case dm.doc

48
Case Report DIABETES MELITUS dan KOMPLIKASINYA Oleh : Dewi Widya Astuti 0810313200 Erni Yessyca 0810313211 Nisma Afifah Naswar 0810313198 Pembimbing : dr. H. Syaiful Azmi, Sp.PD-KGH, FINASIM BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUP M DJAMIL PADANG 1

Upload: wulan-arianti-putri

Post on 31-Dec-2014

66 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

bahan case

TRANSCRIPT

Case Report

DIABETES MELITUS dan KOMPLIKASINYA

Oleh :

Dewi Widya Astuti 0810313200

Erni Yessyca 0810313211

Nisma Afifah Naswar 0810313198

Pembimbing :

dr. H. Syaiful Azmi, Sp.PD-KGH, FINASIM

BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUP M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

1

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh

adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau

keduanya.1

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes

melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.

WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah

penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah

penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita

diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di

Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita

melakukan pemeriksaan secara teratur. 2

Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh

meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Berbagai

penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat penyumbatan pembuluh

darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti

penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah. Dengan

demikian, pengetahuan mengenai diabetes dan komplikasi vaskularnya menjadi penting

untuk diketahui dan dimengerti 3

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980

dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi

yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau

relatif dan gangguan fungsi insulin. 4

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA), 2005,

yaitu1 :

1. Diabetes Melitus Tipe 1

DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan

dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam

hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya

normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur

hidup.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat

normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa

tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi

3

hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan

dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.

3. Diabetes Melitus Tipe lain

a. Defek genetik pada fungsi sel beta

b. Defek genetik pada kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati

e. Diinduksi obat atau zat kimia

f. Infeksi

g. Imunologi

4. DM Gestasional

A

4

KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI 1998

DM TIPE 1:

Defisiensi

insulin absolut

akibat destuksi

sel beta,

karena:

1.autoimun

2. idiopatik

DM TIPE 2 :

Defisiensi insulin

relatif :

1, defek sekresi

insulin lebih

dominan daripada

resistensi insulin.

2. resistensi insulin

lebih dominan

daripada defek

sekresi insulin.

DM TIPE LAIN :

1. Defek genetik fungsi sel beta :

Maturity onset diabetes of the young

Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain

2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis

Pankreatektomy

3.Endokrinopati : akromegali, cushing,

hipertiroidisme

4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme

5.Akibat virus: CMV, Rubella

6.Imunologi: antibodi anti insulin

7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter

DM

GESTASIONAL

2.3 Prevalensi

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes

melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.

WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah

penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah

penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita

diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di

Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita

melakukan pemeriksaan secara teratur.2

2.4 Patogenesis

2.4.1 Diabetes mellitus tipe 1

Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas

sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya

masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan

genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini

merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap

ketiga adalah insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan

limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel

asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap

sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun

seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.5

2.4.2 Diabetes Melitus Tipe 2

Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal dan

resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama

5

tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa.

Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar

insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga

meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk

hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi

insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5

2.5 Manifestasi Klinik

Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa

yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga

keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1.

Kriteria diagnostik :

Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah sewaktu

merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan

terakhir, atau

Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori

tambahan sedikit nya 8 jam, atau

Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO,

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang

dilarutkan dalam air.8

Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.3

Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO ’94

Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

6

Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan.

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan dalam

250 ml air dan diminum dalam 5 menit.

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat

digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa

darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh

TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl

GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl

2.6 Komplikasi

a. Penyulit akut

1. Ketoasidosis diabetik

KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon

pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan

penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia.

Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan

Ko-A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam

kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di

7

oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa

akan mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping

itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang mempunyai ketogenic

effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl,

pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului

gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas

adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.

2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik

Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg%

tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini

jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena

pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2

dimana kadar insulin darah nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak

dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia

3. Hipoglikemia

Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau

GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual,

tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara

gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat

dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak

berat, gejala neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau

tanpa kejang.

b. Penyulit menahun

1. Mikroangiopati

8

Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis

• Retinopati Diabetik

retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens vasa.

Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik

mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya

dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian

dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke

dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang.

Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang

merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum

dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam

korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi

perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan

penyandang diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala

dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan.

Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol memperlambat progresivitas

kerusakan retina.

• Nefropati Diabetik

Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada

minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat

hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi

nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan

menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis

nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila

9

terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah

menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic

kidney disease.9

• Neuropati diabetik

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi

distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering

dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam

hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining

untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi

sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.6

2. Makroangiopati

• Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak

Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama

untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM

• Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi

dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala. Terkadang

ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.9

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup

dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan

orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari :

10

1. Edukasi

Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan

masyarakat.

2. Terapi gizi medis

Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat

direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan

pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan

modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :

1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal

a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl

b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl

c) Kadar HbA1c < 7%

2. Tekanan darah <130/80

3. Profil lipid :

a) Kolesterol LDL <100 mg/dl

b) Kolesterol HDL >40 mg/dl

c) Trigliserida <150 mg/dl

4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9

Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan

diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status kesehatan, aktivitas

fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan,

masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan

infeksi berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan

pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah

11

status ekonomi, lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang

bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :

Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%, Lemak 20-

25% dan Protein 10-15%.

KARBOHIDRAT (1 gram=40 kkal)

Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih ditentukan oleh

jumlahnya dibandingkan jenis karbohidrat itu sendiri.

Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber karbohidrat

Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari

total kebutuhan perhari

Jumlah serat 25-50 gram/hari.

Penggunaan alkohol dibatasi dan tidak boleh lebih dari 10 ml/hari.

Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai penggantinya adalah pemanis

buatan seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa. Penggunaannya pun dibatasi

karena dapat meningkatkan resiko kejadian kanker.

Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gr/hari

Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN

Kebuthan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.

Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan

mempengaruhi konsentrasi glukosa darah .

Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0

mg/kg BB/hari .

12

Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampa 0,85 gr/kg BB/hari

dan tidak kurang dari 40 gr.

Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein nabati lebih dianjurkan

dibandingkan protein hewani.

LEMAK

Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari

total kebutuhan kalori perhari.

Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai

maksimal 7% dari total kalori perhari.

Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥100 mg/dl, maka

maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari.

B. Kebutuhan Kalori

Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah atau

dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan

dan lain-lain.

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI

Kebutuhan basal :

Laki-laki = berat badan ideal (kg) x 30 kalori

Wanita = berat badan ideal (kg) x 25 kalori

Koreksi :

umur

13

• 40-59 th : -5%

• 60-69 : -10%

• >70% : -20

aktivitas

• Istirahat : +10%

• Aktivitas ringan : +20%

• Aktivitas sedang : +30%

• Aktivitas berat : +50%

berat badan

• Kegemukan : - 20-30%

• Kurus : +20-30%

stress metabolik : + 10-30%

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan

makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.

Berdasarkan IMT dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan

kuadrat (m2).

Kualifikasi status gizi :

BB kurang : < 18,5

BB normal : 18,5 – 22,9

BB lebih : 23 – 24,9

3. Latihan Jasmani

Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi resiko

kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan

peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular menjadi

lebih rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk

14

kualitas hidup penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa

meningkat dan ini akan menurunkan kadar gula darah.

Aktivitas latihan :

5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa

10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan meningkat 7-20x.

Lemak

juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40%

> 40 menit : makin banyak lemak dipecah ±75-90% .

Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyakk pula benda keton yang

terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke keadaan asidosis.

Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau terkontrol saja,

sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang

ringan dahulu. Semua latihan yang memenuhi program CRIPE : Continous,

Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance. Continous maksudnya

berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti. Rhytmical artinya

latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur. Interval,

dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive dilakukan secara

bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai sedang hingga 30-60 menit.

Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiopulmoner

seperti jalan santai, jogging dll.

4. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan

pengaturan makanan dan latihan jasmani.

15

1. obat hipoglikemik oral

a. insulin secretagogue :

sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan

utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih boleh diberikan

kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid.

Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan

sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid,

nateglinid.

b. insulin sensitizers

Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen

pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer

meningkat. Agonis PPARγ yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak.

c. glukoneogenesis inhibitor

Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake

glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada

pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia.

d. Inhibitor absorbsi glukosa

α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak

menimbulkan efek hipoglikemi

Hal-hal yang harus diperhatikan :

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon kadar

glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi I dan II 15-30

menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid

16

sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase

α bersama makan suapan pertama. Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.

2. Insulin

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial.

Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.

Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial atau

keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan

puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah

makan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi

yang terjadi.

Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin),

kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran

tetap (premixed insulin)

Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia

yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik,

hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang

hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan

dengan DM/DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan

fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.

3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian

diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO

17

dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja

menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan

pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan

dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang

diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai

kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah

sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin

PENCEGAHAN

• Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor

resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan

kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat

badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan

kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi

penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya

pencegahan primer6.

• Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit

pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian

pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan

penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak

pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian

antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada

penyandang Diabetes.

18

• Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah

mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut.

Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga

kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai

kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin

sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari

untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di

berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi,

rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan

pencegahan tersier.

BAB III

LAPORAN KASUS

19

I. IDENTITAS

Nama : Tn. S

Usia : 48 th

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Adinegoro no. 75 Lubuk Buaya Koto Tangah

Bangsa : Indonesia

Pendidikan : Tamat SLTA

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Pernikahan : Menikah

No. RM : 00798464

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 September 2012

Keluhan Utama:

Pasien datang ke IGD RSUP M Djamil tanggal 8 September 2012 jam 11.44 dengan keluhan

utama Tukak di kaki kiri sejak 1 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:

- Pesien datang ke IGD RSUP M Djamil Padang dengan keluhan tukak pada kaki kiri

sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya timbul seperti mata ikan di telapak kaki sebesar

kelereng, lalu semakin lama semakin besar sampai sebesar bola tenis lalu 3 minggu lalu

pecah mengeluarkan cairan kemerahan bercampur nanah. Tukak tersebut kadang kering

kadang berair. Jempol kaki kiri mengeluarkan pus dan berbau.

- Demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam tidak tinggi, terus menerus, tidak menggigil,

tidak berkeringat.

20

- Kaki kesemutan sejak 1 tahun yang lalu dan terasa makin meningkat.

- Pasien telah dikenal menderita Diabetes Melitus sejak 10 tahun yang lalu dan tidak

pernah kontrol

- Sering merasa haus-haus, lapar, banyak makan tapi beratbadan terasa menurun

- BAK sering, frekuensi hampir tiap jam (>5 kali di malam hari)

- Sakit kepala (-)

- Dada berdebar-debar (-)

- Batuk (-), sesak nafas (-)

- Mual (-), muntah (-)

- BAB biasa, 1xsehari, warna kuning kecoklatan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung. Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

“Riwayat DM keluarga pasien”

Riwayat pekerjaan

Pasien bekerja sebagai wiraswasta (usaha bengkel)

Riwayat pengobatan

21

Pasien tidak pernah kontrol Diabetes Melitus yang dideritanya sejak 10 tahun yang lalu

Riwayat Makanan

Pasien makan 3 kali sehari, dengan lauk pauk dan sayur secukupnya. Pasien sering makan

makanan ringan disela waktu makan.

III. PEMERIKSAAN FISIK

(saat masuk, 8 September 2012)

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 150/80 mmHg

Suhu : 37,6 0 C

Nadi : 96 x/ menit

Pernafasan : 26 x/menit

Kesan gizi : sedang

Tinggi badan : 170 cm

Berat badan : 67 kg

BMI : 67 / (1,7)2 = 23, 2 (berat badan berlebih)

BBI : (170-100) – 10% = 63

(sekarang, 27 September 2012)

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

22

Suhu : 36,5 0 C

Nadi : 78 x/ menit

Pernafasan : 23 x/menit

Kesan gizi : sedang

Tinggi badan : 170 cm

Berat badan : 67 kg

BMI : 67 / (1,7)2 = 23, 2 (berat badan berlebih)

BBI : (170-100) – 10% = 63

Pemeriksaan Umum

Kepala : normocephal

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tidroid

JVP 5-2 cm H20

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : deviasi septum (-)

Telinga : liang telinga lapang, tidak ada cairan

Mulut : caries (+)

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran

Thorak:

Paru

Inspeksi : bentuk dada normochest. Pergerakan dinding dada simetris dalam

keadaan statis atau dinamis

23

Palpasi : fremitus paru kanan dan kiri simetris

Perkusi : sonor dikedua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung:

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba di ric 5, 1 cm medial garis midclavikularis sinistra,

Diameter 1-2 cm

Perkusi : batas kanan jantung ric 3-5 garis sternalis dextra, batas kiri jantung

ics 5, 1 cm medial garis midclavicularis sinistra

Auskultasi : bunyi jantung reguler normal, murmur(-)

Abdomen:

Inspeksi : perut tidak tampak membuncit

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Punggung : Costovertebra Angle : nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)

Anggota gerak : edema -/-, refleks fisiologis +/+ , refleks patologis -/-

Ulkus pada telapak kaki kiri, gangren pada jari jempol kaki kiri

Pulsasi: a.dorsalis pedis : kiri (+ menurun), kanan (+normal)

a. poplitea : kiri (+normal), kanan (+normal)

a. tibialis posterior : kiri (+normal), kanan (+normal)

Sensibilitas : halus : kiri (+ menurun), kanan (+normal)

kasar : kiri (+normal), kanan (+normal)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

24

Tanggal 8 september 2012

Hb : 12,7 gr/dl

Leukosit : 17. 400 /ul

Trombosit : 332.000/ul

Kimia klinik

Gula darah random : 413 mg/dl

Keton (+)

AGD

Ph :7,5

PCO2 : 35

PO2 : 80

Na: 129

K: 4,4

Ca : 0,97

Hct : 41%

HCO3- : 27,3

BE ecf : 4,1

SO2C : 97%

THb : 12,5

THbc : 12,7

Tanggal 11 september 2012

Urinalisa

Protein : -

Glukosa : -

25

Leukosit : 1-2

Eritrosit : 0-1

Silinder : -

Kristal : -

Epitel : gepeng

Bilirubin : -

Urobilinogen : +

Tanggal 13 september

GDP : 271

Kultur pus : staphylococcus aureus

Tanggal 17 september 2012

GDP : 239

GD2PP : 230

Tanggal 24 september 2012

GDP : 142

GD2PP : 90,94

Tanggal 1 oktober 2012

GDP : 84

GD2PP : 199

26

V. FOLLOW UP

Tanggal

Tekanan

Darah

(mmHg)

Nadi

(x/menit)

Nafas

(x/menit)

Suhu

(0c)Keterangan

9 / 9 / 2012 140/80 89 20 37 Nyeri pada tukak kaki kiri +

10 / 9 / 2012 140/80 96 22 36,5 Nyeri pada tukak kaki kiri +

11 / 9 / 2012 140/80 102 20 37Nyeri pada tukak kaki kiri +

Konsul bedah

12 / 9 / 2012 130/70 72 24 35,7Nyeri pada tukak kaki kiri +

13 / 9 / 2012 130/80 90 20 37 Nyeri pada tukak kaki kiri +

14 / 9 / 2012 130/80 92 20 36,7 Nyeri pada tukak kaki kiri +

15 / 9 / 2012 140/80 100 21 36Nyeri pada tukak kaki kiri +

GDP: 432

17 / 9 / 2012 130/80 86 24 37Nyeri pada tukak kaki kiri +

GDP : 271

18 / 9 / 2012 120/80 80 20 36Nyeri pada tukak kaki kiri +

GDP : 234 , GD2PP : 230

19 / 9 / 2012 130/80 82 20 36 Nyeri pada tukak kaki kiri +

20 / 9 / 2012 120/80 70 22 36,2 Nyeri pada tukak kaki kiri +

21 / 9 / 2012 120/80 68 17 36Nyeri pada tukak kaki kiri +

GDP : 117, GD2PP : 172

22 / 9 / 2012 120/70 72 24 36 Nyeri pada tukak kaki kiri (+)

24 / 9 / 2012 120/70 83 22 36 Digiti I sinistra pus +, nyeri +, bau +

25 / 9 / 2012 130/80 86 22 36GDP :142, GD2PP : 90,94

Debridement

26 / 9 / 2012 110/70 88 22 36,5 Nyeri pd tukak post op (+)

27/ 9 / 2012 110/70 80 20 36,1 Nyeri pd tukak post op (+)

27

Rontgen tukak : tampak gambaran udara pada jaringan lunak pedis sinistra. Tulang

intak. Tidak tampak destruksi. Kesan : Gangren Pedis Sinistra.

VI . RESUME

Pasien laki-laki berusia 48 tahun, datang ke IGD RSUP M Djamil dengan keluhan tukak

pada kaki kiri sejak 1 bulan yang lalu dan jempol kaki kiri mengelarkan pus. Pasien juga

demam sejak 1 minggu yang lalu terus-menerus tapi tidak tinggi, tidak menggigil. Pasien

mengaku sering merasa haus-haus,lapar, bak terutama d malam hari, dan penurunan berat

badan selama beberapa tahun terakhir. Pasien sudah dikenal menderita DM sejak 10 tahun

yang lalu namun tidak pernah kontrol. Dalam keuarga ada 2 orangyang menderita DM.

Pasien mengaku sering kesemutan dan sekarang intensitasnya makin meningkat. Riwayat

hipertensi dan penyakit jantung disangkal.

VI. DIAGNOSIS KERJA

1. Sepsis e. c ulkus pedis sinistra dengan gangren digiti I

2. Diabetes Melitus tipe 2 tidak terkontrol overweight dengan ketosis

3. Hipertensi stage I essensial

VII. TATALAKSANA

1. Edukasi DM

2. Konsul Gizi

3. Farmakologi

a. Perencanaan makan

28

Pada American Diabetes Association (ADA) menganjurkan pasien diabetik untuk diet

seimbang dan rendah lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,

umur dan stress akut disertai kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.

Diet DM tipe 2 bertujuan mengendalikan kadar gula darah pasien sehingga pasien tetap

mendapat asupan seimbang dan tidak berlebihan kalori perhari nya. Pada kasus ini sebaiknya

dilakukan penilaian diet sesuai dengan daftar penentuan kebutuhan kalori yang pada pasien

ini 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu

jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan lain-lain. Bertujuan agar diet bermanfaat

selain mengendalikan kadar gula darah juga sesuai dengan kecukupan gizi pasien agar

penyembuhan maksimal.

Berat badan ideal = (Tinggi Badan dalam cm – 100) – 10 % kg.

Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan.

Laki-laki = BB ideal x 30

Perempuan = BB ideal x 25

Pada pasien ini

BB ideal = (170 cm – 100) – 10 % kg.

= 70 (10% x 70) kg

= (70 – 7) kg

= 63 kg

Jumlah kalori basal yang dibutuhkan pada pasien = 63 x 30 kalori

= 1890 kal

Koreksi :

Usia – 5% = 1890 – 94,5 = 1795,5 kalori

Istirahat + 10% = 1795,5 + 189 = 1984,5 kalori

Stres metabolik +20% = 1984,5 + 378 = 2362,5 kalori

29

Kebutuhan kalori harian pasien = 2362,5 kalori = 2300 kalori

b. Meningkatkan Aktifitas Fisik

Pasien dianjurkan melakukan olahraga ringan seperti jogging/jalan cepat setiap

harinya sekitar 30-60 menit untuk meningkatkan sensitifitas reseptor insulin. Pasien

dilarang pasif/tidak melakukan aktifitas fisik.

Tetapi karena sekarang pasien masih dalam tahap pemulihan post operasi

debridement, aktifitas fisik yang dapat dilakukan masih minimal.

c. Farmakologi

Pasang infus IVFD Nacl0,9% 6 jam/kolf

Pasang kateter – balance cairan

Metronidazol infus 3x500 mg

Ceftriakson inj 1x2 gr

Ciprofloksasin 2x200 mg

Drip insulin 50 IU dalam 50 cc Nacl 0,9%dengan syringe pump mulai 1,5 cc/jam serta

cek gula darah/jam serta Kalium/6 jam

Parasetamol 3x500 mg

NTR 2x1

Ramipril 1x5 mg

Levemir 1x12 IU subkutan

Redressing 1x/hari

BAB IV

30

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

DM merupakan salah satu penyakit metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor

penyebab, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah secara kronik yang disertai

gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh defek sekresi

insulin, aksi dari insulin atau keduanya

Diagnosa dini sangatlah penting dalam menentukan prognosis. Karakteristik yang dapat

diambil sebagai tolak ukur dalam mendiagnosis adalah ditemukannya hasil gula darah yangg

abnormal yang diperiksa beberapa kali kecuali disertai gejala klinis yang klasik.

Prinsip penatalaksanaan dari DM adalah mencapai dan mempertahankan kadar gula

darah normal. Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran kadar glukosa darah belum

juga tercapai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Yang bertujuan mencegah

terjadinya komplikasi karena bilamana sudah terjadi komplikasi maka tidak dapat diperbaiki

lagi dan menimbulkan cacat yang dapat menimbulkan kematian.

SARAN

Penderita DM sebaiknnya kontrol secara teratur dan tidak putus obat. Edukasi

mengenai pengenalan tanda-tanda terjadinya ancaman komplikasi diberikan selama

perawatan dan kontrol berobat. Edukasi untuk diet dan latihan jasmani agar memperingan

intervensi farmakologis. Agar terapi tepat sasaran perlu dilakukan pemeriksaan kultur luka

dan tes resistensi obat agar penyembuhan luka maksimal. Penderita DM sebaiknya dilakukan

pengontrolan kadar kolesterol dan tekanan darah, bila ada kelainan sebaiknya segera diobati

karena akan mempercepat terjadinya komplikasi.

31

DAFTAR PUSTAKA

32

1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu

penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta

: balai penerbit FKUI, 2006; 1857.

2. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008

[ diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id

3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi

pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B,

Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906.

4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di

Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011

5. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.

Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.

6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.

2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006

7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi

Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit

Dalam FKUI; 2006; hal. 1920

8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873

9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.

Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty

Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005;

hal.1259

33