bupati tangerang provinsi banten...
TRANSCRIPT
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2016
TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH
DAN PERMUKIMAN KUMUH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TANGERANG,
Menimbang : a. bahwa masyarakat Kabupaten Tangerang berhak atas tempat
tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat melalui perumahan dan
permukiman yang sehat, aman, serasi dan teratur dibutuhkan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
c. bahwa untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru di
Kabupaten Tangerang, perlu adanya pengaturan mengenai pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman
Kumuh;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang
Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 1414 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomr 2851); 3. Undang...
-2-
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan KawasanPermukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5188);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5883);
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 02/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANGERANG
dan BUPATI TANGERANG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Tangerang.
2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Bupati...
-3-
3. Bupati adalah Bupati Tangerang.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang.
5. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Banten. 7. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan DPRD
dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah. 8. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga,
cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
9. Perumahan adalah kumpulan Rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan Rumah yang layak huni. 10. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang
terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau kawasan perdesaan. 11. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di
luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 12. Perumahan Kumuh adalah perumahan yang mengalami
penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
13. Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan
bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
14. Pencegahan adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghindari tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru.
15. Peningkatan Kualitas adalah upaya untuk meningkatkan
kualitas bangunan serta prasarana, sarana, dan utilitas umum.
16. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
17. Badan...
-4-
17. Badan Hukum adalah badan hukum yang di dirikan oleh
warga Negara Indonesia yang kegiatannya di bidang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
18. Kelompok Swadaya Masyarakat adalah kumpulan orang yang
menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya visi, kepentingan, dan kebutuhan yang sama, sehingga kelompok
tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama.
19. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi
kabupaten/kota. 20. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya
disingkat RTBL adalahpanduan rancang bangun suatu
kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana
umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.
21. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Daerah kepada pemilik
bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif
danpersyaratan teknis yang berlaku. 22. Konsolidasi Tanah adalah penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan Perumahan dan
Permukiman guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat.
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi: a. wewenang, tugas, dan kewajiban Pemerintah Daerah; b. Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; c. Peningkatan kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh; d. Konsolidasi Tanah; dan e. Pendanaan.
BAB II...
-5-
BAB II WEWENANG, TUGAS, DAN KEWAJIBAN
PEMERINTAH DAERAH Pasal 3
Pemerintah Daerah dalam melakukan Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh berwenang melakukan:
a. penataandan peningkatan Kualitas kawasan Permukiman Kumuh dengan luas di bawah 10 (sepuluh) ha; dan
b. fasilitasi penyediaan rumah bagi masyarakat yang terkena
relokasi program Pemerintah Daerah.
Pasal 4
Pemerintah Daerah dalam melakukan Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh bertugas: a. merumuskan kebijakan dan strategi rencana pembangunan
Daerah terkait Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh;
b. menyiapkan prosedur pendataan dan format isian identifikasi
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; c. melakukan survei dan pendataan skala Daerah mengenai
lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; dan d. menetapkan lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman
Kumuh;
e. merehabilitasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; dan
f. mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan Kumuh
dan Permukiman Kumuh.
Pasal 5
(1) Pemerintah Daerah wajib melaksanakan Pencegahan dan
Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Daerah.
(2) Pemerintah Daerahdalam melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.
BAB III PENCEGAHAN TERHADAP TUMBUH DANBERKEMBANGNYA
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
Bagian Kesatu Umum
Pasal 6
Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya Perumahan
Kumuh dan Permukiman Kumuh dilaksanakan melalui: a. pengawasan dan pengendalian; dan b. pemberdayaan masyarakat.
Bagian Kedua...
-6-
Bagian Kedua Pengawasan dan Pengendalian
Pasal 7
(1) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 huruf a, dilakukan atas kesesuaian terhadap: a. perizinan; b. standar teknis; dan
c. kelaikan fungsi, (2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), melalui pemeriksaan secara berkala sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (3) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan padatahap: a. perencanaan; b. pembangunan;
c. pemanfaatan; dan d. pengelolaan.
Pasal 8
(1) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap
perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, meliputi:
a. izin prinsip; b. izin lokasi; c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin mendirikan bangunan; dan e. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
pada tahap perencanaan Perumahan dan Permukiman. (3) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap
perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
untuk menjamin: a. kesesuaian lokasi Perumahan dan Permukiman yang
direncanakan dengan rencana tata ruang; dan b. keterpaduan rencana pengembangan prasarana,
sarana, dan utilitas umum sesuai dengan ketentuan
dan standar teknis yang berlaku.
Pasal 9
(1) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf
b, dilakukan terhadap: a. bangunan gedung; b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase...
-7-
d. drainase lingkungan; e. pengelolaan air limbah;
f. pengelolaan persampahan; dan g. proteksi kebakaran.
(2) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pada tahap pembangunan perumahan dan permukiman.
(3) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap standar
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk menjamin:
a. terpenuhinya sistem pelayanan yang dibangun sesuai ketentuan standar teknis yang berlaku;
b. terpenuhinya kuantitas kapasitas dan dimensi yang
dibangun sesuai ketentuan standar teknis yang berlaku;
c. terpenuhinya kualitas bahan atau material yang
digunakan serta kualitas pelayanan yang diberikan sesuai ketentuan standar teknis yang berlaku.
Pasal 10
(1) Pengawasan dan pengendalian kesesuaian terhadap kelaikan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, dilakukan terhadap pemenuhan:
a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan teknis.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif
dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 11
Dalam hal hasil pengawasan dan pengendalian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7, terdapat ketidaksesuaian, Pemerintah Daerah dan/atau Setiap Orang melakukan upaya penanganan
sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Ketiga
Pemberdayaan Masyarakat Pasal 12
(1) Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan masyarakat, dalam bentuk: a. pendampingan; dan
b. pelayanan informasi. (2) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan oleh melalui Perangkat Daerah yang membidangi Perumahan dan Permukiman.
Paragraf 1...
-8-
Paragraf 1 Pendampingan
Pasal 13
(1) Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(1) huruf a, merupakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk: a. penyuluhan;
b. pembimbingan; dan c. bantuan teknis.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 14
(1) Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
huruf a, merupakan kegiatan untuk memberikan informasi dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terkait pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
(2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa sosialiasi dan diseminasi.
(3) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat menggunakan alat bantu dan/atau alat peraga.
Pasal 15
(1) Pembimbingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1) huruf b, merupakan kegiatan untuk memberikan petunjuk atau penjelasan mengenai cara untuk mengerjakan kegiatan atau larangan aktivitas tertentu terkait pencegahan
terhadap tumbuh dan berkembangnya Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
(2) Pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa: a. pembimbingan kepada kelompok masyarakat;
b. pembimbingan kepada masyarakat perorangan; dan c. pembimbingan kepada dunia usaha.
Pasal 16
(1) Bantuan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c,dapat berupa: a. fisik; dan
b. non-fisik.
(2) Bantuan...
-9-
(2) Bantuan teknis dalam bentuk fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi fasilitasi pemeliharaan,
dan/atau perbaikan terhadap: a. bangunan gedung; b. jalan lingkungan;
c. drainase lingkungan; d. sarana dan prasarana air minum; e. sarana dan prasarana air limbah;
f. sarana dan prasarana persampahan;dan/atau g. proteksi kebakaran.
(3) Bantuan teknis dalam bentuk non-fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi fasilitasi: a. penyusunan perencanaan;
b. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; c. penguatan kapasitas kelembagaan; d. pengembangan alternatif pembiayaan; dan/atau
e. persiapan pelaksanaan kerjasama Pemerintah Daerah dengan swasta.
Paragraf 2 Pelayanan Informasi
Pasal 17
(1) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1) huruf b, dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah melalui Perangkat Daerah yang membidangi urusan informasi.
(2) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam
bentuk pemberitaan terkait upaya Pencegahan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
(3) Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi: a. rencana tata ruang;
b. penataan bangunan dan lingkungan; c. perizinan; dan d. standar teknis dalam bidang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Pasal 18
(1) Pemerintah Daerahmelalui Perangkat Daerah yang membidangi urusan informasimenyampaikan informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), melalui media elektronik dan/atau cetak.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
BAB IV...
-10-
BAB IV PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH Pasal 19
(1) Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh didahului dengan penetapan lokasi.
(2) Penetapan lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman
Kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didahului proses pendataan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakat.
(3) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditindaklanjuti dengan perencanaan penanganan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah.
Pasal 20
(1) Proses pendataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), meliputi:
a. identifikasi; dan b. penilaian lokasi.
(2) Identifikasi dan penilaian lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap: a. kondisi kekumuhan;
b. legalitas tanah; dan c. pertimbangan lain.
Pasal 21
Kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(2) huruf a, dilakukan berdasarkan kriteria kekumuhan yang ditinjau dari:
a. bangunan gedung; b. jalan lingkungan; c. penyediaan air minum;
d. drainase lingkungan; e. pengelolaan air limbah; f. pengelolaan persampahan; dan/atau
g. proteksi kebakaran.
Pasal 22
Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, mencakup:
a. ketidakteraturan bangunan; b. tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang; dan/atau c. kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat.
Pasal 23...
-11-
Pasal 23
Dalam hal Daerah belum memiliki RDTR dan/atau RTBL, maka
penilaian ketidakteraturan dan kepadatan bangunan dilakukan oleh Perangkat Daerah yang membidangi urusan perumahan dan
permukiman dengan pertimbangan dari Tim Ahli Bangunan Gedung.
Pasal 24
Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf b mencakup: a. jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan
Perumahan atau Permukiman; dan/atau
b. kualitas permukaan jalan lingkungan buruk.
Pasal 25
Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c mencakup:
a. akses aman air minum tidak tersedia; dan/atau b. kebutuhan air minum minimal setiap individu tidak
terpenuhi.
Pasal 26
Kriteria kekumuhan ditinjau dari drainase lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, mencakup:
a. drainase lingkungan tidak tersedia; b. drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air
hujan sehingga menimbulkan genangan; dan/atau
c. kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk.
Pasal 27
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf e, mencakup:
a. sistem pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis; dan/atau
b. prasarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis.
Pasal 28
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf f, mencakup: a. prasarana persampahan tidak memenuhi dengan persyaratan
teknis; dan/atau
b. sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis.
Pasal 29...
-12-
Pasal 29
Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf g, mencakup: a. prasarana proteksi kebakaran tidak tersedia; dan
b. sarana proteksi kebakaran tidak tersedia.
Pasal 30
Penilaian lokasi berdasarkan aspek kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a,
mengklasifikasikan kondisi kekumuhan sebagai berikut: a. ringan; b. sedang; dan
c. berat.
Pasal 31
(1) Identifikasi legalitas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b, merupakan tahap identifikasi
untuk menentukan status legalitas tanah pada setiap lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagai dasar
menentukan bentuk penanganan. (2) Identifikasi legalitas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), meliputi:
a. kejelasan status penguasaan tanah; dan b. kesesuaian dengan rencana tata ruang.
(3) Penilaian lokasi berdasarkan aspek legalitas tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menghasilkan klasifikasi:
a. status tanah legal; dan b. status tanah tidak legal.
Pasal 32
(1) Identifikasi terhadap pretimbangan lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c, merupakan tahap identifikasi terhadap beberapa aspek lain yang bersifat non fisik untuk menentukan skala prioritas penanganan
permahan kumuh dan permukiman kumuh. (2) Identifikasi terhadap pertimbangan lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi aspek: a. Nilai strategis lokasi; b. Kependudukan; dan
c. Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya. (3) Penilaian berdasarkan aspek pertimbangan lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), terdiri atas:
a. pertimbangan lain kategori rendah; b. pertimbangan lain kategori sedang; dan
c. pertimbangan lain kategori tinggi. (4) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung
berdasarkan formulasi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan. Pasal 33...
-13-
Pasal 33
(1) Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh dilakukan dengan pola penanganan. (2) Pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi: a. pemugaran; b. peremajaan; dan
c. pemukiman kembali.
Pasal 34
(1) Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a, dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan
kembali Perumahan kumuh dan Permukiman Kumuh menjadi Perumahan dan permukiman yang layak huni.
(2) Pola penanganan pemugaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status tanah legal.
(3) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui tahap: a. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan
pemugaran; b. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat
terdampak; c. pendataan masyarakat terdampak; d. penyusunan rencana pemugaran;
e. musyawarah untuk penyepakatan; f. proses pelaksanaan konstruksi; g. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi;
h. pemanfaatan; dan i. pemeliharaan dan perbaikan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 35
(1) Peremajaan dan permukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b dan huruf c, dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, Perumahan,
dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat
sekitar. (2) Pola penanganan peremajaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1),dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan
berat dan sedang dengan status tanah legal. (3) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan
melalui tahap:
a. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan peremajaan;
b. penghunian...
-14-
b. penghunian sementara untuk masyarakat terdampak; c. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat
terdampak; d. pendataan masyarakat terdampak; e. penyusunan rencana peremajaan;
f. musyawarah dan diskusi penyepakatan; g. proses ganti rugi bagi masyarakat yang terdampak
berdasarkan hasil kesepakatan;
h. penghunian sementara masyarakat pada lokasi lain; i. proses pelaksanaan konstruksi peremajaan pada lokasi
permukiman eksisting; j. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi
peremajaan;
k. proses penghunian kembali masyarakat terdampak; l. pemanfaatan; dan m. pemeliharaan dan perbaikan.
(4) Pola penanganan pemukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal lokasi memiliki klasifikasi
kekumuhan ringan, berat, dan sedang dengan status tanah ilegal.
(5) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
dilakukan melalui tahap: a. kajian pemanfaatan ruang dan/atau kajian legalitas
tanah; b. penghunian sementara untuk masyarakat di Perumahan
dan Permukiman Kumuh pada Lokasi rawan bencana;
c. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
d. pendataan masyarakat terdampak;
e. penyusunan rencana pemukiman baru, rencana pembongkaran pemukiman eksisting dan rencana
pelaksanaan pemukiman kembali; f. musyawarah dan diskusi penyepakatan; g. proses ganti rugi bagi masyarakat terdampak
berdasarkan hasil kesepakatan; h. proses legalisasi tanah pada lokasi pemukiman baru;
i. proses pelaksanaan konstruksi
pembangunan Perumahan dan Permukiman baru;
j. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi pemukiman kembali;
k. proses penghunian kembali masyarakat
terdampak; l. proses pembongkaran pada lokasi pemukiman
eksisting; m. pemanfaatan; dan n. pemeliharaan dan perbaikan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 36...
-15-
Pasal 36
(1) Pasca peningkatan kualitas terhadap perumahan dan
permukiman kumuh dilakukan pengelolaan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas perumahan dan
permukiman secara berkelanjutan. (2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
oleh masyarakat secara swadaya.
(3) Pengelolaan dapat difasilitasi oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan keswadayaan masyarakat dalam pengelolaan perumahan dan permukiman layak huni.
Pasal 37
Pola kemitraan antar pemangku kepentingan yang dapat dikembangkan dalam upaya peningkatan kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh yaitukemitraan
antara Pemerintah Daerah dengan Setiap Orang.
Pasal 38
Peran masyarakat dalam Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh
dan Permukiman Kumuh dilakukan pada tahap: a. Penetapan lokasi dan perencanaan penanganan Perumahan
Kumuh dan Permukiman Kumuh;
b. Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan
c. Pengelolaan perumahan dan permukiman hasil peningkatan
kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
BAB V KONSOLIDASI TANAH
Pasal 39
Konsolidasi Tanah dilakukan untuk mencapai pemanfaatan tanah
secara optimal, melalui peningkatan efisiensi dan produktifitas penggunaan tanah.
Pasal 40
(1) Konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39,
dilakukan dalam rangka penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah sebagai upaya
penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.
(2) Konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilaksanakan bagi pembangunan rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun.
BAB VI...
-16-
BAB VI PENDANAAN
Pasal 41
(1) Pendanaan untuk pencegahan dan peningkatan kualitas
Perumahan kumuh dan permukiman kumuh bersumber dari: a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja Daerah; dan/atau c. sumber dana lain yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat difasilitasi oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
Provinsi. (3) Indikasi program dan indikasi pendanaan yang dibutuhkan
dalam rangka pencegahan dan peningkatan kualitas
Perumahan kumuh dan permukiman kumuh dirumuskan dalam rencana penanganan.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Kabupaten Tangerang.
Ditetapkan di Tigaraksa
pada tanggal 27 September 2016
BUPATI TANGERANG,
Ttd.
A. ZAKI ISKANDAR
Diundangkan di Tigaraksa pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TANGERANG,
Ttd.
ISKANDAR MIRSAD
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2016 NOMOR 8
NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN:
(8, 44/2016)
-17-
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2016
TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahirdan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yangbaik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran yang sangat strategisdalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satuupaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri,
mandiri,dan produktif sehingga terpenuhinya kebutuhan tempat tinggalmerupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus
adadan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia.
Meningkatnya jumlah penduduk serta semakin padat dan
kumuhnya perumahan dan kawasan permukiman berpotensi menjadikan kawasan permukiman yang berfungsi sebagai lingkungan hunian menjadi
semakin tidak layak huni.Kondisi perumahan dan kawasan permukiman yangg tidak layak huni berpotensi menurunkan kualitas hidup, menghambat perkembangan dan pertumbuhan masyarakat.Hal ini perlu
diantisipasi dengan berbagai kebijakan dan peraturan guna menjamin hak masyarakat terhadap lingkungan hidup yang layak.Memasuki era otonomi daerah, kegiatan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di
daerah terus meningkat, baik kuantitas, kualitas maupun kompleksitasnya. Dengan semakin menigkatnya kegiatan pembangunan
tanpa ditunjang peraturan perundangan yang memadai, dikhawatirkan tingkat laju pembangunan tanpa disertai pencegahan dan peningkatan kualitas kumuh akan semakin menambah beban terahadap pemenuhan
lingkungan hidup yang layak. Sejak diberlakukannya UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman, penanganan perumahan kumuh dan kawasan permukiman kumuh memperoleh perhatian yang cukup besar. Pasal 1 angka 14 UU No.1 Tahun 2011 menyebutkan bahwa perumahan kumuh
adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian, sedangkan dalam Pasal 1 angka 13 dinyatakan bahwa permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan kualitas bangunan serta prasarana dan sarana yang tidak memenuhi
syarat. Mengacu pda definisi yang ditetapkan undang –undang tersebut, maka penangnaan perumahan dan permukiman kumuh semakin jelas dan diarahkan kepada kriteria kekumuhan yang lebih condong pada aspek
peningkatan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana.Selama ini pendekatan kekumuhan dapat didekati melalui beberapa kriteria,
diantaranya berupa kondisi kesehatan, perekonomian dan lain sebagainya.
-18-
Melalui Undang-undang ini, penanganan terhadap permasalahan kumuh sebenarnya terlebih dahulu didekati melalui prasarana dan sarana
yang memenuhi syarat. Bermula dari semangat perundangan tersebut dan dengan ditunjang
oleh asas desentralisasi dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, perumahan kumuh dan permukiman kumuh harus ditetapkan lokasinya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang. Legitimasi penetapan lokasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang
tersebut akan menjadi aturan bagi Pemerintah dalam mengidentifiasi luasan perumahan kumuh dan kawasan permukiman kumuh di
Indonesia. Dengan adanya penetapan secara formal, maka akan diperoleh validitas identifikasi luasan perumahan dan kawasan permukiman kumuh yang perlu ditangani.
Peraturan Daerah ini mengatur pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahankumuh dan permukiman kumuh sesuai amanat pasal 95 ayat (6) dan Pasal 104 Undang-Undang Nomor 1Tahun
2011. Pengaturan terkait kedua amanat pasal tersebut dibutuhkan mengingat kondisi Perumahandan Permukiman di beberapa daerah di
Indonesia yang masih belum memenuhi persyaratan teknis darisegi Bangunan, Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang menyebabkan suatu perumahan danpermukiman menjadi kumuh. Pencegahan terhadap
tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh danpermukiman kumuh baru dilakukan untuk mempertahankan perumahan dan permukiman
yang telahdibangun agar tetap terjaga kualitasnya dan tidak menjadi kumuh.Upaya pencegahan tersebutdilaksanakan melalui pengawasan dan pengendalian serta pemberdayaan masyarakat.Pengawasan
danpengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi dariBangunan, Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Umum.Pemerintah kabupaten/kota yang berwenangmengeluarkan izin dan
sertifikat laik fungsi terkait Perumahan dan Permukiman perlu cermat dansistematis dalam melakukan pengawasan dan pengendalian.Dukungan
masyarakat dengan memberikanlaporan diperlukan agar ketidaksesuaian terhadap perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi dapatsegera diketahui dan ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah.Oleh karena itu,
pendampingan danpelayanan informasi dilakukan kepada masyarakat untuk memberikan informasi, pengetahuan, petunjuk,keterampilan,
dan/atau bantuan teknis guna meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menjaga kualitasPerumahan dan Permukiman.
Sedangkan peningkatan kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh didahului denganpenetapan lokasi yang melalui proses pendataan. Proses pendataan tersebut dilaksanakan denganidentifikasi dan penilaian berdasarkan kriteria perumahan kumuh
dan permukiman kumuh yangkomprehensif dan dilakukan secara obyektif. Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuhdiperlukan untuk
menyeragamkan indikator yang dipergunakan dalam menentukan kondisi kekumuhansuatu perumahan dan permukiman. Kriteria yang dipergunakan untuk menilai kondisi kekumuhan dilihatdari aspek:
bangunan gedung, jalan lingkungan, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaanair limbah, pengelolaan persampahan, dan/atau
proteksi kebakaran. Di samping itu, Perumahan Kumuhdan Permukiman Kumuh dapat diidentifikasi berdasarkan aspek legalitas tanah. Aspek legalitas tanahmeliputi status kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan
-19-
kesesuaian dengan rencana tata ruang.Identifikasi lokasi dan penilaian lokasi berdasarkan aspek tingkat kekumuhan dan aspek legalitas
tanahdilakukan untuk menentukan pola penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh, apakah akanditangani melalui pemugaran, peremajaan, atau pemukiman kembali. Pasca peningkatan kualitas, dalam
Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai pengelolaan sebagai upaya untuk menjaga kualitas perumahandan permukiman agar tidak kembali kumuh. Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka
implementasi secara menyeluruh, konsisten, dan berkesinambungan diperlukan untuk mewujudkanperumahan dan kawasan permukiman yang
terpadu, layak huni dan berkelanjutan sehingga penduduk kabupaten Tangerang dapat hidup sehat, aman, tertib, produktif, dan sejahtera.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2 Cukup Jelas
Pasal 3 Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6 Cukup Jelas
Pasal 7 Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10 Cukup Jelas
Pasal 11 Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas Pasal 13
Cukup Jelas Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15 Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas Pasal 17
Cukup Jelas Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19 Cukup Jelas
-20-
Pasal 20 Cukup Jelas
Pasal 21 Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24 Cukup Jelas
Pasal 25 Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28 Cukup Jelas
Pasal 29 Huruf a
Prasarana proteksi kebakaran tidak tersedia merupakan
kondisi dimana tidak tersedianya prasarana proteksi kebakaran yang meliputi:
a. pasokan air dari sumber alam maupun buatan; b. jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya
kendaraan pemadam kebakaran;
c. sarana komunikasi untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran kepada Instansi pemadam kebakaran; dan
d. data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan.
Huruf b Sarana proteksi kebakaran tidak tersedia merupakan kondisi
dimana tidak tersedianya prasarana proteksi kebakaran yang terdiri dari: a. alat pemadam api ringan;
b. kendaraan pemadam kebakaran; c. mobil tangga sesuai kebutuhan;
d. hydrant kota; dan/atau e. peralatan pendukung lainnya.
Pasal 30
Cukup Jelas Pasal 31
Cukup Jelas Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33 Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas Pasal 35
Cukup Jelas Pasal 36
Cukup Jelas
-21-
Pasal 37
Cukup Jelas Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39 Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas Pasal 41
Cukup Jelas Pasal 42
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2016 NOMOR 0816
TAM