budaya sunda

25
5/10/2018 BUDAYASUNDA-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 1/25 2. Daya lentur Islam (fleksibilitas) ajaran Islam sebagai wujud modifikasi nilai-nilai universal, dengan demikian ajaran Islam dapat melebur dengan berbagai bentuk dan jenis situasi di masyarakat. Kelenturan ajaran Islam sebagai jaminan sosial gerakan kultural diteruskan oleh  para da’i dengan mendirikan madrasah, langgar/masjid dan pesantren. Agama Islam begitu mudah diterima oleh urang Sunda. karena karakter agama Islam tidak jauh berbeda dengan karakter budaya Sunda yang ada pada waktu itu. Sedikitnya ada dua hal yang menyebabkan agama Islam mudah dipeluk oleh urang Sunda. Yang pertama, ajaran Islam itu sendiri yang sederhana dan mudah diterima oleh kebudayaan Sunda yang juga sederhana. Ajaran tentang akidah, ibadah terutama akhlak dari agama Islam sangat sesuai dengan jiwa urang Sunda yang dinamis. Yang kedua, kebudayaan asal yang menjadi “bungkus” agama Islam adalah kebudayaan timur yang tidak asing bagi urang Sunda. Oleh karena itu, ketika urang Sunda membentuk jati dirinya berbarengan dengan proses Islamisasi, maka agama Islam merupakan bagian dari kebudayaan Sunda yang terwujud secara tidak sadar menjadi identitas kesundaan mereka. Sisingaan atau Gotong Singa (sebutan lainnya Odong-odong) merupakan salah satu jenis seni pertunjukan rakyat Jawa Barat, khas Subang (di samping seni lainnya seperti Bajidoran dan Genjring Bonyok) berupa keterampilan memainkan tandu berisi boneka singa (Sundasisingaan, singa tiruan) berpenunggang. Sejarah & perkembangan Terdapat beberapa keterangan tentang asal usul Sisingaan ini, di antaranya bahwa Sisingaan memiliki hubungan dengan bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajah lewat binatang Singa kembar (Singa kembar lambang penjajah Belanda), yang pada waktu itu hanya punya sisa waktu luang dua hari dalam seminggu. Keterangan lain dikaitkan dengan semangat menampilkan jenis kesenian di Anjungan Jawa Barat sekitar tahun 70-an, ketika Bupati Subang dipegang oleh Pak Acu. Pada waktu itu RAF (Rachmatulah Ading Affandi) yang juga tengah berdinas di Subang, karena ia dikenal sebagai seniman dan budayawan dimintakan kitanya. Dalam prosesnya itu, akhirnya ditampilkanlah Gotong Singa atau Sisingaan yang dalam bentuknya masih sederhana, termasuk musik pengiringnya dan kostum penari pengusung Sisingaan. Ternyata sambutannya sangat luar biasa, sejak itu Sisingaan menjadi dikenal masyarakat. Dalam perkembangan bentuknya Sisingaan, dari bentuk Singa Kembar yang sederhana, semakin lama disempurnakan, baik bahan maupun rupanya, semakin gagah dan menarik. Demikian juga para pengusung Sisingaan, kostumnya semakin dibuat glamour dengan warna-warna kontras dan menyolok.. Demikian pula dengan penataan gerak tarinya dari hari ke hari semakin ditata dan disempurnakan. Juga musik pengiringnya, sudah ditambahkan dengan berbagai perkusi lain, seperti bedug, genjring dll. Begitu juga dengan lagu-lagunya, lagu-lagu dangdut popular sekarang menjadi dominan. Dalam beberapa festival Helaran Sisingaan selalu menjadi unggulan, masyarakat semakin menyukainya, karena itu perkembangannya sangat pesat.

Upload: dudyarif

Post on 09-Jul-2015

796 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 1/25

2. Daya lentur Islam (fleksibilitas) ajaran Islam sebagai wujud modifikasi nilai-nilai universal,

dengan demikian ajaran Islam dapat melebur dengan berbagai bentuk dan jenis situasi dimasyarakat. Kelenturan ajaran Islam sebagai jaminan sosial gerakan kultural diteruskan oleh

 para da’i dengan mendirikan madrasah, langgar/masjid dan pesantren. 

Agama Islam begitu mudah diterima oleh urang Sunda. karena karakter agama Islam tidak jauhberbeda dengan karakter budaya Sunda yang ada pada waktu itu. Sedikitnya ada dua hal yang

menyebabkan agama Islam mudah dipeluk oleh urang Sunda. Yang pertama, ajaran Islam itusendiri yang sederhana dan mudah diterima oleh kebudayaan Sunda yang juga sederhana. Ajaran

tentang akidah, ibadah terutama akhlak dari agama Islam sangat sesuai dengan jiwa urang Sunda

yang dinamis. Yang kedua, kebudayaan asal yang menjadi “bungkus” agama Islam adalahkebudayaan timur yang tidak asing bagi urang Sunda. Oleh karena itu, ketika urang Sunda

membentuk jati dirinya berbarengan dengan proses Islamisasi, maka agama Islam merupakan

bagian dari kebudayaan Sunda yang terwujud secara tidak sadar menjadi identitas kesundaan

mereka.

Sisingaan atau Gotong Singa (sebutan lainnya Odong-odong) merupakan salah satu jenis seni

pertunjukan rakyat Jawa Barat, khas Subang (di samping seni lainnya seperti Bajidoran dan

Genjring Bonyok ) berupa keterampilan memainkan tandu berisi boneka singa (Sunda: sisingaan,singa tiruan) berpenunggang.

Sejarah & perkembangan

Terdapat beberapa keterangan tentang asal usul Sisingaan ini, di antaranya bahwa Sisingaan

memiliki hubungan dengan bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajah lewat binatang Singa

kembar (Singa kembar lambang penjajah Belanda), yang pada waktu itu hanya punya sisa waktuluang dua hari dalam seminggu. Keterangan lain dikaitkan dengan semangat menampilkan jenis

kesenian di Anjungan Jawa Barat sekitar tahun 70-an, ketika Bupati Subang dipegang oleh Pak 

Acu. Pada waktu itu RAF (Rachmatulah Ading Affandi) yang juga tengah berdinas di Subang,karena ia dikenal sebagai seniman dan budayawan dimintakan kitanya. Dalam prosesnya itu,

akhirnya ditampilkanlah Gotong Singa atau Sisingaan yang dalam bentuknya masih sederhana,

termasuk musik pengiringnya dan kostum penari pengusung Sisingaan. Ternyata sambutannyasangat luar biasa, sejak itu Sisingaan menjadi dikenal masyarakat.

Dalam perkembangan bentuknya Sisingaan, dari bentuk Singa Kembar yang sederhana, semakin

lama disempurnakan, baik bahan maupun rupanya, semakin gagah dan menarik. Demikian juga

para pengusung Sisingaan, kostumnya semakin dibuat glamour dengan warna-warna kontras danmenyolok.. Demikian pula dengan penataan gerak tarinya dari hari ke hari semakin ditata dan

disempurnakan. Juga musik pengiringnya, sudah ditambahkan dengan berbagai perkusi lain,seperti bedug, genjring dll. Begitu juga dengan lagu-lagunya, lagu-lagu dangdut popular

sekarang menjadi dominan. Dalam beberapa festival Helaran Sisingaan selalu menjadi unggulan,

masyarakat semakin menyukainya, karena itu perkembangannya sangat pesat.

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 2/25

Dewasa ini, di Subang saja diperkirakan ada 200 grup Sisingaan yang tersebar di setiap desa,

oleh karena itu Festival Sisingaan Kabupaten Subang yang diselenggarakan setiap tahunnya,merupakan jawaban konkrit dari antusiasme masyarakat Subang. Karena bagi pemenang, diberi

peluang mengisi acara di tingkat regional, nasional, bahkan internasional. Penyebaran Sisingaan

sangat cepat, dibeberapa daerah di luar Subang, seperti Sumedang, Kabupaten Bandung,

Purwakarta, dll, Sisingaan menjadi salah satu jenis pertunjukan rakyat yang disukai, terutamadalam acara-acara khitanan dan perkawinan. Sebagai seni helaran yang unggul, Sisingaan

dikemas sedemikian rupa dengan penambahan pelbagai atraksi, misalnya yang paling menonjol

adalah Jajangkungan dengan tampilan manusia-manusia yang tinggi menjangkau langit, sekitar3-4 meter, serta ditambahkan dengan bunyibunyian petasan yang dipasang dalam bentuk sebuah

senapan.

Dalam rangka menumbuhkembangkan seni sisingaan khas kabupaten subang, sanggar seni

ninaproduction berupaya untuk melakukan regerasi melaui pembinaan tari anak-anak usia 7

tahun sampai remaja, termasuk tari sisingaan. Nina production beralamat di Jalan Patinggi no 78Desa buni hayu Jalancagak Subang, sampai saa ini Sanggar Nina Production telah di liput oleh

trans 7 dalam acara wara wiri, Daai TV dan sekarang tangggal 2 Mei 2010 akan diliput olehANTV dalam acara anak pemberani.

[sunting] Pertunjukan

Pertunjukan Sisingaan pada dasarnya dimulai dengan tetabuhan musik yang dinamis. Lalu diikutioleh permainan Sisingaan oleh penari pengusung sisingaan, lewat gerak antara lain:

Pasang/Kuda-kuda, Bangkaret, Masang/Ancang-ancang, Gugulingan, Sepakan dua, Langkah

mundur, Kael, Mincid, Ewag, Jeblag, Putar taktak, Gendong Singa, Nanggeuy Singa, Angkat

 jungjung, Ngolecer,Lambang, Pasagi Tilu, Melak cau, Nincak rancatan, dan Kakapalan. Sebagaiseni Helaran, Sisingaan bergerak terus mengelilingi kampung, desa, atau jalanan kota. Sampai

akhirnya kembali ke tempat semula. Di dalam perkembangannya, musik pengiring lebih dinamis,dan melahirkan musik Genjring Bonyok dan juga Tardug.

[sunting] Penyajian

Pola penyajian Sisingaan meliputi:

1.  Tatalu (tetabuhan, arang-arang bubuka) atau keringan2.  Kidung atau kembang gadung

3.  Sajian Ibingan di antaranya solor, gondang, ewang (kangsreng), catrik, kosong-kosong

dan lain-lain

4.  Atraksi atau demo, biasanya disebut atraksi kamonesan dalam pertunjukan Sisingaanyang awalnya terinspirasi oleh atraksi Adem Ayem (genjring akrobat) dan Liong

(barongsay) 

5.  Penutup dengan musik keringan.

[sunting] Musik pengiring

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 3/25

Musik pengiring Sisingaan pada awalnya cukup sederhana, antara lain: Kendang Indung (2

buah), Kulanter, Bonang (ketuk), Tarompet, Goong, Kempul, Kecrek. Karena Helaran,memainkannya sambil berdiri, digotong dan diikatkan ke tubuh. Dalam perkembangannya

sekarang memakai juru kawih dengan lagu-lagu (baik vokal maupun intrumental), antara lain:

Lagu Keringan, Lagu Kidung, Lagu Titipatipa, Lagu Gondang,Lagu Kasreng, Lagu Selingan

(Siyur, Tepang Sono, Awet rajet, Serat Salira, Madu dan Racun, Pria Idaman, Goyang Dombret,Warudoyong dll), Lagu Gurudugan, Lagu Mapay Roko atau Mars-an (sebagai lagu penutup).

Lagu lagu dalam Sisingaan tersebut diambil dari lagu-lagu kesenian Ketuk Tilu, Doger dan

Kliningan.

[sunting] Pemaknaan

Ada beberapa makna yang terkandung dalam seni pertunjukan Sisingaan, diantaranya:

  Makna sosial, masyarakat Subang percaya bahwa jiwa kesenian rakyat sangat berperandalam diri mereka, seperti egalitarian, spontanitas, dan rasa memiliki dari setiap jenis seni

rakyat yang muncul.  Makna teatrikal, dilihat dari penampilannya Sisingaan dewasa ini tak diragukan lagi

sangat teatrikal, apalagi setelah ditmabhakn berbagai variasi, seperti jajangkungan danlain-lain.

  Makna komersial, karena Sisingaan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka, maka

antusiasme munculnya sejumlah puluhan bahkan ratusan kelompok Sisingaan dariberbagai desa untuk ikut festival, menunjukan peluang ini, karena si pemenang akan

mendapatkan peluang bisnis yang menggiurkan, sama halnya seperti seni bajidoran.

  Makna universal, dalam setiap etnik dan bangsa seringkali dipunyai pemujaan terhadap

binatang Singa (terutama Eropa dan Afrika), meskipun di Jawa Barat tidak terdapathabitat binatang Singa, namun dengan konsep kerkayatan, dapat saja Singa muncul bukan

dihabitatnya, dan diterima sebagai miliknya, terbukti pada Sisingaan.  Makna Spiritual, dipercaya oleh masyarakat lingkungannya untuk keselamatan/ 

(salametan) atau syukuran.

Sumber rujukan

  Ganjar Kurnia. 2003. Deskripsi kesenian Jawa Barat . Dinas Kebudayaan & Pariwisata

Jawa Barat, Bandung.

Pengaruh Islam Terhadap Budaya Sunda; Beberapa

Catatan Perbandingan dan Pencerahan  

Aug 20, '08

9:23 AMuntuk 

Kategori: Lainnya

Gaya Lainnya

Pertimbangan Khusus: Anak-anak

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 4/25

Layanan Rawayan's

Deskripsi: Oleh H. WAHYU WIBISANA

SEMINAR Pengaruh Islam terhadap Budaya Jawa diselenggarakan pada 31 Oktober 2000 diJakarta. Presiden Abdurrahman Wahid pada kata sambutannya, secara selintas, mengatakan

bahwa seminar ini perlu juga didengar oleh orang Sunda. Beliau pun memberi tahu para peserta

seminar bahwa PB Paguyuban Pasundan sengaja diundangnya untuk tujuan itu. Ucapan presidentersebut dapat ditafsirkan macam-macam.

Pertama, pengaruh Islam tidak hanya terdapat dalam budaya Jawa, namun juga jelas terlihat padabudaya Sunda; dan karena itu, bila pada seminar ternyata lebih banyak membicarakan partisipasi

Jawa, dipandang perlu untuk melengkapinya dengan bahasan-bahasan yang berisi pengaruh

Islam terhadap budaya Sunda, mengingat kedua etnis itu berada dalam satu pulau akan tetapi

masing-masing mempunyai kebuyaannya sendiri.

Kedua, mungkin sebaliknya dari yang pertama adalah anggapan bahwa dengan mencermati isi

makalah-makalah pada seminar itu akan makin jelas bagaimana pengaruh Islam itu terhadapbudaya Sunda, karena Jawa dan Sunda itu sudah berhubungan dalam tempo yang amat panjang

dan menunjukkan pula bagaimana besar pengaruh budaya Jawa terhadap budaya Sunda. Saya

sendiri lebih cenderung menafsirkan seperti yang dikemukakan pada kemungkinan pertama,walaupun tidak menafikan kenyataan seperti yang dikemukakan pada kemungkinan kedua.

Pengaruh bahasa dan budaya Jawa terhadap bahasa dan budaya Sunda memang amat besar,

sehingga Ayatrohaedi (198 mempunyai dugaan bahwa bahasa Jawa Kuno di Tatar Sunda dahulu

banyak digunakan untuk membahas hal-hal yang berhubungan dengan agama (Hindu/Budha).Bahkan menurut Krom (1931), dalam aspek kultural Sunda itu mencontoh Jawa, walaupun

kerajaan-kerajaan di Tatar Sunda dahulu mempunyai kedaulatan penuh. Kedua pendapat itubenar, karena disertai banyak bukti tertulis sebagai hasil penelitian diakronis.

Akan tetapi, bila kenyataannya sekarang jelas mempunyai budaya tersendiri yang berbeda

dengan budaya Jawa, maka dapatlah disimpulkan bahwa ternyata etnis Sunda itu dapat

mempertahankan eksistensi budayanya betapapun pengaruh dari luar amat besar dan kuat. Halini ada hubungannya dengan unsur-unsur budaya yang bersifat stabil dan lokal genius yang dapat

ditunjukkan secara sinkronis horisontal serta akan lebih baik lagi bila didukung oleh penelitian

dengan pendekatan historis vertikal.

Saya kira, bila kita bermaksud mengadakan seminar yang membahas pengaruh Islam terhadap

budaya Sunda, selain memperhatikan apa-apa yang telah dikemukakan pada Seminar PengaruhIslam terhadap Budaya Jawa, kita pun harus mengidentifikasi kekhasan-kekhasan yang terdapatdalam budaya Sunda dengan, antara lain, memperhatikan segala sesuatunya yang ada dan terjadi

di Tatar Sunda. Dalam hal ini kita pun harus membatasi masalah yang diawali dengan

pendefinisian budaya atau kebudayaan seperti yang telah dikemukakan Zoetmulder padaHistoriografi Indonesia (1955:288):

Manusia, yang hidup di dalam alam serta merupakan bagiannya, sejak lahir sampai mati

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 5/25

berusaha mengungkapkan bentuk kehidupannya. Bersama dengan sesamanya yang tergabung

dalam kesatuan masyarakat yang lebih luas. Dalam proses memberi dan menerima, merekamembentuk cara hidup yang menjadi sifat masyarakat tersebut. Cara hidup demikian inilah yang

kita sebut kebudayaan.

Cara hidup orang Sunda, yang telah menerima Islam sebagai agamanya, tentu saja berbedadengan cara hidup orang Sunda dahulu yang, antara lain, mengacu kepada isi naskah Siksa

kandang Karesian (1518), sebuah naskah yang (menurut berita yang sampai kepada saya) telah

ditelaah oleh para mahasiswa IAIN Sunan Gunung Djati, untuk mengetahui adeg-adeg orangSunda dahulu. Cara hidup yang bersendikan ajaran atau akidah sebuah agama dapat diobservasi

dan ditelusuri proses kesejarahnnya yang pada akhirnya sampai pada kesimpulan seperti

dikemukakan Christoper Dawson (194 yang dicuplik Zoetmulder (1955:289):

Agama adalah kunci sejarah. Kita tidak dapat memahami bentuk dalam suatu masyarakat jika

kita tidak memahami agama(nya)… Dalam semua zaman, hasil karya kreatif pertama dari suatu

kebudayaan muncul dari inspirasi agama dan diabadikan pada tujuan-tujuan keagamaan.

Pengaruh agama Islam terhadap budaya Jawa telah banyak ditelaah, antara lain oleh beberapa

pemakalah pada Seminar di Jakarta 31 Oktober 2000 yang beberapa di antaranya sejalan denganpendapat Dawson tersebut. Di bawah ini saya berusaha memaparkan hasil penyerapan saya

terhadap beberapa makalah pada seminar tadi, akan tetapi bukan berupa ringkasan melainkan

berupa catatan tentang perbedaan atau variabel dalam budaya Jawa dan Sunda dalam halmenerima pengaruh Islam.

Catatan Pertama

HASIL penelitian Clifford Geertz (1960), yang menunjukkan adanya lapisan sosial masyarakatJawa, tampaknya masih menjadi perhatian beberapa pemakalah pada Seminar Sehari Pengaruh

Islam terhadap Budaya Jawa. Dipertanyakan kapan munculnya istilah abangan, karena pada awalabad ke-19 istilah itu tidak ada. Istilah itu ada saat itu adalah kaum dan santri. Istilah abangan

dan putihan baru muncul pada pertengahan abad ke-19 yang diumumkan oleh para pengamatsosial bangsa Belanda.

Keterangan di atas dapat dibandingkan dengan struktur sosial di Tatar Sunda. Setidaknya sampaidengan awal ke-20, di masyarakat kota ada yang disebut dengan menak (bangsawan atau priyayi

menurut istilah Clifford Geertz), urang kaum (lingkungan mesjid), dan urang pasar (para

pedagang atau saudagar), di samping sonah (rakyat kebanyakan). Sementara itu di setiappesantren terdapat ajengan (kyai) dan santri, sama seperti di Jawa.

Urang kaum di tingkat ibu kota kabupaten dipimpin oleh penghulu besar atau penghulu, ditingkat kewedanaan dan kecamatan oleh naib, sedangkan di tingkat desa oleh lebe. Tampaknyaurang kaum di tingkat kabupaten itu mempunyai hubungan baik dengan para ajengan, seperti

Penghulu Besar Hasan Mustapa (1900) dengan Kyai Kurdi di Singaparna dan Ajengan

Bangkonol di daerah Bandung.

Catatan Kedua

PERANAN kepala pemerintahan dalam kehidupan dan perkembangan agama Islam di Jawa

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 6/25

 jelas-jelas tercatat dalam sejarah, seperti peranan Sultan Agung yang beralih orientasi kepada

pemuka-pemuka Islam. Pada tahun 1633 Sultan Agung berziarah ke makam Sunan Bayat diTembayat dan pada tahun itu pula kelender Jawa disesuaikan dengan kalender tahun Hijriyah.

Catatan serupa itu ada pula di Tatar Sunda seperti peranan Sunan Gunung Djati yang telah

diuraikan oleh P.S. Sulendraningrat dalam buku Babad Tanah Sunda, Babad Cirebon (tanpaTahun). Peranan dan pengaruh Sunan Gunung Djati ini terekam pula dalam beberapa cerita

rakyat di wilayah Cirebon, sama seperti peranan Sultan Hasanuddin di Provinsi Banten. Agaknya

peranan pangagung lainnya setelah itu belum banyak dibahas dan diteliti seperti Pangeran santridi Sumedang atau Dalem Haji (R.A.A. Wiranatakusumah V) di Bandung.

Memang, menurut sejarah yang dipercayai sampai saat ini, orang Sunda menerima Islam lebihkemudian daripada orang Jawa, yakni setelah Cirebon dan Banten mendapat pengaruh dari

Demak. Setelah itu, kecuali Cirebon dan banten, di derah lainnya di Tatar Sunda tidak terdapat

pangagung-pangagung yang dapat dibandingkan dengan sultan-sultan di Jawa, karena semuanya

hanya setingkat bupati. Bahkan adakalanya hubungan menak dengan urang kaum kurang akrab,

walaupun nama Kanjeng Dalem selalu di sebut pada khutbah Jum’at di mesjid agung sampaiakhir masa penjajahan Belanda (1942). Bila memang demikian, tokoh-tokoh berpengaruh

lainnya dapat dikedepankan seperti Syeikh Qura di Karawang (abad ke-15), Arif Muhammad diCangkuang Garut (abad ?), dsb. Sehingga peranannya dapat diungkapkan seperti Syeikh Abdul

Muhyi di Tasikmalaya (abad ke-17), dan Syeikh Nawawi di Banten (abad ke-19).

Catatan Ketiga

BERBAGAI kepercayaan orang Jawa yang terungkap dalam upacara adat dikemukakan pada

beberapa makalah. Hal ini sama dengan yang ada di masyarakat Sunda masa lalu seperti

dikemukakan oleh Hasan Mustapa pada buku Bab Adat Oerang Priangan djeung Oerang SoendaLian ti Eta (1913). Demikian pula cerita wayang yang berasal dari India dan mengandung ajaran

agama Hindu, berkat usaha para wali telah diberi nuansa Islami sehingga dapat diterima olehmasyarakat yang beragama Islam (Lihat K.H. Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-Orang dari

Pesantren, 1977).

Agaknya, penjelasan-penjelasan dari beberapa makalah mengenai kedua hal itu yang pada

dasarnya menggambarkan adanya garis kelanjutan dari zaman pra-Islam masih tampak sampaisaat ini, baik di Jawa maupun di Sunda. Adapun yang harus ditelaah dan sekaligus dijadikan

ancar-ancar adalah batas toleransi, bila kenyataan itu dihubungkan dengan syari’at Islam dalam

budaya Sunda masa lalu dan dewasa ini.

Garis kelanjutan masa lalu tidak menunjuk pada suatu titik yang terpusat pada tokoh-tokoh raja

pra-Islam yang masih hidup dalam kenangan orang Jawa, seperti Hayam Wuruk. Mungkinkarena raja ini tidak ada hubungannya dengan Islam, sehingga tidak diungkapkan pada semuamakalah. Lain halnya dengan orang Sunda yang selalu mengenang kebesaran Kerajaan Pajajaran

dengan rajanya (menurut tuturan cerita pantun) Prabu Siliwangi. Dalam hubungan dengan Islam,

raja ini telah diceritarakyatkan menjadi dua versi, yakni versi kaleran (termasuk Cirebon) danversi Priangan.

Pada versi kaleran, Prabu Siliwangi itu akhirnya Prabu Siliwangi itu akhirnya menganut agama

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 7/25

Islam, karena mempersunting santri peremuan yang dididik oleh Syeikh Quro, bernama Nyi

Subanglarang. Dari pernikahannya ini lahir Pangeran Walangsungsang dan Nyi Rara Santangyang kedua-duanya berhubungan dengan sejarah Cirebon (diceritakan bahwa Syarif Hidayatullah

itu putera Rara Santang dari pernikahannya dengan seorang bangsawan Mesir). Versi ini

menggambarkan keberterimaan Prabu Siliwangi terhadap Islam.

Berbeda dengan versi Priangan yang menggambarkan ketidakberterimaan Prabu Siliwangi

terhadap Islam seperti terungkap dalam cerita, Kian Santang mengejar dan memaksa Prabu

Siliwangi agar mau menganut agama Islam, Ketidakberterimaan sebagian masyarakat Sundaterhadap Islam yang dilambangkan dengan tokoh Siliwangi menurut versi ini agaknya sejalan

dengan adanya umpatan pejajaran di Jakarta dan anjing galuh di Priangan (minus Ciamis).

Lepas dari kedua versi tersebut, nama Siliwangi tetap hidup dalam sanubari orang Sunda seperti

tersirat pada seni sastra dan seni karawitan Sunda. Hal ini menjadi menarik bila dihubungkan

dengan pendapat yang menyatakan bahwa junjunan orang Sunda sampai saat ini sebenarnya ada

dua, yakni Nabi Muhammad (bila mereka menempatkan diri sebagai umat Islam) dan Prabu

Siliwangi (bila mereka sedang menyadari kesundaannya). Akan lebih menarik lagi bila hal itudihubungkan pula dengan anggapan yang menyatakan bahwa Sunda itu identik dengan Islam,

karena sampai saat ini dirasakan janggal bila asa orang Sunda yang tidak beragama Islam.

Catatan Keempat

PADA beberapa makalah digambarkan bahwa keberterimaan orang Jawa terhadap agama Islamlebih meningkat manakala disertai unsur sufinya. Digambarkan bahwa budaya kejawen yang

berpusat di keraton-keraton amat berkesuaian dengan Islam sufi.

Kemudian dikemukakan tokoh-tokoh tasawuf yang amat berperan dalam mengembangkanbudaya Jawa, seperti Sunan Kalijaga dengan konsep pancamaya atau sangkan paran dumadi dan

ilmu kesempurnaan atau insan kamil yang bermuara pada konsep ajaran munggaling kawulagusti.

Sufisme atau tasawuf seperti itu banyak mempengaruhi alam pikiran orang Jawa dan melahirkan

banyak karya sastra seperti Sastra Gending (Sultan Agung), Wulangreh (Paku Buwono IV), dan

Wirid Djati (Rangga Warista). Salah seorang tokoh yang juga ditonjolkan pada makalah iniAbdul Muhyi Pamijahan dengan ajaran yang disebut Martabat Alam Tujuh.

Yang menarik adalah kesimpulan yang menyatakan bahwa karya-karya sastra dalam kepustakaanIslam kejawen tersebut sejalan dengan tradisi Jawa dengan unsur keIslaman. Sebutan “Islam

Kejawen” yang jelas-jelas menunjuk nama agama (Islam) ternyata masuk juga ke dalam budaya

Sunda. Agama Jawa Sunda yang diumumkan oleh Madrais (1925) atau Paham Perjalanan dalamAgama Kuring yang dikembangkan oleh Mei Kartawinata (1935) patut diduga sedikit banyak berbandingan dengan lahirnya Kejawen. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut untuk mendapat

kejelasan dalam rangka melengkapi keterangan tentang pengaruh Islam (melalui Islam yang

telah dijawakan) ke dalam budaya (sekali lagi: budaya) Sunda.

Catatan Kelima

AGAMA Hindu amat berpengaruh terhadap kebudayaan Jawa. Berbeda dengan di Sunda, karena

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 8/25

naskah Siksa Kandang Karesian atau naskah-naskah Sunda Kuno lain tidak secara keseluruhan

berisi ajaran Hinduisme. Ada paparan pada sebuah makalah yang menjelaskan bahwa Hinduismemengakar dalam budaya Jawa sehingga pada gilirannya menjadi penyangga kebudayaan priyayi

kejawen. Sementara itu, Hinduisme hanya menyentuh sedikit saja pada budaya petani pedesaan,

karena pihak ini amat dipengaruhi oleh budaya animisme dan dinamisme.

Kita dapat saja memperkirakan bahwa keadaan seperti itu terjadi pula di Sunda, terutama yang

menyangkut budaya petani pedesaan. Adapula yang menyangkut budaya priyayi, mungkin kita

dapat mengajukan hipotesis bahwa budaya priyayi Sunda bukan dibentuk langsung oleh

Hinduisme, melainkan merupakan “cangkokan” dari priyayi Jawa. Diperkirakan hal ini terjadipada masa pengaruh Mataram di Priangan yang berlangsung pada abad ke-17 dan berlanjut

sampai dengan pertengahan abad ke-19.

Perhatian dan kegemaran para menak Sunda pada kesenian substil yang lazim di Jawa disebut

“seni keraton”, dalam bentuk lain terdapat juga di Sunda, seperti tembang Sunda lagam

Cianjuran yang dikembangkan oleh R.A.A. Kusumaningrat, Bupati Cianjur (1834-1862). Hal ini

tidak berkaitan dengan keagamaan, melainkan berhubungan dengan bagian akhir pada catatanketiga. Walaupun demikian, dapat pula dihubungkan dengan budaya Islam bila kita menerima

anggapan sementara orang yang menyatakan bahwa teknik vokal tembang Sunda Cianjuran ituada hubungannya dengan teknik vokal dalam pelantunan ayat suci al-Qur’an. 

Wallahu a’lam bishshawab.*** 

Sumber: Makalah pada Forum Diskusi Reguler Dosen Fakultas Adab, IAIN Sunan Gunung Djati

Bandung, 01 Pebruari 2001.

Dicpoas dari Sumber : Pustaka Islam Sunda

http://sundaislam.wordpress.com  Ditulis pada Jumat, 11 Januari 2008. oleh Ki Santri

Relasi antara Budaya Islam dan Budaya Sunda

Relasi antara Budaya Islam dan Budaya SundaOleh ENUNG SUDRAJAT

Meuncit meri dina rakit

Boboko wadah bakatul

Lain nyeri ku panyakitKabogoh direbut batur

SEBAGAI bagian dari kreativitas orang Sunda, paparikan di atas termasuk jeprut, kalau dilihat

secara bahasa. Tapi dalam pandangan axiologis paparikan tersebut terasa fenomena ekologis

terlihat pada hubungan kata meri, rakit dan boboko, makna ekologis yang berdimensiantropologis bisa ditelurusi jika meri dinisbahkan kepada hewan Ovivar yang hidup di daerah

basah (Lendo). Rakit dan boboko mempunyai bahan yang sama yaitu bambu (biasanya hidup

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 9/25

pada ketinggian 100-500 dpl, daerah ini biasanya berada di antara gunung (bukit) dan

penampung air (susukan). Bakatul sebagai bagian dari penggilingan padi setelah dipilih (diayak)dinisbahkan bahwa dalam proses tersebut terdapat proses yang sinergis antara unsur tektur tanah,

air, perilaku manusianya.

Kebudayaan jika ditafsirkan sebagai hasil kreativitas manusia (perilaku manusia) ketikaberinteraksi dengan lingkungan, menghasilkan simbol-simbol, mempunyai wujud (material) juga

nilai. Sebagai suatu simbol dari kreativitas manusia, rakit, meri dan boboko selalu berhubungandengan air dan tanah basah dan bukit. Jika suku Sunda/Priangan menurut Yakob Sumarjo terbagi

antara Sunda Gunung dan Sunda Air, maka paparikan di atas kemungkinan dibuat di daerah

Sunda Air (Priangan). Dengan demikian maka hasil kreativitas tersebut berwujud useup, ayakan,dan boboko sebagai alat untuk memudahkan kerja dalam kehidupan.

Secara antropologis fenomena paparikan di atas mempunyai makna bahwa orang Sunda Air,

menurut Yakob Sumarjo, mempunyai semangat egaliter. Semangat egaliter pada masyarakatSunda Air dibuktikan dengan jenis pekerjaan seperti bertani, berdagang bahkan pada kasus

mikung sering terjadi proses imitasi dan adopsi yang dilakukan warga masyarakat dalam konteksperkembangan ekonomi sehingga kemudian kadang-kadang terjadi diferensiasi sangat cepat.

Diferensiasi pada masyarakat Sunda walaupun berjalan cepat, tidak sampai mengganggu sistem

kekerabatan (patron klien). Model sistem ini masih terjadi pada masyarakat desa seperti padasistem pengolahan tanah yang sering disebut maro/nengah. Model ini sebagai upaya pembagian

kesejahteraan kepada kerabat yang memiliki tingkat kesejahteraan rendah, di mana pembagian

hasil padi dibagikan pada saat panen tiba dan tidak berbentuk imbalan uang.

Islami versus Islamisne dan Arabisme

ISLAM sebagai dien sering diidentikkan dengan agama (religion). Secara filosofis pandangantersebut sering bias yang berkonotasi Islamisme Arabisme Islam sebagai Tuntutan Hidup yang

bersumberkan wahyu Tuhan yang bersifat absolut (The Revelation Theory). Kebenaran tersebutditerima manusia melalui perantara Nabi (manusia) pilihan.

Sebagai tuntutan hidup manusia, wahyu disampaikan Nabi dan Rosul di samping berdimensi

meta empiris juga empiris yang sering menggunakan idiom lokal. Idiom-idiom tersebut

kemudian direkam oleh para sahabat. Ketika para sahabat menyampaikan hal tersebut kepada

umat, maka dimensi meta empiris tersebut menjadi empiris dan rasional, karena sudah termasuk pada pemikiran wahyu. Pemikiran tentang wahyu kemudian menjadi tidak absolut lagi. Karena

tidak absolut, maka pemikiran sahabat tersebut tidak tunggal. Ketidak tunggalan pemikiran ini

kemudian menjadi khasanah akal sehingga menjadi rahmat jika tidak dihinggapi napsu.

Islam sebagai agama di dalamnya ada yang bersifat empiris dan meta empiris, rasional intuitif 

bahkan objektif partisifatif. Ketiga dimensi tersebut berkembang dalam wacana yang ideal

sehingga kemudian pemikiran tentang wahyu menjadi beranekaragam. Keanekaragaman inilahkemudian berjalan terus sehingga laksana ayunan bandul jam sehingga kemudian Islam tidak 

hanya berdimensi agama (religion) tapi civilization (peradaban).

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 10/25

Peradaban (civilization) dalam pengertian Raucek dan Warren merupakan tingkatan

perkembangan kompleksitas kebudayaan yang dicapai suatu masyarakat. Kompleksitas tersebutkemudian melembaga dalam komunikasi lisan dan tulisan yang memungkinkan berakumulasi ke

tingkat yang lebih besar dan meluas.

Kompleksitas Islam berkembang terus, sehingga ketika ayunan bandul tersebut sampai kedaratan di luar Arab dan bersinergi dengan budaya lokal terjadilah islamisasi yang berbeda

dengan Arabisme dan Islamisme. Arabisme dan Islamisme muncul ke permukaan setelah Islambersinerggi dengan budaya lokal di luar jazirah Arab termasuk Eropa (Barat). Arabisme muncul

melalui kebencian orang kristen di Cordoba ketika mereka melihat orang Cordoba yang Kristen

menggunakan simbol-simbol Arab karena keterkaitannya terhadap sastra Arab, mengadopsiperilaku Arab tanpa mereka masuk Islam.

Islamisme merupakan perwujudan pembaharuan pemikiran politik Islam dalam usaha

mempersatukan umat Islam di seluruh dunia Islam. Paham ini kemudian mendapatkan kerangkaideologis dan teologis dari Muh. Abduh sebagai murid Al-Afghani. Islamisme sebagai kerangka

politik untuk kasus Indonesia muncul setelah datangnya Belanda ke Indonesia. KedatanganBelanda ke Indonesia ternyata tidak semata-mata ekonomis, tapi cenderung politis dan ideologisdan ini dibuktikan dengan adanya misionaris dan zending, bahkan dengan datangnya Snevlitt dan

ISDVnya. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ketika Kristen datang dan bersinergi

dengan budaya lokal tidak muncul jargon Eropanisme dan Kristenisme?

Islamisme sebagai pengejawantahan dari warisan modernisme klasik, mendapat angin yang

subur tatkala perang kemerdekaan, di mana pada saat itu konflik ideologi berkembang setelahmunculnya Marxisme dan Sosialisme di Indonesia. Syarikat Islam (SI) saat itu terpecah menjadi

SI Merah dan SI Putih. SI Putih kemudian menjadi Partai Syarikat Islam (PSI) dan SI Merah

menjadi Syarikat Rakyat. Dengan fahamnya itu kemudian komunis berhasil melakukan

pemberontakan di Banten pada tahun 1926 dan Minangkabau pada tahun 1927. Konflik ideologisemakin merebak tatkala muncul reorganisasi MIAI menjadi Masyumi. Kegagalan Islam

ideologi dan politik terekam dengan jelas paska proklamasi. Kekecewaan kelompok ideologi

dalam masyarakat disemai tatkala Indonesia sebagai negara baru harus berhadapan denganBelanda sehingga kekalahan di bidang diplomatik pemimpin nasional dimanfaatkan oleh

kelompok ideologi untuk menyatakan ketidaksetiaan ke NKRI. Memasuki Orde Baru kekalahan

Islam Politik terus menukik sehingga kemudian generasi muda mencoba menginterpretasikan

sejarahnya dengan ide pembaharuan yang tersohor dengan jargon “Islam Yes Partai Islam No.” 

Proses Islamisasi Dengan Budaya Lokal (Sunda)

ISLAMISASI sebagai gerakan pembebasan manusia dilakukan secara pelan tapi pasti. Prosesislamisasi ini dilatarbelakangi oleh perubahan yang terjadi di saat serangan ideologis dan politismenajam khasanah Islam di Indonesia. Sebagai konsekuensi logis, sekelompok masyarakat yang

sadar akan keunggulan nilai-nilai kemanusiaan, mundur dalam kancah politik yang bersifat

ideologis. Dengan bantuan ulama, kelompok ini kemudian menyingkir ke daerah-daerah di mana

dominasi Westernisasi agak lemah. Ulama tersebut kemudian melakukan pencerahan di desa-desa melalui proses islamisasi. Proses ini berjalan tanpa bantuan organisasi dakwah yang cukup

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 11/25

memadai untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat luas, tapi semata-mata karena

mengandalkan kemampuan dan ketekunan tenaga da’i, pedagang dan guru sufi.  

Islamisasi terus berkembang sejalan turunnya pamor kerajaan Hindu Jawa Singosari yang kala

itu dipimpin oleh Kertanegara, datangnya ekspansi Kubali Khan pada abad ketiga belas turut

pula mempercepat keruntuhan Sriwijaya.

Diawali dengan islamisasi daerah pantai di Pulau Jawa, islamisasi yang dilakukan pedagang, da’idan guru sufi terus mendapat tempat di hati masyarakat sejalan dengan terjalinnya asimilasi

melalui perkawinan dengan putri-putri setempat bahkan dengan masuknya penguasa raja

Mataram terhadap Islam, proses islamisasi menjadi sangat dominan.

Gerakan islamisasi di Indonesia di sam ping dipengaruhi oleh kekuatan dan keihkhlasan da’i dan

pedagang serta guru sufi, tidak bisa dilupakan oleh konsepsi Islam itu sendiri yakni:

1. Ajaran Islam menekankan prinsip ketauhidan dalam sistem Ketuhanannya yang memberi

tekanan kuat bagi para pemeluknya untuk membebaskan diri dari ikatan-ikatan kekuatan apa punselain Allah SWT.

2. Daya lentur Islam (fleksibilitas) ajaran Islam sebagai wujud modifikasi nilai-nilai universal,

dengan demikian ajaran Islam dapat melebur dengan berbagai bentuk dan jenis situasi di

masyarakat.

3. Islam oleh masyarakat Indonesia dianggap sebagai suatu institusi yang amat dominan untuk 

menghadapi dan melawan Barat yang diwakili oleh kekuasaan Portugis dan Belanda yang

mengobarkan penjajahan dan menyebarkan Kristen.

Dengan ketiga ciri tersebut kemudian Islamisasi terus berkembang apalagi setelah dibantu olehguru sufi (Wali Songo) dengan gaya lentur ajaran Islam untuk meneguhkan tradisi-tradisisetempat terutama dalam masalah mistisisme lama yang mempunyai persamaan dengan

mistisisme Islam. Watak inilah kemudian yang menjadi faktor dominan bagi penyebaran Islam di

daerah Jawa seperti Mataram, Demak, Gresik, Cirebon dan lain sebagainya.

Kelenturan ajaran Islam sebagai jaminan sosial gerakan kultural diteruskan oleh para da’i denganmendirikan madrasah, langgar/masjid dan pesantren. Untuk bahan ilustrasi rasanya perlu kita

hidmati apa yang dirasakan oleh Ahmad Djayadiningrat.

Pengajaran Al-Qur’an itu diberikan secara individual kepada para murid, biasanya mereka

berkumpul di langgar atau di serambi rumah guru, mereka membaca dan melakukan ayat-ayatsuci di hadapan guru satu per satu di bawah bimbingan guru selama 1/4 atau 1/2 jam.

Sebagai seorang anak bupati zaman Sunda, Ahmad Djayadiningrat mengaji Al-Qur’an di langgar tidak di pendopo, bahkan beliau karena kelambanan belajar Juz Amma sampai tiga bulan dan

dilakukan setiap hari.

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 12/25

Islamisasi yang dilakukan model ini, kurang banyak mendapat perhatian peneliti, padahal

islamisasi lewat model ini terjalin sinergitas yang erat antara perilaku komersial (berdagang)dengan masjid dan pesantren. Jika Islam masuk daerah Sunda dibawa oleh para Wali Sembilan

maka terdapat relasi yang jelas antara kegiatan komersial (pedagang)-masjid (spiritual)-pesantren

(pendidikan).

Relasi ketiga hal tersebut terus berjalan dengan santai (istilah Kang Acep) dan tidak pernah

menimbulkan konflik sehingga tepat apa yang disampaikan Anis Jatisunda bahwa “tidak adagaris pemisah atau penghambat antara kesakralan spiritual agama Islam dengan eksistensi

berbagai budaya daerah (Sunda) sebagai kecirian dirinya.” 

Resistensi antara Islam sebagai tuntunan dan Sunda sebagai budaya, terjadi manakala Islam

diinterprestasikan politis, bahkan resistensi semakin memuncak tatkala Islam dijadikan jargon

politik bagi kepentingan politik lokal maupun nasional.

Konflik yang terjadi pada Syarikat Islam (SI) dan NU, paska reorganisasi Masyumi dan

terbentuknya partai-partai politik semakin menjauhkan antara Islam dan budaya lokal. Dalamsetiap resistensi dan konflik yang jadi korban terakhir adalah rakyat kecil dan ini terukir dengan

 jelas pada kelompok Mikung.

Saatos babaledogan eta, abdi ngiring ka sepuh abdi pun biang di caket lindung, bumi pan teu

tiasa dieusian da atos ruksak kitu, nya caroge tos teu aya dicandak ti payun, jaba murangkalihmasih orok, wargi-wargi teu aya nu ngabantosan da sarieuneun kacacandak, abdi didamel wesabisa-bisa, da sieunna moal aya atuh, abdi mah ayeuna oge upami aya nu rame-rame teh sok 

ngadaregdeg. Ninggal jalmi kempel-kempel oge emut wae kajantenan eta.

Kenyataan pahit tersebut terjadi di daerah di mana sinkretisme sebagai keyakina orang Sunda

(buhun) dilingkari oleh resistensi Islam Politik yang cenderung ideologis, sehingga pertentanganantra dua ideologi partai Islam dan partai nasionalis sekular berimplikasi pada marjinalisasi

masyarakat.

Resistensi semakin menguat bahkan jadi diperkuat setelah zaman Orba dengan kekuatannya.Orde Baru mampu menarik kelompok marjinal ini sehingga kemudian bisa bersinergi dengan

okmum Kepala Desa untuk memenangkan salahsatu partainya. Dengan munculnya kekuatan

emosional, maka resistensi antara prilaku orang Islam dengan kelompok penganut paham

singkretisme semakin menajam.

Agama Islam dan Budaya Sunda

Ditulis oleh redaksi Direktur, Kolom 1, Kolom 2, Kolom 3 Jan 23, 2011

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 13/25

Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Sunda bisa disebut dengan

Kebudayaan Sunda. Ia berupa semua sistem gagasan, aktifitas dan hasil karya manusia Sunda

yang terwujud sebagai hasil interaksi terus menerus antara manusia Sunda sebagai pelakudengan latar tempat ia hidup, dalam rentang waktu yang sangat panjang dan suasana yang

bermacam-macam dialaminya. Boleh dikatakan bahwa kebudayaan Sunda adalah milik 

masyarakat Sunda yang diperoleh dari hasil proses adaptasi terhadap perubahan-perubahan

lingkungan yang terus menerus dalam jangka waktu yang sangat lama. Perubahan terhadapsetiap unsurnya dan hubungan unsur-unsur itu satu sama lainnya berpengaruh kepada

kebudayaan Sunda secara keseluruhan.

Ketika seorang manusia Sunda mencoba mengabaikan atau menolak budaya Sunda maka

manusia Sunda tersebut telah mengabaikan atau menolak seperangkat nilai yang terbentuk dari

hasil proses adaptasi kolektif manusia Sunda dengan lingkungannya yang sudah sekian lama

diakui sangat ampuh sebagai alat untuk melindungi masyarakat Sunda dari kerusakan ketikamereka berhadapan dengan berbagai perubahan lingkungan fisik dan nonfisik. Dengan kata

lain, budaya Sunda adalah perangkat yang memberikan daya tahan kepada masyarakat Sunda

untuk tetap lestari.

gagasan, aktifitas dan hasil karya manusia Sunda yang terwujud sebagai hasil interaksi terusmenerus antara manusia Sunda sebagai pelaku dengan latar tempat ia hidup, dalam rentang

waktu yang sangat panjang dan suasana yang bermacam-macam dialaminya. Boleh dikatakan

bahwa kebudayaan Sunda adalah milik masyarakat Sunda yang diperoleh dari hasil proses

adaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terus menerus dalam jangka waktuyang sangat lama. Perubahan terhadap setiap unsurnya dan hubungan unsur-unsur itu satu sama

lainnya berpengaruh kepada kebudayaan Sunda secara keseluruhan.

Ketika seorang manusia Sunda mencoba mengabaikan atau menolak budaya Sunda maka

manusia Sunda tersebut telah mengabaikan atau menolak seperangkat nilai yang terbentuk dari

hasil proses adaptasi kolektif manusia Sunda dengan lingkungannya yang sudah sekian lamadiakui sangat ampuh sebagai alat untuk melindungi masyarakat Sunda dari kerusakan ketika

mereka berhadapan dengan berbagai perubahan lingkungan fisik dan nonfisik. Dengan kata

lain, budaya Sunda adalah perangkat yang memberikan daya tahan kepada masyarakat Sundauntuk tetap lestari.

Kebudayaan Sunda adalah sumber kerangka acuan masyarakat Sunda ketika mereka berhadapan

dengan berbagai perubahan. Suatu perubahan itu ditolak atau diterima oleh masyarakattergantung kepada sejauh mana perubahan itu bisa diterima oleh kebudayaaanya. Oleh karena itu

suatu perubahan yang akan dilakukan terhadap masyarakat Sunda mestilah mempertimbangkan

aspek tradisi dan kebudayaan masyarakat Sunda itu sendiri. Ketika suatu perubahan yang berasaldari suatu unsur kebudayaan asing terlalu berbeda jauh dengan kebudayaan Sunda maka

perubahan itu akan sangat lama diterima untuk menjadi bagian dari kebudayaan Sunda. Pertama-

tama perubahan itu akan ditolak karena dianggap kontra budaya atau unsur budaya yangberlainan, tapi lambat laun perubahan itu sedikit demi sedikit akan diterima menjadi sub budaya

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 14/25

dan selanjutnya, dalam waktu yang relatif lama, akan diterima menjadi bagian yang tak 

terpisahkan dari kebudayaan Sunda.

Begitu pula halnya mengenai agama orang Sunda. Semua agama yang masuk ke tatar Sunda

akan diseleksi mana yang sesuai (tidak jauh berbeda) dengan kepribadian budaya Sunda dan

mana yang berlainan (sangat jauh) dengan kepribadian budaya Sunda. Sebab agama yang datangke tatar Sunda adalah agama yang sudah dibungkus dengan kebudayaan dimana agama itu

berasal. Termasuk Agama Islam ketika datang ke tatar Sunda pada awalnya disebarkan olehorang-orang yang berasal dari tempat yang mempunyai kebudayaan tertentu seperti dari India,

Arab dan Persia, yang secara otomatis telah menjadi warna dan ciri tersendiri dari ajaran Islam

itu sendiri. Proses Islamisasi bisa dipandang sebagai suatu proses pertemuan antar duakebudayaan atau lebih, yaitu antar kebudayaan penyebar agama Islam dengan kebudayaan

penerima agama Islam. Oleh karena itu, proses penyebaran agama Islam di tatar Sunda adalah

suatu bentuk proses asimilasi, akulturasi dari berbagai budaya yang datang (Arab, Persia, dan

India) dengan budaya lokal Sunda yang membentuk kebudayaan Sunda Islam kiwari sepertiyang kita saksikan sekarang.

Agama Islam begitu mudah diterima oleh urang Sunda. karena karakter agama Islam tidak jauhberbeda dengan karakter budaya Sunda yang ada pada waktu itu. Sedikitnya ada dua hal yang

menyebabkan agama Islam mudah dipeluk oleh urang Sunda. Yang pertama, ajaran Islam itu

sendiri yang sederhana dan mudah diterima oleh kebudayaan Sunda yang juga sederhana. Ajarantentang akidah, ibadah terutama akhlak dari agama Islam sangat sesuai dengan jiwa urang Sunda

yang dinamis. Yang kedua, kebudayaan asal yang menjadi “bungkus” agama Islam adalah

kebudayaan timur yang tidak asing bagi urang Sunda. Oleh karena itu, ketika urang Sunda

membentuk jati dirinya berbarengan dengan proses Islamisasi, maka agama Islam merupakanbagian dari kebudayaan Sunda yang terwujud secara tidak sadar menjadi identitas kesundaan

mereka.

Islam masuk ke dalam kehidupan masyarakat sunda melalui pendidikan dan dakwah, bukan

dengan jalan penaklukan. Hal tersebut membuat wajah Islam di tatar Sunda berbeda dengan

Islam yang disebarkan dengan cara peperangan (paksaan). Kalau di daerah lain agama Islamdianggap sebagai kekuatan asing yang sukar bersatu dengan kebudayaan setempat, maka di

masyarakat Sunda, Islam dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan dirinya

sendiri. Oleh karena itu, sejak diperkenalkan pertama kali oleh Syekh Syarif Hidayatullah(1470M) di sebelah timur dan kesultanan Banten di sebelah barat, agama Islam terus menyebar

ke seluruh pelosok tatar Sunda dengan tanpa hambatan yang berarti. Dengan tidak terasa orang

sunda memeluk Islam seperti belajar kebudayaan sendiri, lambat tapi pasti Islam menjadi bagian

tak terpisahkan dari kehidupan mereka sehari-hari. Menurut hasil sensus penduduk tahun 2000

agama Islam di Jawa Barat dipeluk oleh 37.606.317 orang yang merupakan 98% dari jumlahpenduduk Jawa Barat. Tercatat pula 172.523 buah mesjid, 4.772 buah pesantren, 150.927 orang

Kiyai, 35.495 orang Ulama, dan 36.201 orang mubaligh yang tersebar merata di seluruh pelosok 

JawaBarat. Dengan keadaan seperti tersebut di atas dapat di katakan bahwa rakyat Jawa Barat(Sunda) hampir seluruhnya beragama Islam atau dengan kata lain bahwa agama orang Jawa

Barat (Sunda) adalah agama Islam.

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 15/25

II

Para pengamat banyak yang mengatakan bahwa kebudayaan Sunda sekarang sulit dipisahkandengan ajaran agama Islam, sehingga ada ungkapan bahwa Sunda adalah Islam. Ungkapan

tersebut untuk pertama kali dilontarkan oleh almarhum Endang.Saefuddin.Anshori, salah seorang

Intektual Sunda walaupun beliau bukan keturunan Sunda tetapi lahir dan dibesarkan di tatar

Sunda juga berbicara sehari-hari memakai bahasa Sunda. Ungkapan tersebut kemudian menjadikeniscayaan di tengah masyarakat Sunda. aneh lamun aya urang Sunda lain Islam. Hal tersebut

lebih memberi tekanan kepada fakta bahwa mayoritas masyarakat Sunda adalah beragama Islam

atau kebanyakan urang sunda berkeyakinan tauhid kepada Allah.

Asimilasi dan akulturasi antar dua kebudayaan atau lebih akan melahirkan suatu bentuk kebudayaan baru yang merupakan hasil titik temu dari proses pembauran terus menerus antara

berbagai kebudayaan yang berbeda tersebut. Titik temu antara nilai-nilai Sunda dengan nilai-

nilai Islam adalah lebih banyak pada etika atau tatakrama. Sistem muamalah yang diajarkan

Islam menemukan realitas empirisnya dalam kehidupan masyarakat Sunda. Apa yang dicita-citakan oleh masyarakat Sunda tentang cageur bageur, someah ka semah, nyaah ka sasasama

sesuai dengan ajaran Islam. Prinsip-prinsip ulah ngarawu ku siku dalam pemilikan harta dan jabatan, ulah kaleuleuwihi dalam makan dan minum menemukan kaidah Zuhud dan Qonaahdalam .ajaran tasawuf.

Dan dalam tingkatan tertentu pengaruh agama Islam pada kehidupan orang-orang Sunda dapatdilihat dari beberapa hukum adat yang mereka praktekan dalam bermasyarakat. Hampir di

seluruh tempat yang dihuni oleh orang Sunda di Jawa Barat penyelenggaraan hukum waris diatur

menurut ajaran faraidh fiqh Islam. Dalam perkawinan juga dilaksanakan secara fiqh Islam yang

dipadukan dengan upacara adat, seperti: nyeuyeuk seureuh, buka pintu, sawer, danhuaplingkung. Meskipun, umumnya upacara adat seperti itu dilakukan setelah akad nikah

dilangsungkan.

Yang berhubungan dengan proses kehidupan manusia juga dikenal dengan upacara lingkaranhidup (circle life), yaitu upacara untuk menangkal malapetaka yang mungkin muncul saat

manusia berada dalam waktu-waktu krisis. Mulai manusia masih dalam kandungan ibunya

sampai manusia itu mati diadakan upacara, misalnya babarik, opat bulan jeung tujuh bulan,

mahinum, nyusur tanah, tiluna, tujuhna, matangpuluh, natus, merupakan upacara adat yang

dipadukan dengan do’a-do’a dari ajaran Islam. Dalam kesempatan itu, para pemimpin agama

yang bijaksana biasanya memberitahukan kepada para hadirin, bahwa upacara adat tersebut

bukan merupakan kewajiban utama yang harus dilakukan oleh orang Islam.. Demikian jugadalam masalah jual beli, pola makan di beberapa tempat, ajaran Islam telihat melekat di

dalamnya.

Di samping itu ada suatu kebiasaan pada sebagian orang Sunda yang suka memuliakan waktuatau tanggal tertentu, yang dianggapnya lebih mulia dari waktu yang lainnya, seperti bulan

Maulud (Mulud menurut lafal orang Sunda). Menurut kepercayaan orang kampung di Priangan,

bulan Mulud merupakan bulan yang istimewa. Dalam bulan ini banyak sekali anjuran dansekaligus banyak pula pantangannya bagi aktivitas tertentu. Bagi orang yang ingin mematangkan

satu ilmu, maka dianjurkan untuk dilaksanakan pada bulan Maulud. Misalnya untuk 

mematangkan ilmu penca, ilmu kebal atau ilmu kedigdayaan lainnya. Oleh karena itu,dikampung-kampung di wilayah Priangan ada istilah “ngamuludkeun” (membersih-kan dalam

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 16/25

bulan Maulud) barang-barang pusaka atau kramat, seperti keris, gung, payung; atau mandi di

sungai dengan kembang tujuh warna dan sebagainya. Sebaliknya banyak yang percaya bahwapada bulan ini, harimaupun akan mengasah kukunya, khususnya pada tanggal 14 Maulud waktu

bulan purnama.

Dalam sistem kepercayaan orang Sunda terdapat kepercayaan kepada kekuatan super naturalyang paling tinggi, yang sangat berkuasa dan menentukan segalanya. Yaitu Gusti Allah,

Pangeran murbeng alam. Kepada tuhanlah seluruh manusia harus berbakti dan mengabdi dengansungguh-sungguh. Allah murba wisesa, dalam arti sempurna kepandaiannya. Walaupun di

kalangan tertentu masih terdapat kepercayaan sisa-sisa agama terdahulu tetapi pada umumnya

orang sunda telah memberikan hatinya untuk Iman kepada gusti Allah dan meyakini aqiedahIslam yang lainnya. Kangjeng Nabi Muhammad adalah sebutan penghormatan kepada Nabi

Muhammad, yang diyakini sebagi nabi terakhir. Muludan adalah suatu perayaan untuk 

menghormati kelahiran nabi Muhammad yang diisi oleh sidekah mulud dan pengajian bersekala

besar dengan mengundang mubaligh dari daerah lain yang lebih terkenal.

Al-qur’an menjadi bacaan wajib bagi kebanyakan masyarakat sunda. Hampir dipastikan anak-anak mulai berumur tujuh tahun telah diperkenalkan membaca al-qur’an walaupun dengan carasederhana ( alip-alipan, ngejah, narabas ). Terutama di daerah pedesaan belajar al-qur’anbiasanya pada sore hari atau setelah sholat (sambeyang) maghrib. Pada waktu-waktu tersebut

akan terdengar dari seluruh pelosok kampung suara anak-anak membaca al-qur’an dengan suaranyaring . Ketika seorang anak telah menamatkan bacaan al-qur’an tigapuluh juz, maka or ang

tuanya mengadakan perayaan khataman, yaitu acara salametan dengan mengundang tetangga

untuk hadir di rumah atau di mesjid untuk mendengarkan bacaan terakhir anak yang khatam

qur’an dan diikuti oleh makan nasi tumpeng bersama dengan lauknya daging ayam yangdipanggang ( bakakak).

Dalam bidang arsitektur masjid di tatar sunda berbeda dengan arsitektur mesjid di negara timurtengah yang di dominasi oleh garis lengkung dan berkubah. Kebanyakan masjid dan tajug di

tatar sunda berupa bangunan sederhana dengan arsitektur yang kalau dilihat secara sepintas tidak 

 jauh berbeda dengan bentuk rumah penduduk. Bentuk yang paling banyak adalah dalam bentuk atap tumpang dua atau tiga dengan model nyungcung . Oleh karena itu, mesjid-mesjid di tatar

sunda dikenal juga dengan sebutan Bale Nyungcung. Sebelum ada Kantor Urusan Agama (KUA)

mesjid dipakai untuk kegiatan acara ijab qobul pernikahan, sebagai bale nyungcung mesjid ditatar Sunda identik dengan kegiatan perkawinan.

Walhasil, dalam kasus-kasus di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip ajaran Islam dapat

mengakomodasikan nilai-nilai budaya Sunda, dan prinsip budaya Sunda dapat

mengakomodasikan nilai ajaran Islam. Maka sekarang, persoalannya bukan terletak padabagaimana menyundakan Islam dan meng Islamkan Sunda, tetapi bagaimana antara keduanya

dapat bersinergi melahirkan sosok insan kamil, luhung elmuna pengkuh agamana jembarbudayana. Islam adalah ajaran yang universal melintasi batas-batas etnis, ras dan budaya,

sedangkan budaya Sunda adalah budaya yang sangat terbuka dan merespon positif setiap nilai

baru yang memungkinkan dirinya untuk lebih maju dan dinamis. Sebagai orang Sunda,tantangan terbesar adalah, bagaimana orang Sunda dapat tampil ke muka dengan segala identitas

keSundaan yang mempunyai jiwa kosmopolitan ajaran Islam. Dan kewajiban bagi setiap orang

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 17/25

Islam Sunda untuk membuktikan bahwa dengan semangat jihad Islamlah, Sunda akan terus

nanjung, dan dengan kekayaan budaya Sundalah, Islam akan tetap agung.

III

Agama ( termasuk Islam) adalah mencakup sistem kepercayaan (iman) yang diwujudkan dalam

sistem perilaku sosial para pemeluknya. Ia berkaitan dengan pengalaman manusia, baik sebagaiindividu maupun kelompok. Sehingga setiap perilaku yang diperankannya akan terkait dengan

sistem keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya. Perilaku individu dan sosial digerakkan olehkekuatan dari dalam yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama yang menginternalisasi

sebelumnya. Karena itu, keagamaan yang bersifat subyektif, dapat diobyektifkan dalam pelbagai

macam ungkapan, dan ungkapan-ungkapan tersebut mempunyai struktur tertentu yang dapatdipahami.

Terdapat hubungan interdependensi yang terusmenerus antara agama dan masyarakat, dan

terdapat pengaruh timbal balik antara kedua faktor tersebut. Pertama, pengaruh agama terhadapmasyarakat seperti yang terlihat dalam pembentukan, pengembangan, dan penentuan kelompok 

“keagamaan spesifik” yang baru atau pada norma-norma hukum yang berlaku di masyarakat.Kedua, pengaruh masyarakat terhadap agama. Dalam hal itu, faktor-faktor sosial yangmemberikan nuansa dan keragaman perasaan dan sikap keagamaan yang terdapat dalam suatu

lingkungan atau kelompok sosial tertentu.

Dengan demikian, dimensi esoterik dari sesuatu agama atau kepercayaan tertentu pada dasarnya

tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan dimensi lain di luar dirinya. Selain dibentuk oleh

substansi ajarannya, dimensi ini juga dipengaruhi oleh struktur sosial dimana sesuatu keyakinanitu dimanifestasikan oleh para pemeluknya. Sehingga dalam konteks tertentu, di satu sisi, agama

 juga dapat beradaptasi, di samping pada sisi yang berbeda, ia dapat berfungsi sebagai alat

legitimasi dari proses perubahan yang terjadi disekitar kebudayaan para pemeluknya. Sebagi

contoh, orang Sunda dalam beragama tidak terlalu menonjolkan formalisme agama, tetapimereka lebih menyukai subtansi agama yang telah diwujudkan dalam kehidupan sehari hari

dengan nama yang bukan agama. Selain itu, orang Sunda lebih fleksibel dalam mensikapi

berbagai macam aliran keagamaan yang berkembang di lingkungannya. Sehingga mereka bisamenerima kehadiran berbagai kelompok kegamaan selama mereka tidak menyimpang terlalu

 jauh dari tradisi kesundaan

Agama sangat berhubungan dengan persoalan mentalitas. Dalam mentalitas budaya Sunda

mempunyai dua dimensi yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Di satu sisi

mentalitas budaya yang bersumber dari cita-cita dan harapan orang Sunda sebagaimana yang

tercermin dalam tradisi lisan yang beredar di kalangan masyarakat Sunda. dan di sisi lain

mentalitas budaya itu sebagaimana yang dapat dilihat dari kehidupan masyarakat Sunda dewasaini.

Aspek yang pertama, mentalitas sebagai semangat budaya atau sistem nilai budaya, tergambar

dari sejumlah kecenderungan masyarakat dalam memandang kehidupan, tentang tujuan dan

harapan-harapan masyarakat. Di Sunda pandangan terhadap kehidupan ini tergambar dalam

sistem nilai yang terungkap dalam “uga”. Sementara itu, mentalitas tergambar dalam polainteraksi sosial, bahasa, pola perilaku yang terkristalisasi dalam pantangan dan pamali.

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 18/25

Dalam tradisi masyarakat Sunda, kedua aspek ini teramu dalam suatu gambaran satu tokoh yang

dikenal hampir di seluruh masyarakat Sunda, yaitu ceritera rakyat Sikabayan. Suatu tokoh yangmenurut, Utuy Tatang Sontani sebagai manifestasi pribadi manusia yang sudah menemukan

 puncak kesehatan lahir bathin, yaitu pribadi yang sudah “ teu naon-naon ku naon-naon”. Sosok 

individu yang telah memiliki integritas diri yang telah tidak terpengaruh aspek-aspek luar,

khususnya aspek duniawi. Si Kabayan dapat memandang kehidupan dunia ini sebagai “ Heuheuy jeung deudeuh” artinya kehidupan dunia ini adalah sendagurau dan kasih sayang. Hal tersebut

cocok dengan ayat al-qur’an “ Innal hayata dunya laibun wa lahwun” dan hadits nabi

“sayangilah yang ada di bumi nicaya engkau akan disayangi oleh zat yang ada di langit”.Selanjutnya, Utuy T. Sontani menjelaskan bahwa tokoh Si Kabayan merupakan manifestasi jiwa

orang Sunda yang “cageur jeung bener” (sehat lahir bathin). 

IV

Di era modern, gerakan modernisme, yang kadang lebih bernuansa westernis-me (kebarat-

baratan) menggejala diseluruh pelosok dunia dan mempengaruhi bahkan mengubah struktur dansistem nilai budaya lokal, termasuk sistem nilai agama dalam masyarakat Sunda. Secara radikal,

sesungguhnya bukan hanya terjadi saat gerakan modernisme, akan tetapi terjadi sejak masapenguasaan Sunda oleh mataram. Masuknya Mataram ke tatar Sunda, ternyata bukan hanyaterjadi proses Islamisasi, sebagai dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Djati (Cirebon), akan

tetapi juga terjadi “jawanisasi” yang bernuansakan primodialisme. Sistem nilai budayaegalitarian, kesederhanaan (tradisi huma) dan spiritualisme masyarakat Sunda beralih pada

sistem nilai “sawah” dan sistem nilai feodal. Hal ini tampaknya dan terasa sampai sekarangdengan munculnya fenomena kebahasaan. Undak-unduk bahasa Sunda sebelumnya tidak dikenal

masyarakat Sunda (lihat struktur bahasa Sunda Banten, atau sejumlah struktur bahasa Sunda

yang ditemukan didaerah-daerah tertentu).

Undak-unduk bahasa yang kadang dijadikan indikasi kesopanan dan kelas sosial masyarakat ini,pada kenyataannya lebih menggambarkan kelas sosial yang bernuansa primodalistik.

Perubahan nilai budaya tersebut, diperkuat dan dilanjutkan oleh kolonialisme Belanda. Kultur

Feodal mendapatkan legitimasi dan kekuasaan kolonial, karena kultur feodal lebih memudahkan

proses penaklukan wilayah jajahan, koloni. Dan selanjutnya gerakan modernisasi yang

merambah dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat, telah semakin menjauhkan masyarakatSunda dari akar budayanya. Distansi tersebut telah melemahkan kekuasaan spiritual-budaya

masyarakat Sunda.

Karakteristik modernism yang rasionalistik, dan pragmatis (materialistik) telah semakin

menjauhkan budaya Sunda pada mainstream, nilai-nilai primordial. Keadaan ini didukung oleh

miskinnya artefak budaya masa lalu masyarakat Sunda, sebagai jejak merekatkan batinnnya pada

masa lalunya. Sejarah masa lalu menjadi hanya tidak sekedar mitos atau legenda belaka.Mitologis sejarah budaya Sunda, telah meletakkan sejarah masa lalunya dengan paham Islam

modern yang tidak pernah bisa berkompromi dengan pandangan-pandangan mitologis.

Tingkat akomodasi budaya Sunda terhadap ajaran Islam dan tingkat akomodasi terhadap bahasa

Sunda mengalami kelemahan, bahkan mengalami keruntuhan. Pada akhirnya terjadi “gap” antarabudayawan Sunda dengan para santrinya.

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 19/25

Namun demikian, ternyata, karakteristik masyarakat Sunda tidak memiliki kekuatan yang prima

untuk berhadapan dengan kultur modernisme. Hal ini tergambar dari fenomena spiritualismedikalangan masyarakat Sunda. Realitas seperti ini ditandai dengan menjamurnya kecenderungan

masyarakat Sunda untuk masuk tarekat. Baik dari kalangan masyarakat ekonomi kelas menengah

ke bawah maupun menengah ke atas. Bahkan fenomena ini pun ditemukan dari kalangan

intelektual. Dengan demikian para aura primordial Sunda sesungguhnya masih berhembuskencang dikalangan masyarakat Sunda. Aura yang muncul dari pandangan cosmologies

masyarakat Sunda yang feminist. Suatu pandangan kosmologis yang melahirkan dua

kecenderungan bathini dalam masyarakat Sunda yaitu kecenderungan mutual struggle danmutual id. Mutual struggle, merupakan suatu ethos yang muncul dari bawah sadar sistem nilai

budaya dan individual masyarakat untuk berusaha senantiasa bertahan, mempertahankan

integrasi individu dari tekanan-tekanan dari luar. Dan mutasi id, suatu pola pertahanan yangdikembangkan melalui kekuatan komunal, saling bantu dan tolong menolong. Komunitas

dijadikan kekuatan dan dasar individu untuk bersandar dari gempuran sistem nilai budaya dan

lingkungan fisik lainnya.

Asal Usul Sisingaan adalah suatu kesenian khas masyarakat Sunda (Jawa Barat) yang menampilkan 2-4boneka singa yang diusung oleh para pemainnya sambil menari. Di atas boneka singa yangdiusung itu biasanya duduk seorang anak yang akan dikhitan atau seorang tokoh masyarakat.

Ada beberapa versi tentang asal-usul kesenian yang tumbuh dan berkembang di kalangan

masyarakat Jawa Barat ini. Versi pertama mengatakan bahwa sisingaan muncul sekitar tahun 70-an. Waktu itu di anjungan Jawa Barat di TMII ditampilkan kesenian gotong singa atau sisingaan

yang bentuknya masih sederhana. Dan, dari penampilan di anjungan Jawa Barat itulah kemudian

kesenian sisingaan menjadi dikenal oleh masyarakat hingga saat ini.

Versi kedua mengatakan bahwa kesenian sisingaan diciptakan sekitar tahun 1840 oleh para

seniman yang berasal dari daerah Ciherang, sekitar 5 km dari Kota Subang. Waktu itu,Kabupaten Subang pernah menjadi “milik” orang Belanda dan Inggris dengan mendirikan P & TLands. Hal ini menyebabkan seolah-olah Subang menjadi daerah pemerintahan ganda, karena

secara politis dikuasai oleh Belanda, tetapi secara ekonomi berada di bawah pengaruh para

pengusaha P & T Lands. Akibatnya, rakyat Subang menjadi sangat menderita. Dalam kondisisemacam ini, kesenian sisingaan lahir sebagai suatu bentuk perlawanan rakyat terhadap kedua

bangsa penjajah tersebut. Dan, untuk menegaskan bahwa kesenian sisingaan adalah suatu bentuk 

perlawanan, maka digunakan dua buah boneka singa yang merupakan lambang dari negara

Belanda dan Inggris. Oleh sebab itu, sampai hari ini dalam setiap permainan sisingaan selaluditampilkan minimal dua buah boneka singa.

Dalam perkembangan selanjutnya, kesenian sisingaan bukan hanya menyebar ke daerah-daerahlain di Kabupaten Subang, melainkan juga ke kabupaten-kabupaten lain di Jawa Barat, sepertiKabupaten Bandung, Purwakarta dan Sumedang. Selain menyebar ke beberapa daerah, kesenian

ini juga mengalami perkembangan, baik dalam bentuk penyempurnaan boneka singa, penataan

tari, kostum pemain, maupun waditra dan lagu-lagu yang dimainkan.

Pemain 

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 20/25

Para pemain sisingaan umumnya adalah laki-laki dewasa yang tergabung dalam sebuah

kelompok yang terdiri atas: 8 orang penggotong boneka singa (1 boneka digotong oleh 4 orang),seorang pemimpin kelompok, beberapa orang pemain waditra, dan satu atau dua orang

 jajangkungan (pemain yang menggunakan kayu sepanjang 3-4 meter untuk berjalan). Para

pemain ini adalah orang-orang yang mempunyai keterampilan khusus, baik dalam menari

maupun memainkan waditra. Keterampilan khusus itu perlu dimiliki oleh setiap pemain karenadalam sebuah pertunjukan sisingaan yang bersifat kolektif diperlukan suatu tim yang solid agar

semua gerak tari yang dimainkan sambil menggotong boneka singa dapat selaras dengan musik 

yang dimainkan oleh para nayaga.

Tempat dan Peralatan Permainan Kesenian sisingaan ini umumnya ditampilkan pada siang hari dengan berkeliling kampung padasaat ada acara khitanan, menyambut tamu agung, pelantikan kepala desa, perayaan hari

kemerdekaan dan lain sebagainya. Durasi sebuah pementasan sisingaan biasanya memakan

waktu cukup lama, bergantung dari luas atau tidaknya kampung yang akan dikelilingi.

Peralatan yang digunakan dalam permainan sisingaan adalah: (1) dua atau empat buah usunganboneka singa. Rangka dan kepala usungan boneka-boneka singa tersebut terbuat dari kayu dan

bambu yang dibungkus dengan kain serta diberi tempat duduk di atas punggungnya. Sedangkan,untuk bulu-bulu yang ada di kepala maupun ekor dibuat dari benang rafia. Sebagai catatan,

dahulu usungan yang berbentuk singa ini terbuat dari kayu dengan bulu dari kembang kaso dan

biasanya dibuat secara dadakan pada waktu akan mengadakan pertunjukan. Jadi, dahulusisingaan tidak bersifat permanen, tetapi hanya sekali digunakan kemudian dibuang; (2)

seperangkat waditra yang terdiri dari: dua buah kendang besar (kendang indung dan kendang

anak), sebuah terompet, tiga buah ketuk (bonang), sebuah kentrung (kulanter), sebuah gong

kecil, dan sebuah kecrek.; dan (3) busana pemain yang terdiri dari: celana kampret/pangsi, iketbarangbang semplak, baju taqwa dan alas kaki tarumpah atau salompak.

Pertunjukan Sisingaan Pertunjukan sisingaan diawali dengan kata-kata sambutan yang dilakukan oleh pemimpinkelompok. Setelah pemimpin kelompok memberikan kata sambutan, barulah anak yang akan

dikhitan atau tokoh masyarakat yang akan diarak dipersilahkan untuk menaiki boneka singa.

Selanjutnya, alat pengiring ditabuh dengan membawakan lagu-lagu yang berirama dinamissebagai tanda dimulainya pertunjukan. Kemudian, sejumlah 8 orang pemain akan mulai

menggotong dua buah boneka singa (satu boneka digotong oleh 4 orang).

Setelah para penggotong boneka singa siap, maka sang pemimpin akan mulai memberikan aba-

aba agar mereka mulai melakukan gerakan-gerakan tarian secara serempak dan bersamaan. Para

penggotong boneka itu segera melakukan gerakan-gerakan akrobatis yang cukup mendebarkan.Gerakan-gerakan tarian yang biasa dimainkan oleh para penggotong boneka singa tersebutadalah: igeul ngayun glempang, pasang/kuda-kuda, mincid, padungdung, gugulingan, bangkaret,

masang, sepakan dua, langkah mundur, kael, ewag, jeblang, depok, solor, sesenggehan, genying,

putar taktak, nanggeuy singa, angkat jungjung, ngolecer, lambang, pasagi tilu, melek cau, nincak rancatan, dan kakapalan.

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 21/25

Sedangkan, lagu-lagu yang dimainkan oleh juru kawih untuk mengiringi tarian biasanya diambil

dari kesenian Ketuk Tilu, Doger, dan Kliningan, seperti: Keringan, Kidung, Titipatipa, Gondang,Kasreng, Gurudugan, Mapay Roko, Kembang gadung, Kangsring, Kembang Beureum, Buah

Kawung, Gondang, Tenggong Petit, Sesenggehan, Badudud, Tunggul Kawing, Samping Butut,

Sireum Beureum, dan lagu Selingan (Siyur, Tepang Sono, Awet Rajet, Serat Salira, Madu dan

Racun, Pria Idaman, Goyang Dombret, Warudoyong dan lain sebagainya).

Pertunjukan sisingaan ini dilakukan sambil mengelilingi kampung atau desa, hingga akhirnya

kembali lagi ke tempat semula. Dan, dengan sampainya para penari di tempat semula, makapertunjukan pun berakhir.

Nilai Budaya Seni sebagai ekspresi jiwa manusia sudah barang tentu mengandung nilai estetika, termasuk 

kesenian tradisional sisingaan yang ditumbuh-kembangkan oleh masyarakat Ciherang,

Kabupaten Subang. Namun demikian, jika dicermati secara mendalam sisingaan tidak hanya

mengandung nilai estetika semata, tetapi ada nilai-nilai lain yang pada gilirannya dapat dijadikan

sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antaralain adalah kerja sama, kekompakan, ketertiban, dam ketekunan. Nilai kerja sama terlihat dari

adanya kebersamaan dalam melestarikan warisan budaya para pendahulunya. Nilai kekompakandan ketertiban tercermin dalam suatu pementasan yang dapat berjalan secara lancar. Nilai kerja

keras dan ketekunan tercermin dari penguasaan gerakan-gerakan tarian. (ali gufron)

Foto: http://database.deptan.go.id

Sumber:

Sariyun, Yugo, dkk,. 1992. Nilai Budaya Dalam Permainan Rakyat Jawa Barat. Bandung:

Depdikbud.

Ganjar Kurnia. 2003. Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Bandung: Dinas Kebudayaan danPariwisata Jawa Barat.

http://id.wikipedia.org

http://www.jabar.go.id

Sisingaan “kesenian orang subang” 

Filed under: Uncategorized by arisetiawanholic —  Leave a comment 

May 20, 2010

Sisingaan merupakan salah satu jenis seni pertunjukan rakyat Jawa Barat, khas Subang berupa

keterampilan memainkan tandu patung kepala singa yang didekorasi berwarna-warni dandiusung oleh beberapa orang. Pertunjukan ini sering disajikan sebagai bagian dari upacara

sunatan atau upacara lainnya dalam bentuk arak-arakan. Sisingaan biasanya ditampilkan dalam

dua bentuk yang berbeda. Warga Subang menamakannya sebagai singa pergosi dan singabuhun.Pada atraksi sisingaan, sepasang anak kecil dengan memakai baju adat Sunda dinaikkan

keatas sepasang tandu singa, yang diusung oleh empat orang pengarak. Atraksi dilakukan dengan

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 22/25

berputar-putar, ataupun maju mundur dan bergerak terus mengelilingi kampung, desa, atau

 jalanan kota sampai akhirnya kembali ke tempat semula.

Pertunjukan Sisingaan pada dasarnya dimulai dengan tetabuhan musik yang dinamis. Lalu diikuti

oleh permainan Sisingaan oleh penari pengusung sisingaan, lewat gerak antara lain:

Pasang/Kuda-kuda, Bangkaret, Masang/Ancang-ancang, Gugulingan, Sepakan dua, Langkahmundur, Kael, Mincid, Ewag, Jeblag, Putar taktak, Gendong Singa, Nanggeuy Singa, Angkat

 jungjung, Ngolecer,Lambang, Pasagi Tilu, Melak cau, Nincak rancatan, dan Kakapalan. Sebagaiseni Helaran, Di dalam perkembangannya, musik pengiring lebih dinamis,.

Gerakan-gerakannya semacam jurus-jurus silat ditampilkan dipadu dengan gerakan jaipongan,tarian khas Jawa Barat. Atraksi sisingan memadukan tiga unsur seni utama. Yaitu seni gerak tari

atau pencak silat dan jaipongan. Seni suara gamelan kendang dan gong, serta seni busana para

pemainnya.

Para pemain sisingaan menampilkan gerak akrobat dan tarian yang atraktif. Berbagai gerakan ini

membuat warga yang menyaksikan merasa terhibur. Semua atraksi akrobat ini dilakukan parapemain yang terlatih tanpa unsur magic. Sisingaan tetap bertahan sebagai seni pertunjukan rakyat

Subang, Jawa Barat. Sisingaan tetap diminati karena atraksinya menarik dan menghibur

Asal-usul dan Perkembangan Kesenian Sisingaan 

Kesenian Sisingaan adalah jenis kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang

di Kabupaten Subang dengan menggunakan sepasang patung sisingaan sebagai ciri khasutama

Sisingaan mulai muncul pada saat kaum penjajah menguasai Subang. Pada masa

pemerintahan Belanda berkuasa di Subang pada tahun 1812 pada saat itu Subang dikenal

sebagai daerah  Doble bestuur  dan dijadikan kawasan perkebunan dengan nama P&TLands(Pamanoekan en Tjiasemladen). Pada saat Subang dikuasai oleh Belanda

masyarakat Subang mulai diperkenalkan dengan lambang Negara mereka yaitu Crown 

atau mahkota kerajaan. Pada saat yang bersamaan Subang juga dikuasai oleh Inggris dan

memperkenalkan lambang negaranya yaitu Singa. Sehingga secara administratif Subangdibagi ke dalam dua bagian yaitu : Secara politik dikuasai oleh Belanda dan secara

ekonomi dikuasai oleh Inggris.

Dengan adanya tekanan dari penjajah terhadap masyarakat Subang yaitu tekanan

secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya, masyarakat Subang melakukan perlawanan

terhadap penjajah. Perlawanan pun tidak hanya melalui fisik, akan tetapi dalam bentuk kesenian yang di dalamnya mengandung Silib (Ironi atau sesuatu yang bertentangan

dengan kenyataan), Siloka ( kiasan atau melambankan), Sasmita (Contoh kriteria yang

mengandung arti atau makna). Artinya bahwa tindakan masyarakat Subang

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 23/25

diekspresikan secara terselebung melalui sindiran, perumpamaan yang mengena

terhadap keadaan pada saat itu. Salah satu ekspresi jiwa masyarakat Subang merekawujudkan dengan cara membuat salah satu kesenian yang dikenal dengan nama kesenian

Sisingaan.

Kesenian sisingaan merupakan ungkapan rasa ketidak puasan atau upayapemberontakan dari masyarakat Subang kepada kaum penjajah. Dengan demikian

sepasang sisingaan melambangkan kaum penjajah yaitu Belanda dan Inggris yangmenindas masyarakat Subang, atau lambang kebodohan atau kemiskinan. Dengan

diciptakan sisingaan tersebut para seniman dapat berharap agar suatu saat generasi muda

harus bangkit dan harus mampu mengusir penjajah dari tanah air mereka dan dapathidup jauh lebih baik lagi.

Sisingaan secara garis besar terdiri dari 4 orang pengusung sisingaan, sepasang

patung sisingaan, penunggang sisingaan, waditra,nayaga, dan sinden atau juru kawih.Jadi secara filosofi 4 orang pengusung sisingaan melambang masyarakat pribumi

ditindas oleh kaum penjajah, sepasang patung sisingaan melambangkan 2 penjajah(Belanda&Inggris), sedangkan penunggang sisingaan melambangkan generasi mudayang suatu saat harus mampu mengusir penjajah, dan nayaga melambangkan mayarakat

yang gembira atau masyarakat subang yang berjuang dan memberi motivasi terhadap

generasi muda untuk dapat mengalahkan dan megusir penjajah dari tanah air mereka.

Sisingaan yang diciptakan oelh seniman pada saat itu sangat tepat dengan

menggunakan Sisingaan sebagai alat perjuangan untuk melepaskan diri dari tekanankaum penjajah. Sementara itu kaum penjajah tidak terusik akan tetapi merasa bangga

melihat pagelaran Sisingaan, karena lambang mereka (singa) dijadikan sebagai bentuk 

suatu kesenian rakyat. Penjajah hanya memahami bahwa Sisingaan merupaka karya seni

diciptakan sangat sederhana dan spontanitas oleh penduduk pribumi untuk menghiburanak sunat. Akan tetapi maksud rakyat Subang tidak demikian, dengan menggunakan

lambang kebesaran mereka dalam bentuk kesenian dengan cara menunggangi dan

menjambak rambut sisingaan merupakan salah satu cara untuk mengekspresikan semuakebencian mereka terhadap kaum penjajah.

Pada awal terbentuknya sisingaan tidak seperti sisingaan yang ada pada zaatsekarang. Cikal bakal sisingaan zaman sekarang adalah singa abrug. Disebut singa abrug

karena patung singa ini dimainkan secara usung dan pengusungannya aktif menari

sedangkan singa abrug diusungkan kesana kemari seperti mau diadu. Singa abrug

pertama kali berkembang di daerah tambakan kecamatan Jalan Cagak.

Pada zaman dulu sisingaan dibuat dengan sangat sederhana, muka dan kepala singadibuat dari kayu ringan seperti kayu randu atau albasiah, rambut sisingaan dibuat dari

bunga atau daun kaso dan daun pinus, Sedangkan badan sisingaan terbuat dari carangka

(kerajinan anyaman bambu) yang besar dan ditutupi oleh karung kadut (karung goni)

atau ada pula yang dibuat dari kayu yang masih utuh atau kayu gelondongan untuk usungan sisingaan dibuat dari bambu yang dipikul oleh empat orang. Pembuatan

sisingaan tidak dibuat sendiri akan tetapi dilakukan bersama-sama.

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 24/25

Waditra pada masa itu sangat sederhana hanya memakai beberapa alat musik saja,

kemudian lama-kelamaan mengalami perkembangan. Waditra yang dipakai pada masaitu terdiri dari beberapa buah angklung pentatonis yang berlaras salendro. Alat musik 

tersebut antara lain:

- 2 buah angklung galimer

- 2 buah angklung indung

- 2 buah angklung pancer

- 2 buah angklung rael

- 2 buah angklung ambrug

- 1 buah angklung engklok 

- 1 buah terompet

- 2 buah dogdog lonjor

- 1 buah bedug

- 3 buah terbang

Sementara lagu yang dinyanyikan pada masa itu antara lain: lagu badud, samping butut,manuk hideung, sireum beureum, dan lain-lain. Sedangkan lagu pembuka biasanya

menggunakan lagu tunggul kawung. Dan apabila yang hajatan tokoh agama, maka lgu yangdisajikan biasanya lagu yang bernuansa Islami atau shalawatan nabi.

Sedangkan pengusungan sisingaan biasanya dari masyarakat. Karena pada saat itu belum

terbentuk grup dan masih saling pinjam sisingaan. Gerakannyapun masih sederhana dandilakukan secara spontanitas tetapi tidak menghilangkan gerak yang mengandung makna heroik 

atau gerak yang melambangkan keberanian dalam menghadapi musuh. Gerakan helaran pada

saat itu diantaranya: tendangan,lompatan, minced, dan dorong sapi. Sedangkan busana ataupakaian yang digunakan oleh pengusung sisingaan pada saat hanya terdiri dari: Kampret, pangsi,

iket, seperti masyarakat pada umumnya. Sedangkan kalau hajatan yang bergolongan ekonomi

menegah ke atas busana yang dipakai adalah baju takwa, sinjang lancer, iket. Kemudian sekitar

tahun 1960-an busana pengusung sisingaan mulai beralkulturasi yaitu adanya perubahan warnayang mencolok dan bahan pakaiannya yang cukup baik.

Dikutip dari http://ferdy-skynet.blogspot.com/2010/03/kesenian-sisingaan-kabupaten-

subang.html

5/10/2018 BUDAYA SUNDA - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/budaya-sunda 25/25