case bedah

26
BAB I PENDAHULUAN Dislokasi adalah keadaan dimana tulang- tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi ). Bila hanya sebagian yang bergeser disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya. Dislokasi sendi bahu merupakan salah satu gangguan pada sendi di ekstremitas atas yang masih sering kita temukan ini disebabkan karena luasnya rentang gerakan sendi bahu, mangkuk sendi glenoid yang dangkal serta longgarnya ligament. Dislokasi sendi bahu dapat menyebabkan kerusakan saraf, dengan manifestasi klinis bervariasi dari nyeri pada daerah lengan. Dislokasi sendi bahu disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat berolahraga ataupun trauma langsung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian berulang diantaranya tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan otot-otot sekitar dan kelainan Kongenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa glenoidalis. Diagnosis dapat ditegakkan oleh tenaga medis dengan anamnesis yang cermat dengan dibantu beberapa 1

Upload: pebrianiiii

Post on 16-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case bedah

TRANSCRIPT

18

BAB IPENDAHULUAN

Dislokasi adalah keadaan dimana tulang- tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi ). Bila hanya sebagian yang bergeser disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya.Dislokasi sendi bahu merupakan salah satu gangguan pada sendi di ekstremitas atas yang masih sering kita temukan ini disebabkan karena luasnya rentang gerakan sendi bahu, mangkuk sendi glenoid yang dangkal serta longgarnya ligament. Dislokasi sendi bahu dapat menyebabkan kerusakan saraf, dengan manifestasi klinis bervariasi dari nyeri pada daerah lengan. Dislokasi sendi bahu disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat berolahraga ataupun trauma langsung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian berulang diantaranya tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan otot-otot sekitar dan kelainan Kongenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa glenoidalis.Diagnosis dapat ditegakkan oleh tenaga medis dengan anamnesis yang cermat dengan dibantu beberapa pemeriksaan penunjang. Umumnya deformitas dapat dilihat berupa perubahan posisi anggota gerak dan perubahan kontur persendian yang bersangkutan. Pada pemeriksaan tidak ada gejala dan tanda patah tulang, sedangkan gerakan di dalam sendi yang terdislokasi terbatas sekali. Beberapa metode dapat dilakukan untuk mereduksi kembali dislokasi yang terjadi dengan atau tanpa pembiusan.

BAB IILAPORAN KASUS

2.1. Identifikasi PasienNama: Sarbeah binti MuhammadUmur: 73 tahunJenis Kelamin: PerempuanAgama: IslamAlamat: Desa Sri Gading, Kec. Lalan, Kab. Musi BanyuAsinKebangsaan: WNIMRS: 25 November 2014No. Registrasi/ RM: RI 14031752 / 860026

2.2 AnamnesisAutoanamnesis dengan penderita pada 27 November 2014 Keluhan utama:nyeri pada lengan kananKeluhan tambahan: sulit menggerakkan lengan kanan

2.1.1 Riwayat Penyakit Sekarang 1 jam SMRS, penderita tertabrak oleh motor saat sedang berjalan dari arah kanan belakang. Lalu penderita terjatuh ke aspal sehingga bahu dan pergelangan tangan penderita membentur aspal. Setelah kejadian penderita dalam keadaan sadar. Penderita mengeluh nyeri pada lengan kanannya dan lengan kanan juga sulit digerakkan. Nyeri dirasakan terus menerus. Pasien tidak mengeluh hilang rasa pada lengan kanan, luka pada lengan kanan (-). Penderita lalu berobat ke RSMH. Saat datang penderita terlihat menopang tangan kanannya dengan tangan kiri.

2.2.2 Riwayat Penyakit DahuluHipertensi : disangkalDiabetes Mellitus : disangkalAlergi: disangkalRiwayat trauma sebelumnya : disangkal2.2.3 Riwayat Penyakit Dalam KeluargaHipertensi : disangkalDiabetes Mellitus : disangkalRiwayat Keluhan yang sama: disangkal

2.3. Pemeriksaan FisikTanggal pemeriksaan: 25 September 2014Keadaan UmumKesadaran: Kompos mentisTekanan Darah:110/80 mmHgNadi: 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan, cukupPernapasan: 20 x/menitSuhu: 36,6cBerat Badan: 58 kgTinggi Badan: 162 cmStatus gizi:21,33 (normal)Keadaan Spesifik Kepala : MataKonjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+) HidungSekret (-), deviasi septum (-) MulutMukosa mulut dan bibir kering (-) Leher: JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) Thoraks CorInspeksi: ictus cordis tidak terlihatPalpasi: ictus cordis tidak terabaPerkusi: Batas atas ICS II LMC sinistraBatas bawah ICS IV LMC sinistra Batas kanan ICS IV linea parasternalis sinistraBatas kiri ICS IV LMC sinistraAuskultasi: HR = 88 x/m, BJ I-II normal, murmur (-), gallop(-) Pulmo Inspeksi: statis dan dinamis simetrisPalpasi: stem fremitus kanan = kiriPerkusi: sonor di kedua lapang paru Auskultasi: vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-) AbdomenInspeksi: datarPalpasi: lemas, nyeri tekan (-), hepar/lien tak teraba Perkusi: timpani Auskultasi: bising usus (+) normal Ekstremitas : lihat status lokalis

Status LokalisRegio shoulder joint dextra, didapatkan: Look Deformitas (+) flattening of the deltoid prominence (+) abduksi lengan atas (+) Feel nyeri tekan (+) penonjolan akromion (+)\ krepitasi (-) NVD baik dan fungsi sensorik baik. Movement ROM aktif terbatas, ROM pasif terbatas

Regio wrist joint dextra, didapatkan: Look fleksi siku (+) rotasi eksternal lengan bawah (+) FeelSuhu sama dengan sekitar, nyeri tekan (+), NVD baik, fungsi sensorik baik. MovementROM aktif terbatas. ROM pasif baik.

2.4 Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan laboratorium (25 November 2014)Jenis PemeriksaanHasil

Hemoglobin11,9 g/dl

Leukosit9700/mm3

Hematokrit34%

Trombosit178x103/l

Diffcount0/0/087/10/3

Natrium148 mEq/L

Kalium4,2 mEq/L

Ureum22

Kreatinin0,55

GDS109

Kesan : hasil pemeriksaan laboratorim dalam batas normal

2. Pemeriksaan Rontgen (25 November 2014)

Kesan : Tampak Prominent acromion Tampak dislocation head humerus Tampak

2.5 Diagnosis KerjaDislokasi Glenohumeral Joint Anterior Dextra

2.6 Penatalaksanaan Tatalaksana awal Pro reposisi tertutup IVFD RL gtt xx/m Ketorolac 3x30 mg i.v

2.7 PrognosisQuo ad vitam: bonamQuo ad functionam: bonam

Follow Up26 September 2014 (H+ post op)

S(-)

OKU : tampak sakit sedang

Sens : compos mentis

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 84x/m

RR : 18 x/m

Suhu : 36,5oC

ADislokasi anterior shoulder dextra

PVelpeau Dressing Dextra

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Fungsional Sendi BahuSendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone), humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas caput humeri dan cavitas glenoidalis. Cavitas sendi bahu agak cekung dan sangat dangkal hanya mencakup sepertiga bagian sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu.A. Sendi Glenohumeralis4Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas glenoidalis yang dangkal dan berbentuk buah pir. Permukaan sendi diliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas. Proteksi terhadap sendi tersebut oleh acromion, procecus coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus selalu terletak pada cavitas glenoidalisnya.Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain ligamen glenoidalis, ligamen humeral tranversum, ligamen coraco humeral dan ligamen coracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan collum anatomicum humeri.Kapsul sendi terdiri atas dua lapisan : 1. Kapsul sinovial (lapisan bagian dalam) Dengan karakteristik mempunyai jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan sinovial sendi dan sebagai transfomator makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada gangguan pada sendi yang ringan saja, maka yang pertama kali yang mengalami gangguan fungsi adalah kapsul sinovial, tetapi karena kapsul tersebut tidak memiliki reseptor nyeri, maka kita tidak merasa nyeri apabila ada gangguan, misalnya pada artrosis sendi.2. Kapsul fibrosa. Karakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi, dan memelihara regenerasi kapsul sendi. Gerakan kompleks yang dapat dilakukan oleh bahu selain ditunjang oleh banyaknya sendi pada bahu, juga ditunjang oleh banyaknya otot yang berperan dalam melakukan gerakan bahu. Kumpulan otot-otot ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok otot yang menggerakkan dan menstabilkan scapula (shoulder girdle). Otot-otot tersebut, yaitu : Otot Penggerak Sendi BahuM. Deltoid, M. Supraspinatus, M. Infraspinatus, M. Subskapularis, M. Teres minor, M. Teres mayor, M. Lattisimus dorsi, M. Coracobrachialis, M. Pectoralis mayor. Gerakan : Prime mover adduksi horisontal dan rotasi ke medial bahu. Otot Penggerak Pergelangan BahuM. Serratus anterior, M. Rhomboideus mayor, M. Rhomboideus minor, M. Levator Scapula, M. Pectoralis minor, M. Subclavia, M. Trapezius.

3.2 Klasifikasi1. Dislokasi anteriorDislokasi anterior juga disebut dislokasi pregneloid, subkorakoid, dan subklavikuler. Dislokasi anterior merupakan kelainan tersering yang ditemukan (90%) dan biasanya penderita jatuh dengan tangan dalam keadaan out stretched atau trauma pada skapula sendiri dan anggota gerak dalam posisi rotasi lateral sehingga kaput humerus menembus kapsul anterior sendi. Trauma langsung dari posterior bahu, trauma tidak langsung dengan posisi bahu abduksi, ekstensi dan rotasi eksternal. Pada dislokasi anterior, kaput humerus berada dibawah glenoid, subkorakoid, dan subklavikuler

Gambaran KlinisDidapatkan nyeri yang hebat serta gangguan pergerakan sendi bahu. Kontur sendi menjadi rata karena kaput humerus bergeser ke depan.Pemeriksaan RadiologisKaput humerus terlihat berada dibagian depan dan medial glenoid.

2. Dislokasi posteriorDislokasi posterior lebih jarang ditemukan dan biasanya disebabkan karena trauma langsung pada dari anterior bahu, trauma tidak langsung dengan posisi bahu adduksi, fleksi dan rotasi internalGambaran KlinisDitemukan adanya nyeri tekan dan benjolan dibagian belakang sendi.Pemeriksaan RadiologisDitemukan adanya tanda khas berupa light bulb karena danya rotasi interna humerus.3. Dislokasi inferior atau luksasi erektaKaput humerus mengalami jepitan dibawah glenoid dimana lengan mengarah ke atas sehingga terjadi dislokasi inferior. Biasanya pada orang tua, ada trauma posisi bahu hiperabduksi

3.3 Etiologi Penyebab utama dislokasi sendi bahu ialah trauma dengan lengan mengalami rotasi internal dan abduksi, menyebabkan caput humerus terdislokasi ke arah depan. Dislokasi ke arah posterior terjadi dari terjatuh dengan posisi lengan terulur. Dislokasi inferior dapat terjadi dari lemahnya tonus otot dengan hemiplegia dan dari berat lengan menarik humerus ke arah bawah.Dislokasi glenohumeral anterior biasa terjadi pada atlit, khususnya pemain sepak bola. Dislokasi sendi bahu sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat berolahraga ataupun trauma langsung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian berulang diantaranya tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi,kelemahan otot-otot sekitar dan kelainan congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa glenoidale.4Dislokasi dapat disebabkan oleh : Cedera olah ragaOlahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi. Terjatuh dari tangga atau terpeleset diatas lantai yang licin Patologis Terjadinya tearligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital penghubung tulang.

3.4 EpidemiologiDislokasi bahu sering dijumpai oleh atlet atlet olahraga. Olahraga yang biasa menyebabkan dislokasi adalah sepak bola, hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Dislokasi bahu juga bisa disebabkan karena trauma yang membentur bagian bahu saat berkendara atau karena terjatuh terpeleset dan dapat pula dislokasi ini disebabkan karena adanya kelainan patologis pada tubuh.5Ketidakstabilan sendi bahu yang salah satunya adalah dislokasi sendi bahu anterior merupakan 90 % dari keseluruhan kasus ketidakstabilan sendi. Dislokasi anterior ini sering terjadi pada usia muda. Antara lain pada atlet akibat kecelakaan olahraga. Kejadian ini dapat berupa kejadian yang pertama (primer) atau ulangan,dimana kasus dislokasi berulang terjadi pada lebih dari 50% pasien yang berumur dibawah 25 tahun dan pada sekitar 20% pasien yang lebih tua.5Penyebab tersering dislokasi sendi bahu ialah trauma dan sebagian besar dislokasi terjadi ke arah anterior jarang terjadi dislokasi ke arah posterior. Secara statistik : dislokasi yang terjadi biasanya 96% dislokasi kearah depan bahu (anterior), 3,4% dislokasi kearah belakang bahu (posterior), dan 0,1% dislokasi bahu yang turun ke bawah (inferior / luxatio erecto).5

3.5Patofisiologi1.Dislokasi Sendi Bahu Anterior Dislokasi anterior merupakan kelainan yang tersering ditemukan dan biasanya penderita jatuh dengan tangan dalam keadaan abduksi dan anggota gerak dalam posisi rotasi lateral. Dislokasi anterior juga sering terjadi pada usia muda, antara lain pada atlet akibat kecelakaan olahraga. Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan rotasi eksterna dan ekstensi sendi bahu. Caput humerus kemudian terdorong ke depan, dan sering menyebabkan robekan pada kartilago glenoid labrum dan kapsul dari batas anterior cavum glenoid. Dislokasi ini juga dapat terjadi pada pasien yang terjatuh dengan bertumpu pada tangan dan sendi bahu dalam posisi ekstensi. Pada dislokasi ini, kaput humerus mengalami pergeseran ke arah medial ke glenoid, tepat di bawah prosesus korakoid.4-6Pada dislokasi berulang kapsul dan labrum sering terlepas dari anterior glenoid. Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum glenohumerus keduanya terlepas atau terentang ke arah anterior dan inferior. Selain itu mungkin ada indentasi pada bagian posterolateral kaput humerus (lesi Hill-Sachs) yaitu suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan lingkar glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi.4-62. Dislokasi Sendi Bahu Posterior Dislokasi tipe ini lebih jarang terjadi. Biasanya karena trauma berkekuatan besar dengan posisi terjatuh pada bahu anterior atau pada tangan dengan posisi adduksi dan rotasi internal, karena kejang epileptic (akibat epilepsy atau terkena aliran listrik), atau intoksikasi alkohol. Dislokasi mungkin disertai dengan fraktur proksimal humerus, kapsul posterior 5 terlepas dari tulang atau teregang, dan mungkin ada indentasi dari aspek anterior dari kaput humerus.4-6

3.6 Manisfestasi KlinikPasien biasanya datang dengan keluhan utama nyeri. Pasien juga mengeluhkan seperti sesuatu keluar dari tempatnya sehingga dia tidak dapat menggerakkan tangannya. Pasien kemudian menggunakan tangan yang lain untuk membantu menyanggahnya. Pada kejadian akut yang pertama kali pasien dapat menjelaskan dengan baik mekanisme trauma; adanya paksaan pada bahu dalam keadaan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri, terdapat benjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi-eksorotasi, tepi bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak sendi bahu. Ada 2 tanda khas pada dislokasi sendi bahu anterior ini yaitu sumbu humerus yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah dibawah akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan tidak mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia tidak dapat menyentuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang dari normal, bahu terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi ke arah interna. Posisi badan penderita miring ke arah sisi yang sakit. Pasien tidak terlalu banyak menggerakkan bahunya, maka pada kasus ini kaput humerus yang tergeser dapat diraba di bawah prosesus korakoideus. Fungsi nervus sirkumflex harus diperiksa karena rentan mengalami cedera pada kasus ini.6

3.7 Tata Laksanaa. Dengan pembiusan umum Metode Hipocrates Penderita dibaringkan di lantai, anggota gerak ditarik ke atas dan kaput humerus ditekan dengan kaki agar kembali ke tempatnya. Metode Kocher Dengan metode Kocher, penderita berbaring di tempat tidur dan pemeriksa berada disamping penderita. Sendi siku dalam posisi fleksi 90 dan dilakukan traksi sesuai garis humerus, kemudian dilakukan rotasi ke arah lateral dan lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh ke arah garis tengah dan lengan kemudian dirotasi ke medial sehingga tangan jatuh di daerah dada. Teknik ini kurang efektif.

b. Tanpa pembiusan umum Metode Stimson Metode ini sangat baik. Caranya penderita dibaringkan tertelungkup sambil bagian lengannya yang mengalami luksasio keluar dari tepi tempat tidur, menggantung ke bawah. Kemudian diberikan beban yang diikatkan pada lengan bawah dan pergelangan tangan, biasanya dengan dumbbell dengan berat tergantung dari kekuatan otot si penderita. Si penderita pergelangan tangan, biasanya dengan dumbbell dengan berat tergantung dari kekuatan otot si penderita. Si penderita disuruh rileks untuk beberapa jam, kemudian bonggol sendi akan masuk dengan sendirinya.Setelah reposisi berhasil, maka lengan harus difiksasi di daerah toraks selama 3-6 minggu dan bila reposisi tidak dilakukan dapat terjadi dislokasi rekuren. Reposisi direkomendasikan karena apabila tidak dilakukan dapat mengakibatkan cidera pada nervus, pembuluh darah dan pada tulang. Kemudian dimulai pergerakan ringan namun kombinasi abduksi dan rotasi lateral sebaiknya dihindari selama 3 minggu. Selama periode ini, siku dan jari mulai digerakkan setiap hari.Pemberian obat-obatan analgesik juga dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala, nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis. Dosis: sesudah makan, dewasa: sehari 31 kapsul, anak: sehari 31/2 kapsul.Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang, kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah mual, muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal 500mg lalu 250mg tiap 6 jam.

3.8Komplikasia. Awal Kerusakan saraf. Saraf aksilaris paling sering mengalami cedera, pasien tidak dapat mengkontraksikan otot deltoid dan sedikit kehilangan rasa pada otot. Ketidakmampuan abduksi harus dibedakan dari robekan rotator cuff. Kerusakan pembuluh darah. Arteri aksilaris dapat mengalami kerusakan, khususnya pada orang tua dengan pembuluh darah yang rapuh. Ini bisa terjadi saat cedera ataupun saat melakukan reduksi. Kaku bahu. Lamanya immobilisasi dapat menyebabkan kekakuan pada sendi bahu, khususnya pada pasien diatas 40 tahun. Dislokasi tak tereduksi. Kegagalan reposisi dapat terjadi karena ada jeratan pada muskulus skapularis sehingga perlu dilakukan reposisi secara operasi. Dislokasi rekuren. Dislokasi rekuren sering terjadi pada dislokasi anterior. Hal ini dapat terjadi karena pengobatan awal (imobilisasi) yang tidak adekuat sehingga terjadi dislokasi. Dislokasi terjadi karena adanya titik lemah pada selalput sendi di sebelah depan dan apabila lengan dalam keadaaan abduksi, ekstensi dan rotasi lateral.

1.6 PrognosisTingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi

1.7Preventif dan Edukasia. Pencegahan Melalui LingkunganSebelum berolahraga (berlatih atau bertanding), seorang pemain atau pelatih harus mempersiapkan lapangan dan sarananya, baik kelayakannya, situasi dan kondisi lapangan, cuaca, dan kebersihan lapangan sehingga aktivitas dapat dilakukan dengan aman dan nyaman.b. Pencegahan melalui Perlengkapan yang Dipakai (Equipment)Pemilihan dan penggunaan pakaian, sepatu atau perlengkapan lainya harus disesuaikan dengan kondisi lapangan atau cuaca. Pakaian harus bisa menyerap panas dan keringat sedangkan pemilihan jenis sepatu yang baik disesuaikan dengan kondisi tanah atau lapangan.c. Pencegahan melalui LatihanLatihan merupakan proses untuk meningkatkan dan menyempurnakan keterampilan dan otomatisasi gerakan sehingga tubuh akan adaptif, fisik, kekuatan, dan daya tahan tubuh meningkat. Dengan meningkatnya adaptasi tubuh tersebut kemungkinan terjadinya cedera dapat dicegah atau diminimalisasi.d. Pencegahan melalui Pemanasan, Penguluran, dan PendinginanPemanasan, penguluran, dan pendinginan (sebelum dansesudah latihan) memberikan banyak manfaat seperti menyiapkanorgan tubuh, mempersingkat waktu istirahat (recovery), mengurangiketegangan otot dan stress/tekanan jiwa. Pemanasan-pengulurandan pendinginan yang baik diharapkan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya cedera.

BAB IIIANALISIS KASUS

Ny. Sarbeah, perempuan, usia 72 tahun datang ke RSMH dengan keluhan nyeri dan sulit menggerakkan lengan atas kanan setelah kecelakaan lalu lintas. Dari anamnesa didapatkan bahwa 1 jam SMRS, penderita tertabrak oleh motor saat sedang berjalan dari arah kanan belakang. Lalu penderita terjatuh ke aspal sehingga bahu dan pergelangan tangan penderita membentur aspal. Saat datang penderita terlihat menopang tangan kanannya dengan tangan kiri. Berdasarkan anamnesa diatas dapat disimpulkan bahwa penderita mengalami trauma langsung dari arah posterior bahu. Trauma ini menyebabkan dislokasi pada sendi bahu. Setelah kejadian pasien merasakan nyeri dan tidak bisa menggerakkan lengan atas kanan. Dari pemeriksaan fisik pada inspeksi terdapat deformitas dan flattening of the deltoid prominence (+) dan abduksi lengan atas.Pada palpasi terdapat nyeri di lengan kanan atas, penonjolan akromion dan pada pemeriksaan ROM didapatkan pergerakan aktif dan pasif yang terbatas. Hal ini mengarahkan adanya suatu dislokasi pada daerah bahu.Untuk menegakkan suatu diagnosis dislokasi dilakukan pemeriksaan tambahan berupa rontgen regio brachii dextra. Dari rontgen regio brachii dextra didapatkan dislokasi anterior glenohumeral dextra. Pada penatalaksanaan dislokasi glenohumeral ada beberapa metode yang digunakan seperti metode hippocrates, metode kotcher dan metode stimson. Pada pasien ini dilakukan traksi-kontratrkasi dengan metode kotcher.Prognosis pada kasus ini dikatakan bonam.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.ebmedicine.net/topics.php?paction=showTopicSeg&topic_id=120&seg_id=2486 [diunduh : 20 Februari 2012]2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone. 2007; Hal. 406-408. 3. Cole Andrew, Pavlou Paul. The Shoulder and Pectoral Girdle. Dalam: Solomon Louis, Warwick David, Nayagam Selvadurai (Ed). Apleys System of Orthopaedic and Fracture 9th ed. 2010. London: Hodder Arnold. 337-368. 4. Welsh, S., et al. 2011. Shoulder dislocation surgery. Dowloaded from: http://emedicine.medscape.com/article/1261802-overview. 5. Solomon, L., et al. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures. Ninth edition. 739-744.

1