burns - tinjauan pustaka

24
Tinjauan Pustaka Definisi dan Etiologi Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan trauma yang memilki angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. 1 Luka bakar pada umumnya diklasifikasikan dalam luka bakar akibat panas, listrik, dan bahan kimia. Luka bakar akibat panas dapat dibedakan menjadi: Flame Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak. Benda panas (kontak) Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak. Scalds (air panas)

Upload: brama-putra-sriyatno

Post on 22-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

,jvkhvjhyv

TRANSCRIPT

Page 1: Burns - Tinjauan Pustaka

Tinjauan Pustaka

Definisi dan Etiologi

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan

kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka

bakar merupakan trauma yang memilki angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi.1

Luka bakar pada umumnya diklasifikasikan dalam luka bakar akibat panas, listrik,

dan bahan kimia. Luka bakar akibat panas dapat dibedakan menjadi:

Flame

Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan

cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih

dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar,

sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan

cedera tambahan berupa cedera kontak.

Benda panas (kontak)

Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan

terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah

luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.

Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama

waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang

disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.

Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu

sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka

umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan

garis yang menandai permukaan cairan.

Luka bakar dengan listrik memiliki persentase yang lebih rendah dibandingkan

dengan luka bakar akibat panas akan tetapi luka bakar jenis ini mempunyai perhatian

khusus karena mempunyai potensi untuk aritmia dan sindrom kompartemen disertai

rhabdomiolisis.

Page 2: Burns - Tinjauan Pustaka

Luka bakar dengan bahan kimia jarang sekali terjadi, akan tetapi mempunyai

kecenderungan untuk menyebabkan luka bakar yang cukup serius. Bahan kimia dapat

diserap oleh tubuh menyebabkan gangguan sistem metabolisme tubuh.2

Patofisiologi Luka Bakar

Hilangnya jaringan pada luka bakar disebabkan karena reaksi denaturasi protein

diikuti dengan aktivasi dari mediator inflamasi yang bersifat toksik seperti protease dan

oksidan, yang merusak kulit dan sel endotel kapiler sehingga menyebabkan iskemik

jaringan yang berujung pada nekrosis jaringan.3

Patogenesis dari terbentuknya luka bakar berkaitan dengan banyak faktor. Robert et al

mengatakan bahwa vasokonstriktor mempunyai peran yang penting dalam membentuk

luka bakar. Ketidakseimbangan dari vasodilator dan vasokonstriktor dapat menyebabkan

stasis yang dapat menyebabkan kematian jaringan. Cedera dari zat radikal bebas pada

zona yang stasis dan hiperemia juga mempunyai peran dalam membentuk luka bakar.

Pada fase akut dalam luka bakar, aktivasi neutrophil dan xanthine oksidase membentuk

radikal oksigen seperti hydrogen peroksida dan superoksida. Negane et al berpendapat

bahwa terapi pada pasien luka bakar menggunakan anti oksidan mempunyai potensi yang

cukup baik dimana bertujuan untuk menghambat pembentukan radikal bebas.

Progresivitas dari perkembangan luka bakar dapat dihubungkan akibat hipoperfusi

sekunder akibat edema. Edema pada kasus ini disebabkan karena adanya perpindah cairan

dari intravaskular ke ekstravaskular karena adanya peningkatan sitokin pro-inflamasi

seperti prostaglandin, histamine, dan bradikinin yang mengakibatkan peningkatan

Page 3: Burns - Tinjauan Pustaka

permiabilitas intravaskular. Selain itu, infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang terdapat

diatas permukaan kulit seperti Staphylococcus, Pseudomonas, dan Klebsiella dapat

menyebabkan perkembangan luka bakar ke stadium lanjut.

Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan

terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan

gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan

protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi

dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan.

Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein

dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat

badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang

disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka

mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan

berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.

FASE PADA LUKA BAKAR

Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:

1. Fase akut

Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas

yaitu gangguan mekanisme bernafas, Hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di

dada atau trauma multipel di rongga toraks dan gangguan sirkulasi seperti

keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.

2. Fase sub akut

Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome

(SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini

merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama

dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka)

3. Fase lanjut

Page 4: Burns - Tinjauan Pustaka

Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.

Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik,

kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur

tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama

Pembagian zona kerusakan jaringan:

1. Zona koagulasi, zona nekrosis

Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat

pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis

beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.

2. Zona statis

Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah

ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan

leukosit, sehingga terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan

permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24

jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.

3. Zona hiperemi

Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa

banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang

diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi

zona kedua bahkan zona pertama.

Page 5: Burns - Tinjauan Pustaka

PENATALAKSANAAN2,4,5,6

1. Airway, Breathing, Circulation (ABC)

Penanganan pasien luka bakar harus dilakukan secara bertahap. ABC (Airway,

Breathing, Circulation) merupakan penanganan awal dalam menjaga tanda vital

pasien luka bakar.

Prioritas utama yang dilakukan dalam penanganan awal adalah mempertahankan

jalan nafas tetap paten. Pasien dengan trauma luka bakar sering mengalami trauma

inhalasi yang berakibat pada gangguan lapisan mukosa pernafasan seperti edema,

eritema dan ulserasi. Efek dari trauma inhalasi tidak langsung terlihat kecuali adanya

trauma luka bakar pada daerah leher dan muka yang dapat menyebabkan terjadinya

distorsi anatomi dalam. Edema dapat hilang dalam waktu 4-5 hari.

Pasien dengan luka bakar dapat mengalami hipertensi dikarenakan stress yang

berlebihan. Hipovolemia juga dapat terjadi pada pasien luka bakar dikarenakan

adanya jejas tersembunyi dan potensi kehilangan cairan yang masif.

Page 6: Burns - Tinjauan Pustaka

Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan

radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu

mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.

Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas

dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer

pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari

eskar yang mengkonstriksi.

Kecurigaan adanya traum inhalasi bila pada penderita luka bakar terdapat 3

atau lebih dari keadaan berikut:

1. Riwayat terjebak dalam rumah/ruang terbakar

2. Sputum bercampur arang

3. Luka baka perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokan

4. Penurunan kesadaran

5. Tanda distres nafas, rasa tercekik, tersedak, malas bernafas dan adanya

wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan.

6. Gehal distres nafas, takipnea

7. Sesak atau tidak ada suara

Tahap tatalaksana resusitasi jalan nafas luka bakar:

A. Resusitasi jalan nafas

1. Intubasi

Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi

obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas

pemelliharaan jalan nafas.

2. Krikotiroidotomi

Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan

menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi

memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan

bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan

intubasi.

3. Pemberian oksigen 100%

Page 7: Burns - Tinjauan Pustaka

Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan

nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen

dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk

radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis. Pemberian

dilakukan sebanyak 2-4 liter/menit

4. Perawatan jalan nafas

5. Penghisapan sekret (secara berkala)

6. Pemberian terapi inhalasi

Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan

nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi

inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah

dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan

khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium

bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)

7. Bilasan bronkoalveolar

8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi

9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi

paru

B. Tatalaksana resusitasi cairan

Adanya perpindahan cairan dalam fase akut menyebabkan terjadinya

gangguan perfusi jaringan. Resusitasi cairan diberikan untuk preservasi perfusi

jaringan yang adekuat di seluruh pembuluh darah. Selain itu, pemberian cairan

bertujuan untuk meminimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik.

Pemberian jenis cairan dapat diberikan dengan cairan krisaloid ataupun koloid.

Cairan kristaloid digunakan dalam waktu 24 jam pertama, jika larutan hipertonik

yang digunakan maka level dari natrium tidak boleh melebihi 160 mEq/L. Cairan

koloid juga dapat digunakan karena ditemukan adanya hipoproteinemia pada

pasien luka bakar. Target dari MAP (Mean Arterial Pressure) adalah 60 mmHg

untuk memastikan perfusi ke organ yang optimal. Target dari Urine Output adalah

30 mL/h pada orang dewasa dan 1-1.5 mL/kg per jam pada anak-anak.

Page 8: Burns - Tinjauan Pustaka

Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

Cara Evans

1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya

diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah

jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah

cairan hari kedua.

Cara Baxter

Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya

diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah

jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah

cairan hari kedua.

C. Tatalaksana nutrisi

Pemberian nutrisi lebih penting pada pasien luka bakar yang sangat luas,

dikarenakan luka bakar dapat meningkatkan metabolisme hingga 200%.

Peningkatan dari metabolisme ini berakibat pada katabolisme dari protein otot dan

penurunan massa tubuh yang memperlambat proses penyembuhan.

Perhitungan kalori pada pasien luka bakar cukup sulit untuk dilakukan.

Persamaan Harris-Benedict digunakan untuk menghitung kebutuhan kalori pada

pasien normal dan tidak dapat digunakan pada pasien dengan luka bakar lebih dari

40%. Penggunaan persamaan Curreri lebih sering digunakan pada pasien luka

bakar, dengan rumus 25 kcal/kg per hari + 40 kcal% Luas Permukaan Tubuh per

hari.

Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60%

karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat

meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus.

Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu

Page 9: Burns - Tinjauan Pustaka

mencegah terjadinya SIRS dan MODS

2. Penatalaksanaan Luka Bakar

a. Pemberian obat anti-nyeriUmumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan

morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan

‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2

mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10

mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang

bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri

walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan

benzodiazepine sebagai tambahan. Selain pemberian golongan opioid, pemberian

obat anti-inflamasi golongan non-steroid juga dapat digunakan dalam meredakan

rasa nyeri pada pasien luka bakar. NSAID terbagi dalam beberapa golongan yakni:

1. Turunan asam propionat

2. Turunan asam pirolealkanoid

3. Turunan fenilalkanoid

4. Turunan indole

5. Turunan pirazolone

6. Turunan fenilasetat

7. Fenamat

8. Oksikam

Dari beberapa golongan di atas, terdapat beberapa perbedaan dalam mekanisme

kerja obatnya. Turunan asam propionat merupakan golongan inhibitor COX non-selektif

sehingga menghambat COX-1 dan COX-2 yang dapat menyebabkan terjadinya efek

samping berupa iritasi mukosa lambung. Golongan oksikam dan celecoxib merupakan

inhibitor selektif COX-2 yang mempunyai efek samping lebih rendah dibandingkan

dengan COX-1.

Golongan oksikam merupakan penghambat COX-2 selektif. Obat yang termasuk

dalam golongan ini adalah piroxicam, meloxicam, lornoxicam, dan lain sebagainya.

Meloxicam merupakan golongan obat yang mempunyai efek samping rendah

dibandingkan dengan piroxicam, diklofenak dan naproxen. Meloxicam mempunyai efek

samping yang rendah terhadap mukosa lambung dan trombosit dalam darah.

Page 10: Burns - Tinjauan Pustaka

b. Pemberian obat topikal

Ada beberapa macam obat topikal yang dapat digunakan pada pasien luka

bakar. Sulfadiazin perak merupakan antibiotik spektrum luas yang berfungsi

sebagai profilaksis dari infeksi. Obat ini merupakan obat yang tidak mahal, mudah

didapatkan, dan mudah cara penggunaannya. Sulfadiazine tidak dipakai pada

pasien yang menerima cangkok jaringan dikarenakan dapat menyebabkan nekrosis

dari cangkok jaringan.

Mafenide asetat merupakan antimikrobial yang berbentuk krim ataupun

cairan. Obat ini sangat efektif digunakan pada pasien luka bakar yang terdapa

eskar dan digunakan untuk menyembuhkan dan mencegah terjadinya infeksi.

Selain itu, Mafenide asetat berbentuk cair dapat digunakan sebagai antimikrobial

pada cangkok jaringan. Obat ini diserap secara sistemik dan mempunyai efek

samping berupa asidosis metabolic yang diakibatkan penghambatan karbonik

anhidrase.

Nitrat perak merupakan obat topical dengan sifat antimikrobial yang bersifat

spectrum luas. Larutan harus diencerkan (0,5%). Meskipun harganya tidak mahal,

obat ini meninggalkan noda pada pakaian yang menyebabkan peningkatan biaya

pada bagian laundry.

Pengobatan topikal salep berupa bacitracin, neomycin dan polymixin B

digunakan pada luka bakar superfisial, dan pada luka bakar pada fase

penyembuhan.

Silver-impregnated dressings seperti Anticoat dan Aquacel Ag banyak

digunakan pada institusi cangkok jaringan dan donor serta pada pasien dengan luka

bakar parsial. Membran biologis seperti Biobrane menyediakan proteksi yang

lama.

MEBO (Moist Exposure Burn Ointment) merupakan obat topikal yang sering

digunakan di China termasuk Indonesia pada pasien yang mengalami luka pada

bagian kulit dan mukosa yang bersifat akut ataupun kronis. Obat topikal ini

merupakan obat salep dengan vehikulum lemak yang berisi beta-sitosterol,

berberine dan sedikit kandungan tumbuhan lainnya yang dikembangkan oleh

Page 11: Burns - Tinjauan Pustaka

Intitusi Nasional China dan Pusat Teknologi di Beijing pada tahun 1989. MEBO

mempunyai fungsi berupa:

Menjaga kelembaban yang optimal untuk regenerasi dan perbaikan

jaringan

Melindungi dari infeksi

Meredakan rasa nyeri, inflamasi dan edema

Bahan aktif yang terkandung dalam MEBO antara lain adalah:

Beta-Sitosterol

Merupakan bahan aktif golongan sterol yang berasal dari tumbuhan

Phellodendron amurense, mempunyai fungsi sebagai anti-inflamasi

Berberine

Merupakan bahan aktif golongan alkaloid yang berasal dari tumbuhan

Coptis chinensis, mempunyai fungsi sebagai anti-oksidan, anti-

mikrobial, anti-bakterial dan vasdilator

Baicalin

Merupakan bahan aktif golongan flavanoid yang berasal dari tumbuhan

Scutellaria baicalensis, mempunyai fungsi sebagai anti-trombus, anti-

oksidan, anti-bakterial, dan anti-inflamasi

Penggunaan MEBO disesuaikan berdasarkan derajat dari luka bakar itu

sendiri. Cara pemakaian obat topikal MEBO seperti:

1. Luka derajat 1

Oleskan MEBO secepatnya setelah terjadinya luka bakar. Perubahan

warna kulit menjadi normal dapat dilihat dalam waktu 12 jam disertai

dengan hilangnya rasa nyeri dan edema pada daerah luka bakar. Kulit yang

mengalami luka bakar akan mengalami penyembuhan dalam waktu 2-4

hari dan pemakaian MEBO tetapi dilanjutkan hingga kurun waktu 1

minggu sebagai proteksi pada jaringan kulit.

2. Luka derajat 2

Oleskan MEBO setebal 0,5-1 mm sebanyak 3-4 kali per hari, jika terdapat

vesikel atau bula maka dipecahkan terlebih dahulu dengan menusuk

bagian bawah dari vesikel agar kulit dari vesikel tersebut tidak tercabut.

Page 12: Burns - Tinjauan Pustaka

Dalam kurun waktu 3-4 hari, kulit tersebut akan mengalami pengelupasan.

Kulit dibersihkan secara perlahan sebelum dioleskan MEBO. Pengolesan

MEBO diulang setiap ±3 minggu sebanyak 2-3 kali per hari hingga fungsi

kulit normal kembali.

3. Luka derajat 3

Bersihkan jaringan luka yang mengalami dan oleskan MEBO pada daerah

yang telah dibersihkan. Pada hari ke-2 dilakukan pembersihan jaringan

luka dan dioleskan kembali dengan MEBO. Pada ± 72 hari perawatan,

seluruh luka sudah sembuh total.

c. Terapi pembedahan

Luka bakar dengan kedalaman tingkat lanjut dengan jaringan eskar yang keras

dapat menimbulkan efek torniket diakibatkan progresi dari edema yang

menyebabkan gangguan aliran vena dan arteri. Sindrom kompartemen sering

terjadi pada luka bakar pada daerah ekstrimitas, tetapi sindrom kompartemen

toraks dan abdomen juga dapat terjadi. Tanda-tanda kegawatan dari sindrom

kompartemen adalah parestesia, nyeri, penurunan isi ulang kapiler, penurunan

pulsasi distal. Sindrom kompartemen abdomen harus dicurigai, ditandai dengan

penurunan output urin , peningkatan tekanan udara ventilator , dan hipotensi .

Sindrom kompartemen toraks juga dapat dicirikan oleh hipoventilasi , peningkatan

tekanan udara , dan hipotensi. Eskarotomi jarang diperlukan dalam 8 jam pertama

setelah cedera dan tidak boleh dilakukan kecuali jika diindikasikan karena efek

samping dari tampilan kosmetik yang tidak baik. Sayatan pada ekstremitas dibuat

pada aspek lateral dan medial tungkai dalam posisi anatomis dan dapat

memperpanjang ke tenar dan hipotenar tangan. Apabila terjadi perfusi yang tidak

adekuat meskipun telah dilakukan eskarotomi, maka fasiotomi diperlukan pada

pasien. namun prosedur ini tidak harus secara rutin dilakukan sebagai bagian dari

eskarotomi . Eskarotomi toraks harus ditempatkan sepanjang garis aksila anterior

dengan ekstensi subkostal dan subclavicular bilateral. Perpanjangan sayatan aksila

anterior bawah perut lateral yang biasanya akan memungkinkan pelepasan

memadai eschar perut.

Page 13: Burns - Tinjauan Pustaka

1. Eksisi dini

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris

(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke

5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:

a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan

dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan

berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada

daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat

aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada

jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka

tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga

waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.

b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi –

komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan

nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang

menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.

c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses

angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini

mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi.

Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro –

organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar

yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.

Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan

pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi

kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan

hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin

grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien

luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh

beberapa faktor, yaitu:

- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih

dari 3 minggu.

- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.

Page 14: Burns - Tinjauan Pustaka

- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.

- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang

timbul.

Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang

tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang

terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah

(endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu

pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas

permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang

dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka

bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh

melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil

perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum

dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah

yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”.

Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan

keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan

dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.

Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka

sampai lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan

ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat

dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin

pemotong “electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini

adalah:

- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,

endpoint yang lebih mudah ditentukan

- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada

saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari

eksisi

Page 15: Burns - Tinjauan Pustaka

2. Skin grafting

Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari

metode ini adalah:

a. Menghentikan evaporate heat loss

b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu

c. Melindungi jaringan yang terbuka

Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada

luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis,

kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses

maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah

tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha,

bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat

dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft.

Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang

diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor

tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang

pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar

1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan

dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia

pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor

sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin

‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian.

Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan

epinefrin) dan juga anestesi.

Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang

dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan

hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga

terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit

donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:

- Kulit donor setipis mungkin

Page 16: Burns - Tinjauan Pustaka

- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan

grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :

o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)

o Drainase yang baik

o Gunakan kasa adsorben

Page 17: Burns - Tinjauan Pustaka

Daftar Pustaka

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.

Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.

2. Heimbach DM, Holmes JH. Schwartz’s principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-

Hill Companies; 2007.

3. Singh, Vijay, et al. The Pathogenesis of Burn Wound Conversion. Annals of Plastic

Surgery, 2007.

4. Hall, Jesse B., et al. Principles of Critical Care. 3th Edition. USA: McGraw-Hill

Companies; 2005.

5. Carayanni, V.J, et al. Comparing oil based ointment versus standard practice for

treatment of moderate burns in Greece: a trial based cost effectiveness evaluation.

BMC Complementary and Alternative Medicine, 2011. 11:122

6. Katzung, B.G, et al. Basic and Clinical Pharmacology. 12th Edition. USA: McGraw-

Hill Companies; 2011