case contusio cerebri

34
BAB III STATUS NEUROLOGIS I. IDENTITAS a. Nama : Tn. SA b. Jenis kelamin : Laki-laki c. Umur : 58 Tahun d. Pekerjaan : Pekerja lepas e. Pendidikan : SD f. Agama : Islam g. Status perkawinan : sudah menikah h. Suku bangsa : Jawa i. Alamat : Jl. Juanda Ciputat Rt: 1 Rw: 1 ,tangerang selatan i. Tanggal masuk RS : 14 Oktober 2013 II. ANAMNESIS Dilakukan auto dan allo-anamnesis pada tanggal 19 Oktober 2013 a. Keluhan Utama : Pasien baru saja kecelakaan 4 jam SMRS b. Keluhan Tambahan : Pasien sempat pingsan kurang lebih setengah jam setelah kecelakaan lalu lintas

Upload: fitri-nur-laeli

Post on 23-Oct-2015

89 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

contusio

TRANSCRIPT

BAB III

STATUS NEUROLOGIS

I. IDENTITAS

a. Nama : Tn. SA

b. Jenis kelamin : Laki-laki

c. Umur : 58 Tahun

d. Pekerjaan : Pekerja lepas

e. Pendidikan : SD

f. Agama : Islam

g. Status perkawinan : sudah menikah

h. Suku bangsa : Jawa

i. Alamat : Jl. Juanda Ciputat Rt: 1 Rw: 1 ,tangerang selatan

i. Tanggal masuk RS : 14 Oktober 2013

II. ANAMNESIS

Dilakukan auto dan allo-anamnesis pada tanggal 19 Oktober 2013

a. Keluhan Utama :

Pasien baru saja kecelakaan 4 jam SMRS

b. Keluhan Tambahan :

Pasien sempat pingsan kurang lebih setengah jam setelah kecelakaan lalu lintas

c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dibawa ke RSUP Fatmawati karena pingsan akibat kecelakaan bermotor di

jalan raya pada tanggal 14 Oktober 2013. Pada awalnya pasien sedang ingin menyebrang.

Namun dari samping, tiba-tiba saja pasien merasa dirinya diserempet oleh motor

kemudian pasien terjatuh. Setelah itu pasien mengaku tak sadarkan diri (pingsan). Saat

terbanting, aspal mengenai tubuh kanan dan pasien menahannya dengan bahu. Menurut

keluarga pasien, pasien pingsan selama kurang lebih 5 - 10 menit. Saat sadar, pasien tidak

bisa langsung mengingat kronologis peristiwa kecelakaan yang menimpanya. Pasien juga

bingung sedang berada dimana. Tetapi ingatannya saat dilakukan pemeriksaan telah

kembali. Setelah kecelakaan , pasien langsung dibawa ke Rumah Sakit Bakti Husada. Di

rumah sakit tersebut, sempat dilakukan foto kepala , namun , dikarenakan di rumah sakit

tersebut tak ada scanning, maka setelah 4 jam dirawat, pasien disarankan untuk dirujuk

ke RSUP Fatmawati.

Setelah kecelakaan , pasien sempat mimisan (+), nyeri di seluruh bagian kepala

(+) . Mual (-) Muntah-muntah kurang lebih 5x menyembur (+). Pasien sempat amnesia

(+). Tidak ditemukan perdarahan atau luka di tempat lain. Keluhan lain seperti sesak (-)

nyeri perut (-).

Pasien menyangkal keluarnya darah atau cairan dari kedua telinga dan hidung.

Pasien mengatakan tidak kejang setelah kecelakaan. Pasien menyangkal adanya keluhan

sakit kepala, mual, muntah, penglihatan dobel, kelemahan tubuh sesisi, cadel, gangguan

menelan, mulut mencong dan baal. Pasien menyangkal sebelum pergi minum obat-obatan

atau alkohol.

d. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menyangkal meimiliki riwayat darah tinggi, stroke, dan kejang. Riwayat DM (+)

sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu

e. Riwayat Penyakit Keluarga :

Darah tinggi (-), kencing manis (-), stroke (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK (18 Oktober 2013)

a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M6V5

Sikap : Duduk dan berbaring

Koperasi : Kooperatif

Keadaan Gizi : Cukup

Tekanan Darah : 130 / 80 mmHg

Nadi : 80 x/mnt

Suhu : afebris

Pernafasan : 20 x/mnt

b. Keadaan Lokal

Trauma Stigmata :

Pulsasi A.Carotis : Teraba, kanan = kiri, reguler

Perdarahan Perifer : capilary refil < 2 detik

Columna Vertebralis : letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)

Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-), ekskoriasi pada aliskanan,

diatas bibir, tangan kanan, lutut kiri

Kepala : Normosefali, rambut hitam beruban, distribusi merata, tidak mudah

dicabut, tidak ada alopesia, benjolan (+), nyeri tekan (+)

Mata : Hematoma kacamata (Brill hematom) -/-, konjungtiva anemis -/-, ptosis

-/-, lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+,

refleks cahaya tidak langsung +/+.

Telinga : Normotia +/+, hematoma retroaurikuler (Battle’s sign) -/-, perdarahan -/-

Hidung : Deviasi septum -/-, perdarahan -/-

Mulut : Bibir edema (+), lidah kotor (-), perdarahan -

Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.

Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB

dan tiroid.

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5, 1 jari medial linea midklavikula

sinistra.

Perkusi : batas kanan jantung di linea sternalis dextra, batas kiri jantung

di 1 jari medial linea midklavikula sinistra, pinggang jantung di

ICS 3 linea para sternalis sinistra.

Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : pergerakkan naik-turun dada simetris kanan=kiri

Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri, tidak ada benjolan.

Perkusi : perkusi di seluruh lapang paru sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-.

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : buncit

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising Usus (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas

Atas : akral hangat + / +, edema - / -, bahu kanan sakit dan tidak dapat

digerakkan

Bawah : akral hangat + / +, edema - / -

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

a. Rangsang Selaput Otak

Kaku kuduk : -

Laseque : >700 / >700

Kerniq : > 1350 / > 1350

Brudzinsky I : -

Brudzinsky II : - / -

b. Peningkatan Tekanan Intrakranial : -

c. Saraf-saraf Kranialis

N.I (olfaktorius) : normosmia + / +

N.II (optikus)

Acies visus : dengan menghitung jari 5/60 kanan dan kiri

Visus campus : baik / baik

Lihat warna : baik / baik

Funduskopi : baik / baik

N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)

Kedudukkan bola mata : ortoposisi + / +

Pergerakkan bola mata : baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal, superior,

inferior, nasal atas dan bawah, temporal atas dan bawah)

Exopthalmus : - / -

Nystagmus : - / -

Pupil

Bentuk : bulat, isokor, 3mm/3mm

Reflek cahaya langsung : +/+

Reflek cahaya tidak langsung : +/+

Reflek akomodasi : +/+

Reflek konvergensi : +/+

N.V (Trigeminus)

Cabang Motorik : baik / baik

Cabang sensorik

Ophtalmikus : baik / baik

Maksilaris : baik / baik

Mandibularis : baik / baik

N.VII (Fasialis)

Motorik orbitofrontalis : baik / baik

Motorik orbikularis : baik / baik

Pengecapan lidah : baik / baik

N.VIII (Vestibulocochlearis)

Vestibular : Vertigo : -

Nistagmus : - / -

Koklearis : Tuli Konduktif : - / -

Tuli Perseptif : - / -

N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)

Motorik : baik / baik

Sensorik : baik / baik

N.XI (Accesorius)

Mengangkat bahu : tidak dapat dinilai / baik

Menoleh : baik / baik

N.XII (Hypoglossus)

Pergerakkan lidah : baik

Atrofi : -

Fasikulasi : -

Tremor : -

d. Sistem Motorik

Ekstremitas atas proksimal – distal :5555/5555

Ekstremitas bawah proksimal – distal : 5555/5555

e. Gerakkan Involunter

Tremor : - / -

Chorea : - / -

Atetose : - / -

Miokloni : - / -

Tics : - / -

f. Trofik : eutrofik + / +

g. Tonus : normotonus + / +

h. Sistem Sensorik : Propioseptif : baik / baik

Eksteroseptif : baik / baik

i. Fungsi Serebelar

Ataxia : -

Tes Romberg : -

Disdiadokokinesia : - / -

Jari-jari : baik / baik

Jari-hidung : baik / baik

Tumit-lutut : baik / baik

Rebound phenomenon : - / -

Hipotoni : - / -

j. Fungsi Luhur

Astereognosia : -

Apraxia : -

Afasia : -

k. Fungsi Otonom

Miksi : baik

Defekasi : baik

Sekresi keringat : baik

l. Refleks Fisiologis

Kornea : + / +

Biceps : +2 / +2

Triceps : +2 / +2

Radius : +2 / +2

Dinding perut : + / +

Otot perut : + / +

Lutut : +2 / +2

Tumit : +2 / +2

Kremaster : (tidak dilakukan)

m. Refleks Patologis

Hoffman Tromer : - / -

Babinsky : - / -

Chaddok : - / -

Gordon : - / -

Schaefer : - / -

Klonus lutut : - / -

Klonus tumit : - / -

n. Keadaan Psikis

Intelegensia : baik

Tanda regresi : -

Demensia : -

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

PEMERIKSAAN 14-10-2013 NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hb 11,2 13,2- 17,3 g/dL

Ht 36 33– 45 %

Leukosit 16,4 (5,0 – 10,0). 103/uL

Trombosit 369 (150 – 440). 103/uL

Eritrosit 4,14 4.40-5,9 106/uL

VER/HER/KHER/RDW

VER 86,6 80,0-100,0 fl

HER 32,0 26,0-34,0 pg

KHER 36,9 32,0-36,0 g/dl

RDW 14,1 11,5-14,5%

KIMIA KLINIK

SGOT 25 0-34 u/L

SGPT 27 0-40 u/L

Ureum Darah 36 20-40 mg/dl

Kreatinin Darah 1,1 0,6-1,5 mg/dl

GDS 303 70-240 mg/dl

Glukosa Darah Puasa(18-

10-13)

210 80-100

Glukosa Darah 2 jam PP 253 80-145

ELEKTROLIT

Natrium 140 135-147 mmol/L

Kalium 4,18 3,10-5,10 mmol/L

Klorida 103 95-108 mmol/L

Keton darah 1,00 0,00-0,60

LEMAK

Trigliserida 150 <150

Kolesterol total 227 <200

Kolesterol HDL 45 28-63

Kolesterol LDL 152 <130

Urinalisa : Keton (+1), Glukosa (+3)

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Foto Thorax :

Cor dalam batas normal

Pulmo: terdapat infiltrat di lapangan atas paru kiri dan lapang tengah paru kanan ,

suspek TB paru, DD/Contusio paru

Tidak tampak fraktur pada tulang-tulang costae

CT-Scan tanpa kontras

Contusio cerebri lobus frontal kiri disertai edema perifokal dan curiga subdural hematom

tipis dan subarachnoid minimal

Penebalan mukosa ringan sinus sphenoidalis sisi kanan kiri

Fraktur linier pada os oksipital

Hematom subgaleal regio oksipital

CT-Scan bone window: dalam batas normal.

VII. RESUME

Pasien dibawa ke RSUP Fatmawati karena pingsan akibat kecelakaan bermotor di

jalan raya pada tanggal 14 Oktober 2013. Pada awalnya pasien sedang ingin menyebrang.

Namun dari samping, tiba-tiba saja pasien merasa dirinya diserempet oleh motor

kemudian pasien terjatuh. Setelah itu pasien mengaku tak sadarkan diri (pingsan). Saat

terbanting, aspal mengenai tubuh kanan dan pasien menahannya dengan bahu. Menurut

keluarga pasien, pasien pingsan selama kurang lebih 5 - 10 menit. Saat sadar, pasien tidak

bisa langsung mengingat kronologis peristiwa kecelakaan yang menimpanya. Pasien juga

bingung sedang berada dimana. Tetapi ingatannya saat dilakukan pemeriksaan telah

kembali. Setelah kecelakaan , pasien langsung dibawa ke Rumah Sakit Bakti Husada. Di

rumah sakit tersebut, sempat dilakukan foto kepala , namun , dikarenakan di rumah sakit

tersebut tak ada scanning, maka setelah 4 jam dirawat, pasien disarankan untuk dirujuk

ke RSUP Fatmawati.

Keluar darah atau cairan dari kedua telinga dan hidung (-). Kejang (-), sakit

kepala (-), mual (-), muntah (-), penglihatan dobel (-), kelemahan tubuh sesisi (-), bicara

cadel (-), gangguan menelan (-), mulut mencong (-) dan baal (-). Pasien menyangkal

sebelum pergi minum obat-obatan atau alkohol. Riwayat darah tinggi (-), kencing manis

(+), stroke (-), kejang (-).

Pemeriksaan fisik:

Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M6V5

Tanda vital baik

Trauma Stigmata: tampak benjolan diameter: 10 cm di occipital, vulnus excoriatum pada

cubiti lateral tangan kanan pasien dan paha kanan pasien.

Kepala: benjolan di occiput , saat pemeriksaan Nyeri tekan (-)

Perdarahan THT (-)

Mata: Brill Hematom -/-

Telinga: Battle’s Sign -/-

Kulit : tak tampak kelainan yang bermakna, sianosis(-),ikterik(-)

Pemeriksaan neurologis:

Tanda rangsang meningeal: -

N. Cranialis: parese -

Motorik:

Ekstremitas atas proksimal – distal : 5555/5555

Ekstremitas bawah proksimal – distal : 5555/5555

Reflek fisiologis : ++ / ++

Reflek patologis : - / -

Sensorik : baik

Autonom : baik

VIII. DIAGNOSIS KERJA

Cedera kepala sedang

IX. PENATALAKSANAAN

- ABC

- dirawat untuk observasi

- posisi tidur, bagian kepala ditinggikan sekitar 300

- perawatan luka

-diet DM kalori 1700 K/hari

- mef.acid 500mg 3 x 1

-Brain act 500 mg 2 x 1

- ceftriaxon 2gr 1 x 1 IV

- vit.C 400 mg 1 x 1

- Ranitidin 2 x 1 amp IV

-Mannitol 20 % 4 x 100

Konsul Penyakit Dalam

X. RENCANA PEMERIKSAAN

gula darah sewaktu, ureum darah, kreatinin darah.

XI. PROGNOSA

Ad vitam : bonam

Ad functionam : bonam

Ad sanationam : bonam

Trauma kapitis atau cedera kepala adalah kerusakan otak akibat trauma mekanik yang terjadi

langsung saat trauma (primer) maupun tidak langsung, sesaat sesudah trauma (sekunder). Tulang

tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm

alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat

luka yang menembus tengkorak. Cedera kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan

bermotor bermotor sering dihubungkan dengan konsumsi alkohol yang berlebihan

Patofisiologi

Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer

ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak

maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat

terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Fraktur

linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria meningea

media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan

aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga. Fraktur yang

mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat menimbulkan rinoroe dan otoroe

(keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga).

Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi, deselerasi

dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila

ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari tulang tengkorak diikuti dengan lebih lambat

oleh otak. Ini mengakibatkan benturan dan goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam

tengkorak yang menonjol atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan

gerak), terjadi benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak

lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak.

Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi (penekanan) jaringan,

peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan yang lain. Ketiga hal

ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan.

Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat yang

berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari sisi

benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi

countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga timbul

kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi tengkorak pada

setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup, akibat benturan-benturan

otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar jaringan dalam

tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini adalah daerah lobus temporalis,

frontalis dan oksipitalis.

Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga

menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung menyebabkan

kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan. Pada jaringan otak

akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan countre coup.

Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan

subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan menjalar lewat

batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan ini

akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang otak

secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di batang otak. Saraf otak dapat

terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder

akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.

Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di

dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang

ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa ± 5% penderita tauma kapitis

menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah frontal.

Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang

mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak otot mata,

yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini menyebabkan

diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari akibat dari edema

otak.

Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya

negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada

cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga

terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah

beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena

penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai

perdarahan lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma kepala,

misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan salah satu

penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan, mungkin karena

kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan gangguan pada

saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat

langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding arteri.

Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.

Tipe trauma kepala:

1. Trauma kepala terbuka

Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater.

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal sering

menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba

eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os

mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma

kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis tengkorak

tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik

yang dapat membantu mendiagnosa adalah :

a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )

b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )

c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )

d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )

e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)

Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.

2. Trauma kepala tertutup

a. Komusio serebri ( Gegar otak )

Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10

menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung.

Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya

cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio

menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang

nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada

goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan

kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita

mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita

merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau

perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama

beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu.

Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi.

Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca konkusio masih

merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah

suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah

cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa

membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain

sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam

beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala,

kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera mencari

pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat,

maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala

diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin

parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak

parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

b. Kontusio serebri (Memar otak )

Merupakan perdarahan kecil / petechie pada jaringan otak akibat pecahnya

pembuluh darah kapiler. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali

disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari

kontusio akan terjadi edema otak. Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat

kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami kerusakan

ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke

dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan interstisial yang disebut

ekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan mempercepat terjadinya edema dan

sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema jaringan menyebabkan penekanan

pada pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya

terjadi iskemia dan hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya

menimbulkan vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema

semakin hebat. Hipoksia karena sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama.

Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak;

pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.

Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi

pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Biasanya gejala

berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio

yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan

otak lebih serius daripada konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang

bisa ringan atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan

kebingungan atau bahkan koma.

c. Perdarahan intrakranial

Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak.

Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera

biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau

diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural).

Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian

besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit.

Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan

membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.

Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada

akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan

otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa

terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi

tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga

terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

o Hematoma epidural

Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara

meningens dan tulang tengkorak, yaitu arteri meningea media. Hal ini terjadi karena

patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan

lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa

segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala

kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari

sebelumnya.

Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan,

pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT

scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang

di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan

pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

o Hematoma subdural

Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.

Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa

saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma

subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut

(karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera

tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil

pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.

Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena

tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada

dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang

menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:

1). Sakit kepala yang menetap

2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul

3). Linglung

4). Perubahan ingatan

5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

  EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL HEMATOM

Robek Robeknya A. Meningia media Robeknya “Bridging vein”

Gejala

klinik

Interval lucid, hemiparese/plegia

yang terjadi kemudian, pupil

anisokor, serangan kejang fokal,

TIK meningkat, refleks babinski

yang terjadi kemudian.

Sefalgia kronik progresif, penurunan

kesadaran yang semakin memburuk

hemiparesis, hemihipestesia, epilepsi

fokal, papil edema, Hiperrefleks,

Babinski +, TIK meningkat

Letak lesi Letaknya diantara os. Kranii-

duramater

Letaknya antara arachnoid-duramater.

Gambaran

Ct-Scan

Hiperdens Biconveks Hiperdens Lesi bulan sabit.

Kriteria cedera kepala yang digunakan untuk diagnosis, bergantung berat-ringannya cedera

otak yang terjadi, oleh sebab itu terbagai menjadi :

1. minimal = simple head injury

- GCS = 15 (normal)

- Kesadaran baik

- Tidak ada amnesia

- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.

- Defisit neurologis (-)

- CT-Scan normal

2. cedera kepala ringan

- GCS = 13 - 15

- Penurunan kesadaran ≤ 10 menit

- Amnesia pasca cedera kepala kurang dari 1 jam

- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.

- Defisit neurologis (-)

- CT-Scan normal

3. cedera kepala sedang

- GCS = 9 – 12

- Penurunan kesadaran >10 menit tetapi ≤ 6 jam

- Dapat/tidak disertai oleh defisit neurologis

- Amnesia pasca cedera selama 1 – 24 jam

- CT-Scan abnormal

4. cedera kepala berat

- GCS = 5 – 8

- Penurunan kesadaran > 6 jam

- Terdapat defisit neurologi

- Amnesia pasca cedera > 24 hari

- CT-Scan abnormal

Tatalaksana cedera kepala, berdasarkan kriteria untuk diagnosis, sebagai berikut:

1. minimal

- tirah baring, kepala ditinggikan 300

- istirahat dirumah

- kontrol ke rumah sakit bila ada tanda-tanda perdarahan epidural

2. cedera otak ringan

- tirah baring, kepala ditinggikan 300

- observasi di rumah sakit selama 2 hari

- beri obat simptomatis

- antibiotik (dengan indikasi)

3. cedera otak sedang dan berat

- terapi umum : ABC, terapi cairan, jaga keseimbangan gas darah

- terapi khusus: medikamentosa, atasi peningkatan TIK,

simptomatis,antibiotik, antiepilepsi, operasi (dengan indikasi)

- rehabilitasi

Prognosis

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan

total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang

terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak

mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.

Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu

sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh

beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer

kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih

fungsi bahasa.

Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang

menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai)

dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya

menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan

menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak

dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika

kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih

kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Lenzlinger PM, Saatman K, Raghupati R. Overview of basic mechanism underlying

neuropathological consequences of head trauma. In: Miller LP, Hayer RL, editors. Head

trauma basic, preclinical and clinical directions. New York: Wiley-Liss; 2001. p. 3-23.

Mardjono mahar, Sidharta priguna. Neurologi Klinis Dasar.Cetakan ke 9. Dian

Rakyat.2003.Bab.VIII Mekanisme trauma susunan saraf. Hal 248-63.

Buku Pedoman SPM dan SPO NEUROLOGI. PERDOSSI. Bab. IX. Neurotrauma. Hal.147-

58.

Proceeding Updates In Neuroemergencies II. Hotel Aston Atrium. 28 Februari. FKUI.

Penatalaksanaan kedaruratan cedera kranio serebral. Hal 51-72.

Penatalaksanaan fase akut cedera kepala, Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992

http://www.mayoclinic.com/health.htm

www.emedicine.com/pmr/topic182.htm