case hemiparese rehabilitasi medik

Upload: suryadi-voo

Post on 02-Apr-2018

246 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    1/52

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Stroke secara klinis (menurut kriteria WHO) didefinisikan sebagai adanya

    gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala

    klinis, baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat

    menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.1

    Stroke disebabkan adanya interupsi suplai darah ke otak yang biasanya

    disebabkan oleh pembuluh darah yang pecah atau tersumbat oleh gumpalan.

    Keadaan ini menyebabkan gangguan suplai oksigen dan nutrisi sehingga

    menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.2

    Stroke merupakan masalah neurologis yang serius yang utama di Amerika.

    Stroke menyerang 795.000 penduduk Amerika setiap tahunnya dengan 610.000

    kasus baru dan 185.000 kasus rekuren.3 Di negara berkembang di mana jumlah

    penduduknya adalah lebih dari 2/3 penduduk dunia, insiden stroke makin

    menonjol dan diperkirakan akan terus meningkat.4

    Stroke adalah keadaan darurat medis yang memiliki angka morbiditas dan

    mortalitas yang tinggi. Stroke merupakan penyebab tersering disabilitas berat

    jangka panjang.5 Efek dari stroke tergantung pada bagian dari otak yang rusak dan

    seberapa parah kerusakannya, diantaranya adalah disfagia, afasia, dispraksia,

    disatria,kehilangan memori, fungsi eksekutif dan lain-lain.2,6 Stroke yang sangat

    parah bisa menyebabkan kematian mendadak. Di berbagai negara dunia, stroke

    menduduki peringkat ke-3 penyebab kematian sesudah penyakit jantung koroner

    dan kanker.2

    Di Indonesia, walaupun belum diketahui angka kejadian yang pasti,

    beberapa penelitian memperlihatkan bahwa stroke merupakan penyakit yang

    umum di negara kita dan merupakan penyebab kematian yang terbesar dan

    kecacatan jangka panjang.4 Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga

    yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004,

    stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.

    Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut,

    sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan

    1

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    2/52

    fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan

    fungsional berat.7

    Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan

    meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir.

    Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan

    berdampak terhadap menurunnya tingkat produktivitas serta dapat mengakibatkan

    terganggunya sosial ekonomi keluarga.7

    Pengobatan stroke pada fase akut yang tepat dapat meningkatkan

    kemungkinan bertahan hidup dan meningkatkan tingkat pemulihan yang dapat

    diharapkan. Peningkatan pengobatan dari semua jenis stroke telah menghasilkan

    penurunan drastis dalam tingkat kematian dalam beberapa dekade terakhir.

    Namun, angka morbiditas akibat stroke masih tinggi dan cenderung meningkat.8,9

    Upaya yang dilakukan untuk mencegah dan menangani morbiditas akibat

    stroke adalah rehabilitasi medik. Menurut WHO, rehabilitasi ialah semua tindakan

    yang ditujukan untuk mengurangi dampak disabilitas/handicap,agar

    memungkinkan penyandang cacat berintegrasi dengan masyarakat.9

    Prinsip rehabilitasi medik pada stroke ialah mengusahakan agar sedapat

    mungkin pasien tidak bergantung pada orang lain.

    Tujuan rehabilitasi stroke

    adalah meningkatkan atau mempertahankan kemampuan fungsionalnya sehingga

    mengusahakan agar penderita sejauh mungkin dapat memanfaatkan kemampuan

    sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional dan sosial ekonomi

    dengan baik.8,9 Dengan rehabilitasi yang tepat, 90% penderita stroke dapat berjalan

    kembali, 70% bisa mandiri, 30% dari usia kerja dapat kembali bekerja.9

    Dalam penanganan penderita diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari

    berbagai disiplin keahlian, agar tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Timrehabilitasi medik terdiri dari dokter, fisioterapis, terapi okupasi, ortotis prostetis,

    ahli bina wicara, psikolog, pekerja sosial medik, dan perawat rehabilitasi. 6

    Dokter umum tentunya perlu memahami prinsip dasar rehabilitasi

    penderita stroke agar dapat menjelaskan kepada pasien tentang pentingnya dan

    bagaimana rehabilitasi medik pada pasien ini. Untuk itu, berikut disajikan laporan

    kasus mengenai rehabilitasi medik pada pasien hemiparese sinistra tipe spastik

    yang disertai parese nervus VII dan XII sinistra tipe sentral.

    2

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    3/52

    BAB II

    REKAM MEDIS

    I. IDENTIFIKASI

    Nama : Tn. Chandra Irawan

    Umur : 46 tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Agama : Islam

    Status : Menikah

    Alamat : Jln. AKBP H.Umar Lr. Musyawarah No.63 A

    Kebangsaan : Indonesia

    MRS : 16 Juli 2013

    Pemeriksaan : 22 Juli 2013

    II. ANAMNESIS

    A. Keluhan Utama

    Tidak dapat jalan yang disebabkan oleh kelemahan sesisi tubuh sebelah

    kiri yang terjadi secara tiba-tiba sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.

    B. Riwayat Perjalanan Penyakit

    Sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami

    kelemahan lengan dan tungkai kiri saat bangun tidur. Saat serangan sakit

    kepala tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Pasien juga tidak mengalami

    kejang-kejang. Kelemahan lengan dan tungkai dirasakan sama berat.

    Penderita tidak mengalami gangguan sensibilitas pada sisi yang lemah.

    Sehari-hari penderita bekerja dengan menggunakan tangan kanan.

    Penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan

    dan isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang

    diungkapkan dengan lisan, tulisan dan isyarat. Saat bicara mulut penderita

    mengot ke kanan dan bicara pelo. Saat serangan penderita tidak

    mengalami jantung berdebar-debar disertai sesak napas. Penderita tidak

    mengalami sakit kepala bagian belakang yang timbul pada pagi hari dan

    berkurang pada malam hari. Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

    3

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    4/52

    C. Riwayat Penyakit Dahulu

    Riwayat hipertensi ada sejak 2 tahun yang lalu, tetapi penderita tidak

    kontrol dan minum obat secara teratur.

    Riwayat diabetes mellitus disangkal.

    Riwayat trauma tidak ada.

    Riwayat penyakit jantung sejak 2 tahun yang lalu.

    D. Riwayat Penyakit dalam Keluarga

    Riwayat hipertensi dalam keluarga disangkal.

    Riwayat diabetes mellitus dalam keluarga disangkal.

    E. Riwayat Sosial Ekonomi

    Penderita bekerja sebagai buruh dengan penghasilan Rp 1.000.000 untuk 5

    orang anggota keluarga. Namun, sejak sakit, penderita tidak bekerja lagi.

    Kesan : sosioekonomi terkesan kurang.

    III.PEMERIKSAAN FISIK

    Tanggal 16 Juli 2013

    A. Status Generalisata

    Keadaan Umum : Sakit Sedang

    Kesadaran : Compos Mentis

    Gizi : Cukup

    Cara Berjalan : Belum dapat dinilai

    Bahasa/BicaraKomunikasi Verbal : Ada

    Komunikasi Non-Verbal : Baik

    Tekanan Darah : 210/140 mmHg

    Nadi : 88 x/m

    Temperatur : 36,7C

    Pernapasan : 22 x/m

    Berat Badan : 55 kg

    4

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    5/52

    Tinggi Badan :165 cm

    Kulit : Dalam batas normal

    Kepala : Tidak ada kelainan

    Leher : Tidak ada kelainan

    Status Psikis :

    Sikap : Kooperatif

    Perhatian : Wajar

    Ekspresi wajah : Wajar

    Kontak psikis : Ada

    B. Saraf-Saraf Otak

    NERVUS DEXTRA SINISTRA

    N. Olfactorius Normal Normal

    N. Opticus Normal Normal

    N. Occulomotorius Normal Normal

    N. Trochlearis Normal Normal

    N. Trigeminus Normal Normal

    N. Abducens Normal Normal

    N. Facialis Normal Parese tipe sentral

    N. Vestibulocochlearis Normal Normal

    N. Glossopharyngeus Normal NormalN. Vagus Normal Normal

    N. Accessorius Normal Normal

    N. Hypoglossus Normal Parese tipe sentral

    C. Status Lokalisata

    1. Kepala

    Bentuk : Oval, simetris

    Ukuran : NormalPosisi : Simetris

    Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

    Hidung : Epistaksis (-)

    Telinga : Dalam batas normal

    Mulut :

    Hematom : (-)

    Tremor : (-)

    5

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    6/52

    Deformitas : (-)

    Fraktur : (-)

    Nyeri Tekan : (-)

    2. Leher

    Inspeksi

    Statis : Simetris

    Dinamis : Simetris

    Torticolis : (-)

    Struma Thyroid : (-)

    Tumor : (-)

    Palpasi

    Kaku Kuduk : (-)

    JVP : (5-2) cmH2O

    Pembesaran KGB: (-)

    3. Thorax

    Paru

    Inspeksi : Statis, dinamis simetris kanan = kiri

    Palpasi : Stemfremitus kanan = kiri

    Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

    Auskultasi : Vesikuler (+) normal, Ronkhi (-), Wheezing (-)

    Jantung

    Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat

    Palpasi : Ictus cordis tak teraba

    Perkusi : batas atas ICS II, kanan LPS dextra ICS IV,

    kiri LMS ICS VAuskultasi : HR = 88 x/m, murmur (-), gallop (-)

    4. Abdomen

    Inspeksi : Datar

    Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

    Perkusi : Timpani

    Auskultasi : Bising usus (+) normal

    5. Trunkus

    6

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    7/52

    Inspeksi

    Deformitas : (-)

    Gibbus : (-)

    Hairy Spot : (-)

    Pelvic Tild : (-)

    Palpasi

    Nyeri Tekan: (-)

    Nyeri Ketok: (-)

    6. Ekstremitas Superior

    Inspeksi

    Deformitas : (-)

    Edema : (-)

    Tremor : (-)

    Palpasi

    Nyeri Tekan: (-)

    Status Neurologikus Ekstremitas Superior

    MOTORIK DEXTRA SINISTRAGerakan Cukup Kurang

    Kekuatan

    - Abduksi Lengan 5 4+

    - Fleksi Siku 5 4+

    - Ekstensi Siku 5 4+

    - Fleksi Jari-Jari Tangan 5 4+

    Tonus Normal Hipertonus

    Trofi Eutrofi Eutrofi

    Sendi Bahu

    - Dislokasi - -

    - Kontraktur - -

    - Edema - -

    Sendi Siku

    - Dislokasi - -

    - Kontraktur - -

    - Edema - -

    Refleks Fisiologis

    - Tendon Biceps Normal Meningkat

    - Tendon Triceps Normal Meningkat

    - Radius Normal Meningkat

    - Ulna Normal Meningkat

    7

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    8/52

    Refleks Patologis

    - Hoffman - -

    - Tromner - -

    Tulang

    - Fraktur - -- Infeksi - -

    Tangan

    - Deformitas - -

    - Kontraktur Jari-Jari Tangan - -

    - Edema Jari-Jari Tangan - -

    SENSORIK Normal Normal

    Luas Gerak Sendi

    Luas Gerak

    Sendi

    Aktif

    Dextra

    Pasif

    Dextra

    Aktif

    Sinistra

    Pasif

    Sinistra

    Abduksi Bahu 0-180 0-180 0-180 0-180

    Adduksi Bahu 180-0 180-0 180-0 180-0

    Fleksi Bahu 0-180 0-180 0-180 0-180

    Ekstensi Bahu 0-60 0-60 0-60 0-60

    Endorotasi

    Bahu

    0-90 0-90 0-90 0-90

    Eksorotasi

    Bahu

    0-90 0-90 0-90 0-90

    Fleksi Siku 0-150 0-150 0-150 0-150

    Ekstensi Siku 150-0 150-0 150-0 150-0

    Fleksi

    Pergelangan

    Tangan

    0-70 0-70 0-70 0-70

    Ekstensi

    Pergelangan

    Tangan

    0-80 0-80 0-80 0-80

    Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90

    Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90

    7. Ekstremitas Inferior

    Inspeksi

    Deformitas : (-)

    Edema : (-)

    8

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    9/52

    Atrofi : (-)

    Palpasi

    Nyeri Tekan: (-)

    Pitting Edema: (-)

    Status Neurologikus Ekstremitas Inferior

    MOTORIK DEXTRA SINISTRA

    Gerakan Cukup Kurang

    Kekuatan

    - Fleksi Paha 5 4+

    - Ekstensi Paha 5 4+

    - Fleksi Lutut 5 4+

    - Ekstensi Lutut 5 4+

    - Dorso Fleksi Pergelangan Kaki 5 4+

    - Plantar Fleksi Pergelangan Kaki 5 4+

    Tonus Normal Hipertonus

    Trofi Eutrofi Eutrofi

    Klonus

    - Klonus Paha - -

    - Klonus Kaki - -

    Refleks Fisiologis

    - Patella Normal Meningkat

    - Achiles Normal MeningkatRefleks Patologis

    - Babinsky - +

    - Chaddock - -

    Tulang

    - Fraktur - -

    - Infeksi - -

    Sendi Panggul

    - Dislokasi - -

    - Kontraktur - -

    - Edema - -Sendi Lutut

    - Dislokasi - -

    - Kontraktur - -

    - Edema - -

    Sendi Pergelangan Kaki

    - Dislokasi - -

    - Kontraktur - -

    - Edema - -

    Kaki Deformitas

    - Kontraktur Jari Kaki - -

    - Edema - -

    9

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    10/52

    SENSORIK Normal Normal

    Luas Gerak Sendi

    Luas Gerak

    Sendi

    Aktif

    Dextra

    Pasif

    Dextra

    Aktif

    Sinistra

    Pasif

    Sinistra

    Abduksi Paha 0-90 0-90 0-90 0-90

    Adduksi Paha 0o-10o-15o 0o-10o-15o 0o-10o-15o 0o-10o-15o

    Fleksi Paha 0-45 0-45 0-45 0-45

    Ekstensi Paha 45-0 45-0 45-0 45-0

    Fleksi Lutut 0-135 0-135 0-135 0-135

    Ekstensi

    Lutut

    0-120 0-120 0-120 0-120

    Dorsofleksi

    Pergelangan

    Kaki

    0-20 0-20 0-20 0-20

    Plantarfleksi

    Pergelangan

    Kaki

    0-50 0-50 0-50 0-50

    8. Fungsi Vegetatif

    Miksi : Normal

    Defekasi : Normal

    9. Fungsi Luhur : Normal

    Follow Up Tanggal 23 Juli 2013

    D. Status Generalisata

    Keadaan Umum : Sakit Sedang

    Kesadaran : Compos MentisGizi : Cukup

    Cara Berjalan : Belum dapat dinilai

    Bahasa/Bicara

    Komunikasi Verbal : Ada

    Komunikasi Non-Verbal : Baik

    Tekanan Darah : 150/90 mmHg

    Nadi : 80 x/m

    10

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    11/52

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    12/52

    Sendi Siku

    - Dislokasi - -

    - Kontraktur - -

    - Edema - -

    Refleks Fisiologis- Tendon Biceps Normal Meningkat

    - Tendon Triceps Normal Meningkat

    - Radius Normal Meningkat

    - Ulna Normal Meningkat

    Refleks Patologis

    - Hoffman - -

    - Tromner - -

    Tulang

    - Fraktur - -

    - Infeksi - -Tangan

    - Deformitas - -

    - Kontraktur Jari-Jari Tangan - -

    - Edema Jari-Jari Tangan - -

    SENSORIK Normal Normal

    IV. Luas Gerak Sendi

    Luas Gerak

    Sendi

    Aktif

    Dextra

    Pasif

    Dextra

    Aktif

    Sinistra

    Pasif

    SinistraAbduksi Paha 0-90 0-90 0-90 0-90

    Adduksi Paha 0o-10o-15o 0o-10o-15o 0o-10o-15o 0o-10o-15o

    Fleksi Paha 0-45 0-45 0-45 0-45

    Ekstensi Paha 45-0 45-0 45-0 45-0

    Fleksi Lutut 0-135 0-135 0-135 0-135

    Ekstensi

    Lutut

    0-120 0-120 0-120 0-120

    Dorsofleksi

    Pergelangan

    Kaki

    0-20 0-20 0-20 0-20

    Plantarfleksi

    Pergelangan

    Kaki

    0-50 0-50 0-50 0-50

    Fungsi Vegetatif

    Miksi : Normal

    12

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    13/52

    Defekasi : Normal

    Fungsi Luhur : Normal

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    A. Laboratorium Klinik

    Hb : 16.3 g/dl

    Eritrosit : 5.300.000 /mm3

    Ht : 35 vol%

    Leukosit : 7.000 /mm3

    Trombosit : 280.000

    Diff count : 0/3/0/55/34/8

    CK-NAC : 110 U/L

    CK-MB : 38 U/L

    Kolesterol total : 212 mg/dl

    Kolesterol HDL : 27 mg/dl

    Kolesterol LDL : 164 mg/dl

    Trigliserida : 159 mg/dl

    Ureum : 32 mg/dl

    Kreatinin : 1.18 mg/dl

    Asam Urat : 9.4 mg/dl

    Kalsium : 8.9 mEq/L

    Natrium : 141 mEq/L

    Kalium : 4 mEq/L

    B. Pemeriksaan Radiologi

    1. Rontgen Thorax

    Terdapat pembesaran jantung, paru dalam batas normal.

    2. EKG

    - Sinus ritme, pembesaran atrium kiri, left axis deviation

    V. RESUME

    13

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    14/52

    Seorang laki-laki berumur 46 tahun dirawat dengan keluhan utama tidak

    dapat berjalan yang disebabkan oleh kelemahan pada lengan kiri dan tungkai kiri

    yang terjadi secara tiba-tiba sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.

    Sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami

    kelemahan lengan dan tungkai kiri saat bangun tidur. Saat serangan sakit kepala

    tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Pasien juga tidak mengalami kejang-

    kejang. Kelemahan lengan dan tungkai dirasakan sama berat. Penderita tidak

    mengalami gangguan sensibilitas pada sisi yang lemah. Sehari-hari penderita

    bekerja dengan menggunakan tangan kanan. Penderita masih dapat

    mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita masih

    dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan dengan lisan, tulisan dan

    isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot ke kanan dan bicara pelo. Saat

    serangan penderita tidak mengalami jantung berdebar-debar disertai sesak napas.

    Penderita tidak mengalami sakit kepala bagian belakang yang timbul pada pagi

    hari dan berkurang pada malam hari.

    Riwayat hipertensi ada sejak 2 tahun yang lalu, tetapi penderita tidak

    kontrol dan minum obat secara teratur. Riwayat diabetes mellitus disangkal.

    Riwayat trauma tidak ada. Riwayat penyakit jantung sejak 2 tahun yang lalu.

    Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

    Pada pemeriksaan status generalis, didapatkan tekanan darah awal saat

    serangan 210/140 mmHg. Pada pemeriksaan Nn. Craniales, didapatkan parese n.

    facialis dan n. hypoglossus sinistra. Pada pemeriksaan status lokalis, tidak

    didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan neurologi ekstremitas superior, didapatkan

    pada bagian sinistra gerakan kurang, kekuatan 4+, hipertonus, hiperrefleks, dan

    refleks patologis Babinsky (+). Pada pemeriksaan neurologi ekstremitas inferiorsinistra, didapatkan gerakan kurang, kekuatan 4+, hipertonus, hiperrefleks, refleks

    patologis Babinsky (+).

    Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hiperkolesterolemia. Pada

    pemeriksaan radiologis toraks terdapat pembesaran jantung, paru dalam keadaan

    normal. Pada pemeriksaan EKG terdapat sinus ritme, pembesaran atrium kiri, dan

    left axis deviation.

    14

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    15/52

    VI.DIAGNOSIS

    Hemiparese Sinistra Tipe Spastik + Parese N. VII Sinistra Sentral + Parese N. XII

    Sinistra Sentral

    VII. PROBLEM REHABILTASI MEDIK

    R1 Transfer: Penderita tidak memerlukan bantuan untuk pindah tempat.

    Mobilitas: Penderita mampu berjalan sendiri namun agak lemah.

    R2 ADL: Penderita tidak memerlukan bantuan orang lain untuk mandi,

    makan, minum dan aktivitas lain.

    R3 Komunikasi: Verbal agak terganggu, non-verbal baik.

    R4 Psikologi : Penderita dan keluarga ingin cepat sembuh.

    R5 Sosial : Penderita tidak bekerja

    R6 Vokasional: Terganggu dalam aktivitas sehari-hari

    VIII. RENCANA TERAPI

    IVFD NaCl 0,9 % gtt xx/m

    Diet nasi biasa rendah gram 1700 kkal

    Citicoline 2 x 250 mg IV

    Captopril 2 x 12,5 mg tab

    Aspilet 2 x 80 mg IV

    Ranitidin 2 x 1 amp

    Vitamin B1B6B12 3 x 1 tab

    Rencana Rehabilitasi Medik

    Edukasi pasien dan keluarganya tentang penyakit pasien

    Fisioterapi

    Breathing exercise

    Proper bed positioning

    Infrared radiation (IRR) ekstremitas sinistra

    Latihan peningkatan luas gerak sendi aktif untuk ekstremitas

    superior sinistra dan ekstremitas inferior sinistra

    Latihan kekuatan otot dengan tahanan

    15

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    16/52

    Terapi okupasi

    Latihan peningkatan ADL dengan aktifitas

    Latihan penguatan otot

    Terapi wicara : latihan bicara

    Ortotik prostetik: saat ini belum ada terapi yang diberikan

    Psikologi:

    Memberikan dukungan mental pada penderita dan keluarga tentang

    penyakit penderita dan prognosis penyakitnya jika penderita

    latihan terus.

    Sosiomedik

    Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita dan

    keluarga pasien untuk selalu berusaha menjalankan home program

    maupun program di RS serta berobat teratur untuk menangani

    hipertensi dan mencegah stroke ulangan.

    Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan rumah.

    IX. PROGNOSIS

    Quo ad vitam : dubia ad bonam

    Quo ad functionam : dubia ad bonam

    X. BARTHEL INDEX

    No. Keterangan Nilai

    1. Makan 10

    2. Transfer bed/kursi 15

    3. Grooming 54. Toiletting 10

    5. Mandi 5

    6. Berjalan di tempat datar 15

    7. Naik dan turun tangga 5

    8. Berpakaian 10

    9. Kontrol BAB 10

    10. Kontrol BAK 10

    Jumlah 95

    Kesan: ketergantungan ringan

    16

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    17/52

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    31 Stroke

    3.1.1 Definisi

    Stroke secara klinis (menurut kriteria WHO) didefinisikan sebagai adanya

    gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala

    klinis, baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat

    menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.1

    Stroke adalah adanya lesi fokal akibat gangguan sirkulasi yang dapat berupa

    penyumbatan ataupun pecahnya pembuluh darah di otak, yang menyebabkan

    gangguan fungsi organ tubuh (impairment), gangguan kemampuan fungsional

    (disabilitas) dan limitasi dalam partisipasi (handicap).10

    3.1.2 Klasifikasi

    Secara umum, stroke diklasifikasikan berdasarkan sebagai berikut.10, 11

    1. Letak gangguan sirkulasi di otak (Bamford Clinical Classification)10,11

    a. Total Anterior Circulation Syndrome (TACS)

    b. Partial Anterior Circulation Syndrome (PACS)

    c. Posterior Circulation Syndrome (POCS)

    d. Lacunar Syndrome (LACS)

    2. Sifat gangguan aliran darah

    a. Non Haemorrhagik (trombosis, emboli)10,12

    Trombosis merupakan jenis terbanyak yang paling dijumpai.

    Penyebabnya adalah aterosklerosis yang menyebabkan

    penyumbatan pembuluh darah karena pertumbuhan plak pada dinding

    pembuluh darah.

    Emboli disebabkan oleh terlepasnya embolus dari sumber asal jantung

    atau dari pembuluh darah arteri besar dan masuk ke arteri otak.

    b. Haemorrhagik (intraserebral, subaraknoid)10,12,13

    Stroke perdarahan (stroke hemoragik) yang terdiri dari perdarahan

    intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Penyebab tersering dari stroke

    hemoragik adalah hipertensi.

    17

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    18/52

    3. Waktu terjadinya12

    a. Stroke in evolution adalah stroke yang terjadi masih terus berkembang di

    mana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses

    ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.

    b. Stroke komplit adalah stroke di mana gangguan neurologi yang timbul

    bersifat menetap atau permanen.

    3.1.3 Epidemiologi

    Stroke merupakan masalah neurologis yang serius yang utama di Amerika.

    Stroke menyerang 795.000 penduduk Amerika setiap tahunnya dengan 610.000

    kasus baru dan 185.000 kasus rekuren.3 Di negara berkembang di mana jumlah

    penduduknya adalah lebih dari 2/3 penduduk dunia, insiden stroke makin

    menonjol dan diperkirakan akan terus meningkat.4 Di berbagai negara dunia,

    stroke menduduki peringkat ke-3 penyebab kematian sesudah penyakit jantung

    koroner dan kanker.2 Di negara-negara industri, 10-12 % dari seluruh penyebab

    kematian adalah stroke.12

    Di Indonesia, walaupun belum diketahui angka kejadian yang pasti,

    beberapa penelitian memperlihatkan bahwa stroke merupakan penyakit yang

    umum di negara kita dan merupakan penyebab kematian yang terbesar dan

    kecacatan jangka panjang.4 Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga

    yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004,

    stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.

    Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut,

    sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan

    fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguanfungsional berat.7

    Menurut berbagai literatur, insidens stroke hemoragik antara 15%-30%

    dan stroke non hemoragik antara 70%-80%, tetapi untuk negara-negara

    berkembang atau Asia, kejadian stroke hemoragik sekitar 30% dan stroke non

    hemoragik 70%, terdiri dari trombosis serebri 60%, emboli serebri 5%, dan lain-

    lain 35%.7

    18

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    19/52

    Insidens stroke meningkat seiring bertambahnya usia. Setelah umur 55

    tahun, resiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap dekade. Menurut

    Schultz, penderita yang berumur antara 70-79 tahun banyak menderita perdarahan

    intrakranial. Kejadian stroke lebih banyak pada laki-laki dengan perbandingan

    1,3:1, kecuali pada usia lanjut dimana rasionya sudah tidak jauh berbeda.7

    3.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko

    Etiologi stroke adalah gangguan peredaran darah pada daerah otak

    tertentu. Beberapa hal yang menyebabkan lesi vaskuler serebral, antara lain

    sebagai berikut.1,2

    1. Penyumbatan aliran darah otak karena vasospasme langsung dan

    menimbulkan gejala defisit atau perangsangan sesuai dengan fungsi daerah

    otak yang terkena.

    2. Penyumbatan aliran darah yang disebabkan oleh trombus. Akibatnya aliran

    darah otak regional tidak memadai dalam memenuhi kebutuhan darah otak

    yang terganggu.

    3. Penyumbatan aliran darah otak oleh emboli. Sumber embolisasi dapat terletak

    di arteri karotis atau vertebralis tapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler

    sistemik.

    4. Lesi daerah otak akibat ruptur dinding pembuluh darah. Penyebab ruptur

    pembuluh darah bisa akibat dari suatu stroke embolik, perdarahan lobaris

    spontan dan perdarahan intraserebral akibat hipertensi.

    Faktor risiko adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan

    terhadap serangan stroke. Masih tingginya angka mortalitas dan kecacatan akibat

    stroke, perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan faktorrisiko.8

    Tabel 2.1 Faktor Risiko Stroke

    Faktor biologik yang Faktor fisiologik yang Faktor gaya hidup

    19

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    20/52

    tidak dapat dimodifikasi dapat dimodifikasi dan pola prilaku

    Umur

    Jenis kelamin

    Ras

    Predisposisi genetik

    Herediter

    Hipertensi

    Diabetes

    Dislipidemia

    Penyakit jantung

    Stenosis karotis

    Transient Ischemic Attack

    Homosisteinemia

    Ateroma aorta

    Hypercoagulabiliy stress

    Merokok

    Obesitas

    Aktivitas fisik

    Diet

    Alkohol

    Kontrasepsi oral

    Hormone

    Replacement

    Therapy

    (Dikutip dari: Runtuwene TW.Faktor Risiko dan Pencegahan Stroke. Simposium Stroke Up Date

    2001. Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/RSUP Manado. 2001:

    25)

    3.1.5 Patogenesis

    Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke

    hemorragik. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena

    aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan

    darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian

    besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.13

    Dengan bertambahnya usia dan adanya faktor risiko berupa DM,

    hipertensi, dan merokok, aterosklerosis akan terbentuk. Aterosklerosis merupakan

    kombinasi dari perubahan tunika intima dengan penumpukan lemak, komposisi

    darah maupun deposit kalsium dan disertai perubahan pada tunika media di

    pembuluh darah besar dan permukaan lumen menjadi tidak rata. Pada saat aliran

    darah lambat, dapat terjadi penyumbatan (trombosis).1

    Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur

    pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua

    arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan

    cabang dari lengkung aorta jantung.13

    Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah

    arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini

    sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal

    20

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    21/52

    memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari

    dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang

    lebih kecil.13

    Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta

    percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal

    dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini

    disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak)

    yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan

    jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung

    (terutama fibrilasi atrium). Bila bekuan darah yang terlepas dapat mengikuti aliran

    darah dan menimbulkan emboli arteri intrakranial sehingga menimbulkan iskemia

    otak.1,13

    Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika

    lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan

    akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.13

    Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat

    aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan

    merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita

    hipertensi.13 Hipertensi kronis menyebabkan perubahan degenerasi pada arteri

    perporata dan arteriol yang kemudian membentuk mikroaneurisma. Tekanan

    darah yang secara tiba-tiba meninggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh

    darah tersebut. Perdarahan tesebut dapat terletak di putamen, thalamus,

    subkortikal, pons, dan serebellum.1,13

    Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan

    penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnyakokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan

    menyebabkan stroke.13 Apabila terjadi stenosis atau oklusi pada arteri proksimal

    yang menuju ke otak tanpa mendapatkan aliran kolateral sehingga mengakibatkan

    penurunan perfusi serebral secara fokal.1

    Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya

    aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa

    terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika

    21

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    22/52

    seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau

    pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.13

    Gambar 2.1 Patogenesis Stroke

    (Dikutip dari: Misbach, J dan Harmani K. Mengenali Jenis-jenis Stroke. 2011. Diunduh dari:

    http://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.php, diakses pada tanggal 23 Juli 2013)

    3.1.6 Manifestasi Klinis

    Berbagai gejala neurologis dapat ditimbulkan akibat stroke. Gejala

    tersebut tidak hanya tergantung pada berat ringannya stroke, tetapi juga

    tergantung pada lokalisasinya.8 Stroke menimbulkan sindroma klinis yang secara

    umum dibedakan sesuai area sirkulasi yang terganggu.10

    Gejala-gejala akibat stroke dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai

    berikut.8

    22

    http://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.phphttp://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.php
  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    23/52

    I. Gejala sentral berupa gangguan psikis, gangguan emosi, inkontinensia,

    kesulitan bicara dan menelan, sindrom rasa nyeri, gangguan penglihatan, dan

    gangguan pendengaran

    II. Gejala ekstremitas berupa gangguan motorik, spastisitas, nyeri pada

    ekstremitas, rigiditas, ataksi, klonus, astreognosis, gangguan sensorik, dan

    kontraktur

    Tabel 2.2 Sindroma Stroke

    Distribusi Anatomi Sindroma Stroke

    A. Cerebri Anterior (ACA)

    Segmen precommunal

    Abulia (akinetic, mutism)

    Tanda piramidal bilateral

    Paraplegia

    Segmen postcommunal Hemiplegia kontralateral, tangan lebih baik

    Hemiestesia kontralateral

    Kepala/mata mengarah ke sisi lesi

    Reflex genggam, reflex mengisap

    Apraksia

    Abulia

    Inkontinensia urin

    Arteri choroidal anterior Hemiplegia kontralateral

    Hemiestesia

    Homonimous hemianopsia

    A. Cerebri Media (MCA)

    Cabang utama Hemiplegia kontralateral

    Hemianopsia kontralateral

    Hemiestesia kontralateral

    Kepala/mata mengarah ke sisi lesi

    Disfagia

    Neurogenik bladder (uninhibited)

    Pada hemisfer dominan

    o Global afasia

    o ApraksiaPada hemisfer non-dominan

    o Aprosodia dan agnosia afektif

    o Visuospasial defisit

    o Sindroma neglect

    Divisi bagian atas Hemiplegia kontralateral, kaki lebih baik

    Hemianopsia kontralateral

    Hemiestesia kontralateral

    Kepala/mata mengarah ke sisi lesi

    Disfagia

    Neurogenik bladder (uninhibited)

    23

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    24/52

    Pada hemisfer dominan

    o Afasia motorik (Broca)

    o Apraksia

    Pada hemisfer non-dominan

    o Aprosodia dan agnosia afektifo Visuospasial defisit

    o Sindroma neglect

    Divisi bagian bawah Hemianopsia kontralateral

    Pada hemisfer dominan

    o Afasia sensorik (Wernicke)

    Pada hemisfer non-dominan

    o Agnosia afektif

    A. Cerebri Posterior (PCA)

    Segmen precommunal Hemiplegia kontralateralParese gerak mata ke arah vertikal

    Tremor saat bergerak kontralateral

    Sindroma thalamik

    o Choreoathetosis

    o Nyeri spontan dan disestesia

    o Semua sensoris terganggu

    o Tremorintention

    o Hemiparesis ringan

    Sindroma thalamoperforate

    o Ataksia cerebelar

    o Parese N.III ipsilateral

    Sindroma Weber

    o Hemiplegia kontralateral

    o Parese N.III ipsilateral

    Segmen postcommunal Homonimous hemianopsia

    Buta kortikal

    Agnosia visual

    Prosognosia

    Dischromatopsia

    Alexia tanpa agrafiaMemori defisit

    Halusinasi kompleks

    Sindroma vertebrobasiler

    A. cerebellar superior Ataksia serebelar ipsilateral

    Nausea/vomiting

    Disartria

    Sensasi nyeri dan suhu kontralateral hilang

    Tuli parsial

    Sindroma horner

    Tremor ataksia ipsilateral

    24

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    25/52

    A. cerebellar anterior inferior Tuli ipsilateral

    Kelemahan otot wajah ipsilateral

    Nausea/vomiting

    Nystagmus

    TinnitusAtaxia serebelar

    Parese conjugate lateral gaze

    Sensasi nyeri dan suhu kontralateral hilang

    Midbrain basal medial (Weber) Hemiplegia kontralateral

    Parese N.III ipsilateral

    Midbrain tegmentum

    (Benedicts)

    Parese N.III ipsilateral

    Sensasi nyeri dan suhu kontralateral hilang

    Sensasi propriosetif kontralateral hilang

    Ataksia kontralateral

    Korea kontralateral

    Pons basal bilateral (locked in) Bilateral hemiplegia

    Parese saraf kranial bilateral ( melihat ke

    atas masih baik)

    Pons lateral (Millard-Gubler) Parese N.VI ipsilateral

    Kelemahan otot wajah ipsilateral

    Hemiplegia kontralateral

    Medula lateral (Walenbergs) Hemiataksia ipsilateral

    Nyeri dan sensasi wajah ipsilateral hilang

    Sensasi nyeri dan suhu kontralateral hilang

    Nystagmus

    Sindroma horner ipsilateral

    Disfagia dan disfonia

    (Dikutip dari: Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia. Tatalaksana

    Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Pada Stroke. Dalam: Modul Neuromuskuler. Kolegium Ilmu

    Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia. Jakarta. 2010; 14-16)

    3.1.7 Diagnosis

    25

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    26/52

    Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan

    pemeriksaan klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,

    pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan radiologis.1,12

    1. Penemuan klinis

    a. Anamnesis berupa terjadi keluhan/gejala defisit neurologik yang

    mendadak tanpa trauma kepala dan biasanya disertai adanya faktor risiko

    stroke.

    b. Pemeriksaan fisik berupa adanya defisit neurologis fokal dan ditemukan

    adanya faktor risiko, seperti hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung,

    dan lain-lain atau adanya bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh

    darah lainnya.

    2. Pemeriksaan tambahan/laboratorium

    Pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan likuor serebrospinalis dan

    pemeriksaan neuroradiologik berupa Computerized Tomography-scan (CT-

    Scan), Magnetic Radiation Imaging (MRI), dan angiografi serebral.

    Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menemukan faktor risiko,

    seperti Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit, laju endap darah, komponen kimia

    dan gas darah, serta elektrolit, Dopler, EKG, Ekokardiografi, dan lain-lain.

    3. Pemeriksaan berdasarkan skoring dengan Djoenaedi Stroke Score (1988),

    Chandra Stroke Score (1989), The Canadian Neurological Scale (1989) atau

    Sirijaj Stroke Score (1991).

    3.1.8 Penatalaksanaan

    Secara umum, penatalaksanaan stroke bertujuan untuk memperbaiki

    keadaan umum mencegah kematian dan komplikasi. Menurut Konsensus NasionalPengelolaan Stroke di Indonesia, penatalaksanaan awal stroke adalah sebagai

    berikut.1,6

    Bebaskan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat

    Kandung kemih yang penuh dikosongkan

    Penanganan tekanan darah secara khusus

    Koreksi hipoglikemi atau hiperglikemi

    Suhu tubuh dipertahankan normal

    26

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    27/52

    Nutrisi per oral/pipa nasogastrik

    Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

    Pengobatan secara khusus disesuaikan dengan jenis stroke yang dialami,

    yaitu sebagai berikut.1,6

    1. Stroke Iskemik / non hemoragik

    a. Pengobatan pada penyebabnya

    Strategi pengobatan disini dapat difokuskan pada :

    - Prevalensi terjadinya trombosis (antikoagulasi, antitrombotik,

    antiagregasi platelet)

    - Memperbaiki aliran darah ke otak atau perfusi (pentoxifilin)

    - Proteksi neuronal/sitoproteksi (Ca-Channel Blocker, metabolik

    aktivator)

    b. Pengobatan pada faktor risiko

    Anti hipertensi ( klonodin, captopril dan lain-lain )

    Anti diabetik ( insulin )

    Terapi untuk kelainan jantung ( aspirin, warparin dan lain-lain )

    Terapi untuk tekanan intrakranial yang meningkat ( manitol )

    2. Stroke Hemoragik

    a. Pengobatan Konservatif

    Menjamin jalan nafas bebas hambatan

    Pemberian oksigen

    Pemberian cairan, elektrolit dan nutrien

    Pasang kateter untuk monitoring produksi urin

    Pemberian pelunak feses

    Pemberian antiperdarahan (asam traneksamat) Bila terjadi edema cerebri diberikan monitol

    b. Pengobatan bedah saraf (operatif)

    Tujuan operasi

    Pengeluaran bekuan darah

    Penyaluran cairan serebro spinal

    Pembedahan mikro pada pembuluh darah

    3.1.9 Prognosis dan Komplikasi

    27

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    28/52

    Prognosis umum serangan pertama relatif baik, yaitu 70-80% akan selamat

    jiwanya, 90% akan terus hidup dalam 2 tahun, 50% akan hidup 10 tahun lagi atau

    lebih lama.8 Sekitar 42-90% penderita dapat melakukan perawatan diri dan dapat

    berjalan secara mandiri.1 Newman dalam studinya mencatat pada penderita

    hemiplegi, kesembuhan motorik terlihat terdini pada minggu pertama dan paling

    terlambat pada minggu ke-7. Sesudah minggu ke-14, kemajuan neurologis hanya

    pelan. Waktu rata-rata untuk mencapai 80% kesembuhan akhir: 6 minggu. Frank

    H. Krusen memberi kesimpulan bahwa dengan rehabilitasi yang tepat, 90% dari

    pasien stroke dapat berjalan kembali, 70% dapat mandiri dan 30% dari usia kerja

    dapat kembali ke pekerjaan semula.8

    Prognosis fungsional tergantung pada hal-hal sebagai berikut.1,10

    a. Luas dan lokasi lesi neuroanatomis (kerusakan otak)

    b. Penyebab dan sumber lesi

    c. Derajat kesadaran

    d. Usia

    e. Penyakit / kondisi penyulit

    f. Komplikasi

    g. Penanganan

    h. Motivasi penderita

    i. Dukungan keluarga

    j. Sarana dan tenaga profesional yang tersedia

    Komplikasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu sebagai berikut.1

    1.Dapat dicegah, seperti subluksasi sendi bahu, kontraktur, kerusakan saraf

    perifer, fraktur, osifikasi heterotopik, aspirasi dan pneumonia, trombosis vena

    dalam dan emboli pulmonal, ulkus dekubitus dan gangguan psikososial.2.Tak dapat dicegah berupa spastisitas, gangguan kandung kemih, gangguan

    bowel, sindrom otak organik, kejang, dehidrasi dan malnutrisi serta problem

    baru yang berhubungan dengan umur.

    3.2 Rehabilitasi Medik

    28

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    29/52

    Rehabilitasi menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan untuk

    mengurangi dampak disabilitas/handicap agar memungkinkan penyandang cacat

    dapat berintegrasi dengan masyarakat. Rehabilitasi medik adaah proses pelayanan

    kesehatan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan fungsional fisik

    dan psikologis dan kalau perlu mengembangkan mekanisme kompensasinya agar

    individu dapat berdikari.1

    Rehabilitasi dilakukan oleh suatu tim rehabilitasi yang terdiri dari dokter

    rehabilitasi medis, fisioterapis, terapis okupasi, perawat rehabilitasi, pekerja sosial

    medis, terapis wicara, psikolog, ortotis prostetis, dan lain-lain. Tim rehabilitasi

    akan menjadi sangat efektif apabila upaya-upaya tersebut di koordinasikan dan

    diadakan pertemuan secara berkala untuk membahas mengenai kemajuan dan

    kendala tiap pasien serta ditunjang oleh adanya interaksi yang baik antara

    penderita dan keluarganya dengan personil medik.1

    Ukuran keberhasilan penanganan adalah bukan berdasarkan banyaknya

    jiwa penderita yang tertolong, tetapi berapa banyak penderita yang dapat kembali

    berfungsi lagi di masyarakat. Urutan-urutan dari yang paling berhasil sampai yang

    paling buruk adalah sebagai berikut.1

    1. Dapat berdikari dalam merawat dirinya sendiri

    2. Mampu mencari nafkah serta dapat berekreasi, seperti sebelum sakit tanpa

    memerlukan alat bantu.

    3. Seperti nomor 2, tetapi memerlukan alat bantu

    4. Dapat ambulasi dan merawat dirinya dengan atau tanpa alat bantu

    5. Untuk ambulasi memerlukan kursi roda dan bantuan untuk merawat dirinya

    6. Hanya bergantung di tempat tidur

    3.2.1 Rehabilitasi Medik pada Pasien Stroke

    Manfaat rehabilitasi pada penderita stroke bukan untuk mengubah defisit

    neurologis melainkan menolong penderita untuk mencapai fungsi kemandirian

    semaksimal mungkin dalam konteks lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih

    ke arah meningkatkan kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit

    neurologis atau mengusahakan agar penderita dapat memanfaatkan kemampuan

    29

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    30/52

    sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi

    dengan baik.9

    Program rehabilitasi bagi penderita stroke dapat dimulai sedini mungkin.

    Kriteria dapat dimulainya program rehabilitasi adalah pasien sudah dalam keadaan

    stabil. Hal ini berarti diagnosis sudah ditegakkan, terapi sudah dimulai, dan pasien

    sudah tidak dalam resiko tinggi dekompensasi jantung/paru.10

    Secara umum, penatalaksanaan rehabilitasi penderita stroke sudah bisa

    dimulai pada hari pertama atau kedua setelah serangan stroke dengan tujuan untuk

    mencegah komplikasi lebih lanjut tetapi penatalaksanaan yang khusus dapta

    diberikan pada saat penderita setelah stabil (tidak ada kelainan defisit neurologis

    yang progresif dalam 48 jam).8

    Syarat rehabilitasi secara khusus adalah sebagai berikut.1

    1. Mempunyai derajat kesadaran yang baik

    2. Mengerti perintah-perintah/petunjuk yang sederhana

    3. Dapat mengingat dan menerangkan kembali apa yang dipelajari kemarin

    Lama program yang direncanakan tergantung dari faktor-faktor yang

    mempengaruhi. Pada fase awal pengobatan dan perawatan ditujukan untuk

    meenyelamatkan jiwa dan mencegah komplikasi, segera setelah keadaan umum

    memungkinkan, rehabilitasi dimulai biasanya pada hari 2-3. Untuk stroke akibat

    perdarahaan biasanya setelah hari ke-14, sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk

    untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan aktivitas sehari-hari

    (Activity of Daily Living-ADL).8

    Karakteristik program rehabilitasi penderita stroke menurut Golberg

    adalah sebagai berikut.1

    1. Mencegah komplikasi2. Mencegah kekambuhan stroke (progresivitas)

    3. Mengidentifikasi defisit fungsional dan kemampuan

    4. Memperbaiki fungsional fisik melalui conditioning exercise

    5. Meningkatan kemajuan fungsional melalui training yang ditujukan pada AKS

    (mobilisasi, perawatan diri, kognisi dan komunikasi)

    6. Menilai kebutuhan yang diperlukan untuk mobilitas dan AKS serta

    memberikan persiapan ortosis dan alat bantu yang spesifik

    30

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    31/52

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    32/52

    Kemampuan fungsional yang dievaluasi meliputi aktivitas kegiatan hidup

    sehari-hari (ADL): makan, mencuci, berpakaian, kebersihan diri, transfer dan

    ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut, ditentukan derajat kemandirian

    atas ketergantungan penderita, juga kebutuhan alat bantu.

    Derajat kemandirian tersebut adalah sebagai berikut.8

    a. Mandiri (independent)

    Penderita dapat melaksanakan aktivitas tanpa bantuan, baik berupa instruksi

    (lisan) maupun bantuan fisik.

    b. Perlu supervisi

    Penderita mungkin memerlukan bantuan instruksi lisan atau bantuan

    seorang pendamping untuk mewujudkan aktivitas fungsional.

    c. Perlu bantuan

    Penderita memerlukan bantuan untuk mewujudkan aktivitas fungsional

    tertentu, yang bisa berderajat minimal (ringan), sedang atau maksimal.

    d. Tergantung (dependent)

    Penderita tidak dapat melaksanakan aktivitas meskipun dengan bantuan alat

    dan semua aktivitas harus dilakukan dengan bantuan orang lain.

    4. Evaluasi psikososial dan vokasional

    Evaluasi psikososial dan vokasional adalah perlu oleh karena rehabilitasi

    medik tergantung tidak hanya pada fungsi cerebral intrinsik, tetapi juga

    tergantung faktor psikologik, misal motivasi penderita. Vokasional dan

    aktivitas rekreasi, hubungan dengan keluarga, sumber daya ekonomi dan

    sumber daya lingkungan juga harus dievaluasi. Evaluasi psikososial dapat

    dilakukan dengan menyuruh penderita mengerjakan suatu hal yang sederhana

    yg dapat dipakai untuk penilaian tentang kemampuan mengeluarkan pendapat,kemampuan daya ingat, daya pikir dan orientasi

    3.3 Program Rehabilitasi Medik pada Pasien Stroke

    Program rehabilitasi medik dapat dimulai sedini mungkin. Padaprogressing

    stroke, lebih aman menunggu sampai mencapai completed stroke baru dimulai

    program latihan, meskipun pasif. Jika Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)

    berasal dari aliran sistem karotis, tunggu sampai 18-24 jam. Jika tidak ada gejala

    32

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    33/52

    neurologik berarti telah komplit, sedangkan GPDO dari sistem vertebrobasiler

    diperlukan observasi selama 72 jam. GPDO karena trombosis dan emboli tanpa

    komplikasi, mobilisasi dapat dimulai 2-3 hari setelah onset. GPDO karena

    trombosis/emboli pada penderita infark miokardial tanpa komplikasi dimulai

    setelah 3 minggu. Jika stabil, tidak ada aritmia, mobilisasi hati-hati dimulai pada

    hari ke 10.8

    Swenson menyebutkan lama program rehabilitasi medik direncanakan 6-12

    minggu (rata-rata 8 minggu) sebagai waktu yang diperlukan penderita rawat

    tinggal sebelum diperbolehkan pulang. Pada kasus ringan, program rehabilitasi

    medik dilakukan selama 1-2 minggu. Lama waktu keseluruhan program

    rehabilitasi pada umumnya 6-12 bulan.8,9

    3.3.1 Fase Awal

    Pada fase awal mungkin kesadaran penderita masih menurun,

    pemeriksaan-pemeriksaan masih banyak dilakukan dan penderita masih diinfus.

    Pengobatan dan perawatan pada fase ini ditujukan untuk menyelamatkan jiwa dan

    mencegah komplikasi. Segera setelah keadaan umum memungkinkan rehabilitasi

    dimulai, biasanya pada hari ke 2-3. Untuk stroke akibat perdarahan biasanya

    setelah hari ke-14.8,9

    Pekerja sosial medik dapat mulai bekerja dengan wawancara keluarga

    penderita, mencari keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial ekonomi dan

    lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita. Selain itu, seseorang fisioterapis

    mengatur posisi penderita sejak dini dengan tujuan mencegah dekubitus,

    kontraktur sendi, nyeri bahu, pneumonia ortostatik, juga bermanfaat untuk

    melawan dominasi synergictic pattern dan memudahkan nursing care. Posisi ini

    terdiri dari

    8,9

    a. Posisi baring terlentang

    Ekstremitas atas diletakkan di atas bantal sehingga bahu sedikit abduksi dan ke

    depan, siku dalam ekstensi lengan dalam rotasi keluar, pergelangan tangan dan

    tangan dalam ekstensi. Ekstremitas bawah, sendi paha agak ekstensi dengan

    meletakkan bantal di bawah paha dan sendi paha, lutut dalam fleksi, tungkai

    atas dalam internal rotasi ringan.8,9

    33

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    34/52

    b. Posisi miring pada bagian yang sehat

    c. Posisi miring pada bagian yang sakit

    Perhatikan posisi ekstremitas atas. Bahu yang sakit jangan sampai tertindih ke

    belakang, tetapi dalam posisi ke depan.8,9

    d. Posisi bridging

    Penderita diubah posisinya setiap 2 jam untuk mencegah terjadinya ulkus

    dekubitus, kemudian diberikan latihan luas gerak sendi (ROM).8,9

    34

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    35/52

    Pada ekstremitas yang sakit, dilakukan latihan luas gerak sendi sepenuh

    gerakan secara pasif. Perhatian khusus ditujukan tehadap sendi bahu, tangan dan

    pergelangan kaki. Latihan luas gerak sendi membantu mencegah kekakuan sendi,

    yang dapat menghambat fungsi bila pemulihan neurologik terjadi. Begitu

    penderita sadar penanganan masalah emosional dimulai. Setelah tahu ada

    gangguan fungsi gerak pada dirinya penderita biasanya menjadi sangat kecewa,

    emosi labil, ketakutan, dan frustasi dapat terjadi.8,9

    3.3.2 Fase Lanjutan

    Penekanan fase lanjutan adalah untuk mencapai kemandirian fungsional

    dalam mobilisasi dan aktivitas hidup sehari-hari (ADL). Fase ini dimulai pada

    waktu penderita secara medik telah stabil. Aktivitas mobilisasi mulai dengan

    aktivitas di tempat tidur, berlanjut ke duduk, berdiri dan ambulasi. Perhatian

    selama fase ini ditujukan untuk memelihara ROM dan meningkat dari latihan

    ROM secara pasif ke aktif.8,9

    Latihan penguatan otot dilakukan pada sisi yang sehat maupun yang sakit,

    terutama untuk otot-otot yang dipakai untuk transfer dan ambulasi. Latihan

    penguatan otot ini dimulai dari latihan secara aktif-assistif sampai kemudian

    progresif-resistif, bila kekuatan telah pulih kembali. Latihan koordinasi dan

    keseimbangan juga diperlukan.9

    3.4 Jenis Rehabilitasi Medik

    3.4.1 Mobilisasi

    Mobilisasi meliputi program latihan posisi tegak secara bertahap mulai

    dari duduk sampai berdiri dan akhirnya mobilisasi. Mobilisasi dini untuk

    mencegah terjadinya orthostatic postural hypotension.8

    35

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    36/52

    3.4.2 Latihan duduk

    Tahap pertama latihan duduk dilakukan secara pasif. Jika penderita

    sebelumnya diimobilisasi 2 minggu atau lebih untuk adaptasi kardiovaskular perlu

    latihan dengan tilt-table. Latihan duduk dimulai dengan mendudukkan penderita

    selama 5-10 menit, monitor tanda-tanda vital. Lama waktu duduk (toleransi) dapat

    dinaikkan. Latihan dilakukan minimal 2 kali sehari tiap pagi dan sore. Toleransi

    dianggap baik jika dapat bertahan lebih dari 30 menit. Latihan aktif dimulai

    setelah toleransi baik.8,9

    Posisi duduk dipinggir tempat tidur ditingkatkan keduduk di kursi roda.

    Bila toleransi terhadap posisi duduk telah tercapai, suatu program latihan transfer

    pada posisi berdiri dan latihan toleransi pada posisi berdiri dimulai. Penderita

    dengan hemiparese biasanya dilatih transfer pada posisi berdiri dengan

    mempergunakan tungkai yang sehat untuk menahan berat badan serta

    mempergunakan lengan yang sehat untuk mendorong badan ke atas sampai dapat

    berdiri tegak. Untuk menyelesaikan transfer ini, penderita bertumpu pada kaki

    yang sehat, lalu memindahkan lengan yang sehat ke sandaran tangan kursi roda

    36

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    37/52

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    38/52

    Bersamaan dengan prosedur transfer dimulai, program latihan berdiri dan

    ambulasi juga dimulai. Awalnya bantuan dari terapis diperlukan untuk membantu

    penderita berdiri di antara paralel bar, kemudian dimulai latihan keseimbangan

    dan toleransi berdiri. Jika dianggap perlu dapat memakai knee back slab, yaitu

    semacam posterior splint untuk menstabilkan lutut yang sakit dalam posisi

    ekstensi.8,9

    Latihan ini termasukstand-up exercise berguna untuk penguatan tungkai

    yang sehat sehingga kuat mengangkat tubuh juga merangsang kembalinya refleks

    serta fungsi motorik tungkai yang sakit dan juga menguatkan tungkai yang sehat.

    Mulai dengan kursi tinggi, tiap kali latihan 10 kali stand-up, kemudian kursi

    direndahkan 1 atau 2 inci sampai setinggi kursi umum.8,9

    Seterusnya penderita dilatih berjalan diantara paralel bar, pertama dengan

    bantuan selanjutnya tanpa bantuan. Tahap berikutnya penderita dilatih jalan di

    luarparalel bar, bila perlu dengan bantuan tongkat yang bisa berupa tongkat kaki

    4, kaki 3, atau kaki tunggal, untuk diteruskan dengan jalan tanpa alat bantu bila

    telah ada kemajuan. Penderita juga dilatih untuk menaiki tangga rumah. Pertama

    kali penderita menaiki tangga rumah setapak demi setapak untuk tiap tingkat.

    Pada waktu naik tungkai sehat melangkah lebih dulu, sewaktu turun tungkai sakit

    terlebih dulu.9

    Untuk membantu program ambulasi, diperlukan alat bantu sebagai

    berikut.9

    a. Brace

    Untuk kasus foot drop, dapat digunakan short leg brace dengan 90 post,

    sedangkan long leg brace dilakukan untuk menghentikan recurvatum genue.

    b. Sepatu untuk menambah stabilitasi pergelangan kakiPada sepatu pasien, dilakukan pemberian tumit lebar atau penambahan pada

    sole sebelah samping.

    c. Sling

    Slingdipasangkan pada ekstremitas atas yang mengalami paralisis berat untuk

    mengurangi tarikan pada bahu dan mencegah terjadinya sindroma nyeri bahu.

    Sling juga akan mencegah efek ekstremitas atas yang nonfungsional terhadap

    keseimbangan penderita waktu jalan.

    38

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    39/52

    d. Kursi roda

    Jika tim rehabilitasi memutuskan bahwa kemampuan berjalannya memang

    sudah tidak dapat mencapai tingkat yang fungsional, pilihan terakhir adalah

    kursi roda.

    3.4.3 Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (Activity Of Daily Living/ADL)

    Sebagian besar penderita dapat mencapai kemandirian dalam ADL,

    meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas atas yang terkena belum

    tentu baik. Dengan peralatan bantu yang telah disesuaikan, aktivitas ADL dengan

    menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan. ADL ini meliputi

    makan, minum, personal hygiene, berpakaian, serta aktivitas tambahan seperti

    membuka pintu, memegang buku bacaan, menelepon dan lain-lain.8,9

    Kemandirian dalam makan dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat

    yang telah disesuaikan, misalnya sendok/garpu dengan pegangan yang besar,

    sedotan untuk minum. Pemasangan batang pegangan pada dinding kamar mandi

    dan kamar kecil akan menambah kemadirian sewaktu mandi, sedangkan pakaian

    yang lebih longgar, dengan kancing di depan, dikombinasikan dengan teknik

    mengenakan pakaian dengan memasukkan sisi yang sakit lebih dulu ke lengan

    kemeja, celana panjang/pendek maupun pakaian dalam akan menambah

    kemandirian dalam berpakaian.8,9

    3.4.4 Gangguan Bicara Atau Komunikasi

    Pelaksanaan terapi dilakukan oleh tim medik dan keluarga dan umumnya

    memerlukan waktu 3 bulan. Gangguan bicara atau komunikasi ditangani oleh

    speech therapistdengan cara sebagai berikut.8,9

    1. Latihan pernafasan (pre-speech training) berupa latihan nafas, menelan,

    meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.2. Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan mengucapkan

    kata-kata. Untuk afasia motorik, contoh gerakan dan instruksi secara tertulis,

    sedangkan untuk afasia sensorik, rangsangan suara lebih ditekankan, bicara

    perlahan-lahan serta jelas.

    3. Latihan bagi penderita disartri lebih ditekankan ke artikulasi dan pengucapan

    kata-kata.

    39

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    40/52

    Sekitar 40% penderita stroke dengan kelumpuhan sebelah kanan akan

    terdapat gangguan bahasa. Kelainan ini bersifat sementara dan menetap. Bila

    fungsi gerak mengalami peningkatan biasanya fungsi bahasa juga, walaupun tidak

    pasti sejalan. 8,9

    3.4.5 Faktor Psikologi

    Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui

    suatu serial fase psikologi. Semua anggota tim harus mengetahui fenomena ini

    serta harus memberikan dukungan dan dorongan semangat bagi penderita.8

    Fase-fase psikologis tersebut adalah sebagai berikut.9

    1. Faseshock

    Waktu : segera setelah serangan

    Gejala : panik, cemas, putus asa

    Program : memberi keyakinan dan dukungan semangat, konsultasi

    dengan keluarga.

    2. Fase penolakan

    Waktu : fase akut

    Gejala : agak panik

    Program : dorongan semangat bagi penderita untuk melakukan

    aktivitas yang dapat dikerjakan, pemberian hadiah atas usaha yang dapat

    dikerjakan

    3. Fase penyesuaian

    Waktu : fase pemulihan awal

    Gejala : cemas, rasa kepahitan hidup, depresi

    Program : secara bertahap memberikan aktivitas baru yang bersifat

    tantangan4. Fase penerimaan

    Waktu : fase pemulihan lanjut

    Gejala : kenaikkan terhadap gairah hidup

    Program : paksa penderita untuk mencapai sasaran yang telah

    ditetapkan

    Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedang

    sebagian lagi mengalaminya secara lambat, berhenti pada salah satu fase atau

    40

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    41/52

    bahkan kembali ke fase yang sudah lewat. Rehabilitasi memerlukan pendidikan

    dan motivasi. Penderita harus berada pada fase psikologi yang sesuai untuk dapat

    menerima rehabilitasi.8

    3.5 Pemulihan Penderita Stroke

    Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam

    maka pengembalian fungsi lebih cepat. Bila dimulai kurang dari 14 jam maka

    kemampuan memelihara diri akan kembali lebih dahulu. Saat dimulainya

    pemulihan klinis, prognosis akan lebih buruk bila ditemukan adanya : 1-4 minggu

    gerak aktif masih nol (negatif); 4-6 minggu fungsi tangan belum kembali dan

    adanya hipotonia dan arefleksia yang menetap.8

    Pemulihan penderita stroke dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai

    berikut.1

    1. Pemulihan Neurologis

    Pemulihan neurologis tergantung mekanisme stroke dan lokasi lesi. Pemulihan

    neurologis secara spontan umumnya terjadi pada bulan ke 3- 6 setelah

    serangan stroke. Pada pemulihan neurologis akan terjadi proses sebagi

    berikut:resolusi terhadap udema lokal, rosorpsi toksin secara lokal, perbaikan

    sirkulasi lokal dan perbaikan secara parsial neuron yang rusak.

    2. Pemulihan Fungsional

    Perbaikan fungsi motorik biasanya terjadi setelah stroke. Dan akan menjadi

    komplit setelah 3-6 bulan setelah serangan stroke. Pemulihan ini akan terjadi

    secara kontinue setiap bulan dan setiap tahun, tergantung dimana penderita

    ditempatkan dan berapa banyak latihan serta motivasi yang didapatkan dari

    lingkungan. Pada suatu studi pernah dilaporkan bahwa pemulihan extremitasbawah lebih dini dibandingkan extremitas atas. Kebanyakan program

    rehabilitasi stroke dapat diselesaikan oleh penderita sebelum akhir hari ke-40

    setalah serangan stroke. Untuk menilai untung ruginya rehabilitasi stroke juga

    perlu dipikirkan bukan hanya keuntungan secara finansial tetapi semua

    keuntungan termasuk dalam memperbaiki kualitas hidup.

    Beberapa instrumen yang sering dipaki untuk menilai kemampuan

    fungsional pada penderita stroke adalah sebagai berikut. 1,8,9

    41

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    42/52

    1. Secara Umum

    a. Indeks Barthel

    Indeks Barthel merupakan indeks kemandirian yang sederhana

    untuk menilai kemampuan fungsional penderita dengan gangguan

    neuromuskuler atau muskuloskeletal dan merupakan instrumen yang

    paling populer dan paling banyak digunakan untuk mengukur kemampuan

    fungsional penderita stroke dalam melaksanakan aktivitas kehidupan

    sehari-hari. Untuk penampilan berjalan telah dipakai sub skor indeks

    barthel denganskla 3 poin, yaitu tidak dapat berjalan, berjalan dengan

    bantuan dan berjalan secara independen.1,8

    Indeks Barthel terdiri dari 10 item meliputi sebagai berikut.1

    b. Functional Independence Measure (FIM)

    Skor FIM dikembangkan untuk mengukur disabilitas seseorang

    dan untuk menilai kemajuan perkembangaan penderita yang mendapatprogram rehabilitasi. Penilaian pada penderita FIM dilakukan pada 6

    kategori fungsi dan terdiri dari 18 item. Setiap item dinilai

    ketergantungannya dengan menggunakan skala 1 s/d 7.9

    1. Independence

    7 : independen komlit

    6 : modified independence penderita memaki alat bantu

    2. Modified Independence

    42

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    43/52

    5 : supervisi

    4 : bantuan minimal (upaya obyek untuk aktivitas > 75 %)

    3 : bantuan sedang (subyek 25-75 %)

    3. Complited dependence

    2 : bantuan maksimal (subyek: 25-50%)

    1 : bantuan toatal (subyek 0-25 %)

    Keenam kategori fungsi terdiri dari poin-poin sebagai berikut.9

    1. Perawatan diri:

    - Nilai maksimal 42 poin (6 aktivitas)

    - Aktivitas yang dinilai adalah makan, grooming, mandi, memakai

    baju bagian atas ,memakai baju bagian bawah dan pergi ke toilet

    2. Kontrol sfingter

    - Niali maksimal 14 point (2 aktivitas)

    - Aktivitas yang dinilai adalah manajment

    kandung kencing dan usus

    3. Mobilitas

    - Nilai maksimal 21 point ( 3 aktivitas)

    - Aktivitas yang dinilai adalah kemampuan transfer untuk BAB dan

    BAK, transfer untuk mandi dan transfer ke tempat tidur, kursi dan

    kursi roda.

    4. Lokomotorik

    - Nilai maksimal 14 point ( 2 aktivitas)

    - Aktivitas yang dinilai adalah berjalan/kursi roda, naik/turun tangga

    5. Komunikasi

    - Nilai maksimal 14 point ( 2 aktivitas)- Aktivitas yang dinilai adalah komprehensi/ dapat memahami

    ekspresi

    6. Social cognition

    - Nilai maksimal 21 point (3 aktivitas)

    - Aktivitas yang dinilai adalah pemecahan masalah, intereaksi sosial

    dan memori.

    c. PULSES Profile

    43

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    44/52

    PULSES profile dirancang untuk mengevaluasi fungsional pada

    penderita penyakit kronis dan orang tua termasuk stroke. Profile ini

    umumnya digunakan untuk memprediksi rehabilitasi yang potensial, untuk

    mengevaluasi perkembangan penderita dan untuk membantu dalam

    perencanaan program.8,9

    PULSES merupakan akronim yang dibentuk dari huruf-huruf awal

    subseksi instrumen. Subseksi-subseksi ini didesain untuk mengukur :1

    1. Physical condition (kondisi fisik)

    2. Upper Extremity (kemampuan untuk menggunakan ekstremitas atas)

    3. Lower Extremity (kemampuan untuk menggunakan ekstremitas bawah)

    4. Sensory Performance (komponen sensorik yang berhubungan dengan

    komunikasi, yaitu bicara, pendengaran dan penglihatan)

    5. Excretory performance (kemampuan untuk mengontrol BAB dan

    BAK)

    6. Social and mental status (status sosial dan status mental)

    Dalam setiap subseksi, nilainya antara 1 s/d 4 (dari normal sampai

    abnormal berat yang mengakibatkan ketergantungan), PULSES profile

    merupakan instrumen untuk mengukur kemampuan fungsional dan telah

    banyak digunakan secara luas di pusat-pusat rehabilitasi di Amerika.1

    PULSES profile lebih berguna untuk mendeteksi perubahan-

    perubahan sebelum meninggalkan rumah sakit (KRS) dan sangat efektif

    pada perubahan substansial pada status fungsional pada penderita stroke

    atau cedera medula spinalis.1

    2. Secara Khusus

    Fungsional Ambulation Category (FAC) adalah alat ukur yang dapatdigunakan untuk menilai kemampuan gait penderita seperti penderita pasca

    stroke, palsi serebralis dan pasca trauma medula spinalis. Tes tersebut meliputi

    6 level terhadap dukungan personel yang diperlukan untuk gait tetapi tidak

    mencatat apakah alat bantu digunakan atau tidak.1,9

    Level 0 menggambarkan seorang penderita tidak mampu berjalan atau

    memerlukan bantuan dua orang atau lebih.

    44

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    45/52

    Level 1 menggambarkan seorang penderita memerlukan sokongan yang

    kontinyu dari satu orang untuk membantu mengangkat berat dan

    keseimbangannya.

    Level 2 menggambarkan seorang penderita tergantung pada sokongan

    yang kontinyu atau intermiten terhadap satu orang untuk membantu

    keseimbangan atau koordinasi.

    Level 3 menggambarkan penderita hanya memerlukan supervisi verbal.

    Level 4 menggambarkan bantuan diperlukan pada tangga dan permukaan

    yang tidak rata

    Level 5 menggambarkan seorang penderita yang dapat berjalan secara

    independen di mana saja

    45

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    46/52

    BAB IV

    ANALISIS KASUS

    Tn. C/ laki-laki/ 46 tahun dirawat di bagian syaraf RSMH karena tidak

    dapat jalan yang disebabkan oleh kelemahan pada lengan kiri dan tungkai kiri

    yang terjadi secara tiba-tiba. Sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit, penderita

    mengalami kelemahan lengan dan tungkai kiri saat bangun tidur tanpa disertai

    kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita tidak mengalami sakit kepala, mual

    dan muntah tidak ada, serta tidak ada kejang. Kelemahan lengan dan tungkai sama

    berat. Penderita tidak mengalami gangguan sensibilitas pada sisi yang lemah.

    Penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan, tulisan dan

    isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan

    secara lisan, tulisan dan isyarat. Mulut mengot ke kiri dan bicara pelo.

    Riwayat hipertensi ada sejak 2 tahun lalu tetapi penderita tidak teratur dan

    rutin minum obat. Riwayat diabetes mellitus disangkal. Riwayat trauma tidak ada.

    Riwayat penyakit jantung sejak 2 tahun lalu. Penyakit ini diderita untuk pertama

    kalinya.

    Pada pemeriksaan status generalis, didapatkan tekanan darah awal 210/140

    mmHg. Pada pemeriksaan nn. Craniales, didapatkan parese n. facialis dan n.

    hypoglossus sinistra. Pada pemeriksaan status lokalis, tidak didapatkan kelainan.

    Pada pemeriksaan neurologi ekstremitas superior, didapatkan pada bagian sinistra

    gerakan kurang, kekuatan 4+, hipertonus, hiperrefleks, refleks patologis (-). Pada

    pemeriksaan neurologi ekstremitas inferior sinistra, didapatkan gerakan kurang,

    kekuatan 4+, hipertonus, hiperrefleks, refleks patologis Babinsky (+).

    Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan gejala dan

    tanda yang mengarahkan pada diagnosis stroke berupa kelemahan tungkai dan

    lengan kiri yang diperkuat dengan pemeriksaan fisik dijumpai dengan hemiparese

    sinistra tipe sentral yang ditandai dengan hipertonus dan refleks patologis

    Babinsky (+).

    Gejala lainnya yang dijumpai adalah mulut mengot ke kanan. Pada

    pemeriksaan neurologis, didapatkan parese N. VII sinistra tipe sentral karena

    walaupun otot orbicularis oculi sinistra bagian bawah, otot mimik di daerah pipi

    dan dagu sinistra lumpuh, otot dahi sinistra dan otot orbicularis oculi bagian atas

    46

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    47/52

    sinistra tidak lumpuh yang ditandai dengan dahi simetris, lagoftalmus (-), plica

    nasolabialis kiri sedikit datar, sudut mulut kiri sedikit tertinggal. Pada pasien juga

    dijumpai parese N. VII sinistra tipe sentral yang ditandai dengan kelumpuhan otot

    lidah bagian yang kontralateral lesi atau ke arah otot yang lumpuh, yaitu deviasi

    lidah ke kiri, disatria (+) serta tidak ada atrofi papil lidah dan fasikulasi/fibrilasi

    lidah. Berdasarkan penjelasan di atas, didapatkan diagnosis klinik berupa

    hemiparese sinistra tipe spastik + parese N. VII dan N. XII sinistra sentral.

    Jenis stroke diduga adalah stroke non-hemoragik yang disebabkan oleh

    trombosis serebri karena terjadi saat bangun tidur (istirahat), tidak ada kehilangan

    kesadaran, dan ada faktor risiko aterosklerosis terkait usia dan hipertensi.

    Kemungkinan lesi terletak di kapsula interna hemisferium cerebri dekstra karena

    dijumpai hemiparese sinistra tipe spastik disertai dengan parese n. VII dan n. XII

    sinistra tipe sentral dan kelemahan sisi yang lumpuh sama berat.

    Dalam identifikasi pasien, didapatkan jenis kelamin laki-laki dan usia 46

    tahun. Kedua hal ini merupakan faktor risiko stroke di mana seiring dengan

    meningkatnya usia, meningkat pula risiko terjadinya stroke dan stroke lebih

    banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Namun, faktor

    risiko ini tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko lain pada pasien ini adalah

    hipertensi yang tercermin dari pemeriksaan tekanan darah awal, yaitu 210/140

    mmHg (hipertensi stage II). Hipertensi kronis menyebabkan lemahnya tunika

    intima pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak sehingga memudahkan

    terjadinya aterosklerosis Aterosklerosis merupakan kombinasi dari perubahan

    tunika intima dengan penumpukan lemak, komposisi darah maupun deposit

    kalsium dan disertai perubahan pada tunika media di pembuluh darah besar dan

    permukaan lumen menjadi tidak rata. Pada saat aliran darah lambat, dapat terjadipenyumbatan (trombosis).1

    Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan juga faktor risiko berupa

    hiperkolesterolemia. Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan

    aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. Pada pemeriksaan radiologis

    toraks, didapatkan pembesaran jantung, paru dalam keadaan normal. Pada

    pemeriksaan EKG didapatkan sinus ritme, pembesaran atrium kiri, dan left axis

    deviation. Dari pemeriksaan radiologis dan EKG serta anamnesis awal dijumpai

    47

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    48/52

    pasien menderita penyakit jantung yang ditandai dengan pembesaran jantung.

    Kerusakan kerja jantung akan menurunkan cardiacoutputdan menurunkan aliran

    darah ke otak sehingga memperbesar risiko terjadinya stroke.

    Adapun rencana terapi dari pasien ini ialah terapi medikamentosa dan

    program rehabilitasi medik. Terapi medikamentosa meliputi :

    Intravena Fluid Drip (IVFD) dengan tujuan sebagai emergency line dan untuk

    memudahkan memasukkan obat (obat yang diberikan secara intravena), yang

    juga untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.

    Diet nasi biasa rendah garam 1.700 kkal berdasarkan perhitungan Basal

    Metabolic Rate (BMR) dikalikan dengan faktor aktivitas.

    Aspirin diberikan sebagai antiagregasi trombosit untuk mencegah trombosis

    pembuluh darah otak.

    Ranitidin diberikan untuk mengurangi efek iritasi lambung yang ditimbulkan

    oleh aspirin, yang bekerja sebagai antihistamin (AH-2)

    Citicholine diberikan untuk mengurangi perluasan daerah infark pada otak.

    Captopril diberikan sebagai agen anti hipertensi

    Vitamin B1B6B12 sebagai agen neuroprotektif dan neurotonik

    Selain obat-obatan, pasien stroke perlu mendapatkan rehabilitasi.

    Rehabilitasi stroke harus dilakukan sesegera mungkin ketika diagnosis stroke itu

    ditegakkan dan masalah-masalah yang mengancam hidup terkontrol karena

    semakin cepat pasien stroke direhabilitasi maka akan meningkatkan prognosis

    pada pasien ini. Adapun program rehabilitasi medik meliputi :

    Edukasi pasien dan keluarganya tentang penyakit pasien

    Fisioterapi

    Breathing exercise

    Proper bed positioning

    Infrared radiation (IRR) ekstremitas sinistra sehingga diharapkan terjadi

    perbaikan blood flow ke perifer (otot) serta dapat mencetuskan stimulasi

    listrik agar dapat menunjang rencana fisioterapi lainnya.

    48

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    49/52

    Latihan peningkatan luas gerak sendi aktif untuk ekstremitas superior

    sinistra dan ekstremitas inferior sinistra karena kekuatan otot lebih dari 2

    (4+).

    Latihan kekuatan otot dengan tahanan karena kekuatan otot di atas 3 (+4).

    Terapi okupasi berupa latihan peningkatan ADL dengan aktivitas

    Terapi wicara : latihan bicara yang lebih ditekankan pada aspek artikulasi dan

    pengucapan kata-kata.

    Ortotik prostetik: saat ini belum ada terapi yang diberikan

    Psikologi dengan memberikan dukungan mental pada penderita dan keluarga

    tentang penyakit penderita dan prognosis penyakitnya jika penderita latihan

    terus.

    Sosiomedik

    Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita dan keluarga pasien

    untuk selalu berusaha menjalankan home program maupun program di RS

    serta berobat teratur untuk menangani hipertensi dan mencegah stroke

    ulangan.

    Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan rumah.

    Untuk evaluasi dari perkembangan klinis dan fungsional dapat digunakan

    indeks Barthel. Penilaian indeks ini akan dinilai tiap minggu atau tiap bulan

    sehingga diharapkan perkembangan klinis dan fungsional dari pasien dapat

    dipantau secara kuantitatif.

    Adapun indeks Barthel pada pasien ini ialah sebagai berikut.

    No. Keterangan Nilai

    1. Makan 10

    2. Transfer bed/kursi 153. Grooming (personal toilet) 5

    4. Toiletting 10

    5. Mandi 5

    6. Berjalan di tempat datar 15

    7. Naik dan turun tangga 5

    8. Berpakaian 10

    9. Kontrol BAB 10

    10. Kontrol BAK 10

    Skor : 95 (ketergantungan ringan)

    49

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    50/52

    Prognosis pada pasien, baik secara ad vitam maupun ad functionam adalah

    dubia ad bonam. Hal ini berdasarkan kejadian stroke yang dialami pertama

    kalinya, kekuatan otot 4+, dan ketergantungan ringan (skala Barthel 95).

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Widagda, IM. Penilaian Tingkat Ambulasi Penderita Hemiparesis Pascastroke

    dengan Functional Ambulation Category (FAC) bagi yang Mendapat Program

    Rehabilitasi Medik di RS dr. Kariadi Semarang. Laporan Penelitian. Program

    Studi Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Diponegoro. Semarang. 2002;

    3-26.

    50

  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    51/52

    2. WHO. 2012. Stroke, Cerebrovascular accident. Diunduh dari:

    http://www.who.int/topics/ cerebrovascular_accident/en/, diakses tanggal 22

    Juli 2013.

    3. CDC (Center for Disease Control). 2012. Prevalence of Stroke United

    States, 20062010. May 25, 2012/61(20);379-382. Diunduh dari:

    http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/ mm6120a5.htm, diakses pada

    tanggal 22 Juli 2013.

    4. Kotambunan RCS. Epidemiologi Stroke. Simposium Stroke Up Date 2001.

    Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi/RSUP Manado. 2001:

    1-7.

    5. CDC (Center for Disease Control). 2012. Stroke Fact Sheet, Division for

    Heart Disease and Stroke Prevention. Diunduh dari:

    http://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/fs_stroke.htm, diakses

    pada tanggal 22 Juli 2013

    6. National Stroke Foundation. 2010. Clinical Guidelines for Stroke

    Management 2010. Melbourne: Australia

    7. Misbach, J dan Harmani K. Stroke, Pembunuh No. 3 di Indonesia. 2011.

    Diunduh dari:

    http://medicastore.com/stroke/Stroke_Pembunuh_No_3_di_Indonesia.php,

    diakses pada tanggal 23 Juli 2013.

    8. Darodjah SH. Rehabilitasi pada Pasien Stroke. Departemen Rehabilitasi

    Medik RS Dr. Kariadi-Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

    Semarang. 2007; 1-48.

    9. Angliadi LS, dkk. Rehabilitasi Stroke. Dalam: Penuntun Ilmu Kedokteran

    Fisik dan Rehabilitasi. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik danRehabilitasi Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi. Manado. 2006; 5-21.

    10. Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia. Tatalaksana

    Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Pada Stroke. Dalam: Modul

    Neuromuskuler. Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia.

    Jakarta. 2010; 1-21.

    51

    http://www.who.int/topics/%20cerebrovascular_accident/en/http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/%20mm6120a5.htmhttp://www.cdc.gov/dhdsp/index.htmhttp://www.cdc.gov/dhdsp/index.htmhttp://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/fs_stroke.htmhttp://medicastore.com/stroke/Stroke_Pembunuh_No_3_di_Indonesia.phphttp://www.who.int/topics/%20cerebrovascular_accident/en/http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/%20mm6120a5.htmhttp://www.cdc.gov/dhdsp/index.htmhttp://www.cdc.gov/dhdsp/index.htmhttp://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/fs_stroke.htmhttp://medicastore.com/stroke/Stroke_Pembunuh_No_3_di_Indonesia.php
  • 7/27/2019 Case hemiparese rehabilitasi medik

    52/52

    11. Bamford J, Sandercock P, Dennis M, Burn J, Warlow C. Classification and

    natural history of clinically identifiable subtypes of cerebral infarction.

    Lancet. 2008; 1-5.

    12. Karema Winny.Diagnosis dan Klasifikasi Stroke. Simposium Stroke Up Date

    2001. Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sam

    Ratulangi/RSUP Manado. 2001: 10-5.

    13. Misbach, J dan Harmani K.Mengenali Jenis-jenis Stroke. 2011. Diunduh dari:

    http://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.php, diakses pada

    tanggal 23 Juli 2013.

    14. Runtuwene TW.Faktor Risiko dan Pencegahan Stroke. Simposium Stroke Up

    Date 2001. Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sam

    Ratulangi/RSUP Manado. 2001: 20 - 9.

    http://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.phphttp://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.phphttp://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.php