buku iii pedoman teknis perencanaan reklamasi pantai 2

Upload: arnold-soen

Post on 03-Mar-2016

220 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

pedoman teknis tentang perencanaan reklamasi pantai.

TRANSCRIPT

I

Pedoman Teknis Perencanaan Reklamasi Pantai

I. PENDAHULUAN

1.1. Fungsi dan Kegunaan

Yang dimaksud dengan reklamasi adalah meningkatkan sumberdaya lahan dari yang kurang bermanfaat menjadi lebih bermanfaat ditinjau dari sudut lingkungan, kebutuhan masyarakat dan nilai ekonomis. Sebagai contoh suatu kegiatan reklamasi diantaranya adalah kegiatan mengubah padang rumput yang kurang bermanfaat menjadi suatu kawasan pertanian; kegiatan mengubah rawa menjadi daerah persawahan; dan kegiatan mengubah rawa menjadi kawasan pertambakan. Sedangkan contoh reklamasi perairan pantai misalnya kegiatan menimbun perairan pantai untuk keperluan pembuatan fasilitas pelabuhan atau kawasan bisnis.

Tujuan pekerjaan reklamasi haruslah jelas, dan hasil reklamasi haruslah memberikan nilai tambah, baik dari sudut ekonomi, lingkungan, dan manfaat terhadap masyarakat sekitar lokasi pekerjaan. Beberapa tujuan pekerjaan reklamasi perairan pantai diantaranya adalah:

mengubah perairan pantai menjadi daratan untuk memenuhi ke-butuhan lahan,

meningkatkan kualitas dan nilai ekonomi kawasan pantai,

mengurangi luas lahan subur (pertanian) yang diubah menjadi lahan untuk permukiman, perkantoran, industri atau perkotaan,

mengurangi luas kawasan resapan yang diubah menjadi kawasan permukiman atau peruntukan yang lain.

1.2. Teknologi Reklamasi

Pembangunan reklamasi secara umum dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: sistem timbunan atau urugan, sistem polder dan sistem kombinasi antar polder dan urugan (lihat Gambar 1.1).

a. Reklamasi sistem timbunan atau uruganReklamasi sistem timbunan atau urugan yaitu reklamasi dengan menimbun perairan pantai sampai muka lahan berada di atas muka air laut tinggi (HWL). Keuntungan sistem ini diantaranya adalah lahan hasil reklamasi selalu berada di atas permukaan air laut, dengan demikian fasilitas yang dibangun di atas lahan reklamasi ini aman dari ancaman air laut ataupun air yang berlebihan. Sedangkan kelemahannya atau kerugiannya adalah volume penimbunan yang relatif besar. Reklamasi sistem timbunan sangat cocok untuk daerah tropis yang mempunyai curah hujan tinggi.

b. Reklamasi sistem polderReklamasi sistem polder yaitu reklamasi yang dilakukan dengan cara pengeringan perairan yang akan direklamasi. Untuk melakukan pengeringan ini perlu dibuat tanggul yang mengelilingi lahan yang akan direklamasi. Tanggul tersebut harus kedap air. Lahan hasil reklamasi biasanya berada di bawah muka air laut, dengan demikian sistem drainasi dan pengeringan harus dilakukan secara terus menerus. Keuntungan reklamasi cara ini adalah membutuhkan material timbunan yang relatif sedikit, namun kelemahannya adalah selalu terancam genangan air baik berasal dari laut maupun hujan lokal. Dengan demikian untuk menjaga agar lahan tetap kering diperlukan biaya operasional dan pemeliharaan yang tinggi. Reklamasi ini kurang cocok untuk daerah yang mempunyai curah hujan yang sangat deras, karena biaya operasi dan pemeliharaan (Biaya O & M) akan cukup tinggi..

c. Reklamasi sistem kombinasi urugan-polder

Reklamasi sistem kombinasi urugan-polder yaitu reklamasi dengan menggunakan sistem gabungan antara sistem polder dan sistem timbunan. Sistem ini diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih murah untuk kasus-kasus tertentu.

Gambar 1.1. Teknologi Reklamasi, Sistem Urugan, Polder dan Kombinasi

1.3. Tata Letak Reklamasi

Tata letak reklamasi sangat tergantung kepada kondisi geografis lahan dan kepemilikan lahan. Secara umum tata letak reklamasi dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu: (a) Lahan reklamasi terhubung dengan daratan utama (main land), dan (b) Lahan reklamasi terpisah dengan daratan utama. (lihat Gambar 1.2, 1.3; dan 1.4).

a. Lahan reklamasi terhubung (menyatu) dengan daratan utama.

Keunggulan: prasarana murah, karena dapat langsung dihubungkan dengan fasilitas yang telah ada di daratan utama, tidak perlu jembatan khusus fasilitas. Biaya reklamasi relatif murah karena perairan relatif dangkal, sehingga kebutuhan material relatif sedikit

Kerugian: potensi banjir meningkat, karena memperpanjang aliran (sungai maupun selokan drainasi.

b. Lahan reklamasi terpisah dengan daratan utama

Keunggulan: potensi banjir tidak meningkat, karena tidak mengganggu aliran sungai maupun saluran drainasi yang telah ada.

Kerugian: biaya pembangunan mahal, karena perairan relatif dalam, dan perlu sarana penghubung kedaratan utama dengan jembatan yang mungkin cukup panjang.

Gambar 1.2. Tata letak reklamasi terhadap daratan utama

Gambar 1.3. Contoh reklamasi yang terpisah dari daratan utama

(Hakkejima, Jepang)

Gambar 1.4. Contoh reklamasi yang menyatu dengan daratan utama

(Reklamasi Teluk Manado)

1.4. Bagian-Bagian Lahan Reklamasi

Beberapa pekerjaan reklamasi dilakukan diperairan yang mempunyai tanah dasar relatif bagus seperti di Pantai Teluk Manado dan Pulau Serangan, Bali. Namun banyak pula reklamasi yang dilakukan di perairan dengan kondisi tanah dasar yang sangat lembek, misalnya seperti reklamasi pantai Mutiara, Jakarta; dan reklamasi pantai Marina, Semarang. Khusus reklamasi di tanah dasar yang lembek (lihat Gambar 2.5) memang perlu perhatian khusus. Bahan reklamasi yang dipergunakan untuk reklamasi di atas tanah dasar yang lembek atau lumpur biasanya digunakan pasir.

Bagian bagian konstruksi reklamasi secara umum:

a. Lapisan tanah urug pada lapisan atas ( 0,5 sd 0,75 m),

b. Lapisan pasir urug di atas tanah dasar lumpur.

c. Vertical drain untuk mempercepat pangatusan air yang berada diantara butiran tanah lumpur.

d. Bangunan penahan atau pengaman berupa tembok laut biasanya dibangun diatas matras bambu dan tiang bambu .

Gambar 1.5. Lahan hasil reklamasi dan bangunan pelindungnya

1.5. Tahapan Perencanaan Reklamasi Pantai

Untuk lebih memudahkan dalam perencanaan reklamasi pantai disarankan untuk melihat bagan alir pada Gambar 1.6.

Gambar 1.6. Bagan alir pekerjaan reklamasi pantai

II. PERTIMBANGAN PEKERJAAN REKLAMASI

Seperti yang telah diuraikan didepan, tujuan utama reklamasi adalah untuk menambah luasan daratan untuk suatu aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan atau keperluan wilayah tersebut. Pertimbangan secara umum untuk melaksanakan pilihan reklamasi diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Tata ruang suatu wilayah tertentu kadang kala memang membutuhkan suatu lahan yang berasal dari proses reklamasi. Sebagai contoh kebutuhan akan lahan untuk keperluan pembangunan pelabuhan. Pelabuhan membutuhkan fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan, terminal penumpang, kompleks pergudangan, dermaga dan sebagainya. Lahan untuk keperluan tersebut biasanya tidak tersedia di kawasan pantai dalam bentuk yang siap bangun. Lahan yang terdapat di lokasi pekerjaan biasanya berupa rawa atau perairan dangkal. Untuk keperluan dermaga diperlukan kedalaman perairan yang cukup untuk sandar kapal. Kebutuhan lahan tersebut di atas menuntut dilakukannya reklamasi, namun dalam skala yang tidak begitu besar, hanya sebatas keperluan fasilitas pelabuhan.

b. Reklamasi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan lahan yang harus berada di tepi pantai misalnya untuk keperluan: industri, pariwisata dan permukiman nelayan. Pengembangan industri dan pariwisata sangat penting karena dapat menampung angkatan kerja (memberi lapangan pekerjaan).

c. Reklamasi diperlukan untuk keperluan konservasi lahan atau pulau yang tererosi. Reklamasi ini bertujuan untuk mengembalikan kondisi pantai menjadi seperti keadaan sebelum terjadi erosi. Contoh proyek konservasi pulau Nipa. Kondisi pulau Nipa saat ini terabrasi sangat parah, dan hampir tenggelam. Padahal pulau tersebut adalah pulau terluar dari batas NKRI dengan Singapura. Bilamana pula tersebut hilang, batas negara akan bergeser ke wilayah Indonesia, dan hal ini akan sangat merugikan Indonesia karena luas negara (perairan) akan berkurang.

d. Reklamasi untuk memperbaiki kondisi lingkungan pantai yang telah menurun kualitas lingkungannya. Sebagai contoh:

kawasan pantai yang berubah menjadi kawasan kumuh,

kawasan pantai yang selalu dilanda genangan (baik karena banjir atau rob), diperbaiki kualitas lingkungannya dengan sistem polder.

e. Kebanggaan negara untuk mempunyai kawasan Waterfront City, dalam hal ini Indonesia termasuk terlambat.

f. Memenuhi kebutuhan lahan dengan konsep membangun tanpa menggusur, atau mendapat lahan tanpa mengurangi lahan yang ada.

III. PENENTUAN MUKA AIR LAUT RENCANA

Muka air laut rencana (design water level - DWL) adalah muka air laut pada kondisi tinggi, dimana elevasi ini dipergunakan sebagai referensi untuk menentukan elevasi penimbunan reklamasi dan elevasi mercu bangunan pelindungnya. Disamping itu muka air laut rencana ini juga dipergunakan untuk menentukan tinggi gelombang pecah, terutama di lokasi bangunan. Muka air laut rencana diperhitungkan terhadap pasang surut : high water spring (HWS), wind set up, storm surge dan sea level rise (SLR) akibat efek rumah kaca (green house effect). Muka air laut rencana dapat ditentukan dengan formula (Yuwono, 1992):

DWL = HWS + SS atau WS + SLR .(3.1)

Keterangan: DWL = Design water level (m)

HWS = High Water Spring (m)

SS = Storm Surge (m)

WS = Wind Set-up (m)

SLR = Sea Level Rise (m)

Berdasarkan IPCC (1990), kenaikan muka air laut akibat efek rumah kaca (SLR) diperkirakan sebesar 60 cm tiap seratus tahunnya (lihat Gambar 3.1). Sedangkan besar Wind Set-up dan Storm Surge dapat dihitung dengan formula:

SS = 0,01 (Po Pa) ..(3.2)

Keterangan:

SS = tinggi storm surge (m)

Pa = tinggi tekanan atmosfer pada muka air laut (mbar)

Po = tinggi tekanan pada MSL = 1013 mbar

WS = Iw F/2 ; Iw = .(3.3)

Keterangan:

WS= tinggi wind set up (m)

Iw= gradien muka air laut

F= panjang fetch (m)

U= kecepatan angin (m/det)

g= percepatan gravitasi bumi (m/det2)

Cw = koef. gesek udara-air = 0,8 10-3 sd 3,0 10-3

h= kedalaman air laut rerata (m)

= rapat masa air laut dan udara

= 1030 kg/m3; 1,21 kg/m3

Gambar 3.1. Prediksi kenaikan muka air laut akibat efek rumah kaca

(IPCC, 1990).

IV. PENENTUAN ELEVASI LAHAN REKLAMASI

4.1. Lahan Reklamasi di Atas Muka Air Laut (lihat Gambar 4.1)a. Elevasi Lahan Reklamasi

Lahan reklamasi yang terlindung oleh tembok laut dapat dibuat agak lebih rendah dari tembok lautnya.

Elevasi lahan reklamasi minimum = DWL + (0,5 sd 1,0 m)

b. Material Lahan Reklamasi

Material bagian lapis atas (yang direncanakan akan ditanami) berupa tanah urug. Tebal lapis tanah urug berkisar 0,5 sd 0,75 m

Material lapis bawahnya berupa pasir dengan gradasi halus sampai dengan kasar dan sebaiknya jangan lumpur

4.2. Lahan Reklamasi di Bawah Muka Air Laut

a. Lahan basah untuk konservasi hutan bakau (lihat Gambar 4.2)

(1). Elevasi lahan untuk mangroveSyarat lahan untuk kehidupan mangrove diantaranya adalah lahan harus masih terendam pada saat air pasang, namun tidak boleh sampai menenggelamkan pohon mangrove tersebut. Oleh karena itu elevasi lahan untuk mangrove ditentukan sekitar = HWL 0,75 m

(2). Material lahan untuk mangrove

Material reklamasi harus dipilih sedemikian rupa sehingga mangrove (pohon api-api ataupun bakau) dapat tumbuh dengan baik.

Gambar 4.1. Penentuan Elevasi Lahan Reklamasi Di Atas Muka Air Laut

Gambar 4.2. Penentuan Elevasi Lahan Reklamasi Untuk Mangrove

b. Lahan kering untuk berbagai peruntukan

Elevasi lahan kering hasil reklamasi di bawah muka air laut, tidak mempunyai persyaratan khusus. Biasanya elevasi lahan ditentukan oleh persyaratan peruntukan lahan tersebut. Bilamana lahan akan dipergunakan untuk perumahan maka perlu dilakukan penimbunan dengan material pasir, dengan ketebalan tertentu agar tanah dasar tidak terlalu lembek. Pada umumnya tanah dasar perairan pantai adalah berupa lumpur (mud) dan perlu perbaikan tanah. Karena lahan berada dibawah muka air laut maka sistem drainasi atau sistem pengatusan harus direncanakan dengan baik. Untuk mencegah intrusi air laut maka perlu dibangun saluran keliling di kaki tanggul laut (lihat Gambar 4.3. dan 4.4).

Gambar 4.3. Elevasi Lahan Kering, Bawah Muka Air Laut

Gambar 4.4. Reklamasi Dengan Sistem Polder, Lahan Reklamasi di Bawah Muka

Air Laut (Rijkswaterstaat, 1991)V. PERENCANAAN TIMBUNAN LAHAN REKLAMASI

5.1. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) yang Diperlukan

Penyelidikan tanah dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kondisi lapisan tanah di bawah permukaan dan kesesuaiannya dengan keperluan pengembangan. Pengamatan umum terhadap daerah sekitar yang mungkin akan terpengaruh oleh reklamasi atau pengembangannya perlu dilakukan. Daerah yang langsung terkait dengan pekerjaan reklamasi yang harus diselidiki meliputi : lokasi reklamasi, borrow area (tanah bahan timbun) dan quarry (bahan bangunan pelindung lahan reklamasi). Informasi kondisi geologi daerah yang diselidiki perlu didapatkan untuk mendapatkan gambaran umum kondisi tanah. Masing-masing daerah pekerjaan tersebut jenis penyelidikan yang diperlukan, diuraikan di bawah ini.

a. Lokasi Proyek

Penyelidikan tanah di lokasi yang akan direklamasi dimaksudkan untuk mendapatkan data lapisan-lapisan tanah di bawah permukaan, sifat dan perilaku tanah yang ada berkaitan dengan pekerjaan penimbunan yang akan dilaksanakan di lokasi tersebut serta kondisi geoogi daerah tersebut. Pekerjaan penyelidikan/pengujian akan meliputi pekerjaan lapangan dan pekerjaan laboratorium, masing-masing sebagai berikut.

Pekerjaan Lapangan :

Pekerjaan penyelidikan tanah di lapangan diharapkan dapat memberikan informasi kondisi lapisan-lapisan tanah secara cukup lengkap, baik arah vertikal maupun arah horisontal. Beberapa jenis perkerjaan/pengujian yang dapat dilakukan adalah

Pengeboran

Sampling (pengambilan contoh tanah terganggu/ tak-terganggu)

Uji penetrasi standar (SPT) Uji sondir (statis)

Vane shear testDisamping pengujian tersebut di atas, pengujian yang lain bisa dilakukan dengan pertimbangan yang sesuai, diantaranya :

Uji deformasi dan kekuatan ditempat dengan pressuremeter atau dilatometer Plate bearing test (dalam lubang bor atau dipermukaan) Direct dynamic probing Static-dynamic penetration testing Uji kepadatan (densitas) lapangan

CBR lapangan

Survey geofisik (seismic refraction, electrical resistivity/ geolistrik)

Pekerjaan Laboratorium:

Pengujian laboratorium ditujukan untuk mendapatkan sifat umum tanah di lokasi pekerjaan, klasifikasi tanah, sifat mekanis (kekuatan) dan sifat pemampatan (kompresibilitas) serta jika diperlukan kandungan kimia tanah:

kadar air asli

kepadatan asli (berat volume)

berat jenis

batas Atterberg (batas cair, batas plastis dan indeks plastisitas)

distribusi ukuran butir

kuat geser tanah (geser langsung, triaksial, tekan bebas)

konsolidasi

uji kimia tanah

b. Borrow Area

Penyelidikan tanah di borrow area (tempat pengambilan bahan timbun) ditujukan untuk mendapatkan informasi kondisi lapisan tanah (geologi) berkaitan dengan kualitas bahan timbun dan kuantitas (volume) bahan timbun yang bisa diambil. Pengujian yang perlu dilakukan untuk keperluan ini meliputi pekerjaan lapangan dan laboratorium, sebagai berikut.

Pekerjaan Lapangan

Penyelidikan lapangan untuk borrow area dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kondisi lapisan-lapisan tanah arah vertikal maupun arah horisontal yang terkait dengan keperluan bahan timbun. Pekerjaan yang umum dilakukan di borrow area meliputi :

Pengeboran/sumur-uji

Sampling(pengambilan contoh tanah tergganggu/tak-terganggu)

Uji kepadatan (densitas) lapangan

Pekerjaan Laboratorium

Uji laboratorium ditujukan untuk mendapatkan sifat umum tanah bahan timbun, klasifikasi tanah dan sifat mekanis (kekuatan) serta, jika diperlukan, kandungan kimia tanah. Penelitian tersebut meliputi:

berat jenis

batas Atterberg (batas cair, batas plastis dan indeks plastisitas)

distribusi ukuran butir

uji pemadatan

kuat geser tanah (geser langsung, triaksial, tekan bebas)

c. Quarry

Penyelidikan tanah dilokasi bahan bangunan pelindung lahan reklamasi ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang kualitas bahan bangunan dan volume yang bisa diambil. Pengujian yang perlu dilakukan untuk keperluan ini meliputi pekerjaan lapangan dan laboratorium, sebagai berikut.

Pekerjaan Lapangan

Penyelidikan lapangan untuk quarry dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kondisi quarry yang mungkin digunakan material sebagai bahan bangunan pelindung reklamasi (batu). Pekerjaan yang umum dilakukan di quarry meliputi :

Pemetaan geologi

Pengeboran

Sampling

Pekerjaan Laboratorium

Uji laboratorium ditujukan untuk mendapatkan sifat umum/klasifikasi batu dan sifat mekanis (kekuatan) serta, jika diperlukan, sifat kimia batu.

berat jenis

densitas

penyerapan air

abrasi (Los Angeles Abtassion test) point load test atau uniaxial compression test

5.2. Penentuan Material Penimbun

a. Klasifikasi Tanah

Tanah dari keperluan teknik sipil adalah mineral tanpa atau mempunyai sedikit ikatan antar butir yang terbentuk akibat pelapukan batuan dasar secara fisis maupun kimiawi. Berdasarkan ukuran butir, tanah dikelompokkan seperti terlihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Jenis tanah berdasarkan ukuran butir

Jenis tanahDiameter butir (mm)

Lempung (clay)< 0.002

Lanau (silt)0.002 0.074

Pasir (sand)0.074 4.75

Kerikil (gravel)4.75 75

Kerakal (cobble)75 - 300

Batu/berangkal (boulder)> 300

Tanah dengan diameter kurang dari 0.074 mm (lolos ayakan no. 200) sering disebut dengan tanah berbutir halus dan tanah yang tertahan ayakan no. 200 (diameter lebih besar 0.074 mm) disebut tanah berbutir kasar.

Tanah berbutir kasar lebih banyak dipengaruhi oleh variasi ukuran butir (distribusi ukuran butir). Bentuk dan tekstur butir tanah dalam beberapa aplikasi kadang dianggap cukup berpengaruh. Untuk mengklasifikasi tanah berbutir kasar, digunakan identifikasi variasi butiran yang melibatkan jumlah/prosentasi fraksi yang lebih kecil dari suatu diameter yaitu D60, D30 dan D10. Istilah D60 adalah nilai diameter tanah pada 60% dari grafik distribusi ukuran butir tanah (60% dari fraksi tanah lebih kecil dari D60). Pengertian yang sama untuk D30 dan D10. Angka tersebut kemudian digunakan untuk menghitung koefisien keseragaman (Cu) dan koefisien kelengkungan grafik (Cz).

...(5.1)

...(5.2)

Kerikil atau pasir dikategorikan sebagai murni atau bersih juka fraksi halusnya tidak lebih dari 5%. Pasir/kerikil bergradasi baik (SW atau GW) jika mempunyai nilai Cu > 4-6 dengan nilai Cz = 1-3. Apabila kedua nilai tersebut tidak terpenuhi, maka tanah mempunyai gradasi buruk (SP), bisa bergradasi seragam atau bergradasi lowong (gap). Jika fraksi halus tanah lebih dari 12-15 (%), tanah pasir/kerikil telah banyak dipengaruhi oleh tanah berbutir halus terutama plastisitasnya.

Tanah lempung dan lanau tidak bisa dikelompokkan berdasarkan ukuran butir saja. Klasifikasi yang baru menyebutkan bahwa lanau dan lempung, keduanya merupakan tanah dengan butiran lolos ayakan no. 200 (diameter kurang dari 0,074 mm). Perbedaan dari kedua tanah tersebut dilihat dari plastisitasnya (batas cair dan indeks plastisitas). Tanah di alam umumnya tercampur. Untuk mengetahui klasifikasi tanah yang lengkap bisa mengacu ke ASTM atau British Standard.

b. Pemilihan Bahan Timbunan

Secara umum bahan timbun harus berupa tanah mineral dengan kualitas baik dan bebas dari bahan yang dapat mencemari lingkungan. Tanah organik atau gambut tidak boleh digunakan sebagai bahan urug, demikian juga tanah lempung ekspansif sebaiknya tidak digunakan. Tanah timbun tidak boleh tercampur tunggul kayu/tanaman, gebalan rumput, akar tanaman, sampah atau material sejenis.

Material timbun lebih disukai berupa tanah berbutir kasar (pasir) yang cukup bersih karena beberapa kelebihan, diantaranya : mudah dikerjakan, drainasi baik, bongkar/muat/pengangkutan lebih mudah, hydraulic filling dapat dilakukan, tanah hasil reklamasi mempunyai kuat dukung lebih besar, tidak mengalami konsolidasi dan teknik pemadatan lebih sederhana.

Disamping itu, karena lahan reklamasi sering terendam air, maka gradasi tanah perlu dipilih sedemikian rupa sehingga untuk daerah yang potensi mengalami gempa, tidak mengalami liquifaksi.

5.3. Perhitungan Settlement

Tanah yang ada di alam akan mengalami pemampatan atau penurunan lebih lanjut, terlebih lagi jika menerima tambahan beban akibat bangunan atau penimbunan (lihat Gambar 5.1). Penurunan dari bangunan/fondasi/ timbunan dapat dikelompokkan menjadi 3 komponen penurunan secara terpisah sebagai berikut:

s = si + sc + ss .(5.3)

Keterangan:

s = penurunan total

si = penurunan segera

sc = penurunan konsolidasi

ss = penurunan sekunder

Bilamana lapisan tanah terdiri dari tiga lapis (tanah urug, pasir urug dan tanah dasar) maka penurunan total adalah penjumlahan penurunan total dari masing-masing lapisan (lihat Gambar 5.1).

s = S1 + S2 + S3 (5.4)

Penurunan tanah dasar biasanya sangat besar, karena tanahnya lunak mengandung banyak air. Perhitungan penurunan tanah dasar di teluk Jakarta mencapai 2,0 m

Gambar 5.1. Skema proses penurunan dan lapisan tanah reklamasi

Dalam penyederhanaan analisis, penurunan segera terjadi saat pekerjaan pembangunan dilaksanakan sampai beberapa hari setelah pembangunan selesai, disusul proses penurunan konsolidasi sampai selesai, baru penurunan sekunder berlangsung. Pada tanah granuler/pasir penurunan terdiri dari penurunan segera dan penurunan sekunder. Penurunan terbesar adalah penurunan segera yang terjadi selama proses pembangunan, sedangkan penurunan sekunder pada pasir relatif kecil. Dengan demikian, penurunan pada pasir akibat beban pembangunan/pengembangan terjadi saat pekerjaan pembangunan dan selesai setelah pembangunan selesai. Penurunan selanjutnya umumnya relatif kecil.

Penurunan pada lempung umumnya terdiri dari penurunan segera, penurunan konsolidasi dan penurunan sekunder. Penurunan segera pada lempung jenuh air terjadi pada kondisi tak terdrainasi (undrained), yang secara teoritis terjadi dengan volume konstan. Analisis penurunan segera pada lempung jenuh air sering menggunakan pendekatan deformasi elastis. Pada umumnya, jika beban yang bekerja tidak melebihi kapasitas dukung aman tanah, maka penurunan segera pada lempung tidak terlalu besar.

Penurunan konsolidasi terjadi dengan mengalirnya air dari pori dalam tanah yang disebabkan adanya kelebihan tekanan air pori tanah akibat beban yang bekerja. Penurunan konsolidasi sering berlangsung pada jangka waktu yang lama dan intensitas penurunannya besar. Penurunan sekunder pada lempung terjadi akibat rayapan antar butir tanah membentuk posisi lebih stabil (creep). Penurunan sekunder umumnya tidak terlalu besar dengan jangka waktu yang lebih lama dibandingkan konsolidasi. Untuk pekerjaan reklamasi, penurunan konsolidasi dari lapisan tanah asli merupakan permasalahan yang paling menentukan.

5.4. Perhitungan Konsolidasi

Penurunan konsolidasi adalah penurunan pada tanah lempung/lanau jenuh air atau terendam akibat perubahan volume tanah yang terjadi dengan terperasnya air pori tanah keluar. Proses konsolidasi berlangsung cukup lama tergantung terutama pada koefisien permeabilitas tanah, ketebalan lapisan dan kondisi drainasi yang tersedia.

Analisis konsolidasi akan mencakup perkiraan besarnya penurunan dan waktu/kecepatan penurunan konsolidasi.

a. Perkiraan besar penurunan konsolidasi

Besarnya penurunan konsolidasi untuk tanah lempung jenuh air yang relatif lunak dihitung dengan rumus (lihat Gambar 6.1)

sc = mv p H atau ..(5.5)

..(5.6)

Keterangan:

mv= koefisien kompresibilitas volume

p= tambahan beban dan

H= tebal lapisan yang ditinjau

Cc = indeks kompresi tanah

eo = angka pori awal

po = tekanan vertikal awal

b. Waktu proses konsolidasi

Waktu berlangsungnya proses konsolidasi bisa berlangsung sangat lama, tergantung terutama oleh koefisien permeabilitas tanah dan ketebalan lapisan tanah. Pengaruh koefisien permeabilitas tanah, diwujudkan pada parameter koefisien konsolidasi (cv). Proses konsolidasi tidak dipengaruhi langsung oleh besarnya penurunan konsolidasi, namun lebih dikaitkan pada derajat konsolidasi (U) yang dikaitkan dengan faktor waktu (Tv). Waktu (t) untuk mencapai suatu kemajuan proses konsolidasi U, dihitung dengan rumus:

Tv = cv t/d2 ...(5.7)

Dengan d adalah jarak lintasan drainasi terjauh. Jika lapisan permeabel terdapat di atas dan bawah lapisan lempung yang ditinjau, maka drainasi bisa ke arah atas dan bawah sehingga besarnya d = tebal lapisan lempung, namun jika lapisan permeabel hanya di satu sisi maka nilai d = tebal lapisan ditinjau.

Besarnya nilai cv ditentukan dari uji konsolidasi di laboratorium dengan alat oedometer. Untuk konsolidasi satu dimensi dapat digunakan bantuan grafik untuk menghitung waktu atau progres/derajat konsolidasi.

5.5. Penebaran Material dan Pemadatan

Untuk penimbunan di daratan, tatacara penimbunan yang baik diawali dengan pengupasan lapisan tanah asli bagian atas (top soil) yang mengandung material organik sampai bersih dilanjutkan dengan pemadatan tanah asli setelah dikupas. Penimbunan dilakukan dengan menebar material timbun yang telah dipilih dengan kadar air optimum setebal antara 20 cm sampai 40 cm dan dipadatkan dengan mesin pemadat (mesin gilas) yang sesuai sampai tingkat kepadatan yang disyaratkan (biasanya > 90% kepadatan maksimum laboratorium). Apabila tingkat kepadatan telah dipenuhi, lapisan berikutnya bisa ditebar dan dipadatkan dengan cara yang sama.

Pada pekerjaan reklamasi, beberapa kendala mungkin terjadi, misalnya kondisi tanah asli relatif sangat lunak sehingga pengupasan top soil tidak bisa dilakukan dengan baik dan pemadatan tanah dasar tidak bisa dilakukan. Dengan kondisi tersebut, bahan timbun perlu ditebar secara bertahap, lapis demi lapis yang relatif tipis dan dipadatkan. Untuk menghindari tercampurnya bahan timbun dengan tanah asli, sering diperlukan lembaran pemisah antara tanah asli dan bahan timbun, misalnya menggunakan : anyaman/matras bambu, lembaran geosintetik atau yang sejenis. Penimbunan diatas tanah lunak ini perlu memperhitungkan kekuatan tanah asli berkaitan dengan tinggi timbunan sehingga tidak terjadi keruntuhan akibat kegagalan kapasitas dukung tanah asli. Disamping itu, akan dihasilkan lahan dengan lapisan lunak di bawah tanah timbunan yang akan mengakibatkan penurunan yang besar sehingga bilamana perlu, pematangan tanah bisa dilakukan.

Pekerjaan penimbunan di dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan: (a) penimbunan dari perairan biasanya dengan hydraulic filling, dan (b) penimbunan dari darat.

a. Penimbunan dari perairan (Hydraulic filling).

Pelaksanaan penimbunan dari perairan atau laut, biasanya digunakan kapal keruk dan kapal penebar material. Pasir dipompa dari kapal atau dari tempat penimbunan di bawah air, disebarkan merata ke seluruh daerah yang akan direklamasi (lihat Gambar 5.2). Penebaran dilakukan selapis demi selapis, dengan ketebalan sekitar 30 sd 50 cm. Dengan cara ini diharapkan tidak akan terjadi mud explotion ataupun mud wave. Yang dimaksud dengan mud explotion adalah munculnya lumpur ke permukaan lahan reklamasi. Sedangkan mud wave adalah ketebalan penimbunan yang tidak merata, sehingga seakan-akan terjadi gelombang lumpur di bawah lahan reklamasi.

Gambar 5.2. Contoh Pengisian material reklamasi dengan Hydraulic Filling (Hang Tuah, 2004)

b. Penimbunan dari Darat

Penimbunan dari darat, dilakukan terutama bila material timbunan berasal dari darat. Penimbunan ini dilakukan dengan peralatan Dump Truck, Bulldozer, Power Shovel dan Back Hoe. Untuk kawasan reklamasi yang luas, penimbunan cara ini biasanya hanya untuk lapisan paling atas saja, karena material timbunan dengan volume yang sangat besar jarang tersedia di daratan, pada umumnya diambil dari dasar laut (pasir laut). Contoh penimbunan ini dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3. Penimbunan lahan reklamasi dari darat

VI. PEMATANGAN LAHAN REKLAMASI

6.1. Usaha Untuk Menghindari Permasalahan Liquifaksi

a. Umum

Liquifaksi adalah proses/kejadian berkurangnya tekanan efektif tanah secara drastis pada pasir halus seragam tidak padat yang terendam air, akibat beban sesaat (misal gempa atau getaran). Beban sesaat tersebut menimbulkan kenaikan tekanan air pori tanah yang cukup besar, tekanan efektif tanah turun (jika mencapai nol, butiran tanah akan melayang) mengakibatkan kapasitas dukung tanah turun sehingga tidak mampu lagi mendukung beban di atas dengan baik. Contoh kerusakan bangunan akibat liquifaksi dapat dilihat pada Gambar 6.1 dan 6.2. Secara umum paramater yang mempengaruhi terjadinya proses liquifaksi adalah :

jenis tanah dan gradasi butir: pasir halus-sedang, seragam,

tingkat kepadatan

: tak padat,

kondisi lingkungan : terendam air,

beban sesaat

: kejut/gempa/getaran.

Keempat parameter tersebut secara bersama-sama membangkitan liquifaksi pada daerah tersebut. Apabila salah satu atau lebih parameter tidak ada, maka kejadian atau potensi liquifaksi berkurang. Dengan demikian, usaha mengurangi potensi liquifaksi adalah merubah salah satu atau lebih parameter utama penyebab liquifaksi sebagaimana tersebut di atas.

Gambar 6.1. Contoh kerusakan gedung akibat kasus Liquifaksi

(Hang Tuah, 2004)

Gambar 6.2. Contoh kerusakan dermaga akibat Liquifaksi

(Hang Tuah, 2004)

b. Persyaratan Gradasi

Sebagaimana telah banyak dilaporkan bahwa kejadian liquifaksi terjadi pada tanah pasir berukuran halus sampai sedang yang relatif bersih dengan gradasi seragam. Gambar 6.3. menunjukkan rentang gradasi tanah yang berpotensi mengalami liquifaksi.

Gambar 6.3. Gradasi tanah dan rentang tanah yang berpotensi mengalami

liquifaksi

Apabila reklamasi dilakukan di lahan yang tergenang air di daerah gempa, maka bahan timbun harus dipilih sedemikian rupa sehingga tidak berpotensi liquifaksi dan dipadatkan dengan baik. Jika lahan yang direklamasi berada di daerah gempa dan tanah asli berupa tanah berpotensi liquifaksi, maka usaha khusus perlu dilakukan, misalnya dengan perbaikan gradasi atau teknik yang lain. Perbaikan gradasi dilakukan dengan menambahkan tanah lain dengan butiran tertentu dan mencampurkannya sehingga didapatkan gradasi tanah secara keseluruhan diluar gradasi tanah yang mudah liquifaksi. Jenis tanah yang ditambahkan bisa berupa lanau/lempung atau pasir kasar/kerikil. Penambahan pasir kasar/kerikil lebih mudah untuk dilaksanakan. Perbaikan gradasi juga dapat dilakukan pada material bahan timbun.

c. Pemampatan Dalam

(1) Pemampatan dengan Vibro Compactor.Lapisan tanah pasir yang tebal dan tidak padat bisa dipadatkan dengan alat padat getar yang ditusukkan kedalam lapisan tersebut. Saat batang getar dimasukkan kedalam tanah, tanah akan tergeser kesamping. Semprotan udara dengan tekanan yang cukup tinggi biasanya digunakan di ujung batang getar untuk membantu penetrasinya. Setelah mencapai kedalaman yang diinginkan, batang getar diangkat, pasir pengisi dimasukkan, kemudian batang getar dimasukkan lagi untuk menekan pasir pengisi kebawah dan kesamping (lihat Gambar 6.4). Dilaporkan bahwa pengaruh pemadatan bisa mencapai 2.5 meter dari sumbu penggetar. Pekerjaan diulangi pada jarak-jarak tertentu sampai didapatkan kepadatan yang merata untuk lahan yang dikerjakan. Kedalaman yang bisa dipadatkan dengan teknik ini dilaporkan sampai kedalaman 12 meter, namun tingkat kepadatan yang dihasilkan tergantung pula pada jarak antar sumbu penggetar, semakin dekat jarak antar sumbu penggetar akan didapatkan tingkat kepadatan yang lebih tinggi (Craig, 1991).

Gambar 6.4. Pemampatan dengan Vibro- compaction

(2) Pemampatan dengan Vibro-replacementDalam vibro-replacement (proses basah), lubang dibuat dengan menyemprot air ke dalam tanah sampai kedalaman yang direncanakan menggunakan sebuah probe getar (vobroflot). Setelah mencapai kedalaman yang diinginkan, lubang terbuka yang terbentuk dibilas air dan batu dimasukkan bertahap, dipadatkan dengan getaran dan menaik-turunkan batang semprot (lihat Gambar 6.5). Gerakan dari vobroflot cenderung menumbuk-numbuk batu ke sisi lubang, sehingga sering merontokkan tanah samping ke dalam lubang. Aliran air keatas yang kontinyu diperlukan untuk membersihkan tanah yang longsor ke permukaan sehingga batu dapat menyebar sampai tercapai kesetimbangan dimana batu yang ditambahkan terpadatkan lapis demi lapis dengan baik. Diameter kolom batu biasanya bervariasi dengan diameter besar sering terjadi di dasar, di permukaan dan di bagian dengan kondisi tanah lebih lunak.

Hasil terbaik penggunaan teknik ini dilaporkan pada tanah lempung dengan kondisi sangat lunak sampai kenyal (kohesi, cu sampai 50 kN/m2) dan muka air tanah tinggi. Pada tanah lunak, batang semprot ditempatkan dibagian bawah lubang terus menerus dengan aliran air kontinyu untuk menstabilkan dinding lubang dan mengangkut butiran tanah keatas sehingga didapatkan kolom batu yang bersih saat batu dimasukkan dan dipadatkan disekitar ujung batang semprot. Segi negatif yang timbul adalah akibat penggunaan air yang cukup besar dan dihasilkannya limbah (campuran air dan tanah) yang sangat banyak sehingga berpotensi mengganggu lingkungan.

Gambar 6.5. Pemampatan dengan Vibro- replacement (stone column)

(3) Pemanpatan dengan Vibro-displacementPada cara vibro-displacement (proses kering), saat batang getar dimasukkan kedalam tanah, tanah akan tergeser ke samping. Semprotan udara dengan tekanan yang cukup tinggi biasanya digunakan di ujung batang getar untuk membantu penetrasinya. Setelah mencapai kedalaman yang diinginkan, batang getar diangkat, batu-batu dimasukkan, kemudian batang getar dimasukkan lagi untuk menekan batu-batu ke bawah dan ke samping. Proses dilanjutkan sampai didapatkan kolom batu padat. Kolom yang terbentuk umumnya lebih kecil dibanding dengan proses basah, karena pada teknik ini tidak ada tanah yang dibuang dan penggunaannya pada tanah yang lebih padat dibanding tanah pada proses basah.

Teknik ini dianggap paling tepat untuk tanah lempung bersensitivitas rendah dengan kohesi (cu) antara 30 kN/m2 sampai 60 kN/m2 dan dengan muka air tanah rendah (dalam). Beberapa alat telah dikembangkan dengan cara pengisian batu melalui tengah batang getar sehingga tidak perlu mengangkatnya saat pengisian material urug. Pengembangan tersebut sangat bermanfaat untuk mencegah longsor dinding lubang dan juga lebih cocok digunakan untuk tanah lunak yang liquefable.(4) Dynamic Compaction

Dynamic compaction adalah teknik perbaikan tanah dengan memadatkan tanah bagian dalam dengan berulang-ulang menjatuhkan beban berat ke permukaan tanah. Dilaporkan teknik ini sukses digunakan untuk memadatkan pasir lepas, berbagai urugan tak direncanakan, buangan bahan tambang, tanah yang mudah runtuh, pengurugan sanitasi dan pemadatan kembali tanah yang terganggu akibat larutnya batu kapur dan kegiatan penambangan. Teknik pemadatan ini menimbulkan getaran, gerakan tanah lateral dan kebisingan yang perlu ditertimbangkan lebih lanjut.

d. Pemampatan/pemadatan dangkal

Pemadatan dangkal dilakukan dengan alat pemadat (mesin gilas/rollers) pada lapisan tanah yang relatif tipis pada kadar air tanah sekitar optimum. Ketebalan lapisan yang disarankan sekitar 20 cm untuk tanah lempung dan bisa mencapai 40 cm untuk tanah pasir/kerikil.

Hasil pemadatan dangkal bisa dievaluasi/dikontrol dengan membandingkan hasil kepadatan lapangan dengan hasil uji pemadatan tanah dilaboratorium yang umumnya harus lebih dari 90% kepadatan maksimum standar laboratorium. Beberapa teknik pengujian kepadatan lapang yang telah banyak digunakan : sand cone, drive cylinder, rubber balloon, nuclear density tester.

6.2. Pengatusan Lahan

Penimbunan lahan dengan pasir yang menggunakan sistem pemompaan, akan mengakibatkan lahan cenderung selalu basah dan terendam air. Kondisi tersebut akan menyulitkan pemadatan tanah timbunan. Usaha pengurangan kandungan air dalam tanah bisa dilakukan pengeringan atau pengatusan lahan. Pengatusan lahan yang paling umum dilakukan adalah dengan menurunkan muka air tanah. Penurunan muka air tanah akan mengakibatkan kenaikan tegangan efektif dalam tanah yang selanjutnya menaikkan kekuatan tanah. Disamping itu, dengan kondisi tanah timbunan (pasir) yang tidak terendam air, usaha pemadatan tanah timbunan akan lebih mudah dilakukan.

Pada pekerjaan pengatusan lahan, parameter yang terkait langsung adalah :

- koefisien permeabilitas tanah (jenis tanah)

- kondisi lingkungan lahan yang dikeringkan

- muka air tanah dalam timbunan.

Pangatusan lahan dapat dilakukan dengan membuat saluran drainasi pengumpul atau lubang/sumur pengumpul air yang selanjutnya dibuang keluar.

Perlu diperhatikan bahwa pada saat pembuangan air dapat mengakibatkan butiran halus tanah ikut terbawa rembesan air sehingga pasir yang tertinggal dapat relatif bersih dari butir. Apabila butiran pasir cukup halus dan seragam, maka potensi liquefaksi pada tanah ini bisa terbangkitkan.

6.3. Percepatan Terjadinya Proses Konsolidasi

Proses konsolidasi yang sering berlangsung dalam waktu yang cukup lama bisa dipercepat, menyesuaikan dengan waktu yang tersedia untuk penyelesaian pekerjaan. Teknik percepatan yang telah banyak dilakukan adalah dengan pemberian beban tambahan sementara (preloading) dan penggunaan vertical drains.

a. Pre loading (precompression, surcharging)

Metoda perbaikan sifat tanah dengan pra-beban dilakukan dengan pemberian tambahan beban (pra-beban) pada tanah dengan beban permukaan yang terdistribusi merata sebelum bangunan yang direncanakan dikerjakan. Pemberian pra-beban akan memberikan pengaruh pada : penurunan konsolidasi, penurunan pemampatan sekunder dan menaikkan kuat geser tanah.

Teknik pra-beban bisa dilakukan dengan dua cara : beban-lebih (overloading) dan pembangunan bertahap (staged contruction). Pada pelaksanaan beban-lebih (lihat Gambar 6.6.), suatu beban tambahan (ps) yang melebihi beban rencana (pf), ditempatkan sementara di atas lahan yang kemudian diambil jika bangunan rencana dapat dikerjakan dengan kemungkinan sedikit atau tanpa terjadi penurunan lebih lanjut. Rasio ps/pf dikenal sebagai koefisien beban-lebih. Penggunaan beban-lebih ditujukan untuk digunakan pada lahan-lahan untuk semua bentuk bangunan seperti : gedung, tanki penyimpanan dan urugan untuk membangun jalan raya, jalan rel serta lapangan terbang. Teknik ini juga sering menghasil kondisi tanah yang cukup baik yang memungkinkan penggunaan fondasi dangkal sebagai pengganti tiang yang dirancang sebelumnya. Beban yang digunakan pada pra-beban yang sudah banyak dilaksanakan berupa : timbunan tanah, reservoir diisi air, dan penggunaan vacuum.

Gambar 6.6. a. Overloading. b. Stage construction (Brand dan Brenner, 1981)

Pembangunan bertahap dilakukan terutama untuk tujuan menaikkan kuat geser lempung lunak secara bertahap. Kekuatan tanah asli tak memungkinkan timbunan dengan tinggi rencana dibangun karena akan terjadi keruntuhan. Dengan pembangunan bertahap, tanah dasar tidak runtuh, sempat terkonsolidasi, kuat geser naik sehingga beban bisa ditambahkan secara bertahap.

b. Vertical drains

Untuk lapisan lempung lunak yang tebal atau pada tanah dengan permeabilitas ekstrim sangat rendah, sering teknik pra-beban tidak memenuhi harapan karena waktu yang diperlukan masih sangat lama. Hal ini dikarenakan proses keluarnya air dari pori akibat beban (konsolidasi) berjalan lambat karena lintasan yang relatif panjang. Usaha untuk memperpendek lintasan drainasi air pori dilakukan dengan memasang sarana drainasi arah vertikal (vertical drains) dengan jarak-jarak tertentu yang memungkinkan drainasi air pori ke arah horisontal/radial dengan lintasan yang lebih pendek, sehingga proses konsolidasi lempung lebih cepat (lihat Gambar 6.7). Teknik ini semata-mata ditujukan untuk mempercepat proses konsolidasi dengan menyediakan fasilitas drainasi dengan jarak horisontal yang relatif pendek, sehingga air cepat terdrainasi dan kelebihan tekanan air pori cepat berkurang/habis dan proses konsolidasi cepat selesai. Terhadap penurunan sekunder tidak ada pengaruhnya, hanya saja proses penurunan sekunder akan cepat mulai setelah proses konsolidasi selesai.

Material untuk drainasi pada awalnya digunakan (tiang) pasir (vertical sand drains) berdiameter antara 20 cm sampai 40 cm yang juga merupakan awal pengembangan teknik percepatan konsolidasi ini. Pembuatan drain pasir vertikal ini dilakukan dengan terlebih dulu membuat lubang dengan diameter dan sampai kedalaman yang direncanakan, kemudian diisi dengan pasir dengan gradasi tertentu yang sekaligus berfungsi sebagai filter pada tanah. Penggunaan drain pasir vertikal memerlukan sarana pendukung yang cukup berat (alat bor atau pancang pipa), material pasir yang cukup banyak, waktu dan biaya yang besar.

Drain pasir vertikal dikembangkan dengan pre-packaged (prefabricated) sand drain yang berupa pasir dimasukkan dalam bungkus/selubung nylon (sintetis) yang juga berfungsi sebagai filter. Tipikal diameter jenis drain ini sekitar 6.5 cm, cukup fleksibel dan kurang dipengaruhi gerakan tanah arah lateral.

Gambar 6.7. Penggunaan vertical drains (Craig, 1992)

Drain vertikal dikembangkan lebih lanjut dengan band drain, menggunakan material sintetik penuh, terdiri dari bagian dalam berupa plastik gelombang memanjang dibungkus diluarnya dengan lembaran fabric/geosintetik yang cukup kuat dan ketat. Lapisan geosintetik berfungsi juga sebagai filter sehingga air mudah masuk ke saluran plastik gelombang dan mengalir bebas keluar. Bentuk band menyerupai pita dengan lebar sekitar 100 mm, tebal sekitar 4 mm dengan panjang bisa disesuaikan karena diproduksi dalam bentuk gulungan/roll. Penggunaan jenis band drains berkembang pesat, karena pemasangan mudah, dengan ditusukkan kedalam tanah lunak dengan batang baja kaku, pelaksanaan cepat, dan material yang mudah diangkut, serta sifat fleksibel dari drain.

Penggunaan drain pasir vertikal dengan ukuran yang cukup besar cenderung berkelakuan seperti fondasi tiang yang tak terlalu kuat sehingga beban timbunan sebagian dipikul oleh tiang pasir mengakibatkan kenaikan beban pada lapisan lempung berkurang sehingga nilai kenaikan tekanan air pori rendah dan proses konsolidasi terganggu, tidak cukup membuat tanah lempung menjadi cukup padat dan kuat. Pengaruh tersebut menjadi kecil pada penggunaan pre-fabricated drains, karena kondisinya jauh lebih fleksibel.

Penggunaan vertical drains dilaporkan kurang berhasil pada lapisan lempung yang mempunyai pemampatan sekunder yang besar seperti : lempung-lempung berplastisitas tinggi dan tanah humus (peat), karena kecepatan penurunan sekunder ini tidak bisa dikontrol (tidak terpengaruh) oleh drain vertikal.

Analisis penggunaan vertical drain telah dikembangkan pada vertical sand drain dengan menggunakan analisis tiga dimensi dalam koordinat kutub yang melibatkan parameter kecepatan konsolidasi arah vertikal dan horisontal. Hasil analisis terutama terkait dengan diameter sand drain dan jarak pemasanganannya. Analisis disederhanakan dengan menggunakan bantuan grafik-grafik.

Untuk penggunaan band drains, analisis bisa dilakukan dengan cara sebagaimana untuk sand drains. Khusus untuk band drains juga telah dikembangkan rumus oleh Hansbo (1982) yang menyajikan hubungan antara waktu konsolidasi dan jarak atau jari-jari pengaruh drainasi, sebagai berikut.

..........................(6.1)

dengan d/D dianggap kecil dan diabaikan, maka persamaan menjadi:

.................................................(6.2)

Keterangan:

t= waktu untuk konsolidasi

ch= koefisien konsolidasi arah horisontal

d= diameter ekivalen band drain = keliling/(D= diameter pengaruh (1.05S atau 1.13S)

U= derajat konsolidasi rerata

S= jarak antar drainasi vertikal (band drains)

Selanjutnya bisa dibuat grafik hubungan antara jarak band drains (S) dengan waktu (t) untuk derajat konsolidasi (U) tertentu dan bisa dipilih rancangan yang sesuai terkait dengan waktu yang diinginkan untuk mempercepat konsolidasi.

Gambar 6.8. Contoh pemasangan Vertical Drains

(Hang Tuah, 2004)

VII. PERLINDUNGAN LAHAN REKLAMASI

7.1. Umum

Seperti diuraikan di depan bahwa reklamasi perairan pantai adalah mengubah perairan pantai menjadi daratan. Keberadaan lahan tersebut akan terancam adanya erosi oleh arus dan gelombang, juga genangan air hujan. Untuk mengamankan lahan hasil reklamasi supaya tidak rusak maka perlu adanya bangunan pelindung. Bangunan tersebut adalah:

a. Sistem drainasi lahan

b. Tembok laut atau tanggul laut

c. Tembok laut bawah air akan terancam adanya

d. Revetment, rip-rap

7.2. Sistem Drainasi Lahan

Lahan reklamasi dapat tererosi oleh aliran permukaan yang tidak terkendalai, terutama bila lahan tersebut berada pada kawasan yang mempunyai curah hujan yang tinggi. Untuk mengatasi erosi tersebut maka perlu dibuat sistem drainasi yang baik di atas lahan reklamasi. Air tawar dari hujan sebaiknya dimasukkan ke dalam lahan reklamasi untuk mencegah terjadinya kadar garam yang terlalu tinggi didalam air tanah, yang dapat menyebabkan tanaman dilahan reklamasi kurang subur.

7.3. Perlindungan Lahan Reklamasi (lihat Buku V dan VI)

Perlindungan lahan reklamasi seperti tembok laut, tanggul laut, dan revetment telah dibuatkan pedoman teknis perencanaan, sehingga tidak perlu diuraikan panjang lebar disini. Hanya perlu disampaikan disini secara ringkas maksud pemakaian bangunan tersebut. Contoh bangunan pelindung lahan reklamasi dapat dilihat pada Gambar 7.1.

a. Tembok laut.

Tembok laut berfungsi untuk menjada agar lahan reklamasi (di atas permukaan air laut) tidak rusak akibat gempuran gelombang dan kikisan arus laut. Bangunan dapat berupa tumpukan batu atau bangunan monolit (lihat Buku VI)

b. Tanggul laut

Tanggul laut berfungsi sama dengan tembok laut, namun biasanya dipergunakan untuk melindungi lahan yang relatif rendah dari ancaman luapan (over topping). Konstruksi ini sangat cocok untuk reklamasi sistem polder.

c. Revetment atau Rip Rap

Revetment atau Riprap adalah konstruksi pelindung tebing, baik dari ancaman arus ataupun gelombang. Rip-rap biasanya terdiri dari kontruksi tumpukan batu miring. Sedangkan revetment secara umum dapat dari batu buatan atau concrete block. Konstruksi ini cocok bilamana tebing lahan hasil reklamasi tidak harus vertikal.

Gambar 7.1. Contoh lahan reklamasi dengan pelindung tembok laut

VIII. PERSYARATAN BANGUNAN DI ATAS LAHAN REKLAMASI

8.1. Umum

Untuk membangun di lahan reklamasi perlu didahului dengan penyelidikan tanah untuk mendapatkan informasi kondisi lapisan tanah setelah pekerjaan reklamasi dinyatakan selesai. Secara umum fondasi bangunan harus memenuhi persyaratan stabilitas dan deformasi, diantaranya :

kedalaman fondasi harus cukup sehingga bebas dari pengaruh gerakan lateral tanah, perubahan musim, erosi atau gangguan alam lainnya,

sistem fondasi harus aman terhadap penggulingan, penggeseran dan keruntuhan kapasitas dukung tanah,

penurunan/deformasi fondasi atau perbedaan penurunan masih dalam batas yang dapat ditolerir,

fondasi harus tahan/aman terhadap korosi atau kerusakan akibat bahan-bahan reaktif dalam tanah,

sistem fondasi dan pelaksanaan harus memenuhi ketentuan standar lingkungan yang berlaku.

8.2. Permasalahan lahan

Lahan yang terbentuk dari hasil reklamasi dapat dianggap sebagai deposit baru dengan kondisi yang cukup bervariasi. Sebagaimana umumnya tanah timbunan baru, proses pemadatan secara alami masih berlangsung. Apabila tanah dasar asli (sebelum ditimbun) cukup baik dan timbunan berupa tanah pasir yang dipadatkan dengan baik, maka penurunan pasca reklamasi yang disebabkan oleh rayapan antar partikel tanah diperkirakan relatif kecil. Apabila kondisi tanah dasar dan/atau tanah timbunan tidak baik/padat atau proses pemadatan belum selesai, permasalahan kapasitas dukung tanah dan penurunan akan lebih rumit. Studi khusus untuk kasus ini dapat dilakukan bilamana diperlukan.

8.3. Penyelidikan tanah

Penyelidikan tanah dalam hal ini ditujukan untuk mendapatkan gambaran kondisi tanah (arah vertikal dan horisontal) untuk perancangan fondasi. Jenis, kedalaman dan jumlah-titik penyelidikan disesuaikan dengan keperluan pengembangan.

Jenis penyelidikan bisa sama dengan yang digunakan pada lahan yang akan direklamasi sebagaimana telah diuraikan didepan namun lebih intensif. Penyelidikan harus dilaksanakan sampai kedalaman lapisan yang kuat yang mampu mendukung beban dengan aman dan penurunan yang timbul akibat beban bangunan masih dalam batas yang dapat ditolerir.

Untuk lahan reklamasi yang kurang baik atau proses penurunan masih terus berlangsung dengan besaran yang signifikan, maka penyelidikan khusus perlu dilakukan.8.4. Bangunan Tidak Bertingkat dan Bangunan Ringan

Jenis bangunan ini memberikan tambahan beban pada tanah dasar dengan intensitas relatif kecil, sehingga tidak diperlukan tanah pendukung dengan kekuatan sangat tinggi. Permasalahan akan lebih banyak pada masalah stabilitas umum dan penurunan bangunan/lahan. Jika hasil reklamasi cukup baik, untuk bangunan ringan dapat menggunakan fondasi dangkal/langsung yang masuk kedalam tanah sekurang-kurangnya 0.60 m. Kedalaman fondasi perlu disesuaikan terhadap pengaruh alam sekitar (air, angin, arus/ombak, dll), sehingga stabilitas bangunan dapat terjamin.

8.5. Bangunan Bertingkat atau Bangunan Berat

Jenis bangunan ini akan memberikan beban yang cukup besar sehingga diperlukan lapisan tanah yang kuat dan stabil untuk mendukung beban tersebut. Jenis dan kedalaman fondasi harus diperhitungkan terhadap kekuatan tanah pendukung dan penurunan yang akan terjadi akibat beban. Pengaruh lingkungan/alam sekitar perlu diperhitung dalam perancangan fondasi sehingga stabilitas bangunan dapat terjamin. Penyelidikan tanah akan memegang peranan penting pada penentuan fondasi bangunan ini.

IX. CONTOH PERHITUNGAN

Suatu lahan basah terendam air, mempunyai lapisan tanah bagian atas berupa lempung lunak setebal 12 meter disusul di bawahnya lapisan tanah keras yang relatif rapat air. Lempung mempunyai koefisien perubahan volume, mv = 0.008 m2/ton, koefisien konsolidasi arah vertikal, cv = 3.5 m2/tahun dan koefisien konsolidasi arah horisontal, ch = 7.0 m2/tahun. Lahan akan direklamasi dengan timbunan tanah pasir setinggi 5.0 meter padat dengan berat volume rerata sebesar 1.7 ton/m3. Untuk percepatan konsolidasi lapisan lempung digunakan band drain lebar 100 mm dan tebal 3 mm dipasang sampai lapisan tanah keras dengan pola pasang bujursangkar.

a. Analisis penurunan konsolidasi

Tambahan beban, p = 5.0 x 1.7 = 8.5 t/m2

Besarnya penurunan konsolidasi, sc = 0.008 x 8.5 x 5.0 = 0.34 m = 340 mm

Penurunan konsolidasi sc = 340 mm untuk derajat konsolidasi U = 100%

b. Waktu konsolidasi

Untuk mencapai penurunan 90% (306 mm) dan penurunan sisa 10% (34 mm) waktu yang diperlukan dihitung sebagai berikut.

U = 90% ( Tv = 0.848

Bagian bawah rapat air maka d = tebal lapisan lempung = 12 m

t90 = 0.848 x 122/3.5 = 34.9 tahun

c. Percepatan konsolidasi

Digunakan band drain 100 mm x 3 mm,

d = keliling/ = 2 x (100 + 3)/ =65.6 mm = 0.0656 m

Pola pasang bujur sangkar : D = 1.13 S atau S = D/1.13

Dicoba derajat konsolidasi (U) sebesar 95%, 90% dan 85%

UPenurunan yang dicapai (mm)Penurunan sisa (mm)

95%32317

90%30634

85%28951

Dengan rumus Hansbo didapatkan :

SU = 95%U = 90%U = 85%

(m)t (tahun)t (tahun)t (tahun)

0.500.020.020.02

1.000.140.110.09

1.500.380.300.24

2.000.760.590.48

2.501.290.990.81

3.001.961.511.24

Dari hasil di atas, untuk mencapai derajat konsolidasi U = 90% (penurunan konsolidasi mencapai 306 mm dan penurunan konsolidasi sisa 34 mm) menggunakan band drain dengan jarak pasang 2.0 m diperlukan waktu 0.59 tahun (sekitar 6 bulan). Hasil ini jauh lebih cepat dibandingkan waktu konsolidasi tanpa band drain sebesar 34.9 tahun.

Sisa penurunan yang direncanakan disesuaikan dengan keperluan pembangunan di atas lahan reklamasi, yang selanjutnya bisa dianalisis seperti contoh di atas.

X. PENUTUP

Pedoman yang diuraikan di depan masih bersifat umum. Penggunaan cara lain diluar yang telah diuraikan dalam pedoman ini masih dimungkinkan dengan alasan atau pertimbangan yang tepat. Pemelihan metoda pelaksanaan perlu mempertimbangan aspek efektif, efisien dan ramah lingkungan.

Ucapan terimakasih disampaikan kepada PT. Tata Guna Patria dan Direktorat Bina Teknik, Dirjen SDA, Departemen Kimpraswil, sehingga buku Pedoman Teknis Perencanaan Reklanasi Pantai dapat terselesaikan. Apabila pembaca dalam mengkaji materi ada kesulitan atau ada yang kurang jelas mohon dapat melihat ke buku asli yang diacunya. Pada kesempatan ini pula penulis mengharapkan kritik dan masukan dari para pembaca untuk dapat dipergunakan dalam penyempurnaan materi pedoman ini. Semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, institusi pemerintah terkait dan pelaksana/perencana industri maritim.

LAHAN REKLAMASI

LAHAN REKLAMASI

LAHAN REKLAMASI

POMPA

POMPA

Reklamasi Sistem Urugan

Reklamasi Sistem Polder

Reklamasi Sistem Kombinasi

Urugan Polder

Lahan reklamasi untuk mangrove

0,5 m

HWL

0,75 m

W/10

W

W/2

Ru

Fb

DWL

Geotekstil

DWL + Ru + F

Pasir Urug

Tanah Urug

DWL + 0,5 sd 1,0 m

DWL + Ru + F

Elevasi bebas,

Sesuai kebutuhan

Pasir/tanah urug

EMBED MSPhotoEd.3

EMBED MSPhotoEd.3

EMBED MSPhotoEd.3

EMBED MSPhotoEd.3

EMBED MSPhotoEd.3

EMBED MSPhotoEd.3

B

B

A

Sungai

Lahan reklamasi

Lahan reklamasi

A = lahan reklamasi terpisah dengan

daratan utama (main land)

B = lahan reklamasi terhubung dengan

daratan utama (main land)

Daratan utama

Perairan pantai

Tanah lembek

Pasir urug

Tanah urug

Tembok laut

Vertical drain

Trucuk bambu

Matras bambu

Pemadatan dng vibro compactor

Tanah urug agar tanaman dpt tumbuh

Tanah dasar, lembek

Pasir urug

Tanah urug

S1

S2

S3

Matras bambu

Trucuk bambu

Vertical drain

Tembok laut

Tanah urug

Pasir urug

Tanah lembek

EMBED Visio.Drawing.5

s

t

ss

sc

si

PAGE 1

_1154864952.bin

_1155373892.unknown

_1155374823.bin

_1156842142.bin

_1161680517.vsd

_1155373943.unknown

_1154933126.bin

_1154933242.bin

_1154865174.bin

_1151212449.unknown

_1154801801.unknown

_1130140709.unknown

_1151212029.unknown

_1130140692.unknown