busana penganten paes ageng jangan menir
DESCRIPTION
busana pengantin jawaTRANSCRIPT
BUSANA PENGANTEN PAES AGENG JANGAN MENIR
Busana penganten paes ageng jangan menir pada zaman dahulu hanya dikenakan oleh
putra-putri dalem Sri Sultan pada upacara perkawinan Agung di dalam Keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat.
Digunakan untuk upacara adat boyongan pengantin putri yang dilaksanakan setelah akad
nikah. Pengantin putri mengenakan baju blenggen bahan bludru, pinggang dililit selendang yang
berhias pendhing, dan kuluk kanigara. Paes Ageng Jangan Menir tidak mengenakan kain kampuh
atau dodot. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan corak Paes Ageng Kanigaran.
Pengantin pria memakai bahu blenggen dari bahan beludru berhias bordir, pinggang
dililit selendang berhias pendhing, dan kuluk kanigara menutup kepala. Paes Ageng Jangan
Menir tidak memakai kain kampuh maupun dodot. Kalau Paes Ageng Jangan Menir tidak
memakai dodot kampuh, Paes Ageng Kanigaran justru menggunakan dodot kampuh yang
melapisi cinde warna merah keemasan pada busana pengantin corak Kanigaran. Kebaya bludru
berhias benang keemasan menyatu dengan dodot kampuh, cinde dan detil riasan serta perhiasan.
Untuk rambut cinduk mentol (berbentuk batokan) paes ageng, jangan menir, kanigaran
berjumlah 5 yang melambangkan pancasila dengan menghadap kedepan berarti menampakkan
diri.
Menjangan ranggah merupakan nama alis dalam rias wajah pengantin Paes ageng atau
Jangan Menir. Alisnya dibuat dengan warna hitam dan berbentuk seperti menjangan sedangkan
arti ranggah dalam bahasa Jawa yaitu bercabang.