buletin januari-februari 2012

62

Upload: dangkiet

Post on 08-Dec-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Buletin Januari-Februari 2012
Page 2: Buletin Januari-Februari 2012
Page 3: Buletin Januari-Februari 2012

03 | AKTUALRagam kegiatan internal maupun eksternal Komisi Yudisial. Sosialisasi, seminar, audiensi dan lain-lain.

25 | LEBIH DEKATH. Lexsy Mamonto, S.H.,M.HKetua Pengadilan Negeri Jakarta Barat

Mengharapkan KY sebagai Ibunya Para Hakim

50 | DOTKOMMenengok Situs-situs Pengadilan Militer

Berlomba Menjadi Yang Terbaik

21 | SUDUT HUKUMPeranan Komisi Yudisial Dalam Mengupayakan Peningkatan Kapasitas Hakim

Pengawasan Progresif KY

56 | KESEHATANSyndrom Metabolik, Apakah Penyakit Baru?

52 | RESENSIHikayat Pencarian Kunci ‘Rumah’

54 | KONSULTASI HUKUM Alat Bukti Dan Barang Bukti Dalam Perkara Pidana

39 | KATA YUSTISIA

Gedung pengadilan tempat dimana masyarakat mencari keadilanpun tidak luput dari sasaran operasi perampokan, seperti yang terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri beberapa waktu yang lalu.

Ketika Pengadilan Negeri Dirampok

48 | INTERNASIONALKala Hukum Disisipi Kepentingan Lain

Nasionalisasi Ladang Minyak Venezuela Suatu Upaya Mengusir Kapitalisme

33 | LAPORAN KHUSUS

VOL. VI - NO. 4. JANUARI - FEBRUARI 2012

58 | RELUNGWaktu dan Cinta

46 | KOMPARASISSR Lembaga Independen Pencetak Aparat Penegak Hukum

29 | SELINTASPengadilan Negeri Stabat

Pengadilan Percontohan dengan Ruang “Sojuk”

Masa kerja Anggota Komisi Yudisial periode 2010 – 2015 atau bisa juga disebut Anggota Komisi Yudisial Jilid II sudah memasuki usia satu tahun pada akhir tahun 2011 lalu. Sebagai bentuk transformasi dan pertanggungjawaban ke publik, Komisi Yudisial sudah sepantasnya mempublikasikan beberapa capaian-capaian program kerja yang dilaksanakannya.

Setahun Komisi Yudisial Jilid II

42 | GALERIHakim Sebagai Pejabat Negara dan Kesejahteraannya

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 41

DAFTAR ISI

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ JA

YA

BULETIN KOMISI YUDISIAL �

BULETIN KOMISI YUDISIAL/ ARAN �

13 | LAPORAN UTAMA

Sejumlah kasus sebenarnya tidak layak diteruskan ke pengadilan. Hakim dan aparat penegak hukum lain perlu lebih mengedepankan keadilan restoratif.

Hakim & Penerapan Keadilan Restoratif

Buletin Jan-Peb 2012.indd 1 2/24/2012 3:10:20 PM

Page 4: Buletin Januari-Februari 2012

Assalamualaikum. wr.wb

Perkembangan hukum pidana saat ini mengenal sebuah konsep bernama restorative justice (keadilan restoratif ). Konsep ini bermakna pemulihan terhadap pelaku dan korban dan mengupayakan terjadinya kembali harmoni di tengah masyarakat antara pelaku, korban dan masyarakat. Dan sudah saatnya untuk kasus-kasus

ringan seperti AAL (anak yang didakwa mencuri sandal) dan Rasminah (terdakwa pencurian piring dan bahan baku sop buntut), hakim lebih memainkan peranannya sebagai mediator ketimbang pemberi vonis. Dengan dasar pertimbangan ini maka redaksi memilih topik berjudul Hakim & Penerapan Keadilan Restoratif sebagai laporan utama.

Di lain sisi, perjalanan masa tugas Anggota Komisi Yudisial periode 2010 – 2015 telah berlangsung selama setahun. Rasanya menarik juga untuk dipaparkan apa saja pencapaian yang sudah dilakukan oleh para Anggota Komisi Yudisial Jilid II ini. Oleh sebab itu agar pembaca tercerahkan dan mengetahui informasi program-program kerja yang dilakukan oleh Komisi Yudisial selama tahun 2011 kami menghadirkannya sebagai topik laporan khusus.

Ada satu lagi kisah menarik yang cukup penting untuk disimak. Kali ini kisah memprihatinkan datang dari Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri yang baru saja dirampok di bulan Januari tahun ini.

Demikianlah sedikit ulasan yang mencoba menginformasikan kandungan cerita

yang termuat dalam Buletin edisi awal tahun 2012 ini. Masih banyak cerita-cerita lain yang dapat dibaca pada Buletin Komisi Yudisial edisi ini. Semoga para pembaca merasakan manfaatnya.

Selamat Membaca

Redaksi

Pembina

Anggota Komisi Yudisial

Penanggung Jawab

Sekjen Komisi Yudisial

Muzayyin Mahbub

Redaktur

Kepala PDLI

Patmoko

Editor

Kabid Layanan Informasi

Suwantoro

Dewan Redaksi & Sekretariat

Arif Budiman

Adnan Faisal Panji

Aran Panji Jaya

A.J Day

Afifi

Arnis Duwita

Diah Purwadi

Muhammad Ilham

Nur Agus Susanto

Prasita

Romlah Pelupessy

Penasehat Redaksi

Andi Djalal Latief

Hermansyah

Desain Grafis & Fotografer

Ahmad Wahyudi

Dinal Fedrian

Widya Eka Putra

Sirkulasi & Distribusi

Biro Umum

Alamat Redaksi Komisi Yudisial Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta PusatPO.BOX 2685 Telp: (021) 390 6215Fax: (021) 390 6215e-mail: buletin@komisiyudisial. go.idwebsite: www.komisiyudisial. go.id

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

2

SEKAPUR SIRIH

Buletin Jan-Peb 2012.indd 2 2/24/2012 3:10:32 PM

Page 5: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 43

AKTUAL

Ketua Komisi Yudisial (KY) Prof. Dr. H. Eman Suparman, S . H . , M . H m e m b u k a pelaksanaan seleksi kualitas

calon hakim agung tahun 2012, Rabu (15/02), di Pusat Pendidikan dan Latihan Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan, Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (Pusdiklat Badan Litbang Diklat Kumdil MA).

Dalam sambutannya, dia menekankan pelaksanaan seleksi calon hakim agung tahun ini diharapkan menghasilkan calon hakim agung yang bermoral, berkualitas, profesional, dan memiliki integritas yang tinggi. “Itu harapan seluruh rakyat bukan harapan KY saja,” ujarnya.

Ia juga menegaskan keinginannya agar hasil seleksi calon hakim agung oleh KY berdampak pada sejumlah besar putusan hakim yang dapat menjamin keadilan, kepastian hukum,

dan kemanfaatan bagi seluruh rakyat, serta penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.

Ketua Bidang Rekruitmen Hakim KY, Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H.,M.H menambahkan, pelaksanaan seleksi kualitas calon hakim agung tahun 2012 terdiri dari penulisan karya ilmiah di tempat, tes penyelesaian kasus hukum, dan penilaian terhadap karya profesi. Seleksi kualitas calon hakim agung tahun ini meniadakan proses pembuatan makalah di rumah dan wawancara dengan ahli di kelas ditiadakan.

“Untuk seleksi kualitas ini kemungkinan yang akan diluluskan sekitar 45 orang, yang kemudian akan mengikuti seleksi tahap berikutnya untuk mengisi lima kursi hakim agung,” kata Taufiq.

Seleksi kualitas calon hakim agung 2012 diikuti oleh 86 calon hakim agung yang lulus seleksi administrasi.

Dalam perkembangannya, terdapat lima calon hakim agung yang mengundurkan diri pada tahap ini.

Pusdik lat Badan Litbang Diklat Kumdil MA menjadi tempat penyelenggaraan seleksi kualitas calon hakim agung bagi para calon yang berdomisili di wilayah Indonesia bagian barat. Sementara Pusdiklat Badan Diklat Pemprop Jatim menjadi tempat penyelenggaraan seleksi kualitas calon hakim agung bagi para calon yang berdomisili di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur.

Dari Pusdiklat Badan Diklat Pemprop Jatim, Wakil Ketua KY H. Imam Anshari Saleh, S.H., M.Hum., mengatakan agar peserta tidak mempercayai pihak-pihak yang menjanjikan kelulusan mengatasnamakan KY. “Jangan sampai ada yang terpengaruh bila ada yang menelepon mengatasnamakan institusi KY,” terangnya . (Adnan/Dinal)

AKTUAL

Calon Hakim Agung Jalani Seleksi KualitasSeleksi Calon Hakim Agung 2011-2012

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

DNAN

Pelaksanaan seleksi kualitas Calon Hakim Agung 2012 di Pusdiklat Badan Diklat Pemprop Jawa Timur

Dokumen Uji Kualitas CHA 2012.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 3 2/24/2012 3:10:43 PM

Page 6: Buletin Januari-Februari 2012

Ketua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H.,M.H dan Anggota KY/Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Dr. Suparman Marzuki, S.H.,M.Si berfoto bersama usai Kuliah Umum dan Sosialisasi UU KY baru di Universitas Proklamasi 45, Yogyakarta.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ JA

YA

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

4

AKTUAL

KY Imbau Masyarakat Jangan Suap Hakim

Derasnya arus kritik terhadap dunia peradilan belakangan ini menimbulkan banyak komentar, Komisi Yudisial

(KY) menghimbau masyarakat agar tidak menyuap hakim dalam berperkara di Pengadilan.

“Masyarakat kalau berperkara di pengadilan jangan menyuap hakim untuk menang, karena berperkara di pengadilan bukan sepak bola yang mencari menang, tapi berperkara di pengadilan untuk mencari keadilan”, ungkap Eman.

terwujudnya peradilan yang bersih dan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dalam mencari keadilan yang sesungguhnya.

Sementara itu Ketua Bidang Pengawasan hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki yang juga menjadi pembicara mengupas tentang kewenangan KY dalam pengawasan hakim untuk menjaga peradilan yang adil.

“Sesungguhnya tuntutan dari negara hukum dan demokrasi mutlak memerlukan kontrol (pengawasan)”, ungkap mantan Direktur PUSHAM UII ini.

Hal ini merupakan bagian Keynote Speech H. Eman Suparman pada acara Kuliah Umum dan Sosialisasi UU No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.

Dalam kesempatan itu, Eman juga menjelaskan tentang kewenangan baru yang dimilik i KY dengan ditetapkannya UU No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial. Dengan adanya undang-undang ini dapat memberikan harapan baru bagi bangsa demi

Pengawasan bukan curiga atau tidak percaya, tapi mekanisme yang harus dijalankan untuk menjaga eksistensi kekuasaan dan kewenangan yang ada agar tidak menyimpang dan tidak disalahgunakan baik sengaja atau tidak disengaja. (Jaya)

Buletin Jan-Peb 2012.indd 4 2/24/2012 3:10:50 PM

Page 7: Buletin Januari-Februari 2012

Anggota KY/Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Dr. Suparman Marzuki, S.H.,M.Si berbicara tentang kesejahteraan hakim dalam Diskusi Publik tentang Komisi Yudisial di Universitas Sahid, Jakarta .

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 45

Kesejahteraan Hakim Tanggung Jawab Negara

Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi

Yudisial merupakan hasil maksimal yang bisa dicapai oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Secara umum undang-undang ini ada beberapa perubahan yang memper luas atau menambah tugas-tugas baru Komisi Yudisial. Salah satu hal terbaru adalah kewajiban Komisi Yudisial untuk meningkatkan kesejahteraan dan kapasitas hakim.

Anggota Komisi Yudisial Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si., mengatakan bahwa kewajiban itu menjadi tugas yang harus dilaksanakan

dengan optimal agar tercapai keadilan di institusi pengadilan.

“Institusi peradilan apapun memang harus secara simbolik dibangun yang melambangkan kesungguhan negara mencintai keadilan,” ungkap Dosen Universitas Islam Indonesia ini pada saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik “UU No. 18 Tahun 2011: Tantangan dan Peluang Komisi Yudisial” yang merupakan rangkaian dari peluncuran buku “Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum” karya Anggota KY Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H di Auditorium Universitas Sahid Jakarta, Selasa (20/12).

Di depan Rektor Universitas Sahid, Anggota KY, akademisi dan

media, Suparman menjelaskan negara seharusnya membuat suatu kebijakan keputusan yang membuat para hakim memiliki kebanggaan menyandang profesi terhormat.

“Tantangan kedepannya adalah tuntutan kewenangan Komisi Yudisial itu berada pada institusi lain untuk merespon secara maksimal kecuali eksekusi itu diberikan kepada Komisi Yudisial, “ tambah mantan Direktur PUSHAM UII ini.

Diskusi yang dimoderatori oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Sahid ini selain menghadirkan Suparman, juga dihadiri oleh Dr. Irman Putra Sidin (Pakar hukum tata negara) dan Tri Agung. (Jaya/Arp)

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

RP

Buletin Jan-Peb 2012.indd 5 2/24/2012 3:10:59 PM

Page 8: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

6

AKTUAL

Pengawasan terhadap hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di daerah merupakan kewenangan

Komisi Yudisial (KY).Ketua KY Prof. Dr. H. Eman

Suparman, S.H., M.H., mengatakan banyak korupsi yang disinyalir dilakukan pejabat-pejabat di daerah yang penyelesaiannya dilakukan oleh pengadilan Tipikor di daerah.

Untuk itu, KY merasa penting melakukan pengawasan pengadilan Tipikor di daerah. Pengawasan hakim dalam konteks ini bukanlah putusannya.

“Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim merupakan panduan bagi hakim dan merupakan pedoman bagi KY dalam mengawasi perilaku hakim,” kata Guru Besar Universitas Padjajaran, Bandung,

KY Tingkatkan Pengawasan Hakim Tipikor di Daerah

Jawa Barat dalam acara diskusi publik akhir tahun yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengawasan Proses Hukum Indonesia (LPPHI) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Sekota Daeng di Hotel Clarion, Makassar (21/12).

Meski demikian, ada satu catatan penting dalam pengawasan ini mengenai putusan hakim. “Mau tidak mau KY perlu membaca putusan hakim, karena disanalah pintu masuk bagi KY untuk menyelidiki ada tidaknya unsur-unsur pelanggaran kode etik,” ujar ayah dua putri ini.

Pada diskusi publik akhir tahun itu juga menghadirkan Prof. Dr. Djuanda Nawawi, M.A., Guru Besar Universitas Hasanuddin.

Menurut Prof. Djuanda, salah satu fungsi dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah controling

atau pengawasan terhadap lembaga atau instansi pemerintah.

Namun permasalahannya adalah hasil dari pengawasan tersebut banyak yang tidak ditindaklanjuti oleh instansi terkait. Untuk itulah kita memerlukan lembaga seperti KY.

Sementara itu menurut Arqam, berdasarkan hasil pemantauan oleh teman-teman LSM di Makassar, 90% kasus korupsi diputus bebas.

“Untuk itu perlu adanya kantor perwakilan KY di daerah guna mengawasi Hakim Tipikor dan memantau peradilan Tipikor di daerah,” ujarnya. ‘

Lebih lanjut terkait kasus korupsi di daerah, akademisi dari Makassar ini berpendapat bahwa korupsi itu dapat merusak tatanan negara, untuk itu diperlukan pengawasan yang ketat. (Adnan)

Ketua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H.,M.H berbicara mengenai pengawasan hakim dalam Diskusi Publik di Makassar.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

DNAN

Buletin Jan-Peb 2012.indd 6 2/24/2012 3:11:02 PM

Page 9: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 47

Sistem Hukum Indonesia Perlu Modernisasi S istem hukum di negara

kita perlu dimodernisasi agar penegakkan hukum dan keadilan yang saat ini

berantakan bisa berjalan dengan lebih baik. Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap komisi-komisi negara merupakan satu indikasi bahwa sistem hukum kita perlu diperbaharui lagi.

Masing-masing komisi negara saling tumpang tindih kewenangan, dan itu harus segera dievaluasi demi kepentingan berbangsa dan bernegara. Sistem bernegara tidak berjalan dengan baik, karena antara negara dengan masyarakat sipil serta pasar memiliki persepsi sendiri, sehingga memiliki kesenjangan yang cukup jauh, itu yang membuat masyarakat tidak mendapatkan keadilan sosial.

bahasa yang ada di UU tersebut. Jika hal tersebut masih dalam area abu-abu dan juga tidak dilarang, lakukan saja. Rakyat menanti terobosan-terobosan yang cerdas dalam rangka penegakan hukum dan keadilan,” imbuhnya.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Yahdil bahwa antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung harus saling terus melakukan koordinasi, karena kerja keduanya saling erat berhubungan. Mahkamah Agung mengawasi secara internal sedangkan Komisi Yudisial sebagai pengawasan eksternal.

Apalagi di Komisi III sendiri sempat berkembang wacana untuk membentuk Panja soal putusan hakim, hal ini berkembang atas dasar maraknya laporan masyarakat soal putusan pengadilan yang tidak berkualitas yang masuk ke Komisi III.(Jims)

Antusiasme para wartawan dalam diskusi yang dilaksanakan Forum Jurnalis KY.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

DNAN

D emik ian d iungak apk an pakar hukum tata negara, Prof. Jimly Asshidiqqie dalam diskusi Forum Jurnalis Komisi Yudisial (ForjuKY ) yang berlangsung di ruang press room Komisi Yudisial pada penghujung Januari (31/1).

Diskusi yang mengambil tema tentang proyeksi dan evaluasi Komisi Yudisial tersebut juga dihadiri oleh

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN, Yahdil Abdi Harahap. Yahdil dalam pemaparannya menambahkan bahwa dalam menjalankan fungsinya Komisi Yudisial jangan hanya terpaku dengan aturan-aturan yang ada dalam UU. “Apalagi UU Komisi Yudisial baru saja disahkan revisinya (UU No.18 Tahun 2011), seharusnya Komisi Yudisial bisa lebih kreatif dalam menterjemahkan

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

DNAN

Para narasumber diskusi yang diselenggarakan Forum Jurnalis KY.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 7 2/24/2012 3:11:15 PM

Page 10: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

8

AKTUAL

Sebagai bentuk keprihatinan vonis sendal jepit, Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI) menyerahkan hasil investigasi terhadap kasus pencurian sandal jepit yang menimpa AAL di Palu. KPAI juga menyerahkan 50 sandal jepit yang merupakan sumbangan dari masyarakat sebagai bentuk dukungan terhadap AAL.

Dokumen dan sandal tersebut diserahkan oleh Ketua KPAI Maria Ulfah Anshor kepada Komisi Yudisial (KY) yang diterima Wakil Ketua H. Imam Anshori Saleh, bertempat di ruang media, Lantai I Gedung KY jalan Kramat Raya Nomor 57 Jakarta, (9/1).

“Kedatangan KPAI terkait kasus yang menimpa AAL yang dituduh mencuri sandal oleh oknum polisi. KPAI meminta AAL dibebaskan, namun pengadilan memutus bersalah dan dikembalikan kepada orang tua,” kata Maria.

Ada kejanggalan yang ditemukan oleh KPAI antara lain bahwa sandal

Keprihatinan Vonis Sendal Jepit

seribu sendal. Dan, sebanyak 50 buah diserahkan kepada KY.

Menanggapi hal tersebut, Imam menyambut baik penyerahan dokumen dan 50 sandal jepit. “Secara resmi, KY sudah mengirimkan surat untuk meminta salinan putusan.“kata Imam. (Agus)

tersebut bukan milik oknum polisi. “Ini sudah disebutkan dalam dokumen tersebut, Untuk itu KPAI meminta KY yang memiliki wewenang pengawasan hakim untuk menindaklanjuti,” tambah Maria.

Terhadap kasus yang menimpa AAL, KPAI membuka posko sandal jepit yang telah mengumpulkan kurang lebih

Wakil Ketua KY H. Imam Anshori Shaleh, S.H., M.Hum., menerima sendal jepit secara simbolis dari KPAI.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ N

URA

KY Pantau Kasus Sandal Jepit

Maraknya berita tentang kasus pencurian sandal jepit yang menjerat AAL, siswa SMK

Negeri 3 Kota Palu menjadi sorotan publik. Komisi Yudisial sudah melakukan pemantauan terkait kasus ini.

Ketua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H mengatakan bahwa Komisi Yudisial sudah mengirimkan tim untuk memantau persidangan terkait kasus tersebut. Hal itu diungkapkan dalam Dialog Interaktif di Metro TV Rabu (4/1).

Menurut Prof. Eman, KY terus melihat bagaimana penanganan

kasus ini, tapi tidak boleh mencampuri karena urusan pemidanaan adalah urusan hakim. Jadi hakim harus memberikan subtantial justice kepada masyarakat dan tidak hanya sekedar legal justice. “KY melihat proses yang ada dalam persidangan sudah memenuhi prosedur peradilan anak,” jelasnya.

Keadilan bagi masyarakat harus diutamakan tetapi hakim tidak boleh ditekan oleh siapapun. Artinya KY harus seimbang melihat hal ini karena hakim mempunyai alat bukti dan keyakinan

untuk memutuskan perkara. “untuk itu masyarakat jangan menekan hakim dalam memutus perkara karena itu merupakan intervensi kepada hakim,” tambah guru besar Universitas Padjajaran ini.(Jaya)

ht

tp://

ww

w.cy

bers

ulut

.com

Pengumpulan sendal jepit terkait kasus Aal.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 8 2/24/2012 3:11:20 PM

Page 11: Buletin Januari-Februari 2012

Audiensi Universitas Dr. Sutomo, Surabaya ke Komisi Yudisial.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ W

IRA

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 49

Pertanyaan di atas disampaikan Yonatan kepada Anggota Komisi Yudisial Bidang Rekrutmen Hakim

Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H setelah mengamati fonenema penegakan hukum yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia.

Yonatan merupakan salah satu mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Ponorogo (FKIP UMP) yang sedang melakukan kunjungan ke Komisi Yudisial, (24/1).

Kegelisahan Yonatan cukup beralasan karena berbagai kasus hukum yang menimpa AAL remaja di Palu yang dihukum karena mencuri sandal, Mbok Minah yang dihukum lantaran mencuri tiga buah kakao, dan beberapa kasus yang lain. Sebaliknya, beberapa kasus besar di tangan aparat penegak hukum masih saja belum menemukan titik terang.

Perbedaan dalam penanganan kasus di atas memperlihatkan kesenjangan dalam keadilan dan

penegakan hukum.Menanggapi pertanyaan tersebut, Dr. Taufiqurrohman mengatakan bahwa penegakan hukum seharusnya tidak tebang pilih. Kasus-kasus kecil seharusnya tidak perlu masuk ke ranah pengadilan sehingga menguras energi penegak hukum untuk menuntaskan kasus-kasus besar.

Kedatangan rombongan FKIP UMP yang terdiri dari 100 mahasiswa dan 5 dosen pembimbing diterima oleh Dr. Taufiqurrohman dan Tenaga Ahli KY Saiful Rahman, S.H., M.H.(Nura)

Benarkah Keadilan Tidak Memihak Rakyat Kecil?

Dua kewenangan konstitusional yang dimi l ik i KY yaitu mengusulkan pengangkatan

hakim agung ke DPR, dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim mempunyai arti penting dan strategis dalam kerangka reformasi peradilan.

Mengingat masalah yang terjadi di peradilan utamanya terkait dua aspek yang menjadi kewenangan konstitusional KY. Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial, Drs. Muzayyin Mahbub, M.Si ketika menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Dr. Sutomo, Surabaya di kantor KY, Senin (16/1).

Muzayyin mengatakan, sebelum ada KY, proses pengangkatan hakim agung melalui mekanisme pengusulan ke DPR yang dilakukan oleh Pemerintah dan Mahkamah Agung. Namun, tambah dia, proses ini belum jelas mekanisme dan ukurannya sehingga menimbulkan kesan kurang transparan.

Tetapi dengan diserahkannya tugas pengusulan pengangkatan hakim agung ke KY dengan mekanisme yang transparan diharapkan hakim agung yang terpilih adalah yang profesional

Kewenangan Konstitusional KY Strategis Bagi Reformasi Peradilan

dan mempunyai moral bagus. Selain itu hakim agung yang dihasilkan oleh KY juga diharapkan menjadi agen perubahan dan menjadi panutan bagi para hakim di pengadilan tingkat pertama dan banding.

“A l h a m d u l i l l a h s e l a m a pelaksanaan seleksi calon hakim agung sejak 2006 hingga 2011 tidak ada isu-isu tentang praktek-praktek tercela yang

dilakukan oleh Komisi Yudisial,” ujar Muzayyin.

Sementara menyangkut wewenang KY dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim, menurut Muzayyin, ketentuan ini justru dengan jelas menempatkan KY sebagai pengawas eksternal perilaku hakim. (Dinal)

Buletin Jan-Peb 2012.indd 9 2/24/2012 3:11:26 PM

Page 12: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

10

AKTUAL

Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum

Komisi Yudisial memberikan apresiasi kepada Universitas Wijaya Kusumah Surabaya

(UWK) yang berkomitmen memutus rantai korupsi. Komitmen itu juga ingin diwujudkan Komisi Yudisial (KY) dalam dunia peradilan. Ketua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H mengatakan bahwa peran serta KY dalam pemberantasan korupsi adalah mengawasi perilaku hakim agar tidak

terjebak dalam praktik jual beli kasus, dan biasanya melibatkan jaringan peradilan seperti pengacara, jaksa, hakim dan juga orang yang berperkara.

Agar komitmen terwujud KY berharap peran serta masyarakat, perguruan tinggi dan berbagai pihak dalam membersihkan pengadilan dari praktik korupsi. Tanpa dukungan tersebut KY tidak bisa mengawasi sepenuhnya seluruh hakim di Indonesia

yang jumlahnya sudah mencapai lebih dari 7.500 hakim.

“Pembebasan para pelaku tindak korupsi yang dilakukan oleh hakim di beberapa Pengadilan Tipikor, perlu dicermati bersama,” tambah Guru Besar Universitas Padjadjaran ini dalam seminar yang diselenggarakan oleh UWK dengan tema “Menuju Indonesia Baru Tanpa Korupsi,” di Surabaya, (15/12). (Andry)

Pengawasan terhadap Hakim Untuk Cegah Korupsi

Foto bersama para narasumber saat peluncuran buku karya Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H.,M.H di Usahid.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

RP

Anggota Komisi Yudisial Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H., meluncurkan buku bertajuk

Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum bertempat di Auditorium Universitas Sahid, Jakarta, (20/12).

Buku yang terdiri dari tujuh bab ini mengupas tentang prinsip-prinsip yang dianut konstitusi seperti demokrasi dan pemilihan umum.

Buku ini juga mengulas beberapa lembaga negara yang termaktub dalam konstitusi Republik Indonesia, UUD 1945, yaitu Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi.

Keberadaan lembaga tersebut sebagai pengawal konstitusi dan sekaligus mengemban amanat masyarakat dalam rangka menegakkan keadilan.Taufiqurrohman dalam kata

pengantar buku mengatakan melalui buku ini penulis ingin memberikan perspektif yang lebih komprehensif tentang perubahan konstitusi dan isu-isu di seputarnya dengan berpijak teks dan konteks yang melatari. Dengan demikian, penafsiran konstitusi tidak terjebak pada penafsiran yang kering dan ahistoris/tercerabut dari akar sejarahnya.(Nura)

Buletin Jan-Peb 2012.indd 10 2/24/2012 3:11:33 PM

Page 13: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 411

Integritas Pengadilan Sebagai Implementasi Bangalore Principle

Penyelenggaraan workshop regional tentang integritas peradilan yang bertajuk “Regional Workshop on

Judicial Integrity in Southeast Asia: Integrity-based Judicial Reform” di selenggarakan di Hotel Borobudur Jakarta, selama 2 hari, 26 s/d 27 Januari 2012.

Dalam pembukaan workshop, Ketua MA Harifin A Tumpa yang juga sebagai ketua penyelenggara, menekankan pentingnya integritas dalam dunia peradilan yang sampai saat ini belum bisa tercipta secara maksimal akibat perilaku korupsi dalam tatanan sistem peradilan. Alumnus Universitas Hasanuddin ini mengatakan bahwa integritas merupakan faktor penting yang harus dimiliki aparat penegak hukum khususnya hakim.

Saat ini MA telah menjalankan beberapa program pendidikan dan pelatihan untuk menjaga integritas hakim. Seperti pendidikan calon hakim

MA telah dimasukkan kurikulum tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim, program penandatanganan Pakta Integritas bagi ketua pengadilan dan para hakim yang telah selesai menjalani masa hukuman, audit penilaian kinerja pengadilan termasuk didalamnya aspek integritas.

Sementara itu Ketua KY, Prof. Eman, menyampaikan bahwa integritas peradilan merupakan syarat pokok suatu negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan demokrasi. Oleh karenanya masalah menjaga integritas peradilan tidak bisa hanya dibebankan kepada lembaga peradilan tetapi menjadi masalah bersama. “Komisi Yudisial Indonesia menjadi salah satu bagian dalam upaya menciptakan pengadilan yang berintegritas,” ungkapnya.

Pada forum diskusi acara workshop tersebut, Suparman berkesempatan menyampaikan tentang pelibatan aktor eksternal untuk membangun sistem peradilan bersih yang sangat

dibutuhkan di Indonesia. Lebih jauh Dosen Universitas Islam Indonesia ini menjelaskan bahwa tantangan besar yang dihadapi selain masalah korupsi adalah hal yang menyangkut pada kesejahteraan dan keamanan hakim dalam melaksanakan tugasnya.

Suparman menambahkan bahwa terkait dengan kesejahteraan dan keamanan hakim ini sudah pernah disampaikan langsung kepada Presiden, guna mendorong pemerintah untuk mengatasi permasalahan di dunia peradilan yang memiliki kompleksitas sangat tinggi.

Pada akhir acara workshop yang ditutup pada hari Jumat (27/1), Shevlin Majlessi selaku penasehat anti korupsi UNODC untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik, menyampaikan pada media bahwa fokus dari hasil workshop ini adalah implementasi prinsip-prinsip kode etik yang termuat dalam Bangalore Principle. “Ketika pengadilan mengadopsi prinsip ini pengadilan juga harus melakukan beberapa upaya untuk mengimplementasikan Bangalore Principle dalam kenyataan,” ujarnya.

Shervin menambahkan terkait hasil dari pertemuan ini adalah masalah transparansi, akuntabilitas, dan peran serta dari masyarakat sipil dan media untuk mendukung dan menegakkan integritas hakim sehingga praktek-praktek terbaik dari implementasi Bangalore Principle ini bisa ditingkatkan oleh beberapa negara.

Peserta kegiatannya ini adalah para hakim agung, Wakil Ketua dan Anggota KY serta perwakilan dari hakim, akademisi, maupun pengamat hukum dan peradilan dari Indonesia maupun Asia Pasifik. (Dinal, Adnan, Jaya, Arp)

Salah satu sesi diskusi dalam Regional Workshop on Judicial Integrity.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

RP

Buletin Jan-Peb 2012.indd 11 2/24/2012 3:11:37 PM

Page 14: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

12

AKTUAL

Pimpinan dan Anggota Komisi Yudisal (KY) menerima audiensi dari Forum Jurnalis KY (ForjuKY),

di ruang rapat lantai 5, Gedung Komisi Yudisial, (11/12).

Ketua FORJUKY Sugandi mengatakan bahwa audiensi ini dalam rangka memperkenalkan dan sekaligus silaturahmi kepada Pimpinan Komisi Yudisial. “Forum ini terbentuk pada saat pelaksanaan workshop media November 2011 silam,” terang Sugandi yang juga wartawan Suara Karya.

Sugandi menambahkan meski terbentuk forum jurnalis, namun keberadaan organisasi ini tetap kritis dan independen dalam rangka membangun konstruksi demokrasi. Di mana dalam demokrasi meletakkan media sebagai salah satu pilar penting.

Menangapi hal tersebut, Ketua Komisi Yudisial Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H mengatakan keberadaan media massa sangat penting dalam rangka mendukung keberadaan

Kasus pencurian piring yang didakwakan kepada Rasminah, janda tua yang tinggal di

Tangerang, seyogyanya tidak sampai pada pengadilan dan terlebih hingga tingkat kasasi.

Suparman Marzuki, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial, mengatakan kasus Rasminah seharusnya tidak perlu masuk ke pengadilan, jika saja pihak-pihak aparat penegak hukum bisa memper timbangk an rasa keadilan,kemanfaatan sosial. “Hakim seharusnya menggali kedalaman kasus dengan melihat latar belakang

terjadinya perkara, hubungan antara korban dan pelaku. Ironis memang sistem peradilan di negeri kita, kalau bisa dibilang sistem peradilan di negeri ini sudah ketinggalan zaman ,” ungkap Suparman ketika diminta tanggapannya mengenai vonis kasasi yang dijatuhkan MA terhadap kasus Rasminah.

Dosen FH UII Yogyakarta ini menambahkan menindaklanjuti kasus tersebut maka KY akan mempelajari putusan dengan seksama. “Kami tidak bisa langsung menyebut bahwa hakim tersebut melanggar kode etik, karena dia sudah melaksanakan hukum acara sesuai aturan. Tapi kami sangat

menyayangkan kenapa ini terjadi lagi, sebelumnya kita sudah cukup dibuat resah dengan putusan MA untuk kasus prita, kasus nenek Minah, saya berharap MA beserta jajaran hakim agungnya bisa lebih peka dalam menangani kasus-kasus yang remeh seperti ini,” Imbuhnya.

Seperti kita ketahui kasus nenek Rasminah bermula ketika ia didakwa mencuri piring dan bahan sop buntut milik majikannya, Siti Aisyah. Pada persidangan tingkat pertama di PN Tangerang sebenarnya Rasminah telah divonis bebas murni. Namun, jaksa bernafsu mengajukan kasasi. (Arif )

FORJUKY Audiensi dengan Pimpinan dan Anggota KY

Sistem Peradilan Sudah Ketinggalan Jaman

Audiensi Forum Jurnalis KY (ForjuKY) dengan Pimpinan dan Anggota KY.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

DNAN

Komisi Yudisial di masyarakat. “Dengan demikian, masyarakat mengetahui kerja Komisi Yudisial,” ujar Guru Besar Universitas Padjadjaran ini yang didampingi enam Anggota Komisi Yudisial, Sekretaris Jenderal, Juru Bicara dan Kepala PDLI Komisi Yudisial.

Komisi Yudisial akan bersinergi dengan ForjuKY dalam rangka mendorong peradilan di Indonesia yang bersih dan berkeadilan. Untuk itu maka secara bertahap fasilitas untuk media di Komisi Yudisial akan dilengkapi sesuai dengan kebutuhan wartawan. (Agus)

Buletin Jan-Peb 2012.indd 12 2/24/2012 3:11:43 PM

Page 15: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 413

LAPORAN UTAMA

HAKIM & PENERAPAN KEADILAN RESTORATIF

Muhammad Yasin, Dinal Fedrian, Arif Budiman

Sejumlah kasus sebenarnya tidak layak diteruskan ke pengadilan. Hakim dan aparat penegak hukum lain perlu lebih mengedepankan keadilan restoratif.

Ba d a n P e n e l i t i a n , Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung

pernah melakukan penelitian tentang salah satu aspek keadilan restoratif yaitu mediasi penal. Hasil penelitian tersebut kemudian dipaparkan dalam sebuah seminar, bertempat di Hotel Alila Pecenongan Jakarta Pusat, 26 Oktober 2011 yang dihadiri sejumlah hakim dan pejabat pengadilan.

Hasil penelitian menunjukkan mediasi penal masih dipandang antara ada dan tiada. Disebut ada karena faktanya sejumlah hakim menerapkannya saat menangani kasus berbekal diskresi. Disebut tidak ada karena hukum positif belum mengenal dan mengakomodir mediasi penal sehingga hakim belum punya pijakan kuat. Tetapi, sesuatu yang positif, sebanyak 89 % hakim setuju mediasi penal diterapkan dalam perkara pidana.

Penelitian mengenai mediasi penal ini dilakukan sepanjang Juni-Juli 2011. Tim peneliti Mahkamah Agung yang dikoordinir Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H, Wakil Ketua PN Jakarta Utara,

Buletin Jan-Peb 2012.indd 13 2/24/2012 3:11:45 PM

Page 16: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

14

LAPORAN UTAMA

Ketua KY bersama Rasminah dan penasehat hukumnya Hotma Sitompul sebelum dialog publik di salah satu stasiun TV swasta.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ JA

YA

�melakukan penelitian di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Palangkaraya, Mataram, Jambi, dan Semarang. Ada 12 orang hakim yang menjadi responden penelitian.

Kini, sistem peradilan pidana di banyak negara mengarah pada tercapainya keadilan restoratif. Keadilan restoratif menekankan pada perbaikan akibat yang terjadi yang disebabkan tindak pidana dengan memberdayakan proses pemulihan dan kepentingan semua yang terlibat baik pelaku dan korban, maupun masyarakat. Konsep ini bahkan sudah diterima secara universal oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Basic Principles on the Use of Restorative Justice Programmes in Criminal Matters.

Berdasarkan resolusi ini, aparat penegak hukum perlu menjalankan keadilan restoratif untuk semua tingkatan. Dalam keadilan restoratif, anggota keluarga dan anggota masyarakat bisa menjadi mediator, relawan, atau rujukan penyelesaian. Tetapi yang tidak bisa dilupakan upaya pemajuan keadilan restoratif harus datang dari korban dan pelaku.

M e n u r u t K e t u a B i d a n g

Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial, Dr. Suparman Marzuki, SH.M.Si, keadilan restoratif bukan saja memulihkan orangnya, tetapi juga memulihkan keseimbangan sosial karena setiap peristiwa kejahatan dan setiap putusan bisa mengguncangkan. “Untuk konteks Indonesia, model penyelesaian ini memang tepat untuk dilakukan,” kata Suparman.

Ada banyak model penyelesaian dalam konsep keadilan restoratif. Misalnya mediasi penal, bantuan terhadap korban dan pelaku, restitusi, atau kewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat .

Model penyelesaian perkara di luar proses persidangan pengadilan sebenarnya bukan hal baru dalam sistem hukum Indonesia. Dalam hukum perdata sudah lama dikenal alternative dispute resolution. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 malah mewajibkan hakim menjalankan mediasi terlebih dahulu. Perdamaian menjadi sesuatu yang wajib diusahakan pada semua tingkatan pengadilan.

Lain perdata, lain pidana. Dalam lapangan hukum pidana, penyelesaian kasus melalui jalur damai seolah masih

sulit dijalankan. Padahal hukum adat di beberapa daerah mengenal lembaga damai dalam perkara pidana, yang prinsip-prinsipnya sejalan dengan konsep keadilan restoratif. Model apapun yang dipilih, keadilan restoratif diarahkan pada pemulihan korban, pelaku dan masyarakat sekaligus. Oleh karena itu, hakim perlu memahami konsep atau filosofinya.

S u p a r m a n b e r h a r a p hakim-hakim Indonesia dibekali pemahaman filosofis tentang keadilan restoratif. Harapan Suparman Marzuki bukan tanpa sambutan. Hj Diah Sulastri Dewi, S.H.,M.H, Wakil Ketua PN Stabat, Sumatra Utara mengatakan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung sudah berkali-kali melakukan diklat teknis kepada hakim yang antara lain membahas alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, termasuk keadilan restoratif. “Sudah saatnya hakim memiliki pemahaman yang sama soal keadilan restoratif,” ujarnya.

Selanjutnya Dewi meminta Komisi Yudisial melakukan riset tentang berapa banyak hakim yang sudah melaksanakan prinsip keadilan restoratif. Riset itu bisa dimulai dari perkara anak terlebih dahulu, untuk mengetahui berapa banyak hakim yang memutus menjatuhkan tindakan dibanding putusan.

Senada, Ketua Pengadilan Tinggi Medan, Dr. Hj. Marny Emmy Mustafa, S.H.,M.H mengatakan dalam memutus perkara sebaiknya hakim jangan melihat aturan dengan kacamata kuda. “Terobosan itu perlu dilakukan,” ujarnya. Ia pun mendukung agar Sumatera Utara dijadikan percontohan penerapan keadilan restoratif.

Untuk menerapkan keadilan restoratif dalam perkara pidana memang bukan tanpa hambatan. Hakim yang berpikiran positivis akan berdalih belum ada pijakan

Dr. Marny Emmy Mustafa, S.H., M.H, KPT Medan.

ht

tp://

pt-b

anja

rmas

in.g

o.id

Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. , Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

DNAN

Buletin Jan-Peb 2012.indd 14 2/24/2012 3:11:52 PM

Page 17: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 415

Ketua KY bersama Rasminah dan penasehat hukumnya Hotma Sitompul sebelum dialog publik di salah satu stasiun TV swasta.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ JA

YA

hukumnya. Dengan kata lain belum ada undang-undang yang memberi wewenang kepada hakim untuk menjalankan prinsip keadilan restoratif dalam perkara pidana. Meskipun demikian bukan berarti hakim tak punya pijakan untuk menerapkannya. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman tegas menyebutkan hakim wajib menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Dorongan masyarakat acapkali bisa menyadarkan aparat penegak hukum untuk mengedepankan keadilan restoratif. Salah satunya tampak pada penanganan kasus pencurian belasan tandan pisang oleh Kuatno dan Topan, dua remaja yang diduga secara psikologis kurang sempurna, di Cilacap. Kejaksaan akhirnya menghentikan perkara melalui Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan, setelah ada hasil pemeriksaan psikolog. Sebelumnya polisi meneruskan perkara ini ke tahap penuntutan. Dalam kasus semacam ini hati nurani aparat penegak

hukum memang sangat menentukan.Namun, tak semua kasus

dapat berakhir seperti kisah Kuatno dan Topan di atas. Akhir Januari lalu, Putusan hakim kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, putusan kasasi terhadap Rasminah, nenek 57 tahun, yang dituduh mencuri piring dan bahan baku sop milik majikannya. Majelis hakim agung menghukum Rasminah 4 bulan 10 hari. Sebelumnya Rasminah sudah dinyatakan tidak bersalah alias bebas di pengadilan tingkat pertama. Pengacara Rasminah menyatakan akan menempuh upaya hukum luar biasa terhadap putusan kasasi ini.

Ketua Komisi Yudisial, Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H.,M.H menyatakan sesuai kewenangan yang dimiliki, Komisi Yudisial akan proaktif memantau dan mempelajari putusan Rasminah. Dalam acara bincang-bincang di Jak TV, 1 Februari lalu, Prof. Eman Suparman mengatakan upaya mempelajari p u t u s a n d i m a k s u d k a n u nt u k mengetahui suasana dan faktor yang

melatarbelakangi putusan. “Setelah tahu bagaimana

pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutus perkara, kami bisa mengetahui seberapa jauh hakim memberi keadilan. Karena masyarakat selama ini sudah resah dengan pemberian putusan pada rakyat kecil,” lanjut Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, ini.

Kasus nenek Rasminah bukan satu-satunya kasus yang mengusik nilai keadilan dan menjadi perhatian Komisi Yudisial. Pengaduan yang masuk ke Komisi Yudisial sepanjang tiga tahun terakhir menunjukkan banyaknya putusan yang dinilai jauh dari rasa keadilan. Deretan kasus akan menambah daftar panjang pengaduan. Kasus pencurian kakao seharga Rp2.100 yang mengantarkan Aminah (55 tahun) divonis PN Purwokerto 1 bulan 15 hari penjara; kasus pencurian buah randu yang mengantarkan pelaku dihukum 24 hari di PN Batang; atau kasus pencurian sandal oleh AAL (15 tahun)

Buletin Jan-Peb 2012.indd 15 2/24/2012 3:12:01 PM

Page 18: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

16

LAPORAN UTAMA

yang diganjar hakim dengan tindakan mengembalikan ke orang tua. Putusan terbaru, ya, kasus Rasminah.

P u t u s a n h a k i m d a l a m kasus-kasus tersebut dan kasus lain sejenis banyak dikecam publik. Polisi dan jaksa seharusnya tidak melanjutkan perkara ke pengadilan kalau bisa diselesaikan melalui pola-pola penyelesaian yang disepakati kedua belah pihak. Penyelesaian damai sangat dimungkinkan karena jika sudah dibawa ke persidangan, hakim tak mungkin menolak perkara. Meskipun demikian, tugas hakim bukan semata menegakkan aturan, tetapi juga keadilan.

Seraya meminta masyarakat menghormati putusan hakim, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie ikut membaca keprihatinan masyarakat. “Saya selalu mengatakan bahwa hukum kita mengalami krisis orientasi. Aparat kita menegakkan peraturan, bukan menegakkan keadilan.

Saya rasa kasus seperti itu tidak layak diperkarakan,” kata Guru Besar Hukum Tata Negara itu usai jadi pembicara dalam diskusi Proyeksi Awal Tahun: Harapan dan Tantangan Komisi Yudisial yang diselenggarakan Komisi Yudisial, akhir Januari lalu.

Sasaran kritikan publik mengarah pada aparat penegak hukum: polisi, jaksa, advokat, dan hakim. Tetapi lantaran berada pada titik sentral Sistem Peradilan Pidana Terpadu, hakimlah yang paling banyak dikecam masyarakat. Sebagai lembaga yang diberi wewenang oleh konstitusi mengawasi hakim, Komisi Yudisial menaruh perhatian terhadap perkara-perkara seperti Rasminah dan sejenisnya.

Namun, sesuai kewenangan yang diatur dalam konstitusi dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2011, Komisi Yudisial tak akan memasuki wilayah teknis yudisial dalam putusan. Itu menjadi otoritas hakim sebagai

pemutus, dan wujud dari kemerdekaan yang dimiliki para hakim. Menurut Prof. Eman, pemeriksaan oleh Komisi Yudisial sebatas untuk melihat apakah hakim dalam memutus perkara tertentu melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Dengan melihat kasus-kasus, putusan hakim, dan peraturan p e r u n d a n g - u n d a n g a n , s i s te m peradilan pidana cenderung bersifat retributif karena menitikberatkan pada penghukuman. Titik berat penghukuman didasari pemikiran balas dendam dan memenuhi tuntutan kemarahan publik yang terusik oleh perbuatan pelaku.

Model penghukuman yang diterapkan hakim untuk kasus-kasus keci l sebenarnya sudah lama ditinggalkan. Teori balas dendam dalam penjatuhan pidana sudah tidak kontekstual lagi dan mulai banyak ditinggalkan.

Suasana sidang anak di PN Stabat.

DO

C. P

N ST

ABAT

Buletin Jan-Peb 2012.indd 16 2/24/2012 3:12:01 PM

Page 19: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 417

Dimulai dari Perkara Anak

Keadilan RestoratifKeadilan restoratif kian sering

diputuskan hakim dalam perkara anak. Hakim butuh payung hukum. Pemerintah dan DPR siapkan RUU Sistem Peradilan Pidana Anak.

Meskipun semakin banyak negara menerapkan keadilan restoratif, namun model penyelesaian ini tak berlaku untuk semua jenis tidak pidana. Selandia Baru, Kanada, Filipina, Wales, dan Inggris lebih menerapkannya pada kasus-kasus pidana

Hakim mencoba mendengar korban, pelaku, kepala desa, dan kepala sekolah. Kepala desa tidak berkeberatan pelaku dikembalikan ke masyarakat karena selama ini juga berkelakuan baik. Putusan atas peristiwa yang terjadi pada 29 Juli 2010 silam ini adalah salah satu putusan mediasi penal yang menunjukkan hakim menerapkan prinsip-prinsip keadilan restoratif dengan mendengar semua pihak yang terkait.

Sayang, belum semua hakim punya keberanian mengedepankan keadilan restoratif, dan masih terbelenggu konsep pemenjaraan pelaku pidana baik anak maupun orang dewasa. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 50 % putusan hakim yang dipantau masih menjatuhkan pidana penjara bagi anak. Ribuan anak masuk penjara setiap tahun, sebagian malahan digabung dengan tahanan dewasa.

Ruang sidang anak di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

BULE

TIN

KOM

ISI Y

UDIS

IAL/

LUKM

AN

yang dilakukan anak-anak. Sedangkan Afrika Selatan pernah menerapkan konsep keadilan restoratif untuk aksi kekerasan pada rezim apartheid.

Di Indonesia, konsep keadilan restoratif, lebih spesifik mediasi penal, telah diterapkan oleh sejumlah hakim yang berpikiran maju. Dalam sebuah kasus perbuatan cabul di Langkat Sumatera Utara, terdakwa dan korban sama-sama masih di bawah umur.

Pada praktiknya, sudah banyak hakim peradilan anak yang menerapkan keadilan restoratif. Menurut Dr. Hj. Marny Emmy Mustafa, S.H.,M.H, Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, konsep keadilan restoratif sudah lama ia terapkan, termasuk ketika bertugas di PN Bandung. Kini ia malah berniat menjadikan Sumatera Utara sebagai daerah percontohan penerapan keadilan restoratif.

“Hakim masih cenderung memberikan putusan pidana penjara bagi anak yang melakukan tindak pidana ringan,” kata Apong Herlina, komisioner KPAI.

Apong berpendapat keadilan restoratif sangat penting diterapkan hakim karena konsep ini menciptakan kembali harmoni di masyarakat. Apalagi keadilan restoratif merupakan upaya mencari solusi terbaik bagi pelaku, korban, dan masyarakat. “Dengan

Buletin Jan-Peb 2012.indd 17 2/24/2012 3:12:08 PM

Page 20: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

18

LAPORAN UTAMALAPORAN UTAMA

keadilan restoratif pelaku akan diberikan pembinaan, konseling, dan diupayakan ada jaminan anak (pelaku) tidak lagi mengganggu harmoni yang sudah tercipta di masyarakat,” tegas Apong.

J ik a ingin hak im-hak im menerapkan keadilan restoratif secara menyeluruh, Pemerintah dan DPR perlu menyiapkan payung hukumnya. Saat ini, Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak belum mengakomodir prinsip-prinsip keadilan restoratif. Di dunia internasional, sudah banyak rujukan yang bisa dipakai. Selain Konvensi Hak Anak, ada juga Beijing Rules (Peraturan Standar Minimun PBB tentang Administrasi Pengadilan Bagi Anak, 1985); Havana Rules, Tokyo Rules (Peraturan Standar Minimum PBB tentang Upaya Non-Penahanan, 1990), dan Riyadh Guidelines (Pedoman PBB tentang Pencegahan Kenakalan Anak, 1990).

Ketiadaan undang-undang sebenarnya tak membuat hakim tak punya pijakan sama sekali. Mahkamah Agung adalah pihak yang ikut menandatangani Keputusan Bersama dengan lima lembaga negara lain pada 22 Desember 2009 tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH). SKB ini dimaksudkan untuk mewujudkan

keterpaduan dalam upaya penyelesaian perkara penanganan ABH yang dilakukan secara terkoordinasi oleh aparat penegak hukum dan semua pihak terkait. Salah satu pertimbangan keluarnya SKB ini adalah perlunya pendekatan keadilan restoratif dijadikan landasan pelaksanaan sistem peradilan pidana terpadu bagi ABH.

Untuk memberikan pijakan hukum yang kuat bagi hakim, Pemerintah dan DPR sedang membahas Rancangan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (RUU SPPA) yang akan menggantikan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997. Dalam RUU ini prinsip-prinsip keadilan restoratif sudah banyak diakomodir termasuk kemungkinan menerapkan diversi atau pengalihan. Dengan diversi, maka perkara seperti yang dialami AAL tak perlu diteruskan ke pengadilan. Diversi memungkinkan pengalihan perkara pidana dari proses sidang ke proses di luar persidangan. Hasil penelitian yang dilakukan Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung tahun 2011 juga mendorong agar payung hukum itu segera dibuat sehingga hakim-hakim punya pijakan yang jelas untuk menerapkan keadilan restoratif.

KEADILAN RESTORATIF, MEDIASI PENAL, DAN DIVERSI

Keadilan restoratif diterima sebagai salah satu konsep penyelesaian kasus pidana

oleh PBB pada tahun 2000. Setelah pengakuan itu, semakin banyak negara yang menerapkannya dalam menangani perkara pidana. Keadilan restoratif adalah model penyelesaian perkara pidana yang mengedepankan pemulihan korban, pelaku dan masyarakat. Prinsip utama keadilan restoratif adalah adanya partisipasi korban dan pelaku, partisipasi warga sebagai sukarelawan mediator atau fasilitator penyelesaian kasus.

Dalam keadilan restorative dikenal pula istilah mediasi penal dan diversi. Mediasi penal adalah proses memediasi suatu perkara pidana dengan melibatkan para pihak yang terkait dan difasilitasi seorang mediator yang ditunjuk. Mediasi penal layak diterapkan guna mengurangi penumpukan perkara dan memberikan akses kepada semua pihak untuk memperoleh keadilan.

Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Inti dari diversi adalah pengalihan atau penghindaran. Tujuan program diversi adalah melakukan evaluasi dan intervensi segera setelah pelaku teridentifikasi, menyediakan program selain yang lazim diterapkan peradilan, menghindari stigma dan kebebasan pribadi bagi pelaku.

Sidang anak perkara judi di Pengadilan Negeri Tangerang.

m

atan

ews.

com

Buletin Jan-Peb 2012.indd 18 2/24/2012 3:12:09 PM

Page 21: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 419

KY Perlu Meriset Hakim Yang Menerapkan Keadilan Restoratif

Hj.Diah Sulastri Dewi,S.H.,M.HKetua Pengadilan Negeri Stabat

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ JI

MS

Bisa diceritakan pengalaman Anda dalam melaksanakan konsep keadilan restoratif selama menjadi hakim?

Ada satu cerita menarik,ketika menangani kasus asusila sesama jenis di Bandung,orang tua korban ngotot minta

agar diajukan ke pengadilan, melalui mediasi kita lakukan musyawarah secara kontinyu dan akhirnya keluarga korban mau memaafkan. Kita sebagai hakim tetap menempuh prosedur legal yakni kita sidang di pengadilan, dan kita putus dikenai tindakan yakni dikembalikan ke orang tua dengan pengawasan dari Bapas, hukuman tindakan ini sendiri sesuai dengan Pasal 24 UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Alhamdulillah setelah beberapa saat saya mendapat laporan dari Bapas bahwa pelaku sekarang telah menjadi guru ngaji selepas kejadian tersebut. Sebenarnya dia hanya korban dari kecanggihan tekhnologi, karena terlalu sering melihat film biru ia jadi punya hasrat untuk mencoba. Tapi karena takut terjadi sesuatu (hamil) maka ia memilih untuk melakukan dengan sesama jenis.

Dalam pandangan Anda, mengapa keadilan restoratif itu penting diterapkan dalam kasus pidana?

Dalam kasus yang melibatkan anak-anak, saya melihat anak bukan hanya sebagai pelaku, mereka juga sebagai korban, penekanan saya adalah agar anak bisa dipulihkan dari rasa trauma, karena anak adalah aset masa depan. Tidak ada satupun anak yang dilahirkan untuk jadi penjahat,jadi pencuri,

terkadang lingkungan dan kemajuan tekhnologilah yang membentuk mereka jadi seperti itu. Melalui keadilan restoratif saya mengedepankan musyawarah, saya menggali kearifan lokal demi kepentingan bersama.

Apakah perlu naluri dan pengetahuan khusus bagi para hakim untuk menerapkan keadilan restoratif?

Tentu saja kami dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan dasar tentang mediasi melalui diklat teknis oleh Mahkamah Agung. Karena bisa dibayangkan mengumpulkan dua pihak yang tengah bertikai dalam satu ruangan,membicarakan tentang apa yang terbaik. Diperlukan kearifan,perasaan tidak berpihak,netral,fair, agar kedua belah pihak merasa tidak tersakiti dan diperlakukan secara adil. Ada lima hal dimana seorang hakim berani melakukan terobosan hukum keadilan restoratif. Pertama, pelaku harus mau mengakui perbuatannya, jangan sampai dia hanya

disuruh orang lain untuk mengaku satu perbuatan yang bukan perbuatannya. Kedua, korban ingin memaafkan. Ketiga, masyarakat mendukung. Keempat, anak bukan seorang residivis. Kelima, perkara tersebut kasuistik.

Apakah kedepan keadilan restoratif layak diterapkan secara permanen di pengadilan anak?

Menurut pandangan saya itu mendesak untuk segera dipermanenkan di pengadilan anak, karena masyarakat haus akan terobosan-terobosan hukum seperti ini. Kita akan menyelematkan aset bangsa loh. Menurut data kami, ada sekitar 6700 kasus anak di Indonesia, dan itu baru sebagian yang terangkat di permukaan. Masak sejumlah itu mau dimasukin ke penjara semua, penuh penjara. Saya pikir pendekatan mediasi penal harus selalu dikedepankan untuk dilakukan pertama kali dalam kasus-kasus yang melibatkan anak.

Apa yang harus dilakukan agar pemahaman hakim-hakim di Indonesia sama terhadap konsep keadilan restoratif?

Mungkin KY bisa melakukan riset tentang berapa banyak hakim di Indonesia yang memberikan sanksi berupa tindakan dibandingkan dengan hakim yang memberikan sanksi berupa hukuman pidana penjara. Dan mungkin perlu juga diadakan pelatihan terpadu antar aparat penegak hukum agar ada kesamaan persepsi tentang konsep keadilan restoratif. Jadi jangan egosentris,hakim sendiri,polisi begitu juga apalagi jaksa, disini dibutuhkan satu sistem yang terintegrasi diantara ketiganya agar penegakan hukum bisa lebih baik nantinya. Dan, jangan lupa juga menyertakan pengacara. Setiap anak yang bermasalah dengan hukum wajib didampingi oleh pengacara, jika ia tidak mampu maka pihak pengadilan akan menyediakan secara cuma-cuma.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 19 2/24/2012 3:12:12 PM

Page 22: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

20

LAPORAN UTAMA

Potensi Pelanggaran Kode Etik Dalam Keadilan Restoratif Tetap Ada

Apong Herlina, S.H., M.H.Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

DO

C. P

RI

Apakah KPAI memantau dan memonitor sidang pengadilan anak di Indonesia?

Ada beberapa yang dipantau oleh KPAI namun tidak utuh selama proses persidangan dari awal hingga akhir.

Pemantauan ini dilakukan bekerjasama dengan mitra KPAI di daerah, tetapi yang secara struktural bukan merupakan bagian dari organisasi KPAI. Contoh kasus yang dipantau KPAI adalah kasus pencurian sandal oleh AAL di Palu, kasus anak yang mencuri bunga di Soe, NTT.

Bagaimana Anda melihat hakim-hakim peradilan anak?

Hakim masih cenderung memberikan putusan pidana penjara bagi anak yang melakukan tindak pidana ringan. Hal ini bisa dibuktikan dari penelitian UNICEF dan UI yang telah 2 kali dilakukan yaitu tahun 2003 dan 2006. Dari hasil pantauan KPAI juga datanya tidak jauh berbeda, 50 persen putusan hakim menjatuhkan pidana penjara bagi anak. Bahkan tercatat di KPAI di salah satu wilayah pengadilan di Kalimantan dalam kurun waktu 2010 – 2011 terdapat 100 persen kasus pidana anak yang dijatuhi hukuman pidana penjara.

Bagaimana pandangan Anda tentang urgensi keadilan restoratif, termasuk mediasi penal?

Sangat penting. Dengan upaya keadilan restoratif maka menciptakan kembali harmoni di masyarakat jauh lebih berharga. Dengan keadilan restoratif pelaku akan diberikan pembinaan, konseling dan diupayakan ada jaminan anak (pelaku) tidak lagi mengganggu

harmoni yang sudah tercipta di masyarakat. Sementara kalau anak dihukum pidana penjara akan menjadi suatu stigma yang terbawa oleh si anak bahkan bisa sampai seumur hidupnya.

Bagaimana dengan payung hukum untuk penerapan keadilan restoratif?

Dasar hukum penyelesaian anak yang berhadapan dengan hukum dengan konsep keadilan restoratif masih sulit. Saat ini tengah dilakukan proses revisi terhadap UU Peradilan Anak yang kemudian akan menjadi UU Peradilan Pidana Anak. Dan, dalam proses revisi itu disebutkan penanganan perkara anak yang sekarang sifatnya retributive justice akan diupayakan menjadi keadilan restoratif. Kemudian juga telah ada SKB Ketua MA, Jaksa Agung, Kapolri, Menkumham, Mensos, Meneg PP dan Perlindungan Anak tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan dengan Hukum. Tetapi SKB ini bukan suatu dasar hukum melainkan sebatas komitmen saja dari lembaga-lembaga tersebut.

Apa yang perlu dilakukan Komisi Yudisial untuk memantau sidang-sidang kasus anak?

Peran KY akan sangat signifikan jangan sampai konsep keadilan restoratif justru dipakai bukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak. Contohnya di Papua, meski kasus ini belum sampai ke pengadilan. Ada seorang anak yang diperkosa ramai-ramai yang pelakunya adalah anak-anak juga. Kemudian kasus ini dimusyawarahkan dan korban mendapat ganti rugi, tetapi korban juga diusir dari kampungnya. Hal ini justru merugikan korban, padahal kasusnya adalah perkosaan yang tidak langsung serta merta dilaksanakan keadilan restoratif. Walaupun korban mendapat ganti rugi dia harus tetap terusir dari kampungnya, kenyataannya. Oleh sebab itu hakim-hakim kasus pidana anak harus melakukan terobosan-terobosan yang kreatif dalam penyelesaian kasus-kasus pidana anak dengan mempertimbangkan kepentingan pelaku dan korban.

Menurut Anda, adakah potensi pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam proses keadilan restoratif?

Ada. Modusnya misalnya kemungkinan pelaku mendorong hakim melaksanakan keadilan restoratif padahal korban tidak setuju. Tetapi oleh hakim kemudian dinyatakan bahwa telah terjadi proses mufakat dalam penanganan perkara tersebut. Kemudian modus lainnya korban berusaha memeras pelaku melalui putusan hakim untuk mendapatkan ganti rugi yang melebihi kerugian yang dialaminya. Dalam konsep keadilan restoratif harus ada persetujuan korban. Dan pelakunya harus anak-anak. Tetapi kalau korbannya anak-anak tetapi pelakunya orang dewasa sebaiknya keadilan restoratif tidak diterapkan. KY harus cermat melihat kemungkinan-kemungkinan modus seperti ini.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 20 2/24/2012 3:12:12 PM

Page 23: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 421

SUDUT HUKUM

Pendahuluan

Pengadilan adalah pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan, serta proses pembangunan peradaban

sebuah bangsa. Oleh sebab itu hakim sebagai aktor utama atau figur sentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat banyak.1

Dalam konteks untuk mendorong lahirnya hakim-hakim sesuai tuntutan sebagaimana digambarkan di atas, maka kehadiran Undang Undang No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial khususnya ketentuan Pasal 20 ayat (2) telah memberi ruang dan peluang yang luas bagi Komisi Yudisial untuk makin fokus dan berkontribusi maksimal dalam mewujudkannya melalui tugas mengupayakan peningkatan kapasitas hakim.

Tugas baru ini sekaligus mengisyaratkan bahwa wewenang konstitusional Komisi Yudisial dalam

1 Lihat bagian Pendahuluan Keputusan Bersama Ketua MARI dan Ketua KYRI No. 047/KMA/SKB/IV/2009 – No. 02/SKB/P.KY/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Peranan Komisi Yudisial Dalam Mengupayakan

Peningkatan Kapasitas HakimHermansyah, S.H., M.Hum.

Tenaga Ahli Komisi Yudisial

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim sebagaimana ditentukan oleh Pasal 24B UUD Tahun 1945 itu, bukanlah hanya sebatas ditafsirkan sebagai wewenang pengawasan hakim saja, tetapi juga mengandung makna tugas pembinaan terhadap hakim.

Tugas Komisi Yudisial dalam mengupayakan peningkatan kapsitas hakim, menuntut Komisi Yudisial untuk mengkaji dan menelaah secara komprehensif mengenai tugas peningkatan kapasitas hakim tersebut untuk kemudian dituangkan dalam suatu grand design peningkatan Kapasitas hakim beserta instrumen-instrumen yang terkait. Hal ini penting dilakukan agar kegiatan peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial tidak overlapping dengan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan memberi manfaat yang maksimal bagi hakim.

Tulisan ini mencoba mengulas secara singkat beberapa substansi yang berkaitan dengan peranan Komisi Yudisial dalam mengupayakan peningkatan kapasitas hakim beserta langkah-langkah konkrit yang perlu dilakukan.

Peranan Komisi Yudisial dalam mengupayakan peningkatan kapasitas hakim

Sebagai penegak hukum dan keadilan tugas hakim tidaklah semata-mata menerapkan hukum

(undang-undang), tetapi sejatinya juga mengupayakan penemuan hukum (rechtsvinding). Hakim yang ideal adalah hakim yang memiliki kecerdasan intelektual yang dibingkai dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Integrasi dari ketiga kecerdasan tersebut akan mampu mendorong hakim memiliki kepekaan nurani dan kepekaan sosial, sehingga ia dapat menjadi pribadi yang berintegritas tinggi, jujur, bersih, dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Hakim sebagaimana digambarkan di atas akan mampu mengintegrasikan antara substansi hukum negara (positif ) dengan nilai-nilai hukum yang hidup dan dianut oleh masyarakat dalam setiap putusan yang dibuatnya. Ini berarti hakim tersebut telah menjaga sekaligus menjunjung tinggi kehormatan, keluhuran martabat serta perilakunya sebagai “wakil Tuhan” dimuka bumi.

Beranjak dar i apa yang dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa hakim dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan hukum dan masyarakat yang makin kompleks dan problematik. Hakim yang tidak mampu mengikuti perkembangan hukum dan masyarakat, akan mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum dan keadilan.

Untuk itu, program atau kegiatan peningkatan kapasitas hakim merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan agar hakim selalu mampu mengikuti perkembangan hukum dan masyarakat. Dengan demikian, program atau kegiatan

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

DNAN

Buletin Jan-Peb 2012.indd 21 2/24/2012 3:12:17 PM

Page 24: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

22

SUDUT HUKUM

peningkatan kapasitas hakim itu harus diposisikan oleh Komisi Yudisial sebagai upaya strategis dalam mendorong terciptanya hakim-hakim yang memiliki kepekaan nurani, kepekaan sosial, memelihara integritas, kecerdasan moral, dan meningkatkan profesionalismenya sebagai penegak hukum dan keadilan. Kondisi ini pada akhirnya tentu akan mendorong terwujudnya pengadilan yang bersih, mandiri, berwibawa dan dipercaya oleh rakyat.

Dalam rangka peningkatan kapasitas hakim itu, ketentuan Pasal 20 ayat (2) Undang Undang Perubahan yang menyatakan bahwa “Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim”2 merupakan dasar hukum sekaligus dasar pijakan dalam membentuk peraturan pelaksanaan dan pedoman teknisnya oleh Komisi Yudisial.

Tugas Komisi Yudisial dalam mengupayakan peningkatan kapasitas hakim tersebut menyiratkan makna sebagai penyeimbang (balanced) dari tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim. Dengan kata lain, pembentuk undang-undang menghendaki agar Komisi Yudisial tidak hanya semata-mata menekankan pada tugas pengawasan (dalam arti represif ) saja, tetapi juga berkewajiban melakukan upaya-upaya yang secara substansial ditujukan pada ranah pembinaan hakim dalam bentuk peningkatan kapasitas hakim.

A d a n y a k e s e i m b a n g a n sebagaimana dikemukakan di atas, tidak hanya dapat menjembatani dan membangun kemitraan yang makin kondusif antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung, tetapi juga memberi peluang dan kesempatan bagi Komisi Yudisial untuk berbuat

2 Lihat ketentuan Pasal 20 ayat (2) Undang Undang No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

dan berkonstribusi lebih banyak untuk kepentingan hakim dan badan peradilan. Dalam konteks penyusunan konsep, ada baiknya Komisi Yudisial menyusun konsep pengembangan kapasitas hakim yang lebih dititik-beratkan pada capacity development, yang mengandung makna sebagai suatu upaya untuk peningkatan kapasitas dan kemampuan hakim yang sudah ada (existing capacity of judges) terutama yang berkaitan dengan aspek afektif dan psikomotorik, tanpa mengabaikan aspek kognitifnya. Sebab, wewenang dan tugas pengawasan Komisi Yudisial terutama mengenai perilaku hakim, dan hakim-hakim yang akan dilibatkan sebagai peserta dalam program peningkatan kapasitas hakim itu adalah mereka yang sesungguhnya telah mempunyai kemampuan dan pengalaman.

Dengan demikian, program peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan Komisi Yudisial itu lebih berorientasi pada upaya untuk terus mencerahkan dan mengasah kepekaan nurani, kepekaan sosial, memelihara integritas, kecerdasan moral, dan meningkatkan profesionalisme hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan. Namun demikian, seiring dengan perkembangan hukum dan masyarakat yang makin kompleks dan problematik, program peningkatan kapasitas hakim itu perlu juga ditujukan kepada upaya -upaya untuk meningkatkan kemampuan, wawasan dan profesionalisme hakim, agar mampu mengikuti perkembangan hukum dan masyarakatnya sesuai tuntutan yang harus dimiliki oleh hakim seperti telah dikemukakan.

K o m i s i Yu d i s i a l d a l a m m e n g i m p l e m e n t a s i k a n a t a u melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (2) tersebut, harus membangun kesepahaman, sinergitas dan kemitraan dengan Mahkamah Agung. Ini penting agar

pelaksanaan tugas Komisi Yudisial tersebut sesuai dan sejalan dengan kebutuhan Mahkamah Agung dan kebutuhan hakim. Konstruksi pemikiran seperti ini memungkinkan bagi Komisi Yudisial untuk memaksimalkan peran dan kontribusinya dalam upaya peningkatan kapasitas hakim.

C. Tahapan – tahapan dalam penyelenggaraan program dan kegiatan peningkatan kapasitas hakim.

Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam persiapan sampai dengan pelaksanaan tugas mengupayakan peningkatan kapasitas hakim itu secara umum diperlukan beberapa tahapan, antara lain : 1. Melakukan identifikasi dan

merumuskan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan.

2. Merumuskan dan menetapkan bentuk kegiatan, materi, metode, kriteria narasumber, kriteria peserta, pembiayaan, dan jangka waktu pelaksanaan program.

3. Melakukan identifikasi dan merumuskan prioritas .

4. Menetapkan rencana tindak-lanjut (action plan) program dan kegiatan.

5. Menyediakan pedoman atau rujukan bagi penyelenggaraan program.

6. Mengalokasikan kegiatan dan anggaran guna mendukung penyelenggaraan program.

7. Menyelenggarakan program.8. Monitoring dan Evaluasi secara

berkala.

PenutupGagasan dan pemikiran sederhana

yang tertuang dalam tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan perenungan (contemplation) dan bahan diskusi awal dalam kita mendiskusikan, merencanakan dan melaksanakan tugas Komisi Yudisial dalam mengupayakan peningkatan kapasitas hakim. Semoga

Buletin Jan-Peb 2012.indd 22 2/24/2012 3:12:17 PM

Page 25: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 423

Pengawasan Progresif Komisi Yudisial

Imran, S.H., M.H.Tenaga Ahli Komisi Yudisial

“Keadilan tidak ada kaitannya dengan apa yang terjadi di ruang sidang. Keadilan itu datang dari luar ruang sidang pengadilan”Clarence Darrow (Pengacara).

BULE

TIN

KOM

ISI Y

UDIS

IAL/

ADN

AN

Pengantar

Amandemen UUD 1945 menegaskan terjadinya perubahan format dan sistem kekuasaan. Bila

sebelum amandemen kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, kini kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar.

Perubahan format kedaulatan rak yat ini menyebabk an pola kekuasaan yang semula bersifat vertikal dan berpucuk pada MPR menjadi berubah karena bersifat horizontal, dimana lembaga tinggi negara menjadi setara sesuai dengan hak, kewajiban dan kewenangannya.

Pa d a fo r m a t k e k u a s a a n demikian maka diperlukan sistem dan mekanisme checks and balances atau saling imbang dan saling kontrol. Saling imbang dan saling kontrol tersebut dimaksudkan agar tidak ada lembaga yang bekerja menyalahgunakan kekuasaannya.

D e n g a n a d a ny a p r i n s i p Check and balances in i , mak a kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi dan bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga

penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara negara ataupun pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga negara yang bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya (Jimly Asshiddiqie, 2004) .

Salah satu cabang kekuasaan yang kemudian berkembang pasca amandemen UUD 1945 adalah kekuasaan kehakiman. Paling tidak ada 4 perubahan penting dalam cabang kekuasaan. Pertama, apabila sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945 jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka hanya terdapat dalam Penjelasannya, maka setelah perubahan jaminan tersebut secara eksplisit disebutkan dalam batang tubuh.

Kedua, Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman tidak lagi menjadi satu-satunya pelaku kekuasaan kehakiman (judicial power), karena di sampingnya ada Mahkamah Konstitusi yang juga berfungsi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. Ketiga, adanya lembaga baru yang bersifat mandiri dalam struktur kekuasaan kehakiman, yaitu Komisi Yudisial

yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Keempat, adanya wewenang kekuasaan kehakiman – dalam hal ini dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi – untuk melakukan pengujian undang-undang t e r h a d a p U n d a n g - U n d a n g Dasar (UUD), memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemiliham umum ( Ahsin Tohari).

D engan amandemen in i kemudian memunculkan dua institusi yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Kehadiran Komisi Yudisial untuk mewujudkan checks and balances dalam kekuasaan kehakiman tidak dimaksudkan sebagai lembaga tandingan ataupun berhadap-hadapan dengan lembaga peradilan maupun sebagai penegak hukum, karena itu keberadaannya sebagai penegak etika hakim bukan sebagai penegak hukum.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 23 2/24/2012 3:12:21 PM

Page 26: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

24

SUDUT HUKUM

Pengawasan ProgresifDalam UUD 1945 Pasal 24 B,

menyebutkan bahwa “Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim” .

Dengan demik ian ruang lingkup wewenangnya begitu luas baik tindakan pencegahan (preventif) maupun penindakan (represif) dalam struktur kekuasaan kehakiman. Pengawasan atau kontrol sejatinya adalah mekanisme normal, positif dan konstitusional dalam negara hukum dan demokratis agar kekuasaan kehakiman tidak menyimpang atau disalahgunakan.

Pengawasan ditujukan untuk memperkuat checks and balances dari kekuasaan kehakiman yang merdeka, sekaligus menunjang pelaksanaan fungsi dan kewenangan badan kekuasaan kehakiman itu sendiri. Pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial merupakan keniscayaan untuk menjalankan mandat kewenangan berupa menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim namun dalam kerangka tidak menyebabkan terjadinya “intervensi terhadap independensi kekuasaan kehakiman.

M a s a l a h nya , d i k a l a n g a n h a k i m - h a k i m , m e m p e r s e p s i pengawasan dengan pandangan negatif sehingga melihatnya sebagai gangguan atau ancaman terhadap independensi , integr itas, dan kehormatan hakim; bukan sebaliknya sebagai norma dan institusi penguatan independensi , integr itas, dan kehormatan.

Padahal kekuasaan kehakiman yang independen dan bebas dari pengaruh apapun merupak an syarat mutlak dari tegaknya hukum

dan keadilan di negeri ini. Agar independensi dapat diemban dengan baik dan benar, hakim harus memiliki kendali pikiran yang bisa memberikan arahan dalam berpikir dan bertindak dalam menjalankan aktifitas kehakimannya, yaitu falsafah moral (moral philosophy).

Faktor falsafah moral inilah yang penting untuk menjaga agar kebebasan hakim sebagai penegak hukum benar-benar dapat diterapkan sesuai dengan idealisme dan hakekat kebebasan tersebut. Dalam pengertian lain, independensi peradilan harus juga diimbangi dengan pertanggungjawaban peradilan (judicial accountability). Kalau tidak, independensi akan menjadi tameng berlindung guna menyelimuti tindakan amoral dalam kekuasaan kehakiman (Suparman Marzuki,2011).

Tindakan amoral yang dilakukan oleh para hakim telah diupayakan untuk dicegah oleh Komisi Yudisial lewat berbagai macam kegiatan yang dilakukan lembaga ini baik yang bersifat pencegahan mapun dalam bentuk penindakan terhadap para hakim.

Namun begitu persepsi publik terhadap kinerja Komisi Yudisial dianggap belum maksimal dilakukan karena begitu seringnya dijumpai rasa ketidakadilan masyarakat itu dicedrai oleh putusan-putusan dan perilaku hakim dibanyak daerah di Indonesia.Kondisi ini memerlukan kerja yang simultan oleh Komisi Yudisial dalam meminimalisir pelanggaran etik para hakim.

Pengawasan yang progresif dan terstruktur dengan baik akan memberikan hasil yang optimal dalam mencegah sekaligus menindak hak im-hak im yang melanggar etika. Pengawasan yang progresif dan terstruktur harus keluar dari kendala-kendala birokratis yang justru dapat menghambat kerja KY di

lapangan. Disisi yang lain pelibatan semua unsur organisasi KY juga menjadi penting, bukan saja dilakukan secara sporadis tetapi memiliki perencanaan yang dapat diprediksi hasil akhirnya. Oleh karena itu kerja di dalam organisasi akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap problem dalam dunia peradilan yang begitu kompleks, yang tidak mungkin hanya bersifat parsial.

Apalagi saat ini KY diberikan tambahan kewenangan dalam UU No.18/2011, yang juga memerlukan pikiran yang dalam dan progresif untuk merespons kewenangan baru tersebut. Karena dengan kewenangan yang baru ini akan berimplikasi terhadap kinerja KY di mata publik. Implikasi tersebut bisa saja positif atau negatif jika KY tidak optimal dalam menangkap makna di balik aturan baru tersebut.

Maka mau tidak mau KY perlu mendesain model pengawasan sesuai dengan kewenangan yang baru tersebut diikuti dengan peningkatan dalam SDM dan perbaikan aturan-aturan internal kelembagaan yang dapat membangun pengawasan yang progresif. Jika hal tersebut dilakukan KY akan menjadi harapan masyarakat untuk memberikan keadilan bagi mereka yang dilanggar hak-haknya.

Penutup Peran Komisi Yudisial diharapkan

dapat efektif, memadukan antara fungsi-fungsi pencegahan dan penindakan sehingga manfaat dari keberadaan Komisi Yudisial dapat langsung dirasakan oleh Hakim atau Infrastruktur pengadilan, maupun para pencari keadilan itu sendiri. Keduanya dapat dijalankan secara bersama demi terciptanya peradilan yang bersih dan mencerminkan rasa keadilan masyarakat, namun dengan cara yang terstruktur bukan dengan cara sporadis. Semoga

Buletin Jan-Peb 2012.indd 24 2/24/2012 3:12:21 PM

Page 27: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 425

LEBIH DEKAT

Mengharapkan KY sebagai Ibunya Para HakimH. Lexsy Mamonto, S.H.,M.HKetua Pengadilan Negeri Jakarta Barat

“Ibu itu berwibawa sehingga dicintai dan keberadaannya didambakan”

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ LU

KMAN

Dinal Fedrian

Buletin Jan-Peb 2012.indd 25 2/24/2012 3:12:27 PM

Page 28: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

26

LEBIH DEKAT

Sosok Lexsy di PN Jakarta Barat mulai hadir sejak 17 September 2010. Saat itu ia dilantik menjadi Ketua PN Jakarta Barat, dan

inilah karier yang dapat diraih olehnya sampai dengan hari ini. Menjadi hakim sebenarnya bukanlah cita-cita yang ingin digapai oleh Suami dari Fitriwati Koto ini. Namun keadaan yang dialami oleh orang tuanya, sekitar tahun 1974, membuat ayahnya mendorong ia untuk mengambil jalan hidup sebagai hakim.

Lexsy bercerita, pada saat itu orang tuanya mengalami kekalahan ketika berperkara di PN Kota Mobagu. Kisahnya berawal dari sengketa kepemilikan tanah antara orang tuanya dengan sang kepala desa di kampung halamannya. Ketika itu ada proyek pemerintah dari Departemen Pekerjaan Umum untuk pembuatan saluran air persawahan.

“Bapak saya tidak tahu. Masuk proyek senang dia, ternyata ada ganti ruginya. Ganti ruginya bukan Bapak saya yang terima tetapi kepala desa itu. Akhirnya bukti penerimaan ganti rugi oleh kepala desa atas tanah itu menjadi bukti bahwa itu tanahnya kepala desa. Ternyata ada surat yang dibuat oleh kepala desa sebelum penerimaan ganti rugi bahwa dia sebagai pemilik tanah,” kenangnya.

Akibat dari kecurangan sang kepala desa, orang tua Lexsy harus merelakan kehilangan salah satu tanahnya menjadi hak milik orang lain. “Pada saat dia kalah di pengadilan oleh hakim tidak disampaikan hak-hak Bapak saya untuk menyampaikan upaya hukum lanjutan. Ketika dia berupaya untuk menyatakan banding ternyata perkara itu sudah inkracht, waktu untuk menyampaikan banding sudah lewat,” lanjut ayah 3 anak ini.

Kenangan pahit itu dan, kebetulan juga waktu itu ia duduk di kelas 3 SMA, membuat ayahnya berkeinginan kuat agar Lexsy remaja

masuk fakultas hukum dan menjadi hakim. Singkat cerita ia akhirnya diterima di Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado. Namun ia tak langsung memperoleh gelar sarjana hukum. Terlebih dahulu gelar sarjana muda ia rengkuh.

“Tahun 1976 saya masuk FH Unsrat, jadi sarjana muda tahun 1979. Di tahun 1979 itu juga saya langsung jadi pengacara, untuk kemudian saya

di Kabupaten Bolaang Mongondow.Kebetulan juga hampir sebagian

besar masa tugas yang pernah ia jalani berada di tanah Celebes. Selesai bertugas dari PN Kolaka ia ditempatkan di PN Kendari pada tahun 1997. Namun, ia hanya menjalani masa pengabdiannya di Kendari selama dua tahun, cukup singkat. Pada tahun 1999 ia dimutasi menjadi hakim di PN Ambon. Setahun lamanya ia menjalani masa tugas di daerah yang

selesaikan kuliah karena waktu itu ada ketentuan bahwa seorang advokat harus sarjana hukum. Jadi saya selesaikan kuliah tahun 1984 tetap di Unsrat,” demikian dijelaskan lulusan magister hukum dari Universitas Muslim Indonesia, Makassar ini.

Sebelum mencapai puncak kariernya sekarang sebagai Ketua PN Jakarta Barat, Lexsy telah memulai perjalanan panjang sebagai hakim sejak tahun 1992. Tempat tugas pertamanya adalah PN Kolaka. Empat tahun sebelumnya, tahun 1988, Lexsy muda terlebih dahulu menjadi calon hakim yang ditempatkan di PN Manado.

Pria yang dilahirkan di Moyag, 8 Juni 1956 ini merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Ia lahir dan dibesarkan di Sulawesi Utara, tepatnya

terkenal dengan adat pelagandongnya itu. Kemudian secara berturut-turut ia menjalani tugas sebagai hakim biasa di PN Bitung (2000 – 2002) dan kembali ke PN Ambon sebagai hakim detasering (2002 – 2004).

Selepas menjalani karier sebagai hakim detasering di PN Ambon, karier Lexsy mulai menanjak. Ia dipercaya menjadi Wakil Ketua PN Sunggu Minasa sejak 2004 hingga 2008. Ia lalu dipercaya menjadi Ketua PN Sunggu Minasa tahun 2008, tapi tak lama, karena Mahkamah Agung mempercayakannya masuk ke ibukota dan menjadi hakim di PN Jakarta Pusat.

Rupanya di ibukota, karier pria yang gemar membaca ini cukup tokcer. Hanya dua tahun bertugas di PN Jakarta Pusat, ia langsung dipercaya menjadi

Foto bersama keluarga setelah pelantikan menjadi Ketua PN Jakarta Barat.

DO

C. P

RI

Buletin Jan-Peb 2012.indd 26 2/24/2012 3:12:28 PM

Page 29: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 427

Wakil Ketua PN Jakarta Timur di tahun 2009. Selanjutnya, kariernya dengan cepat melesat lagi. Ia kembali dipromosikan dan akhirnya menjadi Ketua PN Jakarta Barat sampai dengan saat ini.

Te r i n g a t a k a n peristiwa yang dialami orang tuanya, membawa Lexsy punya misi khusus sebagai hakim. “Insya Allah saya tidak akan berbuat untuk orang lain seperti apa yang dirasakan oleh Bapak saya. Bisa sih hakim, hak orang dikalahkan?” ungkap pria berkulit sawo matang ini.

Oleh sebab itu ia mendasarkan filosofi tugasnya sebagai hakim sesuai dengan hadist Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa dua dari tiga orang hakim akan masuk neraka. Hakim pertama yaitu hakim yang memang jahat, dia membalikkan kebenaran. Hakim kedua adalah hakim yang bodoh. Hakim ketiga yang masuk surga adalah hakim yang pintar dan arif.

“Jadi hakim itu harus pintar, harus arif. Karena itu kita harus hindari menjadi seorang hakim yang jahat dan hakim yang bodoh,”pesannya.

Sementara sebagai pemimpin filosofi yang dianutnya adalah menjadi pemimpin yang amanah. Alasannya, Karena kepemimpinan itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Dalam memimpin PN Jakarta Barat, contohnya, ia mengaku memakai pendekatan secara kekeluargaan, humanis. Salah satu cara yang ia terapkan untuk menghidupkan suasana kekeluargaan di PN Jakarta Barat adalah dengan pengajian. Misinya adalah mengantar moralitas hakim dan pegawai pengadilan menjadi lebih baik.

Bangga sebagai hakim Lexsy mengaku bangga menjadi

hakim. Di tengah-tengah isu soal kesejahteraan hakim yang menurut sebagian besar hakim masih minim, Lexsy justru memiliki pandangan lain. Dengan latar belakang keluarga yang berasal dari kalangan petani, Lexsy beranggapan bahwa gajinya sebagai hakim sudah cukup memadai. Ia juga beranggapan bahwa gaji hakim sudah cukup tinggi dibandingkan dengan gaji PNS lainnya. Ia menceritakan sedikit soal penghasilan yang diterima. Ketika ia menjadi calon hakim ia mengaku mendapatkan gaji sebesar Rp58.000,-. Begitu diangkat jadi hakim di tahun 1992 gajinya sebesar Rp240.000,-. “Orang yang merasa kurang hanya orang yang tidak pernah merasa bersyukur,” tegasnya.

Sikapnya itu ia coba tularkan kepada anak dan istrinya. Kepada istrinya ia mengajarkan agar hidup sederhana. “Kalau hanya mampu kita pake garam jangan coba-coba beli cabe. Kalau

sudah mampu beli cabe jangan memaksakan diri membeli sayur, dan kalau sudah sanggup beli sayur jangan coba-coba membeli ikan, kalau kita sudah mampu beli ikan Alhamdulillah,” demikian ceritanya.

Kehidupan ekonomi Lexsy memang dapat dikatakan sejahtera. Ia mengaku sudah dua kali melaksanakan ibadah haji dan satu kali melaksanakan u m ro h . Te t a p i t i n g k at kehidupan ekonomi yang sejahtera itu bukan mutlak dari penghasilannya sebagai hakim. Ia mempunyai kebun kelapa peninggalan orang tuanya. Dari hasil kebun dan juga sawah ia gunakan untuk ke tanah suci. Tetapi, sebelum uang hasil kebun dan sawah digunakan berangkat ke tanah suci, ia jalani kewajiban lain terlebih

dahulu yaitu menyantuni anak yatim. Selain soal penghasilan yang

dianggap olehnya cukup memadai, kebanggaan lain yang ia rasakan sebagai hakim karena bisa keliling Indonesia. Dengan penempatan tugas yang berpindah-pindah ia senang bisa mengenal berbagai budaya dan dengan pengalaman seperti itu, dimanapun ia bertugas ia merasa seperti keluarga di tempat tugasnya.

Pengalaman buruk menjadi hakim

Menjalankan tugas sebagai hakim tak selamanya dirasakan menyenangkan bagi Lexsy. Beberapa pengalaman buruk, tak terhindarkan, pernah mampir dalam kehidupan kariernya. Tak tanggung-tanggung ancaman pembunuhan pernah ia terima. Ia pernah hendak ditikam oleh salah satu pihak yang berperkara, karena tidak menuruti apa yang dikehendaki pihak itu. “Jadi ada pihak yang berperkara

Bersalaman dengan seorang hakim agung Canada saat kunjungan kerja ke negara tersebut.

DO

C. P

RI

Buletin Jan-Peb 2012.indd 27 2/24/2012 3:12:29 PM

Page 30: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

28

LEBIH DEKAT

Nama : H. Lexsy Mamonto, S.H.,M.H

Tempat/Tanggal Lahir

: Moyag/8 Juni 1956

Jabatan : Ketua Pengadilan Negeri Kelas IA Jakarta Barat

Pangkat/Golongan Ruang

: Pembina Utama Muda (IV/C)

NIP : 19560608 198803 1004

Riwayat Pendidikan

: Sarjana Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado tahun 1986Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Makassar tahun 2007

Riwayat Karier : 1988 – 1992 Calon Hakim PN Manado1992 – 1997 Hakim PN Kolaka1997 – 1999 Hakim PN Kendari1999 – 2000 Hakim PN Ambon2000 – 2002 Hakim PN Bitung2002 – 2004 Hakim Detasering PN Ambon2004 – 2008 Wakil Ketua PN Sunggu Minasa2008 Ketua PN Sunggu Minasa2008 – 2009 Hakim PN Jakarta Pusat2009 – 2010 Wakil Ketua PN Jakarta Timur2010 – sekarang Ketua PN Jakarta Barat

perdata di pengadilan menghendaki supaya menang dalam kasusnya, tetapi mereka kalah. Kejadian ini sekitar tahun 2008,” ujarnya mengenang.

Tetapi sebelum itu ada juga pengalaman lain. Ketika ia menjadi majelis hakim dan memutus suatu perkara, pihak yang dikalahkan oleh putusan majelis hakim itu mengumpat dirinya. Ia diteriaki sebagai “Belanda Hitam”. Pengertiannya, penjajah tetapi berasal dari negeri sendiri. Berhubung saat itu ia masih muda dan emosional, masih dengan toga ia kejar orang yang mengumpatnya sebagai “Belanda Hitam” itu. Ternyata sang pengumpat adalah seorang Bapak dengan gelar Haji.

“Pak ,sini, Bapak ini Haji didik dong saya sebagai hakim yang masih muda supaya berperilaku baik. Bapak jangan omong begitu. Apa yang Bapak omongkan ke saya itu akan dipertanggungjawabkan di padang mahsyar. Dan, apa yang saya baru putus tadi saya akan pertanggungjawabkan juga di padang mahsyar,” demikian ceritanya ketika mengenang peristiwa yang cukup membuatnya tersinggung itu.

Setelah ia bertindak dan merespons umpatan tersebut, diakuinya, sang Bapak akhirnya meminta maaf. Ia lantas berpesan lagi kepada Bapak yang mengumpatnya agar menempuh upaya banding bila tidak puas terhadap putusan yang dibuatnya. “Kejadian ini ketika saya bertugas di Sulawesi Tenggara,”kata Lexsy.

Anak ikuti jejak LexsyKini, Lexsy mempunyai calon

penerus sebagai hakim. Anaknya yang pertama sudah menjadi calon hakim sejak tahun 2010. Putra pertamanya ini masuk sebagai calon hakim dari kota Manado. Sementara puteranya yang nomor dua masih berstatus sebagai siswa kelas 2 setingkat SMA di Pesantren Gontor. Sedangkan anaknya yang

bungsu, seorang perempuan, saat ini masih duduk di kelas 3 SD. “Istri dan anak saya yang nomor tiga bersama saya di Jakarta,” ujarnya.

KY Ibu para hakimProfesi hakim yang disandang

Lexsy membawa konsekuensi ia merupakan bagian dari objek pengawasan Komisi Yudisial. Nyatanya, ia mengaku pernah dua kali dimintai keterangan oleh Komisi Yudisial karena dilaporkan oleh masyarakat diduga melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Pemeriksaan pertama dijalani pada masa Komisi Yudisial dipimpin oleh M Busyro Muqoddas. Sementara pemeriksaan dirinya yang kedua dijalani pada era Komisi Yudisial saat ini, di bawah kepemimpinan Eman Suparman.

Walaupun demikian, ia hingga saat ini masih dinyatakan bersih dan

belum direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi oleh Komisi Yudisial. Lexsy mempunyai pandangan tersendiri tentang Komisi Yudisial. Ia menganggap Komisi Yudisial sebagai “Ibu” para hakim, sementara “Bapak” para hakim sendiri adalah Mahkamah Agung.

Tetapi, tambahnya, sebagai pihak yang dianggapnya sebagai “Ibu” ia merasakan Komisi Yudisial selama ini, hanya menjewer kuping anak-anaknya yang nakal. Ia berharap Komisi Yudisial betul-betul mampu menjalankan fungsinya sebagai “Ibu” para hakim dengan memperhatikan nasib dan kondisi para hakim. “Nak kamu sudah makan, sudah shalat? Itu yang saya harapkan dari KY sebagai seorang Ibu. Sebagai seorang Ibu kami ingin melihat Ibu itu berwibawa sehingga kami tidak takut melainkan cinta. Kami akan peluk dan cium Ibu kami,” janjinya.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 28 2/24/2012 3:12:29 PM

Page 31: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 429

SELINTAS

Tampak depan Gedung PN Stabat.

Pengadilan Negeri Stabat (PN Stabat) berkedudukan di Jl.Proklamasi No.49 Kec. Stabat, Kab. Langkat, Sumatera Utara. Gedung PN Stabat dibangun di atas lahan seluas 10.000 m2 dengan luas bangunan 759 m2. Peresmiannya dilaksanakan tanggal 23 Januari 1987 oleh Menteri Kehakiman waktu itu Ismail Saleh, S.H. PN Stabat masuk dalam wilayah Pengadilan Tinggi Medan bersama dengan 17 pengadilan negeri lainnya.

PN Stabat pada tahun 2006 karena menyidangkan kasus seorang anak, bernama Raju, yang berkelahi dengan kakak

kelasnya. Banyak pihak mengecam PN Stabat waktu itu, bahkan Komisi Yudisial memanggil hakim yang menangani kasus tersebut. Namun tak disangka

sekarang PN Stabat malah menjadi pengadilan percontohan karena telah menerapkan prinsip keadilan restoratif untuk kasus-kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).

Penanganan perkara pidana kususnya pidana anak dengan pendekatan keadilan restoratif

menawar k an pandangan dan pendekatan berbeda dalam memahami dan menangani suatu tindak pidana. Hal ini tergambar dari definisi yang dikemukakan oleh Dignan sebagai berikut: Restorative justice is a new framework for responding to wrong doing and conflict that is rapidly gaining

DO

C. PN

STAB

AT

Pengadilan Percontohan Dengan Ruang “Sojuk”

Pengadilan Negeri Stabat

Arif Budiman

Buletin Jan-Peb 2012.indd 29 2/24/2012 3:12:30 PM

Page 32: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

30

SELINTAS

acceptance and support by educational, legal, social work, and counceling professionals and community groups. Restorative justice is a valued-based approach to responding to wrongdoing and conflict, with a balanced focus on the person harmed, the person causing the harm, and the affected community.

Definisi tersebut mensyaratkan adanya suatu kondisi tertentu yang menempatkan keadilan restoratif sebagai nilai dasar yang dipakai dalam merespon suatu perkara pidana. Dalam hal ini disyaratkan adanya keseimbangan fokus perhatian antara kepentingan pelaku dan korban serta memperhitungkan pula dampak penyelesaian perkara pidana tersebut dalam masyarakat.

Penanganan kasus anak yang berhadapan dengan hukum di PN Stabat sekarang bisa dibilang sangat jauh berbeda dengan masa ketika PN Stabat pertama kali dikenal gara-gara kasus Raju. Sistem peradilan anak yang sekarang berlandaskan pada keadilan retributif (menekankan keadilan pada pembalasan) dan

integrasi dalam masyarakat, pemaafan dan pengampunan (Consedine, 1995: 11).

Adapun tujuan hakiki yang ingin diwujudkan adalah terciptanya moral justice dan social justice dalam penegakan hukum selain mempertimbangkan legal justice. Dapat pula diartikan terwujudnya keseimbangan di masyarakat pasca putusan hakim. Di Indonesia, yang dimaksud keadilan restoratif adalah suatu penyelesaian secara adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga mereka dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana secara bersama-sama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana tersebut dan implikasinya dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

Sistem peradilan bagi ABH di Stabat semakin maju sejak kedatangan Hj. Diah Sulastri Dewi, S.H.,M.H sang Ketua PN Stabat sekarang. Dewi sudah merintis uji coba keadilan restoratif sejak masih menjadi hakim anak di PN Bandung. Pada masa itu PN Bandung dipimpin oleh Dr. Marni Emmy Mustafa, S.H.,M.H (saat ini sebagai KPT Medan).

Di bawah kepemimpinan Emmy, PN Bandung bersama-sama dengan Pokja ABH difasilitasi LPA Jawa Barat dan UNICEF, telah mendesain Ruang Sidang Ramah Anak yang diresmikan oleh Ketua Mahkamah Agung pada tahun 2004 sebagai Pengadilan Percontohan. Saat ini ruang sidang ramah anak di PN Stabat yang merupakan replika ruang sidang ramah anak PN Bandung juga dilengkapi dengan ruang tunggu sidang ramah anak, ruang teleconference korban anak, ruang mediasi serta ruang pelayanan perempuan dan anak.

Ruang tunggu ramah anak diperuntukkan agar ketika menunggu sidang, anak tidak disatukan dengan orang dewasa. Ini guna memberikan kondisi psikologis yang lebih nyaman

restitutif (menekankan keadilan atas dasar pemberian ganti rugi), hanya memberikan wewenang kepada negara yang didelegasikan kepada aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, dan Hakim).

Pelaku (ABH) dan korbannya sedikit sekali diberikan kesempatan untuk menyampaikan versi keadilan yang mereka inginkan. Negara yang menentukan derajat keadilan bagi korban dengan memberikan hukuman penjara pada pelaku. Karena itu tak heran tindak kriminal yang dilakukan ABH semakin meningkat karena di penjara mereka justru mendapat tambahan ilmu untuk melakukan kejahatan dan kemudian merekrut anak lain untuk mengikutinya.

Jim Consedine, salah seorang pelopor keadilan restoratif dari New Zealand, berpendapat konsep keadilan retributif dan restitutif yang berlandaskan hukuman, balas dendam terhadap pelaku, pengasingan, dan perusakan harus digantikan oleh keadilan restoratif yang berdasarkan rekonsiliasi, pemulihan korban,

Hj. Dyah Sulastri Dewi, S.H.,M.H (Ketua PN) bersama Wakil Ketua dan Panitera/Sekretaris PN Stabat.

DO

C. P

N ST

ABAT

Buletin Jan-Peb 2012.indd 30 2/24/2012 3:12:35 PM

Page 33: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 431

Selanjutnya, salinan Penetapan diteruskan kepada Dinas Catatan Sipil agar dipenuhi perintah hakim untuk mengeluarkan Akte Kelahiran.

Komitmen hakim-hakim di PN Stabat yang rela untuk bekerja ekstra di hari Jumat membuat pelayanan administratif di PN ini dipuji masyarakat setempat.

Masih ada satu ruangan lagi di PN Stabat, yaitu ruang mediasi. Penyelesaian perkara melalui mediasi merupakan salah satu instrumen access to justice bagi masyarakat pencari keadilan. Dalam perkembangannya, keberadaan ruang mediasi di PN Stabat, disamping untuk mendorong peningkatan penerapan mediasi dalam perkara perdata agar diperoleh penyelesaian damai atas dasar win-win solution, juga dimanfaatkan untuk melakukan mediasi penal atau Victims Offender Mediation (VOM), yaitu mediasi dalam perkara pidana sebagai bagian dari penerapan keadilan restoratif: keadilan yang menekankan kepada pemulihan baik korban, pelaku, maupun lingkungan masyarakat demi terwujudnya keadilan yang seimbang dalam masyarakat.

bagi anak, karena dengan begitu ia bisa menunggu sidang dengan didampingi oleh orang tuanya. Selain itu, di ruang sidang ramah anak tersedia pula buku-buku tentang anak bantuan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sehingga anak dan orang tua yang mendampinginya dapat membaca buku-buku tersebut sambil menunggu sidang.

Disamping itu, ada pula ruang teleconference yang desainnya cukup sederhana, namun sangat efektif dan berguna untuk kelangsungan sidang yang melibatkan anak sebagai korban. Disini pihak korban dan terdakwa dipisahkan, sehingga hakim hanya melihat korban dari monitor TV dan korban mendengarkan pertanyaan hakim dari ruangan khusus didampingi pihak-pihak terkait. Ini lagi-lagi bertujuan untuk menjaga kondisi psikologis korban, dengan dipisahkan diharapkan ia bisa memberikan keterangan kepada hakim secara komprehensif.

Terobosan-terobosan yang dilakukan PN Stabat di atas dilandaskan demi kepentingan terbaik bagi anak sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ketentuan pasal itu menyatakan bahwa penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (The Last Resort).

Selanjutnya ruang pelayanan perempuan dan anak dipergunakan untuk memberikan pencerahan kepada perempuan dan anak yang bersentuhan dengan hukum akan tetapi mereka awam hukum. Para hakim perempuan di PN Stabat secara bergantian piket untuk dapat memberikan layanan penyuluhan hukum kepada perempuan dan anak

yang berhadapan dengan hukum baik sebagai pihak dalam perkara perdata maupun sebagai korban dalam perkara pidana. Selanjutnya hakim dapat menindaklanjuti bagi perempuan ataupun anak yang tidak mampu untuk mendapatkan haknya diberi bantuan hukum secara cuma-cuma oleh Pos Bantuan Hukum yang berada di PN Stabat.

PN Stabat juga memiliki layanan khusus untuk Akte Kelahiran. Layanan ini sebagai tindak lanjut karena adanya keluhan dari warga, khusunya perempuan dan anak yang sulit mendapatkan Akte Kelahiran. Masalah tersebut saat ini menjadi isu hangat di Wilayah Kabupaten Langkat. Maka untuk menyikapinya, PN Stabat telah membuat program One Day Service untuk Permohonan Akte Kelahiran yang dilaksanakan setiap hari Jumat.

Para pemohon yang bersidang pada hari Jumat itu, apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hakim, maka pada hari itu juga Penetapan dibacakan oleh hakim dan Pemohon langsung dapat mengambil salinan Penetapan.

Ruang Pelayanan Perempuan dan Anak di PN Stabat.

DO

C. P

N ST

ABAT

Buletin Jan-Peb 2012.indd 31 2/24/2012 3:12:35 PM

Page 34: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

32

SELINTAS

Ruang mediasi di PN Stabat pernah menjadi sejarah ketika berhasil mendamaikan dua kubu desa yang berkonflik akibat kasus asusila yang dilakukan anak sebagai pelaku dan anak sebagai korban. Kala itu penyelesaiannya dapat dilakukan secara damai dan saling bermaafan diakhiri dengan upacara adat, tepung tawar, dan keluarga terdakwa memberikan seekor kambing untuk acara kenduri kepada keluarga korban.

Dalam kenduri diundang para tetangga, tokoh agama, tokoh masyarakat dan keluarga terdakwa, yang berdampak pada pemulihan. Korban tidak trauma lagi untuk melanjutkan sekolah sedangkan pelaku dapat kembali ke bangku sekolah karena hukuman yang diberikan hakim berupa tindakan mengembalikan anak kepada orang tua di bawah pengawasan balai pemasyarakatan.

Keberanian PN Stabat untuk menggali kearifan lokal patut dijadikan sebagai contoh. Karena pengalaman mediasi itu pula masyarakat jika

mengadakan kebaktian di ruangan yang telah ditentukan.

Setiap hari Jumat keluarga besar PN Stabat melakukan senam pagi. Selanjutnya selesai senam, dilakukan sidang tilang dan sidang permohonan Akte Kelahiran (One Day Service).

Setiap hari Senin minggu kedua, keluarga besar PN Stabat mengadakan rapat minutasi dan rapat evaluasi bidang pengawasan dari masing-masing hakim pengawas bidang.

Ketua Pengadilan Tinggi Medan, Dr. Marni Emmy Mustafa, S.H.,M.H memberi tanggapan positif saat diklarifikasi di ruang kerjanya terhadap terobosan yang dilakukan PN Stabat. Menurut Emmy Ketua Pengadilan Negeri sebagai agen perubahan haruslah membuat inovasi-inovasi dalam mengembangkan manajemen perubahan untuk mewujudkan peradilan yang agung sesuai misi Mahkamah Agung.

“Diharapkan semua Ketua Pengadilan Negeri k hususnya se-Sumatera Utara haruslah inovatif dalam mengembangkan manajemen perubahan di kantor masing-masing sehingga dapat meningkatkan pelayanan publik dan memenuhi, merespons harapan masyarakat pencari keadilan,” demikian ujarnya.

Sudah seharusnya sebuah pengadilan menjadi tempat tumpuan masyarakat untuk menggantungkan keadilan. Dengan senantiasa menerima masukan dan selalu mengedepankan asas kemanfaatan masyarak at dan keadilan sosial, PN Stabat selangkah lebih maju dalam melayani masyarakat.

Te ro b o s a n h u k u m ya n g dilakukan dengan menerapkan keadilan restorative tanpa melanggar aturan-aturan hukum normatif yang ada membuat PN Stabat unik dan bisa menjadi role model pengadilan yang progresif. Sukses terus PN Stabat.

berperkara di PN Stabat senantiasa menyebut ingin bersidang di ruang “Sojuk”. Ruang sojuk yang dimaksud adalah ruang mediasi, sojuk artinya sejuk, itu pengucapan logat melayu yang kental di Stabat. Masyarakat pun memandang pengadilan bukan sebagai tempat yang angker lagi,

Ada hal yang juga positif dalam kepemimpinan Dewi bersama Sohe (Wakil Ketua PN Stabat) dan Syawal (Panitera/Sekretaris PN Stabat) untuk merajut kebersamaan dan kekeluargaan dari keluarga besar PN Stabat. Agar dalam melaksanakan tugas dapat bekerja sama dengan baik, terutama dalam mengembangkan manajemen perubahan yang tentunya akan ada resistensi, maka untuk meminimalisir resistensi tersebut, Dewi telah mengisi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

Setiap hari Kamis, keluarga besar PN Stabat yang beragama Islam melakukan pengajian membaca Surat Yasin, Takhtim, dan Tahlil di mesjid yang cukup indah mesjid “Al-Mahkamah” , sedangkan yang beragama kristiani

Proses mediasi di ruang mediasi PN Stabat.

DO

C. P

N ST

ABAT

Buletin Jan-Peb 2012.indd 32 2/24/2012 3:12:38 PM

Page 35: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 433

LAPORAN KHUSUS

Momen ini sekaligus dijadikan bentuk evaluasi atas kinerja dan efektifitas pelaksanaan wewenang serta kegiatan

pendukung lainnya dalam rentang satu tahun. Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Komisi Yudisial mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung ke DPR dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.

Masa kerja Anggota Komisi Yudisial periode 2010 – 2015 atau bisa juga disebut Anggota Komisi Yudisial Jilid II sudah memasuki usia satu tahun pada akhir tahun 2011 lalu. Sebagai bentuk transformasi dan pertanggungjawaban ke publik, Komisi Yudisial sudah sepantasnya mempublikasikan beberapa capaian-capaian program kerja yang dilaksanakannya.

Setahun Komisi Yudisial Jilid IIM. Purwadi, Dinal Fedrian

Anggota Komisi Yudisial periode 2010-2015.

DO

C. B

ULET

IN K

OMIS

I YUD

ISIA

L

Buletin Jan-Peb 2012.indd 33 2/24/2012 3:12:41 PM

Page 36: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

34

LAPORAN KHUSUS

Seleksi Calon Hakim Agung 2011

Dalam ruang lingkup pelaksanaan wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung ke DPR Ketua Komisi Yudisial Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H.,M.H menyebutkan, prasyarat menuju penegakan hukum dan keadilan di dalam sebuah negara hukum yang demokratis adalah dengan mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bersih, merdeka, dan bertanggung jawab. Hal itu bisa terwujud jika kebutuhan akan calon hakim agung yang berkualitas dan berintegritas tinggi terpenuhi.

Eman menegaskan, para hakim agung akan menjadi perhatian masyarakat khususnya para pencari keadilan. Sehingga, calon hakim agung harus memiliki keutamaan seperti, integritas, kompetensi, dan kualitas moral yang baik dalam pemilihan nanti. “Itu harapan KY, kalau itu terpenuhi bagi MA maka ringan juga tugas KY. Artinya mereka kan menjadi teladan bagi para hakim di bawahnya,” kata Eman Suparman saat berbicara dalam diskusi “Proyeksi Awal Tahun: Harapan & Tantangan Komisi Yudisial Tahun 2012” yang diselenggarakan Forum Wartawan Jurnalis Komisi Yudisial (ForjuKY) di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Senin (31/01).

Kebutuhan itu juga menjadi dasar argumentasi bagi lahirnya kebijakan untuk memperketat persyaratan calon hakim agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Namun demikian, kebutuhan untuk mendapatkan calon hakim agung yang diinginkan, bukan tanpa tantangan. Berdasarkan beberapa kali proses seleksi sebelumnya, Komisi Yudisial mengalami beberapa kendala, salah satunya disebabkan rendahnya tingkat partisipasi publik untuk mengikuti proses seleksi calon hakim agung.

No TahapanJumlah Calon Hakim Agung

Keterangan

1 Seleksi Administrasi 107 orang

2Seleksi Kualitas dan Kepribadian

79 orang

Awalnya berjumah 8 3 o r a n g namun 4 orang mengundurkan diri

3Verif ik asi , Pemeriksaan Kesehatan, Pembekalan, dan Wawancara Terbuka

45 orang

4 Pengusulan ke DPR 18 orang

Menyikapi kendala tersebut, Komisi Yudisial telah melakukan “Sosialisasi dan Penjaringan Calon Hakim Agung” di beberapa wilayah, yang diperkirakan memiliki calon potensial menjadi calon hakim agung, baik melalui jalur karier maupun nonkarier. Pelaksanaan sosialisasi dan penjaringan calon hakim agung tersebut dilakukan melalui beberapa cara. Misalnya dengan acara talkshow di media elektronik, televisi lokal.

“ C a r a l a i n d e n g a n menyelenggarakan pertemuan dalam bentuk seminar yang diselenggarakan di beberapa perguruan tinggi atau pengadilan tinggi dengan mengundang calon hakim agung yang potensial yang berasal dari hakim tinggi, hakim pengadilan negeri, dan akademisi,” kata lulusan Program Doktor Ilmu Hukum Undip tersebut.

Laki-laki kelahiran Kuningan, 23 April 1959 ini juga menjelaskan, pada seleksi calon hakim agung tahun 2011, calon hakim agung yang mendaftar baik dari karier dan nonkarier sebanyak 107 orang. Dari 107 pendaftar, yang dinyatakan lulus seleksi administrasi sebanyak 83 orang. Namun dalam perjalanannya, dari 83 peserta yang lulus,

4 orang diantaranya mengundurkan diri karena beberapa alasan. Sehingga peserta yang berhak mengikuti seleksi tahap berikutnya, yaitu seleksi kualitas dan kepribadian tersisa 79 peserta.

Dari 79 peserta yang mengikuti seleksi Tahap II, peserta yang dinyatakan lolos sebanyak 45 orang. Selanjutnya peserta yang lolos diharuskan mengikuti seleksi Tahap III, yang merupakan seleksi tahap akhir di Komisi Yudisial.

Dari 45 peserta yang mengikuti seleksi tahap akhir, Komisi Yudisial akhirnya mengumumkan 18 peserta seleksi calon hakim agung yang dinyatakan lolos sebagai calon hakim agung. Selanjutnya para calon itu diserahkan ke DPR untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan dan hasilnya terpilihlah enam hakim agung baru di tahun 2011 lalu.

Di akhir 2011 Komisi Yudisial kembali membuka pendaftaran seleksi calon hakim agung mulai tanggal 1 sampai dengan 21 Desember 2011. Seleksi ini untuk mengisi lima hakim agung yang akan pensiun di awal tahun 2012. “Dalam surat Ketua MA tertanggal 10 November 2011 perihal permintaan pengisian jabatan hakim agung, MA hanya mengusulkan penggantian

Rekapitulasi Peserta Seleksi Calon Hakim Agung Tahun 2011

Buletin Jan-Peb 2012.indd 34 2/24/2012 3:12:41 PM

Page 37: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 435

hakim agung yang akan pensiun pada semester pertama tahun 2012 sebanyak lima orang,” kata Eman.

Sampai laporan ini diturunkan, proses seleksi telah selesai pada tahap seleksi admnistrasi. Pada tahap ini, tercatat dari 111 peserta yang mendaftarkan diri hanya 86 calon hakim agung yang berhak mengikuti tahapan seleksi berikutnya.

Pengawasan HakimDalam kesempatan itu, Ketua

Komisi Yudisial juga menyinggung soal Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Ditetapkanya keputusan bersama dua lembaga tersebut merupakan peristiwa monumental yang menandai awal komunikasi harmoni antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang sempat renggang.

“Kesepakatan MA dan KY dalam upaya mewujudkan proses peradilan yang bersih, transparan dan akuntabel melalui kegiatan pengawasan yang tidak saja harus dilakukan secara internal, tetapi juga secara eksternal melalui kegiatan pengawasan perilaku hakim

yang dilakukan oleh Komisi Yudisial,” paparnya.

Eman seperti dikutip dalam laporan akhir tahun juga menyebutkan, dari waktu ke waktu kepercayaan masyarakat terhadap Komisi Yudisial semakin meningkat. Hal itu terlihat dari banyaknya laporan masyarakat pada 2011.

Sepanjang tahun 2011, Komisi Yudisial telah menerima 3368 laporan masyarakat. Dari laporan masyarakat tersebut sebanyak 1710 berupa laporan masyarakat yang ditujukan langsung ke Komisi Yudisial, sedangkan sebanyak 1644 berupa surat tembusan. Jenisnya pun beragam, mulai dari laporan mengenai putusan hakim yang dianggap tidak adil, semena-mena, tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (termasuk melanggar hukum acara dan hukum pembuktian), sampai dugaan adanya manipulasi fakta hukum dan lain-lain.

Semuanya tidak terlepas karena tingkat profesionalisme hakim yang rendah maupun karena diduga telah terjadi praktek-praktek kolutif. Jika dilihat dari substansi laporan, sebagian besar yang dilaporkan adalah terkait

dugaan adanya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Dari jumlah 1710 laporan, sebanyak 740 laporan masyarakat telah dilakukan registrasi karena telah memenuhi persyaratan kelengkapan laporan. Adapun laporan yang telah ditindaklanjuti sampai dengan pemeriksaan hakim sebanyak 41 laporan, yang ditindaklanjuti sampai dengan pemeriksaan pelapor/saksi sebanyak 94 laporan, yang ditindaklanjuti sampai dengan permintaan klarifikasi sebanyak 178 laporan, dan meneruskan/pemberitahuan ke instansi lain untuk ditindaklanjuti sebanyak 47 laporan, dan sisanya laporan tidak dapat ditindaklanjuti atau masih dalam proses penanganan.

Pada proses selanjutnya setelah pemeriksaan terhadap laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, terdapat 16 hakim yang direkomendasikan untuk diberi sanksi, karena dinilai terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Rinciannya adalah, satu orang hakim direkomendasikan pemberhentian dari jabatan hakim, satu orang hakim direkomendasikan pemberhentian sementara dari jabatan hakim, delapan orang hakim direkomendasikan teguran tertulis, dan dua orang hakim direkomendasikan sanksi sedang.

Sementara untuk proses penyelenggaraan Majelis Kehormatan Hakim (MKH), selama 2011 Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial melaksanakan empat kali sidang MKH. MKH sendiri adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sebagai forum pembelaan diri bagi hakim yang akan diusulkan untuk diberhentikan secara tetap, baik dengan hormat maupun tidak dengan hormat karena melakukan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ JI

MS

Tes tertulis seleksi calon hakim agung.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 35 2/24/2012 3:12:43 PM

Page 38: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

36

LAPORAN KHUSUS

Perubahan Undang-Undang Komisi Yudisial

Yang tidak kalah pentingnya, pada tahun 2011 merupakan tahun yang cukup monumental dari sisi legalitas kelembagaan, hal ini ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

L e p a s d a r i b e r b a g a i kekurangan dan kelemahan yang ada, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 telah memberikan penguatan kepada Komisi Yudisial, baik dari sisi kelembagaan, kewenangan maupun dari sisi penambahan tugas-tugas baru.

Proses pembahasan perubahan Undang-Undang Komisi Yudisial sebenarnya sudah dimulai sejak lama, yaitu pada periode DPR RI 2004-2009, namun baru selesai dibahas dan diundangkan tahun 2011.

Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap mengatakan, saat ini masyarakat menaruh harapan besar kepada Komisi Yudisial selaku lembaga pengawas hakim. Lembaga ini diharapkan menjadi pendekar hukum di mata masyarakat, artinya bisa memberikan keadilan bagi masyarakat. Dengan begitu, peran Komisi Yudisial ke depan akan semakin diperhitungkan keberadaannya.

“Komis i Yudis ia l sama menakutkannya dengan KPK. Kami

sangat berharap agar Komisi Yudisial bisa maksimal dan dibawah kepemimpinan Eman Suparman mudah-mudahan bisa terbangun lembaga yang lebih ideal ke depan,” kata Yahdil Abdi Harahap saat berbicara dalam acara yang sama yaitu diskusi “Proyeksi Awal Tahun: Harapan & Tantangan Komisi Yudisial Tahun 2012” yang diselenggarakan Forum Wartawan Jurnalis Komisi Yudisial (ForjuKY).

Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjelaskan, tujuan utama revisi Undang-Undang Komisi Yudisial adalah untuk memperkuat peran dan kewenangan lembaga pengawas hakim tersebut. Mengingat, ada sejumlah pendapat yang menyebutkan bahwa selama ini kewenangan Komisi Yudisial

Rincian Data Tentang Pelaksanaan Pengawasan Hakim Oleh Komisi Yudisial

Tahun 2011

No Uraian Jumlah Keterangan

1 Keseluruhan laporan masyarakat 3368 laporan

2Laporan masyarakat yang ditujukan untuk Komisi Yudisial

1710 laporan

3 Laporan masyarakat berupa tembusan 1644 laporan

4 Laporan masyarakat yang telah diregistrasi 740 laporan

5Laporan yang ditindaklanjuti dengan pemeriksaan hakim

41 laporan

6Laporan yang ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pelapor/saksi

94 laporan

7Laporan yang ditindaklanjuti dengan permintaan klarifikasi

178 laporan

8Laporan yang diberitahukan ke instansi lain untuk ditindaklanjuti

47 laporan

9 Rekomendasi sanksi bagi hakim 16 hakim

1 hakim direkomendasikan sanksi pemberhentian.1 hakim direkomendasikan sanksi pemberhentian sementara.8 hakim direkomendasikan sanksi teguran tertulis. 2 hakim direkomendasikan sanksi sedang.

10 Pelaksanaan sidang MKH 4 kali

1 hakim dijatuhi hukuman sebagai hakim non palu. 1 hakim diberhentikan dengan hormat. 1 hakim diberhentikan tidak dengan hormat. 1 hakim diberikan hukuman teguran tertulis.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 36 2/24/2012 3:12:43 PM

Page 39: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 437

dianggap tidak sesuai dengan filosofi pembentukan awal lembaga itu.

Yahdil mengatakan, selama berdiskusi dengan sejumlah koleganya di DPR, termasuk dengan sejumlah kalangan mengusulkan agar beberapa kewenangan diakomodir dalam revisi Undang-Undang Komisi Yudisial seperti eksaminasi putusan hakim dan penyadapan. Namun, dalam perjalanannya, kewenangan eksaminasi putusan justru dipandang terlalu jauh sehingga tidak dimasukkan dalam revisi.

Sementara untuk penyadapan, Komisi Yudisial tidak bisa melakukan secara langsung seperti halnya KPK. Namun, harus melalui lembaga penegak hukum lain.

Dia juga menyinggung soal pemberian sanksi dan penilaian terhadap pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang masih saja dikuasai Mahkamah Agung, khususnya menyangkut pemecatan hakim. Jika hal itu masih dipegang Mahkamah Agung, maka Komisi Yudisial akan sulit menjadi lembaga yang efektif. Saran dia, Komisi Yudisial harus memiliki keberanian untuk bergerak diwilayah yang belum memiliki aturan jelas atau abu-abu.

“Kewenangan tersebut memang tidak disebutkan secara eksplisit tapi bisa dilakukan. Wilayah ini yang perlu. Sama halnya dengan yang dilakukan MK ketika mendengarkan rekaman terpidana Anggodo, itu kan kewenangan abu-abu. Suatu kewenangan yang sifatnya kontroversi,” ungkapnya.

Menyangkut banyaknya laporan masyarakat yang ditujukan ke Komisi III DPR terkait putusan peradilan yang dinilai janggal, harus menjadi perhatian Komisi Yudisial. Yahdil khawatir, banyaknya pengaduan yang ditujukan ke DPR karena Komisi Yudisial kurang maksimal dalam menindaklanjuti setiap laporan yang ada.

“Jangan-jangan laporan yang

disampaikan masyarakat ke KY tidak ditindaklanjuti secara maksimal sehingga mencari saluran yang lain. Ini menjadi sinyal bagi KY,” ujarnya.

Sementara Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia (UI) Jimly Asshiddiqie menjelaskan dibutuhkan cara berpikir integral untuk membenahi sistem hukum dan kelembagaan negara. Jika tidak maka sistem hukum bangsa ini tidak akan jalan. “Jadi, hakim agung sebelum jadi hakim agung, idealis sekali, tapi begitu masuk

cermin ketidakpercayaan kepada lembaga-negara hukum kita,” kata dia.

Sementara mengenai evaluasi terhadap Komisi Yudisial sendiri Jimly berpendapat bahwa Undang-Undang Komisi Yudisial yag baru sudah memberi kewenangan kepada lembaga pengawas hakim ini untuk berinovasi dan berkreatifitas. “Saya yakin keberadaan KY akan semakin penting di masa mendatang. Walaupun kita juga perlu evaluasi apa dan bagaimananya,” ujarnya.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ W

. EKA

PUT

RA

Pengesahan revisi Undang-U ndang Komisi Yudisial di DPR tahun 2011.

ke Mahkamah Agung, dia dibentuk oleh sistem dan kerangka iklim berpikir MA. Kebenaran itu ya sebatas itulah. KY juga seperti itu, menurut saya. Semua institusi bisa mengungkung diri kita untuk kepentingan bangsa dan negara,” ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, mantan Ketua MK itu juga mengusulkan agar mengevaluasi beberapa putusan pengadilan yang tidak dilaksanakan dan tidak ada sanksi apapun.

Dilain segi, ia juga menyoroti banyaknya laporan yang diterima oleh KY, atau lembaga-lembaga yang lain, termasuk KPK dan MK yang isinya ketidakpuasan terhadap putusan pengadilan. “Banyak sekali. Ini adalah

KY-MA Harus Lebih Akomodatif

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh mencoba berharap akan hubungan baik Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung di tahun ini. Imam berharap Ketua Mahkamah Agung yang baru, bisa menjalin hubungan yang lebih baik antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Mengingat, hubungan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung di masa kepemimpinan Harifin A Tumpa sudah terjalin baik, lebih akomodatif, dan banyak kesepakatan positif yang tercapai.

“Ketua MA yang baru, saya harap bisa lebih akrab dan bisa bekerjasama

Buletin Jan-Peb 2012.indd 37 2/24/2012 3:12:49 PM

Page 40: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

38

LAPORAN KHUSUS

dalam rangka menjalankan pelaksanaan kewenangan dan tugas-tugas KY yang baru yang ada di UU No 18 tahun 2011. Kemudian MA bisa lebih terbuka terhadap KY. Kalau dulu kan terkesan agak tertutup dan “melindungi” korpsnya,” kata Imam Anshori di Gedung KY, Jakarta.

Imam menginginkan agar lembaga kehakiman tertinggi itu bisa lebih terbuka jika ada kesalahan yang di lakuk an bawahannya. Sebab, jika Mahkamah Agung masih menutup-nutupi anggota korpsnya yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik, hal itu justru merugikan lembaga itu sendiri. Citra Mahkamah Agung akan lebih terpuruk di mata masyarakat.

Menurut dia, jika Mahkamah Agung terbuka setiap ada persoalan menyangkut pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim, Komisi Yudisial juga lebih enak dalam menjalankan tugas menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.

“KY kan tidak bermaksud menjatuhkan martabat hakim atau mencari-cari kesalahan. Kita justru ingin agar hakim-hakim lebih terhormat, lebih terpercaya sehingga masyarakat

mempercayai dunia peradilan kita yang sekarang sedang jatuh,” paparnya.

Disinggung sosok Ketua Mahkamah Agung baru, lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini berharap agar Ketua Mahkamah Agung baru adalah sosok yang progresif dan mengedepankan restorative justice.

Anggota Komisi Yudisial/Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga, Ibrahim mengungkapkan, akhir-akhir ini Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung sudah membentuk yang namanya Liaison Officer (LO). Tugasnya menghubungkan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dalam membicarakan hal-hal yang dianggap hot issue diantara dua lembaga ini.

Disamping itu, LO juga dibentuk dalam rangka lebih menyepakati pada hal-hal yang dianggap selama ini sebagai hambatan. “Dalam pelaksanaannya, kita sedang membangun kesepahaman apa yang dianggap sebagai teknis yudisial itu. Kemudian juga yang berkaitan dengan perbedaan pemeriksaan terhadap hakim,” jelasnya.

Ta n t a n g a n t e r b e r a t ny a , lanjut dia, bagaimana dua lembaga ini bersedia duduk bersama dan

tidak mempersoalkan perbedaan. Namun, bagaimana menemukan persamaan-persamaan dalam rangka implementasi pengawasan kode etik hakim. “Tidak ada jalan lain, KY dan MA harus sepakat menemukan kesepakatan-kesepakatan dalam rangka menemukan implementasi efektifitas kode etik itu. Kita sudah punya tim teknis yang sedang menggodok beberapa petunjuk teknis pelaksanaan kode etik ini,” paparnya.

Pelaksanaan Kewenangan dan Tugas Baru

Menyinggung soal kewenangan baru yaitu penyadapan, Ibrahim menjelaskan, saat ini lembaganya sedang dalam tahap penandatanganan dengan KPK, PPATK, Kepolisian, dan Imigrasi, dalam hal meminta bantuan melaksanakan tugas penyadapan sesuai amanat undang-undang baru tersebut.

Ibrahim juga menjelaskan mengenai kewenangan Komisi Yudisial untuk meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan hakim. Tidak ada pilihan lain, menurutnya, Komisi Yudisial harus melakukan pendidikan hukum kepada para hakim untuk meningkatkan kapasitas hukum materiil dan acara, termasuk soal pendidikan kode etik. Pendekatannya, lanjut dia, menyeluruh yang didalamnya ada preventif dan punishment.

Tidak kalah pentingnya, Komisi Yudisial boleh mengambil langkah hukum dalam rangka keamanan. Hal itu menjadi tantangan ke depan Komisi Yudisial. Tantangan lainnya, banyaknya laporan masyarakat yang belum bisa ditindaklanjuti, termasuk putusan pengadi lan yang belum bisa dilaksanakan.

“Ini tantangan kedepan. Itu dalam rangka efektifitas putusan pengadilan. Harkat dan martabat hakim bisa dilihat dari putusan itu dan hasilnya bisa dilaksanakan,” pungkasnya.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

DNAN

Ketua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman berjabat tangan dengan Ketua MA Dr. Harifin A Tumpa .

Buletin Jan-Peb 2012.indd 38 2/24/2012 3:12:57 PM

Page 41: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 439

KATA YUSTISIA

Ketika Pengadilan Negeri Dirampok

Perampok sekarang memang tidak pandang bulu dalam mencari sasaran. Bahkan gedung pengadilan tempat dimana masyarakat mencari keadilanpun tidak luput dari sasaran perampokan, seperti yang terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri beberapa waktu yang lalu.

M inggu dini hari (8/1) sekitar pukul 03.30 WIB m e r u p a k a n t a n g g a l yang tidak akan pernah

bisa dilupakan oleh Agus Yusworo dan Maskur selaku petugas piket PN malam itu. Disaat sedang asyik menonton televisi sambil tiduran di lantai 1 gedung PN Kabupaten Kediri tiba-tiba Agus kedatangan empat orang

tamu tak diundang ke dalam gedung PN dan langsung menyekapnya.

Menurut Agus, saat itu dirinya tidak berdaya karena langsung ditodong menggunakan senjata tajam sejenis parang. Selain itu, kawanan perampok juga mengikat dan menutup mulutnya menggunakan lakban. Selesai menyekap Agus kemudian kawanan perampok langsung menuju lantai 2

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

RAN

Tampak depan Gedung Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri.

W. Eka Putra

Buletin Jan-Peb 2012.indd 39 2/24/2012 3:13:07 PM

Page 42: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

40

KATA YUSTISIA

pihaknya belum menemukan adanya indikasi keterlibatan orang dalam yang membantu kasus perampokan tersebut.

Bersyukur karena petugas piket yang berjaga saat itu tidak sampai dilukai oleh kawanan perampok. Sedangkan uang sejumlah 10 juta tersebut, merupakan uang jaminan dari kepolisian yang belum sempat disetor ke bank. Sebenarnya jumlah brankas yang terdapat di PN berjumlah empat buah, sedangkan yang dirusak oleh perampok ada tiga buah, jadi ada satu brangkas yang luput dari perhatian perampok, karena ditanam di bawah tanah dalam ruangan.

Sampai saat ini perampokan tersebut belum dapat terungkap karena masih dalam pemeriksaan pihak kepolisian. Salah satu yang sangat disayangkan adalah tidak dapat berfungsinya kamera pengaman atau CCTV yang ada di PN.

Setelah perampokan terjadi, pihaknya langsung melaporkan kejadian tersebut ke Pengadilan Tinggi Surabaya dan Mahkamah Agung. Berdasarkan pengalaman tersebut, Sugeng mengharapkan agar anggaran tahun 2012 dapat digunakan untuk membeli CCTV yang baru. Kebutuhan CCTV dirasakan Sugeng sangat diperlukan untuk memantau dan merekam situasi yang terjadi di dalam gedung PN.

Pemeriksaan kepolisianSesaat setelah perampokan

terjadi, pihak PN Kabupaten Kediri melapor ke Kepolisian Sektor Gamping Rejo Kediri. Oleh Polsek lalu dibuat laporan dengan nomor laporan : K/LP/02/I/2012/Jatim/ResKDR/SekGPRJ. Menurut Brigadir Harwinto anggota unit Reskrim Polsek Gamping Rejo yang menangani kasus ini motif sementara perampokan adalah perampokan murni. Pihak kepolisian masih

terjadi di Kabupaten Kediri ini, bahkan sebelumnya juga telah terjadi empat kali perampokan yang dialami oleh kantor-kantor pemerintah di Kabupaten Kediri. “Perampokan yang terjadi di PN Kabupaten Kediri baru sekali ini terjadi, jumlah kerugian yang diderita akibat perampokan tersebut yaitu uang tunai sejumlah 10 juta rupiah dan 8 buah BPKB kendaraan yang terdiri dari mobil dan motor”, demikian kata Sugeng.

Perampok tersebut sangat profesional, karena brankas yang notabene sangat sulit untuk dibobol tetapi hal itu dapat dengan mudah dibobol oleh kawanan perampok. Dari sejumlah kasus perampokan yang terjadi di daerah Kabupaten Kediri memiliki kesamaan yaitu membobol brankas.

Sejauh ini, menurut Sugeng motif perampokan tersebut masih merupakan perampokan biasa untuk mencari uang atau barang berharga lainnya. Mengenai kecurigaan adanya keterlibatan orang dalam PN, Sugeng mengharapkan jangan sampai hal itu terjadi dan sampai saat inipun

dimana terdapat Maskur yang juga penjaga piket malam itu. Nasib serupa menimpa Maskur, kawanan perampok juga langsung menodongnya dengan senjata tajam dan langsung mengikat tangannya dengan tali serta menutup mulutnya dengan lakban.

Selesai melumpuhkan Maskur, lalu perampok tersebut memaksa Maskur untuk menunjukkan tempat menyimpan barang-barang berharga. Dikarenakan Maskur sendiri tidak mengetahui dimana tempatnya, keempat perampok tersebut menyekap Maskur di dalam kamar mandi yang terdapat di lantai 2, kemudian mereka langsung menuju ruangan bagian keuangan. Kawanan perampok yang terbilang mahir itu langsung membobol brankas dengan menggunakan peralatan yang biasa mereka bawa, dan langsung menguras seluruh isi brankas tersebut.

Pengamanan gedung PNSugeng Riyono selaku Ketua

PN Kabupaten Kediri mengatakan bahwa perampokan memang sering

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

RAN

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

RAN

Brankas yang dibobol oleh peranpok. KPN Kab Kediri, Sugeng Riyono, S.H., M.H.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 40 2/24/2012 3:13:18 PM

Page 43: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 441

menyelidiki kasus ini dan memeriksa sejumlah saksi termasuk Agus Yusworo dan Maskur sebagai saksi langsung yang disekap perampok.

Berdasarkan olah tempat kejadian perkara, perampokan terjadi sekitar pukul 03.30 pagi waktu setempat. Menurut keterangan saksi yang diperiksa, perampok menggunakan mobil hitam sejenis minibus. Berdasarkan keterangan saksi, pelaku perampokan diperkirakan berasal dari luar Kediri, karena

yang selalu melewati jalan dimana PN tersebut berada.

Entah mengapa kasus tersebut terjadi, yang pasti para perampok telah mempelajari situasi sekitar lokasi PN sebelumnya.

Sebelum kejadian perampokan di PN Kabupaten Kediri telah terjadi perampokan serupa di tempat lainnya. Motif dan modus operandinya pun sama, yaitu merampok dengan tujuan utama mencari uang atau barang-barang berharga lainnya.

Gamping Rejo telah berkoordinasi dengan Kepolisian Resort Kediri dan mengimbau masyarakat untuk lebih meningkatkan kewaspadaan dalam menjaga wilayahnya. Selain itu pihak kepolisian juga akan menambah patroli di daerah-daerah yang rawan tempat kejahatan serta menempatkan aparat disana, baik yang berpakaian dinas maupun tidak.

Yang terpenting saat ini menurut Harwinto adalah adanya kesadaran masyarakat untuk turut berpartisipasi

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

RAN

Brigadir Polisi Harwinto, yang menangani kasus perampokan di PN Kab Kediri.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

RAN

Agus dan Maskur, saksi korban yang diikat oleh perampok di PN Kab Kediri.

perampok tersebut menggunakan logat luar daerah atau tidak sama dengan logat jawa Kediri.

Penyelidikan kasus ini menurut Harwinto menemui kendala antara lain minimnya petunjuk karena alat pengamanan (CCTV ) di PN tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sebenarnya pihak Polsek Gamping Rejo telah rutin mengadakan patroli. “Dua kali setiap hari dari malam sampai menjelang pagi”, demikian kata Harwinto. Bahkan sebelum terjadi perampokan tersebut, pihaknya juga baru saja selesai melakukan patroli

Kawanan perampok tersebut juga dinilai sudah profesional dalam menjalankan aksinya terutama dalam hal membobol brankas. Mengenai identitas pelaku perampok an, menurut Harwinto saat ini belum juga dapat diungkap karena masih dalam penyelidikan. Pihaknya juga berkeinginan agar kasus-kasus perampokan yang telah meresahkan masyarakat dapat dengan segera terungkap.

U n t u k m e n c e g a h a g a r j a n g a n s a m p a i p e r a m p o k a n serupa terulang lagi, pihak Polsek

dalam menjaga keamanan di wilayahnya. Kesadaraan itu diperlukan karena kepolisian tidak dapat bekerja sendiri tanpa adanya dukungan dari masyarakat.

Khusus untuk perkantoran yang ada di wilayah Kediri, Harwinto mengharapkan agar menambah pengamanan untuk menjaga areanya, baik itu dari jumlah personil maupun sarana pengaman lainnya seperti CCTV. Apabila itu semua dilakukan, maka akan meminimalisir terjadinya kasus kejahatan di wilayah Kabupaten Kediri, demikian ungkap Harwinto.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 41 2/24/2012 3:13:29 PM

Page 44: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

42

GALERI

Hakim Sebagai Pejabat Negara dan Kesejahteraannya

Status hakim diakui sebagai pejabat negara. Hal ini sangat berarti bagi para hakim dan menempatkan posisinya menjadi lebih terhormat, mengingat selama ini hakim masih dianggap sebagai pegawai negeri biasa. Hakim merupakan salah satu profesi yang terhormat dan di banyak negara hakim disebut sebagai “Yang Mulia”. Namun apakah dengan status tersebut juga diikuti oleh tingkat kesejahteraan bagi mereka. Rubrik Galeri kali ini akan merangkum pendapat tiga orang tokoh mengenai isu status hakim sebagai pejabat negara dan kesejahteraannya.

Gaji Adalah Harga JabatanDrs. Eko Sutrisno, M.Si (Wakil Kepala BKN)

Patmoko, Dinal Fedrian, W. Eka Putra

Aparat penegak hukum, khususnya hakim sangat m e n j a d i p e r h a t i a n pemerintah,bukan hanya dari

kesejahteraan tapi juga sistem rekruitmen. Apalagi hakim saat ini sudah diposisikan oleh pemerintah sebagai pejabat negara. “Untuk itulah maka hendaknya gaji hakim seharusnya diberikan secara layak dan

adil karena gaji adalah harga jabatan”, demikian dikatakan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Drs. Eko Sutrisno, M.Si.

Menurut anak pertama dari enam bersaudara ini, kita tidak bisa melihat sepotong masalah kesejahteraan hakim secara mikronya saja, tapi juga mesti bicara secara makronya yaitu

mengenai reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi intinya ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah atau birokrasi termasuk kepercayaan kepada dunia peradilan dimana domainnya adalah hakim. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat tersebut, maka harus dimulai dari bagaimana membangun perbaikan mulai dari sistem rekrutmen, sistem promosi, mutasi lalu sistem kesejahteraan.

“Kalau dari sisi sesuai atau tidaknya gaji hakim saat ini harus dilihat secara makro. Mahkamah Agung harus melakukan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi tidak hanya menuntut masalah kesejahteraan tetapi juga menuntut kinerja. Kalau kinerja naik maka penghargaan terhadap kinerja juga pasti ada,” papar pria yang juga beristrikan PNS ini. Selain mendapatkan gaji, hakim saat ini juga sudah mendapatkan remunerasi. Sistem penggajian hakim saat ini juga sudah mengacu pada gaji sebagai pejabat negara dimana sudah lebih bagus dari Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini merupakan suatu penghargaan pemerintah kepada hakim sebagai penegak hukum. Menurut pria yang meniti karir berawal dari staf

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ W

.EKA

PUT

RA

Buletin Jan-Peb 2012.indd 42 2/24/2012 3:13:32 PM

Page 45: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 443

Hakim Jangan Kehilangan KemandirianProf. Dr. H. Laica Marzuki, S.H., M.H. (Mantan Wakil Ketua MK)

biasa ini, seseorang harusnya digaji sesuai bobot jabatannya, tentunya rumus gaji adalah yang layak dan juga adil serta sesuai dengan tanggung jawabnya. Dalam membangun sistem penggajian inilah maka ke depan akan dibangun single system sesuai dengan bobot jabatan (jangka menengah dan panjang). Sedangkan jangka pendeknya, pemerintah akan memperbaiki sistem penggajian yang ada sekarang ini agar range antara gaji terendah dan tertinggi makin longgar.

“Kalau kita bicara kesejahteraan maka sistem kesejahteraan sekarang harus diperbaiki. Sistem kesejahteran birokrat sekarang lebih pada membangun double system, ada gaji pokok dan ada tunjangan. Idealnya gaji pokok lebih besar daripada tunjangan. Gaji pokok inilah seharusnya makin hari makin

diperbaiki,”ungkap pria kelahiran 6 Januari 1955 ini.

Terkait perubahan status hakim sebagai pejabat negara, ia berpesan agar sistem rekrutmen hakim yang ada saat ini hendaknya diarahkan kepada lebih transparan dan akuntabel. Selain itu ia juga mengingatkan agar hakim tetap menjaga nilai-nilai netralitas dan independensinya. “BKN tidak mempunyai kewenangan membina secara langsung terhadap pejabat negara. Kewenangan ada di pejabat pembina kepegawaiannya masing-masing.

“BKN lebih kepada dukungan administratif yaitu mengelola prosedur kenaikan pangkat, pensiun, penghargaan dan sebagainya,” demikian dikatakan lulusan S2 UI dan penggemar tenis ini. Menurut bapak dua orang putri ini, hakim adalah pejabat negara tertentu. Kenapa

tertentu, karena dari posisi administratif, sistem rekruitmen, dan Nomor Induk Pegawai (NIP) masih mengadopsi sistem PNS. Tentunya BKN akan menyesuaikan dengan kepentingan-kepentingan pengembangan profesi hakim sebagai pejabat negara.

BKN selain mengelola secara administratif juga menetapkan standar dan prosedur manajemen kepegawaian termasuk pejabat negara tertentu sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan telah diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999. Selain itu BKN juga mengelola pensiun pejabat negara, pensiun janda-duda pejabat negara. “BKN berperan dalam kebijakan administrasi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada hakim secara proporsional,”tegasnya.

D iakuinya status hakim sebagai pejabat negara mendapatkan apresiasi yang positif dari Prof. Dr. H.M

Laica Marzuki, S.H.,M.H. Mantan hakim agung ini menilai penempatan status hakim sebagai pejabat negara sudah tepat. Bahkan dirinya mengaku sejak dulu memang tidak sepakat jika hakim digolongkan statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Kalau hakim sebagai PNS saya membayangkan hakim itu adalah anak semang Presiden selaku kepala pemerintahan. Sejak dulu saya tidak setuju itu,” tegas pria asal Makassar ini.

Mengenai fasilitas yang dapat diberikan kepada para hakim sebagai pejabat negara, dirinya merasa hal tersebut bukanlah sesuatu yang perlu diributkan. Ia merasa patut apabila hakim menjadi pejabat negara diberikan fasilitas yang juga layak. Menurutnya seorang pejabat termasuk pejabat negara seyogyanya diberikan fasilitas menurut aturan hak dan kewajibannya sesuai martabatnya. “Ketika saya masih

hakim agung saya kadang-kadang amat bersedih tatkala ke daerah terpencil melihat para hakim itu naik ojek ke kantornya. Mereka menderita, bagi saya tidaklah semua hakim itu nakal beberapa diantaranya jujur tetapi miskin,” ujarnya.

Namun di tengah kehormatan diakuinya status hakim sebagai pejabat negara, Laica memberikan catatan penting, ia berpesan agar para hakim tidak boleh meluangkan dirinya diintervensi oleh penguasa atau siapapun. Seseorang hakim memiliki dua hal yang wajib dilakukan. Pertama, selaku hakim

haruslah bersih yang artinya tidak korup. Kedua, para hakim wajib berpegang teguh pada integritas kemandiriannya selaku bagian dari kekuasaan kehakiman yang merdeka.

Oleh sebab i tu ia amat menyayangkan bila masih terdapat

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

DNAN

Buletin Jan-Peb 2012.indd 43 2/24/2012 3:13:33 PM

Page 46: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

44

GALERI

Hakim Tipikor Masih Butuh “Perhatian” Komisi YudisialPangihutan Nasution Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Tinggi Mataram

Sebagai hakim Pangihutan Nasution merasa prihatin dengan kondisi hakim sebagai pejabat negara yang diatur

dalam undang-undang dan ketentuan yang lain. Status itu berbeda dengan realisasinya terutama bagi hakim ad hoc tipikor. Hakim ad hoc tipikor hanya menerima uang kehormatan. Nilai uang kehormatan bagi hakim tingkat pertama sebesar Rp 13 juta, hakim tingkat banding sebesar Rp 16 juta, dan hakim tingkat kasasi mencapai Rp 22 juta.

Nilai itu belumlah menjadi pendapatan bersih. Sebab, pendapatan hakim itu terkena potongan pajak penghasilan sebesar 15%. Sebagai ilustrasi, sebagai hakim ad hoc tipikor hanya menerima Rp 13,6 juta perbulan. Selain uang kehormatan tersebut, para hakim ad hoc tipikor juga disediakan uang perumahan sebesar Rp 25 juta per tahun.

“Tentu saja, kami bersyukur dengan uang kehormatan dan fasilitas lainnya. Dengan mengacu pada undang-undang seharusnya Mahkamah Agung harus mengatur tentang adanya fasilitas transportasi, keamanan, dan jaminan kesehatan bagi hakim ad hoc tipikor. Tapi, sudah sampai enam tahun berlalu, pihak Mahkamah Agung belum menyusun pengaturannya.

Bukankah sudah ada peraturan yang menjamin hak hakim ad hoc? Menjawab pertanyaan ini Pangihutan mengatakan bahwa isi peraturan yang sudah ada terkait dengan susunan majelis yang terdiri dari berapa hakim karier dan hakim ad hoc memang sudah jelas. Sebaliknya, pengaturan lain seperti jam kerja, jaminan kesehatan, siapa pimpinan hakim ad hoc belum diatur dalam peraturan tersebut sehingga menimbulkan multitafsir.

Sebagai hakim ad hoc, ia diminta untuk melakukan absensi elektronik melalui finger print. Konon permintaan itu terkait dengan remunerasi hakim berdasarkan kehadiran. Artinya, apabila tidak hadir maka nilai remunerasi hakim yang bersangkutan akan dikurangi.

“Hakim ad hoc tidak diberikan remunerasi. Oleh sebab itu absensi elektronik tersebut tidak perlu diberlakukan. Hal lain yang menyisakan pertanyaan adalah belum ada pengaturan tentang tata laksana dan tata kerja hakim ad hoc seperti keberadaan panitera khusus. Dalam undang-undang sudah disebutkan hakim ad hoc memiliki panitera khusus bukan panitera biasa yang berada di pengadilan yang lain,”ungkap Pangihutan.

hakim nantinya yang justru melakukan perbuatan melawan hukum walaupun sudah diakui sebagai pejabat negara dengan fasilitas yang didapatnya. “Bagi saya hal dimaksud harus diberikan penegakan hukum secara tidak kepalang tanggung. Ketika para hakim itu diberikan status selaku pejabat negara maka bagi saya semakin kukuh pendapat hukum bahwa pelanggaran hukum yang dilakukan hakim merupakan pelanggaran jabatan,”cetusnya.

Guna mencegah perbuatan menyimpang yang dilakukan hakim, dirinya mengajukan satu solusi yang diakuinya mungkin klise. Baginya para hakim di negeri ini harus menyadari kehadiran Tuhan yang setiap saat mengetahui apa yang diperbuat. “Ini klise kelihatannya tetapi bukan. Kalau hakim senantiasa menyadari kehadiran Tuhan maka keimanan mereka tidak akan menjadikan mereka sebagai koruptor,”tuturnya.

Selain itu ia menganggap peran penting Komisi Yudisial guna mencegah perbuatan menyimpang yang dilakukan hakim. Kewenangan Komisi Yudisial menurutnya adalah untuk mengamati,mengawasi jangan sampai ada hakim yang menggadaikan dirinya sehingga dia tidak berpegang teguh lagi pada integritas kemandiriannya sebagai hakim. Ia menambahkan, Komisi Yudisial seharusnya tidak hanya menindaki hal ihwal hakim yang berperilaku korup tetapi juga hakim yang dalam perilaku dan putusannya telah menggadaikan dirinya selaku alat penguasa.

“Bagi saya KY amat penting karena KY adalah pengawas eksternal perilaku hakim disamping di MA sebagai pengawas internal. Kedua lembaga ini harus bekerjasama. Saya termasuk yang merindukan bahwa hubungan MA-KY berlangsung secara akrab, karena keduanya mempunyai misi membangun peradilan yang bersih,” ungkapnya.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ D

INAL

Hakim Ad hoc Tipikor Pangihutan Nasution.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 44 2/24/2012 3:13:38 PM

Page 47: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 445

membutuhkan penyamaan konsep dan pemahaman khususnya terkait dengan hukum acara di persidangan.

Oleh sebab itu, peningkatan ilmu pengetahuan menjadi hal yang paling dibutuhkan hakim tipikor misalnya dengan pelatihan-pelatihan atau pembekalan. Tujuannya agar hakim lebih berkualitas. “Semakin berkualitas maka kapasitas hakim juga lebih baik,” pesannya. Kesejahteraan itu mutlak, bukan absolut yang bermakna segala-galanya. Karena menurut saya,

hakim adhoc Tipikor dilahirkan salah satu cara membangun “trust public” terhadap peradilan dan pemberantasan korupsi. Fakta sudah berbicara. Mau tidak mau, setuju tidak setuju itu tidak bisa dipungkiri, bahwa “public trust” sudah sangat jauh dari dunia peradilan.

Menanggapi putusan bebas kasus korupsi yang belakangan ini marak terjadi dijelaskan bahwa dari segi teori hukum itu tidak ada problem. Untuk memutuskan terdakwa bersalah atau tidak bersalah, hakim mempertimbangkan berbagai macam pertimbangan dan alasan. Berdasarkan teori hukum, terdakwa bisa saja “oonslaag” (lepas dari tuntutan hukum), atau tidak terbukti, tidak ada unsur pidananya, alat bukti tidak kuat, kadang-kadang dakwaan jaksa lemah dan alasan yang lain.

Perlu diketahui bahwa keputusan persidangan adalah keputusan majelis hakim bukan hanya perseorangan hakim. Susunan majelis hakim biasanya terdiri hakim ad hoc karier dan hakim adhoc nonkarier. Dan, biasanya jumlah hakim ad hoc nonkarier yang duduk di majelis hakim lebih sedikit dibandingkan hakim ad hoc karier. Apabila ada hakim ad hoc nonkarier yang berbeda dengan pendapat hakim lain dan pada akhirnya putusan majelis hakim adalah putusan bebas, maka jangan hakim ad hoc yang selalu dipersalahkan saja.

Hal lain yang disampaikan Pangihutan agar diperjuangkan Komisi Yudisial yaitu manajemen penempatan hakim ad hoc. Penempatan sebaiknya menyesuaikan domisili dan tempat pendaftaran yang bersangkutan agar dalam bertugas lebih tepat dan efisien.

Pemerintah sebenarnya sudah beriktikad baik dengan menyediakan uang kontrak sebesar Rp 25 juta per tahun. Namun, uang kontrak ini belum disentuh karena rumah kontrak hakim ad hoc disediakan pihak panitera.

Dana ini sebenarnya tidak perlu disediakan pemerintah apabila manajemen penempatan sudah tepat. Semisal yang berasal dari Medan seharusnya ditempatkan juga di Medan. Kalau ia ditempatkan di Medan maka tidak perlu mencari rumah kontrakan karena dapat tinggal di rumah sendiri sehingga uang tersebut bisa dikembalikan ke kas negara.

“Dampak dari penempatan yang belum tepat ini menyebabkan pengeluaran dana yang cukup besar untuk menemui keluarga sebulan sekali,”ungkapnya. Sebagai gambaran, apabila hakim bertugas di Mataram padahal ia berasal dari Medan, setiap bulan ia harus pulang ke Medan untuk menemui keluarga. Maka, ia membutuhkan alokasi dana untuk transportasi Mataram-Medan, pulang-pergi, berkisar Rp 5 juta. Artinya, pendapatan hakim tersebut kembali berkurang. Kondisi ini tidak perlu terjadi apabila penempatan sesuai lokasi pendaftaran sehingga alokasi dana perumahan tidak perlu ada.

Peningkatan kapasitas hakim

Harapan Pangihutan kepada Komisi Yudisial dalam rangka peningkatan kapasitas SDM dan kesejahteraan hakim menuju hakim yang profesional dan jujur sungguh besar. Hakim ad hoc memiliki latar belakang berbeda. Ada dari akademisi dan advokat. Perbedaan latar belakang ini

Efekt it i tas dan ef is iensi menjadi prinsip utama dalam pengunaan anggaran negara

sehingga beban masyarakat dan negara bakal berkurang. Sebaliknya, apabila prinsip tersebut diabaikan maka beban anggaran semakin berat dan berdampak pada pembangunan tidak sesuai dengan yang direncanakan.

Prinsip tersebut dapat berlaku dalam hal ketepatan dalam penempatan

berbagai macam hakim ad hoc, termasuk di dalamnya hakim ad hoc tipikor. Saat ini jumlah hakim ad hoc berkisar 200-300 orang. Dan, pemerintah menyediakan dana perumahan sebesar Rp 25 juta untuk setiap orang, dan menyediakan alokasi sebesar Rp 4,5 miliar hingga Rp 6 miliar.

Nah, dengan pola penempatan yang tepat maka alokasi dana ini dapat dialihkan untuk hal lain yang lebih bermanfaat, misalnya menyediakan perumahan hakim yang lebih layak.

Hemat Rp 6 Miliar

Apabila hakim bertugas di Mataram padahal

ia berasal dari Medan, setiap bulan ia harus

pulang ke Medan untuk menemui keluarga.

Maka, ia membutuhkan alokasi dana

untuk transportasi Mataram-Medan,

pulang pergi berkisar Rp 5 juta. Artinya, pendapatan hakim tersebut kembali

berkurang.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 45 2/24/2012 3:13:38 PM

Page 48: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

46

KOMPARASI

Jika Pada Oktober 2010 Komisi Yudisial menerima kunjungan Mr. Joop Pot, yakni seorang Anggota Komisi Yudisial Belanda

(Raad voor de rechtspraak – Netherlands Council for judiciary [NCJ]). Maka sebagai bentuk tindaklanjut dari hal itu, tepatnya pada 17-24 Desember 2011 Komisi Yudisial ganti membalas kunjungan ke negeri Belanda untuk melakukan studi banding.

Pertemuan yang difasilitasi oleh Rosa Jansen (Direktur SSR-Zutphen) dan Anja Bogemann (hakim senior Belanda) ini, banyak mengungkap hal penting yang tidak diketahui secara langsung sebelumnya. Selain mengenai pemisahan tugas yang jelas antara Netherlands Supreme Court (Mahkamah Agung Belanda) yang murni mengurusi teknis perkara dan NCJ-Belanda (Komisi Yudisial Belanda) yang berwenang atas tugas-tugas non teknis peradilan lainnya (anggaran dan manajemen), beberapa hal strategis yang layak untuk diinformasikan sebagai pembelajaran menyangkut tiga hal besar sebagai berikut:

Karier Hakim Pola rotasi, mutasi, dan promosi

hakim di Belanda sangat berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia. Jika masa jabatan dan golongan menjadi pertimbangan dalam pola mutasi dan promosi pada hakim Indonesia, maka hal yang jauh berbeda terjadi di Belanda. Seorang hakim di Belanda bisa selamanya bertugas di suatu district court (pengadilan negeri) hingga masa pensiunnya. Apabila seorang hakim ingin pindah ke pengadilan negeri lain, pengadilan tinggi, atau Mahkamah Agung, dia harus

SSR Lembaga Independen Pencetak Aparat Penegak Hukum

mengirimkan semacam aplikasi (lamaran) kepada NCJ-Belanda untuk diseleksi kelayakannya. Sehingga seorang hakim di Belanda bisa menempati posisinya pada suatu pengadilan dalam jangka waktu yang sangat lama.

Mekanisme yang berbeda juga terjadi pada penentuan jabatan struktural pada badan peradilannya. Sebagai contoh, di Indonesia penentuan jabatan seorang ketua pengadilan lebih banyak didominasi pada faktor pemenuhan atas usia karir, golongan, dan prestasi, dengan penentuan yang ditentukan oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) di internal Mahkamah Agung. Sementara di Belanda, untuk menjadi ketua pengadilan saja seorang hakim harus mengirimkan aplikasi kepada NCJ-Belanda untuk selanjutnya diseleksi bersama dengan kandidat lainnya. Sehingga untuk jabatan ketua pengadilan, mekanisme proses seleksi

dan pemilihan yang dilakukan lebih mirip seperti pejabat publik.

Studiecentrum Rechtspleging (training and study centre for the judiciary)

SejarahStudiecentrum Rechtspleging

(SSR) atau biasa dikenal dengan pusat studi dan pelatihan peradilan adalah lembaga independen yang dikelola oleh NCJ-Belanda dan terlepas dari Departemen Kehakiman. Pengelolaannya dilakukan melalui kerjasama dengan instansi penegak hukum lain, seperti dengan kejaksaan untuk pelatihan terkait jaksa dan pengadilan untuk pelatihan bagi hakim. SSR ini berdiri pada tahun 1960 dan telah memiliki sejarah panjang sebagai pusat pendidikan untuk hakim, jaksa , dan aparat penunjang pengadilan. Domisilinya yang sengaja dibuat di luar kota agar jauh dari keramaian memungkinkan bagi peserta didik untuk berkonsentrasi pada studi yang sedang diikutinya.

Materi yang diberikanPada dasarnya materi yang

diberikan di SSR merupakan materi yang berhubungan dengan kemampuan kognitif hakim. Namun, dalam perkembangannya selain memberikan pendidikan dengan paket murni hukum, saat ini SSR juga memberikan pengetahuan lainnya yang berhubungan dengan yuridis, seperti ilmu forensik, cyber crime, dan teknik menghadapi media. Semua materi baru tersebut merupakan bentuk respon yang berimbang dengan

Muhamad Ilham

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ LU

SI

Rombongan Komisi Yudisial di depan kantor SSR, Belanda.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 46 2/24/2012 3:13:43 PM

Page 49: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 447

perubahan situasi yang cepat di Eropa dan belahan dunia lainnya.

Contohnya seperti materi yang terk ait dengan r e l a s i m e d i a , pertimbangannya lebih dilatarbelakangi karena banyaknya kamera di ruang sidang, sehingga hakim harus melihat s i t u a s i t e r s e b u t s e b a g a i b e n t u k perhatian publik yang besar terhadap proses peradilan, termasuk bagaimana bertindak pada saat bersidang. Misalnya membaca berkas dengan posisi membungkuk ternyata hakim tersebut memiliki kelainan mata , maka sebaiknya seorang hakim mengkomunikasikannya terlebih dahulu kepada publik mengenai keterbatasannya tersebut.

Sementara untuk materi tentang etika dan perbuatan tercela, diberikan tidak secara spesifik dengan beban kurang lebih 10%. Metodenya diberikan suatu kasus, yakni kursus integritas yang kemudian diberikan tes serta dibuat suatu diskusi kelompok kecil, dan adanya sesi tanya jawab yang menanyakan apakah hal itu boleh atau tidak boleh. Dalam kursus integritas, dosen akan memberikan contoh kasus, dimana kemudian muridnya dimintai pendapat.

Jenis dan Pola Pendidikan di SSR

Jenis pendidikan di SSR dibagi menjadi dua , yaitu pendidikan prajabatan (awal) dan tim yang bertanggung jawab pada pendidikan/pelatihan hakim berkelanjutan.Jenis pendidikan untuk prajabatan, lebih bersifat pada tugas-tugas kesekretariatan yang diperuntukkan untuk panitera, sekretaris, serta personel administrasi di pengadilan

lainnya. Sedangkan pendidikan hakim lanjutan menekankan pada teknis pelaksanaan profesinya baik hakim ataupun jaksa.Di SSR terdapat juga jalur pendidikan enam tahun untuk hakim yang berasal dari lulusan perguruan tinggi.

Dalam kurun waktu enam tahun tersebut seorang calon hakim akan bekerja untuk SSR sebagai pegawai dan melakukan magang di pengadilan atau kejaksaan. Sedangkan bagi mereka yang telah berprofesi sebagai advokat maka cukup mengikuti pendidikan satu tahun sebagai hakim. Selama proses pendidikan di SSR tidak terdapat penentuan soal kelulusan peserta, penentuan kelulusan peserta dilakukan oleh tempat dimana peserta didik melakukan praktek magangnya, apakah ia bisa mempraktekan ilmu yang diajarkan di SSR, bila tidak mampu menerapkan ilmu di SSR , maka peserta dinyatakan tidak lulus dan tidak dapat meraih profesi hakimnya.

Dalam waktu enam bulan, mentor (pendidik) memutuskan apakah hakim yang dibimbingnya tersebut dapat lulus atau tidak. Misalkan saja calon hakim tersebut mengambil pidana, maka bila dinyatakan lulus hakim tersebut melanjutkan ke kamar berikutnya. Secara umum seorang hakim di Belanda diwajibkan untuk belajar minimal selama

30 jam dalam setahun, dan kebijakan ini diberlakukan bagi seluruh hakim dari semua tingkatan.

Pengawasan Hakim

Seperti yang pernah diketahui dari kunjungan Mr. Joop Pot pada Komisi Yudisial sebelumnya, bahwa sistem pengawasan NCJ-Belanda

menitikberatkan pada aspek anggaran dan pengelolaan manajemen peradilan. Penekanan pada aspek anggaran ini memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan kinerja pengadilan, sebab di dalam presentasinya NCJ-Belanda mengaku memiliki otoritas untuk dapat menambah anggaran sebuah pengadilan yang dianggap berprestasi baik hingga mencapai 70% dari anggaran tahun sebelumnya, sebaliknya NCJ-Belanda juga dapat memberikan penalty berupa pengurangan anggaran hingga mencapai 70% bagi pengadilan yang tidak perform.

Hal penting lainnya yang dapat diinformasikan bahwa sekalipun memiliki bentuk pengawasan yang berbeda, antara NCJ-Belanda dan Komisi Yudisial RI terdapat diskursus yang menarik terkait dengan pelanggaran kode etik hakim. Dalam kunjungannya kepada hakim senior dari Utrecht District Court, Komisi Yudisial RI menanyakan bagaimana tindakan yang pantas bagi seorang hakim yang melanggar hukum acara, dan jawaban dari hakim senior tersebut cukup mengejutkan. Secara tegas ia menyatakan bahwa pelanggaran terhadap hukum acara tidak memiliki tindakan lain yang lebih pantas kecuali pemecatan dari jabatan hakim, karena seyogyanya hakim tidak sedikit pun diberi kesempatan untuk keliru di dalam penerapan hukum acara.

Wakil Ketua KY H. Imam Anshori Shaleh, S.H., M.Hum bertukar cindera mata dengan

Direktur SSR-Zutphen Rosa Jansen.

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ LU

SI

Buletin Jan-Peb 2012.indd 47 2/24/2012 3:13:47 PM

Page 50: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

48

INTERNASIONAL

Kala Hukum Disisipi Kepentingan lain

Mahkamah Agung Pakistan akhirnya menjatuhkan dakwaan kepada Perdana Menteri Yousaf Raza

Gilani karena dianggap melecehkan pengadilan. Hal tersebut dilakukan setelah Gilani menolak keinginan Mahkamah Agung untuk membuka kembali kasus korupsi Presiden Pakistan saat ini, Asif Ali Zardari.

Kasus korupsi yang dimaksud terjadi pada tahun 1990-an. Zardari dan mendiang isterinya, Benazir Bhutto dicurigai melakukan pencucian uang di Bank Swiss. Uang itu merupakan hasil dari suap perusahaan-perusahaan asing yang nilainya mencapai 12 juta dollar. Untuk kasus tersebut, Zardari dan Bhutto kemudian dinyatakan bersalah secara in absentia oleh pengadilan di Swiss. Mereka kemudian mengajukan banding sembari mengatakan bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan bernuansa politis.Kasus tersebut dihentikan oleh

pemerintah Swiss pada tahun 2008 karena permintaan pemerintah Pakistan. Presiden Pakistan saat itu, Pervez Musharraf, memberikan amnesti kepada ribuan politikus dan birokrat Pakistan termasuk kepada Zardari dan Bhutto. Namun pada tahun 2009, Mahkamah Agung menyatakan bahwa amnesti tersebut inkonstitusional dan meminta pemerintah untuk membuka kembali kasus itu.

Gilani menolak keinginan Mahkamah Agung untuk meminta pemerintah Swiss membuka kembali kasus ini. Menurut Gilani, Zardari sebagai seorang kepala negara memiliki imunitas hukum sehingga tidak dapat diperkarakan begitu saja.

Karena hal tersebut, Gilani dinyatakan telah menghina pengadilan dan akan menghadapi tuntutan dengan masa hukuman maksimal enam bulan. Ia sempat dipanggil oleh Mahkamah Agung pada Kamis (19/1/2012) untuk

memberikan keterangan seputar sikapnya. Ia hadir sebagai bentuk penghormatannya terhadap institusi peradilan. Saat tampil dihadapan para hakim agung, Gilani kembali menegaskan bahwa Presiden Zardari memiliki kekebalan hukum.

Rencananya, Mahkamah Agung akan menggelar persidangan terhadap Gilani pada tanggal 13 Februari mendatang. Menurut Hakim Nasir ul Mulk, Mahkamah Agung memiliki bukti yang kuat untuk melanjutkan kasus ini. Apabila Gilani terbukti bersalah maka ia akan dicopot dari jabatannya.

Pengacara Gilani, Aitzaz Ahsan, menyatakan penolakan atas dakwaan Mahkamah Agung dan menolak pemeriksaan atas Gilani sebelum sidang dilaksanakan. Namun menurut Ahsan, tidak menutup kemungkinan kliennya akan mengubah sikap dengan mengirimkan surat ke pemerintah Swiss untuk membuka kembali kasus Presiden Zardari. Ia menegaskan akan meyakinkan pengadilan bahwa Gilani tidak melakukan penghinaan terhadap pengadilan.

Ketegangan antara pemerintah dengan Mahkamah Agung ini semakin memperumit situasi politik di Pakistan. Sebelumnya, hubungan pemerintah dengan militer sempat memanas karena skandal “memogate”. Pemerintah Pakistan pernah mengirimkan memo diplomatik kepada Amerika Serikat untuk mencegah terjadinya kudeta militer pasca tewasnya pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden, di Pakistan. Serangan terhadap tempat persembunyian Osama tersebut tidak diinformasikan kepada militer Pakistan, sehingga pihak militer merasa dipermalukan.

Prasita

new

stop

nigh

t.in

PM Pakistan Yousaf Raza Gilani.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 48 2/24/2012 3:13:49 PM

Page 51: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 44949

Se n g k e t a a n t a r a pemerintah Venezuela dengan perusahaan minyak raksasa, Exxon

Mobil, akhirnya diputus oleh Mahkamah Arbitrase International Chamber of Commerce (ICC). Organisasi yang berpusat di Paris itu memutuskan Exxon berhak mendapat kompensasi sebesar 907,6 juta dollar sebagai ganti rugi atas proses nasionalisasi yang digulirkan oleh pemerintahan Presiden Hugo Chavez, atas aset perusahaan itu di Venezuela pada tahun 2007 lalu.

A w a l n y a , E x x o n mengajukan tuntutan sebesar 12 miliar dollar. Angka tersebut merupakan perhitungan dari estimasi hilangnya keuntungan di masa depan setelah pemerintah Venezuela menasionalisasi aset Exxon di Orinoco Belt.

Sehari setelah putusan ICC diumumkan, perusahaan minyak negara, Petroleos de Venezuela SA (PDVSA) menyatakan akan membayar Exxon sebesar 255 juta dollar. Hal ini dilakukan setelah memperhitungkan tindakan perusahaan tersebut yang pernah membekukan rekening pemerintah Venezuela di bank Amerika Serikat sebesar 300 juta dollar, hutang Exxon atas pembiayaan proyek minyak di Venezuela sebesar 191 juta dollar dan piutang PDVSA sebesar 160 juta dollar. Bagi Presiden Chavez ini merupakan suatu kemenangan mengingat ia hanya harus membayar kurang dari 10 persen dari tuntutan Exxon. Pada September tahun lalu, Venezuela pernah menawarkan

Nasionalisasi Ladang Minyak Venezuela

Suatu Upaya Mengusir Kapitalisme

kompensasi sebesar 1 miliar dollar kepada Exxon.

Meskipun demikian, pemerintah Venezuela masih menghadapi satu tuntutan dari pihak Exxon. Selain klaim yang diajukan ke ICC, Exxon juga mengajukan kasus arbitrase kepada International Center for Settlement and Investment Disputes (ICSID), untuk masalah yang sama. Menurut juru bicara Exxon, kasus tersebut akan dikemukakan bulan depan. Selain itu, pemerintah Venezuela masih harus menghadapi beberapa tuntutan dari Conoco Phillips, perusahaan minyak asal Amerika Serikat lain yang juga pernah mengelola proyek Orinoco Belt.

Kebijakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing yang dilakukan oleh pemerintah V e n e z u e l a m e r u p a k a n implementasi dari paham anti-liberalisme yang dianut oleh Presiden Hugo Chavez. Dengan kebijakan tersebut, ia berharap dapat memperkuat perekonomian negara.

Namun tak sedikit yang mengecam model kebijakan Chavez. Seperti pada kasus nasionalisasi perusahaan minyak di negara itu. Beberapa pihak mengatakan bahwa Venezuela belum memiliki teknologi yang memadai untuk mengelola ladang minyak di Orinoco Belt. Kehadiran perusahaan minyak asing dikatakan dapat membantu produksi minyak mentah Venezuela yang sudah stagnan selama bertahun-tahun.

Orinoco Belt merupakan kawasan kaya minyak yang diyakini memiliki cadangan minyak lebih banyak daripada yang ada di Arab Saudi. Disisi lain, biaya yang harus dikeluarkan untuk mengolah sangat besar. Berbeda dengan jenis minyak di Timur Tengah, minyak di Orinoco Belt lebih sulit untuk disuling dan proses ekstraksinya dapat membahayakan lingkungan.

Karena daya tawar Orinoco Belt tersebut, beberapa perusahaan minyak asing seperti Chevron dan Repsol masih tertarik untuk menanamkan investasi disana meskipun kebijakan pemerintah Venezuela atas pengelolaan ladang minyak tersebut sangat ketat. Sumber : Reuters, al Jazeera

Prasita

ht

tp://

img.

ibtim

es.c

om

Kilang minyak milik ExxonMobil.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 49 2/24/2012 3:13:50 PM

Page 52: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

50

DOTKOM

Menengok Situs-situs Pengadilan Militer

Adnan Faisal Panji, Nur Agus Susanto

Berlomba Menjadi Yang Terbaik

Militer kini tak lagi identik dengan kekuatan fisik dan peperangan. Daya tarik institusi militer seperti

pengadilan militer terasa berbeda semenjak keluarnya Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 144/KMA/SK/VIII Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi di

Pengadilan yang berlaku pada tanggal 28 Agustus 2007 dan Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang mulai berlaku pada tanggal 30 April 2010 atau dua tahun semenjak UU ini ditetapkan tanggal 30 April 2008 .

Kedua ketentuan tersebut memiliki esensi yang sama, membuka akses informasi. Berbeda dengan UU Nomor 18 tahun 2008 yang memang ditujukan kepada semua badan hukum di ranah eksekutif, yudikatif dan legislatif, SK Ketua MA Nomor 144 Tahun 2007 d i k h u s u s k a n u nt u k lembaga pengadilan di bawah Mahkamah Agung. Sebagaimana diketahui, MA menjadi induk dari semua pengadilan termasuk pengadilan militer.

Aura positif atas keterbukaan informasi tersebut terlihat dari dua pengadilan militer yaitu Pengadilan Militer Tinggi

Jakarta II dan Pengadilan Militer III-12 Surabaya yang masing-masing memiliki laman http://www.dilmilti-jakarta.go.id dan http://dilmil-surabaya.go.id. Terlepas perbedaan strata antara Pengadilan Tinggi Militer Jakarta dan Pengadilan Militer, namun situs keduanya mendapatkan apresiasi dari National Legal Reform Program (NLRP)

di tahun 2010. Penghargaan tersebut tentu menjadikan prestasi tersendiri bagi pengadilan militer

Lantas, bagaimanakah situs dua pengadilan militer tersebut sehingga memperoleh apresiasi dari NLRP?

Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta

Situs milik pengadilan Tinggi Militer Jakarta II beralamat di jalan Penggilingan Cakung, Jakarta Timur, menyajikan tujuh informasi dasar sebagai pembuka. Yaitu, profil, organisasi, informasi perkara, transparansi, aplikasi, kepegawaian, dan informasi tambahan. Selain itu, halaman muka situs terdapat jadwal persidangan, upaya hukum banding, perkara yang sedang berjalan, perkara putus tingkat pertama dan upaya hukum kasasi. Informasi tersebut lengkap dengan nama terdakwa, nomor register, dan tanggal register.

Di setiap tujuh konten di atas memiliki informasi turunan yang cukup lengkap. Misalnya saja informasi perkara memiliki sub informasi turunan berisi jadwal persidangan register perkara, sisa perkara, direktori putusan, standard operating procedure (SOP) perkara dan bagan penyelesaian Perkara.

Menariknya, informasi yang disajikan komplet dengan nama terdakwa tanpa inisial dan pasal yang didakwakannya. Fakta itu seperti membantah realita dimana nama terdakwa lebih dahulu disamarkan sebelum adanya putusan pengadilan secara resmi.

Dalam hal transparansi pengunaan keuangan negara, situs ini juga patut dibanggakan. Situs ini membeberkan data penggunaan anggaran pengadilan militer selama kurun waktu satu tahun berikut sisa tahun anggaran. Kendati pengunaan anggaran hanya terbagi tiga komponen yaitu belanja pegawai, belanja modal, dan belanja barang, namun transparansi jelas terlihat.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 50 2/24/2012 3:13:51 PM

Page 53: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 451

Hal lain yang tak kalah menarik dari situs milik pengadilan militer yang dipimpin oleh Kolonel Chk Anthon R. Saragih, S.H., ialah nomor telepon dan alamat email khusus untuk pengaduan yaitu 021-48702486 dan [email protected]. Dengan dua jalur pengaduan tersebut diharapkan memudahkan m a s y a r a k a t u n t u k menyampaikan informasi yang dibutuhkan.

Dengan informasi situs secara lengkap maka tak heran apabila NLRP telah memberikan apresiasi yang tinggi.

Situs Pengadilan Militer III 12 Surabaya

M e m b u k a s i t u s Pengadilan Militer III 12 Surabaya akan menemukan kesan yang sederhana tapi mutakhir dalam tata cara m e re k a m e ny u g u h k a n informasinya. Gambar patung buaya-hiu sebagai ciri khas kota Surabaya dan foto jembatan yang menghubungk an Surabaya-Madura, Suramadu, dan beberapa foto jajaran pegawai pengadilan bakal menyapa pengunjung situs untuk pertama kali.

Sama dengan hampir keseluruhan situs pengadilan resmi di Indonesia, situs ini juga menyuguhkan informasi tentang profil lembaga, info perkara, kepegawaian, keuangan, kesekretariatan, peraturan dan pengaduan. Namun ada beberapa hal unik yang kita temukan disini yaitu, informasi tambahan tentang kondisi cuaca, dan pengunjung, database perkara persidangan, forum, dan berita video. Selain menu di atas masih ada konten

Bagaimana dengan dengan sistem pengaduannya? Berbeda dengan situs milik pengadilan Tinggi Militer Jakarta II yang mengedepankan kontak telepon dan alamat email, situs pengadilan militer Surabaya ini dilakukan dengan tiga pola. Pertama, pengaduan langsung dimana pihak yang terkait datang langsung ke kantor Pengadilan Militer III-12 Surabaya, Jl. Bundaran Tol Waru Bungurasih Sidoarjo. Kedua, SMS Gateway yaitu dengan mengirim sms melalui nomor flexi ke nomor 7005 (ketik : pengmilsby (spasi) isi pengaduan). Ketiga, ketersediaan pengaduan “ L i v e C a m e r a ” a t a u pengaduan langsung dengan menggunakan kamera. Secara psikologis pengaduan yang menggunakan live camera seperti ini dapat menimbulkan rasa kedekatan yang lebih intens antara pengadu dan pejabat pengadilan militer yang khusus menangani pengaduan karena melakukan interaksi secara langsung tanpa harus bertemu.

K e u n t u n g a n l a i n dengan pengaduan live dan SMS Gateway semacam ini ialah penerapan teknologi lebih efisien dan cepat dalam penyampaian pengaduan perkara ke pengadilan karena

akan hemat biaya dan waktu dibandingkan pengadu datang langsung ke pengadilan.

Secara umum, konten situs milik pengadilan militer III 12 Surabaya yang dipimpin Letkol Chk Hariyadi Eko Purnomo, S.H., terasa lebih lengkap dan tidak menjemukan untuk menjelajah setiap konten dengan tampilan yang menyejukkan mata.

tambahan yang berisi yurisprudensi, prosedur, artikel, pengadaan barang, peta yuridiksi, dan dapur redaksi.

Satu kelebihan yang lain di situs ini ialah keberadaan bankdata dan penyusunan statistik perkara. Sebab, menyusun kedua konten tersebut membutuhkan keseriusan awak redaksi yang secara terus menerus melakukan updating informasi.

Buletin Jan-Peb 2012.indd 51 2/24/2012 3:13:52 PM

Page 54: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

52

RESENSI

HIKAYAT PENCARIAN KUNCI ‘RUMAH’

Judul Buku : Negara Paripurna; Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas PancasilaPenulis : Yudi LatifJumlah Halaman : xxvii + 660Penerbi : PT Gramedia Pustaka Utama

Afifi

Pancasila yang lahir dari pemikiran para pendiri bangsa, termasuk penggali ide dasarnya, telah melewati

episode-episode perjalanan bangsa Indonesia. Sejak kelahirannya, Pancasila telah disimbolkan secara sakral sebagai fondasi berdirinya republik ini.

Pada era Orde Baru, Pancasila dijadikan azimat pemerintahan represif untuk membentengi oposisi pemerintah. Pancasila dipaksakan menjadi asas tunggal partai politik dan organisasi kemasyarakatan serta digunakan sebagai aksesoris pemerintahan yang mengaku demokratis. Pancasila menjadi salah satu ukuran loyalitas terhadap negara. Orang yang berseberangan dengan Pancasila dianggap menentang negara dan bisa berurusan dengan penahanan atau pilihan lain dengan kabur ke luar negeri.

Pancasila oleh pemerintahan Presiden Soeharto juga ditampilkan sebagai alat indoktrinasi negara terhadap rakyatnya dan mempunyai kesan membosankan. Dari tingkatan SD hingga bangku kuliah, seseorang diberikan materi terkait substansi Pancasila yang dipelajari secara abstrak dan absurd. Ketika memasuki dunia kerja pun, masih pula dijejali indoktrinasi Pancasila melalui model penataran P4 yang dikemas secara militeristik.

Pasca reformasi, eksistensi Pancasila semakin menurun. Negara tidak lagi menggunakan Pancasila sebagai alat

pemukul oposisi. Pancasila ditampilkan sebagai bagian dari obat atas penyakit radikalisme maupun terorisme sehingga seolah-olah filosofi Pancasila bisa memberantas dua penyakit tersebut. Hal itu yang kemudian ditanggapi dengan pesimistis oleh masyarakat. Abstraksi yang terkandung dalam Pancasila pun tidak akan memiliki filosofi kebangsaan tanpa diikuti dengan praktek-praktek yang konkret dalam upaya memberantas terorisme.

Tujuh Dosa SosialYudi Latif, seorang doktor

sosiologi politik lulusan Australian National University, telah memberikan aksi konkret dalam melakukan pemahaman terhadap Pancasila. Aksi konkret merekonstruksi pemahaman terhadap Pancasila dilakukan melalui karyanya yang berjudul “Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila”. Dalam buku yang diproyeksikan sebagai salah satu buku klasik tentang politik kebangsaan Indonesia ini, Yudi Latif melakukan analisis secara mendalam khas intelektual kampus dengan melakukan pendekatan original intent. Pendekatan original intent tersebut untuk menguliti keinginan para pendiri bangsa sebagai upaya penggalian akar historis dan proses negosiasi serta perdebatan dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), PPKI (Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia), dan Konstituante. Yudi Latif merangkai aspek historis tersebut ke dalam kerangka akademis dengan melakukan verifikasi terhadap keabsahan rasionalitas. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan peninjauan dari sisi perspektif teoritis dan komparatif yang berimplikasi pada modus pengalaman yang berlandaskan gagasan para pendiri bangsa. (hal. 50)

Buku setebal 660 halaman tersebut merupakan hasil kontemplasi Yudi Latif menjawab keresahan dan keprihatinan atas permasalahan bangsa dengan pendekatan filosofi Pancasila. Permasalahan bangsa dari korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan terorisme dicarikan obatnya dengan karakter dan substansi Pancasila.

Dengan mengutip Mohandas K. Gandhi, Yudi Latif melihat ancaman ‘tujuh dosa sosial’ yang mengindikasikan suatu negara yang terjerat masalah, yaitu: politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas, kesenangan tanpa nurani, pendidikan tanpa karakter, sains tanpa humanitas, dan peribadatan tanpa pengorbanan. Lebih berani lagi, Yudi Latif menganalogikan suatu negara yang terbelit seribu masalah dengan “kota korup” (citta corrottisima) dengan meminjam istilah Machiavelli dan “kota jahiliyah” (almudun al-jahiliyah). (hal. 48-49)

Moralitas menjadi salah satu formula atas permasalahan yang mengindikasikan krisis nasional suatu bangsa sebagaimana dimaksud di atas. Moralitas sebagai upaya penyembuhan atas krisis nasional tersebut harus dirangkum ke dalam suatu visi politik baru. Hal tersebut dilakukan dengan memperkuat kembali fondasi bangunan bangsa dan negara. Obat mujarab atas

Buletin Jan-Peb 2012.indd 52 2/24/2012 3:13:52 PM

Page 55: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 453

Pendalaman terhadap sila ketiga dapat ditemukan dalam prinsip dan visi kebangsaan yang kuat dengan memberi kemungkinan bagi keragaman komunitas untuk tidak tercerabut dari akar tradisi dan kesejarahannya. Hal ini melihat keragaman dan kemajemukan bangsa Indonesia yang diikat dalam kesatuan ‘Bhineka Tunggal Ika’ sehingga dapat dikatakan bahwa Pancasila berwawasan pluralisme yang menerima dan memberi ruang hidup bagi aneka perbedaan. Selanjutnya, sila keempat memiliki

akutnya kondisi negara adalah dengan memperkuat fundamental etis dan karakter bangsa berlandaskan dasar falsafah dan pandangan dunia bangsa Indonesia yang telah termaktub dalam Pancasila.

Pancasila sebagai Kunci Buku “ Negara Paripurna:

Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila” mengajak pembaca untuk menyelami muatan Pancasila sebagaimana original intent para pendiri bangsa. Yudi Latif secara mendalam membedah isi perut Pancasila sebagai karya emas pendiri bangsa yang mempunyai cita-cita kebangsaan. Filosofi Pancasila yang bermuatan nilai luhur dan filosofi yang dirangkum dari jiwa serta karakter asli bangsa Indonesia menjadi solusi atas permasalahan bangsa. Itulah gaya pemikiran Yudi Latif melalui bukunya ini yang mengajak pembaca untuk mencari solusi atas penyakit bangsa ke dalam nilai-nilai kandungan Pancasila.

Dalam menyelami sila pertama Pancasila, nilai-nilai ketuhanan menjadi sumber etika dan spiritualitas yang berfungsi sebagai fundamen kehidupan bernegara. Dalam konteks ini, peran agama dan negara tidak perlu dipisahkan melainkan dibedakan, dengan syarat keduanya saling mengerti batas otoritas masing-masing. Sila kedua terkandung nilai-nilai kemanusiaan sebagai fundamen etika politik kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia yang bersumber pada hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial masyarakat. Dalam kandungan sila kedua ini ditemukan nilai-nilai kemanusiaan yang visioner sebagai bentuk perlindungan hak asasi manusia yang mendahului “Universal Declaration of Human Rights” yang baru dideklarasikan tahun 1948.

(konteks pasar) dan peran manusia sebagai makhluk sosial (konteks negara). Pemenuhan keadilan sosial tersebut juga dilakukan dengen keseimbangan antara pemenuhan hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya.

Itulah intisari dari pendalaman Yudi Latif dari Pancasila sebagai dasar falsafah dan pandangan hidup bernegara yang visioner dan tidak terlindas perubahan zaman sebagai warisan pendiri bangsa. Agar tidak mengulangi masa lalu yang menempatkan

Pancasila sebagai dasar negara yang penuh dogma, tentunya harus dilakukan langkah-langkah konkret dari idealita Pancasila guna menyelesaikan masalah bangsa.

Di akhir bukunya, Yudi Latif mengendapkan penghayatan terhadap fitrah sebagai suatu semangat asal, yaitu: (1) semangat ketakwaan terhadap Tuhan; (2) semangat kekeluargaan; ( 3 ) s e m a n g a t k e i h k l a s a n dan ketulusan; (4) semangat pengabdian dan tanggung jawab; (5) semangat menghasilkan yang terbaik; (6) semangat keadilan dan kemanusiaan; (7) semangat kejuangan. Semangat asal itulah yang menjadi tenaga batin dan semangat moralitas untuk menuntaskan kompleksitas masalah kebangsaan dan kenegaraan.

Di akhir bukunya, Yudi Latif mengajak untuk merenungi

Pancasila yang diwariskan pendiri bangsa sebagai semangat, alasan, dan tujuan kebangsaan yang terang dan luhur. Jika dikaitkan dengan konteks kehidupan berbangsa dan bernegara dengan segenap problematikanya, kita diibaratkan sebagai anak-anak negeri yang mencari kunci jawaban atas permasalahan bangsa dan negara dari luar ‘rumah’. Kita mencari kunci rumah di luar rumah, padahal kunci rumahnya berada di dalam rumah.

visi demokrasi permusyawaratan yang memperoleh kesejatiannya dalam penguatan daulat rakyat ketika kebebasan politik berkelindan dengan kesetaraan ekonomi yang menghidupkan semangat persaudaraan dalam kerangka musyawarah mufakat. Yang terakhir, sila kelima bervisi keadilan sosial yang menyempurnakan empat sila sebelumnya. Pancasila memberikan ide agar pemenuhan keadilan sosial tersebut dilakukan dengan keseimbangan antara peran manusia sebagai makhluk individu

Buletin Jan-Peb 2012.indd 53 2/24/2012 3:13:56 PM

Page 56: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

54

KONSULTASI HUKUM

A.J. Day, S.HTenaga Ahli Komisi Yudisial

BU

LETI

N KO

MIS

I YUD

ISIA

L/ A

DNAN

Alat Bukti Dan Barang Bukti Dalam Perkara Pidana

Jawaban:

Menurut Hukum Acara Pidana di Indonesia yang aturannya diatur dalam KUHAP, untuk menghukum seseorang karena telah melakukan suatu tindak pidana membutuhkan paling kurang dua alat bukti. Inilah yang disebut sebagai syarat pembuktian minimum. Jika tidak terdapat paling kurang dua alat bukti, maka Saudara akan diputus bebas oleh majelis hakim.

K e b e r a d a a n a l a t b u k t i (bewijsmiddelen) inilah yang mutlak dibutuhkan untuk dapat menuntut maupun menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana. Jadi jika Saudara sampai dijatuhi hukuman pidana oleh majelis hakim berarti ada cukup

Pertanyaan:

S aya M, mantan narapidana yang dijatuhi hukuman pidana penjara selama tujuh bulan karena didakwa telah mencuri sepeda milik siswa SMA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut saya dengan pidana penjara selama sepuluh bulan dikurangi

masa tahanan. Saya merasa cukup beruntung karena oleh majelis hakim diputus jauh dibawah tuntutan jaksa sehingga saya langsung menyatakan menerima putusan tersebut.

Namun yang masih menjadi pertanyaan bagi saya, mengapa sampai dengan perkara saya diputus, tidak pernah sepeda curian dihadapkan, baik pada saat diperiksa oleh polisi sampai dengan disidangkan di pengadilan. Menurut saya, mestinya saya tidak dihukum karena tidak ada buktinya. Mohon dijelaskan mengapa saya sampai dihukum oleh majelis hakim apalagi saya tidak pernah mengaku telah mencuri sepeda tersebut.

alat bukti yang diajukan oleh JPU di persidangan. Dalam perkara seperti yang Saudara ceritakan yang tidak ada bukanlah alat bukti tetapi sepeda curian, yang dalam Hukum Acara Pidana disebut barang bukti

Disamping itu Hukum Acara Pidana juga menambahkan satu syarat lagi untuk menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana/terdakwa yaitu selain alat bukti yang cukup dalam persidangan, juga harus ada keyakinan hakim bahwa Saudaralah yang melakukan pencurian tersebut.

Nah, di sinilah peran barang bukti, sehingga barang bukti biasanya disebut benda-benda untuk menimbulkan keyakinan hakim yang memeriksa perkara tersebut. Dalam kasus Saudara,

keberadaan sepeda sebagai barang bukti adalah untuk membuat hakim menjadi yakin akan tindak pidana yang terjadi dan pelakunya. Orang Belanda menyebutnya stukken van overtuiging.

Sistem pembuktian Sistem pembuktian yang berlaku

di Indonesia, seperti yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP, disebut sistem menurut UU secara negatif (negatief wettelijk stelsel). Pada sistem ini barang bukti berperan untuk menimbulkan keyakinan hakim.

Jadi pidana dapat dijatuhkan setelah sekurang-kurangnya dua alat bukti yang secara limitatif disebut dalam UU in casu Pasal 184 KUHAP dan keyakinan hakim bahwa pelaku memang yang melakukannya. Jadi dalam perkara Saudara apabila sudah cukup alat bukti dan hakim yakin bahwa Saudaralah pelakunya, walaupun tidak ada barang bukti yaitu berupa sepeda curian, maka Saudara dapat dijatuhi pidana.

Pertanyaannya ialah, Bagaimana kalau JPU mengajukan ke persidangan barang bukti yang bukan sepeda yang didakwakan telah Saudara curi? Hal ini dapat menggoyahkan keyakinan hakim dan mungkin saja Saudara tidak dijatuhi

Buletin Jan-Peb 2012.indd 54 2/24/2012 3:14:00 PM

Page 57: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 455

pidana. Selain itu dalam dakwaan tentu disebutkan sepeda apa dan milik siapa yang telah Saudara curi. Apabila berbeda berarti apa yang didakwakan tidak terbukti dan Saudara diputus bebas atau kemungkinan pula dakwaan dinyatakan kabur oleh majelis hakim.

Sistem pembuktian lain yang dikenal adalah sistem pembuktian menurut UU secara positif (positief wettelijk). Hakim terikat pada alat-alat bukti yang ada dan wajib menjatuhkan pidana berdasarkan alat bukti tersebut.

Sistem pembuktian bebasPada sistem ini untuk penilaian

penuh diserahkan pada hakim (tanpa keterikatan pada jumlah alat bukti) seperti yang berlaku di Prancis. Sistem inilah yang diperbaiki dengan sistem negatif wettelijk.

Alat-alat buktiAlat-alat bukti yang sah ialah

alat-alat bukti yang disebut secara

limitatif dalam Pasal 184 KUHAP yang terdiri atas:1. Keterangan saksi2. Keterangan ahli3. Surat4. Petunjuk5. Keterangan terdakwa.

Hanya dengan alat-alat bukti ini yang dapat membuktikan bahwa benar-benar telah terjadi tindak pidana, dalam hal ini pencurian, dan terdakwa yang bersalah adalah Saudara. Saudara menjelaskan bahwa Saudara tidak pernah mengaku mencuri sepeda tersebut baik kepada penyidik maupun di persidangan.

Dari ketentuan di atas jelas bahwa pengakuan bukanlah alat bukti, tetapi keterangan Saudara yang dikaitkan dengan alat-alat bukti lainnya, pada umumnya adalah keterangan saksi, yang dijadikan alat bukti oleh majelis hakim.

Alat bukti saksi ini disyaratkan harus lebih dari satu orang saksi yang

disumpah di persidangan. Keterangan saksi-saksi yang satu sama lainnya saling berhubungan dapat membenarkan adanya pencurian yang didakwakan. Keterangan satu orang saksi saja tidak cukup. Inilah yang disebut unus testis nulus testis. Jadi dalam perkara Saudara, pertanyaannya adalah walaupun Saudara tidak pernah mengaku mencuri sepeda, apakah alat-alat bukti tersebut di atas ada? Kalau memang tidak cukup (tidak ada), maka Saudara seharusnya dihukum bebas.

Namun apabila terdapat cukup alat bukti dan Saudara dijatuhi pidana, Saudara dapat mengajukan permohonan banding dalam waktu tujuh hari setelah putusan dijatuhkan. Karena dalam surat Saudara, Saudara menjelaskan bahwa Saudara adalah mantan narapidana, maka jelas Saudara sudah menerima putusan pengadilan tersebut, dan Saudara tidak menggunakan hak Saudara untuk mengajukan banding.

Demikian sekedar penjelasan kami, semoga memuaskan adanya.

IL

USTR

ASI:A

HMAD

WAH

YUDI

Buletin Jan-Peb 2012.indd 55 2/24/2012 3:14:05 PM

Page 58: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

56

KESEHATAN•DOK.BULETINYUDISIAL

dr. Diah Farida

Sindrom Metabolik, Apakah Penyakit Baru?

Jawab:

Terimakasih juga untuk Dewa atas pertanyaanya. Kegemukan atau obesitas merupakan salah satu faktor resiko terjadinya diabetes. Obesitas berasal dari bahasa latin yaitu “ob” atau akibat dari dan “esum” atau makan, jadi obesitas berarti akibat dari makan.

Karena makan yang berlebihan mengakibatkan terjadinya penimbunan jaringan lemak tubuh. Penimbunan lemak ini bisa terdapat pada seluruh bagian tubuh atau pada bagian tertentu saja. Pada wanita paling sering dibagian bawah, seperti pinggul, pantat dan paha, menyerupai buah pir (tipe gynecoid).

Sedangkan pria umumnya seperti apel (android), penumpukan lemak pada pinggang dan perut, inilah yang disebut dengan obesitas sentral, gemuk perut alias gendut. Keduanya sama-sama berbahaya, akan tetapi obesitas sentral berhubungan erat dengan berbagai macam komplikasi metabolik (sindrom metabolic) dan berisiko tinggi mengidap penyakit jantung-pembuluh darah (kardiovaskuler) dan diabetes tipe 2 dikemudian hari.

Bagaimana kegemukan bisa terjadi? Obesitas berhubungan dengan 2 faktor yang berperan penting yaitu genetik dan lingkungan. Faktor genetik bersifat tetap dan tidak dapat dirubah. Yang bisa kita intervensi adalah faktor lingkungan, seperti gaya hidup dan pola makan.

Obesitas terjadi ketika nilai kalori yang masuk lebih besar daripada yang keluar. Kalori diperoleh dari makanan, sedangkan pengeluaran melalui aktifitas tubuh dan olahraga. Bila kita termasuk

obes maka harus mengurangi in put yaitu makanan, dan meningkatkan out put yaitu meningkatkan aktifitas fisik dan olahraga.

Apakah berat badan saya normal atau obes? Obesitas ditentukan dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu pembagian antara berat badan (kg) dengan tinggi badan dikuadratkan (m²).

Rumus IMT:IMT = BB (kg) TB (m²)

Pertanyaan:

Dokter Diah, perkenalkan saya Dewa, banyak yang bilang saya gemuk sekali dan akan banyak penyakit, tapi saya merasa sehat-sehat saja. Berat badan saya 70 kg dok. Apakah saya termasuk gemuk dan apakah saya terkena kolesterol?

Terimakasih.

Dewa 32 tahun

bm

j.com

Buletin Jan-Peb 2012.indd 56 2/24/2012 3:14:07 PM

Page 59: Buletin Januari-Februari 2012

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012

VOL. VI - NO. 457

Sayangnya D ewa hanya mencantumkan berat badan, jadi tinggi badan kita ambil rata-rata tinggi orang Indonesia, seperti contoh dibawah ini:

Contoh : Dewa mempunyai tinggi badan 160 cm, berat badan 70 kg dan dengan lingkar perut 95 cm, maka IMT Dewa adalah ; 70 kg = 70 kg = 27,4 kg/m²(1,6x1,6)m² 2,56m²

Apakah Dewa dengan IMT 27,4 kg/m² termasuk kurus,normal atau sudah obes?

Berarti Dewa masuk pada obesitas I dan beresiko menderita “penyakit akibat kegemukan”, maka dianjurkan menurunkan BB minimal 10 kg sehingga menjadi BB 49-60 kg agar mencapai IMT normal.

S a y a n g n y a I M T t i d a k mencerminkan distribusi timbunan lemak dalam tubuh, maka perlu dilengkapi dengan mengukur lingkar perut (LP). LP ini mudah dilakukan (hanya dengan meteran) dan sangat penting untuk menilai derajat kesehatan tubuh. LP berkaitan erat dengan hipertensi, kolesterol terutama HDL dan trigliserida, dan diabetes.

Mari kita lihat lagi Dewa, mempunyai LP 95 cm, apakah termasuk normal atau obes?Kriteria Obesitas Sentral (berdasar WHO 2000)

Nilai LP (cm)

Normal Pria < 90 Wanita < 80

Obesitas Sentral

Pria ≥ 90 Wanita ≥ 80

Dewa dengan IMT 27,4 dan LP 90 maka masuk kriteria obesitas sentral, bila dilakukan check up tekanan darah, kolesterol dan gula darah, hasilnya 2 atau lebih yang tidak normal maka berdasar

kriteria International Diabetes Federation (IDF) 2005, Dewa mengidap Sindrom Metabolik. Kriteria Sindrom Metabolik menurut IDF lebih mudah dipraktekkan sehari-hari dan dianut para ahli saat ini, dibandingkan kriteria WHO dan NCEP ATP III.Sebaiknya Dewa melakukan cek tekanan darah, laboratorium darah rutin, lemak darah dan gula darah puasa.

Sindrom metabolik adalah kumpulan gangguan metabolisme, baik lemak maupun non lemak yang merupakan faktor resiko penyakit jantung koroner. SM berhubungan dengan nama Sindrom X, Sindrom Resistensi Insulin yang erat kaitannya dengan kencing manis, Sindrom Reaven atau CHAOS (Coronary heart disease or hipertension, atherosclerosis).

Penyakit ini sudah ditemukan sejak 1980-an tapi prevalensinya

semakin tinggi sehingga sekarang lebih digalakkan penanganannya terutama untuk pencegahan karena bahaya gangguan metabolik bisa menyebabkan kematian.

Penderita sindrom metabolik dianjurkan untuk fokus meningkatkan aktivitas fisik. Terbukti, jalan kaki atau jogging 1 jam sehari akan menurunkan lemak visceral (perut) pada pria tanpa adanya diet yang ketat. Dengan turunnya berat badan dan mengecilnya lingkar perut maka kadar trigliserida dan HDL akan normal dengan sendirinya, begitu pula dengan gula darah dan tekanan darah akan lebih mudah dikontrol. Dengan turunnya berat badan maka faktor resiko kardiovaskuler akan turun pula.

Demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat.

Diagnosis Sindrom Metabolik bila ada : Obesitas Sentral + 2 atau lebih kriteria dibawah ini:

1 Kadar Trigliserida tinggi >150 mg/dL

2HDL kolesterol (kolesterol baik) rendah

Pria <40 mg/dL Wanita < 50 mg/dL

3 Hipertensi ≥130/85 mmHg atau riwayat terapi antihipertensi

4 GDP plasma tinggi (Gula Darah Puasa) ≥100 mg/dL atau terdiagnosa DM tipe 2

Mari kita lihat kriteria obesitas menurut WHO-WRPO 2000 :

Nilai IMT (kg/m²)

BB kurang (kurus) <18,5

BB normal 18,5 – 22,9

BB lebih (gemuk) ;

* Pra obesitas 23 – 24,9

* Obesitas I 25 – 29,9

* Obesitas II > 30

Buletin Jan-Peb 2012.indd 57 2/24/2012 3:14:08 PM

Page 60: Buletin Januari-Februari 2012

ILUSTRASI:AHMAD WAHYUDI �

EDISI JANUARI - FEBRUARI 2012VOL. VI - NO. 4

58

RELUNG

Waktu dan Cinta

Alkisah di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak: ada Cinta, Kesedihan,

Kekayaan, Kegembiraan, Kecantikan dan Waktu. Mereka hidup berdampingan dengan baik.

Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai

perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan.

Sementara itu air makin naik membasahi kaki

Cinta. Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu. “Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!” teriak Cinta. “Aduh! Maaf, C in ta !” ka ta

Kekayaan, perahuku te lah

penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat

membawa-mu serta, nanti perahu ini tenggelam.

Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini.”

Lalu Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya. “Kegembiraan! Tolong aku!”, teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta. Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin panik. Tak lama lewatlah Kecantikan. “Kecan t ikan! Bawalah aku be r samamu!” , t e r iak Cin ta . “Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini.” sahut Kecantikan.

Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itu lewatlah Kesedihan. “ O h , Ke s e d i h an , b awa l ah aku bersamamu,” kata Cinta. “Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya. Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelam-kannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara, “Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!” Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya. Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi. Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya orang tua tadi. “ Oh, o rang tua tad i? Dia adalah Waktu.” kata orang itu. “Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku” tanya Cinta heran. “Sebab,” kata orang itu, “hanya Waktulah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu ...”

Disarikan dari berbagai sumber

Buletin Jan-Peb 2012.indd 58 2/24/2012 3:14:10 PM

Page 61: Buletin Januari-Februari 2012
Page 62: Buletin Januari-Februari 2012