cara praktis mengukur sinyal downlink satelit

12
Uw.create/2008 1 PENGUKURAN SINYAL DOWNLINK SATELIT Disusun Oleh : UWe Agustiono ST.,MM. – Subdittapfrek Ditspekfrekrad – Ditjen Postel 1. TUJUAN MONITORING SINYAL DOWNLINK SATELIT Secara umum pengukuran dimaksud untuk mengetahui kualitas parameter teknis sinyal yang dapat diterima oleh antena penerima di stasiun bumi dan secara khusus tulisan ini untuk membantu para petugas pengukuran frekuensi radio dilapangan dalam mengetahui kualitas penerimaan sinyal TV berlangganan pada home site receiver atau distribution network. 2. PARAMETER TEKNIS Parameter teknis sinyal downlink satelit DBS TV yang diperlukan untuk diketahui antara lain : a. Frekuensi kerja b. Level/Field strength Cerrier c. Band Width d. Level Spourius Emisson

Upload: moel-ryadhie

Post on 14-Feb-2015

339 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cara Praktis Mengukur Sinyal Downlink Satelit

Uw.create/2008 1

PENGUKURAN SINYAL DOWNLINK SATELIT

Disusun Oleh : UWe Agustiono ST.,MM. – Subdittapfrek Ditspekfrekrad – Ditjen Postel

1. TUJUAN MONITORING SINYAL DOWNLINK SATELIT Secara umum pengukuran dimaksud untuk mengetahui kualitas parameter

teknis sinyal yang dapat diterima oleh antena penerima di stasiun bumi dan secara khusus tulisan ini untuk membantu para petugas pengukuran frekuensi radio dilapangan dalam mengetahui kualitas penerimaan sinyal TV berlangganan pada home site receiver atau distribution network.

2. PARAMETER TEKNIS

Parameter teknis sinyal downlink satelit DBS TV yang diperlukan untuk diketahui antara lain : a. Frekuensi kerja b. Level/Field strength Cerrier c. Band Width d. Level Spourius Emisson

Page 2: Cara Praktis Mengukur Sinyal Downlink Satelit

Uw.create/2008 2

3. PERANGKAT PENDUKUNG

Perangkat yang diperlukan untuk kegiatan tersebut antara lain : a. Antena Parabolic (antena eksisiting milik operator TV

berlangganan) b. Low Noise Amplifier (LNA) c. Block Converter d. DC Block Connector (M to F) e. Receiver / Spectrum Analyzer f. Demodulator g. Decoding h. Video Plotter/Printer

4. KONFIGURASI DAN CARA PENGUKURAN PARAMETER FREKUENSI

Page 3: Cara Praktis Mengukur Sinyal Downlink Satelit

Uw.create/2008 3

4.1 Konfigurasi Pengukuran Parameter Teknis Frekuensi D/L Satelit

4.2 Pengukuran Parameter Frekuensi D/L Satelit dengan Cara 1.

a. Gunakan antena parabolic/Dish dari stasiun bumi (TV berlangganan) yang sudah terpasang (positioning).

b. Pasang kabel RF antara output LNA dengan menggunakan kabel Coaxial fleksibel standar microwave (Band SHF) ke perangkat Spectrum Analyzer (SPA) dengan panjang tidak melebihi 2 (dua) meter mengingat pada bagian output LNA tingkat noise/derau relative tinggi, disamping itu pada saluran cable RF setelah LNA masih mengandung arus/tegangan DC, untuk itu sebagai antisipasi sebelum cable Coaxial terpasang pada SPA terlebih dahulu gunakan DC Block Connector sesuai gambar diatas.

Low Noise Ampl (LNA)

Down Converter

Demodulator

Decoding

Pengukuran

Cara 1

Pengukuran

Cara 2

RF

IF sinyal

DC Block

SPA

Printer

Output 1

Display/TV

Output 2

Parabolic/Dish

LNB

Page 4: Cara Praktis Mengukur Sinyal Downlink Satelit

Uw.create/2008 4

c. Setelah Input SPA terpasang rangkaian Antena (parabolic/Dish+ LNA+DC Block) maka lakukan pengukuran parameter teknis sinyal D/L Satelit sesuai prosedur yang baku.

d. Dalam pengukuran perhatikan range frekuensi D/L Satelit yang akan di ukur, sesuaikan dengan spesifikasi perangkat pendukung yang dipergunakan, misalnya range frekuensi antena maupun LNA, biasanya untuk Ku band downlink penerimaan frekuensinya antara 10.7 – 12.75 GHz.

e. Bila level penerimaan pada SPA terlalu lemah dapat digunakan eksternal LNA/Pre Amplifier RF dan dipasang setelah output LNA Antena Parabolic/Dish.

f. Setelah dilakukan pengukuran parameter sinyal hasilnya dapat di simpan dalam disc terpisah dan dicetak menggunakan video plotter atau printer.

4.3 Pengukuran Parameter Frekuensi D/L Satelit dengan Cara 2.

a. Gunakan antena parabolic/Dish dari stasiun bumi (TV berlangganan) yang sudah terpasang (positioning).

b. Pasang kabel antara output Down Converter (saluran IF) dengan menggunakan kabel Feeder fleksibel standar microwave (Band SHF) atau feeder IFL (Interfacility Link) ke perangkat Spectrum Analyzer (SPA) dengan panjang tidak melebihi 10 (sepuluh ) meter, disamping itu pada saluran feeder IFL setelah Down Converter (selanjutnya disebut saluran Intermediate Frequency, batasan Frekuensi IF adalah sekitar 950 MHz s/d 1450 MHz) masih mengandung arus/tegangan DC sebesar 12 s/d 48 VDC, untuk itu sebagai antisipasi sebelum cable Coaxial terpasang pada SPA terlebih dahulu gunakan DC Block Connector sesuai gambar diatas.

c. Setelah Input SPA terpasang rangkaian Antena (parabolic/Dish+ LNA+DC Block) maka lakukan pengukuran parameter teknis sinyal D/L Satelit sesuai prosedur yang baku.

d. Dalam pengukuran perhatikan range frekuensi D/L Satelit yang akan di ukur, sesuaikan dengan spesifikasi perangkat pendukung yang dipergunakan.

e. Setelah dilakukan pengukuran parameter sinyal hasilnya dapat di simpan dalam disc terpisah dan dicetak menggunakan video plotter atau printer.

f. Sebagai referensi hasil pengukuran frekuensi radio ini dapat juga disertakan kualitas penerimaan video dan sound dari DBS TV tersebut yang tentunya harus menggunakan perangkat tambahan yang sudah ada pada lokasi Home Site berupa Demodulator dan Decoding, hasilnya dapat di lihat pada pesawat televisi analog.

Page 5: Cara Praktis Mengukur Sinyal Downlink Satelit

Uw.create/2008 5

Berikut Gambar Fisik dari DC Block Conector dan LNB

5. ANALISA DASAR

Kehandalan suatu sistem pada sistem komunikasi satelit analog yang menggunakan modulasi frekuensi (FM) dinyatakan oleh sinyal to noise ratio (S/N). Dimana (S/N) yang merupakan fungsi dan nilai carrier to noise ratio (C/N). Didalam sistem komunikasi satelit digital, performansi dari sistem dapat diukur dari nilai Bit error rate ratio (BER) dari sinyal yang diterima oleh stasiun bumi. Nilai BER yang diukur pada penerimaan sinyal di stasiun bumi ini juga ditentukan oleh parameter (C/N)-nya. HP A = High Power Amplifier (penguat daya gelombang RF sebelum

ditransmisikan kesatelit melalui antena) LNA = Low Noise Amplifier (penguat yang berderau rendah) G = Gain Antenna T = Noise Temperature (˚K)

Contoh peralatan :

1. unit DC Block dengan konektor Male

to Female type N.

2. Block Converter (LNB) yg terdiri

dari feed horn, LNA dan Down

Converter

Horn

LNA

Back Side

Down Converter RF output

IF output

Page 6: Cara Praktis Mengukur Sinyal Downlink Satelit

Uw.create/2008 6

EIRP = Effective Isotropically Radiated Power ( daya di dalam berkas

radio dibandingkan terhadap antena isotropic) = adalah besarnya daya suatu carrier yang dipancarkan oleh suatu

antena,satuannya dalam dB watt. Harga EIRP adalah hasil penjumlahan antara daya keluaran HPA dengan penguatan antena dikurangi dengan redaman IFL (Interfacility Link).

EIRP = PoutHPA (dBw) + G antena (dB) -loss IFL (dB)

IFL = yang disebut feeder, berfungsi menyalurkan sinyal RF dari indoor

Equipment (perangkat didalam ruangan) kearah antena dan sebaliknya.

Harga EIRP dapat diperkecil dan diperbesar dengan cara: - memperkecil/memperbesar output HP A - memperkeciI/memperbesar penguatan antena - memperpanjang/memperpendek IFL Perlu diperhatikan faktor lain yang mempengaruhi kualitas carrier adalah Noise (N) atau derau yang besarnya tergantung dari harga temperatur sistem penerima satelit (Ts) dan bandwidth operasi dari carrier (B), dimana N = (k x Ts x B). Didapat hubungan antara C dan N adalah sebagai berikut:

(C/N)u = Pt x Gt x 1/Lu x I/L x Gs/Ts x 1/k x 1/B dalam satuan dB, menjadi:

(C/N)u = Pt + Gt -Lu - L + Gs/Ts -k –B

dimana: Gt = Gain antena Sb pemancar (dB) Lu = Free space loss (dB) L = Rugi-rugi akibat redaman wave guide (IFL) dll. Gs/Ts = Figure of merit penerima satelit (dB/˚K) k = konstanta Boltzman = -228.6 (dBW/oK-Hz) B = bandwith operasi (dB-Hz)

Pada arah down-link satelit akan memancarkan carrier (Cd) dengan EIRP bekerja pada titik operasi saturasinya. Sedangkan pada saat melewati lintasan sepanjang (satelit-SB) akan mendapatkan redaman sebesar Ld. Besarnya (C/N)d adalah:

Page 7: Cara Praktis Mengukur Sinyal Downlink Satelit

Uw.create/2008 7

(C/N)d = EIRPs,satur. - Ld - L + Gr/Tr -k -B (dB)

dimana: EIRPs, satur. = EIRP Saturasi satelit (dBW) Ld = Down – Link free space loss (dB) L = Rugi-rugi akibat redaman wave guide (IFL) (dB) Gr/Tr = Figure of merit penerima SB (dB/oK) k = konstanta Boltzman = -228.6 (dBW/˚K-Hz) B = bandwith operasi (Hz)

Atau Persamaan Down Link berikut ini :

Bagian kalkulasi link down link bisa diperoleh dengan mensubstitusikan lagi nilai – nilai kedalam persamaan dasar link sebagai berikut :

C/No = EIRPSAT – FSLDN – LABS + G/TES + 228,6 dB-Hz

Dimana :

EIRPSAT : EIRP Satelit

FSLDN : Loss Free Space Down Link

LABS : Loss Absorpsi

G/TES : G/T Stasiun Bumi

228,6 : Konstanta Boltzmann

5.1. (C/N)- Carrier to Noise Ratio Parameter satelit ini menyatakan besarnya carrier terhadap noise. Harga (C/N) ditentukan dan dipilih berdasarkan jenis dan fasilitas telekomunikasi yang akan diterapkan. Umumnya dalam perhitungan link di atas adalah untuk sistem transmisi yang ideal, sehingga harga (C/N) harus ditambahkan margin yang besarnya sekitar 1 sampai 1.5 dB.

5.2. HPA dan EIRP.

Salah satu parameter dalam perhitungan link adalah EIRP dari SB, yaitu merupakan kombinasi dari daya output HPA dan antena. Bila daya yang diperlukan tidak lebih dari 20 Watt biasanya digunakan SSPA, untuk daya 600 Watt akan digunakan TWT,sedangkan untuk daya sampai 3 kiloWatt digunakan Klystron. Dimana: SSPA = Solid State Power Amplifier (Penguat daya RF) TWT = Traveling Wave Tube (tabung penguat daya sinyal RF) Klystron = Tabung penguat utama ( Main amplifier)

Page 8: Cara Praktis Mengukur Sinyal Downlink Satelit

Uw.create/2008 8

5.3. LNA dan Gff.

LNA adalah bagian dari sistem penerima yang menimbulkan noise (noise temperature), bila dikombinasikan dengan gain antena penerima maka akan diperoleh nilai G/T dari sistem penerima. Dengan kemajuan teknologi solid state saat ini sudah dapat diperoleh LNA dengan noise temperature 35°K sedangkan yang banyak digunakan saat ini adalah LNA dengan noise temperature sistem 55°-80˚K.

5.4. Free space loss, redaman atmosphere dan redaman hujan.

Free space loss tergantung pada besamya jarak antara SB dan Satelit dan juga besamya frekuensi operasinya. Sedangkan redaman atmosphere dan redaman hujan untuk sistem satelit yang beroperasi pada frekuensi C-band tidak menimbulkan pengaruh yang berarti.

5.5. Subu Derau (T). Suhu derau atau Noise Temperature atau disebut juga Equivalent Noise Temperature adalah faktor yang berpengaruh dalam perhitungan besarnya daya total dari noise yang timbul pada suatu konduktor. Noise temperatur antena dapat didefinisikan sebagai temperatur suatu tahanan yang dapat memberikan daya derau yang sarna kepada terminal input penerima. Seperti halnya antena yang dihubungkan dengan penerima tersebut. Suhu derau sistem penerima besarnya tergantung dari banyaknya faktor antara lain: - Suhu derau antena penerima. - Suhu derau saluran transmisi yang digunakan. - Suhu derau perangkat penerima antara lain LNA, Down-link. Noise atau derau merupakan gerakan acak dari elektron-elektron suatu konduktor karena kenaikan suhu diatas 0˚K.

6. LEVEL PENERIMAAN

Pada sistem komunikasi satelit, LNA harus sanggup menerima sinyal yang sangat lemah dari satelit dan harus mampu memperkuat sinyal tersebut sampai beberapa puluh dB agar dapat dicapai level yang cukup untuk diberikan ke perangkat penerima. Yang menyebabkan lemahnya level sinyal dari satelit, yaitu: Daya pancar satelit sangat terbatas. Jauhnya letak satelit terhadap lokasi stasiun bumi sehingga propagasi dari satelit ke stasiun bumi sinyal tersebut mengalami redaman lintasan yang cukup besar. Besarnya level sinyal yang diterima oleh stasiun bumi tergantung pada daya pancar satelit yang dinyatakan sebagai EIRP satelit dan tergantung

Page 9: Cara Praktis Mengukur Sinyal Downlink Satelit

Uw.create/2008 9

pada besarnya gain terima stasiun bumi. Level sinyal yang diterima oleh stasiun bumi dari satelit dapat diketahui dari rumus:

C(dBW) = EIRP Sat. (dBW) + Gr antena sb.(dB) -L (dB) dimana: L = loss lintasan. Jika dilihat dari persamaan di atas maka dapat diketahui besarnya loss lintasan tergantung pada jarak dari satelit ke stasiun bumi clan frekuensi kerja yang dipergunakan dalam link satelit. Loss lintasan juga dipengaruhi oleh keadaan atmosfer dimana pada saat cuaca buruk dan hujan lebat redaman atmosfer akan bertambah besar jika dibandingkan dengan keadaan cuaca cerah, umumnya diambil besamya loss atmosfer pada saat udara cerah adalah 0,3 dB dan pada saat cuaca sangat buruk diambil harga 2 dB s/d 2,5 dB.

6.1. Redaman Ruang Bebas (Free Space Loss -Lfs)

Redaman ruang bebas untuk keperluan praktis dirumuskan seperti persamaan berikut:

Lfs (dB) = 32,45 + 20 Log D (km) + 20 Log F (Mhz) dimana: Lfs = free space loss D = jarak lintasan F = frekuensi kerja yang digunakan.

6.2. Lintasan Total.

Besarnya lintasan total dapat dirumuskan sebagai berikut: (dB) = Lcs (dB) + Loss atmosfer (dB)

Contoh-contoh dengan memakai perhitungan: 1.Stasiun bumi menerima sinyal dari satelit Palapa B yang memiliki daya output 9,8 dBW, gain antena transmit 25,5 dB clan loss output multiplexer sebesar 1 dB.Stasiun bumi tersebut menggunakan ant en a yang berdiameter 5 meter dengan efisiensi 67 %. Jarak satelit dengan stasiun bumi tersebut 36.000 km. Hitung level carrier yang diterima oleh stasiun bumi tersebut jika frekuensi yang digunakan adalah 4 Ghz, redaman atmosfer 2,5 dB.

Jawab: EIRP Satelit = Pout + Gt -loss multiplexe = (9,8 + 25,5 -1) dBW = 34,3 dBW

Page 10: Cara Praktis Mengukur Sinyal Downlink Satelit

Uw.create/2008 10

Lfs = 32,45 + 20 Log D + 20 Log F = 32,45 + 20 Log 36000 + 20 Log 4000 = 195,61 dB L = Lfs + loss atmosfer =19561+25 = 198,11 dB Receive gain antena stasiun bumi: G = 20,4 - 10 Log n + 20 Log d + 20 Log F = 20,4 - 10 Log 0,67 + 20 Log 5 + 20 Log 4 = 20,4 - 1,74 + 13,98 + 12,04 = 44,68 dB Besarnya level carrier yang diterima stasiun bumi: C = EIRPsat + Gant.sb - Loss lintasan =34,3+44,68-198,11 = -150 dBW Dari contoh tersebut di atas terlihat betapa lemahnya sinyal yang diterima stasiun bumi. Selain itu juga hams dipertimbangkan tentang derau yang muncul, mana sinyal harus mempunyai level yang jauh diatas derau yang muncul.

7. INTERFERENSI PADA SISTEM SATELIT

Interferensi pada sistem transmisi satelit dapat disebabkan oleh banyak sumber,yaitu: - Sistem satelit terdekat - SB pemancar (Up-link) - Carrier pada kanal terdekat - Cross polarisasi antena - Sistem teresterial - Sistem lainnya

KESIMPULAN 1. Bahwa suhu derau suatu peredam besarnya tergantung pada besarnya redaman dan tidak tergantung pada komposisi peredam tersebut.

2. Suhu derau sistim sangat dipengaruhi oleh suhu derau antena, berarti sangat dipengaruhi oleh sudut evaluasi antena.

3. Suhu derau sistim sangat dipengaruhi oleh suhu derau feeder dari antena ke LNA, berarti dipengaruhi oleh loss feeder dari antena ke LNA. Makin panjang feeder dari antena ke LNA, makin besar loss-nya berarti makin tinggi suhu

Page 11: Cara Praktis Mengukur Sinyal Downlink Satelit

Uw.create/2008 11

derau sistimnya. Oleh karena itu dapat dimengerti jika letak LNA pada stasiun bumi dekat dengan antena.

4. Suhu derau sistim juga sangat dipengaruhi oleh suhu derau LNA, makin kecil suhu derau LNA makin rendah suhu derau sistim, oleh karena itu diusahakan agar suhu derau LNA serendah mungkin.

5. Pengukuran sinyal downlink satelit (DBS) ini dilakukan langsung dengan mempergunakan antena parabolic/disc yang telah dipositioning/eksisting milik pengguna/pelanggan DBS TV pada home site receiver maupun pada distribution network, hal ini dilakukan karena kita belum memiliki tracking antena mobile untuk komunikasi satelit disamping untuk lebih mempermudah operasi pengukuran dilapangan.

6.Berikut sebagai bahan acuan dapat digunakan teknologi VSAT sebagai bahan perbandingan :

Very Small Aperture Terminal (VSAT) merupakan teknologi mutakhir komunikasi satelit saat ini. Sistem ini mampu menjangkau daerah yang tidak terjangkau oleh saluran transmisi konvensional, hanya dengan menggunakan antenna yang relative kecil. Dengan Up-link 5.925-6.425 MHz dan Down-link 3.7-4.2 MHz, membuat komunikasi dapat berjalan dengan baik karena lebih kebal terhadap noise dan cuaca. Very Small Aperture Terminal (VSAT) terdiri dari tiga bagian pokok yaitu User Terminal, Stasiun Bumi dan Satelit. Informasi yang dikirimkan akan dimodulasi dengan teknik Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) dan diubah menjadi Intermediete frequency (IF) yang akhirnya memasuki Up converter sehingga menjadi Radio Frequency (RF). Setelah Radio Frequency (RF) diperkuat oleh Solid State Power Amplifier (SSPA) kemudian dipancarkan melalui antenna ke satelit. Satelit akan menerima dan mengirimkan kembali sinyal dengan transponder ke stasiun bumi. Kemudian sinyal akan diperkuat oleh Low Noise Amplifier (LNA) dan diubah kembali menjadi Intermediete Frequency (IF) oleh Down Converter. Selanjutnya sinyal akan di Demodulasi sehingga sinyal informasi dan carriernya bisa dipisahkan. Dengan demikian jelas terlihat bahwa teknologi VSAT tidak memerlukan peralatan yang rumit karena selain mudah dalam pemasangannya, teknologi ini juga relative lebih murah jika dibandingkan dengan teknologi yang lain.

Page 12: Cara Praktis Mengukur Sinyal Downlink Satelit

Uw.create/2008 12

Contoh Band SHF untuk keperluan pita frekuensi satelit Band----Frequency-----Wavelength L ------ 1-2 GHz ------- 30-15 cm S ------ 2-4 GHz ------- 15-7.5 cm C ------ 4-8 GHz ------- 7.5-3.75 cm X ------ 8-12 GHz ------ 3.75-2.5 cm Ku ----- 12-18 GHz ----- 2.5-1.67 cm K ------ 18-27 GHz ----- 1.67-1.11 cm Ka ----- 27-40 GHz ----- 1.11-0.75 cm Ku Band Satellite frequencies Ku band Downlink 10.7 GHz to 12.75 GHz = reception to Earth Stasion Ku band Uplink 12.75 GHz to 18.0 GHz = Ground station to satellite to upload programmes & data,

Referensi :

1. Berbagai sumber di Internet 2. Handbook monitoring 3. Artikel-artikel

End/ Juli 2008