bulit01 2009
TRANSCRIPT
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA
No. 01 / TAHUN I / 2009
Oktober 2009
STUDI PENGEMBANGAN PROGRAM SATU DESA SATU PRODUK
(ONE VILLAGE ONE PRODUCT)
EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA PALANGKA RAYA
STUDI PENELITIAN PENGEMBANGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL
MENENGAH DI KOTA PALANGKA RAYA
Bappeda Kota Palangka Raya
Penanggung Jawab Ir. Saing Saleh
Pemimpin Umum Zulhikmah Ravieq, S.Sos.
Pemimpin Redaksi Martina, S.H.
Redaktur Pelaksana Putriati, S.P.
Staf Redaksi Hendra Surya, S.T., M.Eng.
Limbuk Basar, S.E. Drs. Sernus
Kristhine Agustine, S.E.
Fotografer Syamsuri, S.P.
Dokumentasi
Taronggal Silalahi, S.P. Nensianie, S.P.
Distribusi Romaida B., A.Md.
Alamat Redaksi Bappeda Kota Palangka Raya
Jl. Tjilik Riwut No. 98 Telp/Fax. 0536-3231542, 3231539
Palangka Raya 73112 E-mail: [email protected]
HASIL KAJIANHASIL KAJIANHASIL KAJIANHASIL KAJIAN
Evaluasi terhadap aspek input, bahwa masyarakat miskin yang menjadi sasaran program masih ada yang kurang tepat, karena masih belum akuratnya data kemiskinan. Evaluasi terhadap aspek proses, bahwa pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan sudah relatif sesuai dengan pedoman pelaksanaan. Halaman 15
EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA PALANGKA RAYA
Dalam jangka panjang diharapkan peranan swasta semakin dominan terutama di luar bidang pertahanan dan keamanan, peradilan; sehingga aktivitas sektor swasta semakin efektif dan efisien. Sektor-sektor swasta harus mampu mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada ................... Halaman 3
STUDI PENGEMBANGAN PROGRAM SATU DESA SATU PRODUK (ONE VILLAGE ONE PRODUCT)
Meningkatnya jumlah dan jenis koperasi dan UKM di Kota Palangka Raya harus secara bertahap diiringi dengan peningkatan kualitas dalam arti luas, yang menyangkut keanggotaan, usaha dan manajemen organisasi dan usaha. Karena keberadaan koperasi dan UKM telah mampu berkontribusi pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) .............. Halaman 31
STUDI PENELITIAN PENGEMBANGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH DI KOTA PALANGKA RAYA
TOPIK LAINTOPIK LAINTOPIK LAINTOPIK LAIN
- Rakornas Litbang Tahun 2009 di Palembang (26-29 April 2009) .... Hal. 39
- Rakornas Jarlitbang Pendidikan Tahun 2009 di Semarang ............ Hal. 40
- Pembentukan Dewan Riset Daerah (DRD) ...................................... Hal. 43
- Optimalisasi Jabatan Fungsional Perencana ................................... Hal. 45
- Kewajiban Fungsional Perencana di Masa Depan ........................... Hal. 48
- Visi dan Misi Kota Palangka Raya ................................................... Hal. 50
- MoU antara Pemerintah Kota Palangka Raya dengan beberapa
PTN .................................................................................................. Hal. 52
Redaksi menerima tulisan, baik berupa hasil kajian/studi/penelitian, artikel, berita, yang
terkait dengan kelitbangan dan perencanaan pembangunan dan disertai dengan gambar/
foto dan identitas penulis. Naskah ditulis maksimal 15 halaman, ukuran kuarto (A4),
Times New Roman 12 (1,5 spasi). Naskah yang dimuat akan mendapat imbalan.
P uji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya jualah akhirnya Buletin
Litbang Bappeda Kota Palangka Raya edisi perdana ini dapat diterbitkan. Pada edisi perdana ini memuat 3 (tiga) buah artikel karya tulis ilmiah berupa hasil kajian/studi (kerjasama antara Pemerintah Kota Palangka Raya dengan Universitas Palangka Raya). Salah satu hasil kajian/studi tersebut adalah mengenai pengembangan gagasan One Village One Product (OVOP) di Kota Palangka Raya. Gagasan yang mula-mula dikenalkan oleh oleh Gubernur Hiramatsu dari prefektur Oita, Jepang, dan di Indonesia oleh Prof. Dr. Martani Huseini disejajarkan dengan konsepsi saka-sakti (satu kabupaten/kota satu kompetensi inti industri). Tujuan kedua konsepsi itu adalah membangun daya saing daerah melalui penciptaan kompetensi inti industri di daerah. Tulisan lainnya yang tidak kalah menariknya adalah mengenai hasil Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan di Kota Palangka Raya, dan studi mengenai pengembangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Kota Palangka Raya. Selain ketiga artikel ilmiah tersebut, terdapat artikel mengenai hasil Rakornas Litbang Tahun 2009 di Palembang dan Rakornas Jarlitbang Bidang Pendidikan di Semarang, serta artikel mengenai Visi dan Misi Pemerintah Kota Palangka Raya sebagaimana yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Palangka Raya Tahun 2008—2013, serta artikel-artikel lain yang terkait dengan kelitbangan. Mengingat edisi ini merupakan edisi perdana, ibarat bayi yang baru dilahirkan, tentu masih lemah dan banyak memiliki kekurangan/keterbatasan. Oleh karena itu, berbagai masukan baik itu berupa sumbangan tulisan maupun kritik dan saran dari pembaca tentunya sangat dibutuhkan agar buletin ini nantinya bisa semakin baik. Akhir kata, semoga buletin ini bisa bermanfaat dan selamat membaca!
Salam
Redaksi
Redaksi menerima saran, kritik dan tanggapan terkait dengan kelitbangan dan perencanaan pembangunan. Kirim via E-Mail ke [email protected]
BAGAIMANA MENGURUS IJIN PENELITIAN Bagi rekan-rekan mahasiswa atau pun siapa saja yang ingin melaksanakan penelitian khususnya di wilayah Kota Palangka Raya, Anda dapat mengurus Ijin Penelitian ke Bidang Litbang Bappeda Kota Palangka Raya yang beralamat di Jl. Tjilik Riwut No. 98 Palangka Raya. Telp/Fax. 0536-3231542, 3231539 Syarat-syaratnya sederhana saja, Anda cukup membawa surat pengantar/permohonan ijin penelitian dari lembaga yang mengirimkan Anda (dilampiri copy Proposal Penelitian yang akan dilakukan). Surat tersebut ditujukan kepada Kepala Bappeda Kota Palangka Raya dengan tembusan kepada Bapak Walikota Palangka Raya, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota Palangka Raya, serta Instansi/Lembaga yang menjadi tujuan/tempat penelitian Anda. Dalam waktu 1-2 hari Surat Ijin Penelitian dapat Anda ambil, dengan mengganti biaya leges sebesar Rp. 5.000,-
INFO
1
Sekapur Sirih
P uji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas anugerah dan rahmat-
Nya penyusunan “Bulletin Litbang“ Bappeda Kota Palangka Raya Tahun 2009 ini dapat
kami selesaikan. Bidang Penelitian dan Pengembangan yang melekat pada struktur
organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Palangka Raya baru
terbentuk berdasarkan Perda Kota Palangka Raya Nomor 11 Tahun 2008 sebagai
pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
Penerbitan “Bulletin Litbang“ Bappeda Kota Palangka Raya pada tahun 2009 ini hanya 1 (satu)
Edisi saja yang memuat informasi seputar kegiatan kelitbangan yaitu hasil studi penelitian/
kajian yang dilaksanakan melalui kerjasama antara Pemerintah Kota Palangka Raya dengan Universitas Palangka
Raya, informasi MoU antara Pemerintah Kota Palangka Raya dengan beberapa Perguruan Tinggi Negeri (IPB, UGM,
UI, STAIN, dan UNPAR), hasil Rakornas Kelitbangan tahun 2009 di Palembang dan Semarang, informasi tentang
pembentukan Dewan Riset Daerah (DRD) Kota Palangka Raya serta informasi lainnya yang representatif
dipublikasikan.
Dalam penyusunan Bulletin Litbang ini, kami akui masih terbatas, harapan kami pada tahun mendatang edisi ini
dapat lebih diperkaya lagi melalui hasil studi penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan didasarkan atas
kekuasaan, tradisi atau common sense semata, penelitian yang dilakukan pada hakekatnya diperuntukan bagi pembuat
kebijakan, sebagai bagian dari pemecahan masalah (problem solving) dan bermanfaat bagi pembangunan. Semoga
Bulletin Litbang tidak hanya terbit sekali dalam setahun, namun lebih dari itu.
Atas dukungan dari pihak-pihak yang telah membantu penyusunan Bulletin ini, kami mengucapkan terima kasih.
Semoga Bulletin ini bermanfaat bagi kita semua.
Kata Sambutan
Palangka Raya, Oktober 2009
KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA
Ir. SAING SALEH Pembina Utama Muda
NIP. 19550515 198303 1 024
2
PENDAHULUAN Latar Belakang
P embangunan perdesaan di Indonesia beberapa
tahun terakhir kian menunjukkan hasil yang
menggembirakan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat perdesaan. Terlebih dengan diluncurkannya
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri oleh pemerintah, gerak pembangunan di kawasan
perdesaan kian masif.
Pembangunan perdesaan diperkirakan juga akan
mengalami percepatan (akselerasi), terencana, sistematis,
dan komprehensif seiring dengan akan segera dibahas
RUU Pembangunan Perdesaan. Kondisi faktual di
perdesaan dan komitmen politik legislasi di parlemen,
menurut penulis, menarik untuk diperkuat dengan
gagasan One Village and One Product (OVOP). Hal itu
agar terdapat suatu desain investasi perdesaan yang
berwatak kultural dan berguna bagi tumbuhnya inovasi
masyarakat perdesaan.
Konsepsi One Village and One Product (OVOP)
pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan oleh
Gubernur Hiramatsu dari prefektur Oita, Jepang, dan di
Indonesia oleh Prof. Dr. Martani Huseini disejajarkan
dengan konsepsi saka-sakti (satu kabupaten/kota satu
kompetensi inti industri). Tujuan kedua konsepsi itu adalah
membangun daya saing daerah melalui penciptaan
kompetensi inti industri di daerah. Seluruh sumber daya
dan kemampuan yang dimiliki oleh daerah terfokus pada
upaya untuk menciptakan kompetensi inti industri. Namun
demikian antara keduanya terdapat perbedaan, yaitu
terletak pada locus, yaitu saka-sakti pada tingkat
kabupaten/kota, sedangkan OVOP di tingkat desa.
Memperhatikan potensi yang dimiliki oleh Kota
Palangka Raya, serta dengan mengkaji berbagai
perkembangan pembangunan yang sedang berjalan saat
ini, maka dalam meningkatkan pendapatan masyarakat
sekaligus meningkatkan pendapatan asli daerah, guna
memacu pertumbuhan ekonomi wilayah, konsep OVOP
dinilai sebagai salah satu pilihan yang penting untuk
dikembangkan pada saat ini dan masa datang. Hal ini
disebabkan karena peluang pengembangan usaha sektor
riil yang berbasis desa dan produk pertanian merupakan
sektor usaha masyarakat yang cukup resisten terhadap
krisis ekonomi selama ini. Hal ini menjadi salah satu solusi
bagi Pemerintah Kota Palangka Raya dalam menghadapi
permasalahan dan tantangan pembangunan, baik faktor
eksternal maupun faktor internal.
Pemerintah kota Palangka Raya disamping
menghadapi faktor-faktor eksternal, juga menghadapi
faktor internal, misalnya persoalan menghadapi kegiatan
ilegal (illegal logging, illegal mining, dan illegal fishing),
yang sangat berpengaruh terhadap aspek sosial–
ekonomi masyarakat lapisan bawah (mengandalkan
kekuatan ekonomi tradisional) yang berada di Kota
Palangka Raya. Persoalan internal tersebut, setelah
dilakukan penertiban oleh pemerintah daerah, maka
kegiatan-kegiatan yang bersifat ilegal tersebut sudah
mereka tinggalkan dan mulai dengan kegiatan lain yang
baru. Walaupun banyak kegiatan lain yang dapat mereka
lakukan, namun kegiatan tersebut belum mampu
menghasilkan suatu produk yang bersifat unggul, baik
unggul pada tingkat lokal maupun regional. Juga kegiatan
Hasil Kerjasama Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Palangka Raya dan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya
Oleh: Akhmad Sajarwan1, Muses Embang2, Mofit Saptono3, Abdul Mukti4, Revi Sumaryati5, Merry Lidia6, Pandri Yani7
1) Ketua P2SLP Lemlit Universitas Palangka Raya 2,3,4,5,6,7) Dosen Universitas Palangka Raya
Hasil Kajian
3
yang baru tersebut belum mampu memberikan hasil yang
memuaskan dan lebih besar jika dibandingkan dengan
hasil dari kegiatan illegal logging atau illegal mining
tersebut. Sehingga dalam hal ini perlu adanya suatu
kebijakan pemerintah daerah untuk mengarahkan
masyarakat agar melakukan kegiatan-kegiatan yang
bersifat legal dan mampu memberikan hasil yang
memuaskan bagi masyarakat.
Dalam teori Pertumbuhan Jalur Cepat (Turnpike)
yang diperkenalkan oleh Samuelson (1955)
mengemukakan: bahwa setiap negara/wilayah perlu
melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar
dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena
potensi alam maupun karena sektor itu memiliki
competitive advantage untuk dikembangkan. Pandangan
teori Pertumbuhan Jalur Cepat (Turnpike) ini
menghendaki agar pemerintah daerah selalu memikirkan
produk unggulan yang dapat dikembangkan dalam
wilayah tersebut. Untuk saat ini konsep tersebut lebih
populer dengan istilah one village and one product
(OVOP).
Terkait dengan suatu keunggulan tersebut, maka ada
beberapa hal yang masih belum diketahui di Kota
Palangka Raya, yaitu produk unggulan pada masing-
masing desa, baik yang sudah tercipta melalui mekanisme
pasar, maupun yang belum (produk bayangan) yang untuk
5 – 10 tahun mendatang dapat dijadikan sebagai produk
unggulan desa/kelurahan.
Memperhatikan hal-hal yang telah diuraikan tadi
maka permasalahan yang perlu dan penting untuk dikaji
memasuki era globalisasi yaitu:
• Apa saja jenis produk unggulan pada masing-masing
desa (village), khususnya yang berasal dari Kota
Palangka Raya yang dapat dipromosikan bagi daerah
sendiri maupun ke luar negeri di era globalisasi
perdagangan (WTO tahun 2020).
• Bagaimana strategi mengembangkan produk unggulan
desa, baik produk hasil pertanian (dalam arti luas)
maupun produk hasil industri pengolahan sehingga
pada akhirnya nanti mampu menghasilkan devisa,
meningkatkan pendapatan riil masyarakat, dan juga
mampu memberikan sumbangan yang berarti untuk
meningkatkan PAD.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi produk apa saja yang dapat dianggap
unggul baik itu produk primer (hasil pertanian) atau
produk hasil industri pengolahan pada pada masing-
masing desa (OVOP) di Kota Palangka Raya.
b. Menetapkan alternatif strategi pengembangan OVOP
di Kota Palangka Raya.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang diharapkan adalah:
a Sebagai bahan masukan untuk penyusunan program
operasional dinas/instansi terkait terutama yang
berhubungan dengan upaya pengembangan produk
unggulan masing-masing desa di Kota Palangka
Raya.
b Sebagai alternatif masukan kepada instansi terkait
guna mendukung kebijakan pengembangan produk
ekspor nonmigas dari wilayah Kota Palangka Raya,
baik yang bersifat fisik seperti perhubungan darat/laut/
udara dan kawasan industri, maupun yang bersifat
non fisik seperti pembinaan dan regulasi yang terkait
dengan penciptaan iklim yang kondusif untuk
penanaman modal.
METODE PENELITIAN Alat Analisis
LQ dan Shiff/Share
LQ dan Shiff-Share digunakan sebagai alat analisis
untuk membantu mengidentifikasi sektor dan produk
unggulan daerah. Hasil analisis ini menjadi referensi
penting untuk melakukan kajian OVOP selanjutnya.
Skoring
Alat analisis yang digunakan untuk menentukan satu
desa satu produk di Kota Palangka Raya yaitu
menggunakan analisis skoring, dengan 5 (lima) kriteria:
• Produk unggulan daerah dan/atau produk kompetensi
inti daerah.
• Unik khas budaya dan keaslian lokal.
• Berpotensi pasar domestik dan ekspor.
• Bermutu dan berpenampilan baik
• Diproduksi secara kontinyu dan konsisten.
SWOT Untuk melengkapi hasil kajian tentang OVOP ber-
dasarkan analisis sebelumnya, selanjutnya digunakan
Analisis SWOT (Strengths = S, Weaknesses = W, Oppor-
tunities = O, Threats = T) atau kekuatan, kelemahan, pe-
luang dan ancaman/tantangan, merupakan alat analisis
untuk mengidentifikasi kondisi dan situasi yang sistematis
terhadap lingkungan internal dan eksternal suatu produk/
4
Hasil Kajian
komoditas, perusahaan, institusi, atau kegiatan. Hasil
analisis SWOT dapat dijadikan bahan dasar dalam men-
cari alternatif formulasi strategi kebijakan suatu kegiatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Sektor Unggulan dan Komoditas Unggulan
Kota Palangka Raya Komoditas Unggulan dan Pewilayahannya yang
Dominan. a. Tanaman Pangan, Palawija, dan Hortikultura
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa
komoditas unggulan tanaman pangan di Kota Palangka
Raya adalah jagung (unggul pada 4 kecamatan) serta
kacang tanah (unggul pada 3 kecamatan).
Pengembangan potensi unggulan tanaman pangan
ini dapat saja dengan peningkatan produktivitas pada luas
areal yang ada maupun perluasan arealnya yang
diprioritaskan pada wilayah-wilayah kecamatan
sebagaimana dapat dilihat dari hasil analisis LQ pada
Tabel 2.
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa pengembangan
potensi unggulan jagung dapat diprioritaskan secara
berturut-turut pada Kecamatan Bukit Batu, Pahandut,
Sabangau, dan Jekan Raya. Pengembangan potensi
unggulan kacang tanah dapat diprioritaskan secara bertu-
rut-turut pada kecamatan Jekan Raya, Sabangau, dan
Kecamatan Bukit Batu.
Dari hasil analisis LQ maka dapat pula disusun
peringkat kecamatan se-Kota Palangka Raya berdasarkan
keunggulan komparatif dari komoditas tanaman pangan ini
seperti dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Peringkat Keunggulan Komoditas Tanaman Pangan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya
Dari Tabel 3 dapat diketahui Kecamatan Jekan Raya
paling dominan tanaman pangan relatif dari kecamatan-
kecamatan lainnya di Palangka Raya karena memiliki 4
komoditas unggulan tananaman pangan. Disusul
Kecamatan Rakumpit memiliki 2 komoditas unggulan.
Bila dirinci lebih lanjut maka dapat disusun peringkat
masing-masing kecamatan seperti dapat dilihat pada
Tabel berikut.
Tabel 4. Peringkat Kecamatan di Kota Palangka Raya Berdasarkan
Keunggulan Komparatif Tanaman Pangan
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa ternyata Kecamatan
Jekan Raya dapat dikatakan sebagai “kecamatan tana-
man pangan”.
b. Tanaman Sayuran
Dari hasil perhitungan terhadap komoditas unggulan
tanaman sayuran di Kota Palangka Raya diperoleh nilai
LQ yang lebih besar dari satu (cetak tebal) dan nilai LQ
yang kurang atau sama dengan satu seperti terlihat pada
No Jenis Tanaman
Pangan Pahan-dut
Saba- ngau
Jekan Raya
Bukit Batu
Ra-kumpit
1 Padi Sawah 0 0 0 0 0
2 Padi Ladang 0 0.3 0 0 2.96
3 Jagung 1.24 1.164 1.156 1.29 0.5
4 Kedelai 0 0.3 0 0 0.3
5 Kacang Hijau 0 0 0 0 0
6 Kacang Tanah 0 1.79 2.25 1.43 0
7 Ubi Jalar 2.17 0.95 1.75 0.88 0.69
8 Ubi Kayu 0.998 0.65 1.003 0.84 1.5
Sumber : Data yang diolah, 2008
Tabel 1. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Tanaman Pangan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya
Tabel 2. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Komoditas Jagung dan Kacang Tanah di Kota Palangka Raya
No. Kecamatan Jagung Kacang Tanah
1 Pahandut 2 -
2 Sabangau 3 2 3 Jekan Raya 4 1 4 Bukit Batu 1 3 5 Rakumpit nd nd Sumber : Data Yang Diolah, 2008
No. Jenis
Tan. Pangan Pahandut
Saba-ngau
Jekan Raya
Bukit Batu
Rakum-pit
1 Padi Sawah
2 Padi Ladang 1
3 Jagung 2 3 4 1
4 Kedelai
5 Kacang Hijau
6 Kacang Tanah
2 1 3
7 Ubi Jalar 1 2
8 Ubi Kayu 2 1
Sumber : Data yang diolah, 2008
No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat
1 Jekan Raya 4 1,75 I
2 Rakumpit 2 1,00 II
3 Sabangau 2 1,50 III
4 Pahandut 2 2,00 IV
5 Bukit Batu 2 3,50 V
Sumber : Data yang diolah, 2008
5
Hasil Kajian
Tabel 4. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Tanaman Pangan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Data Tahun 2006
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa komoditas
unggulan tanaman sayuran di Kota Palangka Raya adalah
tomat (unggul pada 2 kecamatan). Sedangkan lombok,
terung, sawi, ketimun, dan kangkung hanya unggul pada
satu kecamatan.
Pengembangan potensi unggulan tanaman sayuran
ini dapat saja dengan peningkatan produktivitas pada luas
areal yang ada maupun perluasan arealnya yang
diprioritaskan pada wilayah—wilayah kecamatan
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 5. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Komoditas Tomat di Kota Palangka Raya, Tahun 2006
Tabel 6. Peringkat Keunggulan Komoditas Tanaman Sayuran Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, 2006
Dari Tabel 6 dapat diketahui Kecamatan Bukit Batu
paling unggul relatif dari kecamatan-kecamatan lainnya di
Kota Palangka Raya karena memiliki 6 komoditas
unggulan tanaman sayuran. Kemudian disusul kecamatan
Pahandut dengan 1 komoditas unggulan. Kecamatan-
kecamatan lainnya tidak ada unggulan sayurannya.
Bila dirinci lebih lanjut maka dapat disusun peringkat
masing-masing kecamatan seperti dapat dilihat pada
Tabel berikut.
c. Tanaman Buah-buahan
Dari hasil perhitungan terhadap komoditas unggulan
tanaman buah-buahan di Kota Palangka Raya diperoleh
nilai LQ yang lebih besar dari satu (cetak tebal) dan nilai
LQ yang kurang atau sama dengan satu seperti terlihat
pada Tabel berikut.
Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa komoditas unggulan
tanaman buah-buahan di Kota Palangka Raya adalah
nenas, nangka, cempedak, dan jeruk, (unggul pada 3
kecamatan). Sedangkan sawo, pepaya, pisang dan duku
unggul pada 2 kecamatan. Sedangkan salak, rambutan,
durian, jambu, dan alpukat hanya unggul pada 1
kecamatan.
No Jenis Tanaman
Sayuran Pahandut Sabangau
Jekan Raya
Bukit Batu
Rakumpit
1 Lobak 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
2 Tomat 1,40 0,55 0,57 4,47 0,00
3 Lombok 0,70 0,62 0,72 6,27 0,25
4 Terung 0,27 0,24 0,28 2,41 0,10
5 Sawi 0,12 0,10 0,12 1,04 0,04
6 Kacang-kacangan 0,08 0,07 0,08 0,72 0,03
7 Labu 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
8 Ketimun 0,34 0,30 0,35 3,08 0,12
9 Bayam 0,20 0,00 0,00 0,00 0,00
10 Kangkung 0,12 0,11 0,13 1,12 0,04
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
No. Kecamatan Tomat
1 Pahandut 2
2 Sabangau
3 Jekan Raya
4 Bukit Batu 1
5 Rakumpit
Sumber : Data Yang Diolah, 2007
No Jenis Tanaman
Sayuran Pahan-dut
Saba-ngau
Jekan Raya
Bukit Batu
Rakum-pit
1 Lobak
2 Tomat 2 1
3 Lombok 1
4 Terung 1
5 Sawi 1
6 Kacang
7 Labu
8 Ketimun 1
9 Bayam
10 Kangkung 1
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat
1 Pahandut 1 2.00 II
2 Sabangau 0 0.00
3 Jekan Raya 0 0.00
4 Bukit Batu 6 1.00 I
5 Rakumpit 0 0.00
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
Tabel 8. Peringkat Kecamatan di Kota Palangka Raya Berdasarkan Keunggulan Komparatif Tanaman Sayuran, 2006
No. Jenis Buah-buahan
Pahan-dut
Saba-ngau
Jekan Raya
Bukit Batu
Rakum-pit
1 Sawo 1,84 0,00 0,48 1,84 0,26
2 Pepaya 1,06 2,71 0,88 0,52 0,56
3 Pisang 1,32 2,79 0,88 0,47 0,39
4 Nenas 0,97 0,00 1,08 1,03 1,64
5 Salak 0,00 0,00 0,00 2,89 0,00
6 Nangka 0,60 0,91 1,19 1,02 1,25
7 Rambutan 0,66 1,88 0,84 0,93 0,84
8 Duku 0,89 0,00 0,00 1,72 1,12
9 Cempedak 1,08 0,00 0,00 1,69 1,03
10 Jeruk 1,30 0,00 0,00 1,27 1,50
11 Durian 0,36 0,00 0,00 2,17 0,84
12 Jambu 0,72 2,76 0,87 0,68 0,55
13 Alpukat 0,93 0,98 0,00 1,98 0,00
14 Lainnya 1,74 0,66 2,97 0,58 0,43
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
Tabel 7. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Tanaman Buah- buahan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Data Tahun 2006
6
Hasil Kajian
Pengembangan potensi unggulan cempedak dapat
diprioritaskan secara berturut-turut pada Kecamatan Bukit
Batu, Pahandut, dan Rakumpit. Sedangkan pengemban-
gan potensi unggulan jeruk dapat diprioritaskan pada
Kecamatan Rakumpit, Pahandut, dan Bukit Batu.
Dari hasil analisis LQ maka dapat pula disusun per-
ingkat kecamatan se-Kota Palangka Raya berdasarkan
keunggulan komparatif dari komoditas tanaman buah-
buahan ini seperti dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 10. Peringkat Keunggulan Komoditas Tanaman Buah-buahan per Kecamatan di Kota Palangka Raya, 2006
Dari Tabel 10 dapat diketahui Kecamatan Bukit Batu
paling unggul relatif dari kecamatan-kecamatan lainnya di
Kota Palangka Raya karena memiliki 9 komoditas unggu-
lan tanaman buah-buahan. Bila dirinci lebih lanjut maka
dapat disusun peringkat masing-masing kecamatan
seperti dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 11. Peringkat Kecamatan di Kota Palangka Raya Berdasarkan
Keunggulan Komparatif Tanaman Buah-buahan
d. Tanaman Perkebunan
Dari hasil perhitungan terhadap komoditas unggulan
tanaman perkebunan di Kota Palangka Raya diperoleh
nilai LQ yang lebih besar dari satu (cetak tebal) dan nilai
LQ yang kurang atau sama dengan satu seperti terlihat
pada Tabel berikut.
Tabel 12. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Tanaman Perkebunan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Data Tahun 2006
Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa komoditas unggulan
tanaman perkebunan di Kota Palangka Raya adalah
kelapa dan kelapa sawit (unggul pada 3 kecamatan).
Sedangkan karet dan jambu mete unggul pada 2
kecamatan. Yang terakhir adalah kopi, tebu, dan coklat
hanya unggul pada 1 kecamatan.
Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa pengembangan
potensi unggulan kelapa dapat diprioritaskan secara ber-
turut-turut pada kecamatan Bukit Batu, Jekan Raya, dan
Pahandut. Sedangkan pengembangan potensi unggulan
kelapa sawit dapat diprioritaskan secara berturut-turut
pada Kecamatan Jekan Raya, Pahandut, dan Bukit Batu.
Tabel 13. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Komoditas Tanaman Kelapa dan Kelapa Sawit di Kota Palangka Raya, 2006
Dari hasil analisis LQ maka dapat pula disusun
peringkat kecamatan se-Kota Palangka Raya berdasarkan
keunggulan komparatif dari komoditas tanaman perkebu-
nan seperti dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 9. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Komoditas Nenas, Nangka, Cempedak, dan Jeruk di Kota Palangka Raya, Tahun 2006
No. Kecamatan Nenas Nangka Cempedak Jeruk
1 Pahandut 2 2
2 Sabangau
3 Jekan Raya 2 2
4 Bukit Batu 3 3 1 3
5 Rakumpit 1 1 3 1
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
No. Jenis Buah-
buahan Pahan-dut
Saba-ngau
Jekan Raya
Bukit Batu
Rakum-pit
1 Sawo 1 1
2 Pepaya 2 1
3 Pisang 2 1
4 Nenas 2 3 1
5 Salak 1
6 Nangka 2 3 1
7 Rambutan 1
8 Duku 1 2
9 Cempedak 2 1 3
10 Jeruk 2 3 1
11 Durian 1
12 Jambu 1
13 Alpukat 1
14 Lainnya 2 1
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat
1 Bukit Batu 9 1,67 I
2 Pahandut 6 1,83 II
3 Rakumpit 5 1,60 III
4 Sabangau 4 1,00 IV
5 Jekan Raya 3 1,67 V
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
No. Jenis Tan.aman Perkebunan
Pahan-dut
Saban-gau
Jekan Raya
Bukit Batu
Ra-kumpit
1 Karet 0,86 1,09 0,60 0,58 1,21
2 Kopi 0,00 0,00 0,00 4,64 0,00
3 Cengkeh 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
4 Lada 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
5 Kelapa 1,13 0,69 1,74 3,26 0,11
6 Jambu Mete 6,25 0,75 2,70 0,17 0,75
7 Tebu 0,00 0,00 0,00 0,00 1,71
8 Coklat 0,00 0,00 0,00 4,64 0,00
9 Kelapa Sawit 1,52 0,64 6,53 1,14 0,25
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
No. Kecamatan Kelapa Kelapa Sawit
1 Pahandut 3 2
2 Sabangau
3 Jekan Raya 2 1
4 Bukit Batu 1 3
5 Rakumpit
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
7
Hasil Kajian
Dari Tabel 14 dapat diketahui Kecamatan Bukit Batu
paling unggul relatif dari kecamatan-kecamatan lainnya di
Kota Palangka Raya karena memiliki 4 komoditas unggu-
lan tanaman perkebunan. Kemudian disusul Kecamatan
Jekan Raya dan Pahandut masing-masing 3 komoditas
unggulan. Sedangkan Kecamatan Rakumpit dan
Sabangau masing-masing hanya unggul pada 2 dan 1
komoditas.
Bila dirinci lebih lanjut maka dapat disusun peringkat
masing-masing kecamatan seperti dapat dilihat pada
Tabel berikut.
Tabel 15. Peringkat Kecamatan di Kota Palangka Raya Berdasarkan Keunggulan Komparatif Tanaman Perkebunan
Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa ternyata peringkat I,
dan II, diduduki oleh Kecamatan Bukit Batu dan Jekan
Raya. Keduanya dapat dikatakan sebagai “kecamatan
tanaman perkebunan”.
e. Peternakan
Dari hasil perhitungan terhadap komoditas unggulan
ternak besar di Kota Palangka Raya diperoleh nilai LQ
yang lebih besar dari satu (cetak tebal) dan nilai LQ yang
kurang atau sama dengan satu seperti terlihat pada Tabel
berikut.
Dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa komoditas ung-
gulan ternak besar di Kota Palangka Raya adalah babi
(unggul pada 4 kecamatan). Sedangkan kambing, domba,
dan kerbau masing-masing unggul pada 2 kecamatan.
Sapi potong hanya unggul di Kecamatan Sabangau. Sapi
perah, dan kuda tidak/belum dibudidayakan di Kota
Palangka Raya.
Tabel 16. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Peternakan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Data Tahun 2006
Pengembangan potensi unggulan ternak besar ini
dapat saja dengan peningkatan produktivitas dagingnya
maupun pengembangan jumlah ternaknya yang dipri-
oritaskan pada wilayah-wilayah kecamatan sebagaimana
dapat dilihat dari hasil analisis LQ pada Tabel berikut.
Tabel 17. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Komoditas Babi di kota Palangka Raya, 2006.
Dari Tabel 17 dapat diketahui bahwa pengembangan
potensi unggulan babi dapat diprioritaskan secara
berturut-turut pada Kecamatan Rakumpit, Jekan Raya,
Bukit Batu, dan Pahandut.
Dari hasil analisis LQ maka dapat pula disusun per-
ingkat kecamatan se-Kota Palangka Raya berdasarkan
keunggulan komparatif dari komoditas tanaman perkebu-
nan seperti dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 18. Peringkat Keunggulan Komoditas Ternak Besar Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, 2006
Dari Tabel 18 dapat diketahui Kecamatan Pahandut
paling unggul relatif dari kecamatan-kecamatan lainnya di
Kota Palangka Raya karena memiliki 4 komoditas
unggulan ternak besar.
No Jenis Tan aman Perkebunan
Pahan-dut
Saba-ngau
Jekan Raya
Bukit Batu
Ra-kumpit
1 Karet 2 1
2 Kopi 1
3 Cengkeh
4 Lada
5 Kelapa 3 2 1
6 Jambu Mete 1 2
7 Tebu 1
8 Coklat 1
9 Kelapa Sawit 2 1 3
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
Tabel 14. Peringkat Keunggulan Komoditas Tanaman Perkebunan Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, 2006
No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat
1 Bukit Batu 4 1,50 I
2 Jekan Raya 3 1,67 II
3 Pahandut 3 2,00 III
4 Rakumpit 2 1,00 IV
5 Sabangau 1 2,00 V
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
No Jenis Ternak
Besar Pahan-dut
Saba-ngau
Jekan Raya
Bukit Batu
Rakum-pit
1 Sapi Perah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
2 Sapi Potong 0,54 2,86 0,31 0,90 0,05
3 Kerbau 1,69 0,65 0,42 2,54 0,00
4 Kambing 1,34 2,05 0,39 0,36 0,04
5 Domba 1,24 0,78 0,20 4,28 0,00
6 Babi 1,08 0,30 1,30 1,08 1,44
7 Kuda 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
No. Kecamatan Babi
1 Pahandut 3
2 Sabangau -
3 Jekan Raya 2
4 Bukit Batu 3
5 Rakumpit 1
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
No Jenis Ternak
Besar Pahan-dut
Saba-ngau
Jekan Raya
Bukit Batu
Rakum-pit
1 Sapi Perah
2 Sapi Potong 1
3 Kerbau 1 2
4 Kambing 2 1
5 Domba 2 1
6 Babi 3 2 3 1
7 Kuda
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
Hasil Kajian
8
Bila dirinci lebih lanjut maka dapat disusun peringkat
masing-masing kecamatan seperti dapat dilihat pada Ta-
bel berikut.
Tabel 19. Peringkat Kecamatan di Kota Palangka Raya Berdasarkan Keunggulan Komparatif Usaha Ternak Besar
Dari Tabel 19 dapat diketahui bahwa ternyata pering-
kat I, II, dan III diduduki oleh kecamatan Pahandut, Bukit
Batu, dan Sabangau. Ketiganya dapat dikatakan sebagai
“kecamatan ternak besar”.
Selanjutnya dari hasil perhitungan terhadap komodi-
tas unggulan ternak unggas di Kota Palangka Raya
diperoleh nilai LQ yang lebih besar dari satu (cetak tebal)
dan nilai LQ yang kurang atau sama dengan satu seperti
terlihat pada Tabel berikut.
Tabel 20. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Peternakan Unggas Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Data Tahun 2006
Dari Tabel 20 dapat diketahui bahwa komoditas ung-
gulan ternak unggas di Kota Palangka Raya adalah ayam
kampung/bukan ras (unggul pada 4 kecamatan). Pengem-
bangan potensi unggulan ternak unggas ini dapat saja
dengan peningkatan produktivitas dagingnya maupun
pengembangan jumlah ternaknya yang diprioritaskan
pada wilayah-wilayah kecamatan sebagaimana dapat
dilihat dari hasil analisis LQ pada Tabel berikut.
Tabel 21. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Komoditas Ayam Kampung/Bukan Ras di kota Palangka Raya, 2007.
Dari Tabel 21 dapat diketahui bahwa pengembangan
potensi unggulan ayam kampung/bukan ras di Kota
Palangka Raya dapat diprioritaskan secara berturut-turut
pada Kecamatan Rakumpit, Sabangau, Bukit Batu, dan
Pahandut.
Dari hasil analisis LQ maka dapat pula disusun
peringkat kecamatan se-Kota Palangka Raya berdasarkan
keunggulan komparatif dari komoditas peternakan seperti
dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 22. Peringkat Keunggulan Komoditas Peternakan Unggas Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Hasil Perhitungan/Nilai LQ
Dari Tabel 22 dapat diketahui Kecamatan Rakumpit
dan Kecamatan Sabangau dengan dua komoditas unggu-
lan yakni ayam buras dan itik/entok. Sedangkan kecama-
tan-kecamatan lainnya yakni Pahandut, Jekan Raya, dan
Bukit Batu hanya unggul pada 1 komoditas.
Bila dirinci lebih lanjut maka dapat disusun peringkat
masing-masing kecamatan seperti dapat dilihat pada Ta-
bel berikut.
Tabel 23. Peringkat Kecamatan di Kota Palangka Raya Berdasarkan Keunggulan Komparatif Usaha Ternak Unggas
Dari Tabel 23 dapat diketahui bahwa ternyata pering-
kat I diduduki oleh kecamatan Rakumpit dan peringkat II
diduduki oleh kecamatan Sabangau. Keduanya dapat di-
katakan sebagai “kecamatan ternak unggas”.
f. Perikanan
Dari hasil perhitungan terhadap komoditas unggulan
perikanan di Kota Palangka Raya diperoleh nilai LQ yang
lebih besar dari satu (cetak tebal) dan nilai LQ yang
kurang atau sama dengan satu seperti terlihat pada Tabel
berikut.
No. Kecamatan Ras
petelur Buras Pedaging Itik/entok Kelinci
1 Pahandut 4
2 Sabangau 2 2
3 Jekan Raya 1
4 Bukit Batu 3
5 Rakumpit 1 1
Sumber : Data Yang Diolah, 2007
No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat
1 Rakumpit 2 1,00 I
2 Sabangau 2 2,00 II
3 Jekan Raya 1 1,00 III
4 Bukit Batu 1 3,00 IV
5 Pahandut 1 4,00 V
Sumber : Data Yang Diolah, 2007
No. Kecamatan Ras
petelur Buras Pedaging Itik/entok Kelinci
1 Pahandut 0,00 1.14 0.98 0.68 0.00
2 Sabangau 0,00 1.89 0.87 1.01 0.00
3 Jekan Raya 0,00 0.54 1.07 0.99 0.00
4 Bukit Batu 0,00 1.25 0.96 0.82 0.00
5 Rakumpit 0,00 7.59 0.00 23.71 0.00
Sumber : Data Yang Diolah, 2007
No. Kecamatan Ayam Kampung/Buras
1 Pahandut 4
2 Sabangau 2
3 Jekan Raya
4 Bukit Batu 3
5 Rakumpit 1
Sumber : Data Yang Diolah, 2007
9
Hasil Kajian
No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat
1 Pahandut 4 2,00 I
2 Bukit Batu 3 2,00 II
3 Sabangau 2 1,00 III
4 Rakumpit 1 1,00 IV
5 Jekan Raya 1 2,00 V
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
Tabel 24. Hasil Perhitungan/Nilai LQ Komoditas Perikanan Darat Per
Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Data Tahun
2006
Dari Tabel 24 dapat diketahui bahwa komoditas
unggulan perikanan di Kota Palangka Raya adalah
perikanan tangkap di sungai, danau, dan rawa (unggul
pada 3 kecamatan). Budidaya ikan hanya unggul di
Kecamatan Pahandut.
Berdasarkan data statistik dapat diketahui bahwa
produksi perikanan tangkap di sungai 516,20 ton basah, di
danau 952,20 ton basah, dan di rawa sebanyak 435,20
ton basah.
Pengembangan potensi unggulan perikanan tangkap
di sungai dan di rawa ini dapat saja dilakukan dengan
peningkatan kemampuan mengeksplorasi dengan tetap
memperhatikan potensi lestarinya yang diprioritaskan
pada wilayah-wilayah kecamatan sebagaimana dapat dili-
hat dari hasil analisis LQ pada Tabel berikut.
Tabel 25. Prioritas Wilayah Pengembangan Potensi Unggulan Perikanan Tangkap di Sungai, Danau, dan di Rawa pada wilayah Kota Palangka Raya, 2007.
Dari Tabel 25 dapat diketahui bahwa pengembangan
potensi unggulan perikanan tangkap di sungai Kota
Palangka Raya dapat diprioritaskan secara berturut-turut
pada kecamatan Rakumpit, Jekan Raya, dan Bukit Batu.
Pengembangan potensi unggulan perikanan tangkap di
danau dapat diprioritaskan berturut-turut pada Kecamatan
Sabangau, Bukit Batu, dan Rakumpit. Sedangkan
pengembangan potensi unggulan perikanan tangkap di
rawa dapat diprioritaskan secara berturut-turut pada
Kecamatan Jekan Raya, Rakumpit, dan Bukit Batu.
Dari hasil analisis LQ maka dapat pula disusun per-
ingkat kecamatan se-Kota Palangka Raya berdasarkan
keunggulan komparatif dari komoditas tanaman perkebu-
nan seperti dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 26. Peringkat Keunggulan Komoditas Perikanan Darat Per Kecamatan di Kota Palangka Raya, Berdasarkan Hasil Perhitungan/Nilai LQ
Dari Tabel 26 dapat diketahui Kecamatan Bukit Batu
dan Rakumpit paling unggul relatif dari kecamatan-
kecamatan lainnya di Kota Palangka Raya karena
memiliki 3 komoditas unggulan perikanan. Kemudian
disusul kecamatan Jekan Raya dengan 2 komoditas ung-
gulan. Sedangkan Kecamatan Pahandut dan Sabangau
hanya unggul pada 1 komoditas.
Bila dirinci lebih lanjut maka dapat disusun peringkat
masing-masing kecamatan seperti dapat dilihat pada
Tabel berikut.
Tabel 27. Peringkat Kecamatan di Palangka Raya Berdasarkan Keunggulan Komparatif Usaha Perikanan, Tahun 2006
Dari Tabel 27 dapat diketahui bahwa ternyata pering-
kat tertinggi (I) unggulan perikanan diduduki oleh Kecama-
tan Bukit Batu dan Rakumpit. Keduanya dapat dikatakan
sebagai “kecamatan usaha perikanan”.
Leading Sector Tabel 28. Peringkat Leading Sector Berdasarkan Proporsi Sektor Terhadap PDRB dan Proporsi Sektor Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di kota Palangka Raya, 2006
Program pembangunan ekonomi yang bersesuaian dengan tiga
leading sector ini adalah program peningkatan kualitas sumberdaya
manusia (pendidikan dan latihan) dan peningkatan prasarana dan
sarana perhubungan darat, air dan udara menjadi leading sector seba-
gaimana disebutkan di atas.
No. Kecamatan Jumlah Rerata Peringkat
1 Bukit Batu 3 2,3 I
2 Rakumpit 3 2,3 I
3 Jekan Raya 2 1,5 II
4 Pahandut 1 1 III
5 Sabangau 1 1 III
Sumber : Data Yang Diolah, 2008
No.
Kecamatan Sungai Danau Rawa Budidaya
1 Pahandut 0.42 0.44 0.46 2.20
2 Sabangau 0.88 1.54 0.68 0.65
3 Jekan Raya 1.19 0.74 1.75 0.79
4 Bukit Batu 1.09 1.39 1.65 0.21
5 Rakumpit 2.35 1.03 1.17 0.10
Sumber : Data Yang Diolah, 2007
No. Kecamatan Sungai Danau Rawa
1 Pahandut
2 Sabangau 1
3 Jekan Raya 2 1
4 Bukit Batu 3 2 2
5 Rakumpit 1 3 3
Sumber : Data Yang Diolah, 2007
No. Kecamatan Sungai Danau Rawa Budidaya
1 Pahandut 1
2 Sabangau 1
3 Jekan Raya 2 1
4 Bukit Batu 3 2 2
5 Rakumpit 1 3 3
Sumber : Data Yang Diolah, 2007
No. Sektor
Proporsi (%) Terhadap
Peringkat PDRB total
Total Pekerja
1 Pertanian 6,39 9,09 IV
2 Pertambangan dan Penggalian 1,46 1,43 VIII
3 Industri Pengolahan 5,55 3,55 VII
4 Listrik, Gas & Air Bersih 1,67 0,58 IX
5 Bangunan 7,25 12,47 V
6 Perdag., Hotel & Restoran 17,26 24,61 II
7 Pengangkutan & Komunikasi 19,58 6,95 III
8 Keu. Persewaan & Jasa Perusa-haan
5,36 3,81 VI
9 Jasa-Jasa 35,47 37,41 I
Sumber : Data Yang diolah, 2007
Hasil Kajian
10
Hasil Analisis OVOP
a. OVOP di Kecamatan Pahandut
b. OVOP di Kecamatan Bukit Batu
c. OVOP di Kecamatan Jekan Raya
c. OVOP di Kecamatan Rakumpit
d. OVOP di Kecamatan Sabangau
Analisis SWOT
Dalam rangka pengembangan potensi unggulan kota
Palangka Raya diperlukan beberapa strategi yang
diperoleh dari hasil analisis SWOT sebagai berikut:
Strategi dan Kebijakan
Strategi yang ditempuh untuk pengembangan OVOP
Kota Palangka Raya dapat bersifat mengembangkan ke-
mampuan atau input yang ada, bersifat menstabilkan
kondisi dan situasi yang ada agar tetap berjalan, melaku-
No. One Village One Product Keterangan
1 Pahandut Dekoratif, Interior Kerajinan
2 Panarung Pakaian Jadi Konveksi
3 Langkai Anyaman-anyaman &
Lampit Rotan Kerajinan
4 Tumbang Rungan Ikan Belum Diolah
5 Tanjung Pinang Ikan Belum Diolah
6 Pahandut Seberang Ikan Belum Diolah
No. One Village One Product Keterangan
1 Marang Ikan Belum Diolah
2 Tumbang Tahai Rambutan, Nangka,
Kelapa Dalam Belum Diolah
3 Banturung Rambutan, Nangka,
Kelapa Dalam Belum Diolah
4 Tangkiling Rambutan, Nangka,
Kelapa Dalam Belum Diolah
5 Sei Gohong Rambutan, Nangka,
Kelapa Dalam Belum Diolah
6 Kanarakan Ikan Belum Diolah
7 Habaring Hurung Ikan Belum Diolah
No. One Village One Produk Keterangan
1 Menteng kuzen, mebel kayu Industri Kecil
2 Palangka benang bintik Kerajinan
3 Bukit Tunggal nenas Belum Diolah
4 Petuk Katimpun ikan Belum Diolah
No. One Village One Product Keterangan
1 Petuk Bukit - -
2 Pager - -
3 Panjehang - -
4 Gaung Baru - -
5 Petuk Barunai - -
6 Mungku Baru - -
7 Bukit Sua - -
No. One Village One Product Keterangan
1 Kereng Bangkirai Rambutan, Nangka,
Kelapa Dalam Belum Diolah
2 Sabaru Rambutan, Nangka,
Kelapa Dalam Belum Diolah
3 Kalampangan Jagung Belum Diolah
4 Kameloh Baru Ikan Belum Diolah
5 Bereng Bengkel Ikan Belum Diolah
6 Danau Tundai ikan Belum Diolah
Faktor Keunggulan (S)
a. Luas lahan potensial masih sangat luas. b. Produktivitas pekerja dan tingkat upah minimum regional cu- kup tinggi.
Faktor Kelemahan (W)
a. Rencana Tata Ru-
ang Wilayah Kota yang komprehensif belum tersedia.
b. Angka penganggu-ran yang relatif masih tinggi.
Faktor Peluang (O)
a. Visi dan Misi Daerah
yang sangat mendu-kung dalam mencipta-kan iklim yang favour-able untuk pengemba-ngan potensi unggulan daerah.
b. Leading sector pertum-buhan ekonomi adalah sektor jasa-jasa; per-dagangan, hotel dan restoran; serta pe-ngangkutan dan komu-nikasi.
Strategi S-O
aa. (a) Tata guna lahan
khususnya untuk ka-wasan pertambangan dan penggalian, (b) tata kota terutama menyangkut bangu-nan dan fasilitas untuk pengangkutan dan komunikasi, (c) perda untuk pelaya-nan yang prima pada sektor finansial.
ab. Tata kota terutama menyangkut perda-gangan, hotel dan restoran.
ba. Penyelenggaraan lembaga-lembaga pendidikan dan ke- terampilan yang me- ningkatkan profesi-onalisme.
bb. Peningkatan penge- tahuan dan kete-rampilan pekerja/ pegawai terutama pada sektor jasa, perdagangan, hotel dan restoran, serta pengangkut-an dan komunikasi.
Strategi W-O
aa. RTRW kota yang
komprehensif yang mendukung pe-ngembangan po-tensi unggulan.
ab. RTRW kota yang memperhatikan ta-ta sektor jasa, perdagangan, hotel & restoran; serta pengang-kutan dan komunikasi.
ba. Upaya peningkat- an kualitas SDM melalui pendidikan & latihan.
bb. Tersedianya infor- masi pasar kerja terutama untuk sektor jasa, per-dagangan, hotel & restoran; serta pengangkutan dan komunikasi
Faktor Ancaman (T)
a. RTRW Kota Palangka
Raya terkendala deng-an surat ijin HPH yang belum habis masa berlakunya.
b Kontribusi sektor per-tambangan dan peng-galian terhadp PDRB dan penyerapan tena-ga kerja paling rendah.
Strategi (S-T)
aa. Diperlukan kebijakan
Pemerintah Kota yang tidak bertentangan dengan hukum na-mun tetap menopang pengembangan po-tensi unggulan ini.
ab. Diperlukan upaya untuk membuka industri tambang dan industri yang padat karya.
bb. Perlu optimasi pe-manfaatan Tenaga Kerja untuk sektor unggulan.
Strategi (W-T)
aa. Mendesak pihak-pi
hak yang terkait untuk segera me-nuntaskan RTRW yang komprehen-sif.
bb. Mengupayakan ni-lai tambah yang lebih besar dari sektor pertam-bangan dan peng-galian, serta pe-nyerapan Tenaga Kerja yang lebih besar.
Faktor Internal
Faktor Eksternal
11
Hasil Kajian
yang bersifat pemborosan dan sia-sia. Sedangkan kebija-
kan yang dijalankan adalah pilihan terbaik untuk mewujud-
kan strategi yang telah ditetapkan.
a. Terkait Dengan Aspek Sumber Daya Alam
• Strategi pemanfaatan lahan subur dengan teknologi yang berwawasan lingkungan terutama untuk pen-ingkatan produksi pertanian tanaman pangan, buah-buahan, dan perkebunan.
• Strategi pemanfaatan lahan kurang subur dengan teknologi yang berwawasan lingkungan terutama untuk peningkatan produksi peternakan, perikanan, dan industri.
• Strategi pemanfaatan potensi hutan yang bernilai ekonomis tinggi dengan teknologi yang berwawasan lingkungan terutama untuk peningkatan produksi ke-hutanan.
• Strategi eksploitasi sumberdaya tambang yang bern-ilai ekonomis tinggi dengan teknologi yang berwawa-san lingkungan terutama untuk peningkatan produksi tambang pasir dan sirkon.
• Strategi pemanfaatan potensi sumber daya alam dan budaya yang bersifat spesifik, unik, tematik dengan teknologi yang berwawasan lingkungan terutama untuk peningkatan produksi pariwisata.
b. Terkait Dengan Aspek Sumber Daya Manusia
• Strategi meningkatkan kompetensi SDM sektoral me-lalui peningkatan pengetahuan (knowledge), ketram-pilan (skill), dan pengembangan bakat dan minat (attitude).
• Strategi meningkatkan IPM melalui peningkatan par-tisipasi sekolah, peningkatan kesehatan, dan pening-katan pendapatan perkapita.
c. Terkait Dengan Aspek Sumber Daya Modal
• Strategi peningkatan dukungan dana dari lembaga keuangan (bank atau non bank).
• Strategi peningkatan efisiensi penggunaan modal.
d. Terkait Dengan Aspek Infrastruktur
• Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas infra-struktur wilayah guna mempermudah ekses ke jalan, jembatan, pelabuhan (sungai, udara), peti kemas, gudang ;
• Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas sarana angkutan guna mempercepat pengiriman produk baik melalui darat dan sungai;
e. Terkait Dengan Aspek Kawasan Pengembangan
• Strategi penyediaan kawasan pengembangan eko-nomi (sentra-sentra) yang berkualitas sebagai pusat pertumbuhan dengan memperhatikan tata ruang yang berwawasan lingkungan hidup;
• Strategi penyediaan utilitas publik (energi murah, telepon, dan air bersih) pada kawasan pengem-bangan ekonomi yang telah disediakan pemerintah Kota.
f. Terkait Dengan Aspek Pembinaan
• Strategi peningkatan kualitas regulasi dan birokrasi.
• Strategi peningkatan kualitas bimbingan dan penyu-luhan.
• Strategi peningkatan kualitas pengelolaan dan pe-mantauan lingkungan hidup
g. Terkait Dengan Aspek Pasar dan Pemasaran
• Strategi peningkatan kualitas informasi pasar dan pemasaran produk ekspor melalui media elektronik (teknologi informasi);
• Strategi peningkatan kualitas riset dan pengemban-gan produk, kemasan agar sesuai dengan selera konsumen;
• Strategi peningkatan kuantitas kualitas pemasaran produk agar dapat menduduki posisi ‘leader’ dalam produk baru;
• Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas promosi produk ekspor bernilai ekonomis tinggi melalui even-even nasional maupun internasional;
• Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas layanan pendistribusian produk agar cepat sampai kon-sumen.
h. Terkait Dengan Aspek Produksi
• Strategi peningkatan efisien produksi dengan me-manfaatkan keunggulan ketersediaan bahan baku dan tenaga kerja lokal yang terampil.
• Strategi peningkatan kesinambungan produk dengan meminimalkan kendala musim dan mengoptimalkan penggunaan alat/mesin dengan kapasitas yang me-madai;
• Strategi meminimisasi biaya produksi rata-rata per unit yang jauh lebih rendah dari biaya produksi se-jenis di tempat lain;
• Strategi memaksimalkan pemanfaatan pabrik pada kawasan pengembangan yang telah disediakan.
i. Terkait Dengan Aspek Organisasi dan Manajemen
• Strategi peningkatan ‘citra’ badan usaha penghasil produk (PT, CV, Koperasi, BUMN);
• Strategi peningkatan bargaining power badan usaha penghasil produk (PT, CV, Koperasi, BUMN);
• Strategi peningkatan kualitas organisasi dan mana-jemen perusahaan penghasil produk tersebut
• Strategi peningkatan efektivitas dan efisiensi modal kerja serta prosedur anggaran.
Program Pengembangan OVOP
Ada dua masalah yang paling mendasar dan perlu
dipecahkan dalam rangka pengembangan OVOP Kota
Palangka Raya:
(1) Masalah Pasar, yaitu:
• Masih sulit menemukan dan memasuki pasar baru.
(2) Masalah Produk, yaitu:
• Produk-produk masih belum terdiversifikasi secara
vertikal.
Hasil Kajian
12
Pengembangan OVOP dilakukan melalui kebijakan
pengembangan produk dan pasar. Skenario yang dilaku-
kan dapat dilihat seperti gambar berikut.
Tabel 29. Kebijakan Pengembangan Produk dan Pasar
Jabaran untuk masing-masing skenario kebijakan dijelaskan
sebagai berikut:
Kebijakan Pengembangan Pasar dalam hal ini dimaksud sebagai upaya untuk menemukenali pasar baru (new market) untuk jenis produk yang ada (existing product)
Dalam hal ini upaya untuk memasuki pasar baru baik
pasar dalam negeri (pulau Jawa) dan pasar luar negeri
terutama dari negara-negara maju yang baru di kawasan
Asia Pasifik dan Eropah maupun Amerika perlu dilakukan
pengkajian sehigga komoditas Kota Palangka Raya tidak
hanya tergantung pada pasar tradisional yang ada (pasar
dalam negeri).
Da lam rangka pe laksanaan keb i j akan
pengembangan pasar ini, maka diperlukan program-
program sebagai berikut:
• Program konsolidasi dan pemanfaatan produk di
lokasi-lokasi yang telah berkembang, untuk menangkap
peluang pasar baru.
• Program ekspansi pasar: mencari peluang-peluang
pasar yang baru/ekspansi pasar melalui berbagai keikut
sertaan dalam even-even promosi dalam negeri
maupun luar negeri.
Dengan demikian arahan kegiatan yang dapat
ditempuh dalam rangka pengembangan program tersebut
antara lain dengan:
• Melakukan kegiatan promosi atau produk-produk yang
sudah ada (existing product) ke segmen pasar baru,
yaitu daerah-daerah lain (pasar dalam negeri)
• Melakukan kegiatan promosi atau produk-produk yang
sudah ada (existing product) ke segmen pasar negara
lain yang merupakan pasar potensial. Strategi
menjemput pasar perlu dilakukan secara intensif
mengingat posisi Kota Palangka Raya yang masih
lemah dalam memperkenalkan produk. Promosi dan
pengembangan produk sehingga lebih menarik dan
memiliki keunikan serta keunggulan khusus.
Kebijakan Diversifikasi Produk dalam hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan produk yang beraneka ragam untuk segmen pasar yang berbeda-beda atau menciptakan produk baru untuk pasar baru.
Produk baru dapat merupakan produk dengan basis
potensi sumber daya alam yang sama, namun
dikembangkan lebih jauh dalam bentuk-bentuk yang lebih
khusus.
Upaya mengembangkan produk baru dalam konteks
diversifikasi ini dapat dilakukan dengan program-program
sebagai berikut:
• Program penciptaan produk-produk yang spesifik, unik,
tematik.
• Program peningkatan kualitas dengan standar
jangkauan pasar dalam negeri dan luar negeri (ISO,
Ecolabelling).
REKOMENDASI Perspektif Kebijakan
D ilihat dari perspektif waktu, maka kebijakan
pengembangan one village one product
(OVOP) di Kota Palangka Raya dapat direkomendasikan
sebagai berikut:
Tabel 1. Perspektif Kebijakan Pengembangan OVOP di Kota Palangka Raya
Arahan Kebijakan Jangka Menengah Kebijakan pengembangan OVOP dalam jangka menen-
gah yang direkomendasikan:
• Meningkatkan Kualitas & Kuantitas Produk Lama Untuk
Pasar Baru.
• Menciptakan Produk Baru Untuk Pasar Lama.
PRODUK LAMA PRODUK BARU
PASAR LAMA PENETRASI PASAR PENGEMBANGAN
PRODUK
PASAR BARU PENGEMBANGAN
PASAR DIVERSIFIKASI
PRODUK
Alternatif 01
Kebijakan Pengembangan Produk Lama Untuk Pasar Baru (Pengembangan Pasar/
Market Development)
Alternatif 02
Kebijakan Pengembangan Produk Baru Untuk Pasar Baru (Diversifikasi Produk/
Product Diversification
13
Jangka Waktu Kebijakan
Jangka Menengah (5 tahun)
• Menciptakan produk baru untuk
pasar lama.
• Meningkatkan kualitas dan kuanti-
tas produk lama untuk pasar baru.
Jangka Panjang (20 tahun)
• Menciptakan produk baru untuk
pasar baru.
Hasil Kajian
Kebijakan jangka menengah dapat dicapai melalui:
• Tindak lanjut pelaksanaan Program Pemerintah, dalam
hal ini bahwa program-program yang telah disusun oleh
pemerintah baik program sektoral maupun program
daerah terus dilanjutkan, misalnya dalam hal pembi-
naan, bimbingan-penyuluhan maupun program-program
lainnya.
• Pembinaan Sektor Swasta, dalam hal ini pemerintah
daerah harus mampu membina perusahaan-
perusahaan (industri pengolahan) yang ada agar di tiap
-tiap sektor ekonomi (Sektor Pertanian Tanaman Pan-
gan, Sektor Kehutanan dan Perkebunan, Sektor Peter-
nakan, Sektor Perikanan, Sektor Industri dan Perdagan-
gan, Sektor Pertambangan dan Energi, Sektor Pari-
wisata) tercipta industri pengolahan yang berorientasi
pasar pulau Jawa atau pasar Luar Negeri. Selama ini
yang banyak aktivitasnya hanya perusahaan yang ber-
gerak dalam bidang pendistribusian hasil alam.
Arahan Kebijakan Jangka Panjang Kebijakan pengembangan OVOP dalam jangka pan-
jang yang direkomendasikan yaitu ‘Menciptakan Produk
Baru Untuk Pasar Baru’
Kebijakan jangka panjang dapat dicapai melalui:
• Optimalisasi Pelayanan Pemerintah
• Optimalisasi Tujuan Perusahaan
Optimalisasi Pelayanan Pemerintah Dalam jangka panjang diharapkan peranan pemerin-
tah semakin sedikit, sehingga pelayanan semakin efektif
dan efisien. Pemerintah harus mengoptimalkan pelayanan
pada aspek-aspek yang berkaitan dengan hajat hidup
orang banyak, misalnya aspek pertahanan dan kea-
manan, peradilan, dan pekerjaan umum (penyediaan dan
pemeliharaan jalan, jembatan, pelabuhan, dan irigasi).
Arahan kebijakan jangka panjang berkaitan dengan
pekerjaan umum yaitu:
• Terus dilakukan peningkatan kualitas jalan dan jem-
batan lintas propinsi (jalan negara).
• Terus dilakukan peningkatan kualitas jalan dan jem-
batan (darat) yang menghubungkan jalan lintas dari dan
ke kantong-kantong produksi (sentra-sentra produksi)
yang ada.
• Terus dilakukan peningkatan kualitas dan kapasitas
wilayah Kota Palangka Raya guna menunjang ekspor.
• Terus dilakukan pemanfaatan kawasan pengembangan
dengan meningkatkan keterpaduan perencanaan pem-
bangunan oleh instansi sektoral, daerah dan swasta
serta masyarakat.
Optimalisasi Tujuan Perusahaan Dalam jangka panjang diharapkan peranan swasta
semakin dominan terutama di luar bidang pertahanan dan
keamanan, peradilan; sehingga aktivitas sektor swasta
semakin efektif dan efisien. Sektor-sektor swasta harus
mampu mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada
(SDA, SDM, Modal, Teknologi) guna meningkatkan daya
saing. Dalam era globalisasi, dipastikan bahwa produk-
produk yang unggul hanya berasal dari perusahaan-
perusahaan yang unggul. Perusahaan-perusahaan yang
unggul tentu memiliki Strategy Business Unit (SBU) yang
handal pula. Oleh sebab itu perusahaan yang ada di Kota
Palangka Raya disarankan paling tidak memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
• Melakukan riset pemasaran.
• Berupaya menempati posisi leader baik dalam jasa atau
produk baru.
• Melakukan aktivitas promosi.
• Melakukan rancang bangun produk yang bermutu,
sesuai dengan selera pasar (Asia, Asia-Fasifik) serta
produk tersebut ramah lingkungan.
• Melakukan perbaikan penggunaan bahan baku.
• Melakukan efisiensi produksi (biaya rata-rata lebih ren-
dah dari pesaing).
• Melakukan perbaikan produktivitas.
• Melakukan perencanaan produksi dan sistem
pengendalian.
• Menjaga citra perusahaan.
����
14
Hasil Kajian
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
K emiskinan merupakan masalah utama dalam
pembangunan yang bersifat kompleks dan multi
dimensional mencakup politik, sosial budaya,
ekonomi, aset dan lainnya. Dimensi politik, sering muncul
dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi yang
mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan
masyarakat miskin, sehingga mereka tersingkir dari
proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut
diri mereka. Akibatnya, mereka juga tidak memiliki akses
yang memadai ke berbagai sumber daya kunci yang
dibutuhkan untuk menyelenggarakan hidup mereka
secara layak, termasuk akses informasi. Dimensi sosial,
sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya
masyarakat miskin ke dalam institusi sosial yang ada dan
terinternalisasikannya budaya miskin yang merusak
kualitas manusia dan etos kerja mereka. Dimensi
ekonomi, muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan
sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka sampai batas yang layak. Dimensi aset, ditandai
dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin ke
berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka,
termasuk aset kualitas sumber daya manusia (human
capital), peralatan kerja, modal dana, hunian atau
perumahan dan permukiman, dan sebagainya.
Ciri-ciri masyarakat miskin adalah: (a) tidak memiliki
akses ke proses pengambilan keputusan yang
menyangkut hidup mereka; (b) tersingkir dari institusi
sosial formal yang mapan sehingga tersingkir dari sistem
jaminan sosial formal; (c) rendahnya kualitas sumber daya
manusia (kesehatan, pendidikan, pengetahuan/
keterampilan, kinerja, dsb.); (d) terperangkap dalam
budaya kemiskinan yang menghancurkan kualitas
manusia seutuhnya seperti: rendahnya etos kerja, berfikir
pendek, fatalisme, boros, tidak berfikir wirausaha; dan (e)
rendahnya kepemilikan terhadap aset-aset yang mampu
menjadi modal hidup, seperti : aset fisik (harta benda,
perumahan, peralatan kerja/sarana produksi, dsb.), aset
pelayanan publik (pendidikan, kesehatan, pelayanan
prasarana, dsb.), aset lingkungan hidup (sumberdaya
alam baik nabati dan hewani, udara segar, dsb.), dan aset
finansial (sistem tabungan dan perkreditan, baik formal
maupun non formal).
Implikasi dari kemiskinan adalah: terjadinya
kesenjangan sosial; timbulnya kerawanan sosial;
runtuhnya nilai-nilai sosial sehingga terjadinya kriminalitas,
disintegrasi, apatis, menurunnya kepercayaan kepada
pemerintah, dsb.; adanya kebodohan yang
memungkinkan terjadinya manipulasi; dan rendahnya
kualitas sumber daya manusia.
Krisis ekonomi yang terjadi telah menghapus
keberhasilan dari berbagai program penanggulangan
kemiskinan sebelumnya. Upaya penurunan derajat
kemiskinan yang telah dilakukan selama ini ternyata
masih sangat rentan terhadap perubahan kondisi
ekonomi, politik, sosial, dan bencana alam yang terjadi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pendekatan dan cara
yang dipilih untuk menanggulangi kemiskinan masih perlu
disempurnakan kembali. Beberapa kelemahan dari
penanggulangan kemiskinan pada masa lalu antara lain
adalah: (1) masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi
makro; (2) kebijakan yang terpusat; (3) lebih bersifat
karitatif; (4) memposisikan masyarakat sebagai objek; (5)
cara pandang tentang kemiskinan yang diorientasikan
hanya pada ekonomi; dan (6) asumsi permasalahan dan
penanggulangan kemiskinan yang sering dipandang
sama.
Upaya penanggulangan kemiskinan di Kota
Palangka Raya secara kelembagaan sudah dibentuk
melalui Keputusan Walikota Palangka Raya Nomor: 177
Tahun 2008 tentang Pembentukan Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Palangka Raya
yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan
koordinasi, sinkronisasi strategi kebijakan, program dan
aksi penanggulangan kemiskinan, itu pun belum
menunjukkan keterpaduan dalam upaya penurunan
jumlah penduduk miskin.
Guna mengatasi permasalahan kemiskinan di kawasan
perkotaan tersebut, selama ini pemerintah telah berusaha
Hasil Kerjasama Badan Perencanan Pembangunan Daerah Kota Palangka Raya dan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Palangka Raya
Oleh: Bambang S. Lautt1, Tonich Uda2, Gundik Gohong3, Joni Bungai4, Karmen Marpaung5, Sunaryo N. Tuah6, Berkat7
EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA PALANGKA RAYA
15 1,2,3,4,5,6,7) Dosen Universitas Palangka Raya
Hasil Kajian
menanggulanginya dengan melaksanakan berbagai
program penanggulangan kemiskinan dengan jumlah
dana yang tidak sedikit baik dari dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota
Palangka Raya yang ditangani oleh beberapa Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berkompeten
menangani program penanggulangan kemiskinan.
Namun, bila melihat dari data yang ada, seperti misalnya
pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin di Kota
Palangka Raya adalah sebesar 7.864 kk (32.282 jiwa)
atau sekitar 17,71 %, kemudian pada tahun 2005 naik
menjadi 10.778 kk (41.832 jiwa) atau sekitar 22,41 %,
pada tahun 2006 sebesar 15.245 KK atau sekitar 34,99%,
pada tahun 2008 terdata ada 14.659 KK atau sekitar
32,3%, dan pada tahun 2009 ini jumlah keluarga miskin di
Kota Palangka Raya terdata sebesar 13.556 kk, angka
kemiskinan sejak tahun 2006 cenderung mengalami
penurunan, namun penurunannya relatif kecil. Kondisi ini
tentunya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan
terhadap efektivitas dan manfaat dari berbagai program
penganggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan
oleh pemerintah selama ini.
Untuk itulah, tentunya diperlukan suatu evaluasi
(mengkaji ulang/penilaian komprehensif) terhadap efektivi-
tas dan dampak serta kontribusi dari program-program
penanggulangan kemiskinan dalam mengurangi angka
kemiskinan di Kota Palangka Raya. Program-program
yang perlu dievaluasi antara lain Raskin, BLT, PNPM-
P2KP, PM2L dan program-program dari beberapa SKPD
yang dibiayai dari APBD Kota Palangka Raya. Evaluasi ini
diharapkan akan dapat menjadi bahan masukan bagi pe-
rencanaan/pelaksanaan berbagai program penanggu-
langan kemiskinan tersebut di masa mendatang.
MAKSUD DAN TUJUAN Kegiatan evaluasi ini dimaksudkan untuk mendapat-
kan gambaran secara komprehensif mengenai efektivitas
dan dampak dari berbagai program penanggulangan ke-
miskinan yang telah dan sedang dilaksanakan saat ini
dalam menurunkan tingkat kemiskinan di Kota Palangka
Raya.
Sedangkan tujuan dari kegiatan evaluasi ini adalah:
1. Mengevaluasi masing-masing elemen program pem-
berdayaan masyarakat seperti PM2L, BLT, RASKIN,
JAMKESMAS dan P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan
dalam penanggulangan kemiskinan
2. Mengevaluasi pencapaian sasaran dari masing-masing
program penanggulangan kemiskinan
3. Mengidentifikasi berbagai permasalahan yang dihadapi
dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiski-
nan dan solusinya.
MANFAAT Hasil dari kegiatan evaluasi ini diharapkan akan
dapat meningkatkan efektivitas dan dampak serta
kontribusi dari program penanggulangan kemiskinan
dalam menurunkan tingkat kemiskinan di kota Palangka
Raya, serta dapat menjadi bahan/masukan dalam
menyusun pelaksanaan program—program
penanggulangan kemiskinan selanjutnya.
METODE PENELIT IAN Metode yang digunakan merupakan kombinasi antar
in-depth study dan metode survei sampel. Dalam in depth
study dilakukan studi yang mendalam dan menyeluruh
terhadap program penanggulangan kemiskinan. Untuk
in-depth study dipilih tiga Kecamatan. yang mendapat
program Raskin, BLT, Jamkemas, PNPM, P2KP. Dari
masing—masing Kecamatan tersebut dipilih satu
Kelurahan/Desa, dan dari masing-masing kelurahan/desa
tersebut akan diambil sampel keluarga miskin secara
proporsional dan acak. Di dalam in-depth study ini di
lakukan penggalian informasi tentang permasalahan dan
faktor-faktor penyebab kemiskinan melalui suatu diskusi
kelompok terfokus (Focused Group Discussion = FGD).
Disamping melakukan in depth study, survei sampel
juga dilakukan. Metode ini dilakukan mengingat populasi
Keluarga miskin yang cukup besar, serta pertimbangan
biaya. Dalam survei sampel ini dilakukan penggalian
informasi dengan kuisioner tentang program
penanggulangan kemiskinan baik dari aspek masukan,
aspek proses maupun aspek dampak.
ANALISIS DATA Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis
dengan analisis deskriptif kuantitatif dan deskriptif
kualitatif. Analisis deskriptif kuantitatif menggunakan
jumlah, rata-rata dan presentase. Analisis deskriptif
kualitatif dilakukan untuk menganalisis masukan, proses,
dampak dan persepsi semua pihak yang berkaitan dengan
pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Kota
Palangka Raya.
16
Hasil Kajian
KEM I SK INAN DAN KEB I J A KAN P E M E R I N T A H D A L A M PENANGGULANGAN KEMISKINAN
GAMBARAN JUMLAH PENDUDUK M ISKIN DI KOTA PALANGKA RAYA
J um lah k e lua rga miskin di kota Palangka Raya
tahun 2005 meningkat dibanding tahun 2004. Pada
tahun 2004, jumlah keluarga miskin sebanyak 7.864
kepala keluarga (KK) yang terdiri dari 32.282 jiwa. Hasil
pendataan pada tahun 2005 untuk tingkat kota Palangka
Raya, jumlah penduduk miskin sebanyak 10.778 KK, yang
terdiri dari 41.832 jiwa (Badan Dukcapil dan KB Kota,
2005) dan setelah digulirkannya dana Kompensasi BBM
dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2006
maka jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 15.245
KK (34,99 %). Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin
menurun menjadi 15.106 KK atau mengalami penurunan
sebesar 0,91% dan tahun 2008 jumlah penduduk miskin
mengalami penurunan menjadi 15.087 KK atau sebesar
33,24%. Kemudian berdasarkan hasil verifikasi data
kepala keluarga miskin (KK-Miskin) BLT-RTS tahun 2008,
jumlah Keluarga miskin sebanyak 14.659 KK atau 32,3%.
S e l a n j u t n ya
be rdasa rkan
K e p u t u s a n
W a l i k o t a
Palangka Raya
Nomo r 5 6
Tahun 2009,
t e n t a n g
P e n e t a p a n
Pagu, Jumlah
K e p a l a
Keluarga Penerima Raskin dan Titik Distribusi Beras untuk
Keluarga Miskin (Raskin) di Wilayah Kota Palangka Raya
Tahun 2009, ditetapkan jumlah penerima rumah tangga
miskin sebanyak 13.556 RTM, yang tersebar pada 5
kecamatan dan 30 kelurahan.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN Apabila merujuk hasil hasil kajian Tim Peneliti Universitas
Palangka Raya di 5 (lima) kecamatan Kota Palangka
Raya tahun 2006, serta berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan diperoleh faktor-faktor penyebab kemiskinan,
antara lain disebabkan oleh:
1. Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha
Masyarakat miskin umumnya menghadapi
terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya
peluang untuk mengembangkan usaha, lemahnya
perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah
serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja
anak dan pekerja perempuan. Keterbatasan modal,
kurangnya ketrampilan, dan pengetahuan, menyebabkan
masyarakat miskin hanya memiliki sedikit pilihan
pekerjaan yang layak dan peluang yang sempit untuk
mengembangkan usaha. Terbatasnya lapangan pekerjaan
yang tersedia saat ini seringkali menyebabkan mereka
terpaksa melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi
dengan imbalan yang kurang memadai, dan tidak ada
kepastian akan keberlanjutannya.
2. Memburuknya Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup
Masyarakat miskin sangat rentan terhadap
perubahan pola pemanfaatan sumberdaya alam dan
perubahan lingkungan. Masyarakat miskin yang tinggal di
daerah perdesaan, daerah pinggiran hutan kawasan
pesisir, dan daerah pertambangan sangat tergantung
pada sumber alam sebagai sumber penghasilan.
Sedangkan masyarakat miskin di perkotaan umumnya
tinggal di lingkungan permukiman yang buruk dan tidak
sehat, misalnya di daerah rawan banjir dan daerah yang
tercemar.
3. Terbatasnya Akses Layanan Perumahan
Tempat tinggal yang sehat dan layak merupakan
kebutuhan yang masih sulit dijangkau oleh masyarakat
masyarakat miskin. Secara umum masalah utama yang
dihadapi masyarakat miskin adalah akses terhadap
perumahan yang sehat dan layak, rendahnya mutu
lingkungan permukiman dan lemahnya perlindungan atas
pemilikan perumahan. Kondisi permukiman mereka juga
17
7864
10778
15245 1510614659 13556
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Perkembangan Jum lah Ke luarga M isk in di Kota
Palangka Raya Tahun 2004-2009
Sebaran Jum lah KK M iskin
Menurut Kecamatan Tahun 2009
11,33%
24,51%
16,66%
3,98%
43,51%Pahandut
Jekan Raya
Sabangau
Bukit Batu
Rakumpit
Hasil Kajian
seringkali tidak dilengkapi dengan lingkungan permukiman
yang memadai.
4. Lemahnya Partisipasi
Tidak terpenuhinya hak dasar masyarakat miskin
karena tidak tepatnya layanan yang diberikan oleh
pemerintah, menyentuh langsung persoalan kapabilitas
dasar yang kemudian menghambat mereka untuk
mencapai harkat martabat sebagai warga negara.
Gagalnya kapabilitas dasar itu sering muncul dalam
beberapa kasus, terkooptasinya masyarakat miskin dari
kehidupan sosial dan membuat mereka semakin tidak
berdaya untuk menyampaikan aspirasinya. Kasus tersebut
terjadi sebagai akibat dari proses perumusan dan
pelaksanaan kebijakan yang memposisikan masyarakat
miskin sebagai objek dan mengabaikan keterlibatan
masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan. Sering
program yang dilaksanakan oleh pemerintah bersifat top-
down.
5. Lemahnya Penanganan Masalah Kependudukan
Beban masyarakat miskin semakin berat akibat
besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan
hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Menurut data
BPS, rumah tangga miskin mempunyai rata-rata anggota
keluarga lebih besar daripada rumah tangga tidak miskin.
Rumah tangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai
anggota keluarga 5,1 orang, sedangkan rata-rata rumah
tangga miskin di pedesaan adalah 4,8 orang. Dengan
beratnya beban rumah tangga, peluang anak dari
keluarga miskin untuk melanjutkan pendidikan menjadi
terhambat dan seringkali mereka harus bekerja untuk
membantu membiayai kebutuhan keluarga. Oleh karena
itu, rumah tangga miskin harus menanggung beban yang
lebih besar.
KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANG-GULANGAN KEMISKINAN
Arah dan kebijakan pembangunan daerah khususnya
di bidang kesejahteraan sosial dan penanggulangan
kemiskinan, tertuang dalam Rencana Strategis
Pembangunan Kota Palangka Raya Tahun 2004-2008.
Di bidang pembangunan khususnya penanggulangan
kemiskinan, tujuan yang ingin dicapai adalah:
“Mengurangi penduduk dan keluarga miskin”, kemudian
sasarannya adalah: “Menurunnya jumlah penduduk miskin
dan keluarga miskin,” dan strategi kebijakannya adalah:
“percepatan penurunan penduduk dan keluarga miskin”.
Sedangkan strategi program yang dilaksanakan
adalah: “Penanggulangan kemiskinan dan Pemberdayaan
masyarakat melalui usaha ekonomi produktif”.
Selanjutnya seperti yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Tahun
2008-2028, bahwa visi Kota Palangka Raya adalah:
“Terwujudnya Kota Palangka Raya sebagai Kota
Pendidikan, Jasa, dan Wisata Berkualitas, Tertata dan
Berwawasan Lingkungan, Menuju Masyarakat Sejahtera
sesuai Falsafah Budaya Betang”.
Selanjutnya untuk mewujudkan visi Pembangunan
Kota Palangka Raya tersebut, pada tahun 2009–2013
ditetapkan 6 (enam) misi Pembangunan Kota Palangka
Raya selama lima tahun, yaitu sebagai berikut:
1. Mewujudkan kota Palangka Raya sebagai kota
pendidikan yang berkualitas dengan orientasi Nasional
dan Global, sumber daya manusia yang berilmu,
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mewujudkan Pemerintah kota Palangka sebagai
pelayanan jasa terhadap masyarakat.
3. Mewujudkan Kota Palangka Raya sebagai Kota Wisata
yang Terencana, Tertata, Berwawasan dan Ramah
Lingkungan.
4. Mewujudkan Kota Palangka Raya menuju masyarakat
sejahtera.
5. Mewujudkan Pemerintahan yang baik dan bersih
dengan kedisplinan tinggi, sikap profesional, beribawa
dan bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat.
6. Mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran
politik, hukum, tertib dan demokratis.
Dalam misi tersebut kebijakan penanggulangan
kemiskinan tercantum dalam misi keempat yaitu:
“Mewujudkan Kota Palangka Raya menuju masyarakat
sejahtera”.
Dari visi dan misi tersebut selanjutnya dijabarkan
arah kebijakan umum dan program pembangunan daerah
Kota Palangka Raya. Khusus di Bidang Pemberdayaan
Masyarakat, strategi kebijakan yang ditempuh adalah
Meningkatkan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Perdesaan, yang selanjutnya dituangkan dalam Program
dan Kegiatan dalam Pemberdayaan Masyarakat dan
Kelurahan.
Selanjutnya di Bidang Sosial, Strategi dan Kebijakan
yang ditempuh adalah Peningkatan Penanganan
Kesejahteraan Sosial Masyarakat. Arah kebijakan
perlindungan dan kesejahteraan sosial yang
memperhatikan keserasian kebijakan nasional dan daerah
serta kesetaraan gender.
Hasil Kajian
18
Selanjutnya dalam rangka meningkatkan keterpa-
duan, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan penanggu-
langan kemiskinan di Kota Palangka Raya, Pemerintah
telah membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan (TKPK), dengan SK Walikota Palangka Raya
No.177 Tahun 2008, Tanggal 26 September 2008. Melalui
TKPK ini diharapkan program penanggulangan kemiski-
nan dapat lebih efektif dan tepat sasaran, sehingga angka
kemiskinan di Kota Palangka Raya dapat diturunkan dan
kesejahteraan masyarakat meningkat.
P R O G R A M - P R O G R A M P E N A N G G U L A N G A N KEMISKINAN
Program Mamangun Tuntang Mahaga Lewu (PM2L)
Dalam rangka percepatan pembangunan dan
pengentasan desa/kelurahan tertinggal serta upaya
penanggulangan kemiskinan di Provinsi Kalimantan
Tengah, maka pada tanggal 16 November 2006 pemerin-
tah Provinsi Kalimantan Tengah telah mencanangkan Pro-
gram Mamangun Tuntang Mahaga Lewu (PM2L).
Launching program ini bertepatan dengan kehadiran
Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada bulan
Februari 2008 di Kota Palangka Raya. Program ini bertu-
juan untuk meningkatkan efektivitas dan percepatan
penggulangan kemiskinan serta pembangunan desa
tertinggal melalui usaha pengembangan kemandirian
masyarakat dalam pembangunan desa dengan meman-
faatkan potensi yang dimiliki sehingga mampu memicu
pertumbuhan desa sekitarnya dengan cara menintegrasi-
kan berbagai program percepatan pembangunan pede-
saan dan mensinergikan partisipasi masyarakat agar
masyarakat menjadi mandiri dan tingkat kesejahteraan
menjadi lebih baik serta dapat menjadi desa/kelurahan
percontohan, pusat pertumbuhan baik desa/kelurahan
sekitarnya.
Untuk tercapainya program PM2L tersebut masing-
masing SKPD terkait telah memprogramkan berbagai pro-
gram pengentasan kemiskinan dan percepatan pem-
bangunan pedesaan/kelurahan melalui APBD Kota
Palangka Raya sesuai dengan prioritas program terpilih
dari masing-masing SKPD yang selanjutnya direalisasikan
kedalam suatu bentuk kegiatan/Aksi pada kelurahan/Desa
lokasi PM2L.
Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Pada akhir bulan Mei 2008, pemerintah menaikan
harga BBM dalam negeri sebesar rata-rata 28,7 persen.
Kenaikan tersebut berpotensi meningkatkan harga barang
kebutuhan pokok yang dapat menurunkan daya beli
masyarakat, terutama daya beli masyarakat miskin. Dam-
pak lainnya adalah dapat menurunkan investasi sehingga
menambah jumlah pengangguran, semakin banyak jumlah
rakyat miskin.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah
telah melaksanakan Program Bantuan Langsung (BLT).
Bantuan langsung Tunai merupakan salah satu program
dari 3 klaster upaya penanggulangan kemiskinan dan me-
rupakan klaster pertama, yaitu: Program Bantuan Lang-
sung Tunai (BLT), Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin),
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Jamkesmas
Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap
pelayanan kesehatan pemerintah sejak tahun 1998 telah
melaksanakan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan
penduduk miskin melalui berbagai program pemeliharan
kesehatan penduduk miskin. Pada tahun 2005 pemerintah
telah melaksanakan program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin yang sering kita
dengar dengan sebutan Askeskin. Dan pada tahun 2008
atas dasar pertimbangan pengendalian biaya kesehatan,
peningkatan mutu, transparansi dan akuntabilitas dilaku-
kan perubahan mekanisme, yang meliputi: pemisahan
fungsi verifikator dan pembayar, penempatan pelaksana
verifikasi di Rumah Sakit, penerapan paket tarif
Jamkesmas 2008, Tim Koordinasi Jamkesmas serta
penugasan PT. Askes (Persero) dalam manajemen
kepesertaan.
Program P2KP/PNPM Mandiri
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
(P2KP) dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1999 seba-
gai salah satu upaya pemerintah untuk membangun ke-
mandirian masyarakat dan peningkatan peran pemerintah
daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara mandiri.
Mempertimbangkan positif P2KP, pemerintah Indonesia
telah menetapkan kebijakan untuk memperluas jangkauan
wilayah dan keberlanjutan pelaksanaan P2KP, dengan
mengalokasikan tambahan dana yang cukup signifikan
pada tahun anggran 2007. Kegiatan ini merupakan bagian
dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri yang diluncurkan secara resmi oleh
Presiden Republik Indonesia, pada tanggal 30 April 2007
di Palu Sulawesi Tengah sebagai wujud nyata kepedulian
Pemerintah untuk mengurangi kemiskinan.
Alokasi Dana BLM
Besarnya dana BLM tiap kelurahan ditentukan
19
Hasil Kajian
berdasarkan jumlah penduduk di kelurahan lokasi PNPM
Mandiri Perkotaan, seperti yang terlihat pada Tabel 1 beri-
kut ini.
Tabel 1. Alokasi Dana BLM Menurut Kategori Desa
Sumber : Buku Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, 2009
E F E K T I V I T A S P R O G R A M PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Program penanggulangan kemiskinan yang dengan
model pemberdayaan (seperti P2KP/PNPM) merupakan
program yang telah terpatok dari pusat. Model
pemberdayaan dapat membentuk masyarakat menjadi
lebih berdaya secara informasi, masyarakat miskin turut
terlibat dalam pengambilan keputusan untuk
pembangunan, dan terdapat perubahan perilaku untuk
mengurangi kemiskinan serta adanya keterlibatan
komponen masyarakat dalam pembangunan kelurahan.
Begitu juga program dari pusat yang bersifat program
secara langsung untuk masyarakat miskin (seperti BLT,
Raskin dan Jamkesmas) yang bertujuan untuk membantu
secara langsung yang bersifat jangka pendek. Penerapan
program pusat baik berupa model pemberdayaan dan
model secara langsung tentunya memiliki permasalahan
masing-masing.
Output yang diperoleh dalam pelaksanaan program
tidak serta-merta terjadi perubahan dengan cepat untuk
mengurangi kemiskinan. Hal itu disebabkan pokok
permasalahan kemiskinan sangat komplek dari segi
material maupun non material. Kemiskinan segi material
meliputi kemiskinan sandang, pangan, papan. Kemiskinan
non material meliputi semangat dan etos kerja rendah,
kurang akses informasi, kualitas sumberdaya manusia
rendah dan lainnya. Permasalahan kemiskinan secara
mendasar dan komplek tiap daerah memiliki pokok
permasalahan yang berbeda sebagai penyebab utama
terjadinya kemiskinan di daerah. Latar belakang tersebut
sebagai landasan bahwa yang lebih mengetahui
kemiskinan daerah adalah juga daerahnya masing-masing
dan faktor penentu terentasnya kemiskinan adalah
masyarakat itu sendiri.
Pada dasarnya upaya penanggulangan temiskinan
dilaksanakan melalui 2 (dua) pendekatan atau strategi
utama, yaitu:
1) Meningkatkan pendapatan, melalui peningkatan
produktivitas, di mana masyarakat miskin memiliki
kemampuan pengelolaan, memperoloh peluang dan
perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik
dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya,
maupun politik;
2. Mengurangi pengeluaran, melalui pengurangan beban
kebutuhan dasar seperti akses ke pendidikan,
kesehatan dan infrastruktur yang mempermudah dan
mendukung kegiatan sosial ekonomi.
Kedua strategi di atas ditempuh melalui 4 (empat) langkah
kebijakan sebagai berikut:
1. Perluasan kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha;
2 Pemberdayaan masyarakat;
3. Peningkatan kemampuan/kapasitas sumberdaya
manusia;
4. Perlindungan sosial;
Upaya pemerintah dalam mengurangi tingkat
pengeluaran penduduk miskin dilakukan dalam bentuk
program seperti Beras untuk Rakyat Miskin (RASKIN) dan
Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS). Selain
itu diberikan juga bantuan berupa Bantuan Langsung
Tunai (BLT). Ketiga program tersebut bisa digolongkan
kedalam langkah kebijakan ke empat yaitu perlindungan
sosial.
Program P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan merupakan
bentuk program yang tergolong pemberdayaan
masyarakat. Sektor swasta dan masyarakat umum serta
pemerintah diharapkan sebagai leading sector dalam
mendorong dan meningkatkan kemampuan
(memberdayakan) masyarakat miskin agar dapat
memperoleh kembali hak-hak ekonomi, sosial dan
politiknya, mengontrol keputusan yang menyangkut
kepentingannya, menyalurkan aspirasi dan mampu secara
mandiri mengatasi permasalahan-permasalahan yang
dihadapi. Maka, langkah dan kebijakan diarahkan pada:
1. Penumbuhan kesadaran kritis masyarakat terhadap
upaya penanggulangan kemiskinan;
2. Peningkatan kapasitas dan pembangunan
kelembagaan masyarakat, khususnya masyarakat
miskin untuk mengembangkan demokrasi, dan
men ingkatkan par t is ipas i da lam proses
pembangunan;
20
No Kategori Ukuran Kelurahan Bantuan BLM
1. Pagu Dana BLM Kelurahan Lanjutan PNPM Mandiri P2KP 2007
Kecil < 3.000 Jiwa Rp 200 jt
Sedang 3.000 – 10.000 Jiwa
Rp 300 jt
Besar > 10.000 Jiwa Rp 500 jt
2. Pagu Dana BLM (Lokasi Lama P2KP dan Lokasi Baru)
Kecil Rp 150 jt
Sedang Rp 200 jt
Besar Rp 350 jt
Hasil Kajian
3. Memperkuat akses masyarakat miskin kepada
berbagai sumberdaya kunci, keterampilan
berorganisasi secara modern, dan pelembagaan
budaya industri;
4. Penguatan manajemen dan informasi bagi lembaga/
organisasi komunitas masyarakat miskin;
5. Peningkatan peran serta masyarakat miskin dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi atas
program/kegiatan pembangunan yang berdampak
langsung pada penanggulangan kemiskinan;
6. Peningkatan dan penyebarluasan informasi dan
pengetahuan berbagai skema pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berpihak
pada masyarakat miskin;
7. Pelembagaan komunikasi dan koordinasi antar
masyarakat, pemerintah dan pelaku lainnya melalui
forum komunikasi dan koordinasi antar lembaga.
Kebijakan yang belum banyak dikembangkan dan
perlu mendapat perhatian adalah program perluasan
kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Program ini
termasuk ke dalam kebijakan peningkatan pendapatan.
Pemenuhan hak atas pekerjaan yang layak bagi
masyarakat miskin ditentukan oleh ketersediaan lapangan
kerja yang dapat mereka akses, kemampuan untuk
mempertahankan dan mengembangkan usaha dan
perlindungan pekerja dari eksploitasi dan ketidakpastian
kerja. Pemenuhan terhadap hak atas pekerjaan tersebut
secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh
kebijakan bidang ekonomi, pengembangan sektor rill,
perdagangan, ketenagakerjaan, pengembangan koperasi,
usaha mikro dan kecil.
Upaya perluasan kesempatan kerja dilakukan melalui
berbagai kebijakan yang diarahkan untuk menciptakan
lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas usaha,
khususnya bagi masyarakat miskin, dengan langkah-
langkah:
1. Pemberdayaan masyarakat miskin melalui
peningkatan pengetahuan, wawasan, dan keterampilan
sehingga dapat menciptakan peluang wirausaha dan
penguatan ekonomi;
2. Menumbuhkan dan mengembangkan perilaku ekonomi
produktif serta meningkatkan usaha-usaha ekonomi
yang berwawasan bisnis dengan memanfaatkan
sumberdaya yang ada secara optimal bagi masyarakat
miskin;
3. Pengembangan industri kecil dan mikro (industri rumah
tangga) yang banyak menyerap tenaga kerja;
4. Pengembangan mekanisme penyaluran kredit bagi
koperasi, usaha kecil dan mikro dengan bunga yang
terjangkau dan cara serta prosedur yang mudah;
5. Perlindungan dan dukungan bagi pengembangan
lembaga keuangan mikro;
6. Penataan, pengembangan dan perlindungan
pedagang kecil, termasuk pedagang informal sehingga
mendukung pembangunan secara keseluruhan;
7. Pembangunan infrastruktur dan jaringan pendukung
bagi usaha kecil dan mikro;
8. Penyediaan modal usaha yang berasal dari
pemerintah, swasta dan masyarakat serta melindungi
hak masyarakat miskin dalam berusaha;
9. Meningkatkan kepedulian dan peran serta para
pengusaha untuk membina dan mengembangkan
kemitraan usaha ekonomi produktif dengan
masyarakat miskin.
10.Membentuk dan memfasilitasi forum/kelompok akses
bisnis antar pengusaha kota dan kelurahan.
11.Membantu dan memfasilitasi marketing produk daerah
pada daerah lain.
Upaya perluasan kesempatan kerja dilakukan
melalui berbagai kebijakan yang diarahkan untuk
menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
produktivitas usaha. Langkah kebijakan yang dilakukan
untuk menciptakan lapangan kerja antara lain:
(1). Pengembangan mekanisme penyaluran kredit bagi
usaha koperasi, dan usaha mikro dan kecil dengan bunga
yang terjangkau; (2). Perlindungan dan dukungan bagi
pengembangan lembaga keuangan mikro; (3). Revitalisasi
dan perluasan usaha perkebunan, perikanan dan
peternakan; (4). Pengembangan usaha di luar pertanian
(off farm) di kelurahan; (5). Perluasan usaha di kawasan
potensial dan daerah tertinggal; (6). Penguatan usaha
koperasi, dan usaha mikro dan kecil; (7) Penguatan
lembaga keuangan mikro; (8). Pengembangan industri
yang menyerap tenaga kerja; (9). Pembangunan
infrastruktur untuk menyerap tenaga kerja; (10).
Peningkatan kerjasama antara lembaga bursa kerja dan
perusahaan.
Hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah
masalah perilaku masyarakat. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa masih banyak masyarakat yang
sebenarnya mampu, tetapi masih mendapatkan bantuan
Raskin dan BLT. Budaya malu harus ditanamkan di
masyarakat Kota Palangkaraya, sehingga program-
program yang dikembangkan menjadi tepat sasaran dan
efektif.
Berikut ini diuraikan hasil evaluasi masing-masing
program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan di
dalam wilayah kota Palangka Raya diantaranya PM2L,
21
Hasil Kajian
BLT, Raskin, Jamkesmas dan P2KP/PNPM Mandiri
Perkotaan.
HASIL EVALUASI KEGIATAN PM2L
Tingkat capaian program PM2L tahun 2009 yang
telah dilaksanakan pada ke tiga kelurahan sasaran yaitu
Tanjung Pinang, Danau Tundai dan Gaung Baru, hingga
triwulan ke-III bulan Agustus tahun 2009 tergolong masih
rendah. Masing-masing capaian pada kelurahan sasaran
PM2L tahun 2009 adalah sebagai berikut: (a). Kelurahan
Tanjung Pinang jumlah program 57 yang telah
dilaksanakan 17, sehingga tingkat capaian adalah 29,82
persen; (b) Kelurahan Danau Tundai jumlah program 44
yang telah dilaksanakan 8, sehingga tingkat capaian
adalah 18,00 persen; (c). Kelurahan Gaung Baru jumlah
program 44 yang telah dilaksanakan 7, sehingga tingkat
capaian adalah 15,91 persen. Dengan demikian apabila
diambil rata-rata capaian untuk ketiga daerah tersebut
adalah sebesar 21,24%. Rendahnya tingkat capaian
tersebut disebabkan beberapa oleh beberapa hal yaitu:
- Sebagian kegiatan terutama yang bersifat fisik masih
dalam tahap poses lelang.
- S e b a g i a n k e g i a t a n d i b a t a l k a n / d i t u n d a
pembangunannya karena masih belum mendapatkan
tanah untuk membangun.
- Sebagian kegiatan masih dalam proses administrasi
sehingga masih belum bisa dinilai tingkat kemajuan
kegiatan tersebut.
Percepatan aktivitas implementasi program di lapangan
perlu dipacu mengingat tahun anggaran 2009 tinggal 4
bulan lagi. Seluruh SKPD perlu dihimbau agar lebih
memfokuskan diri terhadap implementasi kegiatan PM2L
sesuai dengan rencana aksi yang telah ditetapkan.
Berdasarkan
e v a l u a s i
program yang
t e l a h
d i j a l a n k a n ,
t e r n y a t a
mas ya r ak a t
lebih antusias
t e r h a d a p
p r o g r a m
PM2L yang
bersifat non-fisik seperti pelatihan, diklat, sosialisasi, dll.
Mereka lebih senang mengikuti kegiatan ini karena selain
menambah pengetahuan, mereka juga mendapatkan
uang saku atau dana transport setiap habis kegiatan
tersebut.
Alokasi dana untuk kegiatan PM2L di wilayah Kota
Palangka Raya mengalami peningkatan. Pada tahun
2008, jumlah anggaran yang disalurkan sebesar
Rp. 6.999.882.700; sedangkan pada tahun 2009
mengalami peningkatan sebesar 26,11% yaitu menjadi
Rp. 8.827.743.201. Peningkatan alokasi anggaran
tersebut lebih banyak dalam bentuk program pendidikan
dan kesehatan.
Jumlah SKPD yang terlibat juga mengalami
peningkatan. Pada tahun 2008, jumlah SKPD yang terlibat
sebesar 18 SKPD; sedangkan pada tahun 2009
mengalami peningkatan sebesar 10,00% yaitu menjadi 20
SKPD. Peningkatan jumlah SKPD tersebut menunjukkan
peningkatan partisipasi seluruh elemen pemerintahan kota
dalam upaya pengentasan kemiskinan. Hal ini
menunjukkan keberhasilan Walikota dalam menggerakkan
potensi SKPD untuk secara bersama–sama peduli
terhadap masyarakat miskin yang ada di dalam kota
Palangka Raya.
Persentase
p r o g r a m
PM2L yang
Pro rakyat
miskin juga
mengalami
peningkatan
s e b e s a r
1 5 , 0 6 % .
P r o g r a m
pro rakyat
miskin tersebut diberikan dalam bentuk bantuan
operasional sekolah (BOS), pelatihan dan bantuan hibah
peralatan pembuatan kerupuk ikan, dana bergulir.
Sebaliknya program PM2L yang sifatnya untuk
masyarakat umum mengalami penurunan sebesar
15,06%. Program tersebut biasanya dilaksanakan dalam
bentuk: membangun gedung ”Eka Barigas”, ”Eka Harati”
pembangunan penerangan jalan umum, serta
membangun jalan beton.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, pola
pelaksanaan kegiatan PM2L sebaiknya melibatkan
masyarakat. Kegiatan PM2L sebaiknya menggunakan
pola PNPM Mandiri. Menurut hasil survey, kualitas proyek
PNPM lebih baik dari proyek PM2L, karena yang
mengerjakannya langsung masyarakat secara gotong-
royong dan semata-mata demi kepentingan kelurahan.
Beberapa masyarakat yang menjadi nara sumber selama
survey seperti mantir adat di Kelurahan Danau Tundai
mengusulkan agar mereka benar-benar dilibatkan dalam
Hasil Kajian
22
Tarusan S. Raung berguna sebagai jalur pintas membawa
hasil bumi ke Kelurahan Tanjung Pinang atau ke
Pelabuhan Rambang, Pahandut. Dengan melalui Tarusan
tersebut waktu tempuh ke Kelurahan Tanjung Pinang
menjadi sekitar 15 hingga 20 menit dari yang asalnya 45
menit sedangkan waktu tempuh ke Pelabuhan Rambang
yang asalnya 1,5 jam dipersingkat menjadi 45 menit.
Dengan demikian selain menghemat waktu juga
menghemat bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan.
Upaya untuk memasarkan hasil perikanan dari Danau
Tundai perlu ditunjang oleh pemerintah Kota. Dengan
adanya efisiensi dalam hal pemasaran hasil ikan maka
pendapatan masyarakat menjadi meningkat.
Kelurahan Danau Tundai merupakan kelurahan yang
berada pada daerah pinggiran sungai. Berdasarkan hasil
pemetaan kemiskinan yang dilakukan oleh LPKM Unpar
tahun 2006 maka sebagain besar (95%) penduduk
kelurahan Danau Tundai tergolong miskin. Salah satu
program yang potensial untuk dikembangkan di kelurahan
Danau Tundai adalah adalah pembuatan ”beje”. Beje
adalah galian tanah dengan arah membujur sungai yang
berguna untuk memerangkap ikan. Lebar beje biasanya
2—3 meter dengan panjang yang tidak terbatas; ada yang
10 meter, namun ada juga yang panjangnya mencapai
100—200 meter. Masyarakat lokal Kalimantan Tengah
biasanya membuat beje pada daerah-daerah yang
tergenang air selama 5 sampai 6 bulan dalam setahun.
Pada saat musim kemarau ikan akan mengumpul dalam
beje dan petani/nelayan akan memanen ikan dari hasil
beje tersebut.
Pola kerja dalam bentuk koordinasi antara
pemerintah Provinsi dan Kota perlu diintensifkan. Contoh
kasus yang terjadi: Pemerintah provinsi telah mengirim
perabot untuk gedung ”Eka Hapakat” untuk kelurahan
Tanjung Pinang, namun tempat untuk meletakkan perabot
tersebut (balai/gedung) tidak ada karena balai belum di
bangun atau batal di bangun. Hal ini biasanya menyulitkan
pihak kelurahan untuk meletakkan barang tersebut.
Konsep program PM2L sebenarnya adalah kegiatan
dilakukan secara ”keroyokan” oleh seluruh SKPD baik
provinsi maupun kota; dan diharapkan kegiatan tersebut
bersifat saling melengkapi (komplementer). Oleh karena
itu upaya yang paling efektif adalah perlunya koordinasi
antara SKPD yang ada.
Sarjana Mamangun tuntang Mahaga Lewu (SM2L)
diharapkan menjadi jembatan koordinasi antara SKPD
dengan masyarakat kelurahan. Keberadaan SM2L
memang sangat dibutuhkan terutama untuk
mengkomunikasikan program-program Dinas dan sumber
informasi mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan di
Kelurahan sasaran PM2L. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan terkait dengan keberadaan SM2L adalah:
- Perlu diperhatikan dana untuk mobilitas SM2L
mengingat sarana transportasi ke wilayah sasaran
PM2L terbatas dan biayanya terlalu tinggi; padahal
SM2L harus selalu berhubungan dengan hampir semua
dinas/badan baik Kota Palangkaraya atau Provinsi.
Mereka hanya mendapatkan dana Rp. 350.000,- per
bulan untuk biaya transportasi.
- Perlu ditingkatkan koordinasi antara Dinas-dinas terkait
yang mendukung PM2L, sehingga SM2L bisa lebih
mudah untuk melakukan koordinasi/konfirmasi tentang
pelaksanaan Rencana Aksi PM2L.
- Ada beberapa SKPD yang kurang transparan, terutama
dalam kegiatan pembangunan fisik, SM2L seolah tidak
banyak dilibatkan, padahal SM2L harus melaporkan
kegiatan di lapangan kepada Dispora dan Gubernur.
Menurut hasil survey, program PM2L yang paling
menyentuh dan disenangi oleh masyarakat adalah
Pembangunan Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembuatan
Jembatan dan jalan cor kelurahan, program bantuan
pendidikan dan kesehatan, serta pelatihan-pelatihan
teknis peningkatan keterampilan masyarakat.
HASIL EVALUASI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT )
Program Bantuan Langsung Tunai ini merupakan
program klaster pertama yang diperuntukan bagi keluarga
miskin berupa uang tunai sejumlah tertentu untuk Rumah
Tangga Sasaran Keluarga Miskin (RTS-Gakin). Berikut ini
akan disajikan hasil monitoring dan evaluasi dilapangan
melalui observasi, wawancara dengan Lurah, Ketua RT
dan Keluarga miskin serta data dokumentasi.
Pendataan dan Penetapan Keluarga Miskin Penerima
BLT
Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan
diperoleh gambaran bahwa pendataan keluarga miskin di
Kota Palangka Raya dilakukan oleh Biro Pusat Statistik
dengan melibatkan beberapa orang aparat kelurahan
setempat dan mitra. Selanjutnya hasil pendataan tersebut
dikirim ke Dinas Sosial Provinsi selanjutnya Dinas Provinsi
mengirim data keluarga miskin tersebut ke Departemen
Sosial di Jakarta. Kemudian Departemen sosial Jakarta
menerbitkan Kartu BLT yang selanjutnya dikirim ke Kantor
Pos. Kemudian oleh pihak Kantor Pos Kartu BLT tersebut
dibagikan kepada RTS terdekat sedangkan sebagiannya
lagi dibagikan melalui Kecamatan-Kecamatan dan dibantu
23
Hasil Kajian
oleh aparat desa/Kelurahan. Untuk lebih jelasnya
mekanisme penetapan RTS penerima BLT seperti
nampak pada gambar bagan berikut ini:
Dari hasil wawancara dengan Lurah dan Ketua RT,
ditemukan bahwa Data penerima BLT kurang akurat dan
sebagian kurang tepat sasaran, karena banyak keluarga
yang relatif mampu masuk dalam data keluarga miskin
(mengaku miskin) dan mereka merasa juga berhak
mendapat bantuan tersebut ”Dia Duit Buem Kea, dan
Sama Keme Uras”. Disisi lain masyarakat sebenarnya
hanya berpendapat bahwa pembagian BLT, Raskin
maupun Jamkesmas tidak berpatokan dengan Kemiskinan
tetapi berdasarkan rasa keadilan. Contoh Kasus di
Kelurahan Tumbang Rungan jumlah KK miskin sebanyak
112 KK dari 155 KK dan hanya 43 KK yang tidak miskin.
Menurut Lurah setempat jika didata secara objektif bahwa
jumlah KK yang benar-benar miskin ± 40 KK saja. Hal
inilah salah satu penyebab jumlah KK miskin di Kota
Palangka Raya cenderung meningkat. Berdasarkan hasil
wawancara dengan salah seorang Ketua RT di Kelurahan
Tanjung Pinang, dari jumlah 417 KK miskin yang ada di
Kelurahan tersebut maka bisa diturunkan menjadi sekitar
60% saja.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara
prosedur penetapan Rumah Tangga Sasaran penerima
BLT ini sudah benar sesuai dengan Petunjuk teknis
penyaluran BLT, namun dari segi ketepatan sasarannya
yaitu RTS-Gakin perlu pendataan ulang kembali dengan
melibatkan Lurah dan Aparat Kelurahan setempat
sehingga data yang diperoleh benar-benar sesuai dengan
14 Kriteria Keluarga Miskin yang telah ditetapkan oleh Biro
Pusat Statistik.
Penyaluran BLT dan Jumlah RTS Penerima BLT
Penyaluran BLT yang dilakukan oleh PT. Pos pada
umumnya sangat baik dan lancar dan tidak mengalami
kendala yang berarti. Penyaluran BLT di Kota Palangka
Raya pada tahun 2008 sebanyak Rp.2.675.600.000,-
untuk 13.378 KK RTS dari alokasi BLT RTS sebanyak
14.547 KK atau
d a y a s e r a p
B L T s e b e s a r
91,62%.
Selanjutnya pada
tahun 2009 realisai
pembayaran BLT
tahap I sebanyak
13.376 KK dengan
jumlah uang tun ai
yang dibagikan
s e b e s a r
Rp.2.675.600.000
dari Alokasi jumlah KK RTS sebanyak 14.547 KKB. Untuk
lebih jelasnya RTS penerima BLT dapat dilihat pada grafik
b e r i k u t i n i
Penyaluran BLT
ini dilakukan
baik di Kantor
P o s B e s a r
Palangka Raya,
Kan tor Pos
C a b a n g
Tangkiling dan
khusus untuk
kelurahan yang
relatif jauh dari
kota Palangka Raya, penyaluran BLT langsung dibagikan
di Kelurahan setempat oleh petugas Kantor Pos dan
dibantu oleh aparat desa/kelurahan setempat. Pembagian
BLT yang dibayar di Kantor Pos Palangka Raya, meliputi
Kelurahan : Pahandut , Tumbang Rungan, Pahandut
Seberang, Menteng, Palangka dan Petuk Katimpun,
sementara untuk Kelurahan Panarung, Langkai, Tanjung
Pinang dan Bukit Tunggal dibayar di Kelurahan setempat.
Kelurahan Tangkiling dibayar di Kantor Pos Cabang
Tangkiling, sementara 13 kelurahan lainnya dibayar
langsung di Kantor kelurahan setempat (Marang,
Tumbang Tahai, Banturung, Sungai Gohong, Kanarakan,
Habaring Hurung, Petuk Bukit, Pager, Panjehang, Gaung
Baru, Petuk Berunai, Mungku Baru, Bukit Sua). Untuk
lebih jelasnya realisasi penyaluran dana BLT di Kota
Palangka Raya tahun 2008/2009 dapat dilihat pada grafik
berikut ini:
Diagram Meknisme Penetapan RTS
Pendataan RTS (BPS)
Pengiriman data ke Posindo
Pencetakan Kartu BLT (Posindo)
Pengiriman Kartu BLT ke Kantor Pos
Pembagian Kartu BLT ke RTS
MEKANISME PENETAPAN RTS
Hasil Kajian
24
Aspek ter-
penting dari
seluruh rang-
kaian peneri-
maan BLT
adalah pen-
dataan, yang
b e r m u a r a
pada diberi-
kannya Kartu
Penerima BLT di RTS masing-masing yang diantar oleh
pihak kantor pos melalui pihak kecamatan dan kelurahan
setempat.
Penyaluran BLT dari pihak PT. Pos kepada RTS dilakukan
tanpa potongan. Artinya uang yang diterima oleh RTS se-
suai dengan yang telah ditetapkan.
Untuk lebih jelasnya tempat penyaluran Dana BLT dapat
dilihat pada bagan berikut ini:
Pemanfaatan BLT oleh RTS
Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan melalui
observasi dan wawancara serta angket yang di isi oleh
RTS, bahwa pada umumnya BLT digunakan untuk
membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini
berarti bahwa program BLT ini besar pengaruhnya
terhadap tingkat konsumsi masyarakat miskin dan
program BLT untuk mempertahankan daya beli
masyarakat miskin pada waktu Pemerintah menaikan
harga BBM telah tercapai.
Dampak Program BLT terhadap Rumah Tangga
Sasaran
Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan melalui
angket dan observasi langsung ke RTS penerima BLT,
bahwa dengan adanya program BLT ini masyarakat
merasa sangat terbantu khususnya dalam memenuhi
kebutuhan pokoknya sehari-hari dan dapat meningkatkan
pengeluarannya, terutama untuk pemenuhan kebutuhan
bahan makanan sekunder seperti gula, kopi, mie instan
dan telur. Hal ini mengindikasikan bahwa ada dampak
positif dari program BLT dalam meningkatkan pola
konsumsi keluarga miskin. Disisi lain kita juga dapat
melihat bahwa program BLT ini dapat membantu
masyarakat miskin dalam memenuhi keperluan sekolah
anaknya terutama pembelian buku dan alat tulis. Hal ini
menunjukan bahwa
dari sisi pendidikan
program BLT juga
m e m b a n t u
p e r m a s a l a h a n
pend id ikan anak
keluarga miskin yang
s e b e l u m n y a
mengalami kesulitan
un tuk memenuh i
keperluan sekolah
anaknya. Disamping
itu pula hal yang
sangat membantu
sekali adalah terdapat
berbagai program
pemerintah (BOS)
un tuk membantu
sekolah anak dari
keluarga miskin.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa dengan adanya program BLT
ini dapat masyarakat miskin dapat meningkatkan pola
konsumsinya serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari, mengingat kemampuan daya beli masyarakat
miskin sangat terbatas karena tidak mempunyai
penghasilan yang tetap.
Permasalahan dan Kendala
Permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam
penetapan dan penyaluran BLT- RTS, adalah:
25
KANTOR POS KANTOR POS KANTOR POS KANTOR POS
PALANGKA RAYAPALANGKA RAYAPALANGKA RAYAPALANGKA RAYA
KANTOR POS KANTOR POS KANTOR POS KANTOR POS
CABANG CABANG CABANG CABANG
TANGKILINGTANGKILINGTANGKILINGTANGKILING
KANTOR KANTOR KANTOR KANTOR
KELURAHANKELURAHANKELURAHANKELURAHAN
Pahandut Tumbang Rungan
Pahandut Seberang
Menteng Palangka Petuk Katimpun
Tangkiling
Panarung Langkai Tanjung Pinang
Bukit Tunggal
Marang Tumbang Tahai
Banturung Sei Gohong
Kanarakan Habaring Hurung
Petuk Bukit
Pager
Panjehang Gaung Baru
Petuk Barunai
Mungku Baru
Bukit Sua
TEMPAT PENCAIRAN BLT
PENYALURAN BLT KEPADA RTS
Hasil Kajian
• RTS Sasaran BLT kurang tepat sasaran dan masih
ada masyarakat yang tidak masuk kategori miskin
mendapatkan BLT, sementara ada masyarakat yang
benar-benar miskin tidak mendapat BLT.
• Data RTS penerima BLT tidak sama dengan tertera di
Kartu dengan data yang ada di Kantor Pos (Alamat :
Jalan, RT/RW sama dan nama RTS sama dengan RTS
Lainnya tapi Nomor Rumah Tidak ada, sehingga pihak
kantor pos belum dapat melayani RTS yang
bersangkutan sebelum data RTS tersebut di verifikasi.
• Jauhnya jarak layanan (Faktor Geografis), sehingga
hal ini cukup memakan waktu dan tenaga untuk
membagikan BLT terutama bagi Kelurahan yang akses
jalannya relatif jauh.
Pemecahan Masalah
• Untuk mengatasi permasalahan data penerima BLT-
RTS kurang tepat sasaran disarankan agar dilakukan
pendataan ulang secara objektif terhadap penduduk
miskin oleh BPS dengan dibantu oleh Lurah, Staf
Kelurahan, RT/RW setempat. Disamping itu
Pemerintah Kota Palangka Raya harus tegas dalam
menetapkan warga yang masuk kategori miskin.
• Pada saat pembagian BLT-RTS disarankan agar
petugas memberikan prioritas kepada RTS usia lanjut
dan dapat diwakilkan apabila yang bersangkutan tidak
mampu/sakit dengan menunjukan Kartu-BLT dan Kartu
tanda penduduk yang bersangkutan.
• Untuk Kelurahan yang relatif jauh disarankan agar
dapat diambil secara kolektif oleh Lurah dengan
melampirkan Kartu BLT dan Kartu Tanda Penduduk.
PROGRAM BERAS UNTUK RUMAH TANGGA M ISKIN (RASKIN)
Pendataan dan Penetapan RTS-PM Raskin
Penerima manfaat Raskin adalah Rumah Tangga
Miskin (RTM) di Kelurahan yang berhak menerima beras
Raskin, sebagai hasil seleksi melalui proses musyawarah
Kelurahan yang terdaftar dalam Daftar Penerima Manfaat
(DPM) yang ditetapkan oleh Lurah dan disahkan oleh
Camat. Musyawarah Kelurahan merupakan forum
pertemuan di tingkat Desa/Kelurahan sebagai sarana
untuk memferifikasi dan menetapkan nama-nama calon
Penerima Manfaat sesuai dengan data BPS yang
terindentifikasi berhak menerima beras Raskin. Atas dasar
data tersebut selanjutnya Walikota menetapkan Pagu,
jumlah kepala keluarga penerima beras untuk keluarga
miskin (Raskin) dan Titik Distribusi Raskin di Wilayah Kota
Palangka Raya.
Dari hasil wawancara dengan Lurah dan Ketua RT,
ditemukan bahwa data RTS penerima Raskin masih
kurang akurat dan sebagian kurang tepat sasaran, karena
banyak keluarga yang relatif mampu masuk dalam data
keluarga miskin (mengaku miskin) dan menerima beras
untuk orang miskin. Mereka merasa miskin karena tidak
mempunyai penghasilan tetap walaupun secara kasat
mata kehidupan mereka berkecukupan dan tidak
tergolong keluarga miskin. Disamping itu mereka juga
merasa berhak menerima bantuan yang diberikan oleh
pemerintah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara
prosedur penetapan Rumah Tangga Sasaran penerima
Raskin ini sudah benar sesuai dengan Petunjuk teknis
penyaluran Raskin, namun dari segi ketepatan
sasarannya yaitu RTM-PM ini masih kurang tepat sasaran
dan perlu pendataan ulang kembali dengan melibatkan
Lurah, RT/RW, LSM dan Aparat Kelurahan setempat
sehingga data yang diperoleh benar-benar sesuai dengan
14 Kriteria Keluarga Miskin yang telah ditetapkan oleh Biro
Pusat Statistik.
Penyaluran RASKIN dan Jumlah RTM Penerima
RASKIN
Di Kota Palangka Raya Jumlah RTS Raskin tahun
2008 sebanyak 15.087 dan sejak bulan Januari sampai
dengan Desember 2008 sudah tersalurkan sebanyak
2.540.300 Kg. Jumlah RTS Raskin tahun 2009 sebanyak
13.556 dengan jumlah 2.440.080 kg. Sedangkan jumlah
realisasi Raskin yang sudah disalurkan sejak bulan
Januari sampai dengan Juni 2009 sebanyak 1.220.040 kg.
Harga beras yang ditetapkan per kg sebesar Rp.1.600
dan masing-masing RTS untuk tahun 2008 alokasi bulan
Januari mendapat 10 Kg/RTM dan selanjutnya alokasi
bulan Pebruari s/d Oktober 15 kg/RTM. Penyaluran
Raskin tahun 2009 masing-masing RTM mendapat 15 Kg/
RTM.
Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan bahwa
Pengelolaan dan Administrasi Keuangan Raskin tahun
2008 berada dibawah Koordinasi Dinas Perindagkop Kota
Palangka Raya dan Tahun 2009 Pengelolaan Raskin
berada di Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda Kota
Palangka Raya, sedangkan Dana untuk membayar harga
Beras ke Bulog tetap berada di Dinas Perindagkop Kota
Palangka Raya.
Pendistribusian Raskin kepada RTM dilaksanakan
langsung oleh Bulog setelah berkoordinasi dengan pihak
Kecamatan dan selanjutnya pihak Kecamatan
berkoordinasi dengan pihak kelurahan untuk memastikan
26
Hasil Kajian
kesiapan RTM menerima Raskin. Hal ini dilakukan
mengingat masing-masing RTM mempunyai kemampuan
yang berbeda dan belum siap untuk menebus Raskin.
Selanjutnya di beberapa Desa/Kelurahan atas
kesepakatan bersama dan untuk efisiensi, Raskin ini
diambil secara kolektif/kelompok oleh aparat kelurahan,
hal ini dilakukan mengingat jarak dan alat transportasi dari
desa Ke Kota relatif jauh (Mekanisme Distribusi bagian e)
dan biaya angkutan ditanggung bersama oleh RTM
kelurahan setempat (Pembiayaan bagian c).
Berdasarkan pengamatan dilapangan bahwa beras
yang disalurkan ke RTM sudah memenuhi standar
kualitas beras Bulog. Pembayaran Harga Penjualan
Beras (HPB) Raskin dari RTM penerima manfaat kepada
pelaksana distribusi dan dari pelaksana distribusi kepada
SATKER Raskin pada Prinsipnya dilakukan secara tunai
Rp.1.600/kg netto.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan dan mekanisme penyaluran Beras Untuk
Rumah Tangga Miskin di Kota Palangka Raya sudah
berjalan dengan baik sesuai dengan Pedoman Umum
Raskin Tahun 2008/2009 dan Petunjuk Teknis Raskin.
Permasalahan dan Kendala
• Permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam
penetapan dan penyaluran RASKIN- RTM-PM, adalah :
• RTM Sasaran Raskin sebagian kurang tepat sasaran
dan masih ada masyarakat yang tidak masuk kategori
miskin mendapatkan Raskin, sementara ada
masyarakat yang benar-benar miskin tidak mendapat
Raskin.
• Jauhnya jarak layanan (Faktor Geografis), sehingga hal
ini cukup memakan waktu, tenaga dan biaya untuk
pendistribusian Raskin, terutama bagi Kelurahan/Desa
yang akses jalannya relatif jauh.
Pemecahan Masalah
• Untuk mengatasi permasalahan data penerima raskin
kurang tepat sasaran, disarankan agar dilakukan
pendataan ulang secara objektif terhadap penduduk
miskin oleh BPS dengan dibantu oleh Lurah, Staf
Kelurahan, RT/RW setempat. Disamping itu Pemerintah
Kota Palangka Raya harus tegas dalam menetapkan
warga yang masuk kategori miskin.
• Untuk mengatasi jauhnya jarak layanan pendistribusian
Raskin, disarankan agar Lurah/Aparat Kelurahan
bersama dengan masyarakat dapat mengambil Raskin
Secara Kolektif dan berkelompok dari tempat
pendistribusian terdekat, sehingga biaya pengangkutan
dapat ditekan.
J A M I N A N K E S E H A T A N M A S Y A R A K A T (JAMKESMAS)
Pendataan dan Penetapan RTM dan Kuota/Dana
Program JAMKESMAS.
Sebagaimana halnya penetapan Keluarga Miskin
penerima BLT dan Raskin, maka pendataan masyarakat
miskin penerima Jamkesmas ini dilakukan oleh Biro Pusat
Statistik Kota Palangka Raya. Selanjutnya data dari Biro
Pusat Stasitik ini ditetapkan oleh Walikota dan selanjutnya
dikirim ke PT. Askes Kalimantan Tengah untuk
menerbitkan Kartu Jamkesmas sesuai dengan data dan
Pagu yang telah ditetapkan. Setelah Kartu Jamkesmas
tersebut selesai, selanjutnya diserahkan ke pihak
Kecamatan dan Kelurahan untuk dibagikan kepada
masyarakat miskin dengan dibantu oleh Tenaga dari
Puskesmas setempat.
Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan
ternyata penerima Jamkesmas ini sebagian tidak tepat
sasaran, karena terdapat masyarakat yang tergolong
mampu juga menerima Kartu Jamkesmas. Agar
Jamkesmas ini benar-benar tepat sasaran untuk melayani
keluarga miskin, disarankan perlu pendataan ulang
kembali dengan melibatkan Lurah, RT/RW, LSM dan
Aparat Kelurahan setempat sehingga data yang diperoleh
benar-benar objektif dan sesuai dengan 14 Kriteria
Keluarga Miskin yang telah ditetapkan oleh Biro Pusat
Statistik.
Kouta Jamkesmas tahun 2008 di Kota Palangka
Raya sebanyak 58.000 orang, dengan alokasi dana
Program Jamkesmas sebesar Rp.709.843.000 dan tahun
2009 sebanyak 60.000 orang, dengan alokasi dana
sebesar Rp.722.328.000. Penerima dana Program
Jmkesmas adalah Puskesmas Kota Palangka Raya dan
Jaringannya seperti nampak dalam Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Data Puskesmas Penerima Dana Program Jamkesmas Tahun 2008/2009
27
No Nama Puskesmas Jumlah Dana Program (Rp)
Tahun 2008 Tahun 2009
1. Puskesmas Rawat Inap Pahandut 184.559.180,- 165.089.145,-
2. Puskesmas Panarung 77.759.558,- 136.339.646,-
3. Puskesmas Bukit Hindu 41.967.836,- 52.900.589,-
4. Puskesmas Menteng 52.242.502,- 58.935.212,-
5. Puskesmas Kayon 37.680.251,- 31.357.363,-
6. Puskesmas Jekan Raya 37.529.724,- 45.442.349,-
7. Puskesmas Rawat Inap Kalampangan
78.082.730,- 82.607.564,-
8. Puskesmas Rawat Inap Tangkiling 163.263.890,- 119.117.664,-
9. Puskesmas Rakumpit 36.937.328 ,- 30.538.468,-
Jumlah 709.843.000,- 722.328.000,-
Sumber: SK. Dinas Kesehatan Kota Tentang Penetapan Dana Program Jamkesmas Tahun 2008/2009
Hasil Kajian
Dampak JAMKESMAS Terhadap Masyarakat Miskin
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat
miskin peserta Jamkesmas bahwa dengan adanya Kartu
Jamkesmas mereka dapat memperoleh layanan
kesehatan secara gratis terutama di Puskesmas/Pustu.
Disamping itu juga mereka mendapat layanan rujukan
dan Rawat Inap di Rumah Sakit Doris Sylvanus dengan
menunjukan Kartu Jamkesmas. Dengan adanya Kartu
Jamkesmas, masyarakat miskin merasa aman dan tidak
lagi terbebani untuk mencari biaya pengobatan apabila
mereka sakit mengingat penghasilan mereka tidak tetap
dan sangat terbatas.
Hal tersebut menunjukan bahwa Program
Jamkesmas yang diluncurkan pemerintah benar-benar
dapat mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat
miskin, sehingga masyarakat miskin dapat dengan mudah
mendapat pelayanan gratis, terutama pelayanan
kesehatan dasar di Puskesmas. Untuk kasus-kasus
tertentu yang tidak dapat diatasi di Puskesmas maka
peserta Jamkesmas dirujuk ke Rumah Sakit Doris
Sylvanus. Dengan Program Jamkesmas ini diharapkan
derajat kesehatan masyarakat miskin semakin meningkat.
Permasalahan dan Kendala
Permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam
Pelaksanaan Program Jamkesmas bagi masyarakat
miskin adalah:
• Sasaran Jamkesmas sebagian kurang tepat dan masih
ada masyarakat yang tidak masuk kategori miskin
mendapatkan Kartu Jamkesmas.
• Tidak semua masyarakat miskin memiliki kartu
Askeskin, Jamkeskin maupun Kartu Jamkesmas.
• Ada sebagian Kartu Jamkesmas tidak sesuai dengan
umur/tempat tanggal lahir yang tertera dalam Kartu
Penduduk, sehingga Kartu Jamkesmas tidak dapat
digunakan dan ditolak di Rumah Sakit (Kasus Peserta
Jamkesmas Kelurahan Pager).
Pemecahan Masalah
• Untuk mengatasi permasalahan data penerima
Jamkesmas kurang tepat sasaran disarankan agar
dilakukan pendataan ulang secara objektif terhadap
penduduk miskin oleh BPS dengan dibantu oleh Lurah,
RT/RW, LSM dan Staf Kelurahan setempat. Disamping
itu Pemerintah Kota Palangka Raya harus tegas dalam
menetapkan warga yang masuk kategori miskin.
• Untuk mengatasi permasalahan Kartu Jamkesmas
yang tidak sesuai dengan Indentitas peserta,
disarankan agar pihak Dinas Kesehatan Kota dapat
menfasilitasi untuk penggantian Kartu Jamkesmas yang
baru dari PT. Askes Kalteng.
HASIL EVALUASI PROGRAM P2KP/PNPM MANDIRI PERKOTAAN
Program P2KP dan program PNPM Mandiri
Perkotaan sangat direspon positif oleh masyarakat,
karena melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan
hingga pelaksanaan dan pengawasan kegiatan program.
Pelaksanaan program P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan di
wilayah Kota Palangka Raya telah menujukkan
keberhasilan:
• Telah terbangun LKM di 23 Kelurahan lokasi sasaran
program P2KP/PNPM Mandiri untuk mendorong
tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta
kemandirian masyarakat.
• Tersedianya Perencanaan Jangka Menengah (PJM)
Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi
berbagai program penanggulangan kemiskinan yang
komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta
kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan
lingkungan pemukiman yang sehat, serasi, berjati diri
dan berkelanjutan.
• Terbangunnya forum LKM di tingkat kecamatan dan
kota/kabupaten untuk mengawal terwujudnya
harmonisasi berbagai program daerah.
• Terwujudnya kontribusi pendanaan dari pemerintah
kota/kabupaten dalam PNPM Mandiri Perkotaan sesuai
dengan kapasitas fiskal daerah.
• Sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 program P2KP/
PNPM mandiri telah menyalurkan bantuan dana
bergulir sebanyak Rp.573.255.000,- dan jumlah
masyarakat miskin yang terbantu sebanyak 1.676
orang masyarakat.
• Sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 program P2KP/
PNPM Mandiri telah melaksanakan kegiatan
peningkatan keterampilan SDM masyarakat miskin dan
memberi bantuan sarana produksi dengan total nilai
anggaran sebesar Rp.698.537.000,- dan jumlah
masyarakat miskin yang terbantu sebanyak 886 orang.
• Sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 program P2KP/
PNPM mandiri telah melaksanakan kegiatan
peningkatan pemeliharaan lingkungan dengan nilai
kegiatan sebesar Rp.3.559.408.000,- dan jumlah
masyarakat miskin yang terlibat dalam kegiatan ini
sebanyak 2.497 orang.
Melalui kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan
pada program P2KP/PNPM Mandiri, maka masyarakat
28
Hasil Kajian
miskin memperoleh modal usaha, keterampilan,
bimbingan/pendampingan, bantuan sarana produksi,
sarana air bersih, kesehatan, sarana akses transportasi
sehingga telah memberi peluang bagi masyarakat
semakin berdaya untuk keluar dari garis kemiskinan.
Dibalik keberhasilan yang telah diuraikan di atas,
masih diperoleh beberapa masalah-masalah
pemberdayaan masyarakat miskin melalui program P2KP/
PNPM mandiri adalah:
• Kehadiran masyarakat untuk menghadiri pertemuan-
pertemuan sangat rendah, “oleh tidak ada uangnya”.
• Partisipasi masyarakat dalam penyusunan PJM
pronangkis sangat rendah, pada umumnya PJM
pronangkis hanya disusun oleh ketua BKM. Oleh
karena itu PJM yang disusun lebih mengutamakan
syarat kelengkapan administrasi pencairan dana
dibandingkan dengan kebutuhan pemberdayaan
masyarakat miskin.
• Kondisi geografis yaitu jarak antara satu lokasi dengan
lokasi program lain relatif jauh tanpa didukung oleh
sarana transportasi yang memadai, sehingga tenaga
pendamping terkendala untuk melakukan pengawasan
dan evaluasi pelaksanaan rencana investasi.
• Pelatihan keterampilan yang diikuti bukan merupakan
peningkatan keterampilan untuk mengembangkan
usaha yang ada, melainkan untuk berencana memulai
suatu usaha yang baru, sehingga mengalami berbagai
kedala pemasaran.
• Sebagian peserta pelatihan/kursus termotivasi oleh
uang saku dan uang transport.
• Sebagian sarana produksi yang diusulkan oleh
masyarakat (alat menangkap ikan) digunakan untuk
usaha pengambilan hasil alam, sehingga merupakan
usaha musiman, atau mungkin hanya sekedar
menyalurkan hobby (bukan orientasi bisnis).
• Kendala geografis, tenaga pendamping dalam
melakukan pendampingan masyarakat mengalami
kendala geografis, terutama jarak antara satu kelurahan
dengan kelurahan lain yang menjadi lokasi sasaran
program relatif jauh tanpa didukung oleh sarana
transportasi yang memadai.
• Penyalahgunaan bantuan dana BLM lebih besar
ditemukan pada kelompok masyarakat pemanfaat
untuk yang mengembangkan usaha penangkapan ikan,
usaha keramba ikan, dan usaha peternakan.
Penyalagunaan Dana Bergulir tersebut mengakibatkan
terjadinya kemacetan pengembalian atau perguliran
dana di kalangan masyarakat miskin. Sebagian
masyarakat pemanfaat mengalami kegagalan usaha,
yaitu kelompok masyarakat yang mengembangkan
usaha jasa dan usaha pengolahan. Kegagalan usaha
tersebut terutama disebabkan oleh kendala pemasaran.
• Cara pandang masyarakat terhadap program P2KP/
PNPM Mandiri Perkotaan masih diwarnai oleh
pelaksanaan program-program pemberdayaan
masyarakat pada masa lalu (misalnya program IDT,
PDM-DKE). Sebagian masyarakat masih ada yang
beranggapan bahwa bantuan dana bergulir tersebut
adalah milik pemerintah (tidak bertuan), yang tidak
perlu dikembalikan/digulirkan. Hal ini mengindikasikan
bahwa kesadaran kritis masyarakat masih rendah.
• Berbeda dengan tingkat pengembalian oleh kelompok
masyarakat pemanfaat untuk usaha pertanian tanaman
pangan, pada umumnya tidak ditemukan adanya
tunggakan lebih dari satu bulan (termasuk
memuaskan). Bantuan dana bergulir tersebut, benar-
benar digunakan untuk pengadaan bibit, pegadaan
pupuk dan obat-obatan, sehingga produktivitas usaha
meningkat.
• Masalah lain yang dihadapi oleh Kelompok Masyarakat
Pemanfaat adalah rendahnya kemampuan
pengetahuan pengurus kelompok di bidang pembukuan
(Informasi dari Tim Audit KMP).
Berdasarkan hasil evaluasi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa program P2KP/PNPM Mandiri
Perkotaan telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman
(aturan), namun bila dilihat dari dampak program terhadap
pemberdayan masyarakat miskin teridentifikasi masih
dalam proses menuju masyarakat yang semakin berdaya
untuk keluar dari kemiskinan. Faktor penyebab
kelambanan keberhasilan program ini untuk
mengentaskan masyarakat penerima manfaat keluar dari
kemiskinan, terutama disebabkan oleh:
(1) Rendahnya penyadaran kritis di tingkat masyarakat,
hal ini ditandai dengan:
• Masih ditemukan penyalahgunaan bantuan dana
BLM, sehingga tingkat tunggakan relatif tinggi.
• Kurangnya partisipasi masyarakat dalam
menghadiri rapat-rapat, pertemuan-pertemuan yang
difasilitasi oleh tenaga pendamping.
• Kurangnya partisipasi masyarakat miskin menyusun
PJM pronangkis.
• Sulitnya menemukan para relawan ditingkat
masyarakat kelurahan.
• Cara pandang masyarakat masih diwarnai oleh
program-program pemberdayaan masyarakat
29
Hasil Kajian
sebelumnya.
(2) LKM atau kelompok peduli masyarakat miskin di
tingkat masyarakat kelurahan, kecamatan dan kota
belum berfungsi secara optimal.
Dampak Program P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan
• Meningkatnya kecukupan dan mutu pangan.
• Meningkatnya akses dan Mutu Layanan Kesehatan
• Meningkatnya Kesempatan Kerja dan Berusaha.
• Meningkatnya Akses Layanan Perumahan.
• Meningkatnya Keamanan.
• Meningkatnya Partisipasi.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Evaluasi terhadap aspek input, bahwa masyarakat
miskin yang menjadi sasaran program masih ada yang
kurang tepat, karena masih belum akuratnya data
kemiskinan.
2. Evaluasi terhadap aspek proses, bahwa pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan sudah relatif
sesuai dengan pedoman pelaksanaan.
3. Evaluasi terhadap aspek output (hasil), bahwa
sebagian besar program sudah berjalan sesuai dengan
rencana, meskipun masih terdapat permasalahan yang
dihadapi.
4. Evaluasi terhadap aspek outcome (dampak), bahwa
secara keseluruhan dari program penanggulangan
kemiskinan masih belum mampu mengatasi persoalan
kemiskinan.
5. Program-program penanggulangan kemiskinan secara
konseptual sudah baik, namun implementasi di
lapangan masih lemah.
SARAN
1. Perencanaan program pengentasan kemiskinan harus
digali dari bawah (bottom up) dan melibatkan
masyarakat.
2. Program pengentasan kemiskinan hendaknya lebih
banyak yang bersifat pemberdayaan ekonomi
masyarakat/peningkatan pendapatan dan mengubah
perilaku masyarakat.
3. Peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
perlu ditingkatkan terutama dalam sinkronisasi program
yang dibuat oleh SKPD.
REKOMENDASI 1. Data kemiskinan perlu diverifikasi oleh tim gabungan
(BPS, Dinas/Instansi terkait, LSM, Perguruan Tinggi,
dll) secara rutin setiap tahun. Uji petik verifikasi dapat
dilakukan pada beberapa RT sebagai sampel.
2. Perlu peningkatan koordinasi antar SKPD, baik antar
SKPD Kota maupun dengan SKPD provinsi sehinga
kegiatan implementasi di lapangan dapat lebih
terintegrasi. Implementasi program dilapangan untuk
kegiatan PM2L perlu lebih dipercepat mengingat
persentase kegiatan yang telah dilaksanakan hingga
teriwulan III (Agustus 2009) baru mencapai rata-rata
21,24%.
3. Kegiatan PM2L untuk masing-masing kelurahan
sasaran hendaknya direncanakan secara musyawarah
dan aspiratif sehingga mendapat dukungan penuh dari
masyarakat.
4. Kegiatan PM2L yang bersifat fisik, seperti
pembangunan jalan, jembatan dan fasilitas desa
lainnya, hendaknya dilaksanakan secara padat karya,
dengan mengutamakan tenaga kerja dari warga
masyarakat setempat.
5. Selain program pemberdayaan masyarakat di bidang
ekonomi dan pembangunan infrastruktur kelurahan,
hendaknya juga perlu dilaksanakan program untuk
peningkatan keswadayaan, kemandirian dan
kesadaran kritis masyarakat, melalui kegiatan
ceramah, pembuatan poster, booklet, leaflet dan
pemutaran film tentang keberhasilan masyarakat di
suatu daerah keluar dari kemiskinan.
6. Mengadakan pameran dan lomba keberhasilan
kegiatan program pemberdayaan masyarakat, yang
diikuti oleh kelompok masyarakat penerima program
pemberdayaan. Aspek yang dilombakan tidak hanya
pada keberhasilan pengembangan usaha, tetapi juga
aspek sosial seperti: kemandirian, keswadayaan,
gotong-royong, dan kesadaran kritis masyarakat untuk
keluar dari kemiskinan.
Hasil Kajian
30
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
K operasi dan usaha kecil dan menengah (UKM)
pada saat krisis ekonomi yang dialami Indonesia
tahun 1997 dan krisis global finansial saat ini di-
harapkan mampu bertahan sebagai bagian dari roda eko-
nomi masyarakat. Peran tersebut semakin nyata ketika
sektor koperasi, usaha kecil dan menengah ternyata
mampu bertindak sebagai tulang punggung perekonomian
Indonesia, dan tampil sebagai pahlawan untuk meng-
gerakkan roda perekonomian. Walaupun eksistensi
koperasi, usaha kecil dan menengah telah terbukti di ten-
gah dinamika dan fluktuasi perekonomian di tingkat re-
gional dan global, namun demikian perkembangan
koperasi, usaha kecil dan menengah di Indonesia masih
belum berjalan lancar.
Perilaku koperasi sebagai institusi ekonomi se-
benarnya bisa lebih tergiatkan bila ditinjau dengan adanya
Undang-Undang (UU) Nomor 30 dan 33 tahun 2004 ten-
tang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan
Daerah dan Pusat serta rencana perubahan UU Nomor 25
tahun 1992. Koperasi sebagai institusi terdiri dari or-
ganisasi koperasi itu sendiri (hardware) dan the rule of the
game (software) yang meliputi tata nilai anggota, prinsip
koperasi, Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga
(ART), peraturan, norma dan adat istiadat baik yang tertu-
lis maupun tidak tertulis. Selayaknya antara hardware dan
software saling bersesuaian (compatible). Bila tidak berse-
suaian maka koperasi bertindak sebagai organisasi, na-
mun peran dan fungsinya seperti lembaga perdagangan
karena software yang dibangun (the rule of the game) le-
bih sesuai untuk peran dan fungsi lembaga perdagangan.
Data tahun 2007, secara kuantitatif jumlah keseluru-
han koperasi di Kalimantan Tengah tercatat sebanyak
1.996 unit, dengan jumlah anggota 206.976 orang. Dari
jumlah tersebut jumlah koperasi aktif hanya sebanyak
1.481 unit atau hanya sekitar 72,85 persen saja. Hal ini
menunjukkan bahwa koperasi sebagai lembaga sosial-
ekonomi memiliki derajat kompleksitas yang lebih tinggi
seperti sarat dengan aspek kemanusiaan, sosial, budaya,
ekonomi dan manajemen bisnis dibandingkan dengan
organisasi ekonomi semata yang mempengaruhi keunikan
dan kerumitan tersendiri dalam manajemennya.
Eksistensi UKM dalam menunjang perekonomian
nasional telah terbukti selama ini, walaupun dalam kondisi
perekonomian yang sulit UKM secara umum tetap eksis
dan memberi kontribusi yang cukup terhadap Produk Do-
mestik Bruto (PDB) nasional. Ditinjau dari jumlah usaha
dan penyerapan tenaga kerja yang begitu besar, peran
UKM relatif sangat rendah dibandingkan dengan usaha
besar. Sampai saat ini usaha besar tetap menguasai se-
bagian besar sumberdaya nasional walaupun jumlah
usaha besar sangat kecil. Jumlah UKM sebanyak
48.929.636 unit (hampir 99,98% dari dunia usaha). UKM
yang bergerak di sektor pertanian, peternakan, kehutanan
dan perikanan mencapai 26.209.346 unit, yang bergerak
di sektor perdagangan, hotel dan restoran mencapai
13.304.939 unit dan yang bergerak di industri pengolahan
mencapai 3.217.506 unit. Pada umumnya ciri UKM ditin-
jau dari manajemen dan pasarnya lebih bersifat tradisional
sementara usaha besar lebih modern.
Potensi koperasi di Kota Palangka Raya cukup men-
janjikan, baik dilihat secara kuantitatif maupun jenis usaha
yang dilakukan. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik
Provinsi Kalimantan Tengah dan Kota Palangka Raya
Dalam Angka Tahun 2008, bahwa jumlah koperasi dan
KUD yang ada di Kota Palangka Raya adalah sebanyak
306 unit dengan jumlah anggota 29.424 orang. Jenis
usaha sebagian besar bergerak di bidang kelompok serba
usaha (224), selanjutnya di bidang kelompok konsumsi
(72), kelompok jasa (9) dan kelompok produksi (1). Lebih
lanjut, potensi usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota
Palangka Raya dapat dilihat berdasarkan data dari Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Palangka
Raya, bahwa pada tahun 2007 terdapat 504 usaha kecil
dan menengah baik formal dan non formal dengan jumlah
tenaga kerja yang terserap sebanyak 2.364 orang, yang
terdiri dari bidang usaha: pangan sebanyak 82 unit usaha,
sandang sebanyak 30 unit usaha, kimia dan bahan ban-
gunan sebanyak 242 unit usaha, logam dan elektronika
sebanyak 132 unit usaha, kerajinan sebanyak 18 unit
usaha.
31
Hasil Kerjasama Badan Perencanan Pembangunan Daerah Kota Palangka Raya dan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya
Oleh: Mofit Saptono, Dedy Takari, Masliani, Revi Sumaryati, Abdul Mukti1)
1) Dosen Universitas Palangka Raya
Hasil Kajian
Potensi koperasi dan UKM tersebut belum diimbangi
oleh meratanya peningkatan kualitas koperasi dan UKM.
Permasalahan yang paling mendasar adalah lemahnya
posisi tawar menawar, akibatnya mereka hanya bisa beru-
saha secara subsisten dengan ruang pengambilan kepu-
tusan yang sempit. Permasalahan lain yang dihadapi oleh
koperasi dan UKM adalah rendahnya produktivitas.
Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal dan ekster-
nal yang dihadapi koperasi dan UKM. Masalah internal
meliputi, yaitu: (1) rendahnya kualitas sumber daya manu-
sia dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi,
dan pemasaran; (2) lemahnya kewirausahaan dari para
pelaku; dan (3) terbatasnya akses terhadap permodalan,
informasi, alih teknologi dan pemasaran, serta faktor pro-
duksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang diha-
dapi diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat
iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan ba-
han baku. Perolehan legalitas formal hingga saat ini juga
masih merupakan persoalan mendasar bagi koperasi dan
UKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus
dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. Pada waktu
yang bersamaan, koperasi dan UKM juga menghadapi
tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya
perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perda-
gangan dan cepatnya tingkat kemajuan teknologi.
Adanya masalah tersebut di atas sebenarnya ber-
sumber dari lemahnya proses tawar menawar (bargaining
position) dari koperasi dan UKM. Lemahnya posisi tawar
menawar ini bisa terjadi karena: (1) usaha yang kecil se-
hingga tidak memiliki atau tidak mampu menyimpan en-
ergi yang cukup untuk bergerak secara leluasa, (2) kurang
teroganisirnya gerakan-gerakan dan kegiatan-kegiatan
usaha kecil tersebut.
Berdasarkan berbagai permasalahan yang telah
dikemukakan di atas, kegiatan penelitian tentang potensi
pengembangan koperasi dan UKM di Kota Palangka
Raya merupakan hal yang menarik untuk dilakukan. Ini
dilandasi pada pertimbangan bahwa keberadaan koperasi
dan UKM di Kota Palangka Raya diharapkan dapat seba-
gai buffer dan katup pengaman (savety valve) dalam men-
ingkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekono-
mian masyarakat Kota Palangka Raya. Harapan tersebut
khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan men-
gurangi kesen-jangan dan tingkat kemiskinan. Hasil studi
penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan un-
tuk menetapkan langkah-langkah kebijakan khususnya
pengembangan dan pemberdayaan koperasi dan UKM di
Kota Palangka Raya.
PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah perkembangan koperasi dan UKM yang
ada di Kota Palangka Raya, ditinjau dari sisi jumlah
dan jenis usaha yang dikembangkan.
2. Faktor-faktor apa saja yang dominan dalam mempen-
garuhi perkembangan koperasi dan UKM di Kota
Palangka Raya.
3. Seberapa besar masing-masing potensi wilayah dalam
rangka pengembangan koperasi dan UKM.
4. Bagaimana strategi pengembangan koperasi dan
UKM, sehingga pada akhirnya mampu menciptakan
pertumbuhan ekonomi (peningkatan pendapatan dan
kesempatan berusaha) di Kota Palangka Raya.
TUJUAN PENELITIAN
1. Memberikan informasi deskriptif tentang perkem-
bangan jumlah dan jenis usaha koperasi dan UKM
yang ada di Kota Palangka Raya.
2. Memberikan informasi deskriptif tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi pengembangan koperasi dan
UKM di Kota Palangka Raya.
3. Menganalisis potensi untuk mengembangkan koperasi
dan UKM di Kota Palangka Raya.
4. Menentukan langkah-langkah strategis pengembangan
koperasi dan UKM di Kota Palangka Raya.
MANFAAT PENELITIAN
1. Pemerintah Kota Palangka Raya, dalam hal ini Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi sebagai
dasar informasi dan masukan dalam melakukan peren-
canaan dan kebijakan pembangunan khususnya
pengembangan dan pemberdayaan koperasi dan UKM
di Kota Palangka Raya.
2. Pelaku usaha, terutama pengelola koperasi dan pen-
gusaha kecil dan menengah, yang dapat digunakan
sebagai informasi meningkatkan produktivitas dan un-
tuk mengatasi masalah internal dan eksternal yang
dihadapi.
3. Sebagai bahan acuan atau referensi bagi para pemer-
hati masalah-masalah sosial khususnya dalam bidang
koperasi dan ekonomi pembangunan dalam rangka
pengembangan penelitian lebih lanjut.
METODE PENELITIAN
RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan dalam peneli-
tian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
tentang perkembangan koperasi dan UKM yang dilihat
dari sisi jumlah, jenis usaha, modal, tenaga kerja, lahan/
32
Hasil Kajian
tempat usaha, dan teknologi yang dimiliki (khusus untuk
pelaku UKM) yang dapat mempengaruhi pengembangan
koperasi dan usaha kecil menengah (UKM) di Kota
Palangka Raya. Agar relevan dengan tujuan penelitian
dimaksud, desain penelitian menggunakan metode
analisis deskriptif dan survei sebagai metode analisis
utama, yaitu penelitian yang menggambarkan dan mengu-
raikan keadaan atau fakta yang ada tentang keadaan
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kota
Palangka Raya.
TAHAPAN PENELITIAN
Pelaksanaan studi dilakukan dalam tiga tahap,
masing-masing adalah (1) studi literatur, (2) survei dan
pengumpulan data, serta (3) pengolahan dan analisa data.
Studi literatur dilakukan terutama teori tentang analisis
SWOT untuk analisis strategi pengembangan koperasi
dan UKM. Survei pengumpulan data sekunder dilakukan
untuk upaya analisis strategi pengembangan koperasi
dan UKM di Kota Palangka Raya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
UMUM
KEADAAN KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) DI KOTA PALANGKA RAYA
Perkembangan jumlah dan jenis koperasi dan UKM di Kota Palangka Raya
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Koperasi dan KUD Kota Palangka Raya Tahun 2003 - 2008
Sumber : Kota Palangka Raya Dalam Angka, 2008
Program koperasi berkualitas merupakan salah satu
program pengembangan koperasi baik pengembangan
kelembagaan maupun jenis usaha yang ada di Kota
Palangka Raya. Program koperasi berkualitas telah
diprogramkan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun
2009 dengan total unit yang diprogramkan sebanyak 153
unit tersebar di 5 (lima) kecamatan. Sampai dengan
tahun 2007 sudah terelialisasi sebanyak 96 unit, dimana
setiap kecamatan minimal sudah memiliki 1 (satu)
koperasi yang berkualitas A dan koperasi tersebut
merupakan koperasi percontohan bagi koperasi-koperasi
lainnya. Perkembangan koperasi berkualitas di Kota
Palangka Raya secara rinci dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2. Perkembangan Jumlah Koperasi Berkualitas Tahun 2006 -2009*) di Kota Palangka Raya
Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, 2008 *) target capaian
Usaha kecil (UK) dan usaha menengah (UM) tahun
2004-2006 yang ada di Kota Palangka Raya dapat dilihat
pada Gambar 1. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa
jumlah UKM yang ada di Kota Palangka Raya menunjuk-
kan penambahan jumlah unit usaha dari tahun ke tahun.
Tahun 2004 jumlah UKM adalah 416 unit usaha, tahun
2005 bertambah menjadi 461 ini berarti terjadi penamba-
han unit usaha baru sebanyak 45 unit usaha atau sebesar
10,82%. Pada tahun 2006 jumlah UKM adalah 504 unit
usaha, terjadi penambahan unit usaha baru sebanyak 43
unit usaha atau sebesar 9,33%.
Apabila dihitung secara rata-rata maka pertumbuhan
UKM selama kurun waktu 2003-2005 adalah sebesar
6,72%. Secara persentase, proporsi jumlah usaha kecil
Tahun Koperasi (Unit)
KUD (Unit)
Jumlah (Unit)
2003 293 10 303
2004 308 6 314
2005 316 10 326
2006 291 6 301
2007 299 7 306
2008*) 306 13 319
Uraian Program Realisasi
2007 2006 2007 2008 2009*)
Klasifikasi A 1 2 1 1 3
Klasifikasi B 22 22 22 22 44
Klasifikasi C 32 17 6 5 49
Jumlah 55 41 29 28 96
33
0
100
200
300
400
500
600
JUMLAH (UNIT)
Pangan 70 84 82
Sandang 12 26 30
Kimia & Bahan Bangunan 204 182 242
Logam & Elektronika 107 119 132
Kerajinan 23 50 18
Jumlah 416 461 504
2004 2005 2006
Gambar 1. Jumlah unit usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Palangka
Raya menurut bidang usaha Tahun 2004-2006 (Sumber: diolah
dari data Disperindagkop Kota Palangka Raya, 2007)
Hasil Kajian
71%
29%
FORMAL
NON FORMAL
0
50
100
150
200
250
JUMLAH (UNIT)
Pangan 36 34 41 43 44 38
Sandang 11 1 13 13 18 12
Kimia & Bhn Bangunan 183 21 156 26 219 23
Logam & Elektronika 49 58 58 61 72 60
Kerajinan 12 11 35 15 5 13
Formal non-Formal Formal non-Formal Formal non-Formal
2004 2004 2005 2005 2006 2006
97% 3%
Usaha Kecil
Usaha Menengah
(UK) dan usaha menengah (UM) di Kota Palangka Raya
tahun 2005 dapat dilihat pada Gambar 2.
Kemudian, jumlah usaha kecil dan menengah (UKM)
berdasarkan status usaha, yaitu formal dan non formal
dapat dilihat pada Gambar 3. Tahun 2004, jumlah usaha
kecil dan menengah (UKM) yang memiliki izin usaha atau
formal adalah sebanyak 291 unit usaha atau sekitar 70%
dari jumlah UKM. Sementara UKM yang tidak memiliki izin
usaha atau non formal adalah sebanyak 125 unit usaha
atau sekitar 30%. Tahun 2005, jumlah UKM formal
adalah 303 unit usaha atau sekitar 65,7%, dan UKM non
formal adalah 158 unit usaha atau sekitar 34,3%. Pada
tahun 2006, jumlah UKM formal adalah sebanyak 358
unit usaha atau sekitar 71%, dan UKM non formal se-
banyak 146 unit usaha atau sebesar 29%.
Secara persentase proporsi usaha kecil dan
menengah (UKM) berdasarkan status usaha yakni formal
dan non formal tahun 2006 disajikan pada Gambar 4 Ber-
dasarkan status usaha yaitu formal dan non formal, usaha
kecil dan menengah (UKM) kota Palangka Raya tahun
2005 didominasi oleh UKM formal yaitu sebesar 71%, dan
UKM non formal sebesar 29%.
Selanjutnya disajikan grafik pertumbuhan unit usaha
kecil dan menengah (UKM) berdasarkan kelompok bidang
usaha yaitu: pangan, sandang, kimia dan bahan ban-
gunan, logam dan elektronika, dan kerajinan kurun waktu
tahun 2004-2006, sebagai berikut:
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan
Koperasi dan UKM
Soetrisno (2001) mengemukakan bahwa ciri utama
perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola
penitipan kepada program yaitu: (i) program pem-
bangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian,
koperasi desa, KUD; (ii) lembaga-lembaga pemerintah
dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional
lainnya; dan (iii) perusahaan baik milik negara (BUMN)
maupun swasta (BUMS) dalam koperasi karyawan. Seba-
gai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkem-
bang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.
Gambar 2. Persentase usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Palangka
Raya Tahun 2006 (Sumber : diolah dari data Disperindagkop Kota
Palangka Raya, 2007).
Gambar 3. Jumlah unit usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Palangka
Raya berdasarkan status usaha Tahun 2004-2006 (Sumber:
diolah dari data Disperindagkop Kota Palangka Raya, 2007).
Gambar 4. Jumlah unit usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Palangka
Raya berdasarkan status usaha Tahun 2004-2006 (Sumber:
diolah dari data Disperin-dagkop Kota Palangka Raya, 2007).
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
PERTUMBUHAN (%)
-100
-50
0
50
100
150
PERTUMBUHAN (%)
SANDANG 0 116.67 15.38
PANGAN 0 20 -2.38
Kimia & Bh Bngn 0 -10.78 32.97
Logam &
Elektronika
0 11.21 10.92
Kerajinan 0 117.39 -64
2004 2005 2006
Gambar 5. Pertumbuhan unit usaha kecil dan menengah (%) di Kota
Palangka Raya Tahun 2004-2006 (Sumber: diolah dari data
Disperindagkop Kota Palangka Raya, 2007).
34
Hasil Kajian
Intervensi dari pemerintah yang terlalu besar sebagai
salah satu penyebab lambatnya perkembangan koperasi
di Indonesia. Selama ini koperasi dikembangkan dengan
dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer
dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar
bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar
KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didu-
kung dengan program pembangunan untuk membangun
KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk
mendukung program pembangunan pertanian untuk swa-
sembada beras, seperti selama Pembangunan Jangka
Panjang I (PJP I) pada era Orde Baru yang menjadi ciri
menonjol dalam politik pembangunan koperasi.
Koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan pro-
gram yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pe-
merintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran
kredit ke petani lewat BIMAS menjadi kredit usaha tani
(KUT), pola pengadaan beras pemerintah, sampai pada
penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib
koperasi harus memikul beban kegagalan program, se-
mentara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan
dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti
dan media masa.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kelemahan
koperasi dan UKM umumnya disebabkan oleh sejumlah
hambatan eksternal dan internal. Ada tiga hambatan
eksternal utama, yakni sebagai berikut. Pertama, keterli-
batan pemerintah yang berlebihan (yang sering kali
karena desakan pihak donor). Kedua, terlalu banyak yang
diharapkan dari koperasi atau terlalu banyak fungsi yang
dibebankan kepada koperasi melebihi fungsi atau tujuan
koperasi sebenarnya. Tujuan koperasi pertanian, bahwa
koperasi pertanian digunakan secara eksplisit sebagai
salah satu instrumen pembangunan yang bertujuan pada
pemerataan dan pengurangan kemiskinan. Ketiga, kondisi
yang tidak kondusif, seperti distorsi pasar, kebijakan eko-
nomi seperti misalnya kebijakan proteksi yang anti-
pertanian, dan sebagainya. Sedangkan, hambatan internal
adalah termasuk keterbatasan anggota atau partisipasi
anggota, isu-isu struktural, perbedaan antara kepentingan
individu dan kolektif, dan lemahnya manajemen.
Analisis SWOT Pengembangan Potensi Koperasi dan
UKM Kota Palangka Raya
Dalam rangka pengembangan potensi koperasi dan
UKM di kota Palangka Raya diperlukan beberapa strategi
yang diperoleh dari hasil analisis SWOT sebagai berikut:
35
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Faktor Keunggulan (S)
a. Wilayah kota yang cukup
luas, jumlah penduduk yang selalu meningkat, kesempatan dan peluang berusaha masih luas serta daya tarik pasar tinggi
b. Loyalitas dalam bekerja cukup tinggi
Faktor Kelemahan (W)
a. Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota yang komprehensif belum tersedia, dan perenca-naan program kerja lintas sektoral/instansi belum terpadu
b. Jiwa wirausaha, skill personali ty masih rendah, produktivitas rendah.
c. Dominasi kekuasaan tinggi sehingga ter-gantung pada sistem jatah dan fasilitas, sistem kekeluargaan rendah
Faktor Peluang (O)
a. Visi dan Misi
Daerah yang sa-ngat mendukung dalam mencipta-kan iklim yang favourable untuk p engembangan potensi koperasi dan UKM.
b. Leading sector p e r t u m b u h a n ekonomi adalah sektor jasa-jasa; p e r d a g a n g a n (koperasi dan UKM), hotel & restoran; serta pengangkutan dan komunikasi.
Strategi S-O aa. (a) Peningkatan kuan-
titas dan kualitas serta jenis usaha koperasi dan UKM khususnya utk kawasan padat pen-duduk, (b) tata kota terutama me-nyangkut bangunan dan fasilitas untuk UKM, (c) Pening-katan regulasi dan kebijakan pemerintah melalui pelayanan yang prima pada sektor finansial.
ab. Tata kota terutama me n ya n g ku t p e r -dagangan, hotel dan restoran.
ba. Penyelenggaraan lem-baga-lembaga pen-didikan dan keteram-pilan yang meningkat-kan profesionalisme
bb. Peningkatan pengeta-huan dan keterampil-an pekerja terutama pada sektor jasa , per-dagangan, hotel dan restoran, serta peng-angkutan dan komuni-kasi.
Strategi W-O
aa. RTRW kota yang kom-
prehensif dan program kerja lintas sektoral/instansi yang terpadu sangat men-dukung p e n g e m b a n g - a n potensi koperasi dan UKM.
ab. RTRW kota yang memperhatikan tata sektor jasa, perdagang-an (koperasi dan UKM), hotel dan restoran; serta peng-angkutan dan komu-nikasi.
ba. Upaya peningkatan Kualitas SDM melalui pendidikan dan latih-an.
bb. Tersedianya informa-si pasar kerja ter-utama untuk sektor jasa, perdagangan (koperasi dan UKM), hotel dan restoran; serta pengangkutan dan komunikasi
Faktor Ancaman (T) a. Tata Kota
Palangka Raya terkendala belum disepakatinya RTRW yang kom-prehensif.
b. b. Masih rendah-nya Kontribusi sektor perdagan-gan, koperasi dan UKM terhadap PDRB dan pen-yerapan tenaga kerja.
Strategi (S-T) aa. Diperlukan kebijaksa-
naan pemerintah Kota Palangka Raya yang t idak bertentangan dengan hukum namun tetap menopang pe-ngembangan potensi koperasi dan UKM.
ab. Diperlukan upaya untuk membuka jenis jenis usaha koperasi dan UKM yang padat karya
bb. Perlu optimasi pemanfa-atan tenaga kerja untuk koperasi dan UKM.
Strategi (W-T) aa. Mendesak p iha k
pihak yang terkait untuk segera menun-taskan RTRW yang komprehensif.
bb. Mengupayakan nilai tambah yang lebih besar dari jenis jenis usaha koperasi dan UKM, serta penyerap-an tenaga kerja yang lebih besar
Hasil Kajian
Tabel 3. Analisis SWOT Pengembangan Koperasi dan UKM Kota Palangka Raya
Tabel 3. Inventarisasi Kekuatan dan Kelemahan Faktor-Faktor Internal Koperasi dan UKM di Kota Palangka Raya
Hasil analisa tersebut memperlihatkan bahwa
perkembangan koperasi yang kurang baik selama ini dise-
babkan karena kebijakan "jatah" dan "fasilitas" khusus dari
pemerintah, terutama di masa Orde Baru. Setiap orang
yang menjadi anggota koperasi bukan karena ingin beker-
jasama dalam kegiatan produktif, melainkan karena ingin
menikmati fasilitas dan jatah dari pemerintah tersebut.
LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS PENGEMBAN-GAN KOPERASI DAN UKM DI KOTA PALANGKA RAYA
Pemberdayaan Anggota Koperasi Pembangunan koperasi tidak boleh terlepas dari
upaya pemberdayaan anggotanya. Pembangunan
koperasi yang berhasil memerlukan sejumlah prasyarat
dan pemenuhan syarat-syarat tertentu, sebagaimana
layaknya dalam pelaksanaan suatu proses. Pembangunan
itu merupakan proses dinamik, karena koperasi adalah
lembaga yang hidup dan beraksi terhadap perubahan
kondisi internal maupun eksternal.
Pemberdayaan anggota mencakup pemberdayaan
kapital (bantuan modal) dan pemberdayaan knowledge,
yang meliputi peningkatan kemampuan manajemen, skill
dan pemahaman yang benar mengenai prinsip-prinsip
koperasi melalui pendidikan dan pelatihan.
Pembangunan koperasi harus lintas sektoral
Pembangunan koperasi dilakukan secara lintas sek-
toral. Membicarakan keberhasilan koperasi, harus mulai
dengan membahas sejumlah prasyarat yang kurang men-
dapat perhatian oleh para pendiri koperasi, masyarakat
dan pembina koperasi. Prasyarat tersebut boleh dinyata-
kan sebagai kriteria yang relatif mutlak, atau merupakan
faktor harus dipenuhi agar dapat membuat koperasi lahir
dan siap tumbuh dalam dinamika perekonomian. Oleh
karena itu dalam setiap pembentukan koperasi baru, ha-
ruslah benar-benar dapat dipenuhi prasyarat yang ditetap-
kan, dengan maksud agar dapat menumbuhkan koperasi
yang berkemampuan tumbuh secara berkelanjutan tanpa
menimbulkan berbagai masalah di masa mendatang.
Koperasi Harus Local Specific
Pembangunan koperasi mengacu pada local spesific
(resource based dan community based). Pembentukan
koperasi baru, perlu dipahami dan diidentifikasi
kepentingan ekonomi para pendiri khususnya dan umum-
nya kepentingan anggota baru di masa mendatang, yang
dijadikan landasan utama pengembangan organisasi dan
kegiatan usahanya. Apabila kemudian ada koperasi diben-
tuk tanpa ada landasan kepentingan anggota dan ke-
mudian memperoleh badan hukum resmi, maka sudah
bisa dipastikan bahwa koperasi itu tidak mungkin di-
golongkan dalam kelompok koperasi genuine, atau
koperasi yang dapat memenuhi kriteria internasional
(identitas koperasi menurut ICA 1995).
Ciri khas koperasi itu biasanya dituangkan dalam
Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga
(ART) yang disyahkan dalam Rapat Anggota Tahunan
(RAT). Dengan mengetahui komposisi kriteria syarat yang
dipenuhi, secara otomatis akan dapat dikenali berbagai
keunggulan dan sekaligus hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus dari koperasi bersangkutan untuk mem-
buatnya sukses. Pemenuhan kriteria itu memungkinkan
dapat dilakukannya pembandingan antar koperasi yang
satu dengan koperasi yang lain walaupun tidak sejenis.
Posisi koperasi seperti itu juga dapat digunakan untuk
mengarahkan dan menemukan pokok-pokok masalah
tentang koperasi-koperasi bersangkutan dalam proses
pembinaan. Dengan demikian, tingkat keberhasilan
koperasi untuk memenuhi kriteria itu dapat dimanfaatkan
pula untuk sekaligus menilai tingkat prestasi koperasi
secara transparan dan adil. Untuk itu, kriterianya perlu
disusun secara nasional, sesuai dengan kaidah-kaidah
lembaga usaha.
Koperasi Sebagai Aset
Koperasi diikutkan dalam program redistribusi asset
secara transparan. Saat ini dengan berlakunya otonomi
daerah maka tugas teknis pembinaan koperasi meru-
pakan tugas pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah
kabupaten/kota sendiri dihadapkan pada berbagai ma-
salah spesifik di daerah masing-masing. Terdapat paling
tidak tiga tipologi kinerja ekonomi wilayah, dan masing-
masing diharapkan dapat memberikan peran yang paling
optimal bagi perkembangan koperasi di daerahnya mau-
pun secara regional dan nasional.
No. Faktor Kekuatan Kelemahan Netral
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Captive market Loyalitas Mentalitas Legalitas Personalia Dominasi kekuasaan Konflik misi Rantai distribusi Administrasi
X X X
X X X X X
X
36
Hasil Kajian
Koperasi Harus Dapat Memanfaatkan Potensi Alam
• Koperasi menjadi pelaku yang aktif dalam bidang
distribusi;
• Koperasi sektor jasa (sektor tersier) dikembangkan
secara lebih profesional;
• Koperasi Simpan Pinjam diarahkan melakukan
interlending dengan koperasi daerah yang berada di
sekitarnya yang lebih miskin;
• Koperasi yang telah memiliki modal cukup besar
diarahkan bekerjasama dengan koperasi daerah yang
sejenis atau atas pertimbangan kemitraan strategis;
• Koperasi menjadi prime mover dalam pengelolaan
potensi alam;
• Koperasi sebagai sarana pemberdayaan masyarakat
bersaan dengan penciptaan iklim yang kondusif bagi
masuknya investor;
• Koperasi yang telah terbina bersama-sama dengan
investor mengelola strategic.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Meningkatnya jumlah dan jenis koperasi dan UKM di
Kota Palangka Raya harus secara bertahap diiringi
dengan peningkatan kualitas dalam arti luas, yang
menyangkut keanggotaan, usaha dan manajemen
organisasi dan usaha. Karena keberadaan koperasi
dan UKM telah mampu berkontribusi pada Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) dan mampu
meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
2. Bahwa konsep kemandirian, kompetensi inti
kekeluargaan dan sinergi produktif-intermediasi-retail
merupakan substansi pengembangan koperasi yang
ada di Kota Palangka Raya. Meskipun
perkembangannya saat ini banyak tereduksi intervensi
kebijakan dan subordinasi usaha besar. Diperlukan
kebijakan, regulasi, supporting movement (bukan
intervention movement), dan strategic positioning
(bukan sub-ordinat positioning) untuk menumbuhkan
kembali konsep kemandirian, kekeluargaan dan sinergi
produktif-intermediasi-retail yang komprehensif.
3. Hasil analisa SWOT terhadap pengembangan potensi
koperasi dan UKM adalah sebagai berikut :
4. Visi dan Misi Kota yang akomodatif dan sangat
mendukung dalam menciptakan iklim yang favourable
untuk pengembangan potensi koperasi dan UKM.
5. Wilayah, jumlah penduduk, kesempatan/peluang
berusaha serta daya pikat pasar yang masih sangat
luas/terus meningkat.
6. Produktivitas dan loyalitas pekerja regional cukup
tinggi.
7. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang komprehensif
belum tersedia, perencanaan program/program kerja
yang belum terpadu antar lintas sektoral/instansi terkait
8. Mentalitas/jiwa wirausaha dan kemandirian serta skill
personality yang relatif masih rendah.
9. Pembangunan dan pengembangan koperasi dan UKM
tidak boleh terlepas dari pemberdayaan anggota, harus
dilakukan secara lintas sektoral dan mengacu pada
spesifik lokal (sumberdaya alam dan masyarakat
setempat) serta diikut sertakan dalam redistribusi aset
secara transparan.
10.Masih diperlukan peran serta pemerintah untuk
menciptakan iklim yang kondusif, terutama dalam hal
membuka akses pembiayaan/permodalan terutama
melalui perbankan, pelatihan pendidikan, pembinaan
dan menciptakan program-program kebijakan yang
berpihak pada koperasi dan UKM seperti,
mengembangkan jaringan pemasaran, peningkatan
kualitas produk dan mengaitkannya dengan teknologi
informasi serta pengembangan sumberdaya manusia.
REKOMENDASI/SARAN-SARAN
1. Menemukan bentuk nyata kompetensi inti
kekeluargaan, Diperlukan parameter untuk
mengidentifikasi kompetensi inti kekeluargaan versi
koperasi. Kompetensi inti memang berasal dari sumber
daya dan kemampuan organisasi, namun tidak semua
sumber daya dan kemampuan merupakan kompetensi
inti. Meskipun tidak menutup kemungkinan adanya
perluasan (ekstensi) model tiga parameter tersebut.
2. Diperlukan pemacu bentuk koperasi dan UKM secara
seimbang. Koperasi dan UKM produktif perlu
digalakkan, sehingga kualitas, enterpreneurship,
kemandirian, jumlah dan keanggotaannya memiliki
keseimbangan dengan bentuk koperasi dan UKM lain,
seperti koperasi dan UKM fungsional, koperasi dan
UKM retail maupun jasa (intermediasi). Bagi koperasi
dan UKM produktif lama perlu kebijakan mendesak
untuk pemberdayaan agar tidak terjadi deklinasi usaha.
Perlu juga menumbuhkan pengusaha-pengusaha baru
koperasi dan UKM di bidang produktif, seperti
pertambangan, energi, industri, otomotif, industri
keperluan rumah tangga (sabun, sikat gigi, pasta gigi,
shampoo) dan teknologi pertanian.
37
Hasil Kajian
3. Beberapa tahun ke depan perlu merancang
pemberdayaan koperasi dan UKM yang lebih mandiri.
Artinya, saatnya memikirkan lebih nyata mekanisme
yang menyentuh langsung pada sektor riil, melalui
program penumbuhan iklim usaha (pemihakan,
kepastian usaha, kesempatan usaha, perlindungan
usaha dan dukungan berusaha seluas-luasnya) dan
melalui program pengembangan usaha (pemberian
fasilitas bimbingan dan pendampingan serta
meningkatkan kemampuan skill). Beberapa hal lain
yang dapat dilakukan:
(a) Menemukan formulasi mikro ekonomi untuk
semua. Mekanisme gotong-royong bukan hanya
sebagai bentuk idealisme, tetapi perlu dikolaborasi
lebih jauh sebagai inti pendekatan mikro yang
berdampak pada ekonomi makro.
(b) Menemukan dari bawah mekanisme berdagang,
berinvestasi, produksi dan melakukan pemasaran
bagi ekonomi rakyat secara luas dan berkeadilan.
(c) Mengembangkan akhlak bisnis ekonomi rakyat
berbasis kekeluargaan.
(d) Menggali dan mengangkat kearifan lokal dalam
berekonomi. Konsekuensinya adalah menelusuri
mekanisme manajemen, administrasi dan
keuangan/akuntansi ekonomi rakyat sesuai
realitas.
(e) Mensinergikan mikro dan makro ekonomi atas
dasar kepentingan ekonomi, sosial, lingkungan
untuk semua.
4. Kenyataan program-program bersifat pembiayaan
(modal), akses perbankan, aspek teknologi dan segala
hal tersebut masih berkaitan dengan materi;
pemberdayaan, profesionalisme, pelatihan, kemitraan,
pasar bersama dan lain sebagainya masih berkaitan
dengan anthropocentric oriented. Demikian pula
perjuangan ekonomi kerakyatan berbasis sosial,
berbasis masyarakat, perluasan bentuk demokrasi
ekonomi semua juga tidak lepas dari nuansa sosialisme
model baru yang juga tetap berpola materialism and
anthropocentric oriented.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, L., 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah (Edisi pertama). BPFE, Yogyakarta.
Arsyad, L., 2004. Ekonomi Pembangunan (Edisi ke 4), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (YKPN), Yogyakarta.
Asian Development Bank (ADB), 2001. Upaya Meringankan Beban Regulasi Bagi UKM Melalui Penyederhanaan Prosedur
Perijinan Usaha dan Fasilitas Unit Pelayanan Terpadu, SDB SME Development.
Baswir, R., 2007, Revitalisasi Koperasi, Makalah disampaikan
dalam diskusi terbatas Pemaparan Hasil-Hasil Penelitian Koperasi, Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik, 2008. Palangka Raya Dalam Angka 2007.
BPS Kota Palangka Raya. Kerjasama BPS Kota Palangka Raya dengan Pemerintah Kota Palangka Raya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Palangka Raya.
Badan Pusat Statistik, 2008. Kalimantan Tengah Dalam Angka 2007. BPS Provinsi Kalimantan Tengah. Kerjasama BPS Provinsi Kalimantan Tengah dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.
Badan Pusat Statistik, 2008. Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak Berbadan Hukum Tahun 2006, BPS Jakarta, Indonesia.
Baswir, R., 2007. Revitalisasi Koperasi, Makalah disampaikan
dalam Diskusi terbatas Pemaparan Hasil-Hasil Penelitian Koperasi. Jogjakarta.
Baswir, R., 2008, Ekonomi Kerakyatan Ekonomi Rakyat dan Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Nasional. Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, http://www.gemari.or.id/file/buku (diakses tanggal 17 Maret 2009)
Ginanjar, K., 2007, Mewujudkan Demokrasi Ekonomi Dengan Koperasi, Diskusi Nasional ICMI, BAPPENAS, Jakarta, 27 Desember 2007.
Irawan dan Suparmoko, M., 1983, Ekonomi Pembangunan (edisi
ketiga), BPFE Yogyakarta. Mubyarto, 2002a, Membangkitkan Ekonomi Kerakyatan Melalui Gerakan Koperasi: Peran Perguruan Tinggi, Jurnal Ekonomi Rakyat (I) : 6, http://www.ekonomirakyat.org/edisi_6/artikel (diakses tanggal 21 Maret 2009)
Mubyarto. 2002b. Ekonomi Kerakyatan dalam era globalisasi.
Jurnal Ekonomi Rakyat. (I) : 7 Mulawarman, A. D., 2008. Mengembangkan Kompetensi Bisnis Koperasi, http://ajidedim.wordpress.com (diakses tanggal 14 Maret 2009).
Sasono, A., 2002, Agenda Jaringan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan, Perhimbunan Indonesia Bangkit, http://www. habibiecenter.or.id/download/Makalah_Adi_Sasono.pdf (diakses tanggal 21 Maret 2009)
Tambunan, T., 2001, Perkembangan UKM dalam Era AFTA: Peluang, Tantangan, Permasalahan dan Alternatif Solusinya, Kerjasama antara Yayasan Indonesia Forum dengan Lembaga Penerbit FE UI.
Tambunan, T., 2006, Prospek Perkembangan Koperasi Di Indonesia Ke Depan: Masih Relevankah Koperasi Di Dalam Era Modernisasi Ekonomi?, Pusat Studi Industri dan Usaha Kecil Menengah, Universitas Trisakti, Jakarta.
����
38
Hasil Kajian
R apat Koordinasi Nasional Penelitian dan Pengem-
bangan (RAKORNAS LITBANG) yang diseleng-
garakan di Kota Palembang pada tanggal 26—29
April 2009 bertempat di Hotel Swarna Dwipa, merupakan
Rakornas Litbang yang kesembilan. Rakornas Litbang
merupakan agenda tahunan yang mulai dilaksanakan se-
jak tahun 2001, yang pelaksanaannya secara bergiliran
diselenggarakan di daerah.
Tujuan pelaksanaan Rakornas Litbang Tahun 2009
adalah: (1) memantapkan agenda penelitian dan pengem-
bangan tahun 2010 dalam menunjang tugas Menteri
Dalam Negeri (Mendagri) dan Kepala Daerah untuk mem-
percepat perwujudan tata kelola kepemerintahan yang
baik dan demokratis melalui reformasi birokrasi; (2) meru-
muskan rancangan kebijakan penguatan litbang melalui
dukungan manajemen kelitbangan yang meliputi aspek-
aspek: kerjasama dan pembiayaan, penetapan Standar
Biaya Khusus (SBK), serta Penetapan Nomenklatur Pro-
gram Litbang Kebjakan (Policy Research) secara khusus,
guna mendukung pengimplementasian agenda-agenda
penelitian dan pengembangan.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah: (1)
terumuskannya kesepakatan agenda-agenda penelitian
dan pengembangan tentang Reformasi Birokrasi Pemerin-
tahan Daerah dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah
menuju Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan De-
mokratis; (2) terumuskannya rancangan kebijakan pen-
guatan litbang yang meliputi aspek-aspek: kerjasama dan
pembiayaan, penetapan Standar Biaya Khusus (SBK),
serta Penetapan Nomenklatur Program Litbang Kebjakan
(Policy Research) secara khusus, guna mendukung
pengimplementasian agenda-agenda penelitian dan
pengembangan.
Sebagaimana tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai, maka penyelenggaraan Rakornas Litbang Tahun
2009 ini mengangkat tema “Peran Litbang dalam
Mendorong Reformasi Birokrasi untuk Mewujudkan
Tatakelola Kepemerintahan yang Baik dan Demokratis”.
Sebagai pembicara utama (Keynote Speaker) dalam
Rakornas Litbang Tahun 2009 adalah Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara, dengan topik
“Kebijakan Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah dan
Desentralisasi Urusan Pemerintahan (OTDA) dalam Me-
wujudkan Tatakelola Kepemerintahan yang Baik”. Dengan
fokus pembahasan diantaranya pada: strategi program
dan kegiatan reformasi birokrasi, implikasi reformasi bi-
rokrasi pada fungsi Litbang Pemerintah/Pemda, dll.
Pembicara lain adalah dari Kementrian Riset dan
teknologi dengan topik “Peran Litbang dalam Manajemen
Litbang Pemerintahan dalam Mewujudkan Tatakelola Ke-
pemerintahan yang Baik di Era Otonomi Daerah, De-
mokrasi dan Pasar Bebas”. Dengan fokus pembahasan
pada: permasalahan dan strategi pengembangan jejaring
kelembagaan litbang sektoral, daerah dan swasta; model
kerjasama dan pembiayaan penelitian dan pengemban-
gan; SBK penyelenggaraan litbang. Sedangkan dari Ke-
mentrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
dengan topik “Peran Litbang dalam Sinkronisasi Kebijakan
dan Sinergisitas Perencanaan Pembangunan Nasional
dalam Rangka Otonomi Daerah”.
Dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Depdagri
dengan topik “Peran Litbang dalam Sinkronisasi Kebijakan
Penyelenggaraan Otonomi Daerah (Grand Design)”, Di-
rektorat Jenderal DIKTI-Departemen Pendidikan Nasional
dengan topik “Kebijakan Penyelenggaraan Litbang melalui
Dana Hibah”.
Sidang pembahasan kelompok terbagi dalam 3
(tiga), yaitu Kelompok A oleh Kementrian Negara PAN,
kelompok B oleh Ditjen Otda Depdagri dan Kementrian
Negara PPN, dan kelompok C oleh Kementrian Negara
Ristek.
Rakornas Litbang Tahun 2009 juga diikuti oleh
Kepala Bidang Litbang Bappeda Kota Palangka Raya,
yang pada pembahasan kelompok tergabung dalam
Kelompok C (Kelompok Bidang Manajemen Kelitbangan).
Dari hasil rumusan diskusi kelompok tersebut, isu
strategis/aktual (masalah pokok) di bidang kelembagaan
adalah bahwa litbang belum sepenuhnya menggambarkan
sebagai satu institusi pemberi rekomendasi bagi
penetapan kebijakan strategis. Kemudian isu strategis di
bidang Sumber Daya Manusia (SDM), adalah: (1) kuanti-
tas dan kualitas Pejabat Fungsional Peneliti (PFP) belum
optimal, (2) animo untuk menjadi PFP masih rendah/
persyaratan sulit dipenuhi, dan (3) tunjangan PFP relatif
masih rendah. Sedangkan isu strategis di bidang pem-
biayaan adalah, dana yang tersedia masih terbatas
(komitmen Pemerintah Daerah tentang pelaksanaan
Peran Litbang dalam Mendorong Reformasi Birokrasi untuk Mewujudkan Tatakelola
Kepemerintahan yang Baik dan Demokratis
RAPAT KOORDINASI NASIONAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TAHUN 2009
39
Rakornas
Permendagri Nomor 33 Tahun 2007, yaitu mengenai alo-
kasi dana litbang minimal 1% dari APBD belum opti-
mal). Isu strategis lainnya adalah potensi kerjasama lit-
bang antar daerah/perguruan tinggi belum banyak
dimanfaatkan, sarana tukar menukar informasi di bidang
kelitbangan belum optimal/tersedia (database, sarana me-
dia komunikasi, dsb).
Beberapa rumusan kesimpulan yang dihasilkan oleh
kelompok C, diantaranya adalah: (1) reformasi birokrasi
adalah perubahan mindset dari mental penguasa menjadi
mental pelayanan, melalui renumerasi, tunjangan kinerja
dan tunjangan khusus; (2) Arah menuju Good Governance
nampak dari konsep namun, dalam implementasinya ban-
yak benturan/kelemahan sehingga dibutuhkan peran lit-
bang dengan pengkajian-pengkajian yang bersifat tera-
pan; (3) perlunya disusun suatu konsep daya tarik jabatan
fungsional peneliti melalui jabatan rangkap (struktural dan
fungsional), dan realisasi peningkatan tunjangan fung-
sional peneliti.
����
J aringan penelitian dan pengembangan
(Jarlitbang) pendidikan merupakan wahana
kerjasama lintas sektoral antara Pemerintah
Pusat (Depdiknas) dan Pemerintah Daerah (Balitbangda/
Bappeda, Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota)
dalam kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang
pendidikan.
Jarlitbang pada awalnya dikembangkan oleh Pusat
Penelitian Kebijakan dan Inovasi Balitbangda Depdiknas
dengan sebutan Jaringan Penelitian (Jarlit). Setelah
otonomi daerah dan adanya kepentingan bersama dalam
mensinkronkan kebijakan pendidikan pusat dan daerah,
pada tahun 2006 berkembang menjadi Jaringan penelitian
dan pengembangan (Jarlitbang) yang melibatkan
Sekretariat dan seluruh Pusat dilingkungan Balitbang
Depdiknas, yaitu: Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi
(Puslitjaknov), Pusat Statistik Pendidikan (PSP), Pusat
Kurikulum (Puskur), dan Pusat Penilaian Pendidikan
(Puspendik).
Melalui Jarlitbang diharapkan dapat membantu
pimpinan daerah dalam merencanakan dan
melaksanakan serta memecahkan masalah-masalah
kebijakan pendidikan di daerahnya. Hal ini sejalan dengan
tuntutan dan kewenangan pemerintah daerah di era
otonomi daerah. Oleh karena itu, keberadaan Jarlitbang
Pendidikan sangat dibuthkan dalam upaya mensinkronkan
berbagai kebijakan pendidiakn nasional dan membantu
memecahkan berbagai permasalahan pendidikan (melalui
penelitian, pendataan/statistik persekolahan, kurikulum,
dan penilaian pendidikan).
Sejalan dengan itu, Balitbangda Depdiknas merasa
perlu melakukan sinkronisasi kebijakan pendidikan
nasional diberbagai jenis dan jenjang pendidikan dengan
pemerintah daerah agar terjadi sinergi penyelenggaraan
kebijakan pendidikan antar pusat dan antar daerah. Hal ini
perlu dilakukan secara sinergi mengingat institusi
penelitian dan pengembangan bidang pendidikan
(penelitian kebijakan, pendataan, kurikulum, penilaian dan
akreditasi sekolah/madrasah) di puast dan daerah telah
terjalin kerjasama di bidang masing-masing.
Selain dari pada itu, Balitbangda yang berperan
memfasilitasi Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP), Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi
(BAN PT), Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah
(BANS/M) dan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non
Formal (BAN PNF) perlu memberikan informasi dan
dukungan agar pelaksanaan standar nasional pendidikan,
akreditasi sekolah/madrasah, akreditasi pendidikan non
formal, dan akreditasi perguruan tinggi berjalan secara
optimal.
Disamping itu, untuk mewujudkan layanan
pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat diperlukan
komitmen seluruh pemangku kepentingan (stakeholder)
pendidikan. Dalam rangka mewujudkan komitmen seluruh
pihak terkait dan sesuai dengan fungsi strategis Bappeda,
Balitbangda, Dinas Pendidikan, dan LPMP dalam
penetapan kebijakan daerah, maka instansi tersebut
diharapkan mampu mengkoordinasikan penelitian
kebijakan, pendataan, kurikulum, penilaian dan akreditasi
sekolah/madrasah di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.
Dalam rangka mengkoord inas ikan dan
menyinkronkan seluruh proses pembangunan pendidikan
dirasakan perlu melaksanakan kegiatan Rapat Koordinasi
Nasional dengan tema: ”Peningkatan Peran
40
RAPAT KOORDINASI NASIONAL (RAKORNAS) JARINGAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN TAHUN 2009
BADAN LITBANG DEPDAGRI Jalan Kramat Raya No. 132 - Jakarta Pusat Telpon/Fax. (021) 3924628
Rakornas
Jaringan Penelitian dan Pengembangan Dalam
Rangka Penuntasan Target Pembangunan Pendidikan
Tahun 2009”.
Tujuan umum pelaksanaan Rakornas Jarlitbang Pen-
didikan Tahun 2009 adalah: meningkatkan terwujudnya
koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan pen-
didikan nasional melalui tiga pilar kebijakan Depdiknas,
yaitu: (a) perluasan dan pemerataan akses pendidikan, (b)
peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, serta (c)
tatakelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik. Sedang-
kan tujuan khususnya adalah meningkatkan pemahaman
peserta Rakornas Jarlitbang Pendidikan terhadap program
kebijakan pendidikan nasional dan strategi pelak-
sanaannya, kebijakan pendidikan nasional berkaitan
dengan: (1) penelitian kebijakan, (2) sistem pangkalan
dana persekolahan (padati web), (3) kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP), (4) sistem penilaian pendidi-
kan, dan (5) akreditasi satuan pendidikan, serta (6)
perkembangan pembaruan pendidikan.
Sasaran yang ingin dicapai Rakornas Jarlitbang
Pendidikan Tahun 2009 adalah:
1. Agenda kerjasama dan sinkronisasi di bidang peneli-
tian kebijakan, pendataan persekolahan (padati web),
implementasi KTSP, penilaian pendidikan untuk men-
dukung kebijakan pendidikan nasional, dan akreditasi
sekolah/madrasah.
2. Komitmen Daerah dalam pelaksanaan kebijakan
pendidikan nasional di bidang: (a) penelitian, (b) pen-
dataan pendidikan (padati web), (c) pendampingan dan
implementasi KTSP, (d) penilaian pendidikan, dan (5)
akreditasi satuan pendidikan.
Kegiatan Rakornas Jarlitbang Pendidikan Tahun 2009
dilaksanakan selama 3 (tiga) hari, tanggal 26-28 Mei
2009, di Hotel Patrajasa, Semarang, Jawa Tengah.
Sedangkan peserta yang diundang terdiri dari: (1) Ketua
Balitbangda/Bappeda Provinsi, (2) Ketua Balitbangda/
Bappeda Kabupaten/Kota, (3) Kepala Dinas Pendidikan
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan (4) Ketua LPMP seluruh
Indonesia.
Setelah memperhatikan pengarahan Mendiknas,
paparan dari para narasumber dan diskusi yang berkem-
bang pada sidang pleno maupun sidang kelompok,
Rakornas Jarlitbang Pendidikan Tahun 2009 merumuskan
rekomendasi sebagai berikut:
A. PENELITIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI
PENDIDIKAN
1. Koordinasi antara Jarlit Pusat dan Jarlit Daerah dalam
penelitian kebijakan dan inovasi pendidikan, serta
pelatihan perlu lebih ditingkatkan guna mendukung
sinkronisasi pembangunan pendidikan nasional dan
daerah. Untuk memperkuat koordinasi tersebut:
a. Bappeda/Balitbangda selaku koordinator Jarlit
Daerah mengalokasikan dana dari APBD, dengan
dukungan regulasi dari Pusat (Depdiknas dan
Depdagri).
b. Puslitjaknov selaku koordinator Jarlit Pusat
mengalokasikan dana stimulus bagi Jarlit Daerah
dalam mendukung pelaksanaan fungsi Jarlit.
2. Pelaksanaan kegiatan Jarlit disepakati sebagai berikut:
a. Topik-topik penelitian yang menjadi prioritas untuk
dikerjasamakan antara Puslijaknov dan Jarlit
Daerah: (1) Penelitian pembiayaan pendidikan, (2)
Penelitian pendidik dan tenaga kependidikan, (3)
Pengembangan model pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan, (4) Penelitian
kebijakan relevansi SMK, dan (5) Penelitian
kebijakan akses PAUD.
b. Topik-topik pelatihan yang diperlukan antara lain
adalah penelitian kebijakan, penelitian pengem-
bangan termasuk penelitian tindakan kelas, analisis
kebijakan, dan analisis data (temasuk penggunaan
software).
c. Kegiatan pertukaran informasi dilakukan melalui
tatap muka, surat menyurat, dan pendayagunaan
ICT (a.I. melalui website: www.puslitjaknov.org.)
3. Bentuk kerjasama dilakukan melalui pola: (1) sharing
dana antara Pusat dan Daerah, (2) biaya penuh dari
Daerah, dan (3) biaya dari Daerah, bantuan teknis dari
Pusat.
B. KURIKULUM PENDIDIKAN
1. Perlu dilanjutkan bantuan profesional pengembangan
kurikulum kepada seluruh TPK Provinsi dan TPK Kab/
Kota oleh Pusat Kurikulum;
2. Perlu ditingkatkan koordinasi antara Dinas Pendidikan
Provinsi, Dinas Pendidikan Kab/Kota, LPMP, Balit-
bangda, Bappeda, dan Instansi yang terkait untuk men-
dukung pengusulan pendanaan dalam rangka pelak-
sanaan pendampingan pengembangan kurikulum
kepada satuan pendidikan;
3. Perlu ditingkatkan koordinasi antara Dinas Pendidikan
Provinsi, Dinas Pendidikan Kab/Kota, LPMP, dan In-
stansi yang terkait dalam pelaksanaan pendampingan
pengembangan kurikulum kepada satuan pendidi-
kan;
C. PENILAIAN PENDIDIKAN
RENCANA PROGRAM KERJA SAMA DENGAN
DAERAH:
1. Perlu membentuk wadah (Tim) untuk menjembatani
41
Rakornas
Puspendik dan daerah dalam pengembangan bank
soal.
2. Perlu kerjasama antara Puspendik dan daerah dalam
rangka peningkatan ketrampilan guru, kepala sekolah,
dan pengawas dalam melakukan penilaian.
3. Perlu keterlibatan daerah dalam rangka survey, peneli-
tian, dan pengembangan tes yang dilakukan oleh Pus-
pendik.
4. Puspendik hams mensosialisasikan temuan hasil
penelitian kepada daerah untuk bahan perbaikan pro-
gram pendidikan.
5. Puspendik akan membantu pelaksanaan tes untuk ke-
pentingan diagnostik, penempatan, dan seleksi bagi
daerah yang menghendaki Daerah yang menghendaki
kerjasama dengan Puspendik hendaknya
memprogramkan dalam RAPBD.
D. PENDATAAN PENDIDIKAN
1. Dalam rangka mewujudkan koordinasi dan sinkronisasi
pelaksanaan kebijakan pendataan pendidikan nasional,
perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut.
2. Dalam melaksanakan kegiatan pendataan pendidikan,
perlu adanya penentuan peran dan tanggungjawab
yang jelas antara Pusat Statistik Pendidikan (PSP) dan
masing-masing stakeholder pendataan di tingkat
daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi,
Kabupaten/Kota, LPMP dan Balitbangda/Bappeda.
3. Lingkup tanggungjawab dan kegiatan pendataan yang
antara lain meliputi: penyediaan sumberdaya
pendataan (SDM, infrastruktur, pendanaan), pelak-
sanaan pelatihan, koordinasi dan sosialisasi serta
monitoring pendataan perlu diselaraskan antara
pemerintah Pusat (PSP) dan stakeholder pendataan di
daerah.
4. Pengembangan Decision Support System (DSS) oleh
Pusat (PSP) perlu didukung oleh stakeholder pen-
dataan di daerah (Dinas Provinsi, Kabupaten/Kota dan
LPMP) melalui penyiapan data yang baik, pemanfaatan
dan pendayagunaan sistem tersebut sesuai dengan
kebutuhan masing-masing.
5. Proses transisi data lembaga, siswa dan guru
(DAPODIK), perlu segera diperkuat dengan peraturan
peralihan yang dikeluarkan oleh Pusat, sehingga tidak
memperbesar permasalahan di daerah.
E. AKREDITASI SEKOLAH DAN KESEKRETARIATAN
Sub Bidang Akreditasi Satuan Bidang Pendidikan Formal
yang Sinkron antara Pusat dan Daerah.
1. Perlu kerja sama antara BAN S/M dengan Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota dan LPMP dalam:
a. Menyiapkan sekolah yang akan diakreditasi;
b. Melakukan pembinaan sekolah yang memeperolah
akreditasi C dan tidak terakreditasi;
c. Adanya sharing pendanaan akreditasi yang dituangkan
dalam bentuk MoU antara Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, Provinsi, dan BAN S/M.
Sub Bidang Kerjasama dengan Sekretariat Balitbang
dalam hal:
1. Sosialisasi kebijakan (baru) terkait dengan hasil-hasil
pembaharuan pendidikan dan Standarsasi Nasional
Pendidikan (Kepmendiknas).
2. Melakukan analisis hasil akreditasi satuan pendidikan
formal dan nonformal (kursus) sebagai bahan acuan
pembinaan mutu pendidikan.
3. Pembentukan Forum Jarlitbangda dengan melibatkan
LPMP, Dewan Pendidikan Prop. Dan Kab/kota, Dinas
Pendidikan Prop./Kab.Kota, Balitbang Prop.dan
Bapeda Kab/Kota.
4. Menganalisis hasil akreditasi sebagai input bahan ru-
musan kebijakan pembinaan pendidikan sekolah dan
madrasah sesuai dengan kewenangan masing-masing.
5. Melakukan pengkajian hasil akreditasi untuk bahan
pembinaan teknis pasca akreditasi.
TUAN RUMAH RAKORNAS JARLITBANG 2010
Rakornas Jarlitbang Pendidikan Tahun 2010 direncanakan
dengan alternatif sebagai berikut:
Alternatif I: Kalimantan Timur (Balikpapan)
Alternatif II: Kepulauan Riau (Batam)
Alternatif III: Sumatera Selatan (Palembang)
����
Sekretariat Balitbang Depdiknas Gedung E Lantai 2 Jalan Jenderal Sudirman, Senayan - Jakarta Telpon : 021-57900405, 5733129, 5737102 Fax: 021-5721245,5721244 SMS : 0811-9999-80 / 0816-1657467 Email: [email protected] [email protected]
Rakornas
42
PENDAHULUAN
B e r d a s a r k an
U n d a n g -
Undang No-
mor 18 Tahun 2002
t e n t a n g S i s t em
Nasional Penelitian,
Pengembangan dan
Penerapan I lmu
Pengetahuan dan
Teknologi, pasal 20 bahwa Pemerintah Daerah berfungsi
menumbuh-kembangkan motivasi, memberikan stimulasi
dan fasilitas serta menciptakan iklim yang kondusif bagi
pertumbuhan serta sinergi unsur kelembagaan, sumber
daya dan jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi di
wilayah pemerintahannya sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari Sistem Nasional Penelitian, Pengem-
bangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Untuk memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa, perlu didukung oleh lembaga yang mampu
memberikan sarana kebijakan kepada Pemerintah Daerah
dalam pengembangan dan pemanfaatan Ilmu Pengeta-
huan dan Teknologi.
Untuk mendukung fungsinya tersebut, Pemerintah
Daerah membentuk Dewan Riset Daerah (DRD) yang
beranggotakan masyarakat dari unsur kelembagaan
IPTEK di daerahnya.
DASAR PEMBENTUKAN DEWAN RISET DAERAH (DRD)
Dasar pembentukan DRD adalah Undang–Undang
Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Peneli-
tian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Teknologi.
Pembentukan dan penyelenggaraan DRD disesuai-
kan dengan potensi sumber daya dan kebutuhan masing-
masing daerah agar dapat memberikan kontribusi yang
optimal terhadap pembangunan IPTEK pada daerah yang
bersangkutan. Pembentukan DRD Kota Palangka Raya
dilaksanakan berdasarkan Keputusan Walikota Nomor
220 Tahun 2009 tanggal 15 Agustus 2009. Yang diper-
caya untuk menjadi ketua DRD Kota Palangka Raya ini
adalah Prof. Dr. H. CIPTADI, M.S. (Ketua Lembaga
Penelitian Universitas Palangka Raya), Prof. Dr.
I NYOMAN SUDAYANA, M.Sc. (Dosen Universitas
Palangka Raya) sebagai wakil ketua, Dr. Ir. AHMAD
SARJAWAN, M.P. (Kepala Pusat Pengelolaan Sumber
Daya Lahan dan Perairan Universitas Palangka Raya)
ditunjuk sebagai Sekretaris DRD.
DRD Kota Palangka Raya terbagi dalam 4 (empat)
komisi dan 1 (satu) Sekretariat. Ketua Komisi I (Bidang
Ekonomi dan Ketahanan Pangan) adalah Prof Dr. Ir.
BAMBANG S. LAUTT, M.Si. (Dosen Universitas Palangka
Raya), Ketua Komisi II (Bidang Infrastruktur, Sumber Daya
Alam, Lingkungan Hidup dan Energi) adalah Dr. Ir.
SUWIDO LIMIN, M.S. (Dosen Universitas Palangka
Raya), Ketua Komisi III (Bidang Pendidikan, Budaya dan
Kesehatan) adalah Dr. MUHAMMAD, M.Ag. (Kepala P3M
STAIN Palangka Raya), dan Ketua Komisi IV adalah
AMBAR RATMOKO, S.Sos. (Dosen Universitas
Muhammadyah Palangka Raya). Sedangkan Bagian
Sekretariat dikepalai oleh MARTINA, S.H. (Kepala Bidang
Litbang Bappeda Kota Palangka Raya).
Walikota Palangka Raya, Wakil Walikota Palangka
Raya, dan Rektor Universitas Palangka Raya menjadi
penasehat DRD Kota Palangka Raya. Kemudian,
Sekretaris Daerah Kota Palangka Raya sebagai pembina
DRD Kota Palangka Raya, dan Ketua Bappeda Kota
Palangka Raya selaku Koordinator.
TUGAS POKOK DEWAN R I SET DAERAH (DRD)
Dewan Riset Daerah (DRD) mempunyai tugas pokok
sebagai berikut:
1. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah un-
tuk menyusun arah prioritas dan kerangka kebijakan
pemerintah daerah di bidang IPTEK.
2. Mendukung Pemerintah Daerah melakukan koordinasi
di bidang IPTEK dengan daerah-daerah lain.
FUNGSI DAN PERAN DEWAN R ISET
Untuk melaksanakan tugas Dewan Riset daerah (DRD)
mempunyai fungsi dan peran sebagai berikut:
1. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah
berupa pemikiran dalam rangka: (a) pemetaan kebutu-
han IPTEK, (b) mencari, memenuhi, merumuskan
kebijakan dan arah pembangunan IPTEK sesuai
dengan potensi keunggulan yang dimiliki, (c) menentu-
kan prioritas utama dan peringkat kepentingan perma-
43
PEMBENTUKAN DEWAN RISET DAERAH (DRD)
KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2009 – 2014
Kegiatan
salahan riset dan IPTEK, dan (d) pemantauan,
penilaian, evaluasi terhadap arah kebijakan IPTEK.
2. Sebagai gudang pakar (brain trust), yang berperan
secara aktif untuk: (a) mencari alternatif pemecahan
terhadap permasalahan yang dihadapi daerah, (b)
secara proaktif memberikan saran/gagasan pengem-
bangan potensi daerah yang berpeluang untuk mening-
katkan pendapatan daerah.
3. Sebagai kelompok ilmuwan, berperan sebagai:
(a) kelompok penjajagan (sounding board) untuk
menguji pelaksanaan kebijakan IPTEK, (b) pendukung
moral (moral support) untuk mendukung kebijakan dan
pelaksanaan yang mengedepankan penguasaan
IPTEK yang perlu diprioritaskan.
PENUTUP
Dalam konteks otonomi daerah, pembentukan DRD
sangat strategis untuk mendukung peningkatan daya
saing daerah melalui pemberdayaan lembaga-lembaga
penelitian dan pengembangan di daerah. Pembentukan
DRD dimaksudkan sebagai pranata yang dibentuk oleh
Pemerintah daerah untuk memperkuat perwujudan
otonomi daerah di bidang IPTEK. Dengan terbentuknya
DRD sebagai lembaga IPTEK di daerah, diharapkan pe-
laksanaan pem-bangunan IPTEK di daerah dapat berkon-
tribusi secara signifikan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat di daerah.
����
Sekretariat Dewan Riset Daerah Kota Palangka Raya Bidang Litbang—Bappeda Kota Palangka Raya Jalan Tjilik Riwut No. 98 - Palangka Raya Telpon: 0536-3231540, 05363231542 Fax: 0536-3231539 Email: [email protected]
Kegiatan
44
Foto-Foto Rapat Membahas Agenda Kerja DRD Kota Palangka Raya Tahun 2009-2014
A. PENDAHULUAN
Jabatan Fungsional dibentuk dalam rangka pengem-
bangan profesionalisme dan pembinaan karier Pegawai
Negeri Sipil serta peningkatan mutu pelaksanaan tugas
umum pemerintahan dan pembangunan. Jabatan Fung-
sional didefinisikan sebagai kedudukan yang menunjuk-
kan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseo-
rang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu satuan
organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan
pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersi-
fat mandiri.
Berbeda dengan jabatan struktural, dimana tugas,
tanggung jawab, dan wewenang seorang PNS lebih di-
dasarkan pada kemampuan seseorang dalam memimpin
suatu satuan organisasi negara, maka dalam jabatan
fungsional pelaksanaan tugasnya lebih didasarkan pada
keahlian dan/atau keterampilan tertentu yang bersifat
mandiri. Dengan demikian, dalam jabatan fungsional,
peningkatan keahlian dan keterampilan menjadi fokus
utama dalam program pengembangan PNS yang
memangku jabatan fungsional.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara (Kepmenpan) Nomor 16/KEP/
M.PAN/3/2001 tanggal 19 Maret 2001 tentang Jabatan
Fungsional Perencana (JFP) dan Angka Kreditnya, telah
secara resmi memberlakukan JFP bagi Pegawai Negeri
Sipil (PNS) pusat dan daerah.
Maksud diberlakukannya Kepmenpan Nomor 16/KEP/
M.PAN/3/2001 adalah:
1. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber
daya manusia pada aparatur negara (sebagai PNS
Perencana) yang bertugas melakukan kegiatan peker-
jaan perencanaan pembangunan.
2. Untuk menjamin pembinaan karier, kepangkatan/
jabatan serta profesi di bidang perencanaan pem-
bangunan.
Penerapan pelaksanaan JFP diawali dengan masa
inpassing/penyesuaian ke dalam JFP yaitu mulai 1
Januari 2002 sampai dengan 31 Maret 2002, kemudian
diperpanjang sampai dengan tanggal 31 Maret 2003.
Setelah berakhirnya masa inpassing/penyesuaian terse-
but, maka untuk menduduki JFP dilakukan melalui 2 (dua)
cara yaitu: Pengangkatan Pertama Kali dan Pengang-
katan Melalui Pindah Jabatan.
Sampai dengan sekarang pelaksanaan JFP telah berjalan
kurang lebih dari 5 (lima) tahun, dan dalam implementasi
Kepmenpan Nomor 16/KEP/ M.PAN/3/2001 banyak ken-
dala yang dihadapi para fungsional perencana baik di ting-
kat Pusat terutama di institusi perencanaan teknis depar-
temen dan lembaga non departemen maupun di institusi
perencanaan daerah seperti Bappeda provinsi dan kabu-
paten/kota.
B. MASALAH/KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN KEPMENPAN NO . 16/KEP/M.PAN/3/2001
Dalam pelaksanaannya diberbagai Instansi baik
pusat maupun daerah, Kepmenpan Nomor 16/KEP/
M.PAN/3/2001 mengalami beberapa kendala yang ber-
variasi antara lain:
1. Posisi Jabatan Fungsional Perencana Sebagai Ja-
batan karir dianggap masih lemah dan belum ada
peraturan tersendiri mengenai tata hubungan kerja
atau pembagian kerja yang jelas antara fungsional
perencana dengan struktural.
2. Masih adanya perbedaan persepsi terhadap butir-butir
kegiatan yang tercantum pada Keputusan Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas No. KER235/M. PPN/04/2002 tanggal 5
April 2002, tentang Petunjuk Teknis Penilaian Angka
Kredit Perencana sebagai penjabaran butir-butir
kegiatan yang dinilai pada Kepmenpan Nomor 16/
KEP/M.PAN/3/2001.
3. Belum optimalnya peran Tenaga fungsional Peren-
cana dalam mekanisme Perencanaan di institusi
perencana.
Posisi JFP sebagai jabatan karir dianggap masih le-
mah dan belum ada peraturan tersendiri yang mengatur
tata hubungan kerja yang jelas antara fungsional peren-
cana dengan struktural. Kedudukan JFP dalam struktur
organisasi diberbagai departemen (pusat) saat ini
umumnya berada di bawah Sekjen (Biro), sedangkan di
Bappeda (daerah) berada langsung dibawah Kepala
Bappeda, namun berdasarkan pengalaman para fung-
sional perencana dari daerah (Bappeda provinsi dan ka-
bupaten/kota), pada pelaksanaannya kegiatan JFP ka-
dang berada dibawah seksi/subbidangnya. Untuk itu perlu
adanya aturan tata hubungan kerja yang jelas antara
OPTIMALISASI JABATAN FUNGSIONAL PERENCANA
Cakrawala
45
fungsional perencana dengan strukturalnya dan perlu
dibangun suatu kerjasama yang sinergis antara pejabat
struktural dan fungsional dengan tujuan untuk saling
mengisi, melengkapi dan mendukung sehingga dapat ter-
bangun kesetaraan antara fungsional dan struktural.
Kepmenpan Nomor 16/KEP/M.PAN/3/2001 dan
Keputusan Menteri Perencanaan Perencanaan Pem-
bangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor KER 235/
M.PPN/04/2002, tentang Petunjuk Teknis (Juknis)
Penilaian Angka Kredit Perencana, bersifat umum dan
multi tafsir sehingga sering terjadi perbedaan persepsi
terhadap unsur dan sub unsur kegiatan perencanaan yang
dinilai. Untuk instansi lembaga departemen dan non
Departemen yang bersifat spesifik teknis seperti Departe-
men Kehutanan, Departemen Pertanian, Departemen
Perhubungan, Departemen Agama, Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, LAPAN dan departemen teknis
lainnya perlu adanya padanan Juknis Penilaian Angka
Kredit Perencana yang sesuai dengan kegiatan spesifik di
departemen/lembaga non departemen masing-masing.
Peran Tenaga fungsional Perencana dalam
mekanisme Perencanaan di institusi perencana baik pusat
maupun daerah belum optimal, hal ini dikarenakan antara
lain:
1. Pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills)
para JFP sangat beragam dan sangat tergantung pada
individunya.
2. Kurangnya komitmen pimpiman.
3. Belum optimalnya sarana dan prasarana penunjang
serta alokasi anggaran biaya kegiatan bagi para JFP
dalam melaksanakan tugas-nya sebagai perencana.
C. O P T I M A L I S A S I P E R A N J A B A T A N FUNGSIONAL PERENCANA (JFP)
1. Pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan
profesionalisme (Attitude).
Tugas utama perencana adalah menghasilkan
perencanaan yang berhubungan dengan penyusunan
kebijakan yang akan menjadi arah pembangunan. Di
Kepmenpan Nomor 16/KEP/M.PAN/3/2001, kegiatan
perencanaan sebagai proses dimulai dari tahapan identifi-
kasi permasalahan, perumusan alternatif, pengkajian
alternatif, penentuan alternatif dan rencana, pengendalian
dan penilaian hasil pelaksanaannya yang dilakukan
secara sistematis dan berkesinambungan.
Sebagai perencana yang akan melaksanakan
seluruh tahapan perencanaan tersebut, haruslah didukung
dengan kompetensi yang memadai sesuai jenjang
perencana. Semakin tinggi jenjang seseorang didalam
JFP semakin tinggi pula tuntutan kapasitas yang harus
dimilikinya.
Kompetensi tersebut dapat dilihat dari pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skills) dan Attitude
(profesionalisme). Setiap jenjang perencana
membutuhkan pengetahuan yang cukup sesuai bidang
dan tanggung jawabnya agar output perencana bisa
optimal dan berkualitas. Sebagai perencana yang akan
berhubungan dengan berbagai pihak, maka tentunya
diperlukan keahlian-keahlian yang akan menunjang
pelaksanaan kegiatannya.
Output perencanaan perlu dikomunikasikan dengan
pihak-pihak terkait, oleh karena itu seorang perencana
haruslah mempunyai kemampuan membuat laporan
yang mudah dimengerti oleh berbagai pihak dan mampu
mempresentasikan perencanaan dan meyakinkan
pentingnya perencanaan tersebut. Selain pengetahuan
dan keahlian yang dimiliki, sebagai perencana juga perlu
memiliki sikap-sikap yang mendukung profesionalisme
sebagai perencana yang biasa disebut attitude.
Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah
perasaan mendukung atau memihak (favorable dan
perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable). Sikap seseorang dibentuk oleh pengala-
man, pengaruh dari orang sekitarnya, pengaruh budaya,
media masa, lembaga pendidikan dan agama serta pen-
garuh emosional. Hal ini berkaitan dengan kemampuan
merespon seseorang terhadap permasalahan yang ada.
Secara umum, perencana harus mempunyai sikap
berorientasi jangka panjang, mampu bekerjasama dalam
kelompok (team work), integritas diri dan mempunyai
komitmen terhadap organisasi/institusinya. Pengetahuan
dan keterampilan para fungsional perencana dengan
berbagai jenjang di masing-masing institusi perencanaan
saat ini sangatlah beragam, sehingga perannya belumlah
optimal dalam menghasilkan perencanaan yang berkuali-
tas.
Untuk peningkatan kapasitas, para fungsional
perencana perlu meningkatkan kemampuannya melalui
pendidikan dan latihan berkualitas yang bersifat substantif
perencanaan maupun penjenjangan.
Diklat fungsional substantif perencana yaitu diklat
yang mendukung tugas pokok dan fungsi instansi/unit
perencanaan terkait dengan substansi yang ditujukan
untuk memperkaya kompetensi perencana.
Diklat fungsional penjenjangan perencana yaitu diklat
yang diperuntukan bagi PNS yang akan dan telah
menduduki Jabatan Fungsional Perencana dan dimaksud-
kan untuk memenuhi dan meningkatkan kompetensi
Cakrawala
46
bidang perencanaan bagi PNS yang akan dan telah men-
duduki Jabatan Fungsional Perencana yang terdiri dari 4
(empat) tingkat yaitu: (1) Diklat fungsional Perencana ting-
kat Pertama, (2) Diklat fungsional Perencana tingkat
Muda, (3) Diklat fungsional Perencana tingkat Madya dan
(4) Diklat fungsional Perencana tingkat Utama.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan penjen-
jangan diatur dengan KepmennegPPN /kepala Bappenas
Nomor KEP. 013/ M.PPN/02/2003 yang menjamin pelak-
sanaan diklat fungsional penjenjangan perencana dapat
terlaksana secara terbuka, partisipatif dan akuntabel.
2. Komitmen Pimpinan
Sebagai kosekuensi diberlakukannya JFP di berba-
gai institusi perencanaan baik di Pusat maupun daerah,
maka komitmen pimpinan terhadap para pemangku
jabatan fungsional perencana sangatlah penting dalam
memacu bagaimana pelaksanaan JFP dapat berjalan
sebagaimana mestinya sesuai amanat Kepmenpan
Nomor 16/KEP/M.PAN/3/2001. Komitmen untuk menjadi-
kan JFP sebagai profesional, yang melaksanakan
tugasnya dalam rangka menjalankan pelayanan profesi
berdasarkan kompetensi yang dimiliki.
Komitmen agar JFP dapat berfungsi dan berperan
dalam proses perencanaan pembangunan. Didukung
dengan sarana dan prasarana yang memadai dan
mencukupi untuk bekerja, sehingga para fungsional
perencana dapat memberikan sumbangan pemikiran
berdasarkan informasi dan data akurat untuk menghasil-
kan kebijakan yang tepat.
3. Sarana dan prasarana pendukung bagi jabatan
fungsional perencana.
Adanya jabatan fungsional perencana di institusi
perencanaan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
akan kualitas perencanaan yang lebih baik, namun perlu
adanya sarana dan prasarana yang memadai untuk
menunjang kegiatan tenaga fungsional perencana agar
dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.
Selain sarana dan prasarana para fungsional
perlu mendapat alokasi anggaran yang cukup untuk
meningkatkan kapasitasnya dan melaksanakan
kegiatannya.
Alokasi anggaran/dana yang harus disediakan oleh
setiap institusi perencanaan untuk mendukung JFP baik di
Pusat maupun daerah yaitu untuk:
1. Kegiatan pendidikan dan latihan (dalam negeri maupun
luar negeri, gelar dan non gelar, penjenjangan dan
substantif perencanaan).
2. Kegiatan Perencanaan (al. mengikuti proses kegiatan
perencanaan tingkat regional maupun tingkat nasional
dalam sinkronisasi perencanaan di daerah dan pusat,
evaluasi perencanaan pembangunan tingkat regional
dan nasional).
3. Kegiatan Pengembangan profesi perencanaan
(penyusunan dan penggandaan karya tulis, kajian dan
workshop isu-isu strategis pembangunan, melakukan
studi banding di bidang perencanaan pembangunan
baik di dalam maupun luar negeri, dll).
4. Kegiatan Penunjang (mengikuti kegiatan seminar/
lokakarya baik di dalam maupun luar negeri, mengikuti
kegiatan organisasi profesi, dll).
D. PENUTUP
Kepmenpan nomor 16/KEP/M.PAN/3/2001 dan
Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Bappenas Nomor KEP. 235/ M.PPN/04/2002,
tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Penilaian Angka Kredit
Perencana, bersifat umum, sehingga perlu adanya
padanan juknis Penilaian Angka Kredit Perencana yang
sesuai dengan kegiatan spesifik teknis di departemen/
lembaga non departemen masing-masing.
Tenaga fungsional perencana dituntut untuk
selalu meningkatkan kapasitasnya, baik melalui
pendidikan maupun pelatihan agar dapat menghasilkan
output perencanaan yang berkualitas dengan kredibilitas
kuat. Komitmen pimpinan terhadap pelaksanaan JFP
sangat penting dalam rangka optimalisasi peran JFP di
institusi perencanaan baik di Pusat maupun daerah.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai peren-
cana, JFP memerlukan dukungan sarana dan prasarana
yang memadai serta alokasi anggaran yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan akan kualitas perencanaan yang
lebih baik.
(Sumber: Simpul Perencana I Volume 9 I Tahun 4 I November 2007,
Pusbindiklatren Bappenas)
����
Cakrawala
47
Sejak tanggal 19 Mei 2001 melalui Keputusan
Menteri Negara Pendavagunaan Aparatur Negara Nomor
16/KEP/M.PAN/3/2001 tentang Jabatan Fungsional Per-
encana dan Angka Kreditnva, semua pegawai negeri sipil
yang memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang
melaksanakan kegiatan perencanaan pada unit perenca-
naan telah ditetapkan sebagai pejabat fungsional peren-
cana. Sampai saat ini sudah 6 tahun berjalan tetapi masih
banyak permasalahan yang belum diselesaikan secara
tuntas terutama berkaitan dengan BAB II KEPMENPAN
No. 16/KEP/M.PAN/3/2001 seperti tersebut di atas
tentang rumpun jabatan, kedudukan dan tugas pokok
jabatan fungsional perencana.
Dampak langsung dari belum jelasnya jabatan,
kedudukan dan tugas pokok tersebut, baik para
pejabat fungsional perencana man pun pejabat
struktural yang tergabung dalam suatu rumpun
manajemen pemerintahan, belum mengetahui dengan
pasti keberadaan masing-masing pihak. Sebagai contoh di
Bappenas sebagai instansi pembina jabatan fungsional
perencana pada tanggal 28 Februari 2005 telah menge-
luarkan keputusan Sesmeneg PPN/Sestama Bappenas
No. Kep.008/SKS/02/2005 tentang pedoman Teknis
Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana di Lingkungan
Bappenas, tetapi sampai arang belum pernah dilakukan
sosialisasi kepada semua pegawai. Sehingga pemaha-
man tupoksi antar pejabat fungsional dengan struktural
masih belum jelas. Apalagi di (tingkat daerah seperti Bap-
peda Tingkat I maupun Bappeda Tingkat II.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka untuk
mencapai tujuan awal dibentuknya jabatan fungsional
perencana yaitu meningkatkan mutu dan prestasi pegawai
negeri sipil yang mempunyai tupoksi di bidang
perencanaan pembangunan, perlu dipersiapkan langkah-
langkah pemberdayaan sumber daya manusia yang ada
khususnya perencana. Langkah-langkah ini baik untuk
pembina maupun oleh pejabat fungsional sendiri,
sehingga diharapkan diperoleh kesepakatan dalam melak-
sanakan tugas yang dibebankan kepada institusi peren-
canan pembangunan oleh masyarakat.
L AN G K A H - L AN GK A H P EMB E RD A Y A AN JABATAN FUNGSIONAL PERENCANA
1. Peran aktif Pejabat Fungsional Perencana
Sesuai dengan desain awal penetapan jabatan fung-
sional perencana adalah menciptakan kelompok kerja
yang tak terpisahkan dalam sistem perencanaan
pembangunan, baik bersifat sektoral maupun kewilaya-
han. Untuk mencapai hasil yang diinginkan perlu disadari
oleh para pejabat fungsional bahwa perannya sangat
dibutuhkan dalam proses penyusunan rencana pemban-
gunan secara profesional. Peran pejabat fungsional di-
harapkan dapat melakukan rangkaian proses mulai dari
pengolahan data berdasarkan asumsi atau fakta, pemili-
han alternatif kegiatan, proses pelaksanaan, pengawasan
selama pelaksanaan, dan evaluasi hasil pelaksanaan.
Peran ini pada awalnya akan sangat baik hasilnya kalau
dilakukan oleh perencana yang tidak dipengaruhi oleh
keinginan sepihak. Kemandirian berdasarkan profesional
yang dimiliki menjadi prasarat bagi tenaga fungsional
perencana.
Berkaitan dengan masalah tersebut di atas tenaga
fungsional perencana dituntut memiliki rasa tanggung
jawab atas tupoksi yang diberikan, melalui partisipasi aktif
dalam proses perencanaan. Untuk masa sekarang seperti
kita ketahui bersama bahwa saling pemahaman tupoksi
antara pejabat struktural dan fungsional belum berjalan
sepenuhnya seperti yang diharapkan. Sehingga perlu
dimulai suatu aktivitas oleh tenaga fungsional untuk
menjalankan sesuai bidang tupoksinya mendahului penu-
gasan dari pejabat struktural sesuai aturan yang ada.
Masalah ini bukan semata-mata akan menerjang aturan
yang ada, tetapi lebih berupaya untuk dapat meyakinkan
para penanggung jawab tugas bahwa tenaga fungsional
yang sudah ada dapat dan mampu menyelesaikan peker-
jaan yang ada. Selain itu dapat dihindarkan kecende-
rungan penggunaan tenaga “proyek” non PNS untuk men-
jalankan tupoksi perencanaan.
2. Peran aktif Pembina Pejabat Fungsional Perencana
Unsur pembinaan dalam jabatan fungsional peren-
cana terdiri atas pembina teknis, pembina profesi dan
pembina administrasi. Pembina teknis bertanggung jawab
atas pembagian tugas operasional, pembina profesi mem-
punyai tugas dan tanggung jawab terhadap pendidikan
dan pelatihan, sedang pembina administrasi mempunyai
tugas yang berkaitan dengan status kepegawaian. Seba-
gai contoh di Bappenas pembina teknis dilakukan oleh
Eselon I dan Eselon II, pembina profesi oleh Pusat Pembi-
naan Pendidikan dan Pelatihan Perencana, sedang pem-
bina administrasi oleh Biro Kepegawaian. Tugas masing-
masing unsur pembinaan jabatan fungsional perencana
KEWAJIBAN FUNGSIONAL PERENCANA DI MASA DEPAN
Cakrawala
48
mencakup:
a. Pembina Teknis
• Pemberian tugas dalam rangka menyelesaikan
tupoksi unit kerja.
• Pengembangan kompetensi berupa diklat gelar/
non gelar, seminar, baik sebagai peserta maupun
narasumber.
• Pengembangan karir berupa peningkatan pangkat
dan jabatan baik dalam lingkup jabatan struktural
maupun fungsional.
• Melakukan evaluasi kinerja jabatan fungsional.
• Menyediakan fasilitas kerja.
b. Pembina Profesi
• Melaksanakan pendidikan dan latihan bagi pejabat
fungsional perencana untuk meningkatkan kemam-
puan dan profesionalitas.
• Melakukan upaya integrasi antara pejabat fung-
sional perencana pusat dan daerah.
c. Pembina Administrasi
• Melaksanakan tugas administrasi kepegawaian
yang meliputi penempatan, kenaikan pangkat, dan
persiapan pensiun.
Sekali lagi pemberdayaan jabatan fungsional peren-
cana dapat terlaksana bila ada upaya aktif kedua belah
pihak, yaitu pejabat fungsional perencana sendiri dan para
pembinanya. Tanpa adanya kesepahaman atas tupoksi
perencana maka kinerja unit pelaksana tidak akan menca-
pai hasil yang optimal. Jadi ke depan harus segera
diupayakan aturan main penyelesaian tupoksi perenca-
naan pembangunan antara pejabat fungsional dengan
pejabat struktural yang pada dasarnya bertanggung jawab
terhadap manajemen perencanaan. Masalah ini bukan
saja untuk tingkat pusat tetapi juga pada tataran daerah,
baik untuk Bappeda Tingkat I maupun Bappeda Tingkat II,
selain itu juga hubungan kerja antara perencana pem-
bangunan di pusat dengan perencana pembangunan di
daerah.
3. Peran aktif organisasi fungsional perencana
Sekarang kita telah mempunyai organisasi profesi di
bidang perencanaan yaitu Asosiasi Perencana Pemerin-
tah Indonesia (AP2I) yang dideklarasikan di Jakarta pada
tanggal 6 Desember 2006, dimana komisariat Bappenas
telah pula diresmikan pada tanggal 28 September 2007
Maka untuk mencapai tujuan AP2I sesuai dengan Pasal 5
Anggaran Dasar AP2I yaitu:
a. Meningkatkan kemampuan, profesionalitas dan pro-
duktivitas perencana;
b. Meningkatkan kapasitas dan produktivitas instansi/unit
perencana;
c. Menetapkan kode etik perencana; dan
d. Mengembangkan jejaring kerjasama antar anggota
AP2I, perlu segera dilakukan evaluasi pelaksanaan
pembentukan jabatan Fungsional perencana baik di
tingkat pusat maupun daerah.
Khusus Komisariat AP2I Bappenas dituntut perannya
lebih aktif mengingat keberadaannya pada instansi
perencana pembangunan di tingkat pusat, agar dike-
mudian hari dapat menjadi contoh yang baik bagi instansi/
unit perencana ditempat lain.
Tugas awal AP2I yang cukup berat adalah meyak-
inkan para penanggung jawab manajemen perencanaan
pembangunan bahwa tenaga fungsional perencana
mampu dan siap melaksanakan tugasnya. Khusus bagi
Komisariat AP2I Bappenas dimana nantinya diharapkan
dapat menjadi pendorong AP2I secara nasional, mulai
saat ini harus aktif mendorong terciptanya landasan
operasional kerja pejabat fungsional perencana. Landasan
operasional tersebut antara lain:
a) Hubungan kerja antara pejabat struktural dengan fung-
sional perencana;
b) Kesetaraan kesejahteraan bagi seluruh pegawai negeri
sipil;
c) Penetapan batas usia pensiun bagi tenaga fungsional
perencana;
d) Mengevaluasi kembali kejelasan aturan main pengum-
pulan angka kredit; dan
e) Kesetaraan fasilitas kerja.
Demikianlah beberapa kewajiban bagi pejabat
fungsional perencana agar keberadaannya dapat diterima
dan berfungsi seoptimal mungkin. Selain tentunya harus
disertai kearifan bagi kolega terkait dalam menyelesaikan
tugas pokok dan fungsi perencana pembangunan.
Sumber: Simpul Perencana I Volume 9 I Tahun 4 I November 2007, Pusbindiklatren Bappenas)
����
Cakrawala
49
V ISI Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Kota Palangka Raya Tahun 2008-
2013, Visi Kota Palangka Raya adalah: “Terwujudnya
Kota Palangka Raya sebagai Kota Pendidikan, Jasa, dan
Wisata Berkualitas, Tertata dan Berwawasan Lingkungan,
Menuju Masyarakat Sejahtera sesuai Falsafah Budaya
Betang”.
Visi Pembangunan Kota Palangka Raya tersebut
harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat keber-
hasilannya dalam rangka menjadikan "Terwujudnya Kota
Palangka Raya sebagai Kota Pendidikan, Jasa, dan
Wisata Berkualitas, Tertata dan Berwawasan Lingkungan,
Menuju Masyarakat Sejahtera sesuai Falsafah Budaya
Betang".
Adapun yang dimaksud dengan "Kota Pendidikan
Berkualitas" adalah:
1. Penyelenggaraan pendidikan di Kota Palangka Raya
harus memiliki standar kualitas yang tinggi dan terke-
muka di Kalimantan;
2. Memiliki keunggulan kompetitif dalam penguasaan,
pemanfaatan dan pengembangan ilmu dan teknologi;
3. Mampu menciptakan keseimbangan antara kecer-
dasan inteligensia kecerdasan emosional, dan kecer-
dasan spiritual
4. Dikembangkan dengan dukungan sistem kebijakan
pendidikan yang unggul dan berkelanjutan
5. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang
memadai; dengan atmosfir pendidikan yang nyaman
untuk semua orang.
Adapun yang dimaksud dengan “Kota Jasa Berkuali-
tas" adalah:
1. Kota Palangka Raya sebagai pusat pelayanan jasa
yang meliputi jasa penunjang pendidikan dan pari-
wisata, perdagangan, pemerintahan, keuangan dan
perbankan, kesehatan, transportasi, teknologi infor-
matika dan komunikasi harus dibangun lebih maju dan
mampu mandiri;
2. Memberikan kontribusi dan dominasi yang lebih besar
dari daerah lain di wilayah kabupaten Gunung Mas;
Kabupaten Katingan, Kabupaten Barito Selatan, dan
Kabupaten Pulang Pisau, serta kabupaten lainnya;
3. Peningkatan kegiatan pelayanan jasa dilakukan den-
gan memperkuat perekonomian kota pada sektor an-
dalan menuju keunggulan kompetitif;
4. Membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi dan
pelayanan, dengan tetap mempertahankan dan
mengembangkan industri kecil dan menengah yang
berbasis pada ekonomi kreatif.
Adapun yang dimaksud dengan "Kota Pariwisata
Berkualitas" adalah:
1. Kegiatan pariwisata di Kota Palangka Raya dikem-
bangkan dengan dasar dan berpusat pada kearifan
lokal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa;
2. Merencanakan, membangun, mengembangkan desti-
nasi dan sarana pariwisata yang menjadi pilihan bagi
masyarakat berwisata;
3. Menyempurnakan dan meningkatkan jaringan ker-
jasama wisata dengan pihak lain dalam membuat
paket wisata.
4. Peningkatan kegiatan pariwisata dilaksanakan dengan
menciptakan inovasi-inovasi yang tetap berlandaskan
pada wisata budaya, wisata alam, dan wisata sungai,
wisata kuliner khas Palangka Raya (Kalimantan
Tengah);
5. Mempertahankan dan mengembangkan norma-norma
religius/agama di dalam kehidupan masyarakat.
Adapun yang dimaksud dengan ”Tertata dan
Berwawasan Lingkungan" adalah:
1. Upaya sadar, terencana dan berkelanjutan;
2. Memadukan lingkungan alam dengan lingkungan nilai-
nilai religius, sosial, budaya dan kearifan lokal ke
dalam proses pembangunan;
3. Menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
Adapun yang dimaksud dengan “Masyarakat Se-
jahtera” adalah:
1. Tercapai angka pertumbuhan ekonomi yang meningkat
setiap tahun dan meratanya hasil-hasil pembangunan
keseluruh wilayah kota Palangka Raya
2. Peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur dasar
dan sarana prasarana penunjang.
3. Menurunnya jumlah penduduk miskin dan
berkurangnya kesenjangan pendapatan.
4. Terciptanya lapangan kerja untuk mengurangi pen-
gangguran terbuka.
5. Meningkatnya kualitas hidup manusia dengan terpe-
VISI DAN MISI KOTA PALANGKA RAYA
SEBAGAIMANA YANG TERMUAT DALAM
RPJM KOTA PALANGKA RAYA 2008-2013
INFORMASI
50
nuhinya hak-hak sosial rakyat, membaiknya mutu ling-
kungan hidup.
Adapun yang dimaksud dengan “Falsafah Budaya
Betang” adalah:
1. Budaya Betang mengandung nilai-nilai: peradaban (di
mana bumi dipijak di situ langit dijunjung “belom-
bahadat”), kerukunan, toleransi, demokrasi, kesatriaan
(membela petak-danom), kepemimpinan dan keber-
samaan diterapkan oleh seluruh komponen masyarakat
yang berada di Kota Palangka Raya.
2. Terciptanya kondisi daerah yang stabil dalam ke-
hidupan sosial dan politik.
3. Kehidupan masyarakat yang saling menghargai dan
menghormati kepercayaan dan keyakinan masing-
masing.
4. Terjaminnya masyarakat dengan perikehidupan se-
cara benar, tertib dan teratur serta dengan disiplin yang
tinggi, dan menjaga hubungan yang harmonis antara
sesama manusia, dan manusia dengan lingkungannya.
5. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri,
memiliki daya tahan dan daya saing terhadap gejolak
sosial dan perekonomian dalam bentuk ketahanan eko-
nomi, ketahanan sosial, dan keberdayaan masyarakat.
M ISI
Untuk mewujudkan visi pembangunan Kota Palangka
Raya tahun 2008 – 2013 ditetapkan 6 (enam) misi
pembangunan Kota Palangka Raya selama lima tahun
adalah sebagai berikut.
1. Mewujudkan kota Palangka Raya sebagai kota pendidi-
kan yang berkualias dengan orientasi Nasional dan
Global, sumber daya manusia yang berilmu, beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mewujudkan Pemerintah kota Palangka sebagai pe-
layanan jasa terhadap masyarakat.
3. Mewujudkan Kota Palangka Raya sebagai Kota Wisata
yang Terencana, Tertata, Berwawasan dan Ramah
Lingkungan.
4. Mewujudkan Kota Palangka Raya menuju masyarakat
sejahtera.
5. Mewujudkan Pemerintahan yang baik dan bersih
dengan kedisiplinan tinggi, sikap profesional, berwi-
bawa dan bertanggungjawab untuk memberikan pe-
layanan prima kepada masyarakat.
6. Mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran
politik, hukum, tertib dan demokratis.
TUJUAN DAN SASARAN Untuk mewujudkan misi agar mampu terealisasi dalam
masa lima tahun ke depan ditetapkan tujuan dan sasaran
pembangunan sebagai berikut:
1. Mewujudkan pendidikan yang berkualitas sehingga di-
harapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya
manusia di semua jenjang pendidikan formal dan non-
formal.
2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat
di puskesmas dan jaringannya, pemeliharaan sarana
dan prasarana kesehatan di Puskesmas, sehingga pe-
layanan kesehatan bisa dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat.
3. Peningkatan sarana dan prasarana publik dengan meli-
batkan peran swasta untuk mendorong peluang inves-
tasi, pertumbuhan ekonomi, tersedianya lapangan kerja
dan mengurangi kesenjangan antar wilayah.
4. Menggalakkan budaya daerah dan penataan objek
wisata daerah sebagai sarana promosi daerah guna
mendorong peluang peningkatan pendapatan masyara-
kat dan pendapatan kota.
5. Pengembangan ekonomi rakyat kota dan pinggiran
kota, melalui percepatan perubahan struktur ekonomi
yang berdaya saing dan berkelanjutan melalui pening-
katan daya saing produk, peningkatan peran kelemba-
gaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
6. Mewujudkan Masyarakat Yang Bermoral, Beretika dan
Berbudaya dengan meningkatnya kesalehan dan mem-
bina hubungan yang harmonis antar umat beragama.
7. Peningkatan peran aparatur dalam rangka good and
clean governance dan pengembangan peran aktif
masyarakat.
SASARAN PEMBANGUNAN
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Kota Palangka Raya Tahun 2008 – 2028, dalam
upaya menuju tercapainya visi jangka panjang 20 tahun
dimaksud, maka ditetapkan sasaran pembangunan Tahun
2009 – 2013 pada bidang pendidikan, pariwisata dan pe-
layanan jasa sebagai berikut:
1. Pendidikan, sebagai Kota Pendidikan berkualitas den-
gan dukungan SDM unggul.
2. Pariwisata, sebagai Kota Pariwisata berbasis budaya
dengan dukungan keragaman objek dan daya tarik
wisata.
3. Pelayanan Jasa, sebagai Kota Pelayanan Jasa Kese-
hatan, Perdagangan, Komunikasi, Akomodasi, dam
Telekomunikasi dengan dukungan peran serta
masyarakat.
����
INFORMASI
51
P emerintah Kota Palangka Raya telah
melaksanakan Nota Kesepahaman Bersama/
Memorandom of Understanding (MoU) dengan
beberapa perguruan Tinggi Negeri dalam bidang
Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat, yaitu:
1. Perjanjian kerja sama dengan Universitas Palangka
Raya (UNPAR) Nomor: 19 tahun 2008 dan Nomor:
3691/H24/LL/2008 tanggal 11 Desember 2008, jangka
waktu kerjasama selama 5 (lima) tahun.
Ruang lingkup kerjasama tentang upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dapat menunjang proses pengembangan dan
pembangunan daerah Kota Palangka Raya, terutama
di bidang Perencanaan, Pendidikan, Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan IPTEK tepat guna,
serta bidang lain yang berkaitan dengan kebutuhan
Pengembangan dan Pembangunan Kota Palangka
Raya.
2. Perjanjian Kerjasama dengan Universitas Indonesia
(UI) Nomor: 166-131/2009 dan Nomor: 12/KS/R/
UI/2009 tanggal 13 Pebruari 2009 tentang Pendidikan
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,
jangka waktu kerjasama selama 5 (lima) tahun.
Ruang lingkup kerjasama mencakup:
• Penyelenggaraan Pendidikan, dan Pelatihan;
• Penyelenggaraan Kegiatan Ilmiah, Seminar dan
Lokakarya;
• Peningkatan dan Pengembangan Kompetensi
Sumber Daya Manusia;
• Bantuan pembangunan infrastruktur untuk
mendukung program kerjasama melalui mekanisme
hibah lepas; dan
• kesepakatan lain yang disepakati para pihak.
3. Naskah Kesepahaman dengan Institut Pertanian
Bogor (IPB) Nomor: 12 tahun 2009 dan Nomor: 10/13/
KsM/2009 tanggal 23 April 2009, jangka waktu
kerjasama selama 5 (lima) tahun.
Lingkup kerjasama dalam bidang Pendidikan,
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
4. Nota Kesepahaman Bersama dengan Universitas
Gadjah Mada Nomor: 870/232/BKPP/V/2009 dan
Nomor: 3420/P/HT/2009 tanggal 16 Mei 2009, jangka
waktu kerjasama selama 5 (lima) tahun.
Ruang lingkup kerjasama mencakup:
• Kegiatan Pelaksanaan Assesment Psikologi dan
Manajerial bagi Aparatur;
• Kegiatan Pelaksanaan Penerimaan Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS);
• Penyusunan master plan Rencana Pengembangan
Sumber Daya Masyarakat dan Kependudukan;
• Penyusunan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Publik; dan
• Pelaksanaan Penelitian, Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat.
5. Perjanjian Kerjasama dengan Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Palangka Raya Nomor: 5 Tahun
2009 dan Nomor: sti.15/HM.001/1699/2009 tanggal 17
Agustus 2009, jangka waktu kerjasama selama 4
(empat) tahun.
Ruang lingkup kerjasama di bidang perencanaan,
pendidikan, penelitian, pengembangan dan penerapan
IPTEK tepat guna, serta bidang lain yang berkaitan
dengan kebutuhan pengembangan dan pembangunan
Kota Palangka Raya.
����
INFORMASI
52
MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU) ANTARA PEMERINTAH KOTA PALANGKA RAYA
DENGAN BEBERAPA PERGURUAN T INGGI NEGERI ( IPB, UGM, UI , STAIN DAN UNPAR)
Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya ini
rencananya akan diterbitkan dua kali setahun, dalam
rangka publikasi hasil kajian, penelitian dan
pengembangan, gagasan pemikiran, di bidang
perencanaan pembangunan daerah dan artikel lain yang
berkaitan dengan perencanaan pembangunan daerah.
Sehubungan dengan itu, Buletin Litbang Bappeda
Kota Palangka Raya menerima tulisan hasil kajian,
gagasan, pemikiran, pandangan yang bersifat ilmiah yang
sesuai dengan misi penerbitan ini, dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Ruang lingkup meliputi aspek-aspek bidang ekonomi,
sosial budaya, fisik dan prasarana, kelitbangan,
investasi, keuangan daerah, pemberdayaan
masyarakat dan sebagainya.
2. Jenis naskah yang memenuhi syarat sesuai misi
penerbitan ini, hasil penelitian dan pengembangan
serta pemikiran.
3. Naskah harus orisinil dan belum pernah diterbitkan
pada media cetak lain, murni merupakan hasil karya
sipenulis.
4. Penulisan memperhatikan kaidah Bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
5. Tata naskah ditulis dengan sistematika karya tulis
ilmiah, panjang naskah maksimal 15 halaman
termasuk daftar pustaka, diketik rapi di atas kertas A4
(kuarto), jarak 1,5 spasi, Font Times New Roman, Size
12 pt.
6. Pada akhir naskah dicantumkan Daftar Pustaka dan
Biodata Penulis meliputi pendidikan terakhir,
pengalaman di bidang penelitian atau bidang
pengabdian pekerjaan.
PEDOMAN BAGI PENULIS NASKAH
ISEN MULANG