case i_ppok

25
CASE I PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Disusun Oleh : Yunita Ekawati J 500 060 048 Pembimbing : dr. Nur Hidayat Sp.PD PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011

Upload: yunita-ekawati

Post on 04-Jul-2015

284 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: CASE I_PPOK

CASE IPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Disusun Oleh :Yunita EkawatiJ 500 060 048

Pembimbing : dr. Nur Hidayat Sp.PD

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTERUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2011

Page 2: CASE I_PPOK

CASE REPORT•Identitas Pasien : Nama : Tn. KUsia : 78 tahunJenis kelamin : Laki-lakiAlamat : -Agama : IslamNo. RM : -Pekerjaan : -Tanggal Masuk :10 Mei 2011 Tanggal Periksa :14 Mei 2011Jam Masuk : 20. 00

Page 3: CASE I_PPOK

•Anamnesis :Dilakukan autoanamnesis di bangsal Cempaka tanggal 11 Mei 2011a. Keluhan Utama : Sesak Nafas, Batukb. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, disertai batuk, tidak ada demam, tidak mual dan muntah, nafsu makan tidak berkurang, sesak nafas berulang dan bertambah berat jika dibuat aktivitas yang berlebih, seperti berjalan jauh dan menyapu halaman rumah, sering kambuh-kambuhan ± 1 tahun terakhir, nafas berbunyi ngik-ngik tiap malam, tidak ada nyeri dada, berhenti merokok ± 20 tahun, BAK dan BAB normal.

Page 4: CASE I_PPOK

c. Riwayat Penyakit Dahulu :Riwayat Merokok (+) Riwayat hipertensi (+)Riwayat mondok dengan penyakit yang sama (+)Riwayat Diabetes Mellitus (-)Riwayat minum obat-obatan (-)Riwayat alergi (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga :Riwayat hipertensi (-)Riwayat diabetes mellitus (-)Riwayat alergi (-)

Page 5: CASE I_PPOK

•Pemeriksaan Fisik :•Keadaan Umum : tampak sesakKesadaran : kompos mentisVital Sign : TD : 190/120 mmHg Suhu : 36,5ºCNadi : 100 kali/menit RR : - kali/menitBB : - kg

•Pemeriksaan kepalaKepala : Mesosepal, simetris, tanda radang (-), bekas luka (-)Mata : Simetris, conjungtiva anemis ( -/- ), sklera ikterik (-/-), reflex pupil

(+/+) normal, edema palpebra (-/-).Telinga : Discharge (-), deformitas (-).Hidung : Discharge (-), deformitas (-), deviasi septum (-), nafas cuping hidung (-).Mulut : Bibir kering (-), pucat (-), lidah kotor (-), lidah sianosis (-).

Pemeriksaan LeherInspeksi : Trachea ditengah (+), pembesaran kelenjar tiroid (-).Palpasi : JVP tidak meningkat, pembesaran limfonodi (-).

Page 6: CASE I_PPOK

•Pemeriksaan Thorax PulmoDepan: Inspeksi : Ketinggalan gerak (-/-), retraksi inspirasi pada area supraklavikular (+/+) Palpasi : Fremitus kanan kiri sama Perkusi : Sonor (+/+) Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) normal, Rhonki (+/+), Wheezing (+/+)Belakang: Inspeksi : Ketinggalan gerak (-/-) Palpasi : Fremitus kanan kiri sama

Perkusi : Sonor (+/+) Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) normal, Rhonki (+/+),

Wheezing (+/+)

Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihatPalpasi : Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistraPerkusi : redupAuskultasi : BJ I-II int reguler, murmur (-), gallop (-)

Page 7: CASE I_PPOK

•Pemeriksaan Abdomen Inspeksi : permukaan lebih rendah dari dada, venektasi (-),

spider nevi (-)Auskultasi : Peristaltik (+) normalPerkusi : TimpaniPalpasi : Supel, nyeri tekan (+), tes undulasi (-), defans

muskular (-), tes pekak beralih (-)

•Pemeriksaan EkstremitasSuperior : Oedem (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), refleks fisiologis (+/+), refleks

patologis (-/-), akral dingin (-/-)Inferior : Oedem (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), refleks fisiologis (+/+), refleks

patologis (-/-), akral dingin (-/-)

Page 8: CASE I_PPOK

•Pemeriksaan Penunjang :•Laboratorium (15 April 2011)Hb : 14, 0 gr% (14 – 18 gr%)Eritrosit : 4, 68 juta/mm3 (4,5-5,5 juta/mm3)Hematokrit : 42, 9 vol% (40-43 vol%)Index eritrosit : MCV : 91, 7 mikron3 (82-92 mikron3)

MCH : 29, 9 pikogram (27-31 pikogram) MCHC : 32, 6 % (32-37%)

Leukosit : 9. 500/mm3 (5000-10000 mm3)Trombosit : 218.000 (150000-300000 mm3)Gol. Darah : -Jenis lekosit :

Limfosit : 18, 7 (20 – 40%)

Monosit : 3, 4 (2- 8%)

Granulosit : 77, 9 ()

Page 9: CASE I_PPOK

• Diagnosis : PPOK•Diagnosis diferensial :Asma bronkialBronkiektasisGagal jantung kongestifPneumonia•Terapi :O2 2-3 ltrInfus RL 12 tpmAminophilin 16 tetesMetilprednisolon 2x62, 5 grCeftriaxon 2x1 grSalbutamol 3x1Ranitidine 2x1 grVentolin + Flixotide inhalasi/nebu tiap 8 jam• Prognosis Dubia, tergantung dari penyebab, stage

Page 10: CASE I_PPOK

•Follow up ( 11 Mei 2011)S : Pasien merasakan sesak (+), batuk (+), mual (-), muntah (-), susah tidur (+), BAB (+) dbn, BAK (+) dbn,perut terasa sebah, nafsu makan dan minum dbn.O : Vital sign : Tensi : 140/90 mmHg

Nadi : 80 x/menitSuhu : 36ºCRR : 24x/menit

Keadaan Umum : CM, tampak sesakKepala : Mata conjungtiva anemis ( -/- ), sklera ikterik (-/-), edema palpebra

(-/-).Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran limfonodi (-).

Pemeriksaan Thorax Pulmo : Inspeksi Ketinggalan gerak (-/-)Palpasi : Fremitus kanan kiri sama

Perkusi : Sonor (+/+)Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) normal, Rhonci (+/+), Wheezing

(+/+)Cor : Suara Jantung 1-2 intensitas regular, Bising jantung (-)

Page 11: CASE I_PPOK

Abdomen : Inspeksi: permukaan lebih rendah dari dada, venektasi (-), spider nevi (-) Auskultasi: Peristaltik (+) normal Perkusi: Timpani, nyeri ketok costovertebra kiri (-) Palpasi: Supel, nyeri tekan (+) regio epigastrium berkurang, tes undulasi (-), defans muskular (-), tes pekak beralih (-)

Ekstremitas : Oedem tungkai (-/-) berkurang, jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-), akral dingin (-/-)

A : PPOK

P : Aminophilin 16 tetesMetilprednisolon 2x62, 5 grCeftriaxon 2x1 grSalbutamol 3x1Ventolin + Flixotide inhalasi/nebu tiap 8 jam

Page 12: CASE I_PPOK

•Follow up ( 13 Mei 2011)S : Pasien merasakan sesak (+) sudah mulai berkurang, batuk (+) mulai berkurang, mual (-), muntah (-), susah tidur (+), BAB (+) dbn, BAK (+) dbn, nafsu makan dan minum dbn.O : Vital sign : Tensi : 160/90 mmHg

Nadi : 84 x/menitSuhu : 37ºCRR : 20x/menit

Keadaan Umum : CM, cukupKepala : Mata conjungtiva anemis ( -/- ), sklera ikterik (-/-), edema palpebra

(-/-) .Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran limfonodi (-).

Pemeriksaan Thorax Pulmo : Inspeksi Ketinggalan gerak (-/-) Palpasi : Fremitus kanan kiri sama

Perkusi : Sonor (+/+)Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) normal, Rhonci (+/+), Wheezing

(+/+)

Cor : Suara Jantung 1-2 intensitas regular, Bising jantung (-)

Page 13: CASE I_PPOK

Abdomen: Inspeksi : permukaan lebih rendah dari dada, venektasi(-), spider nevi (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) normal Perkusi : Timpani Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) regio epigastrium,

tes undulasi (-), defans muskular (-), tes pekak beralih (-)

Ekstremitas : Oedem tungkai (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-), akral dingin (-/-)

A : PPOK

P : Aminophilin 16 tetesMetilprednisolon 2x62, 5 grCeftriaxon 2x1 grSalbutamol 3x1 Ventolin + Flixotide inhalasi/nebu tiap 8 jam

Page 14: CASE I_PPOK

•Follow up ( 14 Mei 2011)S : Pasien merasakan sesak (+) sudah berkurang, batuk (+) berkurang, mual (-), muntah (-), susah tidur (+), BAB (+) dbn, BAK (+) dbn, nafsu makan dan minum dbn, karena dirasa keadaan sudah membaik pasien minta pulang.O : Vital sign : Tensi : 140/90 mmHg

Nadi : 84 x/menitSuhu : 36,2ºCRR : 20x/menit

Keadaan Umum : CM, cukupKepala : Mata conjungtiva anemis ( -/- ), sklera ikterik (-/-), edema palpebra

(-/-) .Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran limfonodi (-).

Pemeriksaan Thorax Pulmo : Inspeksi Ketinggalan gerak (-/-) Palpasi : Fremitus kanan kiri sama

Perkusi : Sonor (+/+)Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) normal, Rhonci (+/+), Wheezing

(+/+) menurunCor : Suara Jantung 1-2 intensitas regular, Bising jantung (-)

Page 15: CASE I_PPOK

Abdomen: Inspeksi : permukaan lebih rendah dari dada, venektasi (-), spider nevi (-) Auskultasi : Peristaltik (+) normal Perkusi : Timpani, nyeri ketok costovertebra kiri (-) Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) regio epigastrium, tes undulasi

(-), defans muskular (-), tes pekak beralih (-)

Ekstremitas : Oedem tungkai (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-), akral dingin (-/-)

A : PPOK P : Aminophilin 16 tetesMetilprednisolon 2x62, 5 grCeftriaxon 2x1 grSalbutamol 3x1 Ventolin + Flixotide inhalasi/nebu tiap 8 jam

Page 16: CASE I_PPOK

Pembahasan :•Definisi :- Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan

penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan yang tidak sepenuhnya reversible. Perlambatan aliran udara umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi yang abnormal terhadap parikel atau gas iritan (PAPDI, 2006).

-Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD 2001),

PPOK didefinisikan sebagai suatu gangguan dengan karakteristik berupa keterbatasan dari jalan napas yang tidak sepenuhnya kembali. Gangguan jalan napas biasanya bersifat progresif dan diikuti oleh reaksi abnormal inflamasi akibat respon paru terhadap partikel gas yang berbahaya (Anonim, 2011).

Page 17: CASE I_PPOK

• Klasifikasi PPOK :Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :• Derajat I: PPOK ringanDengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.• Derajat II: PPOK sedangSemakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 <80%),

disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya

• Derajat III: PPOK beratDitandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin

memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak

nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien

• Derajat IV: PPOK sangat beratKeterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30%

prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.(GOLD, 2007)

Page 18: CASE I_PPOK

•Patofisiologi:Menurut Lenfant dan Khaltaev (2006), proses yang berperan dalam

patogenesis PPOK yaitu inflamasi, ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase pada paru dan stress oksidatif (FK UGM, 2010).

•Inflamasi Pada PPOK terjadi pada saluran nafas perifer (bronkhiolus),

parenkim dan vaskulatur paru. Makrofag, limfosit T (terutama CD8+), dan netrofil meningkat di seuruh bagian paru. Bronkiolus mengalami obstruksi akibat fibrosis dan terinfiltrasi makrofag dan limfosit T. Parenkim paru mengalami destruksi dan tejadi peningkatan jumlah makrofag dan limfosit T terutama sel T CD8+ (sitotoksik) (Barnes, 2000).

Makrofag diaktivasi oleh rokokmdan iritan lain untuk melepaskan faktor kemotaktik netrofil seperti leukotrien, interleukin 8 (IL-8), tumor necrosis factor alpha (TNF-α), yang mampu merusak struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi netrofil. Netrofil dan makrofag melepaskan proteinase multiple yang akan menghancurkan jaringan ikat pada parenkim paru, dan menstimulasi sekresi mukus (Barnes, 2000).

Page 19: CASE I_PPOK

•Ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase pada paruPada PPOK dapat terjadi peningkatan produksi (aktivitas) pada proteinase atau

penurunan produksi antiproteinase. Rokok dan faktor resiko yang lain dapat memproduksi stress oksidatif, di sisi lain beberapa sel inflamasi (makrofag, neutrofil) melepaskan proteinase, sedangkan di sisi lain menurunkan (tidak mengaktifkan) beberapa antiproteinase dengan oksidasi (Anonim, 2004)

Proteinase yang termasuk dalam patogenesis PPOK diproduksi oleh neutrofil (elastase, cathepsin G dan proteinase-3) dan makrofag (cathepsin B, L dan S), dan various matrix metalloproteinase (MMP). Sedangkan yang termasuk antiproteinase yaitu α1-antitrypsin, secretory leukoproteinase inhibitor dan penghambat MMP. Neutrofil sangat berpotensi menginduksi sekresi mucus dan hiperplasi kelenjar mukus. (Anonim, 2004).

• Stress oksidatifStress oksidatif dapat menyebabkan PPOK yaitu dengan oksidasi berbagai

macam molekul biologis (dapat dimulai dari hilangnya fungsi sel atau kematian), kerusakan matrik ekstraseluler, tidak aktifnya peran keseimbangan anti oksidan (aktivasi proteinase) atau perubahan ekspresi gen (aktivasi faktor transkripsi). (Anonim, 2004).

Page 20: CASE I_PPOK

•Diagnosa : •Anamnesis

Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.

•Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :a.Pernafasan pursed lipsb.Takipneac.Dada emfisematous atu barrel chestd.Tampilan fisik pink puffer atau blue bloatere.Pelebaran sela igaf.Hipertropi otot bantu nafasg.Bunyi nafas vesikuler melemahh.Ekspirasi memanjangi.Ronki kering atau wheezing

Page 21: CASE I_PPOK

Pemeriksaan Penunjang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)•Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:a.Hiperinflasib.Hiperlusenc.Diafragma mendatard.Corakan bronkovaskuler meningkat (Glassock, 2000)•Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :

a.VEP1 < KVP < 70%b.Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator < 80% prediksi

•Analisis gas daraha.Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksib.Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan

Page 22: CASE I_PPOK

•Komplikasi :a.Gagal napas kronikb.Gagal napas akut pada gagal napas kronikc.Infeksi berulangd.Kor pulmonal

Page 23: CASE I_PPOK

Terapi•Non farmakologi : a.Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososialb.Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV- PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia-PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemiac. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah (PDPI, 2004)

Page 24: CASE I_PPOK

•Farmakologi :a. BronkodilatorAda 3 golongan :•Agonis β-2 : fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol•Antikolinergik : ipratropium bromid, oksitroprium bromid•Derivat xantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi β-2 dan steroid belum memuaskan.(PDPI, 2004)b. Kortikosteroid•PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)•Eksaserbasi akutc. Obat-obat tambahan lain•Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol iodida•Antioksidan : N-Asetil-sistein•Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin•Antitusif : tidak rutin•Vaksinasi : influenza, pneumokokus

Page 25: CASE I_PPOK

Daftar Pustaka

Anonim. 2004. Standars for the Diagnosis and Management of Patient with COPD, American Thoracic Society, diakses 25 Mei 2011.Anonim. 2011. Tinjauan Pustaka Penyakit Paru Obstruktif Kronis, http://repository.usu.ac.id/bitstream/20II.pdf, 01 Mei 2011.Barnes, P. J. 2000. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. N. Engl. Med. J. diakses 24 Mei 2011.FK UGM. 2010. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan XII 2010. Yogyakarta: Bagian IPD FK UGM.Glassock, R.J, dan Brenner, B.M., 2000. Penyakit Paru obstrukrif Kronik, dalam Ahmad H. Asdie. Editor bahasa Indonesia, Harison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta. Penerbit: Buku Kedokteran EGC.GOLD. 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19, http://www.goldcopd.com//, diakses 01 Mei 2011.PAPDI. 2006. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia ,. Jakarta: Departemen IPD FKUI. p: 105-8.PDPI. 2004. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: p. 1-18