buletin 20: santri dan perdamaian
DESCRIPTION
Dipublikasikan pada Oktober 2013TRANSCRIPT
Buletin XX - Oktober 2013
Santri dan PerdamaianSantri dan PerdamaianSantri dan PerdamaianLaporan KhususNasionalisme SantriSebagai Penjaga Perdamaian Indonesia
Kajian Qur’an - HadisKontroversi Tafsir ‘Ilmy
Ke-CSS-anPenyelenggaraan PBSB 2013 DIY
SastraTing !
Suara DosenMerajut Sistem Nilai Budaya Nir-kekerasandi Kalangan Kaum Santri
Penasihat:
Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M.A.(Pendelola PBSB UIN Sunan Kalijaga)
Penanggung Jawab:
Lailia Muyasaroh(Ketua CSS MoRa UIN Sunan Kalijaga)
Pimpinan Redaksi:
Azam Anhar
Sekretaris:
Yulia Rahmi
Bendahara:
Rona Rasyidaturrabi'ah
Staff Redaksi:
Muhammad Amin
Muhammad Itsbatul Haq
Muhammad Syafi'i
Muhammad Ridha
Barokatun Nisa'
Editor:
Wildan Imaduddin Muh.
Saiful
Sri Hartati Lestari
Layout:
Muhammad Mufid Muwaffaq
Muhammad Zainul Hakim
Imam Mahfudin
Dir. Produksi:
Muhammad Irsyadin Kamal
Muhammad Kamalul Fikri
Dir. Distribusi:
Juliana Sari
Muhammad Ali Bahruddin
Assalamu'alaikum.
Salam damai kami sampaikan. Buletin
Sarung kembali hadir di hadapan pembaca
dengan tema Santri dan Perdamaian pada
edisi ke-20. Ia akan mewacanakan
perdamaian dilihat dari tubuh santri,
bagaimana santri itu memposisikan diri
untuk peran perdamaian. Perdamaian yang
dimaksud menyinggung Indonesia dengan
bermacam masalah semisal aksi kekerasan
atas nama yang bermacam-macam;
kewibawaan partai, keutuhan suku,
kehormatan etnis, kelestarian budaya,
stabilitas ekonomi dan juga atas nama
kesucian agama.
Maka kami ucapkan selamat membaca.
Semoga bisa memberi 'pencerahan' atas
berbagai peristiwa yang merundung
Indonesia, atau minimal menjadi 'hiburan'
bagi para pembaca. Kritik dan saran kami
tunggu di [email protected]
Buletin XX - Oktober 201302 Salam Redaksi
Santri dan Perdamaian
Buletin XIX - Juni 2013 03Laporan Utama
Buletin XX - Oktober 201304 Laporan Utama
Buletin XIX - Juni 2013 05Laporan Utama
Nasionalisme Santri
Sebagai Penjaga Perdamaian Indonesia
KH. Abdul Muhaimin
Buletin XX - Oktober 201306 Laporan Khusus
Buletin XIX - Juni 2013 07Laporan Khusus
Sarung Challenge
Buletin XX - Oktober 201308 Laporan Khusus
Kontroversi Tafsir 'Ilmy*
Wali Ramadhani*
Buletin XIX - Juni 2013 09Kajian Qur’an - Hadis
Buletin XX - Oktober 201310 Kajian Qur’an - Hadis
Peran Santri dalam Sosialisasi Islam yang ToleranOleh: Afiffur Rachman Sya’rani*
Buletin XIX - Juni 2013 11Opini
Buletin XX - Oktober 201312 Opini
SANTRI DAN PERDAMAIANMerajut Sistem Nilai Budaya Nir-Kekerasan di Kalangan kaum Santri
Drs. Mohamad Yusup, M.Si.
Buletin XIX - Juni 2013 13Suara Dosen
Buletin XX - Oktober 201314 Suara Dosen
Buletin XIX - Juni 2013 15Suara Dosen
§ Seminar: “Membumikan Nilai-Nilai Kerukunan Dalam
Konteks Ke-Indonesia-an”
§ Lomba pidato, esai, dan fotografi
§ Sarasehan Budaya: “Hargai Perbedaan, Wujudkan
Indonesia yang Harmonis”
Wil be happen On Desember
Twitter @santrinesia
Web: santrinesia06.wordpress.com
Menyambut harlah ke-6 CSS MORA
Buletin XX - Oktober 201316 Suara Dosen
Penyelenggaraan Seleksi PBSB 2013 di DIY
Buletin XIX - Juni 2013 17Ke-CSS-an
(21/9) Rihlah Alamiyah CSS MoRa UIN Sunan Kalijaga di “Ketep Pass”, Magelang.
Para anggota baru sedang memperkenalkan diri masing-masing.
Buletin XX - Oktober 201318 Ke-CSS-an
Ting… tong… teng…
Seperangkat kaki mulai terhipnotis
oleh bunyi itu, tergiring masuk ke ruang
yang dari nenek moyangnya dianggap
suci. Bapak beserta ibu dan anaknya.
Beberapa kakek terlihat sendiri tanpa
kehadiran nenek. Para remaja dalam
urusan ini tak bisa dilepaskan dari
pelukan orang tua. Semua orang dibalut
busana formal berwarna hitam yang
sesaat memberikan aroma kematian.
Tak sampai hitungan menit me-
nyentuh tiga aku sudah kesulitan
menemukan kursi kosong di ruangan ini.
Baris kedua di kursi paling ujung,
sepertinya orang-orang ini cukup cerdas
hingga keterlambatanku tak bisa
mempersilakan orang lain duduk di kursi-
'ku'. Hanya aku yang tak berwarna hitam.
Aku selalu menyukai ungu muda yang tak
satu terong pun memilikinya.
Menit keempat. Mereka memang tak
suka menunda waktu, baru satu menit
ruangan dipastikan penuh, acara
langsung dimulai. Seorang remaja
seumuran keponakanku, kira-kira empat
belas tahun, maju ke depan microphone.
Dia mengumumkan dir i sebagai
pembawa acara, memberitahukan kami
susunan acara dan
acara kedua, dibacakan beberapa
nama untuk membagikan kisahnya
kepada seluruh anggota komunitas.
Seperti biasa, ketua kami memulai sesi
itu. Dia mengisahkan kehidupannya yang
berlatar dua hari lalu di sebelah rumah
kosnya. Saat itu dia mendapati seorang
nenek baru saja menaiki sepedanya.
Ketua kami yang saat itu bersepeda
motor mendekati si nenek dan berhasil
menendang jatuh nenek itu. Kisah itu
diakhiri dengan bahak tawa semua
anggota yang berbaju hitam.
Nama kedua menuntutku maju ke
depan. Aku masih belum terbiasa
menghadapi microphone. Traumaku dari
peristiwa tiga tahun lalu yang tak ingin
aku ceritakan pada siapapun masih bisa
mengomando sarafku untuk bergetar.
Sensasi itu aku coba cairkan dengan
menyebut nama manusia tercintaku:
salah satu saran dari guru supra-
naturalku, Bu Malla, yang menjadi
partner-ku tiga tahun terakhir.
Kisah ini saya temukan di
a t a s ke p a l a s a y a ke t i k a
memikirkan Kang Zainal. Bukan
fiktif karena memang terjadi di
atas kepala saya.
Kubuka kertas yang sedari tadi
kulipat. Mulai membacakan kisah yang
kudapat tadi pagi dan buru-buru kutulis.
Sembah suciku pada Engkau
yang telah memberiku apa yang
mereka sebut kecerdasan.
Simpulan yang kudapat setelah
mendapati kesamaan antara
teori kecerdasan dengan gejala
yang dialami olehku. Terima
kasih atas otak yang selalu
bekerja.
Dalam kertas yang ber-
jodoh dengan t in ta in i
kupertahankan pemberian-
Mu. Aku ingin bercerita pada-
Mu. Sejatinya bukan bercerita,
toh Kamu pasti sudah tahu. Ini
lebih seperti mengadu dan
TING !TING !TING !TING !by: Dluha Luthfillah
Buletin XIX - Juni 2013 19Sastra
meminta jawaban.
Diawali dengan kelasku yang membahas cara memahami
kekata-Mu yang suci dan kekal itu. Saat itu kami—aku dan
anggota kelas—mempreteli istifham yang menjadi istilah arab
dari 'ingin paham'. Aku mendapat satu pernyataan bahwa gaya
bahasa istifham lebih menusuk perasaan orang arab yang saat itu
Kau ajak bicara. Perbandingan yang diajukan mengajak perintah
dan larangan yang katanya kalah menusuk dari istifham.
Benakku mendapati sebuah keganjalan di sana. Pernyataan
itu belum sepenuhnya berhenti. Bukan itu sebenarnya yang ingin
didapatkan oleh aku—dalam kadar minimal. Apa yang Kau
berikan dalam gaya bahasa ingin-paham itu hampir semua
menyentuh hubungan kami, para manusia. Dan dalam keyakinan
kami, Kau tak akan pernah berniat buruk pada kami, para
manusia. Bahkan Kau lebih sering mengalah pada kami, para
manusia.
Alam pikirku membawa pada kecurigaan: apakah Kau
memakai gaya bahasa ingin-paham dalam rangka mengalah dan
menyesuaikan dengan budaya mereka: pemilik bahasa kekata-Mu
itu? Jika ya, aku rasa peringatan-Mu dengan gaya bahasa itu
memberitakan banyaknya unsur bertanda elektron dalam benda
terlarang-Mu itu. Dan jika kemungkinan itu benar kami hanya
perlu menjauhinya dan menguatkan alasan kenapa kami harus
menjauhinya. Sekarang sudah banyak dari kami yang bisa
membaca alam.
Juga, aku tak menemukan kekata-Mu yang melarang—atau
menusuk—cintaku yang teruntuk dia yang di sana.
Dan secara tak sengaja mataku menangkap seonggok daging hidup
yang selama ini menjadi tujuan proyeksi cintaku.
Semoga cinta ini tak salah menampilkan pembiasan.
Dan seperti biasa…ruangan ini mendadak tak bercahaya. Semuanya
menjadi mbelabur. Dan akhirnya…
BRUKK…!!!
Mataku terbuka saat mendapati tubuhku terbaring, aroma racikan
bahan kimia, dan busana putih. Seseorang menggenggam tanganku dan
pita suaranya membisikiku, “sangat baik El.. sangat baik..” hanya dua bulir
yang terjatuh.
Kamar Atas LSQ al-Rahmah
08.09.2013
Teruntuk lontar
Buletin XX - Oktober 201320 Sastra
: Ika
mendadak kamu menghilang di
antara wajah-wajah kelabu dan
cerlang gemintang. mungkin lenyap,
ditelan malam yang terlampau sunyi
bagi keriangan. atau mungkin, oleh
malam, kamu disimpannya dalam
nyenyak yang kesekian, lalu
disiapkannya bagimu sejuta
keriangan dan kemungkinan yang
tak dapat ditakar neraca
kemanusiaan. kemudian kamu
terhenyak, bersama mata hari
matamu tugur membaca bumi,
membaca manusia, membaca gerak
hari dan gerakmu sendiri dalam
sembahyang dan tubuh hari.
kamu baca embun dan daunan,
membaca ulang kenangan tentang
Ibu dan kampung halaman. dan
sebelum kamu sempat menyadari,
dari lubang tempat kamu melihat,
telah mengalir sungai yang hangat
dan jernih lagi suci. itulah air mata:
air yang terlanjur kudus bagi bumi,
terlanjur sakral bagi lelaki.
Eva, itulah muasalmu: umpama
Athena bagi Adam; menjadi Ibu bagi
paling sempurnanya ciptaan.
kamu membaca muasalmu
berulang-ulang, membaca kembali
halaman demi halaman ingatan.
tetapi kamu hanya dapat melihat
sejarah sebagai kapal yang hendak
karam. merasai sejarah sebagai laut
yang kehilangan garam.
"tapi garam tak pernah hilang dari
masakan Ibu. sekarang juga
bukan zaman kerajaan Hindu.
kapal juga bisa bertingkah
seperti ikan-ikan, menyelam
dan timbul kembali di laut
pasang", sergahmu pada
dirimu sendiri.
tetapi sejarah bukanlah kapal
ataupun garam. Ia adalah
bagian manusia yang
ditugaskan Tuhan untuk
selalu bergerak sejak awal
diciptakan, atau berhenti dan
berubah menjadi gerbang
kehancuran.
sesaat kemudian, dengan
amat lantangnya kamu
berteriak "tapi Eva bukan
hanya tentang sejarah. Eva
adalah aku juga. Eva adalah
aku yang membaca dan
membentuk awal sejarah
manusia beserta dunia!".
seketika itu juga Firdaus
menjelma di sutra wajahmu.
kamu menari-nari serupa
penari angsa putih sambil
mengitari hari dengan
keriangan-keriangan yang
berloncatan di setiap lekuk
sutra wajahmu yang telah
Firdaus lalu.
Yogyakarta, 06 Oktober 2013
Siung Putih
Eva, Itulah Aku
Buletin XIX - Juni 2013 21Sastra
Di sudut itu aku pertama kali melihatmu
Oh begitu cantik menawan
Meski dengan jarak ini
Aku tak yakin kau melihatku
Yang berani diam-diam
memperhatikanmu
Entah apa yang kau pikirkan di sana
sendiri ????
Aku terhentak ketika mata kita saling
beradu
Dan aku masih yakin kau tak melihatku,
untunglah
Wajah bulatmu seolah ingin meronta
dari sudut itu
Mulut kecilmu sudah tak berdaya
bersuara
Meski hanya sekata saja, sungguh
Jika kau memang bosan menunggu
Datanglah kemari
Dalam peluk hangatku
Peluk yang selalu didamba setiap
kekasih
Karena ada cinta di dalamnya
Tapi gadis,
Aku tak akan pernah bisa datang
Seberapa lama pun kau menunggu
dengan kebosanan-kebosanan
yang semakin menumpuk di dadamu itu
Aku tak akan pernah datang,
Karena Tuhan tak mungkin
mengizinkannya ....
Hanya satu hal yang ingin ku sampaikan
sebelum kematianku waktu itu,
Wahai gadis !
“ Cintaku bukanlah untukmu, maaf “
By : Waffada Naumiyyah
ketika Tuhan berbicara
kita bukan hanya seekor debu
yang mengekor pada ketiak air
atau sela jari.
bukan hanya muntah hangat
yang keluar setelah tarian selesai.
aku tak ingin hanya itu.
aku ingin lebih
dari bentuk wajah
yang permanen di sela pangkal
paha.
lebih dari goresan pisau
di pohon belakang rumah.
aku ingin lebih dari makanan,
kehangatan
apalagi hanya sekedar teman.
aku ingin mengalir di bawah
pepohonan
terbang bebas di atas taman.
lebih dari cumbuan apalagi
menjadi tuan.
sayang,
aku ingin menjadi senyum
dan menjadikan-Nya tersenyum
dan urung bicara.
Kontemplasi
aih, lihatlah, kacang-kacang itu telah
melepaskan diri dari kulit.
mereka bilang kulit itu kuno tanpa tahu
kuno,
aih, tak kuat lagi mataku mataku menahan
pedih,
bahkan, manusia lebih suka kacang tak
berkulit, hah?
Afifurrahman Sya'rani
KOPIKomunitas Penulis CSS MORA UIN SUKA
By: Dluha
Buletin XX - Oktober 201322 Sastra
melikum... makasih ya buat tim sarung yang tetep eksis buat ngadirin
bacaan-bacaan bermutu buat kami para ahl-sarung sekalian... sebenernya
nih, saya pengen begete ada agenda buat temen2 jurnalis atawa yang
pecinta jurnalis atawa orang santri layaknya kita buat di adain agenda
kumpul bareng, yah minimal skala publiknya nasional lah... kalo bisa.. kalo
ndak bisa sih internasional juga gak papa. biar bisa nyamain si seminar
internasionalnya PSDM itu. ya paling ndak kan kita bisa share mengenai
kejurnalisitikan, majalahisasi, buletinisasi. ato bisa jadi kita jg dapat nimba
ilmu buat majuin sarung khususnya... yah, btw... itu saran dari saya, mungkin
bisa buat pertimbangan. itu aja dah. makasih buat sarung. semangat ....
semangat... melikum
(akun fb Asy'ari Masud)
Terima kasih sangat kepada mas Asy'ari, kakak kami sekaligus tetua
redaksi Sarung (pimred 2012-2013). Sangat perhatian sekali. Usulan yang
baik, lebih-lebih untuk benar-benar menumbuhkan dan mengasah
kemampuan jurnalistik temen-temen santri CSS MoRA, khususnya pada
Sarung. Biar menarik, juga berisi. Oke ke depan, semoga bisa
Hi Sarung, Mau cucur nih..!! sarung yang ini kan hidupnya di UIN SUKA
tuh, kenapa gak pernah menunjukkan ketersambungannya yah? Kan
menarik juga tuh kalau bisa bertarung atau berpelukan dengan ilmu lain.
:D oh, ya. Boleh request gak? Pengen dikasih tau tentang manfaat gerhana
dong. Syukur kalau di majalah, tapi kalo buletin juga gak apa. :D segitu aja
deh dulu. keep smile sarung, (tapi jangan goyang yah !!)
(akun fb: Luthfi)
Hi juga... integrasi-interkoneksi yak, dengan ilmu-ilmu lain.. untuk
Sarung, karena kami dan kita orang-orang santri yang studi pada
keilmuan al-Qur'an dan Hadis, Sarung memiliki karakter yang sama
dengan posisi kita, yaitu ke-santri-an dan al-Qur'an-Hadis. Tapi tetep
ada persangkut-pautan dengan bahasan-bahasan lain kok, selama bisa
disambungkan dengan karakter itu. Untuk tulisan tentang manfaat
gerhana, coba kami akan mencari rubrik yang pas untuk
menyuguhkannya. trims atas cucurnya
Buletin XIX - Juni 2013 23Surat Pembaca
Apapun
masalahnya, ada uang,
bisa damai dan sejahtera.
Kontroversi hati, labil ekonomi,
kudeta, bisa diharmonisasi dengan
statusisasi konspirasi kemakmuran.
...sstt, kita bisa bicarakan nanti.
cendikiawan
Miss Wordl
rakyat
Pejabat
Mujahid
Artis
eh, elu sape?