buku asean selayang pandang 2010

294

Upload: madhynna-tthuee-mfhaa

Post on 23-Oct-2015

254 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) terbentuk pada tanggal 8 Agustus 1967. Sepuluh Negara anggota ASEAN terdiri dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Philipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Sekretariat ASEAN berada di Jakarta, Indonesia.

Untuk keterangan lebih lanjut, dapat menghubungi :Sekretariat Direktorat Jenderal Kerja sama ASEAN Lt. 9 Gedung Utama Kementerian Luar NegeriJl. Taman Pejambon No. 6 Jakarta PusatTelp. (62-21) 3509059, 3441508 ext. 4417 Faks : (62-21) 3509050

Informasi umum mengenai ASEAN dapat dilihat di www.deplu.go.id

Edisi pertama tahun 1982 dan telah diperbaharui sampai edisi ke-19 tahun 2010.

Edisi Ke-1 - 1982Edisi Ke-2 - 1983Edisi Ke-3 - 1984Edisi Ke-4 - 1985Edisi Ke-5 - 1986Edisi Ke-6 - 1987Edrsi Ke-7 - 1988Edisi Ke-8 - 1990Edisi Ke-8 (Celak Ulang Pertama) - 1990Edisi Ke-8 (Cetak Ulang Kedua} - 1990Edisi Ke-8 (Cetak Ulang Ketiga) - 1991Edisi Ke-9 - 1992Edisi Ke-10 - 1995Edisi Ke-11 - 1996Edisi Ke-12 - 1997Edisi Ke-13 - 1998Edisi Ke-14 - 1993Edisi Ke-15 - 2000Edisi Ke-16 - 2005Edisi Ke-16 (Cetak Ulang) - 2006Edisi Ke-17 - 2007Edisi Ke-18 - 2008Edisi Ke-18 (Cetak Ulang Pertama) - 2009Edisi Ke-18 (Celak Ulang Kedua) - 2009Edisi Ke-19 - 2010

KATA PENGANTAR

Pada tanggal 8 Agustus 2010, ASEAN memasuki usia 43 tahun. Di hari ulang tahunnya tersebut ASEAN menghadapi perkembangan kawasan dan global yang sangat dinamis. Proses globalisasi yang ditandai semakin meningkatnya ketergantungan antarbangsa dan dipastikan tidak ada satu pun negara yang mampu menghadapi perubahan global tersebut sendiri. Untuk menghadapi tantangan kawasan dan global tersebut, kita harus dapat merealisasikan komunitas ASEAN pada tahun 2015.

Selama 43 tahun, ASEAN telah memberikan manfaat yang nyata bagi kawasan Asia Tenggara. ASEAN telah memberikan sumbangan besar terhadap terciptanya suasana damai yang kondusif bagi pembangunan politik, ekonomi, dan sosial budaya di Asia Tenggara. Oleh karena itu, komunitas ASEAN diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi untuk menjawab berbagai permasalahan kawasan dan global.

Sejak Piagam ASEAN ditandatangani oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-13 di Singapura tanggal 20 November 2007, organisasi ASEAN terus melakukan pembenahan untuk mengantisipasi berbagai perubahan yang telah dicetuskan dalam Piagam ASEAN. Dalam hal ini, Piagam ASEAN akan berfungsi sebagai instrumen dasar hukum atau kerangka kerja legal ASEAN sehingga mekanisme kerja sama ASEAN berdasarkan pada asas landasan hukum.

Kerja sama ASEAN kini menuju tahapan baru yang lebih integratif dan berwawasan ke depan dengan pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015. Piagam ASEAN yang mulai berlaku tanggal 15

ii

Djauhari Oratmangun Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN

Sumber: www.deplu.go.id

KATA PENGANTAR

Pada tanggal 8 Agustus 2010, ASEAN memasuki usia 43 tahun. Di hari ulang tahunnya tersebut ASEAN menghadapi perkembangan kawasan dan global yang sangat dinamis. Proses globalisasi yang ditandai semakin meningkatnya ketergantungan antarbangsa dan dipastikan tidak ada satu pun negara yang mampu menghadapi perubahan global tersebut sendiri. Untuk menghadapi tantangan kawasan dan global tersebut, kita harus dapat merealisasikan komunitas ASEAN pada tahun 2015.

Selama 43 tahun, ASEAN telah memberikan manfaat yang nyata bagi kawasan Asia Tenggara. ASEAN telah memberikan sumbangan besar terhadap terciptanya suasana damai yang kondusif bagi pembangunan politik, ekonomi, dan sosial budaya di Asia Tenggara. Oleh karena itu, komunitas ASEAN diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi untuk menjawab berbagai permasalahan kawasan dan global.

Sejak Piagam ASEAN ditandatangani oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-13 di Singapura tanggal 20 November 2007, organisasi ASEAN terus melakukan pembenahan untuk mengantisipasi berbagai perubahan yang telah dicetuskan dalam Piagam ASEAN. Dalam hal ini, Piagam ASEAN akan berfungsi sebagai instrumen dasar hukum atau kerangka kerja legal ASEAN sehingga mekanisme kerja sama ASEAN berdasarkan pada asas landasan hukum.

Kerja sama ASEAN kini menuju tahapan baru yang lebih integratif dan berwawasan ke depan dengan pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015. Piagam ASEAN yang mulai berlaku tanggal 15 Desember 2008 merupakan landasan hukum dan jati diri ASEAN. Piagam ASEAN disusun secara singkat, namun lengkap, dan ditulis dalam bahasa yang mudah dipahami. Selanjutnya, Piagam ASEAN tidak hanya berfungsi sebagai landasan hukum atau konstitusional, tetapi juga diharapkan dapat memperkuat kerja sama ASEAN agar dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan, tantangan, dan peluang, serta transformasi ASEAN sebagai organisasi yang solid dan kuat. Selain itu, Piagam akan mendorong ASEAN berorientasi pada kepentingan masyarakat (people-oriented).

Oleh karena itu, ASEAN juga memiliki Cetak Biru sebagai peta jalan (road map)untuk membentuk Komunitas ASEAN 2015. Pembentukan Komunitas ASEAN 2015 dilandaskan pada 3 (tiga) pilar Cetak Biru, yaitu Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community Blueprint), Cetak Biru Komunitas

��

Desember 2008 merupakan landasan hukum dan jati diri ASEAN. Piagam ASEAN disusun secara singkat, namun lengkap, dan ditulis dalam bahasa yang mudah dipahami. Selanjutnya, Piagam ASEAN tidak hanya berfungsi sebagai landasan hukum atau konstitusional, tetapi juga diharapkan dapat memperkuat kerja sama ASEAN agar dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan, tantangan, dan peluang, serta transformasi ASEAN sebagai organisasi yang solid dan kuat. Selain itu, Piagam akan mendorong ASEAN berorientasi pada kepentingan masyarakat (people-oriented).

Oleh karena itu, ASEAN juga memiliki Cetak Biru sebagai peta jalan (road map) untuk membentuk Komunitas ASEAN 2015. Pembentukan Komunitas ASEAN 2015 dilandaskan pada 3 (tiga) pilar Cetak Biru, yaitu Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community Blueprint), Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Blueprint), dan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint).

Selama ini terdapat persepsi di kalangan masyarakat bahwa ASEAN adalah organisasi yang cenderung bersifat eksklusif dan berorientasi elite. Untuk itu, ASEAN perlu mengambil langkah-langkah terukur dan terencana agar persepsi tersebut tidak tetap. ASEAN harus relevan bagi masyarakatnya termasuk bagi rakyat Indonesia. ASEAN harus memfokuskan dirinya untuk dapat menjalin kerja sama yang dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.

Pembangunan komunitas ASEAN harus melibatkan seluruh komponen masyarakat negara-negara ASEAN. ASEAN juga harus mampu menampung aspirasi luas seluruh kelompok kepentingan yang ada. Untuk menyukseskan cita-cita ASEAN, negara-negara ASEAN harus dapat menyadari agar solidaritas, kohesivitas, dan efektivitas kerja sama dapat ditingkatkan. ASEAN harus dapat melakukan pelbagai penyesuaian seiring dengan perkembangan yang pesat di bidang politik, keamanan, ekonomi, sosial budaya, teknologi, dan pengetahuan, serta bidang-bidang lain.

Sejalan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI telah melaksanakan

���

kewajibannya memberikan informasi dan pemahaman tentang perkembangan kerja sama ASEAN kepada masyarakat. Berbagai kegiatan telah dilakukan, seperti mengadakan seminar, sarasehan, ceramah, dan diskusi. Kegiatan yang secara langsung melibatkan masyarakat seperti penyelenggaraan festival, pemilihan Duta Muda ASEAN-Indonesia, dan pencerahan kepada siswa-siswi sekolah menengah melalui kegiatan ASEAN Masuk Sekolah (ASEAN Goes to School). Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya memberikan pemahaman tetapi juga untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan tersebut menandakan adanya kepedulian masyarakat terhadap ASEAN yang pada gilirannya diharapkan dapat menyukseskan perwujudan Komunitas ASEAN pada tahun 2015.

Bagi Indonesia, evolusi ASEAN menuju komunitas yang lebih terbuka terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan asas pemerintahan yang baik sangat diperlukan untuk memastikan tidak adanya keterputusan atau kesenjangan transformasi yang telah terjadi di Indonesia dan di tataran kawasan.

Pada tataran kawasan yang lebih luas, kita menyaksikan timbulnya pembahasan tentang tata arsitektur kawasan Asia Timur atau Asia Pasifik. Bagi Indonesia, komunitas Asia Timur ataupun Asia Pasifik tidak dapat terwujud tanpa adanya Komunitas ASEAN sebagai fondasi utama. Meskipun demikian, kita harus menekankan dan memastikan bahwa di tingkat nasional, di dalam batas-batas wilayah kita sendiri, Indonesia dapat memanfaatkan sepenuhnya berbagai upaya pembangunan komunitas di tingkat kawasan ini.

Pada tahun 2011 mendatang Indonesia telah diberi kepercayaan untuk menjadi Ketua ASEAN. Hal ini merupakan kesempatan yang baik bagi kita semua untuk memberikan kontribusi terhadap pencapaian komunitas ASEAN tahun 2015. Sebagai tuan rumah dalam berbagai pertemuan ASEAN, kita memiliki kesempatan untuk menunjukkan identitas dan citra kita sebagai bangsa yang sedang bergerak maju di berbagai bidang.

Buku Selayang Pandang Edisi ke-19 ini telah disesuaikan dengan perkembangan ASEAN terkini sehingga buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran pemahaman menyeluruh tentang

�v

ASEAN. Semoga buku ini dapat berguna bagi masyarakat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta berupaya menuju pembentukan masyarakat ASEAN yang damai dan sejahtera.

Jakarta, Agustus 2010

Djauhari Oratmangun Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1 A. Latar Belakang dan Sejarah ............................................. 1 B. Pembentukan Komonitas ASEAN .................................... 3

BAB II PIAGAM ASEAN DAN CETAK BIRU KOMUNITAS ............... 7 ASEAN 2015 A. Perkembangan Pembentukan Piagam ASEAN ................. 7 B. Tujuan dan Prinsip ASEAN ............................................... 10 C. Prosedur Keanggotaan ASEAN ........................................ 13 D. Struktur Organisasi ASEAN ............................................... 13 E. Sekretariat ASEAN ........................................................... 15 F. Keuangan Sekretariat ASEAN .......................................... 18 G. Cetak Biru Komunitas ASEAN 2015 ................................. 20

BAB III PERKEMBANGAN KOMUNITAS ASEAN ............................... 31A. Komunitas Politik-Keamanan ........................................ 31

1. Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN ............. 32 (ASEAN Foreign Ministers Meeting/AMM)2. Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara ................. 36 (Commission on the Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone/SEANWFZ Commission)3. Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, Dan Netral ........... 39 (Zone of Peace, Freedom And Neutrality Declaration/ZOPFAN) 4. Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN ............. 41 (ASEAN Defence Ministers Meeting/ADMM & ADMM Plus)5. Pertemuan Para Menteri bidang Hukum ASEAN ......... 47 (ASEAN Law Ministers Meeting/ALAWMM)

v�

6. Pertemuan Para Menteri yang menangani .................. 48 Kejahatan Lintas-Negara ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime/AMMTC)7. Forum Regional ASEAN ............................................. 50 (ASEAN Regional Forum/ARF)8. Dewan Komunitas Politik Keamanan ASEAN ............ 53 (ASEAN Political Security/APSC Council) & Dewan Koordinasi/ASEAN Coordinating Council/ACC)

B. Komunitas Ekonomi ........................................................ 541. Pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN ................. 58 (ASEAN Economic Ministers Meeting/AEM)2. Dewan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN ........... 68 (ASEAN Free Trade Area Council/ AFTA)3. Dewan Kawasan Investasi ASEAN ............................. 91 (ASEAN Investment Area Council/ AIA)4. Pertemuan Para Menteri Keuangan ASEAN ............... 94 (ASEAN Finance Ministers Meeting/AFMM)5. Pertemuan Para Menteri ASEAN bidang Pertanian ..... 95 dan Kehutanan (ASEAN Ministers Meeting on Agriculture and Forestry/AMAF)6. Pertemuan Para Menteri Energi ASEAN ..................... 107 (ASEAN Ministers on Energy Meeting/AMEM)7. Pertemuan Para Menteri Mineral ASEAN .................... 111 (ASEAN Ministerial Meeting on Minerals/AMMIN)8. Pertemuan Para Menteri Ilmu Pengetahuan dan ........ 113 Teknologi ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Science and Technology/AMMST)9. Pertemuan Para Menteri Telekomunikasi dan ............ 113 Informasi ASEAN (ASEAN Telecommunications and Information Technology Ministers Meeting/TELMIN)10. Pertemuan Para Menteri Transportasi ASEAN ........... 115 (ASEAN Transport Ministers Meeting/ATM)

v��

11. Pertemuan Para Menteri Pariwisata ASEAN .............. 120 (Meeting of the ASEAN Tourism Ministers/M-ATM)12. Kerja Sama Pembangunan Mekong Basin ASEAN ..... 120 (ASEAN Mekong Basin Development Cooperation/ AMBDC)13. Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN ............................ 121 (ASEAN Economic Community Council/AEC Council)

C. Komunitas Sosial dan Budaya ....................................... 1221. Pertemuan Para Menteri ASEAN Yang Bertanggung ... 126 Jawab di Bidang Informasi (ASEAN Ministers Responsible for Information/AMRI)2. Pertemuan Para Menteri ASEAN Yang Bertanggung ... 127 Jawab di Bidang Budaya dan Seni (ASEAN Ministers Responsible for Culture and Arts/AMCA)3. Pertemuan Para Menteri di bidang Pendidikan ............ 130 (ASEAN Education Ministers Meeting/ASED)4. Pertemuan Para Menteri terkait Penanganan .............. 132 Bencana (ASEAN Ministerial Meeting on Disaster Management/AMMDM)5. Pertemuan Para Menteri Lingkungan ........................... 134 (ASEAN Ministerial Meeting on the Environment/ AMME)6. Konferensi Para Pihak terhadap Perjanjian ASEAN .... 136 tentang Pencemaran Asap Lintas Batas (Conference of the Parties (COP) to the ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution)7. Pertemuan Para Menteri Ilmu Pengetahuan dan ......... 137 Teknologi (ASEAN Ministerial Meeting on Science and Technology/AMMST)8. Pertemuan Para Menteri Kesehatan ........................... 138 (ASEAN Health Ministers Meeting/AHMM)

v���

9. Pertemuan Para Menteri Tenaga Kerja ....................... 140 (ASEAN Labour Ministers Meeting/ALMM)10. Pertemuan Para Menteri yang menangani .................. 142 Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan (ASEAN Ministers Meeting on Rural Development and Poverty Eradication/AMRDPE)11. Pertemuan Para Menteri yang Menangani .................. 143 Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan (ASEAN Ministerial Meeting on Social Welfare and Development/AMMSWD)12. Pertemuan Para Menteri di bidang Kepemudaan ....... 145 (ASEAN Ministerial Meeting on Youth/AMMY)13. Konferensi ASEAN Masalah-masalah Kepegawaian ... 148 Negeri Sipil (ASEAN Conference on Civil Service Matters/ACCSM)14. Komite ASEAN Terkait Perempuan ............................. 149 (ASEAN Committee on Women/ACW)15. Pertemuan Pejabat Senior ASEAN Terkait Narkoba .... 151 (ASEAN Senior Officials on Drugs/ASOD)16. Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation) ....................... 15417. Konferensi Koordinasi Komunitas Sosial Budaya ....... 156 ASEAN (Coordinating Conference on the ASEAN Socio-Cultural Community/SOC-COM)18. Komite Pejabat-pejabat Senior Terkait Komunitas ....... 156 Sosial Budaya ASEAN (Senior Official Committee on ASEAN Socio-Cultural Community/SOCA)19. Badan Komunitas Sosial Budaya ASEAN ................... 157 (ASEAN Socio-Cultural Community Council/ASCC)

BAB IV KERJA SAMA EKSTERNAL ASEAN ...................................... 159A. Pendahuluan ..................................................................... 159B. Kerja Sama ASEAN dengan Mitra Wicara Penuh ............. 161

�x

C. Kerja Sama ASEAN dengan Mitra Wicara Sektoral ........... 203D. Kerja Sama ASEAN dengan Organisasi Internasional ...... 205 dan Kawasan

BAB V KERJA SAMA ASEAN DAN PERKEMBANGAN TERKINI ..... 217A. Komisi Antar-Pemerintah ASEAN tentang HAM ................ 217 (ASEAN Inter-Governmental Commission on Human Rights/AICHR)B. Persetujuan Keistimewaan dan Kekebalan ASEAN ........... 218 (Agreement on Privileges and Immunities of ASEAN)C. Komite Wakil Tetap untuk ASEAN ..................................... 219 (Committee of Permanent Representative/CPR to ASEAN)D. ASEAN Security Outlook (ASO) ......................................... 220E. Forum Maritim ASEAN (ASEAN Maritime Forum/AMF) ..... 221F. Konektivitas ASEAN (ASEAN Connectivity) ...................... 222G. Inisiatif untuk Integrasi ASEAN .......................................... 223 (Initiative for ASEAN Integration/IAI)H. Komite ASEAN untuk Pemajuan dan Perlindungan ........... 225 Hak-hak Perempuan dan Anak (ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children/ACWC)I. Komite ASEAN untuk Tenaga Kerja Migran ....................... 226 (ASEAN Committe on Migrant Workers)J. Perubahan Iklim ............................................................... 227K. Penanggulangan Bencana ................................................ 229L. Arsitektur Kawasan ........................................................... 230M. Keketuaan Indonesia dalam KTT 2011 .............................. 234

BAB VI PENUTUP ................................................................................ 237

LAMPIRAN1. Identitas ASEAN ............................................................... 2412. Profil Negara-negara ASEAN ............................................ 2433. ASEAN Anthem ................................................................. 2534. Singkatan ........................................................................... 2545. Panitia Penyusun ............................................................... 275

x

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Sejarah

Kawasan Asia Tenggara secara geopolitik dan geoekonomi mempunyai nilai strategis. Kondisi tersebut menyebabkan kawasan ini menjadi ajang persaingan pengaruh ke-kuatan pada era Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur. Salah satu bukti persaingan antarnegara adidaya dan kekuatan besar pada waktu itu adalah Perang Vietnam antara Vietnam Utara yang didukung kekuatan Komunis

dan Vietnam Selatan yang didukung kekuatan Barat pimpinan Amerika Serikat. Persaingan dua blok tersebut menyeret negara-negara di kawasan ASEAN menjadi basis kekuatan militer Blok Komunis dan Barat. Blok Komunis di bawah komando Uni Soviet menempatkan pangkalan militernya di Vietnam, sedangkan Blok Barat di bawah komando Amerika Serikat menempatkan pangkalan militernya di Filipina.

Selain terjadi persaingan di bidang ideologi antara kekuatan Barat dan kekuatan Timur, juga terjadi konflik militer di kawasan Asia Tenggara yang melibatkan tiga negara, yaitu Laos, Kamboja, dan Vietnam konflik bilateral, seperti konflik antara Indonesia dan Malaysia, Kamboja dan Vietnam; dan konflik internal, seperti di Kamboja, Thailand, dan Indonesia.

Situasi persaingan pengaruh ideologi dan kekuatan militer yang dapat menyeret negara-negara di kawasan Asia Tenggara ke dalam konflik bersenjata yang menghancurkan itu membuat para

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Sejarah

Kawasan Asia Tenggara secara geopolitik dan geoekonomi mempunyai nilai strategis. Kondisi tersebut menyebabkan kawasan ini menjadi ajang persaingan pengaruh kekuatan pada era Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur. Salah satu bukti persaingan antarnegara adidaya dan kekuatan besar pada waktu itu adalah Perang Vietnam antara Vietnam Utara yang didukung kekuatan Komunis dan Vietnam Selatan yang didukung kekuatan Barat pimpinan Amerika Serikat. Persaingan dua blok tersebut menyeret negara-negara di kawasan ASEAN menjadi basis kekuatan militer Blok Komunis dan Barat. Blok Komunis di bawah komando Uni Soviet menempatkan pangkalan militernya di Vietnam, sedangkan Blok Barat di bawah komando Amerika Serikat menempatkan pangkalan militernya di Filipina.

Selain terjadi persaingan di bidang ideologi antara kekuatan Barat dan kekuatan Timur, juga terjadi konflik militer di kawasan Asia Tenggara yang melibatkan tiga negara, yaitu Laos, Kamboja, dan Vietnam konflik bilateral, seperti konflik antara Indonesia dan Malaysia, Kamboja dan Vietnam; dan konflik internal, seperti di Kamboja, Thailand, dan Indonesia.

Situasi persaingan pengaruh ideologi dan kekuatan militer yang dapat menyeret negara-negara di kawasan Asia Tenggara ke dalam konflik bersenjata yang menghancurkan itu membuat para pemimpin negara-negara di kawasan ASEAN sadar bahwa perlu ada suatu kerja sama yang dapat meredakan sikap saling curiga di antara negara anggota serta mendorong usaha pembangunan bersama di kawasan.

Untuk mewujudkan gagasan para pemimpin tersebut beberapa inisiatif yang telah dilakukan, antara lain, adalah pembentukan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asia (ASA), Malaya–Philippina–Indonesia (MAPHILINDO), Traktat Organisasi Asia Tenggara (South East Asia Treaty Organization)/SEATO), dan Dewan Asia-Pasifik (Asia and Pacific Council/ASPAC).

Meskipun mengalami kegagalan, upaya dan inisiatif tersebut telah mendorong para pemimpin di kawasan untuk membentuk suatu organisasi kerja sama di kawasan yang lebih

Peta negara-negara anggota ASEAN. Sumber: www.ogi12.wordpress.com

pemimpin negara-negara di kawasan ASEAN sadar bahwa perlu ada suatu kerja sama yang dapat meredakan sikap saling curiga di antara negara anggota serta mendorong usaha pembangunan bersama di kawasan.

Untuk mewujudkan gagasan para pemimpin tersebut beberapa inisiatif yang telah dilakukan, antara lain, adalah pembentukan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asia (ASA), Malaya–Philippina–Indonesia (MAPHILINDO), Traktat Organisasi Asia Tenggara (South East Asia Treaty Organization/SEATO), dan Dewan Asia-Pasifik (Asia and Pacific Council/ASPAC).

Meskipun mengalami kegagalan, upaya dan inisiatif tersebut telah mendorong para pemimpin di kawasan untuk membentuk suatu organisasi kerja sama di kawasan yang lebih baik. Untuk itu, Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand melakukan berbagai pertemuan konsultatif secara intens sehingga disepakati suatu rancangan Deklarasi Bersama (Joint Declaration) yang isinya mencakup, antara lain, kesadaran perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik dan membina kerja sama yang bermanfaat di antara negara-negara di kawasan yang terikat oleh pertalian sejarah dan budaya.

Untuk menindaklanjuti deklarasi tersebut, pada tanggal 8 Agustus 1967, bertempat di Bangkok, Thailand, lima Wakil Negara/Pemerintahan negara-negara Asia Tenggara, yaitu para Menteri Luar Negeri Indonesia – Adam Malik, Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan dan Menteri Pembangunan Nasional Malaysia – Tun Abdul Razak, Menteri Luar Negeri Filipina – Narciso Ramos, Menteri Luar Negeri Singapura – S. Rajaratnam, dan Menteri Luar Negeri Thailand – Thamat Khoman melakukan pertemuan dan menandatangani Deklarasi ASEAN (The ASEAN Declaration) atau Deklarasi Bangkok (Bangkok Declaration).

Deklarasi Bangkok tersebut menandai berdirinya suatu organisasi kawasan yang diberi nama Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN). Organisasi ini pada awalnya bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi, mendorong perdamaian dan stabilitas wilayah, dan

membentuk kerja sama di berbagai bidang kepentingan bersama.

Lambat laun organisasi ini mengalami kemajuan yang cukup signifikan di bidang politik dan ekonomi, seperti disepakatinya Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality Declaration/ZOPFAN) yang ditandatangani tahun 1971. Kemudian, pada tahun 1976 lima negara anggota ASEAN itu juga menyepakati Traktat Persahabatan dan Kerjasama (Treaty of Amity and Cooperation/TAC) yang menjadi landasan bagi negara-negara ASEAN untuk hidup berdampingan secara damai. Hal ini mendorong negara-negara di Asia Tenggara lainnya bergabung menjadi anggota ASEAN.

Proses penambahan keanggotaan ASEAN sehingga anggotanya 10 negara adalah sebagai berikut:a. Brunei Darussalam resmi menjadi anggota ke-6 ASEAN pada

tanggal 7 Januari 1984 dalam Sidang Khusus Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM) di Jakarta, Indonesia.

b. Vietnam resmi menjadi anggota ke-7 ASEAN pada tanggal 29-30 Juli 1995 dalam Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-28 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.

c. Laos dan Myanmar resmi menjadi anggota ke-8 dan ke-9 ASEAN tanggal 23-28 Juli 1997 dalam pada Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-30 di Subang Jaya, Malaysia.

d. Kamboja resmi menjadi anggota ke-10 ASEAN dalam Upacara Khusus Penerimaan pada tanggal 30 April 1999 di Hanoi, Vietnam.

Dengan diterimanya Kamboja sebagai anggota ke-10 ASEAN, cita-cita para pendiri ASEAN yang mencakup sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara (visi ASEAN-10) telah tercapai.

B. Pembentukan Komunitas ASEAN

Menjelang abad ke-21, ASEAN bersepakat untuk mengembangkan suatu kawasan yang terintegrasi dengan membentuk suatu komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, dan diikat bersama

dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Harapan tersebut dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 yang ditetapkan oleh para Kepala N e g a r a / P e m e -rintahan ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN

di Kuala Lumpur tanggal 15 Desember 1997. Selanjutnya, untuk merealisa-sikan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada KTT ASEAN ke-9 di Bali tahun 2003 yang me-nyepakati pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community).

Komunitas ASEAN terdiri atas 3 (tiga) pilar, yaitu Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community/APSC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC), Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC). Indonesia menjadi penggagas pembentukan Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN serta memainkan peran penting dalam perumusan dua pilar lainnya.

Pada KTT ASEAN ke-10 di Vientiane, Laos, tahun 2004, konsep Komunitas ASEAN mengalami kemajuan dengan disetujuinya tiga Rencana Aksi (Plan of Action/ PoA) untuk masing-masing pilar yang merupakan program jangka panjang untuk merealisasikan pembentukan Komunitas ASEAN. KTT tersebut juga mengintegrasikan ketiga Rencana Aksi Komunitas ASEAN ke dalam Vientiane Action Programme (VAP) sebagai landasan program jangka pendek–menengah untuk periode 2004–2010.

Upaya kesepakatan pembentukan Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya Deklarasi Cebu mengenai Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 (Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015) oleh para Pemimpin ASEAN pada

KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, tanggal 13 Januari 2007. Dengan ditandatanganinya Deklarasi tersebut, para Pemimpin ASEAN menyepakati percepatan pembentukan Komunitas ASEAN dari tahun 2020 menjadi tahun 2015.

Seiring dengan upaya perwujudan Komunitas ASEAN, ASEAN juga menyepakati untuk menyusun semacam konstitusi yang akan menjadi landasan dalam penguatan kerja sama. Dalam kaitan ini, proses penyusunan Piagam ASEAN dimulai sejak tahun 2006 melalui pembentukan Kelompok Ahli (Eminent Persons Group/EPG) dan kemudian dilanjutkan oleh Gugus Tugas Tingkat Tinggi (High Level Task Force) untuk melakukan negosiasi terhadap draf Piagam ASEAN.

Pada usia ke-40 tahun ASEAN, para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada KTT ke-13 ASEAN di Singapura bulan November 2007 telah menandatangani Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang mengubah ASEAN dari organisasi yang longgar (loose association) menjadi organisasi yang berdasarkan hukum (rules-based organization) dan menjadi subjek hukum (legal personality).

Piagam ASEAN mulai diberlakukan pada tanggal 15 Desember 2008 setelah semua negara anggota ASEAN menyampaikan ratifikasi kepada Sekretaris Jenderal ASEAN. Peresmian mulai berlakunya Piagam ASEAN tersebut dilakukan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono di Sekretariat ASEAN. Untuk Indonesia, pemberlakuan Piagam ASEAN ini disahkan melalui Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Charter of The Association of Southeast Asian Nations). Implementasi Piagam ASEAN mulai ditegaskan pada KTT ASEAN ke-14 di Hua Hin, Thailand, pada tanggal 28 Februari–1 Maret 2009.

Dalam Piagam ASEAN tersebut tercantum ketetapan ASEAN untuk membentuk komunitas ASEAN tahun 2015. Komunitas ASEAN tersebut terdiri atas 3 pilar yaitu Komunitas Politik Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN.

Untuk mencapai terbentuknya Komunitas ASEAN 2015, ASEAN menyusun Cetak Biru (Blue Print) dari ketiga pilar tersebut.

Cetak Biru Komunitas ASEAN tersebut merupakan pedoman arah pembentukan Komunitas ASEAN di tiga pilar. Dari ketiga pilar tersebut, Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN disahkan pada KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura. Selanjutnya Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan ASEAN dan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN disahkan pada KTT ASEAN ke-14 tahun 2009 di Cha Am Hua Hin, Thailand. Di samping itu, pada KTT tersebut para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN juga menandatangani Deklarasi Cha-am Hua Hin Mengenai Peta Jalan Pembentukan Komunitas ASEAN 2009-2011 [Cha-am Hua Hin Declaration on the Roadmap for an ASEAN Community (2009-2011)].

BAB IIPIAGAM ASEAN DAN CETAK BIRU

KOMUNITAS ASEAN 2015

A. Perkembangan Pembentukan Piagam ASEAN

Penyusunan Piagam ASEAN (selanjutnya disebut Piagam) diawali pada tahun 2006 dengan disepakatinya Deklarasi Kuala Lumpur Tentang Pembentukan Piagam ASEAN (Kuala Lumpur Declaration on the Establishment of ASEAN Charter) pada KTT ASEAN ke-11. Berdasarkan deklarasi tersebut, penyusunan Piagam ASEAN mulai dilakukan melalui pembentukan Kelom-pok Ahli tentang Piagam ASEAN (Eminent Persons

Group on the ASEAN Charter/EPG) yang tugasnya menyusun rekomendasi pembentukan Piagam tersebut. Setiap negara mengirimkan satu orang wakil dan Indonesia diwakili oleh Duta Besar Ali Alatas, mantan Menlu RI. Pada pertemuan EPG tersebut, Indonesia menyampaikan proposal rekomendasi awal yang dikenal dengan Alatas’ Paper sebagai basis pembahasan EPG. Kelompok ahli ini kemudian mengadakan pertemuan-pertemuan dan menyampaikan rekomendasi mengenai hal-hal yang dianggap perlu dimuat dalam Piagam kepada para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN.

Selanjutnya, pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, melalui Deklarasi Cebu mengenai Cetak Biru Piagam ASEAN para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN kemudian menginstruksikan para Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN untuk membentuk Gugus Tugas Tingkat Tinggi mengenai penyusunan Piagam ASEAN

5

BAB II PIAGAM ASEAN DAN CETAK BIRU KOMUNITAS ASEAN 2015

A. Perkembangan Pembentukan Piagam ASEAN

Penyusunan Piagam ASEAN (selanjutnya disebut Piagam) diawali pada tahun 2006 dengan disepakatinya Deklarasi Kuala Lumpur Tentang Pembentukan Piagam ASEAN (Kuala Lumpur Declaration on the Establishment of ASEAN Charter) pada KTT ASEAN ke-11. Berdasarkan deklarasi tersebut, penyusunan Piagam ASEAN mulai dilakukan melalui pembentukan Kelompok Ahli tentang Piagam ASEAN (Eminent Persons Group on the ASEAN Charter/EPG) yang tugasnya menyusun rekomendasi pembentukan Piagam tersebut. Setiapnegara mengirimkan satu orang wakildan Indonesia diwakili oleh Duta Besar Ali Alatas, mantan Menlu RI. Pada pertemuan EPG tersebut, Indonesia menyampaikan proposal rekomendasi awal yang dikenal dengan Alatas’ Papersebagai basis pembahasan EPG. Kelompok ahli ini kemudian mengadakan pertemuan-pertemuan

dan menyampaikan rekomendasi mengenai hal-hal yang dianggap perlu dimuat dalam Piagam kepada para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN.

Selanjutnya, pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, melalui Deklarasi Cebu mengenai Cetak Biru Piagam ASEAN para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN kemudian menginstruksikan para Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN untuk membentuk Gugus Tugas Tingkat Tinggi mengenai penyusunan Piagam ASEAN (High Level Task Force on the drafting of the ASEAN Charter/HLTF), yang akan menindaklanjuti hasil rekomendasi EPG menjadi suatu draf Piagam ASEAN. Dalam perundingan tersebut Indonesia diwakili oleh Dian Triansyah Djani, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Departemen Luar Negeri.

Indonesia menjadi tuan rumah untuk pembahasan konsep Piagam pada pertemuan EPG dan HLTF. Pada pertemuan EPG ke-3 di Ubud, Bali, tahun 2006, dilangsungkan konsultasi dengan masyarakat madani (civil cociety), Organisasi Non-Pemerintah, akademisi, dan perwakilan dari Majelis Antar-Parlemen ASEAN (ASEAN Inter-Parliamentary Assembly/AIPA) dan pada pertemuan HLTF ke-7 di Jimbaran, Bali, tahun 2007, dilakukan konsultasi dengan Komisi Nasional HAM dari empat negara ASEAN yang membahas gagasan pembentukan Badan HAM ASEAN.

Sekjen ASEAN DR. Surin Pitsuwan dan Piagam ASEANSumber: Sekretariat ASEAN

(High Level Task Force on the drafting of the ASEAN Charter/HLTF), yang akan menindaklanjuti hasil rekomendasi EPG menjadi suatu draf Piagam ASEAN. Dalam perundingan tersebut Indonesia diwakili oleh Dian Triansyah Djani, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Departemen Luar Negeri.

Indonesia menjadi tuan rumah untuk pembahasan konsep Piagam pada pertemuan EPG dan HLTF. Pada pertemuan EPG ke-3 di Ubud, Bali, tahun 2006, dilangsungkan konsultasi dengan masyarakat madani (civil cociety), Organisasi Non-Pemerintah, akademisi, dan perwakilan dari Majelis Antar-Parlemen ASEAN (ASEAN Inter-Parliamentary Assembly/AIPA) dan pada pertemuan HLTF ke-7 di Jimbaran, Bali, tahun 2007, dilakukan konsultasi dengan Komisi Nasional HAM dari empat negara ASEAN yang membahas gagasan pembentukan Badan HAM ASEAN.

Setelah melewati perundingan yang panjang, pada KTT ASEAN ke-13 tanggal 20 November 2007 di Singapura negara-negara anggota ASEAN menandatangani Piagam ASEAN. Piagam terdiri atas Mukadimah, 13 Bab, 55 Pasal, dan lampiran-lampiran yang menegaskan kembali diberlakukannya semua nilai, prinsip, peraturan, dan tujuan ASEAN seperti yang tercantum dalam berbagai perjanjian, deklarasi, konvensi, traktat, dan dokumen-dokumen dasar lain. Agar Piagam tersebut dapat berlaku, kesepuluh negara ASEAN perlu untuk meratifikasi dan menyampaikan notifikasi kepada Sekretariat ASEAN.

Selanjutnya, Piagam diratifikasi setelah melalui proses internal di masing-masing negara anggota dan disampaikan instrumen ratifikasinya kepada Sekretaris Jenderal ASEAN. Tiga puluh hari setelah penyerahan kesepuluh instrumen ratifikasi, Piagam mulai berlaku, yaitu pada tanggal 15 Desember 2008. Indonesia merupakan negara ke-9 yang menyampaikan instrumen ratifikasinya melalui Undang-undang Nomor 38 Tahun 2008.

Dalam Piagam ASEAN terdapat lima prioritas kegiatan untuk mempersiapkan transformasi ASEAN, yaitu penyusunan Kerangka Acuan (Term of Reference/ToR) pembentukan Perutusan Tetap untuk ASEAN (Permanent Representatives to ASEAN), penyusunan Aturan dan Prosedur Dewan Koordinasi ASEAN dan Dewan Komunitas

ASEAN (Rules and Procedures ASEAN Coordinating Council and ASEAN Community Councils), penyusunan Protokol Tambahan tentang Mekanisme Penyelesaian Sengketa (Supplementary Protocols on Dispute Settlement Mechanism), penyusunan Perjanjian Negara Tuan Rumah (Host Country Agreement/HCA), dan penyusunan ToR pembentukan Badan HAM ASEAN.

Untuk mencapai prioritas tersebut, pada Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM) ke-41 di Singapura, 21 Juli 2008, para Menlu ASEAN sepakat untuk membentuk Panel Tingkat Tinggi tentang Badan Hak Asasi Manusia ASEAN (High Level Panel on the ASEAN Human Rights Body/HLP) yang akan menyusun ToR pembentukan Badan HAM ASEAN. Beberapa elemen penting yang dibahas dalam pertemuan ini antara lain kebutuhan HLP melakukan konsultasi dengan pemilik kepentingan serta batas waktu penyerahan konsep pertama ToR kepada Menlu ASEAN sebelum KTT ASEAN ke-14 di Bangkok, Desember 2008, dan konsep final pada pertemuan Menlu ASEAN tahun 2009.

Para Menlu ASEAN juga memutuskan untuk membentuk Kelompok Ahli Hukum Tingkat Tinggi tentang Tindak Lanjut Piagam ASEAN (High Level Legal Experts’ Group on the follow up to the ASEAN Charter/HLEG) yang akan menyusun instrumen terkait subjek hukum (legal personality) ASEAN, mekanisme penyelesaian sengketa khususnya terkait dengan mekanisme arbitrase serta penyusunan instrumen hukum lain yang diperlukan Piagam ASEAN.

Dengan disepakatinya ToR CPR, negara-negara anggota ASEAN akan menunjuk atau mengangkat Wakil Tetap (Watap) ASEAN setingkat Duta Besar di Jakarta. Tugas utama Watap tersebut adalah untuk menggantikan tugas-tugas Komite Tetap ASEAN (ASEAN Standing Committee) serta membantu pelaksanaan tugas Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council/ACC) dan memfasilitasi koordinasi antara Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils) dan Badan Kementerian Sektoral (Sectoral Ministerial Bodies). Para Menlu menyepakati bahwa Komite ini dibentuk pada tanggal 1 Januari 2009.

�0

B. Tujuan dan Prinsip ASEAN

Tujuan ASEAN yang tertuang dalam Piagam ASEAN adalah sebagai berikut.1. Memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan

stabilitas, serta lebih memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan.

2. Meningkatkan ketahanan kawasan dengan memajukan kerja sama politik, keamanan, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih luas.

3. Mempertahankan Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas Senjata Nuklir dan bebas dari semua jenis senjata pemusnah massal.

4. Menjamin bahwa rakyat dan Negara-Negara Anggota ASEAN hidup damai dengan dunia secara keseluruhan di lingkungan yang adil, demokratis, dan harmonis.

5. Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitasi yang efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan pelaku usaha, pekerja profesional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yang lebih bebas.

6. Mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pembangunan di ASEAN melalui bantuan dan kerja sama timbal balik.

7. Memperkuat demokrasi, meningkatkan tata kepemerintahan yang baik dan aturan hukum, dan memajukan, serta melindungi hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental dengan memperhatikan hak dan kewajiban dari Negara-Negara Anggota ASEAN.

8. Menanggapi secara efektif, sesuai dengan prinsip keamanan menyeluruh, segala bentuk ancaman, kejahatan lintas-negara dan tantangan lintas-batas.

9. Memajukan pembangunan berkelanjutan untuk menjamin perlindungan lingkungan hidup di kawasan, sumber daya

��

alam yang berkelanjutan, pelestarian warisan budaya, dan kehidupan rakyat yang berkualitas tinggi.

10. Mengembangkan sumber daya manusia melalui kerja sama yang lebih erat di bidang pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat, serta di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk pemberdayaan rakyat ASEAN dan penguatan Komunitas ASEAN.

11. Meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi rakyat ASEAN melalui penyediaan akses yang setara terhadap peluang pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan sosial, dan keadilan.

12. Memperkuat kerja sama dalam membangun lingkungan yang aman dan terjamin bebas dari narkotika dan obat-obat terlarang bagi rakyat ASEAN.

13. Memajukan ASEAN yang berorientasi kepada rakyat yang di dalamnya seluruh lapisan masyarakat didorong untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari, proses integrasi dan pembangunan komunitas ASEAN.

14. Memajukan identitas ASEAN dengan meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi akan keanekaragaman budaya dan warisan kawasan.

15. Mempertahankan sentralitas dan peran proaktif ASEAN sebagai kekuatan penggerak utama dalam berhubungan dan bekerja sama dengan para mitra eksternal dalam arsitektur kawasan yang terbuka, transparan, dan inklusif.

Sementara itu, dalam mencapai tujuan tersebut di atas, negara-negara anggota ASEAN memegang teguh prinsip-prinsip dasar berikut:

1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional seluruh Negara-Negara Anggota ASEAN.

2. Memiliki bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan, dan kemakmuran di kawasan.

��

3. Menolak agresi dan ancaman atau penggunaan kekuatan atau tindakan-tindakan lainnya dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional;

4. Mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai.5. Memegang teguh prinsip tidak mencampuri urusan dalam

negeri negara-negara Anggota ASEAN.6. Menghormati hak setiap Negara Anggota untuk menjaga

eksistensi nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi, dan paksaan.

7. Meningkatkan konsultasi mengenai hal-hal yang secara serius mempengaruhi kepentingan bersama ASEAN.

8. Memegang teguh pada aturan hukum, tata kepemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional.

9. Menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia, dan pemajuan keadilan sosial.

10. Menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional, yang disetujui oleh Negara-Negara Anggota ASEAN.

11. Memegang teguh prinsip tidak turut serta dalam kebijakan atau kegiatan apa pun, termasuk penggunaan wilayahnya, yang dilakukan oleh Negara Anggota ASEAN atau Negara non-ASEAN atau subjek non-negara mana pun, yang mengancam kedaulatan, integritas wilayah atau stabilitas politik dan ekonomi Negara-Negara Anggota ASEAN.

12. Menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan agama yang dianut oleh rakyat ASEAN dengan menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat persatuan dalam keanekaragaman.

13. Mengutamakan sentralitas ASEAN dalam hubungan eksternal di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, dengan tetap berperan aktif, berpandangan ke luar, inklusif dan nondiskriminatif.

14. Memegang teguh prinsip berpegang teguh pada aturan perdagangan multilateral dan rezim yang didasarkan pada

��

aturan ASEAN untuk melaksanakan komitmen ekonomi secara efektif dan mengurangi secara progresif ke arah penghapusan semua jenis hambatan menuju integrasi ekonomi kawasan dalam ekonomi yang digerakkan oleh pasar.

C. Prosedur Keanggotaan ASEAN

Prosedur pengajuan dan penerimaan keanggotaan ASEAN wajib diatur oleh Dewan Koordinasi ASEAN dengan kriteria: letaknya secara geografis diakui berada di kawasan Asia Tenggara, pengakuan oleh seluruh negara anggota ASEAN, dan kesepakatan untuk terikat dan tunduk kepada Piagam ASEAN dan kesanggupan serta keinginan untuk melaksanakan kewajiban keanggotaan. Di samping itu, penerimaan anggota baru wajib diputuskan secara konsensus oleh KTT ASEAN berdasarkan rekomendasi Dewan Koordinasi ASEAN. Negara Pemohon wajib diterima ASEAN pada saat penandatanganan aksesi Piagam ASEAN.

Hingga saat ini keanggotaan ASEAN terdiri atas sepuluh negara, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.

Negara-negara anggota ASEAN memiliki hak dan kewajiban yang sama yang diatur dalam Piagam ASEAN. Dalam kaitan ini, negara-negara anggota ASEAN wajib mengambil langkah yang diperlukan, termasuk pembuatan legislasi dalam negeri yang sesuai, untuk melaksanakan ketentuan yang ada dalam Piagam ASEAN secara efektif dan mematuhi kewajiban-kewajiban keanggotaan. Jika terjadi suatu pelanggaran serius atau ketidakpatuhan negara anggota ASEAN terhadap Piagam, penyelesaiannya merujuk ke KTT untuk diputuskan sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 Piagam ASEAN. Dalam perkembangannya, terdapat keinginan dari beberapa negara untuk menjadi anggota ASEAN, antara lain, Timor Leste dan Papua Nugini.

D. Struktur Organisasi ASEAN

Struktur organisasi ASEAN yang selama ini berdasarkan Deklarasi Bangkok mengalami perubahan setelah penandatanganan

��

Piagam ASEAN. Struktur organisasi sesuai Deklarasi Bangkok atas: Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM), Pertemuan Kementerian Sektoral (Sectoral Bodies Ministerial Meeting), dan Sidang Komite Tetap ASEAN (ASEAN Standing Committee/ASC).

Struktur organisasi ASEAN yang baru sesuai dengan Piagam ASEAN sebagai berikut.

1. Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (KTT) sebagai pengambil keputusan utama, yang melakukan pertemuan 2 kali setahun termasuk pertemuan KTT ASEAN dan KTT ASEAN terkait lainnya.

2. Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council) yang atas para Menteri Luar Negeri ASEAN dengan tugas mengkoordinasi Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils).

3. Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils) dengan ketiga pilar komunitas ASEAN, yakni Dewan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community Council), Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Council), dan Dewan Komunitas Sosial-Budaya (ASEAN Socio-Cultural Community Council).

4. Badan-badan Sektoral tingkat Menteri (ASEAN Sectoral Ministerial Bodies).

5. Komite Wakil Tetap untuk ASEAN yang terdiri dari Wakil Tetap negara ASEAN, pada tingkat Duta Besar dan berkedudukan di Jakarta.

6. Sekretaris Jenderal ASEAN yang dibantu oleh 4 (empat) orang Wakil Sekretaris Jenderal dan Sekretariat ASEAN.

7. Sekretariat Nasional ASEAN yang dipimpin oleh pejabat senior untuk melakukan koordinasi internal di masing-masing negara ASEAN.

8. Badan HAM ASEAN (ASEAN Human Rights Body) yang akan mendorong perlindungan dan promosi HAM di ASEAN.

��

9. Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation) yang akan membantu Sekjen ASEAN dalam meningkatkan pemahaman mengenai ASEAN, termasuk pembentukan identitas ASEAN.

10. Entitas yang berhubungan dengan ASEAN (Entities associated with ASEAN).

E. Sekretariat ASEAN

Dalam dasawarsa p e r t a m a s e j a k berdirinya ASEAN pada tahun 1967, p e n i n g k a t a n program kerja sama telah mendorong berdirinya sebuah sekretariat bersama. Sekretar iat in i berfungsi untuk membantu negara-

negara anggota ASEAN dalam mengelola dan mengkoordinasikan berbagai kegiatan ASEAN serta melakukan kajian-kajian yang dibutuhkan.

Pada KTT ke-1 ASEAN di Bali, tahun 1976, para Menteri Luar Negeri ASEAN menandatangani Persetujuan Pembentukan

10

Gedung Sekretariat ASEAN berlokasi di Jl. Sisingamaraja 70A Jakarta, Indonesia. Sumber: Sekretariat ASEAN

7

Gambaran Umum Kerangka Organisasi ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN (ACC) dan Koordinator Dewan Komunitas

DEWAN KOORDINASI ASEAN

(para Menteri Luar Negeri)

KTTASEAN

DEWAN KOMUNITAS POLITIK-KEAMANAN

ASEAN(Menko Polhukam)

DEWAN KOMUNITAS EKONOMI

ASEAN(Menko Perekonomian)

DEWAN KOMUNITAS SOSIAL-BUDAYA

ASEAN(Menko Kesra)

BADAN KEMENTERIAN

SEKTORAL ASEAN

BADAN KEMENTERIAN

SEKTORAL ASEAN

BADAN KEMENTERIAN

SEKTORAL ASEAN

Sekretariat

Nasio

nalA

SEAN

Pertemuan Pejabat Tinggi

sektoral

Garis PelaporanGaris Koordinasi

YAYASANASEAN

PARA MENTERI LUAR NEGERI

ASEAN

AICHR

Komite

WakilT

etap

ASEA

N

Pertemuan Pejabat Tinggi

sektoral

Pertemuan Pejabat Tinggi

sektoral SekretarisJend

eral

ASEA

N/S

ekretaria

tASEAN

E. Sekretariat ASEAN

Dalam dasawarsa pertama sejak berdirinya ASEAN pada tahun 1967, peningkatan program kerja sama telah mendorong berdirinya sebuah sekretariat bersama. Sekretariat ini berfungsi untuk membantu negara-negara anggota ASEAN dalam mengelola dan

mengkoordinasikanberbagai kegiatan ASEAN serta

melakukan kajian-kajian yang dibutuhkan.

Pada KTT ke-1 ASEAN di Bali, tahun 1976, para Menteri Luar Negeri ASEAN menandatangani Persetujuan Pembentukan Sekretariat ASEAN (Agreement on the Establishment of the ASEAN Secretariat). Sekretariat ASEAN berfungsi sejak tanggal 7 Juni 1976, dikepalai oleh seorang Sekretaris Jenderal, dan berkedudukan di Jakarta. Pada mulanya kantor Sekretariat ASEAN bertempat di Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, kemudian setelah selesai dibangun pindah ke gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta, tahun 1981.

Pada awalnya, Sekretariat ASEAN berfungsi sebagai badan administratif yang membantu koordinasi kegiatan ASEAN dan menyediakan jalur komunikasi antara negara-negara anggota ASEAN dengan berbagai badan dan komite dalam ASEAN, serta antara ASEAN dan negara-negara (Mitra Wicara ASEAN) atau organisasi lainnya.

Selanjutnya untuk memperkuat Sekretariat ASEAN, para Menteri Luar Negeri ASEAN mengamandemen Persetujuan tentang Sekretariat ASEAN melalui sebuah protokol di Manila, tahun 1992. Protokol tersebut menaikkan status Sekretariat Jenderal

10

Gedung Sekretariat ASEAN berlokasi di Jl. Sisingamaraja 70A Jakarta, Indonesia. Sumber: Sekretariat ASEAN

7

Gambaran Umum Kerangka Organisasi ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN (ACC) dan Koordinator Dewan Komunitas

DEWAN KOORDINASI ASEAN

(para Menteri Luar Negeri)

KTTASEAN

DEWAN KOMUNITAS POLITIK-KEAMANAN

ASEAN(Menko Polhukam)

DEWAN KOMUNITAS EKONOMI

ASEAN(Menko Perekonomian)

DEWAN KOMUNITAS SOSIAL-BUDAYA

ASEAN(Menko Kesra)

BADAN KEMENTERIAN

SEKTORAL ASEAN

BADAN KEMENTERIAN

SEKTORAL ASEAN

BADAN KEMENTERIAN

SEKTORAL ASEAN

Sekretariat

Nasio

nalA

SEAN

Pertemuan Pejabat Tinggi

sektoral

Garis PelaporanGaris Koordinasi

YAYASANASEAN

PARA MENTERI LUAR NEGERI

ASEAN

AICHR

Komite

WakilT

etap

ASEA

N

Pertemuan Pejabat Tinggi

sektoral

Pertemuan Pejabat Tinggi

sektoral SekretarisJend

eral

ASEA

N/S

ekretaria

tASEAN

E. Sekretariat ASEAN

Dalam dasawarsa pertama sejak berdirinya ASEAN pada tahun 1967, peningkatan program kerja sama telah mendorong berdirinya sebuah sekretariat bersama. Sekretariat ini berfungsi untuk membantu negara-negara anggota ASEAN dalam mengelola dan

mengkoordinasikanberbagai kegiatan ASEAN serta

melakukan kajian-kajian yang dibutuhkan.

Pada KTT ke-1 ASEAN di Bali, tahun 1976, para Menteri Luar Negeri ASEAN menandatangani Persetujuan Pembentukan Sekretariat ASEAN (Agreement on the Establishment of the ASEAN Secretariat). Sekretariat ASEAN berfungsi sejak tanggal 7 Juni 1976, dikepalai oleh seorang Sekretaris Jenderal, dan berkedudukan di Jakarta. Pada mulanya kantor Sekretariat ASEAN bertempat di Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, kemudian setelah selesai dibangun pindah ke gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta, tahun 1981.

Pada awalnya, Sekretariat ASEAN berfungsi sebagai badan administratif yang membantu koordinasi kegiatan ASEAN dan menyediakan jalur komunikasi antara negara-negara anggota ASEAN dengan berbagai badan dan komite dalam ASEAN, serta antara ASEAN dan negara-negara (Mitra Wicara ASEAN) atau organisasi lainnya.

Selanjutnya untuk memperkuat Sekretariat ASEAN, para Menteri Luar Negeri ASEAN mengamandemen Persetujuan tentang Sekretariat ASEAN melalui sebuah protokol di Manila, tahun 1992. Protokol tersebut menaikkan status Sekretariat Jenderal

��

Sekretariat ASEAN (Agreement on the Establishment of the ASEAN Secretariat). Sekretariat ASEAN berfungsi sejak tanggal 7 Juni 1976, dikepalai oleh seorang Sekretaris Jenderal, dan berkedudukan di Jakarta. Pada mulanya kantor Sekretariat ASEAN bertempat di Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, kemudian setelah selesai dibangun pindah ke gedung Sekretariat ASEAN di Jakarta, tahun 1981.

Pada awalnya, Sekretariat ASEAN berfungsi sebagai badan administratif yang membantu koordinasi kegiatan ASEAN dan menyediakan jalur komunikasi antara negara-negara anggota ASEAN dengan berbagai badan dan komite dalam ASEAN, serta antara ASEAN dan negara-negara (Mitra Wicara ASEAN) atau organisasi lainnya.

Selanjutnya untuk memperkuat Sekretariat ASEAN, para Menteri Luar Negeri ASEAN mengamandemen Persetujuan tentang Sekretariat ASEAN melalui sebuah protokol di Manila, tahun 1992. Protokol tersebut menaikkan status Sekretariat Jenderal sebagai pejabat setingkat menteri dan memberikan mandat tambahan untuk memprakarsai, memberikan nasihat, melakukan koordinasi, dan melaksanakan kegiatan-kegiatan ASEAN. Sekretaris Jenderal ASEAN yang juga menjabat sebagai Kepala Administrasi ASEAN dipilih dari negara anggota ASEAN berdasarkan rotasi secara alfabetis dan diangkat oleh KTT ASEAN untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan tidak dapat diperbaharui. Sekretaris Jenderal ASEAN bertangggung jawab kepada KTT ASEAN, AMM, dan membantu ASC.

Sejak ditandatanganinya Piagam pada tahun 2007, Sekretariat ASEAN lebih difungsikan sebagai tempat dilaksanakannya sidang-sidang ASEAN sehingga lingkup tugas Sekretariat ASEAN semakin luas. Untuk itu, Sekretariat ASEAN menambah jumlah pos jabatan Deputi Sekretariat Jenderal ASEAN yang semula 2 (dua) menjadi 4 (empat) orang Deputi untuk membantu tugas Sekretaris Jenderal. Dua deputi dipilih berdasarkan rotasi alfabetis dan bertugas selama 3 (tiga) tahun dan tidak diperpanjang, sedangkan dua deputi lainnya direkrut secara terbuka dan bertugas selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun berikutnya.

��

Pada tahun-tahun selanjutnya jumlah staf Sekretariat ASEAN bertambah secara signifikan. Perekrutan staf Sekretariat dilakukan secara terbuka. Selain itu, diperkirakan terdapat sedikitnya 50--70 orang staf dari negara-negara anggota ASEAN yang akan bertugas untuk membantu sekretariat dalam melayani Dewan Komunitas Menteri (Ministerial Community Councils), Dewan Koordinasi (Coordinating Council), dan Komite Perutusan Tetap (Committee of Permanent Representatives). Sesuai dengan hasil Special ASEAN Directors-General Meeting on the Restructuring of the ASEAN Secretariat pada tanggal 18--19 September 2008 di Halong Bay, Vietnam diperkirakan akan terdapat peningkatan sebanyak 33% staf profesional sampai dengan tahun 2011.

Pada tahun 2008 Sekretariat ASEAN memiliki 230 staf dan pada tahun 2010, staf Sekretariat ASEAN berjumlah 292 dengan rincian 265 posisi telah terisi dan 27 posisi masih kosong. 265 posisi yang telah terisi terdiri atas Sekretaris Jenderal, 4 Deputi Sekjen, 73 orang Openly Recruited Staff (ORS) dan 187 orang pegawai setempat (Locally Recruited Staff/LRS). Indonesia menempatkan Duta Besar Bagas Hapsoro sebagai Deputi Sekretaris Jenderal untuk Urusan Komunitas dan Korporasi (Deputy Secretary General for Community and Corporate Affairs) pada 7 Desember 2009.

Berikut adalah nama-nama Sekretaris Jenderal ASEAN hingga tahun 2010.1. Hartono Rekso Dharsono (Indonesia), 7 Juni 1976 – 18

Februari 1978; 2. Umarjadi Notowijono (Indonesia), 19 Februari-30 Juni 1978; 3. Datuk Ali Bin Abdullah (Malaysia), 10 Juli 1978-30 Juni 1980; 4. Narciso G. Reyes (Filipina), 1 Juli 1980-1 Juli 1982;5. Chan Kai Yau (Singapura), 18 Juli 1982-15 Juli 1984; 6. Phan Wannamethee (Thailand), 16 Juli 1984-15 Juli 1986; 7. Roderick Yong (Brunei Darussalam), 16 Juli 1986-16 Juli

1989; 8. Rusli Noor (Indonesia), 17 Juli 1989-1 Januari 1993;9. Datuk Ajit Singh (Malaysia), 1 Januari 1993-31 Desember

1997;

��

10. Rodolfo C. Severino (Filipina),1 Januari 1998-31 Desember 2002;

11. Ong Keng Yong (Singapura), 1 Januari 2003 – 31 Desember 2007;

12. DR. Surin Pitsuwan (Thailand), sejak 1 Januari 2008.

Dalam rangka menyongsong era globalisasi khususnya di bidang informasi, Sekretariat ASEAN menyediakan jaringan informasi ASEAN atau ASEANWEB yang dapat diakses melalui internet dengan alamat http://www.aseansec.org. ASEANWEB dimaksudkan untuk menyediakan informasi mengenai berbagai hal yang menyangkut ASEAN bagi masyarakat yang membutuhkannya.

F. Keuangan Sekretariat ASEAN

Masalah keuangan dan operasional Sekretariat ASEAN diatur dalam Bab IX Piagam ASEAN tentang anggaran dan keuangan Budget and Finance yang terdiri atas 2 (dua) pasal, yaitu Pasal 29 tentang General Principles dan Pasal 30 tentang Anggaran dan Keuangan Operasional Sekretariat ASEAN (Operational Budget and Finances of the ASEAN Secretariat).

Sumber-sumber keuangan yang diperlukan oleh Sekretariat ASEAN diatur pada pasal 30 Piagam ASEAN yang mewajibkan negara-negara anggota ASEAN untuk memberikan kontribusi tahunan yang setara dan dibayarkan tepat waktu. Sekretaris Jenderal ASEAN wajib menyiapkan anggaran operasional tahunan untuk mendapatkan persetujuan dari Dewan Koordinasi ASEAN berdasarkan rekomendasi Komite Wakil Tetap. Sekretariat ASEAN bekerja sesuai dengan aturan dan prosedur keuangan yang ditetapkan oleh Dewan Koordinasi ASEAN berdasarkan rekomendasi Komite Wakil Tetap.

Pasal 29 Piagam mengatur pemberian mandat ASEAN untuk menyusun aturan dan prosedur keuangan (financial rules and procedures) yang memenuhi standar internasional. ASEAN juga harus menerapkan kebijakan dan praktik manajemen keuangan yang sehat dan disiplin anggaran. Pertanggungjawaban keuangan harus melalui proses audit internal dan eksternal.

��

Aturan dan Regulasi Keuangan ASEAN (ASEAN Financial Rules and Regulations/AFRP) diadopsi oleh ACC pada rangkaian KTT ASEAN di Hanoi, April 2010. Hal penting yang dimuat dalam AFRP ini adalah sumber Anggaran Operasional Tahunan Sekretariat ASEAN meliputi kontribusi tahunan negara anggota dan Pendapatan Dana Tambahan (Extra Budgetary Income/EBI) lain, termasuk kontribusi sukarela dan sumbangan dari semua pihak, tidak termasuk Dana Abadi (Trust Funds) dan Dana Proyek (Project Funds). Pengelolaan anggaran pada Dana Abadi dan Dana Proyek akan diatur dalam ToR setiap program kerja sama, kegiatan atau proyek pada masing-masing Dana Abadi.

Proposal anggaran operasional tahunan harus diajukan Sekretariat ASEAN kepada Subkomite Anggaran (Sub Committee on Budget/SCB) untuk dievaluasi dan diajukan kepada CPR akhir September tahun anggaran berjalan. SCB merupakan bagian dari CPR yang bertugas pokok untuk mengevaluasi proposal anggaran yang diajukan Sekretariat ASEAN. Sekretaris Jenderal juga wajib menyerahkan laporan kuartal kepada CPR tentang pelaksanaan anggaran. Laporan disampaikan pada bulan April, Juli, Oktober dan Januari tahun anggaran berikut.

AFRP juga memiliki aturan tentang Pengadaan dan Akuisisi (Procurement and Acquisitions) yang mengharuskan Sekretariat ASEAN untuk menyusun rencana pengadaan barang dan jasa yang disesuaikan dengan besar anggaran yang disetujui dan juga harus sejalan dengan Perkiraan Rencana Pengadaan Tahunan (Annual Procurement Plan Estimation/APPE). APPE tersebut juga harus disetujui CPR. Pelaksanaannya harus dilakukan melalui mekanisme Subkomite Tender (Sub-Committee on Tender/SCT) yang terdiri atas wakil-wakil Perutusan Tetap dan Sekretariat ASEAN. Untuk penghapusan barang modal, mekanismenya melalui Badan Survei (Board of Survey/BOS), antara lain, melalui proses lelang.

Dengan telah diadopsinya AFRP ini, penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan anggaran ASEAN diharapkan akan dapat dilakukan lebih transparan dan sesuai standar etik yang ada.

�0

G. Cetak Biru Komunitas ASEAN 2015

1. Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community/APSC Blueprint)

Komunitas Politik K e a m a n a n ASEAN dibentuk dengan tujuan m e m p e r c e p a t kerja sama politik keamanan di ASEAN untuk m e w u j u d k a n perdamaian di ka-wasan, termasuk

dengan masyarakat internasional. Sesuai Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, Komunitas bersifat terbuka, menggunakan pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri bersama (common foreign policy).

Penggunaan istilah Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC) sebagaimana dicantumkan di dalam Rencana Aksi Vientianne (Vientianne Action Plan/VAP) kemudian diubah menjadi Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community/APSC) seba-gaimana dipakai dalam Piagam ASEAN. Pemakaian istilah baru ini didasari pengertian bahwa kerja sama ASEAN di bidang ini tidak terbatas pada aspek-aspek politik semata, tetapi juga pada aspek-aspek keamanan.

Konsep Cetak Biru APSC disusun berdasarkan ke-sepakatan KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura untuk menggantikan VAP 2004-2010. Konsep tersebut telah disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand, tahun 2009, dan dituangkan dalam Deklarasi Cha-am, Hua Hin, tentang Peta Jalan Komunitas ASEAN (Cha-am, Hua Hin Declaration on the Roadmap for the ASEAN Community). Cetak Biru

13

KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura. Sumber: presidensby.info

Procurement Plan Estimation/APPE). APPE tersebut juga harus disetujui CPR. Pelaksanaannya harus dilakukan melalui mekanisme Subkomite Tender (Sub-Committee on Tender/SCT) yang terdiri atas wakil-wakil Perutusan Tetap dan Sekretariat ASEAN. Untuk penghapusan barang modal, mekanismenya melalui Badan Survei (Board of Survey/BOS), antara lain, melalui proses lelang.

Dengan telah diadopsinya AFRP ini, penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan anggaran ASEAN diharapkan akan dapat dilakukan lebih transparan dan sesuai standar etik yang ada.

G. Cetak Biru Komunitas ASEAN 2015

1. Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community/APSC Blueprint)

Komunitas Politik Keamanan ASEAN dibentuk dengan tujuan mempercepat kerja sama politik keamanan di ASEAN untuk mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk dengan masyarakat internasional. Sesuai Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, Komunitas bersifat terbuka, menggunakan pendekatan keamanan

komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk

suatu pakta pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri bersama (common foreign policy).

Penggunaan istilah Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC) sebagaimana dicantumkan di dalam Rencana Aksi Vientianne (Vientianne Action Plan/VAP) kemudian diubah menjadi Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community/APSC) sebagaimana dipakai dalam Piagam ASEAN. Pemakaian istilah baru ini didasari pengertian bahwa kerja sama ASEAN di bidang ini tidak terbatas pada aspek-aspek politik semata, tetapi juga pada aspek-aspek keamanan.

Konsep Cetak Biru APSC disusun berdasarkan kesepakatan KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura untuk menggantikan VAP 2004-2010. Konsep tersebut telah disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand, tahun 2009, dan dituangkan dalam Deklarasi Cha-am, Hua Hin, tentang Peta Jalan Komunitas ASEAN (Cha-am, Hua Hin Declaration on the Roadmap for the ASEAN Community). Cetak Biru APSC tersebut terdiri atas 3 karakteristik, 11 elemen, dan 137 tindakan. Tiga karakteristik tersebut adalah:

��

APSC tersebut terdiri atas 3 karakteristik, 11 elemen, dan 137 tindakan. Tiga karakteristik tersebut adalah:a. Komunitas Berbasis Aturan dengan Nilai dan Norma

Bersama (A Rules-based Community of Shared Values and Norms) terdiri dari 2 elemen dan dijabarkan dalam 58 tindakan;

b. Sebuah Wilayah Terpadu, Damai dan Tangguh dengan Tanggung Jawab Bersama untuk Keamanan Menyeluruh (A Cohesive, Peaceful, Stable and Resilient Region with Shared Responsibility for Comprehensive Security) terbagi dalam 6 elemen dan 71 tindakan; dan

c. Kawasan yang Dinamis dan Berpandangan Keluar dalam Dunia yang Semakin Terintegrasi dan Saling Bergantung (A Dynamic and Outward Looking Region in an Increasingly Integrated and Interdependent World) yang dijabarkan dalam 3 elemen dan 8 tindakan.

Semuanya itu diimplementasikan oleh 6 Badan Sektoral di ASEAN, yakni:a. Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN

Foreign Ministers Meeting/AMM) dengan instansi yang bertanggung jawab (focal point) Kementerian Luar Negeri;

b. Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defense Ministers Meeting/ADMM) dengan focal point Kementerian Pertahanan;

c. Pertemuan Menteri Hukum ASEAN (ASEAN Law Ministers Meeting/ALAWMM) dengan focal point Kementerian Hukum dan HAM;

d. Pertemuan Tingkat Menteri urusan Kejahatan Lintas Negara (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime/AMMTC) dengan focal point Kepolisian RI;

e. Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF) dengan focal point Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan dan Markas Besar TNI; dan

f. Komisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (Southeast Asian Nuclear Weapon-Free Zone

��

Commission/SEANWFZ) dengan focal point Kementerian Luar Negeri.

Dalam penyusunan APSC, Indonesia memainkan peranan penting. Usul-usul Indonesia yang diterima dalam APSC, antara lain:a. mendorong pengamatan pemilihan umum sukarela

(voluntary electoral observations);b. membentuk Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak

Perempuan dan Anak;c. memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan

prinsip demokrasi;d. menggagas pembentukan ASEAN Institute for Peace and

Reconciliation;e. menggagas pembentukan ASEAN Maritime Forum;f. membentuk Kerja sama penanganan illegal fishing; dang. menyusun instrumen ASEAN tentang Hak Pekerja

Migran.

Kerja sama dalam kerangka APSC, sebagaimana termuat dalam cetak birunya, dielaborasi lebih spesifik dalam kerja sama bidang politik, keamanan, dan hukum yang mencakup spektrum yang luas dari permasalahan tradisional dan nontradisional, dari upaya untuk memajukan tata kepemerintahan yang baik (good governance), menangani masalah terorisme, menanggulangi bencana alam, dan memberantas korupsi.

a. Kerja sama Bidang Politik mencakup:1) memajukan pemerintahan yang baik;2) memajukan prinsip-prinsip demokrasi;3) memajukan kedamaian dan stabilitas kawasan;4) menjamin implementasi SEANWFZ dan Rencana

Aksinya; 5) memajukan kerja sama maritim ASEAN;6) mewujudkan resolusi konflik dan penyelesaian

sengketa secara damai;

��

7) memperkuat sentralitas ASEAN; dan8) memajukan hubungan dengan pihak eksternal.

b. Kerja sama Bidang Keamanan mencakup:1) pencegahan konflik/upaya-upaya membangun ke-

percayaan (Confidence Building Measures/CBM); 2) penguatan proses ARF; 3) penanganan isu keamanan non-tradisional (bajak

laut, perompakan terhadap kapal, pembajakan dan penyelundupan, dll).

4) penguatan kerja sama ASEAN dalam penanganan bencana dan tanggap darurat; dan

5) pemajuan transparansi dan pemahaman mengenai kebijakan pertahanan dan persepsi keamanan.

c. Kerja sama Bidang Hukum mencakup:1) pencegahan dan pemberantasan korupsi; 2) pemajuan dan Perlindungan HAM;3) pengembangan pengaturan hukum untuk memerangi

narkotika;4) pembentukan kerja sama penanganan kejahatan

lintas batas;5) peratifikasian atas Konvensi ASEAN tentang

Kontra-Terorisme (ASEAN Convention on Counter Terrorism);

6) pembentukan kerja sama dalam isu ekstradisi; dan7) peratifikasian Traktat tentang Bantuan Hukum

Terkait Masalah-masalah Kriminalitas (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters/MLAT).

Terkait dengan Cetak Biru APSC, beberapa isu yang saat ini dalam pembahasan adalah: (1) penandatanganan konsep Protokol Ketiga tentang Amandemen Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (Third Protocol to amend the Treaty of Amity and Cooperation/TAC) dan rencana aksesi Uni Eropa, Kanada dan Turki terhadap TAC; (2) penyelesaian masalah-

��

masalah hukum yang tertunda (pending legal issues) dalam Piagam ASEAN; (3) persiapan konsep Kesepahaman tentang Kegiatan SEANWFZ (Memorandum on Activities under the SEANWFZ) untuk Konferensi Kaji Ulang PBB tentang Traktat Non-Proliferasi Nuklir (UN Review Conference on Nuclear Non-Proliferation Treaty); (4) pembahasan Laut China Selatan dan Deklarasi mengenai Aturan Para Pihak Laut Cina Selatan (Declaration on the Conduct of Parties to the South China Sea/DOC); dan (5) Program Kerja ASEAN tentang Kejahatan Lintas Negara (ASEAN Work Programme on Transnational Crime); dan menjadikan MLAT sebagai Perjanjian ASEAN.

2. Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC Blueprint)

Pada Pertemuan Menter i Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministers/AEM) ke-39 tahun 2007 disepakat i mengenai naskah Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN be-serta jadwal stategis yang mencakup inisiatif-inisiatif baru

serta peta jalan yang jelas untuk mencapai pembentukan AEC tahun 2015.

Berkaitan dengan disepakatinya konsep Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, Pertemuan ke-39 AEM menyepakati Peta Jalan untuk Integrasi Sektor Jasa Logistik ASEAN (Roadmap for ASEAN Integration of the Logistics Services Sector) sebagai sektor prioritas ke-12 untuk integrasi ASEAN dan menandatangani Protokol untuk Mengamandemen Pasal 3 Perjanjian Kerangka Kerja ASEAN untuk Sektor Integrasi Prioritas (Protocol to Amend Article 3 of the ASEAN Framework Agreement for the Integration of the Priority

16

Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN. Sumber: http://ditjenkpi.depdag.go.id

2. Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) Blueprint)

Pada Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministers/AEM) ke-39tahun 2007 disepakati mengenai naskah Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN beserta jadwal stategis yang mencakup inisiatif-inisiatif baru serta peta jalan yang jelas untuk mencapai pembentukan AEC tahun 2015.

Berkaitan dengan disepakatinya konsep Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, Pertemuan ke-39 AEM menyepakati Peta Jalan untuk

Integrasi Sektor Jasa Logistik ASEAN (Roadmap for ASEAN Integration of the Logistics Services Sector) sebagai sektor prioritas ke-12 untuk integrasi ASEAN dan menandatangani Protokol untuk Mengamandemen Pasal 3 Perjanjian Kerangka Kerja ASEAN untuk Sektor Integrasi Prioritas (Protocol to Amend Article 3 of the ASEAN Framework Agreement for the Integration of the Priority Sectors). 12 sektor prioritas dimaksud adalah produk-produk berbasis pertanian, perjalanan udara, otomotif, e-ASEAN, elektronik, perikanan, kesehatan, produk karet dan turunannya, tekstil, pariwisata, produk kayu, dan jasa logistik.

Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN kemudian disahkan pada Rangkaian Pertemuan KTT ke-13 ASEAN. Cetak Biru ini bertujuan untuk menjadikan kawasan ASEAN lebih stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, memungkinkan bebasnya lalu lintas barang, jasa, investasi dan aliran modal. Selain itu, juga akan diupayakan kesetaraan pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan serta kesenjangan sosial ekonomi pada tahun 2015.

Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN merupakan rancang utama (master plan)untuk membentuk Komunitas ASEAN tahun 2015 dengan mengidentifikasi langkah-langkah integrasi ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi berbagai komitmen yang rinci dengan sasaran dan jangka waktu yang jelas.

Dalam kaitan ini, ASEAN telah mengembangkan mekanisme Scorecard sebagai alat untuk mengukur tingkat implementasi komitmen ekonomi ASEAN dan alat komunikasi dengan para pemilik kepentingan. Scorecard memberikan gambaran komprehensif mengenai kemajuan ASEAN dalam mengimplementasikan Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN. Negara-negara ASEAN telah menyepakati 4 bentuk AECScorecard, yaitu untuk Kepala Negara/Pemerintah, Menteri, Pejabat Senior, dan Masyarakat Umum.

Proses penyempurnaan Scorecard hingga saat ini masih terus dilakukan oleh ASEAN bekerja sama dengan Institut Penelitian Ekonomi ASEAN dan Asia Timur (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia/ERIA). ERIA merupakan

��

Sectors). 12 sektor prioritas dimaksud adalah produk-produk berbasis pertanian, perjalanan udara, otomotif, e-ASEAN, elektronik, perikanan, kesehatan, produk karet dan turunannya, tekstil, pariwisata, produk kayu, dan jasa logistik.

Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN kemudian disahkan pada Rangkaian Pertemuan KTT ke-13 ASEAN. Cetak Biru ini bertujuan untuk menjadikan kawasan ASEAN lebih stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, memungkinkan bebasnya lalu lintas barang, jasa, investasi dan aliran modal. Selain itu, juga akan diupayakan kesetaraan pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan serta kesenjangan sosial ekonomi pada tahun 2015.

Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN merupakan rancang utama (master plan) untuk membentuk Komunitas ASEAN tahun 2015 dengan mengidentifikasi langkah-langkah integrasi ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi berbagai komitmen yang rinci dengan sasaran dan jangka waktu yang jelas.

Dalam kaitan ini, ASEAN telah mengembangkan mekanisme Scorecard sebagai alat untuk mengukur tingkat implementasi komitmen ekonomi ASEAN dan alat komunikasi dengan para pemilik kepentingan. Scorecard memberikan gambaran komprehensif mengenai kemajuan ASEAN dalam mengimplementasikan Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN. Negara-negara ASEAN telah menyepakati 4 bentuk AEC Scorecard, yaitu untuk Kepala Negara/Pemerintah, Menteri, Pejabat Senior, dan Masyarakat Umum.

Proses penyempurnaan Scorecard hingga saat ini masih terus dilakukan oleh ASEAN bekerja sama dengan Institut Penelitian Ekonomi ASEAN dan Asia Timur (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia/ERIA). ERIA merupakan lembaga riset yang membantu ASEAN dalam mempromosikan integrasi ekonomi ASEAN dan Asia Timur yang lebih luas.

Pada Pertemuan AEM Retreat ke-16 di Putra Jaya, Malaysia, tanggal 27--28 Februari 2010, atas rekomendasi

��

Gugus Tugas Tingkat Tinggi mengenai Integrasi Ekonomi (High Level Task Force on Economic Integration/HLTF-EI), AEM menyetujui usulan ERIA terkait dengan cakupan Scorecard, yaitu fasilitasi dan liberalisasi investasi, fasilitasi perdagangan (khususnya terkait efektifitas bea cukai termasuk National Single Window dan ASEAN Single Window), transportasi dan jasa logistik. Disamping itu, ERIA juga diminta untuk fokus pada langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti (implementable measures) dan hasil-hasil yang memiliki dampak tinggi (high impact outcomes), serta mengelaborasi isu terkait standardisasi dan penyelarasan (standards and conformances), dan sektor jasa yang mendukung peningkatan kualitas Scorecard.

Total langkah (measures) individual Indonesia menuju pembentukan AEC 2015 adalah sebanyak 316 measures, adapun pengukuran target (target measures) untuk periode 1 Januari 2008-31 Agustus 2009 adalah sebanyak 107 measures dengan total score 80,37% yang merupakan penilaian atas pelaksanaan sejumlah 86 measures. Total scorecard ASEAN adalah 72,38%. Adapun urutan negara anggota ASEAN dalam pencapaian scorecard yaitu Singapura (93,52%), Myanmar (85,05%), Kamboja (83,33%), Laos (82,57%), Malaysia (82,24%), Vietnam (81,31%), Indonesia (80,37%), Filipina (80,19%), Thailand (78,90%), Brunei (74,58%).

Selain itu, ASEAN juga memiliki mekanisme Kaji Ulang Paruh Waktu Komprehensif (Comprehensive Mid-Term Review) atas AEC Blueprint. Dalam pertemuan AEM Retreat ke-16, para menteri sepakat untuk meningkatkan perhatian pada pelaksanaan measures yang memiliki hasil berdampak kuat (high impact outcomes), antara lain, inisiatif fasilitasi perdagangan (trade facilitation initiatives) termasuk ASEAN Trade Repository (ATR), penghapusan hambatan non tarif (Non-Tariff Barriers/NTBs), efisiensi kepabeanan, harmonisasi atau saling pengakuan atas produk dan peraturan teknis. Untuk menyeimbangkan capaian scorecard, prioritas juga diarahkan pada implementasi Pilar ke-2 AEC Blueprint yang dinilai memiliki dampak yang besar, khususnya dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights/IPR), kebijakan kompetisi (competition policy), dan pengembangan

��

dan pembiayaan infrastruktur (infrastructure development and financing).

Saat ini ASEAN masih terus membahas peningkatan mekanisme pelaksanaan kaji ulang (review) ini, antara lain, terkait dengan ruang lingkup, prinsip umum, metodologi, dan rencana aksi.

Berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kesadaran Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC Awareness), para Menteri Ekonomi ASEAN mengesahkan Rencana Komunikasi Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC Communication Plan) dan menekankan pentingnya untuk melibatkan berbagai stakeholders dalam proses komunikasi, yaitu Badan-badan sektoral ASEAN, sektor swasta, otoritas di tingkat lokal dan nasional di negara-negara ASEAN, kalangan akademi serta tokoh-tokoh masyarakat.

Sehubungan dengan itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri khususnya telah menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti ASEAN Goes to School (AGTs), pemilihan Duta Muda ASEAN dari kalangan mahasiswa/i dari seluruh Indonesia, Seminar ataupun Kuliah Umum untuk dosen, guru, mahasiswa dan pengusaha serta lomba simulasi sidang ASEAN di seluruh kota se-Jawa Barat dan beberapa kota lainnya di Indonesia.

3. Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint /ASCC Blueprint)

Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya ASEAN Socio-Cultural Community (ASSC), ASEAN telah menyusun suatu Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint) yang akan disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand (Februari 2009). Penyusunan rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman (guidelines) bagi negara anggota ASEAN dalam persiapan menyongsong terbentuknya Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui pilar sosial budaya.

��

Cetak biru diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam memperkuat integrasi ASEAN yang berpusat pada masyarakat (people-centred) serta memperkokoh kesadaran, solidaritas, kemitraan, dan rasa kebersamaan masyarakat (We Feeling) terhadap ASEAN. Rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN memuat enam elemen utama (Core Element) & 348 Rencana Aksi (Action-lines). Struktur Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN adalah sebagai berikut.

a. Pengantar (Introduction)

b. Karakteristik dan Elemen (Characteristic and Elements)1) Pembangunan Manusia (Human Development),

terdiri dari 60 action lines2) Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial (Social

Welfare and Protection), terdiri dari 94 action lines3) Hak-Hak dan Keadilan Sosial (Social Justice and

Rights), terdiri dari 28 action lines4) Memastikan Pembangunan yang Berkelanjutan

(Ensuring Environmental Sustainability), terdiri dari 98 action lines

5) Membangun Identitas ASEAN (Building ASEAN Identity), terdiri dari 50 action lines

6) Mempersempit Jurang Pembangunan (Narrowing the Development Gap), terdiri dari 8 action lines

18

KTT ASEAN ke-14 di HUa-Hin, Thailand 28 Februari 2009. Sumber: presidensby.info

pengusaha serta lomba simulasi sidang ASEAN di seluruh kota se-Jawa Barat dan beberapa kota lainnya di Indonesia.

3. Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint /ASCC Blueprint)

Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya ASEAN Socio-Cultural Community (ASSC), ASEAN telah menyusun suatu Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint) yang akan disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand (Februari 2009). Penyusunan rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman (guidelines) bagi negara anggota ASEAN dalam persiapan menyongsong terbentuknya Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui pilar sosial budaya.

Cetak biru diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam memperkuat integrasi ASEAN yang berpusat pada masyarakat (people-centred) serta memperkokoh kesadaran, solidaritas, kemitraan, dan rasa kebersamaan

masyarakat (We Feeling)terhadap ASEAN.

Rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN memuat enam elemen utama (Core Element) & 348 Rencana Aksi (Action-lines). Struktur Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN adalah sebagai berikut.

a. Pengantar (Introduction)

b. Karakteristik dan Elemen (Characteristic and Elements)1) Pembangunan Manusia (Human Development), terdiri dari 60 action lines 2) Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial (Social Welfare and Protection), terdiri

dari 94 action lines 3) Hak-Hak dan Keadilan Sosial (Social Justice and Rights), terdiri dari 28 action

lines4) Memastikan Pembangunan yang Berkelanjutan (Ensuring Environmental

Sustainability), terdiri dari 98 action lines 5) Membangun Identitas ASEAN (Building ASEAN Identity), terdiri dari 50 action

lines6) Mempersempit Jurang Pembangunan (Narrowing the Development Gap), terdiri

dari 8 action lines

c. Pelaksanaan dan Kaji Ulang Cetak Biru ASCC (Implementation and Review of the ASCC Blueprint) 1) Mekanisme Pelaksanaan (Implementation Mechanism)2) Mobilisasi Sumber Daya (Resource Mobilisation)3) Strategi Komunikasi (Communication Strategy)4) Mekanisme Review (Review Mechanism)

��

c. Pelaksanaan dan Kaji Ulang Cetak Biru ASCC (Implementation and Review of the ASCC Blueprint) 1) Mekanisme Pelaksanaan (Implementation

Mechanism)2) Mobilisasi Sumber Daya (Resource Mobilisation)3) Strategi Komunikasi (Communication Strategy)4) Mekanisme Review (Review Mechanism)

Setelah disahkan, Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN tersebut diharapkan dapat segera diintegrasikan ke dalam perencanaan pembangunan di masing masing negara ASEAN dan diimplementasi di tingkat nasional dan daerah. Kesuksesan implementasi ASCC Blueprint tentu memerlukan dukungan kuat dan keterlibatan seluruh pemilik kepentingan, mulai dari Pemerintah, Masyarakat Madani, atau anggota masyarakat secara luas.

�0

��

BAB III

PERKEMBANGAN KOMUNITAS ASEAN

A. Komunitas Politik-Keamanan

Selama 43 tahun pendiriannya, ASEAN telah berhasil mengembangkan dan mempertahankan stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara, serta menumbuhkan saling percaya diantara negara anggotanya dan para Mitra Wicara ASEAN. ASEAN juga telah berkontribusi kepada keamanan dan kestabilan kawasan secara lebih luas di Asia Pasifik melalui Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF) sejak 1994. ARF mewadahi dialog dan pertukaran informasi mengenai masalah-masalah keamanan di Asia Pasifik.

Walaupun terdapat keberagaman kondisi politik, ekonomi, dan budaya diantara negara-negara anggotanya, ASEAN telah menumbuhkan tujuan dan arah kerja sama, khususnya dalam mempercepat integrasi kawasan. Hal ini terlihat semakin jelas dengan disepakatinya Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997 dan Deklarasi Bali Concord II di Bali tahun 2003 mengenai upaya perwujudan Komunitas ASEAN dengan ketiga pilarnya (politik-keamanan, ekonomi, dan sosial budaya).

Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political Security Community/APSC) ditujukan untuk mempercepat kerja sama politik keamanan di ASEAN dalam mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk dengan masyarakat internasional. Komunitas Politik Keamanan ASEAN bersifat terbuka, berdasarkan pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri

20

BAB IIIPERKEMBANGAN KOMUNITAS ASEAN

A. Komunitas Politik-Keamanan

Selama 43 tahun pendiriannya, ASEAN telah berhasil mengembangkan dan mempertahankan stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara, serta menumbuhkan saling percaya diantara negara anggotanya dan para Mitra Wicara ASEAN. ASEAN juga telah berkontribusi kepada keamanan dan kestabilan kawasan secara lebih luas di Asia Pasifik melalui Forum Regional ASEAN (ASEANRegional Forum/ARF) sejak 1994. ARF mewadahi dialog dan pertukaran informasi mengenai masalah-masalah keamanan di Asia Pasifik.

Walaupun terdapat keberagaman kondisi politik, ekonomi, dan budaya diantara negara-negara anggotanya, ASEAN telah menumbuhkan tujuan dan arah kerja sama, khususnya dalam mempercepat integrasi kawasan. Hal ini terlihat semakin jelas dengan disepakatinya Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997 dan Deklarasi Bali Concord II di Bali tahun 2003 mengenai upaya perwujudan Komunitas ASEAN dengan ketiga pilarnya (politik-keamanan, ekonomi, dan sosial budaya).

Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political Security Community/APSC) ditujukan untuk mempercepat kerja sama politik keamanan di ASEAN dalam mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk dengan masyarakat internasional. Komunitas Politik Keamanan ASEAN bersifat terbuka, berdasarkan pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri bersama (common foreign policy). Komunitas Politik Keamanan ASEAN juga mengacu kepada berbagai instrumen politik ASEAN yang telah ada seperti Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (Zone of Peace, Freedom and Neutrality/ZOPFAN), Traktat Persahabatan dan Kerja Sama Negara-negara ASEAN (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia/TAC), dan Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (Treaty on Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone/SEANWFZ) selain menaati Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional terkait lainnya.

Indonesia, selaku pemrakarsa Komunitas Politik Keamanan ASEAN, memelopori penyusunan Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, yang disahkan pada KTT ke-

Kerja sama pertahanan juga dilakukan di antara negara-negara anggota ASEAN. Sumber: arhyblog.blogspot.com

��

bersama (common foreign policy). Komunitas Politik Keamanan ASEAN juga mengacu kepada berbagai instrumen politik ASEAN yang telah ada seperti Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (Zone of Peace, Freedom and Neutrality/ZOPFAN), Traktat Persahabatan dan Kerja Sama Negara-negara ASEAN (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia/TAC), dan Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (Treaty on Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone/SEANWFZ) selain menaati Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional terkait lainnya.

Indonesia, selaku pemrakarsa Komunitas Politik Keamanan ASEAN, memelopori penyusunan Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, yang disahkan pada KTT ke-10 ASEAN di Vientiane, Lao PDR, November 2004. Dalam Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, telah ditetapkan rencana kegiatan untuk mewujudkan Komunitas Politik Keamanan ASEAN yang terdiri atas 6 komponen: Political Development, Shaping and Sharing of Norms, Conflict Prevention, Conflict Resolution, Post-Conflict Peace Building, dan Implementing Mechanism. Rencana Aksi tersebut telah diintegrasikan ke dalam Program Aksi Vientiane (Vientiane Action Programme/VAP) yang ditandatangani para Kepala Negara ASEAN dalam KTT ke-10 ASEAN. VAP merupakan acuan pencapaian Komunitas ASEAN untuk kurun waktu 2004-2010.

Mekanisme koordinasi antar badan-badan sektoral ASEAN yang menangani Komunitas Politik Keamanan ASEAN dilakukan melalui ASEAN Security Community Coordinating Conference (ASCCO). Sampai dengan tahun 2008, telah diselenggarakan sebanyak tiga kali dan terus mengkoordinasikan langkah bersama untuk mencapai Komunitas Politik Keamanan ASEAN 2015.

1. Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Foreign Ministers Meeting/AMM)

Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Foreign Ministers Meeting/AMM) pertama kali diadakan pada tahun 1967. Pertemuan ini diadakan setiap satu tahun sekali, termasuk beberapa pertemuan informal dan retreat di sela-selanya.

��

Pertemuan AMM Retreat dan Pertemuan Para Menteri Luar Negeri lainnya (Other Ministerial Meetings) telah diadakan pada tanggal 13-14 Januari 2010, di Da Nang, Vietnam. Pada pertemuan tersebut telah dibahas mengenai berbagai inisiatif dan isu yang menjadi perhatian ASEAN. Pertemuan memfokuskan pokok bahasan pada upaya untuk membangun Komunitas ASEAN dengan ketiga pilarnya, yaitu politik-keamanan, ekonomi, serta sosial dan budaya. Selain itu, para Menlu juga melakukan tukar pandangan mengenai prioritas ASEAN pada tahun 2010 serta isu-isu regional dan internasional lainnya. Sebelum pertemuan AMM dengan tema “ASEAN Community 2015: From Vision to Action”, telah dilakukan Pertemuan Dewan Komunitas Politik-Keamanan ke-3 (3rd Meeting of the ASEAN Political Security Community Council/APSC Council) dan Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council/ACC).

Sebagai Ketua ASEAN dan tuan rumah pertemuan, Vietnam mengusulkan beberapa isu yang patut menjadi perhatian khusus Negara Anggota ASEAN, termasuk di antaranya rencana penyelenggaraan KTT ASEAN ke-16 pada bulan April 2010, Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN pada bulan Juli 2010, dan KTT ASEAN ke-17 pada bulan Oktober 2010. Isu-isu lain yang menjadi perhatian adalah pembangunan Komunitas ASEAN, evolusi arsitektur regional di kawasan Asia Pasifik, sentralitas ASEAN, kerjasama dengan negara-negara Mitra Wicara, dan program outreach di antara negara-negara ASEAN. Sebagai bagian dari upaya perwujudan Komunitas ASEAN, para Menlu juga bertukar pandangan mengenai Konektivitas ASEAN (ASEAN Connectivity) sebagai tindak lanjut dari Pernyataan Para Pemimpin ASEAN tentang Konektivitas ASEAN (ASEAN Leaders’ Statement on ASEAN Connectivity) yang ditandatangani pada saat KTT ASEAN ke-15 di Cha-am Hua Hin, Thailand.

Dalam kapasitasnya sebagai Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council/ACC), para Menlu telah mengesahkan Kerangka Acuan Satuan Tugas Tingkat Tinggi tentang Konektivitas ASEAN (Terms of Reference of the High Level Task Force on ASEAN Connectivity) yang memberi

��

mandat kepada para Pemimpin ASEAN untuk menyusun rekomendasi bagi langkah-langkah penciptaan konektivitas di antara negara-negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-17 di Hanoi tahun 2010. Indonesia memandang positif pengembangan Konektivitas ASEAN guna mendukung program konektivitas nasional melalui pembangunan infrastruktur di dalam negeri, karena bagaimanapun pembangunan ekonomi memerlukan dukungan kerjasama infrastruktur, komunikasi dan mobilitas masyarakat.

Topik lainnya yang didiskusikan termasuk laporan perkembangan Kelompok Ahli Tingkat Tinggi tentang Tindak Lanjut terhadap Piagam ASEAN (High Level Legal Experts Group on the Follow-up to ASEAN Charter [HLEG]), terutama dalam hal pembentukan berbagai instrumen hukum untuk mengimplementasikan Piagam ASEAN. Hal ini menunjukkan konsolidasi dan proses yang berkesinambungan dalam mewujudkan ASEAN sebagai organisasi berdasarkan hukum (rules-based organisation).

Selain itu, para Menlu juga bertukar pandangan mengenai perkembangan Komisi Antar Pemerintah ASEAN tentang HAM (ASEAN Inter-Governmental Commission on Human Rights/AICHR) dan menegaskan kembali status AICHR sebagai institusi HAM yang menyeluruh (overarching human rights institution) mengingat adanya upaya paralel dan saling mengisi untuk mengembangkan institusi-institusi yang berhubungan dengan perlindungan dan promosi hak-hak perempuan, anak-anak, dan pekerja migran.

Para Menlu sepakat akan terus mengembangkan makna hubungan kerja sama ASEAN dengan mitra wicara, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, Rusia, Selandia Baru, Dewan Kerjasama Negara-negara Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC), dan Southern Common Market (Mercado Común del Sur/Mercosur) guna mendukung perwujudan Komunitas ASEAN tahun 2015. Menyikapi beberapa inisiatif baru dari Australia dan Jepang, pertemuan AMM juga membahas perkembangan arsitektur regional. Dalam hal ini, ASEAN berpandangan bahwa perkembangan arsitektur regional tidak

��

hanya perlu mengakui pentingnya ASEAN sebagai kekuatan pendorong (driving force) dalam proses tersebut, tetapi juga penekanan terhadap pembangunan Komunitas ASEAN sebagai bagian dari proses dimaksud. Pada bagian yang sama, upaya pengembangan Komunitas ASEAN juga perlu dilaksanakan melalui program-program nasional, sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan sentralitas ASEAN.

Terkait dengan isu-isu regional dan internasional yang menjadi kepentingan bersama, para Menlu antara lain bertukar pandangan mengenai perkembangan di Myanmar, aksesi negara-negara non-ASEAN pada Traktat Persahabatan dan Kerja Sama Negara-negara ASEAN (Treaty of Amity and Cooperation/TAC), serta tindak lanjut Konferensi ke-15 Para Pihak Konferensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (COP-15 United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) di Kopenhagen.

Para Menlu menyambut baik penjelasan Myanmar mengenai persiapan pemilu di tahun 2010 dan sepakat untuk memfokuskan pengembangan upaya nasional terlebih dahulu sebelum melangkah bersama di ASEAN dalam hal isu perubahan iklim. Pada kesempatan pertemuan tersebut, para Menlu ASEAN juga berpartisipasi dalam Familiarization Trip of ASEAN Foreign Ministers on ASEAN Connectivity dengan melakukan perjalanan darat melalui Koridor Ekonomi Timur-Barat (East-West Economic Corridor/EWEC) yang melintasi Thailand, Laos, dan Vietnam. EWEC merupakan salah satu bagian dari inisiatif Konektivitas ASEAN yang bertujuan untuk membangun kerjasama infrastruktur, terutama transportasi, yang akan menghubungkan negara-negara ASEAN melalui jalur darat, udara, maupun laut.

Rangkaian Pertemuan Para Menteri ASEAN ke-43 diselenggarakan pada tanggal 19-20 Juli 2010 di Hanoi, Vietnam, dan dihadiri oleh para Menlu ASEAN, kecuali Filipina. Tatanan regional (regional architecture) menjadi salah satu topik pembahasan utama pada rangkaian pertemuan tersebut. Dalam kerangka ini, modalitas yang dipilih oleh para Menlu ASEAN adalah perluasan Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur

��

(East Asia Summit/EAS) yang juga sejalan dengan pemikiran yang dikembangkan oleh Indonesia, yaitu mengundang Amerika Serikat (AS) dan Rusia dalam mekanisme EAS. Bagi Indonesia, masuknya kedua negara sejalan dengan strategi geopolitik Indonesia mengenai keseimbangan yang dinamis (dynamic equilibrium) di kawasan Asia Pasifik. Dengan perluasan EAS, ASEAN secara fleksibel mempertahankan sentralitasnya dan tidak ada kekuatan yang mendominasi.

Modalitas dan waktu partisipasi kedua pemimpin dari AS dan Rusia akan diputuskan dalam KTT ke-17 ASEAN bulan Oktober 2010. Apabila disepakati pada tingkatan ASEAN Leaders, maka pada pertemuan EAS pada tahun 2011 akan menjadi 18 negara, termasuk AS dan Rusia.

Dalam pembahasan konektivitas ASEAN (ASEAN connectivity), beberapa negara anggota ASEAN telah menyampaikan sejumlah gagasan konkret, khususnya terkait pembangunan infrastruktur transportasi darat yang menghubungkan wilayah di daratan Mekong dengan China dan India. ASEAN juga tengah mendorong negara mitra wicara di ASEAN+3 dan EAS untuk turut berkontribusi dalam pengembangan konektivitas ASEAN. Dukungan konkret diperoleh dari ASEAN+3 yang merencanakan untuk membentuk suatu Dana Pembangunan Infrastruktur ASEAN (ASEAN Infrastructure Development Fund). Dalam kerangka EAS, akan dikembangkan konektivitas yang dibangun oleh ASEAN bekerjasama dengan negara-negara anggota EAS.

Para Menlu juga bertukar pandangan mengenai isu-isu regional seperti perkembangan pemilu di Myanmar, situasi di Timur Tengah, khususnya Palestina, dan Semenanjung Korea, terutama terkait dengan kasus tenggelamnya kapal Republik Korea, Cheonan.

2. Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (South-East Asia Nuclear Weapon Free Zone/SEANWFZ)

Pada KTT ASEAN di Bangkok, 15 Desember 1995, para Pemimpin ASEAN menandatangani Traktat Zona Bebas

��

Senjata Nuklir Asia Tenggara (Southeast Asia Nuclear-Weapon-Free Zone/SEANWFZ). Sebagai komponen penting dari Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace, Freedom and Neutrality/ZOPFAN), Traktat SEANWFZ mengekspresikan tekad ASEAN untuk member sumbangan terhadap upaya menuju perlucutan senjata nuklir secara lengkap dan umum, serta mendorong perdamaian dan keamanan internasional. Selain itu, Traktat ini juga bertujuan untuk melindungi kawasan dari pencemaran lingkungan dan bahaya yang disebabkan oleh sampah radio aktif dan bahan-bahan berbahaya lainnya.

Traktat SEANWFZ mulai berlaku sejak 27 Maret 1997. Saat ini, ASEAN tengah merundingkan isu tersebut dengan 5 (lima) negara pemilik senjata nuklir (Nuclear-Weapon States/NWS) mengenai waktu (terms) aksesi mereka kepada protokol yang merupakan dasar komitmen mereka dibawah Perjanjian.

ASEAN telah menetapkan Komisi dan Komite Eksekutif SEANWFZ untuk mengawasi implementasi dari ketentuan-ketentuan Traktat dan menjamin kepatuhan negara-negara tersebut. Komisi dan Komite dimaksud telah mengesahkan peraturan-peraturan yang mengatur keuangan dan prosedur kerja badan-badan traktat (treaty bodies) pada Pertemuan Komisi SEANWFZ ke-2 di Bangkok, Juli 2000.

Sebagai langkah untuk menjamin agar negara-negara ASEAN mampu merealisasikan SEANWFZ, telah disusun Rencana Aksi (Plan of Action/PoA) untuk memperkuat implementasi dari Perjanjian SEANWFZ (2007-2012), sebagai hasil pertemuan Komisi SEANWFZ di Manila tanggal 29 Juli 2007.

POA berisi langkah yang dibagi ke dalam 4 (empat) bidang, dengan status perkembangan hingga tanggal 22 Juni 2009, adalah sebagai berikut:a. Kepatuhan terhadap pelaksanaan Traktat SEANWFZ

(Compliance with the undertakings in the SEANWFZ Treaty). PoA menyebutkan bahwa Negara Pihak diharapkan antara lain; melengkapi aksesi pada

��

perjanjian perlindungan dan Konvensi Pemberitahuan Awal Kecelakaan Nuklir Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency (IAEA) safeguards agreements and the Convention on Early Notification of Nuclear Accident), mempertimbangkan untuk mengakses instrumen internasional lainnya, mengimplementasikan suatu sistem pengendalian (control system) untuk memverifikasi ketaatan pada kewajiban Negara Pihak di bawah Traktat SEANWFZ, dan membentuk suatu rejim keamanan nuklir kawasan. Terkait mengenai aksesi Konvensi Pemberitahuan Awal Kecelakaan Nuklir Badan Tenaga Atom Internasional, seluruh Negara Anggota ASEAN kecuali Brunei Darussalam, Kamboja, dan Laos telah mengaksesinya (per tanggal 19 Juni 2009).

b. Aksesi oleh Negara pemilik Senjata Nuklir (Accession by Nuclear Weapon States). Keinginan ASEAN agar Perancis, Rusia, Amerika Serikat dan Inggris (P4) mengaksesi Traktat SEANWFZ masih terkendala pada 4 (empat) isu mengenai hak transit dan kunjungan pada pelabuhan/lapangan udara (transit rights and Port/Airfield Visits), kedaulatan, (sovereignty), zona aplikasi (zone of application) dan Negative Security Assurance.

Salah satu kendala yang dihadapi adalah adanya perbedaan antar Negara Pihak yang berkaitan dengan hak transit dan kunjungan pada pelabuhan, yaitu ketentuan mengenai hak prerogatif Negara Pihak untuk mengijinkan pesawat atau kapal laut memasuki wilayah perairan maupun teritorialnya. Hak prerogatif ini menimbulkan perdebatan karena dalam implementasinya akan bertentangan dengan Pasal 3.2 (a) dan (b) Traktat SEANWFZ yang melarang Negara Pihak mengijinkan kapal dan pesawat terbang yang mengembangkan, memproduksi dan membawa senjata nuklir memasuki wilayah teritorialnya.

Mengenai kedaulatan, pihak NWS masih memerlukan klarifikasi mengenai kesepakatan Negara Pihak dengan China mengenai penghormatan atas kedaulatan. Intinya tidak ada keberatan mengenai formulasi paragraf dalam

��

Traktat, tetapi NWS berhati-hati untuk menyetujui berbagai ketentuan yang mengarah pada isu kedaulatan.

Mengenai zona penerapan, NWS menolak Zone Ekslusif Ekonomi (ZEE) sebagai wilayah penerapan Traktat SEANWFZ, dan mengusulkan landas batas kontinen sebagai zona penerapannya. Menurut NWS, ZEE hanya diperuntukkan bagi kepentingan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya alam.

Terkait negative security assurance, untuk menjamin bahwa NWS tidak menggunakan atau mengancam menggunakan senjata nuklir terhadap negara non-nuklir, permasalahan terletak pada daerah penerapannya, sebagaimana isu mengenai Zona Penerapan.

c. Kerja sama dengan IAEA dan mitra lainnya (Cooperation with the IAEA and other partners). Perluasan kerja sama ini dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas Negara Pihak dalam mengimplementasikan Traktat SEANWFZ. Tujuan lainnya adalah untuk menjajaki pembentukan suatu resolusi mengenai Traktat SEANWFZ di Komite Satu Majelis Umum PBB (First Committee UN General Assembly). ASEAN saat ini tengah menjajaki kemungkinan pembentukan suatu rejim keamanan nuklir kawasan. Pembahasan dilakukan dalam mekanisme Jaringan Sub-sektor Keamanan Energy Nuklir ASEAN (ASEAN Nuclear Energy Safety Sub-Sector Network/NES-SSN) dengan mengundang IAEA sebagai pengamat (observer).

d. Pengaturan Kelembagaan (Institutional Arrangements). Badan sektoral ASEAN dapat mengembangkan program kerja/proyek sebagaimana tertuang dalam POA.

3. Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, Dan Netral (Zone of Peace, Freedom And Neutrality Declaration/ZOPFAN)

ZOPFAN merupakan kerangka perdamaian dan kerja sama yang tidak hanya di Asia Tenggara melainkan juga mencakup kawasan Asia Pasifik yang lebih luas, temasuk kekuatan besar (major powers) dalam bentuk serangkaian tindak pengekangan

�0

diri secara sukarela (voluntary self-restraints). Dengan demikian, ZOPFAN tidak mengesampingkan peranan kekuatan besar, tetapi justru memungkinkan keterlibatan mereka secara konstruktif dalam penanganan masalah-masalah keamanan kawasan.

Pedoman pelaksanaan ZOPFAN dirumuskan lebih lanjut pada April 1972, sebagai berikut:a. Ketaatan pada Piagam PBB, Deklarasi Promosi

Perdamaian Dunia, dan Kerja Sama Deklarasi Bandung 1955, Deklarasi Bangkok 1967, dan Deklarasi Kuala Lumpur 1971

b. Saling menghormati kemerdekaan (independence), kedaulatan, persamaan, integritas teritorial, dan identitas nasional semua bangsa di dalam dan di luar kawasan

c. Hak setiap negara untuk mengelola eksistensi nasionalnya tanpa gangguan eksternal , subversi, dan paksaan (coercion)

d. Tidak ikut campur dalam urusan internal masing-masing negara.

e. Menahan diri terhadap ajakan atau dorongan intervensi dari kekuatan eksternal dalam urusan domestik atau regional masing-masing negara.

f. Penyelesaian perbedaan atau perselisihan melalui cara-cara damai sejalan dengan Piagam PBB

g. Menolak ancaman atau penggunaan kekerasan dalam menjalin hubungan internasional

h. Menahan diri dari penggunaan angkatan bersenjata untuk alasan apapun dalam menjalankan hubungan internasional, kecuali bagi individu atau pembelaan diri kolektif yang sejalan dengan Piagam PBB.

i. Menolah keterlibatan dalam konflik kekuatan diluar yurisdiksi masing-masing negara termasuk keterlibatan dalam setiap persetujuan yang berlawanan dengan tujuan masing-masing negara.

j. Bebas dari pangkalan militer asing di kawasan

��

k. Larangan memakai, menyimpan, mempertukarkan maupun melakukan pencobaan senjata nuklir dan komponen terkaitnya di kawasan

l. Hak untuk berdagang secara bebas dengan setiap negara atau lembaga internasional terlepas dari perbedaan sistem budaya dan politik

m. Hak untuk mendapat bantuan secara bebas untuk maksud memperkuat ketahanan nasional, kecuali jika bantuan tersebut tidak sesuai dengan tujuan pencapaian kawasan.

n. Kerja sama regional yang efektif di antara masing-masing negara.

4. Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defence Ministers Meeting/ADMM) & ADMM Plus

Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defence Ministers Meeting/ADMM) pertama kali disepakati di Malaysia pada 9 Mei 2006. ADMM bertujuan untuk mendorong perdamaian dan stabilitas kawasan serta kerja sama pertahanan dan keamanan, memberikan arahan pada pertemuan pejabat senior pertahanan, meningkatkan saling percaya dan transparansi dalam kaitan isu pertahanan dan keamanan, dan memberikan sumbangan terhadap perwujudan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN.

Pertemuan ke-2 ADMM di Singapura, tanggal 14 November 2007 menyepakati Program Kerja 3 Tahunan ADMM (ADMM 3 Year Work Programme) periode 2008-2010. Program Kerja 3 Tahunan ADMM tersebut bertemakan: “Building the foundation and setting the direction for defense dialogues and cooperation”.

Program Kerja ADMM menetapkan 5 (lima) area kerja sama, yaitu promosi Pertahanan Regional dan Kerja Sama Keamanan (Promoting Regional Defense and Security Coperation) melalui pemajuan pemahaman mengenai kebijakan, struktur, sistem, dan pengembangan pertahanan dan keamanan, serta membangun interaksi dan kerja sama

��

saat ini dan di masa mendatang. Kegiatannya antara lain adalah meningkatkan transparansi dan keterbukaan melalui voluntary briefing mengenai kebijakan pertahanan dan keamanan nasional masing-masing Negara Anggota ASEAN.

Pembentukan dan Pembagian Norma (Shaping and Sharing Norms) melalui dukungan pada pengembangan dan adopsi norma untuk memajukan perdamaian dan keamanan regional serta memajukan kerjasama ASEAN bidang pertahanan dan keamanan. Kegiatannya antara lain mendukung implementasi Piagam ASEAN, mendukung aksesi TAC, implementasi Deklarasi pada Perilaku Partai di Laut China Selatan (Declaration on the Conduct (DOC) of Parties in the South China Sea), penandatanganan Traktat SEANWFZ, implementasi Konvensi Kontra Terorisme ASEAN (ASEAN Convention on Counter Terrorism/ACCT), memajukan kerja sama bidang Keamanan Maritim ASEAN (ASEAN maritime security), serta isu-isu lintas batas negara (trans-boundary).

Pencegahan Konflik (Conflict Prevention) melalui memajukan mutual trust and confidence serta memperkuat confidence building measures (CBM). Kegiatannya antara lain bertukar pandangan mengenai tantangan dan isu-isu pertahanan dan keamanan di kawasan, memajukan transparansi dan keterbukaan dengan saling tukar informasi dan memajukan kerja sama bidang penanggulangan bencana.

Resolusi Konflik (Conflict Resolution) melalui pemajuan pembentukan mekanisme bagi penyelesaian sengketa secara damai (peaceful settlement of disputes) serta memajukan kerja sama regional untuk menjaga perdamaian dan stabilitas.

Pembangunan Perdamaian Pasca Konflik (Post Conflict Peace Building) melalui pemberian bantuan kemanusiaan di wilayah konflik.

Pertemuan ke-3 ADMM di Pattaya, Thailand, tanggal 25-26 Februari 2009, menyepakati 3 (tiga) dokumen yang akan menjadi rujukan kerjasama konkrit dalam kerangka ADMM, yaitu Kertas Konsep mengenai Pengunaan Aset Militer ASEAN dan Kapasitas Bantuan Kemanusiaan dan Penanggulangan

��

Bencana (Concept Paper on the Use of ASEAN Military Assets and Capacities in Humanitarian Assistance and Disaster Relief/HADR), Paparan Konsep mengenai Pendirian Pertahanan ASEAN dan Organisasi Masyarakat Sipil terhadap Keamanan Non-tradisional (Concept Paper on ASEAN Defence Establishments and Civil Society Organizations [CSOs] Cooperation on Non-Traditional Security), dan Paparan Konsep mengenai ADMM Plus: Prinsip Keanggotaan (Concept Paper on ADMM-Plus: Principles for Membership).

Terdapat tiga (3) kerja sama yang telah dilaksanakan dalam konteks ADMM yaitu :

a. Kerja sama dalam penanggulangan bencana alam yang merupakan usulan Indonesia yang diformulasikan dalam Kertas Konsep mengenai Penggunaan Aset Militer ASEAN dan Kapasitas Bantuan Kemanusiaan dan Bencana (Concept Paper on the Use of ASEAN Military Assets and Capacities in Humanitarian Assistance and Disaster Relief/HADR). Dalam konteks ini, Indonesia telah menjadi tuan rumah Workshop mengenai Penggunaan Aset Militer ASEAN dan Kapasitas HADR di Jakarta, tanggal 6-8 Oktober 2009.

Workshop mengesahkan peta jalan (roadmap) mengenai Penggunaan Aset Militer ASEAN dan Kapasitas HADR yang memaparkan tahapan proses untuk menyusun Standar Prosedur Operasional (SOP) dalam penggunaan kapasitas milisi dalam penanggulangan bencana. Selanjutnya, Komite Kerja Sama Bersama (Joint Cooperation Committee/JCC) akan dibentuk sebagai implementasi dari Kerangka kerja Pertemuan Informal Para Kepala Angkatan Pertahanan ASEAN (Workplan of the ASEAN Chief of Defence Forces Informal Meeting /ACDFIM). JCC mempunyai peran a.l. untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan keterlibatan militer dalam HADR.

Beberapa kegiatan yang menjadi tindak lanjutnya antara lain penyelenggaraan Table Top Exercise (TTEx) ARF di Bandung tanggal 4-7 Agustus 2010, penyelenggaraan

��

ADMM Table Top Exercise on HADR yang akan diselenggarakan Indonesia bekerja sama dengan Singapura pada awal 2011, Latihan Penanggulangan Bencana ARF (ARF Disaster Relief Exercise/ARF DiREx) tahun 2011 di Manado. Kegiatan-kegiatan tersebut juga akan digunakan sebagai referensi guna mengisi Bab VI terkait penggunaan kapasitas militer dalam Perjanjian Penanggulangan Bencana dan Tanggapan Keadaan Darurat ASEAN (ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response/AADMER).

b. Kegiatan terkait dengan kerja sama masyarakat madani (Civil Society Organizations/CSOs) dengan institusi pertahanan dalam penanggulangan masalah keamanan non-tradisional yang digagas Thailand. Melalui Kertas Konsep mengenai Pendirian Pertahanan ASEAN dan Organisasi Masyarakat Sipil terhadap Keamanan Non-tradisional, Thailand, bekerja sama dengan Malaysia, telah menyelenggarakan dua (2) kali Workshop yaitu Workshop mengenai Pendirian Pertahanan ASEAN dan Organisasi Masyarakat Sipil terhadap Keamanan Non-tradisional: Bantuan Kemanusiaan dan Bencana (International Workshop on ASEAN Defense Establishments and Civil Society Organizations Cooperation on Non-Traditional Security: Humanitarian Assistance and Disaster Relief) tanggal 7-10 Juni 2009, serta Workshop ke-2 pada 28-29 Juli 2010 di Bangkok. Workshop tersebut telah menghasilkan rekomendasi dan meningkatkan jejaring bagi upaya bersama menanggulangi ancaman keamanan non-tradisional.

c. Kerjasama industri pertahanan ASEAN yang digagas Malaysia melalui Paparan Konsep mengenai Promosi Kerja Sama Industrial antar Negara Anggota ASEAN (Concept paper on Promoting Defence Industrial Cooperation amongst ASEAN Member States).

Usulan dimaksudkan selain untuk membangun jejaring dan kerja sama industri pertahanan di antara negara-negara ASEAN, juga upaya mempromosikan potensi ASEAN dalam mencukupi kebutuhan alat-alat

��

pertahanan yang mandiri. Dalam kaitan ini, Malaysia telah menyelenggarakan Dialog Industri Pertahanan ke-1 (the 1st ASEAN Defence Industry Dialogue) yang diadakan pada tanggal 22 April 2010 di Kuala Lumpur.

Penyelenggaraan dialog tersebut dimaksudkan mem-peroleh perspektif tentang kemungkinan kerja sama di bidang industri pertahanan ASEAN. Dari dialog tersebut, muncul gagasan untuk mendirikan Dewan Industri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defence Industry Council) disamping pembentukan Kelompok Kerja Industri Pertahanan (Joint Working Group on Defence Industries) untuk mendorong upaya pengembangan kerja sama industri pertahanan di ASEAN.

Untuk pengembangan selanjutnya dari upaya tersebut, Malaysia bersama Indonesia akan bersama-sama mengembangkan Kertas Konsep Promosi Kerja Sama Pertahanan Industri antar Negara Anggota ASEAN (Concept Paper Promoting Defence Industrial Cooperation amongst ASEAN Member States) yang akan menjadi bahan pada Pertemuan ADMM tahun 2011 di Indonesia.

Sejalan dengan Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2011, maka Indonesia juga akan menjadi Ketua pada rangkaian pertemuan ADMM sepanjang tahun 2011. Dalam kaitan ini, Indonesia telah merencanakan berbagai kegiatan dan merancang jadwal pertemuan seperti ASEAN Defence Senior Official (ADSOM), ADSOM Working Group, ADMM, termasuk kemungkinan bila ada usulan pertemuan ADMM Plus Retreat, ADSOM Plus, maupun Pertemuan Kelompok Kerja Ahli (Expert Working Group). Jadwal tentatif resmi pertemuan dalam kerangka ADMM 2011 ini akan disirkulasikan setelah KTT ASEAN bulan Oktober 2010.

Terkait ADMM Plus, gagasan ini pertama kali dikemukakan oleh Singapura saat Inagurasi ADMM (Inaugural ADMM) di Kuala Lumpur, tanggal 9 Mei 2006. ADMM Plus dimaksudkan untuk meningkatkan penanganan isu keamanan lintas negara (transnational security issues) di kawasan untuk

��

menciptakan kawasan yang damai dan stabil. Melihat pada sensitivitasnya, Negara Anggota ASEAN menyepakati bahwa proses pembentukan ADMM Plus harus nyaman bagi semua (comfortable to all) dan ASEAN harus tetap menjadi kekuatan pendorong (driving force).

Pada Pertemuan ke-4 ADMM yang dilaksanakan pada tanggal 10-13 Mei 2010, di Hanoi, Vietnam, telah membahas konsep ADMM Plus dan menyepakati serta mengesahkan revisi konsep konfigurasi dan komposisi ADMM Plus. Selain itu, Pertemuan mendukung penyelenggaraan inagurasi ADMM Plus di Vietnam. Lebih lanjut, Pertemuan menyepakati dan mengesahkan revisi paparan konsep mengenai modalitas dan prosedur ADMM Plus.

Konsep ADMM Plus yang disepakati sementara mencakup 8 (delapan) negara, yaitu Australia, Cina, India, Jepang, Selandia Baru, Republik Korea, Rusia dan Amerika Serikat. Mitra Dialog ASEAN lainnya dapat dipertimbangkan apabila mereka memenuhi syarat keanggotaan dalam ADMM Plus sebagaimana telah dirumuskan pada Pertemuan ke-3 ADMM tahun 2009. Pertemuan juga mencatat dukungan negara-negara kepada Vietnam yang berharap dapat melaksanakan peresmian/inagurasi ADMM Plus yang dijadwalkan pada bulan Oktober 2010.

Pertemuan ke-4 ADMM menyepakati antara lain: Paparan Konsep mengenai ADMM Plus: Konfigurasi dan Komposisi (Concept Paper on ADMM Plus: Configuration and Composition); Paparan Konsep mengenai ADMM Plus: Modalitas dan Prosedur (Concept Paper on ADMM Plus: Modalities and Procedures), dan Deklarasi Bersama ADMM ke-4 (Joint Declaration of the 4th ADMM).

Pertemuan ADMM Plus menurut rencana akan dilaksanakan pada 12 Oktober 2011. Pertemuan ini akan dilakukan back-to-back dengan ADMM Retreat yang dijadwalkan pada 11 Oktober 2010 di Hanoi, Vietnam.

Untuk pelaksanaan ADMM Plus tersebut beberapa dokumen telah dipersiapkan antara lain:

��

a. Kertas Konsep ADMM Plus: Prinsip Keanggotaan (Concept Paper on ADMM Plus: Principles for Membership)

b. Kertas Konsep ADMM Plus: Konfigurasi dan Komposisi (Concept Paper on ADMM Plus : Configuration and Composition)

c. Kertas Konsep ADMM Plus: Modalitas dan Prosedur (Concept Paper on ADMM Plus: Modalities and Procedures)

d. Kertas Diskusi mengenai “Potensi, Prospek, dan Arah Kerja Sama Praktis dalam Kerangka ADMM Plus” (Discussion Paper on “the Potential, Prospect, and Direction of Practical Cooperation in the Framework of the ADMM Plus”)

e. Konsep Deklarasi Bersama mengenai Pertemuan Inagurasi ADMM Plus (Draft Joint Declaration on the inaugural meeting of the ADMM Plus).

Untuk mendukung kegiatan ADMM Plus, juga telah disepakati pembentukan modalitas kelembagaan tambahan seperti ADSOM Plus dan Kelompok Kerja Ahli mengenai isu-isu tertentu (Expert Working Group on certain issues). Untuk itu, maka pada ADSOM Retreat di Hanoi 4-6 Agustus 2010 disepakati perlunya pembuatan protokol atau aturan tambahan untuk operasionalisasi modalitas tersebut. Vietnam dan Singapura yang akan menyusun Konsep Protokol untuk Prosedur dan Modalitas (Draft Protocol for Procedures and Modalities) ADMM-Plus. Protocol diharapkan dapat memperkokoh keberadaan ADMM Plus dan lebih penting, menguatkan prinsip-prinsip dasar ASEAN (seperti sentralitas ASEAN dan Non-Interference).

5. Pertemuan Para Menteri bidang Hukum ASEAN (ASEAN Law Ministers Meeting/ALAWMN)

Pertemuan Para Menteri ASEAN Bidang Hukum (ASEAN Law Ministers Meeting /ALAWMM) dibentuk pada 12 April 1986 di Bali, Indonesia. Pembentukan ALAWMM didasarkan kepada

��

adanya keragaman sistem hukum yang ada di kawasan Asia Tenggara dan untuk itu harus dlakukan kerja sama di bidang hukum, terutama menyangkut permasalahan yang menjadi keprihatinan bersama. Kerja sama di bidang hukum ini meliputi tiga aspek, yaitu:

a. Pertukaran bahan-bahan mengenai masalah kriminal;

b. Kerjasama di bidang peradilan; dan

c. Pendidikan dan riset di bidang hukum.

Dengan mulai berlakunya Piagam, ASEAN telah berubah menjadi organisasi yang berbasis pada hukum. Untuk itu diperlukan peningkatan pemahaman mengenai sistem hukum khusus bagi penerapan Piagam di negara-negara ASEAN yang semakin diperlukan. Implementasi Piagam ASEAN memerlukan peningkatan kerja sama di bidang hukum antara lain melalui tukar-menukar informasi mengenai sistem hukum nasional negara-negara ASEAN. Dalam pertemuan terakhir di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, 20-21 Oktober 2008, telah dilakukan penandatanganan MLAT yang dinilai sebagai terobosan dalam upaya kerja sama di bidang hukum. Perkembangan ini melengkapi penandatangan ACCT pada tahun 2007 yang dimaksudkan sebagai kerangka penanganan permasalahan terorisme yang pada gilirannya akan mendukung penegakan hukum di kawasan. Pertemuan ALAWMM berikutnya akan digelar pada tahun 2011.

6. Pertemuan Para Menteri yang menangani Kejahatan Lintas-Negara ASEAN (ASEAN Ministerial Meting on Transnational Crime/AMMTC)

Pertemuan para Menteri yang menangani Kejahatan Lintas-Negara ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime/AMMTC) dibentuk pada tahun 1997 dan bertemu setiap dua tahun. AMMTC merupakan badan pengambil keputusan tertinggi dalam kerjasama ASEAN memberantas Kejahatan Lintas Batas (transnational crime/TC) dengan mekanisme Pertemuan Pejabat Tingkat Tinggi bidang Kejahatan Lintas-Negara (Senior Official Meeting

��

on Transnational Crime/SOMTC) sebagai sub-ordinasinya. Pertemuan dibentuk dalam upaya menangani kejahatan lintas batas yang mempengaruhi kawasan Asia Tenggara, seperti terorisme, perdagangan narkotika, penyelundupan senjata, pencucian uang, perdagangan manusia dan pembajakan, yang berpotensi untuk mengganggu perdamaian, kemakmuran dan kemajuan ASEAN..

Negara-negara ASEAN telah menyetujui disusunnya Rencana Aksi ASEAN untuk menanggulangi Kejahatan Lintas Batas (ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime) yang merupakan upaya untuk memerangi kejahatan lintas batas di kawasan ASEAN serta memperkuat komitmen dan kapasitas guna mencapai maksud tersebut. Rencana Aksi tersebut akan membentuk strategi kawasan yang kohesif untuk ; mencegah, mengendalikan, menetralisir kejahatan lintas batas; meningkatkan kerja sama kawasan dalam bidang investigasi, pendakwaan dan yudisial termasuk dalam upaya rehabilitasi pada pelaku; meningkatkan koordinasi di antara badan-badan di negara-negara ASEAN yang menangani kejahatan lintas batas; memperkuat kapasitas dan kapabilitas kawasan dalam menanggulangi bentuk-bentuk kejahatan lintas batas yang semakin canggih; serta mengembangkan perjanjian-perjanjian di tingkat kawasan dan sub-kawasan mengenai kerja sama dalam bidang keadilan di bidang kriminal, termasuk bantuan hukum dan ekstradisi.

Dalam pertemuan AMMTC di Siem Reap, Kamboja, 17 November 2009, Pertemuan menyepakati untuk menyelesaikan beberapa komponen di dalam Program Kerja Pertemuan Pejabat Senior Mengenai Kejahatan Lintas Batas (Senior Officials Meeting on Transnational Crime Work Programme) dan menyambut baik dibentuknya Sekretariat Kepala Kepolisian Nasional ASEAN (ASEAN Chiefs of National Police/ASEANAPOL) pada bulan Januari 2010. Pertemuan AMMTC juga menyepakati Rencana Aksi Komprehensif tentang Kontra Terorisme (ASEAN Comprehensive Plan of Action on Counter Terrorism/ACPoA on CT). Hasil penting lain yang disepakati dalam Pertemuan AMMTC ke-7 tersebut adalah disepakatinya

�0

Memorandum Kesepakatan ASEAN-China tentang Kerja Sama Isu Keamanan Non-tradisional (ASEAN-China MOU for Cooperation in Non-Traditional Security Issues). ACPoA on CT diharapkan dapat menjadi kerangka kerja implementasi Konvensi Kontra Terorisme ASEAN (ASEAN Convention on Counter Terrorism/ACCT) yang masih dalam proses ratifikasi oleh negara ASEAN. Negara-negara ASEAN yang telah meratifikasi ACCT adalah Singapura, Thailand, Filipina dan Kamboja. Indonesia saat ini masih dalam proses ratifikasi. Pertemuan AMMTC berikutnya akan diadakan pada 11 November 2011 di Bali, Indonesia.

Sebagai lead shepherd pemberantasan terorisme di ASEAN, telah memprakarsai Pertemuan ke-5 SOMTC ke-5 Working Group on Counter Terrorism (WG on CT) yang diselenggarakan di Bali pada 24-25 Februari 2010 guna menyelesaikan Program Kerja SOMTC di bidang pemberantasan terorisme (draft of counter terrorism component of the SOMTC Work Programme) periode 2010-2012. Pertemuan ke-5 SOMTC WG on CT ini merupakan pertemuan pertama setelah pengesahan Rencana Aksi Komprehensif tentang Kontra Terorisme (ASEAN Comprehensive Plan of Action on Counter Terrorism/ACPOA on CT). Penyelesaian program kerja tersebut merefleksikan komitmen yang tinggi dari negara-negara ASEAN dalam meningkatkan kerjasama penanggulangan isu terorisme.

7. Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF)

Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF]) disepakati pada 23-25 Juli 1993 di Singapura, pada saat penyelenggaraan Pertemuan para Menteri Luar Negeri dan Pertemuan dengan Mitra Wicara ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting and Post Ministerial Conference/AMM-PMC) yang ke-26. Selanjutnya ARF diresmikan di Bangkok pada tahun 1994.

Tujuan dari pembentukan ARF seperti yang tercantum pada Pernyataan Ketua ARF yang pertama (1994) adalah:

��

a. Meningkatkan dialog dan konsultasi yang konstruktif mengenai isu politik dan keamanan yang menjadi kepentingan dan keprihatinan bersama; dan

b. Untuk menghasilkan kontribusi yang signifikan terhadap upaya menuju peningkatan kepercayaan (confidence building) dan diplomasi pencegahan (preventive diplomacy) di kawasan Asia-Pasifik.

Pertemuan AMM yang ke-27 (tahun 1994) menyatakan bahwa “ARF dapat menjadi suatu forum konsultasi Asia-Pasifik yang efektif untuk memajukan dialog terbuka mengenai kerja sama politik dan keamanan di kawasan. Dalam konteks ini, ASEAN dapat bekerja sama dengan mitra-mitranya di ARF untuk menciptakan suatu pola hubungan antar negara di Asia Pasifik yang lebih dapat diprediksi dan juga bersifat konstruktif.

Pada tahun kesepuluh setelah pembentukan ARF, para menteri negara-negara yang terlibat dalam ARF bertemu di Phnom Penh pada tanggal 18 Juni 2003 dan menyatakan bahwa di tengah perbedaan yang besar antara negara-negara anggotanya, forum tersebut telah berhasil memperoleh sejumlah pencapaian yang berpengaruh terhadap pemeliharaan perdamaian, keamanan dan kerja sama di kawasan. Pernyataan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:a. Peranan ARF yang berguna sebagai tempat untuk

dialog dan konsultasi multilateral maupun bilateral serta pembentukan prinsip-prinsip dialog dan kerja sama yang efektif, yang meliputi penyusunan kebijakan dengan dasar konsensus, non-intervensi, kemajuan yang bertahap serta dapat diterima oleh semua negara anggota

b. Keinginan diantara para peserta ARF untuk membicarakan mengenai sejumlah isu keamanan di dalam secara multilateral

c. Rasa saling percaya yang dibangun secara bertahap melalui kerja sama

d. Pemupukan kebiasaan untuk mengadakan dialog dan konsultasi mengenai isu politik dan keamanan

��

e. Pemajuan transparansi melalui kegiatan pertukaran informasi terkait kebijakan pertahanan serta publikasi buku putih pertahanan tiap negara

f. Membangun jaringan antar pejabat-pejabat keamanan, pertahanan dan militer di tingkat nasional masing-masing negara peserta ARF

Negara-negara peserta ARF adalah sebagai berikut: Amerika Serikat, Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam, Cina, Filipina, India, Indonesia, Jepang, Kamboja, Kanada, Korea Selatan, Korea Utara, Laos, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, Rusia, Singapura, Selandia Baru, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste, Uni Eropa dan Vietnam.

Salah satu aktifitas yang dilakukan dalam konteks ARF adalah pada penanganan bencana. ARF pada tahun 2010 sedang mempersiapkan ARF Disaster Relief Exercise (DiREx) yang akan diselenggarakan di Manado, Indonesia tahun 2011. Pada Pertemuan Tingkat Menteri ARF ke-16 dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2009 di Phuket, Thailand, Menlu RI telah menyampaikan maksud Indonesia untuk menyelenggarakan suatu latihan lapangan dalam bidang penanganan bencana di Indonesia. Menanggapi hal itu, Jepang menyatakan kesiapannya untuk menjadi co-chair dan co-sponsor pada latihan yang direncanakan berlangsung di Manado, Maret 2011. Salah satu kegiatan untuk persiapan ARF DiREx 2011 adalah penyelenggaraan Initial Planning Conference (IPC) pada tanggal 23-27 Agustus 2010. Selain itu, juga diselenggarakan Konferensi Perencanaan Final/Survei Tempat (Final Planning Conference/Site Surveys [FPC/SS]) pada bulan Desember 2010 di Manado. Tujuan dari FPC/SS ini adalah untuk memastikan kelancaran pembangunan infrastruktur dan fasilitas bagi DiREx 2011.

Kerja sama dalam konteks ARF selain dalam bidang penanganan bencana alam, juga dalam bidang keamanan maritim (maritime security), kontra terorisme dan kejahatan lintas negara, non-proliferasi senjata nuklir, serta dalam konteks confidence-building measures and preventive diplomacy.

��

8. Dewan Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political Security Council/APSC Council) dan Dewan Koordinasi (ASEAN Coordinating Council)

Dewan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN mengada-kan pertemuan pertama pada 10 April 2009 di Pattaya, Thailand. Pertemuan Dewan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN diadakan sekurang-kurangnya dua kali setahun. Pada pertemuan ini, Indonesia diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dengan Menteri Luar Negeri sebagai wakilnya. Dewan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN didukung oleh para pejabat tinggi di bidang politik-keamanan.

Dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan dari Komunitas Politik-Keamanan ASEAN, Dewan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN bertugas untuk: a) menjamin pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di bidang politik-keamanan; b) mengoordinasikan kerja dari berbagai sektor yang berada di lingkup kerja sama politik-keamanan, dan isu-isu lintas Dewan Komunitas lainnya; dan c) menyerahkan laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN mengenai hal-hal terkait dengan perkembangan politik-keamanan.

Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council) terdiri dari Menteri Luar Negeri ASEAN dan bertemu sekurang-kurangnya dua kali setahun dengan tugas mengoordinasikan Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils). Dewan Koordinasi ASEAN didukung oleh pejabat-pejabat tinggi yang relevan.

Dewan Koordinasi ASEAN bertugas antara lain untuk: a) menyiapkan pertemuan-pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN; b) mengoordinasikan pelaksanaan perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN; c) berkoordinasi dengan Dewan-Dewan Komunitas ASEAN untuk meningkatkan keterpaduan kebijakan, efisiensi, dan kerja sama antar-mereka; d) mengoordinasikan laporan-laporan Dewan-Dewan Komunitas ASEAN kepada Konferensi

��

Tingkat Tinggi ASEAN; e) mempertimbangkan laporan tahunan Sekretaris Jenderal mengenai hasil kerja ASEAN; f) mempertimbangkan laporan Sekretaris Jenderal mengenai fungsi-fungsi dan kegiatan-kegiatan Sekretariat ASEAN serta badan-badan relevan lain; g) menyetujui pengangkatan dan pengakhiran para Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN berdasarkan rekomendasi Sekretaris Jenderal; dan h) menjalankan tugas-tugas lain yang diatur dalam Piagam ASEAN atau fungsi-fungsi lainnya seperti yang ditetapkan oleh Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN.

B. Komunitas Ekonomi

Bersamaaan dengan d i t a n d a t a n g a n i n y a ASEAN Charter, para pemimpin ASEAN juga menandatangani Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN yang merupakan master plan bagi ASEAN menuju terbentuknya Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) pada tahun 2015. Cetak Biru tersebut m e n g i d e n t i f i k a s i k a n langkah-langkah integrasi ekonomi yang akan

ditempuh melalui implementasi berbagai komitmen yang rinci dengan sasaran dan target waktu yang jelas. Target waktu tersebut terbagi dalam 4 (empat) fase yaitu 2008-2009, 2010-2011, 2012-2013 dan 2014-2015.

Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN memiliki 4 (empat) karakteristik utama, yakni untuk mewujudkan ASEAN sebagai:

1. Pasar tunggal dan basis produksi, dengan 5 (lima) elemen utama yaitu: (i) aliran bebas barang, (ii) aliran bebas jasa, (iii) aliran bebas investasi, (iv) aliran bebas tenaga kerja

33

Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council) terdiri dari Menteri Luar Negeri ASEAN dan bertemu sekurang-kurangnya dua kali setahun dengan tugas mengoordinasikan Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils). Dewan Koordinasi ASEAN didukung oleh pejabat-pejabat tinggi yang relevan.

Dewan Koordinasi ASEAN bertugas antara lain untuk: a) menyiapkan pertemuan-pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN; b) mengoordinasikan pelaksanaan perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN; c) berkoordinasi dengan Dewan-Dewan Komunitas ASEAN untuk meningkatkan keterpaduan kebijakan, efisiensi, dan kerja sama antar-mereka; d) mengoordinasikan laporan-laporan Dewan-Dewan Komunitas ASEAN kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN; e) mempertimbangkan laporan tahunan Sekretaris Jenderal mengenai hasil kerja ASEAN; f) mempertimbangkan laporan Sekretaris Jenderal mengenai fungsi-fungsi dan kegiatan-kegiatan Sekretariat ASEAN serta badan-badan relevan lain; g) menyetujui pengangkatan dan pengakhiran para Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN berdasarkan rekomendasi Sekretaris Jenderal; dan h) menjalankan tugas-tugas lain yang diatur dalam Piagam ASEAN atau fungsi-fungsi lainnya seperti yang ditetapkan oleh Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN.

B. Komunitas Ekonomi

Bersamaaan dengan ditandatanganinya ASEAN Charter, para pemimpin ASEAN juga menandatangani Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN yang merupakan master plan bagi ASEAN menuju terbentuknya Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) pada tahun 2015. Cetak Biru tersebut mengidentifikasikan langkah-langkah integrasi ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi berbagai komitmen yang rinci dengan sasaran dan target waktu yang jelas. Target waktu tersebut terbagi dalam 4 (empat) fase yaitu 2008-2009, 2010-2011, 2012-2013 dan 2014-2015.

Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN memiliki 4 (empat) karakteristik utama, yakni untuk mewujudkan ASEAN sebagai:

1. Pasar tunggal dan basis produksi, dengan 5 (lima) elemen utama yaitu: (i) aliran bebas barang, (ii) aliran bebas jasa, (iii) aliran bebas investasi, (iv) aliran bebas tenaga kerja terampil, dan (iv) aliran modal yang lebih bebas. Di samping kelima elemen tersebut, pasar tunggal dan basis produksi juga mencakup 2 (dua) komponen penting lainnya, yaitu Sektor Integrasi Prioritas (Sectors Integration Priority/PIS) dan kerjasama di bidang pangan, pertanian, dan kehutanan.

2. Kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, dengan 6 (enam) elemen utama yaitu : (i) kebijakan persaingan usaha, (ii) perlindungan konsumen, (iii) hak atas kekayaan intelektual (HKI), (iv) pembangunan infrastruktur, (v) perpajakan, dan (vi) e-commerce.

3. Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang setara, dengan 2 (dua) elemen utama yaitu: (i) pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), dan (ii) inisiatif integrasi ASEAN (Inisiative for ASEAN Integration/IAI).

ASEAN berperan dalam mengembangkan usaha kecil dan menengah. Sumber:

www.mediaindonesia.com

��

terampil, dan (iv) aliran modal yang lebih bebas. Di samping kelima elemen tersebut, pasar tunggal dan basis produksi juga mencakup 2 (dua) komponen penting lainnya, yaitu Sektor Integrasi Prioritas (Sectors Integration Priority/PIS) dan kerjasama di bidang pangan, pertanian, dan kehutanan.

2. Kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, dengan 6 (enam) elemen utama yaitu : (i) kebijakan persaingan usaha, (ii) perlindungan konsumen, (iii) hak atas kekayaan intelektual (HKI), (iv) pembangunan infrastruktur, (v) perpajakan, dan (vi) e-commerce.

3. Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang setara, dengan 2 (dua) elemen utama yaitu: (i) pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), dan (ii) inisiatif integrasi ASEAN (Inisiative for ASEAN Integration/IAI).

4. Kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global, dengan 2 (dua) elemen utama yaitu: (i) pendekatan terpadu terhadap ekonomi di luar kawasan, dan (ii) peningkatan partisipasi dalam jaringan pasokan global.

Keempat karakteristik di atas memiliki kaitan erat dan saling memperkuat satu sama lain. Untuk mewujudkan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, ASEAN harus memiliki daya saing ekonomi yang tinggi, baik secara individu antar negara anggota maupun sebagai kawasan dalam persaingan dengan kawasan atau negara lain. Untuk menciptakan kawasan yang berdaya saing tinggi, kesenjangan pembangunan antar negara anggota harus diperkecil sehingga setiap individu negara anggota ASEAN memiliki tingkat perkembangan ekonomi yang setara. Pencapaian atas ketiga hal tersebut sangat diperlukan untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang siap terintegrasi secara penuh ke dalam ekonomi global.

Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN juga memuat pedoman umum yang dituangkan dalam jadwal strategis, yakni tahapan pencapaian dari masing-masing karakteristik utama KEA. Untuk membentuk Komunitas Ekonomi ASEAN, ASEAN wajib melaksanakan kebijakan sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi yang terbuka (open), berwawasan ke luar (ourward-looking), inklusif

��

(inclusive), dan berorientasi pada pasar (market-driven) sesuai dengan aturan-aturan multilateral serta memperhatikan perbedaan tingkat pembangunan dan kesiapan masing-masing negara anggota ASEAN melalui penerapan formulasi ASEAN minus X. Selain itu, ASEAN harus patuh terhadap sistem berdasarkan aturan hukum (rules-based systems) agar pemenuhan dan implementasi komitmen-komitmen ekonomi dapat berjalan efektif.

Dalam rangka memantau implementasi Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, ASEAN telah mengembangkan mekanisme Scorecard sebagai alat untuk mengukur tingkat implementasi komitmen ekonomi ASEAN dan sekaligus sebagai alat komunikasi dengan para pemilik kepentingan mengenai keseriusan ASEAN dalam mewujudkan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Scorecard dimaksud memberikan gambaran komprehensif mengenai kemajuan yang telah dicapai ASEAN dalam mengimplementasikan Cetak Biru KEA pada tahun 2015. Negara-negara ASEAN telah menyepakati 4 bentuk AEC Scorecard yaitu untuk Kepala Negara/Pemerintah, Menteri, Pejabat Senior dan Masyarakat Umum.

Proses penyempurnaan scorecard hingga saat ini masih terus dilakukan oleh ASEAN bekerjasama dengan Institut Penelitian Ekonomi untuk ASEAN dan Asia Timur (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia/ERIA), sebuah lembaga riset yang membantu ASEAN dalam mempromosikan integrasi ekonomi ASEAN dan integrasi ekonomi Asia Timur yang lebih luas.

Pada Pertemuan AEM Retreat ke-16 di Putra Jaya, 27-28 Februari 2010, atas rekomendasi Gugus Tugas Tingkat Tinggi mengenai Integrasi Ekonomi (High Level Task Force on Economic Integration/HLTF-EI), AEM menyetujui usulan ERIA terkait dengan penajaman cakupan AEC Scorecard, yakni meliputi fasilitasi dan liberalisasi investasi, fasilitasi perdagangan (khususnya menyangkut efektivitas bea cukai termasuk implementasi National Single Window/NSW dan ASEAN Single Window/ASW), transportasi dan jasa logistik. Di samping itu, ERIA juga diminta untuk memfokuskan kajiannya pada langkah-langkah yang dapat dimplementasikan (implementable measures) dan hasil-hasil yang memiliki dampak tinggi (high impact outcomesi), serta mengelaborasi isu-isu terkait

��

dengan standardisasi dan kesesuaian (standards and conformances), dan sektor jasa yang mendukung terhadap peningkatan kualitas AEC Scorecard.

Terkait dengan capaian AEC Scorecard, Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota ASEAN yang telah memformalkan Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN ke dalam perangkat hukum nasional melakui Inpres Nomor 5/2008. Namun demikian, Indonesia mendapatkan capaian terendah dalam AEC Scorecard untuk periode 2008-2009 dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Urutan capaian AEC Scorecard periode 2008-2009 adalah Singapura (93,52%), Vietnam (92,53%), Malaysia (90.66%), Thailand (89%), Brunei Darussalam (85,96%), Kamboja (84,26%), Laos (83,49%), Philipina (81,14%) dan Indonesia (80,38%).

Permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam implementasi komitmen Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN periode 2008-2009 antara lain banyaknya persetujuan yang belum diratifikasi, kurang konsistennya Pemerintah RI dalam pemenuhan berbagai komitmen, dan masih banyak komitmen yang belum tertuang dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2008.

Pada akhir Mei 2010, Pemerintah RI akan menerbitkan Inpres baru mengenai Koordinasi Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN periode 2010-2011 sebagai kelanjutan dari Inpres Nomor 5/2008 tentang Fokus Program Ekonomi periode 2008-2009 yang telah habis masa berlakunya pada akhir 2009. Penerbitan Inpres fase ke-2 tersebut dimaksudkan untuk melihat sejauhmana Indonesia mengimplementasikan langkah-langkah (action lines) yang diamanatkan dalam AEC Blueprint pada periode 2010-2011.

Penerbitan Inpres merupakan bentuk keseriusan Pemerintah RI untuk melaksanakan komitmen dalam Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN sesuai dengan jadwal strategis yang telah ditetapkan. Namun demikian, rendahnya capaian scorecard Indonesia harus mendapatkan perhatian yang lebih serius, khususnya dari instansi-instansi teknis yang hingga saat ini belum menindaklanjuti langkah-langkah (action lines) yang menjadi ruang lingkup tugasnya.

��

1. Pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministers Meeting /AEM)

AEM merupakan badan tertinggi dalam menentukan kebijakan kerja sama ekonomi ASEAN. AEM bertugas untuk mewujudkan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi dan kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global.

AEM mengadakan pertemuan pertama pada bulan November 1975 di Jakarta. Sidang AEM diadakan sekali dalam setahun. Selain itu diadakan pula AEM Retreat (dua kali dalam setahun atau sesuai kebutuhan) dan Preparatory AEM menjelang pelaksanaan KTT. AEM didukung oleh Pertemuan Para Pejabat Tinggi Ekonomi ASEAN (ASEAN Senior Economic Officials Meeting atau SEOM) yang pertemuanya diadakan dua kali dalam setahun. Selain itu, AEM didukung oleh Gugus Tugas Integrasi Ekonomi ASEAN (High Level Task Force on Economic Integration atau HLTF-EI) dan Dewan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area Council).

Lingkup pembahasan dalam AEM mencakup isu-isu seperti perindustrian, perdagangan barang, perdagangan jasa dan investasi.

a. Kerjasama di Sektor Industri

Kerjasama di sektor industri merupakan salah satu sektor utama yang dikembangkan dalam kerjasama ekonomi ASEAN. Kerjasama tersebut ditujukan untuk meningkatkan arus investasi, mendorong proses alih teknologi dan meningkatkan keterampilan negara negara ASEAN, termasuk dalam bentuk pertukaran informasi tentang kebijaksanaan perencanaan indus¬tri nasional masing masing. Kerjasama ASEAN di sektor perindustrian diarahkan untuk menciptakan fasilitas produksi baru dalam rangka mendorong perdagangan intra ASEAN melalui berbagai skema kerjasama yang dikembangkan berdasarkan konsep resource pooling dan market sharing.

ASEAN Industrial Cooperation (AICO) yang ditandatangani pada bulan April 1996 dan berlaku efektif

��

pada bulan Nopember 1999 merupakan inisiatif kerjasama di sektor industri yang saat ini terus dikembangkan. AICO merupakan skema kerjasama antara dua atau lebih perusahaan di kawasan ASEAN dalam pemanfaatan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan, dalam rangka memproduksi suatu barang yang bertujuan meningkatkan daya saing perusahaan ASEAN. AICO menyediakan prasarana untuk menerapkan prinsip economic of scale and scope yang didukung oleh pajak yang rendah untuk meningkatkan transaksi di ASEAN, menumbuhkan kesempatan investasi dari dalam dan luar ASEAN, serta menciptakan pasar regional yang lebih besar. Perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan skema kerjasama ini antara lain akan mendapatkan preferensi berupa pengenaan bea masuk hingga 5%.

AICO diharapkan akan mendorong kerjasama industri antar negara ASEAN dan mendorong investasi pada industri berbasis teknologi dan kegiatan yang memberikan nilai tambah pada produk industri. AICO juga memberikan kesempatan luas kepada perusahaan di negara ASEAN untuk saling bekerjasama guna menghasilkan produk dengan menikmati preferensi tarif. Insentif lain yang juga diberikan kepada perusahaan yang bekerjasama dalam payung AICO berupa akreditasi kandungan lokal serta insentif non-tarif lainnya yang dapat diberikan oleh masing-masing negara anggota.

AICO tidak hanya diperuntukkan bagi perusahaan-perusahaan industri, tetapi juga untuk trading companies yang membantu pemasaran produk-produk industri kecil. Pada 21 April 2004 para Menteri Ekonomi ASEAN telah menandatangani Protocol to Amend the AICO Agreement yang mengatur perubahan/penurunan tarif preferensi yang diberikan untuk proyek-proyek AICO yang disetujui.

Mempertimbangkan urgensi dari skim AICO yang berlaku hanya sampai tahun 2009, AEM telah sepakat untuk memperpanjang masa berlaku skim AICO hingga tahun 2012. Namun demikian, mengingat adanya potensi masalah hukum di antara ketentuan dalam AICO Basic Agreement, CEPT

�0

Agreement dan ATIGA, Legal Experts on ATIGA di bawah koordinasi Coordinating Committee for the Implementation of CEPT Scheme for AFTA (CCCA) telah menyusun konsep the Second Protocol to Amend the Basic Agreement on ASEAN Industrial Cooperation Scheme and its Protocol dan saat ini masih menunggu konfirmasi persetujuan dari beberapa Negara anggota.

b. Kerjasama di Bidang Jasa

Bidang jasa memiliki peran strategis dalam perekonomian negara-negara ASEAN mengingat rata-rata 40% - 50% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara ASEAN disumbang oleh bidang ini. Bidang jasa juga merupakan sektor yang paling cepat pertumbuhannya di kawasan.

Dalam upaya meningkatkan kerjasama ekonomi melalui liberalisasi perdagangan di bidang jasa, Negara-negara ASEAN telah menyepakati dan mengesahkan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) pada tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand. Selanjutnya untuk menindaklanjuti kesepakatan tersebut, telah dibentuk Coordinating Committee on Services (CCS) yang memiliki tugas menyusun modalitas untuk mengelola negosiasi liberalisasi jasa dalam kerangka AFAS yang mencakup 8 (delapan) sektor, yaitu: Jasa Angkutan Udara dan Laut, Jasa Bisnis, Jasa Konstruksi, Jasa Telekomunikasi, Jasa Pariwisata, Jasa Keuangan, Jasa Kesehatan dan Jasa Logistik.

Indonesia mendorong liberalisasi bidang jasa melalui Tim Koordinator Bidang Jasa (TKBJ) di bawah Kementerian Perdagangan yang telah dibentuk melalui Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 288/M-DAG/KEP/3/2010, tanggal 5 Maret 2010. Sejak penandatangan AFAS hingga saat ini, Negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati 7 (tujuh) paket komitmen liberalisasi jasa. KTT ASEAN ke-14 di Cha-am, Thailand pada Februari 2009 telah menyepakati pengesahan paket ke-7 tersebut sebagai kelanjutan liberalisasi jasa di bawah AFAS. Prinsip, strategi dan modalitas untuk

��

liberalisasi jasa tersebut ditujukan guna mewujudkan realisasi bebasnya arus perdagangan jasa ASEAN dalam rangka pembentukan kawasan ekonomi terintegrasi “Komunitas Ekonomi ASEAN” tahun 2015. Integrasi perdagangan jasa ASEAN akan dilaksanakan dengan mengacu pada Cetak Biru Pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN yang juga telah disepakati pimpinan ASEAN pada kesempatan KTT ASEAN ke-13 di Singapura, November 2007.

Pertemuan CCS ke-56 pada tanggal 30 – 31 Oktober 2008 di Medan mencatat komitmen Negara-negara Anggota ASEAN dalam peningkatan offer pemenuhan komitmen paket ke-7 AFAS yang akan menggunakan parameter W/120 Universe list. Pertemuan CCS ke-57 telah diselenggarakan di Kuala Lumpur, pada 9 – 11 Februari 2009, yang membahas mengenai penandatangan Protocol to Implement the 7th Package Commitment under AFAS yang akhirnya disepakati dan ditandatangani pada KTT ASEAN ke-14 di Cha-am, Thailand pada Februari 2009.

Pembahasan modalitas dan besaran fleksibilitas merupakan isu yang penting terkait kendala Negara Anggota ASEAN dalam memenuhi threshold AFAS-7, sehubungan dengan hal tersebut pertemuan pertemuan melanjutkan pembahasan mengenai fleksibilitas yang ditetapkan dalam ASEAN Economic Community Blueprint sebesar 15%. Pada Pertemuan Khusus CCS di Bali, telah disepakati penerapan overall flexibilities berdasarkan persentase atas total Modes of Supply dan W/120 Universal List, namun belum disepakati mengenai besaran presentase yang akan digunakan.

Pertemuan CCS ke-58 di Bagan, Myanmar, telah memberikan beberapa rekomendasi yaitu: (i) presentase fleksibilitas overall flexibilities sebesar 15%, (ii) fleksibilitas tersebut akan digunakan pada AFAS paket ke-8, dan (iii) presentase fleksibilitas tersebut akan di review kembali pada 2011. Untuk modalitas pertemuan mencatat bahwa penerapannya tidak hanya digunakan pada Modes of Supply tertentu saja.

��

Pokok bahasan Pertemuan CCS ke-59 di Vientiene, Laos November 2009 antara lain meliputi penyelesaian Komitmen AFAS 7 pada akhir 2009, pemenuhan Komitmen AFAS 8 pada akhir 2010, penetapan Fleksibilitas Liberalisasi Jasa, parameter for liberalisation of the remaining limitation, free flow of skilled labour, private sector engagement, study of legal inconsistencies, priority integration service (PIS) dan matters related to services element in Free Trade Agreements Negotiations with Dialogue Partners.

Pertemuan CCS ke-60 di Brunei Darussalam, Maret 2010, membahas opsi parameter liberalisasi jasa yang akan diguanakan untuk Mode 3 (commercial presence) National Treatment, sedangkan untuk Mode 4 (presence of natural persons) masih belum dibahas lebih jauh. Hingga saat pertemuan, Negara ASEAN yang belum memenuhi threshold AFAS 7 adalah Filipina. Vietnam telah menyampaikan pemenuhan thresholdnya pada saat CCS ke-60, sementara Filipina berjanji menyelesaikannya sebelum KTT ASEAN ke-16, April 2010.

1) Integrasi Sektor Jasa Prioritas

ASEAN telah menetapkan 5 (lima) sektor jasa prioritas dari 12 sektor prioritas integrasi barang dan jasa yang akan diliberalisasi menjelang pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN 2015, yaitu: Jasa Kesehatan, Jasa Pariwisata, e-ASEAN, Jasa Logistik dan Jasa Transportasi Udara.

Target penghapusan hambatan dalam perdagangan bidang jasa di empat sektor prioritas bidang jasa adalah tahun 2010 untuk jasa perhubungan udara, e-ASEAN, kesehatan, dan pariwisata dan tahun 2013 untuk jasa logistik. Adapun liberalisasi bidang jasa seluruhnya ditargetkan pada tahun 2015.

Masing-masing sektor prioritas tersebut telah dilengkapi peta kebijakan (roadmaps) yang mengkombinasikan inisiatif-inisiatif khusus dengan inisiatif yang lebih luas

��

secara lintas sektor seperti langkah-langkah fasilitasi perdagangan.

Pada saat ini, Indonesia telah meratifikasi perjanjian payung, yaitu ASEAN Framework Agreement on the Priority Integration Sectors dan protokol-protokol perubahan dari perjanjian payung tersebut melalui Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2009, tanggal 11 Juni 2009.

Jasa logistik telah ditetapkan sebagai sektor prioritas kedua belas yang akan diliberalisasikan oleh ASEAN. Roadmap for Integration of Logistics Services telah ditandatangani pada Pertemuan ke-39 ASEAN Economic Ministers’ di Makati City, Filipina, pada tanggal 24 Agustus 2007.

Saat ini pemerintah Indonesia c.q. Kementerian Perdagangan telah membuat sebuah cetak biru liberalisasi sektor logistik Indonesia.Sebagai bagian dari upaya Pemri mempersiapkan liberalisasi di sektor logistik, Pemri dibawah koordinasi Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian telah menerapkan National Single Window (NSW) yang mensinergikan kerjasama seluruh instansi terkait seperti Kemhub, Kemdag, Kemkominfo, dan Bea Cukai.

2) Pengaturan Saling Pengakuan (Mutual Recognition Arrangements/MRA) di Bidang Jasa

Salah satu perkembangan yang relatif baru dalam integrasi ASEAN di bidang jasa adalah Pengaturan Saling Pengakuan (Mutual Recognition Arrangements/ MRA). ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) menegaskan pentingnya MRA dalam keseluruhan integrasi bidang jasa,

Pada KTT ASEAN ke-7 di Brunei Darussalam pada 5 November 2001, para pemimpin ASEAN memberikan mandat untuk memulai negosiasi MRA guna memfasilitasi

��

pergerakan penyedia jasa profesional di kawasan ASEAN. Selanjutnya pada Juli 2003, Coordinating Committee on Services (CCS) membentuk Ad-hoc Expert Group on MRA di bawah Kelompok Kerja Jasa Bisnis untuk mengkoordinasikan negosiasi MRA dimaksud.

Secara umum MRA (Mutual Recognition Arrangement) diartikan sebagai suatu kesepakatan saling pengakuan terhadap produk-produk tertentu antar dua atau beberapa negara untuk mempermudah kegiatan perdagangan – impor maupun ekspor – tanpa melalui dua atau beberapa kali pengujian.

Sementara dalam konteks kerjasama jasa ekonomi ASEAN, MRA merupakan kesepakatan untuk mengakui kualifikasi pendidikan, kualifikasi professional dan pengalaman. MRA dipergunakan untuk memudahkan perpindahan tenaga profesional antar negara-negara ASEAN, khususnya dalam rangka integrasi pasar dengan tetap mempertahankan kekhususan masing-masing negara. Kesepakatan ini juga dipergunakan untuk pertukaran informasi mengenai best-practice dalam standar dan kualifikasi.

Dalam ASEAN Economic Community Blueprint disebutkan bahwa salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mendukung liberalisasi sektor jasa adalah dengan pembentukan MRA. Dengan kata lain, untuk mendorong liberalisasi di bidang jasa, khususnya yang terkait dengan Moda 4 (Presence of Natural Person), maka dilakukan perundingan MRA untuk mendorong mobilitas tenaga kerja yang lebih bebas di kawasan ASEAN.

Tujuan pembentukan MRA adalah untuk menciptakan prosedur dan mekanisme akreditasi untuk mencapai kesamaan/kesetaraan serta mengakui perbedaan antar negara dalam hal pendidikan dan latihan, pengalaman, serta persyaratan lisensi untuk praktek profesi. Dengan tercapainya kesepakatan MRA, Negara-negara Anggota ASEAN akan memperoleh beberapa manfaat berupa:

��

pengurangan biaya, kepastian akses pasar, peningkatan daya saing, serta aliran perdagangan yang lebih leluasa.

Pengaturan MRA untuk berbagai bidang profesional di negara-negara ASEAN pada prinsipnya bersifat terbuka, sepanjang MRA profesi tersebut dipandang perlu dan dapat dilakukan.

Hingga saat ini terdapat 8 kesepakatan MRA di bidang jasa yang telah ditandatangani oleh Negara Anggota ASEAN:

c. Kerja sama ASEAN di Bidang Usaha Kecil dan Menengah

Usaha skala kecil dan menengah (UKM) mencakup 90 persen dari keseluruhan perusahaan di ASEAN. Kontribusi terhadap keseluruhan pembangunan ekonomi negara-negara anggota ASEAN sangat besar terutama dalam hal pendayagunaan pekerja dan penggerakkan pendapatan. Kerjasama ASEAN di bidang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) telah dirintis sejak tahun 1995, ditandai dengan dibentuknya Kelompok Kerja Badan UKM ASEAN (ASEAN Working Group on Small and Medium-size Enterprises Agencies). Dijadwalkan pertemuan working group dilakukan dua kali dalam setahun secara bergiliran. Dalam pertemuan pertamanya di Jakarta tanggal 24 April 1995 telah disahkan Rencana Aksi ASEAN bagi pengembangan UKM. Pertemuan ini juga menyepakati

39

Secara umum MRA (Mutual Recognition Arrangement) diartikan sebagai suatu kesepakatan saling pengakuan terhadap produk-produk tertentu antar dua atau beberapa negara untuk mempermudah kegiatan perdagangan – impor maupun ekspor – tanpa melalui dua atau beberapa kali pengujian.

Sementara dalam konteks kerjasama jasa ekonomi ASEAN, MRA merupakan kesepakatan untuk mengakui kualifikasi pendidikan, kualifikasi professional dan pengalaman. MRA dipergunakan untuk memudahkan perpindahan tenaga profesional antar negara-negara ASEAN, khususnya dalam rangka integrasi pasar dengan tetap mempertahankan kekhususan masing-masing negara. Kesepakatan ini juga dipergunakan untuk pertukaran informasi mengenai best-practice dalam standar dan kualifikasi.

Dalam ASEAN Economic Community Blueprint disebutkan bahwa salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mendukung liberalisasi sektor jasa adalah dengan pembentukan MRA. Dengan kata lain, untuk mendorong liberalisasi di bidang jasa, khususnya yang terkait dengan Moda 4 (Presence of Natural Person), maka dilakukan perundingan MRA untuk mendorong mobilitas tenaga kerja yang lebih bebas di kawasan ASEAN.

Tujuan pembentukan MRA adalah untuk menciptakan prosedur dan mekanisme akreditasi untuk mencapai kesamaan/kesetaraan serta mengakui perbedaan antar negara dalam hal pendidikan dan latihan, pengalaman, serta persyaratan lisensi untuk praktek profesi. Dengan tercapainya kesepakatan MRA, Negara-negara Anggota ASEAN akan memperoleh beberapa manfaat berupa: pengurangan biaya, kepastian akses pasar, peningkatan daya saing, serta aliran perdagangan yang lebih leluasa.

Pengaturan MRA untuk berbagai bidang profesional di negara-negara ASEAN pada prinsipnya bersifat terbuka, sepanjang MRA profesi tersebut dipandang perlu dan dapat dilakukan.

Hingga saat ini terdapat 8 kesepakatan MRA di bidang jasa yang telah ditandatangani oleh Negara Anggota ASEAN:

No M R A Tempat dan TanggalPenandatanganan

1 MRA on Engineering Services Kuala Lumpur, 9 Desember 20052 MRA on Nursing Services Cebu, Filipina, 8 Desember 2006 3 MRA on Architectural Services Singapura, 19 November 2007 4 Framework Arrangement for Mutual

Recognition on Surveying QualificationSingapura, 19 November 2007

5 MRA on Tourism Professional Hanoi, Vietnam, 9 Januari 20096 MRA on Accountancy Services Cha-am, Thailand, 26 Februari 2009

7 MRA on Medical Practitioners Cha-am, Thailand, 26 Februari 2009

8 MRA on Dental Practitioners Cha-am, Thailand, 26 Februari 2009

��

bahwa pada tahap awal kerjasama ASEAN di bidang UKM akan terfokus pada sektor manufaktur.

Sidang ke-31 AEM di Singapura tanggal 27 September – 2 Oktober 1999 telah menyepakati kerangka kerjasama yang melibatkan UKM dalam ASEAN Industrial Cooperation (AICO). Kerangka kerjasama ini didasari oleh pemahaman bahwa UKM sebagian besar melaksanakan fungsinya sebagai industri pendukung bagi perusahaan besar, di samping untuk memberikan kesempatan kepada UKM untuk berpartisipasi secara langsung dalam perdagangan intra ASEAN.

ASEAN Policy Blueprint for SMEs Development (APBSD) 2004-2014 telah disahkan pada Sidang ke-36 AEM di Jakarta, 3 September 2004. Policy blueprint tersebut bertujuan untuk menjamin adanya transformasi UKM ASEAN yang memiliki daya saing, dinamis, inovatif dalam rangka menuju integrasi ekonomi ASEAN. Tujuan tersebut telah dituangkan dalam aktivitas ASEAN Small and Medium Enterprise Agencies Working Group (SMEWG) guna merealisasikan tujuan yang hendak dicapai dalam APBSD. Pada pertemuan ke-22 SMEWG di Singapura, 27-28 Mei 2008, telah dibahas beberapa hal yang mencakup pembentukan common curriculum for entrepreneurship in ASEAN oleh Indonesia dan Singapura, rencana penyusunan ASEAN SME White Paper, dan implementasi SME Section dalam AEC Blueprint, serta kerja sama dengan mitra wicara.

Hal ini dapat diwujudkan melalui suatu cooperative framework yang melibatkan secara aktif peran sektor swasta di ASEAN disamping meningkatkan budaya wirausaha, inovasi dan networking di kalangan UKM, memberikan fasilitas kepada UKM untuk memperoleh akses informasi, pasar, SDM, kredit dan keuangan serta teknologi modern. Berdasarkan cetak biru tersebut telah dipilih lima bidang kerjasama strategis dalam pengembangan UKM ASEAN, yaitu pembangunan sumber daya manusia, dukungan dalam bidang pemasaran, bantuan dalam bidang keuangan, pengembangan teknologi, dan penerapan kebijakan yang kondusif.

Dalam perkembangannya, kerja sama ASEAN di sektor UKM lebih difokuskan pada tindak lanjut proyek peningkatan

��

kapasitas dan daya saing UKM di bawah payung Vientiane Action Plan dan ASEAN Policy Blueprint for SMEs Development (APBSD) 2004-2014, kerjasama dengan negara mitra wicara, serta hal berkaitan dengan prospek pengembangan UKM di tengah kemajuan kerja sama ekonomi ASEAN. Dari 20 proyek yang disepakati dalam APBSD, sembilan proyek di antaranya telah selesai, tiga sedang berjalan, tujuh dalam persiapan dan satu tidak dapat dilaksanakan. Proyek APBSD 2004-2014 yang belum dapat dilaksanakan pada umumnya disebabkan oleh belum jelasnya pendanaan bagi proposal yang telah masuk serta adanya permintaan sejumlah Mitra Wicara agar usulan proyek baru dapat dikaitkan dalam kerangka FTA dengan ASEAN.

Pada pertemuan ke-23 SMEWG yang telah berlangsung di Vientiane, Lao PDR bulan Nopember 2008, telah disepakati bahwa draft common curriculum for entrepreneurship in ASEAN akan diujicobakan di Myanmar dan Vietnam sebelum diterapkan di seluruh negara ASEAN. Pada pertemuan 25th ASEAN SMEWG disepakati bahwa common curriculum yang telah disusun tersebut sebagai referensi dalam rangka pengembangan kewirausahaan di masing-masing negara ASEAN. Sebagai langkah awal, masing-masing negara diharapkan mengembangkan pilot project untuk mengimplementasikan common curriculum tersebut untuk pengembangan kewirausahaan baik di kalangan dunia pendidikan maupun bagi UKM yang ada. Dalam rangka menindaklanjuti common curriculum ini sidang juga menyepakati untuk mendapatkan dukungan dari Jepang untuk melatih para dosen atau Training of Trainers dari Jepang.

Pertemuan tersebut juga menghasilkan beberapa persetujuan yang diamanatkan oleh Menteri Ekonomi ASEAN dan para pemimpin ASEAN di antaranya adalah ASEAN SMEs Strategic Plan of Action. Dalam Strategic Plan ini terdapat beberapa rencana aksi yang wajib ditindaklanjuti kedepan oleh masing-masing negara yang meliputi:(1) Access to finance. Beberapa rencana aksinya adalah CRS,

fasilitas pembiayaan bagi UMKM, dan pengembangan regional development fund for ASEAN SMEs;

��

(2) Promotion. Berkaitan dengan promosi, rencana aksinya antara lain (a) penetapan 1000 UKM terbaik di kawasan ASEAN di mana masing-masing negara menetapkan 100 UKM terbaiknya setiap tahun; (b) pemberian penghargaan kepada UKM inovatif yang menempati 5 rangking terbaik di masing-masing negara ASEAN; (c) pengembangan virtual exhibition SME portal;

(3) Facilitation. Beberapa rencana aksi yang berkaitan dengan facilitation adalah (a) mengembangkan SMEs Service Desk atau SMEs Service Centre dan diharapkan di masa mendatang SMEs Service Centre ini harus menjadi jejaring yang bisa diakses secara online oleh setiap UKM di kawasan ASEAN; (b) penyebarluasan informasi kegiatan pameran kepada seluruh negara anggota ASEAN dan memfasilitasi UKM untuk berpartisipasi dalam pameran tersebut;

(4) Access to Technology Development. Rencana aksi yang disepakati antara lain adalah (a) sharing informasi bidang teknologi untuk SME di ASEAN; (b) pengembangan UKM inovatif dan (3) pengembangan incubator technology; dan

(5) Pengembangan Sumberdaya Manusia. Beberapa rencana aksi terkait dengan pengembangan SDM adalah program pedampingan kepada UMKM (Business Development Services) dan pengembangan kewirausahaan.

2. Dewan Kawasan Perdangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area /AFTA) Council

Pelaksanaan tugas AEM juga didukung oleh Dewan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA) Council, yang dibentuk pada 11 September 1992. Lembaga ini bertanggung jawab untuk mengawasi, melaksanakan koordinasi, dan memberikan penilaian terhadap pelaksanaan Skema Tarif Preferensi Efektif Bersama (Common Effective Preferential Tarrif/CEPT) menuju Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN. AFTA Council juga bertugas untuk membantu mencari penyelesaian

��

terhadap berbagai sengketa perdagangan yang terjadi di antara negara-negara ASEAN.

a. Penghapusan Tarif

Pada Januari 1992, ASEAN telah menandatangani Persetujuan Skema Common Effective Preferential Tariff for ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) yang mengatur penurunan tarif bagi banyak produk yang diperdagangkan di kawasan sebesar 0-5% pada 2003 dan penghapusan tarif bagi seluruh produk dalam Inclusion List (IL) pada 2010 untuk ASEAN-6 dan 2015 untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam. Saat ini ASEAN-6 telah memberlakukan penghapusan tariff sejak 1 Januari 2010.

Berkaitan dengan perdagangan barang, AEM telah menandatangani ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) pada KTT ke-14 di Cha-am, Hua Hin, Thailand. ATIGA mengintegrasikan semua inisiatif ASEAN yang berkaitan dengan perdagangan barang ke dalam suatu comprehensive framework, menjamin sinergi dan konsistensi di antara berbagai inisiatif. ATIGA akan meningkatkan transparansi, kepastian dan meningkatkan AFTA-rules-based system yang merupakan hal yang sangat penting bagi komunitas bisnis ASEAN.

b. Fasilitasi Perdagangan

Dalam upaya meningkatkan perdagangan, ASEAN telah menandatangani Protocol 1-Designation of Tansit Transport Routes and Facilities. Implementasi Protocol dimaksud akan memfasilitasi transportasi barang-barang di kawasan serta tidak merintangi akses dan pergerakan kendaraan yang mengangkut barang-barang tersebut di kawasan ASEAN.

Terkait dengan fasilitasi perdagangan, Indonesia juga telah melakukan pembentukan Nasional Single Window (NSW) dan prototype dari ASEAN Single Window (ASW) yang merupakan salah satu upaya fasilitasi perdagangan di tingkat nasional dan ASEAN yang telah disepakati dalam Bali Concord II tahun 2003 untuk mempermudah dan mempercepat arus

�0

perdagangan dalam rangka mendukung proses pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community).

Indonesia telah mulai mengoperasikan sistem NSW melalui tahap uji coba pada bulan Nopember 2007. Dari hasil evaluasi yang dilakukan menunjukan hasil positif, yaitu waktu layanan menjadi lebih transparan, penggunaan sistem NSW telah mampu menyederhanakan prosedur dan mengefektifkan pelayanan, adanya kepuasan tingkat layanan dari pelaku usaha yang terlibat. Di samping itu, sistem NSW juga mulai diujicobakan dengan ASW pada Agustus 2008 ditandai adanya pertukaran dokumen kepabeanan.

Untuk impor, NSW dilaksanakan pada 5 pelabuhan dan 1 bandara yaitu Pelabuhan Batam, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, dan Belawan, serta Bandara Soekarno Hatta. Dengan adanya NSW proses perizinan ekspor impor rit dipercepat dari 40 hari menjadi 17 hari. Selain itu, masalah perizinan yang selama ini berada di 30 kementerian/lembaga telah diserahkan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam rangka one-single window management. Sedangkan untuk ekspor sudah dimulai pada Juli 2009 di Pelabuhan Tanjung-Perak, Surabaya.

Sedianya NSW diharapkan mulai dapat beroperasi pada akhir 2008 di negara-negara ASEAN+6, namun hingga kini baru Indonesia dan Singapura yang siap dan telah melaksanakan NSW. Sedangkan Malaysia, Thailand dan Philipina masih terus menyempurnakan kesiapan NSW-nya secara penuh. Brunei baru setengah siap. Sementara itu, untuk negara-negara CLMV, diharapkan NSW sudah dapat terbentuk pada 2012. Terkait hal itu, Vietnam saat ini sudah membuat master plan NSW dan mengaktifkan Working Group on NSW.

Sedangkan untuk ASW, sebagaimana telah disepakati bahwa ASW hanya dapat dioperasikan apabila masing-masing AMS sudah memiliki National Single Window (NSW). Dalam rangka menyiapkan ASEAN Single Window (ASW), ASW Steering Committee (ASW-SC) membentuk 2 Working Groups, yaitu ASW Working Group for Technical Matters (TWG) dan

��

ASW Working Group for Legal and Regulatory Matters (LWG). Dua Working Group tersebut bekerja atas arahan ASW-SC dan melaporkan hasilnya kepada ASW-SC;

Pada April 2009, TWG telah sukses membuat prototype dari ASW, yaitu berupa sistem Exchange Gateway beserta aplikasi perantara clientnya dengan metode Tersentralisasi (Federated). Prototype tersebut secara sukarela dibangun oleh Indonesia untuk dipergunakan oleh seluruh negara ASEAN. Exchange Gateway tersebut sudah diujicoba oleh Indonesia dan Malaysia untuk pertukaran data hampir 35000 data CEPT Form D (Certificate of Origin).

Dalam upaya pembangunan ASW, TWG juga telah menyiapkan proposal pilot project untuk meminta bantuan dari USAID dalam penyediaan linkage 10 negara ASEAN, berupa penyediaan infrastruktur yang terdiri dari 1 (satu) unit Gateway Server dan 10 (sepuluh) unit Satellite Server yang ditempatkan di masing masing negara.

Terkait dengan perkembangan penerapan sistem NSW di negara-negara anggota ASEAN, Indonesia termasuk yang paling maju dan menjadi negara pertama yang berhasil menerapkan secara “live” sistem NSW sesuai dengan ASW Technical Guide. Terkait dengan pengembangan ASW, Indonesia-Malaysia telah sukses melaksanakan uji coba ASW dengan pendekatan federated dan merencanakan pengembangan uji coba tersebut ke AMS lainnya.

Pertemuan ASW-SC di Hanoi pada Pebruari 2010 sepakat untuk melaksanakan ASW Pilot Project dengan menggunakan federated approach. ASW Pilot Project akan diikuti oleh 6 negara yaitu Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapore dan Vietnam. Sedangkan Kamboja, Laos, dan Myanmar sebagai observer; Thailand mempertimbangkan kembali keikutsertaannya. MoU on ASW Pilot Project telah disepakati dan akan ditandatangani secara referendum oleh pejabat setingkat Direktur Jenderal.

��

c. Realisasi AFTA

Terkait pilar single market dan production base yang merupakan pilar inti dari kerjasama ekonomi ASEAN, capaian ASEAN cukup signifikan dalam bidang arus perdagangan barang bebas yaitu penurunan rata-rata tarif dalam kerangka CEPT-AFTA dari 4.43% pada tahun 2000 menjadi 1.32% pada tahun 2008 dan selanjutnya pada tahun 2010 sekitar 99,11% dari produk yang masuk dalam Inclusion List (IL) sudah dihapuskan. Dengan ketentuan ini, maka tarif rata-rata Indonesia untuk CEPT-AFTA sudah mencapai 0,9% jauh lebih rendah dari tarif Most-Favoured Nation (MFN) Indonesia yang tercatat rata-rata sebesar 7,49%.

Sejak implementasi penuh CEPT-AFTA pada tahun 2002, perdagangan intra ASEAN meningkat cukup pesat. Total perdagangan Indonesia dan ASEAN akhir-akhir ini juga meningkat pesat dari US$ 188,5 milyar pada tahun 2007 menjadi sebesar US$ 266,2 milyar pada tahun 2008. Pada tahun 2008, ekspor Indonesia ke ASEAN mengalami kenaikan sebesar 20,1 persen.

AFTA telah mulai berlaku penuh sejak tanggal 1 Januari 2010 dengan dihapuskannya seluruh tarif atas produk-produk dalam Inclusion List (IL). Mengenai legal enactment Indonesia untuk tariff CEPT-AFTA, Pemri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tariff CEPT-AFTA yang berlaku efektif 1 Januari 2010.

Mengenai implementasi ASEAN Cosmetic Directives (ACD), saat ini Pemri masih terus mendorong UKM sektor kosmetik yang merupakan mayoritas pelaku usaha kosmetik Indonesia untuk dapat memenuhi persyaratan Good Manufacturing Process (GMP) agar dapat bersaing dengan produk kosmetik negara ASEAN lainnya. Penundaan implementasi ACD adalah sebagai bagian dari upaya instansi-instansi teknis terkait untuk melindungi UKM dan konsumen kosmetik di Indonesia.

��

d. Comprehensive Revised CEPT Rules of Origin

Sejak 1 Agustus 2008, ASEAN telah mengimplemen-tasikan Comprehensive revised CEPT Rules of Origin yang mencakup revisi terhadap teks CEPT ROO serta komponennya seperti Operational Certification Procedures, Product Specific Rules (PSRs) dan Certificate of Origin (CO) Form D. Revisi CEPT ROO termasuk revisi general rule of the CEPT Rules of Origin dari riteria single “Regional Value Content of 40 percent (RVC(40)” menjadi alternative co-equal rules of “Regional Value Content of 40 percent or Change in Tariff Headings (RVC(40) or CTH)”.

e. Kerja sama Kepabeanan

Selama 3 (tiga) tahun terakhir, ASEAN Customs Administrations terus melakukan upaya-upaya untuk mengimplementasikan Strategic Plan of Customs Development (SPCD) 2005-2010, khususnya dalam bidang cargo clearance, risk management, e-customs, facilitation of goods in transit, customs enforcement and human resource development. Disamping itu, ASEAN juga mengupayakan penyelesaian mengenai finalisasi Protocol 2 (Designation of Frontier Posts) dan Protocol 7 (Customs Transit Systems) guna memungkinkan implementasi penuh Framework Agreement on Facilitation of Goods in Transit and the establishment of the ASEAN Customs Transit System.

Sebagaimana diamanatkan dalam AEC Blueprint, dalam rangka menyederhanakan, mengharmonisasikan dan menstandardisasikan proses, prosedur, dan aplikasi ICT perdagangan dan kepabeanan, Negara Anggota sepakat untuk membentuk ASEAN Single Window (ASW) dimana 10 National Single Window (NSW) yang sudah beroperasi terintegrasi dalam ASW.

Kelompok Kerja Tehnik (Technical Working Group/TWG) pembentukan ASW sudah menghasilkan prototype dari ASW, yaitu berupa sistem Exchange Gateway dengan aplikasi perantara clientnya dengan metode terdesentralisasi

��

(federated). Exchange Gateway tersebut sudah diujicoba oleh Indonesia dan Malaysia untuk pertukaran hampir 35000 data CEPT Form D (Certificate of Origin). Pada awal terbentuknya Exchange Gateway, negara-negara seperti Filipina, Brunei, dan Singapura telah berkesempatan mengujicobanya untuk berkomunikasi.

Dalam upaya pembangunan ASW, saat ini TWG juga telah menyiapkan proposal pilot project untuk meminta bantuan dari USAID dalam penyediaan linkage 10 negara ASEAN, berupa penyediaan infrastruktur yang terdiri dari 1 (satu) unit Gateway Server dan 10 (sepuluh) unit Satellite Server yang ditempatkan di masing masing negara. ASW Steering Committee (ASW-SC) telah sepakat untuk melaksanakan ASW Pilot Project dengan menggunakan pendekatan desentraslisasi (federated approach), project ini akan diikuti oleh 6 negara yaitu Brunei Darussalam, Indoensia, Malaysia, Filipina, Signapura dan Vietnam. Thailand hingga saat ini sedang mempertimbangkan kembali keikutsertaannya. Sedangkan Kamboja, Laos dan Myanmar akan iktu serta sebagai observer. Prototype pilot project tersebut secara sukarela telah dibangun oleh Indonesia untuk dipergunakan oleh seluruh negara ASEAN.

f. Standards, Technical Regulations and Conformity Assessment Procedures (STRACAP)

Dalam rangka memfasilitasi implementasi priority sectors, ASEAN telah mengimpelementasikan sejumlah ASEAN Sectoral Mutual Recognition Arrangement (MRA). Hingga tahun 2009, di bidang produk barang, Indonesia telah menandatangani 3 (tiga) MRAs, yaitu di bidang Cosmetics, Electrical and Electronic Equipment serta Pharmaceutical dan Good Manufacturing Practice (GMP) Inspection of Manufacturers of Medicinal Products. Sedangkan untuk bidang jasa, Indonesia telah menandatangani 9 (sembilan) MRAs yaitu Engineering, Nursing, Architectural, Surveying Qualification, Tourism Professional, Dental Practitioners, Medical Practitioners, dan Accountancy.

��

g. Perkembangan Pembentukan FTA ASEAN Dengan Negara-negara Mitra Wicara

1. ASEAN–China Free Trade Agreement (ACFTA)

Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between The Association of Southeast Asian Nations and The Peoples Republic of China ditandatangani pada KTT ASEAN ke-10 di Phnom Penh, Kamboja tanggal 4 November 2002.

Tujuan Framework Agreement ini adalah untuk (a) memperkuat dan meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak; (b) meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan tariff; (c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; (d) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak.

Sebagai tindak lanjut dari Framework Agreement tersebut, Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN di Vientiane, Lao PDR, tanggal 29 November 2004, bersamaan dengan ditandatanganinya Dispute Settlement Mechanism Agreement. Perjanjian Trade in Goods tersebut mencakup pengurangan atau penghapusan tariff barang yang dibagi dalam dua kategori yaitu Normal Track dan Sensitive Track.

Perjanjian ASEAN-China ini akan menjadikan potensi pasar yang sangat besar bagi 1,9 milyar jumlah penduduk dengan GDP mencapai sebesar USD 6 trilyun. Perjanjian ini dapat memberikan signal positif bagi dunia internasional bahwa ASEAN dan China bekerjasama dalam mengatasi krisis keuangan global.

Menurut Statistik Sekretariat ASEAN, nilai perdagangan ASEAN-China pada tahun 2008 mencapai sebesar USD

��

192,5 milyar. Sedangkan menurut data statistik China, nilai perdagangan ASEAN-China pada tahun yang sama mencapai sebesar USD 231 milyar atau tumbuh sebesar 14 persen. Dengan pertumbuhan tersebut, China merupakan partner dagang ketiga terbesar ASEAN dengan share perdagangan mencapai 11 persen dari total perdagangan ASEAN. Pada periode yang sama, nilai Investasi Asing Langsung (FDI) ASEAN-China tercatat lebih dari USD 60 milyar.

Volume perdagangan bilateral Indonesia-China dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Share ekspor Indonesia ke China dari total ekspor Indonesia mengalami peningkatan dari 6,43 persen pada tahun 2004 menjadi sebesar 9,87 pada tahun 2009. Pada periode yang sama share impor dari China ke Indonesia juga meningkat dari 8,81% menjadi sebesar 12,02 persen. Ekspor komoditas unggulan seperti minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO), kakao, dan gelas terus mengalami peningkatan seiring pemberlakuan penghapusan tarif. Sejalan dengan meningkatnya perdagangan bilateral kedua negara, arus investasi langsung dari China ke Indonesia mengalami peningkatan yang cukup berarti. Begitupula dengan investasi dari Indonesia ke China.

Indonesia tetap konsisten melaksanakan komitmen yang telah disepakati sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan juga menyepakati perlunya melakukan upaya perlindungan terhadap produk-produk dalam negeri yang mengalami defisit. Dalam rangka melindungi industri dalam negeri, pemerintah telah membentuk tim teknis yang dipimpin oleh Menko Perekonomian. Tim teknis ini terdiri dari berbagai instansi terkait, pelaku usaha dan akademisi yang akan bertugas menangani secara khusus hal terkait dengan 3 (tiga) strategi non-tarif, yaitu: pengamanan pasar domestik, pengamanan pasar ekspor, dan penyelesaian isu-isu domestik.

Selain itu, ASEAN dan China juga telah menandatangani Memorandum of Understanding between ASEAN and

��

the Government of the People’s Republic of China on Strengthening Sanitary and Phytosanitary Cooperation oleh Sekjen ASEAN atas nama negara anggota ASEAN dan Minister General Administration of Quality Supervision, Inspection and Quarantine, China di sela-sela KTT ASEAN ke-13.

Sementara itu, Agreement on Trade in Services dan Second Protocol to Amend the Framework Agreement ditandatangani pada bulan Januari 2007 di Cebu, Filipina. Hingga saat ini baru 6 negara yang telah meratifikasi termasuk Indonesia yang meratifikasi melalui Keppres Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2008 tanggal 26 Pebruari 2008.

Pertemuan Konsultasi SEOM-MOFCOM di sela-sela SEOM 2/41 di Bali, 22-26 Maret 2010 membahas Protokol Persetuuan Barang mengenai revisi Operational Certification Procedures (OCP) serta Protokol Persetujuan Jasa paket ke-2 yang rencananya akan ditandatangani pada Agustus 2010.

Sementara itu, Persetujuan Investasi ASEAN-Cina ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2009 pada pertemuan ke-41 AEM di Bangkok, Thailand. Persetujuan ini merupakan persetujuan utama ke-3 yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam kerangka ASEAN-China Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation setelah Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation yang ditandatangani pada 2004 dan ASEAN-China Agreement on Trade in Services yang ditandatangani pada 2007. Persetujuan ini dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan arus investasi dari kedua belah pihak yang merupakan emerging economies dengan prospek ekonomi yang kuat.

Pada KTT ASEAN ke-13 para Pemimpin ASEAN menekankan pentingnya kerjasama ASEAN-China yang

��

tentunya akan memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat di kawasan Asia, khususnya ASEAN dan China. Bukti nyata pertumbuhan ekonomi termaksud ditandai dengan meningkatnya volume perdagangan ASEAN-China dari US$ 160 miliar pada tahun 2006 menjadi US$ 192,5 milyar pada 2008.

Dengan persetujuan ini diharapkan pasar bersama sebesar 1,9 miliar orang dengan PDB gabungan sebesar US$ 6 triliun dapat tercipta. Per Juni 2009 nilai kumulatif investasi ASEAN-Cina tercatat sebesar US$ 60 miliar. Investasi Cina di ASEAN saat ini mencapai 2,4% dari total arus investasi asing langsung (Foreign Direct Investment (FDI)) di ASEAN.

Selain itu, guna mendukung pembangunan infrastruktur dan interkonektivitas di kawasan, khususnya di sektor energi dan teknologi informasi, Cina telah mengeluarkan komitmen dana sebesar US$ 10 miliar melalui pembentukan ASEAN-China Investment and Cooperation Fund yang dikelola oleh Bank Exim China. Terkait penyelesaian prosedur internal pemberlakukan perjanjian investasi ACFTA, instansi teknis terkait di pemerintah Indonesia saat ini masih dalam proses ratifikasi perjanjian dimaksud.

2. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP)

Pada tahun 2002 di Phnom Penh, para pemimpin ASEAN dan Jepang telah menyepakati pembentukan ASEAN–Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP). Kemitraan ini diperkuat dengan adanya penandatanganan Framework for Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and Japan pada tanggal 8 Oktober 2003 di di Bali. Framework for CEP ini merupakan dasar bagi perundingan AJCEP.

AJCEP resmi dibentuk pada KTT ASEAN–Japan tahun 2007. AJCEP diharapkan dapat menciptakan peluang

��

dan memperkuat kerjasama ekonomi antara Jepang dan ASEAN. Persetujuan AJCEP tersebut membahas kerja sama ekonomi seperti perdagangan barang, jasa, dan investasi. Akan tetapi, ketentuan perdagangan yang spesifik yang dibahas pada AJCEP hanya perdagangan barang berikut dengan timeline dari masing-masing pihak. Ketentuan perdagangan jasa dan investasi didiskusikan sesudahnya.

Pertemuan konsultasi ke-16 AEM dengan Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang di sela-sela pertemuan AEM ke-41, 15-16 Agustus 2009 di Bangkok, batal dilaksanakan karena menteri Jepang berhalangan hadir. Dalam kesempatan tersebut, ASEAN akhirnya membahas beberapa hal terkait status pelaksanaan Persetujuan AJCEP serta negosiasi sektor jasa dan investasi antara ASEAN dan Jepang.

Produk yang diperdagangkan sebagaimana di dalam Persetujuan AJCEP adalah semua komoditas yang terklasifikasi di dalam sistem kodefikasi Harmonized System (HS). Komoditas sebagaimana dalam kodefikasi HS, di antaranya binatang hidup (animal) berikut produk olahannya (susu, daging, dll), sayur-mayur dan produk turunannya, foodstuff (daging olahan, minuman, makanan siap olah, dll), produk mineral (timah, nikel, tembaga, dll), bahan kimia, plastik dan karet berikut produk olahannya, barang-barang dari kulit (raw hides, skins, leather, furs), kayu dan produk dari kayu, tekstil, footwear/headgear, barang-barang dari batu (stone/glass), besi, baja, dan mesin-mesin (machinery/electrical), sarana transportasi, produk manufaktur, hingga produk jasa. Seluruh komoditas di dalam HS inilah yang berada dalam cakupan Perjanjian AJCEP.

Jepang adalah salah satu mitra pembangunan bagi ASEAN, dimana Jepang telah memberikan bantuan teknik melalui berbagai kerangka kerjasama seperti

�0

Japan – ASEAN Exchange Programme (JAEP) dan Japan – ASEAN General Exchange Fund (JAGEF). Selain itu, berbagai kerjasama pembangunan juga diberikan untuk mendukung Initiative for ASEAN Integration (IAI), sumber daya manusia, kepemudaan, dan pembangunan Mekong Basin. Di bawah program IAI, Jepang membantu pembangunan seperti sub regional Greater Mekong, dimana Jepang akan meningkatkan ODA ke wilayah Mekong sampai dengan tahun 2010, dan juga ke kawasan pertumbuhan Brunei Darussalam – Indonesia – Malaysia – Philippines – East ASEAN Growth Area (BIMP – EAGA).

Indonesia telah meratifikasi Perjanjian AJCEP dengan Perpres No.50/2009 pada tanggal 19 November 2009 dan menyampaikan notifikasi pada 22 Desember 2009. Akan tetapi, perjanjian AJCEP yang semestinya berlaku pada tanggal 1 Maret 2010 ditunda implementasinya, karena Indonesia dan Jepang belum menuntaskan perundingan mengenai transposisi tarif.

3. ASEAN–Korea Free Trade Agreement

Hubungan kerjasama ASEAN-ROK dimulai melalui dialog sektoral pada November 1989 dan Korea mendapatkan status sebagai mitra wicara penuh pada ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-24 di Kuala Lumpur Juli 1991. Dengan semakin meningkatnya kemitraan ASEAN-ROK, statusnya kemudian ditingkatkan menjadi mitra ASEAN tingkat KTT pada 1997 di Kuala Lumpur. Sejak itu, hubungan ASEAN - ROK semakin meluas dan mendalam.

Hubungan tersebut mencapai tahapan baru dengan ditandatanganinya Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership pada KTT ASEAN-ROK ke-8 di Vientiane pada 30 November 2004, serta 2 (dua) perjanjian penting yakni Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation dan Dispute

��

Settlement Mechanism under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Partnership di Kuala Lumpur pada 13 Desember 2005.

Tujuan utama dari Framework Agreement tersebut adalah untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi dengan meliberalisasikan dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa, serta menciptakan rezim investasi yang transparan, bebas, dan fasilitatif. Persetujuan tersebut juga bertujuan untuk memperluas cakupan kerjasama dan mengembangkan langkah-langkah dalam mempererat kerjasama dan integrasi ekonomi; memfasilitasi integrasi Negara-negara Anggota ASEAN yang baru dan menjembatani perbedaan tingkat pembangunannya; serta mengembangkan kerangka kerjasama untuk lebih meningkatkan hubungan ekonomi antara ASEAN dan Korea.

ASEAN-Korea Agreement on Trade in Goods (TIG) under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation ditandatangani di Kuala Lumpur pada 24 Agustus 2006 oleh Korea dan seluruh negara anggota ASEAN, kecuali Thailand. Tujuan dari perjanjian ini adalah penghapusan tarif oleh setiap negara untuk hampir seluruh produk. Korea akan menghapus tarifnya pada 2010. Jadwal penghapusan tarif untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand akan diselesaikan pada 2010, dengan fleksibilitas sebesar 5% yang akan sepenuhnya dihapuskan pada 2012. Vietnam dan Kamboja dijadwalkan untuk menyelesaikan penghapusan tarif pada 2016 dengan fleksibilitas 5% sampai dengan 2018, serta Lao PDR dan Myanmar dijadwalkan untuk menghapus tarif pada 2018 dengan fleksibilitas 5% sampai 2020.

ASEAN-ROK Agreement on Trade in Services (TIS) under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation ditandatangani di Singapura pada 21 November 2007 oleh Korea dan seluruh negara anggota ASEAN, kecuali Thailand. Tujuan dari perjanjian

��

ini adalah untuk meliberalisasikan perdagangan jasa di berbagai sektor antara Negara Anggota ASEAN dan Korea. Tingkat komitmen liberalisasi dalam perjanjian ini lebih tinggi dibandingkan dengan komitmen yang diberikan dalam General Agreement on Trade in Services (GATS) – WTO. Oleh karenanya komitmen dalam perjanjian ini dikenal dengan prinsip “GATS Plus”.

Selain dimaksudkan untuk meningkatkan perdagangan di sektor jasa, Perjanjian ini juga diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi di kawasan, terutama di 11 sektor jasa yang telah disepakati komitmennya, antara lain : jasa bisnis; komputer; penelitian dan pengembangan; jasa telekomunikasi; konstruksi; distribusi; pendidikan; lingkungan; keuangan; pariwisata dan perjalanan; serta transportasi.

Thailand masuk menjadi participating country AKFTA dengan menandatangani the Protocols on Accession of Thailand into the Trade in Goods Agreement and Trade in Services Agreement pada 27 Februari 2009 di Hua Hin, Thailand.

ASEAN dan Korea telah menandatangani Agreement on Investment under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation among the Government of Republic of Korea and the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations pada saat ASEAN-Korea Commemorative Summit di Jeju Island, Korea pada tanggal 1 – 2 Juni 2009.

Sejak pertama kali dimulainya hubungan ASEAN – ROK melalui dialog sektoral pada 1989, kerjasama kedua pihak terus mengalami peningkatan sehingga menjadikan Korea sebagai salah satu Mitra Wicara ASEAN yang paling dinamis. Penandatanganan Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership pada November 2004 dan Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation pada Desember 2005 merupakan platform bagi ASEAN dan Korea untuk mengkonsolidasikan kerjasama di berbagai bidang.

��

Selanjutnya ASEAN – Korea memiliki sebuah platform baru sebagai landasan untuk lebih memperkokoh kerjasamanya, yakni ASEAN-ROK Centre yang secara resmi didirikan di Seoul pada 13 Maret 2009. Pendirian ASEAN-ROK Centre ini merupakan tonggak penting (milestones) yang akan menempatkan ASEAN – Korea sebagai mitra strategis ke jenjang hubungan yang lebih tinggi, khususnya dalam rangka meningkatkan volume perdagangan, investasi, pariwisata dan pertukaran budaya antara Korea dengan 10 negara Anggota ASEAN.

4. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA)

Terkait dengan ASEAN-Australia-New Zealand FTA (AANZ FTA), setelah dilakukan perundingan sejak 3 (tiga) tahun terakhir sudah dapat dikatakan selesai kecuali berkaitan dengan ”market access” untuk sektor otomotif. Dalam kaitan ini, Australia mengharapkan agar jika market access dimaksud belum dapat disepakati maka AANZ FTA dapat ditandatangani pada bulan Desember mendatang. Sedangkan isu-isu bilateral yang belum dapat diselesaikan akan diselesaikan setelah AANZ FTA ditandatangani.

Dalam kaitan ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah konsekwensi hukum ditandatanganinya AANZ FTA apabila belum dapat disepakati/diselesaikannya komitmen bilateral dengan Australia dan New Zealand, mengingat offer dan request Australia serta New Zealand kepada Indonesia belum disepakati.

Di samping itu, AANZ FTA menyisakan permasalahan lain, yaitu menyangkut 2 (dua) MOU mengenai labour dan environment yang diharapkan oleh New Zealand dapat ditandatangani oleh Indonesia dan New Zealand sebelum ditandatanganinya AANZ FTA. Kedua MOU tersebut masih dibahas dan dipelajari lebih lanjut oleh pihak Depnaker serta Kementerian Lingkungan Hidup.

��

a. Transposisi AANZFTA Tariff Reduction Schedule ke dalam HS 2007.Hingga saat ini baru Australia, New Zealand, Thailand, Vietnam, dan Philippines yang telah menyelesaikan proses transposisi, dan dapat diterima seluruh pihak setelah melalui proses verifikasi.Indonesia masih melakukan konsultasi trilateral dengan Australia dan New Zealand guna memverifikasi transposisi ke dalam HS 2007. Sejauh ini terdapat 335 pos tarif hasil transposisi Indonesia yang belum dapat diterima Australia dan New Zealand. Ke tiga negara telah sepakat untuk secara bersama mencari solusi terhadap masalah ini.

b. RatifikasiAANZFTANegara anggota ASEAN yang sedang dalam proses penyelesaian ratifikasi adalah Kamboja, Indonesia, Laos, dan Malaysia.

c. AANZFTA Economic Cooperation Work Programme (AECWP)AECWP akan terdiri dari dua komponen yaitu (i) pembentukan, operasionalisasi, dan penyediaan dukungan dana bagi AANZFTA Support Unit di Sekretariat ASEAN, dan (ii) penyediaan dana untuk program kerjasama ekonomi tahunan yang telah mendapatkan persetujuan FTA Joint Committee. Pemerintah Australia mempersiapkan dana sekitar A$ 20 juta untuk AECWP yang pencairannya dilakukan secara tahunan selama lima tahun.AANZFTA Support Unit dibentuk di Sekretariat ASEAN pada bulan Januari 2010. Sementara itu, telah disepakati pioritas program kerjasama ekonomi pada tahun 2010 yaitu (i) ROO workshop on chemical reaction rule, (ii) workshop on monitoring the utilization of AANZFTA CO Form, (iii) workshop on two-annex approach in scheduling of Reservation List under the Investment Chapter, (iv) capacity

��

building in implementing commitments under the Trade in Service Chapter, (v) public outreach to enable the private sector especially the SMEs to comply with the AANZFTA requirements.

5. ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA)

Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and India ditandatangani pada tanggal 8 Oktober 2003. Indonesia sendiri masih dalam proses meratifikasi perjanjian tersebut.

Di bawah payung perjanjian tersebut, ASEAN dan India pada 2009 menyepakati: Agreement on Trade in Goods under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of India; Protocol to Amend the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of India; Agreement on Dispute Settlement Mechanism under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of India; dan Understanding on Article 4 of the Agreement on Trade in Goods under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of India.

ASEAN dan India saat ini sedang mengupayakan penyelesaian perjanjian kerja sama di sektor jasa dan investasi.

6. ASEAN-United States Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA)

Kerjasama ASEAN dengan Amerika Serikat (AS) dimulai sejak tahun 1977 yang berfokus pada kerjasama di bidang ekonomi, perdagangan, dan pembangunan. Pada November 2002 di Manila dalam AEM-USTR

��

Informal Meeting disepakati gagasan “Enterprise for ASEAN Intiative” (EAI) sebagai dasar pembentukan US – ASEAN Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) secara regional. Melalui TIFA, AS menawarkan peningkatan kerja sama perdagangan dan investasi dengan pembentukan FTA bilateral dengan negara ASEAN yang mencakup sembilan sektor kerja sama, yaitu Trade and Investment Facilitation; Agriculture, HRD and Capacity Building, IPR, Standards, ICT, Customs, SMEs, dan Biotechnology.

Pada pertemuan ke-38 AEM di Kuala Lumpur, 25 Agustus 2006, telah ditandatangani Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA) untuk mendorong kerja sama perdagangan dan investasi. Selain itu, ASEAN-AS sepakat membentuk Joint Council on Trade and Investment dengan mengadakan pertemuan setidaknya setahun sekali guna menindaklanjuti implementasi dari kesepakatan tersebut, antara lain mengkaji ulang hubungan ASEAN-AS dengan mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan perdagangan dan investasi, penyelesaian secara damai mengenai isu yang mungkin timbul karena perbedaan interpretasi dan implementasi, mendirikan program kerja di bidang perdagangan, investasi dan isu-isu lainnya serta memonitor perkembangan pelaksanaannya.

Di bulan Oktober 2007 USTR mengajukan kepada Indonesia wilayah kerja sama baru, yaitu a) situs internet mengenai iklim investasi regional dan database ASEAN; b) Services Barriers Inventory; c) ASEAN Investment Survey; d) Multi Chip Integrated Circuit Agreement. Sebagai Koordinator Negara ASEAN (country coordinator), Indonesia menyebarkan surat tersebut dua kali kepada para kepala SEOM untuk dimintai pendapatnya namun tidak mendapatkan tanggapan.

Hubungan AS-ASEAN dari tahun ke tahun mengalami perkembangan signifikan. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut, antara lain kebijakan anti-terorisme AS dan kemandegan dalam proses negosiasi Putaran Doha

��

(Doha Round). Dalam konteks kebijakan antiterorisme, faktor stabilitas Asia Tenggara merupakan hal yang sangat vital bagi kepentingan AS dalam strategi perang melawan terorisme. AS senantiasa menekankan pentingnya demokrasi dan sistem perdagangan bebas di kawasan tersebut untuk mencapai kemakmuran, sekaligus sebagai kunci stabilitas kawasan dalam mencegah terjadinya failed states yang merupakan sarang bagi tumbuhnya terorisme.

Pada pertemuan 1st ASEAN-US Joint Cooperation Committee (JCC) diselenggarakan pada tanggal 16-17 April 2009 di Washington Athletic Club, Seattle, Washington, Amerika Serikat, Mr. Olivier Carduner, Mission Director, USAID Regional Development Mission/Asia, Bangkok, menegaskan komitmen AS terhadap kerja sama ASEAN-AS. Untuk FY 2008, AS telah mengalokasikan US$ 629,5 juta bagi kawasan ASEAN yang difokuskan pada pengembangan infrastruktur sumber daya manusia dan kebijakan, termasuk untuk kerjasama bilateral. Dalam kerangka ADVANCE, antara lain telah dilakukan ASW program di Indonesia dan Malaysia untuk pelayanan custom clearance di pelabuhan laut dan bandara yang hanya memerlukan waktu 30 menit. Jika ASW berhasil diterapkan di ASEAN, maka akan menjadi yang pertama di dunia untuk organisasi regional.

Indonesia menyampaikan bahwa kerja sama ASEAN-AS telah mencapai kematangan, dan harus melangkah lebih maju ke depan. Pendekatan program telah terbukti efektif dan komprehensif dalam pelaksanaan PoA yang mencakup Eight Enhanced Partnership Prioirities. Perlu ditekankan bahwa kerja sama ASEAN-AS harus mencerminkan perkembangan di ASEAN seiring berlakunya Piagam dengan cetak biru ketiga pilarnya guna mencapai pembentukan komunitas ASEAN 2015.

Di bidang perdagangan dan investasi, kegiatan di bawah payung TIFA Work Programme yang meliputi ASW,

��

Pharmaceutical Regulatory Harmonisation, dan SPS Standards Regulations telah berjalan dan berkembang baik. ASW tampak menjadi salah satu perhatian utama AS. US Agency for International Development (USAID) telah memulai proyek 5 tahun khususnya dalam mendukung implementasi ASW. Tercatat pelaksanaan program to assist in development of ASW for custom clearance, legal advisor to the ASW Implementation, working group dan workshop terkait penerapan standar internasional untuk ASW.

Dalam pertemuan ASW Working Group di Bandar Seri Begawan, 10-15 Maret 2008, Sekretariat ASEAN menyampaikan bahwa AS telah setuju untuk memberikan bantuan teknik kepada ASEAN dalam rangka penerapan ASW. Berdasarkan TOR untuk bantuan teknik, AS akan menyediakan US$ 7-8 juta untuk 5 tahun (Januari 2008-2012) dengan mempekerjakan 3 orang experts senior dari AS.

Sementara di bidang kajian mengenai kolaborasi UKM ASEAN dan perusahaan-perusahaan AS antara lain telah diselesaikan options paper on SME development untuk ASEC. Hingga saat ini belum terdapat kemajuan yang berarti dari kerjasama dibidang UKM ini. Meski demikian, kerjasama SMEs telah terlihat dengan adanya partisipasi US-ASEAN Business Council dalam ASEAN Working Group on SMEs.

7. ASEAN-Canada Trade And Investment Framework Arrangement (TIFA)

Meskipun FTA ASEAN-Kanada masih merupakan tujuan jangka panjang, kedua belah pihak mengakui mengenai adanya suatu keperluan untuk lebih memformalkan hubungan. Namun demikian, proses pertemuan konsultasi dan negosiasi antara kedua pihak mengalami hambatan karena keberatan Kanada terkait isu Myanmar. ASEAN menyesalkan pembatalan secara sepihak atas rencana

��

pertemuan konsultasi ASEAN-Canada pada November 2007.

Draft ASEAN-Canada TIFA terdiri dari 6 sections berupa Trade and Investment Cooperation Arrangement between ASEAN Canada Work Plan, yaitu: Section I Objectives; Section II Principles; Section III Expansion of Trade and Investment; Section IV Joint Council on Trade and Investment; Section V Final Clauses.

Pada pertemuan informal ASEAN-Canada di sela-sela pertemuan SEOM 1/41 di Da Nang, Vietnam pada 21 Januari 2010, kedua belah pihak untuk pertama kalinya bertemu dan membahas kembali draft ASEAN-Canada TIFA yang sempat tertunda karena keberatan Kanada terkait isu Myanmar. Kanada dalam pertemuan tersebut mengusulkan agar TIFA ditandatangani oleh ASEAN Country Coordinator ataupun Sekjen ASEAN mewakili negara-negara anggota dengan pihiak Kanada. Kanada juga mengusulkan untuk memasukkan isu Corporate Social Responsibility untuk diakomodasi ke dalam TIFA.

Saat ini terdapat 5 outstanding issues dalam draft ASEAN-Canada TIFA yaitu isu lingkungan (environment), ketenagakerjaan (labour), Hak Asasi Manusia (HAM), Corporate Social Responsibility (CSR) dan rencana penandatanganan TIFA oleh wakil ASEAN dan Kanada, yang hingga saat ini belum dapat disepakati bersama oleh kedua belah pihak.

8. ASEAN-European Union Free Trade Agreement (AEFTA)

Pertemuan ASEAN-European Union Commemorative Summit di Singapura pada tanggal 22 November 2007, berhasil menyepakati dua dokumen penting, yaitu Plan of Action to Implement the Nuremberg Declaration on an EU-ASEAN Enhanced Partnership dan Joint Declaration of the ASEAN-EU Commemorative Summit.

�0

Kedua dokumen tersebut memuat paragraf kesepakatan peningkatan kerjasama ekonomi kedua kawasan.

Hingga saat ini, telah diadakan 6 kali pertemuan Joint Committee on ASEAN-EU Free Trade Agreement (JCAEFTA). Dalam pertemuan JCAEFTA ke-6 yang berlangsung di Ha Noi, Vietnam pada tanggal 14-17 Oktober 2008, masih terlihat keinginan dari pihak UE (Uni Eropa) untuk memasukan isu nontradisional seperti government procurement, competition policy, dan sustainable development.

Dalam isu Trade in Goods, UE juga mengemukakan penawaran dengan pendekatan country specific adjustrment, yang mengindikasikan adanya offer yang berbeda dari UE kepada setiap negara anggota ASEAN. Namun, ASEAN tidak menyetujui tawaran EU tersebut karena dikhawatirkan pendekatan ini akan menimbulkan diskriminasi.

Terkait dengan modalitas ASEAN-EU Free Trade Agreement (AEFTA), terdapat dua proposal tentang working method (mekanisme perundingan) yang akan digunakan dalam kerangka AEFTA. UE mengusulkan agar working method dilakukan dengan menggunakan mekanisme perundingan dual track, yakni perundingan “fast track” yang dilakukan dengan beberapa negara (kelompok kecil) terutama negara-negara yang memiliki tingkat ambisi tinggi baik dalam hal cakupan isu yang dirundingkan maupun ambisi yang cukup tinggi di masing-masing isu, dan “normal track” yang dilakukan dengan negara anggota ASEAN lainnya yang tingkat ambisinya lebih rendah.

Berkenaan dengan proposal tersebut, Vietnam juga mengusulkan pendekatan yang hampir sama dengan UE, namun sifatnya sukarela. Di samping traditional issues (trade in goods, services dan investment) kelompok pertama dapat merundingkan non-traditional issues (seperti competition policy, sustainable development dan

��

government procurement), namun sifatnya sukarela. Sedangkan kelompok kedua hanya merundingkan traditional issues.

3. Dewan Kawasan Investasi ASEAN (ASEAN Investment Area/AIA) Council)

Di sektor investasi, kerjasama ASEAN diawali dengan dikemukakannya gagasan pembentukan suatu kawasan investasi ASEAN pada Pertemuan Pemimpin ASEAN di Bangkok pada 1995. Untuk menindaklanjuti gagasan tersebut, pada 1996 dibentuk Komite Kerja Kawasan Investasi ASEAN (Working Committee – ASEAN Investment Area / WC – AIA) yang berada di bawah naungan SEOM dengan mandat menyiapkan sebuah Persetujuan Kerangka Kerja tentang Kawasan Investasi ASEAN (Framework Agreement on ASEAN Investment Area /FA-AIA).

FA–AIA ditandatangani di Makati City, Filipina, pada 1998 yang mencakup seluruh kegiatan investasi baik investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke ASEAN ataupun investasi langsung antarnegara ASEAN, kecuali investasi portfolio dan kegiatan investasi lainnya yang sudah tercakup pada perjanjian ASEAN lainnya, seperti ASEAN Framework Agreement on Services. Tujuan utama yang hendak dicapai adalah menciptakan Kawasan Investasi ASEAN yang liberal dan transparan sehingga dapat meningkatkan arus investasi ke kawasan. Liberalisasi investasi bagi negara anggota ASEAN disepakati berlaku pada 2010, sedangkan dengan negara nonASEAN disepakati untuk direalisasikan pada 2020.

FA-AIA mengikat negara anggota untuk menghapus hambatan investasi, meliberalisasi peraturan dan kebijakan investasi, memberi persamaan perlakuan nasional, serta membuka investasi di industri terutama sektor manufaktur. Dengan menciptakan ASEAN sebagai suatu kawasan investasi yang lebih berdaya saing dan terbuka, Kawasan Investasi ASEAN (AIA) diharapkan dapat menarik arus investasi langsung ke ASEAN.

FA-AIA bukanlah skema, melainkan suatu bentuk pengaturan (arrangement) yang memiliki cakupan implikasi yang lebih luas

��

terkait dengan investasi. Arrangement terdiri dari sejumlah skema, rencana aksi (action plan), dan program yang spesifik. Ada sejumlah persetujuan ASEAN lainnya yang terkait dengan kegiatan investasi asing (FDI), namun AIA Agreement merupakan instrumen utama yang mengatur dan berusaha meningkatkan arus investasi di kawasan.

Bersamaan dengan penandatanganan Persetujuan Kerangka Kerja Investasi (Framework Agreement on ASEAN Investment Area/FA-AIA) di Makati City, Filipina pada 1998, juga telah disahkan pembentukan Dewan Kawasan Investasi ASEAN (ASEAN Investment Area Council/AIA Council) tingkat menteri untuk mengawasi implementasi Persetujuan Kerangka Kerja tersebut. Dalam tugasnya, AIA Council dibantu oleh ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI) di tingkat senior officials. Fungsi AIA Council adalah:a. Mengawasi implementasi Framework Agreement on the AIA; b. Melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait di

negara-negara anggota ASEAN dan Sekretariat ASEAN untuk memastikan implementasi yang efektif dari Agreement;

c. Melakukan tinjauan reguler atas pelaksanaan Agreement dan membuat rekomendasi untuk disampaikan kepada AEM dalam upaya meningkatkan efektifitas implementasi Agreement;

d. Membantu AEM dalam hal-hal terkait dengan implementasi Agreement dan langkah-langkah untuk meningkatkan efektifitas Agreement;

e. Membantu penyelesaian secara damai atas berbagai perbedaan yang terjadi antara negara-negara anggota terkait penafsiran dan penerapan Agreement.

Pada pertemuan ke-40 Menteri Ekonomi ASEAN yang berlangsung di Singapura bulan Agustus 2008, negara-negara ASEAN sepakat untuk membentuk suatu rezim investasi ASEAN yang lebih terbuka serta mendukung proses integrasi ekonomi di Asia Tenggara. Rezim yang dimaksud adalah ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) yang merupakan hasil revisi dan penggabungan dari ASEAN Investment Area (AIA) dan ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN-IGA).

��

ACIA ditandatangani pada Februari 2009. Persetujuan tersebut dijadwalkan berlaku pada 2010.

ACIA merupakan persetujuan yang mencakup liberalisasi, proteksi, fasilitasi, dan promosi, termasuk ketentuan-ketentuan baru dan perbaikan ketentuan-ketentuan AIA/IGA. Sifatnya lebih komprehensif dibandingkan dengan AIA dan ASEAN IGA, dikarenakan ACIA telah mengadopsi international best practices dalam bidang investasi dengan mengacu kepada kesepakatan-kesepakatan investasi internasional. Dengan ditandatanganinya ACIA, ASEAN semakin percaya diri sebagai penerima utama aliran FDI. Pada tahun 2008, aliran FDI ke wilayah ASEAN tetap elastis walaupun dihadapkan pada kondisi global yang merugikan. Sejak krisis finansial Asia, aliran FDI ke ASEAN menguat tiga kali lipat dari US$ 23 milyar pada tahun 1998 menjadi USD69 milyar pada 2007. Terlepas dari krisis ekonomi dan finansial global tahun 2008, aliran FDI ke ASEAN tetap kuat pada posisi US$ 59 milyar.

Secara khusus, aliran FDI intra-ASEAN lebih kuat dari yang diantisipasikan, peningkatan mencapai 13,4% tahun 2008 hingga mencapai USD10,7 milyar. Peningkatan aliran di intraASEAN merefleksikan usaha integrasi ASEAN yang baik dan kesuksesan kebijakan investasi.

Beberapa isu utama yang menjadi perhatian Indonesia yaitu penyelesaian Reservation List (RL). Hingga saat ini hanya Indonesia yang belum dapat menyelesaikan RL yaitu untuk reservasi No.18 (sektor Manufacturing & Services incidental to Manufacturing), No. 19 (Agriculture & Services incidental to Agriculture), No. 20 (sektor Forestry & Services incidental to Forestry), dan No. 21 (sektor Mining and Quarrying & Services incidental to Mining and Quarrying). Hal ini dikarenakan adanya kesenjangan antara RL dengan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang menjadi dasar hukum bagi Indonesia dalam perundingan RL.

Indonesia perlu menyelesaikan Reservation List yang dapat diterima oleh semua anggota ASEAN. Perpres No.111 tahun 2007 dianggap kurang memenuhi semangat liberalisasi investasi ASEAN dan kurang berpihak pada investor asing.

��

4. Pertemuan Para Menteri Keuangan ASEAN (ASEAN Finance Ministers Meeting/AFMM)

Pertemuan Menteri Keuangan ASEAN (ASEAN Finance Ministers Meeting/AFMM), yang dilaksanakan satu kali dalam setahun, merupakan lembaga yang mewadahi kerja sama di bidang keuangan. AFMM dilaksanakan untuk pertama kali pada 1997. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, AFMM dibantu oleh ASEAN Finance and Central Bank Deputies Meeting (AFDM) dan ASEAN Directors General on Customs Meeting (Customs DG).

Salah satu tujuan utama kerja sama sektor keuangan adalah mencapai integrasi sektor keuangan sesuai dengan ASEAN Economic Community Blueprint, melalui perkuatan pengembangan Pasar Modal (Capital Market Development), liberalisasi jasa keuangan (Financial Services Liberalisation), dan liberalisasi pergerakan modal.

Capaian terkini kerja sama sektor keuangan adalah penandatangan Chiang-Mai Initiative Multilateralization (CMIM) pada Desember 2009, yang disepakati untuk membantu mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek dan neraca pembayaran negara-negara di kawasan, serta mendukung kerangka kerja sama keuangan internasional yang telah ada. Melalui CMIM, negara yang mengalami kesulitan dapat menukar mata uangnya dengan dolar Amerika Serikat (currency swap). CMIM berlaku sejak 24 Maret 2010.

Jasa Keuangan (Financial Services)

Di bidang jasa keuangan, Sidang ke-11 Menteri Keuangan ASEAN (ASEAN Finance Ministers’ Meeting/AFMM) di Chiang Mai, tanggal 4-5 April 2007 sepakat untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang memiliki daya saing yang kuat sehingga dapat memberikan kontribusi pada pertumbuhan dan kesejahteraan yang seimbang pada negara-negara anggota.

Dalam kaitan ini, AFMM memfokuskan 4 (empat) prioritas kunci, yaitu: a) Pengembangan pasar modal yang lebih terintegrasi dan likuid.; b) Dukungan yang lebih besar bagi liberalisasi sektor keuangan

��

dimana AFMM berkomitmen untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi di kawasan ASEAN secara progresif dengan memperluas liberalisasi jasa keuangan di antara negara-negara anggota ASEAN; c) Pengembangan pembiayaan infrastruktur; d) Kerjasama di bidang perpajakan dimana AFMM menyepakati kerjasama di bidang perpajakan untuk mempercepat penyelesaian Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan pencapaian kerjasama regional di bidang perpajakan di tahun 2010.

Pertemuan Para Menteri Keuangan ASEAN dan ASEAN Finance Minister Investors Seminar (AFMIS) diselenggarakan di Dubai, Uni Emirat Arab pada tanggal 7-9 Oktober 2008. Para Menteri menegaskan komitmennya untuk memperkuat kerja sama ekonomi dan keuangan sekaligus memperkuat tingkat kompetensi di pasar global. Pertumbuhan GDP regional diperkirakan akan mengalami sedikit perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,7 %.

Untuk merespon hal tersebut, ditegaskan perlunya upaya kapitalisasi yang kuat pada sektor perbankan dan institusi keuangan selain upaya untuk segera dapat mengimplementasikan Chiang Mai Initiative Multilateralisation pada pertengahan tahun 2009 sejalan dengan inisiatif regional yang lain dalam upaya kerjasama dan integrasi regional.

Pada pertemuan ASEAN+3 Finance Ministers’ Meeting (AFMM+3) ke-12, Nusa Dua, Bali 3 Mei 2009, telah difunalisasi komponen-komponen utama dari Chiang Mai Initiative Multilateralisastion (CMIM). dan memutuskan untuk segera mengimplementasikan skema CMIM.

5. Pertemuan Para Menteri ASEAN bidang Pertanian dan Kehutanan (ASEAN Ministerial Meeting on Agriculture and Forestry/AMAF)

Pertemuan Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN (Meeting of ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry/AMAF) yang dilaksanakan satu kali dalam setahun, merupakan lembaga yang mewadahi kerja sama di bidang pertanian dan kehutanan.

��

Kerja sama pertanian ASEAN sebenarnya telah dimulai sejak 1968 walaupun AMAF sendiri baru dilembagakan pada 1979. Dalam mengembangkan tanggung jawabnya, AMAF didukung oleh Pertemuan Tingkat Pejabat Senior AMAF (Senior Officials Meeting of the ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry atau SOM-AMAF) dan Pertemuan Tingkat Pejabat Senior Kehutanan (ASEAN Senior Officials on Forestry atau ASOF).

Tujuan dasar kerja sama pertanian dan kehutanan ASEAN adalah untuk meningkatkan daya saing internasional produk pertanian dan kehutanan ASEAN, meningkatkan perdagangan intra dan ekstra ASEAN, memelihara ketahanan pangan di kawasan, menggalang pendekatan bersama, mendorong alih teknologi, serta mendorong kerja sama koperasi pertanian ASEAN guna memberdayakan dan meningkatkan akses pasar produk pertanian.

Capaian-capaian terkini kerja sama pertanian dan kehutanan:

i. Disepakatinya Statement on Food Security in the ASEAN Region, yang merefleksikan komitmen negara-negara ASEAN untuk menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas utama kebijakan mereka;

ii. Disahkannya ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework yang mengedepankan berbagai pendekatan pragmatis yang dapat dilakukan ASEAN dalam menjaga ketahanan pangan. AIFS kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Strategic Plan of Action on Food Security in the ASEAN Region (SPA-FS). Secara praktis, SPA-FS memuat berbagai upaya untuk meningkatkan produksi pangan, mengurangi resiko kegagalan panen, menciptakan pasar yang kondusif bagi perdagangan produk pertanian, memastikan stabilitas pangan, mendorong ketersediaan dan akses terhadap bahan pangan, dan melaksanakan pengaturan regional bahan pangan untuk situasi darurat;

iii. Penandatanganan MoU on ASEAN Cooperation in Agriculture and Forest Products Promotion Scheme, sebagai kerangka kerja sama sektor pertanian dan kehutanan ASEAN;

iv. Disepakatinya rencana pembentukan ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR), guna memastikan

��

ketersediaan bahan pangan (beras) dalam situasi bencana. APTERR diharapkan dapat disetujui dalam waktu dekat; dan

v. Disepakatinya ASEAN Common Position Paper on Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD), yang kemudian diajukan pada UN Framework Convention on Climate Change Conference of Parties ke-14 di Poznan.

a. Kerjasama Pertanian

1) Ketahanan Pangan (Food Security)

Secara umum situasi pangan ASEAN pada 2009 stabil. Data dari ASEAN Food Security Information System (AFSIS) mengungkapkan bahwa pada 2009 produksi beras negara ASEAN secara keseluruhan mencapai sekitar 125.45 juta ton, sementara total konsumsi mencapai 107.87 juta ton. Dengan jumlah cadangan beras di awal 2009 yang mencapai 20.59 juta ton, rasio ketahanan pangan (food security ratio) terkait beras di ASEAN pada 2009 mencapai 19.09% dan dinilai cukup baik.

Walaupun demikian, negara-negara ASEAN menyadari bahwa tantangan dalam menyediakan pangan yang cukup dengan harga terjangkau akan semakin berat di masa mendatang. Berangkat dari pemikiran ini, para pemimpin ASEAN pada Maret 2009 menyepakati Statement on Food Security in the ASEAN Region, yang antara lain memuat komitmen bersama untuk menjadikan isu ketahanan pangan sebagai kebijakan yang permanen dan berprioritas tinggi. Statement tersebut juga menekankan antara lain pentingnya alih teknologi di bidang pertanian guna meningkatkan produksi pangan.

Para pemimpin ASEAN pada 2009 juga menyepakati ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework yang mengedepankan berbagai pendekatan pragmatis yang dapat dilakukan ASEAN dalam menjaga ketahanan pangan. AIFS kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Strategic Plan of Action

��

on Food Security in the ASEAN Region (SPA-FS). Secara praktis, SPA-FS memuat berbagai upaya untuk meningkatkan produksi pangan, mengurangi resiko kegagalan panen, menciptakan pasar yang kondusif bagi perdagangan produk pertanian, memastikan stabilitas pangan, mendorong keter-sediaan dan akses terhadap bahan pangan, dan melaksanakan pengaturan regional bahan pangan untuk situasi darurat.ASEAN juga menyadari dampak terjadinya perubahan iklim terhadap sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan; yang pada gilirannya akan mempengaruhi upaya menjaga ketahanan pangan. Dari pemikiran ini, pada 2009 ASEAN menyepakati ASEAN Multi-Sectoral Framework on Climate Change (AFCC) : Agriculture and Forestry towards Food Security. AFCC mengedepankan program-program lintas-sektor guna mengeratkan koordinasi antar-instansi yang berwenang dan mengefektifkan pembuatan kebijakan. Implementasi AFCC akan diupayakan lewat kerja sama dengan Sekretariat ASEAN dengan lembaga-lembaga donor internasional.Kerja sama ketahanan pangan juga dijalin dengan RRC, Jepang, dan Korea Selatan (dikenal dengan sebutan ASEAN Plus Three). Lewat skema tersebut, dua proyek telah berhasil dilaksanakan yaitu East Asia Emergency Rice Reserves (EAERR) dan ASEAN Food Security Information System (AFSIS). EAERR terutama difokuskan pada penyediaan beras di saat situasi darurat, misalnya ketika terjadi bencana alam. Selama 2008-2009, EAERR telah membantu pengadaan beras untuk para korban bencana taifun Nargis di Myanmar dan korban banjir di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Indonesia.Pada 2009, ASEAN Plus Three sepakat untuk mentransformasikan EAERR menjadi suatu lembaga permanen guna lebih mengefektifkan pengumpulan

��

dan penyaluran beras saat situasi darurat. Lembaga tersebut, ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR), diharapkan terbentuk dalam waktu dekat.

Sementara itu, kegiatan AFSIS difokuskan pada pengembangan jaringan informasi mengenai ketahanan pangan dan pengembangan sumber daya manusia. Sebuah website telah dibentuk khusus untuk memberi informasi mengenai situasi dan perencanaan kebijakan ketahanan pangan di kawasan.

2) Tanaman Pangan (Crops)

Sejak 2006 – 2008, ASEAN telah membuat Daftar Hama Endemik untuk beberapa komoditas pertanian yang diperdagangkan di kawasan, yaitu padi giling, jeruk (citrus), mangga, kentang, dan anggrek potong dendrobium. Upaya harmonisasi phytosanitary untuk komoditas-komoditas tersebut akan terus dilanjutkan khususnya untuk pengembangan panduan impor.

ASEAN Plant Health Cooperation Network (APHCN) telah dibentuk sebagai sarana untuk berbagi informasi mengenai kesehatan tanaman di negara-negara anggota ASEAN.

Salah satu upaya utama ASEAN saat ini adalah harmonisasi Maximum Residue Limits (MRLs) untuk pestisida sebagai upaya melindungi kesehatan konsumen, mendorong pertumbuhan perdagangan dengan meminimalisir penggunaan pestisida, serta memastikan keamanan pangan dan mencegah kerusakan lingkungan. Sampai dengan Mei 2009, ASEAN telah melakukan 803 harmonisasi MRLs untuk 63 pestisida. Pertemuan Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN yang diadakan pada Oktober 2009 kemudian mengesahkan harmonisasi tujuh MRLs untuk lima pestisida yaitu carbendazim (anggur dan jeruk), chlorpyrifos (rambutan dan

�00

leci), phosalone (durian), ethion (jeruk pumelo), dan deltamethrin (cabai).

ASEAN juga terus mengupayakan harmonisasi standar dan kualitas, jaminan keamanan pangan, dan standarisasi sertifikasi perdagangan produk-produk pertaniannya. Upaya tersebut ditunjukkan antara lain dengan pengesahan ASEAN Good Agricultural Practices (ASEAN GAP) untuk produksi, panen dan pengolahan pasca panen buah dan sayuran segar. Selain itu telah disepakati Standar ASEAN untuk mangga, nanas, durian, pepaya, jeruk pumelo, rambutan, jeruk mandarin, duku, jambu, manggis, dan semangka. Standar ASEAN terakhir disepakati pada Pertemuan Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN pada Oktober 2009, yaitu standar untuk kelapa muda, pisang, bawang merah, dan bawang putih.

Sebagai salah satu upaya dalam mengendalikan penggunaan pestisida, ASEAN telah memiliki laman untuk lembaga pengawasan pestisida “aseanpest” (http://agrolink.moa.my/doa/aseanpest), sebagai forum saling bertukar informasi dan database serta diskusi penanganan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan pestisida.

3) Keamanan Pangan (Food Safety)

ASEAN telah sejak lama mengembangkan upaya bersama dalam menjaga dan meningkatkan keamanan produk pangan dan pertanian. Selain untuk melindungi konsumen, upaya bersama tersebut ditujukan untuk meningkatkan daya saing produk-produk ASEAN di dunia internasional.

Beberapa kemajuan utama dalam kerja sama keamanan pangan ASEAN antara lain pengesahan ASEAN Good Agricultural Practices (ASEAN GAP) for Fresh Fruit and Vegetables, dan pengembangan

�0�

laman ASEAN Food Safety Network (ASEAN FSN).

Laman ASEAN FSN disiapkan untuk menyediakan berbagai informasi terkait keamanan pangan kepada dunia usaha dan masyarakat umum. Beberapa isu yang mendapat perhatian ASEAN FSN seperti Sanitary and Phytosanitary (SPS), keputusan-keputusan yang diambil oleh badan-badan penetapan standar internasional (Codex, OIE, dan IPPC), serta hasil kerja dari berbagai badan di ASEAN terkait keamanan pangan.

Sejak 1998, ASEAN telah mengembangkan ASEAN General Guidelines on the Preparation and Handling of Halal Food. Guna mengefektifkan pelaksanaan Guidelines tersebut, ASEAN secara berkala memperbarui daftar zat-zat makanan halal dan mengupayakan harmonisasi standar produk makanan halal. Saat ini sedang diusahakan pengembangan laman mengenai produk makanan halal di ASEAN.

4) Agricultural Training and Extension

Tingginya kualitas sumber daya manusia pertanian diyakini sebagai salah satu syarat dalam meningkatkan produksi pertanian ASEAN. Upaya-upaya pelatihan bagi petani di ASEAN salah satunya dilaksanakan melalui program Pengelolaan Hama secara Terpadu (Integrated Pest Management/ IPM). Lewat pelatihan yang dilaksanakan secara berkesinambungan, ASEAN telah berhasil me-ngembangkan modul pelatihan untuk durian, sayuran kol dan kentang, beras, bawang merah, jagung, mangga, jeruk pumelo, dan kedelai.

Guna lebih mengintensifkan pelaksanaan program IPM, ASEAN membentuk ASEAN IPM Knowledge Network. Jaringan ini telah mempunyai laman yang memuat berbagai informasi mengenai IPM dan penyakit-penyakit tanaman lainnya.

�0�

Sejumlah aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan pekerja dan petani telah pula dilaksanakan, di antaranya adalah Regional Training on Edible and Medicinal Mushroom Production Technology for ASEAN Extension Workers and Farmers yang dilaksanakan di Vietnam, serta pertukaran pejabat, pelatih dan petani yang diselenggarakan di Indonesia.

5) Penelitian dan Pengembangan di bidang PertanianKerjasama Penelitian dan Pengembangan di bidang pertanian telah dimulai sejak 2005. Sejumlah aktivitas telah dilakukan, termasuk pembentukan ASEAN Agricultural Research and Development Information System (ASEAN ARDIS), ASEAN Directory of Agricultural Research and Development Centres in ASEAN, dan Guidelines for the Use of the Digital Information System.

6) Skema Promosi Produk Pertanian dan KehutananUntuk mendukung promosi produk pertanian dan kehutanan, ASEAN telah memperpanjang masa berlaku Memorandum of Understanding (MoU) on ASEAN Cooperation in Agriculture and Forest Products Promotion Schemes dari periode 2004-2009 menjadi 2009-2014. MoU ini dinilai tetap relevan sebagai basis kerja sama dalam promosi bersama produk pertanian dan kehutanan ASEAN, menggalang posisi bersama ASEAN terkait isu pertanian dan kehutanan di fora regional dan internasional, serta menjalin kemitraan yang lebih erat antar berbagai pemilik kepentingan.

Dari berbagai produk pertanian dan kehutanan yang dicakup dalam MoU tersebut, Indonesia menjadi lead country untuk lada, teh, ikan tuna, dan produk hutan.

�0�

7) Bioteknologi

ASEAN menyadari pentingnya bioteknologi pertanian sebagai cara untuk meningkatkan produktivitas pangan secara berkelanjutan. Namun demikian, disadari masih terdapat kekhawatiran publik terhadap penggunaan makanan hasil modifikasi genetik (Genetically Modified Food / GMF). Mempertimbangkan hal ini pada 1999 ASEAN menyepakati Guidelines on the Risk Assessment of Agriculture-related Genetically Modified Organisms (GMOs).

Panduan ini menyediakan pendekatan dan pemahaman bersama bagi negara-negara ASEAN saat melakukan evaluasi ilmiah terhadap peluncuran GMOs di bidang pertanian. Panduan ini memuat prosedur notifikasi, persetujuan, dan registrasi GMOs di bidang pertanian.

ASEAN juga telah mengembangkan Program Kesadaran Publik terhadap GMOs. Dalam program ini, Frequently Asked Questions (FAQs) mengenai GMOs dari seluruh negara ASEAN akan dikumpulkan dan diterbitkan untuk informasi publik.

b. Kerjasama Peternakan

Kerjasama ASEAN di bidang peternakan telah berkembang pesat, meliputi antara lain penanganan penyakit hewan, standar vaksin dan sistem registrasinya, akreditasi lembaga pengetes vaksin, dan sistem akreditasi peternakan. Dalam upaya mengatur produksi dan pemanfaatan vaksin hewan, ASEAN telah menyetujui untuk memperbaiki mekanisme yang ada serta prosedur registrasi vaksin hewan yang diproduksi di dalam dan di luar negara ASEAN.

Untuk tujuan ini, sebuah mekanisme tunggal akan dipakai. Pada 2007 telah disepakati ASEAN Standard for Live Infectious Bronchitis Vaccine dan Inactivated Infectious Bronchitis Vaccine. Para Menteri Pertanian ASEAN juga

�0�

telah mengakreditasi ulang National Veterinary Drug Assay Laboratory (NVDAL), Gunung Sindur, Indonesia sebagai laboratorium pengetesan vaksin untuk sembilan vaksin hewan selama periode tiga tahun.Munculnya Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) di beberapa Negara Anggota ASEAN sejak Desember 2003 memiliki dampak yang cukup besar terhadap perekonomian kawasan. Salah satu kekhawatiran bersumber pada kemampuan virus tersebut untuk menyebar dari unggas ke manusia. Untuk menanganinya, dibentuk Regional Framework for Control and Eradication of HPAI. ASEAN telah menyelesaikan implementasi delapan komponen dalam kerangka regional tersebut, bekerjasama dengan organisasi internasional/mitra wicara. Guna lebih mengintensifkan upaya pencegahan dan penanganan HPAI, ASEAN telah menyetujui ASEAN Regional Strategy for the Progressive Control and Eradication of HPAI 2008-2010.Beberapa kesepakatan utama ASEAN lainnya di bidang peternakan antara lain Agreement for Establishment of the ASEAN Animal Health Trust Fund (AHTF) untuk mendukung aktivitas ASEAN mengendalikan dan memberantas penyakit hewan di kawasan, Regularization of Production and Utilization of Animal Vaccines, Promotion of International Trade in Livestock and Livestock Products, dan Strengthening Animal Diseases Control Programme. Kesepakatan terakhir yang dicapai pada Pertemuan Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN, Oktober 2009, adalah Accreditation of the Veterinary Biologics Assay Division (VBAD), Pakchong, Thailand, dan ASEAN Criteria for Accreditation of Milk Processing Establishment.

c. Kerja sama Perikanan

Pada Oktober 2008, ASEAN Fisheries Consultative Forum (AFCF) dibentuk menggantikan ASEAN Regional Fisheries Management Mechanism (ARFMM) dan didukung dengan pembentukan ASEAN Fisheries Consultative Forum Body (AFCFB) dibawah kerangka

�0�

ASEAN Working Group on Fisheries (ASWGFi). Upaya meningkatkan kerjasama ASEAN dilakukan melalui beberapa mekanisme kerjasama lainnya seperti Pengembangan Budidaya Ikan (Development of Aquaculture), ASEAN Network of Fisheries Postharvest Technology (FPHT), dan Harmonisation of Fisheries Sanitary and Phytosanitary Measures.

Sebelumnya pada tahun 1967 Jepang dan negara-negara Asia Tenggara telah membentuk Southeast Asia Fisheries Development Center (SEAFDEC) dengan tujuannya mendorong pengembangan sektor perikanan secara berkelanjutan. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan SEAFDEC antara lain ASEAN-SEAFDEC Collaboration on Sustainable Fisheries Management in the Southeast Asia Region, HACCP Training Programmes, dan Regional Code of Conduct on Post-Harvest Practices and Trade.

ASEAN juga menjalin kerja sama dengan SEAFDEC, di bawah payung “ASEAN-SEAFDEC Strategic Partnership (ASSP)”, yang menghasilkan beberapa kegiatan seperti ASEAN-SEAFDEC Conference on Sustainable Fisheries for Food Security Towards 2020, dan ASEAN-SEAFDEC Cooperation in the Implementation of ASEAN Integrated Food Security Framework.

Guna mendukung budidaya perikanan secara berkelanjutan, ASEAN telah mengembangkan Manual on Good Shrimp Farm Management Practices, Harmonization of Hatchery Production on Penaeus Monodon (tiger prawn) in ASEAN, dan Manual on Practical Guidelines for the Development of High-health Penaeus Monodon Broodstoc. Ke tiga manual tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa nasional masing-masing negara ASEAN.

d. Kerja sama Kehutanan

Dalam AEC Blueprint, kerja sama kehutanan diarahkan terutama untuk mendorong perdagangan produk hutan di dalam dan di luar kawasan ASEAN, meningkatkan daya

�0�

saing produk hutan ASEAN, menggalang posisi bersama ASEAN terkait masalah kehutanan serta mengintensifkan alih teknologi sektor kehutanan.

ASEAN sebelumnya telah mengembangkan Regional Framework on a Pan ASEAN Timber Certification guna memastikan agar sertifikasi produk kayu ASEAN diterima di pasar internasional. ASEAN telah menyepakati dokumen panduan bersama untuk Phased Approach to Certification (PACt), yang berisi petunjuk bertahap bagi negara-negara ASEAN dalam mencapai Manajemen Hutan yang Berkelanjutan (Sustainable Forest Management). Salah satu unsur PACt adalah standar bersama keabsahan kayu tebangan, yang telah disahkan pada 2009.

Beberapa dokumen kerja sama kehutanan ASEAN yang telah disepakati antara lain :1) ASEAN Criteria and Indicators for Sustainable

Management of Tropical Forests;2) Monitoring, Asssesment and Reporting Format for

Sustainable Forest Management in ASEAN; 3) ASEAN Guidelines for the Implementation of IPF/IFF

proposals for Action;4) ASEAN Criteria and Indicators for Legality of Timber;

dan5) ASEAN Guideline on Phased Approach to Forest

Certification.

Kerja sama ASEAN dalam mencegah illegal logging telah diperjuangkan oleh Indonesia selama bertahun-tahun. Walaupun negara-negara tertentu sempat menolak, ASEAN pada akhirnya menyepakati Ministerial Statement on Strengthening Forest Law Enforcement and Governance (FLEG) in ASEAN yang menyerukan kerja sama ASEAN untuk memberantas illegal logging and its associated trade. FLEG tersebut telah didukung oleh pengesahan Work Plan for Strengthening FLEG in ASEAN 2008 – 2015.

�0�

Di bawah program ASEAN-German Regional Forest Program, ASEAN Forestry Clearing House Mechanism (CHM) telah dibentuk untuk memberikan informasi mengenai isu-isu sektor kehutanan yang menjadi kepentingan bersama.

ASEAN juga menjalin kerja sama dalam menginventarisir tanaman-tanaman obat di kawasan ASEAN. Hasil utama kerja sama ini adalah penyelesaian volume pertama Database on ASEAN Herbal and Medicinal Plants, yang mendaftar 64 species tanaman. Saat ini ASEAN tengah menyelesaikan volume kedua Database tersebut yang diharapkan berisi 50 species.

ASEAN juga berkomitmen untuk bekerjasama secara lebih proaktif dan intensif dalam melaksanakan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Komitmen ini antara lain tertuang dalam ASEAN Statement on CITES yang disepakati pada 2004, dan pengesahan ASEAN Regional Action Plan on Trade in Wild Fauna and Flora 2005-2010.

6. Pertemuan Para Menteri Energi ASEAN (ASEAN Ministers on Energy Meeting/AMEM)

Kerjasama ASEAN di bidang energi ditandai dengan dibentuknya ASEAN Economic Ministers Meeting on Energy Cooperation (AEMMEC) dan Senior Officials Meeting on Energy Cooperation (SOMEC). Pertemuan yang pertama diselenggarakan di Bali, Indonesia, pada 29-30 September 1980.

Pada sidang AEMMEC ke-13 di Denpasar, 26 Oktober 1995, disepakati untuk mengubah AEMMEC menjadi ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) dan Senior Officials Meeting on Energy (SOME). Pertemuan dilaksanakan satu kali setiap tahun. Koordinasi berbagai implementasi kerja sama dilakukan dengan instansi terkait yaitu Kementerian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM).

�0�

Tujuan kerjasama ASEAN di bidang energi di antaranya adalah: a. Mengembangkan diversifikasi energi dan energi terbarukan;b. Mengurangi ketergantungan kawasan terhadap minyak bumi

dan meningkatkan efisiensi energi; danc. Mengembangkan program bersama dalam menjaga ketahanan

energi di kawasan; menciptakan kebijakan energi regional yang responsif yang secara bertahap akan mendorong reformasi pasar; menciptakan program energi yang mendukung upaya penjagaan lingkungan hidup, serta pelibatan sektor swasta dalam upaya mengamankan cadangan energi regional.

Sejalan dengan AEC Blueprint, kerja sama energi ASEAN diupayakan untuk menciptakan kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi dengan mempercepat pengembangan infrastruktur. Kerjasama tersebut diwujudkan ke dalam proyek pembangunan ASEAN Power Grid (APG) dan Trans-ASEAN Gas Pipeline (TAGP).

Beberapa capaian utama dalam kerja sama ASEAN di bidang energi di antaranya adalah: a. Pendirian ASEAN Centre for Energy (ACE) di Jakarta pada 1

Januari 1999;b. Pengesahan New ASEAN Petroleum Security Agreement

(APSA) dan Annex on Coordinated Emergency Response Measures (CERM) pada 1 Maret 2009; dan

c. Pengesahan ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) 2010-2015.

Kerja sama energi ASEAN ditujukan untuk menjamin tersedianya energi dalam menghadapi ketidakstabilan harga minyak dunia melalui diversifikasi sumber energi dengan pengembangan energi terbarukan, seperti bio-fuels, dan mendorong perdagangan terbuka serta investasi untuk mempercepat pembangunan di bidang infrastruktur, seperti proyek pembangunan ASEAN Power Grid (APG) dan Trans-ASEAN Gas Pipeline (TAGP).

Kerjasama energi yang merupakan implementasi ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) 2004-2009 diantaranya

�0�

adalah pembentukan ASCOPE Gas Centre, ASEAN Power Grid Consultative Council, kerjasama batubara dengan mitra wicara, 19 proyek Energy Efficiency and Conservation (EE & C) dan 48 proyek energi terbarukan, pelatihan bagi ASEAN engineers and technicians, kompetisi tahunan di sektor EE&C dan renewable energy (RE), dan pembentukan Regional Energy Policy and Planning Sub-sector Network.

Di samping itu, sebagai kelanjutan dari rencana aksi tersebut ASEAN telah menyepakati ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) 2010-2015 yang merupakan panduan kerjasama ASEAN di sektor energi. Bidang-bidang kerjasama yang tercakup dalam APAEC adalah ASEAN Power Grid, Trans-ASEAN Gas Pipeline, Coal and Clean Technology, Renewable Energy, Energy Efficiency and Conservation, Regional Energy Policy and Planning, serta Civilian Nuclear Energy.

Dasar hukum yang menjadi rujukan kerjasama di bidang energi, yaitu MoU on Trans ASEAN Gas Pipeline (MoU on TAGP), MOU on ASEAN Power Grid (MoU on APG) dan New ASEAN Petroleum Security Agreement (New APSA) dan Annex on Coordinated emergency Response Measures (CERM). Perjanjian APSA baru tersebut menegaskan kembali komitmen negara anggota ASEAN dalam mengurangi ketergantungan pada minyak bumi dan meningkatkan efisiensi penggunaan energi melalui diversifikasi serta pengembangan dan konservasi sumber energi.

1) Kerjasama di bidang Energi dengan Mitra ASEAN

Kerjasama Energi dengan ASEAN-Rusia dilaksanakan melalui dialog reguler di tingkat pejabat teknis yang melibatkan sektor swasta. Kerjasama ASEAN-EU dilaksanakan dalam bentuk penyelenggaraan seminar mengenai EE & C in Building and Power Production, seminar tentang kajian kebijakan di sektor bio-fuels, dan seminar mengenai keamanan energi dan kerangka regulasi investasi terkait interconnection. Konsultasi merupakan sarana kerjasama di bidang energi antara ASEAN-AS, melalui pertemuan antara US Secreatry of Energy dengan Menteri-Menteri Energi ASEAN dalam rangka meningkatkan kerjasama energy security dan clean energy.

��0

2) Kerja sama ASEAN Plus Three di bidang energi

Kerjasama keamanan energi ASEAN+3 muncul sebagai akibat semakin meningkatnya kebutuhan energi baik di tingkat regional maupun tingkat dunia. Pertemuan pertama ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) + 3 berlangsung pada tanggal 9 Juni 2004 di Manila, Filipina dan mensahkan program kegiatan Energy Security Forum, Natural Gas Forum, Oil Market Forum, Oil Stockpiling Forum dan Renewable Energy Forum dan upaya bersama untuk mengatasi isu-isu di pasaran minyak regional termasuk “Asian Premium”. Selain itu, disetujui untuk mendorong penetapan harga spot minyak berorientasi pasar dan diimplementasikan di bursa berjangka untuk produk minyak mentah (crude oil) dan produk-produk bahan bakar lainnya.

Pada pertemuan ke-5 AMEM + 3 di Bangkok, 2007, telah disepakati kerjasama energi ASEAN + 3, yaitu energy security, oil market, oil stockpiling, natural gas serta New Renewable Energy (NRE) dan Energy Efficiency and Conservation (EE&C). Sidang juga sepakat untuk memperluas kerjasama regional dengan memasukkan kerjasama civilian nuclear energy. Dalam kaitan ini juga telah disepakati Work Plan untuk Oil Stockpiling Roadmap yang akan didasarkan kepada 4 (empat) prinsip, yaitu voluntary dan tidak mengikat, saling menguntungkan, saling menghormati, pendekatan tahap demi tahap dengan perspektif jangka panjang.

Terkait dengan rencana perluasan kerjasama energi ASEAN+3, khususnya dalam energi nuklir, para Menteri pada pertemuan ke-6 AMEM+3 di Mandalay, Myanmmar pada Juli 2009 sepakat melaksanakan inisiatif Korea Selatan untuk mengembangkan kerjasama civilian nuclear energy capacity buliding program yang sesuai dengan ASEAN+3 Cooperation Work Plan (2007-2017).

3) Kerjasama East Asia Summit (EAS) di bidang energi

Pada Pertemuan Tingkat Menteri Energi ke-3 di Mandalay, Myanmmar, tanggal 29 Juli 2009, para Menteri Energi ASEAN

���

membahas dampak krisis finansial dan ekonomi global serta ketidakstabilan harga energi di kawasan Asia Timur. Negara-negara EAS menggarisbawahi komitmennya ntuk mempererat berbagai upaya kerjsama untuk meningkatkan energi, penggunaan energi yang lebih bersih, termasuk sumber energi alternatif dan terbarukan seperti bio-fuels, serta meningkatkan integrasi pasar energi di kawasan. Hal ini tercermin dalam berbagai kerjasama EAS Energy Cooperation Task Force (ECTF) di bawah tiga kerangka kerja, yaitu Energy Efficiency and Conservation, Bio-fuels for Transport and Other Purposes, dan Energy Market Integration.

Dalam rangka mendukung pengambilan kebijakan, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) telah membuat serangkaian studi tentang East Energy Outlook yang berisi tujuan efisiensi energi masing-masing negara. Guna mendukung penyebaran informasi Asia Energy Efficiency and Conservation Collaboration Center (AEEC) telah membuat database mengenai kebijakan dan tindakan pengembangan efisiensi energi. Selain itu Asia Biomass Energy Cooperation Promoting Office juga tengah membuat database kegiatan Research and Development.

7. Pertemuan Para Menteri Mineral ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Minerals /AMMIN)

Pertemuan Menteri Mineral ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Minerals/AMMin) pertama kali diselenggarakan di Kuching, Malaysia, pada 4 Agustus 2005, merupakan lembaga yang mewadahi kerja sama di bidang mineral. Jadwal pertemuan tingkat menteri dilaksanakan minimal sekali dalam tiga tahun. Kerjasama ini didukung oleh pertemuan tingkat pejabat senior dalam ASEAN Senior Officials Meeting on Minerals (ASOMM) yang lebih intensif bertemu.

Maksud dan tujuan pembentukan ASOMM adalah sebagai wadah untuk membahas isu-isu bidang mineral di negara anggota ASEAN yang meliputi semua aspek teknis dan kebijakan serta pengaturan bidang sumber daya mineral termasuk aspek geologi

���

dan pertambangan yang dimulai dari survey umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, transportasi termasuk pengembangan sumber daya manusia/tenaga kerja, lingkungan, perdagangan dan investasi. Koordinasi perencanaan dan implementasi kerjasama dilakukan dengan instansi terkait yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM).

Sejalan dengan AEC Blueprint, tujuan kerjasama ASEAN di bidang mineral adalah meningkatkan perdagangan dan investasi serta kerjasama dan kapasitas sektor geologi dan mineral untuk pembangungan sektor mineral yang berkelanjutan di kawasan ASEAN. Sama halnya dengan kerja sama energi, kerjasama di bidang mineral diarahkan untuk menciptakan kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi.

Tujuan tersebut diharapkan tercapai melalui beberapa tindakan yaitu:

a. Memfasilitasi dan meningkatkan perdagangan dan investasi di sektor mineral;

b. Meningkatkan pengembangan kelembagaan dan kapasitas sumber daya manusia di sektor geologi dan mineral ASEAN;

c. Mendorong pembangunan sektor mineral yang berkelanjutan dan ramah lingkungan; dan

d. Mendorong keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan sektor mineral.

Beberapa capaian utama dalam kerja sama ASEAN di bidang mineral di antaranya adalah:

a. Manila Declaration on Intensifying ASEAN Minerals Cooperation, Manila, 16 Oktober 2008;

b. ASEAN Minerals Cooperation Scorecard 2009-2011, 16 Oktober 2008, Manila;

c. Ministerial Understanding on ASEAN Cooperation in Minerals, Kuching, 4 Agustus 2005; dan

d. ASEAN Minerals Cooperation Action Plan 2005-2010. (AMCAP), Kuching, 4 Agustus 2005.

���

Untuk mendanai berbagai program, proyek, dan kegiatan di bidang kerjasama mineral, ASEAN berencana membentuk ASEAN Mineral Trust Fund yang Terms of Reference (TOR)nya telah disahkan pada 2nd AMMin di Manila tanggal 16 Oktober 2008.

Dalam kerjasama dengan negara Plus Three, ASEAN telah menyepakati Terms of Reference (TOR) ASEAN Plus Three Consultation yang menjadi panduan bersama untuk meningkatkan kerjasama ASEAN Plus Three dalam pengembangan sektor mineral. Beberapa proyek yang telah diselenggarakan adalah ASEAN Workshop on Corporate Social Responsibility in Mining Industry pada 22 Juli 2008 di Bali, Indonesia; Seminar on Mineral Resources Assessment and Management for Administration Department Officials for ASEAN Countries pada 7-26 Mei 2008 di Beijing, China; dan Minerals/Metals Recovery and Recycling Training Programme pada 14 Januari – 1 Februari 2008 di Tokyo, Jepang.

8. Pertemuan Para Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Science and Technology/AMMST)

Pertemuan Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Science and Technology atau AMMST) pertama kali diselenggarakan di Pattaya, Thailand, pada 27-28 Oktober 1980, merupakan lembaga yang mewadahi kerja sama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pertemuan AMMST didukung oleh pertemuan tingkat pejabat senior dalam Committee on Science and Technology (COST). Dalam penyusunan Piagam ASEAN, AMMST dan COST berada di bawah ASEAN Economic Community (AEC) namun komponen science and technology berada di bawah ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC).

9. Pertemuan Para Menteri Telekomunikasi dan Informasi ASEAN (ASEAN Telecommunications and IT Ministers Meeting/TELMIN)

ASEAN TELMIN pertama kali diselenggarakan di Kuala Lumpur pada 13 – 14 Juli 2001, dan diadakan secara rutin 1 (satu) kali dalam setahun. Pada tingkat Senior Official, perundingan kerja sama

���

telekomunikasi dan teknologi informasi ASEAN dilaksanakan oleh ASEAN Telecommunications Senior Officials Meeting (TELSOM).

Tanggung jawab TELMIN mencakup perumusan kebijakan dan teknologi program kerja e-ASEAN, sementara TELSOM bertanggung jawab untuk mengembangkan, memperkuat serta meningkatkan daya saing di bidang information and communication technology (ICT); mengurangi kesenjangan digital di antara negara anggota ASEAN; meningkatkan kerja sama antara sektor publik dan swasta; serta mengembangkan infrastruktur informasi ASEAN.

Beberapa tonggak kerjasama telekomunikasi dan ICT ASEAN antara lain:a. Disepakatinya “Siem Reap Ministerial Declaration on Enhancing

Universal Access on ICT Services in ASEAN” pada sidang ASEAN TELSOM/TELMIN ke-7 tahun 2007 di Siem Reap, Kamboja;

b. Disepakatinya “Vientiane Declaration on Promoting the Realization of Broadband across ASEAN”, pada 10th ASEAN Telecommunications & Information Technology Senior Officials Meeting (TELSOM-10) dan 9th ASEAN Telecommunications & Informations Technology Ministers Meeting (TELMIN-9) Oktober 2009 di Vientiane, Laos; dan

c. Disepakatinya ide untuk mengembangkan “ASEAN ICT Master Plan 2015” dengan visi “Towards an Empowering and Transformational ICT: Creating an Inclusive, Vibrant and Integrated ASEAN” pada 9th ASEAN Telecommunications & Informations Technology Ministers Meeting (TELMIN-9) Oktober 2009 di Vientiane, Laos.

Koordinasi dalam kerja sama ini dilakukan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta para pemilik kepentingan di bidang telekomunikasi dan informasi seperti penyedia jasa komunikasi dan informasi, perusahaan penyiaran, badan regulator penyiaran dan ICT, serta sektor swasta lainnya di bidang telekomunikasi dan informasi.

ASEAN menyadari pentingnya Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi seluruh lapisan masyarakat. Terkait hal ini telah disepakati upaya sinergis untuk membangun infrastruktur komunikasi

���

melalui “Siem Reap Ministerial Declaration on Enhancing Universal Access on ICT Services in ASEAN” yang disepakati dalam pertemuan ASEAN Telecommunications & Information Technology Senior Officials (TELSOM)/ ASEAN Telecommunications & Informations Technology Ministers Meeting (TELMIN) ke-7 tahun 2007 di Siem Reap, Kamboja.

9th ASEAN TELSOM dan 8th TELMIN dengan tema ‘’High Speed Connection to Bridge ASEAN Digital Divide” di Bali, pada tanggal 25-29 Agustus 2008 telah membahas dan mengesahkan indikator dan target dalam ICT Scorecard yang diperlukan untuk mencapai proses integrasi dan pengembangan sektor ICT ASEAN tahun 2008-2010.

Pada ASEAN TELSOM-10 dan ASEAN TELMIN-9 bulan Oktober 2009, telah disepakati “Vientiane Declaration on Promoting the Realization of Broadband across ASEAN”, serta ide untuk mengembangkan “ASEAN ICT Master Plan 2015” dengan visi “Towards an Empowering and Transformational ICT: Creating an Inclusive, Vibrant and Integrated ASEAN”.

10. Pertemuan Para Menteri Transportasi ASEAN (ASEAN Transport Ministers Meeting/ATM)

Pertemuan Menteri Perhubungan ASEAN (ASEAN Transport Ministers Meeting/ATM) pertama kali diselenggarakan di Bali pada 17 – 19 Maret 1996 dan rutin diadakan setiap tahun, merupakan lembaga yang mewadahi kerja sama di bidang perhubungan. Untuk tingkat Senior Official dilaksanakan oleh Senior Transport Officials Meeting (STOM) yang bertemu 2 (dua) kali dalam setahun.

ATM bertanggung jawab untuk mewujudkan dan mengembangkan harmonisasi dan integrasi sistem transportasi guna menciptakan jaringan infrastruktur transportasi yang aman, efisien dan inovatif; meningkatkan kerjasama sektor transportasi di antara negara anggota ASEAN; menciptakan mekanisme untuk koordinasi dan mengawasi proyek kerjasama dan kegiatan di sektor transportasi; meningkatkan saling keterhubungan dan kesesuaian operasionalisasi jaringan nasional dan akses dengan mempertimbangkan perlunya untuk menghubungkan pulau-pulau,

���

daerah yang tidak berbatasan dengan laut dan daerah pinggiran dengan ekonomi nasional dan global.

Capaian penting dalam kerjasama transportasi ASEAN antara lain:a. ASEAN Framework Agreement on the Facilitation of Goods in

Transit, tahun 1998;b. ASEAN Memorandum of Understanding on Air Freight Services

di Jakarta bulan September 2002;c. ASEAN Transport Roadmap for the Land Transport

Infrastructure Integration and Transport Facilitation of Goods, tahun 2002;

d. Roadmap for Integration of Air Travel Sector (RIATS), November 2004;

e. ASEAN framework Agreement on Multimodal Transport, tahun 2005;

f. Roadmap Towards an Integrated and Competitive Maritime Transport in ASEAN, Mei 2007;

g. Roadmap for Integration of Logistics Services, Agustus 2007; h. ASEAN – China Maritime Transport Agreement, November

2007; dani. ASEAN Multilateral Agreement on Full Liberalization of Air

Freight Services dan ASEAN Multilateral Agreement on Air Services, tahun 2009.

Pada pertemuan ATM ke-15 dan STOM ke-28, telah dibahas mengenai ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalisation of Passenger Air Services (MAFLPAS) dan ASEAN China Air Transport Agreement (AC-ATA). Indonesia telah menyusun Peraturan Menteri Perhubungan mengenai pemilahan Bandara yang akan melayani penerbangan internasional untuk mengantisipasi pemberlakuan persetujuan dimaksud.

Koordinasi dalam kerja sama transportasi ASEAN dilakukan dengan Kementerian Perhubungan serta seluruh pemilik kepentingan di bidang transportasi seperti maskapai penerbangan, asosiasi pelayaran, perusahaan logistik, perusahaan pengelola bandara dan pelabuhan, penyedia jasa angkutan, sektor swasta lainnya di bidang transportasi.

���

a. Jasa Angkutan Udara (Air Transport Services)

Hingga saat ini, ASEAN telah mencapai kemajuan yang sangat signifikan dalam upaya liberalisasi di bidang jasa melalui serangkaian negosiasi ASEAN Framework Agreement on Services, yang telah berhasil menyelesaikan 7th Package of AFAS Commitments. Di samping itu juga, telah ditandatangani ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalization of Air Freight Services and the ASEAN Multilateral Agreement on Air Services pada Pertemuan ke-14 ASEAN Transport Ministers’ Meeting, Mei 2009.

Adapun beberapa perjanjian lainnya yang belum ditandatangani antara lain Multilateral Agreement on the Full Liberalization of Passenger Air Services (MAFLPAS) beserta protokolnya dan yang masih dalam tahap negosiasi adalah draft ASEAN-China Air Transport Agreement (AC-ATA). Sedangkan untuk ASEAN Single Aviation Market (ASAM) dan ASEAN Air Transport Integration Project (AATIP) saat ini masih dalam tahap persiapan untuk negosiasi.

Negosiasi kerjasama perhubungan udara ASEAN diwadahi oleh sebuah Kelompok Kerja yang disebut dengan Air Transport Working Group (ATWG) dan Air Transport Sectoral Negotiations (ATSN). ATWG/ATSN akan melaporkan hasil negosiasi kepada Senior Transport Official Meeting (STOM) yang kemudian akan disahkan oleh ASEAN Transport Ministers (ATM).

Saat ini Senior Transport Officials Meeting (STOM) telah mengadopsi the Guidelines for Liberalisation of the ASEAN Air Transport Ancillary Services yang mencakup 7 (tujuh) jasa pendukung baru di sektor perhubungan udara yang akan dijadikan sebagai sub-sub sektor baru pada perundingan-perundingan negosiasi dari tahun 2010-2015.

b. ASEAN Single Aviation Market (ASAM)

Pengembangan ASAM merupakan pekerjaan besar dan memerlukan pembahasan menyeluruh oleh para ahli dari seluruh Negara Anggota ASEAN. Tujuan akhir ASAM adalah kesepakatan open-sky policy pada tahun 2015. Sehubungan

���

dengan hal tersebut, negara anggota ASEAN sepakat untuk mengaktifkan kembali Air Transport Technical Cooperation dan Air Transport Economic Cooperation Sub-Working Group untuk mengkaji dan memfinalisasi ASAM. Konsep ToR dari kedua Sub-Working Group dimaksud disampaikan pada STOM ke-29 di Brunei Daussalam, Juni 2010 .

Protocol to Implement the 6th Package of Air Transport Services Commitments under ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), telah ditandatangani pada Pertemuan ATM ke-15 di Hanoi, Vietnam, Desember 2009. Negosiasi untuk putaran berikutnya akan dilakukan setiap dua tahun sekali untuk Paket ke-7 (2010-2011) dan Paket ke-8 (2012-2013).

c. Kerjasama Maskapai Penerbangan ASEAN

Kerjasama maskapai penerbangan ASEAN diwadahi oleh sebuah pertemuan rutin yang disebut dengan ASEAN Airlines Meeting (AAM). Perkembangan terkini dari kerjasama tersebut yang dibahas pada pertemuan AAM ke-17 di Singapura, Maret 2010 antara lain terkait rencana penerapan Emissions Trading Scheme (ETS) oleh EU terhitung mulai Januari 2012, surat resmi Sekretaris Jenderal ASEAN kepada Dubes Inggris untuk ASEAN mengenai keberatan maskapai penerbangan ASEAN atas penerapan UK Aviation Tax - Air Passenger Duty (APD), dan permasalahan airport slots di China (Beijing, Guangzhou, Kunming, Shenzen, Shanghai dan Xiamen) dan di Jepang (Narita dan Haneda).

d. Jasa Angkutan Laut (Maritime Transport Services)

Isu umum yang terkait dengan jasa angkutan laut adalah isu keselamatan dan keamanan bahari. Sehubungan dengan itu, pada tahun 2007 ASEAN telah mengadakan beberapa proyek kerjasama untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan bahari regional. Empat proyek kerjasama International Maritime Organisation (IMO) - ASEAN Follow Through Projects yang dipimpin oleh Malaysia, Filipina, Singapura dan Vietnam, telah berhasil diselesaikan selama tahun 2007.

���

Untuk lebih meningkatkan integrasi jasa perhubungan laut, Pertemuan ASEAN Maritime Transport Working Group (MTWG) ke-13 yang diselenggarakan di Bangkok, Thailand pada Mei 2007 telah menyepakati draft teks Roadmap Towards an Integrated and Competitive Maritime Transport in ASEAN yang berisi peta jalan peningkatan kerjasama dan integrasi subsektor jasa angkutan laut ASEAN untuk menunjang realisasi komunitas ekonomi ASEAN 2015.

Sidang ke-16 ASEAN Maritime Transport Working Group (MTWG) di Nha Trang, Vietnam tanggal 9-11 September telah membahas langkah-langkah lebih lanjut dalam mengimplementasikan Roadmap Towards an Integrated and Competitive Maritime Transport. Terkait Roadmap Towards an Integrated and Competitive Maritime Transport, Indonesia ditunjuk bertanggung jawab sebagai lead coordinator untuk measure (langkah kebijakan) no.11 “Confirm the Principle of Open Access to the International Maritime Trade of All ASEAN Member States” dan measure no.12 “Develop the Strategies for an ASEAN Single Shipping Market” dari Roadmap dimaksud.

Pada pertemuan ke-18 ASEAN MTWG di Ho Chi Minh City, Vietnam, Agustus 2009, Filipina selaku koordinator ASEAN MoU on Cooperation Relating to Marine Casualty Investigation menyampaikan status final draft kesepakatan tersebut yang dilaporkan dan disetujui pada pertemuan STOM ke-28 yang kemudian ditandatangani pada saat Sidang ATM ke-15 di Ha Noi pada bulan Desember 2009.

Pada Pertemuan ke-2 Implementation Meeting on the ASEAN China Maritime Transport AgreementI, 14 Agustus 2009 di Ho Chi Minh City Vietnam, disampaikan bahwa draft MoU ASEAN – China on Maritime Consultation Mechanism akan dibahas pada Pertemuan ke-5 ASEAN-China Maritime Consultation Mechanism, 21-23 Oktober 2009 di Beijing China.

Selanjutnya pertemuan ke-5 ASEAN-China Maritime Consultation Mechanism, 21-23 Oktober 2009 tersebut belum menghasilkan kesepakatan mengenai isi draft persetujuan MoU dimaksud, dan perlu melakukan konsultasi domestik terlebih

��0

dahulu, terutama bagi Indonesia mengingat isu maritim yang dirasakan cukup sensitif.

11. Pertemuan Para Menteri Pariwisata ASEAN (ASEAN Tourism Ministers Meeting/M-ATM)

Pertemuan Para Menteri Pariwisata ASEAN (ASEAN Tourism Ministers Meeting/M-ATM) yang diadakan di sela-sela rangkaian ASEAN Tourism Forum (ATF) diselenggarakan satu tahun sekali, merupakan lembaga yang mewadahi kerja sama di bidang pariwisata. ASEAN National Tourism Organisations (NTOs) merupakan pertemuan para senior officials pariwisata yang biasanya diadakan dalam rangkaian ATF. Pertemuan pertama Para Menteri Pariwisata ASEAN diselenggarakan di Cebu, Filipina, pada bulan Januari 1998.

Beberapa capaian utama kerja sama pariwisata adalah ditandatanganinya Mutual Recognition Arrangement (MRA) di bidang profesi pariwisata pada 2009. Selain itu, juga telah disepakati “Initiative of the ASEAN National Tourism Organisations” yang ditujukan untuk memformulasikan ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP) yang merupakan sebuah rencana strategis pariwisata ASEAN 2011-2015 sebagai lanjutan dari Roadmap for integration of Tourism Sector (RITS). ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP) 2011-2015 diharapkan dapat selesai sebelum pelaksanaan Pertemuan ke-14 Menteri Pariwisata ASEAN (M-ATM) pada bulan Januari 2011 di Kamboja.

Koordinasi untuk kerja sama pariwisata ASEAN adalah dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata serta berbagai pemilik kepentingan di bidang pariwisata seperti asosiasi perhotelan, asosiasi profesional pariwisata, biro perjalanan, dan sektor swasta lainnya di bidang pariwisata.

12. Kerja sama Pembangunan Mekong Basin ASEAN (ASEAN Mekong Basin Development Cooperation/AMBDC)

Basic Framework of ASEAN-Mekong Basin Development Cooperation disepakati pada 17 Juni 1996, dengan tujuan antara

���

lain untuk mendorong pembangunan daerah Mekong yang ekonomis dan berkelanjutan, mendorong proses dialog dan identifikasi proyek umum yang bisa menghasilkan kemitraan ekonomi dan saling menguntungkan, serta menguatkan interkoneksi dan hubungan ekonomi antara negara-negara anggota ASEAN dengan negara-negara di kawasan Mekong.

Pertemuan ke-11 Menteri AMBDC pada 16 Agustus 2009 mencapai kesepahaman bahwa AMBDC dapat menjadi salah satu mekanisme dalam menjembatani kesenjangan pembangunan di ASEAN. Para menteri secara prinsip kemudian menyepakati tiga sektor pembangunan yang akan diprioritaskan, sejalan dengan ASEAN Economic Community Blueprint, yaitu perdagangan dan investasi, sumber daya manusia, dan infrastruktur transportasi.

13. Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Council/AEC Council)

Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Council) mengadakan pertemuan pertama pada 27 Februari 2009 di Cha-am, Thailand. Pertemuan Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN diadakan sekurang-kurangnya dua kali setahun dan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan diwakili oleh Menteri Perdagangan sebagai alternate. Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN didukung oleh para pejabat-pejabat tinggi di bidang ekonomi.

Dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan dari Komunitas Ekonomi ASEAN, Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN bertugas untuk:

a. Menjamin pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di bidang ekonomi;

b. Mengoordinasikan kerja dari berbagai sektor yang berada di lingkup kerja sama ekonomi, dan isu-isu lintas Dewan Komunitas lainnya; dan

c. Menyerahkan laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN mengenai hal-hal terkait dengan perkembangan ekonomi.

���

C. Komunitas Sosial dan Budaya

Pilar ketiga dalam Komunitas ASEAN adalah Pilar Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC). Pilar ini kemudian dijabarkan dalam bentuk tindakan-tindakan yang tertuang dalam Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN.

Kerja sama di bidang sosial-budaya menjadi salah satu titik tolak utama untuk meningkatkan integrasi ASEAN melalui terciptanya “a caring and sharing community”, yaitu sebuah masyarakat ASEAN yang saling peduli dan berbagi. Kerja sama sosial budaya mencakup kerja sama di bidang kepemudaan, perempuan, perlindungan anak, kepegawaian, pene-rangan, kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, penanggulangan bencana alam, kesehatan, pembangunan sosial, pengentasan kemiskinan, ketenagakerjaan, dan Yayasan ASEAN.

Komunitas Sosial Budaya ASEAN merupakan pilar yang saling terkait dan saling melengkapi dalam kerangka pembentukan komunitas ASEAN tahun 2015. Bersama-sama dengan Pilar Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political and Security Community) dan Pilar Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), Pilar Sosial Budaya ASEAN dibentuk dengan tujuan untuk mempercepat proses pengintegrasian di ASEAN dalam rangka mendukung upaya mewujudkan perdamaian di kawasan, meningkatkan kesejahteraan serta memperkokoh persaudaraan di kalangan masyarakat ASEAN.

Komunitas Sosial Budaya ASEAN bersifat terbuka dan bergerak berdasarkan pendekatan kemasyarakatan (People-

71

pembangunan yang akan diprioritaskan, sejalan dengan ASEAN Economic Community Blueprint, yaitu perdagangan dan investasi, sumber daya manusia, dan infrastruktur transportasi.

13. Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Council/AECCouncil)

Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Council)mengadakan pertemuan pertama pada 27 Februari 2009 di Cha-am, Thailand. Pertemuan Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN diadakan sekurang-kurangnya dua kali setahun dan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan diwakili oleh Menteri Perdagangan sebagai alternate. Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN didukung oleh para pejabat-pejabat tinggi di bidang ekonomi.

Dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan dari Komunitas Ekonomi ASEAN, Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN bertugas untuk: a. Menjamin pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di bidang

ekonomi;b. Mengoordinasikan kerja dari berbagai sektor yang berada di lingkup kerja sama ekonomi,

dan isu-isu lintas Dewan Komunitas lainnya; dan c. Menyerahkan laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi kepada Konferensi Tingkat

Tinggi ASEAN mengenai hal-hal terkait dengan perkembangan ekonomi.

C. Komunitas Sosial dan Budaya

Pilar ketiga dalam Komunitas ASEAN adalah Pilar Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC). Pilar ini kemudian dijabarkan dalam bentuk tindakan-tindakan yang tertuang dalam Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN.

Kerja sama di bidang sosial-budaya menjadi salah satu titik tolak utama untuk meningkatkan integrasi ASEAN melalui terciptanya “a caring and sharing community”, yaitu sebuah masyarakat ASEAN yang saling peduli dan berbagi. Kerja sama sosial budaya mencakup kerja sama di bidang kepemudaan, perempuan, perlindungan anak, kepegawaian, penerangan, kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, penanggulangan bencana alam, kesehatan, pembangunan sosial, pengentasan kemiskinan, ketenagakerjaan, dan Yayasan ASEAN.

Komunitas Sosial Budaya ASEAN

merupakan pilar yang saling terkait dan saling melengkapi dalam kerangka

Penganugerahan Duta Muda ASEAN oleh Djauhari Oratmangun, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN.

Sumber: www.deplu.go.id

���

Centered approach): dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Komunitas sosial budaya ASEAN mencakup kerja sama yang sangat luas dan multi-sektor serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang keberadaan ASEAN (ASEAN Awareness).

Sebagai satu komunitas sosial budaya, masyarakat ASEAN akan bersama-sama mengatasi berbagai tantangan pertumbuhan penduduk dan kemiskinan, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat. Negara-negara ASEAN perlu meningkatkan kerja sama untuk memperkuat daya saing kawasan dengan cara meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan lingkungan hidupnya melalui kerja sama pendidikan dan kebudayaan.

ASEAN juga membuka akses seluas-luasnya bagi penduduknya dengan memperhatikan keseimbangan jender di berbagai bidang, antara lain di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai pelatihan untuk pengembangan sumber daya manusia, membangun kualitas hidup yang lebih baik, meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, serta terus melakukan pengawasan penyebaran wabah penyakit, pengendalian penyebarluasan penyalahgunaan dan penyelundupan narkoba, penurunan kualitas lingkungan dan polusi lintas batas. Untuk dapat mencapai kerja sama yang baik di seluruh sektor pemerintahan ASEAN akan meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui peningkatan kapabilitas pegawai negeri dan good governance serta meningkatkan keterlibatan masyarakat madani (civil society).

Guna mewujudkan semua itu, warga ASEAN harus menciptakan “rasa ke-kita-an” (“We Feeling”) yang begitu penting bagi manusia dalam membentuk sebuah komunitas. Masyarakat ASEAN juga perlu menumbuhkan rasa saling menghormati dan solidaritas yang lebih besar sehingga warga ASEAN akan berkembang menjadi komunitas yang saling peduli dan berbagi. Dengan demikian, masyarakat ASEAN akan lebih mengenali benang merah yang ada di dalam budaya mereka yang sangat beragam dan akan lebih mampu menghargai identitas nasional satu sama lain. ASEAN diharapkan dapat menyelesaikan segala sengketa secara damai dan bersahabat. Dengan “rasa ke-kita-an” tersebut, warga ASEAN akan dapat mewariskan kepada generasi selanjutnya sebuah kawasan Asia Tenggara yang sejahtera, aman dan damai, bukan

���

saja sebagai kawasan yang bebas tetapi juga mampu mengelola sengketa dengan bijaksana.

Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint)

Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya ASEAN Socio-Cultural Community (ASSC), ASEAN telah menyusun Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint) yang disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Cha-am Hua Hin, Thailand tanggal 1 Maret 2009. Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN dimaksudkan untuk memberikan pedoman (guidelines) bagi negara-negara anggota ASEAN dalam menyongsong terbentuknya Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui pilar sosial budaya.

Cetak biru diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam memperkuat integrasi ASEAN yang berpusat pada masyarakat (people-centred) serta memperkokoh kesadaran, solidaritas, kemitraan dan rasa kepemilikan masyarakat (We Feeling) terhadap

73

Cetak biru diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam memperkuat integrasi ASEAN yang berpusat pada masyarakat (people-centred) serta memperkokoh kesadaran, solidaritas, kemitraan dan rasa kepemilikan masyarakat (We Feeling) terhadap ASEAN. Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN memuat enam elemen utama (Core Element) & 348 Tindakan (Action-lines). Struktur Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN adalah sebagai berikut:

I. Pengantar (Introduction)II. Karakteristik dan Elemen-elemen (Characteristic and Elements)

A. Pembangunan Manusia (Human Development), terdiri dari 60 tindakan; B. Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan Sosial (Social Welfare and Protection), terdiri

dari 94 tindakan; C. Keadilan Sosial dan Hak-hak (Social Justice and Rights), terdiri dari 28 tindakan; D. Penjaminan Kelestarian Lingkungan (Ensuring Environmental Sustainability), terdiri dari

98 tindakan; E. Pembangunan Identitas ASEAN (Building ASEAN Identity), terdiri dari 50 tindakan; F. Pengurangan Kesenjangan Pembangunan (Narrowing the Development Gap), terdiri

dari 8 tindakan. III. Implementasi dan Tinjauan Ulang Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN

(Implementation and Review of the ASCC Blueprint)A. Mekanisme Implementasi (Implementation Mechanism);

ASEAN selalu berusaha mendekatkan diri kepada masyarakat. Sumber: www.deplu.go.id

���

ASEAN. Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN memuat enam elemen utama (Core Element) & 348 Tindakan (Action-lines). Struktur Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN adalah sebagai berikut:

I. Pengantar (Introduction)

II. Karakteristik dan Elemen-elemen (Characteristic and Elements)A. Pembangunan Manusia (Human Development), terdiri

dari 60 tindakan;B. Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan Sosial (Social

Welfare and Protection), terdiri dari 94 tindakan;C. Keadilan Sosial dan Hak-hak (Social Justice and Rights),

terdiri dari 28 tindakan;D. Penjaminan Kelestarian Lingkungan (Ensuring

Environmental Sustainability), terdiri dari 98 tindakan;E. Pembangunan Identitas ASEAN (Building ASEAN

Identity), terdiri dari 50 tindakan;F. Pengurangan Kesenjangan Pembangunan (Narrowing

the Development Gap), terdiri dari 8 tindakan.

III. Implementasi dan Tinjauan Ulang Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (Implementation and Review of the ASCC Blueprint)A. Mekanisme Implementasi (Implementation Mechanism);B. Mobilisasi Sumber Daya (Resource Mobilisation);C. Strategi Komunikasi (Communication Strategy);D. Mekanisme Peninjauan Ulang (Review Mechanism).

Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN yang telah disahkan tersebut diharapkan dapat segera diintegrasikan kedalam perencanaan pembangunan di masing masing negara ASEAN dan diimplementasikan di tingkat nasional dan daerah. Kesuksesan implementasi ASCC Blueprint tentu memerlukan dukungan kuat dan keterlibatan seluruh pemilik kepentingan, mulai dari pemerintah,

���

kalangan masyarakat madani maupun anggota masyarakat secara luas.

1. Pertemuan Para Menteri ASEAN Yang Bertanggung Jawab di Bidang Informasi (ASEAN Ministers Responsible for Information/AMRI)

AMRI dibentuk pada tahun 1989. Sidang AMRI diadakan sebanyak sekali dalam 18 bulan, didahului oleh sidang pejabat senior, yakni Pertemuan Pejabat Senior Yang Bertanggung Jawab di Bidang Informasi (Senior Officials Meeting Responsible for Information/SOMRI). Pertemuan terakhir, yakni 10th AMRI, diadakan pada tanggal 2-7 November 2009 di Vientiane, Laos. AMRI merupakan pertemuan tingkat menteri di bidang informasi yang membahas masalah kebijakan di tingkat kawasan dan melakukan evaluasi umum terhadap kegiatan kerja sama yang dilaksanakan.

Kerja sama di bidang informasi dilaksanakan melalui berbagai proyek kerja sama seperti pertukaran berita atau program radio atau pertukaran program televisi melalui Berita Televisi ASEAN atau ASEAN Television News (ATN). Disamping itu juga dilaksanakan proyek lainnya seperti beberapa kegiatan terkait yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan ASEAN seperti misalnya pertukaran berita televisi dan radio; penggunaan Lagu ASEAN (ASEAN Anthem) dan moto ASEAN (ASEAN Motto ”One Vision, One Identity, One Community”) dalam program-program televisi; Kuis Kawasan ASEAN (ASEAN Regional Quiz) untuk mengasah pengetahuan para pemuda tentang ASEAN; Permainan Komputer ASEAN (ASEAN Computer Game) untuk menumbuhkan identitas kawasan melalui cara-cara yang menghibur; dan Proyek Pembuat Berita ASEAN (ASEAN Newsmaker Project) untuk memajukan pemahaman lintas budaya diantara pemuda ASEAN melalui media digital.

Pertemuan tersebut juga memandang Portal Media ASEAN (ASEAN Media Portal) dan Portal Informasi dan Kebudayaan ASEAN (ASEAN Culture and Information Portal) sebagai landasan-landasan penting untuk menciptakan Kesadaran ASEAN dan meningkatkan kerja sama media.

���

Peran informasi dan media cukup penting dalam mendukung upaya integrasi ASEAN dan mencapai tujuan ASEAN. Diharapkan dari pertemuan ini semua negara anggota dapat memperoleh peluang, mendiskusikan dan mengadopsi mekanisme teknik-teknik baru, pengetahuan dan kerja sama informasi guna memenuhi kebutuhan tuntutan global. Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran dan saling pengertian antara masyarakat di negara-negara ASEAN di berbagai bidang.

Pertemuan AMRI ke-10 pada tanggal 5 November 2009 di Vientiane, Laos yang mengangkat tema “Enhancing Media Cooperation in ASEAN Community Building” menegaskan peran penting sektor informasi dalam menciptakan rasa saling memiliki (sense of belonging) dan meningkatkan pemahaman mendalam tentang budaya, sejarah, kepercayaan, dan peradaban negara-negara anggota ASEAN. Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan kerja sama media yang lebih dalam untuk mendukung pembangunan komunitas melalui koordinasi yang lebih erat, proyek-proyek, jaringan media, dan pengembangan sumber daya manusia. Pada Pertemuan ke-10 tersebut AMRI menegaskan akan mengembangkan Kerja Sama Penyiaran Digital ASEAN (ASEAN Digital Broadcasting Cooperation) yakni menjadikan ASEAN sebagai kawasan digital secara bertahap mulai tahun 2015 hingga 2020.

Di bidang informasi juga dikembangkan kerja sama dengan negara-negara Plus Three yang untuk pertama kali diselenggarakan sidang ASEAN+3 di bidang informasi, baik pada tingkat pejabat senior maupun tingkat menteri. Sidang ini dilaksanakan bersama dengan sidang ke-10 AMRI November 2009. Dalam pertemuan tersebut kedua pihak berharap dapat mengembangkan kerja sama yang saling mendukung dan menguntungkan terutama di sektor media massa dan penyiaran serta pertukaran insan media.

2. Pertemuan Para Menteri ASEAN Yang Bertanggung Jawab di Bidang Budaya dan Seni (ASEAN Ministers Responsible for Culture and Arts/AMCA)

AMCA dibentuk pada tahun 2003. Sidang AMCA diadakan sekali dalam dua tahun. Pertemuan terakhir, yakni 4th AMCA,

���

diadakan pada tanggal 22-26 Maret 2010 di Pampanga, Filipina. Di tingkat pejabat senior, ada pula Pertemuan Pejabat Senior Yang Bertanggungjawab di Bidang Kebudayaan dan Kesenian (Senior Officials Meeting Responsible for Culture and Arts/SOMCA).

Dalam pertemuan pertama AMCA di Kuala Lumpur, Malaysia pada 13-14 Oktober 2003, disepakati wilayah prioritas kerja sama kebudayaan ASEAN, yaitu pengembangan sumber daya manusia di bidang kebudayaan dan pengembangan UKM terkait kebudayaan dan kesenian. Selanjutnya pada pertemuan kedua AMCA tahun 2005 di Bangkok, Thailand, untuk pertama kalinya diadakan pula pertemuan dengan Cina, Jepang dan Republik Korea dalam kerangka AMCA+3.

Pertemuan ketiga AMCA berlangsung pada tanggal 12 -13 Januari 2008 di Nay Pyi Taw, Myanmar. Agenda yang dibahas terkait dengan penyusunan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN yaitu bagaimana rencana kerja yang disusun di tingkat teknis SOMCA dapat bersinergi dengan Cetak Biru ASCC agar secara signifikan kerja sama kebudayaan di bawah AMCA dapat memberi kontribusi dalam pembentukan Komunitas Sosial budaya ASEAN pada tahun 2015. Pertemuan juga menyepakati sejumlah kegiatan seni budaya untuk meningkatkan kesadaran mengenai ASEAN dan identitas ASEAN melalui Showcase of the best of ASEAN’s arts and culture, ASEAN Cultural City/Capital dan Minggu Kebudayaan ASEAN (ASEAN Cultural Week).

Pertemuan ke-empat AMCA diselenggarakan pada tanggal 26 Maret 2010 di Pampanga, Filipina. Pertemuan menyepakati antara lain usaha peningkatan kerja sama ASEAN dalam bidang budaya dan seni yang terfokus pada: (1) pengembangan sumber daya manusia; (2) perlindungan, perawatan dan pemajuan warisan budaya ASEAN; dan (3) pembangunan usaha-usaha budaya kecil dan menengah. Untuk mewujudkan hal tersebut maka disepakati Rencana Kerja Kelompok Kerja (Work Plans of the Working Groups) untuk ketiga bidang tersebut.

Pertemuan juga mengevaluasi kegiatan Rangkaian Pertunjukan Kesenian Terbaik ASEAN (Best of ASEAN Performing Arts series) yang telah memasuki babak pertengahan sejak pertama

���

kali diusulkan oleh Sekretaris Jenderal ASEAN pada Pertemuan AMCA ke-3. Kegiatan ini dianggap sebagai contoh sukses dalam memajukan dan mengapresiasi kekayaan warisan budaya dari Komunitas ASEAN serta menjembatani budaya di antara negara-negara anggota ASEAN. Adapun beberapa usulan terkait perluasan kegiatan ini diantaranya dengan memasukkan aspek-aspek budaya seperti teater, musik, budaya, dan kerajinan; pengorganisasian kegiatan secara rutin setiap tahun oleh negara anggota ASEAN berdasarkan sistem rotasi; dan melibatkan partisipasi dari negara-negara Plus Three (China, Republik Korea, dan Jepang).

Kelompok kerja yang dikembangkan di bawah kerja sama kebudayaan adalah Kelompok Kerja ASEAN untuk Jejaring Kerja Warisan Kebudayaan ASEAN (ASEAN Working Group on Networking of ASEAN Cultural Heritage/NACH), Kelompok Kerja SOMCA ASEAN untuk Usaha Kecil dan Menengah di Bidang Kebudayaan (ASEAN SOMCA Working Group on Small and Medium-Sized Cultural Enterprises/SMCEs) dan Kelompok Kerja SOMCA ASEAN untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Konteks Kebudayaan (ASEAN SOMCA Working Group on Human Resources Development (HRD) in the Cultural Context).

Proyek-proyek yang dikerjakan akhir-akhir ini adalah Pertunjukan Kebudayaan Terbaik ASEAN (Best of ASEAN Performing Arts), Kota Kebudayaan ASEAN (ASEAN City of Culture), Kuis ASEAN (ASEAN Quiz), produksi DVD pernikahan tradisional, riset dan pemetaan media baru ASEAN, people to people exchange, Camp Pemuda ASEAN, Festival Kesenian dan Kebudayaan Kawasan ASEAN untuk Membangun Komunitas ASEAN yang Madani dan Peduli (ASEAN Regional Festival of Arts and Culture on Building ASEAN Community of Caring Society), serta banyak lagi.

SOMCA juga mengembangkan kerja sama dengan negara Plus Three (SOMCA+3) yang utamanya menekankan pada kerja sama penciptaan jejaring warisan budaya, pertukaran jurnalis dan kebudayaan. Proyek yang dikembangkan adalah Pelatihan ASEAN-Cina untuk Perlindungan Warisan Tradisional Arsitektur Kayu (ASEAN-Cina Workshop on Traditional Conservation of Wooden Architectural Heritage).

��0

3. Pertemuan Para Menteri di bidang Pendidikan (ASEAN Education Ministers Meeting/ASED)

ASED dibentuk pada tahun 2006. Pertemuan ASED diadakan sekali setahun. Pertemuan terakhir, yakni 4th ASED, diadakan pada tanggal 5-8 April 2009 di Phuket, Thailand. Di tingkat pejabat senior, ada pula Pertemuan Pejabat Senior di Bidang Pendidikan (Senior Officials Meeting on Education/SOMED).

Kerja sama bidang pendidikan di wilayah Asia Tenggara dimulai dengan pembentukan Organisasi Menteri-menteri Pendidikan Asia Tenggara (South East Asian Ministers of Education Organizaton/SEAMEO) tanggal 30 November 1965. Dalam kerangka ASEAN, kerja sama pendidikan dilakukan oleh Komite ASEAN untuk Pembangunan Sosial (ASEAN Committee on Social Development/COSD), yang kemudian berubah menjadi Sub-Komite ASEAN untuk Pendidikan (ASEAN Sub-Committee on Education/ASCOE), dan berubah lagi menjadi Komite ASEAN untuk Pendidikan (ASEAN Committee on Education), yang masih mempergunakan akronim yang sama (ASCOE) pada sidang ke-9 ASCOE di Vientiane, Laos, pada 26-27 September 2001.

Gagasan untuk mengadakan pertemuan ASED secara back-to-back dengan pertemuan SEAMEO muncul pada pertemuan SEAMEO di Bangkok tahun 2005. Pertemuan ASED pertama dilaksanakan di Singapura pada bulan Maret 2006 menyepakati strategi dasar dalam upaya mewujudkan Komunitas ASEAN melalui kerja sama pendidikan guna meningkatkan kesadaran dan saling pengertian. Kerja sama diwujudkan antara lain dengan kegiatan pertukaran mahasiswa dan peningkatan kapasitas tenaga pengajar.

Dalam SOMED di Bangkok pada 24 November 2006, disepakati agar Sekretariat ASEAN, Sekretariat SEAMEO dan Sekretariat Jejaring Universitas ASEAN (ASEAN University Network/AUN) bekerja sama untuk mengembangkan kerangka kerja kawasan (regional framework) guna mendukung pembentukan Komunitas ASEAN, melalui pertukaran pelajar/mahasiswa dan akademisi, serta kerja sama penelitian antara peneliti dengan akademisi. Kerangka Kerja kawasan dimaksud akan difokuskan pada kegiatan-kegiatan

���

untuk memajukan kesadaran akan ASEAN di sekolah-sekolah, termasuk mempromosikan Studi ASEAN di sekolah dasar dan menengah.

Pertemuan kedua ASED berlangsung di Bali tanggal 16 Maret 2007, membahas antara lain hal-hal berikut:

a. Menghidupkan kembali Program Pertukaran Pelajar ASEAN (ASEAN Student Exchange Programme) pada tahun 2008 dan seterusnya sampai 2013;

b. Menegaskan pentingnya peran dunia pendidikan di ASEAN, membangun identitas ASEAN dan lingkungan yang multikultural; dan

c. Mengupayakan substansi pendidikan sebagaimana tercermin dalam Piagam ASEAN, yang tidak hanya berada pada pilar sosial budaya melainkan mencakup ketiga pilar Komunitas ASEAN, yang dapat meningkatkan daya saing masing-masing negara anggota maupun ASEAN sebagai organisasi regional.

Pertemuan ketiga ASED ketiga diselenggarakan di Kuala Lumpur, 15 Maret 2008, membahas antara lain kerja sama dalam peningkatan standar pengajaran, pelatihan bahasa Inggris, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan, serta pelatihan kejuruan dan teknis. Selain itu disepakati pula untuk mengembangkan Program Beasiswa ASEAN (ASEAN Scholarship Program), menggunakan common content untuk bahan-bahan pelajaran mengenai ASEAN di sekolah dasar dan menengah pertama, mengembangkan kerja sama yang lebih erat antara AUN dengan SEAMEO-RIHED (Regional Centre for Higher Education and Development), dan memfokuskan kerja sama ke depan dalam upaya mencapai Pendidikan untuk Semua (Education For All/EFA) pada tahun 2015.

Pertemuan ke-empat ASED pada tanggal 5 April 2009 di Phuket, Thailand, menyambut baik pengembangan sebuah peta jalan ASEAN (ASEAN roadmap) guna mendukung pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) dan tujuan EFA oleh negara-negara anggota ASEAN di tahun 2015. Pertemuan juga menyepakati bahwa rencana kerja 5 (lima) tahun harus dikembangkan untuk

���

memandu para pejabat pendidikan senior ASEAN (SOMED) dalam memperkuat, memperdalam, dan memperluas kerja sama pendidikan intra ASEAN dan dengan negara-negara Plus Three, negara-negara East Asia Summit (EAS), dan mitra wicara ASEAN lainnya. Dalam hal penguatan kerja sama pendidikan regional, pertemuan ini mendukung keputusan SOMED untuk memanfaatkan kerja sama di antara negara EAS seperti Australia, China, India, Jepang, Republik Korea, dan Selandia Baru demi terwujudnya daya saing dan pembangunan komunitas regional.

Pertemuan ASED ke-5 pada tanggal 28 Januari 2010 di Cebu City, Filipina mengapresiasi diadopsinya Deklarasi Cha-Am Hua Hin untuk Penguatan Kerja Sama dalam Bidang Pendidikan guna Mencapai Komunitas ASEAN yang Peduli dan Berbagi (Cha-Am Hua Hin Declaration on Strengthening Cooperation on Education to Achieve an ASEAN Caring and Sharing Community) oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ke-15 ASEAN pada tanggal 24 Oktober 2009.

Para pejabat senior di bidang pendidikan ditugaskan untuk menindaklanjuti implementasi deklarasi tersebut untuk memperkuat peran sektor pendidikan dalam kontribusinya terhadap pembentukan Komunitas ASEAN yang lebih memasyarakat dan memiliki tanggung jawab sosial. Pertemuan ini mengevaluasi pengembangan rencana kerja lima tahun, kerja sama pendidikan dengan negara-negara EAS, dan perkembangan implementasi kegiatan AUN, khususnya implementasi Sistem Transfer Kredit ASEAN (ASEAN Credit Transfer System/ACTS); menelusuri pembentukan Universitas Cyber ASEAN-Republik Korea (ASEAN-ROK cyber university); serta menyambut tawaran Indonesia untuk menjadi tuan rumah Olimpiade Olah Raga Sekolah Dasar ASEAN (ASEAN Primary School Sport Olympiad/APSSO) ke-4 pada tahun 2010.

4. Pertemuan Para Menteri terkait Penanganan Bencana (ASEAN Ministerial Meeting on Disaster Management /AMMDM)

AMMDM merupakan pertemuan setingkat menteri dalam kerangka kerja sama penanganan bencana. AMMDM dibentuk pada

���

tahun 2004. Sidang AMMDM diadakan sekali dalam dua tahun. Pertemuan terakhir, yakni 1st AMMDM, diadakan pada tanggal 7-8 Desember 2004 di Phnom Penh, Kamboja. Di tingkat pejabat senior, ada pula Pertemuan Pejabat Senior di Bidang Penanganan Bencana (ASEAN committee on Disaster Management/ACDM).

Walaupun direncanakan untuk bertemu sekali dua tahun, sejak pertemuan pertama di Kamboja sampai dengan saat ini masih belum terselenggara pertemuan yang kedua. Seiring dengan telah belakunya Persetujuan ASEAN untuk Penanggulangan Bencana dan Tanggap Darurat (ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response/AADMER) pada bulan Desember 2009 dan semakin berkembangnya kualitas dan kuantitas kerja sama penanganan bencana, terdapat wacana untuk menyelenggarakan AMMDM secara back to back dengan Conference of the Party (COP) AADMER. Sesuai dengan Pasal 21 AADMER, pertemuan pertama COP diharapkan dapat diselenggarakan maksimal satu tahun setelah AADMER berlaku.

Pada Pertemuan ke-16 ACDM (special ACDM Meeting) di Makati City, Filipina, tanggal 18-19 Mei 2010 telah dibahas beberapa isu, antara lain (1) pembahasan Konsep Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan untuk Penanganan Bencana (ASEAN Agreement on the Establishment of the ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre); (2) pembahasan konsep Persetujuan Negara Tuan Rumah antara Pemerintah Republik Indonesia dan AHA Centre (Host Country Agreement (HCA) between the Government of the Republic of Indonesia and AHA Centre); (3) pembahasan peran Sekjen ASEAN sebagai Koordinator bantuan Kemanusiaan ASEAN (ASEAN Humanitarian Assistance Coordinator/AHAC); (4) perkembangan penyusunan Standar Prosedur Operasi ASEAN untuk Pengaturan Kesiagaan Kawasan dan Koordinasi Bantuan Bencana Bersama serta Operasi tanggap Darurat (ASEAN Standard Operating Procedure for Regional Standby Arrangements and Coordination of Joint Disaster Relief and Emergency Response Operation/ASEAN SASOP); (5) Pendirian Sistem Logistik Darurat Bencana ASEAN (ASEAN’s Disaster Emergency Logistic System); dan (6) pembahasan mengenai Konferensi Tingkat Tinggi Kawasan

���

untuk Penanggulangan Bencana (Regional Summit on Disaster Management).

Terkait dengan perkembangan proses pendirian AHA Centre yang berlokasi di Indonesia, Pemerintah Indonesia yang tergabung dalam Gugus Tugas ACDM untuk Pendirian AHA Centre (ACDM Task Force on the Establishment of the AHA Centre) bersama dengan Filipina, Singapura, interim AHA Centre, dan Sekretariat ASEAN telah mempersiapkan konsep Persetujuan Pendirian AHA Centre (Agreement on the Establishment of the AHA Centre) untuk ditandatangani oleh Para Menteri Luar Negeri ASEAN, dan konsep Persetujuan Negara Tuan Rumah antara Pemerintah Republik Indonesia dan AHA Centre (Host Country Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the AHA Centre) sebagai berkas yang akan mengatur AHA Centre. Pusat penanganan bantuan bencana tersebut direncanakan mulai beroperasi pada tahun 2011.

5. Pertemuan Para Menteri Lingkungan ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on the Environment/AMME)

AMME dibentuk pada tahun 1981. Pertemuan formal AMME diadakan sekali dalam tiga tahun, sementara pertemuan informalnya diadakan setiap tahun. Pertemuan terakhir, yakni 11th AMME, diadakan pada tanggal 29 Oktober 2009 di Singapura. Di tingkat pejabat senior, ada pula Pertemuan Pejabat Senior di Bidang Lingkungan (ASEAN Senior Officials on the Environment/ASOEN).

Seiring dengan makin luasnya permasalahan lingkungan di kawasan, pada tahun 1990 negara-negara ASEAN sepakat untuk secara teratur menyelenggarakan Pertemuan Menteri Lingkungan dan pertemuan tingkat pejabat senior, untuk membahas dan menyelesaikan permasalahan lingkungan di kawasan. Mekanisme konsultasi formal dimaksud kemudian dilengkapi dengan lima Kelompok Kerja (Pokja) yaitu: (a) Pokja Pembahasan Kesepakatan Kerja Sama Lingkungan Hidup di Tingkat Multilateral; (b) Pokja Bidang Konservasi Alam dan Keanekaragaman Hayati; (c) Pokja Bidang Lingkungan Kelautan; (d) Pokja Bidang Pembangunan Kawasan Kota dan Desa yang Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan (e) Pokja Bidang Manajemen Sumber Daya Air.

���

Misi utama yang ingin dicapai ASEAN dalam kerja sama lingkungan adalah mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang bersih dan hijau (creating clean and green ASEAN), dengan mengacu pada prinsip-prinsip mekanisme pembangunan yang berkelanjutan, ramah lingkungan serta melakukan pengelolaan sumber daya alam secara arif dan lestari.

Untuk memaksimalkan upaya ASEAN dalam penanganan isu perubahan iklim, Pertemuan ke-11 Tingkat Menteri Lingkungan ASEAN di Singapura, tanggal 28 Oktober 2009, antara lain telah mensahkan pembentukan Kelompok Kerja ASEAN untuk Perubahan Iklim (ASEAN Working Group on Climate Change/AWGCC) dan Inisiatif Perubahan Iklim ASEAN (ASEAN Climate Change Initiative/ACCI). Dalam KTT ke-16 ASEAN di Hanoi, Vietnam, tanggal 8-9 April 2010, para Pemimpin ASEAN telah mengadopsi Pernyataan Para Pemimpin ASEAN dalam Masalah Respons Bersama tterhadap Perubahan Iklim (ASEAN Leaders’ Statement on Joint Response to Climate Change).

Dokumen ini merupakan cerminan kesepakatan bersama ASEAN dalam isu perubahan iklim, khususnya pasca COP 15/CMP 5, dan merupakan langkah awal yang positif dalam rangka memperkuat pemahaman bersama untuk mencapai posisi bersama, serta sebagai langkah awal dijajakinya Rencana Aksi ASEAN untuk Perubahan Iklim (ASEAN Action Plan on Climate Change). Selain itu, untuk menunjang terbentuknya Kawasan ASEAN yang bersih dan hijau, ASEAN telah melaksanakan beberapa program penting, antara lain:

a. Penyelenggaraan pemilihan kota-kota terbaik di ASEAN yang berwawasan lingkungan (ASEAN Environmentally Sustainable City Award). Pemilihan ini bertujuan untuk mendorong agar desa-desa dan kota di negara-negara ASEAN menerapkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di wilayahnya, dengan menciptakan tanah yang bersih, udara yang bersih dan air yang bersih (clean land, clean air dan clean water). Dalam kaitan ini, Indonesia telah diwakili oleh Kotamadya Palembang.

b. Peluncuran Rencana Pendidikan mengenai Lingkungan ASEAN 2008-2012 (ASEAN Environmental Education Plan

���

2008-2012), yang siap untuk disinergikan dengan program nasional melalui kurikulum sekolah, agar isu kepedulian pada lingkungan menjadi bagian dari pendidikan formal maupun non formal.

c. Peluncuran buku panduan Kriteria Kualitas Air Laut ASEAN: Pedoman dan Pengawasan Managemen (ASEAN Marine Water Quality Criteria: Management Guidelines and Monitoring), yang akan menjadi bahan referensi bagi masing-masing negara dalam mendukung program konservasi dan pengelolaan kawasan pantai dan sumber daya laut di tingkat nasional.

6. Konferensi Para Pihak terhadap Perjanjian ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas (Conference of the Parties (COP) to the ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution)

COP dibentuk pada tahun 2003. Pertemuan COP diadakan setiap tahun. Pertemuan terakhir, yakni COP-4, diadakan pada tanggal 8 Oktober 2008 di Hanoi, Vietnam. Di tingkat pejabat senior, ada pula Komite di Bawah Konferensi Para Pihak terhadap Perjanjian ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas (Committee Under COP).

Salah satu kerja sama bidang lingkungan yang menjadi prioritas ASEAN adalah memaksimalkan upaya bersama dalam penanganan pencemaran kabut asap (haze) lintas batas yang ditimbulkan oleh terjadinya kebakaran hutan dan lahan. ASEAN telah menyepakati Persetujuan ASEAN dalam Masalah Pencemaran Asap Lintas Batas (ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution/AATHP) yang ditandatangani di Kuala Lumpur, Juni 2002.

Pada tahun 2006, atas inisiatif Pemerintah Indonesia, di Riau telah diselenggarakan pertemuan khusus negara anggota ASEAN untuk menuntaskan permasalahan pencemaran asap lintas batas yang selama ini membawa dampak sosial dan ekonomi cukup besar bagi masyarakat Indonesia. Pertemuan di Riau antara lain telah menggulirkan pembentukan Komite Pengarah Para Menteri Sub-Kawasan ASEAN untuk Pencemaran Asap Lintas Batas (the ASEAN Sub-Regional Ministerial Steering Committee on Transboundary

���

Haze Pollution/MSC) yang beranggotakan lima negara sub-kawasan ASEAN yang selama ini terkena dampak dari pencemaran asap lintas batas, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand.

Pertemuan Riau juga menghasilkan dokumen rencana aksi untuk mengatasi masalah kabut asap lintas batas di kawasan Asia Tenggara yang meliputi aspek-aspek: (a) pencegahan, pemantauan dan penegakan hukum; (b) pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan (peatland management); (c) pemadaman dan tanggap darurat; (d) pengembangan sistem peringatan dini dan pemantauan; serta (d) penguatan kerja sama regional dan internasional.

Rencana Aksi tersebut secara sinergis melibatkan tiga unsur yang berperan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan, yaitu pemerintah, petani/peladang, masyarakat, serta pelaku bisnis (perkebunan, HTI/HPH). Implementasi program aksi Indonesia untuk penanganan pencemaran asap lintas batas dalam dua tahun terakhir mulai menunjukkan perkembangan ke arah yang cukup positif. Pada tahun 2006/2007, jumlah titik panas (hotspot) di daerah rawan kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera dan Kalimantan, berhasil ditekan dalam jumlah yang cukup substansial. Sementara itu, kolaborasi antara Pemerintah Indonesia dengan Malaysia dan Singapura dalam penanganan pencemaran asap di di kawasan Jambi dan Riau, juga mulai diimplementasikan.

7. Pertemuan Para Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Science and Technology/AMMST)

AMMST dibentuk pada tahun 2004. Sidang AMMST diadakan setahun sekali. Pertemuan terakhir, yakni 13th AMMST, diadakan pada tanggal 6 November 2009 di Singapura. Selain itu, ada pula Informal AMMST (IAMMST) yang diselenggarakan secara silih berganti setiap tahun. Untuk tingkat pejabat senior, ada juga Komite Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Committee on Science and Technology/COST).

Pembahasan utama pertemuan terakhir AMMST di Singapura adalah mengenai Kemajuan Program-program Utama Rencana Aksi

���

ASEAN dalam Bidang Ilmu pengetahuan dan Teknologi (Progress of the ASEAN Plan of Action on S&T (APAST) Flagship Programmes), terutama dalam hal peningkatan kerja sama dengan Jepang melalui Komite Kerja Sama ASEAN-Jepang dalam Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (ASEAN-Japan Cooperation Committee on Science and Technology/AJCCST) dan Uni Eropa melalui Pertemuan Pembicaraan ASEAN untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (ASEAN Dialogue Meeting on Science and Technology). Selain hal tersebut juga dibahas mengenai draf Persetujuan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ASEAN-Amerika Serikat (ASEAN-US S&T Agreement) yang pembahasannya pada sektor teknis telah diselesaikan dan tinggal menyelesaikan legal wording dari dokumen dimaksud.

Terkait dengan konsep Persetujuan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ASEAN-Amerika Serikat, pada tanggal 20-21 Juli 2010 telah dilaksanakan pertemuan khusus COST di Manila, Filipina. Pertemuan bertujuan untuk membahas draf pending matters Persetujuan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ASEAN-Amerika Serikat, utamanya pada isu-isu yang terkait dengan Persetujuan Transfer Material (Material Transfer Agreement), Bagi Hasil (Benefit Sharing), Perlindungan Sumber Daya Genetik dan Ilmu Pengetahuan Tradisional (the Protection of Genetic Resources and Traditional Knowledge), Hak-hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), pemberian fasilitas pembebasan bea masuk dan pembebasan pajak, serta fasilitas keimigrasian. Saat ini telah dicapai consolidated draft dari seluruh negara anggota ASEAN yang akan diserahkan oleh Filipina selaku negara koordinator kerja ASEAN-Amerika Serikat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

8. Pertemuan Para Menteri Kesehatan ASEAN (ASEAN Health Ministers Meeting/AHMM)

AHMM dibentuk pada tahun 1980. Sidang AHMM diadakan sekali dalam dua tahun. Pertemuan terakhir, yakni 10th AHMM, diadakan pada tanggal 22-23 Juli 2010 di Singapura. Untuk tingkat pejabat senior, ada pula Pertemuan Pejabat Senior untuk Pengembangan Kesehatan (Senior Official Meeting on Health Development/SOMHD).

���

Kerja sama yang paling menonjol di bidang kesehatan adalah upaya penanggulangan penyakit menular. Penanggulangan penyakit menular di ASEAN dilakukan melalui mekanisme Kelompok ahli ASEAN dalam Bidang Penyakit Menular (ASEAN Expert Group on Communicable Diseases/AEGCD). Program utama dalam kerangka AEGCD dilaksanakan melalui Program ASEAN+3 untuk Penyakit Menular (ASEAN+3 Infectious Diseases Programme/ASEAN+3 EID Programme). Fase kedua program tersebut (2006-2009), terdiri dari sejumlah prioritas sebagai berikut: a. Identifikasi dini penyakit menular/emerging infectious

diseases (termasuk HIV dan AIDS; SARS, AI), serta langkah penanggulangannya,

b. Pembangunan kapasitas yang terkait dengan emerging concerns di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial

c. Penyusunan kebijakan dan pendekatan terpadu dalam penanganan kesehatan bagi para manula serta obat tradisional.

Penanggulangan HIV dan AIDS melalui pelaksanaan Pogram Kerja ASEAN untuk Pencegahan HIV dan AIDS (ASEAN Work Programme (AWP) on HIV and AIDS Prevention) dilakukan sejak tahun 1995 dan sampai saat ini memasuki tahap III (AWP III) untuk periode 2006-2010. Dalam penanganan penyakit menular, khususnya flu burung, ASEAN telah mencatat kemajuan dengan adanya Proyek ASEAN-Jepang untuk Penyediaan Tamiflu (ASEAN-Japan Project on stockpiles of Tamiflu) dan Peralatan Perlindungan Personil terhadap Potensi Influenza Pandemik (Personel Protective Equipment (PPE) against Potential Pandemic Influenza), yang berlokasi di Singapura, sebagai bentuk kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya pandemi flu burung di kawasan.

Pada Pertemuan ke-10 AHMM tahun 2010 di Singapura tanggal 22-23 Juli 2010, telah disepakati pentingnya memperluas keterlibatan anggota East Asia Summit (EAS), disamping negara Plus Three, dalam mendukung pembangunan kesehatan ASEAN, khususnya di bidang penyakit menular dan akses terhadap perawatan kesehatan. Pertemuan juga menyepakati pembentukan Rangka Kerja ASEAN untuk Pembangunan Kesehatan (ASEAN Strategic Framework on Health Development (2010-2015)) sebagai panduan utama dalam

��0

implementasi kerja sama kesehatan ASEAN sebagaimana tercakup dalam action lines Cetak Biru ASCC. Sidang juga menyepakati penyelenggaraan Sidang SOMHD menjadi setahun sekali dan masa kepemimpinan Ketua SOMHD yang diperpanjang menjadi 2 tahun, serta mencatat ASEAN akan memperingati Hari Demam Berdarah (Dengue Day) setiap tanggal 15 Juni dan untuk pertama kali Indonesia bersedia menjadi tuan rumah peresmian Hari Demam Berdarah ASEAN tingkat kawasan pada tanggal 15 Juni 2011. Sedangkan negara-negara ASEAN lainnya akan memperingati hari demam berdarah pada tingkat nasional secara masing-masing.

9. Pertemuan Para Menteri Tenaga Kerja ASEAN (ASEAN Labour Ministers Meeting/ALMM)

Pertemuan tingkat menteri tenaga kerja pertama kali dibentuk pada tahun 1975. Pada pertemuan pertama tersebut disepakati pertemuan ALMM akan dilaksanakan 2 (dua) tahun sekali. Pertemuan terakhir adalah pertemuan ke-21 ALMM yang telah diselenggarakan tanggal 24-25 Agustus 2010, di Hanoi, Vietnam. Disamping pertemuan pada tingkat menteri, badan sektoral tenaga kerja ini juga mempunyai Pertemuan tingkat Pejabat Senior (Senior Labour Officials Meeting/SLOM).

Kerja sama di bidang ketenagakerjan ASEAN diarahkan pada upaya untuk menggalang sikap bersama (common position) ASEAN dalam menanggulangi isu-isu ketenagakerjaan, antara lain perbaikan lingkungan kerja dan upaya perlindungan dan pemajuan (protection and promotion) hak tenaga kerja migran (migrant worker).

Salah satu keberhasilan kerja sama ASEAN di bidang ketenagakerjaan adalah dibentuknya pusat pelatihan dan informasi mengenai perbaikan lingkungan kerja, yang dikenal dengan Jaringan Keselamatan Kesehatan Kerja ASEAN (ASEAN Occupational Safety on Health Network/ASEAN OSHNET) pada bulan Agustus 2000. ASEAN-OSHNET bertujuan meningkatkan daya saing dan kompetensi tenaga kerja ASEAN, serta menciptakan jaringan kelembagaan yang kuat. Sekretariat ASEAN-OSHNET yang pertama kali bertempat di Indonesia untuk tahun 2000-2004. Selanjutnya penempatan Sekretariat ASEAN-OSHNET digilir setiap tiga tahun sekali untuk masing-masing negara anggota ASEAN.

���

Dalam bidang pekerja migran, KTT ASEAN Ke-12 di Cebu telah menghasilkan Deklarasi ASEAN mengenai Perlindungan dan Pemajuan Hak Pekerja Migran (Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers) yang memuat kewajiban negara pengirim, negara penerima maupun ASEAN dalam memberikan perlindungan dan pemajuan hak pekerja migran. Sebagai tindak lanjut, pada Pertemuan ke-40 AMM di Manila, tanggal 30 Juli 2007, telah dibentuk Komite ASEAN mengenai Implementasi Deklarasi ASEAN mengenai Perlindungan dan Pemajuan Hak-hak Tenaga Migran (ASEAN Committee on the Implementation of the Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers/ACMW), sebagai penanggung jawab pelaksana ASEAN dalam mengkoordinasikan implementasi Deklarasi serta memfasilitasi pengembangan instrumen perlindungan dan pemajuan hak-hak pekerja migran, yang saat ini sedang disusun oleh Tim Penyusun ACMW (ACMW-Drafting Team). Sementara pada pertemuan SLOM Ke-5, tanggal 15-16 Mei 2007, telah dibentuk Forum Tenaga Migran (Forum on Migrant Workers) sebagai forum pertemuan seluruh pemiliki kepentingan di bidang tenaga migran.

Pada Pertemuan ke-21 ALMM di Hanoi, Vietnam tanggal 24 Mei 2010, telah disepakati Program Kerja Menteri Tenaga Kerja ASEAN (ASEAN Labour Minister/ALM) Tahun 2010-2015 dan Pedoman Praktik-praktik Baik Hubungan Kerja Sama Industri ASEAN (ASEAN Guidelines on Industrial Relations Good Practices). Adapun prioritas pada Program Kerja ALM (ASEAN Labor Ministers Work Programme) mencakup: a) Pembangunan Tenaga Kerja/Sumber Daya Manusia dalam konteks global (Employment generation/human resource development/HRD in the context of globalization); b) Perencanaan Pembangunan SDM dan Pengamatan Pasar Tenaga Kerja (HRD Planning and Labour Market Monitoring); c) Perluasan Mobilitas Tenaga Kerja (Enhancing Labour Mobility); d) Penguatan Perlindungan Sosial/Jaminan Sosial (Strengthening social security/social protection); dan e) Penguatan Kerja Sama Tiga Pihak (Strengthening Tripartite Cooperation).

Berkaitan proses penyusunan instrumen ASEAN mengenai perlindungan dan pemajuan hak pekerja migran, ALMM sepakat mengenai perlu tetap diteruskannya pembahasan draft dimaksud

���

oleh ACMW-DT yang lebih khusus, guna diperoleh pandangan umum dan pendekatan baru bagi pembentukan inisial penyusunan draf dimaksud. Pertemuan ACMW-DT sudah dilaksanakan sebanyak tiga kali namun belum dapat menghasilkan yang positif. Masih terdapat perbedaan persepsi terkait pekerja migrant yang resmi dan tidak resmi terutama terhadap perlindungan hak mereka.

10. Pertemuan Para Menteri ASEAN yang menangani Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan (ASEAN Ministers Meeting on Rural Development and Poverty Eradication/AMRDPE)

Pertemuan tingkat menteri-menteri yang menangani pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan dibentuk tahun 1997. Pertemuan ini hanya dilaksanakan sekali dalam dua tahun. Pertemuan terakhir adalah pertemuan keenam AMRDPE tanggal 27-28 Mei 2009, di Hanoi, Vietnam. Selain itu pertemuan tingkat pejabat senior disebut Pertemuan Pejabat Senior tentang Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskian (ASEAN Senior Officials Meeting on Rural Development and Poverty Eradication/SOMRDPE).

Kerja sama ASEAN di bidang pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan didasari oleh dokumen Ministerial Understanding on Rural Development and Poverty Eradication (RDPE), yang mengacu pada Declaration of ASEAN Concord (Bali Concord I) 1976, menekankan kepedulian ASEAN pada masalah penanggulangan kemiskinan, kelaparan, penyakit dan buta huruf, serta memutuskan untuk meningkatkan kerja sama di bidang pembangunan sosial dan ekonomi, khususnya dalam rangka meningkatkan keadilan sosial dan perbaikan standar hidup masyarakat ASEAN. Pada pertemuan KTT ASEAN ke-12 bulan Januari 2007, Para pemimpin ASEAN antara lain telah menegaskan kembali kesepakatannya untuk memberikan perhatian lebih besar pada penanganan masalah kemiskinan, melalui berbagai program pemberdayaaan masyarakat.

Guna menindaklanjuti kesepakatan yang telah dicapai di dalam KTT ke-12 ASEAN, maka pada pertemuan ke-5 AMRDPE yang berlangsung di Bangkok, pada bulan Januari 2007, antara

���

lain telah disahkan Kerangka Acuan pengembangan kerja sama penanggulangan kemiskinan, antara ASEAN dengan negara anggota Plus Three (Jepang, Cina dan Korea). Dalam Kerangka Acuan telah diidentifikasikan bentuk-bentuk kerja sama yang akan diprioritaskan untuk dikembangkan, yaitu meliputi antara lain: (1) Forum Masyarakat (People’s Forum), (2) Pembangunan Kapasitas (Capacity Building), (3) Pembangunan Perusahaan Menengah Kecil dan Sosial (SME and Social Enterprises Development), (4). Program Dampak Perdagangan Bebas dan Pengurangan Kemiskinan (Impact Trade Liberalization on Poverty Alleviation Programmes) dan (5) Pendanaan Mikro (Micro Financing).

Sementara pada rangkaian pertemuan ke-6 AMRDPE bulan Mei 2009 telah membahas secara intensif kerja sama ASEAN di bidang pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan termasuk diantaranya upaya mencapai komunitas ASEAN 2015, MDGs di ASEAN, menanggulangi dampak sosial dari krisis ekonomi global, mendorong mempromosikan pada aktvitas yang mengarahkan masyarakat untuk pengurangan jurang pembangunan, pembuatan statistik kemiskinan regional serta kemitraan dengan negara-negara Plus Three.

Pertemuan AMRDPE juga menggarisbawahi urgensi kerja sama dalam menghadapi dampak krisis ekonomi global yang dapat dilakukan melalui program-program dalam kerangka Kerangka Aksi Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan 2004-2010 (Framework Action Plans on Rural Development and Poverty Eradication 2004-2010) dan Kerangka Kerja ASEAN Plus Three (Cooperation Workplan) 2007-2017. Namun demikian, kesamaan pandangan mengenai pengembangan kerja sama RDPE tersebut perlu dicermati untuk menggali pengembangan kerja sama yang kuat dengan melibatkan negara mitra wicara ASEAN.

11. Pertemuan Para Menteri ASEAN yang Menangani Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan (ASEAN Ministerial Meeting on Social Welfare and Development /AMMSWD)

Pertemuan tingkat menteri yang menangani masalah kesejahteraan sosial dibentuk pada tahun 1979. Pertemuan ini

���

hanya diselenggarakan sekali dalam 3 tahun. Pertemuan terakhir adalah pertemuan ke-6 AMMSWD, 7 Desember 2007, di Hanoi, Vietnam. Sedangkan pertemuan pada tingkat pejabat senior disebut Pertemuan Pejabat Senior yang Menangani Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan (Senior Official Meeting on Social Welfare and Development/SOMSWD). Kerja sama di bidang pembangunan dan kesejahteraan sosial dilakukan melalui AMMSWD dan SOMSWD dengan memfokuskan pada program kesejahteraan sosial yang meliputi antara lain kependudukan, anak-anak, penyandang cacat, lansia dan keluarga.

Selain itu, guna mencapai tujuan dalam membentuk komunitas ASEAN 2015, ASEAN juga telah memfokuskan kerja sama pembangunan sosial melalui pendekatan yang tepat. Upaya tersebut dimaksudkan agar seluruh pemilik kepentingan ASEAN termasuk anak-anak, perempuan para manula dan juga penyandang cacat dapat memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh kesejahteraan.

Salah satu keberhasilan ASEAN di bidang promosi kesejahteraan sosial dimaksud adalah pembentukan Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak ASEAN (ASEAN Commission on the Promotion and Promotion of the Rights of Women and Children/ACWC) oleh Dewan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (setingkat Menteri) pada pertemuannya di sela-sela pada Pertemuan KTT ke-16 ASEAN di Hanoi pada tanggal 7 April 2010. Indonesia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang menunjuk wakilnya dari kalangan anggota organisasi masyarakat dalam ACWC, yakni Rita Serena Kolibonso (isu perempuan) dan Ahmad Taufan Damanik (isu anak). Pembentukan ACWC yang dilaksanakan sejalan dengan rencana aksi pada Cetak Biru ASCC tersebut bertujuan mendorong upaya pemajuan dan perlindungan hak wanita dan anak di ASEAN, antara lain melalui fungsi promosi/pendidikan, penentuan standar, bantuan pelayanan jasa dan teknik, dan perlindungan.

Disamping forum pemerintah dengan pemerintah (G to G) tersebut, ASEAN juga menyelenggarakan kegiatan rutin ASEAN GO-NGO Forum for Social Welfare and Development yang dihadiri seluruh pemilik kepentingan di bidang isu-isu kesejahteraan rakyat

���

dan berlangsung secara bersamaan dengan Sidang SOMSWD dan AMMSWD. Pada pertemuan SOMSWD terakhir di Singapura tanggal 11 – 14 Januari 2010, telah dibahas perkembangan dan tindak lanjut kerja sama negara-negara ASEAN di bidang kesejahteraan sosial dan pembangunan.

Hasil pokok pertemuan SOMSWD tersebut antara lain disepakatinya Matriks Fase Prioritas Action Lines dan Sistem Pengawasan Implementasi Action Lines Cetak Biru ASCC dalam Bidang Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan, Kerangka Acuan GO-NGO Forum for Social Welfare and Development, disetujuinya Kerangka Acuan Proyek Konsorsium Kegiatan Sosial ASEAN (ASEAN Social Work Consortium), rencana penyelenggaraan Forum Anak ASEAN (ASEAN Children Forum) dan upaya tindak-lanjut kerja sama SOMSWD/SOMSWD+3 lainnya di bidang sosial dan pembangunan kawasan.

12. Pertemuan Para Menteri di bidang Kepemudaan ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Youth/AMMY)

Pertemuan tingkat menteri di bidang kepemudaan dibentuk pada tahun 1992 dan bertemu sekali dalam 2 (dua) tahun. Pertemuan terakhir pertemuan ini adalah AMMY VI, tanggal 25-26 Juni 2009, di Bangkok, Thailand. Di samping pertemuan tingkat menteri juga ada pertemuan tingkat pejabat senior yang disebut Pertemuan Pejabat Senior untuk Kepemudaan (Senior Official Meeting on Youth/SOMY).

Kerja sama ASEAN di bidang kepemudaan dimulai sejak diselenggarakannya Konferensi Pemuda ASEAN tanggal 15-17 September 1975. Dalam perkembangannya, telah dibentuk Kelompok Ahli mengenai Pemuda (Expert Group on Youth) dan telah pula disepakati Deklarasi ASEAN Prinsip-prinsip Penguatan Kolaborasi Pemuda (Declaration of Principles to strengthen ASEAN Collaboration on Youth) pada tahun 1983. Tahun 1998 dibentuk pula Kelompok Ahli Kepemudaan (Expert Group on Youth) yang kemudian berubah nama menjadi Sub-Komite ASEAN untuk Kepemudaan (ASEAN Sub-Committee on Youth/ASY). Selanjutnya pada tahun 2001, status ASY ditingkatkan menjadi ASEAN Senior Officials Meeting on Youth (SOMY). Kegiatan dalam bidang kepemudaan juga

���

melibatkan LSM dengan dibentuknya Komite Kerja Sama Pemuda ASEAN (Committee for ASEAN Youth Cooperation/CAYC).

Pelaksanaan program kerja sama pemuda ASEAN diselaraskan dengan Program Kerja Persiapan Pemuda ASEAN untuk Pekerjaan yang Berkelanjutan dan Menghadapi Tantangan-tantangan Lain Globalisasi (Work Programme on Preparing ASEAN Youth for Sustainable Employment and Other Challenges of Globalisation), yang merupakan tindak lanjut dari Deklarasi Yangon Tahun 2000 untuk Mempersiapan Pemuda bagi Tantangan-tantangan Globalisasi (Yangoon 2000 Declaration on Preparing ASEAN Youth for the Challenges of Globalization). Dalam kaitan ini terdapat 4 bidang prioritas, yaitu:a. Kebijakan Pembangunan (Policy Development)b. Promosi Pertanggungjawaban Sipil dan Kepedulian ASEAN/

Kepemimpinan Kepemudaan (ASEAN Awareness and Civic Responsibility/Youth Leadership);

c. Promosi Mempekerjakan Pemuda (Promoting Employability of Youth); dan

d. Isu-isu Lain (Information Exchange, Promoting NGO Involvement and Other non-project activities).

Bidang prioritas tersebut kemudian juga tersirat dalam Program Aksi Vientiane (Vientiane Action Programme/VAP) yang disepakati oleh para Kepala Negara pada KTT ke-10 ASEAN tanggal 29-30 November 2004 di Vientiane, Laos. Tema utama VAP adalah untuk mencapai komunitas sosial budaya ASEAN yang bertujuan untuk “nurturing human, cultural and natural resources for sustained development in a harmonious and people-centred ASEAN” dengan jangka waktu 2004 -2010.

Prioritas utama kerja sama pemuda adalah “Membangun Komunitas Yang Peduli” (Building a Community of Caring Societies) dan “Mengatur Dampak Sosial Integrasi Ekonomi” (Managing the Social Impact of Economic Integration) serta “Promosi Identitas ASEAN” (Promoting an ASEAN Identity). VAP merekomendasikan program kegiatan bagi pemuda antara lain untuk meningkatan partisipasi pemuda dalam angkatan kerja, meningkatkan kesadaran,

���

dan meningkatkan identitas tentang ASEAN melalui program Camp Pemuda dan pertukaran pemuda. Pelaksanaan kegiatan mengenai pemuda sebenarnya menjadi tanggung jawab SOMY namun mengingat kegiatan tersebut merupakan kegiatan lintas sektoral, maka implementasi juga melibatkan badan sektoral lainnya yang mulai dikoordinasi melalui Coordinating Conference for the ASEAN Socio-Cultural Community (SOCCOM) sejak pertemuan di Sekretariat ASEAN Jakarta, pada bulan November 2006.

Para Menteri Pemuda se-ASEAN dalam Sidangnya yang ke-5 di Singapura, 25-26 April 2007, telah sepakat untuk mempertimbangkan aspirasi para pemuda dalam pengambilan kebijakan dan keputusan guna mencapai visi ASEAN. Sidang ke-5 para Menteri Pemuda se-ASEAN yang bertema “Youth: Creating Our Future Together” menghasilkan kesepakatan bahwa pemuda mempunyai peranan penting menentukan masa depan kawasan ASEAN, oleh karena itu sudah waktunya bagi para pemuda untuk menampilkan peranannya mulai dari sekarang.

Untuk pertama kalinya pada Sidang ke-5 Para Menteri Pemuda se-ASEAN diselenggarakan Kaukus Pemuda. Para pemuda ASEAN yang tergabung dalam Kaukus Pemuda tersebut mengadakan diskusi secara khusus, mengenai isu pendidikan, kewirausahaan, lingkungan hidup serta keterlibatan pemuda dalam masyarakat. Rekomendasi Kaukus Pemuda disampaikan secara langsung kepada Para Menteri Pemuda se ASEAN pada Sidang tersebut.

ASEAN juga melibatkan kerja sama dengan Mitra Wicara dalam upaya pemajuan pemuda di kawasan seperti dengan Cina, Jepang dan Republic of Korea (RoK), dan juga India. Berbagai program yang telah dilaksanakan diharapkan dapat berjalan secara berkala antara lain: a. ASEAN-Korea Youth Exchange Programme: ASEAN Youth

visit to Korea b. ASEAN-Cina: ASEAN-Cina Youth Civil Servants Exchange

Programme c. Program Kapal Pemuda ASEAN-Jepang d. Japan East Asia Network for Exchange Programme

(JENESYS)

���

e. ASEAN-India: ASEAN Youth Visit to Indiaf. ASEAN Youth Day Meeting and ASEAN Youth Awardg. Cina ASEAN Young Enterpreneurship

13. Konferensi ASEAN dalam Bidang Kepegawaian Negeri Sipil (ASEAN Conference on Civil Service Matters/ACCSM)

Pertemuan di bidang Kepegawaian Negeri Sipil dibentuk pada tahun 1981 yang disebut dengan Konferensi ASEAN mengenai Reformasi Kepegawaian Negeri Sipil (ASEAN Conference on Reform in the Civil Service/ACRCS). Wadah ini kemudian berganti nama menjadi Konferensi ASEAN dalam Bidang Kepegawaian Negeri Sipil (ASEAN Conference on Civil Service matters/ACCSM). Pertemuan ini dilaksanakan sekali dalam dua tahun. Pertemuan terakhir merupakan pertemuan ke-15 ACCSM, tanggal 28-29 April 2009, di Vientiane, Laos. Pertemuan tingkat pejabat senior ini biasanya dihadiri oleh pejabat tinggi pemerintahan maupun pakar dalam bidang Kebijakan Kepegawaian Negeri Sipil di lingkungan ASEAN.

Dibentuknya ACCSM bertujuan untuk bertukar pengalaman kerja serta memperbaiki efisiensi dan efektivitas manajemen publik yang dalam fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat. Adapun mekanisme ACCSM meliputi kegiatan-kegiatan: konferensi/seminar tingkat para pimpinan (pejabat tinggi pemerintahan) maupun pakar dibidang pelayanan umum, pertukaran kunjungan antara pejabat pemerintahan, pelatihan dan penelitian di bidang administrasi publik dan hal lain yang berhubungan dengan kebijakan kepegawaian negeri sipil di lingkungan ASEAN.

Pada pertemuan ke-14 ACCSM di Bali bulan Oktober 2007 dan pertemuan teknis dan pertemuan informal pada bulan Oktober 2008 di Bukittinggi, disadari bahwa pegawai negeri sipil memiliki peranan penting dalam berbagai aspek pembangunan dan kerja sama regional yang meliputi bidang politik dan keamanan, ekonomi, sosial, kelembagaan dan pengembangan SDM. Oleh karena itu, pertemuan menyepakati bahwa ACCSM dimasukkan dalam bagian Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Pertemuan telah mengesahkan Rencana Kerja ACCSM (2008-2012) dan Komite Teknis bertugas

���

untuk menyusun langkah strategi melaksanakan Rencana Kerja dimaksud. Pertemuan menyambut baik usulan Indonesia untuk menjajaki kemungkinan menjalin kerja sama dengan negara-negara Plus Three (Cina, Jepang dan Republik Korea) di bidang kepegawaian negeri sipil dan mengesahkan proposal Indonesia dan Singapura mengenai diadakannya Forum Akuntabilitas Pegawai Sipil dan Pemerintahan Yang Baik (Forum on Civil Service Accountability and Good Governance) yang diharapkan dapat dilakukan secara rutin sebelum pelaksanaan konferensi utama atau pertemuan teknis ACCSM setiap tahun.

14. Komite ASEAN Mengenai Perempuan (ASEAN Committee on Women/ACW)

Pertemuan ASEAN yang menangani masalah perempuan dibentuk pada tahun 1976 dengan sebutan Sub-Komite Perempuan ASEAN (ASEAN Sub-Committee on Women/ASW). Pertemuan ini diselenggarakan setahun sekali. Dalam perkembangannya pertemuan ini berganti nama dengan Komite ASEAN mengenai Perempuan (ASEAN Committee on Women/ACW). Pertemuan terakhir ke-8 ACW dilaksanakan tanggal 2-4 November 2009 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Pertemuan ini belum memiliki pertemuan tingkat menteri.

Isu mengenai perempuan mulai diangkat pada Konferensi Pemimpin Wanita ASEAN (ASEAN Women Leaders Conference) di Jakarta pada bulan Desember 1975. Pertemuan pertama Komite Pengarah ASEAN (ASEAN Standing Committee) di Manila tahun 1975 membentuk ASW. Selanjutnya pada Pertemuan ke-20 ASW tahun 2001, ASW ditingkatkan statusnya menjadi ACW.

Dari sisi perkembangan kerangka kerja kebijakan kawasan, terdapat tiga deklarasi penting ASEAN yang terkait dengan isu perempuan dan telah disahkan, yakni:a. Deklarasi Pemajuan Perempuan di ASEAN (Declaration on the

Advancement of Women in ASEAN), tahun 1988; b. Deklarasi Melawan Perdagangan Manusia Khususnya

Perempuan dan Anak (The Declaration against Trafficking in Persons Particularly Women and Children), tahun 2004; dan

��0

c. Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasu dan Kekerasan terhadap Perempuan (The Declaration on the Elimination of Al l Forms of Discrimination and Violence against Women/DEVAW), tahun 2004.

Sejauh ini, terdapat dua Rencana Kerja yang telah disusun dan disahkan sebagai tindak lanjut dari deklarasi-deklarasi yang dihasilkan, yaitu:a. Rencana Kerja Pemajuan Perempuan dan Persamaan Gender

(Work Plan on Women’s Advancement and Gender Equality (2005-2010)) sebagai tindak lanjut dari Deklarasi Tahun 1998 mengenai Pemajuan Perempuan di Kawasan ASEAN (1988 Declaration on the Advancement of Women in the ASEAN Region); dan

b. Rencana Kerja untuk Mengoperasionalisasikan Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di ASEAN (Work Plan to Operationalize the Declaration on the Elimination of Violence against Women in ASEAN) sebagai tindak lanjut dari DEVAW 2004.

Kerja sama ASEAN dalam bidang perempuan telah menunjukkan perkembangan signifikan. Pertemuan ke-5 ACW tahun 2006 di Singapura mengangkat tema “Membangun Kemitraan melalui Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di ASEAN”. Hal ini menjadi perhatian utama negara-negara ASEAN dalam meningkatkan upaya peranan perempuan pada usaha kecil menengah (UKM). Beberapa hal pokok yang dibahas antara lain: Laporan Ketiga tentang Pemajuan Perempuan di Kawasan ASEAN (Third Regional Report on the Advancement of Women in ASEAN); Dimensi Gender dari Globalisasi dan Integrasi Kawasan (Gender Dimension of Globalisation and Regional Integration); serta Pelaksanaan Rencana Kerja DEVAW.

Lebih lanjut, Sebagai suatu komitmen dalam Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak di kawasan Asia Tenggara, maka pada pada tanggal 3-4 April 2007 di Bangkok telah dilaksanakan Konsultasi Kawasan untuk Pendirian ACWC (Regional Consultative on the Establishment of ASEAN Commission on the Protection of the Rights of Women and Children) yang bertujuan menghimpun

���

masukan dari unsur pemerintah dan non-pemerintah. Pembentukan ACWC telah menjadi agenda ASEAN mulai dari Vientiane Action Program 2004-2010 (VAP) tahun 2004 dan kemudian dilanjutkan dengan tiga Cetak Biru Pembentukan Komunitas ASEAN 2015. Pemajuan dan perlindungan hak Perempuan dan Anak tercantum dalam Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan ASEAN dan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN.

Menindaklanjuti mandat tersebut, selama tahun 2008-2009, ACW sebagai organ ASEAN yang membawahi kerja sama di bidang wanita, dan SOMSWD sebagai organ ASEAN yang membawahi kerja sama di bidang anak, telah berhasil menyepakati Kerangka Acuan ACWC.

Selama proses penyusunan Kerangka Acuan tersebut Indonesia telah menunjukkan konsistensi untuk tetap mempertahankan keseimbangan antara elemen pemajuan dan perlindungan hak wanita dan anak, sesuai dengan arah politik luar negeri Indonesia di bidang hak asasi manusia. Indonesia telah secara transparan melakukan proses seleksi wakil-wakil Indonesia yang duduk dalam ACWC. Berdasarkan seleksi tersebut telah terpilih Rita Serena Kolibonso dari Mitra Perempuan/Women’s Crisis Centre (untuk masalah perempuan) dan Ahmad Taufan Damanik dari Yayasan KKSP (untuk masalah anak). Inagurasi ACWC juga telah dilaksanakan pada saat pertemuan KTT ke-16 ASEAN di Bangkok pada tanggal 7 April 2010.

15. Pertemuan Pejabat Senior ASEAN Mengenai Narkoba (ASEAN Senior Officials on Drugs/ASOD)

Pertemuan menteri yang menangani narkoba dibentuk sejak ditandatanganinya Deklarasi ASEAN dalam hal Prinsip-prinsip Memerangi Penyalahgunaan Narkoba (ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotic Drugs) pada sidang AMM di Manila pada tanggal 26 Juni 1976. Wadah ini disebut dengan Pertemuan Pejabat Senior Mengenai Narkoba (ASEAN Senior Officials on Drugs/ASOD) Pertemuan ini diselenggarakan setahun sekali, sedangkan pertemuan terakhir adalah pertemuan ke-30 ASOD, tanggal 30 Oktober 2009, di Phnom Penh, Kamboja.

���

Di samping ASOD juga terdapat pertemuan lainnya yang menangani isu yang sama yakni Pertemuan Pejabat Senior Terkait Kejahatan Transnasional (ASEAN Senior Official Meeting on Transnational Crimes/SOMTC).

Penanganan kejahatan lintas batas di bidang narkoba dibahas dalam ASOD, SOMTC serta Operasi Kerja Sama ASEAN dan China sebagai Respons terhadap Obat Berbahaya (ASEAN and China Cooperative Operations in Response to Dangerous Drugs/ACCORD). Untuk bidang spesifik pencegahan, terapi dan rehabilitasi, penegakan hukum, serta penelitian penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkoba, ASEAN memiliki forum ASOD yang hingga kini masih berada di bawah koordinasi Pertemuan Menteri-menteri ASEAN Terkait Kejahatan Transnasional (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime/AMMTC).

Pada tanggal 25-26 Agustus 2008 diadakan Pertemuan ke-29 ASOD di Bandar Seri Begawan, Brunei Darusssalam, yang dilanjutkan dengan Pertemuan ke-4 SOMTC+3 Working Group Meeting on Narcotics, Pertemuan ASOD+India Consultation dan Pertemuan ke-5 ACCORD Joint Task Force. Rangkaian pertemuan membahas berbagai proyek kerja sama untuk peningkatan kapasitas dan kerja sama dalam Penanggulangan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Obat-obat Terlarang (P4GN) serta peningkatan kerja sama dengan Jepang, Republik Korea dan China (Plus Three). Dalam Pertemuan ini dihasilkan sejumlah rekomendasi dari Kelompok Kerja, antara lain: a. Working Group on ”Alternative Development” (AD) dipimpin

Indonesia, merekomendasikan agar program AD yang berkelanjutan difokuskan juga pada tanaman pengganti ganja, bukan hanya pengganti opium; agar lebih banyak penelitian kegiatan yang bernilai ekonomi; agar dilakukan pendekatan menyeluruh untuk memperbaiki infrastruktur, pendidikan, kesehatan, kredit usaha kecil, dan pelayanan sosial untuk mengentaskan kemiskinan serta perlunya komitmen politis untuk kesinambungan AD, pemasaran produk dan pertukaran pengalaman.

b. Working Group on Preventive Education (PE) dipimpin Filipina merekomendasikan agar Indonesia membagi pengalaman

���

dengan Negara anggota lainnya dalam kemitraan dengan media. Agar ASOD mencari proyek mengenai pendidikan bagi remaja sebagai inisiatif lintas sektoral.

c. Working Group on ”Treatment and Rehabilitation” (TR) di-pimpin Malaysia terutama merekomendasikan antisipasi penyalahgunaan narkoba melalui dihirup dan agar industri bahan kimiawi mendukung program TR dari pemerintah.

d. Working Group on ”Law Enforcement” dipimpin Thailand mere-komendasikan Workshop “Legal Matters for “Drug Control” bagi anggota ACCORD, agar perundang-undangan domestik dan internasional lebih dipahami.

e. Working Group on “Research” dipimpin Singapura mere-komendasikan penjajakan penggunaan cairan biologi selain urine, misalnya keringat dan deteksi napas manusia untuk menguji adanya zat Toluene dalam deteksi penyalahgunaan narkoba dengan cara dihirup. Indonesia memberi rekomendasi agar dilakukan kerja sama dengan pabrik pengguna zat Toluene untuk mencari zat pengganti.

Sidang terakhir ASOD yang ke-30 di Phnom Penh, Kamboja, telah menghasilkan Kelompok Kerja ASOD Terkait Usaha Memerangi Pembuatan Ileggal dan Penyalahgunaan Narkoba (ASOD Work Plan on Combating Illicit Drug Manufacturing Trafficking and Abuse (2009-2015)) sebagai suatu suatu komitmen kuat ASEAN dalam memerangi bahaya Narkoba, yang merupakan wujud implementasi Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN element B6. Ensuring a drug-free ASEAN.

Rencana Kerja dimaksud merupakan indikator kualitatif ASEAN Bebas Narkoba 2015 (ASEAN Drugs Free 2015) yang merupakan kombinasi dari tiga dokumen yaitu: Visi ASEAN Bebas Narkoba (Adopted Vision of ASEAN Drug Free), Rencana Kerja Sekretariat ASEAN (ASEAN Secretariat Work Plan) dan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Indikator kualitatif ASEAN Bebas Narkoba 2015 yang termuat dalam Rencana Kerja dimaksud dibagi ke dalam tiga bagian kegiatan, yaitu:a. Pengurangan Panen Ilegal Tanaman Penghasil Narkoba secara

Signifikan dan Berkelanjutan (Significant and sustainable reduction in illicit crops cultivation),

���

b. Pengurangan Produksi Ilegal Narkoba dan Kejahatan yang Berhubungan dengan Narkoba secara Signifikan dan Berkelanjutan (Significant and Sustainable Reduction in Illicit Manufacturing and Trafficking of Drugs and Drugs Related Crime), dan

c. Pengurangan Popularitas Penggunaan Obat-obatan Ilegal secara Signifikan dan Berkelanjutan (Significant and Sustainable Reduction of the Prevalence of Illicit Drug Use).

Secara umum, inti dari kerja sama P4GN di tingkat regional ASEAN diarahkan pada upaya realisasi komitmen Kawasan Bebas Narkoba ASEAN 2015, yang dipertegas dalam Rencana Aksi Komunitas Sosial-Budaya ASEAN. Upaya di tingkat kawasan tersebut diselaraskan dengan langkah-langkah di tingkat nasional yang menetapkan pencapaian Kawasan Bebas Narkoba Indonesia 2015.

16. Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation)

Yayasan ASEAN didirikan pada tahun 1997. Badan ini mengadakan pertemuan sebanyak dua kali setahun. Pertemuan terakhir merupakan pertemuan ke-24 dari Dewan Penyantun (Board of Trustees), pada tanggal 25 Mei 2010 di Jakarta.

Pembentukan Yayasan ASEAN merupakan tindak lanjut dari keputusan para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-5 di Bangkok tahun 1995. Maksud pembentukan Yayasan ASEAN adalah untuk meningkatkan posisi kerja sama sosial budaya yang diharapkan dapat memberikan kemakmuran bagi ASEAN, melalui pembangunan Sumber Daya Manusia, peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kesadaran sosial. Nota Kesepahaman pendirian Yayasan ASEAN ditandatangani oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN, pada 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur.

Untuk dapat melaksanakan program dan kegiatannya, Yayasan ASEAN didukung dengan dana abadi (endowment fund) dan dana operasional (operational fund) yang didapat dari kontribusi negara-negara anggota ASEAN, Mitra Wicara ASEAN yaitu pemerintah Jepang melalui Dana Solidaritas Jepang-ASEAN (Japan-ASEAN

���

Solidarity Fund), Perancis, China, Republik Korea, Kanada (International Development Research Centre), dan dari sektor swasta yaitu Microsoft Indonesia dan Hewlett Packard Indonesia.

Dalam perkembangannya, Yayasan ASEAN telah melakukan berbagai kegiatan yang ditujukan untuk mendorong adanya kepedulian dan partisipasi yang luas dari masyarakat ASEAN. Hal ini tercermin dari berbagai proyek kegiatan dan pelatihan-pelatihan yang bersifat kawasan bagi masyarakat akar rumput ASEAN serta proyek yang berkaitan dengan Inisiativ Integrasi ASEAN (Initiative for ASEAN Integration/IAI). Dalam memperingati usia Yayasan ASEAN yang ke-10 telah dilakukan survai kesadaran akan ASEAN dikalangan mahasiswa berbagai universitas di negara anggota. Berdasarkan hasil survai terbatas tersebut diketahui bahwa masyarakat belum sepenuhnya menyadari keberadaan ASEAN. Oleh karena itu maka perlu dilakukan berbagai upaya tambahan untuk memasyarakatkan ASEAN.

Tantangan yang dihadapi oleh Yayasan ASEAN adalah kemandirian dalam pembiayaan operasional Yayasan. Dana operasional Yayasan ASEAN yang didapat dari bunga endowment fund dan unrestricted fund diperkirakan hanya mampu mendukung kegiatan-kegiatan operasional Yayasan ASEAN sampai dengan akhir tahun 2012. Yayasan ASEAN diharapkan lebih proaktif dalam mengadakan kegiatan penggalangan dana dan meningkatkan ASEAN Awareness di masyarakat ASEAN serta dan lebih aktif mengundang sektor swasta untuk berpartisipasi dalam kegiatan Yayasan ASEAN. Pada waktu ini Direktur Eksekutif Yayasan ASEAN melakukan inisiatif baru menjajaki kerja sama dengan organisasi internasional seperti Asian Development Bank, United Nations Economics and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP), UNAIDS dan UNIFEM serta berbagai sektor swasta di negara anggota ASEAN.

Dengan diberlakukannya Piagam ASEAN, akan dilakukan penyesuaian terhadap Nota Kesepahaman, mengingat berdasarkan Piagam ASEAN, Yayasan ASEAN akan berada di bawah koordinasi Sekretariat ASEAN. Piagam ASEAN memberi mandat kepada Yayasan ASEAN untuk mendukung pembangunan masyarakat ASEAN dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai

���

identitas ASEAN, interaksi diantara masyarakat (people-to-people) dan kolaborasi yang lebih erat dengan sektor swasta, masyarakat madani, akademisi, dan pemilik kepentingan lain di kawasan.

17. Konferensi Koordinasi Komunitas Sosial Budaya ASEAN (Coordinating Conference on the ASEAN Socio-Cultural Community/SOC-COM)

Konferensi ini mulai dibentuk pada bulan November 2006. Pertemuan ini diselenggarakan setiap sekali setahun. Pertemuan terakhir adalah 6th SOC-COM. Pertemuan SOC-COM selalu diselenggarakan di Jakarta. Mengingat meningkatnya kerja sama di bidang sosial budaya terutama meningkatnya proyek-proyek yang dilaksanakan, maka ASEAN menganggap perlu adanya sebuah badan yang dapat mengkoordinir, memonitor dan mengevaluasi semua pelaksanaan proyek-proyek di bidang sosial budaya.

SOC-COM menjadi landasan untuk melakukan koordinasi perkembangan masing-masing badan sektoral yang jumlahnya 16 badan tersebut seperti tenaga kerja, lingkungan, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, perempuan dan anak, pemuda dan sebagainya. Pada pertemuan SOC-COM ini dibahas perkembangan proyek-proyek yang dilakukan oleh masing-masing badan sektoral yang meliputi manfaat proyek dan penganggarannya.

18. Komite Pejabat-pejabat Senior Terkait Komunitas Sosial Budaya ASEAN (Senior Official Committee on ASEAN Socio-Cultural Community/SOCA)

Pertemuan pejabat tinggi yang bertanggung jawab terhadap isu-isu sosial budaya mulai dibentuk dan aktif pada bulan April 2009. Sesuai Piagam ASEAN, pertemuan ini dilaksanakan setidaknya dua kali setahun. Pertemuan terakhir dilaksanakan di Danang, Vietnam yang merupakan pertemuan ke-4 SOCA.

Pertemuan SOCA dilaksanakan sebagai wujud untuk merealisasikan apa yang diamanatkan oleh Pasal 9 Piagam ASEAN. Pertemuan SOCA ditujukan untuk membahas, mengkoordinasi, memonitor dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang berada di

���

bawah Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Disamping itu SOCA dapat pula menjadi tempat pembahasan dan mengajukan dokumen/deklarasi/nota saling pengertian kepada para kepala negara pemerintahan untuk disahkan/diadopsi/ditandatangani. SOCA juga berfungsi untuk memonitor perkembangan kegiatan yang sifatnya cross-cutting issues antara badan-badan sektoral.

19. Dewan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Council/ASCC)

Pertemuan ASCC Council ini merupakan pertemuan tingkat menteri koordinator bidang sosial budaya yang mulai dibentuk pada bulan April 2009. Sama dengan SOCA pertemuan ini sesuai Piagam ASEAN diselenggarakan setidaknya dua kali setahun. Pertemuan ke-4 ASCC Council di Danang, Vietnam merupakan pertemuan terakhir untuk tahun 2010. Pertemuan ini dipimpin oleh pejabat setingkat menteri atau pejabat tinggi yang bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan Pilar Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Dalam hal ini Indonesia diketuai oleh Menteri Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Pertemuan ini juga sebagai wujud dari Pasal 9 Piagam ASEAN. ASCC Council berfungsi mengawasi dan mengevaluasi aktivitas yang dilakukan oleh badan-badan sektoral. ASCC Council harus dapat memastikan kemajuan yang dicapai oleh Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Memonitor dan mengatur kegiatan-kegiatan yang sifatnya cross-cutting issue maupun yang bersifat cut across yaitu kerja sama yang melibatkan pilar-pilar ASEAN lainnya seperti isu hak asasi dimana ditangani oleh Pilar Komunitas Politik-Keamanan ASEAN dan juga Pilar Komunitas Sosial Budaya ASEAN.

���

���

BAB IV

KERJA SAMA EKSTERNAL ASEAN

A. Pendahuluan

Dalam Deklarasi Bangkok tahun 1967, disebutkan bahwa tujuan pembentukan ASEAN adalah untuk mewujudkan perdamaian, kemajuan dan kemakmuran di kawasan Asia Tenggara. Pada Paragraf 7 Deklarasi Bangkok, ASEAN juga bertujuan untuk memelihara kerja sama yang erat dan bermanfaat dengan organisasi kawasan dan internasional yang mempunyai kesamaan tujuan. Dengan demikian, ASEAN sejak berdirinya telah menunjukkan sikap berpandangan ke luar dan keinginan untuk aktif menjalin hubungan dengan pihak-pihak di luar ASEAN. Sesuai semangat tersebut, ASEAN telah menjalin hubungan dengan berbagai negara baik di kawasan Asia, Pasifik, Amerika, dan Eropa.

Kerja sama ASEAN dengan mitra wicara secara penuh dimulai sejak tahun 1974 dengan Australia. Kemudian diikuti Selandia Baru (1975), Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Uni Eropa dan UNDP (1977), Republik Korea (1991), India (1995), China dan Rusia (1996). Selain itu, Pakistan menjadi Mitra Wicara Sektoral ASEAN pada tahun 1997.

Sejak ditandatanganinya Piagam ASEAN, kerja sama ASEAN dengan mitra wicara dan organisasi kawasan dan internasional diatur dalam pasal 41 tentang Pelaksanaan Hubungan Eksternal. Prinsip dasar dalam menjalin kerja sama dengan pihak eksternal sesuai pasal 41 Piagam ASEAN, yang mengedepankan ASEAN sebagai kekuatan pendorong terwujudnya Komunitas ASEAN 2015 dan mengutamakan peran sentral ASEAN.

Kriteria pemberian Status Dialog tersebut disahkan pada Sidang ke-5 Panitia Tetap ASEAN (ASEAN Standing Committee/ASC) di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, tahun 1996. Kriteria penetapan suatu negara menjadi calon Mitra Wicara antara lain sebagai berikut:

1. Memiliki prinsip-prinsip dasar yang tercakup dalam dokumen-dokumen dasar ASEAN, seperti: Deklarasi Bangkok,

��0

Traktat Persahabatan dan Kerja sama (Treaty of Amity and Cooperation/TAC), Wilayah Damai, Bebas dan Netral (Zone of Peace, Freedom and Nutrality/ZOPFAN) dan Wilayah Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone/SEANWFZ). Calon negara Mitra Wicara dapat memberikan bantuan teknis dan/atau pembangunan.

2. Memperhatikan pertimbangan politik antara lain: memiliki perbatasan langsung dengan Negara-negara ASEAN, memiliki perwakilan diplomatik di semua negara ASEAN dan sebaliknya, memiliki kerja sama politik dan keamanan dengan salah satu negara ASEAN, dan memiliki potensi menjadi aktor utama dalam kawasannya.

3. Memperhatikan pertimbangan ekonomi antara lain: adanya peningkatan hubungan perdagangan yang positif, adanya peningkatan hubungan investasi yang positif, dan adanya perjanjian investasi, pengaturan pajak ganda atau perjanjian ekonomi lainnya antara ASEAN dengan negara terkait.

4. Memperhatikan pertimbangan hubungan sosial-budaya antara lain: adanya pertukaran budaya, ilmu pengetahuan atau riset dan pengembangan selama 5 tahun terakhir, adanya hubungan antara Organisasi non-Pemerintah ASEAN dari negara terkait, dan adanya warga negara ASEAN yang bekerja atau belajar di negara tersebut atau sebaliknya.

Sejak tahun 1999, ASEAN memberlakukan kebijakan penghentian sementara (moratorium) penambahan hubungan kemitraan baru hingga waktu yang tidak ditentukan. Hal ini dengan tujuan agar ASEAN dapat mengintensifkan dan mengkonsolidasikan hubungannya dengan Mitra Wicara yang telah ada. Selain itu juga dimaksudkan agar ASEAN dapat memfokuskan pada upaya integrasi kawasan.

Sejak berlakunya Piagam ASEAN pada tangal 15 Desember 2008, terdapat pula kecenderungan meningkatnya keinginan negara atau organisasi kawasan untuk menjadi mitra ASEAN. Sesuai pasal 44 Piagam ASEAN disebutkan para Menteri Luar Negeri ASEAN dapat memberikan status formal Mitra Wicara Penuh, Mitra Wicara

���

Sektoral, Mitra Pembangunan, Pengamat Khusus, tamu atau status lainnya. Pihak eksternal dapat diundang pada pertemuan-pertemuan ASEAN atau kegiatan kerja sama ASEAN tanpa diberikan status formal apapun, sesuai peraturan dan prosedur yang berlaku.

Mekanisme hubungan ASEAN dengan Mitra Wicara dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu:

1. Pada tingkat Kepala Negara dilakukan melalui KTT ASEAN dan KTT terkait lainnya.

2. Pada tingkat Menteri dilakukan melalui pertemuan tingkat menteri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM), pertemuan dengan mitra wicara (Post Ministerial Conference/PMC), dan pertemuan tingkat menteri di luar rangkaian PMC.

3. Pada tingkat Pejabat Tinggi ASEAN (Senior Officials Meeting/SOM), mitra wicara, dan pertemuan di luar rangkaian SOM seperti Senior Officials Consultations/SOC, Forum, dan Consultation among Senior Officials.

4. Pada tingkat Direktur Jenderal seperti Working Group/WG, Joint Cooperation Committee/JCC, Joint Planning Committee/JPC, dan Japan-ASEAN Integration Fund /JAIF Management Committee/JMC).

5. Pada tingkat kelompok ahli

6. Pada tingkat sektoral7. Pada tingkat Komite Wakil Tetap (Committee of Permanent

Representatives/CPR)

B. Kerja sama ASEAN dengan Mitra Wicara Penuh

1. ASEAN-Amerika Serikat

Kerja sama ASEAN dan Amerika Serikat (AS) dimulai sejak tahun 1977 yang pada perkembangannya kemudian mendasarkan diri pada Pernyataan Visi Bersama Kemitraan ASEAN-AS yang Diperluas (Joint Vision Statement on ASEAN - US Enhanced Partnership) dengan Rencana Aksi (Plan of Action 2006-2011) dan Prioritas Kerja Sama yang telah

���

direvisi dalam Kerangka Kemitraan ASEAN-AS yang Diperluas (Revised Priorities for Cooperation under the ASEAN-US Enhanced Partnership 2009).

Saat ini kerja sama ASEAN-AS memiliki payung kerja sama dan rencana aksi yang komprehensif dengan prioritas antara lain pada pilar politik dan keamanan, antara lain: kejahatan lintas Negara, kontra terorisme, pembangunan kapasitas, penegakan hokum, dan promosi hak-hak asasi manusia. Pada pilar ekonomi, antara lain: perdagangan dan investasi, dan kerja sama keuangan. Pada pilar sosial budaya antara lain: ilmu pengetahuan dan teknologi, penanganan bencana alam, lingkungan, perubahan iklim, keamanan pangan dan energy, dan pendidikan termasuk beasiswa dan program pelatihan.

Kerja sama di bidang politik dan keamanan antara lain dilakukan dengan dasar kepada Deklarasi ASEAN-AS untuk Kerja sama Memerangi Terorisme Internasional pada tahun 2002 (ASEAN-US Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism). Selain itu, Pemerintah AS juga menegaskan komitmennya sebagai partner strategis bagi ASEAN yang direfleksikan antara lain melalui pengangkatan H.E. Mr. Scot Marciel sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk Urusan ASEAN pada tanggal 10 April 2008.

Landasan kerja sama bidang ekonomi dan perdagangan adalah perjanjian TIFA yang ditandatangani pada tahun 2006 oleh Menteri Ekonomi Negara Anggota ASEAN dan Wakil Perdagangan AS (United States Trade Representative/USTR) khusus menangani kerja sama yang terkait dengan perdagangan dan investasi, Visi Pembangunan ASEAN untuk Memajukan Integrasi Ekonomi (ASEAN Development Vision to Advance Economic Integration/ADVANCE).

Selain itu di bidang kerja sama ekonomi, Bantuan Teknis dan Fasilitas Pelatihan ASEAN-AS di Sekretariat ASEAN telah menyelesaikan program tahap I dengan berbagai pengkajian dan workshop mengenai nomenklatur tarif dan Jendela Tunggal ASEAN (ASEAN Single Window) dan berbagai workshop, pelatihan dan kegiatan lain di bidang Hak Kekayaan Intelektual

���

yang diorganisir oleh Kantor Merek Dagang dan Paten AS (US Patent and Trademark Office) dan akan diteruskan dengan tahap II.

Pada Dialog ASEAN-AS ke-23 yang berlangsung di Manila, Filipina, 6-8 Mei 2010, ASEAN dan AS juga membahas kondisi ekonomi global yang antara lain menegaskan komitmen bersama meningkatkan perdagangan dan kerja sama ekonomi sebagai salah satu langkah pemulihan. ASEAN dan AS perlu melihat peluang peningkatan kerja sama di bidang perdagangan dan investasi guna menciptakan arsitektur finansial internasional yang lebih berimbang dan mendorong reformasi insitusi finansial internasional.

Mekanisme kerja sama di bidang pembangunan dan ekonomi perdagangan ASEAN – AS yang telah berlangsung dengan baik antara lain adalah Rencana Kerja sama ASEAN-AS (ASEAN-US Cooperation Plan/ACP). Sementara untuk ADVANCE Pemerintah AS memberikan komitmen untuk memberikan dana mendukung proyek-proyek kerja sama selama 5 tahun. Sebagian besar dana implementasi ACP dikoordinasikan melalui USAID sehingga pada dasarnya dana-dana tersebut terikat pada ketentuan Bantuan Pembangunan Luar Negeri AS (Overseas Development Assistance/ODA), dimana yang dapat menerimanya hingga saat ini hanya 5 negara ASEAN yaitu Indonesia, Filipina, Laos, Kamboja dan Viet Nam. Namun terdapat juga proyek-proyek khusus untuk ASEAN yang biasanya ditujukan untuk penguatan Sekretariat ASEAN dan mekanisme kerja sama ASEAN-AS.

Dalam kerja sama sosial budaya, ASEAN - AS telah melaksanakan Program Kunjungan Ilmuwan ke ASEAN oleh Fullbright untuk pejabat pemerintah, akademisi dan peneliti yang ingin mengkaji isu-isu mengenai hubungan ASEAN-Amerika Serikat. Di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, saat ini ASEAN-AS masih dalam tahap penyelesaian draf Persetujuan Kerja sama Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ASEAN-AS (ASEAN-US Science and Technology Agreement).

Dalam forum dialog ASEAN-AS dilaksanakan pada tingkat ahli sampai Kepala Negara/Kepala Pemerintahan.

���

Pada pertemuan Kelompok Kerja ke-1 ASEAN-AS dihasilkan draft pengelompokan kembali prioritas kerja sama Kemitraan ASEAN-AS yang Diperluas dalam 8 bidang sesuai ketiga pilar dalam masyarakat ASEAN, yaitu: (1) kejahatan lintas negara, termasuk kontra terorisme, (2) pembangunan kapasitas untuk Pemerintahan yang Baik, penegakan hukum dan sistim hukum, promosi hak-hak asasi manusia; (3) program ekonomi, (4) kerja sama keuangan, (5) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (6) Penanganan Bencana Alam, (7) Lingkungan, perubahan iklim, keamanan pangan dan energi, dan (8) Pendidikan, termasuk program beasiswa dan pelatihan. Pertemuan ke-2 Kelompok Kerja menghasilkan antara lain tindak lanjut Pernyataan Bersama Pertemuan ke-1 Pemimpin ASEAN-AS, pembentukan Kelompok Ahli ASEAN-AS (ASEAN-US EPG) dan rencana penyelenggaraan Promosi Keliling ke AS.

Pada Pertemuan ke-23 Dialog ASEAN-AS di Manila, Filipina pada bulan Mei 2010 dihasilkan komitmen pemimpin ASEAN-AS untuk: (1) mengundang komisioner AICHR ke AS pada awal November 2010, (2) mendirikan Pusat Sumber HAM untuk ASEN (Human Rights Resources Center for ASEAN/HRRCA) di UI di Jakarta, (3) Peningkatan bantuan pembangunan AS melalui program ADVANCE sebesar US$ 115 juta.

Dalam Pertemuan Tingkat Menteri dengan Mitra Wicara (PMC) ke-42 tanggal 22 Juli 2009 di Phuket, Thailand, yang dihadiri oleh Menteri Luar Negeri AS, Hillary Rodham Clinton, pertemuan mencatat rencana AS untuk membuka Misi AS untuk ASEAN di Jakarta serta rencana pelaksanaan KTT Peringatan Hubungan ASEAN-AS di masa yang akan datang. Pada pertemuan tersebut dilakukan penandatanganan Instrumen Ekstensi Traktat Persahabatan dan Kerja sama di Asia Tenggara (Instrument of Extension of the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia/TAC) dan Deklarasi Aksesi yang menandai aksesi AS terhadap TAC.

Pada tahun 2009, para Pemimpin Negara ASEAN dan AS melakukan Pertemuan ke-1 Pemimpin ASEAN-AS di Singapura pada tanggal 15 November 2009. Pertemuan ini merupakan

���

forum tertinggi dalam skema dialog kemitraan ASEAN-AS. Pertemuan tersebut di atas menghasilkan Pernyataan Bersama ASEAN-AS bagi Kemitraan yang Diperluas untuk Perdamaian Langgeng dan Kemakmuran (ASEAN-US Joint Statement Enhanced Partnership for Enduring Peace and Prosperity) yang menegaskan posisi bersama ASEAN-AS terhadap isu-isu global antara lain pembangunan tatanan ekonomi global, non-proliferasi dan perlucutan senjata, perubahan iklim, penanganan bencana alam, masalah kesehatan dan penyakit pandemik, keamanan energi dan ketahanan pangan, dan kerja sama penanggulangan kejahatan lintas negara.

2. ASEAN-Australia

Kerja sama ASEAN – Australia yang dimulai pada tahun 1974, diawali dengan pembentukan Pertemuan Konsultatif ASEAN-Australia (ASEAN - Australia Consultative Meeting/AACM) yang kemudian diikuti dengan berbagai dialog ASEAN – Australia pada berbagai tingkatan antara lain: Forum Regional ASEAN (ARF), PMC, Konsultasi Infromal antara Menteri Ekonomi ASEAN dengan Menteri Negara-negara Hubungan Ekonomi yang Lebih Dekat (Informal Consultations between ASEAN Economic Ministers (AEM) dan Ministers from the Closer Economic Relation (CER) Countries, Forum ASEAN-Australia, Komite Perencanaan Bersama ASEWAN-Australia (ASEAN-Australia Joint Planning Committee/JPC), Komite Koordinasi Proyek (Project Coordination Committees/PCCs), Komite ASEAN-Canberra dan berbagai kelompok kerja meliputi antara lain di bidang perdagangan dan investasi, telekomunikasi, pendidikan dan pelatihan, industri dan teknologi, lingkungan hidup serta budaya dan informasi. Tahapan penting kerja sama ASEAN-Australia adalah aksesi Australia kedalam TAC pada tahun 2005.

Beberapa kerja sama ASEAN-Australia yang menonjol terkait isu-isu transnasional adalah pertemuan kawasan tingkat menteri mengenai penyelundupan manusia dan kejahatan lintas Negara. Terkait isu terorisme, Australia telah menandatangani Deklarasi Bersama ASEAN-Australia untuk Kontra Terorisme (ASEAN-Australia Joint Declaration on

���

Counter Terrorism) pada pertemuan AMM/PMC/ARF ke-37, Juli 2004 di Jakarta. Kerja sama ASEAN-Australia pada tahun 2007 mengalami perkembangan yang signifikan yaitu dengan ditandatanganinya Deklarasi Bersama tentang Kemitraan Komprehensif ASEAN-Australia (Joint Declaration on ASEAN-Australia Comprehensive Partnership) tanggal 1 Agustus 2007 di Manila, Filipina. Selain itu, Australia telah mengangkat Duta Besar Ms. Gillian Bird sebagai Duta Besar pertama Australia untuk ASEAN pada tanggal 17 September 2008 yang berkedudukan di Canberra.

Terkait Inisiatif Konektivitas ASEAN (ASEAN Connectivity Initiative) Australia akan memberikan manfaat bagi kawasan secara keseluruhan khususnya terkait peningkatan konektivitas fisik dan upaya-upaya integrasi ASEAN. Kerja sama ASEAN-Australia juga menggarisbawahi pentingnya peningkatan kerja sama konkrit dalam kerangka ARF serta perubahan ARF dari Langkah-Langkah Pembangunan Rasa Saling Percaya (Confidence Building Measures/CBM) menjadi Preventive Diplomacy.

Australia merupakan mitra dagang penting ASEAN. Jumlah perdagangan ASEAN dengan Australia mengalami sedikit penurunan meningkat dari US$ 51,4 milyar tahun 2008 menjadi US$ 43,85 milyar tahun 2009. Meskipun demikian, terdapat koreksi dalam jumlah Investasi Asing Langsung (Foreign Direct Investment/FDI) Australia ke ASEAN. Jumlah FDI Australia ke ASEAN menurun dari US$ 919,7 miliar pada tahun 2008 menjadi US$ 700,9 juta pada tahun 2009.

Kemajuan kerja sama ekonomi ASEAN-Australia ditandai dengan ditandatanganinya Persetujuan Pasar Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru (ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement/AANZFTA) pada bulan Februari 2009. AANZFTA mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Ratifikasi Indonesia terhadap AANZFTA masih dalam proses pelengkapan dokumen ratifikasi. Indonesia masih melakukan proses verifikasi transposisi dari Harmonized System (HS) 2002 ke HS 2007 dan sejauh ini terdapat 185 pos tarif yang perlu diselesaikan. Kerja sama ekonomi tersebut di atas

���

didukung oleh Program Kerja sama Pembangunan ASEAN-Australia Tahap I (2002-2008) dengan dana sebesar A$ 45 juta yang bertujuan untuk membantu integrasi ekonomi ASEAN. Program AADCP I ini telah berakhir pada bulan Juni 2008 dan Australia kemudian dilanjutkan dengan AADCP II (2008-2015) dengan dana A$ 57 juta.

Australia terlihat mempunyai keinginan kuat untuk melakukan kerja sama di bidang penanggulangan bencana alam. Namun hingga saat ini, kerja sama penanggulangan bencana alam tersebut baru berjalan melalui kerja sama bilateral dengan Indonesia seperti mekanisme Fasilitas Australia Indonesia bagi Pengurangan Bencana (Australia Indonesia Facility for Disaster Reduction/AIFDR). Mekanisme AIFDR antara lain akan diimplementasikan melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dimana untuk sementara Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan dan Penanggulangan Bencana ASEAN (the ASEAN Co-ordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management/AHA Centre) sekarang berlokasi. Untuk itu, potensi kerja sama penanggulangan bencana alam tersebut dapat dikembangkan di tingkat ASEAN.

3. ASEAN-China

Hubungan kerja sama ASEAN dengan China telah dimulai secara informal pada tahun 1991. China dikukuhkan menjadi mitra wicara penuh ASEAN pada Pertemuan Tingkat Menteri ke-29 di Jakarta, tahun 1996. Kerja sama kemitraan ASEAN dan China semakin meningkat yang ditandai dengan pengesahan berbagai dokumen, antara lain: Deklarasi Bersama para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN dan Republik Rakyat China tentang Kemitraan Strategis bagi Perdamaian dan Kemakmuran (Joint Declaration of the Heads of State/Government of the Association of the Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China on Strategic Partnership for Peace and Prosperity) pada KTT ke-7 ASEAN-China di Bali, tahun 2003; Rencana Aksi Deklarasi Bersama ASEAN-China tentang Kemitraan Strategis bagi Perdamaian dan Kemakmuran (Plan of Action of the ASEAN-China Joint

���

Declaration on Strategic Partnership for Peace and Prosperity/PoA) di Vientiane, tahun 2004 serta Pernyataan Bersama KTT Peringatan Hubungan ASEAN-China (Joint Statement of ASEAN-China Commemorative Summit) di Nanning, tahun 2006.

Rencana Aksi Deklarasi Bersama ASEAN-China tentang Kemitraan Strategis bagi Perdamaian dan Kemakmuran (PoA) ditandatangani di Vientiane tahun 2004 akan segera berakhir masa berlakunya pada tahun 2010. Untuk itu, ASEAN dan China saat ini sedang menyusun draft PoA periode 2011-2015. Diharapkan draft PoA yang baru dapat disyahkan pada KTT ke-13 ASEAN-China di Ha Noi, Viet Nam bulan Oktober 2010. ASEAN dan China memiliki 11 prioritas bidang kerja sama yaitu: pertanian, energi, informasi dan teknologi komunikasi, sumber daya manusia, investasi bersama, pembangunan Mekong, transportasi, budaya, pariwisata, kesehatan publik dan lingkungan hidup.

Di bidang politik dan keamanan, China merupakan mitra wicara ASEAN pertama yang menandatangani TAC pada KTT ke-7 ASEAN-China di Bali tahun 2003. Beberapa landasan kerja sama ASEAN dan China di bidang politik dan keamanan adalah Deklarasi Bersama ASEAN-China tentang Kerja sama Bidang Isu-Isu Keamanan Non-Tradisional (Joint Declaration of ASEAN and China on Cooperation in the Field of Non-traditional Security Issues 2002) dan Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) (2002).

Sebagai tindak lanjut Deklarasi Bersama ASEAN-China tentang Kerja sama Bidang Isu-Isu Keamanan Non-Tradisional (2002), ASEAN-China menandatangani Nota Kesepahaman Kerja sama Bidang Isu-isu Keamanan Non-Tradisional (MoU) di Bangkok, Thailand tahun 2004 yang berlaku untuk lima tahun. Pada pertemuan Informal ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC)+China Consultation di Brunei Darusalam tahun 2007, ASEAN dan China sepakat memperpanjang periode MoU selama satu tahun sampai

���

Januari 2010 untuk mempersiapkan revisi MoU tersebut. Pada pertemuan pertama AMMTC+China Consultation dalam rangkaian pertemuan ke-7 AMMTC di Siem Reap, Kamboja tanggal 19 November 2009, ASEAN dan China telah menandatangani ASEAN-China MoU on Cooperation in the Field of Non-traditional Security Issues periode 2010-2014.

Sementara itu pada pertemuan PMC+China di Phuket, Thailand tanggal 22 Juli 2009, disepakati perlunya melanjutkan pembahasan draft Guidelines for the Implementation of the Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) yang sempat terhenti sejak bulan Mei 2006. Sebagai tindak lanjut, di Ha Noi, Viet Nam, pada bulan April 2010 telah diselenggarakan ASEAN-China Working Group Meeting on the Implementation of the Declaration of Conduct of Parties in the South China Sea. Pertemuan kelompok kerja selanjutnya direncanakan diselenggarakan di China pada akhir tahun 2010 dan diharapkan pertemuan ASEAN-China SOM on DOC dapat dilaksanakan sebelumnya.

Pada PMC+ China tersebut, China kembali menyampaikan keinginannya untuk mengaksesi Protokol Traktat Wilayah Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ). ASEAN dan China juga sepakat untuk melakukan kerja sama memberantas peredaran obat-obatan terlarang dalam ASEAN-China Cooperative Operations in Response to Dangerous Drugs (ACCORD) yang didirikan di Bangkok tahun 2000.

Di bidang ekonomi, kerja sama ASEAN dan China juga mengalami peningkatan. Volume perdagangan ASEAN dan China meningkat tiga kali lipat dari US$ 59,6 milyar di tahun 2003 menjadi US$ 192,5 milyar di tahun 2008. Total perdagangan ASEAN-China mencapai 11,3 % dari total perdagangan ASEAN. Hal ini menempatkan China sebagai mitra dagang ketiga terbesar ASEAN.

Pada bulan November 2002, ASEAN dan China menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation untuk mendirikan Wilayah Bebas Perdagangan ASEAN-China (ACFTA) yang mulai berlaku sejak

��0

tahun 2010 untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan China, dan tahun 2015 untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Viet Nam.

Sebagai tindak lanjut KTT ke-12 ASEAN-China di Cha am, Hua Hin, Thailand bulan Oktober 2009, Forum Wilayah Bebas Perdagangan ASEAN-China diselenggarakan di Nanning, China pada tanggal 7-8 Januari 2010. Pada kesempatan tersebut, portal bisnis ACFTA diluncurkan dan mulai beroperasi sejak tanggal 7 Januari 2010 dengan alamat http://www.asean-cn.org. China secara resmi menyampaikan inisiatif pembentukan Dana Kerja sama Investasi ASEAN-China dengan dana sebesar US$ 10 milyar untuk mendanai proyek-proyek kerja sama investasi di bidang infrastruktur, sumber daya alam dan energi. China juga menyampaikan rencananya untuk memberikan pinjaman sejumlah US$ 15 milyar untuk 3-5 tahun yang akan datang termasuk di dalamnya pinjaman sebesar US$ 6,7 milyar. ASEAN dan China menandatangani Nota Kesepahaman tentang Dana Kerja sama Investasi ASEAN-China di Nanning, China tanggal 7 Januari 2010. Pada pertemuan Konsultasi Pejabat Senior ASEAN-China di Hue, Viet Nam bulan April 2010, Negara-negara Anggota ASEAN menyampaikan harapan agar Dana Kerja sama Investasi ASEAN-China dapat membiayai pembangunan infrastruktur konektivitas darat, udara, maritim, dan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung Konektifitas ASEAN.

Pada KTT ke-12 ASEAN-China, telah ditandatangani tiga MoU yaitu: Nota Kesepahaman Pembentukan Pusat ASEAN-China oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN dan China, serta Nota Kesepahaman Kerja sama di Bidang Hak Kekayaan Intelektual dan MoU between ASEAN and China on Strengthening Cooperation in the Field of Standards, Technical Regulations and Conformity Assessment oleh para Menteri Ekonomi ASEAN dan China. Ketiga MoU ini diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan kerja sama ekonomi ASEAN dan China dan juga hubungan antar masyarakat.

Sebagai tindak lanjut penandatanganan Nota Kesepahaman Pembentukan Pusat ASEAN-China, Badan

���

Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) telah ditunjuk sebagai lembaga pemrakarsa. Pada KTT ke-13 ASEAN-China di Ha Noi, Viet Nam bulan Oktober 2010 yang akan datang diharapkan ASEAN dan China sepakat untuk meluncurkan Pusat Virtual ASEAN-China sebagai tahap pertama pendirian Pusat ASEAN-China di Beijing, China pada tahun 2011.

Terkait dengan sebelas prioritas kerja sama ASEAN-China, kedua belah pihak telah menandatangani sejumlah MoU antara lain: Nota Kesepahaman Kerja sama Trasportasi, Nota Kesepahaman Kerja sama Kebudayan, Nota Kesepahaman Kerja sama Sanitasi dan Phytosanitari, Nota Kesepahaman Kerja sama Pertanian dan Nota Kesepahaman Kerja sama Informasi dan Media. ASEAN dan China juga telah menandatangani Deklarasi Beijing Menteri-Menteri Pemuda ASEAN dan China tentang Kerja sama Pemuda ASEAN-China yang menjadi cetak biru untuk memperkuat kerja sama di bidang pemuda.

Berbagai kegiatan di bidang budaya, kesehatan publik, lingkungan hidup, pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, pemuda dan media telah dilakukan, antara lain: Forum Industri Kebudayaan ASEAN-China, Workshop ASEAN-China mengenai Praktek Obat-obatan Tradisional Standar, Workshop tentang Manfaat Obat-obatan Tradisional China dan Pengembangan Obat-obatan Tradisional di ASEAN, Konperensi para Rektor ASEAN, Pekan Kerja sama Pendidikan ASEAN-China, Workshop Musim Panas Siswa Sekolah Atas ASEAN-China, Perkemahan Pemuda ASEAN-China, Forum Wirausaha Muda ASEAN-China, Program Pertukaran Wirausahawan Muda ASEAN-China, Program Pertukaran Pegawai Negeri Muda ASEAN-China, dan Seminar Kerja sama Media ASEAN-China.

Pada KTT ke-12 ASEAN-China antara lain disepakati: pentingnya peningkatan kerja sama di bidang obat-obatan tradisional sebagai suatu alternatif dalam kesehatan publik, pelatihan 100 orang pejabat di bidang lingkungan hidup dari Negara-negara Anggota ASEAN, dan peluncuran program Double 100,000 Goal of Students Mobility in 2020.

���

Pada tanggal 31 Desember 2008, China telah menunjuk H.E. Mrs. Xue Hanqin sebagai Duta Besar China untuk ASEAN. Saat ini China tengah dalam proses membuka Kantor China untuk ASEAN yang melekat dengan Perwakilan (Kedutaan Besar RRC) bilateralnya di Jakarta.

4. ASEAN-India

India menjadi Mitra Wicara penuh ASEAN pada saat KTT ke-5 ASEAN di Bangkok tanggal 14-15 Desember 1995 setelah sebelumnya menjadi mitra wicara sektoral sejak 1992. Penyelenggaraan KTT ke-1 ASEAN-India tanggal 5 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja memperkuat momentum tersebut dengan ditegaskannya komitmen para Pemimpin ASEAN dan India untuk meningkatkan kerja sama dalam bidang perdagangan dan investasi, pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi informasi dan hubungan antar masyarakat.

Selanjutnya, komitmen ASEAN dan India tersebut dikukuhkan melalui penandatanganan ASEAN-India Partnership for Peace, Progress and Shared Prosperity dan Plan of Action to Implement the ASEAN-India Partnership for Peace, Progress and Shared Prosperity (PoA) pada KTT ke-3 ASEAN-India di Vientiane, Laos tanggal 30 November 2004. Kedua dokumen tersebut merupakan dokumen inti dari dasar pelaksanaan kerja sama kemitraan ASEAN-India saat ini. Bidang-bidang kerja sama yang diatur di dalam kedua dokumen itu adalah bidang politik, ekonomi dan sosial budaya.

Pada KTT ke-7 ASEAN-India di Cha-am Hua Hin, Thailand, bulan Oktober 2009, disepakati perlunya menyusun PoA yang baru untuk diluncurkan sebelum penyelenggarakan KTT ke-8 ASEAN-India di Ha Noi, Viet Nam bulan Oktober 2010. Sehubungan dengan itu, ASEAN dan India sedang menyusun PoA yang baru untuk periode 2010-2015.

Kerja sama ASEAN-India dilakukan melalui mekanisme KTT ASEAN-India, Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN-India (PMC+India), Pertemuan Pejabat Senior ASEAN-

���

India (SOM), Komite Bersama Kerja Sama ASEAN-India, Kelompok Kerja ASEAN-India, ARF dan berbagai konsultasi/pertemuan sektoral di bidang politik dan keamanan, ekonomi dan sosial budaya. Dalam kerja sama dengan ASEAN, India menyatakan komitmennya untuk meningkatkan hubungan ASEAN-India dengan memberikan kontribusi melalui Dana Pembangunan ASEAN dan Dana ASEAN-India yang digunakan untuk mendanai berbagai proyek kerja sama ASEAN-India. Sejak tahun 1994, Pemerintah India secara rutin memberikan kontribusi dana pada Dana ASEAN-India yang hingga sekarang berjumlah total US$ 11.406.407,43.

Untuk lebih meningkatkan hubungan kemitraan ASEAN-India, India telah menunjuk Duta Besar India untuk Indonesia, H.E. Biren Nanda merangkap sebagai Duta Besar India untuk ASEAN.

Di bidang politik dan keamanan, ASEAN dan India terus menunjukkan komitmen untuk meningkatkan kerja sama. Pada KTT ke-2 ASEAN-India di Bali bulan Oktober 2003, India mengaksesi TAC dan menandatangani Deklarasi Bersama ASEAN-India untuk Kerja sama Memerangi Terorisme Internasional. Sedangkan untuk kerja sama di bidang penanganan kejahatan transnasional, ASEAN-India telah melakukan pertemuan pertama ASEAN Senior Officials on Drugs (ASOD)-India Consultation di Brunei Darussalam pada bulan Agustus 2008. India menyampaikan persetujuan untuk mendukung proposal proyek Workshop on Curbing ATS Threat: Precursor Chemicals and Chemical Diversion Control.

Di bidang ekonomi, ASEAN dan India telah menanda-tangani Persetujuan Kerangka Kerja sama Ekonomi Komprehensif antara ASEAN dan Republik India pada KTT ke-2 ASEAN-India. Sesuai dengan Kerangka Persetujuan tersebut, proses negosiasi perdagangan barang dalam kerangka Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-India (ASEAN-India Free Trade Agreement/AIFTA) telah dimulai pada Januari 2004. Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN-India (ASEAN-India Trade in Goods Agreement/AI-TIGA) telah ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN dan India pada pertemuan ke-41

���

Meteri Ekonomi ASEAN bulan Agustus 2009 dan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2010. Pertemuan ke-12 ASEAN-India SOM, mencatat bahwa sejak penandatanganan AI-TIGA baru lima negara yang telah menyelesaikan proses ratifikasi, yaitu Vietnam, Malaysia, Singapura, Thailand dan India. Diharapkan semua pihak dapat segera menyelesaikan proses ratifikasi agar perjanjian tersebut dapat diimplementasikan secara efektif.

Saat ini ASEAN dan India sedang berupaya menyelesai-kan negosiasi di bidang jasa dan investasi. Diharapkan negosiasi di kedua bidang ini dapat diselesaikan pada tahun 2010. Volume perdagangan ASEAN-India pada tahun 2008 telah mencapai US$ 48 milyar. Hal ini sejalan dengan target untuk meningkatkan volume perdagangan ASEAN-India menjadi US$ 50 milyar pada tahun 2010. Berdasarkan pencapaian tersebut, pada KTT ke-7 ASEAN-India para Pemimpin sepakat untuk meningkatkan target volume perdagangan ASEAN-India menjadi US$ 70 milyar untuk dua tahun ke depan.

Sebagai tindak lanjut KTT ke-7 ASEAN-India, saat ini ASEAN dan India sedang mempersiapkan rencana penyelenggaraan Dewan Bisnis ASEAN-India (Business Council/AIBC), KTT Bisnis ASEAN-India (ASEAN-India Business Summit/AIBS), Pekan Bisnis ASEAN-India dan Pameran Industri dan Perdagangan ASEAN. Kerja sama ASEAN-India juga menekankan perlunya peningkatan kerja sama pariwisata.

Kerja sama sosial-budaya ASEAN-India meliputi bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi informasi dan komunikasi, bioteknologi, farmasi dan kesehatan, pengembangan sumber daya manusia, pariwisata, budaya, hubungan antar masyarakat, Kursus Khusus untuk Diplomat Negara-negara ASEAN, Kunjungan 100 Mahasiswa ASEAN ke India, Program Pertukaran Media ASEAN-India, kunjungan dan pertukaran kelompok ahli di berbagai bidang, dan pelaksanaan proyek di bawah Inisiatif Integrasi ASEAN (Initiative for ASEAN Integration/IAI).

Dalam rangka meningkatkan kerja sama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, pada bulan November 2006,

���

telah diselenggarakan KTT Teknologi di India. Menindaklanjuti pertemuan tersebut, pada KTT ke-5 ASEAN-India di Cebu, Filipina tanggal 14 Januari 2007, PM India mengajukan proposal untuk membentuk Dana Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ASEAN-India (ASEAN-India Science and Technology Development Fund/AISTDF) dengan kontribusi awal dari India sejumlah US$ 1 juta. Pertemuan ke-12 AIJCC di Sekretariat ASEAN bulan Mei 2010 telah mengesahkan Pedoman Manajemen AISTDF.

Pada KTT ke-6 ASEAN-India, PM India juga mengusulkan pembentukan Jaringan ASEAN-India untuk Perubahan Iklim yang akan didanai oleh Dana Hijau ASEAN-India. Untuk itu, India menyatakan akan memberikan kontribusi awal sebesar US$ 5 juta untuk mengembangkan teknologi mitigasi dan adaptasi dampak dari perubahan iklim. India juga mendukung program pengurangan kesenjangan pembangunan di antara Negara-negara Anggota ASEAN melalui mekanisme IAI, khususnya negara-negara Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam (CLMV).

ASEAN dan India telah menyepakati rencana pendirian Pusat Pelatihan Bahasa Inggris di Indonesia. Indonesia telah menunjuk Universitas Al-Azhar Indonesia sebagai pelaksana proyek dimaksud yang akan bekerja sama dengan Universitas Hyderabad di India. Diharapkan CELT tersebut dapat segera terwujud, namun demikian pendirian Pusat Pelatihan Bahasa Inggris tersebut masih perlu ditindaklanjuti dan dibahas lebih lanjut dengan pihak India dan Sekretariat ASEAN.

Pada KTT ke-7 ASEAN-India, PM India mengusulkan pembentukan gugus kerja guna menyusun Pernyataan Visi yang menjabarkan arah kebijakan hubungan kemitraan ASEAN-India hingga tahun 2020. Untuk itu akan dibentuk Kelompok Ahli ASEAN-India untuk mengidentifikasi 20 tahun kerja sama ASEAN-India dan merekomendasi untuk memperkuat Kemitraan Strategis ASEAN-India.

���

5. ASEAN-Jepang

Kerja sama ASEAN dan Jepang mulai lakukan dialog informal pada tahun 1973 dan hubungan formal mulai terbentuk dengan terwujudnya Forum ASEAN-Jepang pada bulan Maret 1977. Hubungan ASEAN-Jepang pada awalnya ditekankan pada hubungan kerja sama ekonomi. Pada tanggal 25 Mei 1981 berdiri Pusat Promosi Perdagangan, Investasi dan Pariwisata berdasarkan persetujuan antara Negara-negara ASEAN dan Jepang. Pusat ASEAN-Jepang (ASEAN-Japan Centre/AJC) ini dalam perkembangannya memperluas fungsi dan aktivitas sesuai keputusan KTT Peringatan Hubungan ASEAN-Jepang pada tahun 2003. Berdasarkan rekomendasi Eminent Persons Committee perjanjian AJC kemudian diamandemen dan disahkan oleh Dewan Direktur AJC tanggal 20 November 2007. Indonesia telah meratifikasi amandemen tersebut. Mekanisme pertemuan ASEAN-Jepang terdiri atas: KTT ASEAN-Jepang, PMC ASEAN-Jepang, ASEAN Japan Forum (tingkat SOM), the Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF) Committee/JMC. Namun demikian, berbeda dengan mekanisme pertemuan ASEAN dengan mitra wicara lainnya, ASEAN-Jepang tidak memiliki mekanisme pertemuan di tingkat Direktur Jen dan tingkat kelompok kerja. Untuk ASEAN-Jepang, pertemuan di tingkat kelompok kerja adalah Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF) Management Committee (JMC) Meeting. Pertemuan pada tingkat Direktur Jenderal dengan mitra wicara diselenggarakan di Jakarta di bawah kerangka ASEAN Committee of Permanent Representatives (CPR). Penyesuaian mekanisme ini mulai diterapkan pada pelaksanaan the 6th Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF) Management Committee (JMC) Meeting pada tanggal 12 April 2010 dengan merubah pertemuan tersebut menjadi open ended dengan maksud agar dapat dihadiri seluruh Negara Anggota ASEAN dan disebut ”expanded JMC Meeting”. Pada pertemuan ini juga disepakati untuk merubah Guideline of JAIF dan Rules of Procedures JMC Meeting serta membetuk 1 mekanisme baru yaitu pertemuan ASEAN-Japan Joint Coordinating Committee.

Penguatan kerja sama ASEAN-Jepang ditandai dengan pelaksanaan KTT Peringatan Hubungan ASEAN-Jepang, 11-

���

12 Desember 2003 di Tokyo dan ditandatanganinya “Tokyo Declaration for the Dynamic and Enduring ASEAN-Japan Partnership in the New Millennium” seta disahkannya Rencana Aksi ASEAN-Japan yang merupakan cetak biru kerja sama ASEAN-Jepang yang komprehensif. Pada KTT ASEAN-Jepang ke-10 di Cebu tanggal 14 Januari 2007, disepakati usulan Jepang untuk membentuk Kelompok Ahli guna mengelaborasi 9th ASEAN-Japan Summit Joint Statement on Deepening and Broadening of ASEAN-Japan Strategic Partnership guna mewujudkan kerja sama yang lebih nyata. Rekomendasi Kelompok Ahli dalam bentuk Report of the ASEAN-Japan Eminent Persons Group telah dilaporkan kepada para Pemimpin pada KTT ASEAN-Jepang ke-12 di Hua Hin, Thailand tanggal 24 Oktober 2009. Pada KTT ASEAN-Jepang ke-11 tanggal 21 November 2007 telah dikeluarkan Joint Statement on the Conclusion of the Negotiations for the ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Agreement (AJCEP) yang mencakup perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi dan kerja sama ekonomi. Negosiasi Persetujuan AJCEP telah selesai dan ditandatangani pada awal tahun 2008. Terkait AJCEP Jepang dan ASEAN akan melakukan negosiasi di bidang jasa dan investasi setelah satu tahun AJCEP diratifikasi semua negara. Dalam kerangka kerja sama KTT Asia Timur (East Asia Summit/EAS), ASEAN-Jepang memandang penting pertukaran di kalangan masyarakat. Pada KTT ASEAN-Jepang ke-10, Jepang berkomitmen melaksanakan program untuk mengundang 6000 pemuda dari Negara-negara EAS per tahun selama lima tahun. Program kunjungan ke Jepang Jaringan Pertukaran Siswa dan Pemuda Jepang-Asia Timur (Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youths/JENESYS) akan melibatkan banyak siswa pelajar. Jepang juga akan mengundang guru-guru muda sebagai upaya meningkatkan pengetahuan publik tentang ASEAN dan Jepang. Selain itu Jepang merupakan penggagas studi mengenai Institut Riset Ekonomi untuk ASEAN dan Asia Timur (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia/ERIA). Sebagai tindak lanjut pada 3rd EAS, para pemimpin telah menyepakati pembentukan ERIA untuk dapat diakomodasi sementara di Sekretariat ASEAN, Jakarta. Kegiatan ERIA

���

akan dilaksanakan berdasarkan tiga pilar kebijakan penelitian yakni memperdalam integrasi ekonomi, mempersempit jurang perbedaan pembangunan, dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. ERIA saat ini berada di bawah payung kerja sama EAS dan memiliki fokus pada kajian-kajian strategis guna mendorong integrasi kawasan dan memperkuat kemitraan di Asia Timur. Disamping itu, Jepang juga merupakan penggagas studi mengenai Kemitraan Ekonomi Komprehensif di Asia Timur (Comprehensive Economic Partnership in East Asia/CEPEA) untuk menjajaki kemungkinan membentuk kerangka kerja sama bagi integrasi ekonomi di Asia Timur. Pada KTT ASEAN-Jepang ke-11 di Singapura tahun 2007 Jepang telah mengusulkan pembentukan Dialog ASEAN-Jepang untuk Kerja sama Lingkungan (ASEAN-Japan Dialogue on Environmental Cooperation/AJDEC) yang bertujuan antara lain untuk bertukar pandangan dan mengidentifikasi kerja sama di bidang lingkungan dan memajukan proyek terkait lingkungan. Dalam pertemuan ASEAN PMC ke-42 di Phuket, Thailand, tanggal 22 Juli 2009, Indonesia secara resmi telah menjadi Negara Koordinator hubungan kerja sama ASEAN-Jepang mulai bulan Juli 2009 sampai Juli 2012 menggantikan Lao PDR. ASEAM sepakat dengan komitmennya untuk lebih meningkatkan kemitraan strategis ASEAN dan Jepang dalam mengimplementasikan Joint Statement of the Ninth ASEAN-Japan Summit: Deepening and Broadening of ASEAN-Japan Strategic Partnership in the New Millennium. Negara-negara Anggota ASEAN menyambut baik bantuan dan komitmen Jepang terhadap proses integrasi ASEAN dan penanganan krisis ekonomi melalui mekanisme Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM). Jepang melalui Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF) mendukung dana sebesar US$ 62 juta untuk CMIM. Kerja sama ASEAN-Jepang dibiayai melalui Trust Funds ASEAN-Jepang yaitu Japan ASEAN General Exchange Fund (JAGEF), Japan ASEAN Exchange Project (JAEP) Fund, dan Japan ASEAN Integration Fund (JAIF). Dalam rangka intensifikasi kerja sama ASEAN-Jepang, disepakati mengkonsolidasi trust funds tersebut kedalam Japan ASEAN Integration Fund (JAIF) yang mulai efektif sejak Agustus 2008. Dana JAIF 28 Februari 2010 sebesar lebih dari US$ 108 juta.

���

Pada pertemuan JAPAN–ASEAN Integration Fund (JAIF) Management Committee (JMC) pada tanggal 9-10 Februari 2009, Jepang menyatakan tetap memberikan prioritas kerja sama ASEAN-Jepang pada lima bidang, yaitu: kontra terorisme, lingkungan hidup, penanganan bencana alam, Public Outreach, dan lainnya. Pada pertemuan ke-6 JMC pada tanggal 12 April 2010, Jepang menambah prioritas kerja sama yaitu menjadi: kemitraan ekonomi; lingkungan hidup dan perubahan iklim; penanganan bencana alam, kontra terorisme, kesehatan dan kesejahteraan; keamanan maritim termasuk penanganan pembajakan laut; dan pertukaran masyarakat. Disamping itu, Jepang menambah kontribusinya untuk JAIF sebesar US$ 90 juta bagi program Economic Partnership Agreement (EPA)-Japanese Language Training (US$14.3 juta), Emergency Economic Assistance (US$61.9juta) dan Disaster Management (US$ 13.3juta). Program EPA Language Training lebih bersifat bilateral dan subkawasan bagi Negara-negara ASEAN yang telah memiliki EPA dan ditujukan untuk pelatihan bahasa Jepang bagi tenaga perawat. Indonesia menerima paket EPA Language Training untuk tahun 2009, disusul oleh Filipina. Program Emergency Economic Assistance akan dialokasikan bagi kerja sama ASEAN Plus Three. Sementara Disaster Management akan mendukung fasilitas ASEAN Humanitarian Assistance Centre (AHA) di Jakarta dan Asian Disaster Reduction Centre (ADRC) di Kobe. Kerja sama di bidang politik Jepang telah mengaksesi TAC pada tanggal 2 Juli 2004 di Jakarta. Jepang pernah menyampaikan visi untuk membangun suatu East Asia community (EAc). Jepang berkomitmen mendukung terbentuknya Komunitas ASEAN 2015 dengan ASEAN sebagai kekuatan penggerak utama. ASEAN menyambut baik “Doktrin Fukuda” dimana PM Yasuo Fukuda menyebutkan ”ASEAN adalah mitra yang memiliki visi yang sama dengan Jepang” khususnya dalam konteks guliran arsitektur kawasan. Jepang menunjuk Duta Besarnya untuk ASEAN pada tanggal 17 Oktober 2008 yang berbasis di Tokyo, namun kemudian tanggal 8 April 2010, Pemerintah Jepang menempatkan Duta Besarnya untuk ASEAN di Jakarta. Para Pemimpin ASEAN dan Jepang menegaskan komitmennya dalam menghadapi ancaman terorisme melalui mekanisme

��0

Dialog Kontra Terorisme ASEAN-Jepang. Jepang juga menyambut baik terbentuknya ASEAN Inter-Governmental Commission on Human Rights (AICHR).

Dalam pertemuan ASEAN PMC ke-42 di Phuket, Thailand, tanggal 22 Juli 2009, Indonesia secara resmi telah menjadi Negara Koordinator hubungan kerja sama ASEAN-Jepang mulai bulan Juli 2009 sampai Juli 2012 menggantikan Lao PDR. Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda menyampaikan komitmennya untuk lebih meningkatkan kemitraan strategis ASEAN dan Jepang dalam mengimplementasikan Joint Statement of the Ninth ASEAN-Japan Summit: Deepening and Broadening of ASEAN-Japan Strategic Partnership in the New Millennium dan dalam pelaksanaan Rencana Aksi ASEAN-Jepang.

Pertemuan Dirjen Kerja sama ASEAN dengan Wakil Menteri Luar Negeri Jepang dalam rangka koordinasi Coordinatorship Indonesia untuk ASEAN-Jepang

2009-2012. Sumber: Ditjen KS ASEAN

6. ASEAN-Kanada

Kerja sama ASEAN dan Kanada pertama kali dilaksanakan melalui ASEAN Standing Committee (ASC) pada bulan Februari 1977. Pada Pertemuan tersebut, Menteri Luar 107

Partnership in the New Millennium dan dalam pelaksanaan Rencana Aksi ASEAN-Jepang.

Dalam pertemuan tersebut Negara-negara Anggota ASEAN menyambut baik bantuan dan komitmen Jepang: dalam menghadapi ancaman terorisme melalui mekanisme Dialog Kontra Terorisme ASEAN-Jepang, terhadap proses integrasi ASEAN dan penanganan krisis ekonomi melalui mekanisme Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM), tambahan bantuan dana melalui JAIF sebesar US$ 62 juta serta inisiatif Perdana Menteri Jepang Taro Aso Growth Initiative towards Doubling the Size of Asia’s Economy.

Jepang juga meminta ASEAN untuk memanfaatkan bantuan Jepang berupa Bantuan Darurat Berkaitan dengan Krisis Keuangan di Wilayah ASEAN sebesar US$ 61,9 juta dalam upaya menangani krisis ekonomi dan keuangan.

Perdana Menteri Hatoyama, Jepang menyampaikan visi untuk membangun suatu East Asia community (EAc). Terkait dengan hal tersebut, Jepang mendukung proses integrasi kawasan termasuk pencapaian Komunitas ASEAN pada tahun 2015. Menjelang terpilihnya sebagai perdana menteri, Hatoyama selalu mendengung-dengungkan pembentukan EAc sebagai salah satu bagian dari kebijakan politik luar negeri Jepang termasuk di pidatonya pada salah satu sesi di depan Sidang Majelis Umum PBB ke-64/2009 di New York.

Pertemuan Dirjen Kerja sama ASEAN dengan Wakil Menteri Luar Negeri Jepang dalam rangka Coordinatorship Indonesia untuk ASEAN-Jepang 2009-2012. Sumber: Ditjen KS ASEAN

Pada pertemuan the First ASEAN Senior Economic Officials’ Meeting of the 41st AEM (SEOM 1/41) tanggal 18-21 Januari 2010 di Da Nang, Vietnam, mencatat bahwa Kamboja dan Indonesia telah meratifikasi ASEAN-Japan Economic Partnership Agreement (AJCEP), sehingga hanya Filipina yang belum meratifikasi. Ratifikasi Indonesia mengenai persetujuan AJCEP tersebut ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5/2009 tanggal 19 November 2009.

���

Negeri Kanada saat itu menyampaikan komitmen bantuan program pembangunan untuk ASEAN. Komitmen tersebut kemudian diwujudkan dengan ditandatanganinya ASEAN-Canada Economic Cooperation Agreement (ACECA) pada tanggal 25 September 1981 di New York, Amerika Serikat. Persetujuan tersebut diikuti dengan pembentukan ASEAN-Canada Joint Cooperation Committee (JCC) pada tanggal 1 Juni 1982 yang berfungsi sebagai forum dialog bagi ASEAN dan Kanada untuk membahas kerja sama di bidang-bidang ekonomi, perdagangan, investasi, industri, dan kerja sama pembangunan.

Pada tahun 2006, hubungan kerja sama ASEAN-Kanada mengalami pertumbuhan yang signifikan dengan dicapainya kesepakatan kedua belah pihak berupa Rencana Kerja Kerja sama ASEAN-Kanada 2005-2007 pada tanggal 27 Juli 2006 dan Deklarasi Bersama ASEAN-Kanada untuk Kerja sama Memerangi Terorisme Internasional pada 28 Juli 2006.

Bertepatan dengan 30 tahun hubungan kemitraan ASEAN-Kanada pada tahun 2007, kedua pihak mengesahkan 2nd ASEAN-Canada Joint Cooperation Work Plan 2007-2010 (ACJCWP). Rencana Kerja tersebut diprioritaskan pada kerja sama di bidang-bidang kontra terorisme dan kejahatan lintas negara, ekonomi, keamanan kesehatan, dialog antar keyakinan, dan bantuan teknis serta pengembangan kapasitas Sekretariat ASEAN.

Di bidang kerja sama politik dan keamanan, ASEAN-Kanada telah menyelenggarakan beberapa proyek di bidang kontra terorisme antara lain ASEAN Workshop on Preventing Bio-Terrorism tanggal 12-13 Juli 2007 dan ASEAN Workshop on Forging Cooperation Among Anti-Terror Units tanggal 23-24 Januari 2008. Kedua workshop diadakan di Jakarta dan didanai oleh Kanada dan merupakan tindak lanjut kesepakatan Sidang ke-6 ASEAN Senior Officials Meeting on Transnational Crime (SOMTC) tanggal 5-6 Juni 2006 di Bali dan implementasi ASEAN-Canada Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism yang ditandatangani pada tanggal 28 Juli 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia.

���

Kegiatan prioritas dalam 2nd ACJCWP lainnya yang telah diselenggarakan adalah ASEAN-Canada Dialogue on Interfaith Initiatives pada tanggal 5-7 November 2008 di Surabaya. Bersama Kanada, Indonesia merupakan ketua bersama dialog tersebut. Dialog tersebut merupakan kegiatan dialog antar keyakinan pertama di ASEAN maupun mitra wicara. Dialog tersebut dihadiri seluruh Negara Anggota ASEAN, Kanada dan Sekretariat ASEAN, yang terdiri atas unsur-unsur pemerintahan, masyarakat madani, pendidikan, dan media massa. Sedangkan di bidang Hak Asasi Manusia (HAM), Kanada juga telah mendanai kegiatan Workshop on Supporting the Establishment of a Regional Human Rights Mechanism in ASEAN pada tanggal 15-17 Mei 2008 di Bali.

Di bidang kerja sama ekonomi khususnya bantuan teknis dan pengembangan kapasitas Sekretariat ASEAN, Kanada telah memberikan persetujuan atas proposal ASEAN-Canada Cooperation on Technical Initiatives for the VAP (ACTIV) sebagai fasilitas dukungan para ahli dari Kanada melalui Sekretariat ASEAN. Kemudian pada KTT ke-14 ASEAN disyahkan Declaration on the Roadmap for an ASEAN Community 2009-2015 yang kemudian ASEAN meminta Kanada untuk menyetujui merevisi Terms of Reference (ToR) on ASEAN-Canada Technical Initiatives yang sebelumnya didasarkan atas Vientiane Action Program (VAP).

Guna meningkatkan kerja sama ASEAN-Kanada di bidang ekonomi akan dibentuk pengaturan Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA). Pada 3rdh ASEAN-Canada Senior Economic Officials’ Meeting (SEOM) yang diselenggarakan untuk melanjutkan perundingan TIFA yang tertunda sejak tahun 2007. Penundaan negosiasi ini dikarenakan kondisi domestik Myanmar. Dalam pertemuan the 1st ASEAN Senior Economic Officials’ Meeting of the 41st AEM (SEOM 1/41) di kota Da Nang, Vietnam, pada tanggal 18-21 Januari 2010, telah dibahas kembali perkembangan kerja sama ekonomi ASEAN-Kanada. Adapun pokok-pokok yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah finalisasi ASEAN-Canada Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA).

���

Pengaturan ini belum dapat diselesaikan namun kedua pihak sepakat untuk segera menyelesaikan pengaturan tersebut.

Implementasi proyek-proyek kerja sama ASEAN-Kanada tidak didanai melalui dana khusus tetapi melalui Canadian International Development Agency (CIDA). Mekanisme CIDA memiliki kendala, karena tidak semua negara ASEAN ‘eligible’ menerima ODA, yaitu Singapura, Brunei Darussalam dan Malaysia. Sementara Myanmar tidak layak menerima ODA karena alasan politis. Hal ini menyulitkan pelaksanaan program yang diharapkan melibatkan seluruh anggota ASEAN.

Pada pertemuan ASEAN PMC ke-42 tanggal 22 Juli 2009 di Phuket, Thailand, telah diadopsi Joint Declaration on ASEAN-Canada Enhanced Partnership sebagai landasan kerja sama ASEAN-Kanada ke depan dan telah menugaskan pejabat senior ASEAN dan Kanada untuk menyusun Work Plan khusus di bidang pembangunan infrastruktur, kontra terorisme dan kejahatan lintas negara, hak asasi manusia, dialog antar keyakinan serta dialog antar kebudayaan. Menindaklanjuti hal tersebut, pada 4tht ASEAN-Canada Informal Coordinating Mechanism (ICM) di Sekretariat ASEAN Februari 2010 telah dibahas implementasi 2nd ACJCWP dan penyusunan draft Plan of Action to Implement the Joint Declaration on ASEAN-Canada Enhanced Partnership. Disepakati untuk mempercepat penyelesaian draft PoA. Pertemuan ICM CIDA menyampaikan bahwa pendekatan Kanada di kawasan Asia Tenggara akan difokuskan pada pemajuan HAM dan disaster reduction di luar konteks bantuan kemanusiaan.

Berkaitan dengan keinginan Kanada untuk mengaksesi TAC, pada pertemuan ASEAN Senior Officials’ Preparatory Meeting di Hanoi ASEAN menyambut baik rencana tersebut. Sekarang ini Kanada sedang dalam proses mengaksesi TAC. Terkait perkembangan ASEAN sekarang ini, Kanada telah menunjuk Duta Besarnya di Jakarta merangkap sebagai Duta Besar Kanada untuk ASEAN mulai tanggal 24 Agustus 2009.

���

7. ASEAN-Republik Korea

Kemitraan ASEAN dan Republik Korea (ROK) pertama kali terjalin pada bulan November 1989. ROK selanjutnya menjadi mitra dialog penuh saat diselenggarakan ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-24 bulan Juli 1991 di Kuala Lumpur. Arah kerja sama ASEAN-ROK saat ini berlandaskan pada Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership yang disahkan melalui KTT ASEAN-ROK ke-8 di Vientiane, tanggal 30 November 2004; Plan of Action (POA) to Implement the Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership yang ditandatangani pada KTT ASEAN-ROK ke-9 di Kuala Lumpur, tanggal 13 Desember 2005; Joint Statement of the ASEAN-ROK Commemorative Summit yang ditandatangani pada saat ASEAN-ROK Commemorative Summit di Jeju Island, ROK, tanggal 2 Juni 2009; dan Report of the ASEAN-Republic of Korea Eminent Persons Group yang diserahkan kepada Pemimpin ASEAN dan ROK pada KTT ke-12 ASEAN-ROK di Hua Hin, Thailand, tanggal 24 Oktober 2009.

Peningkatan status kerja sama ASEAN-ROK dari comprehensive partnership menjadi kemitraan strategis merupakan usulan Kelompok Ahlí ASEAN-ROK (EPG) yang telah dicanangkan pada KTT ke-12 ASEAN-ROK. Untuk peningkatan kerja sama ASEAN-ROK disepakati bahwa Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership dan Plan of Action (PoA) to Implement the Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership tahun 2005 tidak akan direvisi, melainkan ASEAN dan ROK akan menyusun Joint Declaration for an ASEAN-ROK Strategic Partnership dan Plan of Action to Implement the Joint Declaration on Strategic Partnership yang diharapkan dapat disahkan pada KTT ke-13 ASEAN-ROK di Ha Noi, Viet Nam, bulan Oktober 2010.

Pada KTT Peringatan 20 tahun Hubungan ASEAN-ROK di Jeju Island, ROK tanggal 1-2 Juni 2009 yang bertema “Partnership for Real, Friendship for Good.” KTT tersebut telah menghasilkan Joint Statement of the ASEAN-Republic of Korea Commemorative Summit yang menjadi dasar rencana kerja sama yang lebih erat ASEAN dan ROK.

���

Selain itu, Agreement on Investment under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation among the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea juga ditandatangani melengkapi pembentukan ASEAN-ROK FTA yang sebelumnya juga telah ditandatanganinya the Agreement on Trade in Goods dan Agreement on Trade in Services.

Total nilai perdagangan ASEAN-ROK meningkat dua kali lipat dalam lima tahun terakhir dari US$ 46.4 milyar pada tahun 2004 menjadi US$ 90.2 milyar pada tahun 2008. Perdagangan ASEAN-ROK ditargetkan pada tahun 2015 naik dari US$ 90.2 (2008) menjadi US$ 150 milyar pada tahun 2015. Sedangkan nilai investasi antara ASEAN dan ROK pada tahun 2008 mencapai US$ 6.8 milyar atau meningkat sebanyak lima kali lipat dari nilai investasi pada tahun 2004, yakni US$ 1.3 milyar. Kerja sama pembangunan ASEAN-ROK difokuskan pada perdagangan, investasi, transportasi, pariwisata, pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi informasi dan komunikasi, lingkungan hidup, kesehatan, pembangan sumber daya manusia, kebudayaan, pertukaran masyarakat dan pengungarangan jurang perbedaan pembangunan. Proyek dan kegiatan dalam kerja sama ASEAN-ROK didanai oleh the ASEAN-ROK Special Cooperation Fund (SCF) dan Future Oriented Cooperation Project (FOCP) Fund. Pada KTT Peringatan Hubungan ASEAN-ROK bulan Juni 2009, ROK mengumumkan akan meningkatkan kontribusi tahunan untuk Dana Kerja sama ASEAN-ROK dari US$ 3 juta menjadi US$ 5 juta setelah tahun 2010. Prioritas dana akan digunakan untuk program terkait dengan pertukaran masyarakat dan budaya, termasuk pertukaran pemuda dan personil perempuan, memajukan pemahaman budaya dan lainnya. Kebijakan ”New Asia Initiative” yang dilontarkan oleh Presiden Lee Myung-bak juga bertujuan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan pembangunan ASEAN–ROK. Kerja sama lingkungan dengan mengedepankan konsep ”Low Carbon, Green Growth” serta peningkatan Official Development Assistance (ODA) kepada Negara-negara ASEAN dari US$ 155 juta menjadi US$ 395 juta pada tahun 2015.

���

ROK juga telah mengaksesi TAC pada ASEAN-ROK Ministerial Meeting pada tanggal 27 November 2004. Hal ini menunjukan komitmen ROK untuk memperkuat hubungan politik dan keamanan dengan ASEAN. Pada tanggal 23 Desember 2008, Pemerintah ROK telah mengangkat Duta Besar ROK untuk Indonesia merangkap sebagai Duta Besar ROK untuk ASEAN. Sebagai wujud nyata kerja sama ASEAN dan ROK pada KTT ke-11 ASEAN-ROK Desember 2007 di Singapura, para Menteri Luar Negeri ASEAN dan ROK menandatangani MoU on Establishing the ASEAN-Korea Centre (AKC) yang bertujuan untuk meningkatkan perdagangan, mempermudah aliran investasi, mendorong kunjungan pariwisata dan pertukaran misi kebudayaan antara Negara Anggota ASEAN dan ROK. Seluruh Negara Anggota ASEAN telah meratifikasi MoU dimaksud. Disamping itu juga dibentuk ASEAN Forest Cooperation Organization (AFoCO) atas dasar Joint Statement at the ASEAN-Republic of Korea Commemorative Summit. Gagasan ROK mendapat dukungan dari ASEAN Senior Officials on Forestry (ASOF) dengan menyepakati agar masing-masing Negara Anggota ASEAN dan ROK menunjuk pihak berkepentingan (focal point) untuk menyusun draft Agreement on the Establishment of the Asian Forest Cooperation (AFoCO). Pada pertemuan 2ndt Ad-hoc Working Group for the Establishment of Asian Forest Cooperation (AFoCO) Maret 2010 di Jeju Island, ROK setujui permintaan ASEAN untuk mengganti kata “Asian” menjadi “ASEAN” pada nama organisasi AFoCO.

8. ASEAN-Rusia

Kerja sama ASEAN-Rusia telah dimulai sejak tahun 1991. Rusia secara resmi menjadi mitra wicara ASEAN pada pertemuan ke-29 AMM/PMC di Jakarta pada bulan Juli 1996. Rusia menjadi mitra ASEAN karena pasar ekonomi Rusia serta sumber daya alam yang dimilikinya merupakan peluang bagi ASEAN. Kerja sama dengan Rusia dikembangkan di sektor pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi, perdagangan, sumber daya manusia, investasi dan ekonomi, lingkungan hidup, pariwisata, kebudayaan serta peningkatan

���

hubungan antar masyarakat. Kerja sama ASEAN-Rusia secara komprehensif baru terbentuk tahun 2005 setelah ditandatanganinya dokumen-dokumen sebagai berikut:

1) Joint Declaration of the Heads of State/Government of ASEAN and Russian Federation on Progressive and Comprehensive Partnership;

2) Comprehensive Programme of Action to Promote Cooperation between ASEAN and Russian Federation 2005-2015;

3) Agreement between the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Government of the Russian Federation on Economic and Development Cooperation.

Pada tanggal 3 November 2006 disepakati Terms of Reference (TOR) of the ASEAN-Russia Joint Cooperation Committee (ARJCC) untuk mengonsolidasikan kerja sama ASEAN-Rusia, memberikan arahan, meninjau proses implementasi kegiatan, dan mengidentifikasi arahan dan cara-cara yang tepat untuk meningkatkan kerja sama ASEAN-Rusia termasuk memonitor, memfasilitasi dan mengkoordinasikan implementasi segala kegiatan terkait. Mulai tahun 2010 pertemuan ASEAN dengan mitra wicara pada tingkatan kelompok kerja akan dilakukan oleh CPR dan bertempat di Sekretariat ASEAN, Jakarta.

Guna meningkatkan kerja sama yang lebih konkrit maka pada kesempatan Post Ministerial Conference Session (PMC) dengan Russia Juli 2008 di Singapura telah diadopsi Roadmap on the Implementation of Comprehensive Programme of Action to Promote Cooperation between ASEAN and Russia 2005-2015.

Di bidang politik beberapa kemajuan yang dicapai antara lain dapat dilihat dengan adanya penandatanganan:

1) Joint Declaration on Partnership for Peace, Stability and Security in the Asia-Pacific Region tahun 2003;

���

2) Joint Declaration on Cooperation to Combat International Terrorism tahun 2004;

3) Aksesi Rusia pada Treaty of Amity and Cooperation (TAC) in Southeast Asia tahun 2004.

Disamping itu, kerja sama politik ASEAN-Rusia ditandai juga dengan ditandatanganinya ASEAN-Russia Joint Declaration on Cooperation in Combating International Terrorism sebagai bentuk kerja sama di bidang penanggulangan kejahatan lintas negara. Menindaklanjuti deklarasi tersebut disahkan juga TOR ASEAN-Russia Joint Working Group on Counter Terrorism. TOR tersebut menjadi acuan bagi kerja sama teknis penanggulangan terorisme dan kejahatan lintas negara lainnya dalam kerangka SOMTC Working Group on Counter Terrorism. Selanjutnya pada tanggal 15 Mei 2009 disahkan juga ASEAN-Russia Work Plan on Countering Terrorism and Transnational Crime secara ad-referendum oleh SOMTC.

Pada Joint Plenary of Meeting of the ASEAN-Russia Joint Planning and Management Committee and the ASEAN-Russia Joint Cooperation Committee di Myanmar, November 2009, Rusia mengusulkan bantuan teknis dalam memberantas ekstremisme, kejahatan cyber dan perlindungan infrastruktur penting, termasuk pelatihan dalam bentuk kontra terorisme. Rusia mengusulkan untuk mengadakan pelatihan di salah satu dari 3 regional Counter Terrorism Centres mengenai penanggulangan terorisme.

Kerja sama ASEAN-Rusia juga berkembang lebih luas dengan dicapaikan Memorandum of Understanding antara Sekretariat ASEAN dan Sekretariat Shanghai Cooperation Organization (SCO) tahun 2005 memberikan peluang bagi upaya peningkatan kerja sama antara ASEAN dan SCO.

Di bidang ekonomi, ASEAN dan Rusia telah menandatangani Agreement between the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Government of the Russian Federation on Economic and Development Cooperation tanggal 10

���

Desember 2005 di Kuala Lumpur, Malaysia. ASEAN dan Rusia juga menyepakati untuk mengaktifkan kembali forum ASEAN-Russia Working Group on Trade and Economy (ARWGTEC) dan SEOM-Russia Consultations sebagai wadah pembahasan kerja sama ekonomi. Volume perdagangan Rusia dan Negara-negara ASEAN pada tahun 2008 tercatat sebesar US$10,2 milyar meningkat hampir 2 kali dibandingkan tahun sebelumnya Nilai ekspor Rusia ke Negara-negara ASEAN pada pertengahan 2009 mencapai US$ 2 milyar dan impor Rusia dari Negara-negara ASEAN pada periode yang sama senilai US$2,3 milyar.

Di bidang sosial budaya, kedua pihak menyadari perlunya upaya-upaya meningkatkan kesadaran masyarakat ASEAN dan Rusia guna mendorong kemitraan dan kerja sama ASEAN-Rusia. Sejalan dengan itu, ditandatanganinya Memorandum of Understanding on the Establishment of ASEAN Centre di Moscow State University of International Relations (MGIMO) oleh Sekretaris jenderal ASEAN dan Rektor MGIMO pada tanggal 22 Juli 2009. Selanjutnya sebagai upaya mendorong pemahaman budaya serta meningkatkan pertukaran budaya antara ASEAN dan Rusia, kedua pihak telah menyusun draft Agreement on Cultural Cooperation between the Governments of the Member States of ASEAN and the Government of the Russian Federation.

Di bidang penanganan bencana alam, Rusia mengajukan proposal proyek Arrangement within the National Crisis Management System in Russia yang akan mengintegrasikan 2 (dua) usulan proyek yaitu: ASEAN-Russia Workshop on the Improvement of Disaster Management Monitoring and Forecasting System for ASEAN Member Countries, ASEAN-Russia Workshop on Arrangements within the National Crisis Management Centre. Proyek ini direncanakan akan diselenggarakan pada tahun 2011.

Proyek kerja sama ASEAN-Russia di bidang pariwisata yang telah terlaksana adalah “Russian Language Course for ASEAN Tour Operators” yaitu proses belajar Bahasa Rusia

��0

untuk para operator pariwisata dari seluruh negara ASEAN. Kegiatan ini dilakukan melalui 2 tahap, yaitu: e-learning course dan in-class course dan kegiatan in-class cours.

Terkait keputusan para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN yang mendorong Rusia dan Amerika Serikat untuk mempererat hubungan mereka dalam perkembangan arsitektur kawasan, termasuk kemungkinan keterlibatan mereka dengan EAS melalui modalitas yang tepat. Rusia telah menunjuk Dubes Rusia untuk Indonesia merangkap sebagai Duta Besar Rusia untuk ASEAN. Penunjukan tersebut memperlihatkan langkah politis yang positif dan diharapkan dapat mendorong peningkatan kerja sama ASEAN-Rusia ke depan.

Pada bulan Mei 2009, Rusia memberikan tambahan kontribusi sebesar US$ 750.000 pada ASEAN-Russia Dialogue Partnership Financial Fund (DPFF). Total kontribusi Rusia terhadap DPFF hingga saat ini telah mencapai US$1.750.000.

Pembukaan Kursus Bahasa Rusia bagi para operator pariwisata ASEAN di JakartaSumber: Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN

117

Pembukaan Kursus Bahasa Rusia bagi para operator pariwisata ASEAN di Jakarta. Sumber: Ditjen KSA

Rusia telah menunjuk H.E. Mr. Alexander A. Ivanov, Dubes Rusia untuk Indonesia sebagai Duta Besar Rusia untuk ASEAN. Selain itu, Rusia juga telah mengirimkan staf baru dari Kemlu Rusia khusus untuk menangani kerja sama ASEAN-Rusia. Penunjukan tersebut memperlihatkan langkah politis yang positif dan diharapkan dapat mendorong peningkatan kerja sama ASEAN-Rusia ke depan.

9. ASEAN-Selandia Baru

Hubungan kerja sama ASEAN – Selandia Baru telah berlangsung sejak tahun 1975 dengan dibentuknya ASEAN-New Zealand Dialogue Relations. Sejumlah kerja sama telah dilakukan kedua pihak, khususnya dalam kerangka bantuan Selandia Baru untuk meningkatkan pembangunan sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi ASEAN.

Hubungan kemitraan ASEAN-Selandia Baru dilakukan melalui berbagai mekanisme pada berbagai level, yaitu ASEAN PMC+New Zealand yang merupakan sarana bagi para Menteri Luar Negeri ASEAN dan Selandia Baru untuk mengevaluasi dan membahas isu-isu politik, keamanan, ekonomi dan pembangunan yang menjadi perhatian bersama; dan ASEAN-New Zealand Dialogue serta Joint Cooperation Committee, yang merupakan pertemuan berkala pada level Dirjen untuk membahas secara mendalam kerja sama dibidang ekonomi dan fungsional; serta dalam kerangka ARF.

Selandia Baru telah mengangkat Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia Phillip Gibson sebagai Duta Besar pertama Selandia Baru untuk ASEAN pada tanggal 17 Oktober 2008. Saat ini Duta Besar Selandia Baru untuk ASEAN adalah H.E. David Taylor yang mulai bertugas sejak tahun 2010.

���

9. ASEAN-Selandia Baru

Hubungan kerja sama ASEAN – Selandia Baru telah berlangsung sejak tahun 1975 dengan dibentuknya ASEAN-New Zealand Dialogue Relations. Kerja sama dengan Selandia Baru difokuskan pada upaya untuk meningkatkan pembangunan sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi ASEAN. Hubungan kemitraan ASEAN-Selandia Baru dilakukan melalui berbagai mekanisme pada berbagai level, yaitu ASEAN PMC+New Zealand yang merupakan sarana bagi para Menteri Luar Negeri untuk mengevaluasi dan membahas isu-isu politik, keamanan, ekonomi dan pembangunan yang menjadi perhatian bersama. ASEAN-New Zealand Dialogue dan Joint Cooperation Committee, yang merupakan pertemuan berkala pada level Direktur Jenderal untuk membahas secara mendalam kerja sama dibidang ekonomi dan fungsional. Dialog juga dilakukan dalam kerangka ARF.

Kerja sama ASEAN-Selandia Baru di bidang politik diperkuat dengan aksesi Selandia Baru pada TAC pada ASEAN Ministerial Meeting ke-38 di Vientiane, Laos, bulan Juli 2005. Seiring dengan meningkatnya kepentingan kedua pihak, ASEAN – Selandia Baru mempererat kerja samanya dengan penandatanganan ASEAN-New Zealand Framework for Cooperation 2006-2010, pada Juli 2006. Dokumen tersebut meliputi kerja sama dibidang ekonomi, politik dan keamanan serta pendidikan masyarakat dan hubungan kebudayaan. Dalam kaitan ini atas masukan Indonesia, Framework tersebut juga memuat penanganan bencana alam sebagai salah satu kerja sama yang bisa dikembangkan.

Beberapa komitmen yang dihasilkan dalam framework tersebut antara lain program kerja Joint Declaration to Combat International Terrorism yang bertujuan untuk meningkatkan pengembangan kapasitas dalam pemberantasan terorisme dan aktifitas kejahatan lintas negara lainnya. Dengan dukungan New Zealand’s Asia Security Fund yang dibentuk tahun 2006. Kerja sama dalam menanggulangi terorisme juga memanfaatkan mekanisme yang telah ada di ASEAN seperti Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation (JCLEC).

���

Pada ASEAN PMC+1 dengan Selandia Baru di Singapura pada tanggal 23 Juli 2008, ASEAN dan Selandia Baru sepakat melanjutkan implementasi ASEAN-New Zealand Framework Cooperation 2006-2010 dengan mengembangkan kerja sama di bidang kontra terorisme dan kejahatan linta negara, dialog antar keyakinan, pengembangan sumber daya manusia, pendidikan, dan pertukaran masyarakat. Berakhirnya ASEAN-New Zealand Framework Cooperation 2006-2010, ASEAN dan Selandia Baru telah menyiapkan kerangka kerja sama baru yaitu Draft Joint Declaration for an AEAN-New Zealand Comprehensive Partnership dan Draft ASEAN-New Zealand Cooperation Plan of Action to Implement the Joint Declaration for an ASEAN-New Zealand Comprehensive Partnership 2010-2015. Kedua draft tersebut telah disyahkan oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN dengan Selandia Baru pada bulan Juli 2010 dan diharapkan dapat disahkan pada KTT Peringatan Hubungan ASEAN-Selandia Baru 2010 pada bulan Oktober di Ha Noi, Viet Nam.

Di bidang ekonomi, ASEAN-Selandia Baru berkomitmen untuk terus meningkatkan kerja sama dalam bidang fasilitasi perdagangan dan investasi dibawah Framework for AFTA-CER Closer Economic Partnership yang telah disepakati di Brunei Darussalam, September 2002, sebagai awal pembentukan AFTA-CER FTA. Perkembangan terakhir kerja sama ekonomi ASEAN-Selandia Baru adalah ditandatanganinya ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) oleh menteri-menteri ekonomi negara ASEAN pada tanggal 26 Februari 2009 di sela-sela KTT ke-14 ASEAN, di Thailand. AANZFTA dapat membuka pasar bagi 600 juta orang di wilayah ASEAN, Australia dan Selandia Baru dengan total GDP sebesar US$ 2,3 triliun.

Pada KTT Peringatan Hubungan ASEAN-Selandia Baru di Vientiane, Laos pada bulan November 2004, para Pemimpin ASEAN dan Selandia Baru sepakat untuk meningkatkan kerja sama dalam bidang pengembangan sumber daya manusia melalui pertukaran dan pemberian beasiswa bagi pelajar dan pemuda, sekaligus pencegahan terhadap penyakit menular seperti HIV/AIDS, SARS dan Avian Influenza.

���

Selandia Baru telah mengangkat Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia Phillip Gibson merangkap sebagai Duta Besar Selandia Baru pertama untuk ASEAN pada tanggal 17 Oktober 2008.

10. ASEAN-Uni Eropa

Kemitraan ASEAN-European Union (EU) secara informal dimulai tahun 1972 dan memasukan kerja sama formal pada tahun 1977. Pelembagaan hubungan dengan European Economic Community (EEC) dilakukan melalui penandatangan the EEC-ASEAN Cooperation Agreement pada pertemuan ASEAN-EEC Ministerial Meeting ke-2 di Kuala Lumpur tanggal 7 Maret 1980. Melalui perjanjian ini disepakati pembentukan kerja sama pedagangan, ekonomi dan teknis, serta pembentukan Joint Cooperation Committee (JCC) yang bertugas untuk mengawasi kerja sama tersebut. Mekanisme kerja sama ASEAN-EU dijalankan melalui 2 (dua) skema, yaitu, Trans-Regional EU-ASEAN Trade Initiative (TREATI) untuk bidang perdagangan dan investasi, yang diluncurkan tahun 2003; serta Regional EU-ASEAN Dialog Instrument (READI) yang disepakati tahun 2005 untuk bidang non-perdagangan.

Kemitraan komprehensif ASEAN-EU terwujud tahun 2007 dengan ditandatanganinya beberapa perjanjian yakni Nuremberg Declaration on an EU – ASEAN Enhanced Partnership pada Pertemuan ASEAN-EU ke-16 ASEAN-EU Ministerial Meeting di Nuremberg, Jerman, bulan Maret 2007; Joint Declaration of the ASEAN-EU Commemorative Summit pada KTT ke-13 di Singapura bulan November 2007; dan Plan of Action (PoA) to implement the Nuremberg Declaration on an EU-ASEAN Enhanced Partnership pada KTT ke-13 ASEAN di Singapura.

Di bidang politik, pada ASEAN-EU Commemorative Summit tahun 2007, EU menyampaikan keinginannya untuk mengaksesi TAC. Saat ini proses amandemen terhadap TAC yang memungkinkan aksesi oleh UE masih berlangsung. Sementara itu secara individual, Perancis menjadi salah satu

���

negara anggota UE yang telah mengaksesi TAC pada tahun 2007.

Peningkatan kerja sama ekonomi dilakukan dengan mengupayakan penyelesaian perundingan ASEAN-EU Free Trade Agreement (FTA) berdasarkan pendekatan region-to-region approach, dan memperhatikan tingkat perekonomian masing-masing Negara Anggota ASEAN. Selain itu dilakukan pula upaya untuk mengintensifkan implementasi kegiatan di bawah Trans-Regional EU-ASEAN Trade Initiative (TREATI) dan Regional EU-ASEAN Dialog Instrument (READI).

Kerja sama pembangunan ASEAN-EU dilakukan di bawah EC-ASEAN Regional Indicative Programme (RIP). Untuk tahun 2007-2010, RIP difokuskan pada: ASEAN-EU Programme on Immigration and Border Management; ASEAN-EU Cooperation on Statistic; EC-ASEAN Intellectual Property Rights Cooperation Programme (ECAP) III; ASEAN Civil Aviation Cooperation Project; Enhancing Economic Partnership/Support to ASEAN-EU Free Trade Agreement (FTA) Negotiations Process; serta Support to EU-ASEAN Sectoral Dialog (READI).

Secara keseluruhan, kontribusi EU dalam kerja sama ASEAN difokuskan pada upaya mendukung integrasi dan pembangunan masyarakat ASEAN. EU telah mengalokasikan sebesar €70 juta untuk program ASEAN-EU periode 2007-2013, diantaranya untuk bidang-bidang kerja sama pembangunan tersebut di atas. Untuk proyek yang sedang berjalan, kontribusi EU antara lain sebesar €7,3 juta pada proyek kerja sama ASEAN-EU Program on Regional Integration Support Phase II (APRIS II) periode 2006-2009; € 6 juta pada proyek ASEAN Centre for Biodiversity (ACB) periode 2005-2008.

Pada sidang ASEAN-EU Ministerial Meeting (AEMM) ke-17 di Phnom Penh, Kamboja Mei 2009, telah dihasilkan dua dokumen yaitu Joint Co-Chairmen’s Statement on the 17th

ASEAN-EU Ministerial Meeting dan Phnom Penh Agenda for the Implementation of the ASEAN-EU Plan of Action yang intinya kerja sama ASEAN-UE akan terus dilanjutkan melalui implementasi inisiatif dan program yang terdapat di

���

dalam mekanisme TREATI, READI dan ASEAN Programme for Regional Integration Support (APRIS) II. Capaian lainnya adalah penandatanganan Declaration on Accession to the TAC by the European Union and European Community dan ASEAN Declaration of Consent to the Accession to the TAC by the European Union and European Community serta upaya penyelesaian amandemen Third Protocol dari TAC untuk memungkinkan UE mengaksesi TAC.

Sementara itu, pada AEMM ke-18 di Madrid, Spanyol, tanggal 26-27 Mei 2010 telah dibahas: (1) membangun kemitraan komprehensif yang mencakup dukungan terhadap peran kawasan ASEAN, pertukaran pandangan perkembangan ASEAN dan UE, kerja sama dalam kerangka ASEM, dan pertukaran pandangan mengenai isu-isu kawasan dan internasional seperti arsitektur kawasan Asia Timur, Afghanistan, Pakistan, proses perdamaian Timur Tengah, Iran, perubahan iklim dan lingkungan, krisis ekonomi, tantangan keamanan tradisional dan non-tradisional; dan (2) tinjauan kerja sama yang tengah berlangsung di bidang politik-keamanan, ekonomi dan sosial-budaya. UE menyatakan dukungannya terhadap pencapaian Komunitas ASEAN 2015 serta sentralitas ASEAN dalam pembentukan arsitektur kawasan atas dasar kepentingan bersama.

Sebagai bentuk komitmen UE meningkatkan hubungan kerja sama dengan ASEAN, Duta Besar Komisi Eropa (EC) di Jakarta ditunjuk sebagai Duta Besar UE untuk ASEAN. Beberapa Negara-negara anggota Uni Eropa juga telah menunjuk Duta Besarnya untuk ASEAN (Inggris, Perancis, Jerman, Republik Ceko, Finlandia, Belgia, Denmark, Yunani, Rumania, Portugal, Luxemburg, Bulgaria, Austria, Italia dan Belanda). Selain itu, Perwakilan EC juga menunjuk seorang penasehat khusus untuk memperkuat kerja sama EU dengan ASEAN.

11. ASEAN Plus Three (APT)

Hubungan kerja sama ASEAN Plus Three (APT) mulai terbentuk sejak tahun 1997 yang melibatkan tiga negara

���

Asia Timur yakni Cina, Jepang, dan Korea. KTT APT ke-1 diselenggarakan pada bulan Desember 1997 di Kuala Lumpur pada saat kawasan Asia sedang dilanda krisis ekonomi. Selama 10 (sepuluh) tahun pertama 1997-2007 kerja sama APT didasarkan kepada Joint Statement on East Asia Cooperation, East Asia Vision Group Report dan Report of the East Asia Study Group. China, Jepang, dan Korea Selatan telah mengaksesi Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) masing-masing pada tahun 2003 (China) dan tahun 2004 (Jepang dan Korea Selatan).

Kerja sama APT berdasar Joint Statement on East Asia Cooperation (1997) mencakup perdagangan, investasi, keuangan dan perbankan, transfer teknologi, teknologi telematika, e-commerce, industri, pertanian, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pengembangan wilayah pertumbuhan, jejaring dunia usaha, dan iptek. Di bidang ekonomi dan moneter mencakup manajemen risiko makro ekonomi, monitoring aliran modal kawasan, memperkuat sistem keuangan dan perbankan, dan reformasi arsitektur keuangan internasional.

Untuk mewujudkan kerja sama yang nyata antar Negara-negara ASEAN Plus Three, dibentuklah East Asian Vision Group (EAVG) yang beranggotakan para intelektual ASEAN Plus Three dan pada tahun 2001 telah menyampaikan laporannya. Beberapa rekomendasi EAVG antara lain pembentukan East Asia Free Trade Area, East Asia Investment Information Network, fasilitas pendanaan kawasan, koordinasi mata uang, dan KTT Asia Timur (East Asia Summi/EAS).

Rekomendasi EAVG ini dikaji lebih lanjut oleh East Asia Study Group (EASG) yang beranggotakan para pejabat senior Kementerian Luar Negeri ASEAN Plus Three. EASG menyepakati 26 program kerja sama dari 57 program yang diajukan oleh EAVG. Kerja sama ini terbagi menjadi 17 program kerja sama jangka pendek, antara lain mengenai peningkatan pemahaman mengenai Asia Timur di kawasan, pembentukan jejaring lembaga kajian Asia Timur, transfer teknologi, dan penciptaan iklim investasi yang menarik. Selain itu, terdapat

���

9 program kerja sama jangka menengah dan panjang yang antara lain mengenai pembentukan East Asian Free Trade Area, East Asia Investment Area, mekanisme mata uang di kawasan yang lebih terkoordinasi, dan pelibatan LSM dalam konsultasi dan koordinasi kebijakan.

Dalam konteks pelaksanaan East Asia Study Group Measures, Indonesia telah memberikan komitmen untuk menjadi prime-mover bagi pelaksanaan jangka pendek, menengah dan panjang yang telah diwujudkan dengan program kegiatan sebagai berikut: Promotion of Language Programme untuk ASEAN Plus Three Junior Diplomat, masing-masing tahun 2005 di Yogyakarta, tahun 2006 di Bandung, tahun 2007 dan 2008 di Yogyakarta, dan tahun 2009 di Jakarta; empat kali melaksanakan ASEAN Plus Three Diplomatic Training Course di Jakarta pada tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010; dan melaksanakan Workshop on Work Closely with NGOs in Policy Consultation and Coordination to Encourage Civic Participation and State-Civil Partnership in Tackling with Social Problems pada tanggal 22-23 Oktober 2007 di Jakarta.

Dalam mengevaluasi kerja sama 10 tahun yang telah lewat dan menyongsong kerja sama 10 tahun ke depan, para pemimpin Pemerintahan APT telah mengesahkan the Second Joint Statement on East Asia Cooperation beserta Work Plan 2007-2017 pada Special Ceremony 10 (sepuluh) tahun kerja sama APT pada KTT ke-11 APT di Singapura tahun 2007. Terdapat lima bidang kerja sama di dalam the Second Joint Statement yaitu: politik dan keamanan; ekonomi dan keuangan; energi, pembangunan, lingkungan hidup, perubahan iklim dan pembangunan yang berkesinambungan; sosial-budaya dan pembangunan; dan dukungan institusional dan hubungan kerangka kerja sama yang lebih luas. The Second Joint Statement juga menyepakati dibentuknya suatu ASEAN Plus Three Cooperation Fund (APTCF) dengan kerangka acuan dana awal APTCF US$ 3.000.000 dan proporsi 9:1 yaitu Negara-negara Plus Three sebesar US$ 2.700.000 dan ASEAN secara keseluruhan sebesar US$ 300.000. Kerangka acuan mendapatkan pengesahan para Menteri Luar Negeri

���

APT pada Pertemuan Tingkat Menteri APT. Dana APTCF akan digunakan untuk mendukung implementasi proyek-proyek yang telah ditetapkan dalam the Second Joint Statement on East Asia Cooperation beserta Work Plan 2007-2017.

Salah satu hasil yang menonjol dalam kerja sama APT adalah dibentuknya Chiang Mai Initiative (CMI) antara lain berisikan skema bilateral Swap Arrangement antara Negara-negara APT guna membantu likuiditas keuangan di kawasan sehingga diharapkan krisis keuangan di kawasan dapat dihindari. Secara politis, CMI merupakan keberhasilan yang nyata dari kerja sama APT. Mengingat keberhasilan CMI sebagai suatu mekanisme kerja sama keuangan, the Second Joint Statement telah mencanangkan multilateralisasi Chiang Mai Inititiative. Pada tanggal 22 Oktober 2008 di Beijing, di sela-sela pertemuan ASEM para Leaders Negara-negara ASEAN Plus Three bertemu guna membahas masalah krisis finansial global. Pertemuan menghasilkan berbagai kesepakatan antara lain mendukung upaya percepatan multilateralisasi Chiang Mai Initiative.

Pertemuan Menteri Keuangan ASEAN Plus Three di Phuket, Thailand, tanggal 22 Februari 2009, menyepakati antara lain: (i) jumlah dana Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM) dari US$ 80 milyar menjadi US$ 120 milyar dengan rasio kontribusi ASEAN dan Plus Three adalah 20:80; (ii) Regional Surveillance Unit yang independen akan dibentuk; (iii) setelah berfungsinya mekanisme surveillance ini, jumlah pinjaman yang dapat ditarik tanpa keterlibatan IMF dalam CMIM dapat ditingkatkan di atas batas yang berlaku sekarang sebesar 20%.

Pada KTT ke-12 ASEAN Plus Three di Thailand bulan April 2009 sedianya akan membahas isu krisis keuangan global, pangan dan keamanan energy dan meninjau dua dokumen Statement on ASEAN Plus Three Cooperation on Food Security and Bio-Energy Development dan Joint Press Statement on ASEAN Plus Three Cooperation in Response to the Global Economic and Financial Crisis. Kedua dokumen tersebut adalah untuk mempertegas komitmen Negara-

���

negara ASEAN Plus Three untuk menjaga ketahanan pangan dan energi di kawasan dalam skema pembangunan yang berkelanjutan, dan komitmen untuk memperkuat kerja sama kawasan dalam kerangka ASEAN Plus Three merespon dampak krisis global. Namun karena situasi politik dalam negeri Thailand pembahasan tersebut tidak jadi dilaksanakan.

Pertemuan ke-13 para Menteri Keuangan ASEAN Plus Three di Tashkent, Uzbekistan pada tanggal 2 Mei 2010 mengumumkan bahwa CMIM Agreement telah berlaku sejak tanggal 24 Maret 2010. Pertemuan juga telah menyepakati seluruh elemen kunci untuk unit pengawasan makroekonomi kawasan (CMIM regional macroeconomic surveillance unit) yang diberi nama ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO). AMRO akan berkedudukan di Singapura dan diharapkan sudah terbentuk pada awal tahun 2011. Selain itu, pertemuan juga mengumumkan pembentukan Credit Guarantee and Investment Facility (CGIF) berupa trust fund yang disimpan oleh ADB (Asian Development Bank) dengan modal awal (initial capital) sebesar US$ 700 juta.

Pertemuan ke-13 para Direktur Jenderal ASEAN Plus Three di Seoul, tanggal 3 Juli 2009 secara prinsip telah menyetujui Guideline for the Implementation of the Second Joint Statement on East Asia Cooperation and the ASEAN Plus Three Cooperation Work Plan. Guideline tersebut merupakan panduan untuk melaksanakan ASEAN Plus Three Cooperation Work Plan 2007-2017 agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Untuk tahun 2010-2011, Pertemuan mengusulkan agar pelaksanaan Work Plan ditekankan pada peningkatan kegiatan yang terkait dengan ketahanan pangan, energi, pemberantasan kemiskinan dan manajemen bencana alam.

KTT ke-12 ASEAN Plus Three di Cha-am Hua Hin, Thailand pada tanggal 24 Oktober 2009. Pada KTT tersebut disahkan Statement on ASEAN Plus Three Cooperation on Food Security and Bio-Energy Development. Statement tersebut mempertegas komitmen Negara-negara ASEAN Plus Three untuk menjaga ketahanan pangan dan energi di kawasan dalam skema pembangunan yang berkelanjutan.

�00

Selain itu, KTT juga mencatat laporan akhir Phase II Feasibility Study of the East Asia Free Trade Area (EAFTA). Laporan tersebut merekomendasikan pembentukan EAFTA untuk memperkuat ketahanan perekonomian kawasan Asia Timur dan melakukan negosiasi EAFTA paling lambat pada tahun 2012. KTT juga mengharapkan agar Chiang Mai Initiative Multilateralisation dapat beroperasi pada akhir tahun 2009 dan membahas perlunya pendirian Credit Guarantee and Investment Mechanism (CGIM) dibawah kerangka Asian Bond Market Initiative. KTT juga mendorong untuk mempercepat pendirian ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR) untuk menjamin kelanjutan mekanisme kerja sama ketahanan pangan di kawasan setelah berakhirnya East Asia Emergency Rice Reserve Pilot Project pada bulan Februari 2010.

Pada pertemuan ke-14 para Direktur Jenderal ASEAN Plus Three di Chiang Mai, Thailand tanggal 2-4 November 2009 telah disampaikan draft usulan Thailand, sebagai Lead Shepherd, mengenai ASEAN Plus Three Plan of Action on Education (2010-1017). Selain itu, Filipina dan Indonesia mengindikasikan keinginan untuk menjadi Lead Shepherd masing-masing dalam bidang kerja sama energi serta counter terrorism, media dan budaya.

Di bidang kerja sama energi, terdapat beberapa perkembangan yaitu: pengembangan Oil Stockpiling Roadmap, finalisasi 2nd ASEAN+3 Energy Outlook, pengaktifan ASEAN+3 Energy Communication System. Work Programme SOME+3+AMEM+3 mencakup 5 bidang kerja sama yaitu: keamanan energi, pasar minyak, cadangan minyak, energi yang terbaharukan dan efisiensi energi konservasi energi, dan gas alam serta dialog bisnis.

Kerja sama APT juga dikembangkan pada upaya penyusunan Master Plan on ASEAN Connectivity, kajian fase kedua gagasan pembentukan East Asia Free Trade Area (EAFTA) dan Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA).

�0�

12. KTT Asia Timur (East Asia Summit/EAS)

KTT pertama Asia Timur (EAS) diselenggarakan pada tanggal 14 Desember 2005 di Kuala Lumpur dan dihadiri oleh para Pemimpin ASEAN, Jepang, China, Republik Korea, India, Australia dan Selandia Baru. Atas undangan Malaysia selaku Ketua ASEAN, Rusia juga hadir sebagai tamu.Pertemuan tersebut menghasilkan dokumen utama yaitu Kuala Lumpur Declaration on the KTT Asia Timur (East Asia Summit/EAS) yang merupakan cerminan pandangan bersama bahwa EAS dapat memainkan peranan penting dalam proses pembentukan komunitas di kawasan dan Asia Summit Declaration on Avian Influenza Prevention, Control and Response.

KTT ke-2 EAS dilaksanakan pada tanggal 15 Januari 2007 di Cebu, Philippina dan membahas keamanan energi sebagai fokus utama. KTT menghasilkan Cebu Declaration on East Asian Energy Security yang ditandatangani oleh para pemimpin EAS. KTT ke-3 EAS dilaksanakan pada tanggal 21 November 2007 di Singapura dan secara khusus mendiskusikan masalah Energy, Environment, Climate Change and Sustainable Development. KTT menghasilkan Singapore Declaration on Climate Change, Energy and the Environment. KTT ke-4 Asia Timur diselenggarakan di Thailand pada tanggal 24 Oktober 2009 yang mengadopsi Cha-am Hua Hin Statement on EAS Disaster Management dan Joint Press Statement of the East Asia Summit on the Revival of Nalanda University. Para Pemimpin EAS mempunyai kesamaan pandangan bahwa peningkatan konektifitas intra-ASEAN akan menguntungkan kawasan EAS secara keseluruhan. Para Pemimpin EAS mendukung peningkatan keterhubungan baik di dalam ASEAN maupun antara ASEAN dengan mitranya di EAS, guna membantu memfasilitasi integrasi kawasan.

KTT ke-4 Asia Timur juga mendukung upaya ASEAN untuk mengembangkan ASEAN Master Plan on regional connectivity dan dana pembangunan infrastruktur ASEAN. KTT ke-4 Asia Timur meminta Bank Pembangunan Asia dan UN ESCAP agar mendukung upaya-upaya ASEAN untuk meningkatkan konektifitas kawasan. KTT ke-4 Asia Timur

�0�

juga telah menugaskan para pejabat tinggi dan badan-badan terkait penanggulangan bencana untuk membahas cara-cara mengimplementasikan rekomendasi dari Cha-am Hua Hin Statement on EAS Disaster Management, termasuk pengembangan kapasitas yang terintegrasi dalam tanggap bencana dan pengurangan dampak bencana di kawasan serta mengkaji kemungkinan pembentukan suatu jejaring kawasan dari para contact points penanggulangan bencana melalui kerangka kerja dan mekanisme yang ada di ASEAN.

Selain itu, KTT ke-4 Asia Timur juga mencatat antara lain: inisiatif Jepang untuk membangun suatu masyarakat yang tahan bencana di Asia Timur; usulan Australia mengenai pembentukan jejaring kawasan dari para Sherpa penanganan bencana dan pengadaan dana kawasan sebagai upaya untuk meningkatkan koordinasi dalam penanganan bencana kawasan; tawaran China untuk memberikan 2.000 beasiswa pemerintah dan 200 beasiswa MPA bagi negara-negara sedang berkembang peserta EAS untuk 5 tahun ke depan; tawaran Australia untuk bekerja sama dengan Sekretariat ASEAN dalam membentuk gugus kerja pejabat senior dan penyelenggaraan 2 workshop pada tahun 2010 di Jakarta and ibukota Negara Anggota ASEAN lainnya; upaya Selandia Baru dalam pengembangan proyek sumber pendidikan kawasan dan Program Media Kawasan yang disponsori oleh Selandia Baru dan Indonesia; pengembangan sumber energi baru, khususnya sumber-sumber energi baru dan terbarukan, seperti bio-fuels guna mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Terkait dengan penanggulangan wabah flu A (H1N1), KTT ke-4 Asia Timur menyepakati untuk meningkatkan upaya-upaya penanggulangan penyebaran wabah tersebut melalui peningkatan kerja sama saling berbagi informasi, penambahan cadangan kawasan obat-obatan penting serta saling bantu dalam mendapatkan obat-obatan murah dan vaksin influenza tersebut. KTT ke-4 Asia Timur mendukung ASEAN Leaders’ Statement on ASEAN Connectivity sebagai upaya mendukung peningkatan keterhubungan baik di dalam ASEAN maupun

�0�

antara ASEAN dengan mitranya di EAS. KTT ke-4 Asia Timur menyampaikan penghargaan terhadap kontribusi Economic Research Institute from ASEAN and East Asia (ERIA) yang telah memberikan rekomendasi mengenai penelitian dan kebijakan praktis yang bermanfaat. KTT ke-4 Asia Timur mendorong ERIA untuk bekerja sama dengan ADB and dan Sekretariat ASEAN untuk untuk mempercepat penyelesaian “Comprehensive Asia Development Plan” guna meningkatkan konektifitas di kawasan.

C. Kerja sama ASEAN dengan Mitra Wicara Sektoral

Pakistan

Pakistan resmi menjadi mitra wicara sektoral ASEAN pada Pertemuan Peresmian Pembentukan Hubungan Dialog ASEAN-Pakistan November 1997. Pada pertemuan tersebut disusun Terms of Reference tentang ASEAN-Pakistan Joint Sectoral Cooperation Committee (APJSCC).

Pada pertemuan ke-11 ASEAN Regional Forum (ARF), tanggal 2 Juli 2004, di Jakarta, Pakistan mengaksesi Traktat Persahabatan dan Kerja sama (TAC) dan menjadi anggota ARF ke-24. Pakistan juga telah menandatangani ASEAN-Pakistan Joint Declaration for Cooperation to Combat Terrorism pada AMM/PMC/ARF Juli 2005 di Vientiane, Lao PDR.

Pada pertemuan pertama ASEAN Senior Officials Meeting on Transnational Crime (SOMTC) + Pakistan Consultation bulan Juni 2007 di Vientiane, Lao PDR, menyepakati proposal Pakistan untuk memulai kunjungan penegak hukum Negara-negara ASEAN ke Islamabad, untuk mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan sebagai implementasi dari ASEAN-Pakistan Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism.

Setelah pertemuan pertama APJSCC, dua kegiatan di bidang perdagangan telah diadakan yaitu ASEAN-Pakistan Business Council dan ASEAN-Pakistan Trade Facilitation Workshop. Pada pertemuan Senior Economics Officials’

�0�

Meeting (SEOM) Januari 2006 di Vientiane, diputuskan untuk mengadakan ASEAN-Pakistan Feasibility Study on ASEAN Pakistan Free Trade Area dan menyepakati ToR ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement Joint Feasibility Study. Pertemuan SEOM-Pakistan Consultations yang diadakan Juli 2006 menyetujui implementasi joint study ASEAN-Pakistan Free Trade Area yang akan dibiayai oleh ASEAN-Pakistan Cooperation Fund (APCF).

Pakistan telah memilih Pakistan Institute of Development Economics (PIDE) dan Malaysian Institute of Economic Research (MIER) untuk melakukan penelitian tersebut. MIER dan PIDE telah menyelesaikan Inception Report on Joint Feasibility Study for ASEAN-Pakistan Free Trade Area (FTA) pada Juli 2009. Terkait dengan itu, pertemuan SEOM pada tahun 2009, memutuskan bahwa FTA ASEAN-Pakistan baru akan dilaksanakan setelah pelaksanaan FTA ASEAN-GCC dan FTA ASEAN-MERCOSUR. Keputusan tersebut telah disampaikan kepada Pakistan.

Dalam kerja sama ASEAN-Pakistan, Pakistan mengusulkan beberapa bentuk kerja sama seperti: pembentukan Joint Task Force on Industry untuk mengidentifikasi sub sektor/produk/proses untuk integrasi industri yang menguntungkan antara ASEAN dan Pakistan. Pakistan juga mengusulkan adanya perumusan Action Plan for Industrial Cooperation with ASEAN dan Action Plan di bidang investasi. Pakistan juga menaruh minatnya untuk bekerjasama di bidang Clean Development Technologies (CDM).

Pada pertemuan APJSCC yang ke-3, Pakistan mengharapkan dukungan ASEAN untuk menyediakan pelatihan bagi staf Pakistan Institute of Tourism and Hotel Management (PITHOM) dan Pakistan-Austria Institute of Tourism and Hotel Management (PAITHOM). Oleh karena itu, pada pertemuan ke-9 ASEAN Task Force on Tourism Manpower Development di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam disepakati untuk mengirimkan tenaga ahli dari Negara-negara Anggota ASEAN ke Pakistan. Dua orang tenaga ahli dari Indonesia juga dikirim untuk mengadakan pelatihan di PAITHOM di Guli Bagh, Swat,

�0�

Pakistan. Pakistan menawarkan 10 beasiswa penuh kepada Negara-negara Anggota ASEAN untuk belajar pada institusi pendidikan tinggi di Pakistan dalam bidang-bidang seperti teknologi informasi, perbankan, teknik, dan kedokteran. Pakistan juga menawarkan beasiswa tahunan kepada Negara-negara Anggota ASEAN untuk belajar bahasa Inggris pada English Language Training Programme at National University of Modern Languages (NUML), Islamabad. Beasiswa ini akan ditawarkan setiap tahunnya selama 5 tahun. Terkait dengan keinginan Pakistan untuk membantu proses integrasi ASEAN. Pakistan berencana menawarkan beasiswa khusus untuk Negara-negara CLMV.

Pakistan telah menunjuk Duta Besarnya di Jakarta merangkap sebagai Duta Besar Pakistan untuk ASEAN.

D. Kerja sama ASEAN dengan Organisasi Internasional dan Kawasan

Di samping menjalin hubungan dan kerja sama dengan Negara-negara Mitra Wicara, ASEAN juga menjalin dialog dan kerja sama dengan beberapa organisasi kawasan dan internasional seperti PBB, khususnya United Nations Development Programme (UNDP), Gulf Cooperation Council (GCC), Mercado Común del Sur/Common Market of the South (MERCOSUR), Economic Cooperation Organization (ECO), dan South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC). Selain itu, sebagian besar Negara Anggota ASEAN juga secara aktif berpartisipasi dalam Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Asia-Europe Meeting (ASEM), dan Forum East Asia-Latin America Cooperation (FEALAC).

Perkembangan terkini yang dapat dicermati dari kerja sama ASEAN dengan organisasi kawasan dan internasional, khususnya dengan UNDP, GCC dan MERCOSUR adalah sebagai berikut:

1. ASEAN-UNDP

Kerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) diawali dengan keterlibatan UNDP dalam

�0�

program-program kegiatan ASEAN pada awal tahun 1970-an. Inisiatif-inisiatif kerja sama ASEAN-UNDP menjadi dasar bagi kerja sama ASEAN selanjutnya di bidang pembangunan industri, pertanian dan kehutanan, transportasi, keuangan, jasa-jasa moneter dan asuransi. UNDP ditetapkan sebagai mitra wicara ASEAN pada tahun 1977 dan sejauh ini adalah satu-satunya badan PBB yang mempunyai status sebagai mitra wicara ASEAN.

Kontribusi UNDP dalam kerja sama dengan ASEAN terutama melalui bantuan teknis keahlian dan pengembangan kapasitas. Secara keseluruhan nilai kontribusi UNDP terhadap ASEAN sejak menjadi mitra wicara ASEAN hingga tahun 2006 lebih dari US$ 25 juta. Setelah selesai program bantuan UNDP tahun 2006, pihak UNDP menyampaikan tidak lagi memprioritaskan pembangunan Negara-negara ASEAN karena keterbatasan dana dan ASEAN sudah dipandang maju dalam pembangunannya.

Selain UNDP, sejumlah organisasi dan badan-badan khusus PBB juga telah melakukan kerja sama dengan ASEAN, yang mencakup kerja sama di bidang politik, ekonomi dan fungsional/sosial-budaya. Beberapa specialized agencies PBB tersebut antara lain UNESCO, UNESCAP, UNAIDS, WHO, ILO, UNICEF, UNHCR, OCHA, dsb. Namun kegiatan-kegiatan tersebut lebih bersifat ad-hoc dan insidentil serta belum merupakan bagian dari kerangka program kerja sama yang terstruktur dan berkesinambungan.

2. ASEAN-PBB

Untuk pertama kalinya KTT ASEAN-Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB/United Nations/UN) diselenggarakan pada tanggal 12 Februari 2000 di Bangkok. Pada kesempatan tersebut Sekretaris jenderal PBB menyatakan ASEAN sebagai mitra PBB yang terpercaya di bidang pembangunan dan karenanya Sekretaris jenderal PBB menegaskan perlunya memperluas dan memperdalam hubungan ASEAN dan PBB. Sebagai tindak lanjut dari KTT ASEAN-UN tersebut telah diselenggarakan rangkaian pertemuan UN-ASEAN Conference

�0�

on Conflict Prevention, Conflict Resolution and Peace Building in Southeast Asia berturut-turut tahun 2001 hingga 2004.

Perlunya meningkatkan hubungan ASEAN-UN ditegaskan kembali melalui Resolusi 57/35 dan 59/5 GA tanggal 22 Oktober 2004 mengenai Cooperation between the United Nations and the Association of Southeast Asian Nations. Resolusi tersebut menggarisbawahi perlunya dialog dan kerja sama antara ASEAN dan PBB melalui pertemuan-pertemuan yang bersifat regular.

Keinginan UN untuk lebih merangkul organisasi-organisasi internasional dalam kerja sama dengan ASEAN, mendorong diselenggarakannya Second ASEAN-UN Summit pada tanggal 13 September 2005, di sela-sela SMU PBB di New York. KTT tersebut menghasilkan Joint Communique mengenai peningkatan kerja sama ASEAN-UN di berbagai bidang kerja sama terkait dengan pembangunan komunitas, isu-isu pembangunan terutama pengentasan kemiskinan dalam Millennium Development Goals (MDGs), pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pengelolaan bencana, isu-isu lintas batas negara, perdagangan, investasi, perdamaian dan keamanan.

Pada tanggal 4 Desember 2006, Resolusi Majelis Umum PBB No 61/46 memberikan status resmi ASEAN sebagai observer pada Majelis Umum PBB. Melalui status tersebut, ASEAN dapat berpartisipasi dalam sesi dan kegiatan Majelis Umum PBB dalam kapasitas sebagai observer. Pada tahun 2007 ditandatangani MoU Between ASEAN and the UN on ASEAN-UN Cooperation, yang bertujuan untuk membentuk kemitraan ASEAN-UN yang meliputi kerja sama di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. MoU tersebut mencakup bidang kerja sama kemitraan ASEAN-UN yang menekankan pada kegiatan-kegiatan: memperkuat kerja sama institusional dan upaya merespon tantangan-tantangan jaman, khususnya pencapaian MDGs dan upaya mengurangi kesenjangan pembangunan dan mengatasi ancaman perubahan iklim; meningkatkan kegiatan terkait yang menjadi kepentingan bersama; meningkatkan pertukaran informasi dan keahlian; mengimplementasikan

�0�

proyek-proyek yang menjadi kepentingan bersama; dan Sekretaris jenderal ASEAN dan Sekretaris jenderal PBB wajib membuat pengaturan-pengaturan administratif yang layak guna menjamin kerja sama yang efektif dan menghubungkan sekretariat ASEAN dan PBB.

Kerja sama ASEAN dan PBB yang telah berjalan dengan baik terlihat pula dalam penanganan korban bencana Cyclone Nargis di Myanmar. Leadership ASEAN didukung UN dalam penanganan bencana di Myanmar tersebut diharapkan dapat menjadi dasar untuk meningkatkan kemitraan yang lebih baik.

Pada pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN dengan Sekretaris jenderal PBB dan Presiden Sidang Majelis Umum PBB (SMU/UNGA) ke-63 di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB tanggal 29 September 2008 di New York, ditekankan harapan agar kerja sama PBB dan ASEAN lebih diperkuat dan diperluas terutama untuk isu-isu terkait dengan disaster management, ketahanan pangan, perubahan iklim dan upaya mendorong pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Sekretaris jenderal ASEAN dalam pertemuan tersebut menekankan perlunya memperluas dan memperdalam kerja sama ASEAN-UN termasuk meningkatkan status mitra wicara ASEAN-UNDP menjadi ASEAN-UN. Terhadap usulan tersebut, Sekretaris jenderal PBB menyampaikan akan membahas terlebih dahulu dengan pejabat PBB terkait lainnya.

3. ASEAN-GCC

Para Menteri Luar Negeri ASEAN bertemu mitranya dari Dewan Kerja sama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC) pertama kali di sela-sela Sidang Umum PBB di New York tahun 1990. Pada pertemuan tersebut disepakati bahwa para Menteri Luar Negeri dari kedua organisasi tersebut akan bertemu secara rutin setiap tahun di New York.

Pada Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) ASEAN-GCC tahun 2004 di New York, kedua belah pihak sepakat untuk mendorong Sekretariat ASEAN dan Sekretariat GCC untuk melakukan kerja sama di bidang kesehatan, pariwisata,

�0�

sertifikasi makanan halal, penanggulangan terorisme dan kejahatan lintas batas negara. PTM ASEAN-GCC di New York September 2005 telah membahas kemungkinan kerja sama untuk mengadakan seminar bersama mengenai perdagangan dan investasi, mempromosikan inter-faith dialogue, dan meningkatkan kerja sama institusional antara ASEAN-GCC dalam bentuk MoU antara kedua belah pihak. Pada pertemuan di sela-sela Sidang ke-61 Majelis Umum PBB di New York, 20 September 2006, ASEAN dan GCC disepakati mengembangkan potensi kerja sama kedua belah pihak di berbagai bidang investasi dan perdagangan serta energi. Untuk itu, disepakati perlunya menyelenggarakan pertemuan antara Sekretaris jenderal ASEAN dan Sekretaris jenderal GCC guna membahas modalitas bagi rencana Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN-GCC. Sebagai tindak lanjut, Sekretaris jenderal ASEAN mengadakan pertemuan dengan Sekretaris jenderal GCC di Riyadh pada tanggal 17 September 2008 untuk membahas modalitas kerja sama ASEAN-GCC. Pertemuan tersebut yang juga dihadiri oleh ASEAN Riyadh Committee menyepakati untuk melembagakan kerja sama ASEAN-GCC dan meningkatkan hubungan pada tingkat menteri.

Menurut Catatan Sekretariat ASEAN, volume perdaga-ngan kedua wilayah meningkat dari US$18,3 milyar pada tahun 2002 menjadi US$57,1 milyar pada tahun 2006. Total perdagangan kedua wilayah juga meningkat selama periode 5 tahun tersebut, yang mencapai US$160,1 milyar atau mengalami pertumbuhan sebesar 213%.

Pertemuan Menteri ASEAN-GCC ke-1 diselenggarakan tanggal 29-30 Juni 2009 di Manama, Bahrain. Pertemuan diketuai bersama oleh Bahrain dan Thailand, dengan topik/agenda utama yaitu Pertukaran Pandangan mengenai Peningkatan Kemitraan Ekonomi (Informal Exchange of Views on “Enhancement of Economic Partnership”). Pada pembahasan pengembangan kerja sama ekonomi ASEAN-GCC, dapat dicatat bahwa para Ketua Delegasi ASEAN dan GCC sepakat untuk peningkatan kerja sama ekonomi dan perdagangan antara dua organisasi. Beberapa area kerja sama yang diusulkan untuk dikembangkan meliputi pengkajian

��0

pembentukan wilayah perdagangan bebas ASEAN-GCC dan pengembangan kerja sama keamanan pangan, energi, keuangan, perbankan, perdagangan, investasi, pariwisata, kesehatan, pertanian, hubungan antar masyarakat, tenaga kerja, perubahan iklim, dialog antar kepercayaan, kebudayaan, dan keamanan maritim.

Kesepakatan-kesepakatan yang dicapai pada pertemuan tersebut di atas sejalan dengan pengembangan kerja sama ASEAN mewujudkan Komunitas ASEAN melalui 3 pilar, yaitu pilar politik dan keamanan yang dilakukan dalam bentuk pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN dan GCC di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York dan pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN-GCC; pilar ekonomi melalui rekomendasi kerja sama ekonomi dan perdagangan; dan pilar sosial budaya melalui rekomendasi kerja sama hubungan antar masyarakat, pariwisata, pendidikan dan informasi.

Menindaklanjuti kemungkinan pembentukan FTA ASEAN-GCC, Sekretariat ASEAN bekerja sama dengan lembaga think tank ekonomi Centre for International Economics dari Canberra, Australia telah melakukan riset studi kelayakan pembentukan ASEAN-GCC FTA. Hasil rekomendasi kajian tersebut disampaikan pada Pertemuan ASEAN Senior Economic Officials Meeting (SEOM) 1/41 di Da Nang, tanggal 20-21 Januari 2010 yang isinya merekomendasi perlunya para Menteri untuk melakukan pemahaman yang lebih baik dahulu terhadap GCC dan mengusulkan hubungan dengan GCC dirintis pada tingkat antar Sekretariat lebih dahulu.

Pada pertemuan ke-2 Menteri Luar Negeri ASEAN-GCC kedua pihak membahas antara lain tindak lanjut Joint Press Statement of the 1st ASEAN-GCC Ministerial Meeting yang berlangsung di Manama, Bahrain tanggal 29-30 Juni 2009, ASEAN dan GCC telah menyepakati Two-year Action Plan 2010-2012 yang mencakup kerja sama di bidang perdagangan dan investasi; ekonomi dan pembangunan; pendidikan, kebudayaan dan informasi; serta mekanisme pelaksanaan Rencana Aksi. Menelusuri lebih dalam berbagai potensi bidang kerja sama yang dapat dikembangkan seperti energi, sumber

���

daya manusia, pangan, perbankan, keuangan, dan investasi. Mengembangkan lebih jauh antara Kelompok Kerja Energi GCC dengan Kelompok Kerja dari ASEAN di Sekretariat GCC. Menjajagi kerja sama baru seperti olah raga, penelitian dan pengembangan energi, antar kepercayaan dan kerja sama antar kebudayaan, serta infrastruktur.

Para Menteri GCC mengharapkan agar dapat dilakukan Wilayah Bebas Perdagangan ASEAN-GCC agar ASEAN dapat semakin diminati terutama oleh para pengusaha sektor swasta untuk melakukan investasi di ASEAN. Sekretariat ASEAN telah melakukan Studi Kelayakan Wilayah Bebas Perdagangan ASEAN-GCC FTA dan memberikan rekomendasi khusus pada ASEAN Economic Ministers Meeting Retreat ke-16 di Putrajaya, Malaysia bulan Februari 2010. Rekomendasi tersebut menekankan perlunya dilakukan pendekatan bertahap dan perlunya diadakan roundtable seminar yang akan dikoordinir oleh kedua sekretariat guna menentukan kelayakan usulan FTA, Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) dan beberapa bidang yang terkait dengan memfasilitasi perdagangan ASEAN-GCC.

Para Menteri Luar Negeri ASEAN dan GCC juga telah secara khusus membahas serangan yang dilakukan oleh militer Israel pada tanggal 31 Mei 2010 terhadap kapal Mavi Marmara yang sedang berada di perairan internasional dan berisi bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina di Jalur Gaza. Pada kesempatan ini, Menteri Luar Negeri RI menyampaikan beberapa hal: kutukan atas penyergapan dan aksi kekerasan Israel terhadap kapal Mavi Marmara dan terdapat 12 warganegara Indonesia di kapal tersebut; tindakan Israel melanggar hukum internasional dan hukum kemanusiaan internasional; perlunya segera dibebaskan para tawanan; dan perlunya investigasi internasional terhadap tindakan Israel ini.

4. ASEAN-MERCOSUR

Kerja sma ASEAN dan Mercado Común del Sur/Common Market of the South (MERCOSUR) dimulai ketika para Menteri Luar Negeri ASEAN dan MERCOSUR mengadakan informal

���

Breakfast Meeting di sela-sela the 3rd Foreign Ministers’ Meeting of the Forum for East Asia-Latin America Cooperation (FEALAC) pada tanggal 22 Agustus 2007 di Brasilia, Brazil. Pada Pertemuan tersebut para Menteri Luar Negeri ASEAN dan MERCOSUR sepakat untuk menggali berbagai upaya memperkuat ikatan ASEAN-MERCOSUR.

Kesepakatan tersebut ditindaklanjuti dengan pertemuan antara Sekretaris jenderal MERCOSUR dan Sekretaris jenderal ASEAN pada Presidential Summit of MERCOSUR pada tanggal 17-18 Desember 2007 di Montevideo, Uruguay, yang mana Sekretaris jenderal ASEAN saat itu, Ong Keng Yong, hadir selaku pengamat. Pertemuan Pertama Tingkat Menteri ASEAN-MERCOSUR di Brasilia, tanggal 24 Nopember 2008 dimaksudkan untuk membangun suatu kerangka kerja sama antara ASEAN dan MERCOSUR. Pada Pertemuan tersebut telah dibahas antara lain isu-isu internasional (situasi keuangan internasional, keamanan energi, keamanan pangan, perkembangan WTO-Doha Round); tukar informasi tentang perkembangan yang terjadi di ASEAN dan di MERCOSUR; upaya peningkatan perdagangan, investasi dan ekonomi; peningkatan kerja sama hubungan antar masyarakat; serta kerja sama ASEAN-MERCOSUR di masa yang akan datang. Pada pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN-MERCOSUR tersebut mengeluarkan Press Statement yang berisi kesepakatan bersama mengenai berbagai isu internasional dan bentuk-bentuk kerja sama yang meliputi: ekonomi, perdagangan, investasi, politik dan keamanan, pertanian, energi, lingkungan hidup, kesehatan, pariwisata dan hubungan antar masyarakat.

Permasalahan yang ada dalam hubungan ASEAN-MERCOSUR adalah hingga saat ini belum ada kerja sama yang spesifik antara ASEAN dengan MERCOSUR. Dalam konteks hubungan perdagangan, dapat dikatakan hubungan antara ASEAN dengan Negara-negara anggota MERCOSUR masih rendah.

Terkait dengan rekomendasi kerja sama ekonomi, khususnya mengenai kemungkinan pembentukan FTA bagi

���

ASEAN-MERCOSUR, Pertemuan Pertama ASEAN Senior Economic Officials Meeting (SEOM) ke-41 di Da Nang, tanggal 20-21 Januari 2010 menyepakati untuk merekomendasikan kepada para Menteri Ekonomi mengenai perlunya untuk melakukan pemahaman yang lebih baik terlebih dahulu terhadap MERCOSUR sebagai organisasi kawasan, termasuk rejim perdagangan dan investasi. Hal yang dapat dilakukan terlebih dahulu adalah dengan melakukan kerja sama antar Sekretariat kedua organisasi serta kerja sama pada tataran pejabat tinggi.

5. ASEAN-ECO

ECO (Economic Cooperation Organisation) merupakan organisasi yang awalnya didirikan oleh Iran, Pakistan dan Turki pada tahun 1985. Selanjutnya pada tanggal 28 November 1992, keanggotaan ECO bertambah dengan bergabungnya Afghanistan, Azerbaijan, Kazakhstan, Kyrgyz, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan. Sekretariat ECO berada di Iran. Tujuan didirikannya ECO adalah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi, teknis dan kebudayaan di antara anggotanya. Proyek-proyek ECO meliputi kerja sama di bidang energi, perdagangan, transportasi, pertanian dan pengendalian narkoba.

Hubungan ASEAN-ECO dimulai tahun 1992, pada saat ECO mengajukan usulan untuk membangun hubungan formal antara kedua organisasi tersebut. Selanjutnya pada tahun 1993 disepakati adanya kontak antara Sekretariat ASEAN dan Sekretariat ECO.

Setelah itu, Sekretaris jenderal ASEAN dan Sekretaris jenderal ECO saling mengadakan konsultasi dan memandang perlunya mengembangkan kerja sama di bidang perdagangan dan investasi, transportasi dan komunikasi, energi, pengembangan sumber daya manusia, serta pengendalian narkoba.

Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) ASEAN-ECO untuk pertama kali diadakan pada bulan September 1995 di New

���

York. Para Menteri Luar Negeri kedua organisasi menyetujui adanya kontak antara Sekretariat ASEAN dan Sekretariat ECO, serta menyepakati untuk megembangkan modalitas pertukaran informasi, studi bersama, dan pertukaran kunjungan. Disepakati pula untuk diadakannya pertemuan tahunan para Menteri Luar Negeri ASEAN dan ECO di sela-sela SMU PBB yang dihadiri pula oleh Sekretaris jenderal kedua organisasi.

Pada tahun 2006 Sekretaris jenderal ASEAN dan Sekretaris jenderal ECO menandatangani MOU kerja sama di bidang perdagangan dan investasi, pengendalian narkoba, UKM dan kepariwisataan. MOU ini menjadi platform untuk membangun hubungan yang lebih erat antara kedua wilayah melalui pertukaran informasi dan pengalaman pada 4 bidang di atas.

Pada tanggal 26 September 2006 di sela-sela SMU PBB ke-61 telah diadakan pertemuan Menteri Luar Negeri-Menteri Luar Negeri ASEAN dengan Menteri Luar Negeri-Menteri Luar Negeri Economic Cooperation Organization (ECO). Secara umum pertemuan menggaris-bawahi harapan untuk meningkatkan kerja sama ASEAN-ECO sesuai MOU yang ditanda-tangani pada tanggal 18 Januari 2006, yakni kerja sama di bidang perdagangan, investasi pengusaha kecil dan menengah, penanggulangan narkotika dan parawisata. Guna keperluan realisasi kerja sama disepakati keperluan penajaman fokus pada bidang-bidang yang praktis dan dapat dilaksanakan

6. ASEAN-SAARC

Pertemuan pertama para Menteri Luar Negeri ASEAN dan menteri-menteri Perhimpunan Asia Selatan untuk Kerja sama Kawasan (South Asia Association for Regional Cooperation/SAARC) diselenggarakan di New York, tanggal 25 September 1998. Pertemuan tersebut diketuai bersama oleh Menteri luar Negeri Singapura, yang pada saat itu sebagai Ketua Panitia Tetap (ASEAN Standing Committee/ASC), dan Menteri Luar Negeri Sri Lanka, selaku Ketua Dewan Menteri SAARC. Pertemuan juga dihadiri oleh Sekretaris Jenderal ASEAN dan

���

Sekretaris Jenderal SAARC. Pertemuan menyepakati hal-hal sebagai berikut:

1) Pertemuan ASEAN-SAARC akan diselenggarakan setiap tahunan di New York di sela-sela sidang Majelis Umum PBB. Pertemuan tersebut juga akan dihadiri oleh Sekretaris jenderal ASEAN dan Sekretaris jenderal SAARC;

2) ASEAN dan SAARC akan melakukan koordinasi posisi mereka dalam persidangan WTO melalui Perwakilan masing-masing di Jenewa. Untuk ASEAN, misi Negara-negara Anggota ASEAN untuk PBB di Jenewa, yang tergabung dalam Komite ASEAN Jenewa (ASEAN Geneva Committee/AGC), akan bertemu secara regular untuk membahas isu-isu PBB dan WTO yang menjadi perhatian bersama;

3) Para Duta Besar Negara-negara anggota SAARC di Jakarta akan didorong untuk membangun ataupun meningkatkan kontak mereka dengan Sekretariat ASEAN. Dari tujuh negara anggota SAARC, hanya Bhutan dan Maladewa yang belum memiliki Kedutaan mereka di Jakarta. Demikian pula, para Duta Besar ASEAN di Kathmandu akan didorong untuk meningkatkan kontak mereka dengan Sekretariat SAARC. Namun, Negara-negara Anggota ASEAN yang memiliki Perwakilannya di ibukota Nepal tersebut hanya Malaysia, Myanmar dan Thailand;

4) ASEAN akan berbagi pengalaman dengan SAARC dalam hal kerja sama ekonomi khususnya pembentukan FTA serta semua langkah fasilitasi perdagangan lainnya yang relevan;

5) Sekretaris jenderal dan Sekretariat dua organisasi tersebut akan terus bekerja sama untuk membangun kerja sama antara kedua pihak.

Sekretariat ASEAN dan Sekretariat SAARC telah meningkatkan kontak dan kerja sama diantara mereka. Sebagai contoh, pada tahun-tahun awal kerja sama, pejabat

���

dari kedua Sekretariat telah melakukan kontak langsung untuk melakukan pertukaran informasi. Selain itu, pejabat ekonomi dan perdagangan ASEAN dan SAARC telah melakukan kunjungan ke Sekretariat ASEAN untuk mempelajari lebih banyak tentang kerja sama ekonomi ASEAN, terutama skema untuk membangun Pasar Bebas ASEAN.

Pertemuan Menteri ASEAN-SAARC bulan September 2002 memberikan mandat kepada kedua Sekretariat untuk mengintensifkan konsultasi diantara mereka. Para Menteri Luar Negeri juga mengidentifikasi empat bidang utama dimana kedua Sekretariat dapat saling bertukar informasi dan best practices. Empat bidang tersebut meliputi FTA, HIV/AIDS, pariwisata dan pengentasan kemiskinan.

Seperti yang telah dimandatkan tersebut di atas, Sekretaris jenderal ASEAN dan Sekretaris jenderal SAARC telah melakukan pertemuan pada tanggal 1 Agustus 2003 di Sekretariat ASEAN untuk menjajagi berbagai kegiatan bersama yang mungkin dapat dilakukan. Salah satu hasil utama pertemuan tersebut adalah kesepakatan kedua Sekretariat mengidentifikasi kegiatan-kegiatan dalam suatu workshop perencanaan.

Beberapa kemajuan lain dari kerja sama ASEAN-SAARC yakni pada pertemuan Menteri ASEAN-SAARC tanggal 24 September 2003 di New York telah berhasil mengesyahkan penyelenggaraan workshop perencanaan untuk mengidentifikasi aktifitas bersama. Kemudian pada tanggal 19-21 Januari 2004 juga diselenggarakan workshop untuk saling bertukar informasi tentang kegiatan kerja sama dan best practices di ASEAN dan SAARC. Dalam kesimpulan workshop tersebut di atas, kedua Sekretariat menyepakati the ASEAN-SAARC Secretariats’ Partnership Work Plan (2004-2005) dan Guidelines for ASEAN-SAARC Secretariat’s Partnership.

���

BAB V

KERJA SAMA ASEAN DAN PERKEMBANGAN TERKINI

A. Komisi Antar-Pemerintah ASEAN tentang HAM (Inter-Governmental Commission on Human Rights/AICHR)

Salah satu perkembangan dan kemajuan dari pelaksanaan Piagam ASEAN adalah pembentukan Komisi Antar-Pemerintah ASEAN tentang HAM (Inter-Governmental Commission on Human Rights/AICHR) atau Komisi HAM ASEAN. Pembentukan Komisi HAM ASEAN merupakan amanat Pasal 14 Piagam ASEAN serta komitmen ASEAN untuk membangun suatu komunitas yang berbasis masyarakat (people-oriented). Pembentukan Komisi ini merupakan kemajuan penting dalam evolusi menuju Komunitas ASEAN tahun 2015.

Komisi HAM ASEAN merupakan institusi HAM yang menyeluruh (the overarching human rights institution in ASEAN) yang bertanggung jawab untuk pemajuan dan perlindungan HAM di ASEAN. Komisi ini juga sebagai badan konsultatif antar-pemerintah (consultative intergovermental body) dan bagian integral dalam struktur Organisasi ASEAN. Untuk memenuhi fungsinya dalam rangka memajukan dan melindungi HAM, Komisi ini memiliki mandat antara lain untuk: membentuk Deklarasi HAM ASEAN (ASEAN Human Rights Declaration) dan instrumen hukum (legal instrument) terkait dengan HAM; meningkatkan kesadaran publik terhadap HAM; mendorong pembangunan kapasitas (capacity building) Negara Anggota ASEAN untuk mengimplementasikan kewajiban HAM secara efektif; memperkuat norma-norma HAM di ASEAN; mendorong keikutsertaan Negara anggota ASEAN pada berbagai fora HAM internasional; mendorong dialog dan konsultasi serta kerjasama diantara Negara ASEAN yang melibatkan institusi nasional, internasional dan pemilik kepentingan lainnya; serta memberikan advisory service dan bantuan teknis (technical assistance) untuk badan sektoral ASEAN.

Dalam rangka membangun rasa saling percaya dan pemaha-man yang lebih baik satu sama lain, Indonesia mengusulkan untuk

���

mengadakan forum secara berkala dimana masing-masing negara dapat menyampaikan praktik-praktik terbaik dan pengalaman dalam hal penanganan penegakan HAM. Forum AICHR ini bersifat sukarela dan tidak bersifat mengikat. Usulan ini didukung oleh negara-negara lain di ASEAN. Indonesia selaku penggagas Komisi HAM ASEAN menunjukkan penghargaannya atas independensi Komisi dengan melakukan pemilihan terbuka bagi penunjukan wakil Indonesia yang duduk di Komisi ini. Terpilihnya wakil dari LSM menunjukkan bahwa Indonesia demokratis, lebih siap, serta lebih terbuka bagi pelibatan unsur masyarakat madani untuk duduk sebagai wakil di Komisi ini. Pengakuan dan dukungan Internasional atas keberadaan Komisi HAM ASEAN ditandai dengan diterimanya undangan untuk bertukar pikiran dan pengalaman dalam pelaksanaan HAM dari berbagai belahan dunia, seperti dari Amerika, Eropa maupun Afrika.

AICHR telah melakukan beberapa kali pertemuan, baik pertemuan informal maupun pertemuan formal yang dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dalam satu tahun. Pada pertemuan formalnya yang ke-2, AICHR telah menyusun Rencana Kerja 5 Tahunan dan Program Prioritas AICHR (AICHR Priority Programme)/Aktivitas AICHR (Activities of AICHR) 2010-2011. Para Menlu ASEAN dalam pertemuan ke-43 di Hanoi, Vietnam bulan Juli 2010, telah menyetujui Program Prioritas AICHR/Aktivitas AICHR 2010-2011 serta meminta AICHR untuk melengkapi anggaran indikatif untuk Rencana Kerja 5 Tahun AICHR.

B. Persetujuan Keistimewaan dan Kekebalan ASEAN (Agreement on Privileges and Immunities of ASEAN/P&I)

Piagam ASEAN telah resmi berlaku pada tanggal 15 Desember 2008. Indonesia telah mengesahkan pemberlakuan Piagam ASEAN tersebut melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the Association of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara). Pada ASEAN Ministerial Meeting Retreat di Singapura, Maret 2008, para Menlu ASEAN sepakat untuk membentuk kelompok yang terdiri atas para ahli hukum dari masing-masing negara anggota untuk melakukan kajian terhadap pasal-pasal yang terdapat di dalam Piagam ASEAN. Pada rangkaian 41st ASEAN Ministerial Meeting

���

di Singapura, Juli 2008 secara resmi dibentuk dan dilakukan pertemuan pertama High Level Legal Experts’ Group on the Follow-up to the ASEAN Charter (HLEG).

HLEG telah menyelesaikan 19 kali pertemuan. Salah satu hasil nyata dari rangkaian pertemuan HLEG ini adalah disepakatinya Agreement on Privileges and Immunities Agreement of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Persetujuan P&I ASEAN ditandatangani oleh para Menlu ASEAN di Cha-am Hua Hin, Thailand, bulan Oktober 2009 dalam rangkaian KTT ke-15 ASEAN. Persetujuan P&I ASEAN ini dimaksudkan untuk mengatur hal-hal dasar bagi pemberian hak-hak keistimewaan dan kekebalan yang diperlukan bagi pejabat-pejabat dan tenaga ahli dalam menjalankan kegiatan-kegiatan resmi ASEAN.

Untuk dapat diberlakukan, Persetujuan P&I tersebut saat ini sedang dalam proses ratifikasi oleh negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia. Dalam proses ratifikasi dan terutama pada saat telah resmi diberlakukan nanti, Persetujuan P&I ini memerlukan koordinasi di antara berbagai instansi terkait di Indonesia, antara lain Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Kemlu, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Hukum dan HAM, Pemerintah Daerah DKI Jakarta, Kepolisian RI, dan lain-lain.

C. Komite Wakil Tetap untuk ASEAN (Committee of Permanent Representative/CPR to ASEAN)

Pasal 12 Piagam ASEAN telah memandatkan negara anggota untuk menunjuk seorang wakil tetap untuk ASEAN pada tingkat duta besar yang berkedudukan di Jakarta. Para wakil tetap (permanent representatives) negara-negara ASEAN secara kolektif tergabung dalam Komite Wakil Tetap untuk ASEAN (Committee of Permanent Representatives to ASEAN/CPR). Tugas-tugas CPR antara lain adalah mendukung Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils), Badan Sektoral Menteri ASEAN (ASEAN Sectoral Ministerial Bodies), Sekretaris Jenderal ASEAN dan memfasilitasi kerjasama ASEAN dengan mitra eksternal atau negara mitra wicara ASEAN.

��0

Pembentukan CPR merupakan jawaban ASEAN atas tantangan dinamika perkembangan kerja sama yang makin pesat, luas, dan berat di kawasan. Komite Wakil Tetap untuk ASEAN bertempat di Jakarta dan akan menjadi jembatan antara Sekretariat ASEAN dan negara-negara anggota ASEAN. Pertemuan pertama CPR telah diselenggarakan di Sekretariat ASEAN, Jakarta, pada tanggal 21 Mei 2009

Hingga saat ini Wakil Tetap dan Kantor Perwakilan (Mission) untuk ASEAN yang telah berakreditasi berjumlah 33 Negara (sampai dengan Agustus 2010). Sementara itu dapat dicatat bahwa masing-masing Negara-negara Uni Eropa menyatakan akan mengakreditasikan Duta Besarnya untuk ASEAN. Sementara negara-negara kawasan teluk (Gulf Country Cooperation/GCC) memiliki kesepakatan dengan ASEAN bahwa secara resiprositas masing-masing pihak akan mengakreditasikan Duta Besarnya untuk ASEAN di Jakarta maupun GCC di Riyadh.

D. ASEAN Security Outlook (ASO)

Salah satu bagian dari implementasi Cetak Biru APSC (APSC Blueprint), khususnya butir B.1.2, menegaskan fungsi ASEAN untuk memajukan perdamaian dan stabilitas di kawasan. Dalam kaitan ini, Indonesia dengan didukung Jepang telah menyelenggarakan Pertemuan Pertama ASO di Bali tanggal 7-8 Juni 2010. Pertemuan dimaksudkan untuk menyusun format/susunan (layout) ASO.

Pertemuan berhasil menyusun sebuah Format Standar ASO (Standardized Format of ASO) serta Rencana Kerja (Work Plan for the Implementation of ASO) untuk implementasi hasil-hasil Seminar selanjutnya. Rencana Kerja bagi Implementasi ASO memuat sejumlah butir antara lain: melaporkan hasil seminar pada ASEAN SOM dan oleh Sekretariat ASEAN kepada Sektoral ASEAN terkait lainnya; membentuk kelompok kerja (Working Group/WG) terdiri atas unsur SOM dan ADSOM guna menyelesaikan format ASO. Hasil dari WG tersebut dilaporkan kepada Dewan APSC melalui mekanisme AMM dan ADMM. Isu utama yang mengemuka pada pertemuan ASO adalah kesediaan negara anggota untuk memberikan informasi tentang kebijakan dan kemampuan pertahanannya.

���

E. Forum Maritim ASEAN (ASEAN Maritime Forum/AMF)

Kompleksitas isu-isu maritim di Asia Tenggara menjadi salah satu perhatian utama ASEAN. Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II) yang ditandatangani Pemimpin ASEAN di Bali pada tanggal 7 Oktober 2003, menegaskan bahwa isu-isu maritim bersifat lintas batas, dan karenanya harus ditangani secara regional dengan pendekatan holistik, terintegrasi, dan komprehensif. Selanjutnya, pendirian AMF adalah salah satu capaian penting dari langkah aksi (action lines) dalam APSC Blueprint.

Sebagai tindak lanjut Cetak Biru APSC, Indonesia telah mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan Pertemuan pertama AMF di Surabaya pada tanggal 28-29 Juli 2010. Pertemuan perdana AMF dibuka oleh Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dan dipimpin oleh Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kemlu RI. AMF dihadiri oleh para pejabat senior (ASEAN SOM), perwakilan dari CPR, pejabat senior Badan-badan Sektoral ASEAN (Senior Officials of ASEAN Sectoral Bodies) terkait dengan isu maritim serta Sekretariat ASEAN. Pakar-pakar isu keamanan dan maritim juga hadir pada forum tersebut, di antaranya Dr. So Umezaki dari Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Bantarto Bandoro dari Universitas Indonesia, dan Robert C. Beckman dari Center for International Law, National University of Singapore. Selain menampilkan perspektif para ahli pada masing-masing tema, beberapa negara ASEAN juga diminta memberikan paparan/tanggapan terkait dengan isu yang disampaikan, disamping tanggapan umum dari para peserta pertemuan. Pada pertemuan tersebut juga dibahas mengenai Identifying Future Work of the ASEAN Maritime Forum.

Pertemuan AMF membahas isu-isu terkait dengan maritim, seperti konektivitas ASEAN (ASEAN Connectivity), memahami tentang keamanan maritim (understanding maritime security problems in the region), serta penanganan SAR (search and rescue to assist persons and vessels in distress at sea).

Tema besar pada AMF merupakan cerminan pendekatan komprehensif ASEAN terhadap isu maritim serta menjadi icon bagi inagurasi pertemuan pertama AMF tersebut. Sementara sub tema

���

yang ada merefleksikan isu-isu lintas sektoral yang dihadapi oleh masing-masing unit sektoral ASEAN.

Selain itu, pertemuan juga mendiskusikan dan mengidentifikasi tindak lanjut dari hasil AMF, termasuk: memperbarui Kertas Paparan AMF, mengidentifikasi topik dan perencanaan untuk AMF berikutnya, mencari kemungkinan kerja sama maritim di masa datang. Pertemuan pertama AMF menyepakati pelaksanaan AMF berikutnya yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus atau September 2011. Hasil pertemuan, termasuk rekomendasi yang dihasilkan dalam Pertemuan AMF tersebut selanjutnya akan menjadi masukan bagi unit sektoral ASEAN serta pemilik kepentingan terkait. Pertemuan AMF selanjutnya direncanakan pada bulan Agustus atau September 2011.

F. Konektivitas ASEAN (ASEAN Connectivity)

ASEAN berada pada suatu kawasan persimpangan dari berbagai negara besar yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, seperti India, China, Jepang, Republik Korea (RoK), Australia, dan Selandia Baru. Lokasi yang strategis ini membuat ASEAN berpotensi sebagai pusat pertemuan kawasan Asia Timur dan Pasifik. Pembangunan dan peningkatan konektivitas atau ASEAN Connectivity menjadi unsur penting untuk merealisasikan potensi ini. Di samping itu, Konektivitas ASEAN membantu mengintensifkan upaya bersama ASEAN dalam mencapai Komunitas ASEAN yang berorientasi pada masyarakat (people-oriented ASEAN Community) pada tahun 2015.

Pada KTT ke-15 ASEAN di Cha-am Hua Hin, Thailand, Oktober 2009, para pemimpin ASEAN mengeluarkan Pernyataan Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN tentang Konektivitas ASEAN (Leaders’ Statement on ASEAN Connectivity). Pernyataan tersebut didasari oleh semangat kuat para pemimpin ASEAN untuk memaksimalkan hubungan masyarakat dan kerja sama ekonomi di kawasan. Diharapkan kawasan Asia Tenggara mengalami perkembangan di bidang infrastruktur, perdagangan, investasi, pariwisata, transportasi, dan pembangunan. Konektivitas ASEAN dapat menjadi pelengkap dan pendukung integrasi di ASEAN dan kerangka kawasan yang lebih luas.

���

KTT ke-15 ASEAN juga menyepakati pembentukan Gugus Tugas Tingkat Tinggi Konektivitas ASEAN (High Level Task Force on ASEAN Connectivity/HLTF-AC). HLTF-AC tersebut terdiri dari para ahli seluruh Negara Anggota ASEAN yang memiliki kapasitas di bidang yang relevan dengan konektivitas. Mandat yang diberikan para pemimpin ASEAN kepada HLTF adalah menyusun Kerangka Induk Konektivitas ASEAN (ASEAN Master Plan on ASEAN Connectivity/MP-AC).

HLTF-AC telah bertemu sebanyak 4 (empat) kali di Hanoi, Jakarta, Bangkok, dan Singapura berhasil menyusun MP-AC. Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono, telah ditunjuk sebagai Kelompok Ahli (Eminent Person) yang mewakili Indonesia dalam HLTF-AC. Menurut rencana, MP-AC akan diadopsi oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN ke-17 di Hanoi, Vietnam bulan Oktober 2010. MP-AC akan menjadi payung kerjasama multisektoral terdiri atas: (1) pengembangan konektivitas fisik (physical connectivity), seperti pembangunan transportasi, infrastruktur, ICT dan energy; (2) konektivitas institusional (institutional connectivity) seperti fasilitasi perdagangan dan investasi; dan (3) mobilitas masyarakat (people-to-people connectivity), seperti pengembangan pariwisata, pendidikan dan kebudayaan yang melibatkan beberapa instansi.

Indonesia mendorong agar Perluasan Konektivitas ASEAN (Enhanced ASEAN Connectivity) dibangun secara merata (balanced) dan merepresentasikan kepentingan kolektif ASEAN. Pembangunan konektivitas yang merata diyakini akan mendukung Komunitas ASEAN yang berkelanjutan (sustainable).

G. Inisiatif untuk Integrasi ASEAN (Initiative for ASEAN Integration/IAI)

Inisiatif untuk Integrasi ASEAN (Initiative for ASEAN Integration/IAI) merupakan sebuah prakarsa yang diluncurkan oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada KTT Informal ke-4 ASEAN pada bulan November 2000 di Singapura. IAI bertujuan untuk mempersempit kesenjangan pembangunan (narrowing development gap) di antara negara-negara anggota ASEAN,

���

yaitu antara ASEAN-6 dengan negara-negara CLMV (Cambodia, Laos, Myanmar, Vietnam) untuk meningkatkan daya saing kolektif ASEAN.

Fokus utama IAI adalah program-program yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan. Pelaksanaan proyek pada umumnya mendapat pendanaan dari ASEAN-6, Mitra Wicara atau Lembaga Internasional, dan ditujukan kepada CLMV baik dalam kerangka IAI maupun secara bilateral.

ASEAN sepakat bahwa IAI merupakan program 6 tahunan. Pelaksanaan proyek umumnya didanai oleh negara atau lembaga internasional dan sebagian oleh salah satu negara ASEAN-6 yang bertindak sebagai co-shepperd. Rencana Kerja (Work Plan) IAI I (2002-2008) telah selesai dilaksanakan dan saat ini Rencana Kerja (Work Plan) IAI II (2009-2015) telah mulai dilaksanakan.

Proyek-proyek Rencana Kerja IAI I difokuskan pada 7 (tujuh) sektor yang telah disepakati, yaitu: infrastruktur (energi dan transportasi), pengembangan SDM (peningkatan kemampuan sektor publik, perburuhan dan tenaga kerja serta pendidikan tinggi), teknologi informasi dan komunikasi, integrasi ekonomi regional (perdagangan barang dan jasa, kepabeanan, standardisasi dan investasi), pariwisata, kemiskinan dan kualitas hidup, dan General Coverage Projects. Sedangkan proyek-proyek untuk Rencana Kerja (IAI II 2009-2015) dilaksanakan berdasarkan Peta Jalan Komunitas (Community Roadmap) dari masing-masing pilar komunitas ASEAN 2015.

Sampai saat ini program yang dilaksanakan lebih bersifat pengembangan kapasitas (capacity building) khususnya dalam rangka penguatan SDM. Metode utamanya adalah ASEAN-6 berupaya untuk membagi informasi dan kebiasaan yang berlaku (practices) dalam berbagai bidang kepada negara-negara CLMV. Sejauh ini pemilihan dan penentuan proyek lebih ditentukan oleh negara-negara penyumbang (donor driven), khususnya pada proyek-proyek yang menggunakan pendanaan dari mitra wicara ASEAN.

Untuk menjamin keberlanjutan dan efektifitas proyek-proyek IAI bagi CLMV, ASEAN telah menyepakati kriteria dan prosedur

���

pengajuan proposal proyek IAI yaitu proyek diajukan oleh Pengusul Proyek IAI (IAI Project Proponents) dalam bentuk pelatihan kerja (Training/Workshop) atau Penelitian (Research/Studies). Pengawasan proyek-proyek IAI dilakukan melalui mekanisme pelaporan dari ASEAN-6 dan CLMV.

Adapun kontribusi negara mitra wicara dan badan-badan pembangunan berjumlah 15 proyek yang dibiayai melalui mekanisme donor dari Jepang (Pemerintah Jepang, Japan-ASEAN General Exchange Fund/JAGEF, Japan-ASEAN Solidarity Fund, Japan Overseas Development Cooperation/JODC dan Japan-ASEAN Integration Fund/JAIF), ROK, India, Norwegia, Uni Eropa, Denmark, Selandia Baru, United Nations Development Programme/UNDP, China, International labour Organization/ILO, World Bank, Hanss Seidel Foundation, Australia, ASEAN Bankers Association/ABA dan ASEAN University Network/AUN. Kontribusi Indonesia untuk IAI cukup besar, baik dari sisi jumlah total pendanaan maupun dari jumlah proyek.

H. Komite ASEAN untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak-hak Perempuan dan Anak (ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children/ACWC)

Pembentukan ACWC dimulai dari Vientiane Action Program 2004-2010 (VAP) tahun 2004 dan kemudian dilanjutkan dengan tiga Cetak Biru Pembentukan Komunitas ASEAN 2015. Menindaklanjuti mandat tersebut, selama tahun 2008-2009, ACW, sebagai organ ASEAN yang membawahi kerja sama di bidang perempuan, dan SOMSWD, sebagai organ ASEAN yang membawahi kerja sama di bidang anak, telah berhasil menyepakati Kerangka Acuan ACWC.

Selama proses pembuatan kerangka acuan ACWC, Indonesia telah menunjukkan konsistensi untuk tetap mempertahankan keseimbangan antara elemen pemajuan dan perlindungan hak wanita dan anak, sesuai dengan arah politik luar negeri Indonesia di bidang hak asasi manusia. Indonesia telah secara transparan melakukan proses seleksi wakil-wakilnya yang duduk dalam ACWC. Berdasarkan seleksi tersebut, untuk isu perempuan telah terpilih Rita

���

Serena Kalibonso dari Mitra Perempuan (Women’s Crisis Centre) dan Ahmad Taufan Damanik dari Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) untuk Isu Anak.

Pada KTT ke-15 ASEAN di Hua Hin, Thailand tanggal 24 Oktober 2009, telah disepakati pembentukan ACWC. ACWC kemudian diinagurasi pada tanggal 7 April 2010 dalam pertemuan ASCC Council, yang diselenggarakan dalam rangkaian KTT ke-16 ASEAN di Hanoi, Vietnam. Selama periode sementara ACWC tersebut, pertemuan menyepakati beberapa hal:

a. Menunda pemilihan Ketua dan Wakil Ketua ACWC. Posisi Ketua Sementara dipegang oleh Vietnam sebagai ketua ASEAN;

b. Menunda undangan kepada AICHR untuk membahas modalitas penyesuaian antara ACWC dan AICHR sebagai institusi HAM yang menyeluruh di ASEAN;

c. Memulai pengumpulan masukan Negara Anggota untuk mengidentifikasikan isu-isu bersama guna menyusun rencana kerja. Untuk menyusun rencana kerja tersebut, beberapa dokumen seperti concluding observations CEDAW dan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of Children/CRC), kerangka aksi nasional, butir-butir presentasi UNIFEM dan UNICEF, serta topik-topik khusus yang ingin dianggap penting oleh Negara Anggota digunakan sebagai referensi.

d. Meminta Sekretariat ASEAN untuk mulai menyusun rules of procedure.

Filipina meminta dukungan ACWC untuk membentuk suatu unit yang khusus menangani masalah hak asasi manusia dalam Sekretariat ASEAN, termasuk melakukan pengumpulan hukum dan legislasi nasional yang terkait dengan perempuan dan anak.

I. Komite ASEAN untuk Tenaga Kerja Migran (ASEAN Committee on Migrant Workers)

Kerjasama di bidang ketenagakerjan ASEAN diarahkan untuk menggalang sikap bersama ASEAN dalam menanggulangi isu-

���

isu ketenagakerjaan, khususnya dalam menindaklanjuti ASEAN Declaration on the Promotion of the Rights of Migrant Workers tahun 2007. Dalam kaitan ini, ASEAN telah membentuk ASEAN Committee on Migrant Workers (ACMW) pada tahun 2008 sebagai focal point ASEAN dalam mengkoordinasikan implementasi Deklarasi serta menfasilitasi pengembangan instrumen perlindungan dan pemajuan hak-hak pekerja migran.

Salah satu agenda utama ACMW adalah menyusun ASEAN Instrument on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers, yang dilakukan melalui pembentukan ACMW-Drafting Team (ACMW-DT) pada tahun 2009. Indonesia merupakan salah satu dari 4 negara anggota ACMW-DT selain Filipina, Malaysia dan Thailand. Kelak dengan hadirnya instrumen dimaksud, ASEAN akan memiliki landasan hukum yang kuat dalam menangani isu-isu perlindungan dan pemajuan hak-hak pekerja migran, yang sesuai dengan visi ASEAN: a caring and sharing community. Dalam kaitan ini, ACMW-DT telah melaksanakan tiga kali pertemuan selama tahun 2009 guna membahas konsep instrumen dimaksud. Pembahasan instrumen tersebut belum dapat diselesaikan karena terdapat pandangan yang berbeda antara negara penerima dan negara pengirim tenaga migran. Indonesia telah menjadi tuan rumah pertemuan ke-2 ACMW Instrument Drafting Team di Bali, tanggal 25-26 Juni 2009 guna menyusun TOR dan Work-plan ACMW-DT.

J. Perubahan Iklim

Pada kesempatan KTT G-20, September 2009, Indonesia mendorong ASEAN dan negara-negara berkembang lainnya untuk melakukan aksi mitigasi secara sukarela, tidak sekedar rutinitas biasa (business as usual). Indonesia juga mendorong penetapan target mitigasi negara maju minimal 40% dari tingkat emisi di tahun 1990.

Indonesia mendorong agar ASEAN secara bertahap mem-bangun pemahaman dan posisi bersama mengenai isu perubahan iklim. Common understanding dan Common Position di lingkungan internal ASEAN sangat diperlukan untuk memperkuat suara ASEAN pada pertemuan terkait di tingkat global (UNFCCC maupun dalam

���

kerangka Kelompok-77 +Cina). Posisi dan pemahaman tersebut diharapkan dapat memberikan nilai positif bagi komitmen ASEAN terhadap isu perubahan iklim di fora internasional.

Indonesia mendorong agar pertemuan COP16 dapat melaksanakan mandat Bali Action Plan (BAP) untuk menghasilkan komitmen bersama,yang lebih adil bagi upaya global mengatasi permasalahan perubahan iklim, dengan berlandaskan pada prinsip historis “common but differentiated responsibilities, and respective capabilities”. Dalam kaitan ini, negara maju dan berkembang dapat memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Berkaitan dengan isu transfer of technology, Indonesia berpandangan bahwa negara berkembang perlu dukungan teknologi sehingga memungkinkan bagi mereka untuk melakukan upaya adaptasi dan mitigasi. Disamping itu, Indonesia juga menggarisbawahi bahwa isu HAKI hendaknya tidak menciptakan hambatan atau pembatasan bagi proses alih teknologi. Lebih lanjut, Indonesia mengusulkan adanya pemisahan antara pembahasan isu HAKI & alih teknologi.

Indonesia mendorong agar isu kelautan dapat menjadi bagian tak terpisahkan dalam pembahasan isu perubahan iklim. Indonesia menekankan bahwa program adaptasi dan mitigasi juga harus mencakup dimensi darat dan laut (terrestrial and ocean dimensions). Indonesia mengharapkan agar isu kelautan juga menjadi bagian dari program Capacity Building, serta mendorong ASEAN untuk terus menyuarakan mengenai pentingnya isu pelestarian alam dan keanekaragaman hayati.

Dalam menyikapi isu perubahan iklim, Indonesia menegaskan pentingnya meningkatkan kapasitas bersama ASEAN dengan kolaborasi dalam program adaptasi, pengembangan mekanisme pembangunan bersih (Clean Development Mechanism), transfer teknologi, serta dukungan finansial melalui kerjasama dengan masyarakat internasional.

���

K. Penanggulangan Bencana

Kerjasama ASEAN di bidang penanggulangan bencana memulai babak baru dengan diberlakukannya ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER) pada tanggal 24 Desember 2009. AADMER bertujuan untuk menyediakan mekanisme yang efektif untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh bencana pada kehidupan dan hilangnya aset sosial, ekonomi dan lingkungan. AADMER bertujuan mengatur tanggap darurat bencana melalui kerja sama di tingkat nasional, regional dan internasional. Indonesia telah meratifikasi AADMER dengan Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2008 pada tanggal 15 Mei 2008.

Komponen-komponen penting dalam AADMER antara lain ASEAN Standard Operating Procedure for Regional Standby Arrangements and Coordination of Joint Disaster Relief and Emergency Response Operations (SASOP) dan ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre).

Indonesia telah ditunjuk untuk menjadi tuan rumah (host) AHA Centre pada pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri ke-40 ASEAN di Manila, Filipina, Juli 2007. Meskipun AADMER sudah mulai berlaku, dokumen-dokumen hukum pendirian AHA Centre seperti Agreement on the Establishment of the AHA Centre dan Host Country Agreement, masih dalam tahap pembahasan. Diharapkan AHA Centre sudah dapat beroperasi pada awal 2011.

Guna memperkuat kerjasama penanganan bencana setelah berlakunya AADMER, ACDM pada Pertemuan ke-14 di Bandung, Desember 2009 telah menghasilkan konsep pertama AADMER Work Programme (AWP) 2010-2015. AWP berisikan program/aktivitas dalam kerjasama penanganan bencana yang menjadi acuan kerjasama dengan mitra wicara ASEAN. Selanjutnya pada Pertemuan ke-15 ACDM di Singapura, bulan Maret 2010 konsep dimaksud telah disahkan.

��0

L. Arsitektur Kawasan

Semenjak terbentuk mekanisme kerja sama ASEAN Plus Three (APT) yang dimulai dengan pelaksanaan KTT di Kuala Lumpur pada tahun 1997, wacana kerja sama Asia Timur, khususnya gagasan pembentukan wadah baru kerja sama negara-negara Asia Timur dengan melibatkan ASEAN terus mengemuka.

Keberhasilan APT membentuk mekanisme kerja sama keuangan, yang dikenal dengan Inisiatif Chiang Mai (Chiang Mai Initiative/CMI) antara negara-negara APT guna menghindari terulangnya krisis di kawasan, telah mendorong munculnya gagasan untuk menyelenggarakan pertemuan puncak antar negara-negara Asia Timur dalam wadah KTT Asia Timur (East Asia Summit/EAS).

Secara prinsip gagasan pembentukan EAS disetujui oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN di Vientiane, Lao PDR tahun 2004. Namun demikian ditegaskan bahwa gagasan tersebut perlu modalitas maupun keanggotaan yang jelas khususnya untuk membedakan dengan mekanisme kerja sama yang sudah ada dalam kerangka APT.

Pada ASEAN Foreign Ministers’ Retreat di Cebu, Philippina, tanggal 11 April 2005, para Menlu ASEAN menyepakati tiga persyaratan untuk Mitra Wicara (Dialogue Partners) yang akan tergabung dalam EAS yaitu: (i) Berstatus Mitra Wicara penuh, (ii) Telah melakukan aksesi terhadap TAC, dan (iii) Mempunyai kerja sama yang substantif dengan ASEAN. Dari persyaratan tersebut di atas, pada akhirnya terbentuklah forum EAS yang beranggotakan 10 negara ASEAN ditambah dengan China, Jepang, Korea, Australia, Selandia Baru, dan India.

KTT pertama Asia Timur diselenggarakan pada tanggal 14 Desember 2005 di Kuala Lumpur dan dihadiri oleh para Pemimpin ASEAN, Jepang, China, Republik Korea, India, Australia dan Selandia Baru. Atas undangan Malaysia, Rusia hadir sebagai tamu (guest) Ketua ASEAN, yaitu Malaysia. Pertemuan tersebut menghasilkan dokumen utama yaitu Deklarasi Kuala Lumpur mengenai KTT Asia Timur (Kuala Lumpur Declaration on the East Asia Summit) yang merupakan cerminan pandangan bersama bahwa EAS dapat

���

memainkan peranan penting dalam proses pembentukan komunitas di kawasan. Selain itu, para Pemimpin EAS juga menyepakati Deklarasi KTT Asia Timur mengenai Pencegahan, Kontrol dan Tanggapan terhadap Influenza Burung (Asia Summit Declaration on Avian Influenza Prevention, Control and Response). Sampai saat ini EAS telah berlangsung empat kali. Perkembangan secara lebih rinci tentang East Asia Summit dapat dilihat pada Bab IV Kerja Sama Eksternal.

Wacana pembentukan East Asia community (EAc) terkait erat dengan perkembangan arsitektur kawasan di kawasan Asia Timur, khususnya kerja sama APT, dan EAS. Dalam kaitan itu, para penggagas EAc melihat bahwa untuk memajukan kerja sama ekonomi diantara negara-negara Asia Timur, mekanisme yang paling layak adalah pembentukan EAc. Pembentukan EAc diusulkan oleh PM Jepang, Yukio Hatoyama. Untuk langkah awal pembentukan EAc, diusulkan untuk menggabungkan berbagai FTA, melakukan kerja sama dalam bidang keuangan, energi, lingkungan, penanggulangan bencana alam, dan lain sebaginya. Meskipun demikian, usulan tersebut masih belum menyampaikan bentuk kongkrit dari cara pencapaian EAc tersebut.

Perkembangan lain yang ikut memberikan warna pada guliran arsitektur kawasan di kawasan Asia Timur adalah gagasan pembentukan Asia Pacific community (APc) yang diusulkan oleh Perdana Menteri (PM) Australia, Kevin Rudd. Pada tanggal 4 Juni 2008, di Sydney, PM Kevin Rudd melontarkan visinya mengenai APc, yaitu: (i) Suatu institusi kawasan yang mencakup kawasan Asia-Pasifik, temasuk Amerika Serikat, Jepang, China, India, Indonesia dan negara-negara lainnya di kawasan dan (ii) Suatu institusi kawasan yang memungkinkan terjadinya dialog dan kerja sama di bidang politik, keamanan dan ekonomi.

Menanggapi guliran gagasan pembentukan arsitektur kawasan yang terus muncul tersebut di atas, pada ASEAN Foreign Ministers’ Retreat di Da Nang, Viet Nam, tanggal 13-14 Januari 2010, para Menlu ASEAN telah membahas perkembangan mengenai arsitektur kawasan. Beberapa pandangan yang mengemuka pada pertemuan tersebut, sebagai berikut: (1) bersikap proaktif dan memastikan peran sentral ASEAN dan peran yang relevan dalam arsitektur-

���

arsitektur kawasan; (2) mempunyai posisi bersama; dan (3) memfokuskan pada pengembangan proses-proses regional yang telah ada, yang meliputi proses-proses pengembangan Komunitas ASEAN, ASEAN+1, ASEAN+3, EAS dan ARF.

Guliran wacana arsitektur kawasan di Asia Timur juga menjadi perhatian Amerika Serikat (AS). Dalam hal ini, Menlu AS, Hillary Clinton di Hawai pada tanggal 12 Januari 2010 menyampaikan pernyataan tentang in Asia: Principles and Priorities. Prinsip-prinsip penting bagi AS yang dikemukakan oleh Menlu Clinton antara lain: aliansi AS adalah sokoguru bagi AS untuk pengembangan engagement dengan kawasan, institusi-institusi regional seyogyanya memajukan tujuan bersama yang konkrit, dan bersifat inklusif, fleksibel, dan transparan.

Pandangan AS terhadap guliran arsitektur kawasan di Asia Timur semakin jelas ketika Wakil Menteri Luar Negeri AS (US Assistant Secretary), Kurt Campbell berkunjung ke Jakarta dan menyampaikan presentasi dalam sesi Roundtable Meeting between Committee of Permanent Representatives to ASEAN (CPR) di Sekretariat ASEAN. Dalam kesempatan tersebut, Kurt Campbell menegaskan bahwa arsitektur kawasan harus menempatkan ASEAN sebagai pusatnya (driving force) melalui kerja sama APT dan EAS, dan berpandangan bahwa memaksimalkan institusi regional yang ada merupakan pilihan yang lebih baik daripada membentuk institusi baru.

Terkait dengan berbagai wacana yang mewarnai diskusi tentang gagasan arsitektur kawasan, Indonesia bersikap terbuka terhadap perkembangan kerja sama yang mendorong integrasi di kawasan Asia Timur. Bagi Indonesia, EAS dan APT keduanya dapat menjadi mekanisme yang saling mendukung satu dan lainnya dalam upaya memperkuat kerja sama kawasan dengan ASEAN sebagai kekuatan penggerak (driving force) dalam arsitektur kawasan di kawasan Asia Timur.

Dalam pembahasan guliran arsitektur kawasan, selain munculnya gagasan pembentukan EAc dan APC tersebut di atas, juga menyangkut perluasan keanggotaan EAS. Mitra Wicara ASEAN yang belum tergabung dalam EAS, seperti AS dan Rusia menaruh

���

perhatian terhadap perkembangan arsitektur kawasan. Menyusul penguatan kemitraan ASEAN dan AS melalui aksesi AS ke dalam TAC maupun penyelenggaraan 1st ASEAN-US Leaders Meeting, AS semakin menunjukkan keinginannya untuk menjadi sebagai salah satu pemilik kepentingan (stakeholder) yang memainkan peranan yang penting dalam perkembangan di kawasan.

Rusia juga mengekspresikan perhatiannya terhadap dinamika arsitektur kawasan. Dalam kaitan ini, Rusia berpandangan bahwa keanggotaan EAS harus diperluas antara lain melalui penambahan anggota seperti Rusia. Rusia beranggapan telah memenuhi kriteria yang ditetapkan ASEAN untuk Mitra Wicara berpartisipasi dalam EAS yaitu (1) menjadi mitra wicara penuh (full dialogue partner); (2) telah mengaksesi TAC; (3) memiliki kemajuan kerja sama dengan ASEAN yang substantif.

Pada KTT ke-16 ASEAN di Hanoi, Viet Nam, tanggal 9 April 2010, para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN mengakui dan mendukung peran-peran APT, EAS dan ASEAN Regional Forum (ARF) yang saling memperkuat dalam meningkatkan kerja sama Asia Timur dan dialog terhadap pembangunan komunitas di Asia Timur. Dalam kaitan ini, para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN juga mendorong Rusia dan Amerika Serikat untuk mempererat engagement mereka dalam perkembangan arsitektur kawasan, termasuk kemungkinan keterlibatan mereka dengan EAS melalui modalitas yang tepat, dengan memperhatikan EAS yang bersifat Leaders’-led, terbuka dan inklusif.

Terkait dengan keterlibatan Amerika Serikat dan Rusia ke dalam EAS, para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN menugaskan para Menlu ASEAN untuk membahas modalitas keterlibatan AS dan Rusia pada EAS dalam ASEAN Coordinating Council (ACC).

Pada AMM ke-43 di Ha Noi, para Menlu ASEAN menyambut baik keinginan Rusia dan AS untuk ikut serta dalam EAS. Para Menlu ASEAN sepakat untuk merekomendasikan kepada para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-17 ASEAN di Ha Noi, Viet Nam, tanggal 28-30 Oktober 2010 untuk secara formal mengundang Rusia dan AS. Pada KTT ke-17 di Ha Noi bulan Oktober 2010, para Pemimpin ASEAN diharapkan membuat keputusan formal untuk mengundang Rusia

���

dan AS bergabung dalam EAS dengan pengaturan (arrangements) dan waktu yang sesuai.

Apabila para Pemimpin ASEAN dan EAS dapat menerima rekomendasi para Menlu ASEAN tentang keterlibatan AS dan Rusia di EAS, maka diharapkan pada KTT ke-6 EAS tahun 2011 di Indonesia, AS dan Rusia dapat hadir sebagai anggota EAS. Keanggotaan AS dan Rusia dalam EAS akan menciptakan suatu keseimbangan dinamis (dynamic equilibrium) di kawasan Asia Timur.

M. Keketuaan Indonesia dalam KTT 2011

Pada KTT ke-16 ASEAN bulan April 2010 di Hanoi, para Pemimpin ASEAN telah menyetujui Indonesia untuk menjadi Ketua ASEAN tahun 2011 bertukar tempat dengan Brunei Darussalam yang akan menjabat sebagai Ketua ASEAN pada periode berikutnya tahun 2013.

Tahun 2011 merupakan tahapan penting bagi ASEAN untuk semakin memperkokoh komitmen politis guna memperkuat landasan dalam mengimplementasikan secara penuh Cetak Biru Politik-Keamanan, Ekonomi, dan Sosial Budaya menuju Komunitas ASEAN 2015. Upaya ini tidak hanya untuk memperkuat aspek internal ASEAN dan kerjasama eksternalnya dengan mitra wicara, tetapi juga implementasinya di tingkat nasional. Dengan demikian dapat memberikan manfaat konkrit bagi seluruh masyarakat ASEAN.

Dari pemikiran tersebut, kepemimpinan Indonesia akan diarahkan pada beberapa capaian implementasi Cetak Biru Komunitas ASEAN yang fundamental untuk memperkuat kesatuan (unity) ASEAN. Untuk itu, tahun 2011 diharapkan dapat menjadi salah satu tahapan yang signifikan bagi persiapan tinggal landas (launch pad) guna mencapai suatu Komunitas ASEAN yang kokoh di tahun 2015.

Dalam rangka penyelenggaraan Pertemuan ASEAN-2011, beberapa kegiatan yang dicanangkan antara lain: Pertemuan tingkat Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN; dan Pertemuan Terkait

���

serta Pertemuan Tingkat Menteri. Pertemuan-pertemuan tersebut juga akan didahului dengan pertemuan tingkat pejabat senior atau Pertemuan Pejabat Tinggi (Senior Officials’ Meeting). Waktu dan tempat pelaksanaan kedua KTT dan ASEAN Ministerial Meeting ke-44 pada tahun 2011 diusulkan sebagai berikut:

1. KTT ASEAN ke-18 di Jakarta, pada minggu ketiga, bulan April 2011.

2. KTT ASEAN ke-19 dan KTT Terkait Lainnya di Bali, pada minggu keempat, bulan Oktober 2011.

3. Rangkaian AMM ke-44 direncanakan akan diselenggarakan di Bali pada bulan Juli 2010.

���

���

BAB VI

P E N U T U P

Indonesia menerapkan politik luar negeri melalui pendekatan strategis lingkaran konsentris yang menegaskan kedekatan geografis dan lingkup pengaruh lingkungan eksternal yang dapat memberikan dampak terhadap Indonesia. Pendekatan strategis lingkaran-lingkaran konsentris tersebut menentukan perumusan kebijakan dalam pelaksanaan polugri, terutama jika dikaitkan dengan isu-isu utama global. Dalam kaitan itu, Asia Tenggara merupakan lingkaran konsentris pertama kawasan terdekat Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia telah menetapkan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) sebagai soko guru atau salah satu pilar utama dalam pelaksanaan politik luar negerinya. Kawasan Asia Tenggara yang stabil, aman, damai, dan kondusif merupakan modal dasar yang penting untuk pembangunan nasional Indonesia.

ASEAN telah mengalami perkembangan pesat dan saat ini tengah bertransformasi menjadi suatu organisasi yang lebih terstruktur dan terintegrasi menuju perwujudan komunitas tunggal. Perkembangan ini telah menandai jalinan kerja sama antar anggota untuk menciptakan cara pandang dan visi yang semakin solid. Upaya pembentukan Komunitas ASEAN merupakan upaya ASEAN untuk lebih mempererat integrasinya dalam menghadapi perkembangan konstelasi politik internasional. Selain itu, pembentukan Komunitas ASEAN juga merupakan upaya ASEAN untuk menyesuaikan cara pandang agar dapat lebih terbuka dalam membahas permasalahan domestik yang berdampak pada kawasan.

Pencapaian Komunitas ASEAN terus ditingkatkan dan diperkuat. Proses pembentukan komunitas yang dipercepat menjadi tahun 2015 memerlukan suatu landasan hukum dan arahan kegiatan yang jelas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Piagam ASEAN telah disusun dan diratifikasi oleh negara-negara anggota. Selanjutnya, untuk melengkapi arahan menuju suatu komunitas, ASEAN telah menyusun dan menyepakati cetak biru (blueprint), yaitu APSC, AEC, dan ASCC.

���

Perwujudan Komunitas Keamanan ASEAN didasarkan pada prinsip non-intervensi, konsensus, national and regional resilience, kedaulatan, pencegahan penggunaan senjata dalam situasi konflik, dan peaceful settlement of disputes. Prinsip-prinsip ini juga dianut dalam Treaty of Amity and Cooperation (TAC) dan penyelesaian konflik yang akan mempengaruhi perdamaian dan stabilitas kawasan yang diarahkan pada penyelesaian secara politis. TAC merupakan kunci code of conduct hubungan antarnegara dan berfungsi sebagai instrumen diplomatik dalam mempertahankan perdamaian dan stabilitas kawasan. Aksesi negara-negara di luar ASEAN, khususnya negara-negara besar di kawasan Asia, telah membuktikan penghargaan atas meningkatnya peran ASEAN di kawasan.

Sebagai negara pemrakarsa Rencana Aksi Komunitas Keamanan ASEAN, Indonesia memberi perhatian besar pada implementasi butir-butir yang dimuat dalam Rencana Aksi Komunitas Keamanan ASEAN tersebut. Selanjutnya, Indonesia juga memberikan kontribusi yang signifikan dalam penyusunan cetak biru APSC yang memuat berbagai kepentingan Indonesia. Sehubungan dengan perkembangan Komunitas Ekonomi ASEAN, telah disusun ”Cetak Biru ASEAN Economic Community (AEC)” yang berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek, menengah, dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN.

Tujuan AEC yang digariskan dalam Visi ASEAN 2020, adalah menciptakan sebuah kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur, dan kompetitif, yang diiringi dengan kebebasan arus barang, jasa, investasi, pekerja terampil, arus modal yang lebih bebas, pembangunan ekonomi yang sederajat, dan pengurangan tingkat kemiskinan, serta perbedaan tingkat sosial ekonomi. Pembentukan AEC akan menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang mempunyai daya saing tinggi dan tingkat pembangunan ekonomi yang merata serta terintegrasi dalam ekonomi global. Selain itu, pembentukan AEC juga disepakati atas dasar kesamaan kepentingan untuk memperdalam dan memperluas upaya-upaya ekonomi melalui inisiatif-inisiatif yang ada atau inisiatif baru dengan tenggat waktu yang jelas.

���

Dalam menghadapi hal tersebut, Indonesia perlu bersinergi dengan seluruh pemilik kepentingan di tanah air agar memiliki kesamaan pandangan dan langkah. Dengan demikian, Indonesia diharapkan dapat menarik manfaat dari integrasi ekonomi kawasan yang berdaya saing tinggi dan terintegrasi dalam ekonomi global sehingga pada gilirannya akan memberikan manfaat ekonomi secara luas bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam Komunitas Sosial Budaya, para Pemimpin ASEAN menekankan upaya “Caring and Sharing Community”. Perwujudan Caring and Sharing Community tersebut dilakukan dengan membangun identitas kawasan yang lebih kuat; melaksanakan ASEAN Strategic Framework for Social, Welfare and Family (2007-2010); membuat instrumen untuk melindungi hak-hak pekerja migran; mempercepat implementasi ASEAN Framework on Rural Development and Poverty Eradication (2006-2010); memperhatikan penanganan masalah lingkungan; serta penanggulangan bahaya penyakit menular.

Perkembangan kerja sama ASEAN juga semakin meningkat dalam kaitannya dengan negara atau organisasi internasional yang menjadi mitra wicara ASEAN. Salah satu kegiatan puncak yang dilaksanakan dengan mitra wicara adalah ASEAN-China Commemorative Summit di Nanning, China, pada tanggal 30-31 Oktober 2006 yang menghasilkan Joint Statement of ASEAN-China Commemorative Summit: Towards an Enhanced ASEAN-China Cooperation. Deklarasi ini telah memuat arah perkembangan kerja sama ASEAN-China di bidang politik-keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya untuk 15 tahun ke depan.

Sebagai langkah tindak lanjut dari KTT Asia Timur (East Asia Summit), telah ditetapkan 5 sektor prioritas, yaitu energi, keuangan, pendidikan, avian flu, dan disaster management. Namun, EAS tetap merupakan Leaders Lead Forum yang membahas isu-isu strategis dan kawasan. Dalam kaitan kerja sama dengan mitra wicara, ASEAN tetap memainkan peran sentral.

Kerja sama ASEAN dengan negara mitra wicara melalui format ASEAN+1 dan ASEAN+3 diarahkan untuk memberikan dukungan dan bantuan terhadap upaya ASEAN dalam mewujudkan

��0

Komunitas ASEAN 2015. Selain itu, kerja sama yang dikembangkan juga dimaksudkan untuk memberikan kontribusi bagi pemeliharaan perdamaian dan mendorong kesejahteraan di kawasan. Berbagai perjanjian dan kesepakatan telah dilakukan dengan negara-negara mitra wicara, tetapi masih banyak yang belum diimplementasikan secara optimal.

���

LAMPIRAN 1

IDENTITAS ASEAN

1. Bahasa ASEAN adalah Bahasa Inggris

2. Motto ASEAN: Satu Visi, Satu Identitas, Satu Komunitas (One Vision, One Identity, One Community)

3. Bendera dan Lambang ASEAN: Bendera dan lambang

ASEAN menggambarkan ASEAN yang stabil, damai, bersatu, dan dinamis. Warna-warna yang tertuang dalam lambang–biru, merah, putih dan kuning-merupakan warna-warna utama lambang-lambang Negara-negara Anggota ASEAN. Biru melambangkan perdamaian dan stabilitas, merah menggambarkan keberanian dan dinamisme, putih menunjukkan kesucian, dan kuning melambangkan kemakmuran. Ikatan rumpun padi melambangkan harapan para tokoh-tokoh pendiri ASEAN agar ASEAN yang beranggotakan seluruh negara yang berada di Asia Tenggara bersama-sama terikat dalam persahabatan dan solidaritas. Lingkaran melambangkan kesatuan ASEAN.

Bendera dan lambang ASEAN harus digunakan untuk mempromosikan ASEAN dan tidak dapat digunakan untuk tujuan politik yang merusak martabat ASEAN, dan tujuan komersial, kecuali telah mendapat tujuan persetujuan resmi sesuai dengan prosedur.

Negara anggota ASEAN dapat menggunakan bendera dan lambang ASEAN pada acara resmi yang berhubungan dengan ASEAN. Lambang ASEAN diletakkan di sebelah kanan simbol nasional negara anggota ASEAN.

LAMPIRAN 1

IDENTITAS ASEAN

1. Bahasa ASEAN adalah Bahasa Inggris

2. Motto ASEAN: Satu Visi, Satu Identitas, Satu Komunitas (One Vision, One Identity, One Community)

3. Bendera dan Lambang ASEAN:

Bendera dan lambang ASEAN menggambarkan ASEAN yang stabil, damai, bersatu, dan dinamis. Warna-warna yang tertuang dalam lambang–biru, merah, putih dan kuning-merupakan warna-warna utama lambang-lambang Negara-negara Anggota ASEAN. Biru melambangkan perdamaian dan stabilitas, merah menggambarkan keberanian dan dinamisme, putih menunjukkan kesucian, dan kuning melambangkan kemakmuran. Ikatan rumpun padi melambangkan harapan para tokoh-tokoh pendiri ASEAN agar ASEAN yang beranggotakan seluruh negara yang berada di Asia Tenggara bersama-sama terikat dalam persahabatan dan solidaritas. Lingkaran melambangkan kesatuan ASEAN.

Bendera dan lambang ASEAN harus digunakan untuk mempromosikan ASEAN dan tidak dapat digunakan untuk tujuan politik yang merusak martabat ASEAN, dan tujuan komersial, kecuali telah mendapat tujuan persetujuan resmi sesuai dengan prosedur.

Negara anggota ASEAN dapat menggunakan bendera dan lambang ASEAN pada acara resmi yang berhubungan dengan ASEAN. Lambang ASEAN diletakkan di sebelah kanan simbol nasional negara anggota ASEAN.

4. Lagu ASEAN (ASEAN Anthem)

Lagu ASEAN dipilih melalui sebuah kompetisi terbuka (Kompetisi ASEAN Anthem) yang dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan November 2008. Pada putaran final penjurian Kompetisi ASEAN Anthem tingkat ASEAN di Bangkok, Thailand, 20 November 2008, lagu berjudul “The ASEAN Way” karya Kittikhun Sodprasert, Sampao Triudom dan Payom Valaiphatchra dari Thailand ditetapkan sebagai Lagu resmi ASEAN.

Lagu ASEAN dapat digunakan pada pertemuan resmi dan aktivitas terkait ASEAN, termasuk dengan Mitra Wicara, yang dimaksudkan untuk mempromosikan kepentingan ASEAN.

���

4. Lagu ASEAN (ASEAN Anthem) Lagu ASEAN dipilih melalui sebuah kompetisi terbuka

(Kompetisi ASEAN Anthem) yang dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan November 2008. Pada putaran final penjurian Kompetisi ASEAN Anthem tingkat ASEAN di Bangkok, Thailand, 20 November 2008, lagu berjudul “The ASEAN Way” karya Kittikhun Sodprasert, Sampao Triudom dan Payom Valaiphatchra dari Thailand ditetapkan sebagai Lagu resmi ASEAN.

Lagu ASEAN dapat digunakan pada pertemuan resmi dan aktivitas terkait ASEAN, termasuk dengan Mitra Wicara, yang dimaksudkan untuk mempromosikan kepentingan ASEAN.

Negara anggota ASEAN diharapkan dapat menerjemahkan Lagu ASEAN ini dalam bahasa lokal guna mempromosikan lagu tersebut dan meningkatkan kesadaran ASEAN di negara masing-masing.

5. Hari ASEAN diperingati pada tanggal 8 Agustus setiap tahunnya.

���

LAMPIRAN 2

PROFIL NEGARA-NEGARA ASEAN

I. BRUNEI DARUSSALAM

Nama Resmi Negara : Brunei DarussalamTanggal Kemerdekaan : 1 Januari 1984Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional

GEOGRAFIIbu Kota : Bandar Seri BegawanLuas Wilayah : 5.765 KM2Perbatasan : Laut China Selatan dan Malaysia

DEMOGRAFIJumlah Penduduk : 406.200 (2009)Pertumbuhan Penduduk : 2,1 % (2009)Kelompok Etnis : Melayu 67 %, China 15 %, lain-lain 18 %Agama : Islam (agama resmi) 67 %, Budha 13 %, Kristen 10 %, lain-lain 10 %Bahasa : Melayu (bahasa resmi), Inggris, China

PEREKONOMIANGross Domestic Product (GDP) : USD $ 14.146 juta (2009)Pertumbuhan GDP : -0,5 % (2009)GDP Perkapita : USD $ 34.827 (2009)

LAMPIRAN 2

PROFIL NEGARA-NEGARA ASEAN

I. BRUNEI DARUSSALAM

Nama Resmi Negara : Brunei Darussalam Tanggal Kemerdekaan : 1 Januari 1984 Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional

GEOGRAFI Ibu Kota : Bandar Seri Begawan Luas Wilayah : 5.765 KM2

Perbatasan : Laut China Selatan dan Malaysia

DEMOGRAFI Jumlah Penduduk : 406.200 (2009) Pertumbuhan Penduduk : 2,1 % (2009) Kelompok Etnis : Melayu 67 %, China 15 %, lain-lain 18 % Agama : Islam (agama resmi) 67 %, Budha 13 %, Kristen 10 %, lain-lain 10 % Bahasa : Melayu (bahasa resmi), Inggris, China

PEREKONOMIAN Gross Domestic Product (GDP) : USD $ 14.146 juta (2009) Pertumbuhan GDP : -0,5 % (2009) GDP Perkapita : USD $ 34.827 (2009)

���

II. KAMBOJA

Nama Resmi Negara : Kingdom of CambodiaTanggal Kemerdekaan : 9 November 1953Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional

GEOGRAFIIbu Kota : Phnom PenhLuas Wilayah : 181.035 KM2Perbatasan : Teluk Thailand, Thailand, Laos, dan Viet Nam

DEMOGRAFIJumlah Penduduk : 14.957.800 (2009)Pertumbuhan Penduduk : 2,1 % (2009)Kelompok Etnis : Khmer 90 %, Viet Nam 5 %, China 1 %, lain 4 %Agama : Budha Theravada 95 %, lain-lain 5 %Bahasa : Khmer (bahasa resmi) 95 %, Prancis, Inggris

PEREKONOMIANGross Domestic Product (GDP) : USD $ 10.368 juta (2009)Pertumbuhan GDP : 0,1 % (2009)GDP Perkapita : USD $ 693,2 (2009)

II. KAMBOJA

Nama Resmi Negara : Kingdom of Cambodia Tanggal Kemerdekaan : 9 November 1953 Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional

GEOGRAFI Ibu Kota : Phnom Penh Luas Wilayah : 181.035 KM2

Perbatasan : Teluk Thailand, Thailand, Laos, dan Viet Nam

DEMOGRAFI Jumlah Penduduk : 14.957.800 (2009) Pertumbuhan Penduduk : 2,1 % (2009) Kelompok Etnis : Khmer 90 %, Viet Nam 5 %, China 1 %, lain 4 % Agama : Budha Theravada 95 %, lain-lain 5 % Bahasa : Khmer (bahasa resmi) 95 %, Prancis, Inggris

PEREKONOMIAN Gross Domestic Product (GDP) : USD $ 10.368 juta (2009) Pertumbuhan GDP : 0,1 % (2009) GDP Perkapita : USD $ 693,2 (2009)

���

III. INDONESIA

Nama Resmi Negara : Republic of IndonesiaTanggal Kemerdekaan : 17 Agustus 1945Bentuk Pemerintahan : Republik

GEOGRAFIIbu Kota : JakartaLuas Wilayah : 1.890.754 KM2Perbatasan : Samudera India, Timor Leste, Australia, Papua New Guinea, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura

DEMOGRAFIJumlah Penduduk : 231.369.500 (2009)Pertumbuhan Penduduk : 1,2 % (November 2007 est.)Kelompok Etnis : Jawa 40,6 %, Sunda 15 %, Madura 3,3 %, Minangkabau 2,7 %, Betawi 2,4 %, Bugis 2,4 %, Banten 2 %, Banjar 1,7 %, lain-lain 29,9 % Agama : Islam 88 %, Kristen Protestant 5 %, Katholik 3 %, Hindu 2 %, Budha dan lainnya 1 %Bahasa : Bahasa Indonesia (bahasa resmi), Inggris, berbagai bahasa daerah

PEREKONOMIANGross Domestic Product (GDP) : USD $ 546.527 juta (2009)Pertumbuhan GDP : 4,5 % (2009)GDP Perkapita : USD $ 2.362 (2009)

III. INDONESIA

Nama Resmi Negara : Republic of Indonesia Tanggal Kemerdekaan : 17 Agustus 1945 Bentuk Pemerintahan : Republik

GEOGRAFI Ibu Kota : Jakarta Luas Wilayah : 1.890.754 KM2

Perbatasan : Samudera India, Timor Leste, Australia, Papua New Guinea, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura

DEMOGRAFI Jumlah Penduduk : 231.369.500 (2009) Pertumbuhan Penduduk : 1,2 % (November 2007 est.) Kelompok Etnis : Jawa 40,6 %, Sunda 15 %, Madura 3,3 %,

Minangkabau 2,7 %, Betawi 2,4 %, Bugis 2,4 %, Banten 2 %, Banjar 1,7 %, lain-lain 29,9 %

Agama : Islam 88 %, Kristen Protestant 5 %, Katholik 3 %, Hindu 2 %, Budha dan lainnya 1 % Bahasa : Bahasa Indonesia (bahasa resmi), Inggris, berbagai bahasa daerah

PEREKONOMIAN Gross Domestic Product (GDP) : USD $ 546.527 juta (2009) Pertumbuhan GDP : 4,5 % (2009) GDP Perkapita : USD $ 2.362 (2009)

���

IV. LAO PDR

Nama Resmi Negara : Lao People’s Democratic RepublicTanggal Kemerdekaan : 19 Juli 1949Bentuk Pemerintahan : Republik Sosialis

GEOGRAFIIbu Kota : VientianeLuas Wilayah : 236.800 KM2Perbatasan : Myanmar, Kamboja, China, Thailand, dan Viet Nam

DEMOGRAFIJumlah Penduduk : 5.922.100 (2009)Pertumbuhan Penduduk : 2,8 % (2009)Kelompok Etnis : Lao Loum 68 %, Lao Theung 22 %, Lao Soung (Hmong danYao) 9 %, Viet Nam dan China 1 % Agama : Budha 65 %, animisme 32,9 %, Kristen 1,3%, lain-lain 0,8 %Bahasa : Lao (bahasa resmi), Prancis, Inggris

PEREKONOMIANGross Domestic Product (GDP) : USD $ 5.579 juta (2009)Pertumbuhan GDP : 7.6 % (2009)GDP Perkapita : USD $ 942 (2009)

IV. LAO PDR

Nama Resmi Negara : Lao People’s Democratic Republic Tanggal Kemerdekaan : 19 Juli 1949 Bentuk Pemerintahan : Republik Sosialis

GEOGRAFI Ibu Kota : Vientiane Luas Wilayah : 236.800 KM2

Perbatasan : Myanmar, Kamboja, China, Thailand, dan Viet Nam

DEMOGRAFI Jumlah Penduduk : 5.922.100 (2009) Pertumbuhan Penduduk : 2,8 % (2009) Kelompok Etnis : Lao Loum 68 %, Lao Theung 22 %, Lao Soung (Hmong danYao) 9 %, Viet Nam dan China 1 % Agama : Budha 65 %, animisme 32,9 %, Kristen 1,3%, lain- lain 0,8 % Bahasa : Lao (bahasa resmi), Prancis, Inggris

PEREKONOMIAN Gross Domestic Product (GDP) : USD $ 5.579 juta (2009) Pertumbuhan GDP : 7.6 % (2009) GDP Perkapita : USD $ 942 (2009)

���

V. MALAYSIA

Nama Resmi Negara : MalaysiaTanggal Kemerdekaan : 31 Agustus 1957Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional

GEOGRAFIIbu Kota : Kuala LumpurLuas Wilayah : 330.252 KM2Perbatasan : Brunei Darussalam, Indonesia, Thailand, Singapura, dan Filipina

DEMOGRAFIJumlah Penduduk : 28.306.700 (2009)Pertumbuhan Penduduk : 2,1 % (2009)Kelompok Etnis : Melayu 62%, China 24%, India 8 %, lain-lain 6 % Agama : Islam (60,4 %), Budha (19,2 %), Kristen (9,1 %), Hindu (6,3%), Konfusianisme (2,6%), lainnya 2,4 %Bahasa : Bahasa Melayu (bahasa resmi), China, Inggris, Tamil

PEREKONOMIANGross Domestic Product (GDP) : USD $ 193.107 juta (Oktober 2007)Pertumbuhan GDP : -1,7 % (2009)GDP Perkapita : USD $ 6.822 (2009)

V. MALAYSIA

Nama Resmi Negara : Malaysia Tanggal Kemerdekaan : 31 Agustus 1957 Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional

GEOGRAFI Ibu Kota : Kuala Lumpur Luas Wilayah : 330.252 KM2

Perbatasan : Brunei Darussalam, Indonesia, Thailand, Singapura, dan Filipina

DEMOGRAFI Jumlah Penduduk : 28.306.700 (2009) Pertumbuhan Penduduk : 2,1 % (2009) Kelompok Etnis : Melayu 62%, China 24%, India 8 %, lain-lain 6 % Agama : Islam (60,4 %), Budha (19,2 %), Kristen (9,1 %),

Hindu (6,3%), Konfusianisme (2,6%), lainnya 2,4 % Bahasa : Bahasa Melayu (bahasa resmi), China, Inggris, Tamil

PEREKONOMIAN Gross Domestic Product (GDP) : USD $ 193.107 juta (Oktober 2007) Pertumbuhan GDP : -1,7 % (2009) GDP Perkapita : USD $ 6.822 (2009)

���

VI. MYANMAR

Nama Resmi Negara : Union of MyanmarTanggal Kemerdekaan : 4 Januari 1948Bentuk Pemerintahan : Junta Militer

GEOGRAFIIbu Kota : NaypyidawLuas Wilayah : 676.577 KM2Perbatasan : Bangladesh, China, India, Laos, Thailand, Laut Andaman, dan Teluk Bengala

DEMOGRAFIJumlah Penduduk : 59.534.300 (2009)Pertumbuhan Penduduk : 1,8 % (2009)Kelompok Etnis : Burma 68 %, Shan 9 %, Karen 7 %, Rakhine 4 %, China 3 %, India 2 %, lain-lain 7 %Agama : Budha 89 %, Kristen 4 %, Islam 4 %, lainnya 3 %Bahasa : Burma (bahasa resmi), beberapa bahasa etnis minoritas

PEREKONOMIANGross Domestic Product (GDP) : USD $ 24.972 juta (2009)Pertumbuhan GDP : 4,8 % (2009)GDP Perkapita : USD $ 419,5 (2009)

VI. MYANMAR

Nama Resmi Negara : Union of Myanmar Tanggal Kemerdekaan : 4 Januari 1948 Bentuk Pemerintahan : Junta Militer

GEOGRAFI Ibu Kota : Naypyidaw Luas Wilayah : 676.577 KM2

Perbatasan : Bangladesh, China, India, Laos, Thailand, Laut Andaman, dan Teluk Bengala

DEMOGRAFI Jumlah Penduduk : 59.534.300 (2009) Pertumbuhan Penduduk : 1,8 % (2009) Kelompok Etnis : Burma 68 %, Shan 9 %, Karen 7 %, Rakhine 4 %,

China 3 %, India 2 %, lain-lain 7 % Agama : Budha 89 %, Kristen 4 %, Islam 4 %, lainnya 3 % Bahasa : Burma (bahasa resmi), beberapa bahasa etnis

minoritas

PEREKONOMIAN Gross Domestic Product (GDP) : USD $ 24.972 juta (2009) Pertumbuhan GDP : 4,8 % (2009) GDP Perkapita : USD $ 419,5 (2009)

���

VII. FILIPINA

Nama Resmi Negara : Republic of the PhilippinesTanggal Kemerdekaan : 4 Juli 1946Bentuk Pemerintahan : Republik

GEOGRAFIIbu Kota : ManilaLuas Wilayah : 300.000 KM2Perbatasan : Laut China Selatan, Laut Sulawesi, Laut Filipina, dan Laut Sulu

DEMOGRAFIJumlah Penduduk : 92.226.600 (2009)Pertumbuhan Penduduk : 2,0 % (2009)Kelompok Etnis : Tagalog 28,1 %, Cebuano 13,1 %, Ilocano 9 %, Bisaya/Binisaya 7,6 %, Hiligaynon Ilonggo 7,5 %, Bikol 6%, Waray 3,4 %, lain-lain 25,3 % Agama : Katholik 81 %, Kristen 9 %, Muslim 5 %, lain-lain 5 %Bahasa : Filipino/Tagalog (bahasa resmi) dan Inggris

PEREKONOMIANGross Domestic Product (GDP) : USD $ 161.357 juta (2009)Pertumbuhan GDP : 1,1 % (2009)GDP Perkapita : USD $ 1.749 (2009)

VII. FILIPINA

Nama Resmi Negara : Republic of the Philippines Tanggal Kemerdekaan : 4 Juli 1946 Bentuk Pemerintahan : Republik

GEOGRAFI Ibu Kota : Manila Luas Wilayah : 300.000 KM2

Perbatasan : Laut China Selatan, Laut Sulawesi, Laut Filipina, dan Laut Sulu

DEMOGRAFI Jumlah Penduduk : 92.226.600 (2009) Pertumbuhan Penduduk : 2,0 % (2009) Kelompok Etnis : Tagalog 28,1 %, Cebuano 13,1 %, Ilocano 9 %,

Bisaya/ Binisaya 7,6 %, Hiligaynon Ilonggo 7,5 %, Bikol 6%, Waray 3,4 %, lain-lain 25,3 %

Agama : Katholik 81 %, Kristen 9 %, Muslim 5 %, lain-lain 5 % Bahasa : Filipino/Tagalog (bahasa resmi) dan Inggris

PEREKONOMIAN Gross Domestic Product (GDP) : USD $ 161.357 juta (2009) Pertumbuhan GDP : 1,1 % (2009) GDP Perkapita : USD $ 1.749 (2009)

��0

VIII. SINGAPURA

Nama Resmi Negara : Republic of SingaporeTanggal Kemerdekaan : 9 Agustus 1965 Bentuk Pemerintahan : Republik

GEOGRAFIIbu Kota : SingaporeLuas Wilayah : 710,2 KM2Perbatasan : Malaysia dan Indonesia

DEMOGRAFIJumlah Penduduk : 4.987.600 (2009)Pertumbuhan Penduduk : 3,1 % (2009)Kelompok Etnis : China 76,8 %, Melayu 13,9 %, India 7,9 %, lain-lain 1,4 % Agama : Budha 42,5 %, Islam 14,9 %, Taoist 8,5 %, Hindu 4 %, Katholik 4,8 %, Kristen 9,8 %, lain-lain 0,7%, tidak beragama 14,8 %Bahasa : Mandarin (bahasa resmi), Inggris, Melayu, Tamil

PEREKONOMIANGross Domestic Product (GDP) : USD $ 182.701 juta (2009)Pertumbuhan GDP : -1,3% (2009)GDP Perkapita : USD $ 36.631 (2009)

VIII. SINGAPURA

Nama Resmi Negara : Republic of Singapore Tanggal Kemerdekaan : 9 Agustus 1965 Bentuk Pemerintahan : Republik

GEOGRAFI Ibu Kota : Singapore Luas Wilayah : 710,2 KM2

Perbatasan : Malaysia dan Indonesia

DEMOGRAFI Jumlah Penduduk : 4.987.600 (2009) Pertumbuhan Penduduk : 3,1 % (2009) Kelompok Etnis : China 76,8 %, Melayu 13,9 %, India 7,9 %, lain-lain

1,4 %Agama : Budha 42,5 %, Islam 14,9 %, Taoist 8,5 %, Hindu 4

%, Katholik 4,8 %, Kristen 9,8 %, lain-lain 0,7%, tidak beragama 14,8 %

Bahasa : Mandarin (bahasa resmi), Inggris, Melayu, Tamil

PEREKONOMIAN Gross Domestic Product (GDP) : USD $ 182.701 juta (2009) Pertumbuhan GDP : -1,3% (2009) GDP Perkapita : USD $ 36.631 (2009)

���

IX. THAILAND

Nama Resmi Negara : The Kingdom of ThailandTanggal Kemerdekaan : Tidak pernah dijajahBentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional

GEOGRAFIIbu Kota : BangkokLuas Wilayah : 513.155 km2 (sumber Thailand Govt)Perbatasan : Laut Andaman, Teluk Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, dan Malaysia

DEMOGRAFIJumlah Penduduk : 66.903 (2009)Pertumbuhan Penduduk : 0,6 % (2009)Kelompok Etnis : Thai 75 %, China 14 %, lain-lain 11 % Agama : Budha 93-94%, Islam 5-6 %, Kristen 1 %, lain-lain 0,1 % Bahasa : Thai (bahasa resmi), Inggris

PEREKONOMIANGross Domestic Product (GDP) : USD $ 264.322 juta (2009)Pertumbuhan GDP : -2,2 % (2009)GDP Perkapita : USD $ 3.950 (2009)

IX. THAILAND

Nama Resmi Negara : The Kingdom of Thailand Tanggal Kemerdekaan : Tidak pernah dijajah Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional

GEOGRAFI Ibu Kota : Bangkok Luas Wilayah : 513.155 km2 (sumber Thailand Govt)Perbatasan : Laut Andaman, Teluk Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, dan Malaysia

DEMOGRAFI Jumlah Penduduk : 66.903 (2009) Pertumbuhan Penduduk : 0,6 % (2009) Kelompok Etnis : Thai 75 %, China 14 %, lain-lain 11 % Agama : Budha 93-94%, Islam 5-6 %, Kristen 1 %, lain- lain 0,1 % Bahasa : Thai (bahasa resmi), Inggris

PEREKONOMIAN Gross Domestic Product (GDP) : USD $ 264.322 juta (2009) Pertumbuhan GDP : -2,2 % (2009) GDP Perkapita : USD $ 3.950 (2009)

���

X. VIETNAM

Nama Resmi Negara : Socialist Republic of Viet Nam Tanggal Kemerdekaan : 2 September 1945 Bentuk Pemerintahan : Republik Sosialis

GEOGRAFIIbu Kota : Ha NoiLuas Wilayah : 329.560 KM2Perbatasan : Teluk Thailand, Teluk Tonkin, Laut China Selatan, China, Laos, dan Kamboja

DEMOGRAFIJumlah Penduduk : 86.024.600 (2009)Pertumbuhan Penduduk : 1,2 % (2009)Kelompok Etnis : Kinh (Viet) 86,2 %, Tay 1,9 %, Thai 1,7 %, Muong 1,5%, Khome 1,4 %, Hoa 1,1 %, Nun 1,1 %, Hmong 1 %, lain-lain 4,1 % Agama : Budha 9,3 %, Katholik 6,7 %, Hoa Hao 1,5 %, Cao Dai 1,1 %, Protestant 0,5%, Islam 0,1 %, tidak beragama 80,8 %Bahasa : Viet Nam (bahasa resmi), Inggris, Perancis, China, Khmer

PEREKONOMIANGross Domestic Product (GDP) : USD $ 96.317 juta (2009)Pertumbuhan GDP : 5.2 % (2009)GDP Perkapita : USD $ 1.104 (2009)

X. VIETNAM

Nama Resmi Negara : Socialist Republic of Viet Nam Tanggal Kemerdekaan : 2 September 1945 Bentuk Pemerintahan : Republik Sosialis

GEOGRAFI Ibu Kota : Ha Noi Luas Wilayah : 329.560 KM2

Perbatasan : Teluk Thailand, Teluk Tonkin, Laut China Selatan, China, Laos, dan Kamboja

DEMOGRAFI Jumlah Penduduk : 86.024.600 (2009) Pertumbuhan Penduduk : 1,2 % (2009) Kelompok Etnis : Kinh (Viet) 86,2 %, Tay 1,9 %, Thai 1,7 %, Muong

1,5%, Khome 1,4 %, Hoa 1,1 %, Nun 1,1 %, Hmong 1 %, lain-lain 4,1 %

Agama : Budha 9,3 %, Katholik 6,7 %, Hoa Hao 1,5 %, Cao Dai 1,1 %, Protestant 0,5%, Islam 0,1 %, tidak beragama 80,8 %

Bahasa : Viet Nam (bahasa resmi), Inggris, Perancis, China, Khmer

PEREKONOMIAN Gross Domestic Product (GDP) : USD $ 96.317 juta (2009) Pertumbuhan GDP : 5.2 % (2009) GDP Perkapita : USD $ 1.104 (2009)

���

LAMPIRAN 3

ASEAN ANTHEM

LAMPIRAN 3 ASEAN ANTHEM

���

LAMPIRAN 4

SINGKATAN KATA

AAA : ASEAN International Airports Association

AADC : ASEAN - Australian Business Council

AACM : ASEAN - Australian Consultation Meeting

AACPMS : ASEAN Australian Cooperation Programme on Marine Science

AADCP : ASEAN Aquaculture Development and Coordinating Programme

AAEC : Agreement on ASEAN Energy Cooperation

AAF : ASEAN - Australia Forum

AAF : ASEAN Automotive Federation (ASEAN-CCI)

AAECP : ASEAN - Australia Economic Cooperation Programme

AAIC : ASEAN Aluminum Industry Club

AAMIP : ASEAN - Australia Media & Information Programme

AAMLT : ASEAN Association of Medical Laboratory Technologists

AAPH : ASEAN Association for Planning and Housing

AAPSIP : ASEAN - Australia Post Harvest System Improvement Project

AAR : ASEAN Association for Radiologist

AARCB : ASEAN Agricultural Research Coordinating Board (COFAF)

ABA : ASEAN Bankers Association

ABAC : ASEAN Business Advisory Council

ABC : ASEAN Banking Council

���

ABC : ASEAN Brussels Committee

ABF : ASEAN Bintulu Fertilizer

ABIS : ASEAN Business and Investment Summit

ABSNAT : ASEAN Benchmark Sites Network for Agro technology Transfer

ACA : ASEAN Contractors Organization

ACAP : ASEAN Common Agricultural Policy (COFAF)

ACAT : ASEAN Centre for Appropriate Technology (COST)

ACB : ASEAN Committee in Beijing

ACBC : ASEAN - Canada Business Council

ACC : ASEAN - Canberra Committee

ACCM : ASEAN - Canberra Consultative Meeting

ACCPMS : ASEAN - Canada Cooperative Programme on Marine Science

ACCSM : ASEAN Cooperation in Civil Service Matters

ACCTC : ASEAN Center for Combating Transnational Crime

ACC-WG : ASEAN - Canberra Committee Working Group

ACDM : ASEAN Committee on Disaster Management

ACE : ASEAN Confederation of Employers

ACE : ASEAN Centre for Energy

ACEDAC : ASEAN Centre for the Development of Agricultural Cooperative

ACF : ASEAN Cardiologists Federation

ACF : ASEAN Constructors Federation

ACF : ASEAN Cultural Fund

ACIC : ASEAN Ceramic Industry Clubs (ASEAN-CCI)

���

ACITAR : ASEAN Customs Institute for Training and Research

ACM : ASEAN Committee in Moscow

ACMB : ASEAN Compliance and Monitoring Body

ACMECS : Ayeyawady-Chao Phraya-Mekong Economic Cooperation Strategy

ACO : ASEAN Cooperative Organization

ACPA : ASEAN Consumers’ Protective Agency

ACPL : ASEAN Cable ship Private Limited

ACPHP : ASEAN Crops Post Harvest Programme

ACRAQS : ASEAN Common Regional Animal Quarantine Centre

ACRCS : ASEAN Conference on Reforms of Civil Service

ACS : ASEAN College of Surgeons

ACS : ASEAN Committee in Seoul

ACT : ASEAN Committee in Tokyo

ACT : ASEAN Council of Teachers

ACT : ASEAN Consultation to Solve Trade and Investment Issues

ACTT : ASEAN Communication Team for Tourism

ACTS : ASEAN Communication and Transport System (COTAC)

ACTS : ASEAN Cargo Transportation Study

ACTU : ASEAN Council of Trade Union

ACU : ASEAN Cooperation Unit

ACW : ASEAN Committee in Wellington

ACWO : ASEAN Confederation of Women Organization

ADB : ASEAN Development Bank

���

ADBC : ASEAN Data Bank on Commodities

ADCF : ASEAN Development Cooperation Forum

ADCP : ASEAN - Australia Development Cooperation Programme

ADE : Automated Data Exchange

ADEP : ASEAN Development Education Programme (COSD)

ADF : ASEAN Development Fund

ADPC : Agriculture Development Planning Centre (COFAF)

AEC : ASEAN Economic Community

AEC PoA : ASEAN Economic Community Plan of Action

AEGC : ASEAN Expert Group on Coal

AEGDM : ASEAN Experts Group on Disasters Management

AEGE : ASEAN Expert Group on Environment

AEGND : ASEAN Expert Group on National Disasters

AEEMTRC : ASEAN-EC Energy Management, Training and Research Centre

AEA : ASEAN Execute Agency

AEBF : ASEAN Energy Business Forum

AEM : ASEAN Economic Ministers

AEMEC : ASEAN Economic Ministers on Energy Cooperation

AEMM : ASEAN - EC Ministerial Meeting

AEMMEC : ASEAN Economic Ministers Meeting on Energy Cooperation

AEMTRC : ASEAN Energy Management Training and Research Centre

���

AEROSAT : Aeronautical Satellite Programme (COTAC)

AERR : ASEAN Emergency Rice Reserve

AFA : ASEAN Federation of Accountants

AFAA : ASEAN Federation of Automotive Association

AFAMM : ASEAN Federation of Agricultural Machinery Manufacturers

AFAS : ASEAN Framefork Agreement on Services

AFC : ASEAN Finance Corporation

AFC : ASEAN Food Conference

AFCB : ASEAN Fisheries Consultative Body

AFCM : ASEAN Federation of Cement Manufacturers (ASEAN-CCI)

AFDC : ASEAN Fisheries Development Centre

AFDM : ASEAN Finance Deputies’ Meeting

AFEEC : ASEAN Federation of Electrical Engineering Contractors

AFEO : ASEAN Federation of Engineering Organization

AFF : ASEAN Film Festival

AFF : ASEAN Fisheries Federation

AFF : ASEAN Football Federation

AFFMA : ASEAN Federation of Furniture Manufacturers Association

AFFPI : ASEAN Federation of Food Processing Industries (ASEAN-CCI)

AFGM : ASEAN Federation of Glass Manufacturers (ASEAN-CCI)

AFHB : ASEAN Food Handling Bureau (COFAF)

AFJ : ASEAN Federation of Jurists

���

AFMA : ASEAN Federation of Mining Association

AFMM : ASEAN Finance Ministers Meeting

AFOC : ASEAN Forum on Coal

AFPMH : ASEAN Federation of Psychiatric and Mental Health

AFSIP : ASEAN Food Safety Implementation Plan

AFSIS : ASEAN Food Security Information System

AFSO : ASEAN Food Standard Office

AFSR : ASEAN Food Security Reserve (COFAF)

AFSRB : ASEAN Food Security Reserve Board (COFAF)

AFTA : ASEAN Free Trade Area

AFTA-CER FTA : AFTA-Closer Economic Relation Free Trade Area

AFTEX : ASEAN Federation of Textile Industries

AGC : ASEAN Geneva Committee

AGCC : ASEAN Gas Consultative Council

AGPP : ASEAN Grain Post-Harvest Programme

AGROTECH : ASEAN Small-scale Agro-Engineering Post-harvest Technology Project

AHIPSA : Animal Health and Production Information System for ASEAN

AHPADA : ASEAN Handicraft Promotion and Development Association

AHPP : ASEAN Heads of Population Programme

AHRDP : ASEAN Human Resources Development Programme

AHTF : ASOEN Haze Technical Task Force

AHTN : ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature

��0

AIA : ASEAN Investment Area

AIC : ASEAN Islamabad Committee

AIC : ASEAN Industrial Complementation

AIC : ASEAN Industrial Council

AICO : ASEAN Industrial Cooperation

AICs : ASEAN Insurance Commissioners

AIFM : ASEAN Institute of Forest Management

AII : ASEAN Information Infrastructure

AIJVs : ASEAN Industrial Joint Ventures

AIMS : ASEAN Interconnection Master Plan Study

AIP : ASEAN Industrial Projects

AIPO : ASEAN Inter-Parliamentary Organization

AIREP : ASEAN Routine Weather Report From Aircraft in Flight Programme

AISIF : ASEAN Iron and Steel Industry Federation

AISP : ASEAN Integration System of Preference

AJDF : ASEAN - Japan Development Fund

AJSTD : ASEAN Journal on Science and Technology for Development

AJVP : ASEAN Joint Venture Project

ALA : ASEAN Law Association

ALC : ASEAN - London Committee

ALINE : ASEAN Labor Information Network

ALMM : ASEAN Labor Ministers Meeting

APBSD : ASEAN Policy Blueprint for SMEs Development

AMA : ASEAN Mining Association

AMAF : ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry

���

AMBDC : ASEAN Mekong Basin Development Cooperation

AMPC : ASEAN Minerals Plan Cooperation

AME : ASEAN Ministers of the Environment

AMEM : ASEAN Ministers on Energy Meeting

AMIA : ASEAN Music Industry Association

AMIS : ASEAN Mineral Information System

AMM : ASEAN Ministerial Meeting

AMMH : ASEAN Ministerial Meeting on Haze

AMMM : ASEAN Ministerial Meeting on Minerals

AMMTC : ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime

AMPCC : ASEAN Marine Pollution Control Centre

AMPPA : ASEAN Motion Picture Producers Association

AMST : ASEAN Ministers of Science and Technology

AMTIC : ASEAN Materials Technology Information Centre

ANDC : ASEAN New Delhi Committee

ANDEX : ASEAN Network of Development Education Centres (COSD)

ANDIN : ASEAN Natural Disasters Information Network

ANEX : ASEAN News Exchange

ANS : ASEAN Neurological Society

ANWRA : ASEAN Network of Water Resources Agencies

ANYC : ASEAN New York Committee

ANZAP : ASEAN - New Zealand A forestation Project

ANZCERTA : Australian - New Zealand Closer Economic Relation Trade

���

AOA : ASEAN Orthopedic Association

AOC : ASEAN Ottawa Committee

AOFSCN : ASEAN Optical Fiber Submarine Cable Network

APA : ASEAN Puppetry Association

APA : ASEAN Peopleàs Assembly

APAA : ASEAN Port Authorities Association

APAEC : ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation

APC : ASEAN Promotion Centre on Trade, Investment and Tourism

APC : ASEAN Paris Committee

APC-HRD : ASEAN -Pacific Cooperation on Human Recourse

APCU : ASEAN Populations Coordinating Unit (COSD)

APDRTC : ASEAN Poultry Disease Research and Training Centre

APEX : ASEAN Post-Harvest Exchange Regional Information Newt

APF : ASEAN Pediatric Federation

APFME : Agricultural Project Formulation, Monitoring and Evaluation

APHCN : ASEAN Plant Health Cooperation Network

APIRLAS : ASEAN Programmes on Industrial Relations and Labour Stud

APLAC : Asia-Pacific Laboratory Accreditation Cooperation

APP : ASEAN Population Programme (COSD)

APPS : ASEAN Pioneer Project Scheme

APSA : ASEAN Petroleum Security Agreement

APPIC : ASEAN Paper and Pulp Industry Club (ASEAN-CCI)

���

ARC : ASEAN Reinsurance Corporation

ARCBC : ASEAN Regional Centre of Biodiversity Conservation

ARCIE : ASEAN Resource Centre on Information Exchange

ARDCMR : ASEAN Regional Development Centre in Mineral Resources

ARF : ASEAN Regional Forum

ARGMC : ASEAN Railway General Managers’ Conference

ARSMC : ASEAN Regional Specialized Meteorological Centre

ARSPP : ASEAN Regional Studies Promotion Programme

ASC : ASEAN Standing Committee

ASC : ASEAN Steel Committee

ASC : ASEAN Security Community

ASC PoA : ASEAN Security Community Plan of Action

AScC : ASEAN Socio-cultural Community

AScC PoA : ASEAN Socio-cultural Community Plan of Action

ASCH & N : ASEAN Sub-Committee, on Health & Nutrition

ASCCARS : ASEAN Sub-Committce on Civil Aviation and Related Services

ASCLA : ASEAN Sub-Committee on Labour Affairs

ASCOE : ASEAN Sub-Committee on Education

ASCOPE : ASEAN Council on Petroleum

ASCW : ASEAN Sub-Committee on Women

ASDF : ASEAN Social Development Fund

���

ASEAN : Association of South East Asian Nations

ASEAN-CCI : ASEAN Chambers of Commerce and Industry

ASEANCOM : ASEAN Council of Museum

ASEANTA : ASEAN Tourism Association

ASEAN NTOs : ASEAN National Tourism Organizations

ASEP : ASEAN Environmental Programme

ASF : ASEAN Science Fund

ASLOM : ASEAN Senior Law Official Meeting

ASMC : ASEAN Specialized Meteorological Centre

ASO : Annual Security Outlook

ASOD : ASEAN Senior Officials on Drug Matters

ASOEN : ASEAN Senior Officials on Environment

ASOF : ASEAN Senior Officials on Forestry

ASOMM : ASEAN Senior Official Meeting on Minerals

ASP-ATMPH : ASEAN Scholarship Programme for Applied Tropical Medicine

ASP : ASEAN Surveillance Process

ASPR : ASEAN Surveillance Process Report

ASSC : ASEAN Schools Sport Council

ASTNET : ASEAN Science and Technology Network

ASTP’ : Australian System of Trade Preferences

ASTW : The ASEAN Science and Technology Week

ASW : ASEAN Sub Committee on Women

ASY : ASEAN Sub-Committee on Youth

ATA : ASEAN Tourism Agreement

ATC : ASEAN Training Centre

ATEC : ASEAN Treaty of Economic Cooperation

���

AT’F : ASEAN Tourism Forum

ATIC : ASEAN Tourism Information Centre

ATC : ASEAN Timber Technology Centre

ATM : ASEAN Tourism Ministers

ATRC : ASEAN Telecommunications Regulators’ Council

ATUC : ASEAN Trade Union Council

ATWG : ASEAN Technical Working Group

AUN : ASEAN University Networking

AUCPMS : ASEAN-US Cooperation Programme on Marine Science

AUI : ASEAN-US Initiative

AUSC : ASEAN-US University Sport Council

AVA : ASEAN Values Association

AVIST : ASEAN Virtual Institute of Science and Technology

AVRDC : ASEAN-Asia Vegetable Research and Development Center

AWC : ASEAN Washington Committee

AWGCM : ASEAN Working Group on Customs Matters

AWGCME : ASEAN Working Group on Coastal and Marine Etivironm

AWGMEA : ASEAN Working Group on Multilateral Environmental Agreements

AWGNCB : ASEAN Working Group on Nature Conservation and Biodiversity

AWGTM : ASEAN Working Group on Tax Matters

AWP : ASEAN Women’s Programme (COSD)

BAAIC : Basic Agreement on ASEAN Industrial Complementation

���

BAAIJV : Basic Agreement on ASEAN Industrial Joint Ventures

BAC : Bonn ASEAN Committee

BADC : Brackisliwater Aquaculture Development Centre

BBC : Brand-to-Brand Complementation

BCM : Business Council Meeting

BIMP-EAGA : Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines ’ East ASEAN Growth Area

BOP : Board of Planners

BRMM-CT : Bali Regional Ministerial Meeting on Counter Terrorism

BSA : Bilateral Swap Arrangement

BSE : Bovine Spongiform Encephalophaty

BTS : Brokers Telegraph System

CADEX : Council of ASEAN Directors on Agricultural Extension

CAJ : Confederation on ASEAN Journalists

CAYC : Committee on ASEAN Youth Cooperation

CBMs : Confidence Building Measures

CBWM : Common Border Whole Sale Market

CCC : Customs Cooperation Council

CCCA : Coordinating Committee on CEPT for AFTA

CCCN : Customs Cooperation Council Nomenclature

CCOP : Coordinating Committee for Coastal and Offshore Geoscience Programmes in East and Southeast Asia

CCS : Coordinating Committee on Services

CCEM : CEPT Concession Exchange Manual

���

CEPs : Closer Economic Partnerships

CEPT : Common Effective Preferential Tariff

CERTs : Computer Emergency Response Teams

CEVEST : Centre for Vocational and Extension Service Training

CGC : Coordinating Group on Crops

CGDK : Coalition Government of Democratic Kampuchea

CGFI : Coordinating Group on Fisheries

CGFO : Coordinating Group on Forestry

CGL : Coordinating Group on Livestock

CIAST : Centre for Instructors and Advanced Skills Training

CIDA : Canadian International Development Agency

CISMA : Centre for Irrigation System Management for ASEAN

CITES : Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora

CLV : Cambodia, Laos, Vietnam

CLMV : Cambodia, Laos, Myanmar, and Viet Nam

CMI : Chiang Mai Initiative

CMO : Comprehensive Multidisciplinary Outline

COCI : Committee on Culture and Information

COFAB : Committee on Finance and Banking

COFAF : Committee on Food, Agriculture and Forestry

COIME : Committee on Industry, Minerals and Energy

COSD : Committee on Social Development

COST : Committee on Science and Technology

���

COTAC : Committee on Transportation and Communications

COTT : Committee on Trade and Tourism

CR : Conflict Resolution

CRC : Convention on the Rights of the Child

CRM : Customs Reform and Modernisation

DOC : Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea

DSM : ASEAN Dispute Settlement Mechanism

EABC : East ASEAN Business Council

EAS : East Asia Summit

EE&C-SSN : Energy Efficiency and Conservation - Sub Sector Network

EEZ : Exclusive Economic Zones

EID : Emerging Infectious Diseases

ESI : Electric Supply Industry

FA-AIA : Framework Agreement on ASEAN Investment Area

FDI : Foreign Direct Investment

FFRT : The Fift Freedom Rights of Traffic

FLEG : Forest Law Enforcement and Governance

FMD : foot and mouth diseases

GE : General Exception

GMS : Greater Mekong Sub-region

HAPUA : Heads of ASEAN Power Utilities/Authorities

HLTF : High Level Task Force

HPA : Hanoi Plan of Action

HS : Harmonised System

���

AHTTF : ASOEN Haze Technical Task Force

IAEA : International Atomic Energy Agency

IAI : Initiative for ASEAN Integration

ICT : Information and CommunicationTechnologies

IL : Inclusion List

ILAC : International Laboratory Accreditation Cooperation

IMO : International Maritime Organisation

IMS-GT : Indonesia, Malaysia, Singapore-GrowthTriangle

IMT-GT : Indonesia, Malaysia,Thailand-Growth Triangle

IPM : Integrated Pest Management

IPR : Intellectual Property Rights

ISIC : International Standard Industrial Classification for All Economic Activities

ISIS : ASEAN Institute for Strategic and International Studies

ISM : Intersessional Meeting

ISM on CT-TC : ISM on Counter-Terrorism and Transnational Crime

ISM-DR : ISM on Disaster Relief

ITS : International Trade in Services

JCLEC : Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation

JCM : Joint Consultative Meeting

JMM : Joint Ministerial Meeting

LSEs : Large-Scale Enterprises

MOP : Margin of Preferences

MRAs : Mutual Recognition Arrangements

��0

NEAC : National Economic Action Council

NFPWGFPPS : National Focal Points Working Group for Forest Products Promotion Scheme

NRSE-SSN : New and Renewable Sources of Energy -Sub Sector Network

NSM : National Secretariats Meeting

NTBs : Non-Tariff Barriers

NTMs : Non-Tariff Measures

PCA : Customs Post Clearance Audit

PD : Preventif Diplomasi

PoA : Plan of Action

PSI : Pollutant Standard Index

PTA : Preferential Trading Arrangement

RIA : Roadmap for the Integration of ASEAN

ROO : Scheme Rules of Origin

ROP : Rule of Procedures

RTAs : Regional Trading Arrangements

SAARC : South Asian Association for Regional Cooperation

SCB : Sub-Committee on Biotechnology

SCC : Sub-Committee on Climatologic

SCCAN : Special Coordinating Committee of ASEAN

SCCARS : Sub-Committee on Civil Aviation and Related Service

SCFST : Sub-Committee on Food Science & Technology

SCIRD : Sub-Committee on S & T Instructure and Resources Development

SCLT : Sub-Committee on Land Transportation

���

SCMG : Sub-Committee on Meteorology & Geophysics

SCMIT : Sub-Committee on Microelectronic and Information Technology

SCMS : Sub-Committee on Marine Sciences

SCMST : Sub-Committee on Materials Science & Technology

SCNCER : Sub-Committee on Non Conventional Energy Research

SCOE : Sub-Committee of Education

SCOP : Sub-Committee on Protein

SCOT : Sub-Committee on Tourism

SCPT : Sub-Committee on Posts and Telecommunication

SCSP : Sub-Committee on Shipping and Ports

SDFZ : Specific Disease Free Zone

SEAFDEC : Southeast Asian Fisheries Development Center

SEAMEO : South East Asian Ministers of Education Organization

SEAMEO-RELC: South East Asian Ministers of Education Organization Regional English Language Centre

SEANWFZ : South East Asia Nuclear Weapon Free Zone

SEASEE : Southeast Asia Association on Seismology and Earthquake Engineering

SEOM : Senior Economic Officials Meeting

SFM : Sustainable Forest Management

SIAP : ASEAN Strategic Investment Action Plan

SICT : Standard International Trade Classification

SKRL : Singapore-Kunming Rail Link

���

SL : Sensitive List

SLOM : Senior Legal Officials Meeting

SLOM : Senior Labour Officials Meeting

SME : Small and Medium Enterprises

SMEs : Small and Medium Enterprises

SMI : Small and Medium Industry

SNOC : Singapore National Oil Company

SOER : ASEAN State of the Environment Report

SOM : Senior Officials Meeting

SOMEC : Senior Officials Meeting on Energy Cooperation

SOME : Senior Officials Meeting on Energy

SOMHD : Senior Officials Meeting on Health Development

SOMRDPE : Senior Officials Meeting on Rural Development and Poverty Eradication

SOMSWD : Senior Officials Meeting on Social Welfare and Development

SOMY : Senior Officials Meeting on Youth

SPS : Sanitary and Phytosanitary

SRFA : Sub - Regional Fire Fighting Arrangements

STABEX : Stabilization of Export

STOM : Senior Transport Officials Meeting

STO-MTN : Senior Trade Officials on Multilateral Trading Negotiations

TAC : Treaty of Amity and Co-operation

TAGP : Trans-ASEAN Gas Pipeline

TCPHC : Training Centre for Primary Health Care

TELs : Temporary Exclusion Lists

TELSOM : Telecommunication Senior Officials Meeting

���

TIPP : Trade and Investment Promotion Programme

TNC : Trade Negotiation Committee

TPNG : Trade Preference Negotiating Group (COTT)

TWG : Timber Working Group

TWG : Technical Working Group

UAP : Unprocessed Agriculture Product

UN : United Nations

UNCED : United Nations Conference on Environment and Development

UNDCP : United Nations Drug Control Programme

UNDP : United Nations Development Program

UNFPA : United Nations Fund for Population Activities

UNINET : University Networking

VAC : Visit ASEAN Campaign

VADP : Veterinary Administration Development Programme

VAP : Vientiane Action Programme

VAY : Visit ASEAN Year

WCO : World Customs Organisation

WGEFMMP : Working Group on Environment-Friendly Mining and Mineral Processing

WGFAF : Working Group on Food, Agriculture and Forestry

WGIC : Working Group on Industrial Cooperation

WGMD : Working Group on Mineral Data Base

WGTIM : Working Group on Trade and Investment in Minerals

WGTM : Working Group on Training in Mineral

���

WTO : World Trade Organization

ZOPFAN : Zone of Peace, Freedom and Neutrality

WG-FTRD : Working Group on Food Technology Research and Development Projects

WGMST : Working Group on Material Science and Technology

WG-NCGR : Working Group on Non-Conventional Research Project

���

TIM PENYUSUNBUKU “ASEAN SELAYANG PANDANG 2010”

EDISI KE-19

PELINDUNG : Djauhari Oratmangun Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN

PENASEHAT : 1. Foster Gultom Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN 2. Irmawan Emir Wisnandar Direktur Kerja Sama Fungsional ASEAN 3. Ade Padmo Sarwono Direktur Politik-Keamanan ASEAN 4. Jose Tavares Direktur Mitra Wicara dan Antar Kawasan

KETUA : Edi Yusuf Plt. Sekretaris Ditjen Kerja Sama ASEAN

KOORDINATOR : Adek Triana Yudhaswari

ANGGOTA : Wisnu Edi Pratignyo, Heru Subolo, Andi D. Yudyachandra, Arif Suyoko, Andri Jufri Said, Nur Rokhmah Hidayah, R. Dhany Rachmat Mulia, Anggi Sazika Jenie, Mustika Hanum Widodo, Mia Rachelia, John R. Purba

PENYELIA BAHASA : Dr. Fairul Zabadi Kasubid Pembakuan dan Kodifikasi Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan

Nasional

PEMBANTU UMUM : Sutarman, Kasirun, Susilo, Umar, Tb. Ramadhan, Tuwuh Ismail, Ishak

Iskandar