buku komunikasi persuasif fasilitator

25
Skill and Character Building Komunikasi untuk Mempengaruhi Orang berkontribusi dalam Program DAFTAR ISI PENGANTAR........................................................................................... i BAB I DUNIA FASILITATOR I.I Potret Tantangan................................................................................... 1 I.2 Menguasai Wilayah ............................................................................. 1 1.3 Berkomunikasi Lokal .......................................................................... 2 BAB II PENTINGNYA KOMUNIKASI 2.1 Mengapa Harus Berkomunikasi .......................................................... 3 2.2 Tetapkan Tujuan.................................................................................. 4 2.3 Mengapa Harus Persuasi ..................................................................... 5 2.4 Tanda Komunikasi Efektif .................................................................. 6 2.5 Sukses Komunikasi Interpersonal ..................................................... 7 BAB III STRATEGI KOMUNIKASI 3.1 Pahami Komunikasi Fasilitator ........................................................... 9 3.2 Lima Langkah yang harus dipahami ................................................ 10 3.3 Persuasifkan Diri ............................................................................... 11 3.4 Kuasai Teknik Ini .............................................................................. 12 BAB IV MEMBANGUN KARAKTER KOMUNIKATOR 4.1 Selalu Menghargai ............................................................................ 14 4.2 Sikap Optimis .................................................................................... 15 4.3 Menjadi Pendengar Aktif .................................................................. 15 4.4 Trik Mendengar Aktif ....................................................................... 16 4.5 Pahami Profile Orang Lain................................................................ 17 BAB V BERLATIH MENANG 5.1 Berlatih adalah Kebutuhan ................................................................ 18 5.2 Hindari Omdo (Omong Doang.......................................................... 19 5.3 Hindari Debat .................................................................................... 19 5.4 Kurangi Hobi Mengkritik.................................................................. 19 5.5 Hindari Debat .................................................................................... 20 5.6 Beritahukan Kesalahan Tidak Langsung .......................................... 20 BAB VI PENUTUP ................................................................................ 21

Upload: ali-yasin

Post on 25-Jun-2015

3.293 views

Category:

Documents


57 download

DESCRIPTION

komunikasi adalah modal terbesar sukses

TRANSCRIPT

Page 1: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

Skill and Character Building Komunikasi untuk

Mempengaruhi Orang berkontribusi dalam Program

DAFTAR ISI

PENGANTAR........................................................................................... i

BAB I DUNIA FASILITATOR

I.I Potret Tantangan ................................................................................... 1

I.2 Menguasai Wilayah ............................................................................. 1

1.3 Berkomunikasi Lokal .......................................................................... 2

BAB II PENTINGNYA KOMUNIKASI

2.1 Mengapa Harus Berkomunikasi .......................................................... 3

2.2 Tetapkan Tujuan.................................................................................. 4

2.3 Mengapa Harus Persuasi ..................................................................... 5

2.4 Tanda Komunikasi Efektif .................................................................. 6

2.5 Sukses Komunikasi Interpersonal ..................................................... 7

BAB III STRATEGI KOMUNIKASI

3.1 Pahami Komunikasi Fasilitator ........................................................... 9

3.2 Lima Langkah yang harus dipahami ................................................ 10

3.3 Persuasifkan Diri ............................................................................... 11

3.4 Kuasai Teknik Ini .............................................................................. 12

BAB IV MEMBANGUN KARAKTER KOMUNIKATOR

4.1 Selalu Menghargai ............................................................................ 14

4.2 Sikap Optimis .................................................................................... 15

4.3 Menjadi Pendengar Aktif .................................................................. 15

4.4 Trik Mendengar Aktif ....................................................................... 16

4.5 Pahami Profile Orang Lain................................................................ 17

BAB V BERLATIH MENANG

5.1 Berlatih adalah Kebutuhan ................................................................ 18

5.2 Hindari Omdo (Omong Doang.......................................................... 19

5.3 Hindari Debat .................................................................................... 19

5.4 Kurangi Hobi Mengkritik .................................................................. 19

5.5 Hindari Debat .................................................................................... 20

5.6 Beritahukan Kesalahan Tidak Langsung .......................................... 20

BAB VI PENUTUP ................................................................................ 21

Page 2: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

Pengantar

enekuni profesi fasilitator, membutuhkan kecakapan dalam

berkomunikasi. Tugas fasilitasi selalu menghadapkan orang

lain sebagai lawan komunikasi. Namun ia bukan sekedar

bertemu momen untuk bertukar gagasan, tetapi juga cara efektif untuk

mempengaruhi.

Persoalannya, personality orang berbeda-beda. Begitu juga

budaya, bahasa serta cara berpikirnya. Wajar bila dalam

berkomunikasi muncul hambatan atau bahkan pertentangan. Tak

sedikit cerita tentang fasilitator yang dijauhi bahkan dimusuhi

masyarakat yang didampinginya.

Belum efektifnya komunikasi yang dibangun oleh fasilitator

menjadi problem krusial. Sebab, apabila dijalankan dengan benar,

sesungguhnya tidak ada kamus gagal bagi fasilitator dalam

menjalankan program karena sasaran sudah terpengaruhi.

Sebagai perpaduan antara seni dan ilmu, tidak ada jalan untuk

mahir berkomunikasi kecuali dengan berlatih dan berlatih. Fasilitator

bukanlah ahli kebatinan yang hanya pandai menyimpan uneg-uneg

atau pesan. Atau sebaliknya, ia menjadi orang yang selalu

mendominasi keadaan.Tentu tidaklah demikian.

Fasilitator merupakan seorang public speaker, motivator,

negosiator dan mobilisator. Dengan predikat mulia ini, sudah barang

tentu mengharuskan orangnya untuk menguasai berbagai skill

komunikasi. Kita tentu sepakat bahwa komunikasi adalah kebutuhan

hidup manusia untuk mengembangkan diri.

M

1

Jangan takut badai bila ingin berlayar. Jangan takut binatang buas bila ingin berburu”.

“Jangan takut rintangan dalam mencari ilmu. Tak ada ilmu yang didapatkan dengan mudah melainkan mudah hilang juga dari ingatan”.

Page 3: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

Atas dasar itu seorang Fasilitator dilarang mengeluh, malas

atau under-estimate dalam berkomunikasi karena akan mempengaruhi

sukses tidaknya program yang didampingi. Selain fokus, ia harus

energik untuk membangun komunikasi sehingga keberadannya benar-

benar membawa perubahan sebagaimana tujuan pelaksanaan

program.

Sesungguhnya hanya kemauan aktif untuk mengaplikasikan.

Sebab, umumnya fasilitator selalu dibekali dengan berbagai teknik dan

metode komunikasi sebelum diterjukan. Dasar-dasar itulah yang perlu

disegarkan kembali oleh Fasilitator di tengah terbukanya masyarakat

sehingga cara berpikir dan berperilakupun dinamis dan berubah dari

waktu ke waktu.

Terima kasih disampaikan kepada Dr. Jalaludin Rahmat pakar

komunikasi Unpad, yang telah menerbitkan Buku Psikologi

Komunikasi. Terimakasih pula kepada Dale Carnegie yang

menerbitkan buku inspiratif How to win friends and influence people.

Tak lupa kepada Tim RMC III PNPM Mandiri Perdesaan Jawa

Barat; Korprov Ir. Sugih Arto, Deputy Zubriyanto Sofyan, FMS

Antonius AB, MIS Romhano, HR-2 Wahyu W, HR-1 Endah Sutraniati.

Juga kepada Drs.Edi Djunaedi selaku PJO provinsi Jawa Barat.

Pengetahuan adalah kekuatan. Mari belajar meningkatkannya

bersama. Kritik dan saran silahkan di emailkan ke

[email protected]. Selamat membaca, semoga buku bermanfaat.

Bandung, Juni 2013

Ali Yasin Att

Page 4: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

POTRET TANTANGAN

ewasa ini, fasilitator suatu program menjadi salah satu

pilihan profesi yang digeluti banyak orang. Bahkan, pada

beberapa posisi diincar ribuan orang. Bisa jadi karena

gajinya tinggi, pengalamannya yang menantang, atau karena tidak ada

pilihan lain.

Ada merasa sadar menekuni, ada pula yang merasa

terjerumus. Namun, dari berbagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa

fasilitator merrupakan profesi yang menuntut keahlian “serbabisa”.

Tidak hanya masalah administrasi dan keuangan, tetapi juga

ketrampilan komunikasi personal ataupun massa.

Sebagai akibat banyaknya target yang telah ditetapkan oleh

program, tak sedikit fasilitator yang harus beradaptasi secepat dan

sebaik mungkin. Durasi penugasan yang kadang relatif pendek, misal

kontrak setahun, tapi hasil diharapkan lebih dari setahun atau bahkan

berkelanjutan (sustainable).

Berbagai masalah yang terjadi seperti penyalahgunaan dana

program, kesalahan prosedur, bahkan sampai dengan boikot dari para

pelaku atupun masyarakat, menjadi tantantang berat bagi fasilitator.

Sebagai pendatang, ia diharuskan untuk melakukan pendekatan

strategis untuk menangani persoalan tersebut.

Lokasi tugas yang kadang menjauhkannya dari keluarga dan

sanak famili, menjadi fasilitator harus kuat fisik, pemikiran dan mental.

Dalam berbagai cerita, ada fasilitator yang baru bisa menjenguk

keluarga tiga bulan sekali karena jauhnya lokasi dan mahalnya

transportasi.

Pada saat yang sama, gaji yang dianggap sebagai amunisi

perjuangan, tidak jarang terlambat. Tentunya mengurangi daya

konsentrasi ataupun kenyamanan menjalankan tugas di lokasi

sedangkan disatu sisi mereka tidak boleh merugikan orang lain misal

dengan menumpang makan dirumah pelaku.

Dikuatirkan hal tersebut menjadi kebiasaan atau

kebergantungan sehingga mengurangi independensi dan obyektifitas

dirinya sebagai fasilitator. Memang cukup problematis, namun sejarah

membuktikan tidak sedikit fasilitator yang berhasil mengatasi masalah

subyektif sehingga ia tetap berkonsentrasi menjalankan tugas.

MENGUASAI WILAYAH

Sesuai SPT (Surat Perintah Tugas), kewajiban tinggal di lokasi

program mengharuskan seorang fasilitator tinggal bersama

masyarakat yang didampingi. Mereka berkesempatan untuk

mendengar, merasakan, memikirkan dan menjiwai kehidupan

masyarakat yang didampingi.

Sebagian besar Fasilitator khususnya di daerah perdesaan,

perbatasan, pegunungan atau daerah terpencil lainnya, tentu sudah

akrab dengan adagium dari Tokoh Laotze berikut:

“Hiduplah bersama merek, mulailah dgn apa yg mereka

butuhkan, Lakukanlah dgn apa yg mereka tahu

Bangunlah dgn apa yg mereka miliki Ketika kerja selesai

Masyarakat bangga mengatakan: “Kami Sendiri yg telah

menyelesaikan semua ini”

D

Page 5: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

Dengan adagium ini, Fasilitator berkeharusan untuk mengenal

wilayah dampingan baik dari ekologi, pendidikan, sosial dan budaya

sampai dengan gaya hidup masyarakat. Karena mereka ditugaskan

untuk mensukseskan tujuan program, maka suka tidak suka Fasilitator

harus melakukan komunikasi.

Sejak proses rekrutmen, pendidikan dan pelatihan (pra-tugas)

sampai dengan tahap mobilisasi, kemampuan komunikasi Fasilitator

selalu menjadi perhatian pokok. Kemalasan, ketertutupan, atau

bahkan ketidakdisiplinannya dalam membangun komunikasi menjadi

evaluasi kinerja bagi supervisor atau bahkan masyarakat yang

didampinginya.

Maka sungguh aneh, bila terdapat seorang Fasilitator yang

telah ditugaskan setahun lebih, namun belum mengetahui nama

Kepala Desa/Kelurahan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan adat

wilayah yang didampinginya. Tentu saja hal ini menjadi critical point

bagi profesinya.

Bagaimana ia akan meminta dukungan masyarakat bila ia tidak

mengenal, atau hanya sekedar mengenal orang-orang yang

ditokohkan oleh masyarakat?. Sementara dalam tradisi kehidupan

masyarakat, secara formal ataupun informal, keberadaan leader

(pemimpin) tetap dipatuhi.

Akibatnya, terjadi misskomunikasi yang berujung pada tidak

adanya pengakuan atau bahkan distrust terhadap Fasilitator. Tujuan

programpun terganggu karena Fasilitator merupakan pihak yang

secara khusus ditugasi untuk mengawal jalannya program sesuai

prosedur/petunjuknya.

BERKOMUNIKASI LOKAL

arisini bisa kita pahami mengapa komunikasi menjadi skill

yang harus dimiliki dan terbangun secara maksimal dalam

diri fasilitator. Seperti yang kita ketahui, tugas fasilitasi dalam

kesehariannya mengharuskan Fasilitator bertemu dengan orang lain.

Bukan hanya bertemu muka, atau bertegur sapa, namun lebih

dari itu yaitu membangun hubungan interpersonal yang baik sehingga

fasilitator dianggap sebagai bagian dari kehidupan masyarakat yang

didampingi. Ibaratnya seperti keluarga sendiri.

Di kabupaten Tasikmalaya, pernah terjadi pengusiran seorang

Fasilitator. Kabarnya, hal itu terjadi setelah ia membongkar indikasi

penyalahgunaan dana oleh pengurus program tingkat kecamatan.

Adanya intimidasi, teror, sampai dengan pengaruh magic ia anggap

sebagai alasan untuk pindah.

Kisah ini memberi pelajaran, besarnya resiko yang harus

ditanggung oleh Fasilitator tatkala menjalankan program sesuai

prosedur. Munculnya boikot, penolakan atau bahkan pengusiran bisa

jadi karena faktor eksternal fasilitator.

Hanya saja, tantangan tersebut bisa diantisipasi dengan

pelaksanaan komunikasi yang efektif. Sebab, pada dasarnya

Fasilitator hanyalah pihak yang menghubungkan masyarakat berpikir,

bertindak dan memutuskan sikapnya sendiri.

D

Page 6: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

MENGAPA HARUS BERKOMUNIKASI ?

Berbagai penelitian membuktika,

kurangnya komunikasi akan

menghambat kepribadian. Komunikasi

berfungsi untuk menemukan hal baru

dari orang lain dalam hubungan sosial.

Tentang bahasa, budaya, cara

berpikir, gaya hidup ataupun hal-hal

lain yang berbeda maka kita dapat

belajar dari orang lain. Cara ini lebih

efektif jika dibanding dengan membaca

teks buku.

Komunikasi sangat berhubungan dengan perilaku yang

dibentuk atau terbentuk oleh kesadaran. Sebagai peristiwa sosial,

komunikasi yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia

lainnya, akan membetuk pengetahuan dan kesadaran baru.

Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa 70% dari bangun

kita digunakan untuk berkomunikasi. Oleh karena manusia

membutuhkan bantuan manusia lainnya, maka komunikasi yang

dilakukan secara efektif akan mensukseskan impian hidupnya.

Fasilitator yang bertugas di kecamatan pegunungan terpencil,

berpeluang mengenali kehidupan masyarakat yang tentunya berbeda

dengan kehidupan pesisir. Dengan terjun dan berbaur di tengah-

tengah masyarakat, meskipun dengan tenaga ekstra, ia akan

mengenali wilayah dampingan secara obyektif.

BAB II PENTINGANYA KOMUNIKASI

Page 7: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

Hubungan sosial yang terbangun, baik dengan tokoh formal

sepreti Kades, Camat, ataupun dengan tokoh informal seperti kyai,

ajengan, bahkan mungkin preman memberi pengalaman dan

pengetahuan baru. Dari sinilah terbentuk cara berpikir lebih luas

(broadminded).

Pada saat Fasilitator mensosialisasikan maksud dan tujuan

program, karena ia telah mengetahui bahasa, kebiasaan dan budaya

lokal seperti cara berpakaian, bersalaman, bertegur sapa dan lain

sebagainya, maka apa yang disampaikan akan lebih mudah diserap

karena fasilitator tidak dianggap makhluk asing (alien).

Ketrampilan komunikasi selalu berhubungan dengan tinggi

rendanya minat dalam membangun hubungan sosial. Bak sales obat

yang ingin produknya laris terjual, Fasilitator harus membuang

kemalasan berkomunikasi dengan siapapun dan kapanpun karena

manfaat positifnya.

Fasilitator adalah makhluk dinamis. Seperti dalam istilah

everyone want to develop, maka ia akan bersemangat untuk

mengembangkan diri ditengah masyarakat yang didampingi. Ia

menyadari bahwa dengan cara itulah ia akan menjadi pribadi yang

terbuka.

Alhasil, tak sedikit fasilitator yang karena keseriusannya dalam

berkomunikasi menjadi sukses. Ia dikenal banyak orang dan kemudian

menjadi modal utama dalam berkampanye saat dirinya memutuskan

diri berpolitik sebagai caleg misalnya.

Di tingkat pusat, provinsi sampai dengan kabupaten, banyak

cerita anggota legislatif yang berlatarbelakang Fasilitator.Mereka

mengaku bahwa kemampuan komunikasi massanya menjadi terasah.

TETAPKAN TUJUAN

Temani saya seorang Medical

Representative atau biasa disebut

Detailer. Lima hari dalam

seminggu, empat minggu dalam

sebulan, ia berkewajiban

mengunjungi 120 dokter. Dalam

sehari tidak kurang dari 12 dokter

yang dikunjungi di lokasi yang berbeda.

Oleh karena praktek dokter banyak yang double (di klinik/RS

dan prakter pribadi), maka durasi kerjanya mulai dari pagi pukul 6

sampai malam hari sesuai dengan jam praktek dokter yang mau

dikunjungi. Pernah saya mengantar sampai jam 1 malam hari.

Kunjungan yang relatif memberatkan tersebut tak lain tak

bukan untuk mempersuasi dokter agar bersedia meresepkan produk

farmasi yang dibawakannya. Akhir bulan, setelah dilakukan rekap, bila

growth salesnya tinggi dan mencapai target, tentu ada kepuasan tak

terkira.

Kisah ini memberi pelajaran pentinya penetapan tujuan dalam

berkomunikasi. Seorang fasilitator, setelah menyusun jadwal

pertemuan secara formal ataupun informal misalnya, harus

Page 8: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

memastikan bahwa tujuan

kegiatan tersebut telah

tercapai setelah

melakukannya.

Tanpa tujuan, maka

arah komunikasi bisa bias, tak

terarah atau bahkan sia-sia.

Sesederhana apapun, tujuan

komunikasi harus disusun dan

ditetapkan oleh komunikator.

Boleh jadi seorang Fasilitator merasa telah berkomunikasi

dengan intensif. Namun setelah masyarakat dampingannya ditanya,

pengetahuan terhadap program ternyata minim. Berarti, sosialisasi dan

komunikasi yang dijalankan belum bisa disebut efektif. Kita bisa

menyempurnakannya dengan analisa berikut:

Analisa SWOT Komunikasi

Pemanfaatan metode ini kita akan melatih membuat tujuan

serta mengevaluasi komunikasi yang sukses atau gagal sehingga

kita berkembang lebih baik.

MENGAPA HARUS PERSUASIF?

Anda pasti pernah melihat iklan

shampo di televisi?. Perhatikan

seksama, rambut artis idola kita

yang digambarkan kusam,

berketombe, bercabang atau

bahkan rontok, seketika menjadi

lembut, halus dan berkilau

setelah memakai sebuah

shampo. Dengan durasi pendek, iklan tersebut diulang-ulang agar kita

mengenali dan menghafalinya. Tak lain demi penetrasi pesan dan

kesan yang tertanam dalam alam bawah sadar pikiran.

Paling tidak, kita hafal nama dan kelebihan shampo tersebut.

Dengan imajinasi positif sebagaimana yang dijanjikan, kita pun

akhirnya setuju dan membeli shampo tersebut tanpa reject atau

penolakan dari pikiran kita yang sudah terbentuk.

Kita pun bersepakat dengan pemberi pesan (pemasang iklan) karena

persuasi keuntungan positif bila kita memenuhi keinginannya sehingga

kita setuju dengannya.

Dengan gambaran tersebut, jika seorang fasilitator bertekad

kuat mensukseskan misi program di wilayah dampingan, maka harus

menjalankan komunikasi yang mengesankan, mempesona, membujuk

tanpa meninggalkan rasionalitas (masuk akal).

Tentu tidak pas bila seorang fasilitator melakukan

pembohongan data/ informasi demi persuasi. Bagaimanapun,

Page 9: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

kejujuran lebih mengesankan dan oleh karenanya fasilitator tidak boleh

berdusta dalam berkomunikasi.

Persuasif adalah metode komunikasi yang memposisikan

komunikator dan komunikan dalam posisi yang setara (win-win).

Dengan metode ini, seorang fasilitator tidak bersikap menggurui, sok

pintar, apalagi merasa bahwa pendapatnyalah yang paling benar.

Fasilitator harus berpikir bahwa setiap lawan bicaranya

memiliki cara pandang (mindset) yang mungkin berbeda atau bahkan

bertolakbelakang. Jadi, munculnya penolakan atau ketidaksetujuan

pada dasarnya wajar. Oleh karenanya harus dipersuasi dengan baik.

Memang tidak perlu grusa-grusu (buru-buru), sebab

membangun interest, kesepahaman apalagi persetujuan tindakan

orang lain, tentu membutuhkan waktu yang tidak pendek. Seorang

Fasilitator harus telaten dan sabar atas hal itu.

APAKAH TANDA KOMUNIKASI EFEKTIF?

Banyak tanda untuk menyebut

apakah komunikasi yang kita

jalankan sudah efektif atau belum.

Seorang fasilitator harus

memahami hal ini karena percuma

juga bila ia susah payah

membangun komunikasi namun

hasilnya tidak efektif. 5 (lima) hal yang harus dikenali dalam

komunikasi efektif adalah menimbulkan pengertian, kesenangan,

pengaruh pada sikap, hubungan baik, dan tindakan yang searah.

Pengertian; apa yang kita maksud sesuai dengan yang

dimaksud orang lain. Konon, seorang pimpinan pasukan VOC ditikam

mati oleh pangeran madura setelah mencium tangan istri pangeran

tersebut dengan maksud menghormati sedangkan pangeran menilai

telah menghinanya.

Kesenangan; berkomunikasi untuk membangun kesenangan

orang lain seperti dalam kata “Apa kabar?”, “selamat pagi” dan kalimat

senang lainnya. Tujuannya tak lain untuk menyenangkan orang lain.

Mempengaruhi Sikap; seperti dalam contoh iklan shampoo

diatas, pemasang iklan berupaya keras mempengaruhi sikap dan

tindakan kita dengan manipulasi psikologis melalui slogan-slogan yang

memikat dan merayu.

Hubungan Baik; Sebagai makhluk yang tak bisa hidup sendiri,

manusia butuh mencintai dan dicintai. Hal ini hanya bisa dipenuhi

dengan komunikasi interpersonal, karena dengannya ia tidak merasa

terasing, atau hilang keakraban.

Tindakan; sebagai cara untuk mempengaruhi, komunikasi

bertujuan mempengharuhi orang lain mengikuti keinginan kita.

Kampanye suatu Parpol, tentu disebut efektif jika diikuti dengan

ramainya orang mencoblos pada pemilu lambang partai tersebut.

Page 10: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

SUKSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL

Komunikasi interpersonal

disebut efektif jika pertemuan

komunikasi menjadi momen

menyenangkan bagi

komunikator dan komunikan.

Santai, terbuka dan gembira

adalah memudahkan otak

menyerap informasi.

Anda yang menyukai tayangan televisi humor, tentu mengenal

acara OVJ (Overa Van Java). Berbagai tema kehidupan yang diangkat

di berbagai episode, diakui pemirsa mudah diterima dengan banyolan

santai khas Andre, Parto, Sule, Nunung dan kawan-kawan

Namun tidak berarti bahwa ketika kita berkomunikasi selalu

menjurus atau dibungkus santai karena pada situasi tertentu dapat

menghilangkan kewibawaan sehingga tujuan komunikasi tidak

tercapai.

Oleh karena, sebagai komunikator kita harus memahami apa

yang menjadi kepantasan dan kelayakan. Meskipun santai, tentu tidak

boleh semaunya sehingga sebagai memberi kesan buruk bagi lawan

komunikasi. Kita harus perhatikan beberapa hal berikut:

Konsep Diri Positif

Konsep Diri adalah faktor menentukan. Jika ada menyatakan diri

kutu buku, biasanya keseharian anda diwarnai dengan membaca

buku dan sejenisnya. Kita hidup sesuai dengan label yang kita

lekatkan pada diri.

Hubungan konsep diri dengan perilaku, seperti dalam kata you are

what you think, ada empat tanda konsep diri negatif; peka/sensitif

pada kritik, terlalu responsif terhadap pujian, hiperkritis (suka

mencela/meremehkan orang) dan merasa tidak disenangi orang.

Sebagai fasilitator, tentu kita mengukur, bisa dengan evaluasi diri

atau bertanya ke orang lain bagaimanakah konsep diri kita. Sebab,

bisa jadi kita merasa sudah positif ternyata menurut orang lain

sebaliknya.

Misalnya pada saat pertemuan, apakah kita datang on time,

bersikap ramah, empati kepada semua orang, sabar terhadap

keadaan (tidak grusa-grusu), dan memberi kesan positif bagi orang

lain? Tentu butuh evaluasi.

Membuka Diri

Makin luas komunikasi kita tentu makin luas wawasan kita tentang

orang lain, makin tahu pula kita atas sifat, hobi, karakter, budaya

orang lain. Prinsipnya, makin baik kita mengetahui seseorang,

makin baik cara berkomunikasi kita.

Membuka diri bisa dilakukan dengan membaca buku atau melihat

televisi. Namun lebih efektif dalam konteks sosial adalah dengan

berkomunikasi karena kita dapat belajar bagaimana menerima atau

menyeleksi pemikiran dengan orang lain.

Page 11: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

Dengan begitu kita menjadi terbuka. Seorang Fasilitator tentu tidak

boleh kuper (kurang pergaulan), apalagi menutup diri sehingga

dalam berpikir dan bertindak selalu menggunakan ukuran diri

sendiri.

Dalam suatu pembicaraan, mungkin kita tanpa sadar suka

memotong pembicaraan dan menilai buruk ide yang disampaikan

orang lain, hal ini sama dengan menutup diri.

Percaya Diri

Orang yang tidak menyenangi dirinya sendiri, merasa tak mampu

mengatasi persoalan. Ia merasa rendah dan oleh karenanya tidak

berani berkomunikasi. Bahkan, takut dijelek-jelekan atau

disalahkan. Believe in yourself menjadi kekuatan utama

berkomunikasi efektif.

Kita bisa bayangkan bagaimana jadinya bila Ir.Soekarno ketika

masih muda adalah seorang penakut, mindier apalagi tidak percaya

diri? Tentu semua pidatonya tidak akan berapi-api dan tidak

mempengaruhi jiwa masyarakat.

Seorang fasilitator harus percaya diri sepenuhnya bahwa apa yang

dikomunikasikannya selalu penting dan memberi pengaruh positif

pada orang lain. Oleh karena itu harus disertai kepercayaan diri

yang tinggi namun tidak boleh overconfidence (terlalu pede).

Sadar Posisi

Fasilitator bukanlah seperti penjual obat di pasar kaget yang tak

menghiraukan orang lain minat atau tidak, terganggu atau tidak,

yang penting bersuara keras melalui mikrophonenya. Tidak berarti

salah, namun dalam sebuah komunikasi yang harus disadari adalah

posisi kita dan lawan bicara dalam kapasitas apa.

Beda komunikasi antara guru dan murid, atasan bawahan, Kades

dengan penduduknya. Demikian halnya dengan fasilitator, harus

menyadari posisinya dengan siapa berkomunikasi. Nama,

jabatannya, pendidikannya, interest/hobinya, dan latar belakang lain

yang mendukung. Hal ini penting agar tidak over atau sebaliknya

malah minder.

Page 12: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

BAB III

STRATEGI KOMUNIKASI

PAHAMI PSIKOLOGI KOMUNIKATOR

Memperhatikan keadaan diri pada

saat berkomunikasi penting. Saat

berceramah agama, tapi rambut anda

gondrong, baju lusuh, celana robek,

dengan rantai menghias, besar

kemungkinan pendengar tidak

mempercayai ceramah anda. Dalam

hal ini, yang perlu kita perhatikan

adalah tiga hal berikut:

Pikiran baik (good sense)

Akhlak baik (good moral character)

Maksud baik (good will)

Kredibilitas adalah sifat komunikator yang tertangkap oleh

komunikan. Ia merupakan hal penting karena menyangkut

citra/persepsi. Seorang profesor meskipun botak gendut dan terbata-

bata saat berbicara, akan lebih diperhatikan daripada kita yang hanya

lulus SMP meskipun mungkin pikiran lebih brilian.

Untuk itu dibutuhkan tiga hal untuk membangun kredibilitas;

Pertama, keahlian khususnya terkait topik pembicaraan.

Penguasaan terhadap materi plus cara menyampaikan mutlak

diperlukan. Caranya dengan berlatih dan berlatih. Lihatlah John F

Kennedy ketika berpidato tanpa teks, tentu karena telah menguasai

topiknya.

Seorang Fasilitator harus demikian. Ketika dia berkesempatan

menyampaikan presentasi, lantas terbata-bata, sedikit-sedikit buka

Page 13: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

buku, tampak wajah bingung tidak menguasai kalimat, bisa dipastikan

ia belum terlatih yang artinya belum siap menjadi pembicara karena

kurang persiapan atau latihan.

Kedua, Kepercayaan yang berhubungan dengan watak seperti

jujur, tulus, sopan dan lain sebagainya. Karakter yang terungkap

dalam sikap selalu dibaca orang. Indera manusia selalu menyusun

kesan terhadap apa yang dilihat, didengar dan dirasakannya.

Maka seorang Fasilitator harus berdisiplin dalam menempa

karakter dan sikap positif agar ketika ia berbicara dihadapan orang

selalu tertankap kesan bahwa dirinya adalah sosok yang bisa

dipercaya, tidak neko-neko dan memiliki integritas.

Sekali tidak jujur (apalagi berulang-ulang), jangan harap

masyarakat akan mendengar, memperhatikan dan mengikuti apa yang

disampaikan oleh Fasilitator. Sebab efektif tidaknya sebuah pesan

komunikasi sangat dipengaruhi derajat kepercayaan lawan bicara.

Ketiga, karisma. Namun hal ini lebih mirip pesona yang tak

dapat dijelaskan secara ilmiah. Contoh Soekarno, Kennedy, Gandhi

dan tokoh karismatik lain yang pada saat berbicara atau berpidato

selalu memukau dengan gerakan tubuh, tatapan mata dan perhatian

lainnya.

Meskipun demikian, kharima secara normatif bisa dibangun

melalui pembawaan diri yang positif baik melalui pakaian, sikap tubuh,

cara berbicara, cara berpikir, cara menghargai orang dan lain

sebagainya.

Posisi seorang Fasilitator, pada dasarnya cukup berwibawa

oleh sebagian masyarakat. Sebab, tugasnya cukup menentukan

terhadap jalannya kegiatan yang mungkin sangat diharap dan ditunggu

oleh mereka.

LIMA LANGKAH YANG HARUS DIPAHAMI

Inti berkomunikasi adalah

menyampaikan pesan. Maka

penting untuk mengetahui isi

susunan pesan yang menarik dan

memikat komunikan yaitu:

(1) Perhatian

Pastikan bahwa sebagai

komunikator kita memberi

perhatian serius melalui gestur, mimik, kata, pandangan dan hal lain

yang ada pada diri kita tertuju pada lawan bicara.

(2) Kebutuhan

Ketika perut kita lapar, maka sinyal gelisah muncul sebagai tanda agar

kita segera makan. Setelah makan, kitapun tenang dan tentunya perut

tak lagi keroncongan. Begitu halnya, berkomunikasi, harus bisa

memenuhi kebutuhan psikologis lawan bicara kita.

Page 14: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

(3) Pemuasan

Berkomunikasi harus meyakinkan lawan bicara. Oleh karena itu kata

yang diucapkan diarahkan untuk memuaskan dengan berbagai solusi

atau simpulan.

(4) Visualisasi

Lihatlah bagaimana seorang pesulap mengecoh kita, hanya dengan

sebuah sapu tangan, mata kita begitu terkesima dan berkata “waww

hebaattt..”. Padahal, kekuatan pesulap pada visualisasi.

(5) Tindakan

Akhir dari komunikasi adalah kesamaan pikiran dalam satu

persetujuan tindakan. Inilah motif utama bekomunikasi yang harus

diketahui oleh oleh Fasilitator. Berikut ini contoh sederhana susunan

pesan:

“Hai kawan, lihat rambutmu ! (tahap pertama), “sepertinya

baik panjang dan kurang tertata!” (tahap kedua dan ketiga),

“bila tidak dipotong segera, terlihat tidak rapi. Sebaliknya jika

dipotong, tampak ganteng” (tahap keempat). “ayo cukur

rambutmu sekarang kawan” (tahap kelima)

Tujuan Pesan adalah menyentuh motif komunikan sehingga pikiran

dan hatinya sepakat bertindak sebagaimana yang kita harapkan. Kita

harus memadukan imbauan rasional dan emosional. Tidak ada jalan

untuk menguasai hal ini kecuali dengan berlatih dan berlatih.

PERSUASIFKAN DIRI

arena komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan

pesan, maka harus kita pastikan bahwa informasi yang

disampaikan mudah dipahami, mempengaruhi dan

menciptakan situasi yang seimbang sehingga mendapatkan komitmen

yang tulus.

Diagram berikut menjelaskan alur komunikasi:

Persuasi adalah mengajak komunikan berpikir secara rasional, tanpa

menekan, apalagi memaksa sehingga memposisikan lawan seperti

tak punya pilihan. Namun, seperti tergambar dalam diagram diatas,

terdapat gangguan yang harus diantisipasi seperti berikut:

Persepsi yang berbeda

Kemampuan fisik dalam mendengarkan

Bicara terlalu cepat

Ketertarikan personal

Ledakan Emosi

Bukan pendengar aktif

K

Page 15: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

Seorang Fasilitator harus peka terhadap hal tersebut. Dalam

suatu pertemuan, yang dihadiri 70 persen kaum lanjut usia misalnya,

tentu harus dibedakan dengan yang audiens yang masih muda karena

pendengarannya lebih bagus, termasuk konsentrasinya.

Alkisah, terjadi debat sengit di sebuah angkot yang mogok

ditengah jalan karena ban pecah. Sang sopir asli Sunda dan kernet

asal orang Jawa. Terjadilah percakapan berikut:

Sopir :, “ sok cokot dongkrak..!!

Kernet : “yo atos pak..!”.

Sopir :”atos naona, sok dicokot...” (mulai emosi)

Kernet : “dibilang atos kok..!(sambil ngeyel)

Lantas keduanya ribut dan hampir berantem. Untungnya ada

yang melerai dan memahamkan, bahwa arti kata cokot (bahasa

Sunda) adalah “ambil” sedangkan dalam bahasa Jawa “gigit) dan

“atos” dalam bahasa sunda artinya “sudah” sedangkan dalam bahasa

jawa bermakna “keras”.

Kisah ini memberi pelajaran tentang makna sebuah

kata/bahasa yang harus kita pastikan sama dengan yang dipahami

oleh lawan bicara. Menguasai bahasa berikut maknanya sangatlah

penting agar tidak terjadi mispersepsi yang bisa berujung pada

ketidaksepahamahan.

KUASAI TEKNIK INI

Komunikasi adalah proses

penyampaian informasi.

Sebagaimana definisinya, informasi

adalah segala sesuatu yang

mengurangi ketidakpastian.

Melakukan komunikasi persuasif,

harus memperhatikan beberapa hal

yang memastikan orang tidak salah

berkomunikasi dengan kita.

Diantaranya dengan teknik berikut ini:

Membangun Ketertarikan Emosional

Pengaruh emosi lebih kuat dibanding pengarus logika. Sebagai

contoh, ketika anda tawari jam tangan oleh sahabat yang anda kenal

baik sifatnya, secara reflek yang anda pertimbangkan dalam pikiran

adalah hubungan baik dengan sahabat tersebut. Ketertarikan

emosional sangat berpengaruh terhadap interest seseorang dalam

berkomunikasi.

Demikian halnya seorang Fasilitator, selama di lokasi

penugasan, harus terampil dalam membangun berbagai pihak dengan

berbagai karakter yang bisa jadi membutuhkan adaptasi yang

berbeda-beda. Bagaimana membangun ketertarikan emosi petani,

dengan seorang PNS Guru pastinya berbeda.

Seorang petani mungkin lebih senang ditemui dan diajak bicara

masalah pupuk dan gabah, sedangkan seorang Guru lebih minat

Page 16: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

diajak bicara tentang perkembangan siswa dan sekolah misalnya. Kita

letakan diri dalam sudut pandang mereka agar kesan yang terbangun

proporsional.

Gunakanlah Kata dan Ekspresi yang jelas

Penggunaan kata dan ekpresi yang jelas, mantap, tidak

meragukan serta meyakinkan merupakan kunci sukses komunikasi

persuasif. Pengaruhnya sangat positif sebab pada dasarnya orang

menyukai sesuatu yang mudah ditangkap. Namun, tetap

membutuhkan pengendalian agar tidak overloaded atau overacting.

Kita bisa bayangkan, seorang Fasilitator yang menceritakan

realitas kemiskinan di wilayah dampingannya, saking semangatnya

bernada suara tinggi, disertai mimik tertawa terbahak-bahak, maka

bisa-bisa audiens yang mendengarkan akan risih dan bisa saja malah

merasa terhina (tidak empati).

Gunakan Testimoni

Mempengaruhi pikiran orang dengan pengakuan atau testimoni

orang lain yang kredibel sangat dibutuhkan. Misalkan “Bupati

mengatakan begini saat pertemuan kemarin,......hal ini senada dengan

pernyataan Pak Camat...”dst. Maka perbanyaklah referensi tentang

testimoni.

Dalam kehidupan masyarakat yang menganut sistem

kepemimpinan, testimoni dari tokoh atau pemimpin akan memudahkan

penyampaian suatu pemikiran. Sebab, apa yang akan dilakukan oleh

lawan bicara akan sama dengan yang telah dilakukan oleh idolanya.

Karena itu, dalam tayangan produk iklan, selalu menampilkan

sosok artis yang dikenal dan dikagumi publik. Tujuannya, adalah

sebagai testimoni idola yang dengan begitu penonton atau pemujanya

tidak ragu mengikuti pesannya.

Fasilitatorpun harus demikian. Penggunaan Testimoni

membantu masyarakat memvisualisasi informasi terhadap pendapat

orang lain yang ditokohkan atau dianggap dekat sehingga memberi

referensi pertimbangan persetujuan.

Page 17: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

SELALU MENGHARGAI

da istilah populer, perhatikan apa yang diucapkan, jangan

hanya perhatikan siapa yang mengucapkan. Istilah ini sebagai

pengingat agar seorang komunikator tidak diskriminatif baik

terhadap lawan bicara ataupun terhadap tema pembicaraan.

Menghargai adalah pengendalian ego diri yang biasanya ingin

selalu mendominasi. Mungkin karena merasa lebih tahu, lebih pintar,

lebih kaya, lebih berposisi, lebih berwenang atau predikat lain yang

justru merusak sifat hubungan yang baik.

Seorang Fasilitator, ketika diterjunkan ke sebuah desa yang

pendidikan masyarakatnya rendah, sebagian buta huruf, atau bahkan

mengalami keterbelakangan mental seperti di desa Sidoharjo,

Ponorogo, tidak boleh mencaci atau menjatuhkan anggota masyarakat

tersebut.

Dalam contoh yang lebih sederhana, mungkin kita terbiasa

memotong pembicaraan orang sedang orang tersebut belum selesai

menyampaikan pendapatnya. Hal ini tentu buruk. Oleh karena itu kita

harus menghargai orang dengan melihat sisi positif dari setiap

keinginan dan maksud orang.

Ramah-senyum adalah salah satu sikap menghargai yang

dibutuhkan dalam berkomunikasi. Socrates berkata, ketika berbicara

dengan orang lain, jangan memulai dengan membahas hal-hal yang

berbeda antara anda dengan lawan komunikasi. Tetapi, mulailah dari

hal-hal dimana anda setuju dengannya. Ketika lawan bicara mulai

berkata “Ya”, akan menjadi pintu awal ketertarikan dia sehingga kita

lebih mudah menyampaikan pesan komunikasi.

A BAB IV

MEMBANGUN KARAKTER

KOMUNIKATOR

Page 18: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

SIKAP OPTIMIS

Optimisme adalah keyakinan

bahwa hampir semua masalah

dapat diselesaikan dengan

kerja keras. Termasuk halnya

dalam permasalahan

komunikasi. Mungkin kita

pernah dijauhi, difitnah,

ditentang sehingga upaya kita

untuk menjelaskan

permasalahan terhambat.

Optimisme adalah senjata menghadapi hal tersebut. Perhatikan

kebiasaan diri dalam berucap. Jangan sampai ketika kita ingin menjadi

komunikator ulung, tapi kita sendiri pesimis bertemu dengan orang

sehingga sering berkata,”percuma saja ketemu dia...” gak mungkin dia

setuju...” dan lain sebagainya.

Untuk melatih cara bersikap positif, seorang ahli

mengemukakan “rule 3 X 24”. Metode ini digunakan untuk menyikapi

situasi yang kita anggap buruk dalam berkomunikasi khususnya yang

bersifat langsung (face to face).

Pertama, kita perlu menunggu 24 detik sebelum memberi

respon kepada lawan bicara. Meskipun sebentar, namun penyisihan

waktu ini memberi kesempatan otak kita mencerna informasi yang

sedang kita tangkap.

Kedua, kita membutuhkan 24 menit untuk memikirkan ide

tersebut agar tereksplorasi dengan baik. Dalam pertemuan secara

langsung, kita tidak harus langsung menjawab, kita bisa minta waktu

agar lebih jernih berpikir.

Ketiga, seandainya kita ingin menyampaikan ketidaksetujuan,

maka kita perlu 24 jam untuk mematangkannya lebih baik karena lebih

rileks. Dijaman yang serba instan sebagaimana yang menjadi trend

komunikasi real time, mungkin cara ini dianggap lamban, namun lebih

safety karena kita lebih terkendali dari emosi.

MENJADI PENDENGAR AKTIF

eperti disampaikan di

awal, karakter adalah

kunci utama kredibilitas

seseorang. Jika yang terbangun

kesan negatif maka, negatif pula

opini dan feedback orang.

Ketika seorang politisi korup

diberitakan suka gonta-ganti istri

untuk pencucian uang, kitapun

jadi tidak interest meskipun dia

berbicara benar dalam persidangan.

Karakter seorang komunikator, ketika berbicara justru bisa

menjadi pendengar yang baik. Sebab, melalui kemampuan inilah dia

bisa menelaah, mengkaji dan menyimpulkan kelebihan atau

kekurangan diri termasuk program yang didampinginya.

Namun menjadi pendengar bukan hal mudah sehingga perlu

diketahui tipe pendengar yang bagaimana idealnya bagi seorang

S

Page 19: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

fasilitator. Karena Fasilitator, dalam penggambaran seperti seorang

dokter, maka diagnosa dia terhadap suatu masalah sangat

dipengaruhi terhadap kesabaran, ketelitan dan ketertarikan dalam

mendengarkan keluhan masyarakat.

Terdapat tiga tipe pendengar sebagaimana berikut;

PASIF Hanya mendengar, tidak memproses

informasi/feedback

ATENTIF Mendengar dan membuat asumsi sendiri

AKTIF Dua Arah, memberi feedback

Dari ketiga tipe tersebut yang baik diterapkan adalah

pendengar Aktif. Dalam posisi tersebut, kita menggunana prinsip 70;30

(70 mendengarkan, 30 merespon lawan bicara). Pada dasarnya setiap

manusia suka untuk diperhatikan, termasuk dalam berbicara.

Seorang psikolog kaliber dunia, kehebatannya justru pada

kemampuan mendengarkan keluhan pasien. Bukan justru menjadi

pembicara aktif yang tak memberi kesempatan orang menyampaikan

keluhannya.

Fasilitator pun harus bersikap demikian. Tidak selayaknya bila

dalam suatu pertemuan kelompok, dia yang mendominasi

pembicaraan, bahkan one man show misal menjadi narasumber,

merangkap moderator, MC, tanpa melibatkan orang yang mungkin

akan tersanjung bila diberi kesempatan.

TRIK MENDENGAR AKTIF

Tingkah laku seseorang dapat

dilihat dan diamati oleh orang

lain. Ia bisa menjadi penanda

bagaimana minat dengar

seseorang dalam suatu

komunikasi. Seorang terdakwa

yang sedang disidik aparat

polisi, akan terlihat bagaimana suasana batin dari sikap tubuh, wajah

ataupun cara mendengarnya.

Tentu kita tidak membicarakan hal itu, yang jelas seorang

Fasilitator bukan hanya dituntut terampil bicara atau menyampaikan

maksud dan pesan, tetapi juga harus mahir mendengar ketika lawan

bicara menyampaikan pesannya. Untuk itu, ada beberapa hal yang

harus diperhatikan:

Mendengar seksama

(perhatikan kata sesuai arti dan emosinya)

Liat dan Fokus pada pembicara

(jangan memotong/interupsi)

Tunjukkan bukti anda sedang mendengar

(kumpulkan informasi, klarifikasi)

Reflekasikan

(kata yang diucapkan lawan, perasaannya..)

Setujukan

(Buatlah pembicara tertarik terhadap respon anda)

Page 20: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

PAHAMI PROFILE ORANG LAIN

Sebagai fasilitator, mungkin anda pernah lupa, atau belum

berkenalan sedang orang tersebut anda sering anda ajak bicara.

Paling-paling anda menyebutnya, mas..mbak..pak...bu...tanpa

menyertakan nama orangnya. Anda tak merasa anda masalah. Toh

orang tersebut juga mengerti dengan pesan yang anda sampaikan.

Anda lupa bahwa nama bagi setiap orang selalu indah untuk di

dengar. Pada tahun 2006, saya diminta teman mengantar ke tempat

kerja di Kota Solo. Sesampainya di kantor, saya sempatkan duduk di

ruang tamu. Tak lama, keluar seserorang berkewarganegaraan

Jepang.

Dia datang dan duduk disebelahku. Sekedar basa-basi, saya

sampaikan ucapa selamat pagi dalam bahasa Jepang, lalu saya

ceritakan menggunakan bahasa Inggris bahwa saya mengantar teman

yang bekerja disini.

Tak banyak bicara orang jepang itu kembali ke ruang kerjanya.

Lalu ia kembali ke saya sembari memberikan kartunama. Tertulis disitu

Mr.Minoru Ouchi beserta jabatan dan alamat emailnya. Beberapa

bulan kemudian, setelah Bapak saya meninggal dunia, saya berkirim

email kepada Mr. Minoru Ouchi menyampaikan keinginan untuk

diterima kerja.

Tak menunggu waktu satu jam, email saya berbalas dan

dinyatakan saya dibolehkan kerja bersamanya. Kisah ini memberi

pelajaran betapa pentingnya sebuah nama sehingga beberapa

perusahana mewajibkan karyawannya membuat dan menyebarkan

kartu nama.

Memahami profile lawan bicara sangat menguntungkan bagi

efektifnya penyampaian sebuah pesan. Manusia memiliki kepribadian

yang unik namun secara umum terbagi dalam empat kategori; yaitu

Dominan, Terbuka, Akurat dan Kalem.

Berbicara dengan orang yang berkepribadian Dominan, tentu

harus pandai mendengar sebab umumnya orang bertipe demikian

mendominasi pembicaraan. Sama halnya orang yang bertipe Terbuka.

Beda halnya dengan orang yang Kalem dan Akurat, tentu kita harus

proaktif agar komunikasi khususnya secara verbal bukan menjadi

ajang saling menunggu.

Pahami pula karakter budaya masyarakat dampingan.

Wilayah pesisir dengan pegunungan atau perbatasan tentu memiliki

perbedaan profile. Fasilitator harus memahami budaya dominan yang

berkembang disitu bagaimana. Dengan pengamatan yang intensif,

dimungkinkan fasilitator dapat menjalankan komunikasi yang tepat

karena menggunakan tatacara lokal.

Page 21: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

BERLATIH ADALAH KEBUTUHAN

ayi yang baru lahir, tentu tak bisa langsung bicara. Ia hanya

berupaya menangis semaunya. Beranjak besar, ia mulai

pandai menirukan suara sampai kemudian bisa secara

mandiri menyebut benda atau merespon omongan kita.

Tentu saja semua itu karena pengaruh latihan yang berulang,

baik secara sadar ataupun tidak. Pembandingnya, seperti dalam kisah

Tarzan, seorang anak manusia yang sejak bayi hidup dihutan

berteman hewan, setelah dewasa hanya bisa berkata

auo..auo..auooo......menirukan suara hewan.

Dalam kisah yang hampir serupa, pada tahun 1970 di

California ada seorang ibu yang melarikan anak gadisnya berumur 13

tahun ke Petugas Kesejahteraan sosial. Sepanjang jalan tidak satupun

ada kata yang terucap dari anak gadis itu. Selidik punya selidik, ayah

anak gadis tersebut, selama 13 tahun telah menyekapnya, mengikat di

tempat duduk, malam harinya dimasukan dalam kurungan besi.

Selama itu, sang ayah tak bosan memukuli tanpa satu kata

patahpun. Sang kakak juga dilarang bercakap-cakap sehingga Genie

nama anak gadis tersebut tak pernah mendengar kata dan bahasa

manusia. Alhasil, anak gadis tersebut pada umur 13 tahun tidak bisa

berbicara layaknya anak seusianya.

Demikian halnya seorang Fasilitator yang tidak melatih diri

dalam berkomunikasi, bisa jadi akan menjadi ahli kebatinan, alih-alih

takut bertemu anggota masyarakat yang didampinginya. Padahal,

apabila ia berani berkomunikasi intensif dengan sendirinya akan

terlatih mentalitas dan pengetahuannya.

B BAB V

BERLATIH MENANG

Page 22: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

HINDARI OMDO (omong Doang)

Action speak louder than words. Perbuatan berbicara lebih

keras daripada kata-kata. Dalam istilah yang lain, perjuangan adalah

pelaksanaan kata-kata. Menjadi Fasilitator yang ahli berkomunikasi,

bukan hanya dilihat dari sisi verbal atau kemampuan bicara, bukan

pula dari sisi kemampuan mendengarnya saja, tetapi bagaimana ia

menyesuaikan antara kata-kata dengan perbuatan sehari-harinya.

Komunikasi tidak lepas dari penyampain pesan/informasi kepada

orang lain dengan maksud mengajak mereka bertindak sesuai

keinginan kita. Maka kita harus menjadi orang yang bukan hanya

dipatuhi tapi juga bisa ditauladani.

Dalam contoh sederhana, misalkan seorang fasilitator selalu

menyatakan pentingnya kedisiplinan mengikuti pertemuan, maka ia

sendiri yang harus rutin menghadiri dan datang ontime. Apabila ia

sering menyatakan perlunya semangat gotong royong, maka ia sendiri

yang harus lebih rajin mendatangi kelompok binaan agar bisa dijadikan

contoh semangat bergotong royong.

PENGENDALIAN DIRI

Episode tersulit dalam berkomunikasi adalah pengendalian

diri. Bayangkan, dalam suatu pertemuan dimana anda menjadi

narasumbernya, muncul pertanyaan dari seorang Kades. Pertanyaan

tersebut bernada mengancam. Misal dalam kalimat ini, “jika usulan

pembangunan jalan di desa ini tidak anda loloskan, mulai hari ini juga

jangan datangi desa kami lagi...”.

Sebagai Fasilitator, apabila kita terpancing sehingga bersikap

emosi, tentu akan kontraproduktif. Sebagaimana diterangkan

sebelumnya, kita harus berupaya tenang ditengah kondisi sulit atau

menekan. Untuk itu kenalilah beberapa sikap yang kurang

menguntungkan dalam berkomunikasi.

KURANGI HOBI MENGKRITIK

Sama seperti kita, lawan bicarapun naluri dasarnya tidak suka

kalo dikritik. Sebab, kritik selalu mengarah kekurangan atau

kelemahan. Sedangkan hal itu merupakan aib, Maka agak aneh, kalau

ada seorang tokoh yang tampil di televisi menyatakan silahkan kritik

kami sepuasnya. .

Nah disinilah, pentingnya kita menahan diri dalam mengkritik

orang. Akan lebih baik kalau kalau kita lebih berfokus pada

pengungkapan kelebihan orang sembari memberikan saran perbaikan.

Cara ini lebih menyentuh dibanding kritik yang pasti akan memunculkan

pertahanan ego, bahkan serangan balik pada yang mengkritik.

Ada istilah, kontribusi lebih mulia daripada sekedar mencaci.

Seorang Fasilitatorpun harus bersikap demikian. Tatkala ia

menyaksikan anggota masyarakat yang menolak atau memprotes

keras, tak seharusnya dibalas dengan kritik. Sebab hal itu hanya

memuaskan diri dan bersifat sesaat. Fasilatator harus paham bahwa

masyarakat yang didampinginya butuh didekati, bukan dicaci.

Maka berilah penghargaan yang jujur dan tulus serta

bangkitkan minat pada diri mereka. Belajar dari kesalahan adalah hal

Page 23: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

yang wajar. Jadi jangan hobi menjatuhkan orang lain secara langsung

(face to face) ataupun tidak langsung.

HINDARI DEBAT

Debat dalam suatu pertemuan sering tidak terhindarkan.

Mungkin anda termasuk orang yang rajin menonton acara ILC

(Indonesia Lawyer Club) di salah satu televisi swasta nasional. Coba

perhatikan, debat yang selalu terjadi selalu berujung pada kengeyelan,

kengototan dari pelakunya.

Belum lagi mimik yang cemberut, bahkan cenderung memerah

karena marah. Begitulah akibat perdebatan yang sebenaranya. Tidak

ada yang mau mengalah karena yang digunakan bukan lagi akal

sehat, tetapi hati yang sudah emosi.

Seorang Fasilitator akan terbiasa mengalami hal seperti itu.

Ketika bertemu kelompok binaan, Perangkat Desa ataupun LSM dan

media, bisa saja terlibat debat karena terjadi perbedaan ide dan

pandangan. Debat selalu tak mengenakkan hati.

Jadi, satu-satunya cara untuk memenangkan debat adalah

jangan berdebat. Menghindari debat adalah cara ampuh untuk

membangun pemahaman dan persetujuan orang lain. Sebab, percuma

juga berkomunikasi dalam situasi yang tidak menguntungkan.

Sambut baiklah jika ada ketidaksetujuan, kendalikan

kemarahan, dengarkan baik-baik, pikirkan ide-idenya,

berterimakasihlah, lalu carilah titik temu persetujuan anda dengan

ketidaksetujuannya. Tentu kita juga harus jujur mengakui jika dalam

diri kita terdapat kesalahan.

BERITAHUKAN KESALAHAN TIDAK LANGSUNG

Bagaimana menghadapi cara berpikir dan bersikap yang salah

dari masyarakat yang didampingi? Tentu bukan hal mudah. Seorang

Fasilitator harus berhati-hati agar apa yang akan diluruskannya bisa

diterima dengan baik. Sebab, umumnya manusia bertindak berdasar

kebiasaan yang dibentuk oleh pengetahuan diri dan lingkungannya.

Di Finlandia, konon para Guru telah dibentuk sikap dan

mentalnya dengan positif. Ketika mereka melihat seorang siswa yang

harus remidi karena tidak naik kelas, maka yang diucapkan bukanlah

penyampaian kesalahan dan kelemahan secara langsung.

Sang Guru akan mengajak siswa bicara spesial, dibuat rileks

dan dimotivasi. “ selamat ya Nak, hanya dirimu yang berkesempatan

mengulang/remidi, saya yakin pada kesempatan ini kamu akan lebih

baik dan saya berharap bisa dibuktikan dengan belajar lebih serius”.

“Belajarlah lebih serius..!! kalimat akhir itulah yang menjadi

kritik namun tidak disampaikan to the point dan dibungkus dengan

kalimat indah. Sang anakpun tidak tersinggung. Begitu pula kalau kita

ingin menyampaikan kesalahan orang. Akan lebih efektif kalau

dilakukan secara tidak langsung.

Page 24: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

PENUTUP

Menekuni profesi sebagai Fasilitator memang sangat

menantang. Karena bekerja dengan manusia, tentu dibutuhkan

pengetahuan yang memadai tentang manusia itu sendiri. Tentang

bahasa, budaya, karakter, cara berpikir, cara bersosial, sampai

dengan sikap penerimaan terhadap orang lain harus dipelajari dengan

seksama.

Komunikasi merupakan bidang yang harus diseriusi untuk

dipelajari karena naluri manusia adalah ingin berhubungan dengan

orang lain. Namun, mengenalkan diri, membantun interest dan

kepercayaan, meminta dukungan persetujuan dan tindakan adalah

bukanlah hal mudah.

Sebagai orang luar (karena biasanya tidak berasal dari lokasi

yang didampingi), Fasilitator harus bisa menjalankan komunikasi

secara persuasif. Sebagaimana diterangkan sebelumnya bahwa

manusia merasa senang kalau dihargai, oleh karena itu fasilitator

harus mengerti kesukaannya, tidak suka mendebat dan mengkritik.

Dia juga harus mahir mendorong semangat, memotivasi

dengan hal-hal mulia. Selain secara verbal, audio visual tentunya juga

dengan teladan/contoh sehingga masyarakat yang didampingi merasa

cocok memilih figur fasilitator.

Dukungan pemikiran, persejuan dan tindakan adalah target

penting komunikasi. Percuma saja berkomunikasi kalau tidak berdasar

tujuan yang terarah, sebab tugas pendampingan selama satu tahun

kontrak misalnya, bisa akan sia-sia.

BAB VI

PENUTUP

Page 25: Buku Komunikasi persuasif fasilitator

TENTANG PENULIS

Ali Yasin, dilahirkan di Magetan

35 tahun silam. Setelah

menamatkan dari MAN Nglawak

Kertosono-Nganjuk, ia sempat

mengenyam pendidikan

Diploma Satu Tahun di Kampus

Magistra Utama-Malang. Tahun

1997, ia melanjutkan kuliah di

Universitas Jember dan tamat

tahu 2003.

Pria yang saat ini tinggal

di perumahan Puri surya Jaya

Gedangan Sidoarjo ini, sejak

mahasiswa menyukai dunia jurnalistik. Pernah menjadi wartawan

majalah Otonom kurun waktu tahun 2007-2009. Saat ini sebagai

spesialis KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) PNPM Mandiri

Perdesaan Provinsi Jawa Barat. Selain menyukai musik, Bapak dua

anak ini menyukai travelling. Korepondensi silahkan di

[email protected] FB ali yasin attamimi.