buku saku pajak

Upload: abraham-kusuma

Post on 12-Oct-2015

133 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

buku saku perpajakan di indonesia

TRANSCRIPT

PAJAK PENGHASILAN

KETENTUAN UMUM DAN TATACARA PERPAJAKAN

A. Kewajiban Memiliki NPWP/NPPKP ( 250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Wajib Pajak ?WP adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

2. Apa yang dimaksud dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ?NPWP adalah nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban Wajib Pajak.

3. Dimanakah tempat pendaftaran Wajib Pajak untuk mendapatkan NPWP dan atau tempat pelaporan bagi Pengusaha Tertentu ?Tempat pendaftaran Wajib Pajak/pelaporan Pengusaha Tertentu: Seluruh WP BUMN dan WP BUMD di wilayah DKI Jakarta: di KPP BUMN Jakarta; WP PMA tidak Go Public: di KPP PMA, kecuali yang telah terdaftar di KPP lama dan WP PMA di Kawasan Berikat dengan permohonan diberikan kemudahan mendaftar di KPP setempat; WP Badan dan Orang Asing: di KPP Badora; WP Go Public: di KPP Perusahaan Masuk Bursa (Go Public), kecuali WP BUMN/BUMD serta WP PMA yang berkedudukan di kawasan berikat; WP BUMD di luar DKI Jakarta: di KPP setempat; Untuk WP BUMN/BUMD, PMA, Badora, Go Public di luar DKI Jakarta, khusus PPh Pemotongan/Pemungutan dan PPN/PPnBM: di KPP tempat cabang atau kegiatan usaha.

4. Apa saja fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) ?Fungsi dari Nomor Pokok Wajib Pajak: Untuk mengetahui identitas Wajib pajak; Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan; Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan; Untuk memenuhi kewajiban perpajakan, misalnya dalam pengisian SSP; Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan pencantuman NPWP dalam dokumen yang diajukan. Misal : Dokumen Impor (PPUD, PIUD). Setiap WP hanya diberikan satu NPWP

5. Dalam hal apakah NPWP diterbitkan secara jabatan ? Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan NPWP secara jabatan, apabila Wajib Pajak tidak mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.

6. Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh NPWP?Syarat-syarat untuk memperoleh NPWP:a.Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan: Fotocopy KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor.b.Untuk WP Orang Pribadi Usahawan: Fotocopy KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor; Fotocopy Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari instansi yang berwenang.c. Untuk WP Badan: Fotocopy akte pendirian; Fotocopy KTP salah seorang pengurus; Fotocopy Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari instansi yang berwenang.d. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/Pemotong: Fotocopy surat penunjukan sebagai bendaharawan; Fotocopy tanda bukti diri KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor.e. Apabila WP pemohon berstatus cabang, maka harus melampirkan fotocopy kartu NPWP atau Bukti Pendaftaran WP Kantor Pusatnya. Apabila permohonan ditandatangani oleh orang lain, perlu dilengkapi surat kuasa.

10.Dalam hal apa kelengkapan formulir pendaftaran Wajib Pajak dianggap sah ?Fotocopy sebagai kelengkapan formulir pendaftaran WP tersebut di atas harus disahkan oleh Petugas Pendaftaran WP kecuali dalam hal pendaftaran dilakukan melalui pos, maka fotocopy harus disahkan oleh pejabat/instansi yang berwenang.

11.Bagaimanakah cara mendaftarkan diri dan melaporkan usaha bagi Wajib Pajak ?Tatacara mendaftarkan diri dan melaporkan usaha bagi Wajib Pajak:a. Mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan kelengkapannya;b. Menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak/KP4 setempat.

12.Perubahan data apa saja, yang dapat diberitahukan Wajib Pajak untuk dapat dilakukan perubahan data Wajib Pajak ? Hal-hal yang yang berkenaan dengan perubahan data Wajib Pajak: a. Perbaikan data karena kesalahan data hasil komputer;b. Perubahan nama WP karena penggantian nama, disyaratkan adanya keterangan dari instansi yang berwenang;c. Perubahan alamat WP karena perpindahan tempat tinggal;d. Perubahan NPWP karena adanya kesalahan nomor (misalnya NPWP cabang tidak sama dengan NPWP Pusat);e. Perubahan status usaha WP dilampiri pernyataan tertulis dari WP atau fotocopy akte perubahan;f. Perubahan jenis usaha karena ada perubahan kegiatan usaha WP;g. Perubahan bentuk Badan;h. Perubahan jenis pajak karena sesuatu hal yang mengakibatkan kewajiban jenis pajaknya berubah;i. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan NPPKP karena dipenuhinya persyaratan yang ditentukan;

13.Bagaimana cara pembetulan data Wajib PajakTatacara pembetulan data Wajib Pajak:a. Mengisi formulir perubahan/mutasi data WP yang diambil secara langsung atau meminta melalui pos dari KPP/KP4 dan menyampaikan formulir tersebut secara langsung atau melalui pos ke KPP/KP4 yang bersangkutan, atau b. Melalui formulir SPT Tahunan.

14.Apakah persyaratan yang harus dipenuhi Wajib Pajak untuk menghapus dan mencabut NPWP ?Syarat penghapusan dan pencabutan NPWP:a. WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotocopy akte/laporan kematian dari instansi yang berwenang;b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan disyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil;c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subyek Pajak apabila sudah selesai dibagi disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris;d. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;e. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;f. WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.

B. Kewajiban Setelah Memperoleh NPWP ( 250304 )

1. Apa saja kewajiban Wajib Pajak setelah memperoleh NPWP/ NPPKP ?Kewajiban yang harus dilaksanakan setelah memperoleh NPWP oleh Wajib Pajak:a. Kewajiban sehubungan dengan Pajak Penghasilan (PPh);b. Kewajiban sehubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPnBM);c. Pembukuan/Pencatatan.

2. Apa saja kewajiban Wajib Pajak Sehubungan dengan Pajak Penghasilan ?Kewajiban Wajib Pajak sehubungan dengan Pajak Penghasilan:a. SPT Masa;b. SPT Tahunan (Badan/Orang Pribadi/Pasal 21);c. Pelunasan utang pajak yang tercantum dalam "surat ketetapan Pajak dan surat keputusan lainnya.

3. Kapankah batas waktu pembayaran dan pelaporan PPh ?Batas waktu pembayaran :a. PPh Pasal 25 selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya; b. PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya;c. PPh Pasal 22: Impor harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk; Yang pemungutannya dilakukan oleh Bea Cukai disetor dalam jangka waktu satu hari; Bendaharawan disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran. Penyerahan dari Pertamina, Bulog harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum Delivery Order ditebus. Penyerahan yang dilakukukan selain Pertamina dan Bulog harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.

Batas waktu untuk pelaporannya, setelab melakukan pembayaran / penyetoran:Apabila Anda sudah membayar angsuran PPh, Anda harus melaporkan pembayaran itu ke KPP sebagai berikut:a. PPh Pasal 25 selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya; b. PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya;c. PPh Pasal 22: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran berakhir. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah, BUMN/ BUMD, selambat-lambatnya 14 hari setelah masa.pajak berakhir. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja, dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala KPP atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri, selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir. Pertamina dan badan usaha lain selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas dan atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.

4. Apa saja yang menjadi dasar penagihan pajak?Macam-macam surat ketetapan yang berkenaan dengan utang pajak yang harus dilunasi: Utang pajak yang tercantum dalam:a. Surat Tagihan Pajak (STP);b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);d. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Surat Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

5. Apakah kewajiban Wajib Pajak yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ?Kewajiban Wajib Pajak sehubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN/PPnBM):a. Melakukan pembayaran/penyetoran PPN/PPnBM yang telah dipungut;b. Membuat faktur Pajak;c. Mengisi SPT masa PPN dan melaporkan ke KPP.

6. Siapakah yang wajib melakukan pembukuan ?Yang wajib melakukan pembukuan/pencatatan:Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia, harus mengadakan Pembukuan/Pencatatan menurut ketentuan yang berlaku.

C. SPT Tahunan PPh ( 250304 )

1. Apakah pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) ?Pengertian dari Surat Pemberitahuan (SPT):Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Apa fungsi SPT ?Sebagai sarana WP untuk:a. Bagi Wajib Pajak PPh untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang untuk melaporkan tentang : Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak; Penghasilan yang merupakan obyek pajak dan atau bukan obyek pajak; Harta dan kewajiban;b. Mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang;c. laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;d. laporan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan lain dalam satu Masa Pajak.

3. Dimanakah Wajib Pajak dapat memperoleh SPT ?Setiap WP pada dasarnya harus mengambil sendiri SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau KP4.

4. Bagaimana cara pengisian SPT dan siapa yang berwenang menandatangani ?Cara pengisian SPT dan yang menandatanganinya:SPT harus diisi secara benar, jelas, lengkap, dan harus ditandatangani oleh Wajib pajak. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan WP, harus dilampiri surat kuasa khusus.

5. Kapankah batas waktu Pelunasan setoran akhir (PPh Pasal 29) ? Batas waktu pelunasan setoran akhir (PPh Pasal 29):Kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ke tiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum SPT Tahunan disampaikan.

6. Bagaimana prosedur penyampaian SPT ?Prosedur penyampaian SPT:SPT disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP/Kapenpa setempat.

7. Apa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT ?Syarat-syarat permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan:a. Permohonan tersebut harus diajukan secara tertulis sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir;b. Memberikan pernyataan tertulis tentang besarnya pajak yang harus dibayar berdasarkan penghitungan sementara;c. Melunasi kekurangan penyetoran pajak yang terutang.

8. Sanksi apa yang dikenakan pada Wajib Pajak yang tidak/terlambat menyampaikan SPT ?SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan , dikenakan sanksi administrasi berupa denda:a. Rp50.000,- untuk SPT Masa;b. Rp100.000,- untuk SPT Tahunan.

9. Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak untuk dapat membetulkan sendiri SPT Tahunan ?Syarat bagi Wajib Pajak untuk dapat membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh:Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan atas kemauan sendiri:a. Sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak: menyampaikan pernyataansecara tertulis; melunasi pajak yang kurang dibayar; ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT;b. Sesudah dilakukan tindakan pemeriksaan: sepanjang belum dilakukan tindakan. penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak; mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut; melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang; ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar dua kali jumlah pajak yang kurang dibayar;c. Sesudah jangka waktu pembetulan SPT berakhir: belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak; mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan, yang mengakibatkan:-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau-rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau jumlah harta menjadi lebih besar; atau jumlah modal menjadi lebih besar; melunasi kekurangan pajak yang kurang dibayar; ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar.

D.PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK ( 250304 )

1. Apa pengertian Surat Tagihan Pajak (STP)Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa denda, dan atau bunga.

2. Apa fungsi Surat Tagihan Pajak ?Fungsi Surat Tagihan Pajak:a. sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;b. sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda;c. sarana untuk menagih pajak.

3. Dalam hal apa Surat Tagihan Pajak diterbitkan ?Sebab diterbitkannya STP:a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;b. berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran akibat salah tulis dan atau salah hitung;c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;d. Pengusaha yang dikenakan pajak tidak melapor untuk dikukuhkan sebagai PKP;e. Pengusaha yang tidak/bukan PKP membuat Faktur Pajak.f. PKP tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi faktur pajak dengan lengkap.

4. Sanksi administrasi apa saja yang dapat ditagih dengan STP ?Jenis administrasi yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak:a. denda administrasi Rp. 50.000,00 bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa;b. denda administrasi Rp. 100.000,00 bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;c. denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak bagi Pengusaha yang tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, PKP yang tidak membuat atau tidak lengkap mengisi Faktur Pajak;d. bunga, bagi Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan sehingga mengakibatkan kurarng bayar;e. bunga, bagi Wajib Pajak yang terlambat atau tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya

5. Apakah yang dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak ?Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.

6. Apa yang dimaksud Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ? Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, kredit pajak, kekurangan pembayaran pokok pajak, sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

7. Dalam hal apa SKPKB diterbitkan ?SKPKB diterbitkan dalam jangka jangka 10 tahun apabila:-berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar-SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam Surat Teguran

8. Apa yang dimaksud dengan SKPKBT ?Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.a. SKPKBT diterbitkan dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutang pajak, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak,b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang;c. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat Keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau tidak terutang pajak dan tidak ada kredit pajak.

E.UTANG PAJAK ( 250304 )

1. Apa pengertian Utang Pajak ?Utang Pajak adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Apa yang dimaksud dengan Surat Teguran ?Surat Teguran adalah surat peringatan kepada Wajib Pajak agar segera melunasi utang pajak.Surat Teguran dikirimkan kepada Wajib Pajak apabila Wajib Pajak tidak melunasai utang pajak 7 hari setelah jatuh tempo.

3. Apa yang dimaksud dengan Surat Paksa ?Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan.Surat Paksa diterbitkan apabila Wajib Pajak belum melunasi utang pajak setelah 21 hari sejak tanggal surat Tegoran.Bersamaan dengan penyampaian Surat Paksa tersebut Wajib Pajak dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp. 25.000,- Wajib Pajak wajib melunasi utang pajak dalam waktu 2 x 24 jam

4. Apa kewajiban WajibPajak berkaitan dengan pelaksanaan sitaKewajiban Wajib Pajak yang berkaitan dengan pelaksanaan sita-membantu Juru Sita dalam melaksanakan tugasnya-memperbolehkan Juru SIta untuk memasuki ruangan,tempat usaha/tempat tinggal Wajib Pajak -memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan-barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan atau disewakan.

5. Apa yang dimaksud dengan lelang ?Tindakan lelang dilakukan apabila Wajib Pajak dalam jangka waktu 14 hari setelah tindakan penyitaan dilakukan Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak. Tindakan Lelang dilakukan melalui Kantor Lelang Negara.Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumumam lelang di surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.

6. Apa saja hak-hak Wajib Pajak yang berkaitan dengan Pelunasan utang pajak ?Hak-hak Wajib Pajak yang berkaitan dengan pelunasan utang pajak:a. meminta juru sita memperlihatkan tanda pengenal Juru Sita Pajak Negarab. menerima Salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaanc. Menentukan urutan barang yang akan dilelangd. Sebelum Pelaksanaan lelang, mendapat kesempatan terakhir untuk melunasi utang pajak termasuk biaya penyitaan, iklan, dan biaya pembatalan lelang dan melaporkan pelunasan tersebut kepada Kepala KPP yang bersangkutan.

F. KEWAJIBAN MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN DAN PENCATATAN (250304 )

1. Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak untuk dapat menyelenggarakan pembukuan ?Syarat-syarat penyelenggaraan pembukuan/pencatatan:a. diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;b. sekurang-kurangnya terdiri dari catatan yang dikerjakan secara teratur keadaan kas dan bank, daftar utang piutang, daftar persediaan barang, dan membuat neraca dan perhitungan laba rugi pada setiap akhir Tahun Pajak;c. diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan;d. Pembukuan atau pencatatan dan dokumen yang menjadi dasarnya serta dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak harus disimpan selama sepuluh tahun.e. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan di Indonesia. Wajib Pajak Oarang Pribadi, di tempat kegiatan atau di tempat tinggal Wajib Pajak Badan, di tempat kedudukan

2. Apa yang dimaksud dengan pembukuan ?Pembukuan adalah proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi tentang: keadaan harta kewajiban atau utang modal Penghasilan dan biaya harga perolehan dan penyerahan barang/jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang tidak terutang, yang dikenakan PPN dengan tariff 0% dan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang MewahYang ditutup dengan menyusun Laporan keuangan berupa neraca dan Perhitungan laba rugi pada setiap akhir Tahun Pajak.

3. Siapa saja yang Wajib menyelenggarakan pembukuan ?Yang wajib memyelenggarakan pembukuan: a. Wajib Pajak (WP) Badanb. WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

4. Apa tujuan pembukuan ?Tujuan pembukuan:a. mempermudah pengisian SPT;b. mempermudah penghitungan Penghasilan Kena Pajak;c. mempermudah penghitungan PPN dan PPnBM;d. mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas

5. Siapa saja yang diperkenankan meyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah?Yang dapat melakukan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah:a. Wajib Pajak Penanaman Modal Asing;b. Wajib Pajak dalam rangka kontrak karya pertambangan;c. Wajib Pajak dalam rangka kontrak bagi hasil;d. Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri;e. Bentuk Usaha tetap (BUT).

6. Apa persyaratan bagi Wajib Pajak untuk diperkenankan menyelengggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah ?Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menyelengggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah:a. bahasa asing dan mata uang selain rupiah yang boleh dipergunakan adalah bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat;b. mendapat izin Menteri Keuangan;c. permohonan izin kepada Menteri Keuangan harus dilampiri dengan: Wajib Pajak yang telah berdiri lebih dari 1 tahun Fotokopi SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir Wajib Pajak yang baru berdiri dalam tahun berjalan:-fotokopi NPWP-fotokopi Akte Pendirian, atau dokumen lain yang serupa (bagi WP BUT)Jika telah memnuhi syarat, Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan akan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan dalam jangka waktu 30 hari sejak permohonan diterima

7. Apa yang dimaksud dengan pencatatan ?Pencatatan:Pencatatan adalah pengumpulan data secar teratur tentang peredaran bruto dan atau penerimaan Penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.

8. Apa tujuan pencatatan bagi Wajib Pajak ?Tujuan pencatatan:a. mempermudah pengisian SPTb. mempermudah penghitungan Penghasilan Kena Pajakc. mempermudah penghitungan PPN dan PPn BM

9. Apa yang dimaksud dengan Norma Penghitungan ?Norma penghitungan adalah pedoman untuk menentukan penghasilann netto Wajib Pajak, karena Wajib Pajak tersebut tidak wajib melakukan pembukuan.Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan :1. WP Orang Pribadi yang peredaran brutonya di bawah Rp. 600.000.000,002. memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku3. menyelenggarakan pencatatan.

Wajib Pajak yang tidak menyampaikan pemberitahuan akan menggunakan Norma Penghitungan sebagai dasar penghitungan pajaknya kepada Direktur Jenderal Pajak dianggap memilih untuk menggunakan pembukuan.Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya, maka Penghasilan nettonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto atau cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh

G. KEBERATAN DAN BANDING ( 250304 )

1. Apa yang dimaksud dengan keberatan ?Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

2. Dalam hal apa keberatan dapat diajukan ?Keberatan dapat diajukan atas :a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

3. Siapa saja yang dapat mengajukan keberatan ?Yang dapat mengajukan keberatan:a. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;b. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan;c. Pihak yang dipotong/dipungut pihak ketiga;d. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir a s.d. c diatas.

4. Kepada siapa Wajib Pajak mengajukan keberatan ? Pengajuan Keberatan diajukan kepada kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat Wajib Pajak terdaftar.5. Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi Wajib Pajak dalam mengajukan keberatan ?Syarat-syarat mengajukan keberatan: a. Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak;b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;c. Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas;d. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak.

6. Kapankah Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan ?Jangka waktu pengajuan keberatan: a. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannyab. Surat keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.c. Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

7. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan apakah Wajib Pajak masih tetap berkewajiban melunasi utang pajaknya ?Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

8. Apabila Wajib Pajak merasa kurang puas dengan Putusan Keberatan, apa yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak selanjutnya ? Jika Wajib Pajak masih kurang puas juga atas keberatannya maka ia dapat mengajukan Banding.9. Kepada siapa Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak ? Banding ditujukan ke Pengadilan Pajak.

10. Siapa saja yang dapat mengajukan permohonan banding ?Yang dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak:a. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurusb. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang bersangkutan atau ahli warisnyac. Kuasa Hukum dari butir a dan b

11. Apa saja persyaratan pengajuan banding ?Syarat-syarat dan tatacara pengajuan banding: Surat banding ditulis dalam bahasa Indonesia; Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan yang dibanding diterima; Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding; Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding; Dilampiri salinan Surat Keputusan yang dibanding; Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.

12. Apa pengertian Surat Uraian Banding ?Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.

13. Bagaimanakah sifat kekuatan hukum Putusan Banding ?Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara.

14. Dalam hal apa imbalan bunga dapat diberikan kepada Wajib Pajak ?Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.

H.IMBALAN BUNGA ( 250304 )

1. Jenis ketetapan pajak apa saja yang diberikan imbalan bunga sehubungan dengan Keputusan Keberatan atau Putusan Banding ?Imbalan bunga hanya diberikan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.

2. Dalam hal yang bagaimana imbalan bunga diberikan sehubungan dengan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding ?Apabila pengajuan keberatan atau banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKBKB atau SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.

3. Bagaimana perhitungan imbalan bunga diberikan sehubungan dengan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding ?Perhitungan imbalan bunganya adalah sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) dari besarnya kelebihan pembayaran pajak yang dikembalikan yang dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.

4. Apabila Wajib Pajak mengajukan banding atas SKPLB ke Badan Penyelesaian Pajak untuk Tahun Pajak 2001, apakah atas putusan BPSP/Pengadilan Pajak yang dibacakan (diputus) sejak Tahun Pajak 2001 untuk SKPLB yang diajukan banding masih diberikan imbalan bunga ?Tidak diberikan imbalan bunga, karena dalam Pasal 27A Undang-undang KUP diatur dengan tegas bahwa imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak hanya diberikan sepanjang utang pajak tersebut sebagaimana dimaksud dalam SKPKB atau SKPKBT.

I.PENGURANGAN, PENGHAPUSAN DAN PEMBATALAN (250304)

1. Dalam hal bagaimana Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi?Dalam hal sanksi administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya, misalnya karena tidaktelitian petugas pajak.

2. Dalam hal bagaimana Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak.Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak apabila diketahui bahwa ketetapan pajak tersebut tidak benar dengan berlandaskan unsur keadilan.

J.TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN ( 250304 )

1. Sanksi apa yang dikenakan terhadap Wajib pajak yang melakukan pelanggaran ?Pelanggaran terhadap kewajiban administrasi perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak dapat dikenakan sanksi administrasi. Sedangkan pelanggaran yang menyangkut tindak pidana perpajakan dikenakan sanksi pidana.

2. Dalam hal apa Wajib Pajak dapat dinyatakan melakukan kealpaan ? Wajib Pajak dinyatakan melakukan kealpaan jika:a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau ;b. Menyampaiakan Surat Pemberitahauan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar, sehingga menimbulkan kerugian pada negara.

3. Dalam hal apa Wajib Pajak dapat dinyatakan melakukan kesengajaan ?Wajib Pajak dinyatakan melakukan kesengajaan jika :a. Tidak mendaftar diri, atau menyalah gunakan, atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP;b. Tidak menyampaikan SPT;c. Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;d. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan;e. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya;f. Tidak menyetor pajak yang telah dipotongsehingga menimbulkan kerugian pada negara.

4. Berapa lama jangka waktu daluwarsa tindak pidana di bidang perpajakan ?Daluwarsa tindak pidana di bidang perpajakan adalah sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

5. Sanksi apa yang dapat dikenakan terhadap Pejabat yang melakukan pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak ?Sanksi yang dapat dikenakan terhadap Pejabat yang melakukan pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak dapat diancam sanksi pidana:a. Kealpaan, dipidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua juta rupiah;b. Kesengajaan, dipidana selama-lamanya dua tahun dan denda setinggi-tingginya dua juta rupiah.

6. Sanksi apa saja yang dikenakan kepada pihak ketiga berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan ?Sanksi terhadap pihak ketiga berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan :a. Pihak ketiga yang dengan sengaja :-Tidak memberikan keterangan/bukti;-Memberikan keterangan/bukti yang tidak benar;diancam pidana selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiahb. Pihak ketiga yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana perpajakan diancam penjara selama-lamanya tiga tahun dan denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah.

PAJAK PENGHASILAN

A. SUBJEK PAJAK (250304 )

1. Siapa Subjek Pajak ?

Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Subjek Pajak dalam negeri adalah : orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia; orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; Subjek Pajak luar negeri adalah : orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia; orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia; orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,yang yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.UU Pajak Penghasilan menganut resident principle untuk Wajib Pajak dalam negeri dan source principle untuk Wajib Pajak luar negeri, yang terlihat dari perlakuan pajaknya, yakni sebagai berikut : a. Wajib Pajak dalam negeri :1). dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia;2). berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum;3). wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan. b. Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT : pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri, namun terbatas pada penghasilan yang bersumber dari Indonesia. c. Wajib Pajak luar negeri non-BUT :1). dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;2). berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;3). tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

2. Kapan bermula dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif ? Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri : dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia; berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Wajib Pajak badan dalam negeri : dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia. Warisan yang belum terbagi : dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut; berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi. Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT : dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT; berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT. Wajib Pajak Orang pribadi atau badan luar negeri non-BUT : dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia; berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.

3. Siapa yang bukan Subjek Pajak ? Badan perwakilan negara asing. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat : bukan warga negara Indonesia; dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat : Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat : bukan warga negara Indonesia; dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

B. OBJEK PAJAK (250304 )

1. Apa yang menjadi Objek Pajak ?Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, meliputi antara lain : Imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, seperti : gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. Laba usaha. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, seperti : keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota; keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha; keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Royalti. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. Premi asuransi. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.Pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.Pengertian dividen termasuk pula : a. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun; b. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor; c. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; d. Pembagian laba dalam bentuk saham; e. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran; f. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; g. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah; h. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut; i. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi; j. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis; k. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; l. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Pengertian royalti adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan :a. hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan; b. hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya; c. informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.

2. Apa yang bukan Objek Pajak ? Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Warisan. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, BUMN / BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut; Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh reksa dana selama lima tahun pertama sejak tanggal pendirian atau tanggal kontrak. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut : merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

3. Apa yang menjadi Objek Pajak BUT ? Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia ( force of attraction rule ). Penghasilan tersebut dalam Pasal 26 UU Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud ( effective connection rule ).

C. PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK (250304 )

1. Apa yang boleh dikurangkan ?Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, dihitung berdasarkan penghasilan bruto dikurangi : Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan. Penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat : 1). telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial; dan 2). telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang / pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; dan 3). telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan 4). Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, biaya administrasi kantor pusat yang boleh dikurangkan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ).

Untuk dapat dikurangkan atau dibebankan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak, biaya atau pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak Dengan demikian biaya atau pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dikurangkan atau dibebankan. Biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak boleh dikurangkan atau dibebankan, apabila dividen yang diterimanya bukan merupakan Objek Pajak. Akan tetapi dalam hal ini biaya bunga pinjaman tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.

2. Berapa besarnya PTKP ? Rp 2.880.000,00 untuk diri Wajib Pajak ybs. Rp 1.440.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang berstatus kawin. Rp 2.880.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. Rp 1.440.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah / semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang.Besarnya PTKP disesuaikan dari waktu ke waktu dengan Keputusan Menteri Keuangan.

3. Bagaimana perlakuan pajak bagi wanita yang berstatus kawin dan anak yang belum dewasa ? Penghasilan wanita yang berstatus kawin digabung dengan penghasilan suaminya, kecuali penghasilan yang berasal dari satu pemberi kerja yang telah dipotong PPh Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suaminya. Penghasilan suami-isteri dikenakan pajak secara terpisah dalam hal : suami-isteri telah hidup berpisah; dikehendaki oleh suami-isteri yang bersangkutan berdasarkan perjanjian tertulis. Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya, kecuali penghasilan yang berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas orang tuanya.

4. Apa yang tidak boleh dikurangkan ?Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, tidak boleh dikurangkan : Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti : dividen, dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan yang bukan merupakan Objek Pajak, kecuali zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. Pajak Penghasilan. Biaya atau pengeluaran pribadi Wajib Pajak yang bersangkutan atau orang yang menjadi tanggungannya. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, pembayaran kepada kantor pusat yang tidak boleh dikurangkan adalah : royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya; imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya; bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

5. Bagaimana perlakuan pajak terhadap kerugian fiskal ?Dalam hal penghasilan bruto setelah pengurangan menghasilkan kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan Penghasilan Kena Pajak mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan lima tahun.

D. PENILAIAN HARTA DAN PERSEDIAAN BARANG (250304 )

1. Bagaimana cara penilaian harga perolehan atau harga jual / pengalihan harta dan cara penilaian persediaan barang ? Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima. Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah : yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerima pengalihan, sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; yang tidak memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tersebut. Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka penyetoran modal ( inbreng ) bagi badan yang menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tersebut. Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama ( FIFO ).

E. PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP PERUSAHAAN (250304 )

1. Apa dan bagaimana ketentuan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan ?

Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga.

F. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI (250304 )

1. Bagaimana cara penyusutan harta berwujud Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dengan metode garis lurus ( straight-line method ) dan atau metode saldo menurun ( declining balance method ) secara taat azas. Khusus bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Penyusutan untuk pertama kali dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. Dasar penyusutan atas harta yang telah dilakukan penilaian kembali ( revaluasi ) adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. Menteri Keuangan menetapkan jenis-jenis harta yang termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud dan ketentuan khusus mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam usaha tertentu. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta atau pada tahun terjadinya penggantian asuransi atas persetujuan Direktur Jenderal Pajak. Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

2. Bagaimana cara amortisasi harta tak berwujud ? Amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan dengan metode garis lurus ( straight-line method ) dan atau metode saldo menurun ( declining balance method ) secara taat azas. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan table masa manfaat dan tarif amortisasi. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. Pengeluaran sebelum operasi komersial dikapitalisasi dan diamortisasi sesuai dengan table masa manfaat dan tarif amortisasi. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak lainnya, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut. Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah berupa harta tak berwujud yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

G. NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK (250304 )

1. Apa yang dimaksud dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto ?

Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah persentase tertentu dari peredaran atau penghasilan bruto usaha atau pekerjaan bebas yang merupakan standar umum besarnya penghasilan neto yang dianggap normal atau wajar, yang dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

2. Siapa yang dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto ? Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, yang peredaran atau penghasilan brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 600.000.000,00. Besarnya batasan peredaran bruto dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan. Wajib Pajak yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Wajib Pajak yang bersangkutan wajib menyelenggarakan pencatatan sebagai pengganti tidak menyelenggarakan kewajiban pembukuan. Apabila Wajib Pajak tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak, maka dianggap memilih menyelenggarakan kewajiban pembukuan. Apabila ternyata Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya, maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

3. Apa yang dimaksud dengan Norma Penghitungan Khusus ?

Norma Penghitungan Khusus adalah persentase tertentu dari peredaran atau penghasilan bruto usaha untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan umum penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Norma Penghitungan Khusus Wajib Pajak tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

4. Wajib Pajak tertentu mana saja yang dikenakan pajak dengan Norma Penghitungan Khusus ? Perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional. Perusahaan asuransi luar negeri. Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi. Perusahaan dagang asing. Perusahaan yang melakukan investasi dengan pola bangun-guna-serah ( build-operate-transfer ). Wajib Pajak tertentu lainnya.

H. PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN (250304 )

Pemotongan PPh Pasal 21

1. Apa objek pemotongan pajak ? Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

2. Siapa yang dikenakan pemotongan pajak ? Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

3. Apa dan siapa yang tidak dikenakan pemotongan pajak ? Penghasilan yang diterima oleh : Pejabat Negara, berupa gaji kehormatan dan tunjangan lain yang terkait atau imbalan tetap sejenisnya; Pegawai Negeri Sipil dan Anggota TNI / POLRI, berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji; Pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya, berupa uang pension dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan uang pensiun,yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah. Penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun selain gaji, tunjangan, dan uang pensiun, yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil Golongan II/d ke bawah dan Anggota TNI / POLRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah. Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berupa uang pesangon, uang tebusan pension yang dibayar oleh dana pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sampai dengan sejumlah Rp.25.000.000,00. Penghasilan berupa gaji, upah, serta imbalan lainnya dari pekerjaan yang diberikan dalam bentuk uang sampai dengan sejumlah Rp.1.000.000,00 sebulan, yang diterima oleh pekerja yang bekerja sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap pada satu pemberi kerja dengan gaji, upah, serta imbalan lainnya dalam bentuk uang tidak melebihi Rp.2.000.000,00 sebulan, PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah .

4. Siapa pemotong pajak ? Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

5. Siapa bukan pemotong pajak ? Badan perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional.

6. Berapa besarnya tarif pemotongan pajak ? Pada umumnya berlaku tarif umum, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.

7. Penghasilan apa saja yang dikenakan PPh Pasal 21 yang bersifat final dan berapa tarifnya ? Penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil ( kecuali Golongan II/d ke bawah ), Anggota TNI / POLRI ( kecuali berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah ) dan pensiunan, dikenakan tarif sebesar 15%. Penghasilan berupa hadiah undian, dikenakan tarif sebesar 25%. Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dikenakan tarif progresif sebesar 5% sampai dengan 25%.

Pemungutan PPh Pasal 221. Apa objek pemungutan pajak ? Pembelian barang oleh Pemerintah. Impor barang. Pembelian / penjualan barang di bidang usaha tertentu.

2. Siapa yang dikenakan pemungutan pajak ? Pemasok barang kepada Pemerintah. Importir / pengimpor barang. Pemasok / pembeli barang dari badan-badan tertentu.

3. Apa yang tidak dikenakan pemungutan pajak ? Impor dan atau penyerahan barang yang berdasarkan UU Pajak Penghasilan tidak terutang pajak. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau PPN ( 18 jenis ). Impor barang sementara yang nyata-nyata akan diekspor kembali. Pembayaran yang berjumlah tidak lebih dari Rp.1.000.000,00. Pembayaran untuk pembelian BBM, listrik, gas, air minum / PDAM, dan benda pos. Emas batangan untuk diproses menjadi perhiasan dan ditujukan untuk ekspor. Pembayaran dana Jaring Pengaman Sosial ( JJS ) oleh KPKN. Impor kembali barang yang sama yang sebelumnya telah diekspor dan barang yang telah diekspor untuk tujuan perbaikan, pengerjaan dan pengujian. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Perum BULOG.

4. Siapa pemungut pajak ? Bank devisa dan DJBC, atas impor barang. DJA, Bendaharawan Pemerintah Pusat / Daerah, atas pembelian barang. BUMN / BUMD, atas pembelian barang dengan dana APBN / APBD. Bank Indonesia, Perum BULOG, PT. TELKOM, PT.PLN, PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. PERTAMINA, dan bank-bank BUMN, atas pembelian barang dengan dana baik dari APBN / APBD maupun dari non-APBN / APBD. Badan usaha industri semen, rokok, kertas, baja ( hulu ), dan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala KPP, atas penjualan hasil produksi di dalam negeri. PT. PERTAMINA dan badan usaha lainnya di bidang industri produk bahan bakar migas ( premix / pertamax, super TT / pertamax plus, dan gas ), atas penjualan hasil produksinya. Industri dan eksportir di sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan diolah / diekspor. 5. Berapa besarnya tarif pemungutan pajak ? Atas impor barang : Yang menggunakan API, sebesar 2,5% dari nilai impor; Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari nilai impor; Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

Penjelasan :Nilai impor adalah nilai yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost, Insurance and Freight ( CIF ) ditambah Bea Masuk dan pungutan impor lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan pabean.

Atas pembelian barang oleh Pemerintah dan BUMN / BUMD, sebesar 1,5% dari harga pembelian. Atas penjualan hasil produksi tertentu : Atas penjualan hasil produksi PT. PERTAMINA dan badan usaha lainnya di bidang BBM : Atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan diolah / diekspor, sebesar 1,5% dari harga pembelian.

Pemotongan PPh Pasal 231. Apa objek pemotongan pajak ? Dividen. Bunga. Royalti. Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

2. Siapa yang dikenakan pemotongan pajak ?Wajib Pajak dalam negeri dan BUT.

3. Apa dan siapa yang tidak dikenakan pemotongan pajak ? Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi. Dividen. ( inter-corporate dividend ) yang diterima oleh PT, BUMN / BUMD, dan koperasi yang memenuhi persyaratan tertentu Bunga obligasi yang diterima reksa dana selama lima tahun pertama sejak tanggal pendirian atau tanggal kontrak. Bagian laba yang diterima anggota CV yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

4. Siapa pemotong pajak ? Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.sebagai pihak yang wajib membayarkan penghasilan.

5. Berapa besarnya tarif pemotongan pajak ? Sebesar 15% dari jumlah bruto, atas dividen, bunga, royalti, serta hadiah dan penghargaan. Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final, atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi. Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto, atas : sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

I. KREDIT PAJAK LUAR NEGERI ( PPH PASAL 24 ) (250304 )

1. Bagaimana ketentuan pengkreditan Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri ? Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang berdasarkan UU Pajak Penghasilan dalam tahun pajak yang sama. Besarnya kredit pajak yang dapat diperhitungkan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU Pajak Penghasilan ( ordinary tax credit per country basis ). Sumber penghasilan ( source of income ) : Untuk keperluan pengkreditan Pajak Penghasilan luar negeri, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut : Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya, adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan; Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak, adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada; Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak, adalah negara tempat harta tersebut terletak; Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada; Penghasilan BUT, adalah negara tempat BUT tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan; Penentuan sumber penghasilan lainnya menggunakan prinsip yang sama.

J. PEMBAYARAN SENDIRI ANGSURAN BULANAN DALAM TAHUN BERJALAN ( PPH PASAL 25 ) (250304 )1. Bagaimana ketentuan pembayaran angsuran bulanan oleh Wajib Pajak sendiri ? Besarnya angsuran bulanan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan teratur menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, dikurangi dengan kredit pajak PPh Pasal 21 ( khusus bagi WP orang pribadi ), PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 24 atas penghasilan teratur tahun pajak yang lalu tersebut, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Khusus besarnya angsuran pajak yang harus dibayar untuk bulan-bulan ( dua bulan pertama ) sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan, ditetapkan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak. Dalam hal-hal tertentu, yaitu : Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian; Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur; SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan; Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan; Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak, cara penghitungan besarnya angsuran bulanan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak. Khusus bagi Wajib Pajak baru, bank, BUMN / BUMD, dan Wajib Pajak tertentu lainnya termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, cara penghitungan besarnya angsuran bulanan diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang bertolak ke luar negeri, wajib membayar pajak ( Fiskal Luar Negeri ) yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, angsuran bulanan merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan ( menjadi bersifat final pada akhir tahun ), kecuali apabila Wajib Pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan PPh final.

K. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PADA AKHIR TAHUN BAGI WAJIB PAJAK DALAM NEGERI DAN BUT (250304 )

1. Bagaimana ketentuan penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir tahun ? Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir tahun dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak dikalikan tarif umum, dikurangi dengan kredit pajak dan angsuran bulanan yang telah dibayar atau telah ditetapkan untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa : PPh Pasal 21 ( khusus WP orang pribadi ); PPh Pasal 22; PPh Pasal 23; PPh Pasal 24 ( kredit Pajak LN ); PPh Pasal 25; PPh Pasal 26 ayat (5), yaitu PPh final yang berubah sifat menjadi kredit pajak karena perubahan status Subjek Pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri. Apabila pajak yang terutang pada akhir tahun pajak lebih kecil dari kredit Pajak dan angsuran bulanan, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah dilakukan pemeriksaan. Apabila pajak yang terutang pada akhir tahun pajak lebih besar dari kredit pajakdan angsuran bulanan, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ke tiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum SPT Tahunan disampaikan.

L. PENGHASILAN TERTENTU YANG DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI ( PASAL 4 AYAT 2 ) (250304 )

1 Bagaimana ketentuan pengenaan pajak atas penghasilan tertentu yang diatur tersendiri ?Pengenaan pajak atas penghasilan tertentu tidak didasarkan atas ketentuan umum penghitungan Penghasilan Kena Pajak maupun penerapan Norma Penghitungan, melainkan berdasarkan penerapan tarif efektif atas peredaran atau penghasilan bruto atau dasar pengenaan pajak lainnya ( presumptive tax ) yang diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.

2 Penghasilan tertentu apa saja yang pengenaan pajaknya diatur tersendiri dan berapa tarifnya ? Bunga deposito dan tabungan lainnya serta diskonto SBI. Tarif sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek. Tarif sebesar 0,1% dari harga jual yang bersifat final, dan tambahan pembayaran pajak untuk saham pendiri sebesar 0,5% dari harga saham perdana yang bersifat final atau dapat memilih perlakuan berdasarkan ketentuan UU Pajak Penghasilan. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan. Tarif sebesar 5% dari harga jual dan bersifat final bagi Wajib Pajak orang pribadi, tidak bersifat final bagi Wajib Pajak badan. Penghasilan dari persewaan harta berupa tanah dan bangunan. Tarif sebesar 10% dari jumlah bruto dan bersifat final.

M. PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI NON-BUT ( PPh PASAL 26 ) (250304 )

1. Apa objek pemotongan pajak ? dividen; bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan; pensiun dan pembayaran berkala lainnya. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia ( branch profit tax ), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

2. Siapa pemotong pajak ?Badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. 3. Berapa besarnya tarif pemotongan pajak ?20 % atau sesuai ketentuan / tarif khusus P3B ( tax treaty ) yang berlaku, dari jumlah bruto yang terutang atau dibayarkan, kecuali untuk penghasilan dari penjualan harta dan premi asuransi dihitung dari perkiraan penghasilan neto.

4. Bagaimana sifat pemotongan pajak ?Pemotongan pajak bersifat final, kecuali: pemotongan atas penghasilan kantor pusat yang menjadi penghasilan BUT di Indonesia; pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Subjek Pajak luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau BUT.

Penjelasan :Perlu diperhatikan bahwa dalam penerapan ketentuan PPh Pasal 26 ini, ketentuan yang diatur dalam P3B yang berlaku mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain, ketentuan PPh Pasal 26 berlaku sepanjang menurut P3B yang berlaku hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia sebagai negara sumber ( source country ).

N. KETENTUAN KHUSUS ANTI PENGHINDARAN PAJAK ( ANTI AVOIDANCE RULES ) (250304 )

1. Apa saja ketentuan khusus anti penghindaran pajak ? Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan ( debt to equity ratio / DER rule ). Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri dari penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek ( controlled foreign corporation / CFC rule ). Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan ( transfer pricing rule ) serta menentukan utang sebagai modal ( hybrid loan recharacterization rule ) untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak ( advance pricng agreement / APA ) dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI,PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA

A. ISTILAH YANG UMUM DIGUNAKAN DI BIDANG PPN & PTLL (250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean.

2.Kemudian siapakah yang dimaksud dengan Pengusaha dalam UU PPN?Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

3. Apakah yang dimaksud dengan Kawasan Berikat (KB)?Kawasan Berikat adalah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu, di wilayah Daearah Pabean Indonesia yang di dalamnya diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus di bidang pabean terhadap barang yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean atau dari dalam Daerah Pabean lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan pungutan bea, cukai, dan/atau pungutan lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan impor, ekspor atau reekspor.

4.Apakah pula yang dimaksud dengan Gudang Berikat (GB)?Gudang Berikat adalah suatu bangunan atau tempat dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan, penyortiran, pengepakan, pemberian merek/label, pemotongan, atau kegiatan lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi barang-barang asal impor untuk tujuan dimasukkan ke Daerah Pabean Indonesia lainnya, Kawasan Berikat atau reekspor tanpa adanya pengolahan.

B. PENGUSAHA KENA PAJAK (250304 )

1.Siapakah yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP)?Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dan atau ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil kecuali Pengusaha Kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.

2.Siapakah yang dimaksud dengan Pengusaha Kecil?Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

3.Apa kewajiban dari PKP?Secara umum kewajiban PKP adalah :a. Membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan JKP;b. Memungut, menghitung, dan menyetorkan PPN & PPn BM yang terutang atas penyerahan BKP atau JKP atau ekspor BKP ;c. Mengisi dan menyampaikan SPT Masa (paling lambat 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak).

C. OBJEK PPN (250304 )

1. Apa yang termasuk ke dalam objek PPN?Objek PPN dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) macam, yaitu :a. Barang Kena Pajak (BKP);b. Jasa Kena Pajak (JKP).

2. Apakah yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak (BKP)?Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN.

3. Apakah yang dimaksud dengan Jasa Kena Pajak (JKP)?Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN.

4. Dalam hal apakah PPN dikenakan?PPN dikenakan dalam hal : a. penyerahan BKP/JKP di dalam Daerah Pabean (DP) yang dilakukan oleh Pengusaha;b. impor BKP;c. pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar DP di dalam DP;d. pemanfaatan JKP dari luar DP di dalam DP; ataue. ekspor BKP oleh PKP.

5. Apakah yang termasuk ke dalam pengertian penyerahan BKP?Yang termasuk ke dalam pengertian penyerahan BKP adalah :a. penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;b. pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing;c. penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;d. pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas BKP;e. persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa padasaat pembubaranperusahaan,sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan;f. penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar Cabang;g. penyerahan BKP secara konsinyasi.

6. Apakah terdapat kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak yang dikecualikan dari pengenaan PPN?Ada. Kegiatan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP yang dikenakan PPN adalah :a. penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang;b. penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang;c. penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang dalam hal PKP memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang.

7. Apakah terdapat pula jenis barang dan jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN? Ada. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN adalah :1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, yaitu :a. minyak mentah (crude oil);b. gas bumi; c. panas bumi;d. pasir dan kerikil;e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara;f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak; dan g. barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil langsung dari sumbernya.2. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu :a. beras;b. gabah;c. jagung;d. sagu;e. kedelai; danf. garam baik yang berjodium maupun yang tidak berjodium.3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;4. uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

8. Apakah pula jenis jasa yang bukan merupakan objek PPN?Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN adalah :1. jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi :a.Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;b. Jasa dokter hewan;c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan fisioterapi;d. Jasa kebidanan dan dukun bayi;e. Jasa paramedis dan perawat; danf. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium2. jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi :a. Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo;b. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial;c. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;d. Jasa Lembaga Rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial;e. Jasa pemakaman termasuk krematorium;f. Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial; dang. Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.3. jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;4. jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;5. jasa di bidang keagamaan, meliputi :a. Jasa pelayanan rumah ibadah;b. Jasa pemberian khotbah atau dakwah; danc. Jasa lainnya di bidang keagamaan.6. jasa di bidang pendidikan, meliputi :a. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional; danb. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus7. jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;8. jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;9. jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.10. jasa di bidang tenaga kerja, meliputi :a. Jasa tenaga kerja;b. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; danc. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja11. jasa di bidang perhotelan;12. jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

D. DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP) (250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)?Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung Pajak yang terutang, dapat berupa Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

2. Apakah yang dimaksud dengan Harga Jual?Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

3. Apakah yang dimaksud dengan Penggantian?Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

4. Apakah yang dimaksud dengan Nilai Impor?Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang PPN.

5. Apakah yang dimaksud dengan Nilai Ekspor?Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

6. Apakah yang dimaksud dengan DPP Nilai Lain? Yang dimasud dengan DPP Nilai lain adalah suatu Nilai yang ditetapkan sebagai DPP karena kesulitan dalam menetapkan Harga Jual atau Nilai Penggantian yang sebenarnya. DPP Nilai Lain ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk :a. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP : Harga Jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor;b. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP : Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;c. Penyerahan media rekaman suara atau gam