case 3 tropmed beres
DESCRIPTION
tropmedTRANSCRIPT
KASUS
Sammy, Perempuan berusia 19 tahun
Keluhan utama :
- Demam selama 9 hari (7 hari remitten, 2 hari continuous)
Gejala penyerta :
- Malaise
- Anorexia
- Nyeri abdomen
- Restlessness
- Myalgia
- Frontal headache
Riwayat :
- Mengalami diare berbentuk Pea soup diarrhea
- 4 hari sebelumnya mengalami konstipasi
Data :
- Ekonomi rendah
- Sumber air berbagi dengan tetangga
- Kebiasaan makan di warung dekat pinggir jalan
Pemeriksaan Fisik :
- acute ill, letargi, fever
- relative bradycardia
- abdomen distensi
- nyeri abdomen difus
- hepatosplenomegaly
- rose spot di low chest&upper abdomen
I. TERMOREGULASI
1.1 Definisi
Suatu proses yang akurat dan melibatkan keseimbangan dari heat production, heat
conservation dan heat loss yang mempertahankan suhu tubuh antara 36,5˚ – 37,2˚ celcius.
1.2 Pengaturan Suhu
Proses ini di atur secara hormonal oleh hipotalamus. Dan reseptor suhu terletak di kulit,
untuk yang perifer, dan di hipotalamus untuk yang central. Ketika reseptor suhu
mendeteksi adanya penurunan suhu, maka hipotalamus akan mengeluarkan TSHRH
(Tyrotropine Stimulating Hormone Releasing Hormone) dan akan di terima anterior
pituitary dan akan mengeluarkan TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang di tangkap di
kelenjar Thyroid, dan akan di respon dengan mengeluarkan hormone T4 yang akan berefek
ke kelenjar adrenal, dimana kelenjar tersebut akan mengeluarkan hormone epinephrine dan
nanti nya akan berefek diantaranya:
1. vaso konstriksi
2. peningkatan proses glikolisis
3. dan metabolic rate
Dalam hal ini, suhu tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah:
1. Aktivitas fisik. Pd latihan fisik yg berat, suhu tubuh dpt
meningkat 2 – 3C di atas suhu normal
2. Cicardian variation. Pagi hari suhu tubuh 0,5C lebih rendahSuhu terendah pd
pukul 04.00Suhu tertinggi pd pukul 16.00 – 20.00.
3. Siklus menstruasi. Pd fase preovulatoir suhu tubuh relatif rendah daripada pd fase
ovulatoir sampai menstruasi. Fase luteal suhu lebih tinggi.
4. Jenis kelamin. Suhu rata-rata pd :
Pria dewasa : 97 – 99F.
Wanita dewasa : pd fase ovulasi dpt mencapai 100–102F.
5. Stress. Pd keadaan stress suhu tubuh lebih tinggi daripada normal.
Heat Production
Adalah proses penghasilan panas, dimana proses ini terdiri dari tiga, diantaranya:
1. Chemical reaction of metabolism
Terjadi ketika ad proses pencernaan makanan, dan berkaitan dengan Basal
Metabolic Rate
2. Kontraksi otot skelet
Kontraksi dari otot skelet ini akan menyumbang panas tubuh sekitar 70%, dimana
proses ini akan mengakibatkan:
a. peningkatan tonus otot
b. rapid muscle oscillations atau yang biasa di sebut dengan menggigil
3. Chemical thermogenesis
Atau non shivering mechanism yaitu terjadi karena efek dari pengeluaran hormone
ephinephrine.
Heat Conservation
Adalah proses dimana tubuh berusaha menjaga panasa tubuh agar tidak hilang
karena ad stimulasi dari sistem nervus simpatetis yang menstimulasi kelenjar cortex
adrenal, inisiasi menggigil, dan vasokonstriksi.
Heat Loss
Merupakan sebuah proses, dimana tubuh akan kehilangan panasnya, dan proses tersebut
terjadi melalui berbagai cara, diantaranya adalah:
a. Radiasi
Penghantaran panas antara permukaan tubuh dgn lingkungan sekitarnya melalui
gelombang elektromagnetik / infra red (gelombang pendek & panjang).
b. Konduksi
Panas dihantarkan dengan cara kontak fisik
c. Konveksi
Penghantaran panas karena pergerakan partikel yg temperaturnya berbeda. Konveksi
berkaitan dgn gas & cairan di sekeliling permukaan kulit.
d. Vasodilatasi
Yaitu dengan dilatasi, maka darah yang membawa panas tubuh, akan lebih banyak
menghantarkan panasnya dengan cara konveksi, dari darah ke kulit
e. Proses eveporasi
Pada keadaan dimana suhu lingkungan mendekati suhu tubuh, maka permukaan
kulit tidak dapat melepaskan panas ke ling-kungan sekitarnya melalui cara radiasi,
konduksi, atau konveksi.Cara satu-satunya untuk mengurangi atau melepasakan
panas adalah dengan evaporasi. Pada evaporasi, panas tubuh digunakan untuk
mengubah air di permukaan kulit dari bentuk liquid menjadi bentuk gas.Panas yang
dibutuhkan untuk evaporasi air adalah 0,53 kkal/ml, artinya utk evaporasi 100 ml air
dilepaskan 58 kkal panas dari tubuh. Evaporasi dipengaruhi oleh kelembaban udara.
f. Penurunan tonus otot
1.3 Cara pengukuran
Dapat di ukur melalui tiga cara, diantaranya:
1. Rectal
2. Oral
3. Axilla
1.4 Temperatur Tubuh
1. Death. 25° C (77° F)
2. Moderate hypothermia. 33° C (91.4° F)
3. Mild hypothermia. 35° C (95° F)
4. Normal temperature (afebrile). 36–37° C (96.8–98.6° F)
5. Elevated temperature (subfebrile). 37–38° C (98.6–100.4° F)
6. Mild fever (febrile). 38–39° C (100.4–102.2° F)
7. High fever. 39–40.5° C (102.2–104.9° F)
8. Very high fever (hyperpyrexia) 41° C (105.8° F)
9. Circulatory failure. 42° C (107.6° F)
10. Over 42.6° C death through denaturation of proteins and enzymes.
II. DEMAM
2.1 Definisi
Peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas nila rata-rata suhu normal
Tempat
pengukuran
Jenis termometer Rentang; rata-rata
suhu normal (oC)
Demam (oC)
Aksila Air raksa,
elektronik
34,7-37,3 ; 36,4 37,4
Sublingual Air raksa,
elektronik
35,5-37,5 ; 36,6 37,6
Rektal Air raksa,
elektronik
36,6-37,9 ; 37 38
Telinga Emisi infra merah 35,7-37,5 ; 36,6 37,6
2.2 Pola demam
1. Continuous (Sustained) fever
Hanya terjadi sedikit remisi/penurunan suhu, tidak melebihi 10C atau 20F
Biasanya terjadi pada penyakit lobar pneumonia atau gram (-) pneumonia,
penyakit ricketsia, demam typhoid, kelainan CNS, tularemia & falciparum
(malaria malignant tertiana).
2. Intermittent (hectic, quotidian, “picket fence”) fever
Demam dengan fluktuasi yang lebar, biasanya normal atau rendah pada pagi hari
dan puncak demam pada jam 4 sampai jam 8 malam.
Terjadi pada infeksi pirogenik yang local dan bacterial endocarditis
Biasanya disertai dengan menggigil atau terjadi leukositosis
Terjadi juga pada malaria : quotidian (puncak demam pada satu hari sekali),
tertian (puncak demam terjadi 3 hari sekali), dan quartan (puncak demam terjadi
setiap 4 hari sekali).
Variasi ini berkaitan dengan adanya multiplikasi yang repetitive dari parasit.
Pada brucellosis akut demam biasanya sering intermitten dengan berkeringat
yang diserati juga leucopenia atau hitung leukosit yang normal.
Pola double quotidian dengan 2 kali puncak pada hari yang sama biasanya
terjadi pada penyakit salmonellosis dan bisa membantu dalam anamnesis, hal ini
terjadi juga pada milliary tuberculosis, double malarial infection dan gonococcal
serta meningococcal endocarditis.
Demam dengan tertian dan quartan intermitten sering terjadi pada malaria.
3. Remitten fever
Fluktuasi dari suhu tubuh pada tipe demam ini juga berlangsung lebar, lebih dari
10C
Perbedaan pada demam tipe ini adalah temperature tubuh pasien tidak pernah
mencapai nilai normal kembali.
Rendah pada pagi hari dan tinggi kembali pada tengah malam.
Terjadi pada minggu pertama kasus typhoid
4. Saddleback (biphasic) fever
Pola demam ini berlangsung beberapa hari lalu ada waktu rentang biasanya
sehari dimana panas turun dan kemudian hari-hari sesudahnya mengalami
kenaikan kembali.
Terjadi pada dengue fever & yellow fever, Colorado tick fever, Rift Valley
fever, infeksi virus seperti influenza dan poliomyelitis.
5. Intermitten hepatic (charcot’s) fever
Tipe ini biasanya terjadi episode demam yang sporadic, lalu terjadi waktu
renggang yng memperlihatkan penurunan temperature yang jelas dan kembali
lagi terjadi demam.
Terjadi pada cholangitis biasanya berkaitan dengan cholelitiasis, jaundice.
6. Pel-Ebstein fever
Berminggu-minggu dengan demam atau bisa lebih lama dan disertai dengan
periode sehat yang sama dengan periode demam dengan pengulangan beberapa
siklus.
Contoh : pada Hodgkin disease, Brucellosis, relapsing fever.
7. Reversal of diurnal pattern of fever
Demam tinggi pada jam di awal pagi daripada selama jam-jam sore hari atau
awal malam.
Terjadi pada : milliary TB, salmonellosis, hepatic abscess dan bacterial
endocarditis.
8. Jarisch – Herxheimer reaction
Terjadi demam setelah beberapa jam pemberian terapi penicillin pada sifilis
primer atau sekunder.
Terjadi juga pada kasus leptospirosis setelah diberikan terapi tetracycline atau
chloramphenicol.
III. Enterobactericeae
Batang Gram-Negatif Enterik (Enterobacteriaceae)
Enterobactericeae adalah kelompok besar batang gram-negative yang heterogen,
yang habitat alaminya adalah saluran usus manusia dan hewan.
Famili ini mencakup banyak genus (misalnya: Escherichia, Shigella, Salmonella,
Enterobacter, Klebsiella, Serratia, dan Proteus).
Enterobacteriaceae adalah anaerob fakultatif atau aerob, meragikan sejumlah besar
karbohidrat, memiliki struktur antigen yang kmpleks, dan menghasilkan berbagai
jenis toksin dan faktor virulensi yang lain.
Famili Enterobacteriaceae secara biokimia ditandai oleh kemampuannya mereduksi
nitrit, meragikan glukosa, dan menghasilkan asam atau asam dan gas.
Struktur Antigen
Enterobacteriaceae mempunyai struktur antigen yang kompleks. Bakteri ini dapat
digolongkan berdasarkan lebih dari 150 antigen somatik O (lipopolisakarida) tahan panas,
lebih dari 100 antigen K (simpai) yang tak tahan panas, dan lebih dari 50 antigen H
(flagel). Pada Salmonella typhi antigen simpai disebut antigen Vi.
Antigen O merupakan bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri atas
unit polisakarida yang berulang.
Antigen K berada diluar antigen O pada beberapa jenis tetapi tidak pada semua
Enterobacteriaceae.
Antigen H terletak pada flagel dan didenaturasikan atau dirusak oleh panas atau
alkohol.
Kelompok Salmonella-Arizona
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma
Proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Species : S.Typhi
Gambar 2.1 Salmonella Typhii
Morfologi dan identifikasi :
Panjang Salmonella bervariasi
Kebanyakan species, kecuali Salmonella pullorum-gallinarum dapat bergerak
dengan flagel peritrika.
Bakteri ini mudah tumbuh pada perbenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah
meragikan laktosa atau sukrosa.
Bakteri ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa,
dan biasanya membentuk H2S
Pada pewarnaan gram adalah gram negative batang, non-lactose
fermenter, dan test biokimia seperti KIA (menghasilkan warna hitam
dengan slant (alkaline); butt (acid without gas); dan H2S (+), motility
(+), indole (+), citrate (-) dan urease (-)
Struktur Antigen :
Salmonella memiliki beberapa antigen O (dari keseluruhan yang
berjumlah lebih dari 60) dan antigen H yang berbeda pada salah satu
atau kedua fase. Beberapa salmonella mempunyai antigen simpai (K), yang
disebut Vi, yang dapat mengganggu aglutinasi melalui antiserum O; antigen ini
dihubungkan dengan sifat invasif yang dimilikinya
Klasifikasi :
Satu sistem klasifikasi terdiri dari 3 spesies utama, Salmonella typhi (satu
serotipe), Salmonella choleraesuis (satu serotipe), dan Salmonella enteritidis
(lebih dari 1500 serotipe).
Berdasarkan penelitian hibridisasi DNA, klasifikasi taksonomik resmi meliputi
genus Salmonella dengan subspesies dan genus Arizona dengan subspesies.
Tabel 2.1 Contoh Rumus Antigenik Salmonella
Golongan O Spesies Rumus Antigenik1
D
A
C1
B
D
S typhi
S paratyphi A
S choleraesuis
S typhimurium
S enteritidis
9, 12, (Vi):d:
1, 2, 12:a
6, 7:c:1, 5
1, 4, 5, 12:i:1, 2
1, 9, 12:g, m
Variasi :
Organisme dapat kehilangan antigen H dan menjadi tidak bergerak. Hilangnya
antigen O menyebabkan perubahan koloni dari bentuk halus menjadi bentuk kasar.
Antigen Vi dapat hilang sebagian atau seluruhnya. Antigen dapat diperoleh (atau
hilang) dalam proses transduksi.
Salmonella enterica serovar typhii
Epidemiologi
A. Carrier:
Setelah infeksi subklinis, beberapa individu melanjutkan untuk mempertahankan
Salmonellae dalam jaringan tubuh selama waktu yang bervariasi. Tiga persen typhoid
yang bertahan menjadi carrier permanent, berada dalam gallbladder, saluran biliary
atau intestinum dan saluran urin.
B. Sumber Infeksi:
Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonellae.
Sumber berikut penting :
1. Air – kontaminasi tinja sering mengakibatkan epidemic yang eksplosif.
2. Susu dan produk susu lain (es krim, keju, pudding) – kontaminasi oleh tinja dan
pasturisasi yang tidak cukup atau pembawaan yang tidak benar.
3. Kerang – dari air yang terkontaminasi.
4. Telur (dried or frozen eggs) – dari unggas yang terinfeksi atau kontaminasi
selama proses pendingin.
5. Daging atau produk daging – dari binatang yang terinfeksi atau kontaminasi
dengan tinja hewan pengerat atau manusia.
6. Penyalahgunaan obat – marijuana dan obat lain.
7. Pewarna binatang – (misalnya carmine) digunakan dalam obat, makanan, dan
kosmetik.
8. Binatang peliharaan di rumah – kura-kura, anjing, kucing dan sebagainya.
Uji Laboratorium Diagnostik
A. Spesimen
Kultur darah harus diambil secepatnya. Demam enterik dan keracunan darah,
kultur darah sering positif dalam minggu pertama penyakit. Kultur sumsum tulang
mungkin dapat digunakan. Kultur urine mungkin positif sesudah minggu kedua.
Spesimen tinja juga harus diambil secepatnya. Dalam demam enterik, tinja
menghasilkan hasil positif pada minggu kedua atau ketiga, pada enterokolitis, selama
minggu pertama.
Sebuah kultur positif dari drainase usus 12 jari meningkatkan adanya salmonellae
di sistem biliary pada carrier (pembawa).
B. Metode Bakteriologis untuk Pengisolasian Salmonella:
1. Kultur Differensial Medium
EMB, Mac-Conkeys, atau mesium deoksikholat memungkinkan pendeteksian cepat
dari fermenter nonlaktosa (tidak hanya Salmonellae dan Shigellae tetapi juga
Proteus, Serratia, Pseudomonas, dan lainnya). Organisme gram-positif dalam
beberapa hal dihambat. Medium bismut sulfit memungkinkan pendeteksian cepat
dari S typhi, yang membentuk koloni hitam karena produksi H2S.
2. Kultur Medium Selektif
Spesimen ditempatkan diatas agar Salmonellae-Shigella (SS), Hektoen agar enterik,
XLD, atau agar deoxycholate citrat yang lebih cocok untuk pertumbuhan
Salmonella dan Shigellae daripada Enterobactericeae.
3. Kultur Pengayaan
Spesimen (biasanya tinja) juga diletakkan dalam selenite F atau tetrathionate broth,
dimana keduanya menghambat replikasi bakteri saluran usus normal dan
memungkinkan meningkatkan Salmonellae. Sesudah inkubasi 1-2 hari, ini ditanam
pada media differensial dan selektif.
4. Identifikasi Akhir
Koloni dari media padat diidentifikasikan oleh bentuk reaksi biokimia dan tes
aglutinasi mikroskop dengan serum spesifik.
C. Metode Serologi
Teknik serologi digunakan untuk mengidentifikasi kultur yang tidak dikenal
dengan serum yang dikenal dan mungkin digunakan untuk mengenali antibodi titer pada
pasien dengan penyakit yang tidak dikenal, meskipun kemudian tidak berguna dalam
mendiagnosis infeksi salmonella.
1. Tes Aglutinasi
Pada tes ini, serum yang diketahui dan kultur yang tidak diketahui dicampur diatas
sebuah slide. Akan terjadi gumpalan, dapat dilihat dalam beberapa menit. Tes ini
khususnya berguna untuk pengidentifikasian kultur awal secara cepat. Ada alat
komersial yang mungkin untuk mengaglutinasi dan mengelompokkan serum
salmonellae dengan antigen O: A, B, C1, C2, D dan E.
2. Tes Aglutinasi Pengenceran Tabung (Widal Tes)
Serum aglutinasi akan meningkat dengan cepat selama minggu kedua dan ketiga pada
infeksi salmonella. Paling tidak dua contoh serum, dicapai dalam interval 7-10 hari,
dibutuhkan untuk membuktikan adanya peningkatan titer antibodi. Proses pengenceran
berurutan dari serum yang tidak diketahui dites terhadap antigen dari salmonellae yang
representatif. Hasilnya diartikan sebagai berikut: 1) Tinggi atau menaiknya titer O (≥
1:160) menyatakan bahwa infeksi aktif terjadi. 2) Titer H tinggi (≥ 1:160) menyatakan
adanya imunisasi atau infeksi terdahulu. 3) Titer antibosi yang tinggi terhadap antigen
Vi terjadi pada beberapa carier (pembawa) penyebab. Hasil tes serologi untuk infeksi
salmonella harus diartikan secara hati-hati. Adanya kemungkinan reaksi silang antibosi
membatasi penggunaan serologi dalam diagnosis infeksi Salmonella
3. ELISA
a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi. Prinsip dasar
uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak
dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.
b. Uji ELISA untuk melacak
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau
urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat.
Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam
spesimen klinis, yaitu doubleantibody sandwich ELISA.
Pemeriksaan ini dapat menentukan adanya antibody IgM maupun IgG spesifik pada
pasien demam tifoid, dan antigen deteksi yang digunakan adalah ekstrak sel S.typhi
hasil pemurnian. Antigen dipisahkan dari berbagai struktur subselular organisme,
antara lain adalah: Lipopolisakarida (LPS), Outer Membran Protein (OMP), Flagella
(d-H) dan kapsul (virulence [Vi] antigen).
Keterbatasan teknik ELISA selain memerlukan multi tahapan prosedur sehingga
tidak praktis, ELISA juga butuh berbagai peralatan, instrument reader dan sumber list
rik, dimana instrument dan enzim konjugat sebagai reagen masih sangat mahal
disamping itu hasilnya juga tidak dapat diharapkan segera (rapid) karena
membutuhkan waktu rata rata lebih dari 1 jam.
IV. THYPOID FEVER
4.1 Definisi :
penyakit demam sistemik akut akibat infeksi dari Salmonella typhi. Tanda dan gejalanya
mirip thypus. Nama lain dari demam thypoid adalah enteric fever.
4.2 Epidemiologi :
- Endemik di asia timur, timur tengah, afrika, amerika selatan
- Daerah yang airnya tercemar oleh bakteri Salmonella
4.3 Etiologi :
- Salmonella thypi yang paling sering menyebabkan demam typhoid
- Salmonella enteritidis (bioserotip paratyphi A, B,C) menyebabkan demam
paratyphoid
- Salmonella choleraesuis menyebabkan bacterecemia
- Salmonella typhimurium enterocolitis
Hal-hal yang mempengaruhi sampai timbulnya penyakit adalah asam lambung, Vi
antigen, dan jumlah organism. Jumlah organism 103 tidak akan menimbulkan penyakit,
105 akan menimbulkan penyakit pada sekitar 25% orang, dan 109 akan menimbulkan
penyakit pada sekitar 95% orang.
4.4 Faktor resiko :
- Sanitasi lingkungan yang buruk
- Memakan atau meminum sesuatu yang tercemar bakteri Salmonella typhi
- Tidak cuci tangan sebelum makan
4.5 Sign and symptom :
- Demam typhoid masa inkubasinya sekitar 10-20 hari, sedangkan demam
paratyphoid masa inkubasinya sekitar 1-10 hari
- Kenaikan suhunya seperti anak tangga atau biasa disebut “step ladder”,
peningkatan suhunya bisa sampai 40-41ᵒC
- Anoreksia
- Rose spot adalah suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran
1-5 mm. Sering di jumpai diabdomen, thorax, extremitas dan punggung pada
orang kulit putih. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan 2-3 hari.
Merupakan salah satu gejala klasik pada penyakit typhoid.
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
- Malaise
- Headache
- Remittent
fever
- Konstipasi
- Batuk ringan
(jarang)
- Demam terus-
menerus
- Distensi abdomen
- Hepatosplenomegaly
- “rose spot”
- Continuous
high fever
- Delirium
- Gejala
demam,
delirium dan
distensi
abdomen
mulai
membaik
- Komplikasi
intestinal
mungkin
masih
menetap
4.6 Pagenesis
o Faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit pada typhoid fever :
1. Jumlah organisme yang tertelan
Hal ini berkaitan dengan dosis infeksi dari bakteri Salmonella
109 menimbulkan 95% kasus
105 menimbulkan 25% kasus
103 jarang menimbulkan penyakit
2. Keasaman dari lambung (Gastric Acidity)
- Asam lambung merupakan salah satu mekanisme pertahanan GI sistem
terhadap infeksi enteric
- Salmonella masih tahan terhadap asam hingga pH 1,5
3. Adanya antigen Vi pada organisme (Salmonella)
- Antigen Vi ini berperan penting dalam infektivitas
Strain Salmonella dengan antigen Vi lebih sering menyebabkan penyakit daripada strain
Salmonella non Vi Masuknya S. Thypi dan S.parathypi ke dalam tubuh
melalui makan dan minuman terkontaminasi
↓
Masuk ke small intestine (terutama bagian distal ileum)
↓
S.thypi menembus sel epitel (Sel M) dan dilanjutkan ke lamina propia
↓
S.thypi berkembang dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama makrofag
↓
Menyebar ke seluruh tubuh di dalam makrofag melalui limfatik,
duktus toraksikus, lalu masuk ke pembuluh darah
↓
First bacterimia
Mengubah sistem pengatur, dipengaruhi oleh :
1. PhoP / phoQ2. Mengkode
sistem sekresi tipe 3
(asimptomatik)
↓
Menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial
(Hepar, limpa, lymph nodes, marrow)
↓
S.thypi meninggalkan sel fagosit dan berkembangbiak di luar sel
↓
Organisme masuk lagi ke pembuluh darah
↓
Second bacterimia → embolisasi bacteri → rose spot
↓ ↓ ↓
Liver Invasi peyer patches Inflamasi intestine
↓ ↓ ↓ ↓ ↓
Adanya sel MN Masuk ke Infiltrasi sel inflamasi kronis ↑motilitas ↓motilitas
dan respon imun galbladder ↓ ↓ ↓
spesifik ↓ Hyperplasia peyer patches Diare Konstipasi
↓ Bersama cairan ↓
Hepatospleno empedu disekresikan Ulcer iregular
megali ke lumen usus
↓ ↓ ↓
Abdomen dist Sebagian Menembus lumen
Disekresikan usus
Ke usus ↓ ↓
Melepas Fagositosis oleh
Mediator inflamasi makrofag yang
↓ ↓ ↓ ↓ Sudah teraktivasi
Demam Lemah Sakit Nyeri
Lesu Kepala perut
4.8 Diagnosis
Anamnesis
Faktor resiko (makanan kurang higienis), gejala yang muncul
Pemeriksaan Fisik
- Demam tinggi
- Relative bradikardia
- Hepatospleenomegaly
- Rose spot
Pemeriksaan Mikrobiologis
- Diagnosis definitif : isolasi S. typhi dari darah, bone marrow, atau lesi anatomis
spesifik.
- Spesimen darah diambil pada minggu I saat demam tinggi ; spesimen feses dan
urin pada minggu II dan selanjutnya. Bila pada minggu 4 feses masih positif
maka suspek karier.
- Karakteristik koloni : non hemolitik berwarna putih.
- Identifikasi Biokimia
Pemeriksaan Serologis
- Salmonella dikarakteristikan dengan antigen somatic (O) dan flagella (H).
- Felix Widal Test
Mengukur tingkat aglutinasi antibody terhadap antigen O dan H. Antibodi O muncul
pada hari 6-8 (akhir minggu pertama sampai puncaknya di minggu 3-5. Aglutinin ini
dapat bertahan 6-12 bulan) dan H pada hari 10-12(Makin meningkat dengan puncak
di minggu 4-6, bertahan sampai 2 tahun) setelah onset penyakit. Diulangi dengan
rentang 5-7 hari. Positif : 1/320 (tapi negative tidak menyingkirkan tifoid)
Diagnosis demam tifoid dianggap diagnosis : kenaikan 4 kali lipat pada pemeriksaan
ulang dengan interval 5-7 hari.
- IDL Tubex
Lebih cepat dibandingkan tes widal. Dapat mendeteksi antibody IgM O9 dalam
beberapa menit.
- Typhidot-M
Dapat mendeteksi IgM dan IgG spesifik terhadap antigen 50kD S. Typhy. Memakan
waktu 3 jam.
- IgM dipstick
Prinsipnya adalah pengikatan S typhi-specific IgM antibody sampel terhadap S.
Typhi lipopolysaccharide (LPS) antigen yang kemudian diwarnai oleh partikel
pewarna koloid.
Sesuai dengankemampuan mendiagnosis dan tingkat perjalanan tifoid saat diperiksa,
maka diagnosis klinis tifoid dibagi atas
4.9 Diagnosa Banding
Pneumonia, influenza, GEA, hepatitis, dengue, Tuberkulosis, malaria
4.10 Pencegahan
1. Memastikan sumber-sumber air memiliki kualitas baik dan dapat mensuplai
seluruh komunitas (mudah diakses)
2. Food Safety
Mencusi tangan sebelum menyiapkan / makan, menghindari makanan mentah,
hanya memakan makanan yang dimasak dengan baik.
3. Sanitasi
Fasilitas pembuangan kotoran manusia tersedia dan berfungsi baik dan
membersihkan saluran pembuangan berkala terutama saat musim hujan.
4. Edukasi Kesehatan
5. Vaksinasi (Vi-conjugate vaccine/Live attenuated vaccine/ VI capsular
Polysaccharide antigen vaccine) dan imunisasi
4.11 Guideline Management of Typoid Fever
Pengobatan suportive sangat penting dalam penanganan pasien typhoid seperti oral
atau hidrasi intravene, pemberian antipiretik adan kecukupan nutrisi dan tranfusi darah
bila di butuhkan. Pengobatan yang paling penting adalah pemberian antibiotik.
Pilihan obat untuk demam typhoid :
- Chloramphenicol
Sejak di perkenalkan tahun 1948, obat ini sudah menjadi pilihan untuk pengobatan
typhoid di dunia. Chloramphenicol dapat menurunkan demam pada hari 3-4. di
rekomendasikan 500 mg setiap 4jam sampai demam turun kemudian di lanjutkan dengan
pemberian tiap 6 jam sekali selama 14 hari. Pada pasein yang mengalami diare dan
muntah maka opbat ini dapat di berikan secara intavena.
- Ampicillin dan amoxycillin
Obat ini juga dapat di gunakan sebagai pengobatan typhoid, tetapi 5 tahun belakangan ini
obat ini tidak lagi di gunakan karna sudah adanya resisten terhadap golongan obat ini.
Obat ini dapat di berikan empat kali sehari selama 14 hari
- Co-trimoxazole
Kombinasi antara trimethoprim dan sulfonamide juga efektif dalam pengobatan typhoid.
- Azithromycin
Merupakan antibiotic golongan macrolide dimana antibiotic golongan ini memghasilkan
konsentrasi yang tinggi di dalam jaringan. Obat ini masih dalam uji klinis dan diharapkan
sebagai salah satu obat pilihan untuk pengobatan typhoid.
- Third Generation cephalosporins
Cefotaxime, ceftriaxone dan cefopperazone memiliki efek yang baik dalam melawa
Salmonella typhii. Obat ini hanya tersedia dalam formulasi intravena sehingga
pemberiannya pun dilakukan dengan cara intravena.
- Ciproloxacin dan golongan 4-quinolone
Ciproloxacin memiliki efektivitas yang tinggi dalam melawan salmonella typhii. Demam
dapat turun 3-5 hari setelah pemberian dan jarang terjadi relaps.
Obat ini di berikan 500 mg dua kali sehari selama 14 hari. Jika pasien muntah dan diare
maka diberikan secara IV sebanyak 200-400 mg dua kali sehari.
Golongan 4quinolone seperti ofloxacine,norfloxacine,pefloxacine juga efektif tetapi tidak
boleh digunakan pada wanita hamil dan anak-anak.
- Corticosteroids
Dexamethasone dapat menurunkan angga kematian pada typhoid yang berat
Management carrier
Seseorang disebut chronic carrier jika mengalami asimptomatik dan continues
hasil positif stool atau rectal swab cultures untuk S. typhi selama satu tahun pertama
setelah recovery dari acute illness. 1-5% pasien typhoid fever menjadi chronic carriers.
Kecepatan carriage sedikit meningkat pada pasien wanita, pasien yang usianya lebih dari
50 tahun, dan pasien dengan cholelithiasis atau schistosomiasis. Jika terdapat
cholelithiasis atau schistosomiasis maka harus dilakukan cholecystectomy atau
antiparasitic medication ditambah antibiotics untuk bacteriological cure.
Untuk mengeradikasi S. typhi carriage, amoxicillin atau ampicillin (100 mg per kg
per hari) ditambah probenecid (Benemid®) (1 g orally or 23 mg per kg for children) atau
TMP-SMZ (160 to 800 mg twice daily) selama enam minggu, sekitar 60% mempunyai
hasilkultur negatif setelah di follow-up. Clearance sampai 80% pada pasien chronic
carriers dapat dicapai dengan pemberian 750 mg ciprofloxacin dua kali sehari selama 28
hari atau 400 mg norfloxacin. Obat quinolone lain mungkin mempunyai hasil yang sama.
Prognosis
100% pasien dengan pengobatan sembuh. 3-5% resiko karier.
Komplikasi
Biasanya muncul pada minggu ke 3 atau ke 4 dari perjalanan penyakit.
1. Intestine complication (6% pada pasien dewasa & lebih sedikit pada anak).
2. Gastrointestinal hemorrhage & perforation
Hemorrhage → biasanya muncul pada minggu ke 3, dengan gejala munculnya
tachicadi, tachypnea, sweating, ↓ BP & anemia.
Perforation → akhir minggu ke ¾ & disertai dengan abrupt onset dari abdominal
pain, distension, vomiting & collapse.
3. Pulmonary complication (jarang)
4. Bronchopneumonia → karena secondary infection → 11%.
Lebih sedikit bila didiagnosa lebih awal & diberi treatment.
5. Meningitis → jarang, < 10%, biasanya terjadi pada neonates.
Bila terdapat neck stiffnes → dilakukan lumbar puncture.
6. Renal complication → jarang (ARF & Renal failure)
7. Infective endocarditis & myocarditis →jarang.
8. Acute Pancreatitis → diikuti dengan abses dari pancreas.
9. Peripheral neuritis.
10. Osteomyelitis.
11. Typhoid Hepatitis.
12. Acute cholecystitis.
13. Persistent infection pada gallbladder → menjadi chronic cholecystitis (most
important late complication)
V. PHARMACOLOGICAL PROPERTIES
5.1 Ciprofloxacin
Indikasi:
Untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh kuman patogen yang peka terhadap
ciprofloxacin, antara lain pada :
- Saluran kemih termasuk prostatitis.
- Uretritis dan serpisitis gonore.
- Saluran cerna, termasuk demam thyfoid dan parathyfoid.
- Saluran nafas, kecuali pneumonia dan streptococus.
- Kulit dan jaringan lunak.
- Tulang dan sendi.
Kontra Indikasi:
- Penderita yang hipersensitivitas terhadap siprofloksasin dan derivat quinolone
lainnya
- tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui,anak-anak pada masa
pertumbuhan,karena pemberian dalam waktu yang lama dapat menghambat
pertumbuhan tulang rawan.
- Hati-hati bila digunakan pada penderita usia lanjut
- Pada penderita epilepsi dan penderita yang pernah mendapat gangguan SSP hanya
digunakan bila manfaatnya lebih besar dibandingkan denag risiko efek
sampingnya.
Komposisi :
Ciprofloxacin 250 mg : Tiap tablet salut selaput mengandung Ciprofloxacin 250 mg
Ciprofloxacin 500 mg : Tiap tablet salut selaput mengandung ciprofloxacin 500 mg.
Farmakologi :
Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-piperazinyl-3-quinolone
carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone. ciprofloxacin
diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, bioavailabilitas absolut antara 69-
86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan
serta cairan tubuh. metabolismenya dihati dan diekskresi terutama melalui urine.
MOA :
menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas
terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif.
Dosis :
1. Untuk infeksi saluran kemih :
- Ringan sampai sedang : 2 x 250 mg sehari
- Berat : 2 x 500 mg sehari
- Untuk gonore akut cukup pemberian dosis tunggal 250 mg sehari
2. Untuk infeksi saluran cerna :
- Ringan / sedang / berat : 2 x 250 mg sehari
3. Untuk infeksi saluran nafas, tulang dan sendi kulit dan jaringan lunak :
- Ringan sampai sedang : 2 x 500 mg sehari
- Berat : 2 x 750 mg sehari
- Untuk mendapatkan kadar yang adekuat pada osteomielitis maka pemberian
tidak boleh kurang dari2 x 750 mg sehari
4. Dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal : Bila bersihan kreatinin kurang
dari 20 ml/menit maka dosis normal yang dianjurkan harus diberikan sehari sekali
atau dikurangi separuh bila diberikan 2 x sehari.
- Lamanya pengobatan tergantung dari beratnya penyakit.
Untuk infeksi akut selama 5-10 hari biasanya pengobatan selanjutnya paling
sedikit 3 hari sesudah gejala klinik hilang.
Peringatan dan perhatian :
- Untuk menghindari terjadinya kristaluria maka tablet siprofloksasin harus ditelan
dengan cairan
- Hati-hati pemberian pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal (lihat keteranga
pada dosis )
- Pemakaian tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan
- Selama minum obat ini tidak dianjurkan mengendarai kendaraan bermotor atau
menjalankan mesin.
Efek samping :
Efek samping siprofloksasin biasanya ringan dan jarang timbul antara lain:
- Gangguan saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut
- Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia dan euforia
- Reaksi hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria
- Peningkatan sementara nilai enzim hati,terutama pada pasien yang pernah
mengalami kerusakan hati.
5.2 Chloramphenicol
Indikasi:
- Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit tifus, paratifus dan
salmonelosis lainnya.
- Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae (terutama infeksi
meningual), rickettsia, lymphogranuloma-psittacosis dan beberapa bakteri gram-
negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis, dan infeksi berat yang lainnya.
Kontra Indikasi:
Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan kloramfenikol. Jangan
digunakan untuk mengobati influenza, batuk-pilek, infeksi tenggorokan, atau untuk
mencegah infeksi ringan.
Komposisi:
Tiap kapsul mengandung 250 mg kloramfenikol
MOA :
Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik, dan pada dosis
tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya dengan menghambat sintesa protein
dengan jalan mengikat ribosom subunit 50S, yang merupakan langkah penting dalam
pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram-positif,
termasuk Streptococcus pneumoniae, dan beberapa bakteri aerob gram-negatif, termasuk
Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Salmonella, Proteus mirabilis,
Pseudomonas mallei, Ps. cepacia, Vibrio cholerae, Francisella tularensis, Yersinia pestis,
Brucella dan Shigella.
Dosis:
- Dewasa, anak-anak, dan bayi berumur lebih dari 2 minggu :
50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3 – 4.
- Bayi prematur dan bayi berumur kurang dari 2 minggu :
25 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 4.
Peringatan dan Perhatian:
- Pada penggunaan jangka panjang sebaiknya dilakukan pemeriksaan hematologi
secara berkala.
- Hati-hati penggunaan pada penderita dengan gangguan ginjal, wanita hamil dan
menyusui, bayi prematur dan bayi yang baru lahir.
- Penggunaan kloramfenikol dalam jangka panjang dapat menyebabkan tumbuhnya
mikroorganisme yang tidak sensitif termasuk jamur.
Efek Samping:
Diskrasia darah, gangguan saluran pencernaan, reaksi neurotoksik, reaksi hipersensitif
dan sindroma kelabu.
Interaksi Obat:
Kloramfenikol menghambat metabolisme dikumarol, fenitoin, fenobarbital, tolbutamid,
klorpropamid dan siklofosfamid.
VI. TES WIDAL
Tes widal: penentuan kadar aglutinasi antibody terhadap antigen O dan H dalam
darah
Perlu 2 x pengambilan specimen:
1. S1 (serum 1): pada masa akut, at admission/ saat dating
2. S2 (serum2): 10-14 hari setelah S1
Diagnosis ditegakkan dengan melihat adanya kenaikkan titer lebih atau sama dengan
4x titer masa akut (S1).
Tes widal mulai diperiksa pada minggu 1-2, puncak minggu 5
Kenaikkan titer antibodi ke level diagnostik pada tes widal umumnya:
- paling baik pada minggu ke 2 atau 3 (95,7%)
- pada minggu pertama(85,7%),karena belum terdeteksinya antibodi ayng
dihasilkan oleh agen penyebab penyakit yang bukan S. Thypi
Hasil tes widal dipengaruhi:
- Endemicity
- Vaccination (titer H meningkat)
- Antibiotic yang diberikan
2 teknik tes widal
1. The slide widal test
- Cepat
- Antigen S. Thypi ditambahkan ke dalam serum pada slide
Aglutinasi terlihat sebagai clumps
- Skor :
Score 0: no aglutination
Score 1+: 25 % aglutination
Score 2+: 50% aglutination
Score 3+: 75% aglutination
Score 4+: 100% aglutination
2. Widal tube agglutination test
- Campuran antigen dan antibodi diinklubasi selama 20 jam pada 370C pada
water bath
Aglutinasi telihat dalam bentuk pellets, clumped pada bottom of the test
tube
- Skor
Score 0-4+ (sama dengan atas)