case itpbjiibjib

37
LAPORAN KASUS ITP Oleh : Santri Dwizamzami FN (030.08.216) Pembimbing : Dr. Eddy Supriadi, Sp.PD Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Marzoeki Mahdi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013 1

Upload: intan-soraya

Post on 05-Dec-2014

31 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

higibibibjibjibibji

TRANSCRIPT

Page 1: case ITPbjiibjib

LAPORAN KASUS

ITP

Oleh :

Santri Dwizamzami FN

(030.08.216)

Pembimbing : Dr. Eddy Supriadi, Sp.PD

Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Marzoeki Mahdi

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

Bogor

1

Page 2: case ITPbjiibjib

BAB I

PENDAHULUAN

Pupura Trombositopenia Idiopatik (PTI) merupakan suatu kelainan didapat yang berupa

gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran

trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit

yang biasanya berasal dari Immunoglubolin G (IgG) yang bersirkulasi dalam darah.1,2

Adanya trombositopenia pada PTI ini akan mengakibatkan gangguan pada sistem

hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat

secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasi klinis PTI sangat

bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan

kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga asimptomatik.1

Diperkirakan insidensi PTI terjadi pada 100 kasus per 1 juta penduduk per tahun, dan

kira-kira setengahnya terjadi pada anak-anak dengan usia puncak 5 tahun, dimana jumlah kasus

pada anak laki-laki dan perempuan sama perbandingannya. Namun pada orang dewasa, ITP

paling sering terjadi pada wanita muda: 72 persen pasien selama 10 tahun adalah perempuan, dan

70 persen wanita ini usianya kurang dari 40 tahun. Pada anak-anak itu biasanya merupakan tipe

akut, yang sering mengikuti suatu infeksi, dan sembuh dengan sendirinya (self limited). Pada

orang dewasa umumnya terjadi tipe kronis. 1,2,4

2

Page 3: case ITPbjiibjib

BAB II

STATUS PASIEN INTERNA

RS MARZOEKI MAHDI

II.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Enah Junaenah

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 46 Tahun

Agama : Islam

Status Pernikahan : Menikah

Alamat : Jl. Kapten Dasuki Bakri RT. 01/01 Bogor – Jawa barat

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

No Rekam Medis : 0-16-91-95

Tanggal masuk RSAL : 11 Desember 2012

Ruang : Gayatri

II.2 SUBJEKTIF

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 11 Desember 2012, pukul 14:00

WIB di bangsal gayatri.

Keluhan Utama

Lemas sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datamg ke Poliklinik Penyakit Dalam RSMM dengan keluhan lemas sejak

1 hari SMRS. Pasien juga mengeluh adanya pusing. Pasien sedang menstruasi hari ke 3

dan keluhan seperti ini sering dirasakan jika sedang menstruasi.

Pasien mengatakan bahwa darah yang kekuar sangat banyak, sehingga pasien

sudah tidak menggunakan pembalut melainkan memakai kain atau handuk yang diganti 4

kali sehari. Dalam 3 tahun terakhir, masa menstruasi pasien adalah 9 hari setiap bulannya.

Sebelumnya masa menstruasi pasien hnya 4 hari.

3

Page 4: case ITPbjiibjib

4 hari SMRS, pasien mengatakan adanya gusi berdarah. Perdarahan hanya sedikit

saat menyikat gigi. Pasien juga mengeluh adanya lebam – lebam di lengan dan tungkai.

Lebam – lebam ini sudah 1 minggu, awalnya hanya ada 2 buah di lengan, kemudian

bertambah banyak dan muncul di tungkai. Pasien mengaku lebam – lebam memang biasa

muncul saat sebelum menstruasi.

Pasien menyangkal adanya mimisan, BAB berdarah ataupun perdarahan lainnya,

demam, nyeri sendi, fotosensitivitas, sesak napas, sariawan, dan ruam di wajah atau kulit.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, jantung,

asma, alergi. Pasien sempat dirawat di RS sebanyak 13 kali dalam 2 tahun terakhir

dengan keluhan yang sama seperti saat ini.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang pernah seperti ini. Pasien juga menyangkal adanya

riwayat keluarga alergi obat, kencing manis, tekanan darah tinggi, asma, dan jantung.

Riwayat Pengobatan

Pasien belum menggunakan obat apapun untuk mengatasi keluhannya saat ini.

Pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat apapun secara rutin.

II.3 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 Desember 2012, pukul 14.00 WIB

Keadaan umum

Kesadaran : Compos Mentis

Kesan sakit : tampak sakit sedang

BB/TB : 60 kg/ 160 cm

Status gizi : BMI = 23,43 kg/m2 → gizi baik

Sikap : Kooperatif

Tanda Vital

Tekanan Darah : 120/60 mmHg

Nadi : 60 x/menit

4

Page 5: case ITPbjiibjib

Suhu : 37oC

Pernafasan : 20 x/menit

Status Generalis

Kulit

Warna : Sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik.

Lesi : Tidak terdapat lesi primer seperti makula, papula vesikula, pustula.

Rambut : Tumbuh rambut pada permukaan kulit

Turgor : Baik

Kepala

Ekspresi wajah : Normal

Simetris wajah : Simetris

Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut

Pembuluh darah : Tidak terdapat pelebaran pembuluh darah

Nyeri tekan saraf : Tidak terdapat nyeri supra & infraorbita

Deformitas : Tidak terdapat deformitas

Kulit kepala : Tidak terdapat memar di kepala

Mata

Bentuk : Simetris

Eksoftalmus : Tidak ada

Endoftalmus : Tidak ada

Gerakan : Normal

5

Page 6: case ITPbjiibjib

Kelopak : Hematom -/-

Pupil : OD dan OS isokor, refleks cahaya langsung +/+, tidak langsung +/+

Konjungtiva : Anemis +/+

Kornea : Normal

Lensa : Tidak dilakukan pemeriksaan

Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan

Telinga

Daun telinga : Normal

Liang telinga : Tidak terdapat serumen, darah (-)

Gendang telinga : Intak

Proc. Mastoideus : Tidak nyeri tekan

Pendengaran : Normal

Hidung

Bagian luar : Normal, tidak terdapat deformitas

Septum : Terletak di tengah dan simetris

Mukosa hidung : Hiperemis (-/-)

Cavum nasi : Perdarahan (-/-)

Mulut dan tenggorok

Bibir : Pucat (+), Sianosis (-)

Gigi geligi : Jumlah lengkap.

6

Page 7: case ITPbjiibjib

Langit- langit : Normal

Lidah : Warna kemerahan , papil (+)

Faring : Tenang , tidak hiperemis

Bau nafas : Tidak halitosis

Leher

JVP : ( 5 -2 ) cm H20

Bendungan vena : Tidak terdapat bendungan vena

Tumor : Tidak terdapat tumor

Kelenjar tiroid : Tidak membesar

Trakea : Terletak ditengah

Nyeri tekan : Tidak terdapat nyeri pada leher kanan maupun kiri

Kelenjar getah bening

Leher : Tidak terdapat pembesaran kgb di leher

Aksila : Tidak terdapat pembesaran kgb di aksila

Inguinal : Tidak terdapat pembesaran kgb di inguinal

Thorax

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat

Palpasi : Ictus cordis pada ICS 4 garis midklavikularis kiri

7

Page 8: case ITPbjiibjib

Perkusi : Redup

Batas atas : ICS 2 garis parasternal kiri

Batas kanan : ICS 3-5 garis parasternal kanan

Batas kiri : ICS 5, 1 cm medial garis midclavicular kiri

Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : Pergerakan nafas simetris saat statis dan dinamis.

Palpasi : Vocal fremitus sama di kedua paru.

Perkusi : Sonor di kedua paru.

Auskultasi : Suara napas vesikuler di kedua paru, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

Inspeksi : Abdomen simetris,tidak membuncit, tidak terdapat kelainan kulit, maupun

pelebaran vena.

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), benjolan(-), hepar& lien tidak teraba

membesar, ballotemen (-/-)

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-).

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Punggung

Tidak terdapat kelainan bentuk pada tulang punggung pasien

Tidak terdapat skoliosis, lordosis, dan kifosisi

8

Page 9: case ITPbjiibjib

Pergerakan vertebra simetris

Tidak terdapat hematom pada punggung.

Tidak terdapat nyeri pada perabaan vertebra dan panggul

Tidak terdapat nyeri ketok sudut costovertebra

Ekstremitas atas :

Akral hangat (+/+), Oedem (-/-), Deformitas (-/-), Hematom (+/+), Nyeri (-/-)

Ekstremitas bawah :

Akral hangat (+/+), Oedem (-/-), Deformitas (-/-), Hematom (+/+), Nyeri (-/-)

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 11 Desember

Pemeriksaan Darah

Hasil

Laboratorium

Nilai Normal

Dewasa

Interpretasi

Hemoglobin

(Hb)

7,6 g/dL 13-18 g/dL Menurun

Hematokrit

(Ht)

25.00% 40 - 54% Menurun

Eritrosit 4,1 juta/mm3 4,5 - 6 juta/mm3 Normal

Leukosit 7.960/mm3 4000-10000/mm3 Normal

Trombosit 14.000/mm3 150-400 ribu/mm3 Menurun

SGOT 16 µ/l < 42 µ/l Normal

SGPT 12 µ/l < 47 µ/l Normal

Ureum 34,7 mg/dL 10 – 50 mg/dL Normal

Creatinin 0,65 mg/dL 0,67 – 1,36 mg/dL Normal

Glukosa

Sewaktu

123 < 140 Normal

9

Page 10: case ITPbjiibjib

aPTT 39,7 25,9 – 39,5 Memanjang

PT 122

INR : 1,06

11,8 – 14,4 Memanjang

II.5 RESUME

Seorang wanita, 36 tahun, datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSMM dengan

keluhan lemas sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluh adanya pusing. Pasien sedang

menstruasi hari ke 3 dan keluhan seperti ini sering dirasakan jika sedang menstruasi.

Pasien mengatakan bahwa darah yang keluar sangat banyak, sehingga pasien

sudah tidak menggunakan pembalut melainkan memakai kain atau handuk yang diganti 4

kali sehari. Dalam 3 tahun terakhir, masa menstruasi pasien adalah 9 hari setiap bulannya.

Sebelumnya masa menstruasi pasien hanya 4 hari.

4 hari SMRS, pasien mengatakan adanya gusi berdarah. Pasien juga mengeluh

adanya lebam – lebam di lengan dan tungkai yang muncul sejak 1 minggu SMRS. Pasien

mengaku lebam – lebam memang biasa muncul saat sebelum menstruasi. Pasien sudah

pernah dirawat di RS sebanyak 13 kali dalam 2 tahun terakhir dengan gejala yang sama

seperti ini.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesan sakit tampak sakit sedang, konjungtiva

anemis pada kedua mata, bibir pucat, dan terdapat lebam pada kedua lengan dan kedua

tunkai.

Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb 7,6, Ht 25%, trombosit

14.000, aPTT 39,7, dan PT 122.

II.6 MASALAH

1. Anemia (Hb 7,6, pusing dan lemas)

2. Trombositopenia ( Trombosit 14.000, perdarahan banyak saat menstruasi, hematoma)

3. Mual dan Nyeri tekan epigastrium

II.7 PENGKAJIAN

10

Page 11: case ITPbjiibjib

1. ITP ( Idiopatic Trombositopeni Purpura )

Hal ini berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien,

yaitu :

Perdarahan yang banyak saat mestruasi semenjak 2 tahun terakhir.

Pusing dan lemas

Hematoma pada keempat ekstremitas

Anemia

Trombositopenia

aPTT dan PT memanjang

2. Dispepsia Fungsional

Hal ini berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik pasien, yaitu :

Mual

Nyeri tekan epigastrium

II.8 DIAGNOSIS BANDING

1. Lupus Eritematosus Sistemik ( LSE )

II.9 RENCANA

Diagnostik

SADT

H2TL setiap hari pagi dan sore

Terapi

IVFD Futrolit/24 jam

Asam traneksamat 3 x 1

Vit. K 3 x 1

Ranitidin 2 x 1

Metilprednisolon 2 x 125 mg

Transfusi TC & PRC

II.10 PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad malam

11

Page 12: case ITPbjiibjib

Ad fungsionam : dubia ad bonam

II.11 FOLLOW UP

12 Desember 2012

S : pusing (+), lemas (+), batuk kering (+)

O:

TD :110/50

Nadi : 60 x / menit

Suhu : 37 C

RR : 20x/menit

Mata : CA +/+, SI -/-

Leher : KGB dan Tiroid TTM

Thorax: S1 S2 reguler, M (-), G (-)

SN Ves, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen : Supel, BU (+), NT (+)

BAB III

12

Page 13: case ITPbjiibjib

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi

Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai

dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/n.L)

akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur dari

trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa.1

Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai

dengan jumlah trombosit yang rendah dan perdarahan mukokutan.2

III.2 Epidemiologi

Perkiraan insiden adalah 100 kasus per 1 juta orang per tahun, dan sekitar setengah dari

kasus-kasus ini terjadi pada anak-anak. Insiden PTI pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, PTI

akut umumnya terjadi pada anak-anak usia antara 2-6 tahun. 7-28 % anak-anak dengan PTI akut

berkembang menjadi kronik 15-20%. Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) pada anak

berkembang menjadi bentuk PTI kronik pada beberapa kasus menyerupai PTI dewasa yang khas.

Insidensi PTI kronis pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun.1,2

Insidensi PTI kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8-

6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. Purpura Trombositopenia

Idiopatik (PTI) kronikpada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median rata-rata usia

40-45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien PTI akut sedangkan

pada PTI kronik adalah 2-3:1.1

Pasien PTI refrakter didefinisikan sebagai suatu PTI yang gagal diterapi dengan

kortikosteroid dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka

trombosit di bawah normal atau ada perdarahan. Pasien PTI refrakter ditemukan kira-kira 25-30

persen dari jumlah pasien PTI. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi

dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%.1

III.3 Patofisiologi

Sindrom PTI disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yakni berikatan dengan

trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit

mononuklir melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun 1982 Van Leeuwen pertama

mengidentifikasi membran trombosit glikoprotein Ilb/IIIa (CD41) sebagai antigen yang dominan

13

Page 14: case ITPbjiibjib

dengan mendemostrasikan bahwa elusi autoantibodi dari trombosit pasien PTI berikatan dengan

trombosit normal.1,3,5

Diperkirakan bahwa PTI diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat kejadian

transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita PTI, dan perkiraan ini

didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang sehat yang menerima transfuse

plasma kaya IgG, dari seorang pasien PTI. Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi IgG

akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor

Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi

mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil yang lain,

produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang diselimuti

autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang (intramedullary), atau karena hambatan

pembentukan megakariosit (megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin tidak meningkat,

menunjukkan adanya masa megakariosit normal.1,2,3

Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi PTI untuk

berikatan dengan trombosit yang secara genetic kekurangan kompleks glikoprotein IIb/IIIa.

Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein Ib/X, Ia/ITa, IV dan

V dan determinan trombosit yang lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap berbagai

antigen yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu

oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi

antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopenia.1,2

Secara alamiah, antibodi terhadap kompleks glikoprotein Ilb/IIIa memperlihatkan

restriksi penggunaan rantai ringan, sedangkan antibody yang berasal dari displai phage

menunjukkan penggunaan gen VH. Pelacakan pada daerah yang berikatan dengan antigen dari

antibodi-antibodi ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut berasal dari klon sel B yang

mengalami seleksi afinitas yang diperantarai antigen dan melalui mutasi somatik. Pasien PTI

dewasa sering menunjukkan peningkatan jumlah HLA-DR + T cells, peningkatan jumlah

reseptor interleukin 2 dan peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivasi prekursor sel T

helper dan sel T helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini, sel T akan merangsang sintesis antibodi

setelah terpapar fragmen glikoprotein IIb/IIIa tetapi bukan karena terpapar oleh protein alami.

Penurunan epitop kriptik ini secara in vivo dan alasan aktivasi sel T yang bertahan lama tidak

dapat dikethui dengan pasti.1,3

14

Page 15: case ITPbjiibjib

Kebanyakan pasien mempunyai antibody terhadap glikoprotein pada permukaan

trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya glikoprotein IIb/IIIa

dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang mengenali glikoprotein Ib/IX belum

terbentuk pada tahap ini. (1)

Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji antigen

(makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian mengalami proses intenalisasi dan

degradasi (2). Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein Ilb/IIIa, tetapi juga

memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain (3). Sel penyaji antigen yang

teraktivasi (4) mengekspresikan peptida baru pada permukaan sel dengan bantuan kostimulasi

(yang ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang berfungsi

memfasilitasi proliferasi inisiasi CD-4 positif antiglikoprotein 1b/IX antibody T-cell clone I dan

T cell clone II (5) Reseptor imunoglobulin sel-B yang mengenali platelet antigen tambahan (B-

15

Page 16: case ITPbjiibjib

cell clone 2) dengan demikian juga terdorong untuk berkembang biak dan mensintesis antibodi

anti-glikoprotein Ib / IX (hijau) Selain memperkuat produksi anti-glikoprotein IIb / IIIA antibodi

(oranye) oleh B-1 cell clone (6).1

Metode yang saat ini digunakan untuk penatalaksanaan PTI diarahkan secara langsung pada

berbagai aspek berbeda dari lingkaran produksi antibody dan sensitasi, klirens dan produksi

trombosit .1

Pada umumnya obat yang dipakai pada awal PTI menghambat terjadinya klirens anti bodi yang

menyelimuti trombosit oleh ekspresi reseptor FcG pada makrofag jaringan (1). Splenektomi

sedikitnya bekerja pada sebagian kecil mekanisme ini namun mungkin pula mengganggu

interaksi sel-T dan sel-B yang terlibat dalam sintesis antibody pada beberapa pasien.

Kortikosteroid dapat pula meningkatkan produksi trombosit dengan cara menghalangi

kemampuan makrofag dalam sumsum tulang untuk menghancurkan trombosit, sedangkan

trobopoietin berperan merangsang progenitor megakariosit (2). Beberapa imunosupresan

nonspesifik seperti azathioprin dan siklosforin, bekerja pada tingkat sel T (3). Antibodi

monoclonal terhadap CD 154 yang saat ini menjadi target uji klinik, merupakan kostimulasi

molekul yang diperlukan untuk mengoptimalkan sel T makrofag dan interaksi sel T dan sel B

yang terlibat dalam produksi antibody dan pertukaran klas (4). Immunoglobulin IV mengandung

antiidiotypic antibody yang dapat menghambat produksi antibody. Antibody monoclonal yang

mengenali ekspresi CD 20 pada sel-sel B juga masih dalam penelitian (5). Plasmafaresis dapat

mengeluarkan antibody sementara dari dalam plasma (6). Transfusi trombosit diperlukan pada

kondisi darurat untuk terapi perdarahan (7).1,2,3,4,5

Genetik

PTI telah didiagnosis pada kembar monozigot dan pada beberapa keluarga, serta telah diketahui

adanya kecenderungan menghasilkan autoantibody pada anggota keluarga yang sama. Adanya

peningkatan prevalensi HLA-DRW2 dan DRB*0410 dihubungkan dengan respon yang

menguntungkan dan merugikan terhadap kortikosteroid, dan HLA-DRB1*1501 dihubungkan

dengan respon yang tidak menguntungkan terhadap splenektomi. Meskipun demikian, banyak

penelitian gagal menunjukkan hubungan yang konsisten antara PTI dan kompleks HLA kelas I

dan II.1

16

Page 17: case ITPbjiibjib

III.4 Manifestasi Klinik

PTI Akut

PTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, awitan penyakit biasanya

mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai

eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh

virus merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik. Virus yang paling

banyak diidentifikasi adalah varisella zooster dan Ebstein barr.

Manifestasi perdarahan PTI akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial terjadi

kurang dari 1% pasien. Pada PTI dewasa, bentuk akut jarang terjadi, namun umumnya terjadi

bentuk yang kronis. PTI akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan teijadi pada 90%

pasien, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan.1,2,3

PTI Kronik

Awitan PTI kronik biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan sampai

sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki perjalanan klinis yang

fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu,

mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan tampaknya

remisi tidak lengkap.1,4,5

Manifestasi perdarahan PTI berupa ekimosis, petekie, purpura, pada umumnya berat dan

frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum hubungan antara

jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan AT >50.000/µL maka biasanya

asimptomatik, AT 30.000-50.000 /µL terdapat luka memar/hematom, AT 10.000-30.000/µL

terdapat perdarahan spontan, menoragia dan perdarahan memanjang bila ada luka, AT

<10.000/µl.1,3

Pasien secara sistemik baik dan biasanya tidak demam. Gejala yang dikeluhkan berupa

perdarahan pada mukosa atau kulit. Jenis-jenis perdarahan seperti hidung berdarah, mulut

perdarahan, menoragia, purpura, dan petechiae. Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini

dapat berasal dari lesi petekie pada mukosa nasal, juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan

mulut. Traktus genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling sering, menoragia dapat

merupakan gejala satu-satunya dari PTI dan mungkin tampak pertama kali pada pubertas.

17

Page 18: case ITPbjiibjib

Hematuria juga merupakan gejala yang sering. Perdarahan gastrointestinal bisanya

bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan hematemesis. Perdarahan intracranial dapat

terjadi, hal ini dapat mengenai 1% pasien dengan trombositopenia berat.1,2,3,5

Pada pemeriksaan, pasien tampak normal, dan tidak ada temuan abnormal selain yang

berkaitan dengan pendarahan. Pembesaran limpa harus mengarah pada mempertanyakan

diagnosis. Tampak tanda-tanda perdarahan yang sering muncul seperti purpura, petechiae, dan

perdarahan bula di mulut. 3

III.5 Diagnosis

Lamanya perdarahan dapat membantu untuk membedakan PTI akut dan kronik, serta

tidak terdapatnya gejala sistemik dapat membantu dokter untuk menyingkirkan bentuk sekunder

dan diagnosis lain. Penting untuk anamnesis pemakaian obat-obatan yang dapat menyebabkan

trombositopenia dan pemeriksaan fisik hanya didapatkan perdarahan karena trombosit yang

rendah (petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, dan perdarahan selaput lendir yang lain). 1,2,3,5

Splenomegali ringan (hanya ruang traube yang terisi), tidak ada limfadenopati. Selain

trombositopenia hitung darah yang lain normal. Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk

menyingkirkan pseudotrombositopenia dan kelainan hematologi yang lain. Megatrombosit sering

terlihat pada pemeriksaan darah tepi, trombosit muda ini bisa dideteksi oleh flow sitometri

berdasarkan messenger RNA yang menerangkan bahwa perdarahan pada PTI tidak sejelas

gambaran pada kegagalan sumsum tulang pada hitung trombosit yang serupa. Salah satu

diagnosis penting adalah pungsi sumsum tulang. Pada sumsum tulang dijumpai banyak

megakariosit dan agranuler atau tidak mengandung trombosit.2,3,4

Secara praktis pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pada pasien lebih dari 40 tahun,

pasien dengan gambaran tidak khas (misalnya dengan gambaran sitopenia) atau pasien yang

tidak berespon baik dengan terapi. Meskipun tidak dianjurkan, banyak ahli pediatri hematologi

merekomendasikan dilakukan pemeriksaan sumsum tulang sebelum mulai terapi kortikosteroid

untuk menyingkirkan kasus leukemia akut. Pengukuran trombosit dihubungkan dengan antibodi

secara uji langsung untuk mengukur trombosit yang berikatan dengan antibodi yakni dengan

Monoclonal-Antigen-Capture Assay, sensitivitasnya 45-66%, spesifisitasnya 78-92% dan

diperkirakan bernilai positif 80-83 %. Uji negatif tidak menyingkirkan diagnosis deteksi yang

18

Page 19: case ITPbjiibjib

tanpa ikatan antibody plasma tidak digunakan. Uji ini tidak membedakan bentuk primer maupun

sekunder PTI. 2,3

III.6 Diagnosis Banding

Trombositopenia dapat dihasilkan baik oleh sumsum tulang yang berfungsi abnormal

atau kerusakan perifer. Meskipun sebagian besar gangguan sumsum tulang menghasilkan

kelainan di samping adanya trombositopenia, diagnosa seperti myelodysplasia baru dapat

dihilangkan hanya setelah dengan memeriksakan sumsum tulang. Sebagian besar penyebab

trombositopenia akibat kerusakan perifer dapat dikesampingkan oleh evaluasi awal. Kelainan

seperti DIC, trombotik trombositopenia purpura, sindrom hemolitik-uremic, hypersplenisme, dan

sepsis mudah dihilangkan oleh tidak adanya penyakit sistemik. Pasien harus ditanya mengenai

penggunaan narkoba, terutama sulfonamid, kina, thiazides, simetidin, emas, dan heparin.

Heparin sekarang merupakan penyebab paling umum obat yang menginduksi trombositopenia

pada pasien yang dirawat. Sistemik lupus erythematosus dan CLL merupakan penyebab yang

sering trombositopenia purpura sekunder, yang secara hematologis identik dengan PTI.1,3,4,5

III.7 Penatalaksanaan

Terapi PTI lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga

mencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi umum meliputi menghindari aktivitas fisik

berlebihan untuk mencegah trauma terutama trauma kepala, hindari pemakaian obat-obatan yang

mempengaruhi fungsi trombosit. Terapi khusus yakni terapi farmakologis. 1

Terapi Awal PTI (Standar)

Prednison

Prednison, terapi awal PTI dengan prednisolon atau prednison dosis 1,0 - 1,5

mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respons terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada

umumnya terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik kortikosteroid dilanjutkan sampai 1

bulan , kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah peningkatan AT<30.000 mL,

AT>50.000/µL setelah 10 hari terapi awal, terhentinya perdarahan. Tidak berespons bila

peningkatan AT <30.000µL/ AT≤50.000/ µL terapi 10 hari. Respon menetap bila AT menetap

>50.000/mL setelah 6 bulan follow up. Pasien yang simtomatik persisten dan trombositopenia

19

Page 20: case ITPbjiibjib

berat (AT <10.000/µL) setelah mendapat terapi prednisone perlu dipertimbangkan untuk

splenektomi.1

Imunoglobulin Intravena

Imunoglobulin intravena (IglV) dosis 1 g/kg/ hari selama 2-3 hari berturut-turut

digunakan bila terjadi perdarahan internal, saat AT <5000/mL meskipun telah mendapat terapi

kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Hampir 80% pasien

berespon baik dengan cepat meningkatkan AT namun perlu pertimbangan biaya. Gagal ginjal

dan insufisiensi paru dapat terjadi serta syok anafilaktik pada pasien yang mempunyai defisiensi

IgA Kongenital.

Mekanisme kerja IglV pada PTI masih belum banyak diketahui namun meliputi blockade

fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang menghambat ikatan autoantibodi dengan

trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi. 1

Splenektomi

Splenektomi adalah pengobatan yang paling definitif untuk PTI, dan kebanyakan pasien

dewasa pada akhirnya akan menjalani splenektomi. Terapi prednison dosis tinggi tidak boleh

berlanjut terus dalam upaya untuk menghindari operasi. Splenektomi diindikasikan jika pasien

tidak merespon pada prednison awal atau memerlukan prednison dosis tinggi yang tidak masuk

akal untuk mempertahankan jumlah platelet yang memadai. Pasien lain mungkin tidak toleran

terhadap prednison atau mungkin hanya lebih memilih terapi bedah alternatif . Splenektomi

dapat dilakukan dengan aman bahkan dengan menghitung trombosit kurang dari 10.000 / MCL.

80 % pasien mendapatkan manfaat dari splenektomi baik dengan remisi lengkap atau parsial, dan

angka kekambuhan ialah 15-25%.1,3

Penanganan Relaps Pertama

Splenektomi perlu bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau yang tidak

berespons dengan kortikostroid, imunoglobulin iv dan Imunoglobulin anti-D.

Penggunaan imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal masih dalam penelitian dan hanya cocok

untuk pasien Rh-positif. Apakah penggunaan IglV atau imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal

tergantung pada beratnya trombositopenia dan luasnya perdarahan mukokutaneus. Untuk

20

Page 21: case ITPbjiibjib

memutuskan apakah terapi pasien yang mempunyai AT 30.000 /µL sampai 50.000/µL

bergantung pada ada tidaknya faktor risiko perdarahan yang menyertai dan ada tidaknya risiko

tinggi untuk trauma. Pada AT >50.000/µL perlu diberi IglV sebelum pembedahan atau setelah

trauma pada beberapa pasien. Pada pasien PTI kronik dan AT <30.000/µl IglV atau

metilprednisolon dapat membantu meningkatkan AT dengan segera sebelum splenektomi.1,3

Terapi PTI Kronik Refrakter

Pasien refrakter (±25%-30% pada PTI) didefinisikan sebagai kegagalan terapi

kortikosteroid dosis standar dan splenektomi serta membutuhkan terapi lebih lanjut karena AT

yang rendah atau terjadi perdarahan klinis. Kelompok ini memiliki respons terapi yang rendah,

mempunyai morbiditas yang bermakna terhadap penyakit ini dan terapinya serta memiliki

mortalitas sekitar 16%. PTI refrakter kronik ditegakkan bila ditemukan 3 kriteria sebagai berikut:

a). PTI menetap lebih dari 3 bulan; b). Pasien gagal berespon dengan splenektomi; c). AT

<30.000/mL.1

Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua

Untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosterpid tidak membaik, ada beberapa

pilihan terapi lain. Luasnya variasi terapi untuk terapi lini kedua menggambarkan relatif

kurangnya efikasi dan terapi bersifat individual. 1

Steroid Dosis Tinggi

Terapi pasien PTI refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis

tinggi. Deksametason 40 mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus. Dari 10

pasien dalam penelitian kecil ini semua memberi respons yang baik (dengan AT >100.000/mL)

bertahan sekurang-kurangnya dalam 6 bulan. Pasien yang tidak berespon dengan deksametason

dosis tinggi segera diganti obat lainnya. 1

Metilprednisolon

Steroid parenteral seperti metilprednisolon digunakan sebagai terapi lini kedua dan ketiga

pada PTI refrakter. Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada PTI anak dan dewasa

yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari penelitian Weil pada pasien PTI

21

Page 22: case ITPbjiibjib

berat menggunakan dosis tinggi metilprednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3

hari sampai 1 mg/kg sekali sehari dibandingkan dengan pasien PTI klinis ringan yang telah

mendapat terapi prednison dosis konvensional. Pasien yang mendapat terapi metilprednisolon

dosis tinggi mempunyai respon lebih cepat (4,7 vs 8,4 hari) dan mempunyai angka respons (80%

vs 53%). Respons steroid intravena bersifat sementara pada semua pasien dan memerlukan

steroid oral untuk menjaga agar AT tetap adekuat. 1

IglV Dosis Tinggi

Imunoglobulin intravena dosis tinggi 1 mg/kg/hari selama 2 hari berturut-turut, sering

dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping,

terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau

disubtitusi dengan anti-D intravena. 1

Anti-D Intravena

Anti-D intravena telah menunjukkan peningkatan AT 79-90% pada orang dewasa. Dosis

anti-D 50-75 mg/kg perhari IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah merah rhesus

D-positif yang secara khusus dibersihkan oleh RES terutama di lien, jadi bersaing dengan

autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade. 1

Alkaloid Vinka

Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan, meskipun mungkin bernilai

ketika terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT dengan cepat, misalnya

vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 ing, setiap minggu selama 4-6 minggu. 1

Danazol

Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering

lambat. Fungsi hati harus diperiksa setiap bulan. Bila respons terjadi, dosis diteruskan sampai

dosis maksimal sekurang-kurangnya 1 tahun dan kemudian diturunkan 200 mg/hari setiap 4

bulan. 1

Immunosupresif dan Kemoterapi Kombinasi

22

Page 23: case ITPbjiibjib

Immunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal berespons dengan terapi lainnya.

Terapi dengan azatioprin (2 mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau siklofosfamid sebagai obat

tunggal dapat dipertimbangkan dan responnya bertahan sampai 25%. Pada pasien yang berat,

simptomatik, PTI kronik refrakter terhadap berbagai terapi sebelumnya. Pemakaian

siklofosfaraid, vinkristin dan prednisolon sebagai kombinasi telah efektif digunakan seperti pada

limfoma. Siklofosfamid 50-100 mg p.o atau 200 mg/iv/bulan selama 3 bulan. Azatioprin 50-100

mg p.o, bila 3 bulan tidak ada respon obat dihentikan, bila ada respons sampai 3 bulan turunkan

sampai dosis terkecil. 1

Dapsone

Dapson dosis 75 mg p.o. per hari, respons terjadi dalam 2 bulan. Pasien-pasien harus

diperiksa G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis

yang serius. 1

Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Standar dan Terapi Lini Kedua

Sekitar 25% PTI refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini pertama atau kedua

dan memberi masalah besar. Beberapa di antaranya mengalami perdarahan aktif namun lebih

banyak yang berpotensi untuk perdaraihan serta masalah penanganannya. Pada umumnya PTI

refrakter kronis bisa mentoleransi trombositopenia dengan baik dan bisa mempunyai kualitas

hidup normal atau mendekati normal. Bagi mereka yang gagal dengan terapi lini pertama dan

kedua hanya memilih terapi yang terbatas meliputi: (i) interferon-, (ii) anti-CD20, (iii)

Campath-1H,(iv) mikofonelat mofetil,(vi)terapi lainnya. 1

Rekomendasi Terapi PTI Yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua

Susunan terapi lini ketiga tersedia untuk pasien dengan kemunduran splenektomi dan

bagi mereka yang tidak dapat atau harus menunda operasi. Rituximab, suatu antibodi

monoklonal terhadap CD20 + B sel, memiliki tingkat respons keseluruhan 25 - 50%, dan

memiliki respon yang tahan lama, dengan efek samping yang relatif sedikit.6

Campath-IH dan rituximab adalah obat yang mungkin bermanfaat pada pasien tidak

berespon dengan terapi lain dan dibutuhkan untuk meningkatkan AT (misalnya. perdarahan

aktif). Mikofenolat mofetil tampak efektif pada beberapa pasien PTI refrakter tetapi studi lebih

23

Page 24: case ITPbjiibjib

besar diperlukan untuk mengkonfirmasikan efikasi dan keamanannya. Dalam hal pertimbangan

resiko: rasio manfaat, terapi dengan interferon-, protein A columns, plasmafaresis dan liposomal

doksorubisin tidaklah direkemoendasikan. 6

Kesulitan utama dengan obat lini ketiga ialah tingkat respons yang sederhana dan,

seringnya, mempunyai onset yang lambat sehingga efek dapat tidak jelas selama beberapa bulan.

Selain itu, supresi sumsum tulang dan peningkatan risiko infeksi menyulitkan pengobatan

dengan menggunakan obat yang imunosupresif. 6

Obat trombopoietik mewakili strategi terapi baru yang menjanjikan untuk ITP yang

refrakter untuk terapi lini kedua dan ketiga. Obat ini mungkin juga dapat sebagai alternatif bagi

pasien yang tidak dapat mentolerir terapi imunosupresif atau pada calon yang tidak dapat

menggunakan untuk itu. Tempat agen ini pada armamentarium dari terapi ITP, bagaimanapun,

tetap ditentukan. Penggunaannya akan dipandu oleh uji klinis lebih lanjut dengan durasi yang

lebih lama dan pemahaman yang lebih baik dari kontribusi relatif penghancuran platelet dan

gangguan produksi trombosit pada masing-masing pasien dengan ITP.6

III.8 Prognosis

Respons terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien PTI dewasa

hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab kematian pada PTI biasanya

disebabkan oleh perdarahan intracranial yang berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih dari

40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.

24

Page 25: case ITPbjiibjib

BAB IV

KESIMPULAN

25

Page 26: case ITPbjiibjib

DAFTAR PUSTAKA

1. Purwanto Ibnu . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV 2006, Ed : Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.Purpura Trombositopenia idiopatik, Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta.

2. Hoffbrand, A.V.2005. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta: EGC

3. ________ . 2012. thrombocytopenic idiopatik purpura (ITP). (Online). (Available at 2

http://www.nejm.org .diakses 18 Juni 2012)

4. Idiopatik Trombositopeni Purpura. 2010.

http://www.scribd.com/doc/32269892/Idiopatik-trombositopenia-akut Diunduh 18 juni

2012.

5. Anonim. Idiopathic Trombocytopenic Purpura (ITP)

http://emedicine.medscape.com/article/202158-overview Diunduh 18 juni 201 1

6. http://referensikedokteran.blogspot.com/2012/03/referat-purpurae-trombositopenia.html

26