case anak ijup aldy

117
STATUS PENDERITA No. catatan medik : 01447371 Masuk RS : 3 November 2011 Pukul : 09.00 WIB Tanggal Diperiksa : 12 November 2011 I. IDENTITAS Identitas Pasien Nama : An. H Umur : 13 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Anak ke : 3 dari 3 bersaudara Berat badan : 17 kg Alamat : Pasir Kramis, Pasir Wangi Identitas Orang Tua Ayah Ibu Nama Ayah : Tn. Ade Nama Ibu : Ny. Yani Umur : 50 th Umur : 45 th Pendidikan : SD Pendidikan : SD Pekerjaan : buruh Pekerjaan : buruh 1

Upload: pkarina3

Post on 05-Aug-2015

128 views

Category:

Documents


35 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Anak Ijup Aldy

STATUS PENDERITA

No. catatan medik : 01447371

Masuk RS : 3 November 2011

Pukul : 09.00 WIB

Tanggal Diperiksa : 12 November 2011

I. IDENTITAS

Identitas Pasien

Nama : An. H

Umur : 13 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Anak ke : 3 dari 3 bersaudara

Berat badan : 17 kg

Alamat : Pasir Kramis, Pasir Wangi

Identitas Orang Tua

Ayah Ibu

Nama Ayah : Tn. Ade Nama Ibu : Ny. Yani

Umur : 50 th Umur : 45 th

Pendidikan : SD Pendidikan : SD

Pekerjaan : buruh Pekerjaan : buruh

1

Page 2: Case Anak Ijup Aldy

II.ANAMNESIS : Autoanamnesis dan alloanamnesis (dengan ibu pasien)

Tanggal 12 November 2011

Keluhan utama : Benjolan pada lipat paha kiri, daerah bokong dan paha kirinya pecah

Keluhan tambahan : Nyeri pada punggung

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Anak RSU dr. Slamet diantar oleh ibunya dengan keluhan

benjolan-benjolan yang ada di tubuhnya pecah dengan sendirinya. Benjolan tersebut berada pada

lipat paha kiri, daerah bokong, bokong kiri, dan paha kanannya. Keluhan tersebut disertai

dengan nyeri punggung tidak menjalar dan sulit berjalan yang dirasakan sejak beberapa minggu

yang lalu.

Ibunya mengeluh benjolan tersebut awalnya berbentuk seperti bisul, nyeri, dan teraba

kenyal yang dirasakan sejak 5 tahun yang lalu dan sekarang pecah mengeluarkan nanah. Sekitar

2-3 tahun sebelum adanya benjolan, pasien mengalami batuk berdahak lama, tanpa darah dan

disertai demam yang tidak terlalu tinggi sekaligus keringat yang banyak pada malam hari.

Selama keluhan tersebut berlangsung, pasien sempat dibawa ke mantri dan diberikan dua jenis

obat dengan kemasan syrup sebagai pereda batuk dan demam. Batuknya dan demam pun hilang,

namun sering timbul lagi. Pasien tidak pernah mendapatkan pengobatan lama berbulan-bulan

maupun foto rontgen.

Menurut ibu pasien, 1 bulan terakhir keluhan batuk tersebut kambuh lagi dan disertai

dengan demam tanpa menggigil yang tidak terlalu tinggi. Batuk disertai dahak berwarna

keputihan, tanpa disertai darah, dan kental. Sedangkan demamnya lebih dirasakan pada malam

hari dan disertai banyak keringat.

Pertumbuhan pasien terlihat melambat, pasien menjadi kurus dan terlihat lebih kecil dari

teman-teman sebayanya. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama diakui pasien, yaitu

dengan tetangga pasien yang telah dewasa.

Riwayat cedera pada punggung pasien diakui setelah sebelumnya pasien sudah

mengeluhkan adanya nyeri punggung. Keluhan BAK berdarah setelah cedera punggung tersebut

disangkal. Adanya keluhan kencing berpasir disangkal pasien. Keluhan nyeri punggung yang

menjalar sampai ke kaki disangkal. Keluhan adanya gangguan pencernaan disangkal. Riwayat

berpergian ke daerah pantai disangkal. Riwayat kejang disangkal. Riwayat nyeri sendi, disertai

bengkak, kemerahan pada sendi, bercak kemerahan pada tungkai juga disangkal.

Page 3: Case Anak Ijup Aldy

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat batuk, pilek berulang diakui.

Riwayat pengobatan TB disangkal.

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat kakak pertama pasien mengalami keluhan batuk berdahak lama yang disertai

keringat banyak pada malam hari diakui ibu pasien beberapa tahun yang lalu dan tidak terobati

dengan baik. Riwayat tetangga atau anggota keluarga lainnya yang mengidap keluhan yang sama

dengan pasien juga disangkal.

Riwayat kehamilan

Pasien merupakan ketiga dari tiga bersaudara. Selama hamil ibu pasien tidak pernah

memeriksakan kehamilannya ke bidan maupun dokter. Selama hamil ibu pasien mengaku tidak

pernah disuntik dan tidak ada keluhan selama kehamilan.

Riwayat persalinan

Pasien lahir di rumah ditolong oleh paraji, dengan usia kehamilan sembilan bulan, lahir

spontan, kepala lahir terlebih dahulu. Bayi lahir langsung menangis dengan berat badan lahir

3000 gram dan panjang badan tidak diketahui. Riwayat kuning dan kebiruan pada bayi

disangkal.

Riwayat kontak

Riwayat kakak pertama pasien pernah mendapatkan pengobatan TB selama 9 bulan 7

tahun yang lalu dan dinyatakan sembuh.

Riwayat sosial-ekonomi

Ayah pasien bekerja sebagai buruh, penghasilan rata-rata Rp. 450.000/bulan. Pasien

tinggal di rumah yang saat ini dihuni bersama ayah, ibu, dan dua orang kakaknya. Rumahnya

berukuran 5 x 4 m2, rumah status milik kakek pasien, dengan 1 kamar tidur, 1 dapur, 2 pintu,

dan tanpa kamar mandi (kamar mandi di luar rumah). Jendela dan ventilasi kamar mandi di

dalam rumah, 1 dapur, 1 ruang tamu, 2 pintu masuk dan tanpa jendela. Hanya ada kaca di ruang

tamu dan ventilasi di bagian atas. Lantai berupa semen, tanpa keramik.

Riwayat imunisasi

Ibu pasien mengaku bahwa pasien tidak mendapat imunisasi lengkap sejak lahir.

Page 4: Case Anak Ijup Aldy

Anamnesis makanan

Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga berusia 2 tahun lebih, setelah itu pasien

diberi makanan seperti makanan dewasa. Sehari-hari pasien makan 2-3 kali, terkadang tidak

makan sama sekali. Menu makannya berupa nasi, telur, sayur, tahu, dan tempe. Pasien juga tidak

pernah minum susu.

Anamnesis pertumbuhan

Pasien terlihat lebih kurus dari teman sebayanya. Mulai tumbuh gigi pada umur 7 bulan.

Anamnesis perkembangan

- 7 bulan : Duduk

- 8 bulan : Merangkak dan ngomong ma-pa

- 1 tahun : Berdiri dan ngomong mama papa

- 1 tahun 6 bulan : Berjalan

- 2 tahun : Berlari dan bicara jelas

I. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan umum

Kesadaran : Compos mentis

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang

Ukuran Antropometri

Berat Badan : 17 kg

Tinggi Badan : 104 cm

Lingkar Kepala : 48 cm

Lingkar Lengan Atas : 11 cm

Lingkar Perut : 57 cm

Status Gizi

BB/U = 17/45 x 100% = 37%

TB/U = 104/156,5 x100% = 66%

Kesimpulan : KEP Berat

Page 5: Case Anak Ijup Aldy

BMI: BB / TB2 = 17/ (1,04)2 = 15,7 (Berat Badan KURANG)

Tanda Vital

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit reguler, equal, isi cukup

Respirasi : 68 x/menit

Suhu : 38,0 ºC

Status Generalis

Kelainan mukosa kulit/ subkutan yang menyeluruh:

Pucat : (-)

Kering dan mengkilap : (-)

Sianosis : (-)

Ikterus : (-)

Perdarahan : (-)

Edema umum : (-)

Turgor : kembali cepat

Pembesaran KGB : (+)

KEPALA

Bentuk : Normocephal, bulat, simetris

UUB : Ubun – ubun besar menutup

Rambut : Hitam kecoklatan, lurus, tidak mudah dicabut, pertumbuhan lebat, signo

de bandero (-)

Kulit : Kering, crazy pavement dermatosis (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-), air mata (+/+), refleks

cahaya (+/+), pupil bulat isokor diameter 3 mm, bercak bitot (-/-)

Telinga : Bentuk normal, simetris

Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-/-)

Mulut : Bibir basah, sianosis (-), bercak koplik (-), angular chellosis (-), typhoid

tongue (-)

Wajah : Tampak seperti orang tua (-), noma (-)

LEHER

Bentuk : Simetris

Page 6: Case Anak Ijup Aldy

Trakhea : Di tengah

KGB : Teraba pembesaran KGB multiple a/r colli dextra, ukuran masing-

masing 5 mm, batas tegas, konsistensi kenyal, permukaan rata

THORAKS

Inspeksi : Bentuk dan gerak kedua hemithoraks simetris, retraksi sela iga (-)

Palpasi : Fremitus taktil simetris pada kedua hemitoraks

Perkusi : Sonor pada kedua hemitoraks

Auskultasi : Pulmo : Ronkhi basah sedang (+/+), wheezing (-/-)

Cor : Bunyi jantung I & II reguler murni, gallop (-/-), murmur (-/-)

ABDOMEN

Inspeksi : Permukaan tampak cembung, retraksi epigastrium (-)

Auskultasi : BU (+) normal

Perkusi : Terdengar timpani di keempat kuadran abdomen

Palpasi : NT (-)

Hepar : Tidak membesar

Lien : Tidak membesar

Turgor : Kulit kembali cepat

GENITALIA EXTERNA

Kelamin : Laki-laki, tidak ada pembesaran kelenjar inguinal

EKSTREMITAS

Superior : Akral hangat, oedem (-/-), sianosis (-)

Inferior : Akral hangat, oedem (-/-), sianosis (-), tampak ulkus dengan dasar otot

pada regio: inguinal sinistra, sacrum, trochanter mayor dextra, dan gluteus

sinistra, serta tampak sikatriks pada regio gluteus sinistra et quadrisep

femoris sinistra

STATUS NEUROLOGI

Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk: (-)

Brudzinski I, II, III (-)

Bragard Test : +/+

Page 7: Case Anak Ijup Aldy

Patrick Test : +/+

Kontrapatrick Test : +/+

N. I - N. XII : baik

Kesan (4 November 2011)

Susp Spondilitis TB Lumbal 2-3 dd/ trauma kompresi lumbal + susp TB paru dd/

Bronchopneumonia + Osteomyelitis a/r coxae bilateral + Scoliosis + KEP berat

Penatalaksanaan

Terapi Umum

Energi:

Holiday segar = 1000 + (50 kkal x 7 kg) = 1350 kkal

Protein (3-5 g/kgBB/hari) = 4 x 17 = 68 gram/hari

500 kal dipenuhi dengan F75 =10 x 65 cc per hari

1200 kal dipenuhi dengan 3x makanan padat

Terapi Khusus

Inf Asering : 70 gtt/mnt micro

Inj Cefotaxim : 3 x 600mg iv

Paracetamol Syr : 3 x cth 1

Saran

- cek hematologi

- rontgen thorak + thorakolumbal AP/Lateral + coxae bilateral

- PPD test

Hasil laboratorium

Tanggal 7-11-2011

1. HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hb : 8,3 gr/dL

Ht : 28 %

Leukosit : 9100/ mm3

Trombosit : 693.000/ mm3

Eritrosit : 4,19 juta/mm3

LED : 122/130 mm/jam

Page 8: Case Anak Ijup Aldy

PPD 5 TU test : +

Hitung Jenis

Basofil : 0

Eosinofil : 6

Batang : 3

Segmen : 66

Limfosit : 24

Monosit : 1

Tanggal 10-11-2011

1. HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hb : 7,1 gr/dL

Ht : 25 %

Leukosit : 9200/ mm3

Trombosit : 832.000/ mm3

Eritrosit : 3,62 juta/ mm3

Morfologi Darah

Eritrosit : Hipokrom mikrositer

Leukosit : Jumlah normal, morfologi normal

Trombosit : Kelompok trombosit banyak

Kesan : Anemia hipokrom mikrositer

Tanggal 11-11-2011

1. HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hb : 12,9 gr/dL

Ht : 39 %

Leukosit : 8300/ mm3

Trombosit : 683.000/ mm3

Eritrosit : 5,76 juta/ mm3

Page 9: Case Anak Ijup Aldy

Hasil Foto Thorax PA Tanggal 7 November 2011

Expertise:

Foto asimetris

Cor, sinus, diafragma baik

Pulmo: parahiller dan paracardial berbercak lunak

Hasil Foto Coxae AP Tanggal 7 November 2011

Page 10: Case Anak Ijup Aldy

Expertise:

Coxitis bilateral dengan batas kabur

Hasil Foto Vertebra AP/Lateral Tanggal 10 November 2011

Expertise:

Spondilitis Lumbal 2-3 dan skoliosis thorakolumbal

Postur Tubuh Pasien

Page 11: Case Anak Ijup Aldy

Tampak Depan Tampak Samping

Tampak Belakang

Foto Ulkus

Page 12: Case Anak Ijup Aldy

Ulkus a/r inguinal sinistra

Ulkus a/r sacrum

Ulkus a/r trochanter mayor dextra

Page 13: Case Anak Ijup Aldy

Ulkus a/r gluteus sinistra

Sikatriks a/r gluteus sinistra et quadrisep femoris sinistra

Scoring TB :

- Kontak : 1 (negatif)

- Tuberculin : 3 (negatif)

- Demam : 1 ( ≥ 2 minggu)

- Batuk : 1 ( ≥ 3 minggu)

- Status Gizi : 2 (BB/U < 60%)

- Pemb. KBG : 1

- Pemb. Sendi : 1

- Rontgen Thorak : 2 (kalsifikasi+infiltrat)

Total score = 12 (diagnosis TB)

KESAN (7 November 2011)

Spondilitis TB Lumbal 2-3 + Tuberkulosis Paru + Osteomyelitis a/r coxae bilateral +

Skoliosis torakolumbal + KEP Berat + Anemia Mikrositik Hipokrom

Page 14: Case Anak Ijup Aldy

PENATALAKSANAAN

Terapi Umum

Energi:

Kebutuhan kalori = 100 kkal x 17kg= 1700 kkal

Protein (3-5 g/kgBB/hari) = 4 x 17 = 68 gram/hari

500 kal dipenuhi dengan F75 =10 x 65 cc per hari

1200 kal dipenuhi dengan 3x makanan padat

Terapi Khusus

Rifampisin 15 x 17 = 255 mg

Isoniazid 10 x 17 = 170 mg

Pirazinamid 15 x 17 = 255 mg 2 x 255 mg

Inj Streptomicyn 30 x 17 = 510 mg im

Vit. B6 10 mg

Asam Folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)

Fe 3 mg/kgBB/hari = 3 x 17 = 51 mg (bila BB mulai naik/fase rehabilitasi)

Paracetamol = 10 x 17 = 170 mg 3 x Cth 1,5 (bila demam)

S ARAN PEMERIKSAAN

Konsul ahli bedah tulang

Edukasi

Makan dengan porsi kecil, frekuensi sering

Kepada Ibu Pasien:

Pemberian makan yang benar

Mengupayakan makanan untuk dihabiskan

FOLLOW UP

Page 15: Case Anak Ijup Aldy

TANGGAL KELUHAN PEMERIKSAAN FISIK TERAPI

04 – 11- 2011 Demam (+)

Nyeri punggung (+)

KU = sakit sedang KS = CM

T = 100/80 mmHg

N = 80 x/mnt

R = 20 x/mnt

S = 36,6°C

Kepala : UUB datar menutup

Rambut: hitam kecoklatan, tidak mudah

lepas

Mata: CA (-/-),SI (-/-)

Hidung : PCH (-/-), sekret (-/-)

Mulut: SPO (-), mukosa bibir lembab,

typhoid tongue (-), angular chellosis (-/-)

Leher : dbn

Thoraks

I : bentuk dan gerak hemitoraks kanan dan

kiri simetris, retraksi suprasternal (-),

P: fremitus taktil simetris di kedua

hemitoraks

P: sonor pada kedua lapang paru

A: pulmo : Ronkhi basah sedang (+/+),

wheezing (-/-)

Cor: BJ I dan II murni reg

Abdomen

I: Permukaan tampak cembung, retraksi

epigastrium (-)

A: BU (+)

P: hepar dan lien tidak teraba pembesaran

P: timpani di keempat kuadran abdomen

Ekstremitas

Akral: teraba hangat. Oedem –

Terapi Umum

Energi:

Kebutuhan kalori = 100 kkal

x 17kg= 1700 kkal

Protein (3-5 g/kgBB/hari) =

4 x 17 = 68 gram/hari

500 kal dipenuhi dengan F75

=10 x 65 cc per hari

1200 kal dipenuhi dengan

3x makanan padat

Terapi Khusus

Inf Asering : 70 gtt/mnt micro

Inj Cefotaxim : 3 x 600mg iv

Paracetamol Syr : 3 x cth 1

Saran

- cek hematologi- rontgen thorak +

thorakolumbal AP/Lateral + coxae bilateral

- PPD test

Kesan::

Susp Spondilitis TB Lumbal 2-3 dd/trauma kompresi lumbal + susp TB paru dd/

Bronchopneumonia + Osteomyelitis a/r coxae bilateral + Scoliosis + KEP Berat

07-11-2011 Demam (+)

Nyeri punggung (+)

Hb : 8,3 gr/dLHt : 28 %Leukosit : 9100/ mm3

Trombosit: 693.000/ mm3

Eritrosit : 4,19 juta/mm3

LED: 122/130 mm/jam

T = 110/80 mmHg

N = 90x/mnt

R = 20 x/mnt

S = 37,1°C

PPD Test (+)

Kebutuhan kalori = 100 kkal

x 17kg= 1700 kkal

Protein (3-5 g/kgBB/hari) =

4 x 17 = 68 gram/hari

500 kal dipenuhi dengan F75

=10 x 65 cc per hari

Page 16: Case Anak Ijup Aldy

PPD 5 TU test : +

Rontgen

Thorax : TB paru

Coxae : Coxitis bilateral

Lumbosakral : Spondilitis

TB L 2-3 & skoliosis

thorakolumbal

1200 kal dipenuhi dengan

3x makanan padat

Terapi KhususPRC : 170 ccRifampisin 15 x 17 = 255 mgIsoniazid 10 x 17 = 170 mgPirazinamid 15 x 17 = 255 mg 2 x 255 mgInj Streptomicyn 30 x 17 = 510 mg imVit. B6 10 mgAsam Folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)Fe 3 mg/kgBB/hari = 3 x 17 = 51 mg (bila BB mulai naik/fase rehabilitasi)Paracetamol = 10 x 17 = 170 mg 3 x Cth 1,5 (bila demam)

S ARAN PEMERIKSAAN Konsul ahli bedah tulang

EdukasiMakan dengan porsi kecil, frekuensi seringKepada Ibu Pasien:Pemberian makan yang benarMengupayakan makanan untuk dihabiskan

Diagnosa kerja :Spondilitis TB Lumbal 2-3 + Tuberkulosis Paru + Osteomyelitis a/r coxae bilateral + Skoliosis torakolumbal + KEP Berat + Anemia Mikrositik Hipokrom

08-11-2011 Demam (-)

Nyeri punggung (+)

T = 110/70 mmHg

N = 86x/mnt

R = 22 x/mnt

S = 36,0°C

Terapi lanjut

09-11-2011 Nyeri punggung (+) T = 110/80 mmHg

N = 84x/mnt

R = 20 x/mnt

S = 36,4°C

Pasien dikonsulkan ke dr. Husodo, Sp.OT

Terapi lanjut

10-11-2011 Nyeri punggung (+)

Lemas

T = 100/60 mmHg

N = 120x/mnt

R = 36 x/mnt

S = 36,1°C

Terapi lanjut

Page 17: Case Anak Ijup Aldy

10s/d06-12-

2011

Pasien dialihrawatkan ke bagian orthopedi di ruangan Marjan Atas dan dilakukan operasi pada

tanggal 21 november 2011.

05-12-2011 Pasien dikonsulkan kembali ke bagian IKA dikarnakan pasien penurunan kesadaran dan kejang.

Hasil Follow up Bagian IKA :

05-12-11 Kejang (+) KU: SB

KS: sopor (E2M4V2)

T = 170/110 mmHg

N = 90 x/mnt

R = 24 x/mnt

S = 36,3 oC

MAP = 130 mmHg

Status Neurologi:

RM: KK: (+), Brudzinsky I/II/III: -/-/-

RF: +/+, RP: +/+ Babinski

Inf Asering 70 gtt/mnt microRifampisin 15 x 17 = 255 mgIsoniazid 10 x 17 = 170 mgPirazinamid 15 x 17 = 255 mg 2 x 255 mgInj Streptomicyn 30 x 17 = 510 mg imVit. B6 10 mgParacetamol = 10 x 17 = 170 mg 3 x Cth 1,5 (bila demam)Prednison : 34mg

Inj. Lasix 2x 16 mg IV

Captopril 2x 4 mg per sonde

Valium 5 mg (bl kejang)

Saran:

Hematologi, kimia klinik,

urin rutin, Lumbal Punksi

KESAN :

Post op Spondilitis TB Lumbal 2-3 + Tuberkulosis Paru + Osteomyelitis a/r coxae bilateral +

Skoliosis Torakolumbal + KEP Berat + Susp meningitis serosa dd/encefalophaty hipertensi

06-12-2011 Pasien dialihrawatkan ke bagian IKA (ruang Nusa Indah Bawah) lagi karena terjadi penurunan

kesadaran dan kejang.

06-12-2011 Kejang (+)

Hasil Lab: 6-12-11

Protein Total: 8.00 gr/dlAlbumin: 4.00 gr/dlLeukosit : 13.000/ mm3

Trombosit: 455.000/ mm3

Albumin: 4,20 mg/dlkolesterol HDL:35 mg/dlGDS : 85 mg/dlNatrium : 134 mEq/lProtein urine:POS (+ +) Keton urine: POS (+ + +) Eritrosit : >100/lpb

KU: SB

KS: sopor (E2M4V2)

T = 170/110 mmHg

N = 90 x/mnt

R = 24 x/mnt

S = 36,3 oC

MAP = 130 mmHg

PF: edema pre tibial +/+

Status Neurologi:

RM: KK: (+), Brudzinsky I/II/III: -/-/-

RF: +/+, RP: +/+ Babinski

Th/ lanjut

KESAN :

Post op Spondilitis TB Lumbal 2-3 + Tuberkulosis Paru + Osteomyelitis a/r coxae bilateral +

Skoliosis Torakolumbal + KEP Berat + encefalophaty hipertensi ec GNA + susp meningitis

serosa

Page 18: Case Anak Ijup Aldy

07-12-2011 Kejang (+) 2x KS: sopor (E2M4V2)

T = 180/110 mmHg

N = 100 x/mnt

R = 24 x/mnt

S = 36,5 oC

PF: edema pre tibial +/+

Th/ lanjut

Valium 5mgstop

KSR 2x 2/5 tab per sonde

Luminal 2 x 35mg per sonde

08-12-2011 Kejang (+)

Keluarga Menolak

untuk Dilakukan

Lumbal Punksi

KS: sopor (E2M5V2)

T = 160/120 mmHg

N = 100 x/mnt

R = 22 x/mnt

S = 36,3 oC

PF: edema pre tibial +/+

Rencana Lumbal Punksi

Clonidin drip 32 gtt/mnt

dalam 100 cc D5%

Observasi TD

KESAN :

Post op Spondilitis TB Lumbal 2-3 + Tuberkulosis Paru + Osteomyelitis a/r coxae bilateral +

Skoliosis Torakolumbal + KEP Berat + encefalophaty hipertensi ec GNA + susp meningitis

serosa

09-12-2011 Kejang (-) KS: CM (E4M6V5)

T = 180/110 mmHg

N = 80 x/mnt

R = 28 x/mnt

S = 36,7 oC

PF: edema pre tibial +/+

Status Neurologi:

RM: KK: (+), Brudzinsky I/II/III: -/+/-

RF: +/+, RP: +/- Babinski

Clonidin drip 12 gtt/mnt

dalam 100cc D5%

Naikkan 4 gtt/mnt bila TD

belum turun

10-12-2011 - KS: CM (E4M6V5)

T = 140/100 mmHg

N = 100 x/mnt

R = 22 x/mnt

S = 36,7 oC

PF: edema pretibial -/-

Terapi lanjut

11-12-2011 Pasien terjatuh dari tempat

tidurnya

KS: CM (E4M6V5)

T = 160/120 mmHg

N = 100 x/mnt

R = 28 x/mnt

S = 36,5 oC

Terdapat luka terbuka pada pelipis

kanannya sebesar 3 x 0,2 x 0,1 cm

Hecting luka

ATS 1500 IU IM

12-12-2011 - KS: CM (E4M6V5) Terapi lanjut

Page 19: Case Anak Ijup Aldy

T = 140/100 mmHg

N = 128 x/mnt

R = 24 x/mnt

S = 36,3 oC

Diagnosa Akhir:

Post op Spondilitis TB Lumbal 2-3 + Tuberkulosis Paru + Osteomyelitis a/r coxae bilateral +

Skoliosis Torakolumbal + KEP Berat + encefalophaty hipertensi ec GNA + susp meningitis

serosa

Penatalaksanaan :

Terapi Umum

Energi:

Kebutuhan kalori = 100 kkal x 17kg= 1700 kkal

Protein (3-5 g/kgBB/hari) = 4 x 17 = 68 gram/hari

500 kal dipenuhi dengan F75 =10 x 65 cc per hari

1200 kal dipenuhi dengan 3x makanan padat

Observasi TD

Terapi Khusus

Rifampisin 15 x 17 = 255 mg

Isoniazid 10 x 17 = 170 mg

Pirazinamid 15 x 17 = 255 mg 2 x 255 mg

Inj Streptomicyn 30 x 17 = 510 mg im

Vit. B6 10 mg

Asam Folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)

Fe 3 mg/kgBB/hari = 3 x 17 = 51 mg (bila BB mulai naik/fase rehabilitasi)

Paracetamol = 10 x 17 = 170 mg 3 x Cth 1,5 (bila demam)

KSR 2x 2/5 tab per sonde

Luminal 2 x 35mg per sonde

Clonidin drip 32 gtt/mnt dalam 100 cc D5%

Prednison 36 mg per oral

EDUKASI

Makan dengan porsi kecil, frekuensi sering

Kepada Ibu Pasien:

Page 20: Case Anak Ijup Aldy

Pemberian makan yang benar

Mengupayakan makanan untuk dihabiskan

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

RESUME

Pasien diantar oleh ibunya dengan keluhan benjolan-benjolan yang ada di tubuhnya

pecah dengan sendirinya. Benjolan tersebut berada pada lipat paha kiri, daerah bokong, bokong

kiri, dan paha kanannya, bentuknya seperti bisul, nyeri, dan teraba kenyal yang dirasakan sejak 5

tahun yang lalu. Keluhan tersebut disertai dengan nyeri punggung tidak menjalar dan sulit

berjalan yang dirasakan sejak beberapa minggu yang lalu.

Sekitar 2-3 tahun sebelum adanya benjolan, pasien mengalami batuk berdahak lama,

tanpa darah dan disertai demam tanpa menggigil sekaligus keringat yang banyak pada malam

hari keluhan tersebut dirasakan hingga sekarang. Selama keluhan tersebut berlangsung, pasien

sempat berulang kali dibawa ke mantri dan diberikan satu jenis obat pereda batuk dan penurun

panas. Batuk dan panasnya pun hilang, namun sering timbul lagi. Pasien tidak pernah

mendapatkan terapi pengobatan lama.

Pertumbuhan pasien terlihat melambat, pasien menjadi kurus dan terlihat lebih kecil dari

teman-teman sebayanya. Semenjak benjolan-benjolan tersebut timbul, nafsu makan pasien

menurun. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama diakui pasien, yaitu dengan tetangga

pasien yang telah dewasa

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Status gizi penderita didapatkan BB/U kisaran < 60 % Gizi Buruk (DEPKES 1975)

Rambut : Hitam kecoklatan, lurus, tidak mudah dicabut, signo de bandero (-)

Mata : CA (-/-), SI (-/-), bercak bitot (-)

Hidung : PCH (-/-), sekret (-/-)

Mulut : SPO (-), typhoid tongue (-), angular chellosis (-)

Wajah : Tidak tampak seperti orang tua, noma (-).

Thorak : Pulmo : Ronkhi basah sedang (+/+), wheezing (-/-)

Page 21: Case Anak Ijup Aldy

Cor : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)

Abdomen : Datar, BU (+), hepar dan lien tidak teraba pembesaran, turgor kulit

cepat

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-)

Total Scoring TB = 12

S ARAN PEMERIKSAAN

1. PPD test

2. Rontgen lumbosacral + thorax + Coxae

3. T3

4. Lab (hematologi, urin ratin, kimia rutin)

5. Lumbal Punksi

DIAGNOSIS

Spondilitis TB Lumbal 2-3 + Tuberkulosis paru + Osteomielitis a/r coxae bilateral + KEP Berat

+ Anemia Mikrositik Hipokrom + Skoliosis Toraco-lumbal + encefalophati hipertensi ec GNA

+ susp Meningitis serosa.

PENATALAKSANAAN

Terapi Umum

Energi: Holiday segar = 1000 + (50 kkal x 7 kg) = 1350 kkal

Protein (3-5 g/kgBB/hari) = 4 x 17 = 68 gram/hari

Obs Tekanan Darah

Terapi Khusus

Transfusi PRC 170 cc

Rifampisin 15 x 17 = 255 mg

Isoniazid 10 x 17 = 170 mg

Pirazinamid 15 x 17 = 255 mg 2 x 255 mg

Streptomicin 30 x 17 = 51 mg im

Vit. B6 10 mg

Asam Folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)

Fe 3 mg/kgBB/hari = 3 x 17 = 51 mg (bila BB mulai naik/fase rehabilitasi)

Paracetamol = 10 x 17 = 170 mg 3 x Cth 1,5 (bila demam)

Page 22: Case Anak Ijup Aldy

Edukasi

Makan dengan porsi kecil, frekuensi sering

Kepada Ibu Pasien:

Pemberian makan yang benar

Mengupayakan makanan untuk dihabiskan

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

PEMBAHASAN

Pembahasan Kasus

Page 23: Case Anak Ijup Aldy

Pasien ini didiagnosa sebagai Tuberculosis Paru + Spondilitis TB Lumbal 2-3 + Osteomielitis a/r

coxae bilateral + KEP Berat + Anemia Mikrositik Hipokrom karena dari pemeriksaan ditemukan

:

a) Anamnesa :

Batuk berdahak yang hilang timbul sejak 7-8 tahun SMRS.

Demam hilang timbul sejak 7-8 tahun SMRS, suhu demam tidak terlalu tinggi

dan penyebab demam tidak diketahui.

Keluar keringat banyak pada malam hari

Benjolan yang berawal pada lipat paha kiri sejak 5 tahun yang lalu dan

kemudian pecah mengeluarkan nanah dan bekas pecahan menjadi ulkus.

Benjolan yang sama juga terbentuk di berbagai tempat di daerah sekitar

pinggang.

Nyeri punggung yang dirasakan sejak 1 bulan SMRS.

Pasien tampak lebih kurus dan pendek dari teman sebayanya

b) Pemeriksaan fisik :

Status Gizi

BB/U = 17/45 x 100% = 37%

TB/U = 104/156,5 x100% = 66%

Kesimpulan : KEP Berat

BMI: BB / TB2 = 17/ (1,04)2 = 15,7 (Berat Badan KURANG)

Kepala

Rambut : Hitam kecoklatan, lurus, tidak mudah dicabut

Thorax

Ronkhi basah sedang (+/+), wheezing (-/-)

Extremitas

Inferior: Akral hangat, oedem (-/-), sianosis (-), tampak ulkus dengan

dasar otot pada regio: inguinal sinistra, sacrum, trochanter mayor dextra,

dan gluteus sinistra, serta tampak sikatriks pada regio gluteus sinistra et

quadrisep femoris sinistra

Page 24: Case Anak Ijup Aldy

Status Neurologi

Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk: (-)

Brudzinski I, II, III (-)

Bragard Test : +/+

Patrick Test : +/+

Kontrapatrick Test : +/+

N. I - N. XII : baik

c) Scoring TB :

- Kontak : 1 (negatif)

- Tuberculin : 3 (negatif)

- Demam : 1 ( ≥ 2 minggu)

- Batuk : 1 ( ≥ 3 minggu)

- Status Gizi : 2 (BB/U < 60%)

- Pemb. KBG : 1

- Pemb. Sendi : 1

- Rontgen Thorak : 2 (kalsifikasi+infiltrat)

Total score = 12 (diagnosis TB)

d) Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Tanggal 7-11-2011

1. HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hb : 8,3 gr/dL

Ht : 28 %

Leukosit : 9100/ mm3

Trombosit : 693.000/ mm3

Eritrosit : 4,19 juta/mm3

LED : 122/130 mm/jam

Hitung Jenis

Basofil : 0

Eosinofil : 6

Batang : 3

Segmen : 66

Limfosit : 24

Monosit : 1

Page 25: Case Anak Ijup Aldy

Tanggal 10-11-2011

1. HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hb : 7,1 gr/dL

Ht : 25 %

Leukosit : 9200/ mm3

Trombosit : 832.000/ mm3

Eritrosit : 3,62 juta/ mm3

Morfologi Darah

Eritrosit : Hipokrom mikrositer

Leukosit : Jumlah normal, morfologi normal

Trombosit : Kelompok trombosit banyak

Kesan : Anemia hipokrom mikrositer

Tanggal 11-12-2011

1. HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hb : 12,9 gr/dL

Ht : 39 %

Leukosit : 8300/ mm3

Trombosit : 683.000/ mm3

Eritrosit : 5,76 juta/ mm3

Tanggal 30-11-2011

1. HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hb : 13,9 gr/dL

Ht : 45 %

Leukosit : 8.300/ mm3

Trombosit : 333.000/ mm3

Eritrosit : 5,86 juta/ mm3

Tanggal 05-12-2011

Protein Total : 8.00 gr/dl

Page 26: Case Anak Ijup Aldy

Albumin : 4.00 gr/dl

Tanggal 06-12-2011

1. HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hb : 12,7 gr/dL

Ht : 40 %

Leukosit : 13.000/ mm3

Trombosit : 455.000/ mm3

Eritrosit : 5,46 juta/mm3

Hitung Jenis

Basofil : 0

Eosinofil : 0

Batang : 2

Segmen : 83

Limfosit : 14

Monosit : 1

2. KIMIA KLINIK

Protein Total : 7,57 gr/dl

Albumin : 4,20 mg/dl

Ureum : 18 mg/dl

Kreatinin : 0,53 mg/dl

Kolesterol Total : 127 mg/dl

Kolesterol HDL : 35 mg/dl

Kolesterol LDL : 62 mg/dl

Trigliserida : 133 mg/dl

GDS : 85 mg/dl

Natrium : 134 mEq/l

Kalium : 3,3 mEq/l

3. URINE RUTIN

Kimia Urine

Berat Jenis : 1.105

pH : 6,5

Page 27: Case Anak Ijup Aldy

Nitrit : NEGATIF

Protein urine : POS (+ +) mg/dl

Glukosa urine : NEGATIF

Keton urine : POS (+ + +) mg/dl

Urobilinogen urine : NORMAL mg/dl

Bilirubin urine : NEGATIF

Mikroskopis Urine

Eritrosit : >100/lpb

Leukosit : 30-35/lpb

Sel epitel : 3-5/lpb

Bakteri : NEGATIF

Kristal : NEGATIF

Silinder : COR 1-2 /lpk

Pemeriksaan foto thoraks PA

Page 28: Case Anak Ijup Aldy

tampak kalsifikasi dan infiltrat di paracardial dan parahiller

Foto rontgen Coxae AP

Coxitis Bilateral dengan batas kabur

Hasil Foto Vertebra AP/Lateral Tanggal 10 Nov 2011

Page 29: Case Anak Ijup Aldy

Spondilitis L 2-3 dengan skoliosis thorako-lumbal

Uji Tuberkulin/ mantoux (+)

TUBERCULOSIS PADA ANAK

Page 30: Case Anak Ijup Aldy

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh mikobakterium

tuberculosis (Depkes, RI. 2001).

Menurut Masjoer (2000) Tuberculosis Paru adalah penyakit akibat infeksi kuman

Mycobacterium Tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh, dengan

lokasi terbanyak di paru- paru yang biasanya lokasi infeksi primer.

KLASIFIKASI TB ANAK

1. TB Primer

- Komplek Primer

- Komplikasi paru dan alat lain (sistemik)

2. TB Post Primer

- Re infeksi endogen (karena daya tahan tubuh turun, kuman yang indolen aktif kembali)

- Re infeksi eksogen

Kompleks Primer:

Di paru basil yang berkembang biak menimbulkan suatu daerah radang yang

disebutafek/fokus primer dari Gohn. Basil akan menjalar melalui saluran limfe dan terjadi

limfangitis dan akan terjadi limfadenitis regional. Pada lobus atas paru akan terjadi pada kelenjar

limfepada trakheal, sedangkan pada lobus bawah akan terjadi pada kelenjar limfe hiller.

Komplikasi Paru dan alat lain

Dapat terjadi penyebaran secara limfogen hematogen akan terjadi TB milier, meningitis

TB, bronkogenik, pleuritis, peritonitis, perikarditis, TB tulang dan sendi.

DIAGNOSIS TB ANAK

a. Test Tuberkulin

Ada 2 macam tuberkulin yang dipakai yaitu Old tuberkulin dan Purified protein derivate dengan

cara Mantoux. Yaitu dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin PPD intrakutan di volar lengan

bawah.Reaksi dilihat 48 – 72 jam setelah penyuntikan. Uji Tuberkulin positif menunjukkan

adanya infeksi TB. Reaksi ini akan bertahan cukuplama walaupun pasien sudah sembuh

sehingga uji Tuberkulin tidak dapat digunakan untuk memantau pengobatan.

b.Keadaan umum anak

Page 31: Case Anak Ijup Aldy

Curiga adanya TB anak bila :

- Sering panas

-Sering batuk pilek (batuk kronis berulang)

-Nafsu makan menurun

-Berat badan tidak naik

SISTEM SKORING TB ANAK IDAI

GEJALA 0 1 2 3

Kontak Tidak jelas - BTA (-) BTA (-)

Tes

tuberkulin

- - - Positif

BB Bbm

bb

Gizi buruk -

Panas Penyebab

tidak jelas

- -

Batuk < 3mg ≥3 mg

Pembesaran

kelenjar

>1 kel

≥1cm

Tidak sakit

Tulang / sendi Bengkak

Foto thorax Normal sugestif

CATATAN UNTUK SISTEM SKORING IDAI

-Diagnosis oleh dokter

-Diagnosis gizi harus ada

-Panas/demam dan batuk tidak ada respon dengan pengobatan standart

-Foto Ro Thoraks bukan merupakan alat diagnostik yang utama pada TB anak

-Semua kejadian reaksi akselerasi BCG harus dilakukan evaluasi dengan sistem

skoring

-Diagnosis TB anak bila skor ≥ 6

-Bila skor 5 dan anak < 5 th dengan dugaan yang kuat, rujuk ke RS

-Pemberian profilaksis INH bila kontak BTA (+) dg skor < 6

c. Laboratorium hematologi

Tidak banyak membantu. Laju endap darah meninggi pada keadaan aktif dan kronik.

Pada stadium akut bisa terjadi lekositosis dengan sel polimorfonuklear yang meningkat

Page 32: Case Anak Ijup Aldy

selanjutnya limfositosis. Gambaran hematologik dapat membantu mengamati perjalanan

penyakitnya. Gambaran darah yang normal tidak / belum dapat menyingkirkan diagnosis

tuberkulosis.

d. Foto Rontgen

Foto thoraks yang khas adalah :

- Fokus primer

- Limfadenitis pada trakhea

- Limfangitis

Foto thoraks yang jelas :

- TB milier

- Bronkhogenic Spread

Foto Rontgen thoraks tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik tunggal

e. Pemeriksaan Bakteriologis

Merupakan diagnosis pasti bila ditemukan kuman basil tahan asam, tetapi sulit pada bayi

dan anak. Bahan pemeriksaan dapat diambil dari sputum (pada anak besar), bilasan lambung

pagi hari atau dari cairan lain : LCS, Cairan pleura, cairan pericardium. Pemeriksaan dapat

dilakukan secara langsung, biakan dengan metode lama, radiometrik (Bactec), PCR.

f. Pemeriksaan Histopatologi

Jarang dilakukan pada anak, dilakukan dengan biopsi misalnya dari kelenjar limfe.

g. Pemeriksaan Fungsi Paru

Pada umumnya fungsi paru tak terganggu kecuali pada bronkhiektasis hebat.

Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada TB anak yang memerlukan tindakan operatif.

h. Pemeriksaan Terhadap Sumber Penularan

Dicari sumber infeksi baik dari keluarga maupun orang lain, dilakukan pemeriksaan

sputum, foto paru, pemeriksaan darah. Bila positif sebaiknya diisolasi untuk mengurangi kontak

dan dilakukan pengobatan.

i. Serologi

Hasil kurang memuaskan dan masih kontroversi, hasil tergantung dari :

Page 33: Case Anak Ijup Aldy

- Umur

- Status imunisasi

- Mycobacterium atypic

- Tidak dapat membedakan infeksi dan sakit

SPONDILITIS TUBERKULOSA

PENDAHULUAN

Spondilltis tuberkulosa merupakan salah satu kasus penyakit tertua dalam sejarah dengan

ditemukan dokumentasi kasusnya pada mummi di Mesir dan Peru'-2. Sir Percival Pott (1799)

mendeskrispsikan penyakit ini dalam monografnya yang klasik dan sejak saat itu spondilitis

tuberkulosa dikenal juga sebagai penyaldt Pott (Port's disease). Tuberkulosis merupakan masalah

besar bagi negara-negara berkembang karena insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang

Page 34: Case Anak Ijup Aldy

serius. Indonesia adalah kontributor pasien tuberkulosis nomor 3 di dunia setelah India dan Cina.

Diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun, sebagian besar berada dalarn

usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat sosioekonomi dan pendidikan yang rendah. 

Spondilitis tuberkulosa merupakan fokus sekunder dari infeksi tuberkulosis dengan

penyebaran sebagian besar secara hematogen melalui pembuluh darah arteri epifiseal atau

melalui plexus vena Batson. Telah ditemukan spondilitis tuberkulosa setelah instilasi BCG

(Bacillus Calmelle Guerin) intravesical pada karsirnoma buli-buli. Juga telah dilaporkan kasus

osteomyelitis tuberkulosa sebagai komplikasi dari vaksinasi BCG. Fokus primer infeksi

cenderung berbeda pada kelompok umur yang berbeda. Banerjee melaporkan pada 499 pasien

dengan spondilitis tuberkulosa, radiologis memperlihatkan 31% fokus primer adalah paru-paru

dan dan kelompok tersebut 78% adalah anak-anak, sedangkan 69% sisanya memperlihatkan foto

rantgen paru yang normal dan sebagian besar adalah dewasa. 

Pada usia dewasa, diskus intervertebralis avaskular sehingga Iebih resisten terhadap

infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari korpus vertebra. Pada anak-anak karena diskus

intervertebralis masih bersifat vaskular, infeksi diskus dapat terjadi primer. Penyempitan diskus

intervertebralis terjadi akibat destruksi tulang pada kedua sisi diskus sehingga diskus mengalami

herniasi ke dalam korpus vertebra yang telah rusak. Kompresi struktur neurologis terjadi akibat

penekanan oleh proses ekstrinsik maupun intrinsik. Proses ekstrinsik pada fase aktif diakibatkan

oleh akumulasi cairan akibat edema, abses kaseosa, jaringan granulasi, sequester tulang atau

diskus. 

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada

negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun

sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun

perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena

dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Di Ujung Pandang spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak

70% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang

yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah. 

Page 35: Case Anak Ijup Aldy

Gambar Spondilytis TB

ETIOLOGI

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat

lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human

dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk

batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu

disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari

langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam

jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. 

PATOLOGI

Walaupun semua vertebrae dari columna vertebralis dapat diserang namun yang

terbanyak menyerang bagian thorax. Vertebra lumbalis juga dapat terserang dan akhirnya

vertebra cervicalis pun tidak terlepas dari serangan ini. focus yang pertama dapat terletak pada

centrum corpus vertebrae atau pada metaphyse, bisa juga pertama kali bersifat subperiosteal.

Penyakit ini juga dapat menjalar, sehingga akhirnya corpus vertebrae tidak lagi kuat untuk

menahan berat badan dan seakan-akan hancur sehingga dengan demikian columna vertebralis

membengkok. Kalau hal ini terjadi pada bagian thorax, maka akan terdapat pembengkokan

hyperkyphose yang kita kenal sebagai gibbus. Sementara itu proses dapat menimbulkan gejala-

gejala lain, diantaranya dapat terkumpulnya nanah yang semakin lama semakin banyak, nanah

ini dapat menjalar menuju ke beberapa tempat diantaranya dapat berupa : 

Page 36: Case Anak Ijup Aldy

1. Suatu abscess paravertebrae, abscess terlihat dengan bentuk spoel di kiri-kanan columna

vertebralis.

2. Abscess dapat pula menembus ke belakang dan berada di bawah fasi dan kulit di sebelah

belakang dan di luar columna vertebralis merupakan suatu abscess akan tetapi tidak panas.

Umumnya abscess ini dinamakan abscess dingin. Abscess dingin artinya abscess tuberculose.

3. Dapat pula abscess menjalar mengelilingi tulang rusuk, sehingga merupakan senkung’s

abscess yang terlihat di bagian dada penderita.

4. Abscess juga dapat menerobos ke pleura sehingga menimbulkan empyme.

5. Pada leher dapat juga terjadi abscess yang terletak dalam pharynx sehingga merupakan

retropharyngeal abscess.

6. Dapat pula abscess terlihat sebagai supraclavicular abscess.

7. Pada lumbar spine abscess dapat turun melalui musculus iliopsoas yang kemudian menurun

sampai terjadi abscess besar yang terletak di bagian dalam dari paha.

Semua abscess tersebut di atas dapat menembus kulit dan menyebabkan timbulnya fistel

yang bertahun-tahun. Kecuali abses-abses tersebut di atas, tuberculose pada vertebrae dapat pula

memberikan komplikasi, ialah paraplegia, umumnya disebut Pott’s Paraplegia. Komplikasi ini

disebabkan karena adanya tekanan pada Medulla Spinalis. Adapun pathogenesis dari proses ini

dapat dijelaskan sebagai berikut : tekanan dapat berasal dari proses yang terletak di dalam

canalis spinalis. Jika di dalam canalis spinalis ada proses tuberculose yang terletak pada corpus

bagian belakang yang merupakan dasar dari canalis spinalis, maka proses tadi menimbulkan

pengumpulan nanah/jaringan granulasi langsung menekan medulla spinalis. Dalam hal ini

meskipun nanah hanya sedikit, akan tetapi cukup untuk memberikan tekanan yang hebat pada

Medulla Spinalis.

Dapat pula proses tuberculosa menghancurkan corpus sehingga canalis spinalis

membengkok dan menekan pada tulang dindingnya. Tekanan tadi menyebabkan paraplegia.

Kemungkinan lain ialah terdapat sequestra dan pus di sekeliling canalis spinalis tadi yang juga

menekan pada medulla spinalis. Dengan demikian banyak sebab-sebab yang dapat menekan

medulla spinalis dengan keras sehingga menimbulkan gejala paraplegia. Secara klinis paraplegia

dapat dibagi menjadi early onset, ialah jika paraplegia segera timbul sebagai kelanjutan dari

proses spondylitis tuberculose. Type kedua adalah paraplegia late onset, paraplegia ini terjadi

setelah penyakit spondylitis sifatnya tenang untuk beberapa waktu lamanya kemudian timbul

gejala-gejala paraplegia secara perlahan-lahan.

Lesi Spondilitis tuberkulosa berawal suatu tuberkel kecil yang berkembang lambat,

bersifat osteolisis lokal, awalnya pada tulang subkhondral di bagian superior atau inferior

anterior dari korpus vertebra . Proses infeksi Myobacterium tuberkulosis akan mengaktifkan

Page 37: Case Anak Ijup Aldy

chaperonin 10 yang merupakan stimulator poten dari proses resorpsi tulang sehingga akan terjadi

destruksi korpus vertebra dianterior. Proses perkijuan yang terjadi akan menghalangi proses

pembentukan tulang reaktif dan mengakibatkan segmen tulang yang terinfeksi relatif avaskular

sehingga terbentuklah sequester tuberkulosis. Destruksi progresif di anterior akan

mengakibatkan kolapsnya korpus vertebra yang terinfeksi dan terbentuklah kifosis ( angulasi

posterior ) tulang belakang.Proses terjadinya kifosis dapat terus berlangsung walaupun telah

terjadi resolusi dari proses infeksi.Kifosis yang progresif dapat mengakibatkan problem respirasi

dan paraplegi. 

Infeksi akhirnya menembus korteks vertebra dan membentuk abses paravertebral.

Diseminasi lokal terjadi melalui penyebaran hematogen dan penyebaran langsung dibawah

ligamentum longitudinal anterior.Apabila telah terbentuk abses paravertebral , lesi dapat turun

mengikuti alur fascia muskulus psoas yang dapat mencapai trigonum femoralis.

Pada usia dewasa, diskus intervertebralis avaskular sehingga lebih resisten terhadap

infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari korpus vertebra.Pada anak–anak karena diskus

intervertebralis masih bersifat avaskular,infeksi diskus dapat terjadi primer. Gejala utama adalah

nyeri tulang belakang, nyeri biasanya bersifat kronis dapat lokal maupun radikular.Pasien

dengan keterlibatan vertebra segmen servikal dan thorakal cenderung menderita defisit

neurologis yang lebih akut sedangkan keterlibatan lumbal biasanya bermanifestasi sebagai nyeri

radikular.Selain nyeri terdapat gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam,

peningkatan suhu tubuh pada sore hari dan penurunan berat badan . Tulang belakang terasa nyeri

dan kaku pada pergerakan. 

PATOFISIOLOGI

Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada saat

terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia.

Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan

tulang. Enam hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat

mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna.

Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini

paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu

vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra.

Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan

korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra

sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang

Page 38: Case Anak Ijup Aldy

dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra

yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya. 

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta

basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak

aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke

berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah. Pada daerah servikal, eksudat terkumpul

di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus

sternokleidomastoideus.

Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal

sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus,

atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks

setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses

pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah

lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum

inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan

mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea. 

Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah

vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling sering pada vertebra

torakalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka

paraplegia biasanya pada vertebra torakalis10 sedang yang non paraplegia pada vertebra

lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi medulla

spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal 8-lumbal 1 sisi kiri.

Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu

diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan kanalis vertebralisnya.

Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis 10, sedang kanalis

vertebralis di daerah tersebut relative kecil. Pada vertebra lumbalis 1, kanalis vertebralisnya jelas

lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior.

Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi

vertebra torakal 10. 

Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu :

1. Penekanan oleh abses dingin

2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis

3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya

4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak

Page 39: Case Anak Ijup Aldy

Kuman membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :

1. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh

penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8

minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya

pada daerah sentral vertebra.

2. Stadium destruksi awal, setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus

vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.

3. Stadium destruksi lanjut. Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan

terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3

bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan

diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging

anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.

4. Stadium gangguan neurologis. Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis

yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini

ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai

kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah

ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :

Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan

aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi

gangguan saraf sensoris.

Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih

dapat melakukan pekerjaannya.

Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi

gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.

Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan

defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau

lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari

abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya

granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena

tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang

progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan

dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.

Page 40: Case Anak Ijup Aldy

5. Stadium deformitas residual. Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya

stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang

massif di sebelah depan.

GAMBARAN KLINIS

Gambaran Spondilitis Tuberkulosa antara lain:

- Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun.

- Suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung, Pada anak-anak sering

disertai dengan menangis pada malam hari.

- Pada awal dapat dijumpai nyeri interkostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke

garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena tertekannya radiks dorsalis

ditingkat torakal.

- Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal.

Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi lanjut berupa :

- Paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf, akibat penekanan medulla spinalis yang

menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri,

- Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat UMN dan adanya batas deficit sensorik

setinggi tempat gibus/lokalisasi nyeri interkostal

Pemeriksaan Fisik

- Adanya gibus dan nyeri setempat

- Spastisitas

- Hiperreflesia tendon lutut/Achilles dan reflex patologik pada kedua belah sisi

- Batas deficit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang dijumpai 

Spondilitis korpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk :

1. Pada bentuk sentral.

Detruksi awal terletak di sentral korpus vertebra, bentuk ini sering ditemukan pada anak.

2. Bentuk paradikus.

Terletak di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebral, bentuk ini

sering ditemukan pada orang dewasa.

3. Bentuk anterior.

Dengan lokus awal di korpus vertebra bagian anterior, merupakan penjalaran per kontinuitatum

dari vertebra di atasnya.

Page 41: Case Anak Ijup Aldy

DIAGNOSIS

Diagnosis dari penyakit ini dapat kita ambil melalui bebertapa tanda khas dibawah ini,

Penyakit ini berkembang lambat, tanda dan gejalanya dapat berupa :

o Nyeri punggung yang terlokalisir

o Bengkak pada daerah paravertebral

o Tanda dan gejala sistemik dari TB

o Tanda defisit neurologis, terutama paraplegia

Pemeriksaan Laboratorium

o Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk

uji tapis. Al-marri melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosis didapatkan 33 % anak

dengan laju endap darah yang normal.

o Uji Mantoux positif

o Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan

mikobakterium

o Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.

o Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

o Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat menembus masuk abses

dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah,

test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade sehingga menimbulkan sindrom Froin yaitu

kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga likuor dapat secara spontan membeku.

o Peningkatan CRP ( C-Reaktif Protein ) pada 66 % dari 35 pasien spondilitis tuberkulosis yang

berhubungan dengan pembentukan abses.

o Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.

o Pemeriksaan dengan ELISA ( Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay ) dilaporkan memiliki

sensitivitas 60-80 %, tetapi pemeriksaan ini menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan

alergi. Pada populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi sehingga sulit

mendeteksi kasus tuberkulosis aktif.

o Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction ( PCR ) masih terus dikembangkan. Prosedur

tersebut meliputi denaturasi DNA kuman tuberkulosis melekatkan nucleotida tertentu pada

fragmen DNA , amplifikasi menggunakan DNA polymerase sampai terbentuk rantai DNA utuh

yang dapat diidentifikasi dengan gel. 

Pada pemeriksaan mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan 10

basil permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil permililiter spesimen.

Page 42: Case Anak Ijup Aldy

Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan bakteriologik adalah lamanya waktu yang

diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4

minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC ( Becton Dickinson Diagnostic

Instrument System ), Dengan system ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari.Kendala

yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat dan juga

karena system ini memakai zat radioaktif maka harus dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa

radioaktifnya.

Pemeriksaan Radiologis:

o Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal ini sangat diperlukan

untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain

o Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra, disertai

penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat

ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah

servikal berbentuk sarang burung (bird’s net), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada

daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra

yang hebat sehingga timbul kifosis.

o Dekalsifikasi suatu korpus vertebra (pada tomogram dari korpus tersebut mungkin terdapat

suatu kaverne dalam korpus tersebut) oleh karena itu maka mudah sekali pada tempat tersebut

suatu fraktur patologis. Dengan demikian terjadi suatu fraktur kompresi, sehingga bagian depan

dari korpus vertebra itu adalah menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus vertebra

jadi berbentuk baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang belakang itu.

o “Dekplate” korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur.

o Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.

o Abses dingin. 

Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk kumparan

(“Spindle”). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan paling jarang pada

vertebra C1-2.

Pemeriksaan CT scan

o CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi

irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.

o Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan

kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra (panah hitam) dengan

abses soft-tissue (panah putih)

Page 43: Case Anak Ijup Aldy

Pemeriksaan MRI

o Mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan osteomielitis tulang belakang.

o Menunjukkan adanya penekanan saraf.

Dilaporkan 25 % dari pasien mereka memperlihatkan gambaran proses infeksi pada CT-

Scan dan MRI yang lebih luas dibandingkan dengan yang terlihat dengan foto polos. CT-Scan

efektif mendeteksi kalsifikasi pada abses jaringan lunak. Selain itu CT-Scan dapat digunakan

untuk memandu prosedur biopsi.

Gambar Spondilitis tuberkulosa

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis ditujukan untuk eradikasi infeksi, memberikan

stabilitas pada tulang belakang dan menghentikan atau memperbaiki kifosis. Kriteria

kesembuhan sebagian besar ditekankan pada tercapainya status  yang

didefenisikan sebagai pasien dapat beraktifitas penuh tanpa membutuhkan kemoterapi atau

Page 44: Case Anak Ijup Aldy

tindakan bedah lanjutan, tidak adanya keterlibatan system saraf pusat, focus infeksi yang tenang

secara klinis maupun secara radiologis. 

Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera

mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.

Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :

1. Pemberian obat antituberkulosis

2. Dekompresi medulla spinalis

3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi

4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Pengobatan terdiri atas :

1. Terapi konservatif berupa:

a. Tirah baring (bed rest)

b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra

c. Memperbaiki keadaan umum penderita

d. Pengobatan antituberkulosa

Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :

Kategori 1

Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap:

Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500

mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).

Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4

bulan (54 kali).

Kategori 2

Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita

dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :

Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid

1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari, Streptomisin injeksi

hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).

Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat

diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).

Page 45: Case Anak Ijup Aldy

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju

endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta

gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.

2. Terapi operatif

Bedah costotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus

vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko – spongiosa.

Indikasi operasi yaitu:

Bila dengan terapi konservatif setelah pengobatan kemoterapi 3-6 bulan tidak terjadi

perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan

operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.

Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft.

Abses besar segmen servikal pada pasien dengan obstruksi saluran respirasi .

Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT

dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa,

paraplegia dan kifosis progresif atau hernasi tulang atau diskus pada kanalis neuralis. 

Abses Dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase

bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:

a. Debrideman fokal

b. Kosto-transveresektomi

c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:

a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata

b. Laminektomi

c. Kosto-transveresektomi

d. Operasi radikal

Page 46: Case Anak Ijup Aldy

e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai tendensi

untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior

atau melalui operasi radikal.

DIAGNOSIS BANDING

1. Osteitis Piogen : khasnya demam lebih cepat timbul

2. Poliomielitis : paresis/paralisis tungkai, skoliosis dan bukan kifosis

3. Skoliosis idiopatik : tanpa gimus dan tanda paralisis

4. Penyakit paru dengan bekas empiema : tulang belakang bebas penyakit

5. Metastasis tulang belakang : tidak mengenai diskus, adanya karsinoma prostat

6. Kifosis senilis : kifosis tidak local, osteoporosis seluruh kerangka (3)

PROGNOSIS

Prognosa dari penyakit ini bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya

komplikasi neurologic, unutk paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan sarafnya lebih baik,

sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosisnya biasanya kurang baik. Bila

paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa proggnosisnya ad functionam juga buruk. 

Page 47: Case Anak Ijup Aldy

OSTEOMYELITIS

Osteomyelitis adalah merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang yang disebabkan

bakteri pyogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus di tempat lain dan beredar melalui

sirkulasi darah.

Osteomyelitis hematogen akut

Merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang akut yang disebabkan bakteri pyogen

dimana mikroorganisme berasal dari fokus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.

Sering ditemukan pada anak-anak dan sangat jarang pada orang dewasa. Diagnosis yang dini

sangat penting, oleh karena prognosis tergantung dari pengobatan yang tepat dan segera.

Etiologi

Faktor predisposisi

1. Umur, terutama mengenai bayi dan anak-anak

2. Jenis kelamin; lebih sering pada laki-laki

3. Trauma; hematoma akibat trauma pada daerah metafisis

4. Lokasi; pada daerah metafisis, karena merupakan daerah aktif terjadinya pertumbuhan tulang

5. Nutrisi; lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi sebelumnya

Page 48: Case Anak Ijup Aldy

Osteomyelitis hematogen akut dapat disebabkan oleh :

1. Staphylococcus aureus β-hemolyticus

2. Haemophylus influenzae, pada anak dibawah umur 4 tahun

3. Organisme lain, seperti E. coli, Pseudomonas aeruginosa, proteus mirabilis dan lain-lain.

Patologi dan Patogenesis

Penyebaran osteomyelitis terjadi melalui dua cara, yaitu :

1. Penyebaran umum

Melalui sirkulasi darah berupa bakteriemi dan septikemi

Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal pada daerah lain.

2. Penyebaran local

Subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui periosteum

Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai dibawah kulit

Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi arthritis septic

Penyebaran ke medulla tulang sekitarnya sehingga system sirkulasi dalam tulang

terganggu.

Hal ini menyebabkan kematian tulang local dengan terbentuknya tulang mati (sekuester)

Teori terjadinya infeksi pada daerah metafisis yaitu :

1. Teori vascular (Trueta)

Pembuluh darah pada daerah metafisis berkelok-kelok, membentuk sinus-sinus dengan

akibat aliran darah menjadi lebih lambat. Aliran ini akan menyebabkan mudahnya bakteri untuk

berkembang biak.

2. Teori fagositosis (Rang)

Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan RES. Bila terjadi infeksi, bakteri akan

difagosit oleh sel-sel fagosit matur di tempat ini. Meskipun demikian, di daerah ini terdapat juga

sel-sel fagosit immatur yang tidak dapat memfagosit bakteri, sehingga beberapa bakteri tidak

difagositer dan berkembang biak di daerah ini.

3. Teori trauma

Bila trauma artificial dilakukan pada binatang percobaan maka akan terjadi hematoma

pada daerah lempeng epifisis. Dengan penyuntkkan bakteri secara intravena, akan terjadi infeksi

pada daerah hematoma tersebut.

Patologi yang terjadi pada osteomyelitis hematogen akut tergantung pada factor

predisposisi. Infeksi terjadi melalui sirkulasi dari focus di tempat lain dalam tubuh pada fase

bakteriemi dan dapat menimbulkan septicemia. Embolus infeksi kemudian masuk kedalam

Page 49: Case Anak Ijup Aldy

juksta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Fase selanjutnya terjadi hyperemia dan

edema di daerah metafisis disertai pembentukkan pus. Terbentuknya pus dalam tulang dimana

jaringan tulang tidak dapat berekspansi akan menyebabkan tekanan dalam tulang

bertambahsehingga akan mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada

sirkulasi tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang.

Di samping proses itu, pembentukkan tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian

dalam periosteum sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak) sehingga terbentuk suatu

lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involucrum dengan jaringan sekuestrum

didalamnya. Proses ini terlihat pada akhir minggu ke dua. Apabila pus menembus tulang maka

terjadi pengaliran pus dari involucrum melalui lubang yang disebut kloaka/sinus jaringan lunak

dan kulit.

Pada tahap selanjutnya, penyakit akan berkembang menjadi osteomyelitis kronis. Pada

daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta diliputi oleh jaringan fibrosa yang

membentuk abses tulang kronis (abses Brodie).

Bedasarkan umur dan pola vaskularisasi pada daerah metafisis dan epifisis, truetamembagi

proses patologi pada osteomyelitis hematogen akut atas tiga jenis :

1. Bayi

Adanya pola vaskularisasi foetal menyebabkan penyebaran infeksi dari metafisis dan

epifisis dengan masuk kedalam sendi, sehingga seluruh tulang termasuk sendi dapat

terkena.lempeng epifisis biasanya lebih resisten terhadap infeksi.

2. Anak

Dengan terbentuknya lempeng epifisis serta osifikasi yang sempurna, resiko infeksi pada

epifisis berkurang karena lempeng epifisis merupakan barier terhadap infeksi. Selain itu, tidak

ada hubungan vaskularisasi yang berarti antara metafisis dan epifisis. Infeksi pada sendi hanya

dapat terjadi bila ada infeksi intraartikular.

3. Dewasa

Osteomyelitis hematogen akut sangat jarang terjadi karena lempeng epifisis telah hilang.

Walaupun infeksi dapat menyebar ke epifisis, namun infeksi intraartikuler sangat terjadi. Abses

subperiosteal juga sulit terjadi karena periosteum melekat erat dengan korteks.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis osteomielitis hematogen tergantung dari stadium patogenesis dari

penyakit. Osteomielitis hematogen akut berkembang secara progresif/cepat. Pada keadaan ini

mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit dan saluran nafas bagian

Page 50: Case Anak Ijup Aldy

atas.Gejala dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan dan terdapat

gangguam anggota gerak yang bersangkutan.

Gejala umum timbul akibat bakteremia dan septicemia, berupa :

Panas tinggi

Nafsu makan berkurang

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Nyeri tekan

Gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan akan

bertambah berat jika terjadi spasme local. Gangguan sendi juga dapat disebabkan oleh

efusi sendi atau infeksi sendi (arthritis septic)

Pada orang dewasa lokalisasi infeksi biasanya pada daerah vertebra torako-lumbal yang terjadi

akibat torakosintesis atau akibat prosedur urologis dan dapat ditemukan adanya riwayat kencing

manis, malnutrisi, adiksi obat-obatan atau pengobatan dengan imuno supresif.

Pemeriksaan Laboratorium :

Pemeriksaan Darah

Sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai peningkatan LED.

Pemeriksaan titer antibody anti stafilokokus.

Pemeriksaan Kultur darah untuk menentukan jenis bakterinya (50% positif) dan diikuti

dengan uji sensitivitas. Juga harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang

merupakan jenis osteomielitis yang jarang.

Pemeriksaan Feses

Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri

salmonella.

Pemeriksaan Biopsy

Dilakukan pada tempat yang dicurigai.

Pemeriksaan Ultrasound

Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama, tidak ditemukan kelainan radiologist yang berarti

dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat

Page 51: Case Anak Ijup Aldy

terlihat setelah 10 hari berupa rarefraksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan

pembentukan tulang baru dibawah periosteum yang terangkat.

Komplikasi :

Septikemia

Infeksi yang bersifat metastatik

Artritis supuratif

Gangguan pertumbuhan

Osteomielitis kronis

Diagnosa Banding :

Selulitis

Artritis supuratif akut

Demam reumatik

Krisis sel sabit

Penyakit gaucher

Tumor Ewing

Pengobatan :

Istirahat dan pemberian analgesic

Pemberian cairan intravena dan kalau perlu transfuse darah

Istirahat local dengan bidai atau traksi

Pemberian Antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu Stafilokokus

aureus, sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotic diberikan 3-6 minggu,

Antibiotik tetap diberikan 2 minggu setelah LED normal.

Drainase Bedah, dilakukan apabila setelah 24 jam pengobatan local dan sistemik

antibiotic gagal (tidak ada perbaikan KU), drainase dilakukan selama beberapa hari

dengan menggunakan cairan NaCl dan dengan antibiotic.

Osteomyelitis Hematogen Subacute

Gejala Osteomyelitis hematogen subacute lebih ringan oleh karena organisme yang

menyebabkan kurang purulen dan penderita lebih resisten

Etiologi

Page 52: Case Anak Ijup Aldy

Osteomyelitis hematogen subacute biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus dan

umumnya berlokasi dibagian distal femur dan proksimal tibia.

Patologi

Biasanya terdapat cavitas dengan batas tegas pada tulang kanselosa dan mengandung cairan

semipurulen. Kavitas dilingkari oleh jaringan granulasi yang terdiri dari sel-sel inflamasi acute

dan kronik dan biasanya terdapat penebalan trabekula

Gambaran Klinis

Atrofi otot

Nyeri local

Sedikit pembengkakan

Dan dapat pula penderita menjadi pincang

Terdapat rasa nyeri pada daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau mungkin berbulan-

bulan.

Suhu tubuh penderita biasanya normal

Diagnosis

Foto roentgen biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm, terutama pada daerah metafisis

dari tibia dan femur atau kadang-kadang pada daerah diafisis tulang panjang.

Pemeriksaan labratorium

Leukosit normal

LED meningkat

Pengobatan

Pengobatan yang diberikan berupa pemberian antibiotic yang adekuat selam 6 minggu, apabila

diagnosis ragu-ragu, maka dapat dilakukan biopsy dan kuretase.

Osteomyelitis Sklerosing/Garre

Adalah suatu osteomyelitis subacute dan terdapat kavitas yang dikelilingi jaringan

sclerotic pada daerah metafisis, dan diaphisis tulang panjang. Penderita biasanya remaja dan

orang dewasa, terdapat rasa nyeri dan sedikit pembengkakan pada tulang

Pemeriksaan radiologi

Page 53: Case Anak Ijup Aldy

Terlihat adanya kavitas yang dilingkari jaringan sklerotis dan tidak ditemukan kavitas yang

sentral, hanya berupa suatu cavitas yang difus.

Pengobatan

 Eksisi

 Kuretase

Osteomyelitis Pasca Trauma

Osteomyelitis akibat fraktur terbuka merupakan osteomylitis yang paling sering

ditemukan pada orang dewasa. Pada suatu fraktur terbuka dapat ditemukan kerusakan jaringan,

kerusakan pembuluh darah, edema, hematoma dan hubungan antara fraktur dan dunia luar,

sehingga pada fraktur terbuka umumnya menjadi infeksi.

Etiologi

Staphylokokus aureus, E. Colli, pseudomonas dan kadang-kadang oleh bakteri anaerobic, seperti

clostridium, streptococcus anaerob atau bakteriodes.

Gambaran Klinis

 Demam

 Nyeri

 Pembengkakan pada daerah fraktur

 Dan sekresi pus pada luka

Laboratorium

Pada fraktur terbuka perlu dilakukan pemeriksaan biakan kuman guna menentukan kuman

penyebabnya, pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis dan peningkatan LED.

Pengobatan

Prinsip penanganan pada kelainan ini sama dengan osteomyelitis lainnya, pada fraktur terbuka

sebaiknya dilakukan pencegahan infeksi melalui pembersihan dan debridement luka. Luka

dibiarkan terbuka dan diberikan antibiotic adekuat.

Osteomyelitis Pasca Operasi

Osteomyelitis jenis ini terjadi setelah suatu operasi tulang (terutama pada operasi yang

menggunakan implant), dimana invasi bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah. Gejala infeksi

dapat timbul segera setelah operasi atau beberapa bulan kemudian.

Page 54: Case Anak Ijup Aldy

Osteomyelitis pasca operasi yang paling ditakuti adalah osteomyelitis setelah suatu

operasi artoplasty. Pada keadaan ini pencegahan lebih penting dari pada pegobatan.

Pengobatan

Pada operasi tanpa implant : pengobatannya sama dengan ostemyelitis post trauma dengan

kerusakan jaringan yang sedikit.

Pada fraktur yang difiksasi internal : Antibiotik IV dengan dosis besar, bila ada abses harus

didrainase dan luka dibiarkan terbuka sampai bersih, jika gagal eksisi bagiang yang infeksi dan

nekrosis, dan diirigasi dengan antibiotic secara intermitten dan suction drainasse mungkin dapat

mengontrol infeksi dan mencegah terjadinya osteomyelitis kronis.

Osteomyelitis Kronis

Osteomyelitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomyelitis akut yang tidak

terdiagnosis, atau tidak diobati dengan baik. Osteomyelitis kronis dapat juga terjadi setelah

fraktur terbuka atau setelah operasi pada tulang

Etiologi

Bakteri penyebab osteomyelitis kronis terutama oleh staphylokokus aureus atau E. Colli,

proteus, pseudomonas. Staphylokokus epidermidis merupakan penyebab utama osteomyelitis

kronis pada operasi-operasi orthopedic yang menggunakan implant.

Patologi dan Patogeneses

Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang menghambat terjadinya

resolusi dan penyembuhan spontan yang normal pada tulang. Sekustrum ini merupakan benda

asing bagi tulang dan mencegah terjadinya penutupan kloaka (pada tulang) dan sinus (pada

kulita) sekuetrum diselimuti oleh involucrum yang tidak dapat keluar atau dibersihkan dari

medulla tulang kecuali dengan tindakan operasi. Proses selanjutnya terjadi destruksi dan

sclerosis tulang yang dapat ditunjukanan melalui foto roentgen.

Gambaran klinis

Keluarnya cairan dari luka atau sinus setelah operasi, yang bersifat menahun.

Demam

Nyeri local yang hilang timbul didaerah anggota gerak tertentu

Page 55: Case Anak Ijup Aldy

Pada Pemeriksaan Fisik : adanya sinus, fistel, atau sikatrik bekas operasi dengan nyeri

tekan, mungkin dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit.

Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau osteomyelitis pada penderita

Laboratorium

Peningkatan LED

Leukositosis

Peningkatan titer antibody anti staphylococcus

Pemeriksaan kultur dan uji sensitifitas diperlukan untuk menentukan organisme penyebabnya

Pemeriksaan radiologi

Foto polos : ditemukan tanda-tanda porosis dan sclerosis tulang, penebalan periost, elevasi

periosteum dan mungkin adanya sekuestrum

Radiology scanning : membantu menegakkan diagnosis osteomyelitis kronis.

CT Scan dan MRI : bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan serta untuk melihat sejauh

mana kerusakan tulang yang terjadi.

Pengobatan

1. Pemberian antibiotic : untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat

lainnya, mengontrol eksaserbasi akut

2. Tindakan opertif : dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda, setelah pemberian antibotik

yang adekuat, operasi yang dilakukan bertujuan untuk mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik,

baik jaringan lunak maupun jaringan tulang (sekuestrum) sampai jaringan sehat sekitarnya.

Selanjutnya dilakukan drainasse kemudian irigasi secara kontinu selama beberapa hari.

Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotic didalam bagian tulang yang infeksi. Sebagai

dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran dan mencegah

penyebaran osteomyelitis lebih lanjut.

Komplikasi

1. Kontraktur sendi

2. Penyakit ameloid

3. Fraktur patologis

4. Perubahan menjadi ganas pada jaringan epidermis

5. Kerusakan epiphisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan.

Page 56: Case Anak Ijup Aldy

INFEKSI TUBERKULOSA

Tuberkolosis Tulang dan Sendi

Faktor predisposisi tuberculosis adalah :

- Nutrisi dan sanitasi yang jelek

- Ras: banyak ditemukan pada orang Asia, Meksiko, Indian dan Negro

- Trauma pada tulang dapat merupakan lokus minoris

- Umur: terutama ditemukan setelah umur satu tahun, paling sering pada umur 2-10 tahun.

- Penyakit sebelumnya, seperti morbili dan varisela dapat memprovokasi kuman.

- Masa kehamilan dan pubertas dapat mengaktifkan tuberculosis.

Patologi :

1. Primer kompleks

Lesi primer biasanya pada paru-paru, faring atau usus dan kemudian pada saluran limfe

menyebar ke limfonodus regional dan disebut sebagai kompleks primer

2. Penyebaran Sekunder

Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka terjadi penyebaran melalui sirkulasi darah

menghasilkan tuberculosis milier dan meningitis. Keadaan ini dapat terjadi setelah beberapa

bulan atau beberapa tahun kemudian dan bakteri dideposit pada jaringan ekstra-pulmoner.

3. Lesi tersier

Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak 5 % dari tuberculosis paru akan

menyebar dan berakhir sebagai tuberculosis sendi dan tulang. Pada saat ini kasus-kasus

tuberculosis paru masih tinggi dan kasus tuberculosis tulang dan sendi juga diperkirakan masih

tinggi.

Osteomyelitis Tuberkulosa

Osteomyelitis tuberkulosa selalu merupakan penyebaran sekunder dari kelainan

tuberkulosa dari tempat lain terutama dari paru-paru.Seperti pada osteomyelitis hematogen akut,

penyebaran infeksi juga terjadi secara hematogen dan biasanya mengenai anak-

anak.Perbedaannya, osteomyelitis hematogen akut umumnya terdapat pada daerah metafisis

sementara osteomyelitis tuberkulosa terutama mengenai daerah tulang belakang.

Page 57: Case Anak Ijup Aldy

ANEMIA

Anemia ( Yunani ) adalah penurunan dibawah normal dalam jumlah eritrosit per mm3,

atau volume sel darah merah (packed red cells) dalam 100 ml darah yang terjadi ketika

keseimbangan antara kehilangan darah (melalui perdarahan atau perusakan) dan produksi darah

terganggu. Kekurangan sel darah merah ini dapat disebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu

cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah.

Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin dan hematokrit dibawah nilai

normal yang menyebabkan penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen.

DIAGNOSIS

Anemia merupakan kelainan hematologik yang paling biasa ditemukan dimasyarakat.

Dalam penegakan diagnosis anemia, WHO telah menetapkan kriteria anemia berdasarkan kadar

hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hmt) yaitu ; diagnosis anemia pada laki-laki bila kadar Hb <

130 g/L (<13 g/dL) dan Hmt 0,39 (39%), pada wanita bila kadar Hb < 120 g/L (12 g/dL) dan

Hmt < 0,36 (36 %).

Anemia dapat disebabkan oleh banyak hal sehingga sangat sulit untuk menegakkan

dignosis etiologik anemia. Berdasarkan etiologinya anemia dapat disebabkan oleh:

- Perdarahan baik perdarahan akut maupun kronik yang dapat diakibatkan oleh berbagai

sebab.

- Hemolisis yaitu lisisnya eritrosit matur dalam sirkulasi

- Kelainan sumsum tulang, yaitu bila terjadi kegagalan sumsum tulang yang dapat disebabkan

oleh proses imunologis, infiltrasi sel-sel leukemia atau oleh sel ganas lainnya.

- Kurang gizi / anemia gizi akibat dari kekurangan zat-zat pembentuk darah dalam makanan,

misalnya Fe, Vit B12, asam folat, protein dan lain-lain.

Untuk menegakkan diagnosis etiologik diperlukan ; (a). anamnesis (b). Pemeriksaan fisik

(c). Pemeriksaan Laboratorium (d). Pemeriksaan khusus (e). kadang – kadang dengan terapi

adjuvantivus (pengobatan percobaan lalu dipantau responnya.

1) Anamnesis

Anamnesis dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab anemia ;

Page 58: Case Anak Ijup Aldy

- Kehilangan darah dapat diketahui dari riwayat epistaksis, hemoptisis, hematemesis,

melena, hematuria, menoragia, metroragia, atau pica (sangat ingin memakan es, tanah

liat, atau kanji bekas cucian).

- Diet buruk, penyalahgunaan alkohol, sariawan lidah, parestesia, kesukaran berjalan, atau

diare berbau busuk dengan tinja berminyak.

- Riwayat pajanan terhadap obat atau racun.

- Riwayat kanker, infeksi kronis.

- Riwayat demam, penurunan berat badan, nyeri tulang, atau massa dapat menunjukkan

kanker sebagai penyebab anemia.

2) Pemeriksaan fisik

- Kepucatan, yang nampak pada wajah dan bibir bila anemia berat dan lebih jelas pada

mukosa konjungtiva.

- Pemeriksaan mulut dapat memperlihatkan stomatitis angularis, glositis, atrofi lidah dan

bau nafas uremia.

- Pemeriksaan perut dapat mengungkapkan hepatomegali, splenomegali, massa, atau

asites.

- Pemeriksaan pelvis dan rektum dapat menemukan sumber perdarahan.

- Nyeri tulang atau limfadenopati dapat memberikan petunjuk adanya kanker.

3) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pengukuran yang akurat dari konsentrasi hemoglobin, hematokrit dan hitung sel darah

merah (RBC) memungkinkan penghitungan indeks sel darah merah yang sangat berguna

untuk menggolongkan anemia.

Tabel 1. Nilai normal RBC, hemoglobin dan hematokrit berdasarkan umur dan jenis

kelamin

ParameterLelaki

dewasa

Wanita

dewasa

Bayi baru

lahir

Umur 0,5 –

2 tahun

Umur 2 –

6 tahun

RBC, 1012 4.5–5.9 4.0–5.2 3.9–5.5 4.0–6.6 3.7–5.3

Hb, g/dL13.5–17.5 12.0–16.0 13.5–19.5 14.5–22.5 10.5–13.5

HCT 0.41–0.53 0.36–0.46 0.42–0.60 0.45–0.67 0.33–0.39

b) Indeks sel darah merah : Mean Corpuskular Volume (MCV), Mean Corpuscular

Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). Indeks sel

Page 59: Case Anak Ijup Aldy

darah merah ini dapat memberi dugaan abnormalitas yang mendasari sebelum anemia

yang ditentukan sebelumnya berkembang.

o MCV = Mean Corpuscular Volume (Volume Korpuskuler Rata – rata) adalah ukuran

besarnya sel dan untuk menyatakan adanya perubahan – perubahan besarnya sel.

MCV = Hmt : RBC ( dalam m3, atau femtoliter (fl)

o MCH = Mean Corpuscular Hemoglobin (Hemoglobin korpuskuler Rata – rata)

merupakan ukuran jumlah rata-rata hemoglobin dalam tiap satuan sel.

MCH = Hb : RBC (dalam pictogram (pg)

o MCHC = Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (Konsentrasi Hemoglobin

Korpuskuler rata-rata) merupakan ukuran konsentrasi hemoglobin dalam tiap sel

(ukuran kromositas).

MCHC = Hb : Hmt (dalam gram/100 ml RBC, g/dl RBC)

Tabel 1. Nilai normal MCV, MCH dan MCHC berdasarkan umur dan jenis kelamin

ParameterLelaki

dewasa

Wanita

dewasa

Bayi baru

lahir

Umur 0,5

– 2 tahun

Umur 2 –

6 tahun

MCV, fL 80–100 80–100 98–118 95–121 70–86

MCH, pg26–34 26–34 31–37 31–37 23–31

MCHC, g/dL 31–37 31–37 30–36 29–37 30–36

c) Hitung Retikulosit, bermanfaat untuk membedakan anemia yang sekunder pada produksi

sel darah merah yang rendah atau oleh hemolisis.

d) Hitung Leukosit dan Trombosit, dapat membantu untuk membedakan anemia murni atau

pansitopenia.

e) Pemeriksaan apusan darah yang dapat memastikan ukuran dan warna sel-sel darah yang

dapat mengungkapkan adanya variasi pada ukuran sel (anisositosis) atau bentuk

(poikilositosis) darah merah.

f) Pemeriksaan sumsum tulang, sering bermanfaat dan penting pada anemia yang tidak

jelas.

KLASIFIKASI

Jenis anemia dengan berbagai manifestasinya dan penyebabnya yang sudah diketahui,

demikian banyaknya, sehingga sangat sulit untuk menyusun klasifikasi kelainan ini. Pada

Page 60: Case Anak Ijup Aldy

umumnya ada 2 kategori yang perlu dibedakan yaitu; keadaan dimana produksi eritrosit tidak

cukup dan keadaan dimana destruksi eritrosit terjadi secara berlebihan.

Tabel 2. Anemia akibat produksi eritrosit tidak cukup

Indeks RBCSumsum

tulang

Uji lab

tambahanDiagnosis

Hipokrom ,

mikrositik.

(MCV dan MCH

berkurang)

MCV < 80 fl

MCH < 26 pg

Zat besi (-) Fe, TIBC Defisiensi Besi

Zat besi (+) HbA atau HbF Thalasemia

Anemia Sideroblastik

Makrositik

MCV meningkatMegaloblastik

B12 serum,

aklorhidria

- Defisiensi Vit B12

- Anemia pernisiosa

Folat serum Defisiensi Asam folat

Normokrom ,

Normositik.

(MCV dan MCH

normal)

Normal/ tidak

normal

Fe, TIBC

Kreatinin

Uji fungsi hati tak

normal

T4

- Anemia aplastik

- Anemia post

perdarahan

- Anemia Hemolitik

- Anemia pada radang

menahun

- Anemia pada uremia

- Anemia pada penyakit

hati

- Anemia pada

miksedema

Berdasarkan kadar Hemoglobin dalam darah maka anemia dapat dibagi menjadi :

1) Anemia ringan, jika kadar Hemoglobin darah antara 10 – 12 gr %

2) Anemia sedang, jika kadar Hemoglobin darah antara 6 – 10 gr %

3) Anemia berat, kadar Hemoglobin darah < 6 gr %

ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK

Anemia Defisiensi Besi

Page 61: Case Anak Ijup Aldy

Defisiensi besi adalah suatu keadaan berkurangnya jumlah besi dalam tubuh dan

merupakan sebab anemia tersering pada setiap Negara didunia, dimana ketiga indeks sel darah

merah (MCV, MCH dan MCHC) semuanya berkurang dan memperlihatkan sel darah merah

mikrositik, hipokromik.

Sebelum terjadi anemia karena kekurangan defisiensi besi, terlebih dahulu dilalui suatu

tingkatan yaitu deplesi besi, kemudian defisiensi besi dan akhirnya anemia defiensi besi.

Deplesi besi merupakan permulaan kekurangan besi dimana cadangan besi didalam

tubuh berkurang atau tidak ada, tetapi besi diplasma masih normal begitu juga dengan

hemoglobin dan hematokrit juga normal. Defisiensi besi tanpa anemia yaitu selain cadangan

besi juga besi diplasma sudah berkurang tetapi hemoglobin masih normal. Anemia defisiensi besi

bila cadangan besi, besi didalam plasma dan hemoglobin kurang dari normal.

Etiologi Anemia Defisiensi besi

Tabel 3. Etiologi Anemia Defisiensi besi

1. KEHILANGAN DARAH

- Uterus

- Gastrointestinal

Misalnya; Varises esophagus, hiatus hernia, ulkus peptikum, minum aspirin,

gasterktomi parsial, karsinoma lambung atau caecum, kolon atau

rectum, ankilostomiasis, divetikulitis dan seterusnya.

- Hematuria, hemoglobinuria

- Keganasan

2. KEBUTUHAN MENINGKAT

- Prematuritas

- Hamil

- Pertumbuhan

3. MALABSORBSI

Misalnya pada Gasterktomi dan kelainan duodenum, atau ileum dan jejenum

4. DIET BURUK

5. INTAKE BESI KURANG

Gambaran klinis

Biasanya pasien mengeluhkan keluhan umum dari anemia seperti cepat capek, jantung

berdebar, susah berkonsentrasi, mata berkunag-kunang, letih, sakit kepala dan lesu. Manifestasi

yang paling menonjol pada anemia defisiensi besi adalah pucat, glositis, stomatitis, keilitis

Page 62: Case Anak Ijup Aldy

angular, koilonikia, perdarahan dan eksudat pada retina, dan plummer-vinson syndrome yaitu

sukar menelan yang merupakan gejala yang khas pada anemia defisiensi besi.

Gambaran laboratorium

Tabel 4. Hasil pemeriksaan laboratorium pada defisiensi besi

Darah tepi

Hb, Hmt dan RBC menurun

MCV, MCH dan MCHC menurun

Mungkin ada leukopeni

Jumlah trombosit meningkat pada perdarahan aktif

Persentase retikulosit rendah

Sumsum tulang

Hiperplasi eritroid

Cadangan besi menurun

Lain-lain

Kadar besi serum (SI) menurun, TIBC meningkat, % saturasi menurun

Kadar feritrin serum < 10 ng/dl

Protoporfirin eritrosit bebas meningkat

Umur eritrosit menurun

Terapi

Usaha pengobatan ditujukan pada pencegahan dan intervensi. Pencegahan tersebut

mencakup ; Menganjurkan Ibu-Ibu untuk memberikan ASI, Makan makanan kaya zat besi dan

minum vitamin pranatal yang mengandung besi. Terapi untuk mengatasi anemia defisiensi zat

besi terdiri dari program pengobatan berikut ;

1. Zat besi diberikan per oral dalam dosis 2 – 3 mg/kg unsur besi semua

bentuk zat besi sama efektifnya ( fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero

glukonat.

2. Vitamin C harus diberikan bersama dengan besi (Vitamin C

meningkatkan absorpsi besi).

Page 63: Case Anak Ijup Aldy

Terapi besi hendaknya diberikan sekurang-kurangnya selama 6 minggu setelah anemia

dikoreksi untuk mengisi kembali cadangan besi. Zat besi yang disuntikkan jarang dipakai lagi

kecuali terdapat penyakit malabsorpsi usus halus.

KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)

I. Definisi

KEP adalah keadaan  kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan

protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).

II. Klasifikasi

Berikut ini adalah klasifikasi Kurang Energi Protein:

KEP ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS

dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS.

KEP sedang bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku

median WHO-NCHS.

KEP berat/Gizi buruk bila BB/U <60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB <70%

baku median WHO-NCHS.

III. Etiologi

Terdapat 13 faktor yang dapat melatarbelakangi kemungkinan terjadinya KEP, yaitu:

tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu tentang gizi,

tingkat frekuensi penyuluhan gizi, tingkat kunjungan ke posyandu, riwayat pemberian ASI

eksklusif, riwayat imunisasi, riwayat sakit, riwayat pemberian MP-ASI, riwayat kelahiran, pola

asupan gizi, pola asuhan, kebersihan lingkungan tempat tinggal.

UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai salah satu

strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam  kerangka tersebut ditunjukkan bahwa

masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:

Penyebab langsung

Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.  Timbulnya gizi

kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak

Page 64: Case Anak Ijup Aldy

yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita

gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya

tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.

Penyebab tidak langsung

Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :

- Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu

untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang

cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.

- Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan masyarakat diharapkan

dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh

kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.

- Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan  kesehatan yang

ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan  sarana pelayanan kesehatan

dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.

IV. Patofisiologi

Adapun patofisiologi dari KEP diantaranya, yaitu(3):

Respon metabolik tehadap kekurangan intake energi

- Pada keadaan tanpa infeksi, kelaparan menyebabkan terjadinya pengurangan

cadangan lemak tubuh sehingga cadangan glikogen dikeluarkan dan terjadi perubahan

hormonal untuk mempertahankan fungsi vital sampai kebutuhan energi dapat

terpenuhi kembali.

- Penyesuaian metabolisme diatur secara hormonal. Kadar kortisol meningkat

menyebabkan stress, sekresi insulin menurun dan terjadi penurunan respons

terhadap glukosa dan resistensi perifer. Growth hormon umumnya tinggi. Peningkatan

aldosteron menyebabkan pengeluaran kalium.

Adaptasi pengurangan intake protein

- Selama intake protein kurang, otot skelet mengecil karena protein dirubah untuk

mempertahankan enzim esensial dan menyediakan energi untuk proses metabolik.

Terjadi penurunan sintesis protein dan peningkatan pemecahan protein di dalam otot

dimana asam amino esensial di dalam hati untuk sintesis protein dan glukoneogenesis.

Page 65: Case Anak Ijup Aldy

Perubahan elektrolit

- Pada marasmus dan kwashiorkor, terjadi retensi natrium yang menyebabkan peningkatan

natrium total tubuh meskipun kadar natrium serum dapat saja rendah, yang menunjukkan

adanya peningkatan air ekstraseluler.

- Kadar kalium total tubuh dapat saja menurun meski kadar di dalam serum normal.

- Dibutuhkan kalium sebanyak 7,0 mmol/kg pada minggu pertama atau fase akut dari

pemilihan, dan jumlah yang sama telah memberikan hasil yang baik pada uji klinis di

Malawi.

- Terjadi penurunan aktivitas pompa natrium yang tergantung energi, yang menyebabkan

kenaikkan natrium intraseluler dan penurunan kalium.

- Hipofosfatemia yang terjadi pada anak malnutrisi behubungan dengan tingginya

mortalitas.

Interaksi dengan infeksi

- Infeksi dan nutrisi berhubungan dengan erat dalam suatu lingkaran setan yang terjadi

pada berbagai tingkatan, dari hubungan inter-relasi sosio kultural menjadi metabolisme

interseluler.

- Pada kelaparan dan kemiskinan, diet anak sebagian besar terdiri dari karbohidrat tanpa

atau disertai sedikit produk dari hewan dan lemak.

- Selama proses infeksi, terjadi perubahan metabolik yang menyebabkan sumber energi

tubuh terkonsentrasi dalam memproduksi protein fase akut di hepar dan kondisi yang

sebaliknya terjadi pada kelaparan.

Sitokin

- Sitokin adalah protein struktural yang kecil, yang dapat diproduksi oleh hampir semua

sel bernukleus dengan kadar yang sangat kecil, memiliki efek lokal dan sistemik, dan

terlibat dalam respon primer terhadap infeksi. Sintesis sitokin secara cepat dipicu oleh

respon terhadap infeksi, trauma, dan sebagainya. Sitokin juga terlibat dalam perubahan

metabolisme protein dan fungsi otot pada keadaan infeksi, puasa, dan kaheksia kanker.

Golongan tumor necrosis faktor (TNF), IL-I, dan IL-6 adalah sitokin proinflamasi, yang

menjadi mediator pada respon inflamasi lokal, yang terdiri dari kalor, rubor, dolor,

tumor, serta berperan juga pada respon sistemik seperti demam dan anoreksia.

- Anak dengan malnutrisi berat sering mengalami penurunan reaksi inflamasi dan tidak

berespon terhadap demam. Telah dilaporkan bahwa produksi IL-I dan TNF in vitro oleh

monosist yang bersirkulasi menurun pada anak dengan malnutrisi. Sebaliknya

Page 66: Case Anak Ijup Aldy

konsentrasi tinggi IL-6 dan TNF dilaporkan meningkat dalam serum anak malnutrisi

yang tidak mengalami infeksi.

Protein fase akut

- C-reaktive protein (CRP), α1-antitripsin, dan α-makroglobulin disebut sebagai protein

fase akut positif karena sintesisnya di dalam hepar mengalami peningkatan sebagai

respon terhadap stress termasuk infeksi.

- Protein fase akut negatif (albumin, prealbumin, fibronectin, retinol binding protein)

konsentrasinya di dalam serum menurun pada anak dengan malnutrisi tanpa

memperhatikan peningkatan sintesis di hepar secara keseluruhan.

- Kadar fibronectin yang rendah telah dilaporkan sebagai indikator awal yang bermanfaat

untuk diagnosis malnutrisi. Protein fase akut positif berperan penting dalam pertahahann

tubuh melawan infeksi, tetapi inflamasi yang tidak terkontrol berhubungan dengan efek

yang berlawanan, misalnya pada inflammatory bowel disease, arthritis rheumatoid, dan

mungkin saja pada kwashiorkor.

Kwashiorkor

- Selama ini kwashiorkor berhubungan dengan kekurangan protein dalam diet dan edema

yang terjadi dihubungkan dengan kadar albumin yang rendah, sehingga penderita

kwashiorkor diterapi dengan diet tinggi protein.

- Kwashiorkor sering terjadi setelah penyakit campak atau disentri dan juga dapat terjadi

pada bayi yang dapat ASI, yang pada dasarnya mendapat asupan protein yang adekuat,

serta anak dari komunitas yang dietnya hampir sama dapat mengalami kwashiorkor atau

marasmus.

Radikal bebas

- Gejala klinis yang timbul pada kwashiorkor diduga disebabkan oleh produksi radikal

bebas.

- Respon terhadap infeksi atau cedera sel tergantung pada radikal bebas dalam

menghancurkan bakteri.

- Radikal bebas ditandai oleh satu atau lebih elektron tunggal (tidak berpasangan), yang

membuatnya menjadi lebih reaktif dan tidak stabil.

- Produksi radikal bebas meningkat pada stress, termasuk inflamasi, infeksi, dan tekanan

dari lingkungan.

- Stress oksidatif adalah prorses dimana keseimbangan antara pro-oksidan dan antiksidan

bergeser kearah pro-oksidan, sehingga terjadi peningkatan radikal bebas yang

Page 67: Case Anak Ijup Aldy

menyebakan kerusakan biologis, antara lain kerusakan enzyme, asam nukleat, dan

peroksidasi lipoprotein serta EFA di memban sel oleh hydrogen peroksida.

Metabolisme lemak, asam lemak tak jenuh ganda, dan radikal bebas.

- Pada malnutrisi terjadi perubahan profil lemak pada membran sel darah merah dan

plasma.

- Asam lemak bebas dan metabolitnya memiliki fungsi protektif termasuk menjaga

integrasi membran sel dan terlibat dalam sintesis elemen imunologis seperti

prostaglandin dan leukotrien.

- Pada anak dengan malnutrisi berat, kadar asam arakidonat, salah satu asam lemak

esensial, pada profil lemak membran sel dan konsentrasi dalam plasmanya rendah.

- Kadar antioksidan secara tetap menurun pada KEP, sehingga meningkatkan peroksidasi

dari membran asam lemak tak jenuh rantai panjang.

Perubahan pada organ dan system pada penderita malnutrisi

- Sistem endokrin

Pada manutrisi berat sering ditemukan penurunan kadar insulin dan adanya gangguan

respon insulin terhadap glukosa, glukagon, dan arginin. Hal ini menjelaskan kenapa pada

malnutrisi berat perlunya menunda waktu mulai diberikannya makanan dan makanan

yang diberikan dalam porsi kecil tetapi sering.

Selama terjadi pengurangan diet, mula-mula terjadi peningkatan T4 (Thyroxin), tetapi

bila keadaan malnutrisi semakin berat terutama pada kwashiorkor akan terjadi penurunan

T4. Kadar thyroid binding protein akan menurun juga, hal ini merupakan efek primer

akbat penurunan produksi. Terjadi juga penurunan kadar T3 (triidothyronin).

- Sistem imun

Pada keadaan malnutrisi terjadi perubahan dalam sintesis imun yang diperantarai sel,

sistem imun komplemen, dan fungsi sel PMN dan beberapa melaporkan adanya

perubahan sistem imun humoral.

- Hati

Pada hati terjadi pergantian produksi, dari produksi protein carrier menjadi produksi

protein untuk inflamasi akut, yang menunjukkan adanya respon terhadap trauma atau

infeksi.

- Jantung

Curah jantung menurun pada PEM akut dibandingkan dengan saat penyembuhan.

- Sitem pernafasan

Penurunan masa otot akan menurunkan juga massa otot pernafasan termasuk diafragma.

Page 68: Case Anak Ijup Aldy

- Saluran pencernaan

Penurunan asam lambung, penipisan mukosa intestinal, pemendekan atau menghilangnya

villi usus dengan kripta yang menjadi lebih jarang. Hal ini akan menyebabkan

peningkatan permeabilitas usus dan penurunan absorbsi makanan.

Hilangnya villi usus akan menyebabkan menurunnya aktifitas disakaridase, terutama

lactase karena zat ini terdapat pada puncak villi. Karena itu sering ditemukan

malabsorbsi laktosa pada malnutrisi.

Malabsorbsi lemak juga ditemukan pada PEM dan diare persisten. Pada PEM tejadi juga

pertumbuhan berlabihan dari bakteri. Walaupun terdapat intoleransi laktosa, pemberian

laktosa tidak lebih dari 3 g/kg/hari ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan akan

merangsang penyembuhan.

- Hematologi: Anemia

Anemia serina dijumpai pada malnutrisi dan kemungkinan disebabkan karena defisiensi

besi atau penurunan produksi eritrosit karena beradaptasi dengan penurunan lean body

mass.

Walaupun terdapat defisiensi besi yang berbioavaibilitas baik pada makanan, pada

kwashiorkor terdapat peningkatan besi hepatik dan pada sumsum tulang terdapat besi

yang cukup. Hal ini tidak umum ditemukan pada marasmus.

Pada marasmus, besi terikat kuat pada protein selama penyimpanan dan selama

pengangkutan. Hal ini untuk mencegah pembentukan radikal bebas dari besi bebas. Pada

kwashiorkor, penurunan kadar transferin plasma menunjukkan bahwa terdapat penurunan

iron binding capacity dan konsentrasi besi bebas kemungkinan meningkat.

- Kulit dan rambut

Pada marasmus, ditemukan kulit yang kering dan berkerut yang disebabkan karena

pengurangan lemak subkutan menyebabkan mudahnya timbul gejala hipotermia. Pada

rambut PEM tipis, tumbuh lambat dan rontok.

- Fungsi otak dan perkembangan

Biasanya anak PEM berasal dari lingkungan yang tidak memungkinkan timbulnya

rangsangan yang diperlukan dan setelah sembuh dari PEM anak ini juga harus kembali

ke lingkungan tersebut. Hal ini menyulitkan untuk membedakan akibat jangka panjang

malnutrisi.

- Tulang

Terjadi penurunan turn over tulang selama fase akut dan peningkatan turn over pada fase

penyembuhan. Defisiensi tulang dapat menyebabkan defisiensi folat. Defisiensi vitamin

Page 69: Case Anak Ijup Aldy

D dapat menimbulkan rickets dan osteomalacia. Defisiensi vitamin C dapat

menimbulkan gejala scurvy.

V. Gejala klinis

Gejala klinis KEP ringan

Penyakit KEP ringan sering ditemukan pada anak-anak dari 9 bulan sampai 2 tahun, akan

tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar. Pertumbuhan yang terganggu dapat

dilihat dari(4):

1) Pertumbuhan linier mengurang atau terhenti

2) Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, dan adakalanya beratnya bahkan menurun

3) Ukuran lingkaran lengan atas menurun

4) Maturasi tulang terlambat

5) Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun

6) Tebal lipat kulit normal atau mengurang

7) Anemia ringan

8) Aktivitas dan perhatian mereka berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat

9) Kelainan kulit maupun rambut jarang ditemukan pada KEP ringan, akan tetapi adakalanya

dijumlahkan.

Gejala Klinis Kwashiorkor

Adapun gambaran dan gejala klinis kwashiorkor sebagai berikut:

1) Penampilan

Penampilannya seperti anak yang gemuk (suger baby)

2) Gangguan pertumbuhan

Berat badan dibawah 80% dari baku Harvard persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu

pula tinggi badannya terutama jika KEP sudah berlangsung lama.

3) Perubahan mental

Pada umumnya mereka banyak menangis, dan pada stadium lanjut bahkan sangat apatis.

4) Edema

Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat dalam, kemudian muka, lengan,

tungkai, rongga tubuh dan pada stadium lanjut mungkin di seluruh tubuh (Edema Anasarka).

Walaupun jarang, asites dapat mengiringi edema.

5) Atrofi otot

Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring terus menerus, walaupun

sebelum menderita penyakit demikian sudah dapat berjalan-jalan.

Page 70: Case Anak Ijup Aldy

6) Sistem gastro-intestinum

Gejala saluran pencernaan merupakan gejala penting. Pada anoreksia yang berat penderita

menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui

sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar penderita, dengan feses yang cair dan

mengandung banyak asam laktat karena mengurangnya produksi laktase dan enzim

disakaridase lain. Adakalanya diare demikian disebabkan pula oleh cacing dan parasit lain.

7) Perubahan rambut

Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah di cabut. Tarikan ringan di

daerah temporal dengan mudah dapat mencabut seberkas rambut tanpa reaksi sakit. Pada

kwashiorkor tahap lanjut rambut akan terlihat kusam, jarang, kering, halus, dan berwarna

pucat atau putih. Pada selembar rambut seringkali Nampak berbagai warna secara selang

seling antara warna gelap, pirang, dan pucat, yang menyerupai bendera dan dikenal sebagai

signo de bandero. Perubahan rambut pada kelopak mata tidak nyata, bahkan bulu mata sering

menjadi lebih panjang.

8) Perubahan kulit

Perubahan kulit yang oleh Williams, dokter wanita pertama yang melaporkan adanya

penyakit kwashiorkor, diberi nama crazy pavement dermatosis merupakan kelainan kulit yang

khas bagi penyakit kwashiorkor. Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah

menyerupai petehia, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam. Setelah bercak

hitam mengelupas, maka terdapat bagian-bagian yang merah dikelilingi oleh batas-batas yang

masih hitam. Bagian tubuh yang sering membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan

yang terus-menerus mendapat tekanan merupakan predeleksi crazy pavement dermatosis,

seperti di punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya.

9) Pembesaran hati

Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang - kadang batas hati

terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal

pada rabaan dengan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. Sediaan hati demikian jika

dilihat di bawah mikroskop menunjukkan, bahwa banyak sel hati terisi dengan lemak. Pada

kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi lemak itu terdapat terutama di segi tiga Kurnan,

lebih berat penyakitnya lebih banyak sel hati yang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang

sangat berat perlemakan terdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga adanya

fibrinosis dan nekrosis hati.

10) Anemia

Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita demikian. Bilamana kwashiorkor disertai

oleh penyakit lain, terutama ankylostomiasis, maka dapat dijumpai anemia yang berat. Jenis

Page 71: Case Anak Ijup Aldy

anemia pada kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik normokrom, mikrositik

hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya. Perbedaan macam anemia pada

kwashiorkor dapat dijelaskan oleh kekurangan berbagai faktor yang mengiringi kekurangan

protein, seperti zat besi, asam folik, vitamin B12, vitamin C, tembaga, insufisiensi hormon,

dan sebagainya. Macam anemia yang terjadi menunjukkan faktor mana yang lebih dominan.

Pada pemeriksaan sumsum tulang sering-sering ditemukan mengurangnya sel sistem

eripoitik. Hipoplasia atau aplasia sumsum tulang demikian disebabkan terutama oleh

kekurangan protein dan infeksi menahun.

11) Kelainan biokimia darah

Ada hipotesis yang mengatakan, bahwa pada penyakit kwashiorkor tubuh tidak dapat

beradaptasi terhadap keadaan baru yang disebabkan oleh kekurangan protein maupun energi.

Oleh sebab itu banyak perubahan biokimia dapat ditemukan pada penderita kwashiorkor,

misalnya:

a. Albumin serum:

Albumin serum yang merendah merupakan kelainan yang sering dianggap spesifik dan

sudah ditemukan pada tingkat dini, maka McLaren memberi angka (skor) untuk

membedakan kwashiorkor dari marasmus. Lebih rendah kadar albumin serum, lebih tinggi

pemberian angkanya.

b. Globulin serum:

Kadar globulin dalam serum kadang-kadang menurun akan tetapi tidak sebanyak

menurunnya albumin serum, hingga pada kwashiorkor terdapat rasio albumin/ globulin

yang biasanya menjadi lebih rendah, bahkan pada kwashiorkor yang berat ditemukan rasio

yang terbalik.

c. Kadar kolesterol serum:

Pada penderita kwashiorkor, terutama yang berat, kadar kolesterol darahnya rendah.

Mungkin saja rendahnya kolesterol darah disebabkan oleh makanan sehari-harinya yang

terdiri dari sayuran hingga tidak mengandung kolesterol, atau adanya gangguan dalam

pembentukan kolesterol dalam tubuh.

d. Tes thymol turbidity (derajat kekeruhan):

Tes tersebut merupakan tes fungsi hati. Penentuan terhadap 109 penderita kwashiorkor

memberi hasil sebagai berikut: pada 73 penderita meninggi, sedangkan pada selebihnya

tidak. Tidak ditemukan korelasi antara tingginya kekeruhan dan beratnya perlemakan hati

maupun tingginya angka kematian, maka tes tersebut tidak mempunyai nilai diagnosis

maupun prognosis

Page 72: Case Anak Ijup Aldy

Gejala Klinis Marasmus

Adapun gejala klinis marasmus diantaranya, yaitu:

1) Penampilan; muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seorang tua. Anak

terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya.

2) Perubahan mental; anak menangis, juga setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa

lapar. Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat.

3) Kelainan pada kulit tubuh; kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan

kehilangan banyak lemak di bawah kulit serta otot-ototnya. Kulit berkeriput, jaringan lemak

subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah pantat tampak seperti memakai celana

longgar “baggy pants”)

4) Kelainan pada rambut kepala; walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor,

adakalanya tampak rambut yang kering, tipis dan mudah rontok.

5) Lemak di bawah kulit; lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang.

6) Otot-otot; otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas.

7) Saluran pencernaan; penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi.

8) Jantung; tidak jarang terdapat bradikardi.

9) Tekanan darah; pada umumnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan

anak sehat seumur.

10) Saluran nafas; terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang.

11) Sistem darah; pada umumnya ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah.

Gejala Klinis Kwashiorkor Marasmik

Adapun gejala klinis kwashiorkor marasmik diantaranya, yaitu:

1) Patologi; pada penyakit KEP terdapat perubahan nyata daripada komposisi tubuhnya, seperti

jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan protein, terutama protein.

2) Cairan tubuh total (total body water); tubuh mengandung lebih banyak cairan. Keadaan ini

merupakan akibat menghilangnya lemak, otot, dan jaringan lain.

3) Cairan eksternal; terutama pada anak-anak dengan edema terdapat lebih banyak cairan

ekstrasel dibandingkan dengan yang tanpa edema.

4) Kalium total tubuh; kalium menurun, terutama yang terdapat dalam sel, hingga menimbulkan

gangguan metabolik pada organ-organ seperti otot, ginjal, dan pankreas.

Page 73: Case Anak Ijup Aldy

5) Mineral lain; dalam sel otot kadar natrium dan faktor inorganic yang meninggi dan kadar

magnesium yang menurun.

VI. Diagnosis

Adapun diagnosis dari KEP diantaranya, yaitu:

1. Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang

pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi

vitamin)

2. Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur),

LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan),

LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan)

3. Analisis diet

4. Laboratorik :

Darah : Hb, leukosit, eritrosit, nilai absolut eritrosit, hematokrit, apus darah tepi, albumin,

protein total, ureum kreatinin, kolesterol, HDL, trigliserida, Fe, TIBC, transthyretin serum,

elektrolit, glukosa, bilirubin, indeks protrombin, dan biakan.

Urin: kultur, urea N, hidroksiprolin, apus rectal.

VII. Diagnosa banding

Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor

perlu dibedakan dengan sindroma nefrotik, sirosis hepatis, payah jantung kongestif, Pellagra

infantil(5).

VIII. Dampak

Menguraikan mengenai dampak penyakit KEP adalah sebagai berikut:

1) Sistem Alimentasi Bagian Atas

Mukosa mulut, lidah, dan leher penderita KEP menjadi atrofis, papilla lidah sangat datar.

Gusi sering-sering mengalami infeksi hingga tampak adanya ulserasi yang luas. Adakalanya

timbul noma, ulkus yang nekrotis dimulai pada mukosa mulut yang menjalar ke permukaan,

hingga menyebabkan lubang di muka yang sangat menyedihkan. Terdapat pula atrofi kelenjar

ludah.

2) Saluran Gastro-intestinum

Page 74: Case Anak Ijup Aldy

Permukaan saluran gastro-intestinum menjadi atrofis hingga menimbulkan gangguan resorbsi

makanan. Enzim-enzim disaharidase disintesis oleh vili-vili usus, maka terdapat gangguan

pencernaan disakarida, terutama laktosa.

3) Hepar

Pada parenkim hepar terdapat penimbunan lemak. Pada penyakit KEP yang ringan hanya sel-

sel sekitar saluran portal mengalami perlemakan, tetapi menjalar ke sentrum dengan makin

beratnya penyakit, hingga pada akhirnya seluruh parenkim terisi lemak. Terdapat pula

pembesaran hati hingga pada rabahan batas bawah hepar dapat mencapai jauh di bawah

umbilikus. Pada otopsi didapati hati yang lebih pucat dan agak keras. Adakalanya terdapat

pula fibrosis dan nekrosis ringan disamping perlemakan yang diutarakan tadi. Penderita KEP

dengan perlemakan berat mempunyai prognosis yang buruk. Jarang sekali terdapat sirosis hati

setelah penderita sembuh.

4) Pankreas

Pankreas penderita KEP mengecil, disertai atrofi sel-sel asinus dan menghilangnya butir-butir

zimogen. Produksi berbagai enzim pancreas menurun. Diantara enzim-enzim pankreas lipase

menurun terlebih dulu, sedangkan amilase yang terakhir. Dengan demikian kelainan tersebut

mempunyai pengaruh yang negatif pada fungsi pencernaan.

5) Ginjal

Pada otopsi sering-sering ditemukan ginjal yang atrofis. Sering pula dilaporkan adanya

perubahan pada glomerulus. Infeksi saluran kemih yang tidak didiagnosa sering ditemukan

pada otopsi. Berhubung dengan terdapatnya kelainan pada ginjal, maka dapat diduga

terjadinya perubahan fungsi, seperti mengurangnya kecepatan filtrasi, dan lain-lain.

6) Jantung

Atrofi ringan otot jantung dapat ditemukan. Pemeriksaan radiologis jantung memperlihatkan

gambaran jantung yang mengecil atau normal, walaupun pada penderita marasmus

adakalanya membesar. Jika terdapat pula anemia berat atau penderita sedang mengalami masa

penyembuhan, pemberian cairan yang berlebihan dapat menimbulkan pembesaran jantung

yang akut karena dilatasi. Pada KEP-berat cardiac output menurun, waktu sirkulasi

memanjang, bradikardi dan hipotensi. Pada umumnya tangan dan kaki penderita terasa dingin

dan pucat disebabkan insufisiensi sirkulasi yang timbul.

7) Sistem Endokrin pada KEP

Pada KEP-berat ditemukan perubahan produksi beberapa hormon:

1) Kortisol; walaupun pada otopsi ditemukan atrofi anak ginjal, kadar kortisol plasma naik

baik pada kwashiorkor maupun pada marasmus.

2) Insulin; pada umumnya sekresi insulin tetap rendah setelah penderita dapat glukosa.

Page 75: Case Anak Ijup Aldy

3) Hormon pertumbuhan (human growth hormon); kadar hormone pertumbuhan sering-sering

justru meninggi pada kwashiorkor dan normal atau meninggi pada marasmus.

4) Thyroid Stimulating Hormon (TSH); TSH meninggi akan tetapi fungsi tiroid menurun.

Hormon-hormon yang disebut tadi mempunyai peranan pada metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein. Dilihat dari fungsi masing-masing hormone terhadap metabolisme

ketiga makronutrien tersebut, maka perubahan kadar dalam serum pada penderita KEP

menguntungkan penderita dalam penyediaan energy yang sangat dibutuhkan.

8) Dampak Penyakit KEP terhadap Perkembangan Mental

Penyelidikan dalam bidang pertubuhan dan fungsi otak pada penderita yang sembuh dari

penyakit KEP banyak dilakukan. Menurut Winic dan Rosso (1975) berpendapat bahwa KEP

yang diderita pada masa dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA,

dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak itu

normal. Jika KEP terjadi setelah divisi sel otak berhenti, hambatan sintesis protein akan

menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil.

Perubahan yang disebut belakangan ini dapat hilang kembali (reversibel) dengan perbaikan

diet. Pada tahun 1975 Karyadi melaporkan hasil studinya terhadap 90 anak yang pernah

menderita penyakit KEP. Studi lanjutan yang dilakukan 5 tahun kemudian menunjukkan

defisit pada IQ mereka. Pemeriksaan ulang setelah 10 tahun memberi hasil demikian, bahwa

nilai IQ anak-anak yang pernah menderita KEP pada umur muda lebih rendah secara

bermakna. Pemeriksaan EEG abnormal, dan setelah diulang 5 tahun kemudian naik menjadi

65%. Dari studi tersebut ia mengambil kesimpulan bahwa KEP dapat mempengaruhi

kecerdasan melalui kerusakan otak. Memang faktor – faktor lain seperti kebudayaan dan

keturunan ikut berperan dalam menentukan kecerdasan seseorang. Disamping faktor umur,

penting pula diketahui derajat berat dan lamanya si anak menderita KEP.

IX. Penyulit

1. Gangguan pada mata akibat defisiensi vitamin A

2. Gangguan pada kulit (Dermatosis)

a. Hipo/hiperpigmentasi

b. Deskuamasi (kulit mengelupas)

c. Lesi ulserasi eksudatif menyerupai luka bakar, sering disertai dengan infeksi sekunder

oleh candida.

3. Diare Persisten

4. Anemia Berat

5. Parasit/Cacing

Page 76: Case Anak Ijup Aldy

6. Tuberculosis

7. Malaria

X. Pengobatan

Prinsip pengobatan MEP adalah:

1. Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai biologik tinggi, tinggi

kalori, cukup cairan, vitamin dan mineral.

2. Makanan harus dihidangkan dalam bentuk yang mudah dicerna dan diserap

3. Makanan yang diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap makanan sangat rendah.

4. Penanganan terhadap penyakit penyerta.

5. Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan gizi terhadap

keluarga.

Adapun 10 langkah utama pada tatalaksana KEP berat diantaranya, yaitu:

1. Hipoglikemia

Merupakan salah satu penyebab kematian pada gizi buruk. Dapat disebabkan infeksi sistemik

atau tidak mendapat makanan 4-6 jam sebelumnya.

Definisi : Kadar glukosa darah <54 mg/dL atau <3 mmol/L

Page 77: Case Anak Ijup Aldy

Tanda Klinis : Lemah, suhu tubuh <36,5˚C, kadang ada gangguan kesadaran.

Anak tidak berkeringat dan pucat seperti anak normal, lebih

sering didapatkan anak mengantuk.

Bila ada tanda klinis berikan glukosa tanpa menunggu pemeriksaan lab.

Anak mampu minum : 50 ml glukosa 10% atau F-75

Sukrosa 10% : 1 sendok teh gula pasir dalam 5

sendok teh air

Anak tidak sadar atau kejang : Glukosa 10% 5ml/kgBB iv diikuti

50ml glukosa 10% per NGT

Semua anak gizi buruk yang menderita hipoglikemia harus diberi antibiotika spektrum luas

karena kemungkinan besar menderita infeksi sistemik.

2. Hipotermia

Definisi : Suhu aksiler <36.5 ˚C

Faktor resiko : Bayi <12 bulan

Kerusakan kulit yang meluas

Infeksi serius

Penanganan : Kangaroo mother care (kontak langsung kulit ibu denga kulit

anak)/perawatan bayi lekat bungkus anak dengan selimut dan letakkan

lampu didekatnya (50 cm). Hentikan pemanasan jika suhu tubuh sudah

mencapai 37 ˚C

3. Dehidrasi dan syok septik

Dehidrasi dan syok septik sulit dibedakan pada anak dengan gizi buruk. Pada syok septik

sering dijumpai riwayat diare dengan dehidrasi sehingga gambaran klinis menjadi kabur.

Diagnosis :

Tanda dehidrasi yang biasa digunakan untuk menilai anak normal sulit diterapkan pada anak

gizi buruk karena Pada anak gizi buruk terjadi atrofi kelenjar ludah dan air mata sehingga

mukosa menjadi kering dan air mata tidak ada tidak cukup baik untuk menilai dehidrasi.

Lemak subkutan tipis sehingga pada cubitan kembalinya kulit selalu lambat. Sebaliknya,

edema menutupi tanda ini.

Tatalaksana :

Dehidrasi diatasi dengan pemberian cairan peroral. Pemberian cairan intravena dapat

menyebabkan over hidrasi dan gagal jantung, karena itu hanya diberikan pada keadaan syok.

Penderita gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan kadar natrium yang tinggi, maka

seharusnya cairan rehidrasi mengandung lebih banyak kalium dan lebih sedikit natrium

dibanding oralit standard (formula WHO).

Page 78: Case Anak Ijup Aldy

Cairan rehidrasi untuk malnutrisi disebut ReSoMal.

Cara pemberian :

- 70-100ml/kgBB selama 12jam, dimulai dengan 5ml/kg setiap 30 menit untuk 2 jam

pertama (oral/NGT), kemudian 5-10 ml/kg/jam.

Hentikan ReSoMal bila ada :

- Kenaikan frekuensi jantung dan respirasi

- Pelebaran (kenaikan tekanan) vena jugularis

- Peningkatan edema (termasuk kelopak mata bengkak)

Rehidrasi diberikan sampai anak tidak merasa haus, air kemih telah diproduksi dengan baik,

tanda dehidrasi lain sudah hilang.

Rehidrasi intravena :

- Diberikan pada syok hipovolemik atau syok septik.

- Larutan Darrow (half-strength) dengan glukosa (dekstrosa) 5% atau RL dengan glukosa

5% atau D5 ½ saline.

- Diberikan 15ml/kgBB selama 1 jam, pantau tanda overhidrasi. Dapat diulang dengan

dosis yang sama. Pasang NGT dan berikan ReSoMal 10ml/kgBB/jam.

- Anak dievaluasi tiap jam.

- Anak dengan tanda sebagai berikut dianggap menderita syok septik :

- Tanda dehidrasi tanpa riwayat diare cair

- Hipotermia atau Hipoglikemia

- Edema dan tanda Dehidrasi

4. Koreksi elektrolit

Kurangi garam pada makanan, berikan makanan yang banyak mengandung K dan Mg

Sumber K : jus tomat, merica, paprika, kacang-kacangan, apel, alpukat, bayam,

daging tanpa lemak.

Sumber Mg : coklat, kopi instan, kacang-kacangan, bayam, aprikot.

5. Infeksi

Demam sebagai tanda infeksi tidak tampak pada penderita gizi buruk. Pada semua penderita

gizi buruk sebaiknya diberikan antibiotika spektrum luas.

a. Tanpa tanda infeksi dan komplikasi :

Page 79: Case Anak Ijup Aldy

- Kotrimoksasol (25mg sulfametoksasol + 5mg trimetoprim/kg/x) Dua kali sehari

peroral.

b. Dengan infeksi / komplikasi :

- Ampisilin 50mg/kg/kali tiap 6 jam i.m atau i.v selama 2 hari diteruskan dengan

Amoksisilin 15mg/kg/kali tiap 8 jam peroral selama 5 hari.

- Gentamisin 7,5mg/kg sekali sehari selama 7 hari.

- Bila dalam 48 jam tidak ada perbaikan tambahkan Kloramfenikol 25mg/kg/kali i.m

atau i.v. tergantung respon anak.

- Bila ada infeksi lain (amoebiasis, candidiasis, tuberculosis, dll) terapi sesuai

penyakitnya.

- Berikan imunisasi campak sewaktu masauk rumahsakit dan dosis ulang pada waktu

keluar. Hal ini karena mortalitas karena campak sangat tinggi pada anak dengan gizi

buruk.

6. Defisiensi mikronutrien

Berikan suplementasi vitamin A :

- Bayi < 6 bulan 50.000 IU/kali

- Bayi 6-12 bulan 100.000 IU/kali

- Bayi > 12 bulan 200.000 IU/kali

Diberikan pada hari pertama, kedua, dan keempat belas dihitung sejak perawatan dimulai

bila ada tanda defisiensi vitamin A (buta senja, xerosis konjungtiva, xerosis kornea, bercak

bitot, ulkus kornea, keratomalasia). Hanya hari pertama jika tidak ada tanda defisiensi

vitamin A. Berikan suplementasi vitamin dan mikronutrien lainnya kecuali besi. Besi

diberikan pada minggu kedua setelah BB mulai naik, dosis 3mg/kgBB/kali

Dosis Pemberian Fe

Tablet besi/folat (FeSO4 200 mg + 0.25 mg as.folat)

Sirup besi (FeSO4 150 ml) 1-3 mg elemental

7. Pemberian makanan awal

Fungsi hati dan usus kurang sempurna, gangguan keseimbangan elektrolit :

- Makanan dengan kandungan protein/lemak/natrium di jumlah kurang dari normal,

karbohidrat tinggi. Diberikan dalam porsi kecil dan sering. Dengan NGT bila anak tidak

dapat menelan.

- Pantau asupan makanan harian

- Bila nafsu makan timbul : Pemberian makan berhasil, anak masuk fase rehabilitasi

- Asupan kalori : 80-100 kcal/kgBB/hari

Page 80: Case Anak Ijup Aldy

- Pantau BB tiap hari.

8. Tumbuh kejar

a. Bantu anak makan sesuai kemampuannya

b. Menyusui setiap kali anak menginginkannya

c. Merangsang perkembangan emosi

d. Mempersiapkan ibu/pengasuh untuk perawatan di rumah

e. Rehabilitasi nutrisi :

- Kebutuhan energi 150-220 kcal/kgBB/hari

- Protein 4-6 g/kgBB/hari

- Berikan besi dan asam folat

- Pantau BB tiap hari

9. Stimulasi

Ruang rawat dengan warna cerah dan suara musik, aktivitas bermain dengan anak lain dan

aktivitas fisik.

10. Tindak lanjut

Melatih orang tua untuk mencegah berulangnya gizi buruk, dengan cara menjelaskan:

a. Penyebab malnutrisi

b. Pemberian makan yang benar

c. Cara stimulasi mental dan emosi

d. Mampu menangani diare

e. Mengenali kemungkinan infeksi

f. Memahami perlunya pemberian obat cacing tiap 6 bulan.

XI. Tatalaksana diet

Tatalaksana diet pada KEP berat ditujukan untuk memeberikan makanan tinggi energy,

tinggi protein daan cukup vitamin dan mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi

maksimal. Ada 4 kegiatan peting dalam tatalaksana diet, yaitu:

1. Pemberian diet

Cara pemberian makanan pada KEP berat di bagi atas 3 tahap :

Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)

Pada aplikasinya penderita dibagi menjadi 2 golongan menurut berat badannya, yaitu

dengan berat badan kurang dari 7 Kg dan lebih dari 7 Kg.

o Berat badan kurang dari 7 Kg.

Page 81: Case Anak Ijup Aldy

Jenis makanan yang diberikan adalah makanan bayi. Pada awal perawatan

makanan utamanya adalah susu yang diencerkan (1/3, 2/3, 3/3) atau susu formula

yang dimodifikasi (susu rendah laktosa). Untuk tambahan alori dapat diberikan

glukosa 2 – 5% dan tepung 2%. Kemudian secara berangsur dapat diberikan buah

+ biscuit, makanan lumat dan makanan lembek selain itu bilan masih ada, ASI

dapat terus diberikan.

o Berat badan lebih dari 7 kg.

Jenis makanan adalah makanan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun, dimulai

dengan pemberian kalori 50 KKal/KgBB, protein 1,0 gr/KgBB, dan cairan 200

ml/KgBB setiap hari. Bentuk makanan yang diberikan mulai dengan pemberian

makanan yang diencerkan, kemudian secara bertahap dikentalkan (1/3, 2/3, 3/3).

Bahan makanan utama dan sumber protein makanan cair adalah susu. Sebagai

tambahan kalori dapat ditambahkan glukosa 5%. Dalam tahap awal ini makanan

cair diberikan lebih sering dengan porsi lebih kecil dan bilan perlu dengan sonde.

Setelah diberikan makanan cair penuh dan toleransi anak terhadap makanan

membaik, dapat dimulai dengan pemberian makanan lunak, disusul dengan

makanan biasa.

Fase Transisi (minggu ke 2)

- Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk

menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi

makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.

- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)

dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100

ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat

digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.

- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula

tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200

ml/kgbb/hari).

Fase rehabilitasi (minggu ke 3-7)

Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :

- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan

sering.

- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari

- Protein 4-6 g/kgbb/hari

Page 82: Case Anak Ijup Aldy

- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan

Formula karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-

kejar.

- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

2. Evaluasi dan Pemantaan Pemberian Diet

- Penimbangan berat badan

Dilakukan seminggu sekali bila tidak kenaikan berat badan, kaji penyebabnya, antara lain

: Asupan zat gizi tidak adekuat, Defisiensi zat tertentu, misalnya : Iodium, adanya

infeksi, adanya masalah psikologis.

- Pemeriksaan Laboratorium

Hb, gula darah, feses (adanya cacing dan urin)

- Asupan Zat gizi : bila kurang, modifikasi diet sesuai selera

- Kejadian Diare : gunakan formula rendah atau bebas laktosa dan hiperosmolar, misalkan

: susu rendah laktosa, tempe, dan tepung-tepungan.

- Kejadian Hipoglikemia : beri mium air gula atau makan setiap 2 jam.

3. Penyuluhan gizi di rumah sakit.

- Menggunakan leaflet khusus yang berisi : jumlah, jenis, dan frekuensi pemberian

makanan

- Selalu memberikan contoh menu

- Mempromosikan ASI

- Memperhatikan riwayat gizi

- Mempertimbangkan social ekonomi keluarga

- Memberikan demonstrasi/praktek memasakan makanan balita untuk ibu

4. Tindak lanjut.

- Merujuk ke Puskesmas

- Merencanakan dan mengikuti kunjungan rumah

- Merencanakan pemberdayaan keluarga.

XII. Penanggulangan

Upaya penanggulangan masalah KEP dilakukan guna mencegah dan mengurangi

kejadian KEP adalah yaitu:

1. Dengan mengurangi/mengatasi faktor resiko, melalui perawatan kesehatan.

2. Pencegahan infeksi potensial KEP.

Page 83: Case Anak Ijup Aldy

3. Pemberian ASI eksklusif.

4. Perbaikan sosial ekonomi keluarga.

5. Keluarga berencana.

6. Imunisasi.

7. Kerjasama lintas program dan lintas sektor seperti: kesehatan, pertanian, ketenaga kerjaan,

pendidikan, kesejahteraan sosial dan kependudukan juga dibutuhkan.

8. Revitalisasi posyandu dengan menggalakkan kegiatan program : penimbangan balita secara

rutin, imunisasi, upaya kesehatan ibu dan anak, pelayanan keluarga berencana, upaya

perbaikan gizi, pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan, penyuluhan kesehatan

akan sangat mendukung.

XIII. Prognosis

Dengan pengobatan adekuat, umumnya penderita dapat ditolong walaupun diperlukan

waktu sekitar 2 – 3 bulan untuk tercapainya berat badan yang diinginkan. Pada tahap

penyembuhan yang sempurna, biasanya pertumbuhan fisik hanya terpaut sedikit dibandingkan

dengan anak yang sebayanya. Namun kadang-kadang perkembangan intelektualnya akan

mengalami kelambatan yang menetap, khususnya kelainan mental dan defisiensi persepsi.

Retardasi perkembangan akan lebih nyata lagi bila penyakit ini diderita sebelum anak berumur 2

tahun, ketika masih terjadi proliferasi, mielinisasi dan migrasi sel otak.