case fraktur

28
PRESENTASI KASUS FRAKTUR TERBUKA 1/3 DISTAL TIBIA FIBULA DEKSTRA Disusun oleh: Shabrina Herdiana Putri 030.08.222 Pembimbing: dr.Moch.Nagieb, Sp.OT KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD KOJA JAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Upload: shabr

Post on 05-Dec-2014

248 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tibia fibula

TRANSCRIPT

Page 1: Case Fraktur

PRESENTASI KASUS

FRAKTUR TERBUKA 1/3 DISTAL TIBIA FIBULA DEKSTRA

Disusun oleh:

Shabrina Herdiana Putri

030.08.222

Pembimbing:

dr.Moch.Nagieb, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RSUD KOJA JAKARTA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2013

Page 2: Case Fraktur

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.M

Umur : 61 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Alamat : Sunter

Pekerjaan : Pensiunan

MRS : 2 Maret 2013

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis ( Tanggal 4 Maret 2013)

Keluhan Utama:

Luka terbuka pada tungkai kanan setelah mengalami kecelakaan lalu

lintas.

Keluhan tambahan:

Nyeri pada tungkai kanan bawah.

Riwayat Perjalanan Penyakit:

± 4 jam SMRS pasien tertabrak motor yang sedang melaju kencang dari

samping kanan yang mengenai tungkai kanannya. Kemudian pasien jatuh ke

kanan dengan posisi lengan dan tungkai kanan jatuh ke aspal. Saat kejadian

pasien memakai helm dan kepala tidak terbentur. Pasien sadar penuh saat dan

setelah terjadinya kecelakaan. Mual, muntah, dan pusing tidak ada. Pasien

mendengar bunyi “krek” pada kakinya saat tertabrak. Terdapat dua luka

terbuka dan perdarahan pada tungkai kanan bawahnya yang disertai nyeri

hebat di tungkai kanan bawahnya. Kemudian pasien ditolong oleh orang-orang

2

Page 3: Case Fraktur

di sekitar tempat kejadian dengan cara digotong oleh 3 orang dan dibawa ke

rumah sakit terdekat dengan angkutan umum.

± 3 jam SMRS pasien sampai ke RS Ariya Medika dan telah diberi

tindakan resusitasi cairan, ATS, antibiotik (sopirom), analgetik (ketopain), dan

imobilisasi dengan spalk. Kemudian pasien meminta pindah ke RSUD Koja

dengan alasan lebih dekat dari rumah.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

- Riwayat Hipertensi (+), riwayat DM dan penyakit lainnya disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Gizi : Cukup

Pernafasan : 22x/menit

Nadi : 84x/menit

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Suhu : 37ºC

Status generalis :

Kepala : Normocephali, deformitas (-), luka (-), nyeri tekan (-), hematom (-)

Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+

Leher : Tiroid dan kelenjar getah bening tidak teraba membesar

Thorax : Jejas (-), luka (-), nyeri tekan (-)

Paru-paru

Inspeksi : pergerakan simetris antara kanan dan kiri

3

Page 4: Case Fraktur

Palpasi : vocal fremitus sama antara kanan dan kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara nafas vesikular, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi : Teraba ictus cordis pada sela iga V di linea

midklavikularis kiri

Perkusi : Batas kanan: sela iga V linea parasternalis kanan. Batas

kiri : sela iga V, 1 cm medial linea midklavikularis kiri. Batas atas :

sela iga II linea parasternal kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar, jejas (-),luka (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar lien tidak

teraba membesar, ballottement ginjal (-)

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-/-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Ekstremitas

Atas : Akral hangat +/+, oedem -/-, jejas -/-, memar -/-, luka -/-

Bawah : lihat status lokalis

Status lokalis : Regio cruris dextra

Look

- Tampak deformitas, tampak tulang menonjol keluar di sisi kanan dan kiri

distal tungkai bawah

4

Page 5: Case Fraktur

- Tampak luka terbuka di sisi kanan dan kiri distal tungkai bawah bagian

distal ± 1cm

- Tampak oedem di tungkai bawah kanan disertai hemotom di sekitar luka

- Tungkai atas tidak ada jejas, jari-jari jumlah lengkap, tidak ada luka di

pedis kanan.

Feel

- Teraba hangat (+), nyeri tekan (+), CRT <2”, pulsasi a.dorsalis pedis ++

Move

- Aktif : terbatas karena nyeri.

- Pasif: ROM tidak dilakukan

- Kekuatan motorik :

o Tungkai atas : tvd

o Tungkai bawah : tvd

o Ankle joint : tvd

o Jari-jari : 5

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 6 Maret 2013

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hematologi

Hemoglobin 9,8 g/dl 13,7 – 17,5

Leukosit 7700 /uL 4100 - 10900

Hematokrit 28 % 41 – 53

Trombosit 195000/uL 140000 – 440000

5

Page 6: Case Fraktur

Hemostasis

Masa Pembekuan 10 menit 5-15

Masa Pendarahan 3 menit 1-6

Fungsi Hati

SGOT 20 U/L 10 – 35

SGPT 29 U/L 9 – 43

Fungsi Ginjal

Ureum 35 mg/dl 20 – 40

Creatinin 0,9 mg/dl 0,7 – 1,5

Fungsi Jantung

Troponin I 0,005 mg/ml < 0,02 mg/ml

2. Pemeriksaan radiologi

Rontgen cruris dextra AP lateral

Kesan: fraktur oblique os tibia fibula 1/3 distal (dextra)

6

Page 7: Case Fraktur

V. RESUME

Pasien diantar ke IGD RSUD Koja dengan luka terbuka dan nyeri pada

tungkai kanan bawah setelah tertabrak motor yang sedang melaju kencang dari

samping kanan yang mengenai tungkai kanannya. Pasien jatuh ke kanan dengan

posisi lengan dan tungkai kanan jatuh ke aspal. Pasien mendengar bunyi “krek”

pada kakinya saat tertabrak.

Pada pemeriksaan fisik tampak luka terbuka di sisi kanan dan kiri distal

tungkai kanan bawah ± 1cm dan tampak deformitas yaitu tulang menonjol di sisi

kanan dan kiri distal tungkai bawah, dan tampak tungkai bawah kanan oedem

disertai hematom di sekitar luka terbuka. Tungkai bawah kanan teraba hangat,

nyeri tekan, CRT<2 detik, pulsasi a.dorsalis pedis ++. Tungkai bawah kanan tidak

dapat digerakkan karena nyeri, tungkai atas kanan dan jari-jari masih dapat

digerakkan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin 9,8 g/dl.

Pada pemeriksaan rontgen cruris dextra terdapat gambaran fraktur oblique os tibia

fibula 1/3 distal.

VI. DIAGNOSIS KERJA

Fraktur terbuka 1/3 distal tibia fibula dekstra grade I.

VII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa:

- IVFD RL 20 tpm/ 24 ja,

- Hypobac 2 x 200mg

- Cefipime 2 x 1 gr

- Ketorolac 2 x 30 mg

Operatif:

- Debridement

- Open Reduction Internal Fixation dengan plate dan screw

7

Page 8: Case Fraktur

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad functionam : bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

8

Page 9: Case Fraktur

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang

menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, tekanan langsung pada

tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, dan trauma tidak langsung, trauma

dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Akibat trauna

bergantung pada jenis trauma, kekuatan, arahnya dan umur penderita.

2.2 Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur dibagi menjadi:

1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia

luar.

- Fraktur tertutup

Fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

- Fraktur terbuka

Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka

pada kulit dan jaringan lunak.

2. Menurut etiologis

- Fraktur traumatik

Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.

- Fraktur patologis

Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan

patologis pada tulang maupun di luar tulang, misalnya tumor, infeksi

atau osteoporosis.

- Fraktur stres

Terjadi karena beban lama atau trauma ringan yang terus-menerus

pada suatu tempat tertentu, misalnya fraktur pada tulang tibia atau

9

Page 10: Case Fraktur

metatarsal pada tentara atau olehragawan yang sering berlari atau

baris-berbaris.

3. Menurut komplit tidaknya garis fraktur

- Fraktur komplit

Apabila garis patah yang melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang.

- Fraktur tidak komplit

Apabila garis patah tidak melalui seluruh penampang

tulang, seperti:

Hairline fracture

Greenstick fracture

Buckle fracture

4. Menurut garis fraktur

- Transversal

- Oblik

- Spiral

- Kominutif

- Kupu-kupu

- Segmental

- Depresi

5. Menurut bergeser atau tidak bergesernya fragmen-fragmen fraktur

- Fraktur undisplaced:

Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.

- Fraktur displaced:

Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur.

2.3 Fraktur tibia dan fibula

1. Frekuensi

Fraktur tibia merupakan fraktur yang paling sering dari semua fraktur

tulang panjang. Kejadian tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan

10

Page 11: Case Fraktur

11,5 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas inferior. Fraktur di

ekstremitas inferior paling banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia.

Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan

yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen

frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga

ditemukan fraktur terbuka.

2. Mekanisme Injuri

Cedera yang terjadi sering terjadi akibat trauma langsung pada kecelakaan

mobil dan sepeda motor. Cedera terjadi akibat gaya angulasi yang hebat yang

menyebabkan garis fraktur transversal atau oblik, kadang-kadang dengan fragmen

komunitif. Tenaga rotasi dapat juga terjadi pada olahragawan seperti pemain bola.

3. Gambaran klinis

Gambaran klinis yang terjadi berupa pembengkakan dan karena

kompartment otot merupakan sistem yang tertutup, sehingga pembengkakan

sering menekan pembuluh darah dan dapat terjadi sindrom kompartment dengan

gangguan vaskularisasi kaki.

4. Mortalitas dan Morbiditas

Ancaman kehilangan anggota gerak bawah dapat terjadi sebagai akibat

dari trauma jaringan lunak berat, gangguan neurovaskular, cedera arteri popliteal,

sindrom kompartemen, atau infeksi seperti gangren atau osteomyelitis. Cedera

arteri popliteal adalah cedera serius yang mengancam ekstremitas bawah dan

biasanya sering terabaikan.

Nervus perineus communis menyilang di samping collum dari fibula.

Saraf ini rentan terhadap cedera dari patah collum fibula, tekanan splint, atau

selama perbaikan bedah. Hal ini dapat mengakibatkan drop foot dan kelainan

sensibilitas.

Delayed union, nonunion, dan arthritis dapat terjadi. Di antara tulang

panjang, tibia adalah yang paling umum dari fraktur nonunion.

11

Page 12: Case Fraktur

5. Diagnosis

- Anamnesis

Mekanisme trauma dan kejadian yang menyertainya meliputi waktu

terjadinya, jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan posisi pasien atau

ekstremitas yang bersangkutan. Riwayat trauma atau patah tulang

sebelumnya, riwayat penyakit tulang, osteoporosis atau penyakit penyebab

osteoporosis sebelumnya. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri,

pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak

dan krepitasi.

- Pemeriksaan Fisik

Lokalis:

Ditemukan tanda-tanda klinis patah tulang

Inspeksi:

Ekspresi wajah karena kesakitan

Deformitas yang berupa pembengkokan, terputar, pemendekan

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak

Gerak-gerak yang abnormal

Keadaan vaskularisasi

Palpasi:

Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya

tidak dilakukan karena dapat menambah trauma

Temperatur

Nyeri tekan dan nyeri sumbu

Palpasi arteri di sebelah distal fraktur

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah

Sensibilitas

Pergerakan:

Fungsiolaesa. Seberapa jauh gangguan fungsi, gerak yang tidak mampu

dilakukan, ruang lingkup gerak sendi (ROM).

2. Pemeriksaan penunjang

12

Page 13: Case Fraktur

Dilakukan pemeriksaan radiologis dengan foto Roentgen.

6. Penatalaksanaan

Jika tibia dan fibula fraktur yang diperhatikan adalah reposisi tibia.

Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan

dikoreksi. Pemendekan kurang 2cm tidak akan jadi masalah karena akan

dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian

pemendekan sebaiknya dihindari.

Fraktur tibia dan fibula dengan garis fraktur transversal atau oblik yang

stabil, cukup diimobilisasi dengan gips dan jari kaki sampai puncak paha dengan

lutut posisi fisiologis yaitu fleksi ringan, untuk mngatasi rotasi pada daerah

fragmen. Setelah dipasang, harus ditunggu sampai gips menjadi kering betul yang

biasanya membutuhkan waktu 2 hari. Saat itu gips tidak boleh dibebani.

Penyambungan fraktur diafisis biasanya terjadi antara 3-4 bulan. Angulasi dalam

gips biasanya dapat dikoreksi dengan membentuk insisi baji pada gips. Pada

fraktur yang tidak dislokasi diinstruksikan untuk menopang berat badan dan

berjalan. Makin cepat fraktur dibebani maka makin cepat penyembuhan. Gips

tidak boleh dibuka sebelum penderita dapat jalan tanpa nyeri.

Garis fraktur yang oblik dan membentuk spiral merupakan fraktur yang

tidak stabil karena cenderung membengkok dan memendek sesudah reposisi. Oleh

karena itu diperlukan tindakan reposisi terbuka dan penggunaan fiksasi interna

atau eksterna. Fraktur dengan dislokasi fragmen dan tidak stabil membutuhkan

traksi kalkaneus terus menerus. Setelah terbentuk kalus fibrosis, dipasang gips

sepanjang tungkai dan jari hingga paha. Metode terapi alternatif lain pada fraktur

shaft tibia tertutup adalah dengan intramedullary nailing dan bagian teratas tibia.

Fraktur biasanya merupakan akibat dari suatu trauma. Oleh karena itu

penting untuk memeriksa jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), dan

sirkulasi (circulation). Bila tidak didapatkan permasalahan lagi baru lakukan

anamnesis dan pemariksaan fisik yang lengkap.

Penatalaksanaan fraktur:

13

Page 14: Case Fraktur

1. Terapi konservatif:

a. Proteksi saja, missal mitela untuk fraktur collum chirurgicum humeri

dengan kedudukan baik

b. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misal pemasangan gibs pada fraktur

incomplete dan fraktur dengan kedudukan baik

c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gibs, misalnya pada fraktur

suprakondiler, fraktur Smith, fraktur Colles. Reposisi dapat

menggunakan anestesi lokal atau umum.

2. Terapi operatif:

a. Reposisi terbuka, fiksasi interna

b. Reposisi tertutup dengan control radiologist diikuti fiksasi eksterna.

Pada fraktur tertutup diusahakan untuk melakukan reposisi tertutup.

Sedang untuk fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin,

penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi.

7. Komplikasi

Shock hipovolemik

Infeksi

Embolisasi

Deformitas permanen

8. Fraktur Terbuka

Klasifikasi menurut Gustilo, Merkow, dan Templeman (1990):

I. Luka kecil kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan

dari fragmen tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit kerusakan

jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak.

Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, transversal, oblik pendek, atau

sedikit kominutif.

14

Page 15: Case Fraktur

Gustilo type I open fracture

II. Laserasi kulit melebihi 1 cm panjangnya tetapi tidak ada kerusakan

jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari

jaringan dengan sedikit kontaminasi dari fraktur.

Gustilo type II open fracture

III. Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit,

dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya

disebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe III dibagi lagi

dalam tiga subtipe:

Tipe III a, jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun

terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat

segmental atau kominutif yang hebat.

15

Page 16: Case Fraktur

Tipe III b, fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan

kehilangan jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang

terbuka, kontaminasi yang hebat serta fraktur kominutif yang hebat.

Tipe III c, fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang

memerlukan perbaikan tanpa memeperhatikan tingkat kerusakan jaringan

lunak.

Penanggulangan Fraktur Terbuka

Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka:

1. Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan

2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis adanya kelainan yang dapat

menyebabkan kematian

3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan

setelah operasi

4. Segera dilakukan debridemen dan irigasi yang baik

5. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya

6. Stabilisasi fraktur

7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari

8. Lakukan bone graft

9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

Tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka

1. Pembersihan luka

Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl

fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.

2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)

Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah

tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada

kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen-fragmen yang

lepas.

16

Page 17: Case Fraktur

3. Pengobatan fraktur itu sendiri

Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau

reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III

sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.

Reduksi terbuka

Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan dilakukan oleh

ahli bedah yang berpengalaman dalam ruangan yang aseptik. Operasi

harus dilakukan secepatnya (dalam satu minggu). Alat-alat yang

digunakan dalam operasi yaitu kawat bedah, kawat Kirschner, screw,

screw and plate, pin Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin Steinmann, pin

Trephine, plate and screw Smith Peterson, pin plate teleskopik, pin Jewett,

dan protesis.

Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula

menggunakan bone graft baik autograft/alograft, untuk mengisi defek

tulang atau pada fraktur nonunion. Operasi dilakukan dengan cara

membuka daerah fraktur dan fragmen direduksi secara akurat dengan

penglihatan langsung.

Prinsip operasi teknik AO berupa reduksi akurat, reduksi rigid, dan

mobilisasi dini yang akan memberikan hasil fungsional yang maksimal.

a. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna

Indikasi

Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus,

olekranon, patela

Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius

dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak

stabil.

Bila terdapat intraposisi jaringan di antara kedua fragmen.

Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur.

Bila terdapat fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi dengan

reduksi tertutup, misalnya fraktur monteggia dan fraktur bennet.

Fraktur terbuka

17

Page 18: Case Fraktur

Bila terdapat kontraindikasi pada mobilisasi eksterna sedangkan

diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orangtua.

Eksisi fragmen yang kecil

Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis

avaskular misalnya fraktur leher femur pada orangtua

Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri

Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV (Salter-Harris) pada

anak-anak

Fraktur multiple misalnya fraktur pada tungkai atas dan bawah

Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya fraktur

vertebra tulang belakang yang disertai paraplegia.

b. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna

Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksterna dengan menggunakan

kanselosa screw dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan

jenis-jenis lain. Indikasi:

Fraktur terbuka grade II dan grade III

Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat

Fraktur dengan infeksi

Fraktur yang miskin jaringan ikat

Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes

melitus.

4. Penutupan kulit

Apabila fraktur terbuka diobatai dalam waktu periode emas (6-7 jam

mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini

tidak dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat

dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk

mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Luka dapat

dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit

dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. Yang perlu

18

Page 19: Case Fraktur

diperhatikan adalah penutupan kulit tidak dipaksakan sehingga kulit

menjadi tegang.

5. Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik

diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat, dan sesudah

tindakan operasi.

6. Pencegahan tetanus

Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan

tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan

pemberian toksoid tapi bagi yang belum dapat diberikan 250 unit tetanus

imunoglobulin.

19

Page 20: Case Fraktur

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong WD, Sjamsuhidajat R. Patah Tulang dan Dislokasi.

Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta, 1997 : 1138.

2. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Bintang

Lamumpatue : Ujung pandang,1998 :327.

3. Mark E Baratz, MD. Tibia and Fibula Fracture. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/826304-overview.

4. Lung-fung, TSE. Management of Open Fractures. Available at

http://www.aado.org/file/open-fracture-ws_mar09/LFTse.pdf. Accessed on

March, 18th 2013.

5. Koval Kenneth J., Zuckerman Joseph D. Handbook of Fractures. 3 rd Edition.

Lippincott William & Wilkins Press. 2006.

20