cairan dan elektrolit perioperatif2

33
TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT PERIOPERATIF OLEH : dr. WIDYA W HARTANTO BAGIAN FARMAKOLOGI KLINIK DAN TERAPEUTIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2007

Upload: anda

Post on 08-Jun-2015

3.110 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT PERIOPERATIF

OLEH : dr. WIDYA W HARTANTO

BAGIAN FARMAKOLOGI KLINIK DAN TERAPEUTIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

2007

Page 2: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Abstrak

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadang-

kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primernya,

perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan

terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Tujuan utama terapi cairan perioperatif

adalah untuk mengganti defisit pra, selama dan pasca bedah. Terapi dinilai berhasil

apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau

tanda-tanda kelebihan cairan. Pada prakteknya banyak hal yang sulit ditentukan atau

diukur secara objektif.

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan

kompartemen ekstraselular. Kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan

intravaskular dan intersisial. Selain air, cairan tubuh mengandung elektrolit (Na+,K+,Cl-

,HCO3-, PO43-) dan non elektrolit (kreatinin, bilirubin). Proses pergerakan cairan tubuh

antar kompertemen dapat berlangsung secara osmosis, difusi, pompa natrium-kalium.

Perubahan dalam cairan tubuh dapat terjadi karena perubahan volume (defisit volume

seperti dehidrasi dan kelebihan volume), perubahan konsentrasi (elektrolit), perubahan

komposisi (asidosis dan alkalosis).

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum

terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif

dan postoperatif. Oleh karena itu dasar terapi cairan dan elektrolit perioperatif berdasar

kepada kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian, defisit pra, saat, dan pasca

pembedahan. Kebutuhan normal cairan orang dewasa rata-rata 30-35 ml/kgBB dan

elektrolit Na+= 1-2mmol/kgBB/hari dan K+=1 mmol/kgBB/hari. Saat pembedahan

harus dilihat banyaknya perdarahan untuk digantikan. Selain mengganti cairan tubuh,

perlu diperhatikan pula jenis cairan yang digunakan untuk menggantinya. Cairan tersbut

dapat berupa kristaloid atau koloid yang masing-masing mempunyai keuntungan

tersendiri yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien.

Page 3: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Daftar Isi Abstrak

Daftar Isi

Bab I. Pendahuluan

Bab II. Anatomi Cairan Tubuh

2.1 Proses Pergerakan Cairan Tubuh

2.2 Asupan dan Kehilangan Cairan dan Elektrolit pada Keadaan Normal

2.3 Perubahan Cairan Tubuh

Bab III. Cairan Perioperatif

3.1 Patofisiologi

3.2 Dasar-dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif

3.3 Pilihan Jenis Cairan

Daftar Pustaka

i

ii

1

2

7

9

10

17

18

20

25

iii

Page 4: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

BAB I

Pendahuluan

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadang-

kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primernya,

perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya

sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode pasca bedah kadang-kadang perdarahan

dan atau kehilangan cairan (dehidrasi) masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan

perhatian khusus.1,2

Puasa pra-bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air

dan elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa.1,3,4 Gejala dari defisit cairan ini

belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di dalamnya adalah rasa haus, perasaan

mengantuk, dan pusing kepala.1,5 Gejala dehidrasi ringan ini dapat memberikan

kontribusi terhadap memanjangnya waktu perawatan di rumah sakit yang terlihat dari

penelitian 17638 pasien dengan hasil bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah

merupakan faktor prediktor yang berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu

perawatan pasca bedah.6

Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah,

selama pembedahan dan pasca bedah diamana saluran pencernaan belum berfungsi secara

optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian. Terapi dinilai berhasil

apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau

tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas. 2

Sampai saat ini terapi cairan dan elektrolit perioperatif masih merupakan topik

yang menarik untuk dibicarakan karena dalam prakteknya banyak hal yang sulit

ditentukan atau diukur secara objektif.2

Page 5: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

BAB II

Anatomi Cairan Tubuh

Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah

tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1

tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun

mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase

jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa

50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.5 Hal ini terlihat

pada tabel berikut :

Tabel.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia

Usia Kilogram Berat (%)

Bayi prematur 80

3 bulan 70

6 bulan 60

1-2 tahun 59

11-16 tahun 58

Dewasa 58-60

Dewasa dengan obesitas 40-50

Dewasa kurus 70-75

Dikutip dari : Garner MW: Physiology and pathophysiology of the body fluid, St.Louis, 1981, Mosby.5

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada

perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun

perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut

tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko

penderita menjadi lebih besar.1

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan

kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan

intravaskular dan intersisial. 5

Page 6: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

- Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang

dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular

(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70

kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan

cairan intraselular.5

- Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan

ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah

dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah

cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini

sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70

kg.5

Cairan ekstraselular dibagi menjadi5 :

o Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-

12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume

interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali

lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa. 5

Page 7: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

o Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya

volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L

dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah,

sel darah putih dan platelet.5

o Cairan transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti

serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi

saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler

adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan

keluar dari ruang transeluler.5

Body 100%

Water 60 % (100)

Tissue 40 %

Intracellular space 40 % (60)

Extracellular space 20 % (40)

Intravascular space 5 % (10)

Interstitial space 15 % (30)

Diagram 1. Distribusi Cairan Tubuh

Diambil dari Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center for Veterinary Health. 2006. http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.html11

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.5

- Elektrolit

Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.

Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation

dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen). 5

Page 8: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

o Kation

Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan

kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu

sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium

dan potassium ini.

o Anion

Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan

bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular

adalah ion fosfat (PO43-).

Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya

sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler

tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.5

a. Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di

dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar

natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:

- Left atrial stretch reseptor

- Central baroreseptor

- Renal afferent baroreseptor

- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)

- Atrial natriuretic factor

- Sistem renin angiotensin

- Sekresi ADH

- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat

berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan

keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). 7

Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun

ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare)

sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan

natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium

Page 9: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari

dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah

kegagalan sirkulasi. 7

b. Kalium

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan

penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam

tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat

berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. 7

Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.

Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi

kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter. 7

c. Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan

lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake,

besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh

kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%)

ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam

sel.7

d. Magnesium

Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan +

10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 7

e. Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil

akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali

bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan

sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa. 7

Page 10: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

- Non elektrolit

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat

lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.5

Gambar 1. Susunan Kimia Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler6

Diambil dari Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2:56

Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan

mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi

sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah

mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan

pompa Na-K yang memerlukan ATP. 5,7,8

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:

a. Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran

semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan

berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel

terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama.

Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak

dapat dilalui zat terlarut misalnya protein. 5,7,8

Page 11: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan

osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).

Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan

lebih tinggi disebut hipertonik. 7,8

b. Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari

konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh

darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi

tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.5,7,8

c. Pompa Natrium Kalium

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion

natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari

luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan

hiperosmolar di dalam sel. 5,7,8

Page 12: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh

stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada

paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal.9

Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500

ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata-

rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang

tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.9

Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif

dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang

diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar

800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata

1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik),

kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang

mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap

kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan

sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang

dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal

(100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit

di traktus gastrointestinal), third-space loses.5

Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa5

FLUID GAINS FLUID LOSES

Oxidative 300 ml Kidneys 1200-1500 ml

metabolism Skin 500-600 ml

Oral fluids 1100-1400 ml Lungs 400 ml

Solid foods 800-1000 ml GI tract 100-200 ml

TOTAL 2200-2700 ml TOTAL 2200-2700 ml

Page 13: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Perubahan cairan tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan volume

a. Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang

paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan

di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula.

Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi,

inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan

cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan

jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume

cairan ekstraselular yang berat terjadi.9

* Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari

natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau

hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering

terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari

kasus.15

Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama

dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya

relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.15

Page 14: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan

kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis

besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena

kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke

kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.15

Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan

kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis

besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena

kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen

intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.15

Tabel.3 Tanda-tanda klinis dehidrasi15

Symptom/Sign Mild Dehydration

Moderate Dehydration Severe Dehydration

Level of consciousness* Alert Lethargic Obtunded

Capillary refill* 2 Seconds 2-4 Seconds Greater than 4 seconds, cool limbs

Mucous membranes* Normal Dry Parched, cracked

Tears* Normal Decreased Absent

Heart rate Slight increase Increased Very increased

Respiratory rate Normal Increased Increased and hyperpnea

Blood pressure Normal Normal, but orthostasis Decreased

Pulse Normal Thready Faint or impalpable

Skin turgor Normal Slow Tenting

Fontanel Normal Depressed Sunken Eyes Normal Sunken Very sunken

Urine output Decreased Oliguria Oliguria/anuria

* Best indicators of hydration status

Page 15: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Tabel. 4 Derajat dehidrasi16

Dehidrasi Dewasa Anak

Ringan 4 % 4 % - 5 %

Sedang 6 % 5 % - 10 %

Berat 8% 10 % - 15 %

Shock 15-20% 15-20%

Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan

cairan untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung.

Beberapa pendekatan terangkum dalam tabel 5.17

Tabel.5 Pendekatan pada masalah cairan dan elektrolit17

Tabel.6 Rumatan cairan menurut rumus Holliday-Segar15

Page 16: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan, cairan rumatan

yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung disesuaikan . Cara

rehidrasi16 :

1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) =

derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc

2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam

atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)

3. Pemberian cairan :

o 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M (menurut Guillot 17)

o 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M (menurut Guillot 17)

b. Kelebihan volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenik

(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl

ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun

dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal

jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan

cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.10

2. Perubahan konsentrasi

- Hiponatremia

Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,

iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka

akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh

euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal,

diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).

Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl

3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12

Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahan-

lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na

serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus18 :

Page 17: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Na= Na1 – Na0 x TBW

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan

Na0 = Na serum yang aktual

TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

- Hipernatremia

Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan

mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh

kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat

berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini

adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x

BB x 0,6}: 140.12

- Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium

dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total

kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,

perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,

kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat

berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infus

potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau

infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk

hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang

hebat).13 Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :

K = K1 – K0 x 0,25 x BB

K = kalium yang dibutuhkan

K1 = serum kalium yang diinginkan

K0 = serum kalium yang terukur

BB = berat badan (kg)

Page 18: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

- Hiperkalemia

Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau

obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin,

diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat

(parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan

EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10%

dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik,

hemodialisis.13

1. Perubahan komposisi

- Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)

Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan

ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari

ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis,

pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan

penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang

adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila

perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif

adalah sangat penting. 9,13

- Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)

Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang

dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis

terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk

mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia,

penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang

terjadi.9,13

- Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)

Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan

bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus

kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi

adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah

syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan

Page 19: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari.

Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya

setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.9,13

- Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)

Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat

dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah

adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi

yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan

potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan

pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.9,13

Page 20: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

BAB III

Cairan Perioperatif

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum

terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif

dan postoperatif.5

Faktor-faktor preoperatif5 :

1. Kondisi yang telah ada

Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh

stres akibat operasi.

2. Prosedur diagnostik

Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat

menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek

diuresis osmotik.

3. Pemberian obat

Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan

elektrolit

4. Preparasi bedah

Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit

dari traktus gastrointestinal.

5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

6. Restriksi cairan preoperatif

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan

sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita

demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.

7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya

Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

Faktor Perioperatif:5

1. Induksi anestesi

Page 21: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia

preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan

vasokonstriksi.

2. Kehilangan darah yang abnormal

3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan

cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi

yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.

Faktor postoperatif:5

1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

2. Peningkatan katabolisme jaringan

3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif

4. Risiko atau adanya ileus postoperatif

Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah :

1. Hiperkalemia

2. Asidosis metabolik

3. Alkalosis metabolik

4. Asidosis respiratorik

5. Alkalosis repiratorik

Patofisiologi2,13

Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-perubahan pada

keseimbangan air dan metabolisme yang dapat berlangsung sampai beberapa hari pasca

trauma atau bedah. Perubahan-perubahan tersebut terutama sebagai akibat dari :

- kerusakan sel di lokasi pembedahan

- Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum

- Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah

- Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase penyembuhan

Perubahan yang terjadi meliputi perubahan-perubahan hormonal seperti:

Page 22: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

1. Kadar adrenalin dan non adrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca bedah atau

trauma. Sekresi hormon monoamin ini kebih meningkat lagi bila pada penderita

tampak tanda-tanda sepsi, syok, hipoksia dan ketakutan.

2. Kadar glukagon dalam plasma juga meningkat

3. Sekresi hormon dari kelenjar pituitaria anterior juga mengalami peningkatan yaitu

growth hormone dan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Trauma atau stres

akan merangsang hipotalamus sehingga dikeluarkan corticotropin releasing

factor yang merangsang kelenjar pituitaria anterior untuk mensekresi ACTH.

Peningkatan kadar ACTH dalam sirkulasi menyebabkan glukokortikoid plasma

meningkat sehingga timbul hiperglikemia, glikolisis dan peninggian kadar asma

lemak.

4. Kadar hormon antidiuretik (ADH) mengalami peningkatan yang berlangsung

sampai hari ke 2-4 pasca bedah/trauma. Respon dari trauma ini akan mengganggu

pengaturan ADH yang dalam keadaan normal banyak dipengaruhi oleh

osmolalitas cairan ekstraseluler.

5. Akibat peningkatan ACTH, sekresi aldosteron juga meningkat. Setiap penurunan

volume darah atau cairan ektraseluler selalu menimbulkan rangsangan untuk

pelepasan aldosteron.

6. Kadar prolaktin juga meninggi terutama pada wanita dibandingkan dengan laki-

laki.

Derajat perubahan-perubahan tersebut di atas sangat bervariasi bagi setiap individu

tergantung dari beberapa faktor :

- rasa sakit dan kualitas analgesi

- rasa takut dan sedasi yang diberikan

- komplikasi penyulit pada pasca bedah/trauma (syok, perdarahan, hipoksia atau

sepsis)

- keadaan umum penderita

- berat dan luasnya trauma

Page 23: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif2,13,14

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam pemberian

cairan perioperatif, yaitu :

1. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian

Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan ± 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit

utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.

Secara umum kebutuhan cairan rumatan dapat dilihat pada tabel 6.

Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan

urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru

atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada

umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).

2. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah

Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita

bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali

menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,

translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya

insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak.

Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan

pembedahan.

3. Kehilangan cairan saat pembedahan

a. perdarahan

Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :

botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap

darah (suction pump)

dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah

pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm)

mengandung ± 10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy

pads) dapat menyerap darah ± 100-10 ml.

Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa

ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan

Page 24: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan

kadar hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang (serial). Pemeriksaan

kadar hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma

terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan

bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan

banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai

kamar bedah.

b. Kehilangan cairan lainnya

Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih

menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan

translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan

(evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan

yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal

istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat

berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler.

Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat

mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan

cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah

cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran

cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan

dapat merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen

ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang

ekstraseluler.

4. Gangguan fungsi ginjal

Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:

o Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.

o Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh

meningkatnya kadar aldosteron.

o Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya

retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules)

meningkat.

Page 25: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

- Ginjal tidak mampu mengekskresikan “free water” atau untuk menghasilkan urin

hipotonis.

I. Pengganti defisit Pra bedah2,13,14

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus

diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum

induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama

pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya.

Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti garam

fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak

mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral

lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan

(elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa.

Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang

seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi

cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.

II. Terapi cairan selama pembedahan2,13,14

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar

ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan

dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur

pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.

1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata

(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.

2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan

sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk

pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam

berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.

3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk

kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10

ml/kgBB/jam.

Page 26: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Tabel 7. Rates of Fluid Administration to Replace Third Space Losses

Fluid Shift Example of Operation Rates * (Crystallid)

Minor

Moderate

Major

Tendon Repair

Tympanoplasty

Hysterectomy

Inguinal hernia

Total hip replacement

Abdominal case with

peritonitis

0 – 3 ml/kg/hr

6 ml/kg/hr

9 ml/kg/hr

* Includes 2 ml/kg/hr maintenance but not usual 3 ml crystaloid/ml blood not replaced

with blood.

5. Penggantian darah yang hilang

Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume = taksiran

volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan

vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami

pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala tersebut seringkali tidak begitu tampak

karena depresi komponen vasoaktif.

Tabel 8. Perkiraan volume darah

Usia Volume darah

Neonatus

*Prematur

*full term

Bayi

Dewasa

*Laki-laki

*Wanita

90 ml/kgBB

85 ml/kgBB

80 ml/kgBB

75 ml/kgBB

65 ml/kgBB

Page 27: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan

kristaloid, pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan

berdasarkan:

a. Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum pembedahan

b. Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi

c. Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.

d. Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)

e. Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan

f. Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit.

g. Usia penderita

Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah:

- 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar hemoglobin

sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.

- Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3gr%

Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga diuresis

± 1 ml/kgBB/jam.

III. Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah2,13,14

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan

air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24

jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena

adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan

transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH

yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari

pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik

dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup

memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein

sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian

cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam

isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.

Page 28: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:

- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C

suhu tubuh

- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.

- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan

humidifikasi.

3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan

yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan

transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.

Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,

frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi

nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

PILIHAN JENIS CAIRAN2,13,14

1. Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).

Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap

pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok

anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.

Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata

sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume

intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.

Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit

larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru

serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila

seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills dkk (1967) di medan

perang Vietnam turut memperkuat penelitan yang dilakukan oleh Heugman, yaitu

pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat.

Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak

dan meningkatnya tekanan intra kranial.

Page 29: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

Tabel 9. Komposisi Cairan Kristaloid

Solution Tonicity

(mosml/L)

Na+

(mEq/L)

Cl-

(mEq/L)

K+

(mEq/L)

Ca2

(mEq/L)

Glucose

(g/L)

Lactate

(mEq/L)

5% Dextrose in water (D5W)

Hypo (253) 50

Normal saline Iso (308) 154 154

D5 ¼ NS Iso (330) 38,5 38,5 50

D5 ½ NS Hyper (407) 77 77 50

D5NS Hyper (561) 154 154 50

Lactated Ringers Injection (RL)

Iso (273) 130 109 4 3 28

D5LR Hyper (525) 130 109 4 3 50 28

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih

banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid

sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.

Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan

untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai

cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami

metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan

adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis

hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat

plasma akibat peningkatan klorida.

2. Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma

substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang

mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini

cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh

karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada

Page 30: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan

kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).

Tabel. 10

Jenis Koloid Produksi Tipe BM rata-rata Waktu paruh Indikasi

Plasma protein Human plasma

Serun consered human albumin

50.000 4-15 hari a. pengganti volume b. hipoproteinemia c. Hemodilusi

Dextran Leuconostoc mesenteroid B 512

D 60/70 60.000 – 70.000

6 jam a. hemodilusi b. Gangguan mikrosirkulasi (stroke)

Gelatin Hidrolisis dari kolagen binatang

-Modifien gelatin - Urea linked - Oxylopi gelatin hydroxyl ethyl

35.000 2-3 jam Substitusi volume

Starch Hidrolisis asam dan ethylen oxyde treatment dari kedelai dan jantung

Hydroxy ethyl

450.000 6 jam a. substitusi volume b. hemodilusi

Polyvinyl pyrrolidone (PVC)

Sintetik polimer vinyl pyrrolidone

-Subtosan -Periston

50.000 25.000

Substitusis volume

Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi

anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada “cross match”.

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%).

Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk

membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain

Page 31: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.

Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments) seringkali terdapat dalam

fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infus

dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps

kardiovaskuler.

b. Koloid sintesis yaitu:

1. Dextran:

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70

(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri

Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun

Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan

Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi

mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu

Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet

adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan

melancarkan aliran darah.

Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match,

waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat

menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan

Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000, rata-rata

71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.

Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat

urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini

juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum

amilase ( walau jarang).

Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch,

mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan

dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume

expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu

Page 32: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada

penderita gawat.

3. Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata

35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.

Ada 3 macam gelatin, yaitu:

- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

- Urea linked gelatin

- Oxypoly gelatin

Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat.

Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan

urea linked gelatin.

Tabel 11. Crystalloid versus colloid

Crystalloid Colloid

Advantages Disadvantages

Inexpensive Promotes urinary flow ( intravascular volume) Fluid of choice for initial resuscitation of trauma/hemorrhage. Expands intravascular volume (1/4 volume given retained intravascularly) Restores third space losses Dillutes colloid osmotic pressure Promotes peripheral edema Higher incidence of pulmonary edema Requires large volume Effects are transient

More sustained intravascullar increase (1/3 still intravascullar at 24 hr) Maintain or plasma colloid oncotic pressure. Requires smaller volume for equal effect Less peripheral edema (more fluid remains intravascullar) May lower intracranial pressure Expensive May produce coagulopathy (dextrans and helastarch) With capilary leak may potentiate fluid loss to the interstitium Impairs subsequent cross matching of bool (dextrans) Dilutes cloting factors and platelets platelets adhesiveness (absorption

onto platelet membrane receptor) Potential blocking of renal tubules and reticuloendhotelial cells in the liver. Possible anaphylactoid reaction with dextrans.

Page 33: Cairan Dan Elektrolit Perioperatif2

DAFTAR PUSTAKA

1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh. 2003;47(5):380-387.

2. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi. Fakultas KEdokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.

3. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative dehydration-does it improve outcome? Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46: 1089-93

4. Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on recovery from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.

5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri: Elsevier-mosby; 2005.p3-227

6. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B. saunders company; 1997: 375-393

7. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed. Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002

8. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed. Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.

9. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york: McGraw-Hill; 1999:53-70.

10. Silbernagl F, Lang F. Color atlas of pathophysiology. Stuttgart: Thieme; 2000: 122-3.

11. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center for Veterinary Health. 2006. (Diakses tanggal 29 September2007). Tersedia dari: http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm

12. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi intensif FK Undip: Semarang; 2004: 1-60.

13. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed. Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.

14. Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius;2000:1-58.

15. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar [dikutip 6 Okt 2007]. Tersedia dari: URL: http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.

16. Fakultas Kedokteran Unpad. Protokol Tindakan Bedah. Bandung. 2003

17. Graber MA. Terapi cairan, elektrolit dan metabolik. Ed.2. Farmedia; 2003: 17-40.