cabai (ipul 1)

Upload: dicky-hantu

Post on 14-Jul-2015

280 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya tersebut akan sia-sia apabila tidak dimanfaatkan secara potensial. Sumber daya potensial tidak hanya berasal dari sumber daya alam, tetapi juga berasal dari sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang dibutuhkan tidak harus berkuantitas besar, tetapi juga harus memiliki kualitas tinggi. Oleh karena itu, apabila kedua sumber daya potensial ini digabungkan maka akan dapat mengembangkan pertanian Indonesia.

Pertanian merupakan tulang punggung perekonomian. Pertanian mensuplai bahan pangan, bahan baku industry, dan tekstil. Peran pertanian dalam mensuplai bahan pangan sangat besar. Dalam suplai bahan pangan ini, komoditas hortikultura berperan relatif besar. Hortikultura merupakan kegiatan budidaya tanaman dalam skala yang lebih padat modal, padat tenaga kerja, dan lebih intensif, karena mutu hasil merupakan tujuan akhir dari suatu budidaya tanaman. Walaupun begitu, budidaya hortikultura akan menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. Komoditas hortikultura mencakup komoditas buah, sayur, tanaman hias, dan tanaman obat. Produk hortikultura mempunyai karakteristik yang berbeda dari produk agronomi. Komoditas hortikultura dimanfaatkan dalam keadaan masih hidup atau masih segar, perisibel, dan mempunyai kandungan air yang tinggi. Contoh komoditas hortikultura seperti sawi, kangkung, tomat, cabai, jambu, dan sebagainya. Dalam budidaya hortikultura, karakteristik tanaman harus diketahui. Contohnya tomat tidak cocok pada tempat yang tergenang air, sawi tidak cocok pada tanah yang terlalu sering ditanami. Hal ini diperlukan agar didapatkan produk akhir yang optimal. Selain itu dalam budidaya hortikultura juga harus diperhitungkan jenis varietas yang cocok dan unit lapang yang akan di berikan.

Untuk menunjang pemahaman tentang hortikultura maka diadakan praktikum dasar-dasar hortikultura. Paraktikum dasar-dasar hortikultura ini memepelajari tentang cara budidaya tanaman hortikultura, karakteristik tanaman, OPT, dan manajemen pengolahan budidaya hortikultura. Walaupun tidak semua komoditas hortikultura dipelajari. Mahasiswa dituntut bekerja dengan rajin, terampil, tangkas, dan dapat kerjasama kelompok dengan baik. Setiap mahasiswa dituntut untuk terlibat langsung dalam setiap tahap atau proses kegiatan mulai dari persemaian sampai panen dan pasca panen.

RINGKASAN Hortikultura merupakan komoditi yang mencangkup produk buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat. Dalam praktikum dasar hortikultura ini terdapat tiga pokok kegiatan praktikum. Kegiatan pertama adalah pembudidayaan tanaman hortikultura, khususnya tanaman sayuran. Kegiatan yang kedua adalah kegiatan kunjungan nursery dan media tanam serta kegiatan yang terakhir adalah kunjungan ke pembuatan greenhouse.

Pembudidayaan tanaman sayur dilakukan di lapangan percobaan Cikabayan. Persiapan yang pertama adalah penyiapan benih dan persemaian bibit. Persiapan pra tanam meliputi pengolahan lahan dan persemaian. Komoditas hortikultura yang dibudidayakan adalah kangkung, tomat, caisim, cabe, dan kacang panjang. Selain persiapan pra tanam, terdapat juga pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan meliputi pemupukan, pemangkasan, pengendalian gulma, hama, dan penyakit pengganngu tumbuhan. System budidaya dalam praktikum dasar-dasar hortikultura ini adalah system gilir. Contohnya tanaman kangkung yang ditanam gilir dengan tomat. Selain itu, dalam praktikum ini

diamati pertumbuhan fase vegetative, perkembangan fase generative, bobot panen tanaman. Hasil panen rata-rata dari keseluruhan tanaman tidak terlalu baik, karena tanaman terkena serangan hama dan penyakit. Kegiatan selanjutnya adalah kunjungan ke nursery yang berisi tanaman florikultur dan olerikultur. Hampir keseluruhan tanaman yang berada di nursery adalah tanaman perennial. Tanaman yang diamati meliputi beberapa jenis jeruk, kenanga, beberapa jenis jambu biji, manggis, nangka, srikaya, dan sawo kecik. Dalam praktikum kunjungan ke nursery diamati morfologi tanaman dan cara perbanyakan tanaman serta karakter khusus yang nada dalam tanaman nursery. Greenhouse merupakan media buatan yang digunakan untuk menumbuhkembangkan tanaman budidaya. Dalam greenhouse terdapat system irigasi, ventilasi, dan fertigasi. Greenhouse yang terdapat di Cikabayan belum memenuhi standard pembuatan greenhouse yang ideal. System greenhouse di Cikabayan lebih cocok untuk tanaman melon dan tomat intermediet.

Cabai ( Capsicum annum) Cabai sudah dikenal banyak orang di berbagai negara sejak abad ke-15. Penyebaran tanaman cabai sangat luas. Luasnya penyebaran daerah tumbuh cabai menyebabkan beragamnya istilah atau nama cabai di berbagai negara, diantaranya: Inggris mengenal cabai sebagai Capsicum pepper, chilli, bird pepper, dan birds eye chilli. Amerika mengenal cabai sebagai piment dan poivron. Indonesia mengenal cabai sebagai lombok, cabai, cabai keriting, cabai rawit, dan cabai besar. Malaysia mengenal cabai sebagai cili, cili padi, cili api, dan cili sayur. Papua New Guenea mengenal cabai sebagai kapsikam, dan lombo. Filipina mengenal cabai sebagai sili, dan pasete. Kamboja mengenal cabai sebagai mo-ths phlak, dan mo-ths khmeang. Laos mengenal cabai sebagai phik, dan phd. Thailand mengenal cabai sebagai phrik. Dan Vietnam mengenal cabai sebagai [ows]t . Capsicum masih termasuk Family Solanaceae yang menjadi salah satu genus dari 90 genus dan 2000 spesies, selain itu juga termasuk salah satu tanaman penting secara ekonomi dari

beberapa tanaman penting lainya seperti kentang, terong, tomat, dan tembakau. Berdasarkan ilmu taksonomi, cabai masuk ke dalam divisio Spermatophyta, subdivisio Angiospermae,

class Dicotyledone, Ordo Tubiflorae, familia Solanaceae, genus Capsicum, spesies Capsicum annuum L. Cabai secara umum memiliki ciri-ciri morfologi dengan struktur perakaran yang diawali dari akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang ke samping dengan akar rambut. Akar tunggang yang kuat pada cabai dapat menghujam ke dalam hingga mencapai kedalaman satu meter atau bahkan lebih. Ciri lainnya adalah tanaman ini berbatang utama tegak, bagian pangkanya berkayu dan bercabang lebat, serta memiliki tinggi yang berkisar 50-150 cm dengan diameter batang 1 cm. Bagian batang yang muda berambut halus. Secara umum warna batangnya adalah hijau dan coklat kehijauan pada ujung batang utama hingga mendekati percabangan, sedangkan pada node atau titik percabangan biasanya diwarnai oleh bercak ungu. Tanaman cabai memiliki bentuk daun datar, berkilau, sederhana, panjang tangkai 0,5- 2,5 cm, helaian daun bulat telur memanjang atau ellips bentuk lanset, dengan pangkal meruncing dan ujung runcing, 1,5-12 kali 1-5 cm. Selain itu, daun cabai agak kaku, berwarna hijau sampai hijau tua dengan tepinya rata. Daun tumbuh pada tunas-tunas samping secara berurutan, sedangkan pada batang utama daun tunggal tersebut tersusun secara spiral. Daun berbulu lebat atau jarang, tergantung pada spesiesnya. Bunga cabai umumnya bersifat tunggal dan tumbuh pada ujung ruas, serta merupakan bunga sempurna (hermaprodit). Bunga sempurna adalah bunga yang memiliki putik dan benang sari dalam satu bunga. Mahkota bunga berwarna putih atau ungu tergantung kultivarnya, helaian mahkota bunga berjumlah lima atau enam helai. Pada dasar bunga terdapat daun buah yang berjumlah lima helai yang kadang-kadang bergerigi. Tabung kelopak berusuk bentuk lonceng, gundul, tinggi 2-3 mm. Mahkota bentuk roda, berbagi 5 dalam, tinggi tabung 2 mm, tepian terbentang, luas, garis tengah 1,5-2 cm, taju runcing. Setiap bunga mempunyai satu putik (stigma), kepala putik berbentuk bulat. Benang sari berjumlah lima sampai delapan helai benang sari dengan kepala sari yang berbentuk lonjong, berwarna biru keunguan. Pada saat bunga

mekar, kotak sari masak dan dalam waktu relatif singkat tepung sari keluar mencapai kepala putik dengan perantara serangga atau angin. Ukuran buah cabai beragam dari pendek sampai panjang, sedangkan ujungnya runcing atau tumpul. Bentuk buah umumnya adalah memanjang. Kedudukan buah adalah buah tunggal pada masing-masing ruas (ketiak daun), atau kadang-kadang fasiculate (bergerombol). Permukaan kulit dan warna buah bervariasi dari halus sampai bergelombang, warna mengkilat sampai kusam, hijau, kuning, coklat atau kadang-kadang ungu pada waktu muda dan menjadi merah kalau matang. Lebar buah mencapai 8 mm sedangkan panjangnya berkisar 0,8-30 cm (asumsi buah lurus). Biji cabai terletak di dalam buah. Melekat di sepanjang placenta, berjumlah 140 biji per gram. Biji mempunyai kulit yang keras. Di dalam biji terdapat endosperm dan ovule. Biji C. annuum berwarna kuning jerami, hanya biji C. pubescens yang berwarna hitam. Cabai dapat hidup pada daerah yang memiliki ketinggian antara 01.200 m dpl. Berarti tanaman ini toleran terhadap dataran tinggi maupun dataran rendah. Jenis tanah yang ringan ataupun yang berat tak ada masalah asalkan diolah dengan baik. Namun, untuk pertumbuhan dan produksi terbaik, scbaiknya ditanam pada tanah berstruktur remah atau gembur dan kaya bahan organik. Sedang pH tanah yang dikehendaki antara 6,0-7,0. Benih Benih cabai dapat diperoleh dari buah yang tua dan bentuknya sempurna, tidak cacat, serta bebas hama dan penyakit. Benih dapat diperoleh dengan cara buah cabai dibelah secara memanjang, dikeluarkan bijinya, dijemur, dan dibiarkan hingga kering. Biji seperti ini bisa langsung disemai. Apabila ingin disimpan lama sebaiknya buah cabai dibiarkan tetap utuh dan dijemur hingga kering. Bila sudah ingin disemai, biji yang kering dikeluarkan. Apabila benih terlanjur lama disimpan maka sebelum disemaikan direndam dahulu dalam air hangat. Biarkan sebentar. Nanti akan terlihat sebagian biji terendam dan sebagian mengapung. Biji yang mengapung dibuang karena biji tersebut sudah rusak dan bila dipaksakan ditanam akan sulit tumbuh. Biji yang terpilih untuk ditanam sebaiknya mengalami perlakuan benih dahulu. Benih direndam dalam larutan kalium hipoklorit 10 % sekitar 10 menit. Tindakan ini sebagai penangkal

penyakit virus yang sering terdapat pada benih. Benih juga dapat direndam dalam air hangat (suhu 50C) selama semalam. Tujuan perendaman agar benih cepat tumbuh. Kebutuhan benih cabai per hektar ialah antara 200-500 g. Untuk cabai hibrida sebaiknya memakai benih yang langsung dibeli di toko. Bila mengambil benih dari buah yang ditanam sendiri maka hasil panen beirikutnya akan jauh berkurang. Tanaman cabai sebaiknya ditanam dalam bentuk bibit. Untuk itu diperlukan persemaian. Persemaian sederhana dengan atap daun kelapa, daun pisang, atau alang-alang bisa dipakai. Pada daerah dataran tinggi atau daerah yang sering ditiup angin kencang, sebaiknya dibuat atap yang kekuatannya memadai. Misalnya, atap plastik yang lumayan kokoh. Arah bedengan persemaian dibuat menghadap ke timur. Tanah bedengan diolah agar gembur, lalu ditambahkan pupuk kandang dengan dicampur merata. Biji cabai ditebarkan dan disiram dengan sprayer halus agar tumbuh baik. Penyiraman dilakukan secara teratur. Setelah berumur 30-40 hari setelah semai bibit siap ditanam di lahan. Penanaman Cabai bisa di tanam di lahan sawah atau tegalan. Bila ditanam di lahan sawah sebaiknya di akhir musim hujan sehingga jumlah air di lahan tidak berlebihan. Sedangkan bila ditanam di tegalan saat yang tepat adalah musim hujan. Pemilihan musim ini penting agar kebutuhan air tanaman cabai tersedia dengan tepat. Tanah dibersihkan dari gulma dan dicangkul atau dibajak agar gembur. Bila pH tanah kurang dari 5,5, tambahkan kapur. Untuk satu hektar tanah asam dibutuhkan 1-1,5 ton kapur. Kapur akan memberikan pengaruh terbaik bila diberikan 1 bulan sebelum tanam. Cabai dapat ditanam dengan sistem baris tunggal (single row) atau sistem beberapa baris pada bedengan. Sistem baris tunggal banyak dipakai petani cabai dataran tinggi serta dataran rendah yang tergolong medium karena cocok dengan tanah yang bertekstur ringan atau sedang. Sistem beberapa baris pada bedengan lebih umum digunakan petani dataran rendah karena sistem tanahnya yang bertekstur liat hingga berat. Jarak tanam yang digunakan pada sistem baris tunggal adalah 60-70 cm x 30-50 cm. Sedangkan untuk sistem bedengan, jarak tanamnya 40-50 cm x 30-40 cm. Pada setiap titik dibuat lubang tanaman. Ukuran lubang tak perlu besar yang penting bisa memuat benih sapihan beserta tanah yang membalut perakarannya. Pemeliharaan Benih sapihan biasanya tumbuh terus dengan baik. Bila ada tanaman yang mati, sebaiknya segera disulam. Tujuannya agar pertumbuhan tanaman susulan tidak terlalu jauh berbeda dengan yang lebih dahulu tumbuh baik. Tindakan pemeliharaan lain untuk tanaman

cabai yang penting adalah penyiangan, penggemburan, dan pengairan. Penyiangan dilakukan dengan kored atau dengan langsung mencabut. Penyiangan dengan kored berfungsi juga sebagai penggembur tanah. Pengairan dilakukan terutama pada awal penanaman atau pada saat air hujan tak mencukupi kebutuhan tanaman. Kebutuhan pupuk kandang untuk setiap hektar lahan cabai adalah sekitar 20 ton. Selain itu pupuk buatan juga diberikan. Pupuk yang biasa diberikan adalah Urea dengan dosis 225 kg/ha, TSP dengan dosis 100-150 kg/ha, dan KCl dengan dosis 100-150 kg/ha. Pupuk Urea diberikan tiga kali. Sepertiga bagian di awal tanam, sepertiga berikutnya di bulan pertama dan kedua. Sebaiknya pupuk diberikan dengan cara ditugal. Pemupukan pertama merupakan gabungan dari Urea, TSP, dan KCI. Panen Cabai dataran rendah lebih cepat dipanen dibanding cabai dataran tinggi. Panen pertama cabai dataran rendah sudah dapat dilakukan pada umur 70-75 hari. Sedang di dataran tinggi panen baru dapat dimulai pada umur 4-5 bulan. Setelah panen pertama, setiap 3-4 hari sekali dilanjutkan dengan panen rutin. Biasanya pada panen pertama jumlahnya hanya sekitar 50 kg. Panen kedua naik hingga 100 kg. Selanjutnya 150, 200, 250, ..., . hingga 600 kg per hektar. Setelah itu hasilnya menurun terus, sedikit demi sedikit hingga tanaman tidak produktif lagi. Tanaman cabai dapat dipanen terus-menerus hingga berumur 6-7 bulan. Cabai yang sudah berwama merah sebagaian berarti sudah dapat dipanen. Ada juga petani yang sengaja memanen cabainya pada saat masih muda (berwarna hijau). Kriteria panennya saat ukuran cabai sudah besar, tetapi masih berwama hijau penuh. Penanaman bibit cabai dilakukan pada bedeng yang sebelumnya ditanami caisim. Apa yang kami lakukan adalah salah. Seharusnya cabai ditanam pada lahan bekas kangkung. Penanaman cabai dilakukan secara indirect seeding. Penanaman ini dilakukan pada tanggal 10 Maret 2009. Tray yang kami gunakan memiliki lubang sebanyak 105 lubang dengan tiap lubang 1 benih. Daya kecambah benih cabai dalam tray adalah 51,43%. Penanaman cabai dilapang dilaksanakan pada tanggal 7 April 2009. Bibit cabai yang ditanam sebanyak 50 bibit dan ditanam diantara baris tanaman kangkung dengan jarak tanam 50

x 50 cm. Lalu memberi pupuk dasar dengan dosis Urea 5 g/m2, dan SP-36 20 g/m2. Pupuk dasar ini diberikan mengelilingi tanaman. Pada satu minggu setelah tanam menentukan sepuluh tanaman contoh, penyulaman, dan menghitung daya tumbuh. Jumlah bibit yang harus disulam sebanyak 11 tanaman, sehingga daya tumbuh tomat sebesar 78%. Memberi pupuk pada 3 dan 6 MST dengan melingkar (dosis SP36 dan Urea masingmasing 5 g/tanaman). Pengajiran dilakukan pada 4 minggu setelah tanam, pembubunan pada 3 minggu setelah tanam, dan pemberian Dekamon pada 2,4,6 MST. Setiap minggu dilakukan pembersihan gulma, memberi pupuk kocor, pembersihan lahan, mengamati pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan generatif. Pertumbuhan vegetatif, meliputi pengukuran tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang, sedangkan mengamati pertumbuhan generatif, meliputi saat berbunga, jumlah bunga, jumlah buah rontok, jumlah tandan. Panen dilakukan tanggal 9 Juni 2009. Panen dilakukan dengan menghitung bobot total, bobot akar, bobot tanaman tanpa akar, bobot tanaman contoh, tinggi dan jumlah daun tanaman contoh, bobot marketable, jumlah buah per katagori, dan jumlah bobot buah per katagori.

Persemaian dilakukan pada 26 Februari sampai 2 Maret 2009. Persemaian cabai rawit dilakukan karena ukuran benih cabai rawit cukup kecil. Persemaian biasanya dilakukan pada komoditas yang masa perekambahannya sangat dipengaruhi lingkungan. Ukuran benih cabai yang kecil akan menyulitkan dalam perkecambahan. Bila dikecambahkan secara langsung di lapangan, Kemungkinan benih akan terbawa air ketika hujan, dimakan serangga tanah, atau mendapat cekaman lingkungan yang akan mengganggu perkecambahannya. Penanaman cabai dilapang dilaksanakan pada tanggal 14-15 April 2009. Bibit cabe yang ditanam sebanyak 50 bibit dan ditanam dengan cara ditugal. Cabai ditanam diantara baris tanaman kangkung dengan jarak tanam 50 x 50 cm. Sistem penanaman ini dilakukan agar pemakaian lahan efektif. Sambil menunggu tanaman kangkung siap panen atau selesai dipanen,

lahan yang sudah kosong ditanam cabai rawit. Sistem ini dapat diterapkan kerena tanaman kangkung yang ditanam sebelum cabai tidak mengurangi intensitas cahaya yang dibutuhkan cabai untuk pertumbuhannya. Setelah ditanam dilakukan pemupukan. Pupuk yang diberikan adalah pupuk dasar dengan dosis Urea 5 g/m2, dan SP-36 20 g/m2. Pupuk dasar ini diberikan mengelilingi tanaman. Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman terutama N dan P pada awal penanaman. Pada 3 MST dan 6 MST dilakukan pemupukan susulan Urea dan KCL dengan dosis masing-masing 5 g/tanaman. Urea dan KCL diberikan secara bertahap karena unsur tersebut bersifat sangat mobil dan mudah hilang dari tanah Pada komoditi cabai juga dilakukan pemupukan dengan cara dikocor. Pupuk kocor sebenarnya sama dengan pupuk biasa, pada pemupukan dengan cara dikocor, pupuk dicampur dengan air, 1 g/tanaman dicampur dengan 250 ml air. Pengocoran dilakukan setiap minggu sampai cabai siap panen. Pemeliharaan yang dilakukan cukup sederhana. Setiap minggu dilakukan penyiangan gulma. Populasi akhir yang tetap hidup hanya 38 dari populasi awal sebesar 50 tanaman. Panen tidak dilakukan karena kondisi yang tidak memungkinkan. Jumlah buah yang siap panen pun sangat sedikit. Dari 13 kelompok yang melakukan praktikum, daya berkecambah cabai rawit yang paling rendah adalah 54,8 % dan yang paling tinggi sebesar 94%. Rata-rata daya berkecambah cabai rawit yaitu sebesar 78,99%. Pada pengukuran tinggi tanaman, terjadi pertambahan tinggi yang cukup besar pada 3-5 MST. Namun terdapat 2 data tinggi yang jauh menurun yaitu pada 5 dan 6 MST. Pada data tinggi ke-6 dan 12 terjadi penurunan tinggi. Hal ini bukan berarti terjadi menunjukkan terjadi penurunan tinggi batang. Kesalahan ini mungkin terjadi karena kesalahan dalam pengukuran atau kesalahan dalam melihat tanaman contoh. Pertambahan jumlah daun berlangsung dengtan baik. Ini menunjukkan pertuimbuhan vegetatif yang baik. Pertambahan jumlah daun yang cukup besar terjadi pada 5-6 MST. Rata-rata jumlah bunga tanaman contoh sebanyak 3 bunga. Namun rata-rata jumlah bunga yang menjadi buah hanya sebanyak 2 buah.

Jumlah ini terlalu sedikit untuk dalam sistem budidaya. Bahkan untuk konsumsi seharihari pun tidak mencukupi. Pertumbuhan generatif yang tidak baik ini mungkin disebabkan oleh keadaan tanah yang tidak mendukung pertumbuhannya. Keadaan tanah pada lahan penanaman cabai mungkin memang kurang baik. Walaupun sudah dilakukan pepupukan dan pemeliharaan, namun hasilnya sangat rendah.

Hama dan penyakit pada tanaman cabaiJune 20th, 2010 | Author: sherly.vi08 Hambatan paling besar bertanam cabe biasanya datang dari keberadaan hama dan penyakit seringkali yang membuat tanaman rusak pada bagian tertentu yang bisa menyebabkan puso. Cukup banyak jenis-jenis hama maupun penyakit yang menyerang tanaman cabe ini dari fase benih sampai panen. Namun hanya beberapa yang utama dan paling merusak. Berikut adalah pembahasan mengenai hama dan penyakit utama pada tanaman cabe. Sebagai tanaman budidaya, tentu saja pengembangan tanaman cabe tidak bisa terlepas dari pengendalian hama dan penyakit. Meskipun komoditas ini sangat menjanjikan, namun tidak sedikit dari para petani kita yang mengeluh akibat kehadiran pengganggu keberhasilan budidayanya. Tidak hanya hama, bahkan penyakit pun kerap menjadi penyebab utama kerusakan cabe. Kerugian yang diakibatkan hama maupun penyakit telah membuat tidak sedikit para petani yang bangkrut dan kapok untuk bertanam lagi. Sebagai pertimbangan, pada Harian Kompas mengungkapkan daerah Kediri sebagai salah satu sentra produksi cabe di Jatim banyak yang terserang Antracnose atau yang lebih populer dengan pathek ini beberapa waktu yang lalu. Dimana, ribuan hektar pohon cabe gagal dipanen gara-gara kehadiran penyakit itu. Ini hanya satu kasus saja, belum serangan hama maupun penyakit lain yang bisa merugikan petani. Menurut sebagian petani hingga kini belum ada cara yang benar-benar ampuh untuk mengobati buah cabe yang sudah terserang hama dan penyakit. Bukannya mereka tidak mau tahu atau pasrah terhadap kehadiran para pengganggu ini, namun sudah banyak yang dilakukan dalam upaya mengobati tanaman yang sudah terkena serangan. Salah satunya adalah dengan penyemprotan baik itu menggunakan insektisida maupun fungisida. Karena saking tingginya kekhawatiran akan meluas atau terkena serangan, penyemprotan seringkali dilakukan secara serampangan tanpa pertimbangan. Akibatnya kesalahan pemilihan pestisida yang diberikan dan teknik pengendalian yang kurang baik bisa menjadi bumerang yang berakibat fatal. Untuk itulah, teknik pengendalian yang baik yang dikenal dengan tehnik pengendalian hama terpadu sangat dianjurkan untuk mengatasi musuh-musuh utama tanaman cabe ini. Berikut adalah musuh-musuh utama petani cabe yang sering menyerang tanaman cabe. THRIPS Hama thrips (Thrips Sp.) sudah tidak asing lagi bagi para petani cabe. Menurut beberapa sumber, thrips yang menyerang cabe tergolong sebagai pemangsa segala jenis tanaman, jadi serangan pada tanaman cabe hanya salah satunya saja. Dengan panjang tubuh sekitar + 1 mm,

serangga ini tergolong sangat kecil namun masih bisa dilihat dengan mata telanjang. Thrips biasanya menyerang bagian daun muda dan bunga. Serangan paling parah biasanya terjadi pada musim kemarau, namun tidak menutup kemungkinan pada saat musim hujan bisa juga terjadi serangan. Gejala yang bisa dikenali dari kehadiran hama ini adalah adanya strip-strip pada daun dan berwarna keperakan. Adanya noda keperakan itu tidak lain akibat adanya luka dari cara makan hama thrips. Dalam beberapa waktu kemudian, noda tersebut akan berubah warna menjadi coklat muda. Yang paling membahayakan dari thrips adalah selain dia sebagai hama perusak namun juga sebagai carrier atau pembawa bibit penyakit (berupa virus) yang menyebabkan penyakit pada tanaman cabe. Untuk itu, bila kita mampu mengendalikan hama thrips, tidak hanya memberantas dari serangan hama namun juga bisa mencegah penyebaran penyakit akibat virus yang dibawanya. Pengendalian hama ini bisa dilakukan secara kultur teknis maupun kimiawi. Secara teknis dapat dilakukan dengan melakukan pergiliran tanaman atau tidak menanam cabe secara bertahap dengan selisih waktu lebih lama, selain itu dapat juga menggunakan perangkap kuning yang dilapisi lem. Sedangkan pengendalian kimia bisa dilakukan dengan penyemprotan insektisida Winder 25WP konsentrasi anjuran 0.25 0.5 gr /liter atau bisa juga menggunakan insektisida bentuk cair Winder 100EC dengan konsenstrasi 0.5 1 cc/L. TUNGAU(MITE) Hama mite selain menyerang jeruk, dan apel menyerang tanaman cabe juga. Tungau bersifat parasit dimana dia merusak daun, batang maupun buah yang mengakibatkan perubahan warna dan bentuk. Pada tanaman cabe, serangannya adalah dengan menghisap cairan daun sehingga warna daun terutama pada bagioan bawah menjadi berwarna kuning kemerahan , bentuk daun menjadi menggulung ke bawah dan akibatnya pucuk bisa mengering yang akhirnya menyebabkan daun rontok. Dalam klasifikasi tungau termasuk dalam Ordo Acarina, Kelas Arachnidae bukan termasuk golongan serangga. Tungau berukuran sangat kecil dengan panjang badan sekitar 0.5 mm, berkulit lunak dengan kerangka chitin. Seperti halnya thrips, hama ini juga berpotensi sebagai pembawa virus. Pengendalian hama mite secara kimia dapat kita lakukan penyemprotan menggunakan akarisida Samite 135EC. Konsentrasi yang dianjurkan adalah 0.25 0.5 ml/L. KUTU DAUN (Myzus persicae) Aphids merupakan serangga hama yang juga andil dalam merusak perkembangan tanaman cabe. Serangannya hampir sama dengan tungau namun akibat cairan dari daun yang dihisapnya menyebabkan daun melengkung ke atas, keriting dan belang-belang hingga akhirnya dapat menyebabkan kerontokan. Tidak sepeti mite, kutu persik ini memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat karena selain bisa memperbanyak dengan perkawinan biasa, dia juga mampu bertelur tanpa pembuahan. Pengendalian hama aphids secara kimia dapat dilakukan dengan menyemprot insektisida Winder 100EC konsentrasi 0.5 1.00 cc/L. LALAT BUAH (Bactrocera dorsalis) Kehadiran lalat ternyata tidak hanya mengganggu sekaligus menjijikkan namun bisa menjadi hama perusak khususnya tanaman cabe. Buah cabe yang menunggu panen bisa menjadi santapannya dalam sekejap dengan cara menusukkan ovipositornya pada buah serta meletakkan telur, menetas menjadi larva yang kemudian merusak buah cabe dari dalam.

Kerusakan buah dari luar bisa kita perhatikan dari bekas tusukan yang berupa bintik hitam. Buah yang rusak tentu saja tidak akan laku dijual sehingga menyebabkan kerugian bagi petani. Pengendalian hama lalat buah cabe tergolong agak sulit karena menyerangnya dari dalam buah, untuk itu satu-satunya jalan adalah dengan mencegah lalat tersebut meletakkan telurnya pada cabe. Pengendalian kultur teknis dapat dilakukan dengan membuat perangkap dari botol bekas air kemasan yang didalamnya diberi umpan yang telah diberi sex feromon seperti metil eugenol dan insektisida. Hal ini karena lalat buah betina sangat tertarik dengan bau lalat buah jantan sehingga dia akan memburunya. Selain itu dapat juga digunakan perangkap kuning seperti yang dilakukan pada hama thrips. Karena umumnya serangga-serangga tersebut sangat menyukai warna-warna mencolok. ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) Hama ini tak berbeda dengan jenis ulat lain yang juga suka makan daun. Namun keistimewaannya adalah saat memasuki stadia larva, dia termasuk hewan yang sangat rakus. Hanya dalam waktu yang tidak lama, daun-daun cabe bisa rusak olehnya. Ulat yang setelah dewasa berubah menjadi sejenis ngengat ini akan memakan daun-daunan pada masa larva untuk menunjang perkembangan metamorfosis-nya. Ulat grayak tidak hanya menyerang tanaman cabe saja melainkan juga tanaman pisang, bawang, pepaya, kentang, padi, kacang dan lain-lain. Pengendalian hama ini dapat dilakukan terhadap ngengat dewasa yang hendak meletakkan telurnya pada tanaman inang dengan menyemprotkan insektisida, atau dikendalikan dengan insektisida biologis Turex WP konsentrasi 1 2 gr/Lt. TIKUS Meskipun tidak separah serangan pada tanaman pangan, tikus juga berpotensi merusak buah tanaman cabe. Mereka biasanya menyerang bagian buahnya. Meskipun persentasenya tergolong sedikit, serangan tikus pada tanaman cabe tetap harus diwasdapai dengan cara selalu rutin membersihkan kebun cabe dari gulma dan semak-semak yang bisa menjadi tempat sarang sekaligus perlindungan tikus. ANTRAKNOSA(ANTRACNOSE) Tidak ada yang memungkiri bahwa Antracnose atau yang lebih dikenal dengan istilah pathek adalah penyakit yang hingga saat ini masih menjadi momok petani cabe. Bagaimana tidak? Buah yang menunggu panen dalam beberapa waktu berubah menjadi busuk oleh penyakit ini. Sudah banyak petani yang menjadi korban keganasannya. Sekali tanaman cabe kita terkena antraknosa, maka akan sulit bagi kita untuk mengendalikannya. Oleh karena itu tindakan paling baik untuk penyakit ini adalah melakukan pencegahan sebelum terjadinya serangan. Gejala awal yang dapat dikenali dari serangan penyakit ini adalah adanya bercak yang agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair. Lama kelamaan busuk tersebut akan melebar membentuk lingkaran konsentris. Dalam waktu yang tidak lama maka buah akan berubah menjadi coklat kehitaman dan membusuk. Ledakan penyakit ini sangat cepat pada musim hujan. Penyebab penyakit ini tidak lain adalah jamur C. capsici. Jamur ini menyerang tidak pandang bulu, karena baik buah cabe yang masih hijau atau sudah masak pun tidak luput darinya. Penyakit ini sangat mudah menyebar ke buah atau tanaman lain. Penyebarannya tidak hanya melalui sentuhan antara tanaman saja melainkan juga bisa karena percikan air, angin, maupun melalui vektor. Tidak ada satu pun cara yang bisa dilakukan agar penyakit ini bisa 100% , namun kita bisa mencegahnya dengan kultur

teknis yang baik. Dapat juga dilakukan pembersihan atau pembuangan bagian tanaman yang sudah terserang agar tidak menyebar. Selain dengan cara budidaya yang baik, saat pemilihan benih harus kita lakukan secara selektif . Disarankan agar menanam benih cabe yang memiliki ketahanan terhadap penyakit pathek. Penggunaan benih sembarangan akan beresiko terjadinya serangan penyakit. Secara kimia, pengendalian penyakit ini dapat disemprot dengan fungisida bersifat sistemik yang berbahan aktif triadianefon dicampur dengan fungisida kontak berbahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide 54WDG, atau yang berbahan aktif Mankozeb seperti Victory 80WP. LAYU BAKTERI Bakteri penyebab layu merupakan penyakit kedua yang meresahkan petani setelah antraknosa. Penyebab layu bakteri ini adalah Pseudomonas solanacearum yang serangannya ditandai dengan gejala layu pada tanaman cabe yang mengalami kesembuhan pada waktu sore hari, tetapi lama kelamaan kelayuannya terjadi secara keseluruhan dan menetap. Bakteri ini biasanya ditularkan melalui tanah, benih, bibit, sisa-sisa tanaman , pengairan, nematoda atau alat-alat pertanian. Selain itu bakteri ini mampu bertahan selama bertahun-tahun di dalam tanah dalam keadaan tidak aktif. Bakteri layu cepat meluas terutama di tanah dataran rendah, gejala kelayuan yang mendadak seringkali tidak bisa diantisipasi. Tanaman yang sehat tiba tiba saja layu yang dalam waktu tidak sampai 3 hari besoknya langsung mati. Itulah gambaran serangan penyakit layu yang sangat menyeramkan. Untuk memastikan penyebab layu tersebut kita bisa mengambil tanaman yang terserang , kemudian pangkal batangnya dibelah untuk direndam pada gelas yang berisi air bening. Apabila bakteri maka akan ditandai dengan keluarnya cairan berwarna coklat susu berlendir semacam asap yang keluar pembuluh batangnya di dalam air. Untuk mengatasinya tak ada jalan lain selain menyingkirkan tanaman yang terserang, dan tetap menjaga agar bedengan tanam selalu dalam kondisi kering di luar. Selain itu , melakukan rotasi tanaman dengan tanaman yang tidak sefamili bisa mengurangi resiko serangan penyakit tersebut. Secara kimiawi, penyakit ini dapat dicegah dengan menyiram larutan Kocide 77WP konsentrasi 5 10 gr/liter pada lubang tanam sebanyak 200 ml/tanaman interval 10 14 hari dan dimulai saat tanaman mulai berbunga. BERCAK DAUN Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak-bercak berupa bulatan seperti cacar pada daun. Bila dibiarkan akan menyebabkan daun-daun cabe gugur sehingga pertumbuhan kurang optimal. Gejala pada daun tersebut ternyata baru serangan awal saja karena bila dibiarkan, akan menyerang batang, tangkai daun serta tangkai bunga. Seperti halnya layu bakteri, cendawan Cercospora capsici penyebab bercak daun ini dapat bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman. Pengendalian terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan membuang tanaman yang terserang sekaligus membersihkan sanitasi lingkungan tanaman. Secara kimia dapat juga dicegah dengan fungisida kontak bahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide 54WDG, Kocide 77WP, dan atau fungisida bahan aktif Mankozeb yaitu Victory 80WP.

HAMA UTAMA TANAMAN CABAI Thrips Hama thrips (Thrips Sp.) sudah tidak asing lagi bagi para petani cabai. Hama thrips tergolong sebagai pemangsa segala jenis tanaman, jadi serangan bukan hanya pada tanaman cabai saja. Panjang tubuh sekitar + 1 mm, serangga ini tergolong sangat kecil namun masih bisa dilihat dengan mata telanjang. Thrips biasanya menyerang bagian daun muda dan bunga . Gejala serangan hama ini adalah adanya strip-strip pada daun dan berwarna keperakan. Noda keperakan itu tidak lain akibat adanya luka dari cara makan hama thrips. Kemudian noda tersebut akan berubah warna menjadi coklat muda. Yang paling membahayakan dari thrips adalah selain sebagai hama perusak juga sebagai carrier atau pembawa bibit penyakit (berupa virus) pada tanaman cabai. Untuk itu, bila mengendalikan hama thrips, tidak hanya memberantas dari serangan hama namun juga bisa mencegah penyebaran penyakit akibat virus yang dibawanya. Pengendalian secara kultur teknis maupun kimiawi. Kultur teknis dengan pergiliran tanaman atau tidak menanam cabai secara bertahap sepanjang musim. Selain itu dapat menggunakan perangkap kuning yang dilapisi lem. Pengendalian kimia bisa dilakukan dengan penyemprotan insektisida Winder 25 WP konsentrasi 0,25 - 0,5 gr /liter atau insektisida cair Winder 100EC konsenstrasi 0.5 - 1 cc/L. Tungau (Mite) Hama mite selain menyerang jeruk dan apel juga menyerang tanaman cabai. Tungau bersifat parasit yang merusak daun, batang maupun buah sehingga dapat mengakibatkan perubahan warna dan bentuk. Pada tanaman cabai. Tungau menghisap cairan daun sehingga warna daun terutama pada bagian bawah menjadi berwarna kuning kemerahan, daun akan menggulung ke bawah dan akibatnya pucuk mengering yang akhirnya menyebabkan daun rontok. Tungau berukuran sangat kecil dengan panjang badan sekitar 0,5 mm, berkulit lunak dengan kerangka chitin. Seperti halnya thrips, hama ini juga berpotensi sebagai pembawa virus. Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan Penyemprotan menggunakan Akarisida Samite 135 EC. Konsentrasi yang dianjurkan 0,25 -0,5 ml/L. Kutu (Myzuspersicae) Aphids merupakan hama yang dapat merusak tanaman cabai. Serangannya hampir sama dengan tungau namun akibat cairan dari daun yang dihisapnya menyebabkan daun melengkung ke atas, keriting dan belang-belang hingga akhirnya dapat menyebabkan kerontokan. Tidak sepeti mite, kutu ini memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat karena selain dapat memperbanyak dengan perkawinan biasa, hama ini juga mampu bertelur tanpa pembuahan. Pengendalian hama aphids secara kimia dapat dilakukan dengan menyemprot insektisida Winder 100EC konsentrasi 0,5 - 1,00 cc/L. Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)

Kehadiran lalat buah ini, dapat menjadi hama perusak tanaman cabai. Buah cabai yang menunggu panen bisa menjadi santapannya dalam sekejap dengan cara menusukkan ovipositornya pada buah serta meletakkan telur, menetas menjadi larva yang kemudian merusak buah cabai dari dalam. Pengendalian kultur teknis dapat dilakukan dengan membuat perangkap dari botol bekas air mineral yang di dalamnya diberi umpan berupa Atraktan Lalat Buah (ATLABU) keluaran Balai Penelitian Obat dan Aromatik. Selain itu dapat juga digunakan perangkap kuning seperti yang dilakukan pada hama thrips. Karena umumnya serangga-serangga tersebut sangat menyukai warna-warna mencolok. Ulat Grayak (Spodoptera litura) Ulat ini saat memasuki stadia larva, termasuk hewan yang sangat rakus. Hanya dalam waktu yang tidak lama, daun-daun cabai bisa rusak. Ulat setelah dewasa berubah menjadi sejenis ngengat akan memakan daun-daunan pada masa larva untuk menunjang perkembangan metamorfosisnya. Pengendalian dapat dilakukan terhadap ngengat dewasa yang hendak meletakkan telurnya pada tanaman inang dengan menyemprotkan insektisida, atau dengan insektisida biologis Turex WP konsentrasi 1 - 2 gr/Lt. PENYAKIT UTAMA TANAMAN CABAI Antracnose Penyakit Antracnose dikenal juga dengan istilah pathek adalah penyakit yang hingga saat ini masih menjadi momok bagi petani cabai. Buah yang menunggu panen dalam beberapa waktu berubah menjadi busuk oleh penyakit ini. Gejala awal dari serangan penyakit ini adalah bercak yang agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair, buah akan berubah menjadi coklat kehitaman dan membusuk. Ledakan penyakit ini sangat cepat pada musim hujan. Penyebab penyakit ini adalah jamur carnifora capsici. Pengendalian membersikan tanaman yang terserang agar tidak menyebar, saat pemilihan benih harus kita lakukan secara selektif, menanam benih cabai yang memiliki ketahanan terhadap penyakit pathek. Secara kimia, disemprot dengan fungisida sistemik berbahan aktif triadianefon dicampur dengan fungisida kontak berbahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide 54WDG, atau yang berbahan aktif Mankozeb seperti Victory 80WP. Layu Bakteri Penyakit ini disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum. Gejalanya tanaman yang sehat tibatiba saja layu yang dalam waktu tidak sampai 3 hari tanaman mati. Bakteri ini ditularkan melalui tanah, benih, bibit, sisa tanaman, pengairan,nematoda atau alat-alat pertanian.

Pengendalian membuang tanaman yang terserang, tetap menjaga bedengan tanaman selalu dalam kondisi kering, rotasi tanaman. Secara kimiawi, semprot dengan larutan Kocide 77WP konsentrasi 5 - 10 gr/liter pada lubang tanam sebanyak 200 ml/tanaman interval 10 - 14 hari dan dimulai saat tanaman mulai berbunga. Virus Kuning (gemini virus) Vektor virus kuning adalah whitefly atau kutu kebul (Bemisia tabaci). Telur diletakkan di bawah daun, fase telur hanya 7 hari. Nimpa bertungkai yang berfungsi untuk merangkak lama hidup 2-6 hari. Pupa berbentuk oval, agak pipih berwarna hijau keputih-putihan sampai kekuning-kuningan pupa terdapat dibawah permukaan daun, lama hidup 6 hari. Serangga dewasa berukuran kecil, berwarna putih dan mudah diamati karena dibawah permukaan daun yang bertepung, lama hidup 20-38 hari. Tanaman yang terserang penyakit virus kuning menimbulkan gejala daun mengeriting dan ukuran lebih kecil. Pengendalian dilakukan dengan menanam varietas yang agak tahan (contoh cabai keriting Bukittinggi), menggunakan bibit yang sehat, melakukan rotasi /pergiliran tanaman, pemanfaatan tanaman border seperti tagetes atau jagung, pemasangan perangkap kuning sekaligus mengendalikan kutu kebul, serta eradikasi tanaman sakit yaitu tanaman yang menunjukkan gejala dicabut dan dibakar.Pengendalian Hama & Penyakit Pada Tanaman Cabai

Pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai bisa dilakukan dengan cara menyemprot pestisida 2 minggu satu kali. Disamping itu dilakukan pencucian 2 hari sekali. Selain perlakuan di atas, 1 minggu sekali tanaman cabe disemprot dengan perekat, terutama pada awal tanaman berbuah. Bila tanaman sudah berbuah, tidak perlu dilakukan. Pencucian sebaiknya dilakukan sebelum matahari terbit. Pengendalian secara kuratif hanya dilakukan setelah tanaman menunjukkan gejala serangan penyakit. A. PENYAKIT KERITING Penyebab :

Penyebab penyakit keriting adalah hama trips yang menyerang ujung daun. Pengendalian : Trips pada siang hari biasanya bersembunyi, penyemprotan dilakukan dari atas dan bawah daun sehingga merata di seluruh bagian tanaman dan daun. Penyerangan trips biasanya dilakukan pada saat udara panas di musim kemarau. B. PENYAKIT CACAR DAUN & CACAR BUAH Penyebab : Penyakit ini disebabkan oleh hama yang menyerang dengan cepat bagian buah maupun daun dari tanaman cabai. Pengendalian : Tanaman cabe yang telah diserang cacar, apabila yang diserang buahnya, agar buahnya dipanen semua dan ditaruh dalam karung kemudian dibakar. Demikian pula apabila daunnya diserang, agar daunnya dirontokkan, dibakar, lalu dikubur. Pestisida yang digunakan adalah Alto atau score ditambah dengan perekat dan disemprot dengan interval 2-3 hari 1 kali. C. PENYAKIT LAYU Penyebab : Beberapa penyebab penyakit layu adalah kelembaban, cacing, maupun varietas yang digunakan. Pengendalian : Untuk penyakit layu yang disebabkan oleh kelembaban, guludan agar dinaikkan dan drainase dibuat sedemikian agar tidak ada air yang menggenang. Untuk tanaman yang sudah terserang agar disemprot dengan antibiotik agrimisin 10 hari 1 kali.

1. KERUGIAN AKIBAT GULMA Produksi tanaman pertanian, baik yang diusahakan dalam bentuk pertanian rakyat ataupun perkebunan besar ditentukan oleh beberapa faktor antara lain hama, penyakit dan gulma. Kerugian akibat gulma terhadap tanaman budidaya bervariasi, tergantung dari jenis tanamannya, iklim, jenis gulmanya, dan tentu saja praktek pertanian di samping faktor lain. Di Amerika Serikat besarnya kerugian tanaman budidaya yang disebabkan oleh penyakit 35 %, hama 33 %, gulma 28 % dan nematoda 4 % dari kerugian total. Di negara yang sedang berkembang, kerugian karena gulma tidak saja tinggi, tetapi juga mempengaruhi persediaan pangan duniaTanaman perkebunan juga mudah terpengaruh oleh gulma, terutama sewaktu masih muda. Apabila pengendalian gulma diabaikan sama sekali, maka kemungkinan besar usaha tanaman perkebunan itu akan rugi total. Pengendalian gulma yang tidak cukup pada awal pertumbuhan tanaman perkebunan akan memperlambat pertumbuhan dan masa sebelum panen. Beberapa gulma lebih mampu berkompetisi daripada yang lain (misalnya Imperata cyndrica), yang dengan demikian menyebabkan kerugian yang lebih besar. Persaingan antara gulma dengan tanaman yang kita usahakan dalam mengambil unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas maupun kuantitas. Cramer (1975) menyebutkan kerugian berupa penurunan produksi dari beberapa tanaman dalah sebagai berikut : padi 10,8 %; sorgum 17,8 %; jagung 13 %; tebu 15,7 %; coklat 11,9 %; kedelai 13,5 % dan kacang tanah 11,8 %. Menurut percobaan-percobaan pemberantasan gulma pada padi terdapat penurunan oleh persaingan gulma tersebut antara 25-50 %. Gulma mengkibatkan kerugian-kerugian yang antara lain disebabkan oleh : 1. Persaingan antara tanaman utama sehingga mengurangi kemampuan berproduksi, terjadi persaingan dalam pengambilan air, unsur-unsur hara dari tanah, cahaya dan ruang lingkup. 2. Pengotoran kualitas produksi pertanian, misalnya pengotoran benih oleh biji-biji gulma. 3. Allelopathy yaitu pengeluaran senyawa kimiawi oleh gulma yang beracun bagi tanaman yang lainnya, sehingga merusak pertumbuhannya. 4. Gangguan kelancaran pekerjaan para petani, misalnya adanya duri-duri Amaranthus spinosus, Mimosa spinosa di antara tanaman yang diusahakan. 5. Perantara atau sumber penyakit atau hama pada tanaman, misalnya Lersia hexandra dan Cynodon dactylon merupakan tumbuhan inang hama ganjur pada padi. 6. Gangguan kesehatan manusia, misalnya ada suatu gulma yang tepung sarinya menyebabkan alergi. 7. Kenaikkan ongkos-ongkos usaha pertanian, misalnya menambah tenaga dan waktu dalam pengerjaan tanah, penyiangan, perbaikan selokan dari gulma yang menyumbat air irigasi.

8. Gulma air mngurangi efisiensi sistem irigasi, yang paling mengganggu dan tersebar luas ialah eceng gondok (Eichhornia crssipes). Terjadi pemborosan air karena penguapan dan juga mengurangi aliran air. Kehilangan air oleh penguapan itu 7,8 kali lebih banyak dibandingkan dengan air terbuka. Di Rawa Pening gulma air dapat menimbulkan pulau terapung yang mengganggu penetrasi sinar matahari ke permukaan air, mengurangi zat oksigen dalam air dan menurunkan produktivitas air. Dalam kurun waktu yang panjang kerugian akibat gulma dapat lebih besar daripada kerugian akibat hama atau penyakit. Di negara-negara sedang berkembang (Indonesia, India, Filipina, Thailand) kerugian akibat gulma sama besarnya dengan kerugian akibat hama. RANGKUMAN Gulma menimbulkan kerugian-kerugian karena mengadakan persaingan dengan tanaman pokok, mengotori kualitas produksi pertanian, menimbulkan allelopathy, mengganggu kelancaran pekerjaan para petani, sebagai perantara atau sumber hama dan penyakit, mengganggu kesehatan manusia, menaikkan ongkos-ongkos usaha pertanian dan menurunkan produktivitas air. 2. KOMPETISI A. Kompetisi Gulma terhadap Tanaman Adanya persaingan gulma dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk berproduksi. Persaingan atau kompetisi antara gulma dan tanaman yang kita usahakan di dalam menyerap unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah, dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas dan kuantitas. a. Persaingan memperebutkan hara Setiap lahan berkapasitas tertentu didalam mendukung pertumbuhan berbagai pertanaman atau tumbuhan yang tumbuh di permukaannya. Jumlah bahan organik yang dapat dihasilkan oleh lahan itu tetap walaupun kompetisi tumbuhannya berbeda; oleh karena itu jika gulma tidak diberantas, maka sebagian hasil bahan organik dari lahan itu berupa gulma. Hal ini berarti walaupun pemupukan dapat menaikkan daya dukung lahan, tetapi tidak dapat mengurangi komposisi hasil tumbuhan atau dengan kata lain gangguan gulma tetap ada dan merugikan walaupun tanah dipupuk. Yang paling diperebutkan antara pertanaman dan gulma adalah unsur nitrogen, dan karena nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang banyak, maka ini lebih cepat habis terpakai. Gulma menyerap lebih banyak unsur hara daripada pertanaman. Pada bobot kering yang sama, gulma mengandung kadar nitrogen dua kali lebih banyak daripada jagung; fosfat 1,5 kali lebih banyak; kalium 3,5 kali lebih banyak; kalsium 7,5 kali lebih banyak dan magnesium lebih dari 3 kali. Dapat dikatakan bahwa gulma lebih banyak membutuhkan unsur hara daripada tanaman yang dikelola manusia. b. Persaingan memperebutkan air

Sebagaimana dengan tumbuhan lainnya, gulma juga membutuhkan banyak air untuk hidupnya. Jika ketersediaan air dalam suatu lahan menjadi terbatas, maka persaingan air menjadi parah. Air diserap dari dalam tanah kemudiaan sebagian besar diuapkan (transpirasi) dan hanya sekitar satu persen saja yang dipakai untuk proses fotosintesis. Untuk tiap kilogram bahan organik, gulma membutuhkan 330 1900 liter air. Kebutuhan yang besar tersebut hampir dua kali lipat kebutuhan pertanaman. Contoh gulma Helianthus annus membutuhkan air sebesar 2,5 kali tanaman jagung. Persaingan memperebutkan air terjadi serius pada pertanian lahan kering atau tegalan. c. Persaingan memperebutkan cahaya Apabila ketersediaan air dan hara telah cukup dan pertumbuhan berbagai tumbuhan subur , maka faktor pembatas berikutnyaa adalah cahaya matahari yang redup (di musim penghujan) berbagai pertanaman berebut untuk memperoleh cahaya matahari. Tumbuhan yang berhasil bersaing mendapatkan cahaya adalah yang tumbuh lebih dahulu, oleh karena itu tumbuhan itu lebih tua, lebih tinggi dan lebih rimbun tajuknya. Tumbuhan lain yang lebih pendek, muda dan kurang tajuknya, dinaungi oleh tumbuhannya yang terdahulu serta pertumbuhannya akan terhambat. Tumbuhan yang berjalur fotosintesis C4 lebih efisien menggunakan air, suhu dan sinar sehingga lebih kuat bersaing berebut cahaya pada keadaan cuaca mendung. Oleh karena itu penting untuk memberantas gulma dari familia Cyperaceae dan Gramineae (Poaceae) di sekitar rumpunrumpun padi yang berjalur C3. Dari peristiwa persaingan antara gulma dan tanaman pokok didalam memperebutkan unsur hara, air dan cahaya matahari, Eussen (1972) menelorkan rumus : TCV = CVN + CVW + CVL di mana TCV = total competition value, CVN = competition value for nutrient, CVW = competition value for water dan CVL = competition value for light. Nilai persaingan total yang disebabkan oleh gulma terhadap tanaman pokok merupakan penggabungan dari nilai persaingan untuk hara + nilai persaingan untuk air + nilai persaingan untuk cahaya. Besar kecilnya (derajad) persaingan gulma terhadap tanaman pokok akan berpengaruh terhadap baik buruknya pertumbuhan tanaman pokok dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil tanaman pokok. Besar kecilnya persaingan antara gulma dan tanaman pokok di dalam memperebutkan air, hara dan cahaya atau tinggi rendahnya hambatan terhadap pertumbuhan atau hasil tanaman pokok jika dilihat dari segi gulmanya, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berikut ini. a. Kerapatan gulma Semakin rapat gulmanya, persaingan yang terjadi antara gulma dan tanaman pokok semakin hebat, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Hubungan antara kerapatan gulma dan pertumbuhan atau hasil tanaman pokok merupakan suatu korelasi negatif. Suroto dkk. (1996) memperlihatkan bahwa perlakuan kerapatan awal teki 25, 50

dan 100 per m2 menurunkan bobot biji kacang tanah per tanaman masing-masing sebesar 14,69 %; 14,88 % dan 17,57 %. b. Macam gulma Masing-masing gulma mempunyai kemampuan bersaing yang berbeda, hambatan terhadap pertumbuhan tanaman pokok berbeda, penurunan hasil tanaman pokok juga berbeda. Sebagai contoh kemampuan bersaing jawan (Echinochloa crusgalli) dan tuton (Echinochloa colonum) terhadap tanaman padi tidak sama atau berbeda. c. Saat kemunculan gulma Semakin awal saat kemunculan gulma, persaingan yang terjadi semakin hebat, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Hubungan antara saat kemunculan gulma dan pertumbuhan atau hasil tanaman pokok merupakan suatu korelasi positif. Hasil penelitian Erida dan Hasanuddin (1996) memperlihatkan bahwa saat kemunculan gulma bersamaan tanam, 15, 30, 45, 60 dan 75 hari setelah tanam masing-masing memberikan bobot biji kedelai sebesar 166,22; 195,82; 196,11; 262,28; 284,77 dan 284,82 g/petak (2m x 3m). d. Lama keberadaan gulma Semakin lama gulma tumbuh bersama dengan tanaman pokok, semakin hebat persaingannya, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Hubungan antara lama keberadaan gulma dan pertumbuhan atau hasil tanaman pokok merupakan suatu korelasi negatif. Perlakuan lama keberadaan gulma 0, 15, 30, 45, 60, 75, dan 90 hari setelah tanam masing-masing memberikan bobot biji kedelai sebesar 353,37; 314,34; 271,45; 257,34; 256,64; 250,56 dan 166,22 g/petak (Erida dan Hasanuddin, 1996). e. Kecepatan tumbuh gulma Semakin cepat gulma tumbuh, semakin hebat persaingannya, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. f. Habitus gulma Gulma yang lebih tinggi dan lebih lebat daunnya, serta lebih luas dan dalam sistem perakarannya memiliki kemampuan bersaing yang lebih, sehingga akan lebih menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman pokok g. Jalur fotosintesis gulma (C3 atau C4) Gulma yang memiliki jalur fotosintesis C4 lebih efisien, sehingga persaingannya lebih hebat, pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun. h. Allelopati

Beberapa species gulma menyaingi tanaman dengan mengeluarkan senyawa dan zat-zat beracun dari akarnya (root exudates atau lechates) atau dari pembusukan bagian vegetatifnya. Bagi gulma yang mengeluarkan allelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Di samping itu kemiripan gulma dengan tanaman juga mempunyai arti penting. Masing-masing pertanaman memiliki asosiasi gulma tertentu dan gulma yang lebih berbahaya adalah yang mirip dengan pertanamannnya. Sebagai contoh Echinochloa crusgalli lebih mampu bersaing terhadap padi jika dibandingkan dengan gulma lainnya. 2. Kompetisi Intraspesifik dan Interspesifik Gulma dan pertanaman yang diusahakan manusia adalah sama-sama tumbuhan yang mempunyai kebutuhan yang serupa untuk pertumbuhan normalnya. Kedua tumbuhan ini sama-sama membutuhkan cahaya, air, hara gas CO2 dan gas lainnya, ruang, dan lain sebagainya. Apabila dua tumbuhan tumbuh berdekatan, maka akan perakaran kedua tumbuhan itu akan terjalin rapat satu sama lain dan tajuk kedua tumbuhan akan saling menaungi, dengan akibat tumbuhan yang memiliki sistem perakaran yang lebih luas, lebih dalam dan lebih besar volumenya serta lebih tinggi dan rimbun tajuknya akan lebih menguasai (mendominasi) tumbuhan lainnya. Dengan demikian perbedaan sifat dan habitus tumbuhanlah yang merupakan penyebab terjadinya persaingan antara individu-individu dalam spesies tumbuhan yang sama (intra spesific competition atau kompetisi intra spesifik) dan persaingan antara individu-individu dalam spesies tumbuhan yang berbeda (inter spesific competition atau kompetisi inter spesifik). Persaingan gulma terhadap pertanaman disebabkan antara lain oleh karena gulma lebih tinggi dan lebih rimbun tajuknya, serta lebih luas dan dalam sistem perakarannya, sehingga pertanaman kalah bersaing dengan gulma tersebut. 3. Periode Kritis Dalam pertumbuhan tanaman terdapat selang waktu tertentu dimana tanaman sangat peka terhadap persaingan gulma. Keberadaan atau munculnya gulma pada periode waktu tersebut dengan kepadatan tertentu yaitu tingkat ambang kritis akan menyebabkan penurunan hasil secara nyata. Periode waktu dimana tanaman peka terhadap persaingan dengan gulma dikenal sebagai periode kritis tanaman. Periode kritis adalah periode maksimum dimana setelah periode tersebut dilalui maka keberadaan gulma selanjutnya tidak terpengaruh terhadap hasil akhir. Dalam periode kritis, adanya gulma yang tumbuh di sekitar tanaman harus dikendalikan agar tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan hasil akhir tanaman tersebut. Periode kritis adalah periode dimana tanaman pokok sangat peka atau sensitif terhadap persaingan gulma, sehingga pada periode tersebut perlu dilakukan pengendalian, dan jika tidak dilakukan maka hasil tanaman pokok akan menurun. Pada umumnya persaingan gulma terhadap pertanaman terjadi dan terparah pada saat 25 33 % pertama pada siklus hidupnya atau 1/3

pertama dari umur pertanaman. Persaingan gulma pada awal pertumbuhan tanaman akan mengurangi kuantitas hasil panenan, sedangkan gangguan persaingan gulma menjelang panen berpengaruh lebih besar terhadap kualitas hasil panenan. Waktu pemunculan (emergence) gulma terhadap pertanaman merupakan faktor penting di dalam persaingan. Gulma yang muncul atau berkecambah lebih dahulu atau bersamaan dengan tanaman yang dikelola, berakibat besar terhadap pertumbuhan dan hasil panenan. Sedangkan gulma yang berkecambah (2-4 minggu) setelah pemunculan pertanaman sedikit pengaruhnya. Dengan diketahuinya periode kritis suatu tanaman, maka saat penyiangan yang tepat menjadi tertentu. Penyiangan atau pengendalian yang dilakukan pada saat periode kritis mempunyai beberapa keuntungan. Misalnya frekuensi pengendalian menjadi berkurang karena terbatas di antara periode kritis tersebut dan tidak harus dalam seluruh siklus hidupnya. Dengan demikian biaya, tenaga dan waktu dapat ditekan sekecil mungkin dan efektifitas kerja menjadi meningkat. RANGKUMAN Gulma dan pertanaman mengadakan persaingan memperebutkan hara, air dan cahaya, sehingga TCV = CVN + CVW + CVL. Besar kecilnya persaingan gulma terhadap tanaman pokok akan berpengaruh terhadap baik buruknya pertumbuhan tanaman pokok dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil tanaman pokok. Tinggi rendahnya hasil tanaman pokok, jika dilihat dari segi gulmanya sangat ditentukan oleh kerapatan gulma, macam gulma, saat kemunculan gulma, kecepatan tumbuh gulma, lama keberadaan gulma, habitus gulma, jalur fotosintesis gulma (C3 atau C4), dan ada tidaknya allelopati. Gulma dan pertanaman adalah sama-sama tumbuhan yang mempunyai kebutuhan serupa untuk pertumbuhan normalnya. Perbedaan sifat dan habitus tumbuhan merupakan penyebab terjadinya kompetisi intra spesifik dan kompetisi inter spesifik. Dalam pertumbuhan tanaman terdapat selang waktu tertentu di mana tanaman sangat peka atau sensitif terhadap persaingan gulma, sehingga pada periode tersebut perlu dilakukan pengendalian, dan jika tidak maka hasil tanaman akan menurun. Pada umumnya periode kritis terjadi pada saat 25 33 % pertama pada siklus hidupnya atau pada saat 1/3 pertama dari umur pertanaman. Dengan diketahui periode kritis suatu tanaman maka saat penyiangan yang tepat menjadi tertentu. Penyiangan gulma dilakukan pada saat periode kritis. 3. ALLELOPATI Tumbuh-tumbuhan juga dapat bersaing antar sesamanya secara interaksi biokimiawi, yaitu salah satu tumbuhan mengeluarkan senyawa beracun ke lingkungan sekitarnya dan dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan tumbuhan yang ada di dekatnya. Interaksi biokimiawi antara gulma dan pertanamanan antara lain menyebabkan gangguan perkecambahan biji, kecambah jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar terhambat, perubahan susunan sel-sel akar dan lain sebagainya. Beberapa species gulma menyaingi pertanaman dengan mengeluarkan senyawa beracun dari akarnya (root exudates atau lechates) atau dari pembusukan bagian vegetatifnya. Persaingan

yang timbul akibat dikeluarkannya zat yang meracuni tumbuhan lain disebut alelopati dan zat kimianya disebut alelopat. Umumnya senyawa yang dikeluarkan adalah dari golongan fenol. Tidak semua gulma mengeluarkan senyawa beracun. Spesies gulma yang diketahui mengeluarkan senyawa racun adalah alang-alang (Imperata cylinarica), grinting (Cynodon dactylon), teki (Cyperus rotundus), Agropyron intermedium, Salvia lenocophyela dan lain-lain. Eussen (1972) menyatakan, bahwa apabila gulma mengeluarkan senyawa beracun maka nilai persaingan totalnya dirumuskan sebagai berikut : TCV = CVN + CVW + CVL + AV dimana TCV = total competition value, CVN = competition value of nutrient, CVW = competition value of water, CVL = competition value of light, dan AV = allelopathic value. Nilai persaingan total yang disebabkan oleh gulma yang mengeluarkan alelopat terhadap tanaman pokok merupakan penggabungan dari nilai persaingan untuk hara + nilai persaingan untuk air + nilai persaingan untuk cahaya + nilai alelopatik. Secara umum alelopati selalu dikaitkan dengan maslah gangguan yang ditimbulkan gulma yang tumbuh bersama-sama dengan tanaman pangan, dengan keracunan yang ditimbulkan akibat penggunaan mulsa pada beberapa jenis pertanaman, dengan beberapa jenis rotasi tanaman, dan pada regenarasi hutan. Kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh gulma antara lain dipengaruhi kerapatan gulma, macam gulma, saat kemunculan gulma, lama keberadaan gulma, habitus gulma, kecepatan tumbuh gulma, dan jalur fotosintesis gulma (C3 atau C4). 1. Sumber Senyawa Alelopati Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai potensi alelopati dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan termasuk daun, batang, akar, rizoma, umbi, bunga, buah, dan biji. Senyawa-senyawa alelopati dapat dilepaskan dari jaringan-jaringan tumbuhan dalam berbagai cara termasuk melalui : a. Penguapan Senyawa alelopati ada yang dilepaskan melalui penguapan. Beberapa genus tumbuhan yang melepaskan senyawa alelopati melalui penguapan adalah Artemisia, Eucalyptus, dan Salvia. Senyawa kimianya termasuk ke dalam golongan terpenoid. Senyawa ini dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap, bentuk embun, dan dapat pula masuk ke dalam tanah yang akan diserap akar. b. Eksudat akar

Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan (eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat, dan fenolat. c. Pencucian Sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah oleh air hujan atau tetesan embun. Hasil cucian daun tumbuhan Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada jenis tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini. >d. Pembusukan organ tumbuhan Setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa kimia yang mudah larut dapat tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagian-bagian organ yang mati akan kehilangan permeabilitas membrannya dan dengan mudah senyawa-senyawa kimia yang ada didalamnya dilepaskan. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni tanaman budidaya atau jenis-jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya. Tumbuhan yang masih hidup dapat mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Demikian juga tumbuhan yang sudah matipun dapat melepaskan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Alang-alang (Imperata cyndrica) dan teki (Cyperus rotundus) yang masih hidup mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ di bawah tanah, jika sudah mati baik organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah sama-sama dapat melepaskan senyawa alelopati. 2. Gulma Yang Berpotensi Alelopati Alelopati dapat meningkatkan agresivitas gulma di dalam hubungan interaksi antara gulma dan tanaman melalui eksudat yang dikeluarkannya, yang tercuci, yang teruapkan, atau melalui hasil pembusukan bagian-bagian organnya yang telah mati. Beberapa jenis gulma yang telah diketahui mempunyai potensi mengeluarkan senyawa alelopati dapat dilihat pada tabel berikut ini. Jenis gulma yang mempunyai aktivitas alelopati Jenis gulma Abutilon theoprasti Agropyron repens Agrostemma githago Allium vineale Amaranthus spinosus Ambrosia artemisifolia A. trifida Jenis tanaman pertanian yang peka beberapa jenis berbagai jenis gandum oat kopi berbagai jenis kacang pea, gandum

Artemisia vulgaris Asclepias syriaca Avena fatua Celosia argentea Chenopodium album Cynodon dactylon Cyperus esculentus C. rotundus Euporbia esula Holcus mollis Imperata cylindrica Poa spp. Polygonum persicaria Rumex crisparus Setaria faberii Stellaria media (Sumber : Putnam, 1995)

mentimun sorgum berbagai jenis bajra mentimun, oat, jagung kopi jagung sorgum, kedelai kacang pea, gandum barli berbagai jenis tomat kentang jagung, sorgum jagung barli

Telah banyak bukti yang dikumpulkan menunjukkan bahwa beberapa jenis gulma menahun yang sangat agresif termasuk Agropyron repens, Cirsium arvense, Sorgum halepense, Cyperus rotundus dan Imperata cylindrica mempunyai pengaruh alelopati, khususnya melalui senyawa beracun yang dikeluarkan dari bagian-bagian yang organnya telah mati. 3. Pengaruh Alelopati Beberapa pengaruh alelopati terhadap aktivitas tumbuhan antara lain : Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan. Beberapa alelopat menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan. Beberapa alelopat dapat menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan. Beberapa senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat respirasi akar. Senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat sintesis protein.

Beberapa senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan. Senyawa alelopati dapat menghambat aktivitas enzim. 4. Pengaruh Alelopati terhadap Pertumbuhan Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa senyawa alelopati dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Laporan yang paling awal diketahui mengenai hal ini ialah bahwa pada tanah-tanah bekas ditumbuhi Agropyron repens, pertumbuhan gandum, oat, alfalfa, dan barli sangat terhambat. Alang-alang menghambat pertumbuhan tanaman jagung dan ini telah dibuktikan dengan menggunakan percobaan pot-pot bertingkat di rumah kaca di Bogor. Mengingat unsur hara, air dan cahaya bukan merupakan pembatas utama, maka diduga bahwa alang-alang merupakan senyawa beracun yang dapat mempengaruhi pertumbuhan jagung. Tumbuhan yang telah mati dan sisa-sisa tumbuhan yang dibenamkan ke dalam tanah juga dapat menghambat pertumbuhan jagung. Lamid dkk. (1994) memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstraks organ tubuh alang-alang, semakin besar pengaruh negatifnya terhadap pertumbuhan kecambah padi gogo. Penelitian semacam ini juga telah banyak dilakukan misalnya pada teki (Cyperus rotundus). Pengaruh teki terhadap pertumbuhan jagung, kedelai dan kacang tanah juga telah dipelajari dengan metode tidak langsung. Ekstrak umbi dari teki dalam berbagai konsentrasi telah digunakan dalam percobaan. Sutarto (1990) memperlihatkan bahwa tekanan ekstrak teki segar 200 dan 300 g/250 ml air menyebabkan pertumbuhan tanaman kacang tanah menjadi kerdil dan kurus, serta potensi hasilnya menurun. RANGKUMAN Beberapa species gulma menyaingi pertanaman dengan mengeluarkan senyawa beracun. Tidak semua gulma mengeluarkan senyawa beracun. Apabila gulmanya mengeluarkan senyawa beracun maka rumusan nilai persaingan totalnya adalah TCV = CVN + CVW + CVL + AV. Di mana TCV = total competition value, CVN = competition value of nutrient, CVW = competition value of water, CVL = competition value of light, dan AV = allelopathic value. Kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh gulma dipengaruhi oleh kerapatan gulma, macam gulma, saat kemunculan gulma, lama keberadaan gulma, habitus gulma, kecepatan tumbuh gulma dan jalur fotosintesis gulma (C3 atau C4). Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai potensi alelopati dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan termasuk daun, batang, akar rizoma, umbi, bunga, buah dan biji. Senyawa-senyawa

alelopati dapat dilepaskan dari jaringan-jaringan tumbuhan dalam berbagai cara termasuk melalui penguapan, eksudat akar, pencucian dan pembusukan organ tumbuhan. Beberapa gulma yang berpotensi alelopati baik yang masih hidup atau yang sudah mati sama-sama dapat melepaskan senyawa alelopati melalui organ yang berada dia atas tanah maupun yang di bawah tanah. Beberapa jenis gulma yang berpotensi mengeluarkan senyawa alelopati ialah Abutilon theoprasti, Agropyron repens, Agrostemma githago, Allium vineale, Amaranthus spinosus, Ambrosia artemisifolia, A. trifidia, Artemisia vulgaris, Asclepias syriaca, Avena fatua, Celosia argentea, Chenopodium album, Cynodon dactylon, Cyperus esculentus, C. rotundus, Euphorbia esula, Holcus mollis, Imperata cylindrica, Poa spp. , Polygonum persicaria, Rumex crispus, Setaria faberii, Stellaria media. Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara, pembelahan sel-sel akar, pertumbuhan tanaman, fotosintesis, respirasi, sitesis protein, menurunkan daya permeabilitas membran sel dan menghambat aktivitas enzim. Alelopati menghambat pertumbuhan tanaman. Agropyron repens menghambat pertumbuhan gandum, oat, alfalfa dan barli. Alang-alang dan teki baik yang masih hidup maupun yang sudah mati menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman budidaya. 4. KLASIFIKASI GULMA Cara klasifiikasi pada tumbuhan ada dua macam yaitu buatan (artificial) dan alami (natural). Pada klasifikasi sistem buatan pengelompokan tumbuhan hanya didasarkan pada salah satu sifat atau sifat-sifat yang paling umum saja, sehingga kemungkinan bisa terjadi beberapa tumbuhan yang mempunyai hubungan erat satu sama lain dikelompokan dalam kelompok yang terpisah dan sebaliknya beberapa tumbuhan yang hanya mempunyai sedikit persamaan mungkin dikelompokan bersama dalam satu kelompok. Hal demkian inilah yang merupakan kelemahan utama dari kalsifikasi sistem buatan. Pada klasifikasi sistem alami pengelompokan didasarkan pada kombinasi dari beberapa sifat morfologis yang penting. Klasifikasi sistem alami lebih maju daripada klasifikasi sistem buatan, sebab menurut sistem tersebut hanya tumbuh-tumbuhan yang mempunyai hubungan filogenetis saja yang dikelompokan ke dalam kelompok yang sama. Cara klasifiksi pada gulma cenderung mengarah ke sistem buatan. Atas dasar pengelompokan yang berbeda, maka kita dapat mengelompokan gulma menjadi kelompok-kelompok atau golongan-golongan yang berbeda pula. Masing-masing kelompok memperlihatkan perbedaan di dalam pengendalian. Gulma dapat dikelompokan seperti berikut ini : 1. Berdasarkan siklus hidupnya, gulma dapat dikelompokan menjadi : a. Gulma setahun (gulma semusim, annual weeds), yaitu gulma yang menyelesaikan siklus hidupnya dalam waktu kurang dari satu tahun atau paling lama

satu tahun (mulai dari berkecambah sampai memproduksi biji dan kemudian mati). Karena kebanyakan umurnya hanya seumur tanaman semusim, maka gulma tersebut sering disebut sebagai gulma semusim. Walaupun sebenarnya mudah dikendalikan, tetapi kenyataannya kita sering mengalami kesulitan, karena gulma tersebut mempunyai beberapa kelebihan yaitu umurnya pendek, menghasilkan biji dalam jumlah yang banyak dan masa dormansi biji yang panjang sehingga dapat lebih bertahan hidupnya. Di Indonesia banyak dijumpai jenis-jenis gulma setahun, contohnya Echinochloa crusgalli, Echinochloa colonum, Monochoria vaginalis, Limnocharis flava, Fimbristylis littoralis dan lain sebagainya. b. Gulma dua tahun (biennial weeds), yaitu gulma yang menyelesaikan siklus hidupnya lebih dari satu tahun, tetapi tidak lebih dari dua tahun. Pada tahun pertama digunakan untuk pertumbuhan vegetatif menghasilkan bentuk roset dan pada tahun kedua berbunga, menghasilkan biji dan kemudian mati. Pada periode roset gulma tersebut sensitif terhadap herbisida. Yang termasuk gulma dua tahun yaitu Dipsacus sylvestris, Echium vulgare, Circium vulgare, Circium altissimum dan Artemisia biennis. c. Gulma tahunan (perennial weeds), yaitu gulma yang dapat hidup lebih dari dua tahun atau mungkin hampir tidak terbatas (bertahun-tahun). Kebanyakan berkembang biak dengan biji dan banyak diantaranya yang berkembang biak secara vegetatif. Pada keadaan kekurangan air (di musim kemarau) gulma tersebut seolah-olah mati karena bagian yang berada di atas tanah mengering, akan tetapi begitu ada air yang cukup untuk pertumbuhannya akan bersemi kembali. Berdasarkan cara berkembang biaknya, gulma tahunan dibedakan menjadi dua : 1). Simple perennial, yaitu gulma yang sebenarnya hanya berkembang biak dengan biji, akan tetapi apabila bagian tubuhnya terpotong maka potongannya akan dapat tumbuh menjadi individu baru. Sebagai contoh Taraxacum sp. dan Rumex sp., apabila akarnya terpotong menjadi dua, maka masing-masing potongannya akan tumbuh menjadi individu baru. 2). Creeping perennial, yaitu gulma yang dapat berkembang biak dengan akar yang menjalar (root creeping), batang yang menjalar di atas tanah (stolon) atau batang yang menjalar di dalam tanah (rhizioma). Yang termasuk dalam golongan ini contohnya Cynodon dactylon, Sorgum helepense, Agropyron repens, Circium vulgare. Beberapa diantaranya ada yang berkembang biak dengan umbi (tuber), contohnya Cyperus rotundus dan Helianthus tuberosus. Contoh gulma tahunan populair yang perkembangbiakan utamanya dengan rhizoma adalah alang-alang (Imperata cylindrica). Dengan dimilikinya alat perkembangbiakan vegetatif, maka gulma tersebut sukar sekali untuk diberantas. Adanya pengolahan tanah untuk penanaman tanaman pangan atau tanaman setahun lainnya akan membantu perkembangbiakan, karena dengan terpotong-potongnya rhizoma, stolon atau tubernya maka pertumbuhan baru akan segera dimulai dan dapat tumbuh berkembangbiak dengan pesat dalam waktu yang tidak terlalu lama apabila air tercukupi. Adanya pengendalian dengan frekuensi yang tinggi (sering atau berulang-ulang) baik secara mekanis ataupun secara kimiawi, maka lambat laun pertumbuhannya akan tertekan juga. Satu cara pengendalian yang efektif, yang juga diperlukan adalah dengan membunuh kecambahkecambah yang baru muncul atau tumbuh di atas permukaan tanah.

2. Berdasarkan habitatnya, gulma dikelompokkan menjadi : a. Gulma darat (terrestial weeds), yaitu gulma yang tumbuh pada habitat tanah atau darat. Contoh Cyperus rotundus, Imperata cylindrica, Cynodon dactylon, Amaranthus spinosus, Mimosa sp. , dan lain sebagainya. b. Gulma air (aquatic weeds), yaitu gulma yang tumbuh di habitat air. Gulma air dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : 1). Gulma air garam (saltwater atau marine weeds), yaitu gulma yang hidup pada kondisi air seperti air laut, misal di hutan-hutan bakau. Sebagai contoh Enchalus acoroides dan Acrosticum aureum. 2). Gulma air tawar (fresh water weeds), yaitu gulma yang tumbuh di habitat air tawar. Dikelompokkan lagi ke dalam: a). Gulma yang tumbuh mengapung (floating weeds), contohnya Eichornia crassipes, Salvinia cuculata, Pistia stratiotes. b). Gulma yang hidup tenggelam (submerged weeds), dibedakan ke dalam : Gulma yang hidup melayang (submerged not anchored weeds), contoh Ultricularia gibba. Gulma yang akarnya masuk ke dalam tanah (submerged anchored weeds), contoh Hydrilla verticillata, Ottelia alismoides, Najas indica, Ceratophyllum demersum. c). Gulma yang sebagian tubuhnya tenggelam dan sebagian mengapung (emerged weeds), contoh Nymphae spp. , Nymphoides indica. d). Gulma yang tumbuh di tepian (marginal weeds), contoh Panicum repens, Scleria poaeformis, Rhychospora corymbosa, Polygonum sp., Ludwigia sp., Leersia hexandra, Cyperus elatus. 3. Berdasarkan tempat tumbuhnya, gulma dikelompokkan menjadi : a. Terdapat di tanah sawah, contohnya Echinochola crusgalli, Echinochola colonum, Monochoria vaginalis, Limnocharis flava, Marsilea crenata. b. Terdapat di tanah kering atau tegalan, contohnya Cyperus rotundus, Amaranthus spinosus, Eleusine indica. c. Terdapat di tanah perkebunan besar, contohnya Imperata cylindrica, Salvinia sp., Pistia stratiotes.

4. Berdasarkan sistematikanya, gulma dikelompokan ke dalam : a. Monocotyledoneae, gulma berakar serabut, susunan tulang daun sejajar atau melengkung, jumlah bagian-bagian bunga tiga atau kelipatannya, dan biji berkeping satu. Contohnya Imperata cylindrica, Cyperus rotundus, Cyperus dactylon, Echinochloa crusgalli, Panicum repens. b. Dicotyledoneae, gulma berakar tunggang, susunan tulang daun menyirip atau menjari, jumlah bagian-bagian bunga 4 atau 5 atau kelipatannya, dan biji berkeping dua. Contohnya Amaranthus spinosus, Mimosa sp., Euphatorium odoratum. c. Pteridophyta, berkembang biak secara generatif dengan spora. Sebagai contoh Salvinia sp., Marsilea crenata. 5. Berdasarkan morfologinya, gulma dikelompokan ke dalam : a. Golongan rumput (grasses) Gulma golongan rumput termasuk dalam familia Gramineae/Poaceae. Batang bulat atau agak pipih, kebanyakan berongga. Daun-daun soliter pada buku-buku, tersusun dalam dua deret, umumnya bertulang daun sejajar, terdiri atas dua bagian yaitu pelepah daun dan helaian daun. Daun biasanya berbentuk garis (linier), tepi daun rata. Lidah-lidah daun sering kelihatan jelas pada batas antara pelepah daun dan helaian daun. Dasar karangan bunga satuannya anak bulir (spikelet) yang dapat bertangkai atau tidak (sessilis). Masing-masing anak bulir tersusun atas satu atau lebih bunga kecil (floret), di mana tiap-tiap bunga kecil biasanya dikelilingi oleh sepasang daun pelindung (bractea) yang tidak sama besarnya, yang besar disebut lemna dan yang kecil disebut palea. Buah disebut caryopsis atau grain. Contohnya Imperata cyliindrica, Echinochloa crusgalli, Cynodon dactylon, Panicum repens. b. Golongan teki (sedges) Gulma golongan teki termasuk dalam familia Cyperaceae.

Batang umumnya berbentuk segitiga, kadang-kadang juga bulat dan biasanya tidak berongga. Daun tersusun dalam tiga deretan, tidak memiliki lidah-lidah daun (ligula). Ibu tangkai karangan bunga tidak berbuku-buku. Bunga sering dalam bulir (spica) atau anak bulir, biasanya dilindungi oleh suatu daun pelindung. Buahnya tidak membuka. Contohnya Cyperus rotundus, Fimbristylis littoralis, Scripus juncoides. c. Golongan berdaun lebar (broad leaves) Gulma berdaun lebar umumnya termasuk Dicotyledoneae dan Pteridophyta. Daun lebar dengan tulang daun berbentuk jala. Contohnya Monocharia vaginalis, Limnocharis flava, Eichornia crassipes, Amaranthus spinosus, Portulaca olerace, Lindernia sp. 6. Berdasarkan asalnya, gulma dikelompokan ke dalam : a. Gulma obligat (obligate weeds) adalah gulma yang tidak pernah dijumpai hidup secara liar dan hanya dapat tumbuh pada tempat-tempat yang dikelola oleh manusia. Contoh Convolvulus arvensis, Monochoria vaginalis, Limnocharis flava. b. Gulma fakultatif (facultative weeds) adalah gulma yang tumbuh secara liar dan dapat pula tumbuh pada tempat-tempat yang dikelola oleh manusia. Contohnya Imperata cylindrica, Cyperus rotundus Opuntia sp. 7. Berdasarkan parasit atau tidaknya, dibedakan dalam : a. Gulma non parasit, contohnya Imperata cylindrica, Cyperus rotundus. b. Gulma parasit, dibedakan lagi menjadi : 1) Gulma parasit sejati, contoh Cuscuta australis (tali putri).

Gulma ini tidak mempunyai daun, tidak mempunyai klorofil, tidak dapat melakukan asimilasi sendiri, kebutuhan akan makannya diambil langsung dari tanaman inangnya dan akar pengisapnya (haustarium) memasuki sampai ke jaringan floem. 2) Gulma semi parasit, contohnya Loranthus pentandrus. Gulma ini mempunyai daun, mempunyai klorofil, dapat melakukan asimilasi sendiri, tetapi kebutuhan akan air dan unsur hara lainnya diambil dari tanaman inangnya dan akar pengisapnya masuk sampai ke jaringan silem. 3) Gulma hiper parasit, contoh Viscum sp. Gulma ini mempunyai daun, mempunyai klorofil, dapat melakukan asimilasi sendiri, tetapi kebutuhan akan air dan hara lainnya diambil dari gulma semi parasit, dan akar pengisapnya masuk sampai ke jaringan silem. RANGKUMAN Klasifikasi gulma dapat didasarkan pada siklus hidup, habitat, tempat tumbuh, sistematika, morfologi, asal atau parasit tidaknya. Berdasarkan siklus hidup gulma dibedakan menjadi gulma setahun, gulma dua tahun dan gulma tahunan. Berdasarkan habitatnya dibedakan menjadi gulma darat dan gulma air. Berdasarkan tempat tumbuhnya dibedakan menjadi gulma yang terdapat di tanah sawah, gulma yang terdapat di tanah kering/tegalan, gulma yang terdapat di tanah perkebunan besar dan gulma yang terdapat di rawa-rawa atau waduk. Berdasarkan sistematikanya dibedakan menjadi gulma Monocotyledoneae, gulma Dicotyledoneae dan gulma Pteridophyta. Berdasarkan morfologinya dibedakan menjadi gulma golongan rumput, gulma golongan teki dan gulma golongan berdaun lebar. Berdasarkan asalnya dibedakan menjadi gulma obligat dan gulma fakultatif. Sedang berdasarkan parasit atau tidaknya dibedakan menjadi gulma non parasit dan gulma parasit. 5. CARA-CARA PENGENDALIAN GULMA Pengendalian dapat berbentuk pencegahan dan pemberantasan. Mencegah biasanya lebih murah tetapi tidak selalu lebih mudah. Di negara-negara yang sedang membangun kegiatan pengendalian yang banyak dilakukan orang adalah pemberantasan. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara-cara : 1. Preventif (pencegahan) Cara ini teruatama ditujukan terhadap species-species gulma yang sangat merugikan dan belum terdapat tumbuh di lingkungan kita. Species gulma asing yang cocok tumbuh di tempat-tempat baru dapat menjadi pengganggu yang dahsyat (eksplosif). Misalnya kaktus di Australia, eceng

gondok di Asia-Afrika. Cara-cara pencegahan masuk dan menyebarkan gulma baru antara lain adalah : a. Dengan pembersihan bibit-bibit pertanaman dari kontaminasi biji-biji gulma b. Pencegahan pemakaian pupuk kandang yang belum matang c. Pencegahan pengangkutan jarak jauh jerami dan rumputrumput makanan ternak d. Pemberantasan gulma di sisi-sisi sungai dan saluransaluran pengairan e. Pembersihan ternak yang akan diangkut f. Pencegahan pengangkutan tanaman berikut tanahnya dan lain sebagainya. Apabila hal-hal tersebut di atas tidak dapat dilaksanakan dengan baik, maka harus dicegah pula agar jangan sampai gulma berbuah dan berbunga. Di samping itu juga mencegah gulma tahunan (perennial weeds) jangan sampai berbiak terutama dengan cara vegetatif. 2. Pengendalian gulma secara fisik Pengendalian gulma secara fisik ini dapat dilakukan dengan jalan : a. Pengolahan tanah Pengolahan tanah dengan menggunakan alat-alat seperti cangkul, garu, bajak, traktor dan sebagainya pada umumnya juga berfungsi untuk memberantas gulma. Efektifitas alat-alat pengolah tanah di dalam memberantas gulma tergantung beberapa faktor seperti siklus hidup dari gulma atau kropnya, dalam dan penyebaran akar, umur dan ukuran infestasi, macamnya krop yang ditanaman, jenis dan topografi tanah dan iklim. b. Pembabatan (pemangkasan, mowing) Pembabatan umumnya hanya efektif untuk mematikan gulma setahun dan relatif kurang efektif untuk gulma tahunan. Efektivitas cara ini tergantung pada waktu pemangkasan, interval (ulangan) dan sebagainya. Pembabatan biasanya dilakukan di perkebunan yang mempunyai krop berupa pohon, pada halaman-halaman, tepi jalan umum, jalan kereeta pai, padang rumput dan sebagainya. Pembabatan sebaiknya dilakukan pada waktu gulma menjelang berbunga atau pada waktu daunnya sedang tumbuh dengan hebat. c. Penggenangan

Penggenangan efektif untuk memberantas gulma tahunan. Caranya dengan menggenangi sedalam 15 25 cm selama 3 8 minggu. Gulma yang digenangi harus cukup terendam, karena bila sebagian daunnya muncul di atas air maka gulma tersebut umumnya masih dapat hidup. d. Pembakaran Suhu kritis yang menyebabkan kematian pada kebanyakan sel adalah 45 550 C, tetapi biji-biji yang kering lebih tahan daripada tumbuhannya yang hidup. Kematian dari sel-sel yang hidup pada suhu di atas disebabkan oleh koagulasi pada protoplasmanya. Pembakaran secara terbatas masih sering dilakukan untuk membersihkan tempat-tempat dari sisa-sisa tumbuhan setelah dipangkas. Pada sistem peladangan di luar Jawa cara ini masih digunakan oleh penduduk setempat. Pembakaran umumnya banyak dilakukan pada tanah-tanah yang non pertanian, seperti di pinggir-pinggir jalan, pinggir kali, hutan dan tanah-tanah industri. Keuntungan pembakaran untuk pemberantasan gulma dibanding dengan pemberantasan secara kimiawi adalah pada pembakaran tidak terdapat efek residu pada tanah dan tanaman. Keuntungan lain dari pembakaran ialah insekta-insekta dan hama-hama lain serta penyakit seperti cendawan-cendawan ikut dimatikan. Kejelekannya ialah bahaya kebakaran bagi sekelilingnya, mengurangi kandungan humus atau mikroorganisme tanah, dapat memperbesar erosi, biji-biji gulma tertentu tidak mati, asapnya dapat menimbulkan alergi dan sebagainya. e. Mulsa (mulching, penutup seresah) Penggunaan mulsa dimaksudkan untuk mencegah agar cahaya matahari tidak sampai ke gulma, sehingga gulma tidak dapat melakukan fotosintesis, akhirnya akan mati dan pertumbuhan yang baru (perkecambahan) dapat dicegah. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mulsa antara lain jerami, pupuk hijau, sekam, serbuk gergaji, kertas dan plastik. 1. Pengendalian gulma dengan sistem budidaya Cara pengendalian ini jiga disebut pengendalian secara ekologis, oleh karena menggunakan prinsip-prinsip ekologi yaitu mengelola lingkungan sedemikian rupa sehingga mendukung dan menguntungkan pertanaman tetapi merugikan bagi gulmanya. Di dalam pengendalian gulma dengan sistem budidaya ini terdapat beberapa cara yaitu : a. Pergiliran Tanaman Pergiliran tanaman bertujuan untuk mengatur dan menekan populasi gulma dalam ambang yang tidak membahayakan. Coontoh : padi tebu kedelai, padi tembakau padi. Tanaman tertentu biasanya mempunyai jenis gulma tertentu pula, karena biasanya jenis gulma itu dapat hidup dengan leluasa pada kondisi yang cocok untuk pertumbuhannya. Sebagai contoh gulma teki (Cyperus rotundus) sering berada dengan baik dan mengganggu pertanaman tanah kering yang berumur setahun (misalnya pada tanaman cabe, tomat, dan sebagainya). Demikian pula dengan

wewehan (Monochoria vaginalis) di sawah-sawah. Dengan pergiliran tanaman, kondisi mikroklimat akan dapat berubah-ubah, sehingga gulma hidupnya tidak senyaman sebelumnya. b. Budidaya pertanaman Penggunaan varietas tanaman yang cocok untuk suatu daerah merupakan tindakan yang sangat membantu mengatasi masalah gulma. Penanaman rapat agar tajuk tanaman segera menutupi ruang-ruang kosong merupakan cara yang efektif untuk menekan gulma. Pemupukan yang tepat merupakan cara untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga mempertinggi daya saing pertanaman terhadap gulma. Waktu tanaman lambat, dengan membiarkan gulma tumbuh lebih dulu lalu diberantas dengan pengolahan tanah atau herbisida. Baru kemudian tanaman ditanam pada tanah yang sebagian besar gulmanya telah mati terberantas. c. Penaungan dengan tumbuhan penutup (cover crops) Mencegah perkecambahan dan pertumbuhan gulma, sambil membantu pertanaman pokoknya dengan pupuk nitrogen yang kadang-kadang dapat dihasilkan sendiri. 2. Pengendalian gulma secara biologis Pengendalian gulma secara biologis (hayati) ialah pengendalian gulma dengan menggunakan organisme lain, seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan sebagainya. Pengendalian biologis yang intensif dengan insekta atau fungi biasanya hanya ditujukan terhadap suatu species gulma asing yang telah menyebar secara luas dan ini harus melalui proses penelitian yang lama serta membutuhkan ketelitian. Juga harus yakin apabila species gulma yang akan dikendalikan itu habis, insekta atau fungi tersebut tidak menyerang tanaman atau tumbuhan lain yang mempunyai arti ekonomis. Sebagai contoh pengendalian biologis dengan insekta yang berhasil ialah pengendalian kaktus Opuntia spp. Di Australia dengan menggunakan Cactoblastis cactorum, dan pengendalian Salvinia sp. dengan menggunakan Cyrtobagous singularis. Demikian juga eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat dikendalikan secara biologis dengan kumbang penggerek Neochetina bruchi dan Neochetina eichhorniae. Sedangkan jamur atau fungi yang berpotensi dapat mengendalikan gulma secara biologis ialah Uredo eichhorniae untuk eceng gondok, Myrothesium roridum untuk kiambang , dan Cerospora sp. untuk kayu apu. Di samping pengendalian biologis yang tidak begitu spesifik terhadap species-species tertentu seperti penggunaan ternak dalam pengembalaan, kalkun pada perkebunan kapas, ikan yang memakan gulma air dan sebagainya.

3. Pengendalian gulma secara kimiawi Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida. Yang dimaksud dengan herbisida adalah senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma, baik secara selektif maupun non selektif. Macam herbisida yang dipilih bisa kontak maupun sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pratanam, pratumbuh atau pasca tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif, terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya. Sehubungan dengan sifatnya ini maka pengendalian gulma secara kimiawi ini harus merupakan pilihan terakhir apabila cara-cara pengendalian gulma lainnya tidak berhasil. Untuk berhasilnya cara ini memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang cukup dan untuk itu akan diuraikan tersendiri lebih lanjut. 4. Pengendalian gulma secara terpadu Yang dimaksud dengan pengendalian gulma secara terpadu yaitu pengendalian gulma dengan menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Walaupun telah dikenal beberapa cara pengendalian gulma antara lain secara budidaya, fisik, biologis dan kimiawi serta preventif, tetapi tidak satupun cara-cara tersebut dapat mengendalikan gulma secara tuntas. Untuk dapat mengendalikan suatu species gulma yang menimbulkan masalah ternyata dibutuhkan lebih dari satu cara pengendalian. Cara-cara yang dikombinasikan dalam cara pengendalian secara terpadu ini tergantung pada situasi, kondisi dan tujuan masingmasing, tetapi umumnya diarahkan agar mendapatkan interaksi yang positif, misalnya paduan antara pengolahan tanah dengan pemakaian herbisida, jarak tanam dengan penyiangan, pemupukan dengan herbisida dan sebagainya, di samping cara-cara pengelolaan pertanaman yang lain. RANGKUMAN Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara. Secara preventif, misalnya dengan pembersihan bibit-bibit pertanaman dari kontaminasi biji-biji gulma, pencegahan pemakaian pupuk kandang yang belum matang, pencegahan pengangkutan jarak jauh jerami dan rumputrumputan makanan ternak, pemberantasan gulma di sisi-sisi sungai dan saluran-saluran pengairan, pembersihan ternak yang akan diangkut, pencegahan pengangkutan tanaman berikut tanahnya dan sebagainya. Secara fisik, misal dengan pengolahan tanah, pembabatan, penggenangan, pembakaran dan pemakaian mulsa.

Dengan sistem budidaya, misal dengan pergiliran tanaman, budidaya pertanaman dan penaungan dengan tumbuhan penutup (cover crops). Secara biologis, yaitu dengan menggunakan organisme lain seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan sebagainya. Secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan herbisida atau senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma baik secara selektif maupun non selektif, kontak atau sistemik, digunakan saat pratanam, pratumbuh atau pasca tumbuh. Secara terpadu, yaitu dengan menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.