bupati kepulauan anambas - jdih.setjen.kemendagri.go.id · penataan ruang (lembaran negara republik...
TRANSCRIPT
1
BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
NOMOR 10 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN AIR TANAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air, Penguasaan Sumber
Daya Air diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah;
b. bahwa berdasarkan huruf a diatas, perlu ditetapkan
dengan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia
Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengeloaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4377);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
2
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kabupaten Kepulauan Anambas di
provinsi Kepulauan Riau (Lembaran Negara Republik
Indonesia Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 106,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Republik Indonesia Nomor 4879);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor
5234);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4859);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 29, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258 );
13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4624);
3
14. Peraturan Daerah Kepulauan Anambas Nomor 2 Tahun
2011 tentang Pajak Daerah Kabupaten Kepulauan
Anambas (Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan
Anambas Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas Nomor 4);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas
Nomor 5 Tahun 2011 tentang Urusan Pemerintahan
Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah
Kabupaten Kepulauan Anambas (Lembaran Daerah
Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2011 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan
Anambas Nomor 7);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
dan
BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR
TANAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Anambas.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah
sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Kepulauan Anambas.
4. Dinas adalah Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral.
5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Energi dan Sumber
Daya Mineral.
6. Badan adalahsuatu usaha yang meliputi perseroan
Terbatas, Perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan
usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk
apapun, pesekutuan, perkumpulan, firma, kogsi,
koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga
dana pension, bentuk usaha tetap serta bentuk badan
usaha lainya.
4
7. Air Tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan
batuan yang ,mengandung air dibawah permukaan tanah,
termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas
permukaan tanah.
8. Akuifer atau lapisan pembawa air adalah lapisan batuan
di bawah permukaan tanah jenuh air yang dapat
menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah yang
cukup dan mempunyai nilai ekonomis.
9. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang di batasi
oleh batuan-batuan dimana semua kejadian hidrogeologi
proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah
belangsung.
10. Hidrogeologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai air
tanah yang berkaitan dengan cara terdapat, penyebaran,
potensi dan sifat kimia air tanah.
11. Pengambilan Air Tanah adalah setiap kegiatan
pengambilan air tanah yang dilakukan dengan cara
penggalian, pengeboran atau cara membuat bangunan
penurapan lainnya, untuk dimanfaatkan airnya dan atau
untuk tujuan lain.
12. Pengelolaan Air Tanah adalah Pengelolaan dan
Pemanfaatan dalam arti luas mencakup segala usaha
iventarisasi, pengaturan, pemanfaatan, perijinan,
pengawasan dan pengendalian, serta konservasi Air
Tanah.
13. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh,
menggunakan dan memelihara air tanah untuk keperluan
sesuatu.
14. Eksplorasi air adalah penyelidikan air tanah secara detail
untuk menetapkan lebih teliti atau seksama tentang
sebaran dan karateristik sumber air tersebut.
15. Inventarisasi air tanah adalah kegiatan pemetaan,
penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi,
pengumpulan dan Pengelolaan dan Pemanfaatan data air
tanah.
16. Persyaratan teknis adalah ketentuan teknis yang harus
dipenuhi untuk melakukan kegiatan di bidang air tanah;
17. Pendayagunaan air tanah adalah pemanfaatan air tanah
secara optimal dan berkelanjutan.
18. Jaringan sumur pantau adalah kumpulan sumur pantau
yang tertata berdasarkan kebutuhan pemantauan air
tanah pada suatu cekung air tanah.
19. Sumur Bor adalah sumur yang pembuatannya dilakukan
dengan cara pengeboran dan konstruksi dengan pipa
bergaris tengah lebih dari dua inci (> 5 cm).
5
20. Sumur Pasak adalah sumur yang pembuatannya
dilakukan dengan cara pengeboran dan kontruksi dengan
pipa bergaris tengah maksimum dua inci (± 5cm).
21. Sumur Pantau adalah sumur yang dibuat untuk
memantau muka air tanah dari lapisan pembawa air
(akuifer) tertentu.
22. Sumur Imbuhan adalah sumur yang digunakan untuk
usaha penambahan cadangan air tanah dengan cara
memasukan air kedalam lapisanpembawa air (akuifer).
23. Penurapan Mata Air adalah kegiatan mengubah bentuk
alamiah mata air berupa upaya mempertinggi permukaan
air, penampungan dan atau pemipaan yang di alirkan
sesuai dengan keperluan.
24. Meter Air adalah alat ukur untuk mengetahui volume
pengambilan air yang telah di tera atau di kalibrasi oleh
instansi yang berwenang.
25. Pembinaan adalah segala usaha yang mencakup
pemberian pengarahan, petunjuk, bimbingan, dan
penyuluhan dalam pelaksanaan Pengelolaan dan
Pemanfaatan air tanah.
26. Pengendalian adalah segala usaha yang mencakup
kegiatan pengaturan, penelitian, dan pemantauan
pengambilan air tanah untuk menjamin pemanfaatannya
secara bijaksana demi menjaga kesinambungan,
ketersediaan air dan mutunya.
27. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menjamin tegaknya peraturan perundangan dibidang air
tanah.
28. Zona Pengambilan Air Tanah adalah wilayah pengambilan
air tanah dikaitkan dengan daya dukung alamnya dan
potensi ketersediaan air tanah setempat.
29. Akreditas adalah pengakuan atas kelayakan peralatan
pengeboran yang telah memenuhi persyaratan teknis
sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
30. Pencemaran Air Tanah adalah masuknya atau di
masukannya unsur, zat, komponen fisika, kimia atau
biologi kedalam air tanah atau berubahnya tatanan air
tanah oleh kegiatan manusia sehingga terjadinya proses
alamiah yang mengakibatkan mutu air tanah turun
ketingkat tertentu.
31. Izin Usaha Pengeboran Air Tanah yang selanjutnya
disingkat IUPAT adalah izin melakukan kegiatan usaha
pengeboran air tanah oleh setiap badan atau
perorangan.
6
32. Izin Pengeboran Air Tanah yang selanjutnya singkat IP
adalah izin melakukan pengeboran, penurapan dan
pengaliran air tanah.
33. Izin Pengambilan Air Tanah yang selanjutnya disebut IPA
adalah izin pengambilan dan atau penggunaan air tanah
yang berasal dari sumur bor, sumur pasak, dan sumur
gali.
34.
Izin Pengambilan Mata Air yang selanjutnya disingkat
IPMA adalah izin pengambilan air tanah yang berasal dari
lapisan akuifer.
35. Izin Eksplorasi untuk selanjutnya disingkat IE adalah
Suatu izin yang diberikan kepada badan atau
perseorangan.
36. Izin Usaha Pengeboran Air Tanah yang selanjutnya
singkat IUPAT adalah
37. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Yang selanjutnya
disingkat AMDAL adalah kajian mengenai dampak
lingkungan serta besar dan pentingnya suatu usaha atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi pengambilan keputusan serta
penyelenggaraan dan atau usaha.
38. Rencana pengelolan Lingkungan yang selanjutnya
disingkat RKL adalah upaya penanganan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan
akibat dari usaha dan atau kegiatan.
39. Rencana pemantauan Lingkungan yang selanjutnya
disingkat RPL adalah upaya pemantauan komponen
lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting
akibat dari usaha dan atau kegiatan.
40. Upaya Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya disingkat
UKL adalah upaya pemantauan lingkungan UPL adalah
upaya yang dilakukan dalam pamantauan dan
pengelolaan lingkungan hidup oleh penanggung jawab
usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan
analisis mengenai dampak lingkungan AMDAL.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Pengaturan air tanah dimaksudkan untuk memelihara
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan agar keberadaan air tanah sebagai sumber
daya air, tetap dapat mendukung dan mengantisipasi
7
tuntutan perkembangan pembangunan yang
berkelanjutan dan menjaga kelestariannya serta berpihak
kepada kepentingan rakyat.
BAB III
AZAS DAN LANDASAN
Pasal 3
(1) Pengelolaan air tanah berdasarkan asas kelestarian,
berwawasan lingkungan, kesimbangan, keadilan,
transparansi dan akuntabilitas.
(2) Teknik Pengelolaan dan Pemanfaatan air tanah
berlandaskan atas cekungan air bawah tanah.
(3) Hak air tanah adalah hak guna air.
BAB IV
PERUNTUKAN DAN PEMANFAATAN AIR
Pasal 4
(1) Air tanah dapat di manfaatkan untuk berbagai
keperluan dengan urutan prioritas peruntukan sebagai
berikut :
a. Air minum;
b. Air untuk rumah tangga;
c. Air untuk irigasi;
d. Air untuk pertanian;
e. Air untuk industri;
f. Air untuk usaha pertambangan dan energi;
g. Air untuk usaha perkotaan;
h. Air untuk kepentingan lainnya;
(2) Prioritas peruntukan air tanah sebagaimana dimaksud
pada Pasal 1 ayat (1), ditentukan dengan
memperhatikan kepentingan umum dan kondisi
hidrologi setempat.
BAB V
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 5
(1) Bupati memiliki wewenang dan tanggung jawab di
dalam Pengelolaan air tanah.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1)
dilaksanakan oleh Kepala Dinas.
8
(3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) Kepala Dinas berkoordinasi
dengan Dinas atau Instansi terkait.
Pasal 6
(1) Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada Pasal 5 meliputi :
a. Melakukan inventarisasi potensial;
b. Merencanakan pendayagunaan air tanah;
c. Menetapkan peruntukan pemanfaatan air tanah;
d. Melakukan Pengelolaan, pembinaan, pengawasan,
dan pengendalian perizinan air tanah;
e. Mengumpulkan dan mengolah data serta informasi
air tanah;
f. Mengadakan pembiayaan untuk kegiatan
Pengelolaan dan Pemanfaatan air tanah;
(2) Membentuk tim pengujian kualitas analisis fisika dan
kimia air.
BAB VI
PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN
Pasal 7
(1) Inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidiki,
penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan
Pengelolaan data air tanah;
(2) Evaluasi potensi air tanah dilakukan sebagai bahan
dalam rangka perencanaan pendayagunaan air tanah;
Pasal 8
(1) Kegiatan perencanaan pendayagunaan air tanah
dilakukan dalam rangka pengendalian, pengambilan
dan pemanfaatan air tanah.
(2) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
hasil pengolahan dan evaluasi inventarisasi data atau
potensi sebagaiman dimaksud pada Pasal 7 ayat (1).
9
BAB VII
PERIZINAN
Bagian Kesatu
Izin dan Jenis Izin
Pasal 9
(1) Setiap badan atau perorangan yang melakukan
eksplorasi, pengambilan air tanah atau manfaatnya,
untuk berbagai keperluan hanya dapat dilaksanakan
setelah mendapat izin.
(2) Kegiatan eksplorasi pengambilan air tanah atau
pemanfaatannya sebagaimana dimaksud ayat (1), tidak
berlaku untuk perusahaan industri yang berada di
kawasan industri selama kebutuhan air bersih untuk
perusahaan industri dapat disuplay dari air
permukaan.
Pasal 10
Pengambilan air tanah yang tidak memerlukan izin adalah :
a. Keperluan air minum dan rumah tangga dengan jumlah
maksimum 100 (seratus) meter kubik perbulan dan
tidak dipergunakan untuk tujuan komersial.
b. Keperluan peribadatan, penanggulangan kebakaran dan
keperluan penelitian yang tidak menimbulkan
kerusakan atas sumber air tanah dan lingkungannya.
c. Keperluan pembuatan sumur imbuhan.
Pasal 11
Izin Pengelolaan air tanah, terdiri dari :
a. Izin Eksplorasi (IE);
b. Izin Usaha Pengeboran Air Tanah (IUPAT);
c. Izin Pengeboran Air Tanah;
d. Izin Pengambilan Air Tanah;
e. Izin Pengambilan Mata Air (IPMA);
Pasal 12
(1) Izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ditetapkan
oleh Kepala Dinas atas nama Bupati.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu :
a. Diberikan atas nama pemohon untuk setiap titik
pengambilan air atau sumber air;
10
b. Tidak dapat dipindah tangankan kecuali atas
persetujuan Kepala Dinas;
Bagian Kedua
Tata Cara Memperoleh Izin
Pasal 13
Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud Pasal 11,
pemohon mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Bupati melalui Dinas;
a. Untuk Izin Eksplorasi (IE)
1. Izin Lokasi atau HO atau IMB;
2. Melampirkan peta lokasi;
3. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. Untuk Izin Usaha Pengeboran Air Tanah (IUPAT)
1. Surat Pernyataan Kepemilikan instalasi bor
bermeterai;
2. Foto instalasi bor berukuran 9x12 cm dan 4x6 cm
masing-masing sebanyak 3 (tiga) lembar;
3. Data teknis instalasi bor;
4. Salinan Sertifikat Klasifikasi dan Sertifikasi kualifikasi
badan usaha yang dikeluarkan oleh asosiasi dan telah
legalisir di LPJK;
5. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Untuk Izin Pengeboran (IP)
1. Peta situasi berskala 1:10,000 atau lebih besar dan
peta topografi skala 1 : 50,000 yang memperhatikan
titik lokasi rencana pengeboran;
2. Informasi mengenai rencana pengeboran (form D-3);
3. Foto copy Izin Usaha Pengeboran Air Tanah (IUPAT),
Surat Tanda Instalasi Bor (STIB) yang masih berlaku;
4. Tanda Bukti kepemilikan 1 (satu) buah sumur pantau
yang dilengkapi alat perekam otomatis muka air
(Automatic Water level Recoder atau AWLR) bagi
pemohon sumur ke 5 (lima) atau kelipatannya atau
jumlah pengambilan air tanah sama atau lebih besar
dari 50 (lima puluh) liter/detik dari 1 (satu) atau
beberapa sumur pada kawasan kurang dari 10
(sepuluh) hektar;
5. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Izin Pengambilan Air (IPA):
1. Gambar Penampang Litologi atau batuan dan hasil
rekaman logging sumur;
11
2. Gambar bagan Penampang Penyelesaian Konstruksi
sumur bor;
3. Berita acara Pengawasan Pemasangan Konstruksi bor;
4. Berita acara Pemompaan;
5. Laporan uji Pemompaan;
6. Hasil analisis fisika dan kimia air tanah;
7. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh Kepala
dinas.
e. Izin Pengambilan Mata Air (IPMA)
1. Peta lokasi mata air lengkap dengan koordinatnya;
2. diameter pipa yang akan digunakan;
3. debit yang dimohon;
4. gambar rencana penurapan air;
5. harus memasang meteran air.
Bagian Ketiga
Masa Berlaku dan Daftar Ulang Izin
Pasal 14
(1) IE sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 hurup a,
diberikan selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang kembali apabila memenuhi persyaratan
teknis dan non teknis yang ditentukan lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
(2) Masa berlaku IUPAT sebagaimana dimaksud pasal 13
huruf b, diberikan selama 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang kembali apabila memenuhi persyaratan
teknis dan non teknis yang ditentukan lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
(3) Masa berlaku IP sebagaimana dimaksud pada pasal 13
hurup c, diberikan selama 6 (enam) bulan dan dapat
diperpanjang 1 (satu) kali selama 3 (tiga) bulan, dan
hanya berlaku pada lokasi yang diajukan dalam
permohonan.
Pasal 15
(1) Izin Pengambilan Air Tanah berlaku selama kondisi air
tanah di sekitarnya masih memungkinkan untuk
dimanfaatkan ditinjau dari segi teknis Hidrologi.
(2) Pemegang IPA dan IPMA wajib mendaftar ulang izin
yang dimilikinya selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
sebelum berakhirnya daftar ulang.
12
Pasal 16
(1) IE dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi apabila
pemegang izin tidak mengajukan perpanjangan izin.
(2) IUPAT dicabut dan nyatakan tidak berlaku lagi apabila
pemegang izin tidak mengajukan perpanjangan izin.
(3) IP dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi apabila :
a. Pemegang izin tidak mengajukan perpanjangan izin;
b. Izin dikembalikan oleh pemegang izin;
c. Pemegang izin tidak memenuhi ketentuan yang
tercantum dalam surat izin.
(4) IPA dan IPMA dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi
apabila :
a. Pemegang izin tidak mengajukan permohonan
perpanjangan atau daftar ulang ;
b. Izin dikembalikan oleh pemegang izin;
c. Pemegang izin tidak memenuhi ketentuan yang
tercantum dalam surat izin;
(5) Tata cara pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), (3) dan (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Pemegang Izin
Paragraf 1
Hak Pemegang Izin
Pasal 17
(1) Pemegang IE berhak melakukan kegiatan eksplorasi air
tanah sesuai dengan izin yang diberikan.
(2) Pemegang IUPAT berhak melakukan usaha dibidang
pengeboran air tanah sesuai dengan izin yang
diberikan.
(3) Pemegang IP berhak melakukan pengeboran,
penggalian dan penurapan sesuai dengan izin yang
diberikan.
(4) Pemegang IPA berhak melakukan pengambilan air
sesuai dengan izin yang diberikan.
13
Paragraf 2
Kewajiban Pemegang Izin
Pasal 18
(1) Pemegang IE berkewajiban :
a. Melaporkan hasil kegiatan eksplorasi air tanah
secara tertulis setiap 1 (satu) bulan sekali kepada
Kepala Dinas;
b. Memelihara dan bertanggung jawab atas kerusakan
lingkungan;
c. Menghentikan kegiatan eksplorasi air tanah serta
mengusahakan penanggulangan apabila dalam
pelaksaannya ditemukan kelainan-kelainan yang
dapat mengganggu kelestarian sumber air tanah
dan lingkungan hidup.
(2) Pemegang IUPAT berkewajiban :
a. Melaporkan hasil kegiatannya secara tertulis setiap
6 (enam) bulan sekali kepada Kepala Dinas;
b. Memenuhi ketentuan yang tercantum dalam izin.
(3) Pemegang IP berkewajiban :
a. Melaporkan hasil kegiatan selama proses
pengeboran, penggalian atau penurapan mata air
secara tertulis kepada Kepala Dinas;
b. Melaporkankan secara tertulis kepada Bupati
melalui Kepala Dinas selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari kerja sebelum melaksanakan pemasangan
saringan, uji pemompaan dan penurapan mata air.
c. Melakukan pemasangan konstruksi sumur atau
penurapan sesuai dengan petunjuk teknis;
d. Menghentikan kegiatan pengeboran air tanah atau
penurapan mata air apabila pelaksanaan ditemukan
kelainan-kelainan yang dapat mengganggu
kelestarian sumber air tanah dan lingkungan hidup,
serta mengusahakan penanggulangan dan
melaporkan segera kepada Bupati melalui Kepala
Dinas.
(4) Pemegang IPA dan IPMA berkewajiban :
a. Melaporkan jumlah pengambilan air setiap bulan
kepada Kepala Dinas;
b. Membayar pajak pengambilan air setelah mendapat
izin;
c. Menyediakan dan memasang meter air serta alat
pembatas debit air atau stop kran pada setiap titik
pengambilan air sesuai dengan spesifikasi teknis
yang ditentukan Dinas;
14
d. Memelihara dan bertanggung jawab atas kerusakan
meter air dan alat pembatas debit air atau stop
kran;
e. Memberikan sebagian air yang diambil untuk
kepentingan masyarakat maksimal 10 % apabila
diperlukan.
f. Melakukan analisa kualitas air pada setiap sumur
per 3 (tiga) bulan dan melaporkan hasilnya kepada
Kepala Dinas;
h. Menghentikan kegiatan pengambilan air tanah,
mengusahakan penanggulangannya apabila tidak
sesuai dengan ketentuan dalam izin.
Pasal 19
(1) Setiap badan atau perorangan yang melakukan
pengambilan air tanah sebagaimana dimaksud pada
Pasal 9 ayat 1, berkewajiban membuat sumur resapan
air sesuai dengan ketentuan teknis.
(2) Setiap pengambilan air tanah yang lebih dari 4 (empat)
buah sumur dalam satu lokasi yang luasnya kurang
dari 10 (sepuluh) hektar, diwajibkan menyediakan 1
(satu) buah sumur pantau yang dilengkapi dengan alat
untuk memantau muka air tanah.
Pasal 20
(1) Pengambilan air tanah dilengkapi dengan Upaya
Pengelolaan dan Pemanfaatan Lingkungan (UKL) dan
Upaya Pemantau Lingkungan (UPL) dan/atau Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan hidup (AMDAL).
(2) Setiap pengambilan air tanah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Bupati.
BAB VIII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 21
(1) Pengawasan dan Pengendalian atas pelaksanaan
Peraturan Daerah, sepanjang menyangkut hal-hal yang
bersifat teknis, dilaksanakan oleh Dinas;
(2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), meliputi :
a. Lokasi titik pengambilan air tanah;
15
b. Teknis kontruksi sumur bor dan uji pemompaan;
c. Pembatasan debit pengambilan air;
d. Penataan teknis dan pemasangan alat ukur (meter
air);
e. Pendataan volume pengambilan air;
f. Teknis penurapan mata air;
g. Usaha jasa pengeboran air tanah;
h. Penyediaan sumur resapan.
Pasal 22
(1) Pengawasan dan pemasangan meter air atau alat
pengukur debit air dilakukan oleh Dinas.
(2) Penetapan lokasi, jaringan dan kontruksi sumur pantau
dan sumur resapan ditentukan oleh Dinas.
(3) Pada daerah-daerah tertentu, Dinas membuat sumur
pantau sesuai dengan kondisi teknis.
(4) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat
(2) dan ayat (3) berkoordinasi dengan instansi terkait.
BAB IX
PELANGGARAN
Pasal 23
Setiap pemegang izin dinyatakan melakukan pelanggaran
apabila :
a. Merusak, melepas, menghilangkan dan memindahkan
meter atau alat ukur debit air dan atau merusak segel
tera dan segel instalasi pada meter air atau alat ukur
debit air;
b. Mengambil air dari pipa sebelum meter air;
c. mengambil air melebihi debit yang ditentukan dalam
izin;
d. Menyembunyikan titik air atau lokasi pengambilan air;
e. Memindahkan letak titik atau lokasi pengambilan air;
f. Memidahkan rencana letak titik pengeboran atau letak
titik penurapan lokasi pengambilan air;
g. Mengubah konstruksi penurupan mata air;
h. Tidak membayar pajak pengambilan air tanah;
i. Tidak menyampaikan laporan pengambilan air atau
melaporkan tidak sesuai dengan kenyataan;
j. Tidak melaporkan hasil rekaman sumur pantau;
k. Tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam
izin.
16
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 24
(1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang sumber
daya air dapat diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan
atau keterangan tentang adanya tindak pidana
sumber daya air;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan
usaha yang diduga melakukan tindak pidana
sumber daya air;
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak
pidana sumber daya air;
d. melakukan pemeriksaan prasarana sumber daya air
dan menghentikan peralatan yang diduga digunakan
untuk melakukan tindak pidana;
e. menyegel dan/atau menyita alat kegiatan yang
digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai
alat bukti;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana sumber daya air;
g. membuat dan menandatangani berita acara dan
mengirimkan-nya kepada penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia; dan/atau
h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan
merupakan tindak pidana.
(3) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) memberitahukan dimulainya
penyidikan kepada penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
(4) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menyampaikan hasil
penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
17
BAB XI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 25
(1) Badan dan/atau perorangan yang tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 9, 12,
Pasal 15, Pasal 18 dan pasal 19 dikenakan sanksi
administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa :
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pembatalan persetujuan;
f. pembatalan pendaftaran;
g. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat
produksi;
h. pencabutan ijin.
(3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 26
(1) Setiap orang yang tidak memenuhi kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dipidana
dengan Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah).
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelanggaran.
18
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas.
Ditetapkan di Tarempa
pada tanggal 27 Desember 2012
BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS,
T.MUKHTARUDDIN
Diundangkan di Tarempa
pada tanggal 27 Desember 2012
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2012
NOMOR 24
19
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
NOMOR 10 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN AIR TANAH
I. PENJELASAN UMUM
1. Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara
adil. Atas penguasaan sumber daya air oleh negara dimaksud, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan
kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air. Penguasaan negara atas sumber daya air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak-hak yang serupa dengan itu, sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pengaturan hak atas air diwujudkan melalui penetapan hak guna air, yaitu hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air
untuk berbagai keperluan. Hak guna air dengan pengertian tersebut bukan merupakan hak pemilikan atas air, tetapi hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan sejumlah
(kuota) air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah kepada pengguna air, baik untuk yang wajib memperoleh izin maupun
yang tidak wajib izin. Hak guna air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kegiatan bukan usaha disebut dengan hak guna pakai air, sedangkan hak guna air untuk memenuhi
kebutuhan usaha, baik penggunaan air untuk bahan baku produksi, pemanfaatan potensinya, media usaha, maupun penggunaan air untuk bahan pembantu produksi, disebut dengan hak guna usaha air.
Jumlah alokasi air yang ditetapkan tidak bersifat mutlak dan harus dipenuhi sebagaimana yang tercantum dalam izin, tetapi dapat ditinjau
kembali apabila persyaratan atau keadaan yang dijadikan dasar pemberian izin dan kondisi ketersediaan air pada sumber air yang bersangkutan mengalami perubahan yang sangat berarti dibandingkan
dengan kondisi ketersediaan air pada saat penetapan alokasi.
3. Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi
perseorangan dan pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi dijamin oleh Pemerintah atau pemerintah daerah. Hak guna pakai air
untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut termasuk hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan
tanahnya. Pemerintah atau pemerintah daerah menjamin alokasi air
20
untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut dengan tetap memperhatikan kondisi
ketersediaan air yang ada dalam wilayah sungai yang bersangkutan dengan tetap menjaga terpeliharanya ketertiban dan ketentraman.
4. Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan antarsektor, antarwilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi lain, pengelolaan sumber daya air yang
lebih bersandar pada nilai ekonomi akan cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air. Berdasarkan pertimbangan tersebut undang-undang ini lebih
memberikan perlindungan terhadap kepentingan kelompok masyarakat ekonomi lemah dengan menerapkan prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu menyelaraskan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan
ekonomi.
5. Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami keberadaannya
bersifat dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah administrasi. Keberadaan air mengikuti siklus hidrologis
yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah. Sejalan dengan perkembangan jumlah
penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap
kelestarian sumber daya air dan meningkatnya daya rusak air. Hal tersebut menuntut pengelolaan sumber daya air yang utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis wilayah sungai dalam satu pola
pengelolaan sumber daya air tanpa dipengaruhi oleh batas-batas wilayah administrasi yang dilaluinya.
6. Berdasarkan hal tersebut di atas, pengaturan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota didasarkan pada
keberadaan wilayah sungai yang bersangkutan, yaitu:
a. wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara,
dan/atau wilayah sungai strategis nasional menjadi kewenangan Pemerintah.
b. wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah provinsi;
c. wilayah sungai yang secara utuh berada pada satu wilayah kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota;
Di samping itu, undang-undang ini juga memberikan kewenangan pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah desa atau yang disebut
dengan nama lain sepanjang kewenangan yang ada belum dilaksanakan oleh masyarakat dan/atau oleh pemerintah di atasnya. Kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air tersebut termasuk
mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas peruntukan, penyediaan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai
dengan tetap dalam kerangka konservasi dan pengendalian daya rusak air.
Pola pengelolaan sumber daya air merupakan kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air pada setiap wilayah sungai dengan prinsip
21
keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Pola pengelolaan
sumber daya air disusun secara terkoordinasi di antara instansi yang
terkait, berdasarkan asas kelestarian, asas keseimbangan fungsi sosial,
lingkungan hidup, dan ekonomi, asas kemanfaatan umum, asas
keterpaduan dan keserasian, asas keadilan, asas kemandirian, serta
asas transparansi dan akuntabilitas. Pola pengelolaan sumber daya air
tersebut kemudian dijabarkan ke dalam rencana pengelolaan sumber
daya air.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7
22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
23
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 23
24
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
TAHUN 2012 NOMOR 26