case angiofibroma nasofaring juvenile2

24
JUVENILE NASOPHARYNGEAL JUVENILE NASOPHARYNGEAL ANGIOFIBROMA ANGIOFIBROMA Sri Chitra Arum Sari Supit 030.09.241 Pembimbing: dr. Anna Maria S, Sp.THT Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Periode 9 Desember – 11 Januari 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2013

Upload: chinyuu

Post on 21-Oct-2015

58 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

JUVENILE NASOPHARYNGEAL JUVENILE NASOPHARYNGEAL ANGIOFIBROMA ANGIOFIBROMA

Sri Chitra Arum Sari Supit 030.09.241

Pembimbing: dr. Anna Maria S, Sp.THT

Kepaniteraan klinik ilmu penyakit THT

Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi

Periode 9 Desember – 11 Januari 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2013

Page 2: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

KASUSKASUS

Anak laki-laki umur 14 tahun datang ke UGD

dengan keluhan keluar darah dari hidung

kanan sejak 1 hari sebelum dibawa kerumah

sakit.

Page 3: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

Identitas PasienIdentitas PasienIDENTITASNama : An. RianUmur : 14 tahunJenis Kelamin : Laki-lakiStatus : Belum MenikahPekerjaan : Pelajar SLTPAlamat : Sumurwangi Rt. 004/009 Agama : IslamSuku bangsa : SundaTanggal dirawat : 15 Desember 2013No. RM : 277621

KeluhanKeluhan•Keluhan Utama : Keluar darah dari hidung kanan sejak 1 hari sebelum dibawa ke UGD•Keluhan Tambahan : Muntah darah. Demam dan lemas.

Page 4: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

Riwayat Penyakit SekarangRiwayat Penyakit Sekarang• Pasien datang ke UGD dengan keluhan keluar darah dari hidung kanan

sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Darah yang keluar sebanyak ±2 handuk besar. 6 hari dan 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan keluar darah dari hidung kanannya tapi tidak banyak dan dapat ditangani dan berhenti sendiri.

• Pasien juga mengeluhkan adanya muntah darah 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah darahnya sebanyak 2 kali, muntah berwarna merah, tidak tercampur makanan dan jumlahnya sekitar 2 gelas aqua.

• Demam (+) dan badan lemas setelah muntah darah. • Pendengaran sebelah kanannya sedikit kurang dengar tetapi hanya

sebentar dan hilang timbul. • Riwayat trauma pada daerah hidung atau muka dan hipertensi disangkal. • Pada 1 tahun yang lalu pasien pernah mengalami hal yang sama,

pendarahan dari hidung kanan pasien sangat banyak dan langsung dirujuk ke RSCM dan di lakukan biopsi dan hasilnya mengatakan kesan angiofibroma Juvenilis jinak. Pasien sudah di operasi secara transpalatal dan diambil angiofibromanya dan melakukan radioterapi tetapi pasien berhenti setelah 10 kali penyinaran yang seharusnya dilakukan sebanyak 30 kali.

Page 5: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya sering keluar darah dari hidungnya tetapi darah yang keluar hanya sedikit dan dapat berhenti dengan sendiri. Riwayat keganasan, hipertensi, diabetes mellitus, alergi, asma, trauma bagian kepala, hidung dan muka disangkal pasien.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGATidak ada keluarga pasien yang menderita gejala yang sama. Riwayat keganasan, hipertensi, diabetes mellitus dalam kelurga disangkal.

Page 6: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

Pemeriksaan FisikPemeriksaan Fisik

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran: Compos mentis

Tanda vital:

Nadi: 110 x/menit

Suhu: 36,5C

Pernafasan: 22 x/menit

Page 7: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

Pemeriksaan Pemeriksaan FisikFisik• Pemeriksaan Telinga

Kanan Kiri

Normotia Daun telinga Normotia

Nyeri tekan (-)

Sikatriks (-)

Fistel(-)

Abses (-)

Retroaurikuler

Nyeri tekan (-)

Sikatriks (-)

Fistel(-)

Abses (-)

Nyeri tekan (-)

Sikatriks (-)

Fistel(-)

Abses (-)

Preaurikuler

Nyeri tekan (-)

Sikatriks (-)

Fistel(-)

Abses (-)

Page 8: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

LIANG TELINGA

Lapang Lapang/sempit Lapang

Hiperemis (-) Warna epidermis Hiperemis (-)

(-) Sekret (-)

(+) Serumen (+)

(-) Kelainan lain (-)

 

 

Intak, reflex cahaya (+) arah pukul

5

 

Membrane Timpani

 

Intak, reflex cahaya (+) arah

pukul 7

Pemeriksaan fungsi pendengaranTes Penala 512 Hz

Positif Rinne Positif

Tidak ada lateralisasi Weber Tidak ada lateralisasi

Sama dengan pemeriksa

Swabach

Sama dengan pemeriksa

Page 9: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

Kanan Kiri

(-) Deformitas (-)

 

(-)

(-)

(-)

Nyeri tekan

Pangkal hidung

Pipi

Dahi

 

(-)

(-)

(-)

(-) Krepitasi (-)

PEMERIKSAAN HIDUNGRINOSKOPI ANTERIOR

Page 10: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

Lapang

Rambut (+)

Mukosa: Hiperemis

(-)

Sekret (-)

Massa (-)

Vestibulum

Lapang

Rambut (+)

Mukosa:

Hiperemis (-)

Sekret (-)

Massa (-)

Oedem (-)

Livid (-)Konka inferior

Oedem (-)

Livid (-)

Tidak terlihat Konka media Tidak terlihat

Tidak terlihat Konka superior Tidak terlihat

Pus (-), polip (-) Meatus nasi Pus (-), polip (-)

lapang Kavum nasi lapang

Hiperemis Mukosa Hiperemis

(-) Sekret (-)

Deviasi (-) Septum Deviasi (-)

NormalDasar hidung

Normal

Page 11: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

RINOSKOPI POSTERIORTIDAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN

•PEMERIKSAAN FARING

Arkus faring Tidak simetris, massa (-)

Pilar anterior Simetris

Palatum

Durum

Simetris, massa (-)

Palatum Mole Ada penonjolan(bulging) pada bagian kanan

Kiri : bulging (-), massa (-), bercak-bercak

keputihan (-)

Dinding faring Granula (-), cobble stone appearance (-)

Uvula Ukuran dan bentuk normal, letak di tengah

Tonsil palatina Besar: T1 – T1

Warna: hiperemis -/-

Kripta: normal

Detritus -/-

Perlekatan: (-)

Pilar posterior Simetris

Gigi geligi Oral hygiene kurang baik, caries gigi (+)

Page 12: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

HIPOFARINGHIPOFARING

Basis lidah Tidak dapat dinilai

Valekula Tidak dapat dinilai

Plika glossospiglotika Tidak dapat dinilai

Epiglotis Tidak dapat dinilai

Plika ariepliglotika Tidak dapat dinilai

Aritenoid Tidak dapat dinilai

Sinus piriformis Tidak dapat dinilai

Korda vokalis Pita suara asli: Tidak dapat dinilai

Pita suara palsu: Tidak dapat dinilai

Subglotik/trakea Tidak dapat dinilai

Rima glotis Tidak dapat dinilai

PEMERIKSAAN LARING

Page 13: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

Laboratorium

Pemeriksaan Anjuran

1. Pemeriksaa Radiologis•FOTO SINAR-X•CT scan potongan coronal dan axial dengan kontras setinggi nasofaring

2. Biopsi

3. Angiografi

Hematologi Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 8,0 g/dl 13-18 g/dl

Leukosit 4860/mm3 4000-10000/mm3

Trombosit 246000 mm3 150000-400000 mm3

Hematokrit 24% 40-54%

Page 14: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

DIAGNOSIS KERJAAngiofibroma nasofaring juvenile dextra DIAGNOSIS BANDINGCa nasofaring

TATALAKSANA

Epistaksis •Beri penekanan pada sumber perdarahan•Dekongestan topikal/vasokonstriktor•Tampon

Page 15: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

TTATALAKSANAATALAKSANAAngiofibroma nasofaringOperasi : kesulitan nya adalah perdarahan yang hebat dalam waktu relatif singkat. Pembedahan dapat melalui transpalatal, rinotomi lateral, rinotomi sublabial (sublabial midfacial degloving) atau kombinasi dengan kraniotomi apabila meluas ke intracranialEmbolisasiRadioterapi

PrognosisAd Vitam              : BonamAd Fungsionam    : BonamAd Sanationam     : Dubia ad bonam

Page 16: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

TINJAUAN PUSTAKADEFINISI

Angiofibroma nasofaring adalah suatu tumor jinak nasofaring yang secara histologik jinak namun secara klinis bersifat ganas karena mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasalis, pipi, mata dan tengkorak (cranial vault), serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan. Jinak tetapi merupakan tumor pembuluh darah lokal yang agresif dari anak atau remaja laki-laki, pernah juga dilaporkan pada perempuan tetapi sangat jarang. Angiofibroma Nasofaring jarang pada pasien lebih dari 25 tahun. Eksisi angiofibroma nasofaring yang tidak sempurna dapat menyebabkan rekurensi.

ETIOLOGI

Etiologi tumor ini masih belum jelas. Namun teori yang paling dapat diterima adalah bahwa angiofibroma nasofaring juvenile berasal dari sex steroid-stimulated hamartomatous tissue yang terletak di turbinate cartilage. Pengaruh hormonal yang dikemukakan ini dapat menjelaskan mengapa beberapa JNA jarang terjadi (ber-involute) setelah masa remaja (puberty).

Page 17: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

Gejala•Obstruksi nasal (80-90%) dan ingus (rhinorrhea). Ini merupakan gejala yang paling sering, terutama pada permulaan penyakit.•Sering mimisan (epistaxis) atau keluar cairan dari hidung yang berwarna darah (blood-tinged nasal discharge). Mimisen, yang berkisar 45-60% ini, biasanya satu sisi (unilateral) dan berulang (recurrent).•Sakit kepala (25%), khususnya jika sinus paranasal terhalang.•Pembengkakan di wajah (facial swelling), kejadiannya sekitar 10-18%.•Tuli konduktif (conductive hearing loss) dari obstruksi tuba eustachius.•Melihat dobel (diplopia), yang terjadi sekunder terhadap erosi menuju ke rongga kranial dan tekanan pada kiasma optik.•Gejala lainnya yang bisa juga terjadi misalnya: keluar ingus satu sisi (unilateral rhinorrhea), tidak dapat membau (anosmia), berkurangnya sensitivitas terhadap bau (hyposmia), recurrent otitis media, nyeri mata (eye pain), tuli (deafness), nyeri telinga (otalgia), pembengkakan langit-langit mulut (swelling of the palate), kelainan bentuk pipi (deformity of the cheek), dan rhinolalia.

Page 18: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

Tanda Tampak massa merah keabu-abuan yang terlihat jelas di faring nasal posterior; nonencapsulated dan seringkali berlobus (lobulated); dapat tidak bertangkai (sessile) atau bertangkai (pedunculated). Angka kejadian massa di hidung (nasal mass) ini mencapai 80%.Mata menonjol (proptosis), langit-langit mulut yang membengkak (a bulging palate), terdapat massa mukosa pipi intraoral (an intraoral buccal mucosa mass), massa di pipi (cheek mass), atau pembengkakan zygoma (umumnya disertai dengan perluasan setempat). Angka kejadian massa di rongga mata (orbital mass) ini sekitar 15%, sedangkan angka kejadian untuk mata menonjol (proptosis) sekitar 10-15%.Tanda lainnya termasuk: otitis serosa karena terhalangnya tuba eustachius, pembengkakan zygomaticus, dan trismus (kejang otot rahang) yang merupakan tanda bahwa tumor telah menyebar ke fossa infratemporal. Juga terdapat penurunan penglihatan yang dikarenakan optic nerve tenting, namun hal ini jarang terjadi.

Pemeriksaan penunjangLaboratoriumBiopsiCT Scan dan MRIAngiografi

Page 19: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS•Penyebab lain dari obstruksi nasal, (seperti polip nasal, polip antrokoanal, teratoma, encephalocele, dermoids, inverting papilloma, rhabdomyosarcoma, karsinoma sel skumous).•Penyebab lain dari epistaksis, sistemik atau lokal.•Penyebab lain dari proptosis atau pembengkakan orbita.•Granuloma piogenik (pyogenic granuloma). •Polip koanal (choanal polyp). •Polip angiomatosa (angiomatous polyp). •Kista nasofaringeal (nasopharyngeal cyst). •Kordoma (chordoma). •Karsinoma nasofaring.

Page 20: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

PENATALAKSAANPENATALAKSAAN EMBOLISASI

Embolisasi pada pembuluh darah tumor mengakibatkan tumor menjadi jaringan parut dan menghentikan perdarahan. Embolisasi dilakukan dengan memasukkan suatu zat dalam pembuluh darah untuk membendung aliran darah. Biasanya agen embolisasi dimasukkan melalui arteri karotis eksterna lalu ke arteri maksilaris interna. Suplai darah yang cukup masih bisa didapat dari arteri karotis interna dan arteri-arteri etmoidalis. Dengan embolisasi saja cukup untuk menghentikan perdarahan hidung, atau dapat langsung diikuti dengan pembedahan untuk mengangkat tumor. Embolisasi mampu untuk mengurangi pendarahan saat pembedahan sebanyak 60 – 80%

OPERASI Berbagai pendekatan operasi dapat dilakukan sesuai dengan

lokasi tumor dan perluasannya, seperti melalui transpalatal, rinotomi lateral, rinotomi sublabial (sublabial midfacial degloving) atau kombinasi dengan kraniotomi apabila meluas ke intrakranial.

Page 21: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

HORMONALKarena JNA berhubungan dengan pubertas pada pria muda, penggunaan terapi hormonal digunakan sebagai terapi tambahan untuk JNA. Penghambat reseptor testosteron flutamide dilaporkan mengurangi tumor stadium I dan II sampai 44%. Walaupun mereduksi tumor dengan hormon, jalan ini tidak digunakan secara rutin.

Page 22: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

RADIOTERAPIRADIOTERAPI

Radioterapi merupakan terapi pilihan terutama bagi JNA yang rekuren atau ekspansif ke daerah intrakranial yang mana sulit dicapai dengan pembedahan atau resiko yang tinggi terjadinya komplikasi terhadap jaringan sekitar apabila dilakukan pembedahan.

Page 23: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

KOMPLIKASIintrakranial (penyakit stadium IV), perdarahan yang tak terkontrol dan kematian, dan iatrogenic injury terhadap struktur vital. Infeksi SSP dan defisit neurologis bisa terjadi apabila tumor sudah berekspansi ke intrakranial atau pasca operasi basis cranii.

Page 24: Case Angiofibroma Nasofaring Juvenile2

Perdarahan yang banyak (excessive bleeding). Kebutaan sementara (transient blindness) sebagai hasil embolisasi, namun ini jarang terjadi. Mati rasa di pipi (anesthesia of the cheek) sering terjadi dengan insisi Weber-Ferguson.

komplikasi dari radioterapi Osteoradionecrosis dan atau kebutaan karena kerusakan saraf mata, katarak, Transformasi keganasan (malignant transformation), gangguan pertumbuhan, panhipopituitarisme, dan

nekrosis lobus temporalis.