case epilepsi

32
1 BAB I STATUS PASIEN A. Identitas Pasien Nama : Tn. AR Umur : 18 tahun Alamat : Teluk Betung Barat Agama : Islam Pekerjaan : Tidak bekerja Status : Belum menikah Tanggal Masuk :6 Mei 2016 Tanggal Anamnesis : 11 Mei 2016 Dirawat yang ke : 1 (satu) B. C. Riwayat Perjalanan Penyakit Anamnesis : Autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 11 Mei 2016 Keluhan Utama : Kejang berulang. Keluhan Tambahan : Nyeri kepala Riwayat Penyakit Sekarang :

Upload: jihan-nurlaila

Post on 09-Jul-2016

45 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

CASE REPORT EPILEPSI STASE NEURO

TRANSCRIPT

Page 1: CASE EPILEPSI

1

BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. AR

Umur : 18 tahun

Alamat : Teluk Betung Barat

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Status : Belum menikah

Tanggal Masuk : 6 Mei 2016

Tanggal Anamnesis : 11 Mei 2016

Dirawat yang ke : 1 (satu)

B.

C. Riwayat Perjalanan Penyakit

Anamnesis : Autoanamnesis dan alloanamnesis pada

tanggal 11 Mei 2016

Keluhan Utama : Kejang berulang.

Keluhan Tambahan : Nyeri kepala

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

dengan keluhan kejang sejak 4 jam SMRS, kejang sebanyak 2x selama ± 10

menit setiap kejangnya. 2 Hari yang lalu pasien juga mengalami keluhan yang

sama, menurut keluarga pasien, kejang seperti kaku dan kelonjotan pada

seluruh anggota gerak, kepala mengarah kekiri, pada saat kejang pasien tidak

sadar dan tidak dapat berkomunikasi, setelah kejang pasien tidak sadar selama

10 menit kemudian kembali sadar dan dapat berkomunikasi. Selain itu pasien

Page 2: CASE EPILEPSI

2

juga mengeluh nyeri kepala. Satu hari setelah perawatan di RSUD Dr. H.

Abdoel Moeloek pasien mengalami kejang sebanyak 1x, kejang seperti kaku

dan kelonjotan pada sebagian tubuh sebelah kiri kemudian menjalar kebagian

tubuh yang lainnya. Keluhan muntah, mual, demam, dan riwayat trauma

kepala sebelumnya disangkal oleh pasien. Nafsu makan baik, menelan, buang

air kecil, dan buang air besar tidak ada gangguan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami kejang sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyatakan bahwa paman pasien juga memiliki keluhan serupa.

Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan.

Riwayat Sosio ekonomi

Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya. Pasien tinggal di daerah yang

padat penduduk. Riwayat minum alkohol disangkal.

C. Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4V5 M6 = 15

Vital sign

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 90 x/menit,

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,5 o C

Gizi : Baik

Page 3: CASE EPILEPSI

3

Status Generalis

- Kepala

Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik

Telinga : Liang lapang, simetris, serumen minimal

Hidung : Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)

Mulut : Kering, lidah putih, sianosis (-)

- Leher

Pembesaran KGB : tidak ada pembesaran KGB

Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

JVP : tidak ada peningkatan

Trakhea : di tengah

- Toraks

(Cor)

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : Redup, batas jantung normal

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur(-), gallop(-)

(Pulmo)

Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan-kiri simetris

Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama, simetris

Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

- Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan

lien tidak teraba membesar.

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+)

Page 4: CASE EPILEPSI

4

- Extremitas

Superior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik

Inferior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik.

Status Neurologis

- Saraf Kranialis

N.Olfactorius (N.I)

Daya penciuman hidung : normal

N.Opticus (N.II)

- Tajam penglihatan : 6/60 . 6/60

- Lapang penglihatan : sama dengan pemeriksa

- Tes warna : normal

- Fundus oculi : tidak dilakukan

N.Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III – N.IV – N.VI)

Kelopak Mata

- Ptosis : (-/-)

- Endophtalmus : (-/-)

- Exopthalmus : (-/-)

Pupil

- Ukuran : (3 mm / 3 mm)

- Bentuk : (Bulat / Bulat)

- Isokor/anisokor : Isokor

- Posisi : (Sentral / Sentral)

- Refleks cahaya langsung : (+/+)

- Refleks cahaya tidak langsung : (+/+)

Gerakan Bola Mata

- Medial : normal

- Lateral : normal

Page 5: CASE EPILEPSI

5

- Superior : normal

- Inferior : normal

- Obliqus superior : normal

- Obliqus inferior : normal

- Refleks pupil akomodasi : normal / normal

- Refleks pupil konvergensi : normal / normal

N.Trigeminus (N.V)

Sensibilitas

- Ramus oftalmikus : normal

- Ramus maksilaris : normal

- Ramus mandibularis : normal

Motorik

- M. masseter : normal

- M. temporalis : normal

- M. pterygoideus : normal

Refleks

- Refleks kornea : (+/+)

- Refleks bersin : Sulit dinilai

N.Fascialis (N.VII)

Inspeksi Wajah Sewaktu

- Diam : simetris

- Tertawa : simetris

- Meringis : simetris

- Bersiul : simetris

- Menutup mata : simetris

Pasien disuruh untuk

- Mengerutkan dahi : simetris

- Menutup mata kuat-kuat : simetris

Page 6: CASE EPILEPSI

6

- Mengembungkan pipi : simetris

Sensoris

- Pengecapan 2/3 depan lidah : normal

N.Acusticus (N.VIII)

N.cochlearis

- Ketajaman pendengaran : tidak dilakukan

- Tinitus : tidak dilakukan

N.vestibularis

- Test vertigo : tidak dilakukan

- Nistagmus : (-)

N.Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)

- Suara bindeng/nasal : (-)

- Posisi uvula : normal

- Palatum mole : normal

- Arcus palatoglossus : normal

- Arcus palatoparingeus : normal

- Refleks batuk : tidak dilakukan

- Refleks muntah : tidak dilakukan

- Peristaltik usus : Normal

- Bradikardi : (-)

- Takikardi : (-)

N.Accesorius (N.XI)

- M.Sternocleidomastodeus : normal

- M.Trapezius : normal

N.Hipoglossus (N.XII)

- Atropi : (-)

- Fasikulasi : (-)

- Deviasi : -

Page 7: CASE EPILEPSI

7

- Tanda Perangsangan Selaput Otak

Kaku kuduk : (-)

Kernig test : (-/-)

Laseque test : (-/-)

Brudzinsky I : (-/-)

Brudzinsky II : (-/-)

- Sistem Motorik Superior ka/ki Inferior ka/ki

Gerak (aktif/aktif) (aktif/aktif)

Kekuatan otot 5/5 5/5

Klonus (-/-) (-/-)

Atropi (-/-) (-/-)

Refleks fisiologis Biceps (+/+) Pattela (+/+)

Triceps (+/+) Achiles (+/+)

Refleks patologis Hoffman Trommer (-/-) Babinsky (-/-)

Chaddock (-/-)

Oppenheim (-/-)

Schaefer (-/-)

Gordon (-/-)

Gonda (-/-)

- Sensibilitas

Eksteroseptif / rasa permukaan

- Rasa raba : normal

- Rasa nyeri : normal

- Rasa suhu panas : normal

- Rasa suhu dingin : normal

Proprioseptif / rasa dalam

- Rasa sikap : normal

- Rasa gerak : normal

- Rasa getar : tidak dilakukan

- Rasa nyeri dalam : tidak dilakukan

Page 8: CASE EPILEPSI

8

Fungsi kortikal untuk sensibilitas

- Steriognosis : normal

- Koordinasi

Tes telunjuk hidung : normal

Tes pronasi supinasi : normal

- Susunan Saraf Otonom

Miksi : Normal

Defekasi : Normal

- Fungsi Luhur

Fungsi bahasa : baik

Fungsi orientasi : baik

Fungsi memori : baik

Fungsi emosi : baik

D. Resume

Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

dengan keluhan kejang sejak 4 jam SMRS, kejang sebanyak 2x selama ± 10

menit setiap kejangnya. 2 Hari yang lalu pasien juga mengalami keluhan yang

sama, menurut keluarga pasien, kejang seperti kaku dan kelonjotan pada

seluruh anggota gerak, kepala mengarah kekiri, pada saat kejang pasien tidak

sadar dan tidak dapat berkomunikasi, setelah kejang pasien tidak sadar selama

10 menit kemudian kembali sadar dan dapat berkomunikasi. Selain itu pasien

juga mengeluh nyeri kepala. Satu hari setelah perawatan di RSUD Dr. H.

Abdoel Moeloek pasien mengalami kejang sebanyak 1x, kejang seperti kaku

dan kelonjotan pada sebagian tubuh sebelah kiri kemudian menjalar kebagian

tubuh yang lainnya. Keluhan muntah, mual, demam, dan riwayat trauma

kepala sebelumnya disangkal oleh pasien. Nafsu makan baik, menelan, buang

air kecil, dan buang air besar tidak ada gangguan.

Page 9: CASE EPILEPSI

9

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkan tekanan

darah 120/80 mmHg, nadi 90 x/menit reguler, RR 20 x/menit, suhu 36,5oC.

Pada status generalis dalam batas normal. Hasil pemeriksaan Nervus

Kranialis dalam batas normal. Refleks patologis Babinski (-/-), Chadock (-/-),

Schaefer (-/-) dan Gonda (-/-) H. Trommer (-/-). Rangsang meningeal Kaku

kuduk (-), Burdzinsky sign I (-), Burdzinsky sign II (-), Kernigs sign (-),

Laseque sign (-).

E. Diagnosis

Diagnosis klinis : Konvulsi tipe umum tonik klonik

Diagnosis topik : Cerebri

Diagnosis etiologi : Epilepsi idiopatik

F. Penatalaksanaan

1. Umum

- Tirah baring,

- Pantau tanda vital

2. Medikamentosa

- IVFD RL XV gtt/menit

- Phenytoin 3x200 mg/hari

Page 10: CASE EPILEPSI

10

G. Pemeriksaan Penunjang

EEG (10 Mei 2016)

Page 11: CASE EPILEPSI

11

Page 12: CASE EPILEPSI

12

Kesan : abnormal berupa cetusan, epileptik difus

CT Scan Kepala

Kesan : Subdural hygroma di regio frontalis sinistra

H. Prognosa

- Quo ad vitam = dubia ad bonam

- Quo ad functionam = dubia ad bonam

- Quo ad sanationam = dubia ad bonam

Page 13: CASE EPILEPSI

13

Follow Up :

Rabu, 11 Mei 2016

S Nyeri kepala, kejang (-)

OSense compos mentis GCS E4V5M6TD 120/80 mmHg HR 92 kali/menitT 36,5 0C RR 20 kali/menit

Extremitas Superior kanan/kiri Inferior kanan/kiri

Gerak (aktif / aktif) (aktif/ aktif)

Kekuatan otot 5/5 5/5

Atrofi -/- -/-

Refleks fisiologis

Biceps +/+Triceps +/+Patella +/+Achilles +/+

Reflek patologis Babinsky -/-H.Trommer -/-

Analisis Epilepsi

Planning - IVFD RL XV gtt/menit

- Phenytoin 3x200mg

Page 14: CASE EPILEPSI

14

BAB II

ANALISIS KASUS

A. Apakah diagnosis pada pasien sudah tepat?

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita epilepsi.

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan

epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi

(PERDOSSI, 2011). Sedangkan yang dimaksud dengan bangkitan epilepsi

(epileptic seizure) adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh aktivitas

listrik otak yang abnormal dan belebihan dalam sekelompok neuron.

Manifestasi klinik ini terjadi secara tiba-tiba dan sementara berupa perubahan

perilaku stereotipik, dapat menimbulkan gangguan kesadaran, gangguan

motorik, sensorik, otonom, ataupun psikik (Engel J, 2008).

International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for

Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu

suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat

mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif,

psikologis, dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini

membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epileptik sebelumnya.

Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan atau gejala

yang timbul sepintas akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron

yang terjadi di otak. Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi

yang baru dirumuskan oleh ILAE dan IBE yaitu :

1. Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya.

2. Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan

selanjutnya

Page 15: CASE EPILEPSI

15

3. Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif,

psikologis, dan konsekuensi sosial yang ditimbulkan.

Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa

(stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara tiba-tiba dan

sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh

hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh

suatu penyakit otak akut (unprovoked) (ILAE and IBE, 2005).

Diagnosis epilepsi ditegakkan secara sistematis dengan 3 langkah, yaitu

1. Langkah pertama, melalui anamnesis. Pada sebagian besar kasus,

diagnosis epilepsi dapat ditegakkan berdasarkan informasi akurat yang

diperoleh dari anamnesis yang mencakup autoanamnesis maupun

alloanamnesis.

a. Gejala sebelum, selama, dan pasca bangkitan:

Keadaan penyandang saat bangkitan : duduk / berdiri / berbaring /

tidur / berkemih.

Gejala awitan (aura gerakan / sensasi awal / speech arrest).

Apa yang tampak selama bangkitan : gerakan tonik atau klonik,

vokalisasi otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat,

berkeringat, deviasi mata.

Keadaan setelah kejang, bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur,

gaduh gelisah.

Faktor pencetus : alkohol, kurang tidur, hormonal.

Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan atau terdapat

perubahan pola bangkitan

b. Ada tidaknya penyakit lain yang disertai serangan, maupun riwayat

penyakit neurologis dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit

sistemik yang mungkin jadi penyebab

c. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antara

bangkitan

d. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap terapi.

Page 16: CASE EPILEPSI

16

e. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.

f. Riwayat keluarga dengan penyakit neurologi lain, penyakit psokiatrik

atau iskemik.

g. Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran, dan perkembangan

bayi atau anak.

h. Riwayat bangkitan neonatal atau kejang demam.

i. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP dan lain-lain.

Pada anamnesis yang dilakukan didapatkan data bahwa pasien datang

dengan keluhan kejang 2 hari terakhir dengan jarak antara kejang yang

pertama dengan kejang selanjutnya lebih dari 24 jam. Hal tersebut sesuai

dengan definisi epilepsi. Selain itu, pasien mengaku kejang dialami

sebanyak 2x selama ±10 menit, kejang seperti kaku dan kelonjotan pada

seluruh anggota gerak diawali pada bagian mulut lalu kebagian lain, mata

mendelik ke atas, tampak pucat dan berkeringat, lidah tidak tergigit dan

tidak keluar busa dari mulut. Pada saat kejang pasien dalam keadaan

berbaring, tidak sadar dan tidak dapat berkomunikasi, setelah kejang

pasien merasa lemas pada seluruh tubuh lalu tertidur, setelah pasien

bangun, pasien tampak bingung selama beberapa saat kemudian kembali

sadar dan dapat kembali berkomunikasi seperti biasa. Sebelum mengalami

kejang pasien sering merasa nyeri pada seluruh bagian kepala.

2. Langkah kedua : untuk menentukan jenis bangkitan, dilakukan dengan

memperhatikan klasifikasi ILAE.

Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi, antara lain :

1. Bangkitan parsial/ fokal

a. Bangkitan parsial sederana dengan gejala motorik, somato

sensorik, otonom, psikis.

b. Bangkitan parsial kompleks

Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan

kesadaran

Page 17: CASE EPILEPSI

17

c. Bangkitan parsial yang menjadi umum

Parsial sederhana yang menjadi umum, parsial kompleks menjadi

umum, parsial sederhana yang menjadi kompleks lalu menjadi

umum.

2. Bangkitan umum

a. Bangkitan lena (absence)

Ciri khas serangan lena adalah durasi singkat, onset dan terminasi

mendadak, frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan

klonik pada mata, dagu dan bibir.

b. Bangkitan mioklonik

Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat

umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih

ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang atau tunggal.

c. Bangkitan tonik

Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas

menetap dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan

kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh.

Wajah menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak

dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak

sensitif, dan pupil dilatasi.

d. Bangkitan atonik

Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya

kepala jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung atau

menyeluruh sehingga pasien terjatuh.

e. Bangkitan klonik

Pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi

kejang kelojot.

f. Bangkitan tonik-klonik

Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat

kemudian diikuti oleh gerakan klonik.

3. Bangkitan tidak terklasifikasi

Page 18: CASE EPILEPSI

18

Berdasarkan anamnesis pasien pada kasus ini dapat ditentukan bahwa jenis

bangkitan yang dialami oleh pasien berupa bangkitan umum tonik-klonik.

3. Langkah ketiga, menentukan etiologi epilepsi

Menurut ILAE 1989, etiologi epilepsi dibagi dalam 3 kategori, yaitu :

1. Idiopatik : Tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit

neurologis. Diperkirakan mempunyai predisposisi

genetik dan umumnya berhubungan dengan usia.

2. Kriptogenik : Dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum

diketahui.

3. Simtomatik : Bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi

struktural pada otak, misalnya cedera kepala, infeksi

SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan

peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik,

kelinan neurodegeneratif.

Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang

umum. Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu :

Kejang fokal Kejang umum

a. Trauma kepalab. Strokec. Infeksid. Malformasi vaskulere. Tumor (Neoplasma)f. Displasiag. Mesial Temporal Sclerosis

a. Penyakit metabolicb. Reaksi obatc. Idiopatikd. Faktor genetike. Kejang fotosensitif

Epilepsi yang dialami pasien ini termasuk dalam epilepsi idiopatik dan

defisit neurologis karena pada pasien tidak didapatkan adanya kelainan

struktural pada otak.

Page 19: CASE EPILEPSI

19

Setelah dilakukan anamnesis, penegakan diagnosis epilepsi dilanjutkan

dengan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa

pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologi.

1. Pemeriksaan fisik umum

Pada dasarnya adalah mengamati adanya tanda-tanda dari gangguan yang

berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau

sinus, gangguan kongenital, kecanduan alkohol atau obat terlarang,

kelainan pada kulit, kanker dan devisit neurologik fokal atau difus.

2. Pemeriksaan neurologik

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologi sangat tergantung dari

interval antara saat dilakukanya pemeriksaan dengan bangkittan terakhir.

Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka

akan tampak tanda pasca iktal terutama tanda vokal seperti todds

paresis, transient aphasic syimptoms, yang tidak jarang jadi petunjuk

lokalisasi.

Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan berlalu, sasaran

utama adalah untuk menentukan apakah ada tanda-tanda disfungsi

sistem syaraf permanent dan walaupun jarang apakah ada tanda-tanda

peningkatan tekanan intrakanial.

Dari hasil pemeriksaan fisik dan neurologis yang dilakukan pada pasien tidak

didapatkan hasil yang menunjukkan adanya tanda-tanda gangguan yang

berhubungan dengan epilepsi maupun tanda-tanda defisit neurologi karena

pemeriksaan dilakukan setelah 10 hari pasca bangkitan.

Penegakan diagnosis selanjutnya dengan melakukan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi dan apabila memungkinkan

pemeriksaan ini mencakup :

a. Pemeriksaan electro encepalography (EEG), rekaman EEG merupakan

pemeriksaan yang paling berguna pada dugaan suatu bangkitan.

Pemeriksaan EEG akan membantu menunjukan diagnosis dan membantu

Page 20: CASE EPILEPSI

20

menentukan jenis bangkitan maupun sindrom epilepsi. Pada keadaan

tertentu dapat membantu menentukan prognosis dan menentukan perlu

atau tidaknya pengobatan dengan AED.

b. Pemeriksaan CT scan dan MRI

Meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi lesi epileptogenik di otak.

Dengan MRI beresolusi tinggi berbagai macam lesi patologi dapat

terdiagnisi secara non infasif, misalnya nesial temporal sclerosis, glioma,

ganglioma, malformasi kavernosus, DNET. Ditemukanya lesi-lesi ini

menambah pilihan terapi pada epilepsi yang refrakter terhadsap OAE.

c. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan hemtologik mencakup hemoglobin, leukosit, hematokrit,

trombosit, akusan darah tepi, elektrolit. Pemeriksaan ini dilakukan ini

dilakukan pada awal pengobatan beberapa bulan kemudian diulang

bila timbul gejala klinik dan rutin setiap tahun sekali.

2. Pemeriksaan kadar OAE

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat target level setelah tercapai

steady state, pada saat bangkitan terkontorl baik, tanpa gejala toksik.

Pemeriksaan ini diulang setiap tahun, untuk memonitor kepatuhan

pasien. Pemeriksaan ini dilakukan pula bila bangkitan ini timbul lagi,

atau bila timbul gejala toksisitas, bila akan dikombinasi dengan obat

lain, atau saat melepas kombinasi dengan obat lain, bila terdapat

fisiologi pada tubuh pasien.

B. Apakah penatalaksanaan pada pasien sudah tepat ?

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini terdiri dari penatalaksanan

umum berupa tirah baring disertai pematauan terhadap tanda vital pasien, dan

diberikan terapi medikamentosa berupa infus RL XV gtt/menit, Phenytoin

3x100 mg/hari, Oxcarbazepine 3x300 mg/hari, dan As. Folat 1x1.

Page 21: CASE EPILEPSI

21

Penatalaksanaan pada pasien epilepsi adalah dengan pemberian OAE. Prinsip

terapi farmakologi pada pasien epilepsi antara lain :

1. OAE diberikan apabila :

a. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan

b. Pastikan faktor pencetus bangkitan dapat dihindari

c. Terdapat minimal 2 bangkitan dalam satu tahun

d. Pasien dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang

tujuan pengobatan

e. Pasien dan keluarga sudah diberitahu tentang kemungkinan efek

samping obat.

2. Terapi dimulai dengan mono terapi, penggunaan OAE pilihan sesuai

dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi.

3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai

dosis efektif tercapai atau timbul efek samping.

4. Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol

bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai

kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.

5. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak

dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

TIPE BANGKITAN

OAE LINI PERTAMA

OAE LINI KE DUA/

TAMBAHAN

OAE LINI KETIGA/

TAMBAHAN

LENA

MIOKLONIK

Valproat LamotriginValproat

Valproat

Etosuksimid

Topamax Levetiracetam Zonizamid

Levetiracetam Zonisamid

Lamotrtgin Klobazam Klonazepam Fenobarbital

Page 22: CASE EPILEPSI

22

TONIK KLONIK

ATONIK

Karbamazepin Fenitoin Fenobarbital

Valproat

Lamotrigin Oxcarbazepin

Lamotrigin Topamax

Topamax Levetiractam Zonisamid Pirimidon

Felbamat

PARSIAL Karbamazepin Fenitoin FenobarbitalOxkarbazepin Lamotrigin Topamax Gabapentin

Valproat Levetiracetam Zonizamid Pregabalin Lamotrigin

Tiagabin Vigabatrin Felbamat Pirimidon

TIDAK TERKLASIFIKASI

Valproat Topamax Levetiractam Zonizamid

Indikasi menghentikan obat pada pasien epilepsi antara lain :

1. Secara klinis : bebas bangkitan selama 2 tahun

2. Cara penurunan: secara bertahap (6 minggu s/d 6 bulan)

3. Jika dalam penurunan dosis, bangkitan timbul kembali, OAE diberikan

kembali dengan dosis terakhir yang sebelumnya dapat mengontrol

bangkitan.

Dosis pemberian OAE pada pasien ini sudah tepat. Dosis awal phenytoin

200-300mg/ hari dan dosis rumatan 200-400/ hari. (PERDOSSI, 2011).

DAFTAR PUSTAKA

Enjel J. Introduction : What is Epilepsy. Epilepsy a comprehensive textbook

2ndEd. Vol one. USA; 2008;1-7.

Page 23: CASE EPILEPSI

23

Fisher RS, Acevedo C, Arzimanoglou A, et al. 2005. An Operational Clinical

Definition of Epilepsy. International League Against Epilepsy (ILAE).

Glauser T, Menachem B, Borgeouis B, et al. 2013. Updated ILAE evidence

review of antiepileptic drug efficacy and effectiveness as initial monotherapy for

epileptic seizures and syndromes. Epilepsia. Mar;54(3):551-63.

International League Against Epilepsy (ILAE) and International Bureau for

Epilepsy (IBE). 2005. Definition: Epilepstic Seizures And Epilepsy. Geneva

Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI. 2011. Pedoman dan tatalaksana

epilepsi.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.