (dapat menggunakan penutup misalnya

kaca mata hitam).

o Menjaga kebersihan diri dan lingkungan (mencuci tangan,

memisahkan handuk, pakaian, dan seprei pasien dengan keluarga

yang lain).

o Pemberian resep kaca mata baca sesuai hasil koreksi .

Medikamentosa

o Polydex 6 tetes OD/hari

o Ciprofloaxacin 2x500 mg

o Methyl prednisone 3x4 mg

VIII. PROGNOSIS

Konjungtivitis OD OS

1. Ad vitam Bonam -

2. Ad fungsionam Bonam -

3. Ad sanam Bonam -

4. Ad kosmetikum Bonam -

5

Page 6: Case Konjungtivitis

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI KONJUNGTIVA

Kulit kelopak mata menyatu ke dalam kulit periorbital sekitarnya,

bervariasi dari 0,5 mm di margin kelopak mata hingga 1 mm di tepi orbital.

Kecuali untuk rambut vellus halus, hanya rambut dari kelopak mata yang

memiliki bulu mata, atau silia, yang dua kali lebih banyak sepanjang margin

kelopak mata atas dibanding kelopak mata bawah. Cilia akan terganti setiap 3-5

bulan; biasanya tumbuh kembali dalam 2 minggu setelah dipotong dan akan

tumbuh dalam waktu 2 bulan jika dicabut keluar. Silia menangkap partikel kecil

dan juga bekerja sebagai sensor untuk merangsang penutupan reflex kelopak

mata. Berkedip menambah pompa lakrimal untuk memproduksi air mata di atas

mata dan akan mendorong bahan asing dari mata.1

Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 3 bagian:

Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar

digerakkan dari tarsus.

Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di

bawahnya.

Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal

dengan konjungtiva bulbi.2

Pada lapisan interior kelopak mata terdapat membran mukosa yang disebut

konjungtiva palpebral. Bagian ini terletak dekat dengan bola mata. Epitel

konjungtiva palpebral adalah epitel berlapis kolumnar rendah dengan sedikit sel

goblet. Epitel berlapis gepeng kulit tipis berlanjut hingg ke tepi kelopak mata dan

kemudian menyatu menjadi epitel berlapis silindris konjungtiva palpebral.3

Kantung konjungtiva terdiri atas konjungtiva bulbi, konjungtiva forniks

yang terbagi atas 3 bagian, lipatan semilunar dimedial, dan konjungtiva palpebral.

Serat otot polos dari m.levator superior mempertahankan forniks superior

sedangkan jaringan fibrous di pertahankan oleh m.rectus yang secara horizontal

difiksasi di bagian temporal konjungtiva. Karunkula adalah massa jaringan

berdaging yang mengandung rambut dan kelenjar sebasea. Kelenjar tarsal

6

Page 7: Case Konjungtivitis

konjungtiva melekat erat ke tarsus, dan konjungtiva bulbar melekat pada kapsul

Tenon. Jaringan-jaringan ini bersatu di limbus, dan membentuk tonjolan disebut

pagar Vogt. Daerah ini banyak mengandung sel-sel induk kornea.1

Gambar 1: Potongan sagittal konjungtiva palpebra superior.1

Morfologi sel dari epitel konjungtiva bervariasi dari epitel berlapis cuboid

di daerah tarsus hingga epitel selapis columner pada forniks hingga ke lapisan

skuamous bola mata. Dari permukaan morfologi tersebut, terdapat sel goblet

berjumlah sekitar 10% dari sel basal di epitel konjungtiva. Epitel tersebut yang

paling banyak di konjungtiva tarsal dan bulbar inferonasal konjungtiva.1

Substantia propria konjungtiva terdiri dari jaringan ikat longgar. Jaringan

konjungtiva limfoid yang terdiri dari limfosit dan leukosit lainnya terdapat banyak

di forniks. Limfosit berinteraksi dengan mukosa sel epitel melalui sinyal umpan

balik dimediasi oleh faktor-faktor pertumbuhan, sitokin, dan neuropeptida.

Palpebra konjungtiva mendapat suplai darah dari kelopak mata. Konjungtiva

bulbar disuplai oleh arteri siliaris anterior dari percabangan arteri ophthalmic.

Kapiler ini bersifat semipermeable dan fluorescein mudah bocor seperti halnya

koriokapiler.1

7

Page 8: Case Konjungtivitis

Konjungtiva palpebral mendapatkan suplai darah dari kelopak mata.

Konjungtiva bulbar mendapatkan suplai darah dari arteri ciliaris anterior yang

merupakan percabangan dari arteri oftalmika. 1

IV. KONJUNGTIVITIS

A. Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh

4 penyebab utama yaitu virus, bakteri, allergen, dan iritan. Dari keempat hal

tersebut, infeksi akut yang paling banyak terdapat pada pelayanan primer

disebabkan oleh virus dan bakteri. Sekitar 1% - 2% dari seluruh konsultasi

kesehatan keluarga. Konjungtivitis bacterial umumnya lebih sedikit didapatkan

dibanding konjungtivitis viral terutama pada orang dewasa.4

Konjungtivitis adalah proses inflamasi yang melibatkan permukaan mata

dan ditandai oleh adanya suatu dilatasi vascular, infiltrasi selular, dan eksudasi.

Berdasarkan waktu perjalanannya dibagi atas konjungtivitis akut dan

konjungtivitis kronik. Dikatakan konjungtivitis akut apabila onset terjadi secara

tiba-tiba dan biasanya unilateral dengan inflamasi pada mata kedua selama atau

kurang dari 1 minggu dan lama penyakitnya tidak lebih dari 4 minggu. Sedangkan

pada konjungtivitis kronik ditegakkan bila durasi penyakit lebih lama dari3 atau 4

minggu.5

B. Etiologi

Konjungtivitis dibagi atas 2 kategori besar:5

1. Infeksius

a) Bacterial

b) Viral

c) Parasit

d) Mikotik

2. Non-infeksius

a) Iritasi persisten

b) Alergi

c) Toksik (iritan, debu, asap)

8

Page 9: Case Konjungtivitis

d) Sebagai komplikasi dari berbagai kelainan (seperti sindrom steven

Johnson)

C. Gejala dan Tanda Klinis

Gejala khas yang ditunjukkan oleh semua pasien berupa mata merah dan

kelopak mata lengket di pagi hari karena meningkatnya sekresi. Setiap

konjungtivitis juga dapat menyebabkan pembengkakan di kelopak mata, yang

berakibat munculnya pseudoptosis. Foreign body sensation, sensasi tekanan, dan

sensasi terbakar biasanya dirasakan pasien, meskipun gejala-gejala ini dapat

bervariasi antara pasien. Rasa gatal menunjukkan adanya reaksi alergi. Fotofobia

dan lakrimasi (epifora) juga dapat muncul namun bervariasi. Adanya

blepharospasme menunjukkan keterlibatan kornea (keratoconjunctivitis).5

Gejala yang sangat prominen pada konjungtivitis akut adalah gatal ringan,

rasa mengganjal dimata, dan fotofobia ringan. Selain itu, hal yang sering muncul

berupa injeksi konjungtiva, perlengketan kelopak mata terutama di pagi hari

setelah bangun pagi, terdapat cairan purulent atau serous pada satu atau kedua

mata namun tanpa adanya tanda-tanda penurunan fungsi penglihatan.4

Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, epifora, pseudoptosis,

hipertrofi papiler, kemosis, folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma),

pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan pre-aurikuler adenopati.6

D. Metode Pemeriksaan

1) Pemeriksaan slit lamp. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat sifat dan

injeksi vaskular, sekret, pembengkakan konjungtiva, dan lain-lain dapat

dievaluasi menggunakan slit lamp. 5

2) Eversi kelopak mata. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa kelopak

mata atas dan bawah untuk melihat folikel, papila, membran, dan benda

asing. Jika diagnosis tidak pasti atau tidak terdapat respon terhadap

antibiotik dan nodul konjungtiva, pemeriksaan yang dilakukan yaitu

pemeriksaan mikrobiologi untuk mengidentifikasi jenis patogen.

Penggunaan kapas penyeka dan tabung pengiriman steril dapat digunakan

untuk memeriksa kultur apabila dicurigai klamidia. 5

9

Page 10: Case Konjungtivitis

3) Smear epitel. Ini digunakan untuk mendeteksi klamidia pada khususnya

dan untuk mengidentifikasi patogen pada umumnya. Epitel konjungtiva

yang memiliki sekret diusap dengan kapas lidi dan dioleskan pada slide

dan dicelup dalam larutan Giemsa dan stain Gram. Temuan sitology

memberikan informasi penting tentang etiologi konjungtivitis tersebut. 5

a) Konjungtivitis bakterial: sel granulosit dengan inti polimorf dan

ditemukan adanya bakteri

b) Konjungtivitis viral: limfosit dan monosit;

c) Konjungtivitis chlamydia: Ditemukan sel limfosit, sel plasma, dan

leukosit;

d) Konjungtivitis alergi: Temuan meliputi sel granulosit eosinophilic

dan limfosit;

e) Konjungtivitis mikotik (sangat jarang): pada pewarnaan giemsa

dan gram akan tampak adanya hifa;

4) Irigasi. Konjungtivitis dapat terjadi sebagai akibat munculnya dakriosistitis

asimtomatik atau canaliculitis karena terus menerus terpapar bakteri.

Sistem lakrimal sebaiknya sering di irigasi untuk mengurangi peradangan

yang berulang atau resisten terhadap pengobatan sehingga pemeriksa

mampu memverifikasi sumber peradangan.5

E. Klasifikasi

Konjungtivitis, berdasarkan penyebab terdiri dari:

1. Konjungtivitis bakterial

2. Konjungtivitis viral

3. Konjungtivitis alergi

4. Konjungtivitis Jamur

5. Konjungtivitis Parasit

6. Konjungtivitis iritasi atau kimia 6

Berdasarkan Gambaran Klinis :6,7

10

Page 11: Case Konjungtivitis

• Konjungtivitis Kataral

• Konjungtivitis Purulen

• Konjungtivitis Flikten

• Konjungtivitis Membran

• Konjungtivitis Vernal

• Konjungtivitis Folikularis

Konjungtivitis kataralis dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Konjungtivitis Kataralis Akut

Disebut juga konjungtivitis mukopurulen, konjungtivitis akut

simplek “pink eye”. Merupakan penyakit menular dengan penularan

melalui kontak langsung dengan secret konjungtiva. Dapat mengenai satu

atau dua mata.7

Bias disebabkan oleh Koch Weeks, stafilokokus aureus,

streprokokus viridians, atau virus. Biasanya diakibatkan oleh infeksi virus

(adenovirus). Konjungtivitis kataralis akut kadang-kadang dapat sembuh

sendiri oleh resistensi tubuh selama 1-2 minggu.7

Gejala subyektif biasanya adalah:7

a. Terasa seperti ada pasir atau ada benda asing di mata

b. Lakrimasi (keluar air mata terus menerus)

c. Blefarospasme (mata sulit dibuka)

d. Fotofobia

Gejala objektif biasanya adalah:7

a. Palpebra : edema

b. Konjungtiva Palpebra : merah, kasar, seperti beludru karena

adanya edema dan infiltrasi

c. Konjungtiva bulbi : konjungtiva injeksi banyak, kemosis, dapat

ditemukan pseudomembran pada infeksi dengan pneumokokus.

Kadang-kadang disertai perdarahan subkonjungtival kecil-

11

Page 12: Case Konjungtivitis

kecil, baik di konjungtiva palpebra maupun di konjungtiva

bulbi.

d. Blefarospasme

e. Secret mucus, mukopurulen

2. Konjungtivitis Kataralis Sub-akut

Merupakan lanjutan dari konjungtivitis kataralis akut atau oleh

kuman H.influenza.

Gejala objektif:7

a. Palpebra : edema

b. Konjungtiva palpebra : hiperemis, tidak begitu infiltrate

c. Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva (+), blefarospasme (-)

d. Secret cair

3. Konjungtivitis Kataralis kronik

Sebagai lanjutan dari konjungtivitis kataralis akut atau disebabkan

oleh kuman Koch Weeks, stafilokokus aureus, Morax Axenfeld, E.coli.

dapat pula disebabkan oleh obstruksi duktus nasolakrimal.7

Gejala subjektif :

gatal, ngeres, rasa berat di mata, pagi banyak kotoran dimata, mata

terasa berpasir.

Gejala objektif :

a. Palpebra : tidak bengkak

b. Margo palpebra : blefaritis

c. Konjungtiva palpebra : sedikit hiperemis, licin

d. Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva ringan, dapat bilateral,

mengenai anak dan dewasa

e. Sekret : mukoid

12

Page 13: Case Konjungtivitis

1. Konjungtivitis bakterial

a. Definisi

Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh

bakteri. Konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat infeksi genokok,

meningokok, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Hemophilus

influenza dan Eschericia coli. Memberikan gejala berupa sekret mukopurulen dan

purulen, kemosis konjungtiva, edema kelopak, kadang-kadang disertai keratitis

dan blefaritis. Terdapat papil pada konjungtiva dan mata merah. Konjungtivitis

bakteri ini mudah menular.2

b. Etiologi dan Faktor Risiko

Konjungtivitis bakteri umumnya memiliki manifestasi akut atau subakut

dengan kemerahan, sekret, pembengkakan, robekan, dan iritasi. Visus biasanya

tidak terganggu. Selain itu rasa nyeri jarang ditemukan dan mungkin dapat

dijadikan diferensial diagnosis yaitu episcleritis. Sekret dapat bersifat

mukopurulen atau hanya bersifat purulen dan terdiri dari sel-sel (leukosit, bakteri,

sel-sel epitel) dan non-seluler (fibrin, protein, lendir). Tidak ada hubungan yang

spesifik antara jenis sekret dan etiologi konjungtivitis; eksudat mukopurulen

paling sering terlihat di konjungtivitis bakteri.12

Di Inggris, organisme yang paling umum menyebabkan konjungtivitis

adalah pneumococcus, Haemophilus spp. dan Staphylococcus aureus. Biasanya

dikaitkan dengan infeksi kronis, dan konjungtivitis purulen akut, dikenal lebih

umum sebagai "pink eye", biasanya disebabkan oleh pneumokokus. Kronis

konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh Moraxella lacunata tapi organisme ini

jarang diidentifikasi. Konjungtivitis bakteri yang penting tapi jarang ditemukan

konjungtivitis purulen yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae; Penyakit ini

masih menjadi penyebab yang berat dari konjungtivitis lain terutama pada bayi

baru lahir dari ibu yang terinfeksi. Apabila tidak dilakukan terapi, kornea dapat

menjadi infeksi dan menyebabkan perforasi serta kecacatan permanen pada

penglihatan. Sekret purulen, mata kemerahan dan edema kelopak mata adalah

kondisi yang umumnya dikenal sebagai oftalmia neonatorum.11

13

Page 14: Case Konjungtivitis

c. Patofisiologi

Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti

Streptococci, Staphylococci dan Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme

pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat

menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena

adanya kontaminasi eksternal (penggunaan kontak lens dan berenang) atau

penyebaran dengan melalui bagian tubuh yang terinfeksi (mengucek mata)7.

Konjungtivitis bakteri dapat mengenai segala ras, walaupun terdapat

perbedaan variasi geografi dan prevalensi patogen dari tiap daerah. Perempuan

dan laki-laki memiliki resiko yang sama untuk terkena konjungtivitis bakteri.

Perbedaan tingkat infeksi mungkin disebabkan oleh lingkungan dan pola

kebiasaan hidup.7

Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang

meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah

sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin

yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan

berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat

menyebabkan infeksi pada konjungtiva.7

d. Gejala Klinis

Gejalanya berupa gatal-gatal, kemerahan, kotoran mata dan kelopak mata

lengket pada waktu bangun tidur. Adapun tanda yang lain sebagai berikut:8

1. Tajam penglihatan, kornea dan pupil; normal

2. Hyperemia konjungtiva, paling nyata pada forniks dan kurang nyata

di limbus

3. Sekret mata, dapat purulent atau mukopurulen

4. Reaksi papiler pada konjungtiva

5. Tidak ada limfadenopati periaurikuler. Berbeda dengan infeksi virus

dan chlamydia.

14

Page 15: Case Konjungtivitis

e. Diagnosis

Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin

saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang

lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit

menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual yang disebabkan

oleh Neisseria gonorrhea dan Chlamydia serta transmisi ibu ke anak.7

Pemeriksaan kultur mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi bakteri

chlamydia atau jenis bakteri lain. Sama halnya dengan kultur viral dan fungal,

pemeriksaan ini dilakukan bila dicurigai adanya penyebab sekunder seperti ulkus

kornea akibat penggunaan softlens dan lain-lain. Adapun respon selular yang

dapat muncul dari pemeriksaan kultur ini adalah peningkatan neutrophil untuk

infeksi akibat bakteri, peningkatan limfosit untuk infeksi virus, dan peningkatan

eosinophil untuk reaksi alergi.7

f. Penatalaksanaan

Terapi utama untuk konjungtivitis bakterialis adalah antibiotic topikal,

walaupun antibiotik sistemik kadang diperlukan untuk infeksi gonorhhea dan

chlamydia. Terapi lini pertama (tetes mata) sering digunakan yaitu: trimethoprim

kombinasi dengan polimixin B, gentamicin, tobramycin, neomycin, ciprofloxacin,

ofloxacin, erythromycin.7

2. Konjungtivitis Viral

a. Definisi

Konjungtivitis viral atau pink eye adalah penyakit yang sering ditemui,

bersifat self limiting disease dan biasanya disebabkan oleh adenovirus. Virus lain

juga dapat meyebabkan infeksi konjungtiva termasuk virus herpes simplex,

varicella zoster, enterovirus, coxsackie, poxvirus dan HIV. 9

b. Etiologi dan Faktor Risiko

Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi

adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan

Herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga

15

Page 16: Case Konjungtivitis

dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70,

Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus 9.

Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita

dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang

menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi9.

c. Patofisiologi

Konjungtivitis viral akut adalah konjungtivitis yang paling sering ditemui.

Beberapa jenis adenovirus menjadi penyebab konjungtivitis ini. Biasanya gejala

pada mata muncul sebagai akibat dari infeksi saluran napas bagian atas dan

walaupun sering bersifat bilateral, satu mata mungkin saja sudah terinfeksi

sebelum mata lainnya. Mata yang telah terinfeksi menjadi merah dan

mengeluarkan sekret. Gejala lain yang dapat muncul yaitu kelopak mata yang

semakin menebal, dan akan tampak seperti kelopak mata jatuh. Pada palpasi,

dapat dirasakan adanya pembesaran kelenjar preaurikuler.pada beberapa kasus,

kornea dapat terlibat dan epitel kornea dapat memutih apabila berlangsung

beberapa bulan. Apabila kornea yang memutih tersebut tepat didepan jalur

refraksi, penglihatan akan sedikit terganggu. Tidak ada terapi khusus, tapi

biasanya dapat diterapi dengan antibiotik tetes untuk mencegah terjadinya infeksi

sekunder.11

d. Gejala Klinis

Dua sindrom utama adalah keratokonjungtivitis epidemic dan demam

faringokonjungtiva. Keduanya disebabkan oleh adenovirus dan terjadi secara

epidemic. Gejala yang muncul berupa lakrimasi, mata merah, rasa tidak enak pada

mata dan fotofobia (biasanya unilateral). Tanda-tanda antara lain konjungtivitis

folikularis yang dicirikan oleh lesi-lesi disekret multipel yang agak meninggi

mirip butir-butir beras, dan limfadenopati preaurikuler. Sebagian penderita

mengalami keratitis yang mula-mula berupa lesi epitel pungtata difusa, kemudian

terjadi kekeruhan fokal subepitelial, dan akhirnya infiltrat stroma anterior. Yang

terakhir ini dapat berlangsung beberapa bulan.8

16

Page 17: Case Konjungtivitis

e. Diagnosis

Virus adalah penyebab setengah dari seluruh kasus konjungtivitis. Gejala

yang timbul selalu disertai dengan sekret berair dan pembesaran kelenjar

preaurikuler. Biasanya hanya diobati dengan antibiotic karena cukup sulit

membedakannya dengan infeksi bakteri tanpa dilakukan pemeriksaan kultur.

Kombinasi antibiotik dan steroid seperti tobradex, mungkin saja dapat

mengurangi gejala, namun dapat memudahkan infeksi herpes simpleks atipikal.13

Onset biasanya unilateral, tanda-tanda yang lain yaitu lakrimasi berat dan

rasa gatal disertai dengan sekret berair mukoid. Kelopak mata yang terkena

konjungtivitis biasanya edema. Biasanya pasien memiliki riwayat flu

sebelumnya.5

Karakteristik temuan lain yaitu mata merah dan edema pda plika

semilunaris dan karunkula lakrimalis serta ditemukan adanya keratitis nummular

(Coin like infiltrates yang tampak pada superfisial korneal bagian stroma).5

f. Penatalaksanaan

Konjungtivitis viral umumnya dapat sembuh sendiri. Terapi untuk

konjungtivitis yang disebabkan oleh adenovirus dapat diterapi dengan terapi

suportif. Pasien diinstruksikan untuk melakukan kompres dingin dan pemberian

tetes mata steril. Vasokonstriktor dan antihistamin topikal dapat digunakan untuk

mengatasi rasa gatal yang berlebihan. Untuk pasien yang dicurigai berpotensi

terkena infeksi bakteri, dapat diberikan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi

bakteri.9

Pada pasien dengan konjungtivitis yang disebabkan oleh virus Herpes

simpleks, terapi antiviral topikal dapat diberikan seperti, idoxuridine, vidarabine

dan trifluridine. 9

Untuk konjungtivitis akibat infeksi virus varicella zoster, pemberian

acyclovir oral dapat diberikan untuk menghambat replikasi virus. 9

Pencegahan transmisi konjungtivitis viral sangat penting dilakukan. Pasien

dan pemeriksa harus mencuci tangan untuk mencegah infeksi mata, tidak bertukar

handuk, linen dan alat kosmetik. Pasien diharapkan untuk istirahat dari pekerjaan

17

Page 18: Case Konjungtivitis

untuk menhindari penularan, dan tidak diperkenankan untuk menggunakan

softlens hingga tanda dan gejala sudah teratasi. 9

3. Konjungtivitis Alergi

a. Definisi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering

dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh

sistem imun. Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di

konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas yang dimediasi oleh IgE.10

b. Etiologi dan Faktor Risiko

Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis

alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya

dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis

atopik dan konjungtivitis papilar raksasa. Etiologi dan faktor resiko pada

konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Misalnya

konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh tumbuhan biasanya muncul pada satu

atau kedua mata. Kondisi ini berlangsung tiba-tiba (akut) atau bergantung pada

waktu paparan seperti disebabkan oleh alergi tepung sari dan rumput pada musim

tertentu ataupun paparan alergi dari bahan-bahan rumahan. Vernal konjungtivitis

biasanya muncul pada kedua mata, baik palpebral, konjungtiva, bahkan kornea.

Penyebab utama belum diketahui namun sering dikaitkan dengan konjungtivitis

musiman, dan pada kasus yang berat dapat menyebabkan kebutaan. Konjungtivitis

atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan

konjungtivitis papilar raksasa yaitu formasi dari papil konjungtiva raksasa sebagai

respon terhadap trauma dan gesekan biasanya pada pengguna lensa kontak.10

c. Patofisiologi

Patogenesis alergi pada mata sangat kompleks dan multifactorial, dan

didasari oleh hasil interaksi lingkungan dengan kelompok gen yang menjadi factor

predisposisi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan antara

konjungtivitis alergi dan gen predisposisi terhadap perkembangan penyakit

18

Page 19: Case Konjungtivitis

tersebut. Sebuah hubungan telah ditemukan antara konjungtivitis alergi dengan

kromosom 5, 16 dan 17 dan juga kromosom 6 memiliki kaitan spesifik terhadap

alergen tertentu. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan terdapat organ

spesifik pada gen tertentu yang saling berhubungan dengan penyakit alergi. Hal

tersebut diungkapkan setelah adanya gen tertentu yang teridentifikasi mengalami

konjungtivitis dan sebelumnya pernah mengalami asthma atopi, Dalam konteks

tersebut, secara genetic IL-10 menjadi penentu peningkatan tekanan pada sel mast

dikonjungtiva dan akan berakhir dengan aktivasi oleh alergen. Beberapa studi juga

menunjukkan adanya pengaruh sel dendrit dikonjungtiva yang menjadi

patogenesis penyakit tersebut dan telah dilaporkan bahwa sistem imun dalam sel

mungkin berpengaruh terhadap terapi penyakit tersebut. Aktivasi sel mast dan

degranulasi sel mast juga telah dilakukan penelitian dalam beberapa tahun

terakhir. Studi tersebut mendeskripsikan pentingnya beta-chemokines dalam

mengaktivasi leukosit dan aktivasi sel mast primer. Dalam hal ini, eotaxin-1

menunjukkan adanya peranan utama dalam stimulasi signal pada sel mast di

konjungtiva. Pada sebuah studi konjungtivitis alergi, eotaxin-1 reseptor antagonis

mampu menghambat timbulnya reaksi alergi sehingga dijadikan sebagai terapi

yang sangat menarik dalam mengatasi reaksi alergi. Pembuktian tersebut diatas

menunjukkan bahwa ilmu alergi pada mata dapat menjadi terapi baru dalam

mengkontrol reaski alergi.10

d. Diagnosis

Diagnosis konjungtivitis alergi didasasarkan pada temuan klinis dan

berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya. Bagaimanapun juga, tes

hipersensitivitas menjadi pemeriksaan yang sangat penting untuk mengkonfirmasi

IgE spesifik apa yang ada dalam serum pasien. Hal ini dilakukan untuk

menentukan alergen penyebab dan bagaimana cara menghindari alergen tersebut.

Identifikasi alergen memungkinkan dilakukan untuk mengklasifikasi penyebab

konjungtivitis alergi, apakah berasal dari alergen akibat perubahan musim (jamur,

serbuk sari) atau allergen dari bahan rumahan (debu, serangga atau jamur). 10

19

Page 20: Case Konjungtivitis

Gejala berupa rasa gatal yang hebat di mata, rasa panas, lakrimasi,

fotofobia, dan sekret seperti serabut.8

Tanda-tanda:

1. Konjungtivitis papilaris berupa lesi-lesi hiperemis yang meninggi

dengan bagian tengah avaskuler terutama pada tarsus superior.

Kemudian permukaan papilla-papilla ini menjadi datar sehingg

tampak seperi “batu-batu bulat untuk membuat jalanan”

(cobblestone appereance). Pada kasus lanjut, jika terjadi ruptur

septa jaringan ikat dapat terbentuk papilla-papilla raksasa

2. Sekret bersifat musinosa

3. Limbitis yang terdiri atas nodula-nodula mukoid dan bintik-bintik

diskret berwarna putih (Tranta’s dots) ditemukan pada beberapa

kasus. 8

Gejala utama yang muncul pada konjungtivitis alergi adalah rasa gatal,

lakrimasi, mata merah, rasa mengganjal dimata, edema dan adanya riwayat alergi

seperti rhinitis atau asthma.10

f. Penatalaksanaan

Konjungtivitis alergi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya

gatal, injeksi konjungtiva, pengeluaran sekret mukus, kemosis, dan edema

kelopak mata. Terapi dimulai dengan menghindari bahan iritan, mengentikan

untuk sementara penggunaan make-up dan melakukan kompres dingin.

Penggunaan tetes mata mengandung kombinasi antihistamin, zinc astringet, dan

dekongestan. Penggunaan tetes mata tersebut mengakibatkan dilatasi pupil namun

dapat menyebabkan serangan glaucoma sudut tertutup. Untuk itu, jika pemberian

dekongestan direkomendasikan, ingatkan pada pasien untuk segera control apabila

terdapat gejala-gejala nyeri pada mata, penurunan visus, atau mata semakin

merah.13

Eksaserbasi akut dapat diobati dengan steroid topikal tetes mata natrium

kromoglikat 2% digunakan untuk pengobatan jangka lama dan sebagai

profilaksis.8

20

Page 21: Case Konjungtivitis

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. 2015. External Disease and

Cornea. United States Of America: EB p.3-7

2. Ilyas, H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003 p.121-46

3. Eroschenko, Victor. 2008. Atlas Histologi DiFiore. Dengan korelasi

Fungsional. Jakarta: EGC.

4. Visscher, KL; Hutnik, CM; Thomas, M. 2009. "Evidence-based treatment of

acute infective conjunctivitis: Breaking the cycle of antibiotic prescribing.".

Canadian family physician Medecin de famille canadien

5. K. Lang, Gerhard. 2000. Ophthalmology A short Textbook. New York:

Thiema Stutgart. p. 74-104

6. Nurwasis. Komaratih, Evelyn. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag.

SMF Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: RSU. Dr. Soetomo. p. 74-5

7. Vaughan GD. Oftalmologi Umum. Conjungtivitis.Jakarta: Widya Medika;

2003 p.99-122

8. Konski. Ophthalmology. p.9-11

9. Scott IU, Kevin L. 2010. Conjunctivitis, Viral. California: Penn State

College of Medicine. Diakses pada tanggal 27 april 2015.

10. Cuvillo , et al. 2009. Allergic Conjunctivitis and H1 Antihistamine. J Investig

Allergol Clin Immunol 2009; Vol. 19. Esmon Publicidad

11. Galloway. 2006. Commons Eye Disease and their Management. London:

Springer p.45-51

12. Seal, David. 2010. Ocular Infection. New York: Informa p.139-50

13. Leitman, Mark. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis. New

Brunswick: Blackwell p. 68-72

21