bulan ramadan tiba

26
MARHABAN YA RAMADHAN Oleh : K. Hasan Badri P.P. SABILIL MUTTAQIN Pakusari PUASA DAN PEMBANGUNAN KARAKTER Bulan Ramadan tiba. Sebulan penuh, umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia, menjalankan ibadah puasa di siang hari dan ibadah-ibadah lainnya, baik di siang maupun malam harinya. Tujuannya, seperti dikatakan Allah dalam Al-Qur'an, adalah menjadikan orang-orang yang berpuasa sebagai orang-orang bertakwa; saleh secara individual dan saleh secara personal. Dengan kata lain, puasa adalah medium pembangunan karakter manusia. Menahan Diri Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum dari pagi hingga sore. Puasa yang dalam bahasa Arabnya dari kata shiyam atau shaum memang berarti menahan diri. Secara spesifik, menahan diri dari memakan makanan atau meminum minuman. Tetapi, dalam pengertian yang lebih luas adalah menahan dari perbuatan- perbuatan buruk dan tercela. Nabi Muhammad menegaskan dalam ungkapannya, "Puasa itu adalah junah (perisai)." Dalam perang tradisional zaman dahulu, perisai adalah pelindung dari serangan musuh agar tidak terkena senjata musuh. Maka puasa adalah pelindung dari "serangan" orang lain yang mengajak pada perbuatan buruk atau menjerumuskan pada kehancuran. Itulah yang ditegaskan oleh Nabi Muhammad sebagaimana dalam sabdanya, "Siapa saja yang sedang berpuasa, kemudian ada orang yang mengajak untuk berkelahi (berbuat kekerasan) atau mencaci- imikinya, maka katakanlah dua kali: 'Saya sedang berpuasa!'" (HR.

Upload: eppa-cazhi

Post on 13-Sep-2015

21 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ramadhan

TRANSCRIPT

MARHABAN YA RAMADHAN

Oleh : K. Hasan Badri

P.P. SABILIL MUTTAQIN

Pakusari

PUASA DAN PEMBANGUNAN KARAKTER

Bulan Ramadan tiba. Sebulan penuh, umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia, menjalankan ibadah puasa di siang hari dan ibadah-ibadah lainnya, baik di siang maupun malam harinya. Tujuannya, seperti dikatakan Allah dalam Al-Qur'an, adalah menjadikan orang-orang yang berpuasa sebagai orang-orang bertakwa; saleh secara individual dan saleh secara personal. Dengan kata lain, puasa adalah medium pembangunan karakter manusia.

Menahan DiriPuasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum dari pagi hingga sore. Puasa yang dalam bahasa Arabnya dari kata shiyam atau shaum memang berarti menahan diri. Secara spesifik, menahan diri dari memakan makanan atau meminum minuman. Tetapi, dalam pengertian yang lebih luas adalah menahan dari perbuatan-perbuatan buruk dan tercela. Nabi Muhammad menegaskan dalam ungkapannya, "Puasa itu adalah junah (perisai)."Dalam perang tradisional zaman dahulu, perisai adalah pelindung dari serangan musuh agar tidak terkena senjata musuh. Maka puasa adalah pelindung dari "serangan" orang lain yang mengajak pada perbuatan buruk atau menjerumuskan pada kehancuran. Itulah yang ditegaskan oleh Nabi Muhammad sebagaimana dalam sabdanya, "Siapa saja yang sedang berpuasa, kemudian ada orang yang mengajak untuk berkelahi (berbuat kekerasan) atau mencaci-imikinya, maka katakanlah dua kali: 'Saya sedang berpuasa!'" (HR. Al-Bukhari)Itu adalah "serangan" dari pihak luar atau eksternal. Adapun dari pihak dalam (internal), adalah dorongan dari hasrat-hasrat negatif yang dalam bahasa agama disebut hawa nafsu. Hawa nafsu men-dorong seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan kotor dan tercela. Ini yang dimaksud Nabi Muhammad dalam ungkapannya, "Siapa saja yang berpuasa, maka janganlah dia berkata-kata buruk atau mengajak pada perbuatan buruk (baik dengan kata-kata maupun tindakan." (HR. Muslim)Dengan kata lain, orangyang berpuasa didorong untuk mengatakan dan bertindak yang baik-baik. Ada hal yang menarik ketika Nabi saw., menyatakan, "Bau mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada minyak kesturi." (HR. An-Nasa'i). Ini tentu tidak bisa dimaknai secara literal semata. Makna sesungguhnya adalah dorongan agar yang keluar dari mulut orang berpuasa adalah ucapan-ucapan yang baik, sehingga di sisi Allah menjadi begitu harum. Di kalangan manusia pun ucapan yang baik akan punya efek positif, tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga orang lain. Al-Qur'an dengan cukup indah mempermis.ilk.in antara ucapan-ucapan yang baik dan yang sebaliknya: "Perumpamaan ucapan yang baik itu seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. (Pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya." (QS. Ibrahim [14]: 24-25) dan "Kalimat yang buruk itu seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya daripermukaan bumi, tidak dapat tetap(tegak) sedikitpun."(Q.S. Ibrahim [14]: 26)

Pembangunan Karakter

Tujuan puasa adalah membangun karakter bertakwa. Ada yang berhasil, ada yang gagal. Yang gagal seperti digambarkan Nabi Muhammad dalam ungkapannya, "Bisa saja orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan haus," Artinya, puasa sekadar pemenuhan ritual ibadah wajib, tidak memberi makna dalam kehidupan. Al-Ghazali dalam karyanya, Ihya Ulumuddin, menyebut puasa yang seperti ini adalah puasa orang awam, puasa level terendah; sekadar menahan lapar dan haus.Mestinya, kata Al-Ghazali, orang berpuasa naik ke level kedua, yakni puasa anggota badan, puasa seluruh indra dari hal-hal buruk. Lebih tinggi lagi, puasa level ketiga, yakni puasa hati dan pikiran dari segala keinginan atau hasrat-hasrat buruk. Bahkan, hasrat-hasrat yang bersifat duniawi, meskipun itu tidak terkategori hasrat-hasrat buruk. Puasa pada tingkat ini adalah puasa yang menciptakan pribadi-pribadi berhati jernih, berpikiran bersih, yang terejawantah dalam perilaku kehidupan. Puasa yang menumbuhkan perasaan kasih sayang, empati, dan kepedulian terhadap orang lain.Di tengah krisis karakter yang terjadi pada bangsa ini, terutama pada sebagian besar para elite di pelbagai lembaga negara dan pemerintahan, puasa dapat menjadi momentum pendorong pada upaya-upaya perbaikan dan pembangunan karakter ke arah yang lebih maju. Korupsi, misalnya, sesungguhnya lahir dari hasrat-hasrat hati dan pikiran kotor untuk memperkaya diri sendiri tanpa peduli dengan orang lain yang menderita akibatnya. Puasa menjadi alat pengerem, meski tidak selamanya berhasil, karena orang bersangkutan hanya berpuasa lahiriah atau puasa model orang awam, seperti dikatakan Al-Ghazali.Karakter kekerasan, misalnya, juga coba direm dengan puasa, diganti dengan perasaan kasih sayang, empati, dan peduli terhadap sesama, tanpa melihat agama atau aliran. Ironisnya, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, kekerasan masih saja terjadi, dengan pelbagai alasan, padahal Ramadan adalah bulan berkah dan rahmat atau kasih sayang. Selain itu, seperti disabdakan Nabi Muhammad saw., "Apabila ada orang yang mengajak berkelahi (melakukan kekerasan) atau mencaci-makinya, maka katakanlah, 'Aku sedang berpuasa.'" Akan jauh lebih produktif untuk menge-rahkan energi pada hal-hal positif yang bermanfaat bagi sesama.Ramadan adalah bulan pembangunan karakter dengan lebih banyak introspeksi diri sendiri dan banyak menebarkan kebaikan, baik melalui ucapan maupun tindakan. Banyak-banyak mendekatkan diri kepada Allah, beribadah, beramal saleh, membantu orang lain, bersikap empati, dan seterusnya. Bukan diisi dengan kemarahan, kebencian, kekerasan, kebohongan, dan seterusnya. Dengan puasa, semua diimbau untuk menahan diri dari pelbagai keburukan selama sebulan penuh. Tidak mustahil bangsa ini akan keluar dari keterpu-rukan jika banyak muncul karakter-karakter kuat yang dibangun dari puasa ini.PUASA DAN SEMANGAT MEMBERI

"Barangsiapa memberi makanan berbuka bagi orang

yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal orang

yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa

tersebut sedikit pun."

(HR. At-Tirmidzi)

Salah satu pesan penting yang diajarkan puasa bagi pelakunya adalah semangat memberi terhadap sesama. Pada hadis di atas, Rasulullah menggambarkan bahwa orang yang memberi makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, ia akan diberi pahala seperti pahala orang yang diberi tanpa sedikit pun mengurangi pahala orang yang diberi itu. Di sini, beliau mengajarkan arti penting memberi. Beliau tidak menspesifikasi orang yang diberi makanan itu, apakah ia termasuk orang yang memiliki makanan berbuka atau pun tidak. Intinya adalah memberi. Semangat memberi.Dalam konteks kaum muslimin di negeri ini, hal seperti itu sudah membudaya. Kita bersyukur karenanya. Kita bisa melihat banyak sekali masjid yang menyediakan makanan atau minuman untuk berbuka puasa dari para dermawan. Di antara tetangga kita juga sudah membudayakan hal ini. Bulan puasa memang bulan berkah. Dengan memberi orang, Allah memberi kita. Dengan memberi, kepekaan sosial kita dipicu dan dibangkitkan. Dalam memberi ada interaksi sosial yang hidup, yakni silaturahmi dan kasih sayang. Kita memberi, berarti kita menyambung tali silaturahmi. Kita memberi, berarti kita mengasihi dan menyayangi orang lain. Ini kapital sosial yang sangat berharga.Selain silaturahmi, ada juga silaturahim. Dua kata ini dalam bahasa Arab memiliki pengertian yang berbeda. Silaturahmi berarti lebih pada kekerabatan, keluarga, yang ada hubungan darah. Sementara silaturahim berarti lebih dari kerabat atau keluarga yang memiliki hubungan darah, namun lebih luas daripada itu, yakni umat manu-sia. Intinya sama, yakni menyambung hubungan dengan orang lain, di luar diri kita, dengan penuh kasih sayang. Dengan ini, kita meng-anggap yang liyan sebagai bagian dari diri kita yang harus diperlaku-kan sama seperti kita memperlakukan diri kita sendiri.Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa kita belumlah dianggap beriman sebelum kita mencintai saudara kita seperti kita mencintai diri kita sendiri (HR. Muslim dari Anas bin Malik). Semua manusia hakikatnya adalah bersaudara. Garis keturunan manusia sama, yakni dari Adam dan Hawa. Secara kemanusiaan, kita memiliki perasaan kasih sayang sebagai pemberian Allah yang tidak terhingga. Kasih sayang yang dalam sebuah hadis dikatakan merupakan satu bagian yang Allah turunkan ke bumi dari seratus bagian yang ada pada-Nya, sedang 99 lainnya disimpan di akhirat.Rasulullah adalah orang yang paling semangat dalam memberi. Semangat ini bahkan, seperti dikatakan dalam hadis riwayat Imam Al-Bukhari, lebih meningkat pada bulan Ramadan bahkan seperti angin yang berembus. Jika Rasulullah saja, orang yang paling mulia sedunia sudah seperti itu, bagaimana dengan kita? Allah sendiri di bulan Ramadan membuka lebar-lebar pintu rahmat yang berarti Dia 'mengobral' rahmat kepada para hamba-Nya, kenapa kita tidak 'mengobral' pemberian kepada orang lain? Dengan memberi orang, Allah memberi balasan yang jauh lebih besar untuk kita. Itu janji-Nya, dan janji-Nya pasti ditepati.

Keutamaan MemberiNabi disebutkan tidak pernah dimintai sesuatu sementara beliau memilikinya kecuali beliau pasti akan memberinya. Jabir menuturkan, "Tiada pernah sama sekali Rasulullah dimintai sesuatu, kemu-dian beliau menolaknya." (Muttafaq 'alaih) Dalam hadis lain disebutkan bahwa memberi sedekah termasuk salah satu elemen yang menyempurnakan iman seseorang. Abu Umamah berkata, Rasulullah saw., bersabda :

Dari Abi Umama bahwasannya Rasulullah saw., bersabda: "Barang-siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi (bersedekah) karena Allah, dan menahan (tidak memberi) karena Allah, maka ia telah menyempumakan imannya." (HR. Abu Dawud)Bahkan dikatakan bahwa orang yang tidak memberi makan kepada tetangganya yang kelaparan sementara ia mengetahuinya, orang tersebut dikatakan tidak memiliki iman kepada Rasulullah. Anas bin Malik berkata, Rasulullah bersabda, "Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang pada suatu malam, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia mengetahuinya." (HR. Ath-Thabrani).Memberi sedekah disebutkan juga dapat mendinginkan api neraka. Adi bin Hatim mendengar Nabi bersabda, "Siapa saja di antara kalian yang sanggup mendinginkan api neraka walaupun dengan bersedekah separuh buah kurma maka hendaklah ia segera bersedekah." (HR. Muslim)

Sedekah disebutkan pula dapat menghindarkan orang yang melakukannya dari siksa kubur, serta menjadi penaung bagi orangyang bersedekah. Uqbah bin Amir berkata, Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya sedekah dapat memadamkan panas api siksaan di dalam kubur bagi orang yang melakukannya. Dan pada hari kiamat, seorang mukmin akan bernaung di bawah harta yang disedekahkannya." (HR. Ath-Thabrani)Sedekah juga dapat menghindarkan kemurkaan Allah dan mati dalam kondisi buruk (su'ul khatimah). Anas bin Malik berkata, Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya sedekah itu menghindarkan dari murka Allah dan menghindarkan seseorang dari meninggal dalam keadaan yang buruk (su'ul khatimah)." (HR. At-Tirmidzi)Sedekah juga dapat membersihkan dosa-dosa seseorang. Anas berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Sedekah bisa menghapuskan ke-salahan (dosa) sebagaimana air memadamkan api." (HR. At-Tirmidzi)Sedekah juga dapat melunakkan hati yang keras. Abu Hurairah berkata, seorang laki-laki mengeluhkan perihal hatinya yang keras, kepada Rasulullah. Maka beliau memberi petuah, "ilka engkau ingin melunakkan hatimu maka berilah makan pada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim." (HR. Ahmad)Sedekah disebutkan pula dapat menjadi obat penyembuh bagi orangyang sakit. Abdullah berkata, Rasulullah bersabda, "Obatilah orang-orang yang sakit di antaramu dengan sedekah. Bersihkanlah harta kalian dengan zakat. Dan persiapkanlah doa untuk menghadapi musibah." (HR. Al-Baihaqi)Disebutkan pula bahwa orang yang bersedekah kelak di akhirat akan mendapat naungan saat tidak ada satu pun naungan. Abu Hurairah berkata, Nabi saw., bersabda, "Tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ibadah kepada Tuhannya, seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah; mereka tidak bertemu kecuali karena Allah dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya dan cantik namun dia berkata, 'Aku takut kepada Allah', dan seorang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan tangan kanannya, serta seorang laki-laki yang berzikir kepada Allah dengan mengasingkan diri hingga kedua matanya basah karena menangis." (HR. Al-Bukhari)Disebutkan pula bahwa orang yang bersedekah akan didoakan malaikat. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda :

Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw., bersabda "Ti-daklah datang suatu hari kepada seorang hamba kecuali akan turun dua malaikat yang salah satunya berdoa, 'Ya Allah, berilah orang-orang yang bersedekah itu balasan (pahala)/Malaikat yang satunya lagi mengatakan, 'Ya Allah, berilah pada orang yang bakhil itu kebinasaan (hartanya).' (HR. Al-Bukhari)Disebutkan pula bahwa Allah tidak akan menahan rezeki seseorang sepanjang orang itu juga tidak menahan rezekinya untuk disedekahkan kepada orang lain. Asma binti Abu Bakar berkata, Nabi bersabda kepadanya, "Jangan engkau menyimpan apa-apa yang ada di tanganmu, sebab kalau demikian maka Allah akan menyimpan karuniaNya terhadap dirimu (rezeki ditahan Allah)." (HR. Al-Bukhari)Disebutkan bahwa di surga ada yang dinamakan dengan "Pintu Sedekah". Dari pintu itulah orang-orang yang gemar bersedekah dipanggil untuk memasukinya. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Siapa saja yang menginfakkan dua jenis (berpasangan) hartanya di jalan Allah, maka dia akan dipanqtiil dun pintu pintu surga, 'Hai hamba Allah, inilah kebaikan.' Maka siapa saja yang ahli shalat dia akan dipanggil dari pintu shalat. Siapa yang ahli jihad dia akan dipanggil dari pintu jihad. Siapa saja yanq ahli puasa dia akan dipanggil dari pintu Rayyan. Dan siapa saja yaiui ahli sedekah dia akan dipanggil dari pintu sedekah." (HR. Al-Bukharl)

Disebutkan pula bahwa sedekah sama sekali tidak mengurangi harta orang yang bersedekah. Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, "Harta tidaklah berkurang karena disedekahkan." (HR. Muslim)Bahkan, dengan sedekah itu, harta seseorang akan bertambah. Aisyah berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah akan mengembangkan sedekah kurma atau sepotong makanan dari seorang di antara kalian, sebagaimana seorang di antara kalian memelihara anak kuda atau anak untanya, sehingga sedekah tersebut menjadi besar seperti bukit Uhud."(HR. Ahmad)

Dalam Al-Qur'an, Allah menjanjikan akan mengganti harta yang disedekahkan. Allah berfirman:Apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik." (QS. Saba' [34]: 39)

Dalam ayat lain, Allah menyatakan:"Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap

lungkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui." (QS. Al-Itqarah [2]: 261)Dalam ayat lain juga, Allah berfirman, "Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk mencari rida Allah dan untuk memperteguh jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka embun (pun memadai). Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqarah [2]: 265)

Orang yang bersedekah akan dilapangkan rezekinya oleh Allah. Abu Hurairah berkata bahwasanya Rasulullah bersabda dalam hadis Qudsi, Allah berfirman "Belanjakanlah hartamu, pasti engkau diberi nafkah oleh Tuhan." (Muttafaq 'alaih)

Allah menjanjikan kepada orang yang bersedekah bahwa mereka tidak akan merasa takut dan bersedih hati. Allah berfirman,"Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang ban (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takutpada mereka dan mereka tidakbersedih hati." [QS. Al-Baqarah [2]: 274)Sedekah disebutkan termasuk amal dalam Islam yang terbaik. Abdullah bin Amr bin Al-Ash berkata bahwasanya ada seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah, "Manakah di dalam Islam amal yang terbaik?" Beliau menjawab, "Engkau memberikan makanan serta mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan orang yang tidak engkau kenal." (Muttafaq 'alaih).

Sedekah itu lebih utama dibandingkan dengan meminta-minta, dan orang yang paling berhak untuk diberi sedekah adalah kerabat terdekatnya yang membutuhkan. Hakim bin Hizam berkata, Nabi bersabda, "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di ba-wah. Mulailah (bersedekah) untuk orang-orang yang menjadi tanggunganmu. Adapun sedekah yang paling baik adalah dari orang yang sudah cukup (untuk kebutuhan dirinya). Maka siapa saja yang berusaha memelihara dirinya, Allah akan memeliharanya. Dan siapa saja yang berusaha mencukupkan dirinya maka Allah akan mencukupkannya." (HR. Al-Bukhari)PUASA PEMENANG NON FISIK DAN NON FISIKPuasa di bulan Ramadan tidak sekadar upaya menahan lapar dan dahaga serta hal-hal yang dapat membatalkannya seperti yang telah ditentukan oleh syariat dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari. Puasa juga merupakan upaya pengendalian diri dari nafsu-nafsu diri yang kerap kali menimbulkan maksiat lahir dan batin terhadap Allah Swt., baik sadar maupun tidak. Tidak hanya itu, puasa juga menjadi kunci kemenangan dalam setiap perjuangan, termasuk perjuangan mengalahkan hawa nafsu dan musuh-musuh Allah dalam peperangan.

Kemenangan Fisik

Di dalam Al-Qur'an, Allah berfirman, "Yakinlah, jika kalian bersabar dan bertakwa, lalu mereka datang menyerang kalian dengan cepat, maka ketika itu pulalah Tuhan kalian pasti akan menolong dengan menurunkan lima ribu malaikatyang datang dengan menggunakan tanda." (Q.S. Ali 'Imran [3J: 125)

Atau, dalam ayat lain yang hampir senada, Allah berfirman, "Ketika kalian meminta pertolongan kepada Tuhan kalian, la pasti mengabulkannya dengan menurunkan bantuan berupa malaikat yang datang berturut-turut." (QS. Al-Anfal [8]: 9)Dua ayat Al-Qur'an ini turun ketika sedang berkecamuknya perang hebat antara kaum muslimin dengan kaum kafir Quraisy Mekah di satu lembah dekat sumur Badar. Perang pertama yang Rasulullah dan para sahabatnya lakukan ini terjadi pada tahun ke-2 H. Perang yang secara kuantitas prajurit tidak berimbang, di mana kaum muslimin hanya berjumlah 313 prajurit, sementara kaum kafir Quraisy Mekah berjumlah 1000 prajurit, lengkap dengan kendaraan perangnya, seperti unta dan kuda perang terlatih.Yang menarik adalah bahwa perang ini terjadi pada bulan Ramadan, bulan di mana kaum muslimin sedang melaksanakan ibadah puasa, menahan lapar dan dahaga kehausan. Ujian fisik yang dihadapi oleh kaum muslimin kala itu teramat berat, untuk pertama kalinya.

Namun ternyata, justru dengan itulah, orang-orang kafir Quraisy Mekah tidak mampu mengalahkan kaum muslimin, bahkan di antara pembesar-pembesar dan tokoh-tokoh terkemuka Quraisy te-was pada pertempuran itu. Padahal, jika dihitung secara matematis,

seharusnya kaum muslim yang kalah. Namun kenyataan di lapangan berbicara lain.

Faktor apa saja sesungguhnya yang dapat memberikan dorongan semangat kaum muslimin, sehingga mampu mengalahkan orang-orang kafir Quraisy Mekah? Pada ayat itu dengan tegas Allah me-nyatakan bahwa ada dua faktor, yakni kesabaran dan ketakwaan yang menjadi benteng dan kunci kemenangan, keduanya kemudian menjadi sumbu yang menyalakan api semangat menyala-nyala. Di-tambah lagi bahwa itu terjadi di bulan Ramadan, saat kaum muslim berpuasa yang dituntut untuk bersabar. Pada saat itu, bukan sema-ta sabar dalam menahan lapar dan haus, melainkan juga bersabar dalam menghadapi musuh.

Kaum muslimin sama sekali tidak gentar, apalagi merasa takut dengan jumlahnya yang teramat sedikit. Semangat mereka malah ter-pecut demi untuk mempertahankan kebenaran yang disampaikan Rasulullah. Mereka rela menghadapi pasukan terlatih orang-orang kafir Quraisy Mekah, demi keyakinan bahwa di mana pun adanya, kebenaran pasti akan tetap menang, dan kebatilan pasti akan kalah.

Kesabaran orang-orang muslimin telah memberikan satu keyakinan bahwa Allah tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya yang taat menjalankan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya sendirian berperang. Mereka yakin, kesabaran dan ketakwaan-lah yang menjadikan Allah akan selalu menyertainya, melindungi-nya, hingga membantunya. Kesabaran dan ketakwaan, dua senjata nonfisik yang berkekuatan dahsyat dimiliki oleh kaum muslimin.Takwa dalam arti kata keyakinan bahwa hanya Allah-lah semata yang Mahakuat, sedangkan yang selain-Nya hanyalah makhluk-makhluk lemah yang dapat dikalahkan. Ketika berpadu antara kesabaran dan ketakwaan maka keduanya menjadi bara api yang menji-lat-jilat di dalam dada dan pelecut semangat berjuang.Akhir perang Badar ditandai dengan kemenangan dramatis kaum muslimin atas orang-orang kafir Quraisy Mekah. Kemenangan yang sama sekali tidak diduga-duga oleh orang-orang kafir Quraisy Mekah sebelumnya. Kekalahan yang paling memalukan kata mereka. Sementara itu, di seberang Madinah sana, dengan mengumandang-kan takbir kemenangan dan rasa syukur yang tiada tara, kaum muslimin di bawah komando Rasulullah saw., kembali dengan keper-cayaan tinggi. Kemenangan pertama dalam sejarah umat Islam atas orang-orang kafir Quraisy Mekah.Sejarah Islam telah mencatat, bahwa perjuangan mempertahankan keyakinan akan kebenaran tauhid, akan selalu dihadapkan dengan berbagai rintangan, aral, atau halangan. Kemenangan akan dapat diraih jika kesabaran dan ketakwaan menjadi landasan paling utama.

Perjuangan tanpa didasari oleh keduanya, sama halnya mengantar-kan diri pada kematian dan kehancuran yang sia-sia tak bernilai. Bulan Ramadan pada hakikatnya adalah bulan perjuangan mengha-dapi musuh yang jauh lebih kuat, yaitu hawa nafsu negatif. Tanpa kesabaran dan ketakwaan, puasa ini tidak akan berarti apa-apa. Sabar dan takwa, itulah kunci meraih kemenangan dalam setiap perjuangan.Kemenangan Nonfisik

Tidak semata kemenangan fisik seperti terjadi dalam Perang Badar, puasa juga menjadi kemenangan nonfisik manakala kita berhasil mengekang dan mengendalikan hawa nafsu kita sehingga ia tidak diumbar sembarangan. Melalui Ramadan, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa, menahan makan dan minum, sejak fajar terbit hingga magrib sore hari. Upaya untuk tidak melakukan kegiatan makan dan minum pada bulan Ramadan ini sejatinya memiliki maksud dan tujuan mulia, yaitu memperoleh predikat muttaqin.Predikat ini bukanlah predikat yang bisa diraih oleh siapa saja dengan mudah. la hanya akan diraih oleh orang-orang yang selama Ramadan menjalankan ibadah puasa dengan benar. Benar di sini tidak hanya sesuai dengan ketentuan syariat, yaitu sukses menahan lapar dan dahaga hingga azan Magrib, tapi lebih dari itu, ia berhasil menekan segala keinginan nafsunya.

Dorongan nafsu sering menjurus pada hal-hal negatif. Demikian yang Nabi Yusuf katakan ketika dituduh berbuat serong dengan istri pejabat Mesir yang mengasuhnya,"Aku sekali-kali tidak akan pernah mengumbar nafsuku, karena se-sungguhnya nafsu itu selalu mendorong seseorang untuk melaku-kan keburukan, kecuali yang Tuhanku kasihi. Sesungguhnya, Tu-hanku maha pengampun lagi maha penyayang." (QS. Yusuf [12]: 53}

Kekuatan nafsu sering mengalahkan hati nurani dan akal sehat seseorang. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari bisa terjadi orang diper-budak oleh hawa nafsunya. Dalam Al-Qur'an, Allah menggambarkan hal ini sebagai bentuk penyembahan terhadap hawa nafsu, "Apakah engkau sudah melihat perilaku orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? Ataukah justru engkaulah yang malah menjadipembantunya?" (QS. Al-Furqan [25]: 43) Dalam ayat lain yang senada, Allah pertegas lagi, "Apakah engkau sudah melihat orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? Lalu Allah, Zat Yang Maha mengetahui kebenaran dan kebatilan, menjadikannya tersesat, menutup telinga dan mata hatinya, dan menjadikan penghalang pada pandangannya. Kalau sudah demikian, siapa lagi yang dapat membehkan petunjuknya selain Allah? Apakah kalian tidak menyadarinya?" (QS. Al-Jatsiyah [54]: 23)Ketika mata hati nurani, pandangan mata, dan pendengaran telinga-nya sudah tidak mau mendengarkan dan memperhatikan segala petunjuk kebaikan yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, maka itu berarti ia telah menjadikan nafsunya sebagai tuhannya, mengesam-pingkan Allah, Tuhan sejati.Maka sebetulnya, orang model ini telah merugikan dirinya sendiri, ia sejatinya telah menggiring dirinya sendiri ke jalan kesesatan. Kalau sudah demikian, maka Allah Swt., menyindir, siapa lagi yang mampu mengembalikannya lagi ke jalan hidayah? Hanya Allah-lah yang dapat melakukan itu, tapi dengan syarat, ia menghilangkan penyembahan terhadap hawa nafsunya itu.Puasa adalah perjuangan untuk mengontrol kebebasan dan kese-rakahan nafsu. Karena dengan puasa, seseorang sejatinya sedang dibimbing untuk dapat menempatkan kembali hati nurani dan akal sehatnya di atas nafsu. Jika ini yang menjadi tujuan, bisa dipas-tikan puasa sukses, dan mendapat label muttaqin. Namun perlu diingatkan, perjuangan melawan hawa nafsu tidak semudah yang dibayangkan.Dorongan nafsu bahkan lebih besar lagi. Itulah perjuangan paling besar dibandingkan dengan yang lainnya. Ketika Rasulullah selesai dari perang Badar, beliau mengatakan, "Kita selesai dan perang yang besar untuk berperang dengan yang lebih besar lagi, yaitu memerangi hawa nafsu kita." (HR. Al-Bukhari)Puasa di bulan Ramadan tiada lain adalah media untuk menak-lukkan hawa nafsu. Jika sukses, ia pantas untuk menerima pangkat muttaqin, orang yang bertakwa. Dalam ayat disebutkan balas-an bagi orang yang bertakwa, antara lain, "Sungguh, orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis montok yang sebaya, dan gelas-ge-las yang penuh (berisi minuman). Di sana mereka tidak mendengar percakapan yang sia-sia maupun (perkataan) dusta. Sebaga, balas-an dan pemberian yang cukup banyak dari Tuhanmu." (QS. An-Na-ba' [78]: 31-36).

MENGENDALIKAN HAWA NAFSU SAAT BERPUASA

Umat Islam tahun ini kembali kedatangan tamu agung dan mulia, yaitu bulan Ramadan, bulan yang penuh rahmat dan pahala. Pada bulan ini, kita diwajibkan untuk berpuasa, menahan diri tidak hanya dari kesenangan ragawi (badani), seperti makan dan minum, tetapi jugabahkan ini yang tidak kalah pentingnyadari kesenangan nafsu yang sebelumnya diumbar sebebas-bebasnya tanpa kendali.Nafsu adalah keinginan di dalam diri kita yang mendorong kita untuk melakukan sesuatu. Secara garis besar, nafsu ada dua. Nafsu yang buruk dan nafsu yang baik. Nafsu yang buruk dalam ungkapan yang biasa kita gunakan adalah hawa nafsu. Nafsu ini mendorong kita untuk melakukan hal-hal buruk, semata-mata demi kepuasan dan kesenangan badaniah, dan menjauhkan kita dari Allah. Sedang-kan nafsu yang baik adalah nafsu yang tenang, yang mendorong kita untuk berbuat baik, menjauhi hal-hal buruk dan tercela, dan mendekatkan diri kita kepada Allah.Para ulama ahli tasawuf membagi nafsu ke dalam tujuh tingkatan. rri lama, nafsu amarah. Orang yang memiliki nafsu tingkat ini senang melakukan perbuatan yang dilarang asalkan dirinya bisa MH'iasa senang dengan perbuatannya itu. Inilah nafsu yang selalu menentang kebenaran dan menyetujui kesalahan. Nafsu yang selalu membangkang, tidak menurut.Kedua, nafsu lawwamah. Orang yang memiliki nafsu tingkat ini sudah mengetahui perbuatan yang dilarang dan amal kebajikan. Di satu sisi, saat melakukan perbuatan buruk atau jahat, dia masih merasa senang dengan itu, namun di sisi lain ia menyesali perbuatannya itu. Orang yang nafsunya di tingkat ini kadang berbuat baik, dan setelah itu akan kembali melakukan perbuatan buruk lagi. Ketiga, nafsu mulhamah. Orang yang memiliki nafsu tingkat ini apabila hendak melakukan amal kebajikan merasa berat. Namun, ketika ia sungguh-sungguh ingin melakukan kebaikan, dia melaku-kannya, karena ia sudah mulai takut pada kemurkaan Allah dan pe-dihnya api neraka. Apabila berhadapan dengan keburukan, hatinya masih rindu untuk melakukannya. Namun, dalam tingkat nafsu ini, ia masih dapat melawan dengan membayangkan nikmatnya berada di surga. Dia sudah mengenal penyakit-penyakit yang ada di hatinya, seperti iri hati, dengki, syirik, dan seterusnya. Tetapi, dia masih belum bisa sepenuhnya melawan.Keempat, nafsu muthmainah. Orang yang memiliki nafsu ting-kat ini akan merasakan kenikmatan ketika di dalam hatinya segala penyakit hati hilang. Dengan hilangnya penyakit-penyakit itu, ia ke-mudian membenci perbuatan buruk. la menghindarinya dan tidak melakukannya. Orang ini akan senantiasa dijauhkan dari kecemasan dan kegelisahan atas semua yang Allah tetapkan dan hatinya selalu merasa sejuk, jiwanya tenteram, jika dia bisa melakukan suatu amal kebajikan. Hatinya senantiasa merindukan Allah.Kelima, nafsu radhiah. Orang yang memiliki nafsu tingkat ini selalu menganggap bahwa hal-hal yang makruh sebagai haram, dan hal-hal yang sunah sebagai wajib. Jika ia tidak melaksanakan apa yang disunahkan, ia merasa berdosa. Baginya, takdir baik atau buruk sama saja. la tidak peduli dengan urusan yang berbau duniawi. Karena hatinya sudah terpaut dengan Allah dan rida atas segala keputusan yang Allah berikan kepadanya.

Keenam, nafsu mardhiah. Orang yang memiliki nafsu tingkat ini sa-ngat mencintai Allah, dan Allah sangat mencintainya. Dia berhasil membuat Allah mencintainya dengan melaksanakan apa yang Allah sunnahkan dan tidak melaksanakan satu pun dosa, sekecil apa pun. Palam sebuah hadis qudsi disebutkan, Allah berkata, "Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengerjakan iba-d.ih-ibadah sunah sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku sudah mencintainya, Aku pun menjadi pendengarannya yang dengannya la mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, menjadi i.mgannya yang dengannya ia berbuat, menjadi kakinya yang dengannya ia melangkah. Jika ia meminta-Ku, maka Aku memberinya. Jika ia memohon perlindungan-Ku, maka Aku melindunginya." (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah)Ketujuh, nafsu kamilah. Ini adalah nafsu tingkatan para Nabi dan Rasul, manusia yang suci dan sempurna, yang terpelihara dari perbuatan tercela dan Allah selalu mengawasi dan membimbingnya. Kita memang tidak bisa menjadi Nabi atau Rasul, karena pintu kenabian dan kerasulan sudah tertutup dengan wafatnya Rasu-lullah. Tetapi, itu tidak berarti kita tidak bisa berupaya untuk menjadi manusia sempurna seperti mereka. Dengan mengikuti ajaran-ajaran mereka dan meneladani mereka, kita berarti tengah berupaya menuju kepada kesempurnaan kita sebagai makhluk.

Sebelas bulan lamanya, hawa nafsu kita bergerak bebas mengen^ dalikan kita, menguasai kita, dan menjerumuskan kita pada hal-hal yang kotor, buruk, dan tercela, serta menjauhkan kita dari Allah. Dan, selama itu pula, kita berjuang dengan sekuat tenaga untuk melawannya. Namun, kita sering kali kalah. Datangnya bulan Ramadan menjadi momentum yang sangat baik untuk mengendalikan hawa nafsu kita melalui media puasa. Dengan puasa, kita paksa hawa nafsu kita untuk tunduk. Kita tahan hawa nafsu kita untuk ti-dak makan dan minum dari pagi hingga sore. Karena, menurut para ulama, makanan dan minuman itulah sumber kekuatan hawa nafsu. Semakin banyak makan dan minum, semakin besar juga kekuatan hawa nafsu.

Hawa nafsu harus kita lawan sekuat tenaga, seperti kita melawan gempuran musuh dalam peperangan. Hal ini tidak mudah kita laku-kan, terutama bagi kita yang hawa nafsunya sudah begitu kuat dan lama menguasai kita. Kita mesti bersungguh-sungguh berjuang (mujahadah) menahan hawa nafsu. Menahan hawa nafsu dalam sebuah hadis bahkan dikatakan sebagai jihad yang paling besar. Di-sebutkan, sepulangdari suatu peperangan, Rasulullah mengatakan kepada para sahabatnya, "Telah datang kepadamu berita yang baik; kamu datang dari jihad yang kecil kepada jihad yang lebih besar yaitu seorang hamba Allah yang berjuang melawan hawa nafsunya. (Khatib Al-Baghdadi, Tarikh Baghdad)melawan hawa nafsu lebih sulit daripada melawan serangan mu-, karena hawa nafsu ada di dalam diri kita, tidak terlihat, hanya Kita rasakan dorongannya. Sementara musuh bisa kita lihat, ada wu-judnya, dan kita bisa melawannya. Ibnul Qayyim dalam karyanya, Raudhatul Muhibbin, mengatakan bahwa melawan hawa nafsu bagi seorang hamba melahirkan suatu kekuatan di badan, hati, dan lisan-nya. Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa orang yang bisa me-ngalahkan nafsunya lebih kuat daripada orang yang menaklukkan sebuah kota seorang diri.

Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khubari dalam karyanya, Durratun Nashihin, menyebutkan bahwa setelah Allah menciptakan akal, Dia menciptakan nafsu, kemudian menyuruhnya untuk meng-hadap, namun nafsu tidak menjawab. Allah pun bertanya, "Sia-pakah engkau dan siapakah Aku?" Nafsu menjawab, "Aku adalah aku, Engkau adalah Engkau." Mendengar itu, Allah menyiksanya di dalam neraka Jahim selama seratus tahun, kemudian mengeluar-kannya. Allah kemudian bertanya, "Siapakah engkau dan siapakah Aku?" Nafsu menjawab, "Aku adalah aku, Engkau adalah Engkau." Allah pun menyiksanya lagi, dan kali ini di dalam neraka Ju' {Ju' arti-nya lapar) selama seratus tahun. Setelah Allah mengeluarkannya, Dia bertanya, "Siapakah engkau dan siapakah Aku?" Nafsu akhirnya menjawab, "Aku adalah hamba-Mu, dan Engkau adalah Tuhanku."

Hawa nafsu bisa kita lawan dan kendalikan dengan berpuasa secara baik dan sungguh-sungguh karena Allah, di bulan Ramadan. Jika kita ingin melawan hawa nafsu, mengalahkan, dan menundukkannya, Ramadan adalah waktu yang tepat. Selamat berpuasa.*

RAMADHAN BULAN ALQURAN

Bulan Ramadan adalah bulan istimewa. Salah satu alasannya, pada bulan ini Allah menurunkan Al-Qur'an ke langit dunia secara keselu-ruhan dari lauh mahfudz. Allah berfirman, "Inilah bulan Ramadan, di mana Al-Qur'an untuk pertama kali diturunkan. Kitab ini menjadi petunjuk bagi umat manusia, dan berbagai penjelasan tentang pe-tunjuk itu, sekaligus pembeda antara yang hak dan batil. Barang-siapa yang melihat bulan, maka berpuasalah." (QS. Al-Baqarah [2]: 185)

Imam Ibnu Katsir, salah seorang pakar tafsir terkemuka, dalam karyanya, Tafsir Al-Qur'an AI-'Azhim, ketika menafsirkan ayat di atas mengatakan, "Allah memuji dan memilih bulan ini di antara sekian banyak bulan yang lain, karena pada bulan ini, Al-Qur'an untuk pertama kalinya diturunkan Allah kepada RasulNya, Muhammad."Bahkan, kitab-kitab Allah yang lainnya pun diturunkan pada awal-awal dan pertengahan bulan Ramadan. Dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, misalnya, Rasulullah bersabda, "Sukhuf Nabi Ibrahim diturunkan oleh Allah pada permulaan bulan Ramadan.Kitab Taurat diturunkan Allah kepada Nabi Musa pada hari keenam di bulan Ramadan. Kitab Injil diturunkan Allah kepada Nabi Isa pada hari ketiga belas bulan Ramadan. Dan, Al-Qur'an diturunkan Allah pada hari kedua puluh empat dari bulan Ramadan." (HR. Ahmad bin Hanbal)

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah juga mengatakan, "Kitab Zabur diturunkan Allah kepada Nabi Dawud pada hari ke dua belas di bulan Ramadan." (HR. Ahmad bin Hanbal)Al-Qur'an sebagai Kitab Suci Alia h yang terakhir, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., secara keseluruhan di bulan Ramadan, te-patnya pada malam Lailatul Qadar. Sejatinya, tidak ada keterangan yang pasti kapan Lailatul Qadar itu terjadi. Namun yang jelas, Al-Qur'an dan Lailatul Qadar memili ki keterkaitan yang erat.Dalam keterangan lain, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, beliau menegaskan, "Al-Qur'an itu diturunkan pada malam Lailatul Qadar secara keseluruhan (total) ke langit dunia di bulan Ramadan. Se-telah itu, Nabi Muhammad menyampaikan Al-Qur'an kepada umat manusia sesuai dengan persoalan yang dihadapi Nabi."Turunnya Al-Qur'an secara bertahap ini memiliki maksuddantujuan iindiri, di antaranya agar ayat-ayat itu benar-benar meresap di hati Rasulullah dan disampaikan kepada umat manusia dengan i' I.is. Allah menggambarkan hal ini, ketika orang-orang kafir Quraisy MHiicibir Al-Qur'an yang diturunkan secara bertahap, "Orang-orang kafir bertanya tentang Al-Qur'an yang tidak disampaikan secara luruhan. Kami menjawab, bahwa demikianlah sengaja kami htkukan agarhatimu (Muhammad) kokoh, dan kau membacakannya dengan tertib. Sehingga mereka (kaum kafir) ketika berupaya mcndatangkan yang seperti Al-Qur'an, Kami datangkan yang lebih benar dan bagus penjelasannya." (QS. Al-Furqan [25]: 32-33)Bulan Ramadan dengan demikian juga identik dengan bulan Al-Qur'an. Maka tidak heran, pada setiap bulan Ramadan ini, Rasulullah selalu berpesan kepada segenap kaum mukmin yang sedang berpuasa untuk selalu memperbanyak membaca Al-Qur'an. Karena, dengan memperbanyak membacanya, pengetahuan kita akan nilai-nilai "lain" yang terkandung di dalamnya semakin bertambah. Sehingga, pada akhirnya, kita akan mampu merasakan nikmatnya Ramadan secara hakiki.Al-Qur'an adalah sumber tertinggi petunjuk Allah. Al-Qur'an me-nunjukkan jalan yang lurus dari jalan-jalan yang lain. Selain itu juga, ia menjadi sumber utama yang membedakan mana yang benar (hak) dan yang salah (batil). Orang yang mengetahui istimewanya Ramadan, tidak akan melewatkan bulan itu, tanpa membaca Al-Qur'an.Selain itu, banyak sekali keutamaan membaca Al-Qur'an seperti dikatakan Nabi, di antaranya:

Pertama, Al-Qur'an akan menjadi pemberi syafaat atau pertolongan kelak di akhirat bagi pembacanya. Abu Umamah Al-Bahili pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Bacalah oleh kalian akan Al-Qur'an itu, sebab Al-Qur'an itu akan datang pada hari kiamat se-bagai sesuatu yang dapat memberikan syafaat (pertolongan) ke-pada orang-orang yang membacanya." (HR. Muslim)

Kedua, Al-Qur'an akan didatangkan pada hari kiamat kepada pembacanya, untuk membantu menyelamatkannya dari siksa akhirat dengan argumen-argumen atau hujah yang disampaikan. An-Naw-was bin Sam'an pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Al-Qur'an itu akan didatangkan pada hari kiamat nanti, demikian pula ahli-ahli Al-Qur'an, yaitu orang-orang yang mengamalkan Al-Qur'an itu di dunia. Didahului oleh surah Al-Baqarah dan surah AH 'Imran. Kedua surah ini menjadi hujah untuk keselamatan orang yang membacanya." (HR. Muslim)Ketika orang yang membaca, mempelajari dan mengajarkan Al-Quran disebut sebagai orang yang paling baik. Utsman bin Affan berkata Rasulullah bersabda, "Sebaik-baik kalian ialah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya pula kepada orang lain. (HR. Al-Bukhari)

Keempat, orang yang mahir membaca Al-Qur'an akan bersama dengan para malaikat. Adapun orang yang terbata-bata dan tidak lancar membacanya mendapatkan pahala. Aisyah berkata, Rasulullah bersabda, "Orang yang membaca Al-Qur'an dan ia mahir dengan membacannya itu, maka ia beserta para malaikat utusan Allah yang mulia lagi sangat berbakti. Sedangkan orang yang membaca Al-Qurr'an dan ia berbolak-balik dalam bacaannya (tidak lancar, terba-bata juga merasa kesukaran di waktu membacanya itu, maka ia dapat memperoleh dua pahala." (Muttafaq 'alaih).

Kelima, orang mukmin yang membaca Al-Qur'an diumpamakan dengan buah jeruk yang wangi baunya dan manis rasanya. Abu Musa Al-Asy'ari berkata, Rasulullah bersabda, "Perumpamaan orang mukmin yang suka membaca Al-Qur'an ialah seperti buah eruk utrujah; baunya enak dan rasanya pun enak. Adapun perumpamaan orang mukmin yang tidak suka membaca Al-Qur'an ialah seperti buah kurma; tidak ada baunya, tetapi rasanya manis.Sedangkan perumpamaan orang munafik yang suka membaca Al-Qur'an ialah seperti minyak harum; baunya enak tetapi rasanya pa-hit. Sementara perumpamaan orang munafik yang tidak suka membaca Al-Qur'an ialah seperti rumput hanzalah; tidak ada baunya dan rasanya pun pahit." (Muttafaq 'alaih).Keenam, melalui Al-Qur'an, Allah mengangkat derajat kaum beriman dan merendahkan kaum yang tidak beriman. Umar bin Al-Khathab berkata bahwasanya Nabi bersabda, "Sesungguhnya Allah mengangkat derajat beberapa kaum dengan adanya kitab Al-Qur'an ini (orang-orang yang beriman) dan menurunkan derajat kaum yang lainnya dengan sebab Al-Qur'an itu pula (orang-orang yang menghalang-halangi pesatnya Islam dan tersebarnya ajaran-ajaran Al-Qur'an itu)." (HR. Muslim).Ketujuh, kita dilarang untuk iri hati terhadap seseorang. Tetapi, dalam hal Al-Qur'an, kita boleh iri hati. Kita boleh iri hati kepada orang yang membaca Al-Qur'an, bukan karena orangnya, tetapi karena dia gemar dan rajin membaca Al-Qur'an, sehingga dengan iri hati ini kita termotivasi untuk juga membaca Al-Qur'an dan mengamalkannya. Ibnu Umar berkata, Nabi bersabda, "Tidak diha-lalkanlah iri hati itu, melainkan terhadap dua macam orang, yaitu: orang yang diberi kepandaian oleh Allah dalam hal Al-Qur'an, lalu ia membaca sambil memikirkan dan juga mengamalkannya di wak-lu malam dan slang; juga seorang yang dikaruniai oleh Allah akan hmta lalu ia menafkahkannya di waktu malam dan siang (untuk ke-imikan)." (Muttafaq 'alaih)

knlelapan, setiap huruf Al-Qur'an memiliki nilai satu kebaikan yang mana satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat pahala yang Wtara. Ibnu Mas'ud berkata, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang membaca sebuah huruf dari Kitabullah (Al-Qur'an), maka ia memperoleh satu kebaikan, sedang satu kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipat yang seperti itu. Saya tidak mengatakan hohwa aliflam mim itu satu huruf, tetapi alifadalah satu huruf, lam satu huruf dan mim juga satu huruf." (HR. At-Tirmidzi).

Kesembilan, orang yang dalam dirinya tidak punya satu pun ha-falan ayat Al-Qur'an diumpamakan dengan rumah yang sunyi tak berpenghuni atau tak ada isinya. Ibnu Abbas berkata, Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya orang yang dalam hatinya tidak ada sesuatu pun dari Al-Qur'an (tak ada sedikit pun dari ayat-ayat Al-Qur'an yang dihafalnya), maka ia seperti rumah yang musnah (sunyi dari perkakas)." (HR. At-Tirmidzi).

Kesepuluh, orang yang membaca Al-Qur'an kelak di surga derajatnya dinaikkan, dan kedudukan akhirnya adalah sesuai dengan akhii dia membaca Al-Qur'an di dunia. Abdullah bin Amr bin Al-Ash ber kata, Nabi bersabda, "Ketika akan masuksurga, kepada orang yanq gemar membaca Al-Qur'an dikatakan, Bacalah dan naikilah derajatmu (dalam surga) serta tartilkanlah (membaca perlahan-lahan) sebagaimana engkau menartilkannya dulu ketika di dunia. Sebab sesungguhnya tempat kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.'" (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Kese belas, Al-Qur'an merupakan kitab petunjuk bagi manusia agar tidak tersesat jalan, dan oleh karena itu mutlak harus dibaca dan dipahami lalu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Nabi bersabda, "Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al-Qur'an) dansunah Rasulullah." (HR. Muslim).Kedua belas, Al-Qur'an merupakan medium seorang beriman ber-dialog dengan Allah, karena ia adalah kalam-Nya. Nabi bersabda, "Apabila seseorang ingin berdialog dengan Tuhannya, maka hendak-lah dia membaca Al-Qur'an." (HR. Ad-Dailami dan Al-Baihaqi).Keutamaan Beberapa Surah dan Ayat Al-Qur'an

Pertama, surah Al-Fatihah. Abu Sa'id, yaitu Rafi' bin Al-Mu'alla, ita bahwa Rasulullah bersabda kepadanya, "Tidakkah engkau suka jikalau saya mengajarkan padamu surah dalam Al-Qur'an yang paling agung, sebelum engkau keluar dari masjid?" Kemudian, beliau mengambil tangannya. Setelah mereka hendak keluar, Abu Sa'id pun berkata, "Rasulullah, sesungguhnya Anda tadi akan mengajarkan kepadaku surah dalam Al-Qur'an yang paling agung." Beliau lalu bersabda, "Surah yang paling agung ialah Alhamdulillahi rabbil 'alamin (dan seterusnya sampai akhir). Itulah yang disebut As-Sab'ul Matsani (tujuh ayat banyaknya dan diulang-ulangi dua kali, atau surah Al-Fatihah). Itulah juga yang disebut Al-Qur'an Al-'Azhim, yang diberikan padaku." (HR. Al-Bukhari).Dalam hadis lain disebutkan, Ibnu Abbas berkata, tatkala Jibril duduk di sisi Nabi, maka ia mendengarkan suara seperti suara pin-tu saat terbuka dari atasnya. Maka Jibril mengangkat kepalanya seraya berkata, "Ini adalah pintu di langit yang baru dibuka pada hari ini; belum pernah terbuka sama sekali, kecuali pada hari ini." Lalu turunlah dari pintu itu satu malaikat. Jibril berkata, "Ini adalah malaikat yang turun ke bumi; ia sama sekali belum pernah turun, kecuali pada hari ini." Malaikat itu pun memberi salam seraya berkata, "Bergembiralah dengan dua cahaya yang diberikan kepada-mu; yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi sebelum-mu, yaitu Fatihatul Kitab (surah Al-Fatihah), dan ayat-ayat penutup surah Al-Baqarah. Tidaklah engkau membaca sebuah huruf dari keduanya, kecuali engkau akan diberi." (HR. Muslim dan An-Nasa'i).Kedua, surah Al-Baqarah. Abu Mas'ud Al-Badri berkata, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa membaca dua ayat terakhir surah Al-Baqarah di waktu malam, maka kedua ayat itu sudah mencukupinya." (Muttafaq 'alaih).Dalam hadis lain, Abu Hurairah berkata bahwasanya Rasulullah bersabda, "Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian itu se-bagai kuburan (tidak pernah shalatsunah atau membaca Al-Qur'an di dalamnya), sehingga sepi dari ibadah. Sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surah Al-Baqarah." (HR. Muslim).

Disebutkan pula, Usaid bin Hudhair pernah membaca surah Al-Baqarah di waktu malam, sementara kudanya ditambat di sam-pingnya. Tiba-tiba kudanya melompat-lompat. Maka Usaid pun ber-henti membaca, dan kudanya pun diam. Lalu, ia membaca kembali maka kudanya melompat-lompat kembali. Lalu, berhenti lagi dan kudanya pun diam kembali. Lalu ia membaca kembali, maka kudanya melompat-lompat kembali. Akhirnya, ia pun menghentikan bacaannya karena anaknya, Yahya, berada di sisinya dan ia takut anaknya cedera terdepak kuda tersebut. Saat kudanya telah tenang, ia mendongak ke langit dan ia melihat seperti naungan dengan pe-lita-pelita kecil yang makin jauh sampai tak tampak lagi. Lalu, saat Subuh, ia menceritakan hal tersebut kepada Nabi, maka beliau berkata, "Bacalah terus, Ibnu Hudhair! Bacalah terus, Ibnu Hudhair!" Maka ia pun menjelaskan bahwa ia takut kudanya menendang anaknya yang ada di dekat situ, sehingga ia tidak meneruskan bacaannya. Lalu beliau bertanya, "Apakah kamu tahu apa yang kamu lihat di langit itu?" la menjawab, "Tidak." Nabi bersabda, "Ituadalah ma-laikat yang mendekat karena indahnya suaramu. Seandainya kamu terus membaca, maka saat Subuh orang-orang akan bisa melihatnya juga." (HR. Al-Bukhari).Di dalam surah Al-Baqarah terdapat satu ayat yang disebut dengan ayat Kursi yang punya keistimewaan khusus. Ubay bin Ka'ab berkata, Rasulullah bersabda, "Hai Abul Mundzir (Ubay), adakah engkau inengetahui ayat manakah dari Kitabullah (Al-Qur'an ) yang kamu hafal, dan itu yang teragung?" Ubay menjawab, "Ayat Kursi." Beliau lalu menepuk-nepuk dada Ubay, dan bersabda, "Semoga engkau mudah memperoleh ilmu, Abul Mundzir." (HR. Muslim).