buku pedoman pembinaan administrasi keuangan
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Buku Pedoman Pembinaan Administrasi KeuanganTRANSCRIPT


i
Inspektorat Utama mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap
pelaksanaan tugas di lingkungan BPS. Dalam melaksanakan tugas tersebut,
Inspektorat Utama menyelenggarakan fungsi; (i) perumusan kebijakan pengawasan
fungsional di lingkungan BPS; (ii) pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan, dan
pengawasan untuk tujuan tertentu atas petunjuk kepala badan; dan (iii) penyusunan
laporan hasil pengawasan.
Salah satu upaya mewujudkan tujuan fungsi pengawasan tersebut yaitu Inspektorat
Utama perlu melakukan pembinaan pengelolaan administrasi keuangan dan barang
(PPAKB). Kegiatan pembinaan ini memerlukan partisipasi penuh seluruh satker di
BPS. Tuntutan partisipasi penuh seluruh satker ini dilandasi dengan semangat untuk
tetap mempertahan opini WTP.
Buku Pedoman Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Barang merupakan
kompilasi berbagai materi yang menjelaskan pengelolaan administrasi keuangan
seperti; pejabat perbendaharaan negara, revisi anggaran, SKPA, kerja sama, PNBP,
rumah dinas, pajak, perjalanan dinas, dan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Sedangkan materi terkait barang yaitu barang milik negara (BMN) ditinjau dari
pengelolaan BMN dan persediaan.
Buku pedoman ini masih bersifat sementara dan masih perlu perbaikan untuk
disempurnakan. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan
sampai penerbitan buku pedoman ini kami ucapkan terima kasih. Kritik dan saran
untuk perbaikan pedoman ini di masa datang sangat kami hargai.
Jakarta, Oktober 2013
Inspektur Utama, BPS RI
KATA PENGANTAR

ii
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA............................ 1
A. Kuasa Pengguna Anggaran .................................... .............. 1
B. Pejabat Pembuat Komitmen..................................................... 1
C. Pejabat Penandatangan SPM.................................................... 3
D. Bendahara Pengeluaran............................................................ 3
E. Bendahara Pengeluaran Pembantu........................................... 4
F. Bendahara Penerimaan............................................................. 4
G. BPP Kerjasama......................................................................... 4
H. Pejabat Pengelola Administrasi Belanja Pegawai.................... 5
BAB II BAGAN AKUN STANDAR......................................................... 7
BAB III REVISI ANGGARAN................................................................. 14
A. Peraturan Terkait Revisi Anggaran ........................ .............. 16
B. Ruang Lingkup Revisi Anggaran........................................... 16
C. Batasan Revisi Anggaran........................................................ 16
D. Dokumen Terkait Revisi Anggaran........................................ 17
E. Revisi DIPA dan POK............................................................ 17
BAB IV SKPA........................................................................................... 18
A. Prinsip Dasar ......................................................... .............. 18
B. Penerbitan dan Penatausahaan SKPA..................................... 18
C. Pencairan Dana SKPA............................................................ 19
D. Pelaporan Keuangan dan Rekonsiliasi.................................... 19
E. Pelaporan Pelaksanaan Pekerjaan............................................ 19
DAFTAR ISI

iii
BAB V KERJASAMA............................................................................. 20
A. Hibah .................................................................... .............. 20
B. PNBP...................................................................................... 25
C. Swakelola................................................................................ 26
BAB VI PNBP DAN RUMAH DINAS..................................................... 28
A. Penggolongan PNBP ............................................. .............. 28
B. Jenis dan Tarif PNBP di BPS................................................. 28
C. Pemungutan dan Penyetoran PNBP........................................ 30
D. Pengelola PNBP...................................................................... 32
E. Rekonsiliasi............................................................................ 32
F. Input Data PNBP ke dalam SAI .............................. .............. 33
G. Pelaporan PNBP..................................................................... 33
H. Rumah Dinas........................................................................... 33
BAB VII PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK....................... 28
A. Dasar Hukum ........................................................ .............. 39
B. Kewajiban Perpajakan Untuk Bendahara............................... 39
C. Jenis Pajak............................................................................... 40
BAB VIII RAPAT DAN KEGIATAN SEJENIS......................................... 50
A. Definisi dan Istilah ................................................ .............. 50
B. Syarat dan Ketentuan.............................................................. 51
BAB IX PERJALANAN DINAS............................................................... 56
A. Pengertian ............................................................. .............. 56
B. Tujuan Perjalanan Dinas Jabatan............................................ 56
C. Prosedur Perjalan Dinas Jabatan.............................................. 57
D. Komponen Biaya Perjanan Dinas............................................ 57
E. Pembatalan Perjalanan Dinas.................................................. 58
F. Ketentuan Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas ... ............... 59

iv
BAB X PENGEDAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH............ 61
BAB XI PENATAUSAHAAN KAS DAN PENYUSUNAN LPJ............ 72
A. Pembukuan Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan.......... 72
B. Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi......................................... 72
C. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara............................... 73
BAB XII BUKTI PENGELUARAN........................................................... 74
A. Bentuk dan Jenis Bukti Pengeluaran ...................... .............. 74
B. Kelengkapan Bukti Pengeluaran............................................ 74
BAB XIII LAPORAN KEUANGAN........................................................... 78
A. Gambaran Umum .................................................. .............. 78
B. Tahapan Penyusunan LK........................................................ 78
C. Penyusunan LK........................................................................ 80
D. Sistematika Isi LK.................................................................... 81
LAMPIRAN

v

1
A. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan
sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian
Negara/Lembaga yang bersangkutan. Berdasarkan PMK No. 190 tahun 2012 tentang
Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, berikut ini akan diuraikan tugas dan kewenangan KPA, adalah :
1. Menyusun DIPA;
2. Menetapkan PPK untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja negara;
3. Menetapkan PPSPM untuk melakukan pengujian tagihan kepada negara dan
menerbitkan SPM atas beban anggaran belanja Negara;
4. Menetapkan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan
pengelolaan anggaran/keuangan;
5. Menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana;
6. Memberikan supervisi dan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan dan penarikan
dana;
7. Mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran;
8. Menyusun laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
9. Melakukan pemeriksaan kas secara berkala dan sewaktu-waktu sesuai dengan
peraturan yang berlaku. (Perdirjen Pb No. 47 tahun 2009 dan Peraturan
Pemerintah no.45 tahun 2013.
KPA adalah Kepala Satuan Kerja. KPA mendapatkan delegasi dari Pengguna
Anggaran (PA) untuk menunjuk dan menetapkan:
1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);
2. Pejabat Penguji/Penerbit SPM (PPSPM);
B. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil
keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban
APBN. Tugas dan wewenang PPK adalah:
1. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan
DIPA;
2. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
BAB 1 PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA

2
3. Membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan
Penyedia Barang/Jasa;
4. Melaksanakan kegiatan swakelola;
5. Memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian/kontrak yang dilakukannya;
6. Mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;
7. Menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara;
8. Membuat dan menandatangani Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
9. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada KPA (paling kurang
memuat perjanjian/kontrak dengan penyedia barang/jasa yang telah
ditandatangani, tagihan yang belum dan telah disampaikan penyedia barang/jasa,
tagihan yang belum dan telah diterbitkan SPPnya, dan jangka waktu penyelesaian
tagihan) ;
10. Menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita
Acara Penyerahan;
11. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;
12. Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, PPK menguji:
1. Kelengkapan dokumen tagihan;
2. Kebenaran perhitungan tagihan;
3. Kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN;
4. Kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang
tercantum dalam perjanjian/kontrak dengan barang/jasa yang diserahkan oleh
penyedia barang/jasa;
5. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang
tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen
perjanjian/kontrak;
6. kebenaran, keabsahan serta akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti
mengenai hak tagih kepada negara; dan
7. ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana yang tercantum
pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak.
PPK harus sudah mempunyai Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang dan Jasa.
Apabila pada satker berkenaan belum ada yang memiliki sertifikat tersebut, maka
tugas dan tanggungjawab PPK dirangkap oleh KPA.

3
C. Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM)
PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan
pengujian atas pemintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran. Tugas
dan wewenang PPSPM, antara lain:
1. Menguji kebenaran SPP beserta dokumen pendukung;
2. Menolak dan mengembalikan SPP, apabila SPP tidak memenuhi persyaratan
untuk dibayarkan;
3. Membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah disediakan;
4. Menerbitkan SPM (mencatat pagu, realisasi belanja, sisa pagu, dana UP/TUP, dan
sisa dana UP/TUP pada kartu pengawasan DIPA; menandatangani SPM;
memasukkan PIN PPSPM);
5. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih;
6. Melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran kepada KPA;
7. Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan
pengujian dan perintah pembayaran;
Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, PPSM bertanggungjawab atas:
1. Kebenaran, kelengkapan, dan keabsahan administrasi terhadap dokumen hak
tagih pembayaran yang menjadi dasar penerbitan SPM dan akibat yang timbul
dari pengujian yang dilakukannya;
2. Ketepatan jangka waktu penerbitan dan penyampaian SPM kepada KPPN.
Di BPS Provinsi, KPA dapat menunujuk Kepala Bagian Tata Usaha sebagai
PPSPM, sedangkan di BPS Kabupaten/Kota adalah Kepala Subbagian Tata Usaha.
PPK tidak dapat merangkap sebagai PPSPM.
D. Bendahara Pengeluaran
Bendahara adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
membayarkan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk Belanja Negara dalam
pelaksanaan APBN pada Kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga. Tugas
Bendahara Pengeluaran, adalah :
1. Menerima, menyimpan, menatausahakan, dan membukukan uang/surat berharga
dalam pengelolaannya;
2. Melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan perintah PPK;
3. Menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk
dibayarkan;
4. Melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang
dilakukannya;
5. Menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara;

4
6. Mengelola rekening tempat penyimpanan UP;
7. Menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kepada Kepala KPPN selaku
Kuasa BUN;
Bendahara pengeluaran tidak dapat dirangkap oleh KPA, PPK, atau PPSPM.
E. Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP)
BPP adalah orang yang ditunjuk untuk membantu Bendahara Pengeluaran untuk
melaksanakan pembayarankepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan
kegiatan tertentu. Tugas BPP adalah:
1. Menerima dan menyimpan UP;
2. Melakukan pengujian dan pembayaran atas tagihan yang dananya bersumber dari
UP;
3. Melakukan pembayaran yang dananya bersumber dari UP berdasarkan perintah
PPK;
4. Menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk
dibayarkan;
5. Melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang
dilakukannya;
6. Menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara;
7. Menatausahakan transaksi UP;
8. Menyelenggarakan pembukuan transaksi UP;
9. Mengelola rekening tempat penyimpanan UP;
F. Bendahara Penerimaan (BPEN)
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 Bendahara
Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan,
menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Negara dalam
rangka pelaksanaan APBN pada satuan kerja.
Bendahara Penerimaan bertugas:
1. Menerima dan menyimpan uang Pendapatan Negara
2. Menyetorkan uang Pendapatan Negara ke rekening Kas Negara secara periodik
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
3. Menatausahakan transaksi uang Pendapatan negara di Satker
4. Menyelenggarakan pembukuan transaksi uang Pendapatan Negara
5. Mengelola rekening tempat penyimpanan uang pendapatan negara
6. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan kepada
Badan Pemeriksa Keuangan dan Kuasa BUN.
G. BPP Kerjasama

5
Bendahara Kerjasama adalah Bendahara Pengeluaran Pembantu yang bertugas
mengelola administrasi keuangan kerjasama hibah. BPP Kerjasama ditunjuk pada
saat adanya kerjasama.
Tugas BPP Kerjasama yaitu:
1. Menerima dan menyimpan dana kerjasama;
2. Melakukan pengujian dan pembayaran atas tagihan yang dananya bersumber dari
dana kerjasama;
3. Melakukan pembayaran yang dananya bersumber dari dana kerjasama
berdasarkan perintah PPK;
4. Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan;
5. Melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang
dilakukannya;
6. Menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara;
7. Menatausahakan transaksi dana kerjasama;
8. Menyelenggarakan pembukuan transaksi dana kerjasama;
9. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban belanja dana kerjasama;
10. Mengelola rekening tempat penyimpanan dana kerjasama;
H. Pejabat Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP)
PPABP adalah pembantu KPA yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk
mengelola pelaksanaan belanja pegawai.
Tugas PPABP adalah :
1. Melakukan pencatatan data kepegawaian secara elektronik dan/atau manual yang
berhubungan dengan belanja pegawai secara tertib, teratur, dan
berkesinambungan;
2. Melakukan penatausahaan dokumen terkait keputusan kepegawaian dan
dokumen pendukung lainnya dalam dosir setiap pegawai pada Satker yang
bersangkutan secara tertib dan teratur;
3. Memproses pembuatan Daftar Gaji induk, Gaji Susulan, Kekurangan Gaji, Uang
Duka Wafat/Tewas, Terusan Penghasilan/Gaji, Uang Muka Gaji, Uang Lembur,
Uang Makan, Honorarium, Vakasi, dan pembuatan Daftar Permintaan
Perhitungan Belanja Pegawai lainnya;
4. Memproses pembuatan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP);
5. Memproses perubahan data yang tercantum pada Surat Keterangan Untuk
Mendapatkan Tunjangan Keluarga setiap awal tahun anggaran atau setiap terjadi
perubahan susunan keluarga;
6. Menyampaikan Daftar Permintaan Belanja Pegawai, ADK Perubahan Data
Pegawai, ADK Belanja Pegawai, Daftar Perubahan Data Pegawai, dan dokumen
pendukungnya kepada PPK;
7. Mencetak Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan setiap awal tahun
dan/atau apabila diperlukan; dan

6
8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan penggunaan anggaran
belanja pegawai.
Catatan :
1. Para pejabat perbendaharaan negara ditetapkan dengan Surat Keputusan.
2. KPA ditetapkan oleh PA.
3. Berdasarkan SK pelimpahan wewenang dari PA, KPA menetapkan PPK, PPSPM.
4. Berdasarkan SK pendelegasian kewenangan dari Kepala BPS, maka Kepala BPS
Provinsi dan Kepala BPS Kabupaten/Kota menetapkan Bendahara Pengeluaran,
Bendahara Penerimaan, BPP, PPABP, dan BPP Kerjasama.
5. Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai PPK
dan/atau PPSPM pada saat pergantian periode tahun anggaran, penetapan PPK
dan/atau PPSPM tahun yang lalu masih tetap berlaku.

7
Berdasarkan PMK No. 91/PMK.06/2007 BAS adalah daftar perkiraan buku besar
yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan dan
pelaksanaan anggaran, serta pertanggunjawaban dan pelaporan keuangan pemerintah
pusat. Pengertian ini menitikberatkan BAS dari sisi klasifikasi ekonomi atau jenis
belanja.
A. Penjelasan Penggunaan Kode Akun
1. Pendapatan
Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang
menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan
yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah yang
berasal dari pajak dan bukan pajak (PP No. 71 Tahun 2010). Pada BPS pendapatan
hanya berasal dari bukan pejabat (PNBP), antara lain:
a. Pendapatan Penjualan Hasil Produksi/ Sitaan (42311)
1. Pendapatan Penjualan Informasi, Penerbitan, Film, Survey, Pemetaan dan
Hasil Cetakan Lainnya (423116)
Digunakan untuk mencatat penjualan informasi dan publikasi dalam
bentuk buku publikasi, softcopy data, raw data, dll.
2. Pendapatan Penjualan Dokumen-Dokumen Pelelangan (423117)
Digunakan untuk mencatat penjualan dokumen-dokumen lelang.
3. Pendapatan Penjualan Lainnya (423119)
Digunakan untuk mencatat penjualan yang tidak termasuk penjualan-
penjualan di atas.
b. Pendapatan dari Pemindahtanganan BMN (42312)
1. Pendapatan dari Penjualan Tanah, Gedung, dan Bangunan (423121)
Digunakan untuk mencatat pendapatan dari penjualan Tanah, Gedung, dan
Bangunan, tidak termasuk penjualan sewa beli rumah dinas,
2. Pendapatan dari Penjualan Peralatan dan Mesin (423122)
Digunakan untuk mencatat pendapatan dari penjualan Peralatan dan
Mesin.
3. Pendapatan dari Pemindahtanganan BMN Lainnya (423129)
Digunakan untuk mencatat pendapatan dari pemindahtanganan BMN
lainnya
c. Pendapatan dari Pemanfaatan BMN (42314)
1. Pendapatan Sewa Tanah, Gedung, dan Bangunan (423141)
Digunakan untuk mencatat penerimaan umum berupa pendapatan sewa
rumah dinas.
2. Pendapatan dari Pemanfaatan BMN Lainnya (423149)
BAB II BAGAN AKUN STANDAR

8
Digunakan untuk mencatat pendapatan dari pemanfaatan BMN lainnya.
d. Pendapatan Jasa II (42322)
Pendapatan Jasa Lembaga Keuangan/ Jasa Giro (423221)
Digunakan untuk mencatat pendapatan yang berasal dari bunga rekening giro
pemerintah.
e. Pendapatan dari Penerimaan Kembali Tahun Anggaran Yang Lalu (42391)
1. Penerimaan Kembali Belanja Pegawai Pusat TAYL (423911)
2. Penerimaan Kembali Belanja Lainnya TAYL (423913)
2. Belanja
Belanja adalah pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum
Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah.
a. Belanja Pegawai
1. Belanja Gaji PNS (51111)
a) Belanja Gaji Pokok PNS (511111)
Pengeluaran untuk pembayaran gaji pokok Pegawai Negeri Sipil
b) Belanja Pembulatan Gaji PNS (511119)
Pengeluaran untuk pembayaran pembulatan gaji pokok Pegawai Negeri
Sipil.
2. Belanja Tunjangan I PNS (51112)
a) Belanja Tunj. Suami/Istri PNS (511121)
Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan suami/istri PNS
b) Belanja Tunj. Anak PNS (511122)
Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan anak PNS.
c) Belanja Tunj. Struktural PNS (511123)
Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan struktural PNS.
d) Belanja Tunj. Fungsional PNS (511124)
Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan fungsional PNS.
e) Belanja Tunj. PPh PNS (511125)
Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan PPh PNS
f) Belanja Tunj. Beras PNS (511126)
Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan beras berbentuk uang
maupun natura.
g) Belanja Uang Makan PNS (511129)
Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan uang makan PNS.
3. Belanja Tunjangan-Tunjangan II PNS (51113)
a) Belanja Tunj. Daerah Terpencil/Sangat Terpencil PNS (511135)
Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan daerah terpencil/sangat
terpencil PNS.

9
b) Belanja Tunjangan Khusus Papua PNS (511138)
Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan khusus PNS Papua.
4. Belanja Tunjangan-Tunjangan III Pegawai Negeri/Staff di Luar Negeri
(51114)
Belanja Tunj. Lain-lain termasuk uang duka PNS Dalam dan Luar Negeri
(511147)
Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan Lain lain termasuk uang duka
PNS dalam dan Luar Negeri.
5. Belanja Tunjangan-Tunjangan IV PNS (51115)
Belanja Tunjangan Umum PNS (511151)
Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan umum/tambahan tunjangan
umum PNS, termasuk PNS TNI/Polri sesuai Peraturan Presiden No. 12
Tahun 2006
6. Belanja Lembur (51221)
Belanja Uang Lembur (512211)
Pengeluaran untuk pembayaran uang lembur termasuk uang makan yang
dibayarkan dalam rangka lembur.
7. Belanja Vakasi (51231)
Belanja Vakasi (512311)
Pengeluaran untuk pembayaran imbalan untuk penguji atau pemeriksa
kertas/ jawaban ujian.
b. Belanja Barang
1. Belanja Barang Operasional (52111) terdiri dari:
a) Belanja Keperluan Perkantoran (521111)
Pengeluaran untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran yang
secara langsung menunjang kegiatan operasional kementerian negara/
lembaga terdiri dari :
1) Satuan biaya yang dikaitkan dengan jumlah pegawai yaitu
pengadaan barang yang habis dipakai antara lain pembelian alat-
alat tulis, barang cetak, alat-alat rumah tangga, langganan surat
kabar/berita/majalah, biaya minum/makanan kecil untuk rapat,
biaya penerimaan tamu.
2) Satuan biaya yang tidak dikaitkan dengan jumlah pegawai antara
lain biaya satpam/pengaman kantor, cleaning service, sopir, tenaga
lepas (yang dipekerjakan secara kontraktual), telex, internet,
komunikasi khusus diplomat, pengurusan penggantian sertifikat
tanah yang hilang, pembayaran PBB.
3) Pengeluaran untuk membiayai pengadaan/ penggantian inventaris
yang berhubungan dengan penyelenggaraan administrasi
kantor/satker di bawah nilai kapitalisasi.

10
4) Pembelian buku cek/buku giro bilyet.
5) Pembelian meterai.
b) Belanja Pengadaan Bahan Makanan (521112)
Pengeluaran untuk pengadaan bahan makanan.
c) Belanja Penambah Daya Tahan Tubuh (521113)
Pengeluaran untuk membiayai pengadaan bahan makanan / minuman /
obat-obatan yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan kegiatan
operasional kepada pegawai.
d) BelanjaPengiriman Surat Dinas Pos Pusat (521114)
Pengeluaran untuk membiayai Pengiriman surat menyurat dalam
rangka kedinasan yang dibayarkan oleh Kementerian Negara/lembaga.
e) Belanja Honor Operasional Satuan Kerja (521115)
Honor Operasional Satuan Kerja merupakan honor yang menunjang
kegiatan operasional yang bersangkutan dan pembayaran honornya
dilakukan secara terus menerus dari awal sampai dengan akhir tahun
anggaran. Honor tidak tetap yang digunakan untuk kegiatan yang
terkait dengan operasional kegiatan satuan kerja seperti:
1) Honor Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran, Honor Pejabat Pembuat
Komitmen, Honor Pejabat Penguji SPP dan Penanda Tangan SPM,
Honor Bendahara Pengeluaran/Pemegang Uang Muka, Honor Staf
Pengelola Keuangan.
2) Honor Pengelola PNBP (honor atasan langsung. bendahara dan
sekretariat)
3) Honor Pengelola Satuan Kerja (yang mengelola gaji pada
Kementerian Pertahanan)
4) Honor Tim SAI (Pengelola SAK dan SIMAK BMN)
f) Belanja Barang Operasional Lainnya (521119)
Pengeluaran untuk membiayai pengadaan barang yang tidak dapat
ditampung dalam mata anggaran 521111, 521112, 521113, 521114,
dan 521115 dalam rangka kegiatan operasional.
Belanja Barang Operasional Lainnya dapat digunakan untuk belanja
bantuan transport dalam kota. Dalam rangka kegiatan operasional
satker.
2. Belanja Barang Non Operasional (52121) Terdiri dari:
a) Belanja Bahan (521211)
Pengeluaran yang digunakan untuk pembayaran biaya bahan
pendukung kegiatan (yang habis dipakai) seperti alat tulis kantor
(ATK), konsumsi/bahan makanan, bahan cetakan, dokumentasi,
spanduk, biaya fotokopi yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan
non operasional seperti dies natalis, pameran, seminar, sosialisasi,

11
rapat, diseminasi dan lain lain yang terkait langsung dengan output
suatu kegiatan.
b) BelanjaHonor Output Kegiatan (521213)
Honor tidak tetap yang dibayarkan kepada pegawai yang
melaksanakan kegiatan dan terkait dengan output seperti:
1) Honor untuk Pelaksana Kegiatan Penelitian.
2) Honor penyuluh non PNS.
3) Honor Tim Pelaksana Kegiatan (pengarah, penanggung jawab,
koordinator, ketua, sekretaris, anggota dan staf sekretariat).
4) Honor Pejabat Pengadaan Barang/Jasa, Honor Panitia Pengadaan
Barang/Jasa, Honor Panitia Pemeriksa Penerima Barang/Jasa,
untuk pengadaan yang tidak menghasilkan Aset Tetap/Aset
Lainnya.
Honor Output Kegiatan dapat digunakan untuk biaya honor yang
timbul sehubungan dengan/dalam rangka penyerahan barang kepada
masyarakat
Honor Output Kegiatan merupakan honor yang dibayarkan atas
pelaksanaan kegiatan yang insidentil dan dapat dibayarkan tidak terus
menerus dalam satu tahun.
c) Belanja Barang Non Operasional Lainnya (521219)
Digunakan untuk pengeluaran yang tidak dapat ditampung dalam akun
521211 dan 521213.
Belanja Barang Non Operasional Lainnya dapat digunakan untuk:
1) Belanja bantuan transport dalam kota dalam rangka kegiatan non
operasional satker
2) Belanja Barang Non Operasional Lainnya dapat digunakan untuk
biaya-biaya Crash Program.
3) Belanja Barang Non Operasional Lainnya dapat digunakan untuk
pemberian beasiswa kepada pegawai dilingkup K/L atau di luar
lingkup satker.
3. Belanja Langganan Daya dan Jasa (52211)
a) Belanja Langganan Listrik (522111)
Belanja langganan listrik, termasuk belanja apabila terjadi denda atas
keterlambatan pembayaran tagihan langganan listrik.
b) Belanja Langganan Telepon (522112)
Belanja langganan telepon, termasuk belanja apabila terjadi denda atas
keterlambatan pembayaran tagihan langganan telepon.
c) Belanja Langganan Air (522113)
Belanja langganan air, termasuk belanja apabila terjadi denda atas
keterlambatan pembayaran tagihan langganan air.

12
d) Belanja Langganan Daya dan Jasa Lainnya (522119)
Belanja langganan daya dan jasa lainnya, termasuk belanja apabila
terjadi denda atas keterlambatan pembayaran tagihan langganan daya
dan jasa lainnya.
4. Belanja Jasa Pos dan Giro (52212)
Belanja Jasa Pos dan Giro (522121)
Digunakan untuk pembayaran jasa perbendaharaan yang telah
dilaksanakan oleh kantor pos diseluruh Indonesia.
5. Belanja Jasa Konsultan (52213)
BelanjaJasa Konsultan (522131)
Digunakan untuk pembayaran jasa konsultan secara kontraktual termasuk
jasa pengacara yang outputnya tidak menghasilkan aset lainnya.
6. Belanja Jasa Sewa (52214)
Belanja Jasa Sewa (522141)
Digunakan untuk pembayaran sewa (misalnya sewa
kantor/gedung/ruangan, atau sewa lainnya).
7. Belanja Jasa Profesi (52215)
Belanja Jasa Profesi (522151)
Belanja untuk pembayaran honorarium narasumber yang diberikan kepada
pegawai negeri/non-pegawai negeri sebagai narasumber, pembicara,
praktisi, pakar yang memberikan informasi/pengetahuan kepada pegawai
negeri lainnya/masyarakat.
Honorarium narasumber pegawai negeri dapat diberikan dengan
ketentuan:
a) Berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara;
b) Berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta
yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit
eselon I berkenaan/masyarakat
8. Belanja Pemeliharaan (52311)
a) Belanja Biaya Pemeliharaan Gedung dan Bangunan (523111)
Pengeluaran pemeliharaan/perbaikan yang dilaksanakan sesuai dengan
Standar Biaya Umum. Dalam rangka mempertahankan gedung dan
bangunan kantor dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sampai
dengan 2%; dan pemeliharaan/perawatan halaman/taman
gedung/kantor agar berada dalam kondisi normal (tidak memenuhi
syarat kapitalisasi aset tetap gedung dan bangunan).
b) Belanja Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Mesin (523121)
Pengeluaran untuk pemeliharaan/perbaikan untuk mempertahankan
peralatan dan mesin agar berada dalam kondisi normal yang tidak
memenuhi syarat kriteria kapitalisasi aset tetap peralatan dan mesin.

13
9. Belanja Perjalanan Dalam Negeri (52411)
a) Belanja Perjalanan Biasa (524111)
b) Pengeluaran untuk perjalanan dinas melewati batas kota/kabupaten,
perjalanan dinas dalam kota/kabupaten lebih dari 8 jam dan perjalanan
dinas pindah sesuai dengan PMK yang mengatur mengenai perjalanan
dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai
tidak tetap.
c) Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota (524113)
d) Pengeluaran untuk perjalanan dinas yang dilaksanakan di dalam kota
sampai dengan 8 jam sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang
mengatur mengenaiperjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara,
pegawai negeri danpegawai tidak tetap.
e) Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota (524114)
f) Pengeluaran untuk perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat,
seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan di dalam kota satker
penyelenggara dan dibiayai seluruhnya oleh satker penyelenggara,
serta yang dilaksanakan di dalam kota satker peserta dengan biaya
perjalanan dinas yang ditanggung oleh satker peserta.
g) Biaya Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota (524119)
h) Pengeluaran untuk perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat,
seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan di luar kota satker
penyelenggara dan dibiayai seluruhnya oleh satker penyelenggara,
serta yang dilaksanakan di luar kota satker peserta dengan biaya
perjalanan dinas yang ditanggung oleh satker peserta.
c. Belanja Modal
1. Belanja Modal Tanah (53111)
a) Belanja Modal Tanah (531111)
Seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengadaan/ pembelian/
pembebasan penyelesaian, balik nama, pengosongan, penimbunan,
perataan, pematangan tanah, pembualan sertifikat tanah serta
pengeluaran - pengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan
dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat
pembebasan/pembayaran ganti rugi sampai tanah tersebut siap
digunakan/ pakai (swakelola/kontraktual).
b) Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah (531113)
Pengeluaran untuk pembayaran upah tenaga kerja dan honor pengelola
teknis pada saat pengadaan/pembelian tanah secara swakelola sampai
dengan tanah tersebut siap digunakan/dipakai (swakelola).

14
c) Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah (531114)
Pengeluaran yang dilakukan untuk pembuatan sertifikat tanah pada
saat pengadaan/pembelian tanah secara swakelola sampai dengan tanah
tersebut siap digunakan/dipakai (swakelola).
d) Belanja Modal Pengurukan dan Pematangan Tanah (531115)
Pengeluaran yang dilakukan untuk pengurukan/penimbunan, perataan
dan pematangan tanah pada saat pengadaan/pembelian tanah secara
swakelola sampai dengan tanah tersebut siap digunakan/dipakai
(swakelola).
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin (53211)
Belanja Modal Peralatan dan Mesin (532111)
Pengeluaran unluk pengadaan peralatan dan mesin yang digunakan dalam
pelaksanaan kegiatan antara lain biaya pembelian, biaya pengangkutan,
biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan
mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan (53311)
Belanja Modal Gedung dan Bangunan (533111)
Pengeluaran untuk memperoleh gedung dan bangunan secara kontraktual
sampai dengan gedung dan bangunan siap digunakan meliputi biaya
pembelian atau biaya kontruksi. termasuk biaya pengurusan IMB, notaris
dan pajak (kontraktual).
4. Belanja Modal Jaringan (53413)
Belanja Modal Jaringan (534131)
Pengeluaran untuk memperoleh jaringan sampai siap pakai meliputi biaya
perolehan atau biaya kontruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan
sampai jaringan tersebut siap pakai.
5. Belanja Modal Lainnya (53611)
Belanja Modal Lainnya (536111)
a) Pengeluaran untuk memperoleh Aset Tetap Lainnya dan Aset Lainnya
yang tidak dapat diklasifikasikan dalam belanja modal tanah, peralatan
dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan.
b) Pengeluaran untuk memperoleh Aset Tetap Lainnya dan Aset Lainnya
sampai dengan siap digunakan.
c) Belanja Modal Lainnya dapat digunakan untuk pengadaan software,
pengembangan website, pengadaan lisensi yang memberikan manfaat
lebih dari satu tahun baik secara swakelola maupun dikontrakkan
kepada Pihak Ketiga
d) Belanja Modal Lainnya dapat digunakan untuk pembangunan aset
tetap renovasi yang akan diserahkan kepada entitas lain dan masih di
lingkungan pernerintah pusat. Untuk Aset Tetap Renovasi yang

15
nantinya akan diserahkan kepada entitas lain berupa Gedung dan
Bangunan mengikuti ketentuan batasan minimal kapitalisasi.
e) Termasuk dalam belanja modal lainnya: pengadaan/pembelian barang-
barang kesenian, dan koleksi perpustakaan.

16
A. Peraturan terkait Revisi Anggaran
Peraturan yang digunakan terkait pelaksanaan Revisi Anggaran meliputi:
1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32/PMK.02/2013
Tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2013
2. Peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan Nomor PER-12/PB/2013 Tentang
Petunjuk Teknis Revisi Anggaran Yang Menjadi Bidang Tugas Direktorat
Jendral Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013
Peraturan ini tetap berlaku sepanjang belum diterbitkannya peraturan baru yang
mengatur tatacara revisi anggaran Tahun Anggaran 2013. Peraturan mengenai revisi
anggaran ini mengalami perubahan setiap tahun anggaran.
B. Ruang Lingkup Revisi Anggaran
Revisi Anggaran terdiri atas:
1. Perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan
pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya;
2. Perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap
dan/atau
3. Perubahan/ralat karena kesalahan administrasi, yang meliputi:
a. Ralat kode akun sesuai kaidah akuntansi sepanjang dalam peruntukan dan
sasaran yang sama;
b. Ralat kode KPPN;
c. perubahan nomenklatur bagian anggaran dan/atau Satker sepanjang kode
tetap;
d. Ralat kode nomor register PI-ILN/PHDN
e. Ralat kode kewenangan
f. Ralat kode lokasi; dan/atau
g. Ralat cara penarikan PHLN/PHDN
C. Batasan Revisi Anggaran
Revisi Anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan
alokasi anggaran terhadap:
1. Kebutuhan Biaya Operasional Satker kecuali untuk memenuhi Biaya Operasional
pada Satker lain dan dalam peruntukan yang sarna;
2. Pembayaran berbagai tunggakan (tercantum dalam Lembar IV DIPA);
3. Rupiah Murni Pendamping (RMP) sepanjang paket pekerjaan masih berlanjut
(on-going); dan/atau
BAB III REVISI ANGGARAN

17
4. Paket pekerjaan yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya
sehingga menjadi minus.
D. Dokumen terkait Revisi Anggaran
Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilengkapi dokumen pendukung
berupa:
1. Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semula-
menjadi);
2. SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran dan bermeterai; dan
3. ADK RKA-K/L DIPA Revisi.
E. Revisi DIPA dan Revisi POK
1. Revisi DIPA
Merupakan kewenangan Kementerian Keuangan melalui Kanwil DJPB. Revisi
DIPA dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Kanwil DJPB setempat.
Setelah mendapatkan persetujuan Revisi DIPA, KPA menerbitkan revisi POK
sesuai persetujuan revisi DIPA tersebut.
Revisi DIPA yang diajukan ke Kanwil DJPB harus diusulkan oleh KPA masing-
masing Satker.
2. Revisi POK
Merupakan kewenangan KPA masing-masing Satker. Revisi POK dapat
dilakukan sepanjang tidak berakibat pada perubahan POK (volume keluaran, total
biaya per output/kegiatan, total biaya menurut kategori belanja barang dan
belanja modal).
Revisi POK diajukan oleh Penanggungjawab Kegiatan kepada KPA. Selanjutnya
KPA membuat persetujuan/penolakan usulan revisi tersebut. Jika usulan revisi
POK disetujui maka ADK RKAKL harus disesuaikan, dan dikirimkan ke KPPN
setempat sebagai acuan penerbitan SP2D.
Khusus BPS Kabupaten/Kota, sebelum menyetujui usulan revisi POK dari
penanggungjawab kegiatan, diminta agar melakukan konsultasi terlebih dahulu ke
BPS Provinsi, hal ini untuk menghindari adanya perbedaan aktivitas dari setiap BPS
Kabupaten/Kota.

18
SKPA adalah dokumen pemberian kuasa dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
tertentu kepada KPA lainnya untuk menggunakan sebagian kredit anggaran dalam
rangka melaksanakan sebagian/seluruh paket pekerjaan yang telah ditentukan. Peraturan
terkait SKPA yaitu Perdirjen Nomor PER-20/PB/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penggunaan Anggaran Melalui Pemberian Kuasa Antar Kuasa Pengguna Anggaran dan
Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan Nomor SE- 41/ PB/ 2011 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan, Dan Konsolidasi Laporan Keuangan Atas Realisasi Dana Surat Kuasa
Pengguna Anggaran.
A. Prinsip dasar
1. SKPA diterbitkan dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pembayaran
antar wilayah dan dilakukan untuk menunjang pencapaian keluaran (output) KPA
penerbit.
2. Output SKPA penerima harus sesuai dengan rencana output penerbit.
3. SKPA diterbitkan oleh KPA unit eselon yang lebih tinggi kepada KPA unit
eselon yang lebih rendah dalam satu unit eselon 1 yang sama pada suatu
Kementerian Negara/Lembaga.
4. KPA Penerima tidak dapat menerbitkan SKPA lagi kepada KPA Penerima
lainnya atas SKPA yang diterimanya.
5. KPA Penerbit bertanggungjawab atas Indeks Kinerja Kegiatan dan keluaran
(output) dari pekerjaan yang diterbitkan SKPA-nya.
6. KPA Penerima bertanggungjawab atas pencapaian paket pekerjaan dan
penggunaan anggaran yang diterbitkan SKPA-nya
7. Penerbitan SKPA tidak berakibat pada pemindahan pagu DIPA/dari KPA
penerbit kepada KPA penerima.
B. Penerbitan dan Penatausahaan SKPA
1. SKPA diterbitkan sesuai fungsi, subfungsi, program, kegiatan, output, akun
sebagaimana tercantum dalam DIPA KPA penerbit.
2. SKPA diterbitkan dengan kode satuan kerja KPA penerbit, kode lokasi KPA
penerbit dan kode kantor bayar KPPN penerima.
3. SKPA diterbitkan per jenis belanja dan berlaku untuk 1 (satu) tahun anggaran.
4. KPA penerbit menerbitkan SKPA untuk digunakan sebagai dasar penggunaan
anggaran oleh KPA penerima.
5. SKPA diterbitkan melalui aplikasi SPM dengan format sebagaimana telah diatur
dalam peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
BAB IV SURAT KUASA PENGGUNA ANGGARAN (SKPA)

19
6. SKPA disampaikan kepada KPPN penerbit rangkap 8 (delapan) dengan dilampiri
ADK SKPA untuk mendapatkan pengesahan.
7. Jika terdapat revisi POK, KPA penerbit juga harus menyampaikan ADK revisi
POK kepada KPPN penerbit.
8. KPPN penerbit akan melakukan pengujian SKPA sebelum disahkan.
9. KPA penerbit mengirimkan SKPA yang telah disahkan kepada KPA penerima
rangkap 2 (dua) dengan disertai ADK SKPA untuk dijadikan sebagai dasar
penggunaan anggaran, dan menyimpan 1 lembar untuk pertinggal.
C. Pencairan dana SKPA
1. KPA penerima menyampaikan 1 lembar SKPA kepada KPPN penerima sebelum
pengajuan SPM pertama kali.
2. KPPN penerima akan menguji SKPA yang telah diserahkan KPA penerima
dengan data SKPA dari KPPN penerbit.
3. KPA penerima membukukan pengeluaran yang berasal dari SKPA secara
terpisah dengan dana yang berasal dari DIPA.
D. Pelaporan Keuangan dan Rekonsiliasi.
1. KPA penerima menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan Laporan Keuangan
(LK) atas pelaksanaan SKPA secara terpisah dengan penyelenggaraan akuntansi
dan penyusunan laporan keuangan atas dana DIPA yang dikelolanya.
2. KPA penerima melakukan rekonsiliasi atas realisasi dana SKPA dengan KPPN
penerima setiap bulan, dan menyusun LK atas realisasi dana SKPA setiap
triwulan
3. LK SKPA yang dibuat oleh KPA penerima, disampaikan kepada KPA penerbit
disertai dengan ADK beserta copy Berita Acara Rekonsiliasi paling lambat 1
(satu) hari kerja sebelum penyampaian LK oleh KPA penerbit SKPA.
4. KPA penerbit melakukan konsolidasi atas LK SKPA yang diterima dari KPA
penerima dengan LK atas dana DIPA.
E. Pelaporan pelaksanaan pekerjaan
1. Setelah pelaksanaan pembayaran berakhir atau berakhirnya tahun anggaran, KPA
penerima wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pekerjaan kepada KPA
penerbit.
2. Laporan pelaksanaan pekerjaan tersebut menggunakan format yang telah
ditentukan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 20 Tahun
2011.
3. Jika dalam pelaksanaan pekerjaan SKPA menghasilkan BMN maka KPA
4.
5. penerbit melakukan pemindahtanganan BMN kepada KPA penerima.
6. KPA penerima BMN mencatat BMN tersebut kedalam SIMAK-BMN.

20
Kerja sama pada BPS adalah kesepakatan antara unit kerja pada BPS dan mitra
kerja sama dari dalam maupun dari luar negeri untuk kegiatan statistik, teknologi
informasi, dan/atau pengembangan sumber daya manusia dimana masing-masing pihak
mempunyai hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang jelas berdasarkan kesepakatan
bersama yang dituangkan dalam perjanjian tertulis dalam kerangka Sistem Statistik
Nasional. (Perka BPS No. 37 Tahun 2012).
Jenis Kerjasama di BPS terdiri dari:
A. Hibah
B. PNBP
C. Swakelola
Semua jenis kerjasama yang dilakukan oleh satker harus diungkapan ke dalam
Laporan Keuangan (CaLK).
A. Hibah
Hibah adalah pendapatan/belanja pemerintah pusat yang berasal dari/untuk
badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, pemerintah negara asing,
badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional baik dalam bentuk devisa,
rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak
perlu dibayar/diterima kembali, yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus
menerus (PMK No. 191 Tahun 2011).
Hibah Daerah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari
Pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara
spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian.
Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa
dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau
jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar
kembali.
Berdasarkan mekanisme pencairannya hibah dibagi menjadi:
1. Hibah Terencana
2. Hibah Tidak Terencana
Berdasarkan sumbernya hibah dibagi menjadi:
1. Bersumber dari dalam negeri
2. Bersumber dari luar negeri
Berdasarkan bentuknya hibah dibagi menjadi:
1. Barang/Jasa
2. Uang
a. Uang tunai
b. Uang untuk membiayai kegiatan
BAB V KERJASAMA

21
3. Surat Berharga
Mekanisme Pelaksanaan Hibah Langsung
1. Penandatanganan MOU atau dokumen yang dipersamakan
a. Pemberi hibah dan penerima hibah membuat ikatan kerjasama atau perjanjian
tentang hibah.
b. Berdasarkan naskah perjanjian hibah tersebut penerima hibah bersama-sama
pemberi hibah membuat Disbursement Plan, dan Grant Summary dan
mengirim ke Biro Keuangan sebagai dasar pembuatan surat permintaan nomor
register ke Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian
Keuangan.
2. Registrasi
a. Mengajukan Surat Permohonan Nomor Register Hibah ke DJPU yang
ditandatangani oleh Sekretaris Utama (Sestama) dengan melampirkan:
1) Naskah Perjanjian Hibah atau dokumen yang dipersamakan.
2) Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung yang dibuat oleh
subject matter/ satker penerima hibah.
3) Surat Permohonan nomor register kepada Sestama dari subject matter
satker penerima hibah.
4) Ringkasan Perjanjian Hibah (Grant Summary)
5) Rencana Penarikan Dana (Disbursement Plan)
b. DJPU akan mengeluarkan nomor register dan dikirim ke Sestama cq. Biro
Keuangan.
c. Biro Keuangan akan menerima nomor register dan kemudian menyampaikan
ke subject matter/ satker penerima hibah, sebagai dasar untuk revisi DIPA.
3. Pembukaan rekening
a. Mengajukan izin pembukaan rekening lainnya ke Direktorat Jenderal
Perbendaharan (DJPB) yang ditandatangani oleh Sestama dengan
melampirkan:
1) Naskah Perjanjian Hibah atau dokumen yang dipersamakan
2) Grant Summary
3) Disbursement Plan
4) Nomor Register Hibah
b. DJPB mengeluarkan surat persetujuan pembukaan rekening
c. Dengan Surat Persetujuan tersebut subject matter Penerima Hibah dapat
membuka rekeningnya pada bank yang ditunjuk
d. Donor dapat mentransfer dana hibah ke rekening lainnya.
e. Atas dasar nomor rekening bank yang diterima, subject matter membuat surat
laporan pembukuan rekening ditujukan ke Sestama.

22
f. Sestama menandatangani surat pernyataan penggunaan rekening beserta
penyampaian nomor rekening yang telah dibuka dan surat tersebut ditujukan
ke DJPB.
Dana hibah dapat ditampung sementara dalam rekening Bendahara Pengeluaran
sebelum persetujuan pembukaan rekening hibah disahkan, hal ini merujuk pada
Surat Edaran DJPBN Nomor SE-2/PB/2012 tentang Petunjuk Lebih Lanjut
Pengelolaan Hibah Langsung Baik Dalam Bentuk Uang Maupun
Barang/Jasa/Surat Berharga Tahun 2011, Huruf E Romawi II nomor 3 dan 4.
4. Revisi Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA)
a. Untuk Satker Sestama subject matter mengajukan revisi DIPA ke Biro Bina
Program.
b. Untuk Satker BPS Propinsi/Kabupaten/Kota mengajukan revisi DIPA ke
Kantor Wilayah (Kanwil) DJPB setempat.
c. Pengajukan revisi DIPA dilampiri dengan:
1) MOU
2) Grant Summary
3) Disbursement Plan
4) Nomor Register dari DJPU
5) Surat pernyataan pengalokasian dana dalam DIPA
d. Biro Bina Program mengajukan surat permohonan ijin revisi DIPA ke DJA
melalui Sestama. Sestama mengajukan surat ijin Revisi DIPA ke DJA. Untuk
Satker BPS Propinsi/Kabupaten/Kota mengajukan revisi DIPA ke Kanwil
DJPB setempat.
e. Penyesuaian pagu belanja dilakukan melalui revisi DIPA yang diajukan
kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kanwil DJPB untuk
disahkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara revisi
anggaran.
f. Penyesuaian pagu belanja sebagaimana dimaksud adalah sebesar yang
direncanakan akan dilaksanakan sampai dengan akhir tahun anggaran
berjalan, paling tinggi sebesar perjanjian hibah atau dokumen yang
dipersamakan.
g. Subject matter/ satker dapat langsung menggunakan uang yang berasal dari
hibah langsung tanpa menunggu terbitnya revisi DIPA (hibah dalam bentuk
uang tunai).
5. Pengesahan Hibah Langsung
a. PA/KPA mengajukan Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung (SP2HL)
atas seluruh Pendapatan Hibah Langsung yang bersumber dari dalam negeri
dalam bentuk uang sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersumber

23
dari hibah langsung yang bersumber dari dalam negeri sebesar yang telah
dibelanjakan pada tahun anggaran berjalan kepada KPPN mitra kerjanya.
b. Atas Pendapatan Hibah Langsung bentuk uang dan/atau belanja yang
bersumber dari hibah langsung, PA/KPA membuat dan menyampaikan
SP2HL ke KPPN dengan dilampiri:
1) copy Rekening atas Rekening Hibah;
2) Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung (SPTMHL);
3) SPTJM; dan
4) Copy surat persetujuan pembukaan rekening untuk pengajuan SP2HL
pertama kali.
c. Atas dasar SP2HL, KPPN membukukan Pendapatan Hibah Langsung dan
belanja yang bersumber dari hibah langsung serta saldo kas di K/L dari hibah.
d. Atas dasar SPHL yang diterima dari KPPN, DJPU membukukan Pendapatan
Hibah Langsung.
e. Atas dasar SPHL yang diterima dari KPPN, PA/KPA membukukan belanja
yang bersumber dari hibah langsung dan saldo kas di K/L dari hibah ke dalam
Sistem Akuntansi Instansi (SAI).
f. Setiap bulan PA/KPA melakukan rekonsiliasi dengan KPPN dan kedua belah
pihak menandatangani Berita Acara Rekonsiliasi.
6. Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung Bentuk Uang (Jika Ada
Pengembalian).
a. Sisa uang yang bersumber dari hibah langsung dalam bentuk uang, dapat
dikembalikan melalui mekanisme disetor ke kas negara/ daerah atau
dikembalikan langsung ke rekening Pemberi Hibah sesuai perjanjian hibah
atau dokumen yang dipersamakan.
b. Atas pengembalian pendapatan hibah langsung PA/KPA mengajukan Surat
Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung (SP4HL)
kepada KPPN mitra kerjanya dalam hal hibah berasal dari dalam negeri.
c. Atas pengembalian Pendapatan Hibah Langsung bentuk uang, PA/KPA
membuat dan menyampaikan Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan
Hibah Langsung (SP4HL) ke KPPN dengan dilampiri:
1) copy rekening atas Rekening Hibah;
2) copy bukti pengiriman/transfer kepada Pemberi Hibah;
3) SPTJM.
d. Atas dasar SP4HL, KPPN menerbitkan SP3HL dalam rangkap 3 (tiga) dengan
e. Atas dasar SP3HL, KPPN membukukan pengembalian Pendapatan Hibah
Langsung dan mengurangi saldo kas di K/L dari hibah.
f. Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN untuk pendapatan hibah tahun
berjalan, DJPU membukukan pengembalian Pendapatan Hibah Langsung
sebagai pengurang realisasi pendapatan hibah.

24
g. Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN untuk pendapatan hibah tahun
yang lalu, DJPU tidak melakukan pencatatan, namun diungkapkan dalam
CaLK.
h. Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN, PA/KPA membukukan
pengurangan saldo kas di K/L dari hibah.
i. Saldo kas di K/L dari hibah tidak boleh bernilai negatif.
7. Penutupan Rekening
a. Sebelum batas akhir penarikan dana subject matter/ satker dapat melakukan
perpanjangan atau penutupan rekening.
b. Jika subject matter/ satker memperpanjang penggunaan rekening hibah, maka
Biro Keuangan akan membuat surat pelaporan penggunaan rekening hibah
yang ditandatangani oleh Sestama dan kemudian mengirim ke DJPB
c. Jika subject matter/ satker akan melakukan penutupan rekening, Biro
Keuangan membuat surat pemberitahuan penutupan rekening yang
ditandatangani oleh Sestama dan mengirim ke DJPB dengan dilampiri:
1) Surat permohonan penutupan rekening hibah
2) Grant Summary
3) Disbursement Plan
4) Rekening Koran
8. Pertanggungjawaban Penerima Hibah (Permendagri No.32 Tahun 2011 Pasal 19
yang mengacu pada PP No 10 Tahun 2011).
Penerima hibah bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan
hibah yang diterimanya. Pertanggungjawaban penerima hibah meliputi:
a. Laporan penggunaan hibah;
b. Surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang
diterima telah digunakan sesuai Dokumen Perjanjian Hibah; dan
c. Bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-
undangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah terima
barang/jasa bagi penerima hibah berupa barang/jasa.
d. Bukti Pertanggungjawaban disimpan dan dipergunakan oleh penerima hibah
selaku obyek pemeriksaan.

25
Mekanisme Pelaksanaan Hibah Tidak Langsung
Proses yang membedakan antara hibah langsung dan tidak langsung adalah
pembukaan rekening khusus, penerbitan peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
dan proses pembayaran dana hibah. Mekanisme ini terdapat pada BPS Pusat.
B. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari
penerimaan perpajakan (Perka BPS No. 37 Tahun 2012).
Mekanisme Pelaksanaan PNBP
1. Mitra kerja sama dan satker membuat perjanjian kerja sama.
2. Naskah perjanjian kerja sama yang sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak
dikirim ke Biro Keuangan dan Biro Bina Program untuk dilakukan revisi POK.
Untuk satker yang belum memiliki PAGU anggaran penerimaan maka terlebih
dahulu mengajukan usulan revisi DIPA ke BPS Pusat (Biro Bina Program).
3. Satker menginformasikan nama dan nomor rekening bendahara penerimaan ke
mitra kerja sama.
4. Mitra kerja sama mentransfer sejumlah dana terkait dengan penjualan jasa ke
rekening atas nama bendahara penerimaan.
5. Bendahara penerimaan menyetor dana PNBP ke Kas Negara.
6. Subject matter/satker sudah bisa menggunakan pagu PNBP dengan izin
penggunaan PNBP berdasarkan kontrak kerja sama dengan pihak lain paling
tinggi sebesar 98,26%, sehingga terjadi perbedaan antara nilai Mou dengan RAB.

26
7. Subject matter/satker harus membukukan seluruh penerimaan dan pengeluaran
PNBP berdasarkan bukti pungutan dan setoran.
8. Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen yang berkaitan dengan
perbendaharaan negara wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut
dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. Swakelola
Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi
sendiri.
Mekanisme Pelaksanaan Swakelola
1. Mitra kerja sama dan satker membuat perjanjian kerjasama swakelola.
2. Naskah perjanjian kerjasama swakelola yang sudah ditandatangani oleh kedua
belah pihak beserta POK nya dikirim ke Biro Keuangan.

27
3. Berdasarkan perjanjian kerjasama tersebut, Satker membuat surat permohonan
pembukaan rekening penampung dana swakelola yang ditandatangani oleh
Sestama dan dikirim ke DJPB.
4. Setelah mendapat persetujuan dari DJPB, Satker membuat rekening penampung
dana swakelola.
5. Satker menyampaikan informasi nomor rekening atas nama proyek swakelola ke
mitra kerja sama dan subject matter.
6. Subject matter melakukan pekerjaan sesuai kontrak kerjasama.
7. Mitra kerja sama mentransfer sejumlah dana untuk keperluan operasional proyek.
8. Subject matter secara berkala menyampaikan laporan pelaksanaan pekerjaan dan
penggunaan uang ke mitra kerja sama.
9. Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen yang berkaitan dengan
perbendaharaan negara wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut
dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

28
PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari
penerimaan pajak (UU No. 20 Tahun 1997 pasal 1, PMK No.190/PMK.05/2012 pasal 1).
A. Penggolongan PNBP:
1. Penerimaan Umum:
Pendapatan yang biasa dilakukan oleh seluruh instansi pemerintah dan tidak bisa
ditarik/digunakan.
2. Penerimaan Fungsional:
Pendapatan yang berasal dari instansi yang bersangkutan karena menjalankan
tupoksinya dan bisa ditarik/digunakan kembali.
B. Jenis dan Tarif PNBP di BPS
Penerimaan umum di BPS meliputi:
1. Penjualan dokumen pelelangan,
2. Penjualan lainnya,
3. Penjualan kendaraan bermotor,
4. Penjualan asset yang berlebih/dihapus,
5. Sewa rumah dinas/negeri,
6. Pendapatan jasa lembaga keuangan (jasa giro bendaharawan),
7. Denda keterlambatan pekerjaan,
8. Penerimaan kembali belanja pegawai pusat tahun anggaran yang lalu,
9. Penerimaan kembali belanja lainnya RM tahun anggaran yang lalu,
10. Penerimaan kembali/ganti rugi yang diderita oleh Negara.
Penerimaan fungsional Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2009
dijelaskan bahwa jenis PNBP yang berlaku pada Badan Pusat Statistik meliputi
penerimaan dari :
1. Penjualan publikasi cetakan;
2. Penjualan publikasi elektronik/softcopy;
3. Penjualan data mentah;
4. Penjualan peta digital wilayah;
5. Penyeleksian calon mahasiswa baru Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
6. Jasa pendidikan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik bagi pegawai tugas belajar
non-Badan Pusat Statistik;
7. Jasa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional;
8. Jasa sewa sarana dan prasarana Badan Pusat Statistik;
BAB VI PNBP DAN RUMAH DINAS

29
9. Jasa pelayanan kegiatan statistik dan teknologi informasi berdasarkan kontrak
kerja sama dengan pihak lain.
Penetapan tarif untuk masing-masing jenis PNBP tersebut sebagai berikut:
1. Tarif atas jenis PNBP no.1-8 dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No.54 Tahun
2009 dalam bentuk satuan rupiah.
2. Tarif untuk jenis PNBP no.9 adalah sebesar nilai nominal yang tercantum dalam
kontrak kerjasama dan dalam bentuk satuan rupiah, dollar Amerika, yen, atau
euro.
3. Tarif atas jenis PNBP no.1-4 tidak termasuk biaya pengiriman dan jasa
perbankan. Biaya pengiriman dan jasa perbankan dibebankan kepada Wajib
Bayar.
4. Tarif atas jenis PNBP no. 5 tidak termasuk biaya tes kesehatan, konsumsi,
transportasi, dan/atau akomodasi. Biaya tes kesehatan, konsumsi, transportasi,
dan/atau akomodasi dibebankan kepada Wajib Bayar.
5. Tarif atas jenis PNBP no. 6 tidak termasuk biaya buku, literature, seragam,
atribut, masa integrasi pendidikan kampus, asuransi, konsumsi, transportasi,
dan/atau akomodasi. Biaya buku, literature, seragam, atribut, masa integrasi
pendidikan kampus, asuransi, konsumsi, transportasi, dan/atau akomodasi
dibebankan kepada Wajib Bayar.
6. Tarif atas jenis PNBP no. 7 tidak termasuk biaya konsumsi, transportasi, dan/atau
akomodasi. Biaya konsumsi, transportasi, dan/atau akomodasi dibebankan kepada
Wajib Bayar.
7. Terhadap pihak tertentu, untuk penjualan atas jenis PNBP no.1-4 dapat dikenakan
tarif sebesar Rp.0,00 (nol rupiah). Pihak tertentu tersebut terdiri atas:
a. Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah,
b. Lembaga Negara,
c. Perwakilan Negara Asing,
d. Lembaga Internasional.
Pengenaan tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah) terhadap pihak tertentu diberikan
untuk layanan sebagai berikut:
a. Publikasi cetakan sebanyak 1 (satu) eksemplar publikasi cetakan,
b. Publikasi elektronik/softcopy sebanyak 1 (satu) keping publikasi elektronik,
c. Data mentah sampai dengan 5 MB (lima Mega Bytes),
d. Peta digital wilayah sebanyak 1 (satu) peta.
Catatan:
a. Instansi pemerintah pusat dan daerah serta lembaga negara yang
melaksanakan kegiatan terkait tugas perencanaan pembangunan, pengelolaan
keuangan negara, pengawasan dan pemeriksaan keuangan dan pembangunan,
dan/atau penanggulangan bencana yang bersifat nasional dan lintas sektor

30
dapat diberikan publikasi cetakan, publikasi elektronik/softcopy, data mentah,
dan/atau peta digital wilayah lebih banyak dari satuan yang ditetapkan di atas.
b. Khusus untuk kegiatan pendidikan dan penelitian nonkomersial di lingkungan
institusi pendidikan, dapat diberikan pengenaan tarif sebesar Rp0,00 (Nol
Rupiah) dimana pelaksanaan pengenaan tarif Rp0,00 (Nol Rupiah) tersebut
dilakukan melalui nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara
Badan Pusat Statistik dengan instansi pemerintah yang berwenang di bidang
pendidikan.
C. Pemungutan dan Penyetoran PNBP
1. Pemungutan
a. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan
APBN dan PMK No. 3 Tahun 2012 mengenai Tata Cara penyetoran PNBP
menyatakan bahwa:
1) Orang atau badan yang melakukan pemungutan atau penerimaan uang
negara wajib menyetor seluruh penerimaan pada akhir hari kerja melalui
Bank Umum atau badan lainnya yang ditunjuk oleh Kementerian
Keuangan.
2) Penyetoran PNBP oleh Bendahara Penerimaan pada hari kerja berikutnya
setelah PNBP diterima dapat dilakukan dalam hal:
a) PNBP diterima pada hari libur/yang diliburkan
b) Layanan Bank/Pos Persepsi yang sekota dengan tempat kedudukan
Bendahara Penerimaan tidak tersedia
c) Dalam hal tidak tersedia layanan Bank/Pos persepsi yang sekota
dengan tempat kedudukan bendahara penerimaan, sepanjang
memenuhi kondisi:
Kondisi geografis satker yang tidak memungkinkan melakukan
penyetoran setiap hari;
Jarak tempuh antara lokasi Bank/Pos Persepsi dengan tempat
kedudukan bendahara melampaui waktu 2 jam, dan/atau;
Biaya yang dibutuhkan untuk penyetoran PNBP lebih besar
daripada penerimaan yang diperoleh.
3) Penyetoran penerimaan negara yang dilakukan melampaui waktu yang
ditetapkan akan dikenakan sanksi adminstrasi berupa denda. Pengenaan
denda tidak berlaku terhadap keterlambatan penyetoran yang diakibatkan
oleh keadaan kahar.
4) Bendahara penerimaan dilarang menyimpan uang dalam penguasaannya
pada rekening pribadi.

31
b. Berdasarkan Peraturan Kepala BPS No. 28 Tahun 2012, dinyatakan bahwa:
1) Setiap surat perjanjian kerjasama atau dokumen PNBP lainnya yang dibuat
unit kerja harus difotokopi dan disampaikan kepada Bendahara
Penerimaan.
2) Penerimaan setoran uang tunai PNBP:
a) Bendahara Penerimaan menerima uang tunai dari wajib bayar dan/atau
kasir/petugas layanan perpustakaan dan membuat kuitansi tanda
terima. Uang tunai dari kasir/petugas layanan disertai kuitansi
prenumbered lembar kedua.
b) Bendahara Penerimaan melakukan pemeriksaan silang (crosscheck)
dengan dokumen PNBP dari unit kerja yang bersangkutan.
c) Bendahara Penerimaan membukukan uang tunai yang diterima.
3) Penerimaan setoran melalui transfer:
a) Bendahara Penerimaan menerima bukti transfer beserta kuitansi
prenumbered dari kasir untuk penjualan publikasi, data mentah, dan
peta digital wilayah.
b) Bendahara Penerimaan menerima bukti transfer dari unit kerja
pengelola kerjasama.
c) Bendahara Penerimaan melakukan pengecekan ke bank persepsi setiap
kali menerima bukti transfer baik dari kasir maupun dari unit kerja.
d) Bendahara Penerimaan membukukan dana yang diterima melalui
transfer bank.
e) Bendahara Penerimaan membuat rekapitulasi setoran yang sejenis
(misal Penyeleksian Calon Mahasiswa Baru STIS).
2. Penyetoran ke Kas Negara
a. Setoran tunai ke Kas Negara
Tugas Bendahara Penerimaan:
1) Menelaah kode MAP PNBP
2) Melakukan penomoran SSBP
3) Membuat/mengetik setoran dengan SSBP
4) Membayar setoran penerimaan ke kantor pos
5) Menyampaikan tembusan SSBP (7 lembar) yang sudah mendapat NTPN
ke WB/subject matter dan unit terkait.
b. Setoran dari rekening Bendahara Penerimaan
Tugas Bendahara Penerimaan:
1) Menelaah kode MAP PNBP
2) Melakukan penomoran SSBP
3) Membuat/mengetik setoran dengan SSBP
4) Melakukan konfirmasi ke bank persepsi untuk pemblokiran jumlah PNBP
yang akan disetor.

32
5) Meminta Pejabat Pemungut PNBP menandatangani cek atas dana PNBP
yang masuk ke rekening.
6) Menyetorkan cek atas dana PNBP tersebut ke bank persepsi (proses
pemindahbukuan)
7) Menyampaikan tembusan SSBP (7 lembar) yang sudah mendapat NTPN
ke wajib bayar dan unit kerja terkait.
D. Pengelola PNBP
1. Pengelola PNBP di BPS Provinsi dan BPS Kabupaten/Kota adalah Kepala Satker
dan Bendahara Penerimaan. Bendahara Penerimaan ditetapkan dengan SK KPA
(Kepala Satker).
Selain itu, yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan PNBP, adalah:
a. Kepala Bidang BPS Provinsi/Kepala Seksi BPS Kabupaten/Kota
b. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
c. Kabag Tata Usaha/Kasubag Tata Usaha.
d. Bendahara Pengeluaran/BP Pembantu.
e. Kasir/Petugas Layanan Perpustakaan.
2. Unit Kerja Pengelola PNBP di BPS Provinsi/ Kabupaten/ Kota adalah sebagai
berikut:
a. Penjualan publikasi cetakan, publikasi elektronik/softcopy, data mentah, dan
peta digital wilayah dilaksanakan oleh Bidang Integrasi Pengolahan dan
Diseminasi Statistik (IPDS) di BPS Provinsi, dan Seksi IPDS di BPS
Kabupaten/Kota.
b. Jasa pelayanan kegiatan statistik dan teknologi informasi berdasarkan kontrak
kerja sama dengan pihak lain oleh BPS Provinsi, dan BPS Kabupaten/Kota.
E. Rekonsiliasi
Dalam Perka BPS No. 28 Tahun 2012 disebutkan:
Penerimaan:
1. Bendahara Penerimaan wajib melakukan rekonsiliasi tiap bulan dengan unit kerja
penghasil PNBP (misalnya Subdit Layanan dan Promosi Statistik atau Bidang
IPDS) dan mambuat Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) internal.
2. Rekonsiliasi dengan staf pengelola keuangan untuk input SAI dan membuat BAR
internal.
3. Rekonsiliasi Pengelola SAI dengan KPPN setempat di BPS Provinsi atau BPS
Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam BAR.
Penggunaan:
Unit kerja penghasil kegiatan PNBP wajib:
1. Menyampaikan realisasi fisik kegiatan PNBP bulan sebelumnya ke Biro
Keuangan.

33
2. Melakukan rekonsiliasi dengan Bagian Perbendaharaan, Biro Keuangan atas daya
serap anggaran kegiatan tersebut (realisasi keuangan).
3. Mengajukan rencana penggunaan dana PNBP bulan berikutnya.
F. Input data PNBP ke dalam SAI
SAI Kabupaten/Kota dikompilasi menjadi SAI Wilayah dan kemudian dikompilasi
menjadi SAI Pusat + Daerah.
SAI Kabupaten/Kota —> SAI Wilayah —> SAI Pusat + Daerah
Penerimaan umum PNBP diinput ke dalam SAI di masing-masing satker sedangkan
penerimaan fungsional diinput ke dalam SAI di BPS Pusat. Satker hanya
mengirimkan bukti setor ke Bendahara penerima di BPS Pusat.
G. Pelaporan PNBP
1. Bendahara penerimaan wajib membuat laporan PNBP secara berkala baik
bulanan maupun triwulanan.
2. Laporan dikirim ke BPS Pusat u.p Bagian Akuntansi selambat-lambatnya tanggal
7 bulan berjalan.
3. Laporan PNBP Propinsi (wilayah) merupakan akumulasi dari seluruh PNBP Prop
+ Kabupaten + Kota dari Propinsi ybs.
Alur pelaporan PNBP:
Laporan Realisasi PNBP BPS tingkat Kabupaten/Kota —> Laporan Realisasi PNBP
BPS tingkat Wilayah (Prop + Kab + Kota) —> Laporan Realisasi PNBP BPS tingkat
Pusat —> DJ PNBP
H. Rumah Dinas
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. menyatakan bahwa Kegiatan
pengintensifan penerimaan Negara termasuk melakukan pemungutan Sewa atas
pemanfaatan BMN. Besarnya tarif dan prosedur pemungutan ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
1. Pejabat/pegawai yang menempati rumah dinas agar diterbitkan surat keputusan
penunjukan penempatan rumah dinas.
2. Sewa rumah dinas tersebut agar dipungut atau dipotong melalui gaji yang
bersangkutan.
3. Biaya langganan daya dan jasa rumah dinas yang ditempati pejabat/pegawai tidak
dapat dibebankan pada APBN.
4. Biaya pemeliharaan rumah dinas yang ditempati pejabat/pegawai tidak dapat
dibebankan pada APBN.

34
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 082 Tahun 2002
tentang Pemberian Kuasa Penetapan Penghunian dan Pencabutan Penghunian
Rumah Negara Golongan I (Rumah Jabatan) Milik Badan Pusat Statistik
dinyatakan bahwa untuk kelancaran tugas Penunjukan dan Pencabutan Hak
Penghunian Rumah Negara milik BPS, maka pihak yang diberikan kuasa untuk
menerbitkan Surat Izin Penghunian dan Pencabutan Hak Penghunian Rumah Negara
Golongan I (Rumah Jabatan) adalah:
1. Sekretaris Utama Sekretariat Utama diberikan kuasa untuk Menerbitkan Surat
Izin Penghunian dan Pencabutan Hak Penghunian Rumah Negara di BPS yang
dihuni oleh Kepala BPS Provinsi, dan Rumah Negara yang berlokasi di Jakarta,
kecuali Rumah Negara milik BPS Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Kepala BPS Provinsi diberikan kuasa untuk Menerbitkan Surat Izin Penghunian
dan Pencabutan Hak Penghunian Rumah Negara yang dihuni oleh Pejabat
Struktural di bawahnya, yang berada di wilayahnya masing-masing.
Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
No.373/KPTS/2001 tentang Sewa Rumah Negara pasal 3, dinyatakan bahwa:
1. Perhitungan sewa Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II
dilakukan oleh Bendaharawan Gaji pada Kantor/Satuan Kerja penghuni Rumah
Negara yang bersangkutan.
2. Perhitungan sewa Rumah Negara Golongan III dilakukan oleh:
a. Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman, atau pejabat yang
ditunjuk olehnya untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, wilayah yang
berbatasan Kabupaten Bogor, Tangerang dan Bekasi.
b. Kepala Dinas yang membidangi urusan Rumah Negara Propinsi/Dinas
yang membidangi urusan Rumah Negara Kabupaten/Kota untuk daerah
lainnya.
Berdasarkan Surat Edaran No. 22/A/2002:
1. Rumus perhitungan sewa rumah negara Gol. I/II merujuk kepada lampiran Surat
Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah
No.373/KPTS/M/2001yang dituangkan dalam Surat Ijin Penghunian (SIP) yang
diterbitkan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan SIP masing-masing
Kantor/Satuan Kerja.
2. Pelaksanaan pemungutan sewa rumah negara Gol. I/II dilakukan oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) dengan menerbitkan Surat Penagihan
(SPn) berdasarkan SIP yang diterbitkan oleh Kantor/Satuan Kerja, dan dipungut
langsung dari gaji masing-masing Kantor/Satuan Kerja. Pelaksanaan pemungutan
sewa rumah negara gol.III disetor ke rekening kas negara oleh masing-masing
wajib bayar dan ditatausahakan oleh KPPN sebagai PNBP).
3. Pengawasan atas pelaksanaan pemungutan sewa rumah negara Gol. I/II dilakukan
oleh Pembina Barang Inventaris Instansi bersangkutan bersama-sama Direktorat
Jenderal Anggaran, dalam hal ini di daerah yang dilakukan oleh Kantor Wilayah

35
Departemen/Lembaga dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran.
Pengawasan atas pelaksanaan pemungutam sewa rumah negara Gol. III dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Anggaran bersama-sama Direktorat Jenderal Perumahan
dan Permukiman atau pejabat yang ditunjuk untuk Daerah Khusus Ibukota
Jakarta wilayah yang berbatasan Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi, dan
dalam hal ini di daerah dilakukan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Anggaran dan Dinas yang membidangi urusan rumah negara
Propinsi/Kabupaten/Kota.
4. Perhitungan Sewa Rumah Negara:
Rumus Sewa:
Sb = 2,75% x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk
Sb : Sewa bangunan per bulan
2,75% : Prosentase sewa terhadap nilai bangunan
Lb. : Luas bangunana dalam meter persegi
Hs. : Harga satuan bangungan per meter persegi
Ns : Nilai sisa bangunan/layak huni (60%)
Fkb : Faktor klasifikasi tanah/kelas bumi (%)
Fk : Faktor keringanan sewa untuk PNS (5%)
Keterangan:
a. Prosentase Sewa
Prosentase sewa terhdapa nilai bangunan 2,75%
b. Luas Bangunan (Lb)
Luas bangunan dalam meter persegi dihitung dari as ke as
c. Harga Satuan (Hs)
1) Harga satuan bangunan sesuai klasifikasi dalam keadaan baru berdasarkan
Peraturan Pemerintah Daerah Setempat (Kabupaten/Koya) pada tahun
yang berjalan.
2) Harga satuan bangunan, dengan:
a) Luas bangunan 36-95 m² mengikuti harga satuan tipe C,D, E.
b) Luas bangunan 96 – 185 m² mengikuti harga satuan tipe B.
c) Luas bangunan 186 m² ke atas mengikuti harga satuan tipe A.
3) Harga satuan bangunan semi permanen (dinding bagian bawah batu/batako
dan bagian atas papan/anyaman bambu) 50% x Hs.
d. Nilai Sisa Bangunan (Ns)
Nilai sisa bangunan ditetapkan 60% sebagai bangunan layak huni
(Nilai sisa bangunan antara 20% s/d 100% dengan rata-rata 60%)
e. Faktor Klasifikasi Tanah (Fkb)

36
Faktor klasifikasi tanah adalah besar prosentase sewa terhdapa klasifikasi
tanah/kelas bumi sebagaimna tercantun dalam SPPT Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), sebagai berikut:
Klasifikasi
tanah
Penggunaan
Bangunan
Kelas Bumi
A1 s.d
A10
(%)
A11 s.d
A20
(%)
A21 s.d
A30
(%)
A31 s.d
A40
(%)
A41 s.d
A50
(%)
Rumah 80 70 60 50 40
f. Faktor Keringanan (Fk)
Faktor keringanan sewa untuk PNS (5%).
g. Sewa Rumah Negara Dengan Luas Tanah Melebihi Standar
Standar luas tanah Rumah Negra sesuai Tipe:
Tipe Luas Bangunan Luas Tanah
A 250 m² 600 m²
B 120 m² 350 m²
C 70 m² 200 m²
D 50 m² 120 m²
E 36 m² 100 m²
Rumah Negara yang berdiri di atas persil dengan luas tanah melebihi luas
standar lebih dari 20% dikenakan sewa tambahan atas kelebihan luas tanaha
sebagai berikut:
St = 2% x [(Lt x NJOP) x Fk]/tahun
St : Sewa kelebihan tanah per tahun
2% : porsentase sewa terhadap nilai tanah
Lt : Luas kelebihan tanah dari standar dalam meter persegi
NJOP : Nilai Jual Objek Pajak sesuai SPPT
Fk : Faktor keringanan sewa untuk PNS (5%)
CONTOH PERHITUNGAN SEWA
Rumus Sewa:
Sb = 2,75 % x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk
Contoh Perhitungan Sewa Untuk Lokasi DKI Jakarla:
Kelas bumi: (A9), Fkb = 80%

37
Eselon I = 2,75% x [250 m2 x Rp 864.000,-x 60%x80%] x 5% = Rp 142.560,-
/bln
Eselon II = 2,75% x [120 m2 x Rp 779.000,-x 60%x80%] x 5 % = Rp
61.696,-/bln
Eselon III = 2,75% x [ 70m2 x Rp 755.000,- x 60%x80%] x 5 % = Rp
34.881,-/bln
Eselon IV = 2,75% x [ 50m2 x Rp 755.000,- x 60%x 80%] x 5 % = Rp
24.915,-/bln
Staf = 2,75% x [ 36m2 x Rp 755.000,- x 60% x 80%] x 5 % = Rp 17.938,-/bln
CONTOH PENGHITUNGAN SEWA RUMAH NEGARA
Rumah negara di Kurao Pagang Nanggalo Kelurahan Kurao Pagang Kec. Nanggalo
Kodya Padang, luas tanah 200 m², luas bangunan 50 m². Dari table Harga Satuan
Pokok Bangunan Gedung Negara (HSPBGN) tahun 2001, Kota Padang untuk
Rumah Dinas Tipe 36/50/70 tertulis Rp815.030,-.
Perhitungan Sewa Bangunan per bulan
Sb = 2,75% x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk
= 2,75% x [(50 x Rp815.030,- x 60%) x 80%] x 5%
Perhitungan Sewa Tanah per tahun
Luas tanah Rumah Negara = 200 m²
Standar Luas tanah tipe C = 200 m²
Sehingga tidak ada kelebihan luas tanah yang harus dibayar sewanya.
Perhitungan Sewa Rumah Negara
Sewa Rumah Negara per bulan = Sewa Bangunan + Sewa tanah / 12
= Rp26.895,99 + 0
= Rp26.895,99
Keterangan:
1. Formula Sewa Bangunan per bulan
Sb = 2,75% x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk
Sb = Sewa Bangunan
Lb = Luas Bangunan dalam m²
Hs = Harga Satuan Bagunan m² diperoleh dari tabel HSPBGN yang setiap tahun
diterbitkan bersama oleh Kanwil DJA dengan BAPPEDA
Ns = Nilai Sisa Layak Huni (60%)
Fkb = Faktor Klasifikasi Tanah ( %)
Dapat dilihat di Faktur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan pada Kelas
Bumi.
Fk = Faktor Keringanan Sewa (5%)

38
2. Formula Sewa Tanah per tahun
St = 2% x [(Lb x NJOP) x Fk]
St = Sewa Tanah
Lt = Kelebihan Luas Tanah
( luas tanah – standar luas tanah menurut tipe rumah)
Fk = Faktor Keringanan Sewa (5%)
Tabel standar luas tanah untuk rumah negara menurut tipe dan faktur klasifikasi
bumi dapat diperoleh dari instansi KIMPRASWIL.
3. Formula Sewa BMN
a) Sewa tanah kosong:
(3,33% x Lt x Nilai tanah)
Keterangan
3,33% = Prosentase sewa terhadap nilai tanah
Lt = Luas tanah yang disewa Nilai tanah = Nilai wajar tanah per meter persegi
b) Sewa tanah dan bangunan:
(3,33% x Lt x Nilai tanah) + ( 6,64% x Lb x Hs x Nsb)
Keterangan
6,64% = Prosentase sewa terhadap nilai bangunan
Lb = Luas bangunan yang disewa
Hs = Harga satuan bangunan per meter per segi
Nsb = Nilai sisa bangunan
c) Sewa BMN selain tanah dan bangunan
1) Formula sewa berdasarkan hasil kajian pengguna barang
2) Nilai sewa berdasarkan hasil perhitungan pengguna barang

39
A. Dasar Hukum
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2013 pasal 23 ayat (2) huruf
”e” Bendahara ditugaskan untuk melakukan pemotongan/pemungutan dari pembayaran
yang dilakukan atas kewajiban terhadap Negara.
Berdasarkan Keppres No. 72 Tahun 2004 pasal 18 ayat (2) Setiap instansi
pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, bendaharawan dan badan-badan lain
yang melakukan pembayaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)/anggaran BUMN/BUMD,
ditetapkan sebagai
wajib pungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 21 ayat 1 huruf b,
disebutkan bahwa: “Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh
Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.”
Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 pasal 1 angka 27, dinyatakan:
“Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah BendaharaPemerintah, badan, atau
Instansi Pemerintah yang ditunjuk olehMenteri Keuangan untuk memungut, menyetor
dan melaporkanpajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas
penyerahanBarang Kena Pajak dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak
kepadaBendahara Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah tersebut.”
B. Kewajiban Perpajakan untuk Bendahara
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Bila terjadi penggantian pejabat
Bendahara, NPWP tidak perlu diganti (meminta NPWP baru), tetapi cukup
melaporkan penggantian tersebut secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) setempat.
2. Menghitung pajak yang harus dipotong/dipungut.
3. Memotong/memungut pajak yang terutang setiap bulan.
4. Mencatat semua pajak yang dipungut/dipotong ke dalam buku Pembantu Pajak.
5. Menyetorkan pajak yang dipotong/dipungut.
6. Melaporkan pemotongan/pemungutan pajak melalui SPT MASA.
BAB VII PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK

40
C. Jenis Pajak
Jenis pajak yang dipotong atau dipungut Bendahara Pengeluaran adalah sebagai
berikut:
1. PPh Pasal 21 (PPh 21)
Berdasarkan Peraturan DJP No. PER-31/PJ/2012
PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
Objek Pajak:
a. Penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur
b. Penghasilan penerima pensiun secara teratur
c. Uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang
dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
e. Imbalan kepada bukan pegawai
f. Imbalan kepada peserta kegiatan
g. Imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan merupakan pegawai
tetap pada perusahaan yang sama
h. Imbalan kepada mantan pegawai
i. Penarikan dana pensiun oleh pegawai
Subjek Pajak:
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang
merupakan:
a. Pegawai, (pegawai tetap dan pegawai tidak tetap)
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya:
c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, seperti pengacara, dokter, penyanyi,
peneliti, agen iklan, pengawas proyek dll.
d. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, seperti peserta pendidikan dan
pelatihan, peserta rapat, peserta dalam suatu kepanitiaan.
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :
1) Pegawai tetap;
2) Penerima pensiun berkala;
3) Pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau
jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan
kalender telah melebihi Rp2.025.000,-;

41
4) Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pemberian jasa (pasal 3 huruf c) yang menerima imbalan yang
bersifat berkesinambungan.
b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah)
sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian,
upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan, sepanjang penghasilan
kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi
Rp2.025.000,-
c. 50% (Lima Puluh Persen) dari jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi
bukan pegawai (pasal 3 huruf c) yang menerima imbalan yang tidak bersifat
berkesinambungan.
d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c.
Penghitungan PPh Pasal 21 dan Tarifnya
a. Pegawai Tetap/PNS
1) Golongan IV : 15% x Uang saku/Biaya perdiem/Upah bruto
2) Golongan III : 5% x Uang saku/Biaya perdiem/Upah bruto
3) Golongan II : 0%
b. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas
1) Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon
Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan,
Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan:
a) Jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang
diterima atau diperoleh dalam sehari:
a. Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam
seminggu;
b. Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang
dihasilkan dalam sehari;
c. Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan borongan.
b) Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian
belum melebihi Rp200.000,- dan jumlah kumulatif yang diterima atau
diperoleh dalam bulan kalendar yang bersangkutan belum melebihi
Rp2.025.000,- maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong.
c) Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian telah
melebihi Rp200.000,- dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima
atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum
melebihi Rp2.025.000,- maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong
adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku
harian setelah dikurangi Rp200.000 dikalikan 5%.

42
d) Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam
bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp2.025.000,- dan
kurang dari Rp7.000.000,- maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong
adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku
harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.
e) Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam
satu bulan kalender telah melebihi Rp7.000.000,- maka PPh Pasal 21
dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah
dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar
PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
2) Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang, dan Calon
Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan:
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
UU PPh atas jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi
PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21
hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
Tata Cara Penyetoran
a. Bendahara menyetor PPh Pasal 21 yang tidak ditanggung Pemerintah dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Bank Persepsi atau Kantor Pos
paling lama tanggal 10 bulan takwin berikutnya. Apabila tanggal 10 jatuh
pada hari libur maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.
b. Atas PPh Pasal 21 yang terutang bagi pejabat negara, PNS, anggota ABRI
yang PPh-nya ditanggung Pemerintah, Bendahara melaporkan penghitungan
PPh Pasal 21 yang terutang dalam daftar gaji kepada KPPN.
c. Bendahara melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang sekalipun nihil dengan
menggunakan SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan takwim berikutnya.
Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, pelaporan dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 21
a) Fitri Nurasih mitra statistik mengikuti kegiatan pengolahan ST2013 di BPS
Provinsi Lampung dengan sistem kontrak/borongan dengan upah sebesar Rp
2.500.000,- dan jadwal pengolahan selama 1 (satu) bulan.
Maka PPh Pasal 21 yang dipungut adalah sbb:
Upah sebulan (sesuai jadwal) Rp2.500.000,-
PTKP sebulan Rp2.025.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp475.000,-

43
PPh Pasal 21 yang harus dipungut (tanpa NPWP)
6% x Rp. 475.000 = Rp. 28.500,-
PPh Pasal 21 yang harus dipungut (dengan NPWP)
5% x Rp. 475.000 = Rp. 23.750,
b) Pujiono seorang mitra BPS Kabupaten Jayapura mengikuti kegiatan pelatihan
petugas pencacahan ST 2013 selama 5 hari. Uang saku pelatihan dibayarkan
per harinya sebesar Rp150.000,-. Pujiono telah memiliki NPWP
Maka PPh Pasal 21 yang dipungut adalah sebagai berikut:
Uang saku pelatihan perhari Rp150.000,-
Jumlah hari peltihan 5 hari
Uang saku selama pelatihan Rp750.000,-
PPh Pasal 21 yang harus dipungut (dengan NPWP)
5% x Rp750.000,- = Rp37.500,-
2. PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang oleh rekanan yang dibiayai dari APBN.
Transaksi/pembayaran atas pembelian barang yang tidak dikenakan PPh Pasal 22
adalah :
a. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan jumlah yang dipecahpecah) yang
meliputi jumlah pembayaran paling banyak Rp2.000.000,00 tidak termasuk
nilai PPN dan/atau PPnBM;
b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos;
c. Pembayaran yang diterima karena penyerahan barang sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang
dibiayai dengan hibah/PNBP/pinjaman luar negeri;
d. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Tarif
Tarif untuk PPh Pasal 22 adalah : 1,5% x Harga/Nilai Pembelian Barang. Apabila
Wajib Pajak penerima penghasilan (rekanan) tidak memiliki NPWP maka
tarifnya 100% lebih tinggi dari tarif sebenarnya atau menjadi 3% atau (1,5% x
200%).
Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran
a. PPh Pasal 22 dipungut pada setiap pelaksanaan pembayaran langsung (LS)
oleh KPPN atau Bendahara atas penyerahan barang oleh Wajib Pajak
(Rekanan).

44
b. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara harus disetor
pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang
yang dibiayai dari belanja negara.
c. Penyetoran dilakukan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos atau pemungutan
langsung (LS) oleh KPPN dengan menggunakan SSP yang telah diisi oleh dan
atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Pemungut.
d. Dalam hal rekanan belum mempunyai NPWP, maka kolom NPWP pada Surat
Setoran Pajak (SSP) cukup diisi oleh angka 0 (nol), kecuali untuk 3 (tiga)
digit kolom kode KPP Pratama tempat Pemungut terdaftar.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 22:
BPS Kabupaten Tapanuli Selatan membeli sejumlah laptop seharga
Rp40.000.000 (harga tersebut sudah termasuk PPN). Maka PPh Pasal 22 yang
harus dipungut bendahara adalah :
(100/110 x Rp40.000.000) x 1,5% = Rp545.454,-
3. PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang bersal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan
selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 diantaranya, adalah:
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain sewa
atas tanah dan atau bangunan sesuai dengan PP 29 tahun 1996 jo. PP 5 tahun
2002.
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Jenis jasa lain (PMK: 244/PMK.03/2008), diantaranya:
a. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan;
b. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
c. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain
yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi
dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
d. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
e. Jasa pengepakan;
f. Jasa kebersihan atau cleaning service;
g. Jasa katering atau tata boga.

45
Tarif dan dasar pemotongan
Tarif PPh Pasal 23 adalah 2% dari jumlah bruto atas:
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa atas tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh;
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan dan jasa lainnya.
Penyetoran
PPh Pasal 23 harus disetorkan oleh Bendahara Pengeluaran paling lama tanggal
10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
PPh Pasal 23 terutang adalah saat dibayarkan atau saat disediakan untuk
dibayarkan atau ketika pembayarannya telah jatuh tempo.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 23:
BPS Provinsi Sulawesi Utara mengadakan rapat koordinasi dengan seluruh
Kepala BPS Kabupaten/Kota. Untuk konsumsi rapat menggunakan jasa catering
dengan biaya Rp3.000.000,- namun pengusaha jasa catering tidak mempunyai
NPWP, maka
PPh Pasal 23 yang harus dipungut adalah:
Rp3.000.000 x 2% x 200% = Rp3.000.000 x 4% = Rp120.000
4. PPh Pasal 4 ayat 2
PPh Pasal 4 ayat 2 adalah pajak penghasilan dengan tarif khusus yang bersifat
final.
a. Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan dan
Persewaan Tanah dan Bangunan
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:
1) Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak
lain selain pemerintah;
2) Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain
yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan,
termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus;
3) Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain
kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Jumlah bruto nilai penjualan atau pengalihan adalah nilai tertinggi antara
nilai berdasarkan akta pengalihan hak termasuk bunga, pungutan dan

46
pembayaran lainnya yang dipenuhi pembeli dibandingkan dengan Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan.
Jumlah bruto nilai pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai
berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
Jumlah bruto nilai pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah
nilai menurut risalah lelang;
Sewa atas tanah dan atau bangunan adalah sewa berupa tanah, rumah,
rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, portokoan, atau
pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan
bangunan industri. Bagian dari gedung perkantoran, pertokoan, atau
pertemuan termasuk areal, baik di dalam gedung maupun di luar gedung yang
merupakan bagian dari gedung tersebut;
Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau
terutang oleh penyewa dengan nama dan bentuk apa pun juga yang berkaitan
dengan tanah dan atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan,
biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan “service
charge” baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang
disatukan
Objek dan Tarif
1) Penghasilan yang diterima:
a) Wajib Pajak yang usaha pokoknya mengalihkan hak atas tanah dan
atau bangunan berupa pengalihan hak atas Rumah sederhana dan
Rumah susun sederhana wajib membayar PPh Final 1% (satu persen)
dari jumlah bruto nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai
berdasarkan akta pngalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)
tanah dan atau bangunan;
b) Wajib Pajak Orang Pribadi (kecuali orang Pribadi yang memiliki
penghasilan setahun dibawah PTKP dan nilai pengalihannya sampai
dengan Rp60.000.000,00), yayasan atau organisasi sejenis dan Wajib
Pajak Badan, membayar PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah bruto
nilai pengalihan yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta
pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau
bangunan.
2) Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan yang diterima oleh
Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan dipotong PPh sebesar 10% dari
jumlah bruto dan bersifat final.

47
Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran atas Penghasilan dari Persewaan
Tanah dan atau Bangunan
1) KPPN atau Bendahara sebagai penyewa wajib memotong PPh pada saat
pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana yang
terjadi lebih dahulu;
2) KPPN atau Bendahara memberikan Bukti Pemotongan PPh Final kepada
orang atau badan yang menyewakan pada saat dilakukannya pemotongan
PPh;
3) Bendahara menyetorkan PPh yang telah dipotong dengan menggunakan
SSP pada Bank Persepsi atau Kantor Pos, selambat-lambatnya tanggal 10
bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa.
b. Penghasilan dari Jasa Konstruksi
1) Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan
konsturksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan
jasa konsultasi pengawasan konstruksi.
2) Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup
pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan
masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu
bangunan atau bentuk fisik lain.
Objek dan Tarif
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan
dari jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan sebagai berikut:
1) Memiliki Klasifikasi Usaha
a) Pelaksanaan Konstruksi Kecil dengan tarif 2%
b) Konstruksi Menengah & Besar dengan tarif 3%
c) Perencanaan & Pengawasan Konstruksi Kecil, Menengah & Besar
dengann tarif 4%
2) Tidak Memiliki Klasifikasi Usaha
a) Pelaksanaan Konstruksi dengan tarif 4%
b) Perencanaan & Pengawasan Konstruksi tarif 6%
Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran atas Penghasilan dari Usaha Jasa
Konstruksi
1) KPPN atau Bendahara memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada
saat pembayaran penghasilan berupa imbalan;
2) KPPN atau Bendahara memberikan bukti pemotongan PPh Final atas Jasa
Konstruksi dan bukti pemotongan PPh Final atas hadiah undian;

48
3) Bendahara menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran imbalan, dengan menggunakan SSP.
Contoh Perhitungan Pajak
BPS Kota Medan akan merevitalisasi gedung kantor, sehingga harus
menyewa gedung kantor selama pembangunan gedung baru, sewa gedung
kantor tersebut sebesar Rp80.000.000 setahun. Maka PPh Pasal 4 ayat (2)
yang harus dipungut/disetor Bendahara adalah sebesar : Rp80.000.000 x 10%
=Rp8.000.000
5. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang/Jasa Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean.
Pemungutan PPN merupakan pelunasan pajak yang dikenakan atas setiap
transaksi pembelian barang atau perolehan jasa dari penyedia barang/jasa,
misalnya pembelian alat tulis kantor, pembelian perlengkapan petugas, perolehan
jasa akomodasi dan konsumsi, dan perolehan barang/jasa lainnya.
Tarif PPN adalah 10% dari dasar pengenaan pajak. Tarif ini dapat diubah dengan
peraturan pemerintah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%
Namun, ada beberapa transaksi pembelian barang dan perolehan jasa dari pihak
ketiga yang tidak perlu dipungut PPN oleh bendahara pengeluaran yaitu :
a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah)
dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. Pembayaran untuk pembebasan tanah;
c. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat
fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
d. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar
Minyak oleh PT Pertamina (Persero);
e. Pembayaran atas rekening telepon;
f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan;
g. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.

49
Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran
a. Pemungutan PPN oleh Bendahara dilakukan pada saat pembayaran kepada
rekanan Pemerintah dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.
b. Dasar pemungutan PPN adalah jumlah pembayaran, baik dalam bentuk uang
muka, pembayaran sebagian, atau pembayaran seluruhnya yang dilakukan
oleh Pemungut PPN kepada PKP Rekanan.
c. PKP Rekanan wajib menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat
menyampaikan tagihan kepada Bendahara baik untuk sebagian maupun
seluruh pembayaran.
d. SSP dibuat oleh PKP Rekanan dengan nama, alamat, dan NPWP dari PKP
Rekanan yang bersangkutan. Namun ditandatangani oleh Bendahara selaku
pemungut pajak yang bertindak atas nama PKP Rekanan.
e. PPN dipungut wajib disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling
lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran
tagihan.Jasa perhotelan dan jasa catering, rumah makan juga tidak dikenakan
PPN
Contoh Perhitungan PPN
Pengadaan Laptop seharga Rp40.000.000 dikenakan PPN sebesar :10/110 x
Rp44.000.000 = Rp3.636.400,-

50
A. Definisi dan Istilah
Rapat adalah pertemuan dalam situasi formal maupun informal sebagai alat
koordinasi antar intern atau antar ekstern untuk membicarakan, merundingkan, dan
memutuskan suatu masalah, atau mempersiapakan suatu acara/ kegiatan baik dalam jam
kerja maupun di luar jam kerja.
Konsinyasi adalah pertemuan di luar kantor yang melibatkan unit eselon II lainnya
karena fasilitas di dalam kantor tidak mencukupi untuk penyelenggaraan paket fullboard.
Kegiatan sejenis adalah seperti sosialisasi, desiminasi, pelatihan/ kursus, seminar,
workshop, rapat koordinasi, rapat kerja/ rapat teknis, konsulatasi
nasional/regional/serentak, dan Focus Group Discussion (FGD).
Pembiayaan:
Akun 524114 (Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota) adalah pengeluaran
untuk perjalanan dinas dalam rangka rapat, seminar, dan kegiatan sejenisnya yang
dilaksanakan di dalam kota satker penyelenggara dan biaya seluruhnya oleh satker
penyelenggara, serta yang dilaksanakan di dalam kota satker peserta dengan biaya
perjalanan dinas yang ditanggung oleh satker peserta, yang meliputi:
1. Biaya transportasi peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal
dari dalam kota maupun dari luar kota;
2. Biaya paket meeting (halfday/fullday/fullboard);
3. Uang saku peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal dari
dalam kota maupun dari luar kota termasuk uang saku rapat di luar jam kerja; dan
4. Uang harian dan / atau biaya penginapan peserta, panitia/moderator, dan/atau
narasumber yang mengalami kesulitan transportasi;
Akun 524119 (Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota) adalah pengeluaran
untuk perjalanan dinas dalam rangka rapat, seminar, dan kegiatan sejenisnya yang
dilaksanakan di luar kota satker penyelenggara dan biaya seluruhnya oleh satker
penyelenggara, serta yang dilaksanakan di luar kota satker peserta dengan biaya
perjalanan dinas yang ditanggung oleh satker peserta, yang meliputi:
1. Biaya transportasi peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal
dari dalam kota maupun dari luar kota;
2. Biaya paket meeting (fullboard);
3. Uang saku peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal dari
dalam kota maupun dari luar kota; dan
4. Uang harian dan / atau biaya penginapan peserta, panitia/moderator, dan/atau
narasumber yang mengalami kesulitan transportasi;
BAB VIII RAPAT DAN KEGIATAN SEJENISNYA

51
Rapat, konsinyasi, dan kegiatan sejenisnya harus menghasilkan output berupa:
1. Notulensi rapat;
2. Transkrip hasil rapat; dan/atau
3. Laporan pelaksanaan.
B. Syarat dan Ketentuan
1. Syarat dan ketentuan rapat di dalam kantor di luar jam kerja:
a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya
b. Dilaksanakan paling sedikit 4 (empat) jam di luar jam kerja dengan ketentuan:
Hari senin-kamis : jam 16.00-20.00
Hari Jumat : jam 16.30-20.30
c. Diselenggarakan di dalam kantor di luar jam kerja pada hari kerja satker
bersangkutan
d. Form permintaan rapat di luar jam kerja diajukan ke KPA paling lambat 3 (tiga)
hari sebelum penyelenggaraan dan disetujui oleh PPK
e. Peserta harus sudah tercatat hadir di kantor paling lambat pukul 08.00
WIB/WITA/WIT
f. Tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur
g. Satu orang peserta hanya berhak mendapatkan uang saku rapat satu kali dalam
satu hari
h. Petugas pendukung rapat berhak mendapat uang saku rapat sebesar 50% dari
standar biaya.
i. Dokumen pertanggungjawaban administrasi yang dilengkapi di Badan Pusat
Statistik Provinsi:
1) Surat undangan ditandatangani oleh Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi
atau eselon III penyelenggara
2) Surat tugas dari unit penyelenggara yang ditandatangani oleh Kepala Badan
Pusat Statistik Provinsi
3) Surat pernyataan pelaksanaasn rapat yang ditandatangani oleh
penanggungjawab kegiatan (paling rendah pejabat setingkat eselon III),
dilengkapi dengan rincian materi yang akan di bahas.
4) Daftar hadir dan print out presensi handkey. Minimal dua orang dari unit
eselon III lainnya atau dari instansi lain yang salah satunya minimal pejabat
eselon III. Peserta lainnya berasal dari unit eselon III penyelenggara.
5) Notulen dan laporan hasil rapat yang diketahui oleh pejabat eselon III terkait,
disampaikan kepada PPK, ditembuskan kepada Kepala Badan Pusat Statistik
Provinsi dan seluruh peserta rapat.
6) Daftar uang saku rapat di luar jam kerja. Peserta dapat diberikan uang saku
rapat sebesar Rp200.000,-/bruto
7) Kuitansi pembeliaan konsumsi

52
j. Dokumen pertanggungjawaban administrasi yang dilengkapi di Badan Pusat
Statistik Kabupaten/ Kota:
1) Surat undangan ditandatangani oleh Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten/
Kota
2) Surat tugas dari unit penyelenggara yang ditandatangani oleh Kepala Badan
Pusat Statistik Kabupaten/ Kota
3) Surat pernyataan pelaksanaan rapat yang ditandatangani oleh penanggung
jawab kegiatan (paling rendah pejabat setingkat eselon IV), dilengkapi dengan
rincian materi yang akan di bahas.
4) Daftar hadir dan print out presensi handkey. Minimal dua orang dari unit
eselon IV lainnya atau dari instansi lain yang salah satunya minimal pejabat
eselon IV. Peserta lainnya berasal dari unit eselon IV penyelenggara.
5) Notulen dan laporan hasil rapat yang diketahui oleh pejabat eselon IV terkait,
disampaikan kepada PPK, ditembuskan kepada Kepala Badan Pusat Statistik
Kabupaten/ Kota dan seluruh peserta rapat.
6) Daftar uang saku rapat di luar jam kerja. Peserta dapat diberikan uang saku
rapat sebesar Rp150.000,-/ bruto
7) Kuitansi pembeliaan konsumsi
2. Syarat dan Ketentuan Kegiatan Sosialisasi, Seminar, Workshop, Diseminasi, dan
Focus Group Discussion (FGD):
a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya
b. Diselenggarakan paket fullday dan halfday
c. Form permintaan penyelenggaraan kegiatan diajukan paling lambat:
1) Dalam kota: 7 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA
diterbitkan paling lambat 3 hari sejak form permintaan diterima.
2) Luar kota: 22 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA
diterbitkan paling lambat 5 hari sejak form permintaan diterima.
d. Pernyataan dari PPK bahwa fasilitas di kantor tidak mencukupi, sehingga apabila
dilakukan di dalam kantor menjadi tidak efektif dan efisien.
e. Surat undangan ditandatangani oleh eselon I/II/III penyelenggara.
f. Surat tugas dari masing-masing unit kerja. Khusus pengemudi, surat tugas dari
penyelenggara kegiatan.
g. Notulen dan laporan hasil sosialisasi, seminar, workshop, diseminasi, diketahui
oleh para pejabat eselon II/III terkait, disampaikan kepada PPK, dan
ditembuskan kepada pejabat eselon I/II terkait serta KPA.
h. Dokumen pertanggungjawaban administrasi keuangan:
1) Form permintaan
2) Surat undangan
3) Surat pernyataan PPK
4) Surat tugas
5) Surat Perjalanan Dinas (SPD)

53
6) Daftar hadir
7) Notulen dan laporan hasil
8) Tagihan hotel
i. Tersedia pembiayaan dalam akun 524114 atau akun 524119
j. Setiap pegawai mendapatkan uang saku paket fullday atau halfday sesuai standar
biaya dan transport kegiatan sebesar Rp110.000,-. Pejabat eselon I/II/III tidak
diberikan uang transport kegiatan.
k. Pembayaran uang saku fullboard dan transport kegiatan untuk penyelenggaraan
dalam kota atau transpor at cost unutk penyelenggaraan di luar kota, dimasukkan
ke dalam perincian Perjalanan Dinas.
l. Kegiatan dilakukan di luar kota harus memenuhi syarat:
1) Mendapat persetujuan dari PPK dengan pertiimbangan bahwa
penyelenggaraan kegiatan dari segi teknis harus dilaksanakan di luar kota,
atau diselenggarakan di lokasi terdekat dengan satker penyelenggara.
2) Melibatkan satker BPS Provinsi atau BPS Kabupaten/Kota
3) Berskala regional/nasional/internasional
3. Syarat dan Ketentuan Rapat Koordinasi, Rapat Kerja/ Rapat Teknis, dan Konsultasi
Nasional/Regional/Serentak:
a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya
b. Diselenggarakan secara fullboard
c. Kegiatan dilakukan minimal 2 hari dan maksimal 4 hari fullboard
d. Form permintaan penyelenggaraan kegiatan diajukan paling lambat:
1) Dalam kota: 7 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA
diterbitkan paling lambat 3 hari sejak form permintaan diterima.
2) Luar kota: 22 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA
diterbitkan paling lambat 5 hari sejak form permintaan diterima.
e. Pernyataan dari PPK bahwa fasilitas di kantor tidak mencukupi, sehingga apabila
dilakukan di dalam kantor menjadi tidak efektif dan efisien.
f. Surat undangan ditandatangani oleh eselon I/II penyelenggara.
g. Surat tugas dari masing-masing unit kerja. Khusus pengemudi, surat tugas dari
penyelenggara kegiatan
h. Notulen dan hasil kegiatan diketahui oleh pejabat eselon II/III terkait,
disampaikan kepada PPK, dan ditembuskan kepada pejabat eselon I/II terkait
serta KPA.
i. Dokumen pertanggungjawaban administrasi keuangan:
1) Form permintaan konsinyasi
2) Surat undangan
3) Surat pernyatan PPK
4) Surat tugas
5) Surat Perjalanan Dinas (SPD).

54
6) Daftar hadir
7) Notulen dan laporan hasil konsinyasi
8) Tagihan hotel
j. Tersedia pembiayaan dalam akun 524114 atau akun 524119
k. Setiap pegawai mendapatkan uang saku paket fullboard sesuai standar biaya dan
transport kegiatan sebesar Rp110.000,-. Pejabat eselon I/II/III tidak diberikan
uang transport kegiatan.
l. Pembayaran uang saku fullboard dan transport kegiatan untuk penyelenggaraan
dalam kota atau transpor at cost unutk penyelenggaraan di luar kota, dimasukkan
ke dalam perincian Perjalanan Dinas.
m. Rate uang saku fullboard untuk pengemudi sebesar 50% dari uang saku fullboard
peserta kegiatan.
n. Kegiatan dilakukan di luar kota harus memenuhi syarat:
1) Mendapat persetujuan dari PPK dengan pertiimbangan bahwa
penyelenggaraan kegiatan dari segi teknis harus dilaksanakan di luar kota dan
diselenggarakan dilokasi terdekat dengan satker penyelenggara.
2) Melibatkan satker BPS Provinsi atau BPS Kabupaten/Kota
3) Berskala regional/nasional/internasional
4. Syarat dan Ketentuan Kegiatan Pelatihan dan Kursus:
a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya
b. Diselenggarakan secara fullday atau fullboard
c. Form permintaan penyelenggaraan kegiatan diajukan paling lambat:
1) Dalam kota: 7 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA
diterbitkan paling lambat 3 hari sejak form permintaan diterima.
2) Luar kota: 22 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA
diterbitkan paling lambat 5 hari sejak form permintaan diterima.
d. Pernyataan dari PPK bahwa fasilitas di kantor tidak mencukupi, sehingga apabila
dilakukan di dalam kantor menjadi tidak efektif dan efisien.
e. Surat undangan ditandatangani oleh eselon I/II/III penyelenggara.
f. Surat tugas dari masing-masing unit kerja. Khusus pengemudi, surat tugas dari
penyelenggara kegiatan
g. Notulen dan hasil kegiatan diketahui oleh pejabat eselon II/III/IV terkait,
disampaikan kepada PPK, dan ditembuskan kepada pejabat eselon I/II/III terkait
serta KPA
h. Dokumen pertanggungjawaban administrasi keuangan:
1) Form permintaan konsinyasi
2) Surat undangan
3) Surat pernyatan PPK
4) Surat tugas
5) Surat Perjalanan Dinas (SPD)

55
6) Daftar hadir
7) Notulen dan laporan hasil konsinyasi
8) Tagihan hotel
i. Tersedia pembiayaan dalam akun 524114 atau akun 524119
j. Setiap peserta mendapatkan uang saku paket fullday atau fullboard sesuai standar
biaya dan transport kegiatan sebesar Rp110.000,-. Pejabat eselon I/II/III tidak
diberikan uang transport kegiatan.
k. Pembayaran uang saku fullday atau fullboard dan transport kegiatan untuk
penyelenggaraan dalam kota atau transport at cost untuk penyelenggaraan di luar
kota, dimasukkan ke dalam perincian Perjalanan Dinas.
l. Rate uang saku paket fullday atau fullboard untuk pengemudi sebesar 50% dari
uang saku paket fullday atau fullboard peserta kegiatan.
m. Kegiatan dilakukan di luar kota harus memenuhi syarat:
1) Mendapat persetujuan dari PPK dengan pertimbangan bahwa
penyelenggaraan kegiatan dari segi teknis harus dilaksanakan di luar,
diselenggarakan dilokasi terdekat dengan satker penyelenggara.
2) Melibatkan satker BPS Provinsi atau BPS Kabupaten/Kota
3) Berskala regional/nasional/internasional

56
A. Pengertian
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012, Perjalanan Dinas
adalah perjalanan ke luar tempat kedudukan yang dilakukan dalam wilayah Republik
Indonesia untuk kepentingan negara. Perjalanan Dinas Jabatan adalah perjalanan yang
dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS), Calon PNS, Pegawai Tidak Tetap dan Pihak
Lain sesuai Surat Tugas yang diterbitkan Pejabat Eselon I/II yang:
1. Melewati batas Kabupaten/Kota;
2. Dilaksanakan di dalam Kota.
a. Dilaksanakan lebih dari 8 (delapan) jam dari tempat kedudukan ke tempat yang
dituju sampai kembali ke tempat kedudukan semula;
b. Dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam dari tempat kedudukan ke tempat
yang dituju sampai kembali ke tempat kedudukan semula.
B. Tujuan Perjalanan Dinas Jabatan
1. Pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan;
2. Mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya;
3. Pengumandahan (Detasering);
4. Menempuh ujian dinas/ ujian jabatan;
5. Menghadap Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri atau menghadap seorang
dokter penguji kesehatan yang ditunjuk, untuk mendapatkan surat keterangan dokter
tentang kesehatannya guna kepentingan jabatan;
6. Memperoleh pengobatan berdasarkan surat keterangan dokter karena mendapat
cedera pada waktu/ karena melakukan tugas;
7. Mendapatkan pengobatan berdasarkan keputusan Majelis Penguji Kesehatan Pegawai
Negeri;
8. Mengikuti pendidikan setara Diploma/ S1/S2/S3;
9. Mengikuti pendidikan dan pelatihan;
10. Menjemput/ mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah Pejabat Negara/ Pegawai
Negeri yang meninggal dunia dalam melakukan perjalanan dinas; atau
11. Menjemput/ mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah Pejabat Negara/ Pegawai
Negeri yang meninggal dunia dari tempat kedudukan terakhir ke Kota/ Kabupaten
tempat pemakaman.
BAB IX PERJALANAN DINAS

57
C. Prosedur Perjalanan Dinas Jabatan
1. Persiapan
a. Perjalanan Dinas Jabatan dilaksanakan sesuai perintah atasan pelaksana SPD
(Surat Perjalanan Dinas) yang tertuang dalam Surat Tugas yang diterbitkan dan
ditandatangani oleh Kepala BPS/Pejabat Eselon I atau Pejabat Eselon II dan atau
Kepala Satuan Kerja.
b. Usul perjalanan dinas dibuat oleh Unit Kerja Eselon IV.
c. Pejabat Eselon I/II, dan/atau Kepala Satuan Kerja menerbitkan Surat Tugas
dengan lampiran Rincian Perkiraan Biaya Perjalanan Dinas yang disampaikan
kepada PPK.
d. Surat Tugas tersebut menjadi dasar penerbitan SPD dan diterbitkan oleh Pejabat
pembuat Komitmen (PPK).
e. Dalam menerbitkan SPD, PPK berwenang untuk menetapkan tingkat biaya
perjalanan dinas dan alat transport yang akan digunakan untuk melaksanakan
perjalanan dinas dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan perjalanan
dinas.
f. Khusus perjalanan dinas jabatan di dalam Kabupaten/Kota yang dilaksanakan
sampai dengan 8 (delapan) jam, pembebanan biayanya dicantumkan dalam Surat
Tugas.
2. Pelaksanaan Pembayaran
a. Pembayaran biaya perjalanan dinas diberikan dalam batas pagu anggaran yang
tersedia dalam DIPA satuan kerja berkenaan.
b. Pembayaran biaya perjalanan dinas kepada pelaksana SPD paling cepat 5 (lima)
hari kerja sebelum perjalanan dinas dilaksanakan. Pada akhir tahun anggaran,
pembayaran biaya perjalanan dinas menyesuaikan dengan ketentuan yang
mengatur mengenai langkah-langkah menghadapi akhir tahun anggaran dari
Kementerian Keuangan.
c. Pembayaran biaya perjalanan dinas sebagaimana dimaksud huruf “b” dapat
diberikan apabila daftar nominatif perjalanan dinas sudah diajukan 10 (sepuluh)
hari kerja sebelum pelaksanaan perjalanan dinas.
D. Komponen Biaya Perjalanan Dinas Jabatan
1. Komponen biaya perjalanan dinas jabatan yang melewati batas kabupaten/kota dan
dalam kota yang lebih dari 8 (delapan) jam meliputi:
a. Uang harian (mencakup uang makan, uang transport lokal, dan uang saku)
b. Biaya transpor, terdiri atas:
1) Biaya perjalanan dari tempat kedudukan sampai ke tempat tujuan
keberangkatan dan kepulangan (tiket).
2) Retribusi yang dipungut di terminal bus/stasiun/bandara/pelabuhan
keberangkatan dan kepulangan.

58
3) Biaya ke terminal bus/stasiun/bandara/pelabuhan keberangkatan dan
kepulangan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar
Biaya. Biaya perjalanan dinas dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Provinsi
dapat dibayarkan jika telah dilegalisasi dengan SK atau bukti biaya transport
dengan melihat kewajaran.
c. Biaya penginapan di hotel atau tempat menginap lainnya.
Jika pelaksana SPD tidak menggunakan biaya penginapan maka pelaksana SPD
diberikan biaya penginapan sebesar 30% dari tarif hotel di Kota/Kabupaten
tempat tujuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar
Biaya.
Biaya penginapan sebesar 30% tidak dapat diberikan jika pelaksana SPD sebagai
peserta rateknas dan ratekda.
d. Uang representasi diberikan kepada Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, dan Pejabat
Eselon II selama melakukan perjalanan dinas supervisi.
1) Sewa kendaraan dalam kota untuk keperluan pelaksanaan tugas di tempat
tujuan bagi pejabat negara.
2) Biaya bagi penjemput/pengantar, biaya pemetian, dan biaya angkutan jenazah
(perjalanan dinas menjemput/mengantar jenazah).
2. Komponen biaya perjalanan dinas jabatan dalam kabupaten/kota sampai dengan 8
(delapan) jam meliputi:
a. Transpor lokal;
b. Biaya bagi penjemput/pengantar, biaya pemetian, dan biaya angkutan jenazah
(perjalanan dinas menjemput/mengantar jenazah).
E. Pembatalan Perjalanan Dinas
Dalam hal terjadi pembatalan pelaksanaan perjalanan dinas, biaya pembatalan dapat
dibebankan pada DIPA satker berkenaan yaitu:
1. Biaya pembatalan tiket transportasi atau penginapan.
2. Sebagian atau seluruh biaya tiket transportasi atau penginapan yang tidak dapat
dikembalikan/ refund
Dokumen pertanggungjawaban administrasi yang harus disertakan adalah:
1. Surat Pernyataan Pembatalan Tugas dari pemberi tugas;
2. Surat Pernyataan Pembebanan Biaya dari PPK;
3. Surat Pernyataan atau tanda bukti besaran pengembalian biaya transport, biaya
penginapan dari perusahaan jasa transportasi/ penginapan yang disahkan oleh PPK.
Pembatalan perjalanan dinas dapat dilakukan bila:
1. Menyelesaikan tugas lain yang mendesak.
2. Tugas dan output kinerja yang menjadi target perjalanan dinas telah selesai sebelum
tanggal perjalanan dinas berakhir.
3. Tugas dan output kinerja yang menjadi target belum tercapai dan membutuhkan
penambahan hari.

59
4. Pelaksana SPD sakit.
F. Ketentuan Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas:
1. Perjalanan Dinas melewati batas Kabupaten/Kota dan di dalam kabupaten/kota yang
lebih dari 8 (delapan) jam :
a. SPJ Perjalanan Dinas dilengkapi dengan:
1) Redaksi kuitansi tertulis, “Biaya perjalanan….(dst.)”.
2) Surat Tugas yang ditandatangani oleh atasan pelaksana SPD;
3) Surat Perjalanan Dinas (SPD) yang ditandatangani oleh PPK.
4) Rincian perhitungan perjalanan dinas
5) Tiket, Airport Tax (jika ada) dan kuitansi/tagihan biaya penginapan.
6) Bukti pengeluaran riil untuk biaya yang tidak memiliki bukti riil pengeluaran.
b. SPD dilegalisasi oleh pejabat yang dikunjungi dan mencantumkan tanggal tiba di
‘....’ dan berangkat dari ‘....’.
c. Biaya perjalanan dinas tidak boleh melebihi batas Standar Biaya Umum (SBU)
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2. Bukti pembayaran biaya perjalanan dinas dalam Kabupaten/Kota sampai dengan 8
(delapan) jam:
a. SPJ perjalanan dinas dilengkapi dengan :
1) Redaksi kuitansi tertulis, “ Transport kegiatan dalam rangka ….(dst.)”.
2) Surat Tugas yang mencantumkan akun pembebanan anggaran ditandatangani
oleh atasan pelaksana.
b. Surat Tugas didukung dengan bukti kunjungan yang telah dilegalisasi oleh
pejabat setempat sebanyak kunjungan.
c. Kuitansi pembayaran perjalanan dinas dibuat per nama.
Form permintaan perjalanan dinas, Surat Tugas, SPD, kuitansi, rincian belanja
perjalanan dinas, surat pernyataan pembatalan tugas, surat pernyataan pembebanan
pembatalan perjalanan dinas mengikuti Peraturan Kepala BPS Nomor 67 Tahun 2012
tanggal 26 September 2012 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Badan Pusat
Statistik atau
Tata cara pembayaran dan pertanggungjawaban perjalanan dinas mengacu pada :
1. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
2. Peraturan Menteri Keuangan No. 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas
Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.
3. Peraturan Kepala BPS No. 67 Tahun 2012 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan
Badan Pusat Statistik.
4. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER - 22/PB/2013 tentang
Ketentuan Lebih Lanjut Pelaksanaan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat
Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.

60

61
Sesuai dengan Perpres No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
yang diubah dengan Perpres No. 70 tahun 2012, menyatakan:
A. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan melalui:
1. Swakelola; dan/atau
2. Pemilihan Penyedia Barang/Jasa.
B. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah meliputi:
1. Barang;
2. Pekerjaan Konstruksi;
3. Jasa Konsultansi; dan
4. Jasa Lainnya.
C. Organisasi Pengadaan Barang/Jasa, untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/
Jasa, sbb:
1. PA/KPA
PA/KPA memiliki tugas dan kewenangan, sbb :
a. Menetapkan Rencana Umum Pengadaan;
b. Mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan paling kurang di
website K/L/D/I;
c. Menetapkan PPK;
d. Menetapkan Pejabat Pengadaan;
e. Menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan;
f. Menetapkan:
1) Pemenang pada Pelelangan atau penyedia pada Penunjukan Langsung
untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
dengan nilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
2) Pemenang pada Seleksi atau penyedia pada Penunjukan Langsung
untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai diatas
Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah).
g. Mengawasi pelaksanaan anggaran;
h. Menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
i. Menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan,
dalam hal terjadi perbedaan pendapat;
j. Mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh Dokumen Pengadaan
Barang/Jasa.
BAB X PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

62
Atas dasar pertimbangan besaran beban pekerjaan atau rentang kendali
organisasi maka PA menetapkan KPA. KPA memiliki kewenangan sesuai
pelimpahan PA.
2. PPK
PPK merupakan pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa.
PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan, sbb:
a. Menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:
1) Spesifikasi teknis Barang/Jasa;
2) Harga PerkiraanSendiri (HPS); dan
3) Rancangan Kontrak.
b. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
c. Menyetujui bukti pembelian atau menandatangani Kuitansi/Surat Perintah
Kerja (SPK)/surat perjanjian:
d. Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;
e. Mengendalikan pelaksanaan Kontrak;
f. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada
PA/KPA;
g. Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA
dengan Berita Acara Penyerahan;
h. Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan
hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
i. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa.
j. Mengusulkan kepada PA/KPA:
1) Perubahan paket pekerjaan; dan/atau
2) Perubahan jadwal kegiatan pengadaan;
k. Menetapkan tim pendukung;
l. Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis untuk
membantu pelaksanaan tugas ULP; dan
m. Menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia
Barang/Jasa.
3. ULP/ Pejabat Pengadaan
a. K/L/D/I diwajibkan mempunyai ULP yang dapat memberikan
pelayanan/pembinaan dibidang pengadaan Barang/Jasa.
b. Dalam hal ULP belum terbentuk maka PA/KPA menetapkan Panitia
Pengadaan untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa, dan panitia
tersebut memiliki persyaratan keanggotaan, tugas pokok dan kewenangan
kelompok kerja ULP.
c. Panitia pengadaan wajib dibentuk untuk pengadaan barang/ pekerjaan
konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai di atas Rp100.000.000,- (seratus juta

63
rupiah). Dan untuk pengadaan Jasa Konsultasi dengan nilai di atas
Rp50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah ).
d. Panitia/ Anggota Kelompok kerja ULP berjumlah gasal dan paling kurang
3 (tiga) orang dan dapat ditambah sesuai dengan kompleksitas pekerjaan.
e. Anggota ULP dilarang merangkap sebagai PPK, Pengelola keuangan, dan
APIP (terkecuali menjadi Pejabat Pengadaan/anggota ULP untuk
pengadaan Barang/Jasa yang dibutuhkan instansinya).
f. Pejabat pengadaan hanya 1 (satu) orang, yang memahami tata cara
pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan dan bidang
lain yang diperlukan, baik dari unsur-unsur dari dalam maupun dari luar
instansi yang bersangkutan.
Syarat-syarat ULP/Pejabat Pengadaan adalah:
a. Memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan
tugas;
b. Memahami keseluruhan pekerjaan yang akan diadakan;
c. Memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/kelompok
kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan;
d. Memahami isi dokumen pengadaan/metode dan prosedur pengadaan;
e. Memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang /jasa sesuai dengan
kompetensi yang dipersyaratkan;
f. Menandatangani Pakta Integritas.
Tugas pokok dan kewenangan Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan,
meliputi sebagai berikut:
a. Menyusun rencana pemilihan Penyedia Barang/Jasa;
b. Menetapkan dokumen pengadaan;
c. Menetapkan besaran nominal Jaminan Penawaran;
d. Mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa di website
Kementrian/Lembaga dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat
serta menyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam Portal Pengadaan
Nasional;
e. Menilai kualifikasi penyedia melalui pascakualifikasi atau prakualifikasi;
f. Melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran
yang masuk;
g. Menjawab sanggahan (khusus ULP);
h. Menetapkan Penyedia Barang/Jasa;
i. Menyampaikan hasil pemilihan dan salinan dokumen Pemilihan Penyedia
Barang/Jasa kepada PPK;
j. Menyimpan (khusus ULP) dan menyerahkan dokumen asli pemilihan
penyedia Barang/Jasa kepada PA/KPA (khusus pejabat);
k. Membuat laporan mengenai proses pengadaan;

64
l. Memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan pengadaan
barang/jasa kepada PA/KPA.
4. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
a. Ditetapkan oleh PA/KPA
b. Tidak menjabat sebagai PPSPM dan bendahara
c. Tugas dan tanggungjawab adalah memeriksa dan menerima hasil pekerjaan
pengadaan Barang/Jasa dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak
melalui pemeriksaan/pengujian serta menandatangani Berita Acara Serah
Terima
d. Dalam hal pemeriksaan memerlukan keahlian teknis khususm dapat
dibentuk tim/tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan tugas
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
D. Penyedia Barang / Jasa
Penyedia Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk
menyediakan Barang/Jasa;
3. Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa
dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah
maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak, kecuali bagi Penyedia
Barang/Jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
4. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang
diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa;
5. Dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia
Barang/Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang
memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan
tersebut;
6. Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro,
Usaha Kecil, dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan
yang sesuai untuk usaha non-kecil;
7. Memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha nonkecil, kecuali untuk
Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi;
8. Khusus untuk Pelelangan dan Pemilihan Langsung Pengadaan Pekerjaan
Konstruksi memiliki dukungan keuangan dari bank;
9. Khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus
memperhitungkan Sisa Kemampuan Paket (SKP);
10. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak
sedang dihentikan dan/ atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama
perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan
dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa;

65
11. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban
perpajakan tahun terakhir (PPTK Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh
Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN
(bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun
berjalan;
12. Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak;
13. Tidak masuk dalam Daftar Hitam;
14. Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman;
dan
15. Menandatangani Pakta Integritas.
Pegawai K/L/D/I dilarang menjadi Penyedia Barang/Jasa, kecuali yang
bersangkutan mengambil cuti diluar tanggungan K/L/D/I.
E. Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
1. PPK menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Barang/Jasa, kecuali untuk
Kontes/Sayembara dan Pengadaan Langsung yang menggunakan bukti
pembelian.
2. Untuk pengadaan langsung yang tidak menggunakan SPK dan Surat Perjanjian
tidak diperlukan HPS.
3. Sumber data HPS adalah dari harga pasar setempat yaitu barang/jasa
diproduksi/diserahkan/dilaksanakan menjelang dilaksanakannya pengadaan
barang/jasa.
RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA
Jenis
Pengadaan
Metode
pengadaan
Nilai
pengadaan
Keterangan
Pengadaan
Barang
Pelelangan
umum
> 200 jt
Pelelangan
Terbatas
Untuk jumlah
penyedia
yang terbatas
dan pekerjaan
kompleks
Pelelangan
Sederhana
s.d 200 jt
Penunjukan
Langsung
ULP
Pengadaan
Langsung
s.d 200 jt Pejabat
Pengadaan

66
Kontes
Pengadaan
Pekerjaan
konstruksi
Pelelangan
umum
Pelelangan
Terbatas
Pemilihan
Langsung
Penunjukan
Langsung
Pengadaan
Langsung
Pejabat
Pengadaan
Pengadaan
Jasa lainnya
Pelelangan
umum
Pelelangan
Sederhana
Penunjukan
Langsung
Pengadaan
Langsung
s.d 200 jt Pejabat
Pengadaan
Kontes/
Sayembara
Pengadaan
jasa konsultasi
Seleksi Umum
Seleksi
Sederhana
Penunjukan
Langsung
Pengadaan
Langsung
s.d 50 jt Pejabat
Pengadaan
Sayembara

67
Tanda bukti Pembayaran:
F. Standar Bidding Dokumen Pengadaan
1. Pengadaan s.d 10 Juta
a. FormulirPermintaan
b. Bukti Pekerjaan
Barang : SuratJalan
Jasa : BeritaAcaraPenyelesaianPekerjaan (BAPP)
c. Kwitansi dan Invoice/Faktur
2. Pengadaan s.d 50 Juta
a. FormulirPermintaan
b. SuratPermintaanMenawarkanHarga
c. SuratPenawaranHargadari Perusahaan
d. SuratPermintaan
e. Bukti Pekerjaan
Barang : SuratJalan
Jasa : BeritaAcaraPenyelesaianPekerjaan (BAPP)
f. Kwitansi dan Invoice/Faktur
3. Pengadaan > 50 Juta s.d 200 Juta
a. Form Permintaan
b. HPS
c. SuratPermintaanMenawarkanHarga
Lampiran SPMH
d. SuratPenawaranHargadari Perusahaan
e. BeritaAcaraNegosiasi
Lampiran BAN
f. SuratUsulPenerbitan SPK
g. SuratPerintahKerja
Lampiran SPK
h. BeritaAcaraSerahTerimaHasilPekerjaan (BAHSTP)
i. Jasa : BAPP dari subject matter
s.d 10 juta Bukti pembelian untuk barang/jasa lainnya
s.d 50 juta Kuitansi untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya
s.d 200 juta
s.d 50 juta
SPK untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya
SPK untuk jasa konsultansi
> 200 juta
>50 juta
Surat Perjanjian untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa
lainnya
Surat Perjanjian untuk jasa konsultansi (khusus jasa
konsultasi)

68
4. Pengadaan Lelang Sederhana/Umum > 200 Juta dengan Pascakualifikasi
a. Form Permintaandari Subject matter
b. HPS oleh PPK
Lampiran
c. DokumenPengadaan
d. PengumumanLelang
e. PendaftaranLelangolehPenyedia
f. PemberianPenjelasan/Aanwijzing
g. Upload Addendum (apabilaada)
h. Upload Penawaran Harga
i. PembukaanPenawaranHarga
j. EvaluasiPenawaran
k. EvaluasiKualifikasi
l. PembuktianKualifikasi
m. BeritaAcaraHasilLelang
n. BeritaAcaraPenetapanPemenang
o. PengumumanPemenang
p. SuratPemberitahuanPemenangLelang
q. SPPBJ
r. Kontrak
s. SuratPesanan/SPMK
t. BAST
5. Penunjukan Langsung
a. Form Permintaan
b. HPS
c. SuratPermintaanPenunjukanlangsungdari PPK
d. SuratPermintaanMenawarkanHarga (SPMH)
LampiranSPMH
e. SuratPenawaranHargadari Perusahaan
f. BeritaAcaraNegosiasi (BAN)
Lampiran BAN
g. SuratUsulPenerbitanSuratPerintahKerja (SPK)
h. SuratPerintahKerja (SPK)
LampiranSPK
i. BeritaAcaraPenyelesaianPekerjaan (BAPP) --- untuk jasa
j. BeritaAcaraSerahTerimaHasilPekerjaan (BASTHP)
6. Pengadaan dengan Metode Prakualifikasi
a. PengumumanPrakualifikasi
b. HPS dan KAK
c. Download/PengambilanDokumenPrakualifikasi
d. PenjelasanDokumenPrakualifikasi

69
e. PemasukanDokumenKualifikasi
f. EvaluasiDokumenKualifikasi
g. PembuktianKualifikasi
h. PenetapanHasilKualifikasi
i. PengumumanHasilPrakualifikasi
j. Masa Sanggah prakualifikasi
k. Download/PengambilanDokumenPemilihan
l. PemberianPenjelasan
m. Upload/Pemasukan Dokumen Penawaran
n. Pembukaandanevaluasipenawaran file I : AdministrasidanTeknis
o. PenetapanperingkatteknisPemberitahuan/pengumumanperingkatteknis
p. Pembukaandanevaluasipenawaran file II : HargaPenetapanpemenang
q. Pengumumanpemenang
r. Masa sanggah hasil lelang
s. Klarifikasidannegosiasiteknisdanbiaya Upload beritaacarahasilpelelangan
t. Suratpenunjukanpenyediabarang/jasa
u. Kontrak
v. SPMK/Surat Pesanan
w. BAST
G. Tata cara pengadaan barang/jasa dan prosedur pencairan anggarannya adalah
sebagai berikut :
1. Tata Cara Pengadaan Langsung
a. Unit kerja mengajukan Form Permintaan (OPS, CTK, dan Lain Lain)
sebagai Nota Dinas ditujukan ke KPA dengan tembusan PPK dan Pejabat
Pengadaan;
b. PPK melakukan survei harga untuk mendapatkan HPS dari barang/jasa
dengan spesifikasi sesuai dengan Form Permintaan (OPS, CTK, dan Lain
Lain);
c. PPK memerintahkan pejabat pengadaan melakukan pengadaan barang/jasa
sesuai dengan HPS yang telah ditetapkan;
d. Pejabat pengadaan meminta penyedia barang/jasa untuk menyampaikan
Surat Permintaan Menawarkan Harga (SPMH);
e. Penyedia barang/jasa mengajukan Surat Penawaran Harga disertai dengan
Isian Kualifikasi dan Pakta Integritas;
f. Pejabat pengadaan melakukan evaluasi Surat Penawaran Harga, Isian
Kualifikasi, dan Pakta Integritas;
g. Pejabat pengadaan melakukan negosiasi harga apabila Surat Penawaran
Harga, Isian Kualifikasi, dan Pakta Integritas tersebut memenuhi kriteria;
h. Pejabat pengadaan membuat Berita Acara Evaluasi, Klarifikasi, dan
Negosiasi Harga;

70
i. Pejabat pengadaan menetapkan calon penyedia barang/jasa dan
mengusulkan kepada PPK untuk diterbitkan Surat Penetapan Penyedia
Barang dan Jasa (SPPBJ);
j. PPK menerbitkan SPPBJ;
k. PPK dan penyedia barang/jasa membuat Surat Perintah Kerja apabila nilai
pengadaan diatas Rp 10.000.000;
l. Penyelesaian pekerjaan pengadaan barang/jasa dibuktikan dengan Berita
Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP). Untuk nilai pengadaan sampai
dengan Rp 10.000.000 cukup dibuktikan dengan Kuitansi.
2. Penunjukan Langsung (khusus pengadaan jasa akomodasi/hotel)
a. Form Permintaan (OPS, CTK, dan Lain Lain) sebagai Nota Dinas
b. Surat Permintaan Pemilihan PBJ dari PPK ke Pejabat Pengadaan dengan
Lampiran HPS
c. Surat Permintaan Dokumen Kualifikasi
d. Berita Acara Penilaian Kualifikasi
e. Surat Undangan Menyampaikan Dokumen Pengadaan
f. Berita Acara Aanwijzing
g. Surat Penawaran Harga (SPH) dari PBJ : Harga, Kualifikasi (Meterai),
Pakta Integritas, NPWP, Rekening Bank
h. Surat Kuasa dari Direktur (Akta Notaris)bila Penanda tangan Berkas
Administrasi Bukan Direktur
i. Berita Acara Pembukaan Dokumen Penawaran
j. Berita Acara Evaluasi Administrasi , Teknis, dan Harga
k. Berita Acara Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan Harga
l. Surat Penetapan Penyedia Barang dan Jasa
m. Pengumunan Penetapan Penyedia Barang dan Jasa
n. Surat Pernyataan Sahnya Penetapan Penyedia Barang dan Jasa (Setelah 5
hari kerja tanggal Pengumuman atau Masa Sanggah)
o. Surat Usul Penerbitan SPPBJ
p. Surat Perjanjian /Kontrak
q. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP) untuk Pengadaan Jasa
r. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan (BASTHP)
s. Surat Permintaan Pembayaran kepada KPA dari PBJ
t. Invoice dan/atau Faktur
u. Kuitansi
v. Faktur Pajak
w. SSP
3. Prosedur Pembayaran Pengadaan Barang/Jasa
a. KPA/PPK membuat SPP dengan melampirkan bukti-bukti pendukung
pembayaran dan mengajukannya kepada Pejabat Penguji/Penerbit SPM;

71
b. Kelengkapan SPP Belanja Bahan, meliputi ringkasan kontrak, kuitansi/
bukti pembayaran, faktur (invoice), SPTB, Faktur Pajak, dan Surat Setoran
Pajak (SSP). Kelengkatan SPP ini disesuaikan dengan nilai pengadaannya;
c. Pejabat Penguji/Penerbit SPM menerbitkan SPM-GUP atau SPM-LS
setelah meneliti SPP dan bukti-bukti pendukungnya. Jenis SPM yang
diterbitkan disesuaikan dengan nilai pengadaan atau uang persediaan tunai
di kas BP;
d. Bendahara menyerahkan SPM kepada KPPN dengan melampirkan SPTB,
Faktur Pajak, dan SSP;
e. BP dapat langsung membayar kuitansi tersebut dengan uang persediaan
atau tambahan uang persediaan yang ada di Kas bila nilai pengadaan paling
tinggi Rp 20.000.000,- termasuk penyetoran pajaknya;
f. KPPN akan menerbitkan SP2D-LS atau SP2D-GUP.

72
Berdasarkan Perdirjen Perbendaharaan No. 47 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara
Kementerian Negara/Lembaga /Kantor/Satuan Kerja, menyatakan bahwa penatausahaan
dan penyusunan LPJ meliputi tata cara pembukuan Bendahara Penerimaan/Bendahara
Pengeluaran, pemeriksaan kas dan rekonsiliasi, penyusunan dan penyampaian LPJ, dan
verifikasi LPJ.
A. Pembukuan Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan
1. Bendahara Pengeluaran
a. Dalam rangka menyelenggarakan pembukuan, Bendahara Pengeluaran wajib
menyelenggarakan pembukuan dalam bentuk Buku Kas Umum, Buku Pembantu,
dan Buku Pengawasan Anggaran.
b. Pembukuan yang dilakukan oleh Bendahara harus dimulai dari Buku Kas Umum,
selanjutnya pada buku-buku pembantu sesuai dengan transaksinya. Buku
Pembantu Bendahara Pengeluaran sekurang-kurangnya meliputi:
1) Buku Pembantu Kas Tunai,
2) Buku Pembantu Bank,
3) Buku Pembantu Uang Muka Perjalanan Dinas,
4) Buku Pembantu UP/TUP
5) Buku Pembantu LS Bendahara,
6) Buku Pembantu Pajak
7) Buku Pembantu Lain-lain.
c. Bendahara Pengeluaran harus melakukan pembukuan secara terpisah untuk
Satker yang menerima SKPA.
d. Pada akhir tahun anggaran, BKU, buku-buku pembantu, dan Buku Pengawasan
Anggaran wajib ditutup.
2. Bendahara Penerimaan
a. Bendahara penerimaan membukukan seluruh penerimaan PNBP, baik yang
disetor langsung (ct : sewa rumah dinas), maupun yang dipungutnya.
b. Buku Pembantu Bendahara Penerimaan terdiri dari Buku Pembantu Kas dan buku
pembantu lainnya sesuai kebutuhan.
BAB XI PENATAUSAHAAN KAS DAN PENYUSUNAN LPJ

73
B. Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi
1. Kuasa PA wajib melakukan pemeriksaan kas sekurang-kurangnya satu kali dalam
satu bulan. Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan
Rekonsiliasi.
2. Kuasa PA wajib melakukan rekonsiliasi interrnal antara pembukuan bendahara dan
Laporan Keuangan UAKPA sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan sebelum
dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN.
3. PPK wajib melakukan rekonsiliasi interrnal antara pembukuan BPP dan pembukuan
BP sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan. Hasil rekonsiliasi dituangkan
dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi Internal.
4. Pokok-pokok yang perlu diperhatikan oleh KPA terhadap Bendahara dalam
pemeriksaan kas:
a) Kesesuaian antara data pembukuan setiap bulan dengan SP2D, uang muka, buku-
buku pembantu/ catatan lainnya. Selain itu KPA juga memperhatikan ketertiban
penyimpanan arsip/dokumen jeuangan dalam satu berkas tagihan.
b) Pemeriksaan fisik uang kas yang dituangkan dalam Register Penutupan Kas dan
cara penyimpanan uang agar terjamin dari segi keamanannya.
C. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ)
1. Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan wajib menyusun LPJ secara
bulanan dan disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja bulan berikutnya
disertai rekening koran.
2. LPJ disusun berdasarkan Buku Kas Umum, buku-buku pembantu, dan Buku
Pengawasan Anggaran yang telah diperiksa dan direkonsiliasi oleh KPA.
D. Kelemahan yang sering terjadi:
1. Pencatatan BKU terlambat/ tidak dibuat.
2. Pencatatan nomor bukti pada BKU berulang sehingga sulit untuk melakukan
pengecekan.
3. Nilai yang dicatat pada BKU adalah nilai netto bukan bruto, sehingga pada
umumnya akun pajak pada BKU tidak dicatat.
4. Saldo pada BKU tidak sama dengan saldo di LPJ Bendahara Pengeluaran.

74
Bukti pengeluaran adalah bukti pembayaran yang memuat keterangan tentang
jumlah uang yang dibayar/dikeluarkan, uraian pembayaran, tanggal pembayaran, tanda
tangan dan nama yang berhak menerima.
A. Bentuk dan Jenis bukti pengeluaran.
1. Bukti pengeluaran berbentuk daftar nominatif dan atau kuitansi/bukti pembayaran.
2. Jenis bukti pengeluaran yaitu daftar nominatif untuk pembayaran LS sedangkan
kuitansi/bukti untuk pembayaran UP/TUP dan LS.
3. Bendahara/BPP melakukan pembayaran atas UP/TUP berdasarkan surat perintah
bayar (SPBy) yang disetujui dan ditandatangani oleh PPK atas nama KPA, yang
dilampiri bukti pengeluaran
4. Bukti pengeluaran atas pembelian barang/jasa harus dari penyedia barang/jasa.
Dalam hal penyedia barang/jasa tidak mempunyai kuitansi/bukti pembayaran, maka
Bendahara/BPP membuat kuitansi sesuai format yang tercantum dalam lampiran XI
PMK No. 190 Tahun 2012. Tidak dibenarkan memakai kuitansi/bukti pembelian
berlogo BPS.
B. Kelengkapan bukti pengeluaran.
1. Pembayaran Gaji Induk/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji dilengkapi dengan Daftar
Gaji Induk/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji yang telah dilegalisasi oleh PPABP,
Bendahara dan KPA/PPK.
2. Apabila PPABP belum ada, maka legalisasi dilakukan oleh pembuat daftar gaji.
3. Pembayaran Uang Makan dilengkapi dengan Daftar penerima/perhitungan uang
makan dan rekapitulasi kehadiran.
4. Pembayaran Honorarium (531213) dan vakasi (512311) dilengkapi dengan:
a. Surat Keputusan yang terdapat pernyataan bahwa biaya yang timbul akibat
penerbitan surat keputusan dimaksud dibebankan pada DIPA (lengkap dengan
nomor, tanggal DIPA, dan kode pembebanan).
b. Daftar Nominatif penerima yang memuat paling sedikit nama orang, besaran
honor dan pemotongan pajak yang dilegalisasi oleh KPA/PPK, Bendahara, dan
Pembuat Daftar.
5. Pembayaran Belanja Operasional Perkantoran
a. Belanja Keperluan Perkantoran (521111) dilengkapi dengan:
1) SK Kepala BPS/BPS Provinsi atau BPS Kab/Kota untuk 1 (satu) tahun
anggaran untuk Pembayaran honor satpam dan petugas kebersihan
2) Kuitansi/Daftar penerima honor
BAB XII BUKTI PENGELUARAN

75
b. Belanja Penambahan Daya Tahan Tubuh (521113) dilengkapi dengan:
1) Surat Keputusan penerima daya tahan tubuh
2) Kuitansi pembelian daya tahan tubuh, dilengkapi dengan bukti pemotongan
pajak sesuai ketentuan yang berlaku
3) Tanda terima pemberian belanja penambahan daya tahan tubuh.
c. Belanja Pengiriman terdiri dari:
Pengiriman Surat Dinas (521114) dilengkapi dengan :
1) Kuitansi/Daftar rincian biaya
2) Bukti pengiriman atau resi
Pengiriman Barang (521119/521219) dilengkapi dengan :
1) Tanda terima dokumen yang sudah ditanda tangani Tata Usaha BPS atau
instansi yang dituju (bila melalui kurir), dilengkapi dengan tanggal
penerimaan.
2) Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan (BASTHP) untuk pengiriman
yang dilakukan dengan SPK.
d. Belanja Langganan Daya dan Jasa dilengkapi dengan Surat tagihan penggunaan
daya dan jasa yang sah.
e. Belanja Pemeliharaan Kendaraan Dinas/Peralatan dan Mesin (523121) dilengkapi
dengan
1) Kuitansi/Nota yang sah. Untuk kendaraan dinas, apabila disekitar wilayah
kerja tidak terdapat SPBU maka pembelian bahan bakar dapat dilakukan di
pedagang eceran, dan pada tanda bukti harus ditulis secara lengkap dan jelas
alamatnya seperti kota/desa, jalan/nomor bangunan tempat usaha.(perlu
contoh terlampir)
2) Tanda bukti pemeliharaan kendaraan harus mencantumkan nomor polisi
kendaraan yang sesuai dan untuk peralatan kantor lainnnya mencantumkan
jenis dan tipe barang yang dipelihara.
3) Peralatan dan mesin yang tercatat dalam SIMAK-BMN dengan kondisi Rusak
Berat tidak boleh mendapat biaya pemeliharaan.
4) Setiap kali dilakukan perawatan harus dicatat ke dalam kartu kendali
pemeliharaan.
f. Belanja pemeliharaan gedung dan halaman Kantor (523111) dilengkapi dengan:
1) Kuitansi/Nota yang sah dilengkapi dengan rincian jenis dan biaya
pemeliharaan.
2) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP)/ Berita Acara Serah Terima
Hasil Pekerjaan (BASTHP) untuk pemeliharaan yang dilakukan dengan SPK.
3) Setiap kali dilakukan perawatan harus dicatat ke dalam kartu kendali
pemeliharaan.

76
g. Belanja biaya Fotocopy (521211/521219) dilengkapi dengan :
Kuitansi/Nota yang sah. Tanda bukti yang berupa bon/faktur dan nilainya relatif
kecil dari berbagai subject matter agar dibuatkan rekapitulasinya yang
ditandatangani pejabat Tata Usaha.
6. Pembayaran Biaya Pelatihan Petugas/Perjalanan Paket Meeting Dalam Kota
(524114) dilengkapi dengan :
a. SPJ untuk akomodasi, konsumsi dan ruang kelas
1) Kuitansi apabila nilai pembayaran dibawah Rp50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) dilengkapi dengan invoice, faktur pajak (jika dikenakan), BAPP dan
BASTHP.
2) Surat Perintah Kerja (SPK) Penunjukan Langsung apabila nilai pembayaran
antara Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) s.d Rp200.000.000,- (dua ratus
juta rupiah).
3) Kontrak Penunjukan Langsung apabila pembayaran diatas Rp200.000.000,-
(dua ratus juta rupiah).
b. SPJ untuk peserta pelatihan terdiri dari Surat Tugas, SPD, Kuitansi, Rincian
Perjalanan Dinas dan Pengeluaran Riil.
7. Pembayaran Belanja Perjalanan Dinas (524119)
a. Mengacu pada PMK 113 Tahun 2012 dan Perka BPS nomor 31 Tahun 2013
b. Seluruh Perjalanan Dinas (kecuali Perjalanan Dinas dalam kota s.d 8 jam)
dipertanggungjawabkan melalui Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas (SPD)
dengan komponen SPD yaitu biaya transpor, biaya penginapan, uang harian dan
uang representative (khusus pejabat setingkat Menteri, Eselon I, dan II).
c. Dalam hal bukti pengeluaran transportasi dan/atau penginapan/hotel tidak
diperoleh, pertanggungjawab-an biaya dapat menggunakan Daftar Pengeluaran
Riil.
d. Perjalanan Dinas dalam kota s.d 8 jam diberikan transport lokal yang
dipertanggungjawabkan melalui Surat Tugas dan daftar nominatif penerima.
8. Pembayaran Belanja Pengadaan Barang/Jasa
a. Mengacu Perpres 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah Perpres 70 Tahun
2012
b. Mengacu pada PMK 190 tahun 2012
Dalam melaksanakan tugas, bendahara/BPP di BPS Provinsi dan BPS Kabupaten/Kota
wajib berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu antara
lain:
1. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
4. Keputusan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa;

77
5. Ketentuan yang dikeluarkan Menteri Keuangan/Dirjen Anggaran/ Dirjen
Perbendaharaan/Dirjen Pajak dan Instansi Lainnya.
6. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan dan Pengelolaan Anggaran BPS dan Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Pengendalian Kegiatan dan Anggaran BPS di Daerah.

78
A. Gambaran Umum
LK merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-
transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan (Perdirjen Pb No. 55 Tahun 2012).
LK juga merupakan produk akhir dari proses akuntansi yang telah dilakukan oleh
Kementrian/Lembaga. LK yang disusun harus memenuhi karekteristik kualitatif LK
yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami.
Tujuan umum LK adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi
anggaran, arus kas dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi
para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber
daya. Secara spesifik tujuan LK pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang
berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas
pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Penyusunan LK harus memenuhi prinsip-prinsip akuntansi yang dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP).
B. Tahapan Penyusunan LK BPS
Dalam penyusunan LK, terdapat dua jenis entitas yaitu entitas pelaporan dan entitas
akuntansi. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa LK. Entitas Akuntansi adalah unit
pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib
menyelenggarakan akuntansi dan menyusun LK untuk digabungkan pada entitas
pelaporan.
Pada BPS yang menjadi entitas pelaporan adalah instansi BPS itu sendiri (BPS RI)
sedangkan yang menjadi entitas akuntansi adalah BPS Provinsi/Kab/Kota dan BPS
Pusat. Maka dapat disimpulkan bahwa LK BPS merupakan hasil penggabungan dari LK
BPS Provinsi/ Kab/Kota dan LK BPS Pusat.
LK wajib disusun oleh BPS Provinsi dan BPS Kabupaten/Kota lalu disampaikan ke
Bagian Tata Usaha BPS Provinsi untuk digabungkan menjadi LK Wilayah (UAPPA-W).
LK Wilayah dan LK BPS Pusat disampaikan ke Biro Keuangan cq Bagian Akuntansi
untuk digabungkan menjadi LK BPS RI. LK BPS RI tersebut disampaikan kepada
Kementrian Keuangan cq Dirjen PBN.
Dalam penyusunan LK agar memperhatikan jadwal-jadwal penyusunan dan
pengiriman yang diatur pada Peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan No. PER-
55/PB/2012 tentang Pedoman Penyusunan LK. Jadwal tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
BAB XIII LAPORAN KEUANGAN

79
Laporan Keuangan Semester I
Laporan Keuangan Tahunan
Unit Organisasi Terima Proses &
Rekonsiliasi
Kirim Waktu
Pengiriman
BPS
Provinsi/Kab/Kota
- - 10 Juli
20xx 2 hari
BPS Wilayah
12 Juli
20xx 3 hari
15 Juli
20xx 2 hari
Biro Keuangan
c.q Bagian
Akuntansi 17 Juli
20xx 3 hari
20 Juli
20xx 2 hari
BPS RI
22 Juli
20xx 3 hari
26 Juli
20xx -
Menkeu cq Dirjen
PBN
Tanggal
26 Juli
20xx
- - -
Unit Organisasi Terima Proses &
Rekonsiliasi
Kirim Waktu
Pengiriman
BPS
Provinsi/Kab/Kota
- -
20
Januari
20xx
3 hari
BPS Wilayah
23
Januari
20xx
6 hari
29
Januari
20xx
3 hari

80
C. Penyusunan LK BPS
Pada penyusunan LK BPS, komponen pokok yang harus dipenuhi yaitu:
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
2. Neraca;
3. Catatan atas LK
Selain ketiga komponen pokok di atas, LK juga wajib menyajikan laporan lain dan/atau
elemen informasi akuntansi yang diwajibkan oleh peraturan perundang-perundangan
(statutory reports) yaitu lampiran-lampiran pendukungnya yang terdiri dari (disesuaikan
dengan Surat Sestama terkait penyusunan LK):
1. Lampiran dari Aplikasi SAKPA
a. LRA Pendapatan dan LRA Pengembalian Pendapatan;
b. LRA Belanja dan LRA Pengembalian Belanja;
c. Neraca percobaan;
d. Neraca perbandingan posisi per 30 Juni 20xx dengen posisi per 31 Desember
20xx-1 untuk LK Semester I dan 31 Desember 20xx dengan posisi per 31
Desember 20xx-1 untuk LK Tahunan.
2. Lampiran dari Aplikasi SIMAK BMN
a. Laporan Posisi Barang Milik Negara (BMN)/Neraca BMN;
b. Laporan Barang Persediaan dan Berita Acara (BA) Stock Opname Barang
Persediaan;
c. Laporan Barang Pengguna : Intrakomptabel (I), Ekstrakomptabel (E), Gabungan
(I) dan (E);
d. Barang Bersejarah;
e. Aset Tak Berwujud;
Biro Keuangan
c.q Bagian
Akuntansi
2
Februari
20xx
6 hari
8
Februari
20xx
2 hari
BPS RI
10
Februari
20xx
17 hari
Tanggal
terakhir
Februari
20xx
-
Menkeu cq Dirjen
PBN
Tanggal
terakhir
Februari
20xx
- - -

81
f. Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP);
g. Laporan Kondisi Barang.
3. Surat pernyataan rekening Bendahara Pengeluaran (LK tingkat UAKPA)
Provinsi/Kab/Kota) atau Surat pernyataan dan rekapan daftar rekening BPS
Provinsi/Kab/Kota (LK tingkat UAPPA-W).
4. Rekap Akrual
5. Tindak lanjut atas temuan BPK (Bila Ada)
6. Daftar SSBP/copy dokumen SSBP untuk penyetoran UP tahun berjalan.
7. Daftar SSBP/copy dokumen SSBP untuk pendapatan yang diterima pada tahun
berjalan.
8. Berita Acara Rekonsiliasi (BAR), beserta laporan hasil rekonsiliasi (LHR).
9. Monitoring UP/TUP
10. Rekening Koran
11. Dokumen pendukung terkait hibah, kerja sama dan lain-lain (Bila Ada)
12. LRA Belanja dari SKPA (Bila Ada)
13. Capaian Kinerja untuk LK Tahunan
14. Lampiran lainnya.
D. Sistematika Isi LK
Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca Kementerian Negara/Lembaga disertai
dengan Catatan atas LK yang memuat:
1. Kata Pengantar
2. Daftar Isi
3. Daftar Tabel
4. Daftar Grafik
5. Daftar Lampiran
6. Daftar Singkatan
7. Pernyataan Tanggung Jawab (SOR)
8. Ringkasan
a. Laporan Realisasi Anggaran
b. Neraca
c. Catatan Atas LK
9. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
10. Neraca
11. LRA Face Perbandingan
12. Neraca Face Perbandingan
13. CALK
a. Penjelasan Umum
1) Dasar Hukum
2) Kebijakan Teknis

82
3) Pendekatan Penyusunan LK
4) Kebijakan Akuntansi
b. Penjelasan atas Pos-pos Laporan Realisasi Anggaran
1) Pendapatan Negara dan Hibah
2) Belanja Negara
c. Penjelasan atas Pos-pos Neraca
1) Aset Lancar
2) Aset Tetap
3) Aset Lainnya
4) Kewajiban Jangka Pendek
5) Ekuitas Dana Lancar
6) Ekuitas Dana Diinvestasikan
d. Pengungkapan Penting Lainnya
1) Kejadian-Kejadian Penting Setelah Tanggal Neraca
2) Temuan dan Tindak Lanjut BPK
3) Informasi Pendapatan dan Belanja Akrual
4) Rekening Pemerintah
5) Pengungkapan Lain-Lain
14. Lampiran dan Daftar

Contoh Kasus
A. Pejabat Perbendaharaan Negara
1. Pimpinan suatu Satker berstatus bukan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan yang bersangkutan
ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA). Apakah hal ini diperkenankan?
Jawab:
Sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang
Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka
Pelaksanaan APBN pada Pasal 5, diatur bahwa
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna
Anggaran (PA) berwenang menunjuk kepala
Satker yang berstatus PNS untuk melaksanakan
kegiatan Kementerian Negara/Lembaga
sebagai KPA. Dalam hal Satker yang
pimpinannya bukan PNS, PA dapat menunjuk
pejabat lain yang berstatus PNS sebagai KPA.
Namun demikian, dalam keadaan tertentu PA
dapat menunjuk KPA yang bukan PNS dengan
mempertimbangkan efektivitas dalam
pelaksanaan dan pertanggungjawaban

anggaran, pelaksanaan kegiatan, dan
pencapaian output/kinerja yang ditetapkan
dalam DIPA. Penunjukan KPA yang bukan PNS
tersebut dilaksanakan setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
Demikian juga dalam hal terdapat keterbatasan
jumlah pejabat/pegawai yang memenuhi syarat
untuk ditetapkan sebagai Pejabat
Perbendaharaan Negara, KPA dimungkinkan
merangkap fungsi Pejabat Perbendaharaan
Negara sebagai Pejabat Pembuat Komitmen
atau Pejabat Penandatangan Surat Perintah
Membayar dengan memperhatikan pelaksanaan
prinsip saling uji (check and balance).
2. Siapa saja pejabat perbendaharaan negara pada
satker?
Jawab:
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penanda
Tangan SPM (PPSPM), Bendahara

Pengeluaran, Bendahara Pengeluaran
Pembantu (BPP), dan Petugas Pengelolaan
Administrasi Belanja Pegawai (PPABP)
Apa Tugas masing-masing Pejabat
Perbendaharaan Negara?
Masing-masing pejabat memiliki wewenang dan
tanggung jawab, secara umum sebagai berikut:
KPA bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan dan anggaran yang berada dalam
penguasaannya kepada Pengguna
Anggaran.
PPK melaksanakan kewenangan KPA untuk
melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran anggaran belanja negara. PPK
menandatangani SPP.
PPSPM melaksanakan kewenangan KPA
untuk melakukan pengujian atas tagihan
dan menerbitkan SPM.
Bendahara Pengeluaran dan BPP
melaksanakan tugas kebendaharaan atas
uang/surat berharga yang berada dalam
pengelolaannya.

PPABP membantu PPK dalam mengelola
pelaksanaan belanja pegawai.
Untuk wewenang dan tugas masing–masing
pejabat perbendaharaan negara selengkapnya,
lihat di PMK 190/PMK.05/2012.
3. Apakah Pegawai Tidak Tetap dalam sebuah
satker boleh menjadi bendahara pengeluaran
APBN ?
Jawab:
Mengingat tuntutan ganti rugi atas keuangan
negara, sesuai UU No. 17 tahun 2003, hanya
dapat dikenakan kepada pegawai negeri maka
jabatan bendahara hanya boleh dijabat oleh
pegawai negeri.
4. Apakah Bendahara Pengeluaran Pembantu
(BPP) diperbolehkan merangkap menjadi
panitia pengadaan barang dan jasa? atau panitia
yang lain dalam (SK)? apakah ada peraturan
yang menjelaskan hal tersebut? mohon
penjelasannya. Terima kasih.

Jawab:
Sesuai PMK 190/PMK.05/2012 pasal 22 ayat 5,
Bendahara Pengeluaran/BPP tidak dapat
dirangkap oleh KPA, PPK maupun PPSPM.
Sedangkan menurut PMK 73/PMK.05/2008
pasal 3, Bendahara Pengeluaran/BPP tidak
boleh merangkap sebagai Bendahara
Penerimaan atau sebaliknya. Sehingga apabila
diluar itu, tidak ada larangan. Namun yang
jelas, semua harus memperhatikan prinsip
check and balance.
5. Apakah honor untuk bendahara pengeluaran ada
dasar hukum yang mengatur? ataukah hanya
berdasarkan kewenangan masing-masing
instansi.
Jawab:
Pada prinsipnya pembayaran honorarium untuk
bendahara pengeluaran menjadi kewenangan
masing-masing Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) dengan memperhatikan batas tertinggi

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan mengenai Standar Biaya Umum.
Pada tahun 2013 Standar Biaya Umum diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
37/PMK.02/2012 tentang Standar Biaya Umum
Tahun 2013.
B. Bagan Akun Standar
1. Akun mana yang digunakan untuk Belanja
Langganan Internet, 522119 atau 521111?
Apakah akun belanja telepon dan Fax sama?
Jawab:
Pengeluaran untuk langganan telepon dan fax
dibebankan ke dalam akun 522112 (Belanja
Langganan Telepon), sedangkan pengeluaran
untuk internet dibebankan ke dalam akun
521111 (Belanja Keperluan Perkantoran) atau
akun 522119 (Belanja Langganan Daya dan
Jasa Lainnya).

2. Apakah terdapat akun untuk biaya penerimaan
tamu serta bagaimana peng SPJ-an konsumsi
untuk penerima tamu?
Jawab:
Bahwa biaya penerimaan tamu dapat
menggunakan MAK 521111 dengan pola SPJ-
nya dapat berupa konsumsi rapat (notulen,
daftar hadir, surat undangan dan bukti
pembelian konsumsi), atau jika bukan berupa
rapat maka bukti pembelian konsumsi dapat
sebagai pertanggungjawaban dengan dilampiri
foto kopi surat tugas.
3. Pembelian materai menggunakan akun belanja
apa? dan untuk apa saja pemakaian materai
tersebut?
Jawab:
Pembelian materai dapat menggunakan belanja
521111, pemakaian materai dapat digunakan

terkait dokumen-dokumen seperti Cek, Surat
Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM).
4. Apakah diperkenankan belanja barang dari
belanja pemeliharaan untuk pembelian vertical
blind, gordyen atau hard disk yang menambah
aset tetap?
Jawab:
Sebagaimana telah diatur dalam Perdirjen
33/PB/2008 tentang pedoman penggunaan akun
belanja barang dan belanja modal dan
Perdirjen Nomor 80/PB/2011 tentang
Penambahan dan Perubahan Akun Pendapatan,
Belanja, dan Transfer Pada BAS, bahwa
pengeluaran-pengeluaran yang dapat
didistribusikan langsung terhadap pembentukan
Aset Tetap/Aset Lainnya di atas batas
kapitalisasi yang disajikan dalam neraca,
seluruhnya tidak dibebankan ke dalam akun 52
melainkan menggunakan akun 53. Jika terjadi
pembelian belanja modal menggunakan belanja

barang maka untuk pengamanan aset maka
dilakukan jurnal koreksi pada SIMAK-BMN dan
dijelaskan pada Berita Acara Rekonsiliasi
Internal SAKPA-SIMAK BMN.
5. MAK 521219 itu untuk apa saja. Apakah boleh
direvisi untuk belanja bahan?
Jawab:
MAK 521219 merupakan digunakan untuk
pengeluaran yang tidak dapat ditampung
dalam akun 521211, 521212, 521213, MAK
521219 boleh direvisi ke belanja bahan
(521211), belanja barang transito (521212)
dan belanja honor (521213) melalui
mekanisme revisi POK namun jika direvisi ke
belanja perjalanan (524xxx) maka melalui
mekanisme revisi DIPA di kanwil DJPB.
Contoh belanja menggunakan akun 521219
adalah belanja dalam rangka diklat, sertifikasi
Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) jika
penyelenggaraannya menggunakan pola PNBP

namun jika penyelenggaraannya menggunakan
paket meeting kontraktual maka menggunakan
belanja paket meeting dalam kota (524114)
ataupun belanja paket meeting luar kota
(524115)
6. Apakah perjalanan dinas menghadiri undangan
instansi lain, workshop, Focus Group
Discussion (FGD) yang biaya perjalanannya
ditanggung sendiri apakah diperkenankan dan
harus menggunakan akun apa?, terimakasih.
Jawab:
Dalam hal instansi saudara diundang untuk
menghadiri undangan yang dilaksanakan oleh
instansi lain dan biaya perjalanannya
ditanggung sendiri maka pengeluarannya
dibebankan ke dalam akun 524111 (Belanja
Perjalanan Biasa). Sepanjang pengeluaran
tersebut tercantum dalam POK maka dapat
diperkenankan untuk dibiayai.

7. Biaya pengiriman jenazah pegawai yang
meninggal dalam tugas menggunakan akun
apa?
Jawab:
Biaya pengiriman jenazah menggunakan akun
524111, dimana untuk biaya-biaya pemetian
dan pengangkutan jenazah sesuai dengan bukti
riil yang dikeluarkan dan dicantumkan dalam
bukti pengeluaran riil sesuai dengan PMK 113
Tahun 2012.
8. Apakah perbedaan dan peruntukan belanja akun
524111 dengan akun 524112. Sedianya kami
mempunyai belanja akun 524111 yang dalam
rkakl diperuntukan untuk perjalanan ke
provinsi. Tapi pada pelaksanaannya kami juga
sering menggunakan belanja akun tersebut
untuk perjalanan tetap ke ibu kota kabupaten
(daerah kami adalah daerah kepulauan). Yang
jadi pertanyaan apakah terhadap tindakan
tersebut kami harus merevisi sebagian anggaran

dari akun 524111 ke akun 524112 ? terima
kasih atas penjelasannya.
Jawab:
Perbedaan akun 524111 dan 524112 adalah
tujuan dari kegiatan perjalanan dinas
dimaksud. Akun 524111 digunakan untuk
pengeluaran perjalanan dinas bagi
PNS/pegawai tidak tetap yang secara umum
melakanakan tupoksi, sedangkan 524112
digunakan untuk pengeluaran perjalanan dinas
yang berhubungan langsung dengan pelayanan
kepada masyarakat.
Sesuai dengan PMK Nomor 113/PMK.05/2012
tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi
Pejabat Negara, Pegawai Negeri, Dan Pegawai
Tidak Tetap, pengertian Kota adalah
Kota/Kabupaten pembagian wilayah
administratif di Indonesia di bawah Provinsi
sehingga masih dalam batas wilayah
kota/kabupaten yang sama, dan memperhatikan
surat Direktur jenderal Perbendaharaan

Nomor S-4599/PB/2013 Tanggal 3 Juli 2013
maka perjalanan dinas tersebut menggunakan
akun 524113 (Belanja Perjalanan Dinas Dalam
Kota).
9. Mengapa terdapat revisi akun perjalanan dinas
tahun 2013?
Jawab:
Sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor S-
2056/MK.5/2013 tanggal 18 Maret 2013, akun
sebagai berikut harus direvisi yaitu:
Akun 521119 (Belanja Barang Operasional
Lainnya) menjadi 524113.
Akun 521219 (Belanja Barang Non
Operasional Lainnya) menjadi 524114.
Seluruh satker harus merevisi sebagaimana
ketentuan tersebut agar pelaksanaan dan
pembebanan biaya perjalanan dinas menjadi
lebih tertib dan terkendali.
10. Bagaimana penggunaan akun perjalanan dinas?

Jawab:
524111 Belanja Perjalanan Biasa, yaitu
Pengeluaran untuk perjalanan dinas
jabatan melewati batas kota dan perjalanan
dinas pindah.
524112 Belanja Perjalanan Tetap, yaitu
Pengeluaran untuk perjalanan dinas tetap
yang dihitung dengan memperhatikan
jumlah pejabat yang melaksanakan
perjalanan dinas. Pengeluaran oleh
Kementerian Negara/ Lembaga untuk
kegiatan pelayanan masyarakat. Contoh:
Perjalanan dinas oleh tenaga penyuluh
pertanian, juru penerang, penyuluh agama,
dan lainnya.
524113 Belanja Perjalanan Dinas Dalam
Kota, yaitu Pengeluaran untuk perjalanan
dinas yang dilaksanakan di dalam kota.
524114 Belanja Perjalanan Dinas Paket
Meeting Dalam Kota, yaitu Pengeluaran
untuk perjalanan dinas dalam rangka
kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya

yang dilaksanakan di dalam kota satker
penyelenggara dan dibiayai seluruhnya
oleh satker penyelenggara, serta yang
dilaksanakan di dalam kota satker peserta
dengan biaya perjalanan dinas yang
ditanggung oleh satker peserta.
524119 Belanja Perjalanan Dinas Paket
Meeting Luar Kota, yaitu Pengeluaran
untuk perjalanan dinas dalam rangka
kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya
yang dilaksanakan di luar kota satker
penyelenggara dan dibiayai seluruhnya
oleh satker penyelenggara, serta yang
dilaksanakan di luar kota satker peserta
dengan biaya perjalanan dinas yang
ditanggung oleh satker peserta.
11. Apakah akun perjalanan dinas boleh minus?
Jawab:
Tidak boleh, karena akun perjalanan dinas
tercantum dalam halaman IV DIPA.

C. Revisi Anggaran
1. Kekurangan anggaran pada langganan daya dan
jasa apakah boleh diambil dari pengadaan
pakaian dinas pegawai, dimana sasaran atau
output dari pengadaan pakaian dinas pegawai
sudah terpenuhi. Apakah ini termasuk revisi
POK atau revisi DIPA?
Jawab:
Kelebihan alokasi pagu yang sudah tercapai
sasaran outputnya dapat dilakukan revisi untuk
membiayai kegiatan lain. Revisi DIPA yang
masih dalam satu output, satu jenis belanja dan
tidak merubah DIPA merupakan kewenangan
KPA (revisi POK).
2. Mengapa tidak bisa mengembalikan pagu awal
setelah melakukan transfer pagu revisi DIPA
ke- 2 di aplikasi SPM?
Jawab:
Pagu yang sudah ditransfer sesuai revisi
terakhir tidak akan bisa lagi kembali ke pagu

awal, karena secara aturan yang berlaku dan
sistem yang ada tidak diperbolehkan
3. Apakah boleh melakukan revisi belanja uang
makan PNS (511129) untuk menutupi
kekurangan belanja langganan listrik (522111)?
Jawab:
Belanja uang makan tidak dapat direvisi
(dikurangi) untuk menambah belanja
langganan listrik. Apabila terjadi kekurangan
untuk belanja langganan listrik, biaya
langganan listrik dimaksud dapat dibayarkan
pada tahun anggaran berikutnya sebagai
tunggakan.
4. Apakah akun 521115 boleh di revisi ke akun
524114?
Jawab:
Akun 521115 (Honor pengelola keuangan)
tidak dapat direvisi menambah belanja lain
(termasuk belanja perjadin akun 524114),

kecuali untuk menambah belanja honor
pengelola keuangan satker lain.
5. Apa saja syarat administrasi untuk merevisi
nama KPA di DIPA?
Jawab:
Surat usulan pengesahan revisi diajukan ke
Kanwil DJPB, disertai dengan Revisi DIPA
yang ditandatangani KPA.
6. Bagaimana cara mengetahui status revisi DIPA
yang telah diajukan ke Pusat Layanan DJA?
Jawab:
Revisi yg diajukan melalui Pusat Layanan DJA
akan memperoleh nomor tiket. Untuk
mengetahui status revisinya dapat dicek melalui
Sistem Informasi Pusat Layanan DJA dengan
entri nomor tiket pada laman tersebut atau
dapat menghubungi Call Center/Customer
Service ke nomor yang ada pada laman
dimaksud.

7. Bagaimana cara merubah nama bendahara dan
KPA di ADK?
Jawab:
Ubah data bendahara dan KPA di aplikasi
pada menu DIPA - Data KPA. Kemudian
sampaikan usulan perubahan dan back up ADK
kepada Kanwil DJPB wilayah kerja masing-
masing.
8. Di daerah dituntut untuk mengikuti sertifikasi
PBJ namun biayanya tidak dianggarkan padahal
kebutuhan pegawai yang memiliki sertifikat
PBJ masih terbatas, namun tidak ada anggaran
untuk diklat PBJ?
Jawab:
Diklat PBJ dapat dibiayai asalkan pengeluaran
atas kegiatan tersebut tercantum dalam POK,
jika belum ada maka KPA dapat melakukan
revisi POK.

9. Apabila terjadi perubahan di Lembar ke IV,
misalnya penambahan spd, revisinya
merupakan kewenangan siapa?
Jawab:
Pergeseran/perubahan anggaran yang
mengakibatkan perubahan pada Halaman (I, II,
III, dan/atau IV) DIPA merupakan kewenangan
satker, tetapi perlu pengesahan Kanwil DJPB
atau DJA. Revisi Lembar IV dimaksud
(termasuk penambahan spd) perlu disahkan
oleh Kanwil DJPB atau DJA, tergantung jenis
kewenangannya, apabila revisi masih dalam
satu satker dan tidak mengurangi volume,
cukup disahkan oleh Kanwil DJPB
10. Dana Pagu Belanja Langganan Air (522113)
sudah habis, apakah bisa diambil (revisi) dari
Belanja Langganan Listrik (522111)? Kalau
bisa apakah revisi KPA atau Kanwil DJPBN?
Terima Kasih.

Jawab:
Bisa, dan merupakan revisi POK yang
ditetapkan oleh KPA.
11. Apakah pagu DIPA boleh minus?
Jawab:
Nilai yang tercantum pada DIPA merupakan
batas tertinggi, baik yang tercantum pada
halaman II DIPA ataupun halaman IV DIPA.
Pengeluaran tidak boleh dilaksanakan apabila
tidak terdapat atau tidak mencukupinya alokasi
dana pada DIPA. Pengecualian untuk gaji dan
tunjangan yang melekat pada gaji dapat
melampaui alokasi pagu DIPA untuk kemudian
dilakukan revisi DIPA.
12. Apakah diperbolehkan bila belanja dengan
MAK yang sama tapi berbeda kegiatan tanpa
melalui mekanisme revisi? Contohnya apakah
boleh kekurangan untuk belanja ATK untuk
kegiatan sakernas ditambahkan dari belanja
ATK untuk kegiatan susenas tanpa melalui
mekanisme revisi?

Jawab:
Tidak boleh, tetap harus melalui mekanisme
revisi POK dan dikoordinasikan dengan BPS
Provinsi.
D. SKPA
1. Pada suatu daerah ada dua satker dari satu
penerbit SKPA yaitu Kanwil X. Ketika salah
satu satker rekon dengan KPPN sedangkan yang
satu belum, akan terjadi perbedaan. Bagaimana
cara mengatasinya?
Jawab:
Selama ini untuk rekon satker dengan SKPA
memang seperti itu, tidak berubah dari tahun
2012, seharusnya untuk rekonsiliasi SKPA
ditunjuk 1 satker sebagai koordinator untuk
melakukan rekonsiliasi ke KPPN
2. Mengapa cetakan realisasi belanja untuk 2
satker berbeda menjadi satu?

Jawab:
Konsep dari SKPA adalah realisasi dimiliki
oleh penerbit SKPA sehingga realisasi
anggaran adalah realisasi satker penerbit,
bukan realisasi satker penerima.
3. Bagaimana cara penerbitan SKPA?
Jawab:
Yang dapat menerbitkan SKPA adalah KPA
unit eselon lebih tinggi kepada KPA unit eselon
lebih rendah dalam unit eselon I yang sama
pada Kementerian Negara/Lembaga. Untuk
KPA Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, dan
Urusan Bersama tidak dapat menerbitkan atau
menerima SKPA. SKPA diterbitkan melalui
aplikasi SPM. KPA Penerbit menyampaikan
dokumen SKPA (beserta ADK) ke KPPN
Penerbit untuk mendapat pengesahan.
4. Bagaimana Prosedur yang harus dilakukan oleh
Satker penerima SKPA ketika SKPA tersebut
telah diterima?

Isi Formulir Pendaftaran PIN PPSPM untuk
SKPA tersebut dan kirim satu lembar SKPA
yang sudah ditandatangani ke KPPN.
Selanjutnya input ADK SKPA ke aplikasi
SPM dan lakukan pencairan dana sesuai
peruntukan dan ketentuan yang berlaku.
Lakukan rekonsiliasi realisasi dana SKPA
per bulan dengan KPPN Penerima SKPA.
Kirim Laporan Keuangan triwulanan
beserta ADK dari aplikasi SAKPA dan
dokumen pendukung kepada KPA Penerbit.
E. Kerjasama
1. Kenapa tidak diseragamkan untuk kegiatan
kerjasama di BPS untuk seluruh provinsi?
Jawab:
Pola kerjasama di BPS sesuai dengan Perka 37
Tahun 2012 terdapat 3 jenis pola kerjasama di
BPS yaitu PNBP, Hibah dan Swakelola. Karena
masing-masing mitra kerjasama BPS

menginginkan bentuk kerjasama yang berbeda-
beda.
2. Apa perbedaan antara satker PNBP yang
Maksimum Pencairannya ditetapkan terpusat
dan tidak terpusat ?
Jawab:
Untuk satker PNBP terpusat:
Maksimum pencairan ditetapkan
berdasarkan Surat Edaran atau Peraturan
Dirjen Perbendaharaan.
Pencairan dana PNBP dilakukan
berdasarkan Surat Edaran/Peraturan
Dirjen Perbendaharaan tanpa melampirkan
SSBP ketika pencairan dana
Untuk satker PNBP tidak terpusat :
Penetapan Maksimum Pencairan ditetapkan
berdasarkan SSBP yang telah dikonfirmasi
oleh KPPN.
Pencairan dana PNBP dilakukan
berdasarkan Daftar Perhitungan Jumlah
Maksimum Pencairan

3. Bagaimana Cara Perhitungan Maksimum
Pencairan Dana Satker?
Jawab:
MP =(PPP x JS) – JPS
Keterangan:
MP = maksimum pencairan dana.
PPP = proporsi pagu pengeluaran terhadap
pendapatan.
JS = jumlah setoran.
JPS = jumlah pencairan dana sebelumnya
sampai dengan SPM terakhir yang
diterbitkan.
4. Berapa jumlah UP yang dapat diberikan kepada
satker PNBP ?
Jawab:
Dapat diberikan sebesar 20% dari realisasi
PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu
PNBP maksimal Rp 500 juta.
Dapat diberikan sebesar 1/12 dari pagu
PNBP di DIPA maksimal Rp 200 juta.

Apabila satker:
(a) Belum memperoleh MP,
(b) Nilai MP satker belum mencapa 1/12 pagu
PNBP, atau
(c) Satker terpusat belum memperoleh pagu
pencairan berdasarkan SE/Perdirjen
Perbendaharaan.
Penggantian UP atas pemberian UP dilakukan
setelah satker Pengguna PNBP memperoleh
Maksimum Pencairan dana PNBP minimal
sebesar UP yang diberikan.
5. Bagaimana tata cara Pengesahan Hibah
langsung dalam bentuk uang untuk hibah yang
bersumber dari dalam negeri ?
Jawab:
Tahapannya sebagai berikut:
a) Pengajuan permohonan nomor register ke
DJPU;
b) Pengajuan persetujuan pembukaan
Rekening Hibah ke DJPB;

c) Penyesuaian pagu hibah dalam DIPA; dan
d) Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung
dalam bentuk uang dan belanja yang
bersumber dari hibah langsung dengan
tahapan sebagai berikut:
1) PA/KPA mengajukan SP2HL seluruh
pendapatan hibah sebesar yang telah
diterima dan belanja sebesar yang telah
dibelanjakan maksimal sebesar alokasi
dana yang tercantum pada DIPA,
dilampiri dengan copy Rekening atas
Rekening Hibah, SPTMHL, SPTJM, dan
copy surat persetujuan pembukaan
rekening untuk pengajuan SP2HL
pertama kali.
2) Atas dasar SP2HL, KPPN menerbitkan
SPHL dalam 3 rangkap. Lembar
pertama disampaikan ke PA/KPA.
3) Atas dasar SPHL, KPPN membukukan
Pendapatan Hibah Langsung dan
belanja yang bersumber dari hibah

langsung serta saldo kas di K/L dari
hibah.
4) Atas dasar SPHL, PA/KPA
membukukan belanja yang bersumber
dari hibah langsung dan saldo kas di
K/L dari hibah.
e) Apabila terdapat pengembalian
pendapatan hibah langsung dalam bentuk
uang maka tahapannya sebagai berikut:
1) Sisa uang dapat dikembalikan kepada
Pemberi Hibah sesuai perjanjian hibah
atau dokumen yang dipersamakan. Atas
pengembalian tersebut, PA/KPA
mengajukan SP4HL kepada KPPN
mitra kerjanya sesuai batas waktu yang
ditentukan, dengan dilampiri:
(a) Copy rekening atas Rekening
Hibah,
(b) Copy bukti pengiriman/transfer
kepada Pemberi Hibah, dan
(c) SPTJM.

2) Atas dasar SP4HL tersebut KPPN
menerbitkan SP3HL dalam 3 rangkap.
Lembar pertama disampaikan ke
PA/KPA.
3) Atas dasar SP3HL, KPPN
membukukan pengembalian
Pendapatan Hibah Langsung dan
mengurangi saldo kas di K/L dari
hibah.
4) Atas dasar SP3HL, PA/KPA
membukukan pengurangan saldo kas di
K/L dari hibah.
6. Bagaimana Ketentuan Pengesahan hibah
langsung dalam Bentuk Barang/jasa/surat
berharga?
Jawab:
Tahapannya sebagai berikut :
a) Penandatanganan BAST dan
penatausahaan dokumen pendukung
lainnya bersama pemberi hibah.

b) Pengajuan permohonan nomor register ke
DJPU.
c) Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung
bentuk barang/jasa/surat berharga ke
DJPU dengan mengajukan SP3HL-BJS.
d) Pencatatan hibah bentuk barang/jasa/surat
berharga ke KPPN dengan tahapan sebagai
berikut:
1) PA/KPA menyampaikan MPHL-BJS ke
KPPN dengan dilampiri SPTMHL
bentuk barang/jasa/surat berharga,
SP3HL-BJS yang sudah disetujui DJPU
lembar kedua, dan SPTJM.
2) Atas dasar MPHL-BJS, KPPN
menerbitkan Persetujuan MPHL-BJS
dalam 3 rangkap. Lembar pertama
disampaikan ke PA/KPA.
3) Atas dasar Persetujuan MPHL-BJS,
KPPN membukukan belanja barang
untuk pencatatan persediaan
darihibah/belanja modal untuk

pencatatan aset tetap atau aset lainnya
dari hibah dan Pendapatan Hibah.
4) Atas dasar Persetujuan MPHL-BJS,
PA/KPA membukukan belanja barang
untuk pencatatan persediaan dari
hibah/belanja modal untuk pencatatan
aset tetap atau aset lainnya dari hibah.
7. Apakah diperkenankan output hasil kerjasama
diperjualbelikan sebagai PNBP?
Jawab:
Output hasil kerjasama tidak diperkenankan
diperjualbelikan sebagai PNBP dikarenakan
ouput tersebut adalah milik pemberi dana
kerjasama.
8. Apakah diperbolehkan dalam kerjasama
swakelola tidak membuka rekening dikarenakan
nilai kerjasama yang tidak terlalu besar?

Jawab:
Kerjasama tidak diperkenankan menggunakan
rekening atas nama pribadi, jika dalam
pelaksanaan kerjasama tidak
menggunakan/membuka rekening namun dalam
bentuk uang tunai diperkenankan namun tetap
harus dilaksanakan pembukuannya dengan
tertib.
9. Apakah kerjasama diperkenankan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan yang telah
dibiayai APBN?
Jawab:
Kerjasama tidak diperbolehkan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan yang telah
dibiayai APBN.
10. Apakah diperkenankan kerjasama menggunakan
rekening Bendahara Pengeluaran dikarenakan
menunggu izin pembukaan rekening dari DJPB?

Jawab:
Kerjasama dapat diperkenankan menggunakan
rekening Bendahara Pengeluaran namun tetap
dicatat pada buku pembantu lainnya, dan jika
terdapat perbedaan pada LPJ Bendahara
Pengeluaran agar dijelaskan pada LPJ
tersebut.
11. Apakah diperkenankan menggunakan logo
Pemda pada output hasil kerjasama.
Jawab:
Diperkenankan untuk menggunakan logo
Pemda pada output hasil kerjasama karena
Pemda sebagai pemberi dana, tidak
diperkenankan menggunakan logo pemda untuk
output yang dibiayai oleh APBN.
F. PNBP dan Rumah Dinas
1. Seluruh PNBP wajib disetor langsung
secepatnya ke Kas Negara namun dalam keadaan
tertentu, penyetoran PNBP sebagaimana

dimaksud di atas dapat dilakukan melalui
Bendahara Penerimaan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan, keadaan tertentu
seperti apa? Mohon penjelasannya.
Jawab:
Sesuai dengan PP 45 Tahun 2013 yang dimaksud
dengan “keadaan tertentu” adalah suatu
keadaan dimana berdasarkan pertimbangan
efisiensi dan efektivitas Wajib Bayar lebih
praktis menyetor PNBP melalui Bendahara
Penerimaan (tidak langsung ke Kas Negara).
Keadaan tertentu yang menyebabkan Wajib
Bayar dapat menyetor PNBP melalui Bendahara
Penerimaan antara lain:
a) Sulitnya kondisi geografis (daerah terpencil)
yang menyebabkan tidak terdapat Bank
Devisa Persepsi/Bank Persepsi di
kota/wilayah tempat pemenuhan kewajiban
pembayaran/penyetoran PNBP.

b) Jumlah PNBP yang disetor tidak sebanding
dengan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan penyetoran.
c) Jarak tempat Wajib Bayar dengan Bank
persepsi relatif jauh.
2. Bagaimana tata cara perhitungan sewa rumah
dinas beserta contohnya:
Jawab:
Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman
Dan Prasarana Wilayah Nomor:
373/Kpts/M/2001 Tentang Sewa Rumah Negara
Tata cara perhitungan Perhitungan sewa rumah
negara.
Rumus Sewa :
Sb = 2,75 % x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk
Sb : Sewa bangunan per bulan
2,75% : Prosentase sewa terhadap nilai
bangunan
Lb : Luas bangunan dalam meter
persegi
Hs : Harga satuan bangunan per
meter persegi

Ns : Nilai sisa bangunan /layak huni
(60 %)
Fkb : Faktor klasifikasi tanah/kelas
bumi ( % )
Fk : Faktor keringanan sewa untuk
PNS (5 %)
KETERANGAN :
1. Prosentase sewa terhadap nilai bangunan
2,75 %.
2. Luas bangunan (Lb) dalam meter persegi
dihitung dari as ke as.
3. Harga Satuan (Hs)
a) Harga satuan (Hs) bangunan sesuai
klasifikasi dalam keadaan baru
berdasarkan Peraturan Pemerintah
Daerah Setempat (Kabupaten/Kota)
pada tahun yang berjalan.
b) Harga satuan bangunan, dengan :
1) Luas bangunan 36–95 m2
mengikuti harga satuan Tipe C, D,
E.
2) Luas bangunan 96–185 m2
mengikuti harga satuan Tipe B.

3) Luas bangunan 186 m2 keatas
mengikuti harga satuan Tipe A.
c) Harga satuan bangunan semi permanen
(dinding bagian bawah batu/batako dan
bagian atas papan/anyaman bambu) 50
% x Hs.
d) Nilai Sisa Bangunan (NS)
1) Nilai sisa bangunan ditetapkan 60
% sebagai bangunan layak huni.
2) (Nilai sisa bangunan antara 20 %
s/d.100 % dengan rata-rata 60 %).
e) Faktor Klasifikasi Tanah (Fkb)
Faktor klasifikasi tanah adalah besar
prosentase sewa terhadap klasifikasi
tanah/kelas bumi sebagaimana
tercantum dalam SPPT Pajak Bumi dan
Bangunan ( PBB )
f) Faktor Keringanan (Fk) Faktor
keringanan sewa untuk PNS (5 %)
g) Sewa Rumah Negara Dengan Luas
Tanah Melebihi Standar

Standar luas tanah Rumah Negara
sesuai Tipe :
T i p e Luas
Bangunan
Luas
Tanah
A 250 m2 600 m2
B 120 m2 350 m2
C 70 m2 200 m2
D 50 m2 120 m2
E 36 m2 100 m2
Rumah Negara yang berdiri diatas persil dengan
luas tanah melebihi luas standar lebih dari 20 %
dikenakan sewa tambahan atas kelebihan luas
tanah sebagai berikut :
St = 2 % x [ ( Lt x NJOP ) x Fk ] / tahun
St : Sewa kelebihan tanah per tahun
2 % : Prosentase sewa terhadap nilai tanah
Lt : Luas kelebihan tanah dari standar, dalam
meter persegi
NJOP : Nilai Jual Objek Pajak sesuai SPPT
Fk : Faktor keringanan sewa untuk PNS (5 %)
Contoh Perhitungan Sewa

Rumus Sewa :
Sb = 2,75 % x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk
Contoh Perhitungan Sewa Untuk Lokasi DKI
Jakarta :
Kelas bumi : (A9), Fkb = 80%
Esl 1 = 2,75% (250m2 X Rp864.000,- X60%X80%)X5%
= Rp 142.500/bulan
Esl II = 2,75% (120m2 X Rp779.000,- X60%X80%)X5%
= Rp 61.697/bulan
Esl II1 = 2,75% (70m2 X Rp775.000,- X60%X80%)X5%
= Rp 34.881/bulan
Esl IV = 2,75% (50m2 X Rp775.000,- X60%X80%)X5%
= Rp 24.915/bulan
Esl V = 2,75% (36m2 X Rp775.000,- X60%X80%)X5%
= Rp 17.798/bulan
G. Pajak
1. Apakah terdapat peraturan yang mengatur
bahwa bendahara pengeluaran satker tidak boleh
memecah kwitansi untuk menghindari
pembayaran pajak Terima kasih

Jawab:
Sebagai aparat pemerintah yang mengelola
keuangan negara tentu diharapkan
kontribusinya untuk meningkatkan penerimaan
negara yang salah satunya adalah pajak.
Sehingga tidaklah etis untuk menghindari
pembayaran pajak apapun caranya, termasuk
memecah kuitansi.
2. Pajak disetorkan pada hari yang sama, apa
maksudnya?
Jawab:
Untuk PPh 22 bahwa pada saat menyampaikan
SPM ke KPPN pada saat itu PPh 22 disetorkan.
3. Bagaimana perlakukan PPh pasal 21 nya jika
ada mitra dalam setahun itu hanya 5 bulan
bekerja?
Jawab:

Jika penghasilannya melebihi PTKP maka tetap
dipotong pajak PPh 21.
4. Konsumsi rapat di kantor bagaimana pajaknya?
Jawab:
Untuk konsumsi rapat dibebaskan PPN, namun
jika pembeliannya lebih dari dua juta maka
dikenakan PPh 22.
5. Dalam PPh 21 apakah ada akun yang menjamin
PPh 21 honor dipotong lewat PTKP, sedangkan
pada akun 521219 dipotong tidak harus lewat
PTKP?
Jawab:
Untuk PPh 21 ada yang pemotongannya
dikenakan PTKP jika dia diposisikan sebagai
pegawai tidak tetap, jika PPh 21 dasar
pengenaan pajak adalah penghasilan bruto
maka dia diposisikan sebagai peserta kegiatan.

6. Untuk pembelian ATK dibawah Rp2.000.000,-
bagaimana cara pemotongan pajaknya?
Jawab:
Pembelian ATK dibawah 2 Juta namun di atas 1
juta maka hanya dikenakan PPN saja. Jika
pembelian dibawah Rp1.000.000,- maka tidak
dikenakan PPN dan PPh 22.
H. Rapat dan Kegiatan Yang Sejenis
1. Kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya
dilaksanakan di dalam kota penyelenggara
kegiatan dengan menggunakan paket meeting
fullboard dan seluruh biaya ditanggung
penyelenggara bagaimanakah rincian
pembiayaannya?
Jawab:
Rincian pembebanan biayanya sebagai berikut:
a. Biaya transportasi seluruh peserta, baik
peserta dan panitia dari dalam kota maupun

peserta dari luar kota menggunakan akun
524114.
b. Uang harian dibayarkan berupa uang saku
paket meeting fullboard sesuai standar biaya,
baik peserta dan panitia dari kota maupun
peserta dari luar kota menggunakan akun
524114.
c. Paket meeting (termasuk biaya penginapan)
dibayarkan menggunakan akun 524114.
2. Kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya
dilaksanakan di dalam kota penyelenggara
kegiatan dengan menggunakan paket meeting
fullboard. Panitia penyelenggara hanya
menanggung biaya meeting fullboard (termasuk
biaya penginapan) dan uang harian, sedangkan
biaya transportasi ditanggung oleh masing-
masing satker peserta bagaimanakah rincian
pembiayaannya?

Jawab:
Rincian pembebanan biayanya adalah sebagai
berikut:
Satker Penyelenggara:
Uang harian berupa uang saku paket meeting
fullboard sesuai standar biaya, baik peserta
dan panitia dari dalam kota maupun peserta
dari luar kota menggunakan akun 524114.
Paket meeting (termasuk biaya penginapan)
dibayarkan menggunakan akun 524114.
Masing-masing Satker Peserta:
dari dalam kota, biaya transportasi
dibebankan pada akun 524114.
dari luar kota, biaya transportasi dibebankan
pada akun 524119.
3. Kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya
dilaksanakan di luar kota penyelenggara kegiatan
dengan menggunakan paket meeting fullboard
dan seluruh biaya ditanggung penyelenggara.
Bagaimanakah rincian pembebanan biayanya?
Jawab:

Rincian pembebanan biayanya sebagai berikut:
Biaya transportasi seluruh peserta, baik
peserta dan panitia dari luar kota maupun
peserta dari dalam kota menggunakan akun
524119.
Uang harian dibayarkan berupa uang saku
paket meeting fullboard sesuai standar biaya,
baik peserta dan panitia dari kota maupun
peserta dari luar kota menggunakan akun
524119.
Paket meeting (termasuk biaya penginapan)
dibayarkan menggunakan akun 524119.
4. Apakah rapat diluar jam kantor yang
dilaksanakan didalam kantor apakah
mendapatkan uang transport?
Jawab:
Biaya transport untuk peserta rapat diluar jam
kantor yang dilaksanakan di dalam kantor tidak
diperbolehkan dikarenakan tidak memenuhi

definisi perjalanan dinas sesuai dengan PMK 113
Tahun 2012.
5. Dokumen apa saja yang diperlukan terkait
kelengkapan rapat diluar jam kantor?
Jawab:
Sesuai dengan Per 22 Pb 2013 dan Perka BPS No
31 Tahun 2013
1) Syarat dan ketentuan rapat di dalam kantor
di luar jam kerja:
a. Berpedoman pada Peraturan Menteri
Keuangan mengenai Standar Biaya
b. Dilaksanakan paling sedikit 4 (empat)
jam di luar jam kerja dengan ketentuan:
Hari Senin-Kamis : jam 16.00-20.00
Hari Jumat : jam 16.30-20.30
c. Diselenggarakan di dalam kantor di luar
jam kerja pada hari kerja satker
bersangkutan
d. Form permintaan rapat di luar jam kerja
diajukan ke KPA paling lambat 3 (tiga)

hari sebelum penyelenggaraan dan
disetujui oleh PPK
e. Peserta harus sudah tercatat hadir di
kantor paling lambat pukul 08.00
WIB/WITA/WIT
f. Tidak diberikan uang lembur dan uang
makan lembur
g. Satu orang peserta hanya berhak
mendapatkan uang saku rapat satu kali
dalam satu hari
h. Petugas pendukung rapat berhak
mendapat uang saku rapat sebesar 50%
dari standar biaya.
i. Dokumen pertanggungjawaban
administrasi yang dilengkapi di Badan
Pusat Statistik Provinsi:
Surat undangan ditandatangani oleh
Kepala Badan Pusat Statistik
Provinsi atau eselon III
penyelenggara

Surat tugas dari unit penyelenggara
yang ditandatangani oleh Kepala
Badan Pusat Statistik Provinsi
Surat pernyataan pelaksanaasn rapat
yang ditandatangani oleh
penanggungjawab kegiatan (paling
rendah pejabat setingkat eselon III),
dilengkapi dengan rincian materi
yang akan di bahas.
Daftar hadir dan print out presensi
handkey. Minimal dua orang dari
unit eselon III lainnya atau dari
instansi lain yang salah satunya
minimal pejabat eselon III. Peserta
lainnya berasal dari unit eselon III
penyelenggara.
Notulen dan laporan hasil rapat yang
diketahui oleh pejabat eselon III
terkait, disampaikan kepada PPK,
ditembuskan kepada Kepala Badan
Pusat Statistik Provinsi dan seluruh
peserta rapat.

Daftar uang saku rapat di luar jam
kerja. Peserta dapat diberikan uang
saku rapat sebesar Rp200.000,-/bruto
Kuitansi pembeliaan konsumsi
j. Dokumen pertanggungjawaban
administrasi yang dilengkapi di Badan
Pusat Statistik Kabupaten/ Kota:
Surat undangan ditandatangani oleh
Kepala Badan Pusat Statistik
Kabupaten/ Kota
Surat tugas dari unit penyelenggara
yang ditandatangani oleh Kepala
Badan Pusat Statistik Kabupaten/
Kota
Surat pernyataan pelaksanaan rapat
yang ditandatangani oleh
penanggung jawab kegiatan (paling
rendah pejabat setingkat eselon IV),
dilengkapi dengan rincian materi
yang akan di bahas.
Daftar hadir dan print out presensi
handkey. Minimal dua orang dari

unit eselon IV lainnya atau dari
instansi lain yang salah satunya
minimal pejabat eselon IV. Peserta
lainnya berasal dari unit eselon IV
penyelenggara.
Notulen dan laporan hasil rapat yang
diketahui oleh pejabat eselon IV
terkait, disampaikan kepada PPK,
ditembuskan kepada Kepala Badan
Pusat Statistik Kabupaten/ Kota dan
seluruh peserta rapat.
Daftar uang saku rapat di luar jam
kerja. Peserta dapat diberikan uang
saku rapat sebesar Rp150.000,-/
bruto
Kuitansi pembeliaan konsumsi
I. Perjalanan Dinas
1. Tindakan Atasan Pelaksana SPD/Penerbit Surat
Tugas dalam menerapkan prinsip-prinsip
perjalanan dinas berupa apa?

Jawab:
Melakukan monitoring penerbitan Surat
Tugas di lingkup wilayah kerjanya;
Dapat membatasi pelaksanaan perjalanan
dinas dalam Kota hanya sampai dengan 8
jam, kecuali pelaksanaan perjalanan dinas
dimaksud memang sangat diperlukan
penyelesaiannya lebih dari 8 jam.
Contoh:
Dalam Surat Tugas disebutkan pelaksanaan tugas
dalam Kota dimulai tanggal 1 sampai dengan
tanggal 10, waktu perjalanan dinas jabatan
adalah pukul 09.00 s.d 17.00 WIB (8 jam) setiap
hari. Atas pelaksanaan tugas tersebut diberikan
biaya perjalanan dinas berupa transpor dalam
Kota.
2. Pembayaran uang harian mengacu pada jumlah
hari yang tercantum dalam Surat Tugas,
contohnya seperti apa?
3.

Jawab:
Contoh:
Pelaksana SPD diundang untuk mengikuti rapat
koordinasi selama 3 hari (tanggal 5, 6 dan 7) di
Jakarta. Atasan Pelaksana SPD menerbitkan
Surat Tugas selama 5 hari, dari tanggal 4 sampai
dengan tanggal 8 karena Pelaksana SPD
dimaksud memerlukan waktu 1 hari untuk tiba di
tempat tujuan dan 1 hari untuk kembali ke tempat
kedudukan semula. Kepada Pelaksana SPD
dibayarkan uang harian untuk tanggal 4 dan 8,
yang dibebankan pada DIPA satuan kerja
penyelenggara. Selama rapat koordinasi (tanggal
5, 6, dan 7) diberikan uang harian sebesar uang
saku paket fullboard.
Atasan Pelaksana SPD harus memperhitungkan
apakah keberangkatan 1 hari sebelum dan/atau 1
hari sesudah pelaksanaan rapat koordinasi
tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Apabila dalam surat tugas disebutkan Pelaksana
SPD berangkat pada tanggal 5 dan kembali pada
tanggal 7, maka tidak dibayarkan uang harian
untuk tanggal 5 dan tanggal 7, namun hanya

dibayarkan uang saku paket fullboard (tanggal 5,
6, dan 7) sesuai Standar Biaya.
4. Pertanggungjawaban uang harian sesuai dengan
jumlah hari riil pelaksanaan perjalanan dinas
jabatan contohnya seperti apa?
Jawab:
Contoh:
Pelaksana SPD ditugaskan melakukan perjalanan
dinas selama 4 hari dan kepadanya sudah
diberikan uang harian selama 4 hari. Ternyata
Pelaksana SPD sudah kembali ke tempat tugas
(kantor) pada hari ke-3 (sebelum berakhirnya
masa tugas). Maka Pelaksana SPD dimaksud
harus mengembalikan kelebihan pembayaran
uang harian selama 1 hari.
5. Penugasan yang dilaksanakan lebih dari satu
tujuan pelaksanaan perjalanan dinas jabatan dan
merupakan satu kesatuan penugasan hanya
diberikan sebesar 1 (satu) kali biaya transpor
dalam Kota, contohnya seperti apa?

Jawab:
Contoh:
Dalam satu surat tugas disebutkan bahwa
Pelaksana SPD melaksanakan kegiatan
pembinaan kepada kantor di Kecamatan A, B,
dan C yang masih dalam satu Kabupaten/Kota.
Kepada Pelaksana SPD tersebut hanya diberikan
1 kali biaya transpor dalam Kota secara lumpsum
sesuai standar biaya.
6. Biaya transpor dalam Kota lebih dari 8 jam
melebihi biaya transpor dalam Kota yang
diberikan secara lumpsum sesuai Standar Biaya,
maka kepada Pelaksana SPD diberikan biaya
transpor sesuai bukti riil moda transportasi yang
digunakan, contohnya seperti apa?
Jawab:
Contoh:
Pelaksana SPD melakukan perjalanan dinas
dalam Kota lebih dari 8 jam menggunakan moda
transportasi pesawat udara sehingga biaya yang

diperlukan lebih dari biaya transpor dalam Kota
sesuai standar biaya. Kepada Pelaksana SPD
diberikan biaya transpor sesuai bukti riil
transportasi pesawat udara.
7. Pelaksana SPD diberikan biaya penginapan 30 %
karena tidak terdapat hotel atau tempat menginap
lainnya, sehingga Pelaksana SPD menginap di
tempat menginap yang tidak menyediakan
kuitansi/bukti biaya penginapan, contohnya
seperti apa?
Jawab:
Contoh:
Petugas instansi A melakukan pengukuran tanah
selama 3 hari di wilayah yang masih dalam satu
kabupaten. Dalam melakukan tugasnya, Petugas
instansi A tersebut memerlukan menginap. Pada
wilayah pengukuran tersebut tidak tersedia hotel
atau tempat menginap lainnya, sehingga Petugas
instansi A menginap di rumah penduduk. Kepada

Petugas instansi A diberikan biaya penginapan
sebesar 30% secara lumpsum selama 2 malam.
8. Pelaksana SPD diberikan biaya penginapan 30 %
karena meskipun terdapat hotel atau tempat
menginap lainnya, namun Pelaksana SPD tidak
menginap di hotel atau tempat menginap lainnya
tersebut. Contohnya seperti apa?
Jawab:
Contoh:
Seorang Pelaksana SPD diperintahkan
melaksanakan tugas pembinaan, dan monitoring
dan evaluasi ke luar kota selama 3 hari. Dalam
melaksanakan tugasnya, Pelaksana SPD
dimaksud tidak menginap di hotel atau tempat
menginap lainnya, sehingga Pelaksana SPD
dimaksud tidak dapat menyerahkan kuitansi/bukti
riil biaya penginapan. Kepada Pelaksana SPD
dimaksud diberikan biaya penginapan sebesar
30% secara lumpsum selama 2 malam.

9. Biaya penginapan sebesar 30% tidak diberikan
untuk perjalanan dinas seperti apa?
Jawab:
Perjalanan Dinas Jabatan dalam Kota lebih
dari 8 jam yang dilaksanakan pergi dan
pulang dalam hari yang sama.
Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti
rapat, seminar, dan sejenisnya yang
dilaksanakan dengan paket meeting
fullboard.
10. Pelaksana SPD sesuai penugasan melaksanakan
perjalanan dinas dalam Kota dari Jakarta Timur
ke Jakarta Barat selama 20 hari. Selama
melaksanakan perjalanan dinas, Pelaksana SPD
dimaksud tidak memerlukan penginapan (pulang
ke rumah). Atas pelaksanaan perjalanan dinas
dimaksud kepada Pelaksana SPD tidak diberikan
biaya penginapan sebesar 30% Berapa besaran
transport yang bisa diberikan untuk KSK yang
dipanggil dari kecamatan tempatnya bertugas
untuk mengikuti refreshing dikantor? Apakah

menggunakan besaran transport dari rumah KSK
ybs ke kantor atau transport dari kec. Tempat
bertugas dengan asumsi kegiatan dilaksanakan
diluar jam kerja pada hari kerja?
Jawab:
Besaran transport mengacu pada transport
kecamatan ke ibukota kabupaten (kantor
BPS setempat). (mengacu SK Transport yang
ditetapkan oleh KPA)
Jika refreshing dilakukan pada jam kerja
tidak mendapat transport.
Jika refreshing dilakukan diluar hari kerja
mendapat transport dengan besaran
transport dari rumah KSK (kecamatan
setempat) menuju kantor BPS (mengacu SK
Transport yang ditetapkan oleh KPA).
11. Apakah pegawai pelaksana SPD lebih dari 8 jam
tetap wajib absen dikantor?
Jawab:
Tidak wajib

Pelaksana juga berhak mendapat uang
harian sehingga tidak boleh mendapat uang
makan.
12. Bagaimana apabila ditemukan perjalanan dinas
yang seharusnya dilakukan kurang dari 8 jam
namun dilaksanakan lebih dari 8 jam agar
mendapat uang harian?
Jawab:
Hal ini tidak diperkenankan. PPK dan KPA
harus membuat matrik SPD lengkap dengan
tujuan, beban kerja dan penganggarannya
sehingga mampu terlaksana 3 E.
Pegawai ybs harus absen dan tidak
mendapat uang harian (tidak mendapat uang
harian)
13. Bagaimana konsep 8 jam pada perjalanan dinas
apakah pulang pergi saja ataukah sudah termasuk
dengan melakukan kegiatan?

Jawab:
Berangkat melaksanakan tugas sesuai SPD
pulang ke tempat kedudukan semula.
J. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
1. Pejabat Pembuat Komitmen dalam menyusun
rencana kegiatan akan mengadakan pembelian
sebuah mesin seharga Rp 25 juta rupiah dengan
Uang Persediaan. Apakah hal tersebut bisa
dilaksanakan?
Jawab:
Pelaksanaan pembayaran atas suatu tagihan
pada prinsipnya adalah dengan pembayaran
Langsung (LS) kepada penyedia barang/jasa atau
Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya. Dalam
hal tidak bisa dilaksanakan dengan LS, baru
dilakukan melalui Uang Persediaan (UP). Hal ini
dengan pertimbangan bahwa UP digunakan
untuk keperluan membiayai kegiatan operasional
sehari-hari Satker dan membiayai pengeluaran

yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme
LS.
Pembayaran secara LS atas nilai pembelian
sebesar Rp25 juta tersebut juga dengan
pertimbangan keamanan. Apabila pegawai yang
ditugaskan melakukan pembelian berangkat ke
toko untuk membeli mesin yang sudah
direncanakan tersebut dengan membawa uang
sebesar Rp25 juta, dikhawatirkan terjadi tindak
kejahatan dalam perjalanan dari kantor satker ke
toko yang bersangkutan, misalnya pencopetan,
penjambretan, atau perampokan, atas uang
tersebut. Sehingga lebih aman jika pembayaran
atas pembelian mesin tersebut dilakukan secara
LS.
Namun demikian, dengan berbagai pertimbangan
dan pembelian tetap akan dilakukan dengan UP
hal tersebut juga bisa dilaksanakan. Karena
Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran
Pembantu dapat melakukan pembayaran UP
kepada satu penerima/penyedia barang/jasa
maksimal Rp50 juta dan pengeluaran atas UP

bisa diberikan untuk pengeluaran belanja
barang, belanja modal, dan belanja lain-lain.
2. Bisakah perjanjian/kontrak dibebankan lebih dari
satu tahun anggaran?
Jawab:
Perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa hanya
dapat dibebankan pada DIPA tahun anggaran
berkenaan. Jika lebih dari satu tahun anggaran,
harus mendapatkan persetujuan dari pejabat
yang berwenang.
3. Apakah Syarat-Syarat Jaminan Uang Muka?
Jawab:
a) Masa berlaku jaminan uang muka sekurang-
kurangnya sampai dengan berakhirnya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
kontrak.
b) Masa klaim jaminan uang muka sekurang-
kurangnya 30 hari kalender setelah

berakhirnya masa berlaku jaminan uang
muka.
c) Nilai jaminan uang muka sekurang-
kurangnya sama dengan besarnya uang
muka yang dibayarkan kepada penyedia
barang/jasa.
d) Isi Surat Jaminan Uang Muka memuat:
nama dan alamat pengguna barang/jasa,
penyedia barang/jasa yang ditunjuk,
hak penjamin, nama paket kontrak
nilai jaminan uang muka (dalam angka
dan huruf)
e) Kewajiban pihak-pihak penjamin untuk
mencairkan surat jaminan uang muka
dengan segera kepada pengguna barang/jasa
sesuai ketentuan dalam jaminan uang muka.
Masa berlaku jaminan uang muka.
Mengacu kepada Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Pasal 1831 dan 1832.
Tanda tangan penjamin
Ketentuan bahwa Kepala KPPN yang
menerbitkan SP2D uang muka

berdasarkan surat kuasa pemegang
jaminan atau obligee dapat mengajukan
tuntutan/klaim penagihan kepada
penjamin sampai dengan berakhirnya
masa klaim jaminan uang muka.
4. Bagaimana cara pembayaran pengembalian uang
muka?
Jawab:
Dibayarkan secara proporsional melalui
potongan SPM sesuai pencapaian pekerjaan dan
harus lunas saat pembayaran terakhir pengadaan
barang/jasa.
5. Apa kelengkapan SPM berkaitan dengan jaminan
uang muka?
Jawab:
Asli jaminan uang muka
Asli surat kuasa PPK kepada Kepala KPPN
yang menerbitkan uang muka untuk

melakukan klaim jaminan uang muka. Surat
ini harus memuat hak substitusi.
Asli konfirmasi tertulis dari pimpinan
penerbit jaminan uang muka berisi
pernyataan kebenaran telah menerbitkan
jaminan uang muka, pernyataan kebenaran
klausul tertuang dalam jaminan uang muka,
serta pernyataan bahwa jaminan uang muka
bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat
(unconditional). Di halaman belakang surat
ini dibubuhi stempel "telah disahkan PPSPM
di..pada tanggal...", stempel dinas, dan tanda
tangan PPSPM.
6. Bagaimana mengatasi kurang memadainya SDM
pegawai terkait dengan kompetensi kemampuan
teknis pembangunan gedung?
Jawab:
Meminta tenaga teknis dari PU untuk menjadi
panitia pengadaan.

Untuk formasi panitia pengadaab yang
melibatkan tenaga teknis dari PU disarankan
mengikuti hal berikut:
Panitia yang berasal dari BPS diupayakan
berjumlah 3 orang dari total 5 orang
panitia.
Jika point diatas tidak memungkinkan
maka panitia dari BPS harus memegang
peran sebagai sekretaris.
7. Bagaimana mekanisme lelang sebelum tahun
anggaran?
Jawab:
Hal ini dapat dilakukan jika telah dipastikan
bahwa satker ybs memang benar-benar
mendapat anggaran untuk PBJ tahun
berikutnya
Mekanisme PBJ sama dengan PBJ tahun
berjalan.

8. Bagaimana kiat mempercepat proses PBJ untuk
pembangunan gedung agar tidak mepet Tahun
Anggaran?
Jawab:
Setelah menerima DIPA Definitif segera
lakukan lelang kantor lama
Satker harus menyiapkan gambaran mengenai
pembangunan, misalnya ruang apa saja yang
dibutuhkan, bentuknya seperti apa mengacu
pada kantor2 BPS yang lain dan Prototype
Untuk kontrak konsultan perencana dibawah
50jt boleh dilakukan penunjukan langsung
sehingga mempercepat proses menuju
kontrak untuk pelaksanaan.
9. Bagaimana mengatasi perselisihan antara ULP
dan PPK?

Jawab:
Butuh komitmen kedua belah pihak demi
tercapainya tujuan yaitu pelaksanaan PBJ
sesuai peraturan
10. Bagaimana jika ditengah pelaksanaan PBJ terjadi
mutasi pada PPK, apakah PPK boleh diganti?
Jawab:
Boleh, asalkan PPK pengganti memenuhi
kualifikasi sebagai PPK
K. Pembukuan
1. Bagaimana cara penginputan nomor bukti kas
pada pembukuan bendahara, apabila pembayaran
UP atas dasar SPBy sesuai PMK 190 Tahun 2012,
dengan kasus sebagai berikut:
a) SPBy dilampiri kuitansi/nota dari toko,
nomor yang diinput pada no.bukti kas
pembukuan bendahara yang mana? Apakah
nomor nota/kuitansi toko atau nomor SPBy?
(nota/kuitansi toko pada umumnya tidak
bernomor)

b) Apabila pada point 1 di atas, kuitansi dibuat
sendiri sesuai format PMK 190 karena toko
tidak memberikan nota/kuitansi, lalu
dibuatkan SPBy, nomor bukti kas yang
diinput pada pembukuan bendahara yang
mana? Jika yang diinput itu adalah nomor
SPBy, untuk apa ada kolom nomor bukti kas
pada kuitansi yang dibuat? dan sebaliknya?
c) Demikian halnya dengan kuitansi perjalanan
dinas yang dibuatkan SPBy, bagaimana
penginputan nomor bukti kas pada
pembukuan bendahara? Kuitansi atau SPBy?
Jawab:
a) SPBy merupakan dokumen yang menjadi
bukti adanya perintah dari PPK kepada
Bendahara Pengeluaran/BPP untuk
mengeluarkan uangnya dari kas Bendahara.
Apabila terdapat kuitansi yang harus
dibayar namun tidak disertai dengan adanya
SPBy dari PPK, maka Bendahara
Pengeluaran/BPP tidak diperbolehkan
membayar. Hal itu merupakan bagian dari

tugas Bendahara Pengeluaran/BPP untuk
menguji SPBy berdasarkan kuitansi/dokumen
pendukung dan juga ketersediaan dana.
b) Perlu juga dipahami perbedaan antara
nomor bukti dengan nomor dokumen dimana
nomor bukti merupakan nomor urutan
transaksi pembukuan Bendahara sebagai
sarana untuk mengecek kepatuhan dan
kebenaran pembukuan Bendahara sehingga
terlepas dari nomor pada dokumen berupa
SPBy maupun kuitansi. Namun, setiap
pembukuan Bendahara harus berdasarkan
dokumen sumber.
2. Bendahara Pengeluaran/BPP membukukan
pengeluaran uangnya pada saat pembayaran
UP/TUP maupun pemberian uang muka adalah
berdasarkan SPBy. Namun, pembebanan pada
akun-akun terkait dalam Buku Pengawasan
Anggaran adalah sesuai rincian dokumen terkait
yang dalam hal ini juga termasuk kuitansi.
Bagaimana membukukan transaksi dengan
tanggal nota yang berbeda-beda sebagai contoh

pengiriman dokumen dengan nilai rupiah yang
kecil digabungkan menjadi satu kemudian baru
dilakukan penagihan pembayaran pada
bendahara. Sedangkan tanggal nota sudah tidak
sesuai. Selain itu pembayaran juga telah
dilakukan oleh subject matter jadi dalam hal ini
tagihan pada bendahara hanya berupa
penggantian?
Jawab:
Pembukuan dilakukan untuk tiap transaksi
berdasarkan tanggal pada
nota/kuitansi/bukti pembayaran. Sehingga
tidak dibenarkan mengumpulan nota menjadi
satu nota.
Pembayaran pengiriman surat dinas tidak
boleh berupa penggantian pada subject
matter, melainkan bendahara langsung
membayar pada penyedia jasa pengiriman.
Bendahara membentuk kerjasama dengan
rekanan /penyedia jasa pengiriman agar

pembayaran bisa dilakukan berkala (lebih
teratur).
3. Terdapat realisasi belanja yang melebihi pagu
anggaran pada POK, bagaimana cara
membukukan pada BKU (realisasi transport ST
2013)?
Jawab:
Setiap transaksi yang dilakukan bendahara
harus dibukukan, sehingga walaupun realisasi
belanja melebihi pagu anggaran harus tetap
dibukukan.
4. Apa saja yang disampaikan pada saat LPJ?
Jawab:
LPJ Bendahara Penerimaan, LPJ
Bendahara Pengeluaran, LPJ BPP.
disertai dengan salinan rekening koran
bulan berkenaan.

5. Apa yang harus dilakukan Bendahara dalam
membuat LPJ ?
Jawab:
Bendahara menyelenggarakan pembukuan
terhadap seluruh penerimaan dan
pengeluaran satker (terdiri dari Buku Kas
Umum/BKU, Buku Pembantu dan Buku
Pengawasan Anggaran), yang dilakukan
berdasarkan dokumen sumber pembukuan
bendahara.
Pembukuan dilakukan terlebih dahulu pada
BKU kemudian dicatat pada Buku
Pembantu.
Cetak Rekening Koran.
Lakukan rekonsiliasi internal dengan
meneliti kesesuaian antara pembukuan
bendahara dan laporan keuangan UAKPA
dengan menggunakan data:
a) Saldo UP untuk bendahara pengeluaran
b) Kuitansi yang belum di-SPM-
GUP/SP2D-kan untuk bendahara
pengeluaran,

c) SPM LS kepada bendahara yang belum
dibayarkan kepada yang berhak,
d) penerimaan negara yang belum disetor
ke Kas Negara berupa SBS untuk
Bendahara Penerimaan, dan
e) realisasi anggaran.
6. Apakah Rekonsiliasi SAKPA dan LPJ bisa
disampaikan melalui email ?
Jawab:
Bisa
7. Apa Sanksi jika terlambat melakukan
rekonsiliasi?
Jawab:
Diberikan Surat Peringatan Penyampaian
Laporan Keuangan (SP2LK) apabila setelah
7 hari kerja tidak melakukan rekonsiliasi.
Diterbitkan Surat Pemberitahuan
Pengenaan Sanksi (SP2S) apabila 5 hari

kerja setelah SP2LK diterbitkan masih belum
melakukan rekonsiliasi.
Penundaan penerbitan SP2D Non Belanja
Pegawai
Penundaan penerbitan SP2D-GUP/TUP
L. Bukti Pengeluaran
1. Pada kondisi tertentu subject matter (teknis)
diharuskan untuk segera mengirimkan dokumen
baik ke BPS Prov maupun BPS Pusat sehingga
jika harus menunggu dari Tata Usaha yang
mengirimkan pasti akan lama. Untuk itu
biasanya subject matter (teknis) akan
mengirimkan dan membayar biaya pengiriman
sendiri dan kemudian di klaim pada bendahara.
Apakah hal ini dibolehkan?
Jawab:
Agar tertib administrasi, semua pengeluaran
harus dilakukan oleh bendahara. Hal ini
tidak harus terjadi jika satker dalam hal ini
tata usaha dan subbag keuangan membina
kerjasama dengan jasa pengiriman sehingga

pada kondisi tersebut subject matter (teknis)
tetap bisa dengan segera mengirimkan
dokumen tanpa harus membayar, karena
rekanan akan melakukan penagihan pada
bendahara.
Untuk mengatasi overload kiriman dan untuk
efektifitas pelaksanaan pengiriman, maka
dapat dilakukan kerjasama dengan lebih dari
1 jasa pengiriman (untuk satker yang
mempunyai intensitas pengiriman tinggi).
2. Apakah boleh kendaraan dinas tidak memakai
pertamax dikarenakan didaerah setempat tidak
ada SPBU yang menjual pertamax.
Jawab:
Boleh, karena memang kondisi tidak ada.
Untuk kabupaten yang tidak ada SPBU sama
sekali boleh membeli eceran dengan
mencantumkan nama dan alamat penjual.

Untuk perbedaan harga BBM diberbagai
daerah, hal ini dibolehkan karena harga
BBM tiap daerah memang bervariasi.
3. Apakah biaya administrasi dalam pembayaran
biaya langganan daya dan jasa yang dilakukan di
kantor pos boleh dimasukkan sebagai bagian
dari pembayaran daya dan jasa?
Jawab:
Biaya administrasi dalam pembayaran biaya
langganan daya dan jasa yang dilakukan di
kantor pos boleh dimasukkan sebagai bagian
dari pembayaran daya dan jasa.
4. Apakah 1 (satu) SPBy boleh untuk beberapa
kuitansi?
Jawab:
1 (satu) SPBy boleh/dapat terdiri dari beberapa
kuitansi.

5. Apakah boleh Bendahara Pengeluaran
menandatangani untuk bagian penerima uang
pada SPBy karena Bendahara Pengeluaran yang
langsung membayarkan pada pihak ketiga
misalkan pada saat pembayaran langganan daya
dan jasa.
Jawab:
SPBy merupakan dokumen/tanda bukti
pembayaran UP dari Bendahara atas perintah
PPK. Penerima uang adalah pegawai yang
ditunjuk melaksanakan kegiatan dan melakukan
pembayaran, dalam hal Saudara misalkan yang
melakukan pembayaran ke loket PLN maka di
kolom penerima uang diisi nama Saudara
namun selaku pegawai yang ditunjuk melakukan
pembayaran (UP) kepada pihak ketiga, bukan
sebagai Bendahara Pengeluaran.
6. Untuk kwitansi yang disahkan oleh PPK namun
dalam kwitansi tidak terdapat ruang untuk

pengesahan tersebut, bagaimana solusinya
terima kasih.
Jawab:
Pengesahan yang dilakukan oleh PPK dapat
dilakukan pada lembar belakang kuitansi.
7. SPBy sebagaimana terdapat pada lampiran XII
dalam PMK 190 tentunya merupakan format
baku. Selanjutnya, pada bagian/baris/kotak
keempat dari atas, tertulis Kepada : …………
Kemudian pada bagian/baris/kotak kelima
ditengah tertulis penerima uang/uang muka
kerja. Contoh kasus kami misalnya; jika seorang
staf di satker kami membeli ATK di toko ABCD
apakah yang ditulis pada bagian kepada: ……..
adalah Kepada: Toko ABCD atau nama staf
kami? berhubung pada bagian penerima
uang/uang muka kerja sudah pasti/harus nama
staf kami. Mohon Pencerahan dan Penegasan,
Terima Kasih.

Jawab :
SPBy dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Yang dibayarkan langsung kepada
rekanan/pihak ke tiga atas pembelian
barang/jasa,SPBy dilampiri dengan:
a) Kuitansi/bukti pembelian yang telah
disahkan PPK beserta faktur pajak dan
SSP;dan
b) Nota/bukti penerimaan barang/jasa
atau dokumen pendukung lainnya yang
diperlukan yang telah disahkan PPK.
c) Dalam SPBy Kepada: diisi nama
rekanan/pihak ke tiga penyedia
barang/jasa.
d) Penerima uang/uang muka kerja tidak
perlu diisi
2) Yang dibayarkan merupakan uang muka
kerja, SPBy dilampiri dengan:
a) Rencana pelaksanaan
kegiatan/pembayaran;
b) Rincian kebutuhan dana; dan

c) Batas waktu pertanggungjawaban
penggunaan muka kerja
dalam SPBy Kepada: nama pegawai
yang menerima uang/uang muka kerja
Penerima uang/uang muka kerja diisi
Nama/NIP pegawai yang menerima
uang/uang muka kerja.
8. Bagaimanakah ketentuan pembayaran uang
makan?
Jawab:
Uang Makan diberikan berdasarkan
kehadiran PNS di kantor pada hari kerja
dalam 1 bulan.
Uang Makan dibayarkan setiap 1 bulan yang
pembayarannya dilakukan pada bulan
berikutnya, kecuali di bulan Desember.
Permintaan pembayaran Uang Makan dapat
diajukan untuk beberapa bulan sekaligus.
Uang Makan tidak diberikan kepada PNS
yang tidak hadir kerja, sedang menjalankan
perjalanan dinas, cuti, tugas belajar, dan

sebab-sebab lain yang mengakibatkan PNS
tidak diberikan Uang Makan.