bulit01 2009

56
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA No. 01 / TAHUN I / 2009 Oktober 2009 STUDI PENGEMBANGAN PROGRAM SATU DESA SATU PRODUK (ONE VILLAGE ONE PRODUCT) EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA PALANGKA RAYA STUDI PENELITIAN PENGEMBANGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA PALANGKA RAYA

Upload: roysart

Post on 14-May-2015

2.256 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bulit01 2009

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA

No. 01 / TAHUN I / 2009

Oktober 2009

STUDI PENGEMBANGAN PROGRAM SATU DESA SATU PRODUK

(ONE VILLAGE ONE PRODUCT)

EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA PALANGKA RAYA

STUDI PENELITIAN PENGEMBANGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

MENENGAH DI KOTA PALANGKA RAYA

Page 2: Bulit01 2009

Bappeda Kota Palangka Raya

Penanggung Jawab Ir. Saing Saleh

Pemimpin Umum Zulhikmah Ravieq, S.Sos.

Pemimpin Redaksi Martina, S.H.

Redaktur Pelaksana Putriati, S.P.

Staf Redaksi Hendra Surya, S.T., M.Eng.

Limbuk Basar, S.E. Drs. Sernus

Kristhine Agustine, S.E.

Fotografer Syamsuri, S.P.

Dokumentasi

Taronggal Silalahi, S.P. Nensianie, S.P.

Distribusi Romaida B., A.Md.

Alamat Redaksi Bappeda Kota Palangka Raya

Jl. Tjilik Riwut No. 98 Telp/Fax. 0536-3231542, 3231539

Palangka Raya 73112 E-mail: [email protected]

HASIL KAJIANHASIL KAJIANHASIL KAJIANHASIL KAJIAN

Evaluasi terhadap aspek input, bahwa masyarakat miskin yang menjadi sasaran program masih ada yang kurang tepat, karena masih belum akuratnya data kemiskinan. Evaluasi terhadap aspek proses, bahwa pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan sudah relatif sesuai dengan pedoman pelaksanaan. Halaman 15

EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA PALANGKA RAYA

Dalam jangka panjang diharapkan peranan swasta semakin dominan terutama di luar bidang pertahanan dan keamanan, peradilan; sehingga aktivitas sektor swasta semakin efektif dan efisien. Sektor-sektor swasta harus mampu mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada ................... Halaman 3

STUDI PENGEMBANGAN PROGRAM SATU DESA SATU PRODUK (ONE VILLAGE ONE PRODUCT)

Meningkatnya jumlah dan jenis koperasi dan UKM di Kota Palangka Raya harus secara bertahap diiringi dengan peningkatan kualitas dalam arti luas, yang menyangkut keanggotaan, usaha dan manajemen organisasi dan usaha. Karena keberadaan koperasi dan UKM telah mampu berkontribusi pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) .............. Halaman 31

STUDI PENELITIAN PENGEMBANGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA PALANGKA RAYA

TOPIK LAINTOPIK LAINTOPIK LAINTOPIK LAIN

- Rakornas Litbang Tahun 2009 di Palembang (26-29 April 2009) .... Hal. 39

- Rakornas Jarlitbang Pendidikan Tahun 2009 di Semarang ............ Hal. 40

- Pembentukan Dewan Riset Daerah (DRD) ...................................... Hal. 43

- Optimalisasi Jabatan Fungsional Perencana ................................... Hal. 45

- Kewajiban Fungsional Perencana di Masa Depan ........................... Hal. 48

- Visi dan Misi Kota Palangka Raya ................................................... Hal. 50

- MoU antara Pemerintah Kota Palangka Raya dengan beberapa

PTN .................................................................................................. Hal. 52

Redaksi menerima tulisan, baik berupa hasil kajian/studi/penelitian, artikel, berita, yang

terkait dengan kelitbangan dan perencanaan pembangunan dan disertai dengan gambar/

foto dan identitas penulis. Naskah ditulis maksimal 15 halaman, ukuran kuarto (A4),

Times New Roman 12 (1,5 spasi). Naskah yang dimuat akan mendapat imbalan.

Page 3: Bulit01 2009

P uji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya jualah akhirnya Buletin

Litbang Bappeda Kota Palangka Raya edisi perdana ini dapat diterbitkan. Pada edisi perdana ini memuat 3 (tiga) buah artikel karya tulis ilmiah berupa hasil kajian/studi (kerjasama antara Pemerintah Kota Palangka Raya dengan Universitas Palangka Raya). Salah satu hasil kajian/studi tersebut adalah mengenai pengembangan gagasan One Village One Product (OVOP) di Kota Palangka Raya. Gagasan yang mula-mula dikenalkan oleh oleh Gubernur Hiramatsu dari prefektur Oita, Jepang, dan di Indonesia oleh Prof. Dr. Martani Huseini disejajarkan dengan konsepsi saka-sakti (satu kabupaten/kota satu kompetensi inti industri). Tujuan kedua konsepsi itu adalah membangun daya saing daerah melalui penciptaan kompetensi inti industri di daerah. Tulisan lainnya yang tidak kalah menariknya adalah mengenai hasil Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan di Kota Palangka Raya, dan studi mengenai pengembangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Kota Palangka Raya. Selain ketiga artikel ilmiah tersebut, terdapat artikel mengenai hasil Rakornas Litbang Tahun 2009 di Palembang dan Rakornas Jarlitbang Bidang Pendidikan di Semarang, serta artikel mengenai Visi dan Misi Pemerintah Kota Palangka Raya sebagaimana yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Palangka Raya Tahun 2008—2013, serta artikel-artikel lain yang terkait dengan kelitbangan. Mengingat edisi ini merupakan edisi perdana, ibarat bayi yang baru dilahirkan, tentu masih lemah dan banyak memiliki kekurangan/keterbatasan. Oleh karena itu, berbagai masukan baik itu berupa sumbangan tulisan maupun kritik dan saran dari pembaca tentunya sangat dibutuhkan agar buletin ini nantinya bisa semakin baik. Akhir kata, semoga buletin ini bisa bermanfaat dan selamat membaca!

Salam

Redaksi

Redaksi menerima saran, kritik dan tanggapan terkait dengan kelitbangan dan perencanaan pembangunan. Kirim via E-Mail ke [email protected]

BAGAIMANA MENGURUS IJIN PENELITIAN Bagi rekan-rekan mahasiswa atau pun siapa saja yang ingin melaksanakan penelitian khususnya di wilayah Kota Palangka Raya, Anda dapat mengurus Ijin Penelitian ke Bidang Litbang Bappeda Kota Palangka Raya yang beralamat di Jl. Tjilik Riwut No. 98 Palangka Raya. Telp/Fax. 0536-3231542, 3231539 Syarat-syaratnya sederhana saja, Anda cukup membawa surat pengantar/permohonan ijin penelitian dari lembaga yang mengirimkan Anda (dilampiri copy Proposal Penelitian yang akan dilakukan). Surat tersebut ditujukan kepada Kepala Bappeda Kota Palangka Raya dengan tembusan kepada Bapak Walikota Palangka Raya, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota Palangka Raya, serta Instansi/Lembaga yang menjadi tujuan/tempat penelitian Anda. Dalam waktu 1-2 hari Surat Ijin Penelitian dapat Anda ambil, dengan mengganti biaya leges sebesar Rp. 5.000,-

INFO

1

Sekapur Sirih

Page 4: Bulit01 2009

P uji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas anugerah dan rahmat-

Nya penyusunan “Bulletin Litbang“ Bappeda Kota Palangka Raya Tahun 2009 ini dapat

kami selesaikan. Bidang Penelitian dan Pengembangan yang melekat pada struktur

organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Palangka Raya baru

terbentuk berdasarkan Perda Kota Palangka Raya Nomor 11 Tahun 2008 sebagai

pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat

Daerah.

Penerbitan “Bulletin Litbang“ Bappeda Kota Palangka Raya pada tahun 2009 ini hanya 1 (satu)

Edisi saja yang memuat informasi seputar kegiatan kelitbangan yaitu hasil studi penelitian/

kajian yang dilaksanakan melalui kerjasama antara Pemerintah Kota Palangka Raya dengan Universitas Palangka

Raya, informasi MoU antara Pemerintah Kota Palangka Raya dengan beberapa Perguruan Tinggi Negeri (IPB, UGM,

UI, STAIN, dan UNPAR), hasil Rakornas Kelitbangan tahun 2009 di Palembang dan Semarang, informasi tentang

pembentukan Dewan Riset Daerah (DRD) Kota Palangka Raya serta informasi lainnya yang representatif

dipublikasikan.

Dalam penyusunan Bulletin Litbang ini, kami akui masih terbatas, harapan kami pada tahun mendatang edisi ini

dapat lebih diperkaya lagi melalui hasil studi penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan didasarkan atas

kekuasaan, tradisi atau common sense semata, penelitian yang dilakukan pada hakekatnya diperuntukan bagi pembuat

kebijakan, sebagai bagian dari pemecahan masalah (problem solving) dan bermanfaat bagi pembangunan. Semoga

Bulletin Litbang tidak hanya terbit sekali dalam setahun, namun lebih dari itu.

Atas dukungan dari pihak-pihak yang telah membantu penyusunan Bulletin ini, kami mengucapkan terima kasih.

Semoga Bulletin ini bermanfaat bagi kita semua.

Kata Sambutan

Palangka Raya, Oktober 2009

KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA

Ir. SAING SALEH Pembina Utama Muda

NIP. 19550515 198303 1 024

2

Page 5: Bulit01 2009

PENDAHULUAN Latar Belakang

P embangunan perdesaan di Indonesia beberapa

tahun terakhir kian menunjukkan hasil yang

menggembirakan bagi peningkatan kesejahteraan

masyarakat perdesaan. Terlebih dengan diluncurkannya

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

Mandiri oleh pemerintah, gerak pembangunan di kawasan

perdesaan kian masif.

Pembangunan perdesaan diperkirakan juga akan

mengalami percepatan (akselerasi), terencana, sistematis,

dan komprehensif seiring dengan akan segera dibahas

RUU Pembangunan Perdesaan. Kondisi faktual di

perdesaan dan komitmen politik legislasi di parlemen,

menurut penulis, menarik untuk diperkuat dengan

gagasan One Village and One Product (OVOP). Hal itu

agar terdapat suatu desain investasi perdesaan yang

berwatak kultural dan berguna bagi tumbuhnya inovasi

masyarakat perdesaan.

Konsepsi One Village and One Product (OVOP)

pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan oleh

Gubernur Hiramatsu dari prefektur Oita, Jepang, dan di

Indonesia oleh Prof. Dr. Martani Huseini disejajarkan

dengan konsepsi saka-sakti (satu kabupaten/kota satu

kompetensi inti industri). Tujuan kedua konsepsi itu adalah

membangun daya saing daerah melalui penciptaan

kompetensi inti industri di daerah. Seluruh sumber daya

dan kemampuan yang dimiliki oleh daerah terfokus pada

upaya untuk menciptakan kompetensi inti industri. Namun

demikian antara keduanya terdapat perbedaan, yaitu

terletak pada locus, yaitu saka-sakti pada tingkat

kabupaten/kota, sedangkan OVOP di tingkat desa.

Memperhatikan potensi yang dimiliki oleh Kota

Palangka Raya, serta dengan mengkaji berbagai

perkembangan pembangunan yang sedang berjalan saat

ini, maka dalam meningkatkan pendapatan masyarakat

sekaligus meningkatkan pendapatan asli daerah, guna

memacu pertumbuhan ekonomi wilayah, konsep OVOP

dinilai sebagai salah satu pilihan yang penting untuk

dikembangkan pada saat ini dan masa datang. Hal ini

disebabkan karena peluang pengembangan usaha sektor

riil yang berbasis desa dan produk pertanian merupakan

sektor usaha masyarakat yang cukup resisten terhadap

krisis ekonomi selama ini. Hal ini menjadi salah satu solusi

bagi Pemerintah Kota Palangka Raya dalam menghadapi

permasalahan dan tantangan pembangunan, baik faktor

eksternal maupun faktor internal.

Pemerintah kota Palangka Raya disamping

menghadapi faktor-faktor eksternal, juga menghadapi

faktor internal, misalnya persoalan menghadapi kegiatan

ilegal (illegal logging, illegal mining, dan illegal fishing),

yang sangat berpengaruh terhadap aspek sosial–

ekonomi masyarakat lapisan bawah (mengandalkan

kekuatan ekonomi tradisional) yang berada di Kota

Palangka Raya. Persoalan internal tersebut, setelah

dilakukan penertiban oleh pemerintah daerah, maka

kegiatan-kegiatan yang bersifat ilegal tersebut sudah

mereka tinggalkan dan mulai dengan kegiatan lain yang

baru. Walaupun banyak kegiatan lain yang dapat mereka

lakukan, namun kegiatan tersebut belum mampu

menghasilkan suatu produk yang bersifat unggul, baik

unggul pada tingkat lokal maupun regional. Juga kegiatan

Hasil Kerjasama Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Palangka Raya dan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya

Oleh: Akhmad Sajarwan1, Muses Embang2, Mofit Saptono3, Abdul Mukti4, Revi Sumaryati5, Merry Lidia6, Pandri Yani7

1) Ketua P2SLP Lemlit Universitas Palangka Raya 2,3,4,5,6,7) Dosen Universitas Palangka Raya

Hasil Kajian

3

Page 6: Bulit01 2009

yang baru tersebut belum mampu memberikan hasil yang

memuaskan dan lebih besar jika dibandingkan dengan

hasil dari kegiatan illegal logging atau illegal mining

tersebut. Sehingga dalam hal ini perlu adanya suatu

kebijakan pemerintah daerah untuk mengarahkan

masyarakat agar melakukan kegiatan-kegiatan yang

bersifat legal dan mampu memberikan hasil yang

memuaskan bagi masyarakat.

Dalam teori Pertumbuhan Jalur Cepat (Turnpike)

yang diperkenalkan oleh Samuelson (1955)

mengemukakan: bahwa setiap negara/wilayah perlu

melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar

dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena

potensi alam maupun karena sektor itu memiliki

competitive advantage untuk dikembangkan. Pandangan

teori Pertumbuhan Jalur Cepat (Turnpike) ini

menghendaki agar pemerintah daerah selalu memikirkan

produk unggulan yang dapat dikembangkan dalam

wilayah tersebut. Untuk saat ini konsep tersebut lebih

populer dengan istilah one village and one product

(OVOP).

Terkait dengan suatu keunggulan tersebut, maka ada

beberapa hal yang masih belum diketahui di Kota

Palangka Raya, yaitu produk unggulan pada masing-

masing desa, baik yang sudah tercipta melalui mekanisme

pasar, maupun yang belum (produk bayangan) yang untuk

5 – 10 tahun mendatang dapat dijadikan sebagai produk

unggulan desa/kelurahan.

Memperhatikan hal-hal yang telah diuraikan tadi

maka permasalahan yang perlu dan penting untuk dikaji

memasuki era globalisasi yaitu:

• Apa saja jenis produk unggulan pada masing-masing

desa (village), khususnya yang berasal dari Kota

Palangka Raya yang dapat dipromosikan bagi daerah

sendiri maupun ke luar negeri di era globalisasi

perdagangan (WTO tahun 2020).

• Bagaimana strategi mengembangkan produk unggulan

desa, baik produk hasil pertanian (dalam arti luas)

maupun produk hasil industri pengolahan sehingga

pada akhirnya nanti mampu menghasilkan devisa,

meningkatkan pendapatan riil masyarakat, dan juga

mampu memberikan sumbangan yang berarti untuk

meningkatkan PAD.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasi produk apa saja yang dapat dianggap

unggul baik itu produk primer (hasil pertanian) atau

produk hasil industri pengolahan pada pada masing-

masing desa (OVOP) di Kota Palangka Raya.

b. Menetapkan alternatif strategi pengembangan OVOP

di Kota Palangka Raya.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang diharapkan adalah:

a Sebagai bahan masukan untuk penyusunan program

operasional dinas/instansi terkait terutama yang

berhubungan dengan upaya pengembangan produk

unggulan masing-masing desa di Kota Palangka

Raya.

b Sebagai alternatif masukan kepada instansi terkait

guna mendukung kebijakan pengembangan produk

ekspor nonmigas dari wilayah Kota Palangka Raya,

baik yang bersifat fisik seperti perhubungan darat/laut/

udara dan kawasan industri, maupun yang bersifat

non fisik seperti pembinaan dan regulasi yang terkait

dengan penciptaan iklim yang kondusif untuk

penanaman modal.

METODE PENELITIAN Alat Analisis

LQ dan Shiff/Share

LQ dan Shiff-Share digunakan sebagai alat analisis

untuk membantu mengidentifikasi sektor dan produk

unggulan daerah. Hasil analisis ini menjadi referensi

penting untuk melakukan kajian OVOP selanjutnya.

Skoring

Alat analisis yang digunakan untuk menentukan satu

desa satu produk di Kota Palangka Raya yaitu

menggunakan analisis skoring, dengan 5 (lima) kriteria:

• Produk unggulan daerah dan/atau produk kompetensi

inti daerah.

• Unik khas budaya dan keaslian lokal.

• Berpotensi pasar domestik dan ekspor.

• Bermutu dan berpenampilan baik

• Diproduksi secara kontinyu dan konsisten.

SWOT Untuk melengkapi hasil kajian tentang OVOP ber-

dasarkan analisis sebelumnya, selanjutnya digunakan

Analisis SWOT (Strengths = S, Weaknesses = W, Oppor-

tunities = O, Threats = T) atau kekuatan, kelemahan, pe-

luang dan ancaman/tantangan, merupakan alat analisis

untuk mengidentifikasi kondisi dan situasi yang sistematis

terhadap lingkungan internal dan eksternal suatu produk/

4

Hasil Kajian

Page 7: Bulit01 2009

komoditas, perusahaan, institusi, atau kegiatan. Hasil

analisis SWOT dapat dijadikan bahan dasar dalam men-

cari alternatif formulasi strategi kebijakan suatu kegiatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Sektor Unggulan dan Komoditas Unggulan

Kota Palangka Raya Komoditas Unggulan dan Pewilayahannya yang

Dominan. a. Tanaman Pangan, Palawija, dan Hortikultura

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa

komoditas unggulan tanaman pangan di Kota Palangka

Raya adalah jagung (unggul pada 4 kecamatan) serta

kacang tanah (unggul pada 3 kecamatan).

Pengembangan potensi unggulan tanaman pangan

ini dapat saja dengan peningkatan produktivitas pada luas

areal yang ada maupun perluasan arealnya yang

diprioritaskan pada wilayah-wilayah kecamatan

sebagaimana dapat dilihat dari hasil analisis LQ pada

Tabel 2.

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa pengembangan

potensi unggulan jagung dapat diprioritaskan secara

berturut-turut pada Kecamatan Bukit Batu, Pahandut,

Sabangau, dan Jekan Raya. Pengembangan potensi

unggulan kacang tanah dapat diprioritaskan secara bertu-

rut-turut pada kecamatan Jekan Raya, Sabangau, dan

Kecamatan Bukit Batu.

Dari hasil analisis LQ maka dapat pula disusun

peringkat kecamatan se-Kota Palangka Raya berdasarkan

keunggulan komparatif dari komoditas tanaman pangan ini

seperti dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Peringkat Keunggulan Komoditas Tanaman Pangan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya

Dari Tabel 3 dapat diketahui Kecamatan Jekan Raya

paling dominan tanaman pangan relatif dari kecamatan-

kecamatan lainnya di Palangka Raya karena memiliki 4

komoditas unggulan tananaman pangan. Disusul

Kecamatan Rakumpit memiliki 2 komoditas unggulan.

Bila dirinci lebih lanjut maka dapat disusun peringkat

masing-masing kecamatan seperti dapat dilihat pada

Tabel berikut.

Tabel 4. Peringkat Kecamatan di Kota Palangka Raya Berdasarkan

Keunggulan Komparatif Tanaman Pangan

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa ternyata Kecamatan

Jekan Raya dapat dikatakan sebagai “kecamatan tana-

man pangan”.

b. Tanaman Sayuran

Dari hasil perhitungan terhadap komoditas unggulan

tanaman sayuran di Kota Palangka Raya diperoleh nilai

LQ yang lebih besar dari satu (cetak tebal) dan nilai LQ

yang kurang atau sama dengan satu seperti terlihat pada

No Jenis Tanaman

Pangan Pahan-dut

Saba- ngau

Jekan Raya

Bukit Batu

Ra-kumpit

1 Padi Sawah 0 0 0 0 0

2 Padi Ladang 0 0.3 0 0 2.96

3 Jagung 1.24 1.164 1.156 1.29 0.5

4 Kedelai 0 0.3 0 0 0.3

5 Kacang Hijau 0 0 0 0 0

6 Kacang Tanah 0 1.79 2.25 1.43 0

7 Ubi Jalar 2.17 0.95 1.75 0.88 0.69

8 Ubi Kayu 0.998 0.65 1.003 0.84 1.5

Sumber : Data yang diolah, 2008

Tabel 1. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Tanaman Pangan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya

Tabel 2. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Komoditas Jagung dan Kacang Tanah di Kota Palangka Raya

No. Kecamatan Jagung Kacang Tanah

1 Pahandut 2 -

2 Sabangau 3 2 3 Jekan Raya 4 1 4 Bukit Batu 1 3 5 Rakumpit nd nd Sumber : Data Yang Diolah, 2008

No. Jenis

Tan. Pangan Pahandut

Saba-ngau

Jekan Raya

Bukit Batu

Rakum-pit

1 Padi Sawah

2 Padi Ladang 1

3 Jagung 2 3 4 1

4 Kedelai

5 Kacang Hijau

6 Kacang Tanah

2 1 3

7 Ubi Jalar 1 2

8 Ubi Kayu 2 1

Sumber : Data yang diolah, 2008

No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat

1 Jekan Raya 4 1,75 I

2 Rakumpit 2 1,00 II

3 Sabangau 2 1,50 III

4 Pahandut 2 2,00 IV

5 Bukit Batu 2 3,50 V

Sumber : Data yang diolah, 2008

5

Hasil Kajian

Page 8: Bulit01 2009

Tabel 4. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Tanaman Pangan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Data Tahun 2006

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa komoditas

unggulan tanaman sayuran di Kota Palangka Raya adalah

tomat (unggul pada 2 kecamatan). Sedangkan lombok,

terung, sawi, ketimun, dan kangkung hanya unggul pada

satu kecamatan.

Pengembangan potensi unggulan tanaman sayuran

ini dapat saja dengan peningkatan produktivitas pada luas

areal yang ada maupun perluasan arealnya yang

diprioritaskan pada wilayah—wilayah kecamatan

sebagaimana dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 5. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Komoditas Tomat di Kota Palangka Raya, Tahun 2006

Tabel 6. Peringkat Keunggulan Komoditas Tanaman Sayuran Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, 2006

Dari Tabel 6 dapat diketahui Kecamatan Bukit Batu

paling unggul relatif dari kecamatan-kecamatan lainnya di

Kota Palangka Raya karena memiliki 6 komoditas

unggulan tanaman sayuran. Kemudian disusul kecamatan

Pahandut dengan 1 komoditas unggulan. Kecamatan-

kecamatan lainnya tidak ada unggulan sayurannya.

Bila dirinci lebih lanjut maka dapat disusun peringkat

masing-masing kecamatan seperti dapat dilihat pada

Tabel berikut.

c. Tanaman Buah-buahan

Dari hasil perhitungan terhadap komoditas unggulan

tanaman buah-buahan di Kota Palangka Raya diperoleh

nilai LQ yang lebih besar dari satu (cetak tebal) dan nilai

LQ yang kurang atau sama dengan satu seperti terlihat

pada Tabel berikut.

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa komoditas unggulan

tanaman buah-buahan di Kota Palangka Raya adalah

nenas, nangka, cempedak, dan jeruk, (unggul pada 3

kecamatan). Sedangkan sawo, pepaya, pisang dan duku

unggul pada 2 kecamatan. Sedangkan salak, rambutan,

durian, jambu, dan alpukat hanya unggul pada 1

kecamatan.

No Jenis Tanaman

Sayuran Pahandut Sabangau

Jekan Raya

Bukit Batu

Rakumpit

1 Lobak 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

2 Tomat 1,40 0,55 0,57 4,47 0,00

3 Lombok 0,70 0,62 0,72 6,27 0,25

4 Terung 0,27 0,24 0,28 2,41 0,10

5 Sawi 0,12 0,10 0,12 1,04 0,04

6 Kacang-kacangan 0,08 0,07 0,08 0,72 0,03

7 Labu 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

8 Ketimun 0,34 0,30 0,35 3,08 0,12

9 Bayam 0,20 0,00 0,00 0,00 0,00

10 Kangkung 0,12 0,11 0,13 1,12 0,04

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

No. Kecamatan Tomat

1 Pahandut 2

2 Sabangau

3 Jekan Raya

4 Bukit Batu 1

5 Rakumpit

Sumber : Data Yang Diolah, 2007

No Jenis Tanaman

Sayuran Pahan-dut

Saba-ngau

Jekan Raya

Bukit Batu

Rakum-pit

1 Lobak

2 Tomat 2 1

3 Lombok 1

4 Terung 1

5 Sawi 1

6 Kacang

7 Labu

8 Ketimun 1

9 Bayam

10 Kangkung 1

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat

1 Pahandut 1 2.00 II

2 Sabangau 0 0.00

3 Jekan Raya 0 0.00

4 Bukit Batu 6 1.00 I

5 Rakumpit 0 0.00

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

Tabel 8. Peringkat Kecamatan di Kota Palangka Raya Berdasarkan Keunggulan Komparatif Tanaman Sayuran, 2006

No. Jenis Buah-buahan

Pahan-dut

Saba-ngau

Jekan Raya

Bukit Batu

Rakum-pit

1 Sawo 1,84 0,00 0,48 1,84 0,26

2 Pepaya 1,06 2,71 0,88 0,52 0,56

3 Pisang 1,32 2,79 0,88 0,47 0,39

4 Nenas 0,97 0,00 1,08 1,03 1,64

5 Salak 0,00 0,00 0,00 2,89 0,00

6 Nangka 0,60 0,91 1,19 1,02 1,25

7 Rambutan 0,66 1,88 0,84 0,93 0,84

8 Duku 0,89 0,00 0,00 1,72 1,12

9 Cempedak 1,08 0,00 0,00 1,69 1,03

10 Jeruk 1,30 0,00 0,00 1,27 1,50

11 Durian 0,36 0,00 0,00 2,17 0,84

12 Jambu 0,72 2,76 0,87 0,68 0,55

13 Alpukat 0,93 0,98 0,00 1,98 0,00

14 Lainnya 1,74 0,66 2,97 0,58 0,43

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

Tabel 7. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Tanaman Buah- buahan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Data Tahun 2006

6

Hasil Kajian

Page 9: Bulit01 2009

Pengembangan potensi unggulan cempedak dapat

diprioritaskan secara berturut-turut pada Kecamatan Bukit

Batu, Pahandut, dan Rakumpit. Sedangkan pengemban-

gan potensi unggulan jeruk dapat diprioritaskan pada

Kecamatan Rakumpit, Pahandut, dan Bukit Batu.

Dari hasil analisis LQ maka dapat pula disusun per-

ingkat kecamatan se-Kota Palangka Raya berdasarkan

keunggulan komparatif dari komoditas tanaman buah-

buahan ini seperti dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 10. Peringkat Keunggulan Komoditas Tanaman Buah-buahan per Kecamatan di Kota Palangka Raya, 2006

Dari Tabel 10 dapat diketahui Kecamatan Bukit Batu

paling unggul relatif dari kecamatan-kecamatan lainnya di

Kota Palangka Raya karena memiliki 9 komoditas unggu-

lan tanaman buah-buahan. Bila dirinci lebih lanjut maka

dapat disusun peringkat masing-masing kecamatan

seperti dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 11. Peringkat Kecamatan di Kota Palangka Raya Berdasarkan

Keunggulan Komparatif Tanaman Buah-buahan

d. Tanaman Perkebunan

Dari hasil perhitungan terhadap komoditas unggulan

tanaman perkebunan di Kota Palangka Raya diperoleh

nilai LQ yang lebih besar dari satu (cetak tebal) dan nilai

LQ yang kurang atau sama dengan satu seperti terlihat

pada Tabel berikut.

Tabel 12. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Tanaman Perkebunan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Data Tahun 2006

Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa komoditas unggulan

tanaman perkebunan di Kota Palangka Raya adalah

kelapa dan kelapa sawit (unggul pada 3 kecamatan).

Sedangkan karet dan jambu mete unggul pada 2

kecamatan. Yang terakhir adalah kopi, tebu, dan coklat

hanya unggul pada 1 kecamatan.

Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa pengembangan

potensi unggulan kelapa dapat diprioritaskan secara ber-

turut-turut pada kecamatan Bukit Batu, Jekan Raya, dan

Pahandut. Sedangkan pengembangan potensi unggulan

kelapa sawit dapat diprioritaskan secara berturut-turut

pada Kecamatan Jekan Raya, Pahandut, dan Bukit Batu.

Tabel 13. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Komoditas Tanaman Kelapa dan Kelapa Sawit di Kota Palangka Raya, 2006

Dari hasil analisis LQ maka dapat pula disusun

peringkat kecamatan se-Kota Palangka Raya berdasarkan

keunggulan komparatif dari komoditas tanaman perkebu-

nan seperti dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 9. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Komoditas Nenas, Nangka, Cempedak, dan Jeruk di Kota Palangka Raya, Tahun 2006

No. Kecamatan Nenas Nangka Cempedak Jeruk

1 Pahandut 2 2

2 Sabangau

3 Jekan Raya 2 2

4 Bukit Batu 3 3 1 3

5 Rakumpit 1 1 3 1

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

No. Jenis Buah-

buahan Pahan-dut

Saba-ngau

Jekan Raya

Bukit Batu

Rakum-pit

1 Sawo 1 1

2 Pepaya 2 1

3 Pisang 2 1

4 Nenas 2 3 1

5 Salak 1

6 Nangka 2 3 1

7 Rambutan 1

8 Duku 1 2

9 Cempedak 2 1 3

10 Jeruk 2 3 1

11 Durian 1

12 Jambu 1

13 Alpukat 1

14 Lainnya 2 1

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat

1 Bukit Batu 9 1,67 I

2 Pahandut 6 1,83 II

3 Rakumpit 5 1,60 III

4 Sabangau 4 1,00 IV

5 Jekan Raya 3 1,67 V

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

No. Jenis Tan.aman Perkebunan

Pahan-dut

Saban-gau

Jekan Raya

Bukit Batu

Ra-kumpit

1 Karet 0,86 1,09 0,60 0,58 1,21

2 Kopi 0,00 0,00 0,00 4,64 0,00

3 Cengkeh 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

4 Lada 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

5 Kelapa 1,13 0,69 1,74 3,26 0,11

6 Jambu Mete 6,25 0,75 2,70 0,17 0,75

7 Tebu 0,00 0,00 0,00 0,00 1,71

8 Coklat 0,00 0,00 0,00 4,64 0,00

9 Kelapa Sawit 1,52 0,64 6,53 1,14 0,25

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

No. Kecamatan Kelapa Kelapa Sawit

1 Pahandut 3 2

2 Sabangau

3 Jekan Raya 2 1

4 Bukit Batu 1 3

5 Rakumpit

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

7

Hasil Kajian

Page 10: Bulit01 2009

Dari Tabel 14 dapat diketahui Kecamatan Bukit Batu

paling unggul relatif dari kecamatan-kecamatan lainnya di

Kota Palangka Raya karena memiliki 4 komoditas unggu-

lan tanaman perkebunan. Kemudian disusul Kecamatan

Jekan Raya dan Pahandut masing-masing 3 komoditas

unggulan. Sedangkan Kecamatan Rakumpit dan

Sabangau masing-masing hanya unggul pada 2 dan 1

komoditas.

Bila dirinci lebih lanjut maka dapat disusun peringkat

masing-masing kecamatan seperti dapat dilihat pada

Tabel berikut.

Tabel 15. Peringkat Kecamatan di Kota Palangka Raya Berdasarkan Keunggulan Komparatif Tanaman Perkebunan

Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa ternyata peringkat I,

dan II, diduduki oleh Kecamatan Bukit Batu dan Jekan

Raya. Keduanya dapat dikatakan sebagai “kecamatan

tanaman perkebunan”.

e. Peternakan

Dari hasil perhitungan terhadap komoditas unggulan

ternak besar di Kota Palangka Raya diperoleh nilai LQ

yang lebih besar dari satu (cetak tebal) dan nilai LQ yang

kurang atau sama dengan satu seperti terlihat pada Tabel

berikut.

Dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa komoditas ung-

gulan ternak besar di Kota Palangka Raya adalah babi

(unggul pada 4 kecamatan). Sedangkan kambing, domba,

dan kerbau masing-masing unggul pada 2 kecamatan.

Sapi potong hanya unggul di Kecamatan Sabangau. Sapi

perah, dan kuda tidak/belum dibudidayakan di Kota

Palangka Raya.

Tabel 16. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Peternakan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Data Tahun 2006

Pengembangan potensi unggulan ternak besar ini

dapat saja dengan peningkatan produktivitas dagingnya

maupun pengembangan jumlah ternaknya yang dipri-

oritaskan pada wilayah-wilayah kecamatan sebagaimana

dapat dilihat dari hasil analisis LQ pada Tabel berikut.

Tabel 17. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Komoditas Babi di kota Palangka Raya, 2006.

Dari Tabel 17 dapat diketahui bahwa pengembangan

potensi unggulan babi dapat diprioritaskan secara

berturut-turut pada Kecamatan Rakumpit, Jekan Raya,

Bukit Batu, dan Pahandut.

Dari hasil analisis LQ maka dapat pula disusun per-

ingkat kecamatan se-Kota Palangka Raya berdasarkan

keunggulan komparatif dari komoditas tanaman perkebu-

nan seperti dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 18. Peringkat Keunggulan Komoditas Ternak Besar Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, 2006

Dari Tabel 18 dapat diketahui Kecamatan Pahandut

paling unggul relatif dari kecamatan-kecamatan lainnya di

Kota Palangka Raya karena memiliki 4 komoditas

unggulan ternak besar.

No Jenis Tan aman Perkebunan

Pahan-dut

Saba-ngau

Jekan Raya

Bukit Batu

Ra-kumpit

1 Karet 2 1

2 Kopi 1

3 Cengkeh

4 Lada

5 Kelapa 3 2 1

6 Jambu Mete 1 2

7 Tebu 1

8 Coklat 1

9 Kelapa Sawit 2 1 3

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

Tabel 14. Peringkat Keunggulan Komoditas Tanaman Perkebunan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, 2006

No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat

1 Bukit Batu 4 1,50 I

2 Jekan Raya 3 1,67 II

3 Pahandut 3 2,00 III

4 Rakumpit 2 1,00 IV

5 Sabangau 1 2,00 V

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

No Jenis Ternak

Besar Pahan-dut

Saba-ngau

Jekan Raya

Bukit Batu

Rakum-pit

1 Sapi Perah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

2 Sapi Potong 0,54 2,86 0,31 0,90 0,05

3 Kerbau 1,69 0,65 0,42 2,54 0,00

4 Kambing 1,34 2,05 0,39 0,36 0,04

5 Domba 1,24 0,78 0,20 4,28 0,00

6 Babi 1,08 0,30 1,30 1,08 1,44

7 Kuda 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

No. Kecamatan Babi

1 Pahandut 3

2 Sabangau -

3 Jekan Raya 2

4 Bukit Batu 3

5 Rakumpit 1

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

No Jenis Ternak

Besar Pahan-dut

Saba-ngau

Jekan Raya

Bukit Batu

Rakum-pit

1 Sapi Perah

2 Sapi Potong 1

3 Kerbau 1 2

4 Kambing 2 1

5 Domba 2 1

6 Babi 3 2 3 1

7 Kuda

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

Hasil Kajian

8

Page 11: Bulit01 2009

Bila dirinci lebih lanjut maka dapat disusun peringkat

masing-masing kecamatan seperti dapat dilihat pada Ta-

bel berikut.

Tabel 19. Peringkat Kecamatan di Kota Palangka Raya Berdasarkan Keunggulan Komparatif Usaha Ternak Besar

Dari Tabel 19 dapat diketahui bahwa ternyata pering-

kat I, II, dan III diduduki oleh kecamatan Pahandut, Bukit

Batu, dan Sabangau. Ketiganya dapat dikatakan sebagai

“kecamatan ternak besar”.

Selanjutnya dari hasil perhitungan terhadap komodi-

tas unggulan ternak unggas di Kota Palangka Raya

diperoleh nilai LQ yang lebih besar dari satu (cetak tebal)

dan nilai LQ yang kurang atau sama dengan satu seperti

terlihat pada Tabel berikut.

Tabel 20. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Peternakan Unggas Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Data Tahun 2006

Dari Tabel 20 dapat diketahui bahwa komoditas ung-

gulan ternak unggas di Kota Palangka Raya adalah ayam

kampung/bukan ras (unggul pada 4 kecamatan). Pengem-

bangan potensi unggulan ternak unggas ini dapat saja

dengan peningkatan produktivitas dagingnya maupun

pengembangan jumlah ternaknya yang diprioritaskan

pada wilayah-wilayah kecamatan sebagaimana dapat

dilihat dari hasil analisis LQ pada Tabel berikut.

Tabel 21. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Komoditas Ayam Kampung/Bukan Ras di kota Palangka Raya, 2007.

Dari Tabel 21 dapat diketahui bahwa pengembangan

potensi unggulan ayam kampung/bukan ras di Kota

Palangka Raya dapat diprioritaskan secara berturut-turut

pada Kecamatan Rakumpit, Sabangau, Bukit Batu, dan

Pahandut.

Dari hasil analisis LQ maka dapat pula disusun

peringkat kecamatan se-Kota Palangka Raya berdasarkan

keunggulan komparatif dari komoditas peternakan seperti

dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 22. Peringkat Keunggulan Komoditas Peternakan Unggas Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Hasil Perhitungan/Nilai LQ

Dari Tabel 22 dapat diketahui Kecamatan Rakumpit

dan Kecamatan Sabangau dengan dua komoditas unggu-

lan yakni ayam buras dan itik/entok. Sedangkan kecama-

tan-kecamatan lainnya yakni Pahandut, Jekan Raya, dan

Bukit Batu hanya unggul pada 1 komoditas.

Bila dirinci lebih lanjut maka dapat disusun peringkat

masing-masing kecamatan seperti dapat dilihat pada Ta-

bel berikut.

Tabel 23. Peringkat Kecamatan di Kota Palangka Raya Berdasarkan Keunggulan Komparatif Usaha Ternak Unggas

Dari Tabel 23 dapat diketahui bahwa ternyata pering-

kat I diduduki oleh kecamatan Rakumpit dan peringkat II

diduduki oleh kecamatan Sabangau. Keduanya dapat di-

katakan sebagai “kecamatan ternak unggas”.

f. Perikanan

Dari hasil perhitungan terhadap komoditas unggulan

perikanan di Kota Palangka Raya diperoleh nilai LQ yang

lebih besar dari satu (cetak tebal) dan nilai LQ yang

kurang atau sama dengan satu seperti terlihat pada Tabel

berikut.

No. Kecamatan Ras

petelur Buras Pedaging Itik/entok Kelinci

1 Pahandut 4

2 Sabangau 2 2

3 Jekan Raya 1

4 Bukit Batu 3

5 Rakumpit 1 1

Sumber : Data Yang Diolah, 2007

No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat

1 Rakumpit 2 1,00 I

2 Sabangau 2 2,00 II

3 Jekan Raya 1 1,00 III

4 Bukit Batu 1 3,00 IV

5 Pahandut 1 4,00 V

Sumber : Data Yang Diolah, 2007

No. Kecamatan Ras

petelur Buras Pedaging Itik/entok Kelinci

1 Pahandut 0,00 1.14 0.98 0.68 0.00

2 Sabangau 0,00 1.89 0.87 1.01 0.00

3 Jekan Raya 0,00 0.54 1.07 0.99 0.00

4 Bukit Batu 0,00 1.25 0.96 0.82 0.00

5 Rakumpit 0,00 7.59 0.00 23.71 0.00

Sumber : Data Yang Diolah, 2007

No. Kecamatan Ayam Kampung/Buras

1 Pahandut 4

2 Sabangau 2

3 Jekan Raya

4 Bukit Batu 3

5 Rakumpit 1

Sumber : Data Yang Diolah, 2007

9

Hasil Kajian

No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat

1 Pahandut 4 2,00 I

2 Bukit Batu 3 2,00 II

3 Sabangau 2 1,00 III

4 Rakumpit 1 1,00 IV

5 Jekan Raya 1 2,00 V

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

Page 12: Bulit01 2009

Tabel 24. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Perikanan Darat Per

Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Data Tahun

2006

Dari Tabel 24 dapat diketahui bahwa komoditas

unggulan perikanan di Kota Palangka Raya adalah

perikanan tangkap di sungai, danau, dan rawa (unggul

pada 3 kecamatan). Budidaya ikan hanya unggul di

Kecamatan Pahandut.

Berdasarkan data statistik dapat diketahui bahwa

produksi perikanan tangkap di sungai 516,20 ton basah, di

danau 952,20 ton basah, dan di rawa sebanyak 435,20

ton basah.

Pengembangan potensi unggulan perikanan tangkap

di sungai dan di rawa ini dapat saja dilakukan dengan

peningkatan kemampuan mengeksplorasi dengan tetap

memperhatikan potensi lestarinya yang diprioritaskan

pada wilayah-wilayah kecamatan sebagaimana dapat dili-

hat dari hasil analisis LQ pada Tabel berikut.

Tabel 25. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Perikanan Tangkap di Sungai, Danau, dan di Rawa pada wilayah Kota Palangka Raya, 2007.

Dari Tabel 25 dapat diketahui bahwa pengembangan

potensi unggulan perikanan tangkap di sungai Kota

Palangka Raya dapat diprioritaskan secara berturut-turut

pada kecamatan Rakumpit, Jekan Raya, dan Bukit Batu.

Pengembangan potensi unggulan perikanan tangkap di

danau dapat diprioritaskan berturut-turut pada Kecamatan

Sabangau, Bukit Batu, dan Rakumpit. Sedangkan

pengembangan potensi unggulan perikanan tangkap di

rawa dapat diprioritaskan secara berturut-turut pada

Kecamatan Jekan Raya, Rakumpit, dan Bukit Batu.

Dari hasil analisis LQ maka dapat pula disusun per-

ingkat kecamatan se-Kota Palangka Raya berdasarkan

keunggulan komparatif dari komoditas tanaman perkebu-

nan seperti dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 26. Peringkat Keunggulan Komoditas Perikanan Darat Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Hasil Perhitungan/Nilai LQ

Dari Tabel 26 dapat diketahui Kecamatan Bukit Batu

dan Rakumpit paling unggul relatif dari kecamatan-

kecamatan lainnya di Kota Palangka Raya karena

memiliki 3 komoditas unggulan perikanan. Kemudian

disusul kecamatan Jekan Raya dengan 2 komoditas ung-

gulan. Sedangkan Kecamatan Pahandut dan Sabangau

hanya unggul pada 1 komoditas.

Bila dirinci lebih lanjut maka dapat disusun peringkat

masing-masing kecamatan seperti dapat dilihat pada

Tabel berikut.

Tabel 27. Peringkat Kecamatan di Palangka Raya Berdasarkan Keunggulan Komparatif Usaha Perikanan, Tahun 2006

Dari Tabel 27 dapat diketahui bahwa ternyata pering-

kat tertinggi (I) unggulan perikanan diduduki oleh Kecama-

tan Bukit Batu dan Rakumpit. Keduanya dapat dikatakan

sebagai “kecamatan usaha perikanan”.

Leading Sector Tabel 28. Peringkat Leading Sector Berdasarkan Proporsi Sektor Terhadap PDRB dan Proporsi Sektor Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di kota Palangka Raya, 2006

Program pembangunan ekonomi yang bersesuaian dengan tiga

leading sector ini adalah program peningkatan kualitas sumberdaya

manusia (pendidikan dan latihan) dan peningkatan prasarana dan

sarana perhubungan darat, air dan udara menjadi leading sector seba-

gaimana disebutkan di atas.

No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat

1 Bukit Batu 3 2,3 I

2 Rakumpit 3 2,3 I

3 Jekan Raya 2 1,5 II

4 Pahandut 1 1 III

5 Sabangau 1 1 III

Sumber : Data Yang Diolah, 2008

No.

Kecamatan Sungai Danau Rawa Budidaya

1 Pahandut 0.42 0.44 0.46 2.20

2 Sabangau 0.88 1.54 0.68 0.65

3 Jekan Raya 1.19 0.74 1.75 0.79

4 Bukit Batu 1.09 1.39 1.65 0.21

5 Rakumpit 2.35 1.03 1.17 0.10

Sumber : Data Yang Diolah, 2007

No. Kecamatan Sungai Danau Rawa

1 Pahandut

2 Sabangau 1

3 Jekan Raya 2 1

4 Bukit Batu 3 2 2

5 Rakumpit 1 3 3

Sumber : Data Yang Diolah, 2007

No. Kecamatan Sungai Danau Rawa Budidaya

1 Pahandut 1

2 Sabangau 1

3 Jekan Raya 2 1

4 Bukit Batu 3 2 2

5 Rakumpit 1 3 3

Sumber : Data Yang Diolah, 2007

No. Sektor

Proporsi (%) Terhadap

Peringkat PDRB total

Total Pekerja

1 Pertanian 6,39 9,09 IV

2 Pertambangan dan Penggalian 1,46 1,43 VIII

3 Industri Pengolahan 5,55 3,55 VII

4 Listrik, Gas & Air Bersih 1,67 0,58 IX

5 Bangunan 7,25 12,47 V

6 Perdag., Hotel & Restoran 17,26 24,61 II

7 Pengangkutan & Komunikasi 19,58 6,95 III

8 Keu. Persewaan & Jasa Perusa-haan

5,36 3,81 VI

9 Jasa-Jasa 35,47 37,41 I

Sumber : Data Yang diolah, 2007

Hasil Kajian

10

Page 13: Bulit01 2009

Hasil Analisis OVOP

a. OVOP di Kecamatan Pahandut

b. OVOP di Kecamatan Bukit Batu

c. OVOP di Kecamatan Jekan Raya

c. OVOP di Kecamatan Rakumpit

d. OVOP di Kecamatan Sabangau

Analisis SWOT

Dalam rangka pengembangan potensi unggulan kota

Palangka Raya diperlukan beberapa strategi yang

diperoleh dari hasil analisis SWOT sebagai berikut:

Strategi dan Kebijakan

Strategi yang ditempuh untuk pengembangan OVOP

Kota Palangka Raya dapat bersifat mengembangkan ke-

mampuan atau input yang ada, bersifat menstabilkan

kondisi dan situasi yang ada agar tetap berjalan, melaku-

No. One Village One Product Keterangan

1 Pahandut Dekoratif, Interior Kerajinan

2 Panarung Pakaian Jadi Konveksi

3 Langkai Anyaman-anyaman &

Lampit Rotan Kerajinan

4 Tumbang Rungan Ikan Belum Diolah

5 Tanjung Pinang Ikan Belum Diolah

6 Pahandut Seberang Ikan Belum Diolah

No. One Village One Product Keterangan

1 Marang Ikan Belum Diolah

2 Tumbang Tahai Rambutan, Nangka,

Kelapa Dalam Belum Diolah

3 Banturung Rambutan, Nangka,

Kelapa Dalam Belum Diolah

4 Tangkiling Rambutan, Nangka,

Kelapa Dalam Belum Diolah

5 Sei Gohong Rambutan, Nangka,

Kelapa Dalam Belum Diolah

6 Kanarakan Ikan Belum Diolah

7 Habaring Hurung Ikan Belum Diolah

No. One Village One Produk Keterangan

1 Menteng kuzen, mebel kayu Industri Kecil

2 Palangka benang bintik Kerajinan

3 Bukit Tunggal nenas Belum Diolah

4 Petuk Katimpun ikan Belum Diolah

No. One Village One Product Keterangan

1 Petuk Bukit - -

2 Pager - -

3 Panjehang - -

4 Gaung Baru - -

5 Petuk Barunai - -

6 Mungku Baru - -

7 Bukit Sua - -

No. One Village One Product Keterangan

1 Kereng Bangkirai Rambutan, Nangka,

Kelapa Dalam Belum Diolah

2 Sabaru Rambutan, Nangka,

Kelapa Dalam Belum Diolah

3 Kalampangan Jagung Belum Diolah

4 Kameloh Baru Ikan Belum Diolah

5 Bereng Bengkel Ikan Belum Diolah

6 Danau Tundai ikan Belum Diolah

Faktor Keunggulan (S)

a. Luas lahan potensial masih sangat luas. b. Produktivitas pekerja dan tingkat upah minimum regional cu- kup tinggi.

Faktor Kelemahan (W)

a. Rencana Tata Ru-

ang Wilayah Kota yang komprehensif belum tersedia.

b. Angka penganggu-ran yang relatif masih tinggi.

Faktor Peluang (O)

a. Visi dan Misi Daerah

yang sangat mendu-kung dalam mencipta-kan iklim yang favour-able untuk pengemba-ngan potensi unggulan daerah.

b. Leading sector pertum-buhan ekonomi adalah sektor jasa-jasa; per-dagangan, hotel dan restoran; serta pe-ngangkutan dan komu-nikasi.

Strategi S-O

aa. (a) Tata guna lahan

khususnya untuk ka-wasan pertambangan dan penggalian, (b) tata kota terutama menyangkut bangu-nan dan fasilitas untuk pengangkutan dan komunikasi, (c) perda untuk pelaya-nan yang prima pada sektor finansial.

ab. Tata kota terutama menyangkut perda-gangan, hotel dan restoran.

ba. Penyelenggaraan lembaga-lembaga pendidikan dan ke- terampilan yang me- ningkatkan profesi-onalisme.

bb. Peningkatan penge- tahuan dan kete-rampilan pekerja/ pegawai terutama pada sektor jasa, perdagangan, hotel dan restoran, serta pengangkut-an dan komunikasi.

Strategi W-O

aa. RTRW kota yang

komprehensif yang mendukung pe-ngembangan po-tensi unggulan.

ab. RTRW kota yang memperhatikan ta-ta sektor jasa, perdagangan, hotel & restoran; serta pengang-kutan dan komunikasi.

ba. Upaya peningkat- an kualitas SDM melalui pendidikan & latihan.

bb. Tersedianya infor- masi pasar kerja terutama untuk sektor jasa, per-dagangan, hotel & restoran; serta pengangkutan dan komunikasi

Faktor Ancaman (T)

a. RTRW Kota Palangka

Raya terkendala deng-an surat ijin HPH yang belum habis masa berlakunya.

b Kontribusi sektor per-tambangan dan peng-galian terhadp PDRB dan penyerapan tena-ga kerja paling rendah.

Strategi (S-T)

aa. Diperlukan kebijakan

Pemerintah Kota yang tidak bertentangan dengan hukum na-mun tetap menopang pengembangan po-tensi unggulan ini.

ab. Diperlukan upaya untuk membuka industri tambang dan industri yang padat karya.

bb. Perlu optimasi pe-manfaatan Tenaga Kerja untuk sektor unggulan.

Strategi (W-T)

aa. Mendesak pihak-pi

hak yang terkait untuk segera me-nuntaskan RTRW yang komprehen-sif.

bb. Mengupayakan ni-lai tambah yang lebih besar dari sektor pertam-bangan dan peng-galian, serta pe-nyerapan Tenaga Kerja yang lebih besar.

Faktor Internal

Faktor Eksternal

11

Hasil Kajian

Page 14: Bulit01 2009

yang bersifat pemborosan dan sia-sia. Sedangkan kebija-

kan yang dijalankan adalah pilihan terbaik untuk mewujud-

kan strategi yang telah ditetapkan.

a. Terkait Dengan Aspek Sumber Daya Alam

• Strategi pemanfaatan lahan subur dengan teknologi yang berwawasan lingkungan terutama untuk pen-ingkatan produksi pertanian tanaman pangan, buah-buahan, dan perkebunan.

• Strategi pemanfaatan lahan kurang subur dengan teknologi yang berwawasan lingkungan terutama untuk peningkatan produksi peternakan, perikanan, dan industri.

• Strategi pemanfaatan potensi hutan yang bernilai ekonomis tinggi dengan teknologi yang berwawasan lingkungan terutama untuk peningkatan produksi ke-hutanan.

• Strategi eksploitasi sumberdaya tambang yang bern-ilai ekonomis tinggi dengan teknologi yang berwawa-san lingkungan terutama untuk peningkatan produksi tambang pasir dan sirkon.

• Strategi pemanfaatan potensi sumber daya alam dan budaya yang bersifat spesifik, unik, tematik dengan teknologi yang berwawasan lingkungan terutama untuk peningkatan produksi pariwisata.

b. Terkait Dengan Aspek Sumber Daya Manusia

• Strategi meningkatkan kompetensi SDM sektoral me-lalui peningkatan pengetahuan (knowledge), ketram-pilan (skill), dan pengembangan bakat dan minat (attitude).

• Strategi meningkatkan IPM melalui peningkatan par-tisipasi sekolah, peningkatan kesehatan, dan pening-katan pendapatan perkapita.

c. Terkait Dengan Aspek Sumber Daya Modal

• Strategi peningkatan dukungan dana dari lembaga keuangan (bank atau non bank).

• Strategi peningkatan efisiensi penggunaan modal.

d. Terkait Dengan Aspek Infrastruktur

• Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas infra-struktur wilayah guna mempermudah ekses ke jalan, jembatan, pelabuhan (sungai, udara), peti kemas, gudang ;

• Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas sarana angkutan guna mempercepat pengiriman produk baik melalui darat dan sungai;

e. Terkait Dengan Aspek Kawasan Pengembangan

• Strategi penyediaan kawasan pengembangan eko-nomi (sentra-sentra) yang berkualitas sebagai pusat pertumbuhan dengan memperhatikan tata ruang yang berwawasan lingkungan hidup;

• Strategi penyediaan utilitas publik (energi murah, telepon, dan air bersih) pada kawasan pengem-bangan ekonomi yang telah disediakan pemerintah Kota.

f. Terkait Dengan Aspek Pembinaan

• Strategi peningkatan kualitas regulasi dan birokrasi.

• Strategi peningkatan kualitas bimbingan dan penyu-luhan.

• Strategi peningkatan kualitas pengelolaan dan pe-mantauan lingkungan hidup

g. Terkait Dengan Aspek Pasar dan Pemasaran

• Strategi peningkatan kualitas informasi pasar dan pemasaran produk ekspor melalui media elektronik (teknologi informasi);

• Strategi peningkatan kualitas riset dan pengemban-gan produk, kemasan agar sesuai dengan selera konsumen;

• Strategi peningkatan kuantitas kualitas pemasaran produk agar dapat menduduki posisi ‘leader’ dalam produk baru;

• Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas promosi produk ekspor bernilai ekonomis tinggi melalui even-even nasional maupun internasional;

• Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas layanan pendistribusian produk agar cepat sampai kon-sumen.

h. Terkait Dengan Aspek Produksi

• Strategi peningkatan efisien produksi dengan me-manfaatkan keunggulan ketersediaan bahan baku dan tenaga kerja lokal yang terampil.

• Strategi peningkatan kesinambungan produk dengan meminimalkan kendala musim dan mengoptimalkan penggunaan alat/mesin dengan kapasitas yang me-madai;

• Strategi meminimisasi biaya produksi rata-rata per unit yang jauh lebih rendah dari biaya produksi se-jenis di tempat lain;

• Strategi memaksimalkan pemanfaatan pabrik pada kawasan pengembangan yang telah disediakan.

i. Terkait Dengan Aspek Organisasi dan Manajemen

• Strategi peningkatan ‘citra’ badan usaha penghasil produk (PT, CV, Koperasi, BUMN);

• Strategi peningkatan bargaining power badan usaha penghasil produk (PT, CV, Koperasi, BUMN);

• Strategi peningkatan kualitas organisasi dan mana-jemen perusahaan penghasil produk tersebut

• Strategi peningkatan efektivitas dan efisiensi modal kerja serta prosedur anggaran.

Program Pengembangan OVOP

Ada dua masalah yang paling mendasar dan perlu

dipecahkan dalam rangka pengembangan OVOP Kota

Palangka Raya:

(1) Masalah Pasar, yaitu:

• Masih sulit menemukan dan memasuki pasar baru.

(2) Masalah Produk, yaitu:

• Produk-produk masih belum terdiversifikasi secara

vertikal.

Hasil Kajian

12

Page 15: Bulit01 2009

Pengembangan OVOP dilakukan melalui kebijakan

pengembangan produk dan pasar. Skenario yang dilaku-

kan dapat dilihat seperti gambar berikut.

Tabel 29. Kebijakan Pengembangan Produk dan Pasar

Jabaran untuk masing-masing skenario kebijakan dijelaskan

sebagai berikut:

Kebijakan Pengembangan Pasar dalam hal ini dimaksud sebagai upaya untuk menemukenali pasar baru (new market) untuk jenis produk yang ada (existing product)

Dalam hal ini upaya untuk memasuki pasar baru baik

pasar dalam negeri (pulau Jawa) dan pasar luar negeri

terutama dari negara-negara maju yang baru di kawasan

Asia Pasifik dan Eropah maupun Amerika perlu dilakukan

pengkajian sehigga komoditas Kota Palangka Raya tidak

hanya tergantung pada pasar tradisional yang ada (pasar

dalam negeri).

Da lam rangka pe laksanaan keb i j akan

pengembangan pasar ini, maka diperlukan program-

program sebagai berikut:

• Program konsolidasi dan pemanfaatan produk di

lokasi-lokasi yang telah berkembang, untuk menangkap

peluang pasar baru.

• Program ekspansi pasar: mencari peluang-peluang

pasar yang baru/ekspansi pasar melalui berbagai keikut

sertaan dalam even-even promosi dalam negeri

maupun luar negeri.

Dengan demikian arahan kegiatan yang dapat

ditempuh dalam rangka pengembangan program tersebut

antara lain dengan:

• Melakukan kegiatan promosi atau produk-produk yang

sudah ada (existing product) ke segmen pasar baru,

yaitu daerah-daerah lain (pasar dalam negeri)

• Melakukan kegiatan promosi atau produk-produk yang

sudah ada (existing product) ke segmen pasar negara

lain yang merupakan pasar potensial. Strategi

menjemput pasar perlu dilakukan secara intensif

mengingat posisi Kota Palangka Raya yang masih

lemah dalam memperkenalkan produk. Promosi dan

pengembangan produk sehingga lebih menarik dan

memiliki keunikan serta keunggulan khusus.

Kebijakan Diversifikasi Produk dalam hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan produk yang beraneka ragam untuk segmen pasar yang berbeda-beda atau menciptakan produk baru untuk pasar baru.

Produk baru dapat merupakan produk dengan basis

potensi sumber daya alam yang sama, namun

dikembangkan lebih jauh dalam bentuk-bentuk yang lebih

khusus.

Upaya mengembangkan produk baru dalam konteks

diversifikasi ini dapat dilakukan dengan program-program

sebagai berikut:

• Program penciptaan produk-produk yang spesifik, unik,

tematik.

• Program peningkatan kualitas dengan standar

jangkauan pasar dalam negeri dan luar negeri (ISO,

Ecolabelling).

REKOMENDASI Perspektif Kebijakan

D ilihat dari perspektif waktu, maka kebijakan

pengembangan one village one product

(OVOP) di Kota Palangka Raya dapat direkomendasikan

sebagai berikut:

Tabel 1. Perspektif Kebijakan Pengembangan OVOP di Kota Palangka Raya

Arahan Kebijakan Jangka Menengah Kebijakan pengembangan OVOP dalam jangka menen-

gah yang direkomendasikan:

• Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Produk Lama Untuk

Pasar Baru.

• Menciptakan Produk Baru Untuk Pasar Lama.

PRODUK LAMA PRODUK BARU

PASAR LAMA PENETRASI PASAR PENGEMBANGAN

PRODUK

PASAR BARU PENGEMBANGAN

PASAR DIVERSIFIKASI

PRODUK

Alternatif 01

Kebijakan Pengembangan Produk Lama Untuk Pasar Baru (Pengembangan Pasar/

Market Development)

Alternatif 02

Kebijakan Pengembangan Produk Baru Untuk Pasar Baru (Diversifikasi Produk/

Product Diversification

13

Jangka Waktu Kebijakan

Jangka Menengah (5 tahun)

• Menciptakan produk baru untuk

pasar lama.

• Meningkatkan kualitas dan kuanti-

tas produk lama untuk pasar baru.

Jangka Panjang (20 tahun)

• Menciptakan produk baru untuk

pasar baru.

Hasil Kajian

Page 16: Bulit01 2009

Kebijakan jangka menengah dapat dicapai melalui:

• Tindak lanjut pelaksanaan Program Pemerintah, dalam

hal ini bahwa program-program yang telah disusun oleh

pemerintah baik program sektoral maupun program

daerah terus dilanjutkan, misalnya dalam hal pembi-

naan, bimbingan-penyuluhan maupun program-program

lainnya.

• Pembinaan Sektor Swasta, dalam hal ini pemerintah

daerah harus mampu membina perusahaan-

perusahaan (industri pengolahan) yang ada agar di tiap

-tiap sektor ekonomi (Sektor Pertanian Tanaman Pan-

gan, Sektor Kehutanan dan Perkebunan, Sektor Peter-

nakan, Sektor Perikanan, Sektor Industri dan Perdagan-

gan, Sektor Pertambangan dan Energi, Sektor Pari-

wisata) tercipta industri pengolahan yang berorientasi

pasar pulau Jawa atau pasar Luar Negeri. Selama ini

yang banyak aktivitasnya hanya perusahaan yang ber-

gerak dalam bidang pendistribusian hasil alam.

Arahan Kebijakan Jangka Panjang Kebijakan pengembangan OVOP dalam jangka pan-

jang yang direkomendasikan yaitu ‘Menciptakan Produk

Baru Untuk Pasar Baru’

Kebijakan jangka panjang dapat dicapai melalui:

• Optimalisasi Pelayanan Pemerintah

• Optimalisasi Tujuan Perusahaan

Optimalisasi Pelayanan Pemerintah Dalam jangka panjang diharapkan peranan pemerin-

tah semakin sedikit, sehingga pelayanan semakin efektif

dan efisien. Pemerintah harus mengoptimalkan pelayanan

pada aspek-aspek yang berkaitan dengan hajat hidup

orang banyak, misalnya aspek pertahanan dan kea-

manan, peradilan, dan pekerjaan umum (penyediaan dan

pemeliharaan jalan, jembatan, pelabuhan, dan irigasi).

Arahan kebijakan jangka panjang berkaitan dengan

pekerjaan umum yaitu:

• Terus dilakukan peningkatan kualitas jalan dan jem-

batan lintas propinsi (jalan negara).

• Terus dilakukan peningkatan kualitas jalan dan jem-

batan (darat) yang menghubungkan jalan lintas dari dan

ke kantong-kantong produksi (sentra-sentra produksi)

yang ada.

• Terus dilakukan peningkatan kualitas dan kapasitas

wilayah Kota Palangka Raya guna menunjang ekspor.

• Terus dilakukan pemanfaatan kawasan pengembangan

dengan meningkatkan keterpaduan perencanaan pem-

bangunan oleh instansi sektoral, daerah dan swasta

serta masyarakat.

Optimalisasi Tujuan Perusahaan Dalam jangka panjang diharapkan peranan swasta

semakin dominan terutama di luar bidang pertahanan dan

keamanan, peradilan; sehingga aktivitas sektor swasta

semakin efektif dan efisien. Sektor-sektor swasta harus

mampu mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada

(SDA, SDM, Modal, Teknologi) guna meningkatkan daya

saing. Dalam era globalisasi, dipastikan bahwa produk-

produk yang unggul hanya berasal dari perusahaan-

perusahaan yang unggul. Perusahaan-perusahaan yang

unggul tentu memiliki Strategy Business Unit (SBU) yang

handal pula. Oleh sebab itu perusahaan yang ada di Kota

Palangka Raya disarankan paling tidak memperhatikan

hal-hal sebagai berikut:

• Melakukan riset pemasaran.

• Berupaya menempati posisi leader baik dalam jasa atau

produk baru.

• Melakukan aktivitas promosi.

• Melakukan rancang bangun produk yang bermutu,

sesuai dengan selera pasar (Asia, Asia-Fasifik) serta

produk tersebut ramah lingkungan.

• Melakukan perbaikan penggunaan bahan baku.

• Melakukan efisiensi produksi (biaya rata-rata lebih ren-

dah dari pesaing).

• Melakukan perbaikan produktivitas.

• Melakukan perencanaan produksi dan sistem

pengendalian.

• Menjaga citra perusahaan.

����

14

Hasil Kajian

Page 17: Bulit01 2009

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

K emiskinan merupakan masalah utama dalam

pembangunan yang bersifat kompleks dan multi

dimensional mencakup politik, sosial budaya,

ekonomi, aset dan lainnya. Dimensi politik, sering muncul

dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi yang

mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan

masyarakat miskin, sehingga mereka tersingkir dari

proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut

diri mereka. Akibatnya, mereka juga tidak memiliki akses

yang memadai ke berbagai sumber daya kunci yang

dibutuhkan untuk menyelenggarakan hidup mereka

secara layak, termasuk akses informasi. Dimensi sosial,

sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya

masyarakat miskin ke dalam institusi sosial yang ada dan

terinternalisasikannya budaya miskin yang merusak

kualitas manusia dan etos kerja mereka. Dimensi

ekonomi, muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan

sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup

mereka sampai batas yang layak. Dimensi aset, ditandai

dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin ke

berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka,

termasuk aset kualitas sumber daya manusia (human

capital), peralatan kerja, modal dana, hunian atau

perumahan dan permukiman, dan sebagainya.

Ciri-ciri masyarakat miskin adalah: (a) tidak memiliki

akses ke proses pengambilan keputusan yang

menyangkut hidup mereka; (b) tersingkir dari institusi

sosial formal yang mapan sehingga tersingkir dari sistem

jaminan sosial formal; (c) rendahnya kualitas sumber daya

manusia (kesehatan, pendidikan, pengetahuan/

keterampilan, kinerja, dsb.); (d) terperangkap dalam

budaya kemiskinan yang menghancurkan kualitas

manusia seutuhnya seperti: rendahnya etos kerja, berfikir

pendek, fatalisme, boros, tidak berfikir wirausaha; dan (e)

rendahnya kepemilikan terhadap aset-aset yang mampu

menjadi modal hidup, seperti : aset fisik (harta benda,

perumahan, peralatan kerja/sarana produksi, dsb.), aset

pelayanan publik (pendidikan, kesehatan, pelayanan

prasarana, dsb.), aset lingkungan hidup (sumberdaya

alam baik nabati dan hewani, udara segar, dsb.), dan aset

finansial (sistem tabungan dan perkreditan, baik formal

maupun non formal).

Implikasi dari kemiskinan adalah: terjadinya

kesenjangan sosial; timbulnya kerawanan sosial;

runtuhnya nilai-nilai sosial sehingga terjadinya kriminalitas,

disintegrasi, apatis, menurunnya kepercayaan kepada

pemerintah, dsb.; adanya kebodohan yang

memungkinkan terjadinya manipulasi; dan rendahnya

kualitas sumber daya manusia.

Krisis ekonomi yang terjadi telah menghapus

keberhasilan dari berbagai program penanggulangan

kemiskinan sebelumnya. Upaya penurunan derajat

kemiskinan yang telah dilakukan selama ini ternyata

masih sangat rentan terhadap perubahan kondisi

ekonomi, politik, sosial, dan bencana alam yang terjadi.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pendekatan dan cara

yang dipilih untuk menanggulangi kemiskinan masih perlu

disempurnakan kembali. Beberapa kelemahan dari

penanggulangan kemiskinan pada masa lalu antara lain

adalah: (1) masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi

makro; (2) kebijakan yang terpusat; (3) lebih bersifat

karitatif; (4) memposisikan masyarakat sebagai objek; (5)

cara pandang tentang kemiskinan yang diorientasikan

hanya pada ekonomi; dan (6) asumsi permasalahan dan

penanggulangan kemiskinan yang sering dipandang

sama.

Upaya penanggulangan kemiskinan di Kota

Palangka Raya secara kelembagaan sudah dibentuk

melalui Keputusan Walikota Palangka Raya Nomor: 177

Tahun 2008 tentang Pembentukan Tim Koordinasi

Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Palangka Raya

yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan

koordinasi, sinkronisasi strategi kebijakan, program dan

aksi penanggulangan kemiskinan, itu pun belum

menunjukkan keterpaduan dalam upaya penurunan

jumlah penduduk miskin.

Guna mengatasi permasalahan kemiskinan di kawasan

perkotaan tersebut, selama ini pemerintah telah berusaha

Hasil Kerjasama Badan Perencanan Pembangunan Daerah Kota Palangka Raya dan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Palangka Raya

Oleh: Bambang S. Lautt1, Tonich Uda2, Gundik Gohong3, Joni Bungai4, Karmen Marpaung5, Sunaryo N. Tuah6, Berkat7

EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA PALANGKA RAYA

15 1,2,3,4,5,6,7) Dosen Universitas Palangka Raya

Hasil Kajian

Page 18: Bulit01 2009

menanggulanginya dengan melaksanakan berbagai

program penanggulangan kemiskinan dengan jumlah

dana yang tidak sedikit baik dari dana Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota

Palangka Raya yang ditangani oleh beberapa Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berkompeten

menangani program penanggulangan kemiskinan.

Namun, bila melihat dari data yang ada, seperti misalnya

pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin di Kota

Palangka Raya adalah sebesar 7.864 kk (32.282 jiwa)

atau sekitar 17,71 %, kemudian pada tahun 2005 naik

menjadi 10.778 kk (41.832 jiwa) atau sekitar 22,41 %,

pada tahun 2006 sebesar 15.245 KK atau sekitar 34,99%,

pada tahun 2008 terdata ada 14.659 KK atau sekitar

32,3%, dan pada tahun 2009 ini jumlah keluarga miskin di

Kota Palangka Raya terdata sebesar 13.556 kk, angka

kemiskinan sejak tahun 2006 cenderung mengalami

penurunan, namun penurunannya relatif kecil. Kondisi ini

tentunya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan

terhadap efektivitas dan manfaat dari berbagai program

penganggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan

oleh pemerintah selama ini.

Untuk itulah, tentunya diperlukan suatu evaluasi

(mengkaji ulang/penilaian komprehensif) terhadap efektivi-

tas dan dampak serta kontribusi dari program-program

penanggulangan kemiskinan dalam mengurangi angka

kemiskinan di Kota Palangka Raya. Program-program

yang perlu dievaluasi antara lain Raskin, BLT, PNPM-

P2KP, PM2L dan program-program dari beberapa SKPD

yang dibiayai dari APBD Kota Palangka Raya. Evaluasi ini

diharapkan akan dapat menjadi bahan masukan bagi pe-

rencanaan/pelaksanaan berbagai program penanggu-

langan kemiskinan tersebut di masa mendatang.

MAKSUD DAN TUJUAN Kegiatan evaluasi ini dimaksudkan untuk mendapat-

kan gambaran secara komprehensif mengenai efektivitas

dan dampak dari berbagai program penanggulangan ke-

miskinan yang telah dan sedang dilaksanakan saat ini

dalam menurunkan tingkat kemiskinan di Kota Palangka

Raya.

Sedangkan tujuan dari kegiatan evaluasi ini adalah:

1. Mengevaluasi masing-masing elemen program pem-

berdayaan masyarakat seperti PM2L, BLT, RASKIN,

JAMKESMAS dan P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan

dalam penanggulangan kemiskinan

2. Mengevaluasi pencapaian sasaran dari masing-masing

program penanggulangan kemiskinan

3. Mengidentifikasi berbagai permasalahan yang dihadapi

dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiski-

nan dan solusinya.

MANFAAT Hasil dari kegiatan evaluasi ini diharapkan akan

dapat meningkatkan efektivitas dan dampak serta

kontribusi dari program penanggulangan kemiskinan

dalam menurunkan tingkat kemiskinan di kota Palangka

Raya, serta dapat menjadi bahan/masukan dalam

menyusun pelaksanaan program—program

penanggulangan kemiskinan selanjutnya.

METODE PENELIT IAN Metode yang digunakan merupakan kombinasi antar

in-depth study dan metode survei sampel. Dalam in depth

study dilakukan studi yang mendalam dan menyeluruh

terhadap program penanggulangan kemiskinan. Untuk

in-depth study dipilih tiga Kecamatan. yang mendapat

program Raskin, BLT, Jamkemas, PNPM, P2KP. Dari

masing—masing Kecamatan tersebut dipilih satu

Kelurahan/Desa, dan dari masing-masing kelurahan/desa

tersebut akan diambil sampel keluarga miskin secara

proporsional dan acak. Di dalam in-depth study ini di

lakukan penggalian informasi tentang permasalahan dan

faktor-faktor penyebab kemiskinan melalui suatu diskusi

kelompok terfokus (Focused Group Discussion = FGD).

Disamping melakukan in depth study, survei sampel

juga dilakukan. Metode ini dilakukan mengingat populasi

Keluarga miskin yang cukup besar, serta pertimbangan

biaya. Dalam survei sampel ini dilakukan penggalian

informasi dengan kuisioner tentang program

penanggulangan kemiskinan baik dari aspek masukan,

aspek proses maupun aspek dampak.

ANALISIS DATA Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis

dengan analisis deskriptif kuantitatif dan deskriptif

kualitatif. Analisis deskriptif kuantitatif menggunakan

jumlah, rata-rata dan presentase. Analisis deskriptif

kualitatif dilakukan untuk menganalisis masukan, proses,

dampak dan persepsi semua pihak yang berkaitan dengan

pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Kota

Palangka Raya.

16

Hasil Kajian

Page 19: Bulit01 2009

KEM I SK INAN DAN KEB I J A KAN P E M E R I N T A H D A L A M PENANGGULANGAN KEMISKINAN

GAMBARAN JUMLAH PENDUDUK M ISKIN DI KOTA PALANGKA RAYA

J um lah k e lua rga miskin di kota Palangka Raya

tahun 2005 meningkat dibanding tahun 2004. Pada

tahun 2004, jumlah keluarga miskin sebanyak 7.864

kepala keluarga (KK) yang terdiri dari 32.282 jiwa. Hasil

pendataan pada tahun 2005 untuk tingkat kota Palangka

Raya, jumlah penduduk miskin sebanyak 10.778 KK, yang

terdiri dari 41.832 jiwa (Badan Dukcapil dan KB Kota,

2005) dan setelah digulirkannya dana Kompensasi BBM

dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2006

maka jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 15.245

KK (34,99 %). Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin

menurun menjadi 15.106 KK atau mengalami penurunan

sebesar 0,91% dan tahun 2008 jumlah penduduk miskin

mengalami penurunan menjadi 15.087 KK atau sebesar

33,24%. Kemudian berdasarkan hasil verifikasi data

kepala keluarga miskin (KK-Miskin) BLT-RTS tahun 2008,

jumlah Keluarga miskin sebanyak 14.659 KK atau 32,3%.

S e l a n j u t n ya

be rdasa rkan

K e p u t u s a n

W a l i k o t a

Palangka Raya

Nomo r 5 6

Tahun 2009,

t e n t a n g

P e n e t a p a n

Pagu, Jumlah

K e p a l a

Keluarga Penerima Raskin dan Titik Distribusi Beras untuk

Keluarga Miskin (Raskin) di Wilayah Kota Palangka Raya

Tahun 2009, ditetapkan jumlah penerima rumah tangga

miskin sebanyak 13.556 RTM, yang tersebar pada 5

kecamatan dan 30 kelurahan.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN Apabila merujuk hasil hasil kajian Tim Peneliti Universitas

Palangka Raya di 5 (lima) kecamatan Kota Palangka

Raya tahun 2006, serta berdasarkan hasil pengamatan di

lapangan diperoleh faktor-faktor penyebab kemiskinan,

antara lain disebabkan oleh:

1. Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha

Masyarakat miskin umumnya menghadapi

terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya

peluang untuk mengembangkan usaha, lemahnya

perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah

serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja

anak dan pekerja perempuan. Keterbatasan modal,

kurangnya ketrampilan, dan pengetahuan, menyebabkan

masyarakat miskin hanya memiliki sedikit pilihan

pekerjaan yang layak dan peluang yang sempit untuk

mengembangkan usaha. Terbatasnya lapangan pekerjaan

yang tersedia saat ini seringkali menyebabkan mereka

terpaksa melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi

dengan imbalan yang kurang memadai, dan tidak ada

kepastian akan keberlanjutannya.

2. Memburuknya Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Hidup

Masyarakat miskin sangat rentan terhadap

perubahan pola pemanfaatan sumberdaya alam dan

perubahan lingkungan. Masyarakat miskin yang tinggal di

daerah perdesaan, daerah pinggiran hutan kawasan

pesisir, dan daerah pertambangan sangat tergantung

pada sumber alam sebagai sumber penghasilan.

Sedangkan masyarakat miskin di perkotaan umumnya

tinggal di lingkungan permukiman yang buruk dan tidak

sehat, misalnya di daerah rawan banjir dan daerah yang

tercemar.

3. Terbatasnya Akses Layanan Perumahan

Tempat tinggal yang sehat dan layak merupakan

kebutuhan yang masih sulit dijangkau oleh masyarakat

masyarakat miskin. Secara umum masalah utama yang

dihadapi masyarakat miskin adalah akses terhadap

perumahan yang sehat dan layak, rendahnya mutu

lingkungan permukiman dan lemahnya perlindungan atas

pemilikan perumahan. Kondisi permukiman mereka juga

17

7864

10778

15245 1510614659 13556

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Perkembangan Jum lah Ke luarga M isk in di Kota

Palangka Raya Tahun 2004-2009

Sebaran Jum lah KK M iskin

Menurut Kecamatan Tahun 2009

11,33%

24,51%

16,66%

3,98%

43,51%Pahandut

Jekan Raya

Sabangau

Bukit Batu

Rakumpit

Hasil Kajian

Page 20: Bulit01 2009

seringkali tidak dilengkapi dengan lingkungan permukiman

yang memadai.

4. Lemahnya Partisipasi

Tidak terpenuhinya hak dasar masyarakat miskin

karena tidak tepatnya layanan yang diberikan oleh

pemerintah, menyentuh langsung persoalan kapabilitas

dasar yang kemudian menghambat mereka untuk

mencapai harkat martabat sebagai warga negara.

Gagalnya kapabilitas dasar itu sering muncul dalam

beberapa kasus, terkooptasinya masyarakat miskin dari

kehidupan sosial dan membuat mereka semakin tidak

berdaya untuk menyampaikan aspirasinya. Kasus tersebut

terjadi sebagai akibat dari proses perumusan dan

pelaksanaan kebijakan yang memposisikan masyarakat

miskin sebagai objek dan mengabaikan keterlibatan

masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan. Sering

program yang dilaksanakan oleh pemerintah bersifat top-

down.

5. Lemahnya Penanganan Masalah Kependudukan

Beban masyarakat miskin semakin berat akibat

besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan

hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Menurut data

BPS, rumah tangga miskin mempunyai rata-rata anggota

keluarga lebih besar daripada rumah tangga tidak miskin.

Rumah tangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai

anggota keluarga 5,1 orang, sedangkan rata-rata rumah

tangga miskin di pedesaan adalah 4,8 orang. Dengan

beratnya beban rumah tangga, peluang anak dari

keluarga miskin untuk melanjutkan pendidikan menjadi

terhambat dan seringkali mereka harus bekerja untuk

membantu membiayai kebutuhan keluarga. Oleh karena

itu, rumah tangga miskin harus menanggung beban yang

lebih besar.

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANG-GULANGAN KEMISKINAN

Arah dan kebijakan pembangunan daerah khususnya

di bidang kesejahteraan sosial dan penanggulangan

kemiskinan, tertuang dalam Rencana Strategis

Pembangunan Kota Palangka Raya Tahun 2004-2008.

Di bidang pembangunan khususnya penanggulangan

kemiskinan, tujuan yang ingin dicapai adalah:

“Mengurangi penduduk dan keluarga miskin”, kemudian

sasarannya adalah: “Menurunnya jumlah penduduk miskin

dan keluarga miskin,” dan strategi kebijakannya adalah:

“percepatan penurunan penduduk dan keluarga miskin”.

Sedangkan strategi program yang dilaksanakan

adalah: “Penanggulangan kemiskinan dan Pemberdayaan

masyarakat melalui usaha ekonomi produktif”.

Selanjutnya seperti yang tertuang dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Tahun

2008-2028, bahwa visi Kota Palangka Raya adalah:

“Terwujudnya Kota Palangka Raya sebagai Kota

Pendidikan, Jasa, dan Wisata Berkualitas, Tertata dan

Berwawasan Lingkungan, Menuju Masyarakat Sejahtera

sesuai Falsafah Budaya Betang”.

Selanjutnya untuk mewujudkan visi Pembangunan

Kota Palangka Raya tersebut, pada tahun 2009–2013

ditetapkan 6 (enam) misi Pembangunan Kota Palangka

Raya selama lima tahun, yaitu sebagai berikut:

1. Mewujudkan kota Palangka Raya sebagai kota

pendidikan yang berkualitas dengan orientasi Nasional

dan Global, sumber daya manusia yang berilmu,

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Mewujudkan Pemerintah kota Palangka sebagai

pelayanan jasa terhadap masyarakat.

3. Mewujudkan Kota Palangka Raya sebagai Kota Wisata

yang Terencana, Tertata, Berwawasan dan Ramah

Lingkungan.

4. Mewujudkan Kota Palangka Raya menuju masyarakat

sejahtera.

5. Mewujudkan Pemerintahan yang baik dan bersih

dengan kedisplinan tinggi, sikap profesional, beribawa

dan bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan

prima kepada masyarakat.

6. Mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran

politik, hukum, tertib dan demokratis.

Dalam misi tersebut kebijakan penanggulangan

kemiskinan tercantum dalam misi keempat yaitu:

“Mewujudkan Kota Palangka Raya menuju masyarakat

sejahtera”.

Dari visi dan misi tersebut selanjutnya dijabarkan

arah kebijakan umum dan program pembangunan daerah

Kota Palangka Raya. Khusus di Bidang Pemberdayaan

Masyarakat, strategi kebijakan yang ditempuh adalah

Meningkatkan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Perdesaan, yang selanjutnya dituangkan dalam Program

dan Kegiatan dalam Pemberdayaan Masyarakat dan

Kelurahan.

Selanjutnya di Bidang Sosial, Strategi dan Kebijakan

yang ditempuh adalah Peningkatan Penanganan

Kesejahteraan Sosial Masyarakat. Arah kebijakan

perlindungan dan kesejahteraan sosial yang

memperhatikan keserasian kebijakan nasional dan daerah

serta kesetaraan gender.

Hasil Kajian

18

Page 21: Bulit01 2009

Selanjutnya dalam rangka meningkatkan keterpa-

duan, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan penanggu-

langan kemiskinan di Kota Palangka Raya, Pemerintah

telah membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan

Kemiskinan (TKPK), dengan SK Walikota Palangka Raya

No.177 Tahun 2008, Tanggal 26 September 2008. Melalui

TKPK ini diharapkan program penanggulangan kemiski-

nan dapat lebih efektif dan tepat sasaran, sehingga angka

kemiskinan di Kota Palangka Raya dapat diturunkan dan

kesejahteraan masyarakat meningkat.

P R O G R A M - P R O G R A M P E N A N G G U L A N G A N KEMISKINAN

Program Mamangun Tuntang Mahaga Lewu (PM2L)

Dalam rangka percepatan pembangunan dan

pengentasan desa/kelurahan tertinggal serta upaya

penanggulangan kemiskinan di Provinsi Kalimantan

Tengah, maka pada tanggal 16 November 2006 pemerin-

tah Provinsi Kalimantan Tengah telah mencanangkan Pro-

gram Mamangun Tuntang Mahaga Lewu (PM2L).

Launching program ini bertepatan dengan kehadiran

Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada bulan

Februari 2008 di Kota Palangka Raya. Program ini bertu-

juan untuk meningkatkan efektivitas dan percepatan

penggulangan kemiskinan serta pembangunan desa

tertinggal melalui usaha pengembangan kemandirian

masyarakat dalam pembangunan desa dengan meman-

faatkan potensi yang dimiliki sehingga mampu memicu

pertumbuhan desa sekitarnya dengan cara menintegrasi-

kan berbagai program percepatan pembangunan pede-

saan dan mensinergikan partisipasi masyarakat agar

masyarakat menjadi mandiri dan tingkat kesejahteraan

menjadi lebih baik serta dapat menjadi desa/kelurahan

percontohan, pusat pertumbuhan baik desa/kelurahan

sekitarnya.

Untuk tercapainya program PM2L tersebut masing-

masing SKPD terkait telah memprogramkan berbagai pro-

gram pengentasan kemiskinan dan percepatan pem-

bangunan pedesaan/kelurahan melalui APBD Kota

Palangka Raya sesuai dengan prioritas program terpilih

dari masing-masing SKPD yang selanjutnya direalisasikan

kedalam suatu bentuk kegiatan/Aksi pada kelurahan/Desa

lokasi PM2L.

Bantuan Langsung Tunai (BLT)

Pada akhir bulan Mei 2008, pemerintah menaikan

harga BBM dalam negeri sebesar rata-rata 28,7 persen.

Kenaikan tersebut berpotensi meningkatkan harga barang

kebutuhan pokok yang dapat menurunkan daya beli

masyarakat, terutama daya beli masyarakat miskin. Dam-

pak lainnya adalah dapat menurunkan investasi sehingga

menambah jumlah pengangguran, semakin banyak jumlah

rakyat miskin.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah

telah melaksanakan Program Bantuan Langsung (BLT).

Bantuan langsung Tunai merupakan salah satu program

dari 3 klaster upaya penanggulangan kemiskinan dan me-

rupakan klaster pertama, yaitu: Program Bantuan Lang-

sung Tunai (BLT), Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin),

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

Jamkesmas

Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap

pelayanan kesehatan pemerintah sejak tahun 1998 telah

melaksanakan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan

penduduk miskin melalui berbagai program pemeliharan

kesehatan penduduk miskin. Pada tahun 2005 pemerintah

telah melaksanakan program Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin yang sering kita

dengar dengan sebutan Askeskin. Dan pada tahun 2008

atas dasar pertimbangan pengendalian biaya kesehatan,

peningkatan mutu, transparansi dan akuntabilitas dilaku-

kan perubahan mekanisme, yang meliputi: pemisahan

fungsi verifikator dan pembayar, penempatan pelaksana

verifikasi di Rumah Sakit, penerapan paket tarif

Jamkesmas 2008, Tim Koordinasi Jamkesmas serta

penugasan PT. Askes (Persero) dalam manajemen

kepesertaan.

Program P2KP/PNPM Mandiri

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

(P2KP) dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1999 seba-

gai salah satu upaya pemerintah untuk membangun ke-

mandirian masyarakat dan peningkatan peran pemerintah

daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara mandiri.

Mempertimbangkan positif P2KP, pemerintah Indonesia

telah menetapkan kebijakan untuk memperluas jangkauan

wilayah dan keberlanjutan pelaksanaan P2KP, dengan

mengalokasikan tambahan dana yang cukup signifikan

pada tahun anggran 2007. Kegiatan ini merupakan bagian

dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

(PNPM) Mandiri yang diluncurkan secara resmi oleh

Presiden Republik Indonesia, pada tanggal 30 April 2007

di Palu Sulawesi Tengah sebagai wujud nyata kepedulian

Pemerintah untuk mengurangi kemiskinan.

Alokasi Dana BLM

Besarnya dana BLM tiap kelurahan ditentukan

19

Hasil Kajian

Page 22: Bulit01 2009

berdasarkan jumlah penduduk di kelurahan lokasi PNPM

Mandiri Perkotaan, seperti yang terlihat pada Tabel 1 beri-

kut ini.

Tabel 1. Alokasi Dana BLM Menurut Kategori Desa

Sumber : Buku Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, 2009

E F E K T I V I T A S P R O G R A M PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Program penanggulangan kemiskinan yang dengan

model pemberdayaan (seperti P2KP/PNPM) merupakan

program yang telah terpatok dari pusat. Model

pemberdayaan dapat membentuk masyarakat menjadi

lebih berdaya secara informasi, masyarakat miskin turut

terlibat dalam pengambilan keputusan untuk

pembangunan, dan terdapat perubahan perilaku untuk

mengurangi kemiskinan serta adanya keterlibatan

komponen masyarakat dalam pembangunan kelurahan.

Begitu juga program dari pusat yang bersifat program

secara langsung untuk masyarakat miskin (seperti BLT,

Raskin dan Jamkesmas) yang bertujuan untuk membantu

secara langsung yang bersifat jangka pendek. Penerapan

program pusat baik berupa model pemberdayaan dan

model secara langsung tentunya memiliki permasalahan

masing-masing.

Output yang diperoleh dalam pelaksanaan program

tidak serta-merta terjadi perubahan dengan cepat untuk

mengurangi kemiskinan. Hal itu disebabkan pokok

permasalahan kemiskinan sangat komplek dari segi

material maupun non material. Kemiskinan segi material

meliputi kemiskinan sandang, pangan, papan. Kemiskinan

non material meliputi semangat dan etos kerja rendah,

kurang akses informasi, kualitas sumberdaya manusia

rendah dan lainnya. Permasalahan kemiskinan secara

mendasar dan komplek tiap daerah memiliki pokok

permasalahan yang berbeda sebagai penyebab utama

terjadinya kemiskinan di daerah. Latar belakang tersebut

sebagai landasan bahwa yang lebih mengetahui

kemiskinan daerah adalah juga daerahnya masing-masing

dan faktor penentu terentasnya kemiskinan adalah

masyarakat itu sendiri.

Pada dasarnya upaya penanggulangan temiskinan

dilaksanakan melalui 2 (dua) pendekatan atau strategi

utama, yaitu:

1) Meningkatkan pendapatan, melalui peningkatan

produktivitas, di mana masyarakat miskin memiliki

kemampuan pengelolaan, memperoloh peluang dan

perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik

dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya,

maupun politik;

2. Mengurangi pengeluaran, melalui pengurangan beban

kebutuhan dasar seperti akses ke pendidikan,

kesehatan dan infrastruktur yang mempermudah dan

mendukung kegiatan sosial ekonomi.

Kedua strategi di atas ditempuh melalui 4 (empat) langkah

kebijakan sebagai berikut:

1. Perluasan kesempatan kerja dan kesempatan

berusaha;

2 Pemberdayaan masyarakat;

3. Peningkatan kemampuan/kapasitas sumberdaya

manusia;

4. Perlindungan sosial;

Upaya pemerintah dalam mengurangi tingkat

pengeluaran penduduk miskin dilakukan dalam bentuk

program seperti Beras untuk Rakyat Miskin (RASKIN) dan

Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS). Selain

itu diberikan juga bantuan berupa Bantuan Langsung

Tunai (BLT). Ketiga program tersebut bisa digolongkan

kedalam langkah kebijakan ke empat yaitu perlindungan

sosial.

Program P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan merupakan

bentuk program yang tergolong pemberdayaan

masyarakat. Sektor swasta dan masyarakat umum serta

pemerintah diharapkan sebagai leading sector dalam

mendorong dan meningkatkan kemampuan

(memberdayakan) masyarakat miskin agar dapat

memperoleh kembali hak-hak ekonomi, sosial dan

politiknya, mengontrol keputusan yang menyangkut

kepentingannya, menyalurkan aspirasi dan mampu secara

mandiri mengatasi permasalahan-permasalahan yang

dihadapi. Maka, langkah dan kebijakan diarahkan pada:

1. Penumbuhan kesadaran kritis masyarakat terhadap

upaya penanggulangan kemiskinan;

2. Peningkatan kapasitas dan pembangunan

kelembagaan masyarakat, khususnya masyarakat

miskin untuk mengembangkan demokrasi, dan

men ingkatkan par t is ipas i da lam proses

pembangunan;

20

No Kategori Ukuran Kelurahan Bantuan BLM

1. Pagu Dana BLM Kelurahan Lanjutan PNPM Mandiri P2KP 2007

Kecil < 3.000 Jiwa Rp 200 jt

Sedang 3.000 – 10.000 Jiwa

Rp 300 jt

Besar > 10.000 Jiwa Rp 500 jt

2. Pagu Dana BLM (Lokasi Lama P2KP dan Lokasi Baru)

Kecil Rp 150 jt

Sedang Rp 200 jt

Besar Rp 350 jt

Hasil Kajian

Page 23: Bulit01 2009

3. Memperkuat akses masyarakat miskin kepada

berbagai sumberdaya kunci, keterampilan

berorganisasi secara modern, dan pelembagaan

budaya industri;

4. Penguatan manajemen dan informasi bagi lembaga/

organisasi komunitas masyarakat miskin;

5. Peningkatan peran serta masyarakat miskin dalam

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi atas

program/kegiatan pembangunan yang berdampak

langsung pada penanggulangan kemiskinan;

6. Peningkatan dan penyebarluasan informasi dan

pengetahuan berbagai skema pengelolaan

sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berpihak

pada masyarakat miskin;

7. Pelembagaan komunikasi dan koordinasi antar

masyarakat, pemerintah dan pelaku lainnya melalui

forum komunikasi dan koordinasi antar lembaga.

Kebijakan yang belum banyak dikembangkan dan

perlu mendapat perhatian adalah program perluasan

kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Program ini

termasuk ke dalam kebijakan peningkatan pendapatan.

Pemenuhan hak atas pekerjaan yang layak bagi

masyarakat miskin ditentukan oleh ketersediaan lapangan

kerja yang dapat mereka akses, kemampuan untuk

mempertahankan dan mengembangkan usaha dan

perlindungan pekerja dari eksploitasi dan ketidakpastian

kerja. Pemenuhan terhadap hak atas pekerjaan tersebut

secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh

kebijakan bidang ekonomi, pengembangan sektor rill,

perdagangan, ketenagakerjaan, pengembangan koperasi,

usaha mikro dan kecil.

Upaya perluasan kesempatan kerja dilakukan melalui

berbagai kebijakan yang diarahkan untuk menciptakan

lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas usaha,

khususnya bagi masyarakat miskin, dengan langkah-

langkah:

1. Pemberdayaan masyarakat miskin melalui

peningkatan pengetahuan, wawasan, dan keterampilan

sehingga dapat menciptakan peluang wirausaha dan

penguatan ekonomi;

2. Menumbuhkan dan mengembangkan perilaku ekonomi

produktif serta meningkatkan usaha-usaha ekonomi

yang berwawasan bisnis dengan memanfaatkan

sumberdaya yang ada secara optimal bagi masyarakat

miskin;

3. Pengembangan industri kecil dan mikro (industri rumah

tangga) yang banyak menyerap tenaga kerja;

4. Pengembangan mekanisme penyaluran kredit bagi

koperasi, usaha kecil dan mikro dengan bunga yang

terjangkau dan cara serta prosedur yang mudah;

5. Perlindungan dan dukungan bagi pengembangan

lembaga keuangan mikro;

6. Penataan, pengembangan dan perlindungan

pedagang kecil, termasuk pedagang informal sehingga

mendukung pembangunan secara keseluruhan;

7. Pembangunan infrastruktur dan jaringan pendukung

bagi usaha kecil dan mikro;

8. Penyediaan modal usaha yang berasal dari

pemerintah, swasta dan masyarakat serta melindungi

hak masyarakat miskin dalam berusaha;

9. Meningkatkan kepedulian dan peran serta para

pengusaha untuk membina dan mengembangkan

kemitraan usaha ekonomi produktif dengan

masyarakat miskin.

10.Membentuk dan memfasilitasi forum/kelompok akses

bisnis antar pengusaha kota dan kelurahan.

11.Membantu dan memfasilitasi marketing produk daerah

pada daerah lain.

Upaya perluasan kesempatan kerja dilakukan

melalui berbagai kebijakan yang diarahkan untuk

menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan

produktivitas usaha. Langkah kebijakan yang dilakukan

untuk menciptakan lapangan kerja antara lain:

(1). Pengembangan mekanisme penyaluran kredit bagi

usaha koperasi, dan usaha mikro dan kecil dengan bunga

yang terjangkau; (2). Perlindungan dan dukungan bagi

pengembangan lembaga keuangan mikro; (3). Revitalisasi

dan perluasan usaha perkebunan, perikanan dan

peternakan; (4). Pengembangan usaha di luar pertanian

(off farm) di kelurahan; (5). Perluasan usaha di kawasan

potensial dan daerah tertinggal; (6). Penguatan usaha

koperasi, dan usaha mikro dan kecil; (7) Penguatan

lembaga keuangan mikro; (8). Pengembangan industri

yang menyerap tenaga kerja; (9). Pembangunan

infrastruktur untuk menyerap tenaga kerja; (10).

Peningkatan kerjasama antara lembaga bursa kerja dan

perusahaan.

Hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah

masalah perilaku masyarakat. Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa masih banyak masyarakat yang

sebenarnya mampu, tetapi masih mendapatkan bantuan

Raskin dan BLT. Budaya malu harus ditanamkan di

masyarakat Kota Palangkaraya, sehingga program-

program yang dikembangkan menjadi tepat sasaran dan

efektif.

Berikut ini diuraikan hasil evaluasi masing-masing

program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan di

dalam wilayah kota Palangka Raya diantaranya PM2L,

21

Hasil Kajian

Page 24: Bulit01 2009

BLT, Raskin, Jamkesmas dan P2KP/PNPM Mandiri

Perkotaan.

HASIL EVALUASI KEGIATAN PM2L

Tingkat capaian program PM2L tahun 2009 yang

telah dilaksanakan pada ke tiga kelurahan sasaran yaitu

Tanjung Pinang, Danau Tundai dan Gaung Baru, hingga

triwulan ke-III bulan Agustus tahun 2009 tergolong masih

rendah. Masing-masing capaian pada kelurahan sasaran

PM2L tahun 2009 adalah sebagai berikut: (a). Kelurahan

Tanjung Pinang jumlah program 57 yang telah

dilaksanakan 17, sehingga tingkat capaian adalah 29,82

persen; (b) Kelurahan Danau Tundai jumlah program 44

yang telah dilaksanakan 8, sehingga tingkat capaian

adalah 18,00 persen; (c). Kelurahan Gaung Baru jumlah

program 44 yang telah dilaksanakan 7, sehingga tingkat

capaian adalah 15,91 persen. Dengan demikian apabila

diambil rata-rata capaian untuk ketiga daerah tersebut

adalah sebesar 21,24%. Rendahnya tingkat capaian

tersebut disebabkan beberapa oleh beberapa hal yaitu:

- Sebagian kegiatan terutama yang bersifat fisik masih

dalam tahap poses lelang.

- S e b a g i a n k e g i a t a n d i b a t a l k a n / d i t u n d a

pembangunannya karena masih belum mendapatkan

tanah untuk membangun.

- Sebagian kegiatan masih dalam proses administrasi

sehingga masih belum bisa dinilai tingkat kemajuan

kegiatan tersebut.

Percepatan aktivitas implementasi program di lapangan

perlu dipacu mengingat tahun anggaran 2009 tinggal 4

bulan lagi. Seluruh SKPD perlu dihimbau agar lebih

memfokuskan diri terhadap implementasi kegiatan PM2L

sesuai dengan rencana aksi yang telah ditetapkan.

Berdasarkan

e v a l u a s i

program yang

t e l a h

d i j a l a n k a n ,

t e r n y a t a

mas ya r ak a t

lebih antusias

t e r h a d a p

p r o g r a m

PM2L yang

bersifat non-fisik seperti pelatihan, diklat, sosialisasi, dll.

Mereka lebih senang mengikuti kegiatan ini karena selain

menambah pengetahuan, mereka juga mendapatkan

uang saku atau dana transport setiap habis kegiatan

tersebut.

Alokasi dana untuk kegiatan PM2L di wilayah Kota

Palangka Raya mengalami peningkatan. Pada tahun

2008, jumlah anggaran yang disalurkan sebesar

Rp. 6.999.882.700; sedangkan pada tahun 2009

mengalami peningkatan sebesar 26,11% yaitu menjadi

Rp. 8.827.743.201. Peningkatan alokasi anggaran

tersebut lebih banyak dalam bentuk program pendidikan

dan kesehatan.

Jumlah SKPD yang terlibat juga mengalami

peningkatan. Pada tahun 2008, jumlah SKPD yang terlibat

sebesar 18 SKPD; sedangkan pada tahun 2009

mengalami peningkatan sebesar 10,00% yaitu menjadi 20

SKPD. Peningkatan jumlah SKPD tersebut menunjukkan

peningkatan partisipasi seluruh elemen pemerintahan kota

dalam upaya pengentasan kemiskinan. Hal ini

menunjukkan keberhasilan Walikota dalam menggerakkan

potensi SKPD untuk secara bersama–sama peduli

terhadap masyarakat miskin yang ada di dalam kota

Palangka Raya.

Persentase

p r o g r a m

PM2L yang

Pro rakyat

miskin juga

mengalami

peningkatan

s e b e s a r

1 5 , 0 6 % .

P r o g r a m

pro rakyat

miskin tersebut diberikan dalam bentuk bantuan

operasional sekolah (BOS), pelatihan dan bantuan hibah

peralatan pembuatan kerupuk ikan, dana bergulir.

Sebaliknya program PM2L yang sifatnya untuk

masyarakat umum mengalami penurunan sebesar

15,06%. Program tersebut biasanya dilaksanakan dalam

bentuk: membangun gedung ”Eka Barigas”, ”Eka Harati”

pembangunan penerangan jalan umum, serta

membangun jalan beton.

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, pola

pelaksanaan kegiatan PM2L sebaiknya melibatkan

masyarakat. Kegiatan PM2L sebaiknya menggunakan

pola PNPM Mandiri. Menurut hasil survey, kualitas proyek

PNPM lebih baik dari proyek PM2L, karena yang

mengerjakannya langsung masyarakat secara gotong-

royong dan semata-mata demi kepentingan kelurahan.

Beberapa masyarakat yang menjadi nara sumber selama

survey seperti mantir adat di Kelurahan Danau Tundai

mengusulkan agar mereka benar-benar dilibatkan dalam

Hasil Kajian

22

Page 25: Bulit01 2009

Tarusan S. Raung berguna sebagai jalur pintas membawa

hasil bumi ke Kelurahan Tanjung Pinang atau ke

Pelabuhan Rambang, Pahandut. Dengan melalui Tarusan

tersebut waktu tempuh ke Kelurahan Tanjung Pinang

menjadi sekitar 15 hingga 20 menit dari yang asalnya 45

menit sedangkan waktu tempuh ke Pelabuhan Rambang

yang asalnya 1,5 jam dipersingkat menjadi 45 menit.

Dengan demikian selain menghemat waktu juga

menghemat bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan.

Upaya untuk memasarkan hasil perikanan dari Danau

Tundai perlu ditunjang oleh pemerintah Kota. Dengan

adanya efisiensi dalam hal pemasaran hasil ikan maka

pendapatan masyarakat menjadi meningkat.

Kelurahan Danau Tundai merupakan kelurahan yang

berada pada daerah pinggiran sungai. Berdasarkan hasil

pemetaan kemiskinan yang dilakukan oleh LPKM Unpar

tahun 2006 maka sebagain besar (95%) penduduk

kelurahan Danau Tundai tergolong miskin. Salah satu

program yang potensial untuk dikembangkan di kelurahan

Danau Tundai adalah adalah pembuatan ”beje”. Beje

adalah galian tanah dengan arah membujur sungai yang

berguna untuk memerangkap ikan. Lebar beje biasanya

2—3 meter dengan panjang yang tidak terbatas; ada yang

10 meter, namun ada juga yang panjangnya mencapai

100—200 meter. Masyarakat lokal Kalimantan Tengah

biasanya membuat beje pada daerah-daerah yang

tergenang air selama 5 sampai 6 bulan dalam setahun.

Pada saat musim kemarau ikan akan mengumpul dalam

beje dan petani/nelayan akan memanen ikan dari hasil

beje tersebut.

Pola kerja dalam bentuk koordinasi antara

pemerintah Provinsi dan Kota perlu diintensifkan. Contoh

kasus yang terjadi: Pemerintah provinsi telah mengirim

perabot untuk gedung ”Eka Hapakat” untuk kelurahan

Tanjung Pinang, namun tempat untuk meletakkan perabot

tersebut (balai/gedung) tidak ada karena balai belum di

bangun atau batal di bangun. Hal ini biasanya menyulitkan

pihak kelurahan untuk meletakkan barang tersebut.

Konsep program PM2L sebenarnya adalah kegiatan

dilakukan secara ”keroyokan” oleh seluruh SKPD baik

provinsi maupun kota; dan diharapkan kegiatan tersebut

bersifat saling melengkapi (komplementer). Oleh karena

itu upaya yang paling efektif adalah perlunya koordinasi

antara SKPD yang ada.

Sarjana Mamangun tuntang Mahaga Lewu (SM2L)

diharapkan menjadi jembatan koordinasi antara SKPD

dengan masyarakat kelurahan. Keberadaan SM2L

memang sangat dibutuhkan terutama untuk

mengkomunikasikan program-program Dinas dan sumber

informasi mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan di

Kelurahan sasaran PM2L. Beberapa hal yang perlu

diperhatikan terkait dengan keberadaan SM2L adalah:

- Perlu diperhatikan dana untuk mobilitas SM2L

mengingat sarana transportasi ke wilayah sasaran

PM2L terbatas dan biayanya terlalu tinggi; padahal

SM2L harus selalu berhubungan dengan hampir semua

dinas/badan baik Kota Palangkaraya atau Provinsi.

Mereka hanya mendapatkan dana Rp. 350.000,- per

bulan untuk biaya transportasi.

- Perlu ditingkatkan koordinasi antara Dinas-dinas terkait

yang mendukung PM2L, sehingga SM2L bisa lebih

mudah untuk melakukan koordinasi/konfirmasi tentang

pelaksanaan Rencana Aksi PM2L.

- Ada beberapa SKPD yang kurang transparan, terutama

dalam kegiatan pembangunan fisik, SM2L seolah tidak

banyak dilibatkan, padahal SM2L harus melaporkan

kegiatan di lapangan kepada Dispora dan Gubernur.

Menurut hasil survey, program PM2L yang paling

menyentuh dan disenangi oleh masyarakat adalah

Pembangunan Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembuatan

Jembatan dan jalan cor kelurahan, program bantuan

pendidikan dan kesehatan, serta pelatihan-pelatihan

teknis peningkatan keterampilan masyarakat.

HASIL EVALUASI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT )

Program Bantuan Langsung Tunai ini merupakan

program klaster pertama yang diperuntukan bagi keluarga

miskin berupa uang tunai sejumlah tertentu untuk Rumah

Tangga Sasaran Keluarga Miskin (RTS-Gakin). Berikut ini

akan disajikan hasil monitoring dan evaluasi dilapangan

melalui observasi, wawancara dengan Lurah, Ketua RT

dan Keluarga miskin serta data dokumentasi.

Pendataan dan Penetapan Keluarga Miskin Penerima

BLT

Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan

diperoleh gambaran bahwa pendataan keluarga miskin di

Kota Palangka Raya dilakukan oleh Biro Pusat Statistik

dengan melibatkan beberapa orang aparat kelurahan

setempat dan mitra. Selanjutnya hasil pendataan tersebut

dikirim ke Dinas Sosial Provinsi selanjutnya Dinas Provinsi

mengirim data keluarga miskin tersebut ke Departemen

Sosial di Jakarta. Kemudian Departemen sosial Jakarta

menerbitkan Kartu BLT yang selanjutnya dikirim ke Kantor

Pos. Kemudian oleh pihak Kantor Pos Kartu BLT tersebut

dibagikan kepada RTS terdekat sedangkan sebagiannya

lagi dibagikan melalui Kecamatan-Kecamatan dan dibantu

23

Hasil Kajian

Page 26: Bulit01 2009

oleh aparat desa/Kelurahan. Untuk lebih jelasnya

mekanisme penetapan RTS penerima BLT seperti

nampak pada gambar bagan berikut ini:

Dari hasil wawancara dengan Lurah dan Ketua RT,

ditemukan bahwa Data penerima BLT kurang akurat dan

sebagian kurang tepat sasaran, karena banyak keluarga

yang relatif mampu masuk dalam data keluarga miskin

(mengaku miskin) dan mereka merasa juga berhak

mendapat bantuan tersebut ”Dia Duit Buem Kea, dan

Sama Keme Uras”. Disisi lain masyarakat sebenarnya

hanya berpendapat bahwa pembagian BLT, Raskin

maupun Jamkesmas tidak berpatokan dengan Kemiskinan

tetapi berdasarkan rasa keadilan. Contoh Kasus di

Kelurahan Tumbang Rungan jumlah KK miskin sebanyak

112 KK dari 155 KK dan hanya 43 KK yang tidak miskin.

Menurut Lurah setempat jika didata secara objektif bahwa

jumlah KK yang benar-benar miskin ± 40 KK saja. Hal

inilah salah satu penyebab jumlah KK miskin di Kota

Palangka Raya cenderung meningkat. Berdasarkan hasil

wawancara dengan salah seorang Ketua RT di Kelurahan

Tanjung Pinang, dari jumlah 417 KK miskin yang ada di

Kelurahan tersebut maka bisa diturunkan menjadi sekitar

60% saja.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara

prosedur penetapan Rumah Tangga Sasaran penerima

BLT ini sudah benar sesuai dengan Petunjuk teknis

penyaluran BLT, namun dari segi ketepatan sasarannya

yaitu RTS-Gakin perlu pendataan ulang kembali dengan

melibatkan Lurah dan Aparat Kelurahan setempat

sehingga data yang diperoleh benar-benar sesuai dengan

14 Kriteria Keluarga Miskin yang telah ditetapkan oleh Biro

Pusat Statistik.

Penyaluran BLT dan Jumlah RTS Penerima BLT

Penyaluran BLT yang dilakukan oleh PT. Pos pada

umumnya sangat baik dan lancar dan tidak mengalami

kendala yang berarti. Penyaluran BLT di Kota Palangka

Raya pada tahun 2008 sebanyak Rp.2.675.600.000,-

untuk 13.378 KK RTS dari alokasi BLT RTS sebanyak

14.547 KK atau

d a y a s e r a p

B L T s e b e s a r

91,62%.

Selanjutnya pada

tahun 2009 realisai

pembayaran BLT

tahap I sebanyak

13.376 KK dengan

jumlah uang tun ai

yang dibagikan

s e b e s a r

Rp.2.675.600.000

dari Alokasi jumlah KK RTS sebanyak 14.547 KKB. Untuk

lebih jelasnya RTS penerima BLT dapat dilihat pada grafik

b e r i k u t i n i

Penyaluran BLT

ini dilakukan

baik di Kantor

P o s B e s a r

Palangka Raya,

Kan tor Pos

C a b a n g

Tangkiling dan

khusus untuk

kelurahan yang

relatif jauh dari

kota Palangka Raya, penyaluran BLT langsung dibagikan

di Kelurahan setempat oleh petugas Kantor Pos dan

dibantu oleh aparat desa/kelurahan setempat. Pembagian

BLT yang dibayar di Kantor Pos Palangka Raya, meliputi

Kelurahan : Pahandut , Tumbang Rungan, Pahandut

Seberang, Menteng, Palangka dan Petuk Katimpun,

sementara untuk Kelurahan Panarung, Langkai, Tanjung

Pinang dan Bukit Tunggal dibayar di Kelurahan setempat.

Kelurahan Tangkiling dibayar di Kantor Pos Cabang

Tangkiling, sementara 13 kelurahan lainnya dibayar

langsung di Kantor kelurahan setempat (Marang,

Tumbang Tahai, Banturung, Sungai Gohong, Kanarakan,

Habaring Hurung, Petuk Bukit, Pager, Panjehang, Gaung

Baru, Petuk Berunai, Mungku Baru, Bukit Sua). Untuk

lebih jelasnya realisasi penyaluran dana BLT di Kota

Palangka Raya tahun 2008/2009 dapat dilihat pada grafik

berikut ini:

Diagram Meknisme Penetapan RTS

Pendataan RTS (BPS)

Pengiriman data ke Posindo

Pencetakan Kartu BLT (Posindo)

Pengiriman Kartu BLT ke Kantor Pos

Pembagian Kartu BLT ke RTS

MEKANISME PENETAPAN RTS

Hasil Kajian

24

Page 27: Bulit01 2009

Aspek ter-

penting dari

seluruh rang-

kaian peneri-

maan BLT

adalah pen-

dataan, yang

b e r m u a r a

pada diberi-

kannya Kartu

Penerima BLT di RTS masing-masing yang diantar oleh

pihak kantor pos melalui pihak kecamatan dan kelurahan

setempat.

Penyaluran BLT dari pihak PT. Pos kepada RTS dilakukan

tanpa potongan. Artinya uang yang diterima oleh RTS se-

suai dengan yang telah ditetapkan.

Untuk lebih jelasnya tempat penyaluran Dana BLT dapat

dilihat pada bagan berikut ini:

Pemanfaatan BLT oleh RTS

Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan melalui

observasi dan wawancara serta angket yang di isi oleh

RTS, bahwa pada umumnya BLT digunakan untuk

membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini

berarti bahwa program BLT ini besar pengaruhnya

terhadap tingkat konsumsi masyarakat miskin dan

program BLT untuk mempertahankan daya beli

masyarakat miskin pada waktu Pemerintah menaikan

harga BBM telah tercapai.

Dampak Program BLT terhadap Rumah Tangga

Sasaran

Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan melalui

angket dan observasi langsung ke RTS penerima BLT,

bahwa dengan adanya program BLT ini masyarakat

merasa sangat terbantu khususnya dalam memenuhi

kebutuhan pokoknya sehari-hari dan dapat meningkatkan

pengeluarannya, terutama untuk pemenuhan kebutuhan

bahan makanan sekunder seperti gula, kopi, mie instan

dan telur. Hal ini mengindikasikan bahwa ada dampak

positif dari program BLT dalam meningkatkan pola

konsumsi keluarga miskin. Disisi lain kita juga dapat

melihat bahwa program BLT ini dapat membantu

masyarakat miskin dalam memenuhi keperluan sekolah

anaknya terutama pembelian buku dan alat tulis. Hal ini

menunjukan bahwa

dari sisi pendidikan

program BLT juga

m e m b a n t u

p e r m a s a l a h a n

pend id ikan anak

keluarga miskin yang

s e b e l u m n y a

mengalami kesulitan

un tuk memenuh i

keperluan sekolah

anaknya. Disamping

itu pula hal yang

sangat membantu

sekali adalah terdapat

berbagai program

pemerintah (BOS)

un tuk membantu

sekolah anak dari

keluarga miskin.

Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa dengan adanya program BLT

ini dapat masyarakat miskin dapat meningkatkan pola

konsumsinya serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya

sehari-hari, mengingat kemampuan daya beli masyarakat

miskin sangat terbatas karena tidak mempunyai

penghasilan yang tetap.

Permasalahan dan Kendala

Permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam

penetapan dan penyaluran BLT- RTS, adalah:

25

KANTOR POS KANTOR POS KANTOR POS KANTOR POS

PALANGKA RAYAPALANGKA RAYAPALANGKA RAYAPALANGKA RAYA

KANTOR POS KANTOR POS KANTOR POS KANTOR POS

CABANG CABANG CABANG CABANG

TANGKILINGTANGKILINGTANGKILINGTANGKILING

KANTOR KANTOR KANTOR KANTOR

KELURAHANKELURAHANKELURAHANKELURAHAN

Pahandut Tumbang Rungan

Pahandut Seberang

Menteng Palangka Petuk Katimpun

Tangkiling

Panarung Langkai Tanjung Pinang

Bukit Tunggal

Marang Tumbang Tahai

Banturung Sei Gohong

Kanarakan Habaring Hurung

Petuk Bukit

Pager

Panjehang Gaung Baru

Petuk Barunai

Mungku Baru

Bukit Sua

TEMPAT PENCAIRAN BLT

PENYALURAN BLT KEPADA RTS

Hasil Kajian

Page 28: Bulit01 2009

• RTS Sasaran BLT kurang tepat sasaran dan masih

ada masyarakat yang tidak masuk kategori miskin

mendapatkan BLT, sementara ada masyarakat yang

benar-benar miskin tidak mendapat BLT.

• Data RTS penerima BLT tidak sama dengan tertera di

Kartu dengan data yang ada di Kantor Pos (Alamat :

Jalan, RT/RW sama dan nama RTS sama dengan RTS

Lainnya tapi Nomor Rumah Tidak ada, sehingga pihak

kantor pos belum dapat melayani RTS yang

bersangkutan sebelum data RTS tersebut di verifikasi.

• Jauhnya jarak layanan (Faktor Geografis), sehingga

hal ini cukup memakan waktu dan tenaga untuk

membagikan BLT terutama bagi Kelurahan yang akses

jalannya relatif jauh.

Pemecahan Masalah

• Untuk mengatasi permasalahan data penerima BLT-

RTS kurang tepat sasaran disarankan agar dilakukan

pendataan ulang secara objektif terhadap penduduk

miskin oleh BPS dengan dibantu oleh Lurah, Staf

Kelurahan, RT/RW setempat. Disamping itu

Pemerintah Kota Palangka Raya harus tegas dalam

menetapkan warga yang masuk kategori miskin.

• Pada saat pembagian BLT-RTS disarankan agar

petugas memberikan prioritas kepada RTS usia lanjut

dan dapat diwakilkan apabila yang bersangkutan tidak

mampu/sakit dengan menunjukan Kartu-BLT dan Kartu

tanda penduduk yang bersangkutan.

• Untuk Kelurahan yang relatif jauh disarankan agar

dapat diambil secara kolektif oleh Lurah dengan

melampirkan Kartu BLT dan Kartu Tanda Penduduk.

PROGRAM BERAS UNTUK RUMAH TANGGA M ISKIN (RASKIN)

Pendataan dan Penetapan RTS-PM Raskin

Penerima manfaat Raskin adalah Rumah Tangga

Miskin (RTM) di Kelurahan yang berhak menerima beras

Raskin, sebagai hasil seleksi melalui proses musyawarah

Kelurahan yang terdaftar dalam Daftar Penerima Manfaat

(DPM) yang ditetapkan oleh Lurah dan disahkan oleh

Camat. Musyawarah Kelurahan merupakan forum

pertemuan di tingkat Desa/Kelurahan sebagai sarana

untuk memferifikasi dan menetapkan nama-nama calon

Penerima Manfaat sesuai dengan data BPS yang

terindentifikasi berhak menerima beras Raskin. Atas dasar

data tersebut selanjutnya Walikota menetapkan Pagu,

jumlah kepala keluarga penerima beras untuk keluarga

miskin (Raskin) dan Titik Distribusi Raskin di Wilayah Kota

Palangka Raya.

Dari hasil wawancara dengan Lurah dan Ketua RT,

ditemukan bahwa data RTS penerima Raskin masih

kurang akurat dan sebagian kurang tepat sasaran, karena

banyak keluarga yang relatif mampu masuk dalam data

keluarga miskin (mengaku miskin) dan menerima beras

untuk orang miskin. Mereka merasa miskin karena tidak

mempunyai penghasilan tetap walaupun secara kasat

mata kehidupan mereka berkecukupan dan tidak

tergolong keluarga miskin. Disamping itu mereka juga

merasa berhak menerima bantuan yang diberikan oleh

pemerintah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara

prosedur penetapan Rumah Tangga Sasaran penerima

Raskin ini sudah benar sesuai dengan Petunjuk teknis

penyaluran Raskin, namun dari segi ketepatan

sasarannya yaitu RTM-PM ini masih kurang tepat sasaran

dan perlu pendataan ulang kembali dengan melibatkan

Lurah, RT/RW, LSM dan Aparat Kelurahan setempat

sehingga data yang diperoleh benar-benar sesuai dengan

14 Kriteria Keluarga Miskin yang telah ditetapkan oleh Biro

Pusat Statistik.

Penyaluran RASKIN dan Jumlah RTM Penerima

RASKIN

Di Kota Palangka Raya Jumlah RTS Raskin tahun

2008 sebanyak 15.087 dan sejak bulan Januari sampai

dengan Desember 2008 sudah tersalurkan sebanyak

2.540.300 Kg. Jumlah RTS Raskin tahun 2009 sebanyak

13.556 dengan jumlah 2.440.080 kg. Sedangkan jumlah

realisasi Raskin yang sudah disalurkan sejak bulan

Januari sampai dengan Juni 2009 sebanyak 1.220.040 kg.

Harga beras yang ditetapkan per kg sebesar Rp.1.600

dan masing-masing RTS untuk tahun 2008 alokasi bulan

Januari mendapat 10 Kg/RTM dan selanjutnya alokasi

bulan Pebruari s/d Oktober 15 kg/RTM. Penyaluran

Raskin tahun 2009 masing-masing RTM mendapat 15 Kg/

RTM.

Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan bahwa

Pengelolaan dan Administrasi Keuangan Raskin tahun

2008 berada dibawah Koordinasi Dinas Perindagkop Kota

Palangka Raya dan Tahun 2009 Pengelolaan Raskin

berada di Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda Kota

Palangka Raya, sedangkan Dana untuk membayar harga

Beras ke Bulog tetap berada di Dinas Perindagkop Kota

Palangka Raya.

Pendistribusian Raskin kepada RTM dilaksanakan

langsung oleh Bulog setelah berkoordinasi dengan pihak

Kecamatan dan selanjutnya pihak Kecamatan

berkoordinasi dengan pihak kelurahan untuk memastikan

26

Hasil Kajian

Page 29: Bulit01 2009

kesiapan RTM menerima Raskin. Hal ini dilakukan

mengingat masing-masing RTM mempunyai kemampuan

yang berbeda dan belum siap untuk menebus Raskin.

Selanjutnya di beberapa Desa/Kelurahan atas

kesepakatan bersama dan untuk efisiensi, Raskin ini

diambil secara kolektif/kelompok oleh aparat kelurahan,

hal ini dilakukan mengingat jarak dan alat transportasi dari

desa Ke Kota relatif jauh (Mekanisme Distribusi bagian e)

dan biaya angkutan ditanggung bersama oleh RTM

kelurahan setempat (Pembiayaan bagian c).

Berdasarkan pengamatan dilapangan bahwa beras

yang disalurkan ke RTM sudah memenuhi standar

kualitas beras Bulog. Pembayaran Harga Penjualan

Beras (HPB) Raskin dari RTM penerima manfaat kepada

pelaksana distribusi dan dari pelaksana distribusi kepada

SATKER Raskin pada Prinsipnya dilakukan secara tunai

Rp.1.600/kg netto.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan dan mekanisme penyaluran Beras Untuk

Rumah Tangga Miskin di Kota Palangka Raya sudah

berjalan dengan baik sesuai dengan Pedoman Umum

Raskin Tahun 2008/2009 dan Petunjuk Teknis Raskin.

Permasalahan dan Kendala

• Permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam

penetapan dan penyaluran RASKIN- RTM-PM, adalah :

• RTM Sasaran Raskin sebagian kurang tepat sasaran

dan masih ada masyarakat yang tidak masuk kategori

miskin mendapatkan Raskin, sementara ada

masyarakat yang benar-benar miskin tidak mendapat

Raskin.

• Jauhnya jarak layanan (Faktor Geografis), sehingga hal

ini cukup memakan waktu, tenaga dan biaya untuk

pendistribusian Raskin, terutama bagi Kelurahan/Desa

yang akses jalannya relatif jauh.

Pemecahan Masalah

• Untuk mengatasi permasalahan data penerima raskin

kurang tepat sasaran, disarankan agar dilakukan

pendataan ulang secara objektif terhadap penduduk

miskin oleh BPS dengan dibantu oleh Lurah, Staf

Kelurahan, RT/RW setempat. Disamping itu Pemerintah

Kota Palangka Raya harus tegas dalam menetapkan

warga yang masuk kategori miskin.

• Untuk mengatasi jauhnya jarak layanan pendistribusian

Raskin, disarankan agar Lurah/Aparat Kelurahan

bersama dengan masyarakat dapat mengambil Raskin

Secara Kolektif dan berkelompok dari tempat

pendistribusian terdekat, sehingga biaya pengangkutan

dapat ditekan.

J A M I N A N K E S E H A T A N M A S Y A R A K A T (JAMKESMAS)

Pendataan dan Penetapan RTM dan Kuota/Dana

Program JAMKESMAS.

Sebagaimana halnya penetapan Keluarga Miskin

penerima BLT dan Raskin, maka pendataan masyarakat

miskin penerima Jamkesmas ini dilakukan oleh Biro Pusat

Statistik Kota Palangka Raya. Selanjutnya data dari Biro

Pusat Stasitik ini ditetapkan oleh Walikota dan selanjutnya

dikirim ke PT. Askes Kalimantan Tengah untuk

menerbitkan Kartu Jamkesmas sesuai dengan data dan

Pagu yang telah ditetapkan. Setelah Kartu Jamkesmas

tersebut selesai, selanjutnya diserahkan ke pihak

Kecamatan dan Kelurahan untuk dibagikan kepada

masyarakat miskin dengan dibantu oleh Tenaga dari

Puskesmas setempat.

Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan

ternyata penerima Jamkesmas ini sebagian tidak tepat

sasaran, karena terdapat masyarakat yang tergolong

mampu juga menerima Kartu Jamkesmas. Agar

Jamkesmas ini benar-benar tepat sasaran untuk melayani

keluarga miskin, disarankan perlu pendataan ulang

kembali dengan melibatkan Lurah, RT/RW, LSM dan

Aparat Kelurahan setempat sehingga data yang diperoleh

benar-benar objektif dan sesuai dengan 14 Kriteria

Keluarga Miskin yang telah ditetapkan oleh Biro Pusat

Statistik.

Kouta Jamkesmas tahun 2008 di Kota Palangka

Raya sebanyak 58.000 orang, dengan alokasi dana

Program Jamkesmas sebesar Rp.709.843.000 dan tahun

2009 sebanyak 60.000 orang, dengan alokasi dana

sebesar Rp.722.328.000. Penerima dana Program

Jmkesmas adalah Puskesmas Kota Palangka Raya dan

Jaringannya seperti nampak dalam Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Data Puskesmas Penerima Dana Program Jamkesmas Tahun 2008/2009

27

No Nama Puskesmas Jumlah Dana Program (Rp)

Tahun 2008 Tahun 2009

1. Puskesmas Rawat Inap Pahandut 184.559.180,- 165.089.145,-

2. Puskesmas Panarung 77.759.558,- 136.339.646,-

3. Puskesmas Bukit Hindu 41.967.836,- 52.900.589,-

4. Puskesmas Menteng 52.242.502,- 58.935.212,-

5. Puskesmas Kayon 37.680.251,- 31.357.363,-

6. Puskesmas Jekan Raya 37.529.724,- 45.442.349,-

7. Puskesmas Rawat Inap Kalampangan

78.082.730,- 82.607.564,-

8. Puskesmas Rawat Inap Tangkiling 163.263.890,- 119.117.664,-

9. Puskesmas Rakumpit 36.937.328 ,- 30.538.468,-

Jumlah 709.843.000,- 722.328.000,-

Sumber: SK. Dinas Kesehatan Kota Tentang Penetapan Dana Program Jamkesmas Tahun 2008/2009

Hasil Kajian

Page 30: Bulit01 2009

Dampak JAMKESMAS Terhadap Masyarakat Miskin

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat

miskin peserta Jamkesmas bahwa dengan adanya Kartu

Jamkesmas mereka dapat memperoleh layanan

kesehatan secara gratis terutama di Puskesmas/Pustu.

Disamping itu juga mereka mendapat layanan rujukan

dan Rawat Inap di Rumah Sakit Doris Sylvanus dengan

menunjukan Kartu Jamkesmas. Dengan adanya Kartu

Jamkesmas, masyarakat miskin merasa aman dan tidak

lagi terbebani untuk mencari biaya pengobatan apabila

mereka sakit mengingat penghasilan mereka tidak tetap

dan sangat terbatas.

Hal tersebut menunjukan bahwa Program

Jamkesmas yang diluncurkan pemerintah benar-benar

dapat mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat

miskin, sehingga masyarakat miskin dapat dengan mudah

mendapat pelayanan gratis, terutama pelayanan

kesehatan dasar di Puskesmas. Untuk kasus-kasus

tertentu yang tidak dapat diatasi di Puskesmas maka

peserta Jamkesmas dirujuk ke Rumah Sakit Doris

Sylvanus. Dengan Program Jamkesmas ini diharapkan

derajat kesehatan masyarakat miskin semakin meningkat.

Permasalahan dan Kendala

Permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam

Pelaksanaan Program Jamkesmas bagi masyarakat

miskin adalah:

• Sasaran Jamkesmas sebagian kurang tepat dan masih

ada masyarakat yang tidak masuk kategori miskin

mendapatkan Kartu Jamkesmas.

• Tidak semua masyarakat miskin memiliki kartu

Askeskin, Jamkeskin maupun Kartu Jamkesmas.

• Ada sebagian Kartu Jamkesmas tidak sesuai dengan

umur/tempat tanggal lahir yang tertera dalam Kartu

Penduduk, sehingga Kartu Jamkesmas tidak dapat

digunakan dan ditolak di Rumah Sakit (Kasus Peserta

Jamkesmas Kelurahan Pager).

Pemecahan Masalah

• Untuk mengatasi permasalahan data penerima

Jamkesmas kurang tepat sasaran disarankan agar

dilakukan pendataan ulang secara objektif terhadap

penduduk miskin oleh BPS dengan dibantu oleh Lurah,

RT/RW, LSM dan Staf Kelurahan setempat. Disamping

itu Pemerintah Kota Palangka Raya harus tegas dalam

menetapkan warga yang masuk kategori miskin.

• Untuk mengatasi permasalahan Kartu Jamkesmas

yang tidak sesuai dengan Indentitas peserta,

disarankan agar pihak Dinas Kesehatan Kota dapat

menfasilitasi untuk penggantian Kartu Jamkesmas yang

baru dari PT. Askes Kalteng.

HASIL EVALUASI PROGRAM P2KP/PNPM MANDIRI PERKOTAAN

Program P2KP dan program PNPM Mandiri

Perkotaan sangat direspon positif oleh masyarakat,

karena melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan

hingga pelaksanaan dan pengawasan kegiatan program.

Pelaksanaan program P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan di

wilayah Kota Palangka Raya telah menujukkan

keberhasilan:

• Telah terbangun LKM di 23 Kelurahan lokasi sasaran

program P2KP/PNPM Mandiri untuk mendorong

tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta

kemandirian masyarakat.

• Tersedianya Perencanaan Jangka Menengah (PJM)

Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi

berbagai program penanggulangan kemiskinan yang

komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta

kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan

lingkungan pemukiman yang sehat, serasi, berjati diri

dan berkelanjutan.

• Terbangunnya forum LKM di tingkat kecamatan dan

kota/kabupaten untuk mengawal terwujudnya

harmonisasi berbagai program daerah.

• Terwujudnya kontribusi pendanaan dari pemerintah

kota/kabupaten dalam PNPM Mandiri Perkotaan sesuai

dengan kapasitas fiskal daerah.

• Sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 program P2KP/

PNPM mandiri telah menyalurkan bantuan dana

bergulir sebanyak Rp.573.255.000,- dan jumlah

masyarakat miskin yang terbantu sebanyak 1.676

orang masyarakat.

• Sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 program P2KP/

PNPM Mandiri telah melaksanakan kegiatan

peningkatan keterampilan SDM masyarakat miskin dan

memberi bantuan sarana produksi dengan total nilai

anggaran sebesar Rp.698.537.000,- dan jumlah

masyarakat miskin yang terbantu sebanyak 886 orang.

• Sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 program P2KP/

PNPM mandiri telah melaksanakan kegiatan

peningkatan pemeliharaan lingkungan dengan nilai

kegiatan sebesar Rp.3.559.408.000,- dan jumlah

masyarakat miskin yang terlibat dalam kegiatan ini

sebanyak 2.497 orang.

Melalui kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan

pada program P2KP/PNPM Mandiri, maka masyarakat

28

Hasil Kajian

Page 31: Bulit01 2009

miskin memperoleh modal usaha, keterampilan,

bimbingan/pendampingan, bantuan sarana produksi,

sarana air bersih, kesehatan, sarana akses transportasi

sehingga telah memberi peluang bagi masyarakat

semakin berdaya untuk keluar dari garis kemiskinan.

Dibalik keberhasilan yang telah diuraikan di atas,

masih diperoleh beberapa masalah-masalah

pemberdayaan masyarakat miskin melalui program P2KP/

PNPM mandiri adalah:

• Kehadiran masyarakat untuk menghadiri pertemuan-

pertemuan sangat rendah, “oleh tidak ada uangnya”.

• Partisipasi masyarakat dalam penyusunan PJM

pronangkis sangat rendah, pada umumnya PJM

pronangkis hanya disusun oleh ketua BKM. Oleh

karena itu PJM yang disusun lebih mengutamakan

syarat kelengkapan administrasi pencairan dana

dibandingkan dengan kebutuhan pemberdayaan

masyarakat miskin.

• Kondisi geografis yaitu jarak antara satu lokasi dengan

lokasi program lain relatif jauh tanpa didukung oleh

sarana transportasi yang memadai, sehingga tenaga

pendamping terkendala untuk melakukan pengawasan

dan evaluasi pelaksanaan rencana investasi.

• Pelatihan keterampilan yang diikuti bukan merupakan

peningkatan keterampilan untuk mengembangkan

usaha yang ada, melainkan untuk berencana memulai

suatu usaha yang baru, sehingga mengalami berbagai

kedala pemasaran.

• Sebagian peserta pelatihan/kursus termotivasi oleh

uang saku dan uang transport.

• Sebagian sarana produksi yang diusulkan oleh

masyarakat (alat menangkap ikan) digunakan untuk

usaha pengambilan hasil alam, sehingga merupakan

usaha musiman, atau mungkin hanya sekedar

menyalurkan hobby (bukan orientasi bisnis).

• Kendala geografis, tenaga pendamping dalam

melakukan pendampingan masyarakat mengalami

kendala geografis, terutama jarak antara satu kelurahan

dengan kelurahan lain yang menjadi lokasi sasaran

program relatif jauh tanpa didukung oleh sarana

transportasi yang memadai.

• Penyalahgunaan bantuan dana BLM lebih besar

ditemukan pada kelompok masyarakat pemanfaat

untuk yang mengembangkan usaha penangkapan ikan,

usaha keramba ikan, dan usaha peternakan.

Penyalagunaan Dana Bergulir tersebut mengakibatkan

terjadinya kemacetan pengembalian atau perguliran

dana di kalangan masyarakat miskin. Sebagian

masyarakat pemanfaat mengalami kegagalan usaha,

yaitu kelompok masyarakat yang mengembangkan

usaha jasa dan usaha pengolahan. Kegagalan usaha

tersebut terutama disebabkan oleh kendala pemasaran.

• Cara pandang masyarakat terhadap program P2KP/

PNPM Mandiri Perkotaan masih diwarnai oleh

pelaksanaan program-program pemberdayaan

masyarakat pada masa lalu (misalnya program IDT,

PDM-DKE). Sebagian masyarakat masih ada yang

beranggapan bahwa bantuan dana bergulir tersebut

adalah milik pemerintah (tidak bertuan), yang tidak

perlu dikembalikan/digulirkan. Hal ini mengindikasikan

bahwa kesadaran kritis masyarakat masih rendah.

• Berbeda dengan tingkat pengembalian oleh kelompok

masyarakat pemanfaat untuk usaha pertanian tanaman

pangan, pada umumnya tidak ditemukan adanya

tunggakan lebih dari satu bulan (termasuk

memuaskan). Bantuan dana bergulir tersebut, benar-

benar digunakan untuk pengadaan bibit, pegadaan

pupuk dan obat-obatan, sehingga produktivitas usaha

meningkat.

• Masalah lain yang dihadapi oleh Kelompok Masyarakat

Pemanfaat adalah rendahnya kemampuan

pengetahuan pengurus kelompok di bidang pembukuan

(Informasi dari Tim Audit KMP).

Berdasarkan hasil evaluasi di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa program P2KP/PNPM Mandiri

Perkotaan telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman

(aturan), namun bila dilihat dari dampak program terhadap

pemberdayan masyarakat miskin teridentifikasi masih

dalam proses menuju masyarakat yang semakin berdaya

untuk keluar dari kemiskinan. Faktor penyebab

kelambanan keberhasilan program ini untuk

mengentaskan masyarakat penerima manfaat keluar dari

kemiskinan, terutama disebabkan oleh:

(1) Rendahnya penyadaran kritis di tingkat masyarakat,

hal ini ditandai dengan:

• Masih ditemukan penyalahgunaan bantuan dana

BLM, sehingga tingkat tunggakan relatif tinggi.

• Kurangnya partisipasi masyarakat dalam

menghadiri rapat-rapat, pertemuan-pertemuan yang

difasilitasi oleh tenaga pendamping.

• Kurangnya partisipasi masyarakat miskin menyusun

PJM pronangkis.

• Sulitnya menemukan para relawan ditingkat

masyarakat kelurahan.

• Cara pandang masyarakat masih diwarnai oleh

program-program pemberdayaan masyarakat

29

Hasil Kajian

Page 32: Bulit01 2009

sebelumnya.

(2) LKM atau kelompok peduli masyarakat miskin di

tingkat masyarakat kelurahan, kecamatan dan kota

belum berfungsi secara optimal.

Dampak Program P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan

• Meningkatnya kecukupan dan mutu pangan.

• Meningkatnya akses dan Mutu Layanan Kesehatan

• Meningkatnya Kesempatan Kerja dan Berusaha.

• Meningkatnya Akses Layanan Perumahan.

• Meningkatnya Keamanan.

• Meningkatnya Partisipasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Evaluasi terhadap aspek input, bahwa masyarakat

miskin yang menjadi sasaran program masih ada yang

kurang tepat, karena masih belum akuratnya data

kemiskinan.

2. Evaluasi terhadap aspek proses, bahwa pelaksanaan

program penanggulangan kemiskinan sudah relatif

sesuai dengan pedoman pelaksanaan.

3. Evaluasi terhadap aspek output (hasil), bahwa

sebagian besar program sudah berjalan sesuai dengan

rencana, meskipun masih terdapat permasalahan yang

dihadapi.

4. Evaluasi terhadap aspek outcome (dampak), bahwa

secara keseluruhan dari program penanggulangan

kemiskinan masih belum mampu mengatasi persoalan

kemiskinan.

5. Program-program penanggulangan kemiskinan secara

konseptual sudah baik, namun implementasi di

lapangan masih lemah.

SARAN

1. Perencanaan program pengentasan kemiskinan harus

digali dari bawah (bottom up) dan melibatkan

masyarakat.

2. Program pengentasan kemiskinan hendaknya lebih

banyak yang bersifat pemberdayaan ekonomi

masyarakat/peningkatan pendapatan dan mengubah

perilaku masyarakat.

3. Peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan

perlu ditingkatkan terutama dalam sinkronisasi program

yang dibuat oleh SKPD.

REKOMENDASI 1. Data kemiskinan perlu diverifikasi oleh tim gabungan

(BPS, Dinas/Instansi terkait, LSM, Perguruan Tinggi,

dll) secara rutin setiap tahun. Uji petik verifikasi dapat

dilakukan pada beberapa RT sebagai sampel.

2. Perlu peningkatan koordinasi antar SKPD, baik antar

SKPD Kota maupun dengan SKPD provinsi sehinga

kegiatan implementasi di lapangan dapat lebih

terintegrasi. Implementasi program dilapangan untuk

kegiatan PM2L perlu lebih dipercepat mengingat

persentase kegiatan yang telah dilaksanakan hingga

teriwulan III (Agustus 2009) baru mencapai rata-rata

21,24%.

3. Kegiatan PM2L untuk masing-masing kelurahan

sasaran hendaknya direncanakan secara musyawarah

dan aspiratif sehingga mendapat dukungan penuh dari

masyarakat.

4. Kegiatan PM2L yang bersifat fisik, seperti

pembangunan jalan, jembatan dan fasilitas desa

lainnya, hendaknya dilaksanakan secara padat karya,

dengan mengutamakan tenaga kerja dari warga

masyarakat setempat.

5. Selain program pemberdayaan masyarakat di bidang

ekonomi dan pembangunan infrastruktur kelurahan,

hendaknya juga perlu dilaksanakan program untuk

peningkatan keswadayaan, kemandirian dan

kesadaran kritis masyarakat, melalui kegiatan

ceramah, pembuatan poster, booklet, leaflet dan

pemutaran film tentang keberhasilan masyarakat di

suatu daerah keluar dari kemiskinan.

6. Mengadakan pameran dan lomba keberhasilan

kegiatan program pemberdayaan masyarakat, yang

diikuti oleh kelompok masyarakat penerima program

pemberdayaan. Aspek yang dilombakan tidak hanya

pada keberhasilan pengembangan usaha, tetapi juga

aspek sosial seperti: kemandirian, keswadayaan,

gotong-royong, dan kesadaran kritis masyarakat untuk

keluar dari kemiskinan.

Hasil Kajian

30

Page 33: Bulit01 2009

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

K operasi dan usaha kecil dan menengah (UKM)

pada saat krisis ekonomi yang dialami Indonesia

tahun 1997 dan krisis global finansial saat ini di-

harapkan mampu bertahan sebagai bagian dari roda eko-

nomi masyarakat. Peran tersebut semakin nyata ketika

sektor koperasi, usaha kecil dan menengah ternyata

mampu bertindak sebagai tulang punggung perekonomian

Indonesia, dan tampil sebagai pahlawan untuk meng-

gerakkan roda perekonomian. Walaupun eksistensi

koperasi, usaha kecil dan menengah telah terbukti di ten-

gah dinamika dan fluktuasi perekonomian di tingkat re-

gional dan global, namun demikian perkembangan

koperasi, usaha kecil dan menengah di Indonesia masih

belum berjalan lancar.

Perilaku koperasi sebagai institusi ekonomi se-

benarnya bisa lebih tergiatkan bila ditinjau dengan adanya

Undang-Undang (UU) Nomor 30 dan 33 tahun 2004 ten-

tang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan

Daerah dan Pusat serta rencana perubahan UU Nomor 25

tahun 1992. Koperasi sebagai institusi terdiri dari or-

ganisasi koperasi itu sendiri (hardware) dan the rule of the

game (software) yang meliputi tata nilai anggota, prinsip

koperasi, Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga

(ART), peraturan, norma dan adat istiadat baik yang tertu-

lis maupun tidak tertulis. Selayaknya antara hardware dan

software saling bersesuaian (compatible). Bila tidak berse-

suaian maka koperasi bertindak sebagai organisasi, na-

mun peran dan fungsinya seperti lembaga perdagangan

karena software yang dibangun (the rule of the game) le-

bih sesuai untuk peran dan fungsi lembaga perdagangan.

Data tahun 2007, secara kuantitatif jumlah keseluru-

han koperasi di Kalimantan Tengah tercatat sebanyak

1.996 unit, dengan jumlah anggota 206.976 orang. Dari

jumlah tersebut jumlah koperasi aktif hanya sebanyak

1.481 unit atau hanya sekitar 72,85 persen saja. Hal ini

menunjukkan bahwa koperasi sebagai lembaga sosial-

ekonomi memiliki derajat kompleksitas yang lebih tinggi

seperti sarat dengan aspek kemanusiaan, sosial, budaya,

ekonomi dan manajemen bisnis dibandingkan dengan

organisasi ekonomi semata yang mempengaruhi keunikan

dan kerumitan tersendiri dalam manajemennya.

Eksistensi UKM dalam menunjang perekonomian

nasional telah terbukti selama ini, walaupun dalam kondisi

perekonomian yang sulit UKM secara umum tetap eksis

dan memberi kontribusi yang cukup terhadap Produk Do-

mestik Bruto (PDB) nasional. Ditinjau dari jumlah usaha

dan penyerapan tenaga kerja yang begitu besar, peran

UKM relatif sangat rendah dibandingkan dengan usaha

besar. Sampai saat ini usaha besar tetap menguasai se-

bagian besar sumberdaya nasional walaupun jumlah

usaha besar sangat kecil. Jumlah UKM sebanyak

48.929.636 unit (hampir 99,98% dari dunia usaha). UKM

yang bergerak di sektor pertanian, peternakan, kehutanan

dan perikanan mencapai 26.209.346 unit, yang bergerak

di sektor perdagangan, hotel dan restoran mencapai

13.304.939 unit dan yang bergerak di industri pengolahan

mencapai 3.217.506 unit. Pada umumnya ciri UKM ditin-

jau dari manajemen dan pasarnya lebih bersifat tradisional

sementara usaha besar lebih modern.

Potensi koperasi di Kota Palangka Raya cukup men-

janjikan, baik dilihat secara kuantitatif maupun jenis usaha

yang dilakukan. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik

Provinsi Kalimantan Tengah dan Kota Palangka Raya

Dalam Angka Tahun 2008, bahwa jumlah koperasi dan

KUD yang ada di Kota Palangka Raya adalah sebanyak

306 unit dengan jumlah anggota 29.424 orang. Jenis

usaha sebagian besar bergerak di bidang kelompok serba

usaha (224), selanjutnya di bidang kelompok konsumsi

(72), kelompok jasa (9) dan kelompok produksi (1). Lebih

lanjut, potensi usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota

Palangka Raya dapat dilihat berdasarkan data dari Dinas

Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Palangka

Raya, bahwa pada tahun 2007 terdapat 504 usaha kecil

dan menengah baik formal dan non formal dengan jumlah

tenaga kerja yang terserap sebanyak 2.364 orang, yang

terdiri dari bidang usaha: pangan sebanyak 82 unit usaha,

sandang sebanyak 30 unit usaha, kimia dan bahan ban-

gunan sebanyak 242 unit usaha, logam dan elektronika

sebanyak 132 unit usaha, kerajinan sebanyak 18 unit

usaha.

31

Hasil Kerjasama Badan Perencanan Pembangunan Daerah Kota Palangka Raya dan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya

Oleh: Mofit Saptono, Dedy Takari, Masliani, Revi Sumaryati, Abdul Mukti1)

1) Dosen Universitas Palangka Raya

Hasil Kajian

Page 34: Bulit01 2009

Potensi koperasi dan UKM tersebut belum diimbangi

oleh meratanya peningkatan kualitas koperasi dan UKM.

Permasalahan yang paling mendasar adalah lemahnya

posisi tawar menawar, akibatnya mereka hanya bisa beru-

saha secara subsisten dengan ruang pengambilan kepu-

tusan yang sempit. Permasalahan lain yang dihadapi oleh

koperasi dan UKM adalah rendahnya produktivitas.

Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal dan ekster-

nal yang dihadapi koperasi dan UKM. Masalah internal

meliputi, yaitu: (1) rendahnya kualitas sumber daya manu-

sia dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi,

dan pemasaran; (2) lemahnya kewirausahaan dari para

pelaku; dan (3) terbatasnya akses terhadap permodalan,

informasi, alih teknologi dan pemasaran, serta faktor pro-

duksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang diha-

dapi diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat

iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan ba-

han baku. Perolehan legalitas formal hingga saat ini juga

masih merupakan persoalan mendasar bagi koperasi dan

UKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus

dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. Pada waktu

yang bersamaan, koperasi dan UKM juga menghadapi

tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya

perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perda-

gangan dan cepatnya tingkat kemajuan teknologi.

Adanya masalah tersebut di atas sebenarnya ber-

sumber dari lemahnya proses tawar menawar (bargaining

position) dari koperasi dan UKM. Lemahnya posisi tawar

menawar ini bisa terjadi karena: (1) usaha yang kecil se-

hingga tidak memiliki atau tidak mampu menyimpan en-

ergi yang cukup untuk bergerak secara leluasa, (2) kurang

teroganisirnya gerakan-gerakan dan kegiatan-kegiatan

usaha kecil tersebut.

Berdasarkan berbagai permasalahan yang telah

dikemukakan di atas, kegiatan penelitian tentang potensi

pengembangan koperasi dan UKM di Kota Palangka

Raya merupakan hal yang menarik untuk dilakukan. Ini

dilandasi pada pertimbangan bahwa keberadaan koperasi

dan UKM di Kota Palangka Raya diharapkan dapat seba-

gai buffer dan katup pengaman (savety valve) dalam men-

ingkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekono-

mian masyarakat Kota Palangka Raya. Harapan tersebut

khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan men-

gurangi kesen-jangan dan tingkat kemiskinan. Hasil studi

penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan un-

tuk menetapkan langkah-langkah kebijakan khususnya

pengembangan dan pemberdayaan koperasi dan UKM di

Kota Palangka Raya.

PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah perkembangan koperasi dan UKM yang

ada di Kota Palangka Raya, ditinjau dari sisi jumlah

dan jenis usaha yang dikembangkan.

2. Faktor-faktor apa saja yang dominan dalam mempen-

garuhi perkembangan koperasi dan UKM di Kota

Palangka Raya.

3. Seberapa besar masing-masing potensi wilayah dalam

rangka pengembangan koperasi dan UKM.

4. Bagaimana strategi pengembangan koperasi dan

UKM, sehingga pada akhirnya mampu menciptakan

pertumbuhan ekonomi (peningkatan pendapatan dan

kesempatan berusaha) di Kota Palangka Raya.

TUJUAN PENELITIAN

1. Memberikan informasi deskriptif tentang perkem-

bangan jumlah dan jenis usaha koperasi dan UKM

yang ada di Kota Palangka Raya.

2. Memberikan informasi deskriptif tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi pengembangan koperasi dan

UKM di Kota Palangka Raya.

3. Menganalisis potensi untuk mengembangkan koperasi

dan UKM di Kota Palangka Raya.

4. Menentukan langkah-langkah strategis pengembangan

koperasi dan UKM di Kota Palangka Raya.

MANFAAT PENELITIAN

1. Pemerintah Kota Palangka Raya, dalam hal ini Dinas

Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi sebagai

dasar informasi dan masukan dalam melakukan peren-

canaan dan kebijakan pembangunan khususnya

pengembangan dan pemberdayaan koperasi dan UKM

di Kota Palangka Raya.

2. Pelaku usaha, terutama pengelola koperasi dan pen-

gusaha kecil dan menengah, yang dapat digunakan

sebagai informasi meningkatkan produktivitas dan un-

tuk mengatasi masalah internal dan eksternal yang

dihadapi.

3. Sebagai bahan acuan atau referensi bagi para pemer-

hati masalah-masalah sosial khususnya dalam bidang

koperasi dan ekonomi pembangunan dalam rangka

pengembangan penelitian lebih lanjut.

METODE PENELITIAN

RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian yang digunakan dalam peneli-

tian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran

tentang perkembangan koperasi dan UKM yang dilihat

dari sisi jumlah, jenis usaha, modal, tenaga kerja, lahan/

32

Hasil Kajian

Page 35: Bulit01 2009

tempat usaha, dan teknologi yang dimiliki (khusus untuk

pelaku UKM) yang dapat mempengaruhi pengembangan

koperasi dan usaha kecil menengah (UKM) di Kota

Palangka Raya. Agar relevan dengan tujuan penelitian

dimaksud, desain penelitian menggunakan metode

analisis deskriptif dan survei sebagai metode analisis

utama, yaitu penelitian yang menggambarkan dan mengu-

raikan keadaan atau fakta yang ada tentang keadaan

Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kota

Palangka Raya.

TAHAPAN PENELITIAN

Pelaksanaan studi dilakukan dalam tiga tahap,

masing-masing adalah (1) studi literatur, (2) survei dan

pengumpulan data, serta (3) pengolahan dan analisa data.

Studi literatur dilakukan terutama teori tentang analisis

SWOT untuk analisis strategi pengembangan koperasi

dan UKM. Survei pengumpulan data sekunder dilakukan

untuk upaya analisis strategi pengembangan koperasi

dan UKM di Kota Palangka Raya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

UMUM

KEADAAN KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) DI KOTA PALANGKA RAYA

Perkembangan jumlah dan jenis koperasi dan UKM di Kota Palangka Raya

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Koperasi dan KUD Kota Palangka Raya Tahun 2003 - 2008

Sumber : Kota Palangka Raya Dalam Angka, 2008

Program koperasi berkualitas merupakan salah satu

program pengembangan koperasi baik pengembangan

kelembagaan maupun jenis usaha yang ada di Kota

Palangka Raya. Program koperasi berkualitas telah

diprogramkan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun

2009 dengan total unit yang diprogramkan sebanyak 153

unit tersebar di 5 (lima) kecamatan. Sampai dengan

tahun 2007 sudah terelialisasi sebanyak 96 unit, dimana

setiap kecamatan minimal sudah memiliki 1 (satu)

koperasi yang berkualitas A dan koperasi tersebut

merupakan koperasi percontohan bagi koperasi-koperasi

lainnya. Perkembangan koperasi berkualitas di Kota

Palangka Raya secara rinci dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 2. Perkembangan Jumlah Koperasi Berkualitas Tahun 2006 -2009*) di Kota Palangka Raya

Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, 2008 *) target capaian

Usaha kecil (UK) dan usaha menengah (UM) tahun

2004-2006 yang ada di Kota Palangka Raya dapat dilihat

pada Gambar 1. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa

jumlah UKM yang ada di Kota Palangka Raya menunjuk-

kan penambahan jumlah unit usaha dari tahun ke tahun.

Tahun 2004 jumlah UKM adalah 416 unit usaha, tahun

2005 bertambah menjadi 461 ini berarti terjadi penamba-

han unit usaha baru sebanyak 45 unit usaha atau sebesar

10,82%. Pada tahun 2006 jumlah UKM adalah 504 unit

usaha, terjadi penambahan unit usaha baru sebanyak 43

unit usaha atau sebesar 9,33%.

Apabila dihitung secara rata-rata maka pertumbuhan

UKM selama kurun waktu 2003-2005 adalah sebesar

6,72%. Secara persentase, proporsi jumlah usaha kecil

Tahun Koperasi (Unit)

KUD (Unit)

Jumlah (Unit)

2003 293 10 303

2004 308 6 314

2005 316 10 326

2006 291 6 301

2007 299 7 306

2008*) 306 13 319

Uraian Program Realisasi

2007 2006 2007 2008 2009*)

Klasifikasi A 1 2 1 1 3

Klasifikasi B 22 22 22 22 44

Klasifikasi C 32 17 6 5 49

Jumlah 55 41 29 28 96

33

0

100

200

300

400

500

600

JUMLAH (UNIT)

Pangan 70 84 82

Sandang 12 26 30

Kimia & Bahan Bangunan 204 182 242

Logam & Elektronika 107 119 132

Kerajinan 23 50 18

Jumlah 416 461 504

2004 2005 2006

Gambar 1. Jumlah unit usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Palangka

Raya menurut bidang usaha Tahun 2004-2006 (Sumber: diolah

dari data Disperindagkop Kota Palangka Raya, 2007)

Hasil Kajian

Page 36: Bulit01 2009

71%

29%

FORMAL

NON FORMAL

0

50

100

150

200

250

JUMLAH (UNIT)

Pangan 36 34 41 43 44 38

Sandang 11 1 13 13 18 12

Kimia & Bhn Bangunan 183 21 156 26 219 23

Logam & Elektronika 49 58 58 61 72 60

Kerajinan 12 11 35 15 5 13

Formal non-Formal Formal non-Formal Formal non-Formal

2004 2004 2005 2005 2006 2006

97% 3%

Usaha Kecil

Usaha Menengah

(UK) dan usaha menengah (UM) di Kota Palangka Raya

tahun 2005 dapat dilihat pada Gambar 2.

Kemudian, jumlah usaha kecil dan menengah (UKM)

berdasarkan status usaha, yaitu formal dan non formal

dapat dilihat pada Gambar 3. Tahun 2004, jumlah usaha

kecil dan menengah (UKM) yang memiliki izin usaha atau

formal adalah sebanyak 291 unit usaha atau sekitar 70%

dari jumlah UKM. Sementara UKM yang tidak memiliki izin

usaha atau non formal adalah sebanyak 125 unit usaha

atau sekitar 30%. Tahun 2005, jumlah UKM formal

adalah 303 unit usaha atau sekitar 65,7%, dan UKM non

formal adalah 158 unit usaha atau sekitar 34,3%. Pada

tahun 2006, jumlah UKM formal adalah sebanyak 358

unit usaha atau sekitar 71%, dan UKM non formal se-

banyak 146 unit usaha atau sebesar 29%.

Secara persentase proporsi usaha kecil dan

menengah (UKM) berdasarkan status usaha yakni formal

dan non formal tahun 2006 disajikan pada Gambar 4 Ber-

dasarkan status usaha yaitu formal dan non formal, usaha

kecil dan menengah (UKM) kota Palangka Raya tahun

2005 didominasi oleh UKM formal yaitu sebesar 71%, dan

UKM non formal sebesar 29%.

Selanjutnya disajikan grafik pertumbuhan unit usaha

kecil dan menengah (UKM) berdasarkan kelompok bidang

usaha yaitu: pangan, sandang, kimia dan bahan ban-

gunan, logam dan elektronika, dan kerajinan kurun waktu

tahun 2004-2006, sebagai berikut:

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Koperasi dan UKM

Soetrisno (2001) mengemukakan bahwa ciri utama

perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola

penitipan kepada program yaitu: (i) program pem-

bangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian,

koperasi desa, KUD; (ii) lembaga-lembaga pemerintah

dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional

lainnya; dan (iii) perusahaan baik milik negara (BUMN)

maupun swasta (BUMS) dalam koperasi karyawan. Seba-

gai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkem-

bang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.

Gambar 2. Persentase usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Palangka

Raya Tahun 2006 (Sumber : diolah dari data Disperindagkop Kota

Palangka Raya, 2007).

Gambar 3. Jumlah unit usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Palangka

Raya berdasarkan status usaha Tahun 2004-2006 (Sumber:

diolah dari data Disperindagkop Kota Palangka Raya, 2007).

Gambar 4. Jumlah unit usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Palangka

Raya berdasarkan status usaha Tahun 2004-2006 (Sumber:

diolah dari data Disperin-dagkop Kota Palangka Raya, 2007).

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

PERTUMBUHAN (%)

-100

-50

0

50

100

150

PERTUMBUHAN (%)

SANDANG 0 116.67 15.38

PANGAN 0 20 -2.38

Kimia & Bh Bngn 0 -10.78 32.97

Logam &

Elektronika

0 11.21 10.92

Kerajinan 0 117.39 -64

2004 2005 2006

Gambar 5. Pertumbuhan unit usaha kecil dan menengah (%) di Kota

Palangka Raya Tahun 2004-2006 (Sumber: diolah dari data

Disperindagkop Kota Palangka Raya, 2007).

34

Hasil Kajian

Page 37: Bulit01 2009

Intervensi dari pemerintah yang terlalu besar sebagai

salah satu penyebab lambatnya perkembangan koperasi

di Indonesia. Selama ini koperasi dikembangkan dengan

dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer

dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar

bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar

KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didu-

kung dengan program pembangunan untuk membangun

KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk

mendukung program pembangunan pertanian untuk swa-

sembada beras, seperti selama Pembangunan Jangka

Panjang I (PJP I) pada era Orde Baru yang menjadi ciri

menonjol dalam politik pembangunan koperasi.

Koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan pro-

gram yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pe-

merintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran

kredit ke petani lewat BIMAS menjadi kredit usaha tani

(KUT), pola pengadaan beras pemerintah, sampai pada

penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib

koperasi harus memikul beban kegagalan program, se-

mentara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan

dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti

dan media masa.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kelemahan

koperasi dan UKM umumnya disebabkan oleh sejumlah

hambatan eksternal dan internal. Ada tiga hambatan

eksternal utama, yakni sebagai berikut. Pertama, keterli-

batan pemerintah yang berlebihan (yang sering kali

karena desakan pihak donor). Kedua, terlalu banyak yang

diharapkan dari koperasi atau terlalu banyak fungsi yang

dibebankan kepada koperasi melebihi fungsi atau tujuan

koperasi sebenarnya. Tujuan koperasi pertanian, bahwa

koperasi pertanian digunakan secara eksplisit sebagai

salah satu instrumen pembangunan yang bertujuan pada

pemerataan dan pengurangan kemiskinan. Ketiga, kondisi

yang tidak kondusif, seperti distorsi pasar, kebijakan eko-

nomi seperti misalnya kebijakan proteksi yang anti-

pertanian, dan sebagainya. Sedangkan, hambatan internal

adalah termasuk keterbatasan anggota atau partisipasi

anggota, isu-isu struktural, perbedaan antara kepentingan

individu dan kolektif, dan lemahnya manajemen.

Analisis SWOT Pengembangan Potensi Koperasi dan

UKM Kota Palangka Raya

Dalam rangka pengembangan potensi koperasi dan

UKM di kota Palangka Raya diperlukan beberapa strategi

yang diperoleh dari hasil analisis SWOT sebagai berikut:

35

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Faktor Keunggulan (S)

a. Wilayah kota yang cukup

luas, jumlah penduduk yang selalu meningkat, kesempatan dan peluang berusaha masih luas serta daya tarik pasar tinggi

b. Loyalitas dalam bekerja cukup tinggi

Faktor Kelemahan (W)

a. Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota yang komprehensif belum tersedia, dan perenca-naan program kerja lintas sektoral/instansi belum terpadu

b. Jiwa wirausaha, skill personali ty masih rendah, produktivitas rendah.

c. Dominasi kekuasaan tinggi sehingga ter-gantung pada sistem jatah dan fasilitas, sistem kekeluargaan rendah

Faktor Peluang (O)

a. Visi dan Misi

Daerah yang sa-ngat mendukung dalam mencipta-kan iklim yang favourable untuk p engembangan potensi koperasi dan UKM.

b. Leading sector p e r t u m b u h a n ekonomi adalah sektor jasa-jasa; p e r d a g a n g a n (koperasi dan UKM), hotel & restoran; serta pengangkutan dan komunikasi.

Strategi S-O aa. (a) Peningkatan kuan-

titas dan kualitas serta jenis usaha koperasi dan UKM khususnya utk kawasan padat pen-duduk, (b) tata kota terutama me-nyangkut bangunan dan fasilitas untuk UKM, (c) Pening-katan regulasi dan kebijakan pemerintah melalui pelayanan yang prima pada sektor finansial.

ab. Tata kota terutama me n ya n g ku t p e r -dagangan, hotel dan restoran.

ba. Penyelenggaraan lem-baga-lembaga pen-didikan dan keteram-pilan yang meningkat-kan profesionalisme

bb. Peningkatan pengeta-huan dan keterampil-an pekerja terutama pada sektor jasa , per-dagangan, hotel dan restoran, serta peng-angkutan dan komuni-kasi.

Strategi W-O

aa. RTRW kota yang kom-

prehensif dan program kerja lintas sektoral/instansi yang terpadu sangat men-dukung p e n g e m b a n g - a n potensi koperasi dan UKM.

ab. RTRW kota yang memperhatikan tata sektor jasa, perdagang-an (koperasi dan UKM), hotel dan restoran; serta peng-angkutan dan komu-nikasi.

ba. Upaya peningkatan Kualitas SDM melalui pendidikan dan latih-an.

bb. Tersedianya informa-si pasar kerja ter-utama untuk sektor jasa, perdagangan (koperasi dan UKM), hotel dan restoran; serta pengangkutan dan komunikasi

Faktor Ancaman (T) a. Tata Kota

Palangka Raya terkendala belum disepakatinya RTRW yang kom-prehensif.

b. b. Masih rendah-nya Kontribusi sektor perdagan-gan, koperasi dan UKM terhadap PDRB dan pen-yerapan tenaga kerja.

Strategi (S-T) aa. Diperlukan kebijaksa-

naan pemerintah Kota Palangka Raya yang t idak bertentangan dengan hukum namun tetap menopang pe-ngembangan potensi koperasi dan UKM.

ab. Diperlukan upaya untuk membuka jenis jenis usaha koperasi dan UKM yang padat karya

bb. Perlu optimasi pemanfa-atan tenaga kerja untuk koperasi dan UKM.

Strategi (W-T) aa. Mendesak p iha k

pihak yang terkait untuk segera menun-taskan RTRW yang komprehensif.

bb. Mengupayakan nilai tambah yang lebih besar dari jenis jenis usaha koperasi dan UKM, serta penyerap-an tenaga kerja yang lebih besar

Hasil Kajian

Tabel 3. Analisis SWOT Pengembangan Koperasi dan UKM Kota Palangka Raya

Page 38: Bulit01 2009

Tabel 3. Inventarisasi Kekuatan dan Kelemahan Faktor-Faktor Internal Koperasi dan UKM di Kota Palangka Raya

Hasil analisa tersebut memperlihatkan bahwa

perkembangan koperasi yang kurang baik selama ini dise-

babkan karena kebijakan "jatah" dan "fasilitas" khusus dari

pemerintah, terutama di masa Orde Baru. Setiap orang

yang menjadi anggota koperasi bukan karena ingin beker-

jasama dalam kegiatan produktif, melainkan karena ingin

menikmati fasilitas dan jatah dari pemerintah tersebut.

LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS PENGEMBAN-GAN KOPERASI DAN UKM DI KOTA PALANGKA RAYA

Pemberdayaan Anggota Koperasi Pembangunan koperasi tidak boleh terlepas dari

upaya pemberdayaan anggotanya. Pembangunan

koperasi yang berhasil memerlukan sejumlah prasyarat

dan pemenuhan syarat-syarat tertentu, sebagaimana

layaknya dalam pelaksanaan suatu proses. Pembangunan

itu merupakan proses dinamik, karena koperasi adalah

lembaga yang hidup dan beraksi terhadap perubahan

kondisi internal maupun eksternal.

Pemberdayaan anggota mencakup pemberdayaan

kapital (bantuan modal) dan pemberdayaan knowledge,

yang meliputi peningkatan kemampuan manajemen, skill

dan pemahaman yang benar mengenai prinsip-prinsip

koperasi melalui pendidikan dan pelatihan.

Pembangunan koperasi harus lintas sektoral

Pembangunan koperasi dilakukan secara lintas sek-

toral. Membicarakan keberhasilan koperasi, harus mulai

dengan membahas sejumlah prasyarat yang kurang men-

dapat perhatian oleh para pendiri koperasi, masyarakat

dan pembina koperasi. Prasyarat tersebut boleh dinyata-

kan sebagai kriteria yang relatif mutlak, atau merupakan

faktor harus dipenuhi agar dapat membuat koperasi lahir

dan siap tumbuh dalam dinamika perekonomian. Oleh

karena itu dalam setiap pembentukan koperasi baru, ha-

ruslah benar-benar dapat dipenuhi prasyarat yang ditetap-

kan, dengan maksud agar dapat menumbuhkan koperasi

yang berkemampuan tumbuh secara berkelanjutan tanpa

menimbulkan berbagai masalah di masa mendatang.

Koperasi Harus Local Specific

Pembangunan koperasi mengacu pada local spesific

(resource based dan community based). Pembentukan

koperasi baru, perlu dipahami dan diidentifikasi

kepentingan ekonomi para pendiri khususnya dan umum-

nya kepentingan anggota baru di masa mendatang, yang

dijadikan landasan utama pengembangan organisasi dan

kegiatan usahanya. Apabila kemudian ada koperasi diben-

tuk tanpa ada landasan kepentingan anggota dan ke-

mudian memperoleh badan hukum resmi, maka sudah

bisa dipastikan bahwa koperasi itu tidak mungkin di-

golongkan dalam kelompok koperasi genuine, atau

koperasi yang dapat memenuhi kriteria internasional

(identitas koperasi menurut ICA 1995).

Ciri khas koperasi itu biasanya dituangkan dalam

Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga

(ART) yang disyahkan dalam Rapat Anggota Tahunan

(RAT). Dengan mengetahui komposisi kriteria syarat yang

dipenuhi, secara otomatis akan dapat dikenali berbagai

keunggulan dan sekaligus hal-hal yang perlu mendapat

perhatian khusus dari koperasi bersangkutan untuk mem-

buatnya sukses. Pemenuhan kriteria itu memungkinkan

dapat dilakukannya pembandingan antar koperasi yang

satu dengan koperasi yang lain walaupun tidak sejenis.

Posisi koperasi seperti itu juga dapat digunakan untuk

mengarahkan dan menemukan pokok-pokok masalah

tentang koperasi-koperasi bersangkutan dalam proses

pembinaan. Dengan demikian, tingkat keberhasilan

koperasi untuk memenuhi kriteria itu dapat dimanfaatkan

pula untuk sekaligus menilai tingkat prestasi koperasi

secara transparan dan adil. Untuk itu, kriterianya perlu

disusun secara nasional, sesuai dengan kaidah-kaidah

lembaga usaha.

Koperasi Sebagai Aset

Koperasi diikutkan dalam program redistribusi asset

secara transparan. Saat ini dengan berlakunya otonomi

daerah maka tugas teknis pembinaan koperasi meru-

pakan tugas pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah

kabupaten/kota sendiri dihadapkan pada berbagai ma-

salah spesifik di daerah masing-masing. Terdapat paling

tidak tiga tipologi kinerja ekonomi wilayah, dan masing-

masing diharapkan dapat memberikan peran yang paling

optimal bagi perkembangan koperasi di daerahnya mau-

pun secara regional dan nasional.

No. Faktor Kekuatan Kelemahan Netral

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Captive market Loyalitas Mentalitas Legalitas Personalia Dominasi kekuasaan Konflik misi Rantai distribusi Administrasi

X X X

X X X X X

X

36

Hasil Kajian

Page 39: Bulit01 2009

Koperasi Harus Dapat Memanfaatkan Potensi Alam

• Koperasi menjadi pelaku yang aktif dalam bidang

distribusi;

• Koperasi sektor jasa (sektor tersier) dikembangkan

secara lebih profesional;

• Koperasi Simpan Pinjam diarahkan melakukan

interlending dengan koperasi daerah yang berada di

sekitarnya yang lebih miskin;

• Koperasi yang telah memiliki modal cukup besar

diarahkan bekerjasama dengan koperasi daerah yang

sejenis atau atas pertimbangan kemitraan strategis;

• Koperasi menjadi prime mover dalam pengelolaan

potensi alam;

• Koperasi sebagai sarana pemberdayaan masyarakat

bersaan dengan penciptaan iklim yang kondusif bagi

masuknya investor;

• Koperasi yang telah terbina bersama-sama dengan

investor mengelola strategic.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Meningkatnya jumlah dan jenis koperasi dan UKM di

Kota Palangka Raya harus secara bertahap diiringi

dengan peningkatan kualitas dalam arti luas, yang

menyangkut keanggotaan, usaha dan manajemen

organisasi dan usaha. Karena keberadaan koperasi

dan UKM telah mampu berkontribusi pada Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) dan mampu

meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.

2. Bahwa konsep kemandirian, kompetensi inti

kekeluargaan dan sinergi produktif-intermediasi-retail

merupakan substansi pengembangan koperasi yang

ada di Kota Palangka Raya. Meskipun

perkembangannya saat ini banyak tereduksi intervensi

kebijakan dan subordinasi usaha besar. Diperlukan

kebijakan, regulasi, supporting movement (bukan

intervention movement), dan strategic positioning

(bukan sub-ordinat positioning) untuk menumbuhkan

kembali konsep kemandirian, kekeluargaan dan sinergi

produktif-intermediasi-retail yang komprehensif.

3. Hasil analisa SWOT terhadap pengembangan potensi

koperasi dan UKM adalah sebagai berikut :

4. Visi dan Misi Kota yang akomodatif dan sangat

mendukung dalam menciptakan iklim yang favourable

untuk pengembangan potensi koperasi dan UKM.

5. Wilayah, jumlah penduduk, kesempatan/peluang

berusaha serta daya pikat pasar yang masih sangat

luas/terus meningkat.

6. Produktivitas dan loyalitas pekerja regional cukup

tinggi.

7. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang komprehensif

belum tersedia, perencanaan program/program kerja

yang belum terpadu antar lintas sektoral/instansi terkait

8. Mentalitas/jiwa wirausaha dan kemandirian serta skill

personality yang relatif masih rendah.

9. Pembangunan dan pengembangan koperasi dan UKM

tidak boleh terlepas dari pemberdayaan anggota, harus

dilakukan secara lintas sektoral dan mengacu pada

spesifik lokal (sumberdaya alam dan masyarakat

setempat) serta diikut sertakan dalam redistribusi aset

secara transparan.

10.Masih diperlukan peran serta pemerintah untuk

menciptakan iklim yang kondusif, terutama dalam hal

membuka akses pembiayaan/permodalan terutama

melalui perbankan, pelatihan pendidikan, pembinaan

dan menciptakan program-program kebijakan yang

berpihak pada koperasi dan UKM seperti,

mengembangkan jaringan pemasaran, peningkatan

kualitas produk dan mengaitkannya dengan teknologi

informasi serta pengembangan sumberdaya manusia.

REKOMENDASI/SARAN-SARAN

1. Menemukan bentuk nyata kompetensi inti

kekeluargaan, Diperlukan parameter untuk

mengidentifikasi kompetensi inti kekeluargaan versi

koperasi. Kompetensi inti memang berasal dari sumber

daya dan kemampuan organisasi, namun tidak semua

sumber daya dan kemampuan merupakan kompetensi

inti. Meskipun tidak menutup kemungkinan adanya

perluasan (ekstensi) model tiga parameter tersebut.

2. Diperlukan pemacu bentuk koperasi dan UKM secara

seimbang. Koperasi dan UKM produktif perlu

digalakkan, sehingga kualitas, enterpreneurship,

kemandirian, jumlah dan keanggotaannya memiliki

keseimbangan dengan bentuk koperasi dan UKM lain,

seperti koperasi dan UKM fungsional, koperasi dan

UKM retail maupun jasa (intermediasi). Bagi koperasi

dan UKM produktif lama perlu kebijakan mendesak

untuk pemberdayaan agar tidak terjadi deklinasi usaha.

Perlu juga menumbuhkan pengusaha-pengusaha baru

koperasi dan UKM di bidang produktif, seperti

pertambangan, energi, industri, otomotif, industri

keperluan rumah tangga (sabun, sikat gigi, pasta gigi,

shampoo) dan teknologi pertanian.

37

Hasil Kajian

Page 40: Bulit01 2009

3. Beberapa tahun ke depan perlu merancang

pemberdayaan koperasi dan UKM yang lebih mandiri.

Artinya, saatnya memikirkan lebih nyata mekanisme

yang menyentuh langsung pada sektor riil, melalui

program penumbuhan iklim usaha (pemihakan,

kepastian usaha, kesempatan usaha, perlindungan

usaha dan dukungan berusaha seluas-luasnya) dan

melalui program pengembangan usaha (pemberian

fasilitas bimbingan dan pendampingan serta

meningkatkan kemampuan skill). Beberapa hal lain

yang dapat dilakukan:

(a) Menemukan formulasi mikro ekonomi untuk

semua. Mekanisme gotong-royong bukan hanya

sebagai bentuk idealisme, tetapi perlu dikolaborasi

lebih jauh sebagai inti pendekatan mikro yang

berdampak pada ekonomi makro.

(b) Menemukan dari bawah mekanisme berdagang,

berinvestasi, produksi dan melakukan pemasaran

bagi ekonomi rakyat secara luas dan berkeadilan.

(c) Mengembangkan akhlak bisnis ekonomi rakyat

berbasis kekeluargaan.

(d) Menggali dan mengangkat kearifan lokal dalam

berekonomi. Konsekuensinya adalah menelusuri

mekanisme manajemen, administrasi dan

keuangan/akuntansi ekonomi rakyat sesuai

realitas.

(e) Mensinergikan mikro dan makro ekonomi atas

dasar kepentingan ekonomi, sosial, lingkungan

untuk semua.

4. Kenyataan program-program bersifat pembiayaan

(modal), akses perbankan, aspek teknologi dan segala

hal tersebut masih berkaitan dengan materi;

pemberdayaan, profesionalisme, pelatihan, kemitraan,

pasar bersama dan lain sebagainya masih berkaitan

dengan anthropocentric oriented. Demikian pula

perjuangan ekonomi kerakyatan berbasis sosial,

berbasis masyarakat, perluasan bentuk demokrasi

ekonomi semua juga tidak lepas dari nuansa sosialisme

model baru yang juga tetap berpola materialism and

anthropocentric oriented.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, L., 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah (Edisi pertama). BPFE, Yogyakarta.

Arsyad, L., 2004. Ekonomi Pembangunan (Edisi ke 4), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (YKPN), Yogyakarta.

Asian Development Bank (ADB), 2001. Upaya Meringankan Beban Regulasi Bagi UKM Melalui Penyederhanaan Prosedur

Perijinan Usaha dan Fasilitas Unit Pelayanan Terpadu, SDB SME Development.

Baswir, R., 2007, Revitalisasi Koperasi, Makalah disampaikan

dalam diskusi terbatas Pemaparan Hasil-Hasil Penelitian Koperasi, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik, 2008. Palangka Raya Dalam Angka 2007.

BPS Kota Palangka Raya. Kerjasama BPS Kota Palangka Raya dengan Pemerintah Kota Palangka Raya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Palangka Raya.

Badan Pusat Statistik, 2008. Kalimantan Tengah Dalam Angka 2007. BPS Provinsi Kalimantan Tengah. Kerjasama BPS Provinsi Kalimantan Tengah dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.

Badan Pusat Statistik, 2008. Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak Berbadan Hukum Tahun 2006, BPS Jakarta, Indonesia.

Baswir, R., 2007. Revitalisasi Koperasi, Makalah disampaikan

dalam Diskusi terbatas Pemaparan Hasil-Hasil Penelitian Koperasi. Jogjakarta.

Baswir, R., 2008, Ekonomi Kerakyatan Ekonomi Rakyat dan Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Nasional. Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, http://www.gemari.or.id/file/buku (diakses tanggal 17 Maret 2009)

Ginanjar, K., 2007, Mewujudkan Demokrasi Ekonomi Dengan Koperasi, Diskusi Nasional ICMI, BAPPENAS, Jakarta, 27 Desember 2007.

Irawan dan Suparmoko, M., 1983, Ekonomi Pembangunan (edisi

ketiga), BPFE Yogyakarta. Mubyarto, 2002a, Membangkitkan Ekonomi Kerakyatan Melalui Gerakan Koperasi: Peran Perguruan Tinggi, Jurnal Ekonomi Rakyat (I) : 6, http://www.ekonomirakyat.org/edisi_6/artikel (diakses tanggal 21 Maret 2009)

Mubyarto. 2002b. Ekonomi Kerakyatan dalam era globalisasi.

Jurnal Ekonomi Rakyat. (I) : 7 Mulawarman, A. D., 2008. Mengembangkan Kompetensi Bisnis Koperasi, http://ajidedim.wordpress.com (diakses tanggal 14 Maret 2009).

Sasono, A., 2002, Agenda Jaringan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan, Perhimbunan Indonesia Bangkit, http://www. habibiecenter.or.id/download/Makalah_Adi_Sasono.pdf (diakses tanggal 21 Maret 2009)

Tambunan, T., 2001, Perkembangan UKM dalam Era AFTA: Peluang, Tantangan, Permasalahan dan Alternatif Solusinya, Kerjasama antara Yayasan Indonesia Forum dengan Lembaga Penerbit FE UI.

Tambunan, T., 2006, Prospek Perkembangan Koperasi Di Indonesia Ke Depan: Masih Relevankah Koperasi Di Dalam Era Modernisasi Ekonomi?, Pusat Studi Industri dan Usaha Kecil Menengah, Universitas Trisakti, Jakarta.

����

38

Hasil Kajian

Page 41: Bulit01 2009

R apat Koordinasi Nasional Penelitian dan Pengem-

bangan (RAKORNAS LITBANG) yang diseleng-

garakan di Kota Palembang pada tanggal 26—29

April 2009 bertempat di Hotel Swarna Dwipa, merupakan

Rakornas Litbang yang kesembilan. Rakornas Litbang

merupakan agenda tahunan yang mulai dilaksanakan se-

jak tahun 2001, yang pelaksanaannya secara bergiliran

diselenggarakan di daerah.

Tujuan pelaksanaan Rakornas Litbang Tahun 2009

adalah: (1) memantapkan agenda penelitian dan pengem-

bangan tahun 2010 dalam menunjang tugas Menteri

Dalam Negeri (Mendagri) dan Kepala Daerah untuk mem-

percepat perwujudan tata kelola kepemerintahan yang

baik dan demokratis melalui reformasi birokrasi; (2) meru-

muskan rancangan kebijakan penguatan litbang melalui

dukungan manajemen kelitbangan yang meliputi aspek-

aspek: kerjasama dan pembiayaan, penetapan Standar

Biaya Khusus (SBK), serta Penetapan Nomenklatur Pro-

gram Litbang Kebjakan (Policy Research) secara khusus,

guna mendukung pengimplementasian agenda-agenda

penelitian dan pengembangan.

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah: (1)

terumuskannya kesepakatan agenda-agenda penelitian

dan pengembangan tentang Reformasi Birokrasi Pemerin-

tahan Daerah dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah

menuju Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan De-

mokratis; (2) terumuskannya rancangan kebijakan pen-

guatan litbang yang meliputi aspek-aspek: kerjasama dan

pembiayaan, penetapan Standar Biaya Khusus (SBK),

serta Penetapan Nomenklatur Program Litbang Kebjakan

(Policy Research) secara khusus, guna mendukung

pengimplementasian agenda-agenda penelitian dan

pengembangan.

Sebagaimana tujuan dan sasaran yang ingin

dicapai, maka penyelenggaraan Rakornas Litbang Tahun

2009 ini mengangkat tema “Peran Litbang dalam

Mendorong Reformasi Birokrasi untuk Mewujudkan

Tatakelola Kepemerintahan yang Baik dan Demokratis”.

Sebagai pembicara utama (Keynote Speaker) dalam

Rakornas Litbang Tahun 2009 adalah Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara, dengan topik

“Kebijakan Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah dan

Desentralisasi Urusan Pemerintahan (OTDA) dalam Me-

wujudkan Tatakelola Kepemerintahan yang Baik”. Dengan

fokus pembahasan diantaranya pada: strategi program

dan kegiatan reformasi birokrasi, implikasi reformasi bi-

rokrasi pada fungsi Litbang Pemerintah/Pemda, dll.

Pembicara lain adalah dari Kementrian Riset dan

teknologi dengan topik “Peran Litbang dalam Manajemen

Litbang Pemerintahan dalam Mewujudkan Tatakelola Ke-

pemerintahan yang Baik di Era Otonomi Daerah, De-

mokrasi dan Pasar Bebas”. Dengan fokus pembahasan

pada: permasalahan dan strategi pengembangan jejaring

kelembagaan litbang sektoral, daerah dan swasta; model

kerjasama dan pembiayaan penelitian dan pengemban-

gan; SBK penyelenggaraan litbang. Sedangkan dari Ke-

mentrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional

dengan topik “Peran Litbang dalam Sinkronisasi Kebijakan

dan Sinergisitas Perencanaan Pembangunan Nasional

dalam Rangka Otonomi Daerah”.

Dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Depdagri

dengan topik “Peran Litbang dalam Sinkronisasi Kebijakan

Penyelenggaraan Otonomi Daerah (Grand Design)”, Di-

rektorat Jenderal DIKTI-Departemen Pendidikan Nasional

dengan topik “Kebijakan Penyelenggaraan Litbang melalui

Dana Hibah”.

Sidang pembahasan kelompok terbagi dalam 3

(tiga), yaitu Kelompok A oleh Kementrian Negara PAN,

kelompok B oleh Ditjen Otda Depdagri dan Kementrian

Negara PPN, dan kelompok C oleh Kementrian Negara

Ristek.

Rakornas Litbang Tahun 2009 juga diikuti oleh

Kepala Bidang Litbang Bappeda Kota Palangka Raya,

yang pada pembahasan kelompok tergabung dalam

Kelompok C (Kelompok Bidang Manajemen Kelitbangan).

Dari hasil rumusan diskusi kelompok tersebut, isu

strategis/aktual (masalah pokok) di bidang kelembagaan

adalah bahwa litbang belum sepenuhnya menggambarkan

sebagai satu institusi pemberi rekomendasi bagi

penetapan kebijakan strategis. Kemudian isu strategis di

bidang Sumber Daya Manusia (SDM), adalah: (1) kuanti-

tas dan kualitas Pejabat Fungsional Peneliti (PFP) belum

optimal, (2) animo untuk menjadi PFP masih rendah/

persyaratan sulit dipenuhi, dan (3) tunjangan PFP relatif

masih rendah. Sedangkan isu strategis di bidang pem-

biayaan adalah, dana yang tersedia masih terbatas

(komitmen Pemerintah Daerah tentang pelaksanaan

Peran Litbang dalam Mendorong Reformasi Birokrasi untuk Mewujudkan Tatakelola

Kepemerintahan yang Baik dan Demokratis

RAPAT KOORDINASI NASIONAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

TAHUN 2009

39

Rakornas

Page 42: Bulit01 2009

Permendagri Nomor 33 Tahun 2007, yaitu mengenai alo-

kasi dana litbang minimal 1% dari APBD belum opti-

mal). Isu strategis lainnya adalah potensi kerjasama lit-

bang antar daerah/perguruan tinggi belum banyak

dimanfaatkan, sarana tukar menukar informasi di bidang

kelitbangan belum optimal/tersedia (database, sarana me-

dia komunikasi, dsb).

Beberapa rumusan kesimpulan yang dihasilkan oleh

kelompok C, diantaranya adalah: (1) reformasi birokrasi

adalah perubahan mindset dari mental penguasa menjadi

mental pelayanan, melalui renumerasi, tunjangan kinerja

dan tunjangan khusus; (2) Arah menuju Good Governance

nampak dari konsep namun, dalam implementasinya ban-

yak benturan/kelemahan sehingga dibutuhkan peran lit-

bang dengan pengkajian-pengkajian yang bersifat tera-

pan; (3) perlunya disusun suatu konsep daya tarik jabatan

fungsional peneliti melalui jabatan rangkap (struktural dan

fungsional), dan realisasi peningkatan tunjangan fung-

sional peneliti.

����

J aringan penelitian dan pengembangan

(Jarlitbang) pendidikan merupakan wahana

kerjasama lintas sektoral antara Pemerintah

Pusat (Depdiknas) dan Pemerintah Daerah (Balitbangda/

Bappeda, Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota)

dalam kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang

pendidikan.

Jarlitbang pada awalnya dikembangkan oleh Pusat

Penelitian Kebijakan dan Inovasi Balitbangda Depdiknas

dengan sebutan Jaringan Penelitian (Jarlit). Setelah

otonomi daerah dan adanya kepentingan bersama dalam

mensinkronkan kebijakan pendidikan pusat dan daerah,

pada tahun 2006 berkembang menjadi Jaringan penelitian

dan pengembangan (Jarlitbang) yang melibatkan

Sekretariat dan seluruh Pusat dilingkungan Balitbang

Depdiknas, yaitu: Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi

(Puslitjaknov), Pusat Statistik Pendidikan (PSP), Pusat

Kurikulum (Puskur), dan Pusat Penilaian Pendidikan

(Puspendik).

Melalui Jarlitbang diharapkan dapat membantu

pimpinan daerah dalam merencanakan dan

melaksanakan serta memecahkan masalah-masalah

kebijakan pendidikan di daerahnya. Hal ini sejalan dengan

tuntutan dan kewenangan pemerintah daerah di era

otonomi daerah. Oleh karena itu, keberadaan Jarlitbang

Pendidikan sangat dibuthkan dalam upaya mensinkronkan

berbagai kebijakan pendidiakn nasional dan membantu

memecahkan berbagai permasalahan pendidikan (melalui

penelitian, pendataan/statistik persekolahan, kurikulum,

dan penilaian pendidikan).

Sejalan dengan itu, Balitbangda Depdiknas merasa

perlu melakukan sinkronisasi kebijakan pendidikan

nasional diberbagai jenis dan jenjang pendidikan dengan

pemerintah daerah agar terjadi sinergi penyelenggaraan

kebijakan pendidikan antar pusat dan antar daerah. Hal ini

perlu dilakukan secara sinergi mengingat institusi

penelitian dan pengembangan bidang pendidikan

(penelitian kebijakan, pendataan, kurikulum, penilaian dan

akreditasi sekolah/madrasah) di puast dan daerah telah

terjalin kerjasama di bidang masing-masing.

Selain dari pada itu, Balitbangda yang berperan

memfasilitasi Badan Standar Nasional Pendidikan

(BSNP), Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi

(BAN PT), Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah

(BANS/M) dan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non

Formal (BAN PNF) perlu memberikan informasi dan

dukungan agar pelaksanaan standar nasional pendidikan,

akreditasi sekolah/madrasah, akreditasi pendidikan non

formal, dan akreditasi perguruan tinggi berjalan secara

optimal.

Disamping itu, untuk mewujudkan layanan

pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat diperlukan

komitmen seluruh pemangku kepentingan (stakeholder)

pendidikan. Dalam rangka mewujudkan komitmen seluruh

pihak terkait dan sesuai dengan fungsi strategis Bappeda,

Balitbangda, Dinas Pendidikan, dan LPMP dalam

penetapan kebijakan daerah, maka instansi tersebut

diharapkan mampu mengkoordinasikan penelitian

kebijakan, pendataan, kurikulum, penilaian dan akreditasi

sekolah/madrasah di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

Dalam rangka mengkoord inas ikan dan

menyinkronkan seluruh proses pembangunan pendidikan

dirasakan perlu melaksanakan kegiatan Rapat Koordinasi

Nasional dengan tema: ”Peningkatan Peran

40

RAPAT KOORDINASI NASIONAL (RAKORNAS) JARINGAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PENDIDIKAN TAHUN 2009

BADAN LITBANG DEPDAGRI Jalan Kramat Raya No. 132 - Jakarta Pusat Telpon/Fax. (021) 3924628

Rakornas

Page 43: Bulit01 2009

Jaringan Penelitian dan Pengembangan Dalam

Rangka Penuntasan Target Pembangunan Pendidikan

Tahun 2009”.

Tujuan umum pelaksanaan Rakornas Jarlitbang Pen-

didikan Tahun 2009 adalah: meningkatkan terwujudnya

koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan pen-

didikan nasional melalui tiga pilar kebijakan Depdiknas,

yaitu: (a) perluasan dan pemerataan akses pendidikan, (b)

peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, serta (c)

tatakelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik. Sedang-

kan tujuan khususnya adalah meningkatkan pemahaman

peserta Rakornas Jarlitbang Pendidikan terhadap program

kebijakan pendidikan nasional dan strategi pelak-

sanaannya, kebijakan pendidikan nasional berkaitan

dengan: (1) penelitian kebijakan, (2) sistem pangkalan

dana persekolahan (padati web), (3) kurikulum tingkat

satuan pendidikan (KTSP), (4) sistem penilaian pendidi-

kan, dan (5) akreditasi satuan pendidikan, serta (6)

perkembangan pembaruan pendidikan.

Sasaran yang ingin dicapai Rakornas Jarlitbang

Pendidikan Tahun 2009 adalah:

1. Agenda kerjasama dan sinkronisasi di bidang peneli-

tian kebijakan, pendataan persekolahan (padati web),

implementasi KTSP, penilaian pendidikan untuk men-

dukung kebijakan pendidikan nasional, dan akreditasi

sekolah/madrasah.

2. Komitmen Daerah dalam pelaksanaan kebijakan

pendidikan nasional di bidang: (a) penelitian, (b) pen-

dataan pendidikan (padati web), (c) pendampingan dan

implementasi KTSP, (d) penilaian pendidikan, dan (5)

akreditasi satuan pendidikan.

Kegiatan Rakornas Jarlitbang Pendidikan Tahun 2009

dilaksanakan selama 3 (tiga) hari, tanggal 26-28 Mei

2009, di Hotel Patrajasa, Semarang, Jawa Tengah.

Sedangkan peserta yang diundang terdiri dari: (1) Ketua

Balitbangda/Bappeda Provinsi, (2) Ketua Balitbangda/

Bappeda Kabupaten/Kota, (3) Kepala Dinas Pendidikan

Provinsi/Kabupaten/Kota, dan (4) Ketua LPMP seluruh

Indonesia.

Setelah memperhatikan pengarahan Mendiknas,

paparan dari para narasumber dan diskusi yang berkem-

bang pada sidang pleno maupun sidang kelompok,

Rakornas Jarlitbang Pendidikan Tahun 2009 merumuskan

rekomendasi sebagai berikut:

A. PENELITIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI

PENDIDIKAN

1. Koordinasi antara Jarlit Pusat dan Jarlit Daerah dalam

penelitian kebijakan dan inovasi pendidikan, serta

pelatihan perlu lebih ditingkatkan guna mendukung

sinkronisasi pembangunan pendidikan nasional dan

daerah. Untuk memperkuat koordinasi tersebut:

a. Bappeda/Balitbangda selaku koordinator Jarlit

Daerah mengalokasikan dana dari APBD, dengan

dukungan regulasi dari Pusat (Depdiknas dan

Depdagri).

b. Puslitjaknov selaku koordinator Jarlit Pusat

mengalokasikan dana stimulus bagi Jarlit Daerah

dalam mendukung pelaksanaan fungsi Jarlit.

2. Pelaksanaan kegiatan Jarlit disepakati sebagai berikut:

a. Topik-topik penelitian yang menjadi prioritas untuk

dikerjasamakan antara Puslijaknov dan Jarlit

Daerah: (1) Penelitian pembiayaan pendidikan, (2)

Penelitian pendidik dan tenaga kependidikan, (3)

Pengembangan model pendidikan untuk

pembangunan berkelanjutan, (4) Penelitian

kebijakan relevansi SMK, dan (5) Penelitian

kebijakan akses PAUD.

b. Topik-topik pelatihan yang diperlukan antara lain

adalah penelitian kebijakan, penelitian pengem-

bangan termasuk penelitian tindakan kelas, analisis

kebijakan, dan analisis data (temasuk penggunaan

software).

c. Kegiatan pertukaran informasi dilakukan melalui

tatap muka, surat menyurat, dan pendayagunaan

ICT (a.I. melalui website: www.puslitjaknov.org.)

3. Bentuk kerjasama dilakukan melalui pola: (1) sharing

dana antara Pusat dan Daerah, (2) biaya penuh dari

Daerah, dan (3) biaya dari Daerah, bantuan teknis dari

Pusat.

B. KURIKULUM PENDIDIKAN

1. Perlu dilanjutkan bantuan profesional pengembangan

kurikulum kepada seluruh TPK Provinsi dan TPK Kab/

Kota oleh Pusat Kurikulum;

2. Perlu ditingkatkan koordinasi antara Dinas Pendidikan

Provinsi, Dinas Pendidikan Kab/Kota, LPMP, Balit-

bangda, Bappeda, dan Instansi yang terkait untuk men-

dukung pengusulan pendanaan dalam rangka pelak-

sanaan pendampingan pengembangan kurikulum

kepada satuan pendidikan;

3. Perlu ditingkatkan koordinasi antara Dinas Pendidikan

Provinsi, Dinas Pendidikan Kab/Kota, LPMP, dan In-

stansi yang terkait dalam pelaksanaan pendampingan

pengembangan kurikulum kepada satuan pendidi-

kan;

C. PENILAIAN PENDIDIKAN

RENCANA PROGRAM KERJA SAMA DENGAN

DAERAH:

1. Perlu membentuk wadah (Tim) untuk menjembatani

41

Rakornas

Page 44: Bulit01 2009

Puspendik dan daerah dalam pengembangan bank

soal.

2. Perlu kerjasama antara Puspendik dan daerah dalam

rangka peningkatan ketrampilan guru, kepala sekolah,

dan pengawas dalam melakukan penilaian.

3. Perlu keterlibatan daerah dalam rangka survey, peneli-

tian, dan pengembangan tes yang dilakukan oleh Pus-

pendik.

4. Puspendik hams mensosialisasikan temuan hasil

penelitian kepada daerah untuk bahan perbaikan pro-

gram pendidikan.

5. Puspendik akan membantu pelaksanaan tes untuk ke-

pentingan diagnostik, penempatan, dan seleksi bagi

daerah yang menghendaki Daerah yang menghendaki

kerjasama dengan Puspendik hendaknya

memprogramkan dalam RAPBD.

D. PENDATAAN PENDIDIKAN

1. Dalam rangka mewujudkan koordinasi dan sinkronisasi

pelaksanaan kebijakan pendataan pendidikan nasional,

perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut.

2. Dalam melaksanakan kegiatan pendataan pendidikan,

perlu adanya penentuan peran dan tanggungjawab

yang jelas antara Pusat Statistik Pendidikan (PSP) dan

masing-masing stakeholder pendataan di tingkat

daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi,

Kabupaten/Kota, LPMP dan Balitbangda/Bappeda.

3. Lingkup tanggungjawab dan kegiatan pendataan yang

antara lain meliputi: penyediaan sumberdaya

pendataan (SDM, infrastruktur, pendanaan), pelak-

sanaan pelatihan, koordinasi dan sosialisasi serta

monitoring pendataan perlu diselaraskan antara

pemerintah Pusat (PSP) dan stakeholder pendataan di

daerah.

4. Pengembangan Decision Support System (DSS) oleh

Pusat (PSP) perlu didukung oleh stakeholder pen-

dataan di daerah (Dinas Provinsi, Kabupaten/Kota dan

LPMP) melalui penyiapan data yang baik, pemanfaatan

dan pendayagunaan sistem tersebut sesuai dengan

kebutuhan masing-masing.

5. Proses transisi data lembaga, siswa dan guru

(DAPODIK), perlu segera diperkuat dengan peraturan

peralihan yang dikeluarkan oleh Pusat, sehingga tidak

memperbesar permasalahan di daerah.

E. AKREDITASI SEKOLAH DAN KESEKRETARIATAN

Sub Bidang Akreditasi Satuan Bidang Pendidikan Formal

yang Sinkron antara Pusat dan Daerah.

1. Perlu kerja sama antara BAN S/M dengan Dinas

Pendidikan Kabupaten/Kota dan LPMP dalam:

a. Menyiapkan sekolah yang akan diakreditasi;

b. Melakukan pembinaan sekolah yang memeperolah

akreditasi C dan tidak terakreditasi;

c. Adanya sharing pendanaan akreditasi yang dituangkan

dalam bentuk MoU antara Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota, Provinsi, dan BAN S/M.

Sub Bidang Kerjasama dengan Sekretariat Balitbang

dalam hal:

1. Sosialisasi kebijakan (baru) terkait dengan hasil-hasil

pembaharuan pendidikan dan Standarsasi Nasional

Pendidikan (Kepmendiknas).

2. Melakukan analisis hasil akreditasi satuan pendidikan

formal dan nonformal (kursus) sebagai bahan acuan

pembinaan mutu pendidikan.

3. Pembentukan Forum Jarlitbangda dengan melibatkan

LPMP, Dewan Pendidikan Prop. Dan Kab/kota, Dinas

Pendidikan Prop./Kab.Kota, Balitbang Prop.dan

Bapeda Kab/Kota.

4. Menganalisis hasil akreditasi sebagai input bahan ru-

musan kebijakan pembinaan pendidikan sekolah dan

madrasah sesuai dengan kewenangan masing-masing.

5. Melakukan pengkajian hasil akreditasi untuk bahan

pembinaan teknis pasca akreditasi.

TUAN RUMAH RAKORNAS JARLITBANG 2010

Rakornas Jarlitbang Pendidikan Tahun 2010 direncanakan

dengan alternatif sebagai berikut:

Alternatif I: Kalimantan Timur (Balikpapan)

Alternatif II: Kepulauan Riau (Batam)

Alternatif III: Sumatera Selatan (Palembang)

����

Sekretariat Balitbang Depdiknas Gedung E Lantai 2 Jalan Jenderal Sudirman, Senayan - Jakarta Telpon : 021-57900405, 5733129, 5737102 Fax: 021-5721245,5721244 SMS : 0811-9999-80 / 0816-1657467 Email: [email protected] [email protected]

Rakornas

42

Page 45: Bulit01 2009

PENDAHULUAN

B e r d a s a r k an

U n d a n g -

Undang No-

mor 18 Tahun 2002

t e n t a n g S i s t em

Nasional Penelitian,

Pengembangan dan

Penerapan I lmu

Pengetahuan dan

Teknologi, pasal 20 bahwa Pemerintah Daerah berfungsi

menumbuh-kembangkan motivasi, memberikan stimulasi

dan fasilitas serta menciptakan iklim yang kondusif bagi

pertumbuhan serta sinergi unsur kelembagaan, sumber

daya dan jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi di

wilayah pemerintahannya sebagai bagian yang tak

terpisahkan dari Sistem Nasional Penelitian, Pengem-

bangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Untuk memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan

bangsa, perlu didukung oleh lembaga yang mampu

memberikan sarana kebijakan kepada Pemerintah Daerah

dalam pengembangan dan pemanfaatan Ilmu Pengeta-

huan dan Teknologi.

Untuk mendukung fungsinya tersebut, Pemerintah

Daerah membentuk Dewan Riset Daerah (DRD) yang

beranggotakan masyarakat dari unsur kelembagaan

IPTEK di daerahnya.

DASAR PEMBENTUKAN DEWAN RISET DAERAH (DRD)

Dasar pembentukan DRD adalah Undang–Undang

Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Peneli-

tian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Teknologi.

Pembentukan dan penyelenggaraan DRD disesuai-

kan dengan potensi sumber daya dan kebutuhan masing-

masing daerah agar dapat memberikan kontribusi yang

optimal terhadap pembangunan IPTEK pada daerah yang

bersangkutan. Pembentukan DRD Kota Palangka Raya

dilaksanakan berdasarkan Keputusan Walikota Nomor

220 Tahun 2009 tanggal 15 Agustus 2009. Yang diper-

caya untuk menjadi ketua DRD Kota Palangka Raya ini

adalah Prof. Dr. H. CIPTADI, M.S. (Ketua Lembaga

Penelitian Universitas Palangka Raya), Prof. Dr.

I NYOMAN SUDAYANA, M.Sc. (Dosen Universitas

Palangka Raya) sebagai wakil ketua, Dr. Ir. AHMAD

SARJAWAN, M.P. (Kepala Pusat Pengelolaan Sumber

Daya Lahan dan Perairan Universitas Palangka Raya)

ditunjuk sebagai Sekretaris DRD.

DRD Kota Palangka Raya terbagi dalam 4 (empat)

komisi dan 1 (satu) Sekretariat. Ketua Komisi I (Bidang

Ekonomi dan Ketahanan Pangan) adalah Prof Dr. Ir.

BAMBANG S. LAUTT, M.Si. (Dosen Universitas Palangka

Raya), Ketua Komisi II (Bidang Infrastruktur, Sumber Daya

Alam, Lingkungan Hidup dan Energi) adalah Dr. Ir.

SUWIDO LIMIN, M.S. (Dosen Universitas Palangka

Raya), Ketua Komisi III (Bidang Pendidikan, Budaya dan

Kesehatan) adalah Dr. MUHAMMAD, M.Ag. (Kepala P3M

STAIN Palangka Raya), dan Ketua Komisi IV adalah

AMBAR RATMOKO, S.Sos. (Dosen Universitas

Muhammadyah Palangka Raya). Sedangkan Bagian

Sekretariat dikepalai oleh MARTINA, S.H. (Kepala Bidang

Litbang Bappeda Kota Palangka Raya).

Walikota Palangka Raya, Wakil Walikota Palangka

Raya, dan Rektor Universitas Palangka Raya menjadi

penasehat DRD Kota Palangka Raya. Kemudian,

Sekretaris Daerah Kota Palangka Raya sebagai pembina

DRD Kota Palangka Raya, dan Ketua Bappeda Kota

Palangka Raya selaku Koordinator.

TUGAS POKOK DEWAN R I SET DAERAH (DRD)

Dewan Riset Daerah (DRD) mempunyai tugas pokok

sebagai berikut:

1. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah un-

tuk menyusun arah prioritas dan kerangka kebijakan

pemerintah daerah di bidang IPTEK.

2. Mendukung Pemerintah Daerah melakukan koordinasi

di bidang IPTEK dengan daerah-daerah lain.

FUNGSI DAN PERAN DEWAN R ISET

Untuk melaksanakan tugas Dewan Riset daerah (DRD)

mempunyai fungsi dan peran sebagai berikut:

1. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah

berupa pemikiran dalam rangka: (a) pemetaan kebutu-

han IPTEK, (b) mencari, memenuhi, merumuskan

kebijakan dan arah pembangunan IPTEK sesuai

dengan potensi keunggulan yang dimiliki, (c) menentu-

kan prioritas utama dan peringkat kepentingan perma-

43

PEMBENTUKAN DEWAN RISET DAERAH (DRD)

KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2009 – 2014

Kegiatan

Page 46: Bulit01 2009

salahan riset dan IPTEK, dan (d) pemantauan,

penilaian, evaluasi terhadap arah kebijakan IPTEK.

2. Sebagai gudang pakar (brain trust), yang berperan

secara aktif untuk: (a) mencari alternatif pemecahan

terhadap permasalahan yang dihadapi daerah, (b)

secara proaktif memberikan saran/gagasan pengem-

bangan potensi daerah yang berpeluang untuk mening-

katkan pendapatan daerah.

3. Sebagai kelompok ilmuwan, berperan sebagai:

(a) kelompok penjajagan (sounding board) untuk

menguji pelaksanaan kebijakan IPTEK, (b) pendukung

moral (moral support) untuk mendukung kebijakan dan

pelaksanaan yang mengedepankan penguasaan

IPTEK yang perlu diprioritaskan.

PENUTUP

Dalam konteks otonomi daerah, pembentukan DRD

sangat strategis untuk mendukung peningkatan daya

saing daerah melalui pemberdayaan lembaga-lembaga

penelitian dan pengembangan di daerah. Pembentukan

DRD dimaksudkan sebagai pranata yang dibentuk oleh

Pemerintah daerah untuk memperkuat perwujudan

otonomi daerah di bidang IPTEK. Dengan terbentuknya

DRD sebagai lembaga IPTEK di daerah, diharapkan pe-

laksanaan pem-bangunan IPTEK di daerah dapat berkon-

tribusi secara signifikan bagi peningkatan kesejahteraan

masyarakat di daerah.

����

Sekretariat Dewan Riset Daerah Kota Palangka Raya Bidang Litbang—Bappeda Kota Palangka Raya Jalan Tjilik Riwut No. 98 - Palangka Raya Telpon: 0536-3231540, 05363231542 Fax: 0536-3231539 Email: [email protected]

Kegiatan

44

Foto-Foto Rapat Membahas Agenda Kerja DRD Kota Palangka Raya Tahun 2009-2014

Page 47: Bulit01 2009

A. PENDAHULUAN

Jabatan Fungsional dibentuk dalam rangka pengem-

bangan profesionalisme dan pembinaan karier Pegawai

Negeri Sipil serta peningkatan mutu pelaksanaan tugas

umum pemerintahan dan pembangunan. Jabatan Fung-

sional didefinisikan sebagai kedudukan yang menunjuk-

kan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseo-

rang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu satuan

organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan

pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersi-

fat mandiri.

Berbeda dengan jabatan struktural, dimana tugas,

tanggung jawab, dan wewenang seorang PNS lebih di-

dasarkan pada kemampuan seseorang dalam memimpin

suatu satuan organisasi negara, maka dalam jabatan

fungsional pelaksanaan tugasnya lebih didasarkan pada

keahlian dan/atau keterampilan tertentu yang bersifat

mandiri. Dengan demikian, dalam jabatan fungsional,

peningkatan keahlian dan keterampilan menjadi fokus

utama dalam program pengembangan PNS yang

memangku jabatan fungsional.

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan

Aparatur Negara (Kepmenpan) Nomor 16/KEP/

M.PAN/3/2001 tanggal 19 Maret 2001 tentang Jabatan

Fungsional Perencana (JFP) dan Angka Kreditnya, telah

secara resmi memberlakukan JFP bagi Pegawai Negeri

Sipil (PNS) pusat dan daerah.

Maksud diberlakukannya Kepmenpan Nomor 16/KEP/

M.PAN/3/2001 adalah:

1. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber

daya manusia pada aparatur negara (sebagai PNS

Perencana) yang bertugas melakukan kegiatan peker-

jaan perencanaan pembangunan.

2. Untuk menjamin pembinaan karier, kepangkatan/

jabatan serta profesi di bidang perencanaan pem-

bangunan.

Penerapan pelaksanaan JFP diawali dengan masa

inpassing/penyesuaian ke dalam JFP yaitu mulai 1

Januari 2002 sampai dengan 31 Maret 2002, kemudian

diperpanjang sampai dengan tanggal 31 Maret 2003.

Setelah berakhirnya masa inpassing/penyesuaian terse-

but, maka untuk menduduki JFP dilakukan melalui 2 (dua)

cara yaitu: Pengangkatan Pertama Kali dan Pengang-

katan Melalui Pindah Jabatan.

Sampai dengan sekarang pelaksanaan JFP telah berjalan

kurang lebih dari 5 (lima) tahun, dan dalam implementasi

Kepmenpan Nomor 16/KEP/ M.PAN/3/2001 banyak ken-

dala yang dihadapi para fungsional perencana baik di ting-

kat Pusat terutama di institusi perencanaan teknis depar-

temen dan lembaga non departemen maupun di institusi

perencanaan daerah seperti Bappeda provinsi dan kabu-

paten/kota.

B. MASALAH/KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN KEPMENPAN NO . 16/KEP/M.PAN/3/2001

Dalam pelaksanaannya diberbagai Instansi baik

pusat maupun daerah, Kepmenpan Nomor 16/KEP/

M.PAN/3/2001 mengalami beberapa kendala yang ber-

variasi antara lain:

1. Posisi Jabatan Fungsional Perencana Sebagai Ja-

batan karir dianggap masih lemah dan belum ada

peraturan tersendiri mengenai tata hubungan kerja

atau pembagian kerja yang jelas antara fungsional

perencana dengan struktural.

2. Masih adanya perbedaan persepsi terhadap butir-butir

kegiatan yang tercantum pada Keputusan Menteri

Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

Bappenas No. KER235/M. PPN/04/2002 tanggal 5

April 2002, tentang Petunjuk Teknis Penilaian Angka

Kredit Perencana sebagai penjabaran butir-butir

kegiatan yang dinilai pada Kepmenpan Nomor 16/

KEP/M.PAN/3/2001.

3. Belum optimalnya peran Tenaga fungsional Peren-

cana dalam mekanisme Perencanaan di institusi

perencana.

Posisi JFP sebagai jabatan karir dianggap masih le-

mah dan belum ada peraturan tersendiri yang mengatur

tata hubungan kerja yang jelas antara fungsional peren-

cana dengan struktural. Kedudukan JFP dalam struktur

organisasi diberbagai departemen (pusat) saat ini

umumnya berada di bawah Sekjen (Biro), sedangkan di

Bappeda (daerah) berada langsung dibawah Kepala

Bappeda, namun berdasarkan pengalaman para fung-

sional perencana dari daerah (Bappeda provinsi dan ka-

bupaten/kota), pada pelaksanaannya kegiatan JFP ka-

dang berada dibawah seksi/subbidangnya. Untuk itu perlu

adanya aturan tata hubungan kerja yang jelas antara

OPTIMALISASI JABATAN FUNGSIONAL PERENCANA

Cakrawala

45

Page 48: Bulit01 2009

fungsional perencana dengan strukturalnya dan perlu

dibangun suatu kerjasama yang sinergis antara pejabat

struktural dan fungsional dengan tujuan untuk saling

mengisi, melengkapi dan mendukung sehingga dapat ter-

bangun kesetaraan antara fungsional dan struktural.

Kepmenpan Nomor 16/KEP/M.PAN/3/2001 dan

Keputusan Menteri Perencanaan Perencanaan Pem-

bangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor KER 235/

M.PPN/04/2002, tentang Petunjuk Teknis (Juknis)

Penilaian Angka Kredit Perencana, bersifat umum dan

multi tafsir sehingga sering terjadi perbedaan persepsi

terhadap unsur dan sub unsur kegiatan perencanaan yang

dinilai. Untuk instansi lembaga departemen dan non

Departemen yang bersifat spesifik teknis seperti Departe-

men Kehutanan, Departemen Pertanian, Departemen

Perhubungan, Departemen Agama, Departemen Tenaga

Kerja dan Transmigrasi, LAPAN dan departemen teknis

lainnya perlu adanya padanan Juknis Penilaian Angka

Kredit Perencana yang sesuai dengan kegiatan spesifik di

departemen/lembaga non departemen masing-masing.

Peran Tenaga fungsional Perencana dalam

mekanisme Perencanaan di institusi perencana baik pusat

maupun daerah belum optimal, hal ini dikarenakan antara

lain:

1. Pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills)

para JFP sangat beragam dan sangat tergantung pada

individunya.

2. Kurangnya komitmen pimpiman.

3. Belum optimalnya sarana dan prasarana penunjang

serta alokasi anggaran biaya kegiatan bagi para JFP

dalam melaksanakan tugas-nya sebagai perencana.

C. O P T I M A L I S A S I P E R A N J A B A T A N FUNGSIONAL PERENCANA (JFP)

1. Pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan

profesionalisme (Attitude).

Tugas utama perencana adalah menghasilkan

perencanaan yang berhubungan dengan penyusunan

kebijakan yang akan menjadi arah pembangunan. Di

Kepmenpan Nomor 16/KEP/M.PAN/3/2001, kegiatan

perencanaan sebagai proses dimulai dari tahapan identifi-

kasi permasalahan, perumusan alternatif, pengkajian

alternatif, penentuan alternatif dan rencana, pengendalian

dan penilaian hasil pelaksanaannya yang dilakukan

secara sistematis dan berkesinambungan.

Sebagai perencana yang akan melaksanakan

seluruh tahapan perencanaan tersebut, haruslah didukung

dengan kompetensi yang memadai sesuai jenjang

perencana. Semakin tinggi jenjang seseorang didalam

JFP semakin tinggi pula tuntutan kapasitas yang harus

dimilikinya.

Kompetensi tersebut dapat dilihat dari pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skills) dan Attitude

(profesionalisme). Setiap jenjang perencana

membutuhkan pengetahuan yang cukup sesuai bidang

dan tanggung jawabnya agar output perencana bisa

optimal dan berkualitas. Sebagai perencana yang akan

berhubungan dengan berbagai pihak, maka tentunya

diperlukan keahlian-keahlian yang akan menunjang

pelaksanaan kegiatannya.

Output perencanaan perlu dikomunikasikan dengan

pihak-pihak terkait, oleh karena itu seorang perencana

haruslah mempunyai kemampuan membuat laporan

yang mudah dimengerti oleh berbagai pihak dan mampu

mempresentasikan perencanaan dan meyakinkan

pentingnya perencanaan tersebut. Selain pengetahuan

dan keahlian yang dimiliki, sebagai perencana juga perlu

memiliki sikap-sikap yang mendukung profesionalisme

sebagai perencana yang biasa disebut attitude.

Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah

perasaan mendukung atau memihak (favorable dan

perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavorable). Sikap seseorang dibentuk oleh pengala-

man, pengaruh dari orang sekitarnya, pengaruh budaya,

media masa, lembaga pendidikan dan agama serta pen-

garuh emosional. Hal ini berkaitan dengan kemampuan

merespon seseorang terhadap permasalahan yang ada.

Secara umum, perencana harus mempunyai sikap

berorientasi jangka panjang, mampu bekerjasama dalam

kelompok (team work), integritas diri dan mempunyai

komitmen terhadap organisasi/institusinya. Pengetahuan

dan keterampilan para fungsional perencana dengan

berbagai jenjang di masing-masing institusi perencanaan

saat ini sangatlah beragam, sehingga perannya belumlah

optimal dalam menghasilkan perencanaan yang berkuali-

tas.

Untuk peningkatan kapasitas, para fungsional

perencana perlu meningkatkan kemampuannya melalui

pendidikan dan latihan berkualitas yang bersifat substantif

perencanaan maupun penjenjangan.

Diklat fungsional substantif perencana yaitu diklat

yang mendukung tugas pokok dan fungsi instansi/unit

perencanaan terkait dengan substansi yang ditujukan

untuk memperkaya kompetensi perencana.

Diklat fungsional penjenjangan perencana yaitu diklat

yang diperuntukan bagi PNS yang akan dan telah

menduduki Jabatan Fungsional Perencana dan dimaksud-

kan untuk memenuhi dan meningkatkan kompetensi

Cakrawala

46

Page 49: Bulit01 2009

bidang perencanaan bagi PNS yang akan dan telah men-

duduki Jabatan Fungsional Perencana yang terdiri dari 4

(empat) tingkat yaitu: (1) Diklat fungsional Perencana ting-

kat Pertama, (2) Diklat fungsional Perencana tingkat

Muda, (3) Diklat fungsional Perencana tingkat Madya dan

(4) Diklat fungsional Perencana tingkat Utama.

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan penjen-

jangan diatur dengan KepmennegPPN /kepala Bappenas

Nomor KEP. 013/ M.PPN/02/2003 yang menjamin pelak-

sanaan diklat fungsional penjenjangan perencana dapat

terlaksana secara terbuka, partisipatif dan akuntabel.

2. Komitmen Pimpinan

Sebagai kosekuensi diberlakukannya JFP di berba-

gai institusi perencanaan baik di Pusat maupun daerah,

maka komitmen pimpinan terhadap para pemangku

jabatan fungsional perencana sangatlah penting dalam

memacu bagaimana pelaksanaan JFP dapat berjalan

sebagaimana mestinya sesuai amanat Kepmenpan

Nomor 16/KEP/M.PAN/3/2001. Komitmen untuk menjadi-

kan JFP sebagai profesional, yang melaksanakan

tugasnya dalam rangka menjalankan pelayanan profesi

berdasarkan kompetensi yang dimiliki.

Komitmen agar JFP dapat berfungsi dan berperan

dalam proses perencanaan pembangunan. Didukung

dengan sarana dan prasarana yang memadai dan

mencukupi untuk bekerja, sehingga para fungsional

perencana dapat memberikan sumbangan pemikiran

berdasarkan informasi dan data akurat untuk menghasil-

kan kebijakan yang tepat.

3. Sarana dan prasarana pendukung bagi jabatan

fungsional perencana.

Adanya jabatan fungsional perencana di institusi

perencanaan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

akan kualitas perencanaan yang lebih baik, namun perlu

adanya sarana dan prasarana yang memadai untuk

menunjang kegiatan tenaga fungsional perencana agar

dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.

Selain sarana dan prasarana para fungsional

perlu mendapat alokasi anggaran yang cukup untuk

meningkatkan kapasitasnya dan melaksanakan

kegiatannya.

Alokasi anggaran/dana yang harus disediakan oleh

setiap institusi perencanaan untuk mendukung JFP baik di

Pusat maupun daerah yaitu untuk:

1. Kegiatan pendidikan dan latihan (dalam negeri maupun

luar negeri, gelar dan non gelar, penjenjangan dan

substantif perencanaan).

2. Kegiatan Perencanaan (al. mengikuti proses kegiatan

perencanaan tingkat regional maupun tingkat nasional

dalam sinkronisasi perencanaan di daerah dan pusat,

evaluasi perencanaan pembangunan tingkat regional

dan nasional).

3. Kegiatan Pengembangan profesi perencanaan

(penyusunan dan penggandaan karya tulis, kajian dan

workshop isu-isu strategis pembangunan, melakukan

studi banding di bidang perencanaan pembangunan

baik di dalam maupun luar negeri, dll).

4. Kegiatan Penunjang (mengikuti kegiatan seminar/

lokakarya baik di dalam maupun luar negeri, mengikuti

kegiatan organisasi profesi, dll).

D. PENUTUP

Kepmenpan nomor 16/KEP/M.PAN/3/2001 dan

Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/

Kepala Bappenas Nomor KEP. 235/ M.PPN/04/2002,

tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Penilaian Angka Kredit

Perencana, bersifat umum, sehingga perlu adanya

padanan juknis Penilaian Angka Kredit Perencana yang

sesuai dengan kegiatan spesifik teknis di departemen/

lembaga non departemen masing-masing.

Tenaga fungsional perencana dituntut untuk

selalu meningkatkan kapasitasnya, baik melalui

pendidikan maupun pelatihan agar dapat menghasilkan

output perencanaan yang berkualitas dengan kredibilitas

kuat. Komitmen pimpinan terhadap pelaksanaan JFP

sangat penting dalam rangka optimalisasi peran JFP di

institusi perencanaan baik di Pusat maupun daerah.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai peren-

cana, JFP memerlukan dukungan sarana dan prasarana

yang memadai serta alokasi anggaran yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan akan kualitas perencanaan yang

lebih baik.

(Sumber: Simpul Perencana I Volume 9 I Tahun 4 I November 2007,

Pusbindiklatren Bappenas)

����

Cakrawala

47

Page 50: Bulit01 2009

Sejak tanggal 19 Mei 2001 melalui Keputusan

Menteri Negara Pendavagunaan Aparatur Negara Nomor

16/KEP/M.PAN/3/2001 tentang Jabatan Fungsional Per-

encana dan Angka Kreditnva, semua pegawai negeri sipil

yang memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang

melaksanakan kegiatan perencanaan pada unit perenca-

naan telah ditetapkan sebagai pejabat fungsional peren-

cana. Sampai saat ini sudah 6 tahun berjalan tetapi masih

banyak permasalahan yang belum diselesaikan secara

tuntas terutama berkaitan dengan BAB II KEPMENPAN

No. 16/KEP/M.PAN/3/2001 seperti tersebut di atas

tentang rumpun jabatan, kedudukan dan tugas pokok

jabatan fungsional perencana.

Dampak langsung dari belum jelasnya jabatan,

kedudukan dan tugas pokok tersebut, baik para

pejabat fungsional perencana man pun pejabat

struktural yang tergabung dalam suatu rumpun

manajemen pemerintahan, belum mengetahui dengan

pasti keberadaan masing-masing pihak. Sebagai contoh di

Bappenas sebagai instansi pembina jabatan fungsional

perencana pada tanggal 28 Februari 2005 telah menge-

luarkan keputusan Sesmeneg PPN/Sestama Bappenas

No. Kep.008/SKS/02/2005 tentang pedoman Teknis

Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana di Lingkungan

Bappenas, tetapi sampai arang belum pernah dilakukan

sosialisasi kepada semua pegawai. Sehingga pemaha-

man tupoksi antar pejabat fungsional dengan struktural

masih belum jelas. Apalagi di (tingkat daerah seperti Bap-

peda Tingkat I maupun Bappeda Tingkat II.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka untuk

mencapai tujuan awal dibentuknya jabatan fungsional

perencana yaitu meningkatkan mutu dan prestasi pegawai

negeri sipil yang mempunyai tupoksi di bidang

perencanaan pembangunan, perlu dipersiapkan langkah-

langkah pemberdayaan sumber daya manusia yang ada

khususnya perencana. Langkah-langkah ini baik untuk

pembina maupun oleh pejabat fungsional sendiri,

sehingga diharapkan diperoleh kesepakatan dalam melak-

sanakan tugas yang dibebankan kepada institusi peren-

canan pembangunan oleh masyarakat.

L AN G K A H - L AN GK A H P EMB E RD A Y A AN JABATAN FUNGSIONAL PERENCANA

1. Peran aktif Pejabat Fungsional Perencana

Sesuai dengan desain awal penetapan jabatan fung-

sional perencana adalah menciptakan kelompok kerja

yang tak terpisahkan dalam sistem perencanaan

pembangunan, baik bersifat sektoral maupun kewilaya-

han. Untuk mencapai hasil yang diinginkan perlu disadari

oleh para pejabat fungsional bahwa perannya sangat

dibutuhkan dalam proses penyusunan rencana pemban-

gunan secara profesional. Peran pejabat fungsional di-

harapkan dapat melakukan rangkaian proses mulai dari

pengolahan data berdasarkan asumsi atau fakta, pemili-

han alternatif kegiatan, proses pelaksanaan, pengawasan

selama pelaksanaan, dan evaluasi hasil pelaksanaan.

Peran ini pada awalnya akan sangat baik hasilnya kalau

dilakukan oleh perencana yang tidak dipengaruhi oleh

keinginan sepihak. Kemandirian berdasarkan profesional

yang dimiliki menjadi prasarat bagi tenaga fungsional

perencana.

Berkaitan dengan masalah tersebut di atas tenaga

fungsional perencana dituntut memiliki rasa tanggung

jawab atas tupoksi yang diberikan, melalui partisipasi aktif

dalam proses perencanaan. Untuk masa sekarang seperti

kita ketahui bersama bahwa saling pemahaman tupoksi

antara pejabat struktural dan fungsional belum berjalan

sepenuhnya seperti yang diharapkan. Sehingga perlu

dimulai suatu aktivitas oleh tenaga fungsional untuk

menjalankan sesuai bidang tupoksinya mendahului penu-

gasan dari pejabat struktural sesuai aturan yang ada.

Masalah ini bukan semata-mata akan menerjang aturan

yang ada, tetapi lebih berupaya untuk dapat meyakinkan

para penanggung jawab tugas bahwa tenaga fungsional

yang sudah ada dapat dan mampu menyelesaikan peker-

jaan yang ada. Selain itu dapat dihindarkan kecende-

rungan penggunaan tenaga “proyek” non PNS untuk men-

jalankan tupoksi perencanaan.

2. Peran aktif Pembina Pejabat Fungsional Perencana

Unsur pembinaan dalam jabatan fungsional peren-

cana terdiri atas pembina teknis, pembina profesi dan

pembina administrasi. Pembina teknis bertanggung jawab

atas pembagian tugas operasional, pembina profesi mem-

punyai tugas dan tanggung jawab terhadap pendidikan

dan pelatihan, sedang pembina administrasi mempunyai

tugas yang berkaitan dengan status kepegawaian. Seba-

gai contoh di Bappenas pembina teknis dilakukan oleh

Eselon I dan Eselon II, pembina profesi oleh Pusat Pembi-

naan Pendidikan dan Pelatihan Perencana, sedang pem-

bina administrasi oleh Biro Kepegawaian. Tugas masing-

masing unsur pembinaan jabatan fungsional perencana

KEWAJIBAN FUNGSIONAL PERENCANA DI MASA DEPAN

Cakrawala

48

Page 51: Bulit01 2009

mencakup:

a. Pembina Teknis

• Pemberian tugas dalam rangka menyelesaikan

tupoksi unit kerja.

• Pengembangan kompetensi berupa diklat gelar/

non gelar, seminar, baik sebagai peserta maupun

narasumber.

• Pengembangan karir berupa peningkatan pangkat

dan jabatan baik dalam lingkup jabatan struktural

maupun fungsional.

• Melakukan evaluasi kinerja jabatan fungsional.

• Menyediakan fasilitas kerja.

b. Pembina Profesi

• Melaksanakan pendidikan dan latihan bagi pejabat

fungsional perencana untuk meningkatkan kemam-

puan dan profesionalitas.

• Melakukan upaya integrasi antara pejabat fung-

sional perencana pusat dan daerah.

c. Pembina Administrasi

• Melaksanakan tugas administrasi kepegawaian

yang meliputi penempatan, kenaikan pangkat, dan

persiapan pensiun.

Sekali lagi pemberdayaan jabatan fungsional peren-

cana dapat terlaksana bila ada upaya aktif kedua belah

pihak, yaitu pejabat fungsional perencana sendiri dan para

pembinanya. Tanpa adanya kesepahaman atas tupoksi

perencana maka kinerja unit pelaksana tidak akan menca-

pai hasil yang optimal. Jadi ke depan harus segera

diupayakan aturan main penyelesaian tupoksi perenca-

naan pembangunan antara pejabat fungsional dengan

pejabat struktural yang pada dasarnya bertanggung jawab

terhadap manajemen perencanaan. Masalah ini bukan

saja untuk tingkat pusat tetapi juga pada tataran daerah,

baik untuk Bappeda Tingkat I maupun Bappeda Tingkat II,

selain itu juga hubungan kerja antara perencana pem-

bangunan di pusat dengan perencana pembangunan di

daerah.

3. Peran aktif organisasi fungsional perencana

Sekarang kita telah mempunyai organisasi profesi di

bidang perencanaan yaitu Asosiasi Perencana Pemerin-

tah Indonesia (AP2I) yang dideklarasikan di Jakarta pada

tanggal 6 Desember 2006, dimana komisariat Bappenas

telah pula diresmikan pada tanggal 28 September 2007

Maka untuk mencapai tujuan AP2I sesuai dengan Pasal 5

Anggaran Dasar AP2I yaitu:

a. Meningkatkan kemampuan, profesionalitas dan pro-

duktivitas perencana;

b. Meningkatkan kapasitas dan produktivitas instansi/unit

perencana;

c. Menetapkan kode etik perencana; dan

d. Mengembangkan jejaring kerjasama antar anggota

AP2I, perlu segera dilakukan evaluasi pelaksanaan

pembentukan jabatan Fungsional perencana baik di

tingkat pusat maupun daerah.

Khusus Komisariat AP2I Bappenas dituntut perannya

lebih aktif mengingat keberadaannya pada instansi

perencana pembangunan di tingkat pusat, agar dike-

mudian hari dapat menjadi contoh yang baik bagi instansi/

unit perencana ditempat lain.

Tugas awal AP2I yang cukup berat adalah meyak-

inkan para penanggung jawab manajemen perencanaan

pembangunan bahwa tenaga fungsional perencana

mampu dan siap melaksanakan tugasnya. Khusus bagi

Komisariat AP2I Bappenas dimana nantinya diharapkan

dapat menjadi pendorong AP2I secara nasional, mulai

saat ini harus aktif mendorong terciptanya landasan

operasional kerja pejabat fungsional perencana. Landasan

operasional tersebut antara lain:

a) Hubungan kerja antara pejabat struktural dengan fung-

sional perencana;

b) Kesetaraan kesejahteraan bagi seluruh pegawai negeri

sipil;

c) Penetapan batas usia pensiun bagi tenaga fungsional

perencana;

d) Mengevaluasi kembali kejelasan aturan main pengum-

pulan angka kredit; dan

e) Kesetaraan fasilitas kerja.

Demikianlah beberapa kewajiban bagi pejabat

fungsional perencana agar keberadaannya dapat diterima

dan berfungsi seoptimal mungkin. Selain tentunya harus

disertai kearifan bagi kolega terkait dalam menyelesaikan

tugas pokok dan fungsi perencana pembangunan.

Sumber: Simpul Perencana I Volume 9 I Tahun 4 I November 2007, Pusbindiklatren Bappenas)

����

Cakrawala

49

Page 52: Bulit01 2009

V ISI Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) Kota Palangka Raya Tahun 2008-

2013, Visi Kota Palangka Raya adalah: “Terwujudnya

Kota Palangka Raya sebagai Kota Pendidikan, Jasa, dan

Wisata Berkualitas, Tertata dan Berwawasan Lingkungan,

Menuju Masyarakat Sejahtera sesuai Falsafah Budaya

Betang”.

Visi Pembangunan Kota Palangka Raya tersebut

harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat keber-

hasilannya dalam rangka menjadikan "Terwujudnya Kota

Palangka Raya sebagai Kota Pendidikan, Jasa, dan

Wisata Berkualitas, Tertata dan Berwawasan Lingkungan,

Menuju Masyarakat Sejahtera sesuai Falsafah Budaya

Betang".

Adapun yang dimaksud dengan "Kota Pendidikan

Berkualitas" adalah:

1. Penyelenggaraan pendidikan di Kota Palangka Raya

harus memiliki standar kualitas yang tinggi dan terke-

muka di Kalimantan;

2. Memiliki keunggulan kompetitif dalam penguasaan,

pemanfaatan dan pengembangan ilmu dan teknologi;

3. Mampu menciptakan keseimbangan antara kecer-

dasan inteligensia kecerdasan emosional, dan kecer-

dasan spiritual

4. Dikembangkan dengan dukungan sistem kebijakan

pendidikan yang unggul dan berkelanjutan

5. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang

memadai; dengan atmosfir pendidikan yang nyaman

untuk semua orang.

Adapun yang dimaksud dengan “Kota Jasa Berkuali-

tas" adalah:

1. Kota Palangka Raya sebagai pusat pelayanan jasa

yang meliputi jasa penunjang pendidikan dan pari-

wisata, perdagangan, pemerintahan, keuangan dan

perbankan, kesehatan, transportasi, teknologi infor-

matika dan komunikasi harus dibangun lebih maju dan

mampu mandiri;

2. Memberikan kontribusi dan dominasi yang lebih besar

dari daerah lain di wilayah kabupaten Gunung Mas;

Kabupaten Katingan, Kabupaten Barito Selatan, dan

Kabupaten Pulang Pisau, serta kabupaten lainnya;

3. Peningkatan kegiatan pelayanan jasa dilakukan den-

gan memperkuat perekonomian kota pada sektor an-

dalan menuju keunggulan kompetitif;

4. Membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi dan

pelayanan, dengan tetap mempertahankan dan

mengembangkan industri kecil dan menengah yang

berbasis pada ekonomi kreatif.

Adapun yang dimaksud dengan "Kota Pariwisata

Berkualitas" adalah:

1. Kegiatan pariwisata di Kota Palangka Raya dikem-

bangkan dengan dasar dan berpusat pada kearifan

lokal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa;

2. Merencanakan, membangun, mengembangkan desti-

nasi dan sarana pariwisata yang menjadi pilihan bagi

masyarakat berwisata;

3. Menyempurnakan dan meningkatkan jaringan ker-

jasama wisata dengan pihak lain dalam membuat

paket wisata.

4. Peningkatan kegiatan pariwisata dilaksanakan dengan

menciptakan inovasi-inovasi yang tetap berlandaskan

pada wisata budaya, wisata alam, dan wisata sungai,

wisata kuliner khas Palangka Raya (Kalimantan

Tengah);

5. Mempertahankan dan mengembangkan norma-norma

religius/agama di dalam kehidupan masyarakat.

Adapun yang dimaksud dengan ”Tertata dan

Berwawasan Lingkungan" adalah:

1. Upaya sadar, terencana dan berkelanjutan;

2. Memadukan lingkungan alam dengan lingkungan nilai-

nilai religius, sosial, budaya dan kearifan lokal ke

dalam proses pembangunan;

3. Menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup

generasi masa kini dan generasi masa depan.

Adapun yang dimaksud dengan “Masyarakat Se-

jahtera” adalah:

1. Tercapai angka pertumbuhan ekonomi yang meningkat

setiap tahun dan meratanya hasil-hasil pembangunan

keseluruh wilayah kota Palangka Raya

2. Peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur dasar

dan sarana prasarana penunjang.

3. Menurunnya jumlah penduduk miskin dan

berkurangnya kesenjangan pendapatan.

4. Terciptanya lapangan kerja untuk mengurangi pen-

gangguran terbuka.

5. Meningkatnya kualitas hidup manusia dengan terpe-

VISI DAN MISI KOTA PALANGKA RAYA

SEBAGAIMANA YANG TERMUAT DALAM

RPJM KOTA PALANGKA RAYA 2008-2013

INFORMASI

50

Page 53: Bulit01 2009

nuhinya hak-hak sosial rakyat, membaiknya mutu ling-

kungan hidup.

Adapun yang dimaksud dengan “Falsafah Budaya

Betang” adalah:

1. Budaya Betang mengandung nilai-nilai: peradaban (di

mana bumi dipijak di situ langit dijunjung “belom-

bahadat”), kerukunan, toleransi, demokrasi, kesatriaan

(membela petak-danom), kepemimpinan dan keber-

samaan diterapkan oleh seluruh komponen masyarakat

yang berada di Kota Palangka Raya.

2. Terciptanya kondisi daerah yang stabil dalam ke-

hidupan sosial dan politik.

3. Kehidupan masyarakat yang saling menghargai dan

menghormati kepercayaan dan keyakinan masing-

masing.

4. Terjaminnya masyarakat dengan perikehidupan se-

cara benar, tertib dan teratur serta dengan disiplin yang

tinggi, dan menjaga hubungan yang harmonis antara

sesama manusia, dan manusia dengan lingkungannya.

5. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri,

memiliki daya tahan dan daya saing terhadap gejolak

sosial dan perekonomian dalam bentuk ketahanan eko-

nomi, ketahanan sosial, dan keberdayaan masyarakat.

M ISI

Untuk mewujudkan visi pembangunan Kota Palangka

Raya tahun 2008 – 2013 ditetapkan 6 (enam) misi

pembangunan Kota Palangka Raya selama lima tahun

adalah sebagai berikut.

1. Mewujudkan kota Palangka Raya sebagai kota pendidi-

kan yang berkualias dengan orientasi Nasional dan

Global, sumber daya manusia yang berilmu, beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Mewujudkan Pemerintah kota Palangka sebagai pe-

layanan jasa terhadap masyarakat.

3. Mewujudkan Kota Palangka Raya sebagai Kota Wisata

yang Terencana, Tertata, Berwawasan dan Ramah

Lingkungan.

4. Mewujudkan Kota Palangka Raya menuju masyarakat

sejahtera.

5. Mewujudkan Pemerintahan yang baik dan bersih

dengan kedisiplinan tinggi, sikap profesional, berwi-

bawa dan bertanggungjawab untuk memberikan pe-

layanan prima kepada masyarakat.

6. Mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran

politik, hukum, tertib dan demokratis.

TUJUAN DAN SASARAN Untuk mewujudkan misi agar mampu terealisasi dalam

masa lima tahun ke depan ditetapkan tujuan dan sasaran

pembangunan sebagai berikut:

1. Mewujudkan pendidikan yang berkualitas sehingga di-

harapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya

manusia di semua jenjang pendidikan formal dan non-

formal.

2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat

di puskesmas dan jaringannya, pemeliharaan sarana

dan prasarana kesehatan di Puskesmas, sehingga pe-

layanan kesehatan bisa dirasakan oleh seluruh lapisan

masyarakat.

3. Peningkatan sarana dan prasarana publik dengan meli-

batkan peran swasta untuk mendorong peluang inves-

tasi, pertumbuhan ekonomi, tersedianya lapangan kerja

dan mengurangi kesenjangan antar wilayah.

4. Menggalakkan budaya daerah dan penataan objek

wisata daerah sebagai sarana promosi daerah guna

mendorong peluang peningkatan pendapatan masyara-

kat dan pendapatan kota.

5. Pengembangan ekonomi rakyat kota dan pinggiran

kota, melalui percepatan perubahan struktur ekonomi

yang berdaya saing dan berkelanjutan melalui pening-

katan daya saing produk, peningkatan peran kelemba-

gaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.

6. Mewujudkan Masyarakat Yang Bermoral, Beretika dan

Berbudaya dengan meningkatnya kesalehan dan mem-

bina hubungan yang harmonis antar umat beragama.

7. Peningkatan peran aparatur dalam rangka good and

clean governance dan pengembangan peran aktif

masyarakat.

SASARAN PEMBANGUNAN

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah Kota Palangka Raya Tahun 2008 – 2028, dalam

upaya menuju tercapainya visi jangka panjang 20 tahun

dimaksud, maka ditetapkan sasaran pembangunan Tahun

2009 – 2013 pada bidang pendidikan, pariwisata dan pe-

layanan jasa sebagai berikut:

1. Pendidikan, sebagai Kota Pendidikan berkualitas den-

gan dukungan SDM unggul.

2. Pariwisata, sebagai Kota Pariwisata berbasis budaya

dengan dukungan keragaman objek dan daya tarik

wisata.

3. Pelayanan Jasa, sebagai Kota Pelayanan Jasa Kese-

hatan, Perdagangan, Komunikasi, Akomodasi, dam

Telekomunikasi dengan dukungan peran serta

masyarakat.

����

INFORMASI

51

Page 54: Bulit01 2009

P emerintah Kota Palangka Raya telah

melaksanakan Nota Kesepahaman Bersama/

Memorandom of Understanding (MoU) dengan

beberapa perguruan Tinggi Negeri dalam bidang

Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada

Masyarakat, yaitu:

1. Perjanjian kerja sama dengan Universitas Palangka

Raya (UNPAR) Nomor: 19 tahun 2008 dan Nomor:

3691/H24/LL/2008 tanggal 11 Desember 2008, jangka

waktu kerjasama selama 5 (lima) tahun.

Ruang lingkup kerjasama tentang upaya

meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

dapat menunjang proses pengembangan dan

pembangunan daerah Kota Palangka Raya, terutama

di bidang Perencanaan, Pendidikan, Penelitian,

Pengembangan dan Penerapan IPTEK tepat guna,

serta bidang lain yang berkaitan dengan kebutuhan

Pengembangan dan Pembangunan Kota Palangka

Raya.

2. Perjanjian Kerjasama dengan Universitas Indonesia

(UI) Nomor: 166-131/2009 dan Nomor: 12/KS/R/

UI/2009 tanggal 13 Pebruari 2009 tentang Pendidikan

Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,

jangka waktu kerjasama selama 5 (lima) tahun.

Ruang lingkup kerjasama mencakup:

• Penyelenggaraan Pendidikan, dan Pelatihan;

• Penyelenggaraan Kegiatan Ilmiah, Seminar dan

Lokakarya;

• Peningkatan dan Pengembangan Kompetensi

Sumber Daya Manusia;

• Bantuan pembangunan infrastruktur untuk

mendukung program kerjasama melalui mekanisme

hibah lepas; dan

• kesepakatan lain yang disepakati para pihak.

3. Naskah Kesepahaman dengan Institut Pertanian

Bogor (IPB) Nomor: 12 tahun 2009 dan Nomor: 10/13/

KsM/2009 tanggal 23 April 2009, jangka waktu

kerjasama selama 5 (lima) tahun.

Lingkup kerjasama dalam bidang Pendidikan,

Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.

4. Nota Kesepahaman Bersama dengan Universitas

Gadjah Mada Nomor: 870/232/BKPP/V/2009 dan

Nomor: 3420/P/HT/2009 tanggal 16 Mei 2009, jangka

waktu kerjasama selama 5 (lima) tahun.

Ruang lingkup kerjasama mencakup:

• Kegiatan Pelaksanaan Assesment Psikologi dan

Manajerial bagi Aparatur;

• Kegiatan Pelaksanaan Penerimaan Calon Pegawai

Negeri Sipil (CPNS);

• Penyusunan master plan Rencana Pengembangan

Sumber Daya Masyarakat dan Kependudukan;

• Penyusunan Standar Operasional Prosedur

Pelayanan Publik; dan

• Pelaksanaan Penelitian, Pengembangan dan

Pemberdayaan Masyarakat.

5. Perjanjian Kerjasama dengan Sekolah Tinggi Agama

Islam Negeri (STAIN) Palangka Raya Nomor: 5 Tahun

2009 dan Nomor: sti.15/HM.001/1699/2009 tanggal 17

Agustus 2009, jangka waktu kerjasama selama 4

(empat) tahun.

Ruang lingkup kerjasama di bidang perencanaan,

pendidikan, penelitian, pengembangan dan penerapan

IPTEK tepat guna, serta bidang lain yang berkaitan

dengan kebutuhan pengembangan dan pembangunan

Kota Palangka Raya.

����

INFORMASI

52

MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU) ANTARA PEMERINTAH KOTA PALANGKA RAYA

DENGAN BEBERAPA PERGURUAN T INGGI NEGERI ( IPB, UGM, UI , STAIN DAN UNPAR)

Page 55: Bulit01 2009

Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya ini

rencananya akan diterbitkan dua kali setahun, dalam

rangka publikasi hasil kajian, penelitian dan

pengembangan, gagasan pemikiran, di bidang

perencanaan pembangunan daerah dan artikel lain yang

berkaitan dengan perencanaan pembangunan daerah.

Sehubungan dengan itu, Buletin Litbang Bappeda

Kota Palangka Raya menerima tulisan hasil kajian,

gagasan, pemikiran, pandangan yang bersifat ilmiah yang

sesuai dengan misi penerbitan ini, dengan ketentuan

sebagai berikut:

1. Ruang lingkup meliputi aspek-aspek bidang ekonomi,

sosial budaya, fisik dan prasarana, kelitbangan,

investasi, keuangan daerah, pemberdayaan

masyarakat dan sebagainya.

2. Jenis naskah yang memenuhi syarat sesuai misi

penerbitan ini, hasil penelitian dan pengembangan

serta pemikiran.

3. Naskah harus orisinil dan belum pernah diterbitkan

pada media cetak lain, murni merupakan hasil karya

sipenulis.

4. Penulisan memperhatikan kaidah Bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

5. Tata naskah ditulis dengan sistematika karya tulis

ilmiah, panjang naskah maksimal 15 halaman

termasuk daftar pustaka, diketik rapi di atas kertas A4

(kuarto), jarak 1,5 spasi, Font Times New Roman, Size

12 pt.

6. Pada akhir naskah dicantumkan Daftar Pustaka dan

Biodata Penulis meliputi pendidikan terakhir,

pengalaman di bidang penelitian atau bidang

pengabdian pekerjaan.

PEDOMAN BAGI PENULIS NASKAH

ISEN MULANG

Page 56: Bulit01 2009