budaya menyontek di indonesia

14
FENOMENA MENYONTEK DI INDONESIA (Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Matakuliah Sosio- Antropologi Pendidikan) Dosen : Y. Ch. Nany S. , M.Si Disusun Oleh : Abrid Madilantoro / 12502241022 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA FALKUTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015

Upload: abrid-madilantoro

Post on 15-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sosial budaya menyontek di indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

FENOMENA MENYONTEK DI INDONESIA

(Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Matakuliah Sosio-

Antropologi Pendidikan)

Dosen : Y. Ch. Nany S. , M.Si

Disusun Oleh :

Abrid Madilantoro / 12502241022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA

FALKUTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2015

Page 2: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

2

FENOMENA MENYONTEK DI INDONESIA

Oleh: Abrid Madilantoro (12502241022/Pendidikan Teknik Elektronika)

Email: [email protected] / 087839084098

ABSTRAK

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini termasuk masih rendah. Tingkat

kecurangan siswa juga tinggi. Ini berarti keburukan moral masayarakat

Indonesia sudah ada sejak di bangku sekolah. Padahal kejujuran merupakan

sikap yang harus ditanamkan ke anak-anak sejak kecil. Ketidakjujuran muncul

karena adanya keterpaksaan. Keterpaksaan untuk melakukan tindakan curang

seperti mencontek, berbohong, dan lain-lain. Mencontek merupakan tindak

kecurangan yang sering dilakukan oleh anak didik, entah itu saat ulangan harian,

ujian semester, bahkan ujian nasional dan ujian sekolah. Mencontek dilakukan

karena adanya kesempatan, karena kurang ketatnya pengawasan pendidik atau

karena kurang tegasnya sangsi bagi mereka yang mencontek. Siswa mencontek

kemungkinan dikarenakan kemalasan mereka belajar, atau mungkin karena

terpengaruh oleh teman. Anak-anak yang dulunya tidak pernah mencontek akan

tergoyahkan ketika melihat nilai temannya lebih baik dari dirinya yang tidak

mencontek. Mereka goyah karena mereka merasa iri dan merasa tidak adil,

dirinya yang menjawab sesuai kemampuannya sendiri mendapat nilai lebih

buruk dari temannya yang mencontek, sehingga dia memilih untuk mencontek.

Lambat laun sebuah kejujuran sekarang sangat susah untuk dijumpai,

kejujuran seakan menjadi suatu budaya yang terus diwariskan kepada anak cucu,

Budaya mencontek kini telah merambah para pelajar indonesia dan merupakan

kebobrokan moral pada pondasi dasar pendidikan. Budaya itu tidak hanya

karena pengaruh dari individual anak, melainkan dari keluarga/lingkungan,

guru, dan sistem pendidikan.

Kata kunci : pendidikan, kejujuran, budaya, menyontek

Page 3: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

3

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 4

1. Latar Belakang .................................................................. 5

2. Rumusan Masalah ............................................................ 5

3. Tujuan ............................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ............................................................ 6

1. Pengertian Menyontek ...................................................... 6

2. Menyontek di Indonesia dan di Jepang ............................ 6

3. Faktor-Faktor Menyontek ................................................ 7

4. Mengatasi Kebiasaan Menyontek .................................... 10

BAB III KESIMPULAN ............................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 13

Page 4: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

4

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setiap orang pasti ingin mendapat nilai yang baik dalam ujian, dan

sudah tentu berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu.

Termasuk menyontek adalah salah satu cara yang sering digunakan setiap

orang. Masalah menyontek selalu terkait dengan tes atau ujian. Banyak

orang beranggapan menyontek sebagai masalah yang biasa saja, namun ada

juga yang memandang serius masalah ini. Fenomena ini sering terjadi dalam

kegiatan belajar mengajar di sekolah atau madrasah, tetapi jarang kita

dengar masalah menyontek dibahas dalam tingkatan atas, cukup

diselesaikan oleh guru atau paling tinggi pada tingkat pimpinan sekolah atau

madrasah itu sendiri.

Klise mendarah daging dimana orientasi belajar siswa-siswi di sekolah

hanya untuk mendapatkan nilai tinggi dan lulus ujian. Tidak peru naif untuk

berkata bahwa ilmu adalah orientasi utama. Hal inilah yang membuat

mereka mengambil jalan pintas, tidak jujur dalam ujian atau melakukan

praktek mencontek.

Proses belajar yang orientasinya hanya untuk mendapatkan nilai

menurut Megawangi (2005), biasanya hanya melibatkan aspek kognitif

(hafalan dan drilling), dan tidak melibatkan aspek afektif, emosi, sosial, dan

spiritual. Memang sulit untuk mengukur aspek-aspek tersebut, sehingga

bentuk soal-soal pasti hafalan atau pilihan berganda (kognitif). Pelajaran

agama, KWN, dan musik yang seharusnya melibatkan aspek afektif,

ternyata juga di "kognitifkan" (hafalan) sehingga tidak ada proses refleksi

dan apresiasi. Akhirnya, menghafal buku teks seolah memang diwajibkan

untuk bisa menjawab soal ujian.

Di lain hal, oran-orang yang dulunya tidak pernah mencontek akan

tergoyahkan ketika melihat nilai temannya lebih baik dari dirinya yang tidak

mencontek. Mereka goyah karena mereka merasa iri dan merasa tidak adil,

dirinya yang menjawab sesuai kemampuannya sendiri mendapat nilai lebih

Page 5: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

5

buruk dari temannya yang mencontek, sehingga dia memilih untuk

mencontek.

Akhirnya menyontek sudah dianggap kebiasaan yang seolah wajib

dilakukan. Entah mengapa menyontek mendapat peminat yang banyak.

Namun, jika menyontek tetap dilakukan secara terus – menerus akan

berimbas pada generasi penerus. Menyontek akan menjadi kebiasaan turun

– temurun dan kebiasaan yang sulit ditinggalkan, mungkin bisa menjadi

tradisi yang berkembang di lingkungan hidup terutama di sekolah.

2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut didapat beberapa masalah yang ingin

dipecahkan yaitu :

a) Apakah pengertian menyontek?

b) Bagaimana fenomena menyontek di Indonesia?

c) Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menyontek?

d) Bagaimana mengatasi kebiasaan menyontek?

3. Tujuan

Dari rumusan masalah tersebut maka didapatkan bahwa tulisan ini

bertujuan untuk :

a) Menjelaskan pengertian menyontek

b) Menjelaskan fenomena menyontek di Indonesia

c) Menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang

menyontek

d) Menjelaskan cara-cara mengatasi kebiasaan menyontek

Page 6: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

6

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Menyontek

Menyontek berasal dari kata sontek yang artinya mengutip (tulisan

dan sebagainya) sebagaimana aslinya, atau disa dikatakan menjiplak.

Menyontek sama dengan cheating (Alhadza : 2004). Berikut adalah

pengertian menyontek dari beberapa ahli :

Bower (1964), menyontek atau cheating adalah perbuatan yang

menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang

sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau

menghindari kegagalan akademis.

Deighton (1971), cheating adalah upaya yang dilakukan seseorang

untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak fair

(tidak jujur).

Alhadza (2005) perilaku menyontek atau cheating adalah suatu

wujud perilaku dan ekspresi mental seseorang yang merupakan

hasil belajar dari interaksi dengan lingkungannya.

Menyontek telanjur dianggap sepele oleh masyarakat. Pernyataan

tersebut diperkuat dengan banyaknya praktik mentonyek dan menurut

hasil survey Litbang Media Group yang dilakukan pada tanggal 19

April 2007, yang dilakukan di enam kota besar di Indonesia

(Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Medan),

yang menyebutkan hampir 70% responden menjawab pernah

melakukan praktik menyontek ketika masih sekolah dan kuliah.

(Halida, 2007).

2. Menyontek di Indonesia dan di Jepang

Ada contoh dua lustrasi budaya mencontek yang terjadi di 2 negara

yang satu jepang dan yang satu Indonesia :

Kasus di negara Jepang, seorang pelajar mencontek ketika ujian

untuk masuk universitas. Hal itu diketahui saat pelajar itu sudah

Page 7: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

7

resmi diterima sebagai mahasiswa di sana. Berita itu langsung

menyebar luas dan masuk surat kabar. Pelajar tersebut dikeluarkan

dari universitasnya secara tidak hormat dan menderita rasa malu

yang sangat.

Ada juga kasus lain, ini terjadi di Indonesia. Waktu terjadinya ketika

akan diadakan ujian tingkat Nasional bagi kelas 3 SMA. Departemen

Pendidikan memberikan standar yang dianggap terlalu tinggi bagi

hasil ujian akhir, sehingga standar untuk lulus menjadi demikian

sulit. Akhirnya, diambilah jalan pintas oleh pihak sekolah untuk

membiarkan muridnya mencontek di saat UN agar dapat mencapai

hasil sesuai target kelulusan. Bahkan, secara sengaja dan terang-

terangan pengawas keluar di waktu ujian agar siswa bisa saling

menyontek dan bertanya pada teman-temannya.

Bisa dilihat dua kasus yang serupa, tetapi tidak sama ini. Di negara

Jepang, mencontek untuk lulus ujian akan memberi efek malu dan

sanksi sosial yang luar biasa sampai-sampai si pelajar dikeluarkan.

Sedangkan sangat berlawanan di Indonesia dimana tindakan

mencontek sudah lumrah di lakukan di Indonesia. Apalagi di kalangan

pelajar ataupun mahasiswa.

3. Faktor-Faktor Menyontek

Sebelum mengetahui faktor-faktor tentang menyontek, Menurut

Alhadza (2004) dalam makalahnya mengenai masalah menyontek yang

ia istilahkan dengan cheating menyebarkan kuesioner dengan

pertanyaan terbuka kepada sekitar 60 orang teman mahasiswa di PPS

UNJ. Dari hasil kuisioner tersebut didapatkan jawaban tentang alasan

seseorang melakukan cheating dengan pengelompokan sebagai berikut.

a) Karena terpengaruh setelah melihat orang lain melakukan cheating

meskipun pada awalnya tidak ada niat melakukannya.

Page 8: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

8

b) Terpaksa membuka buku karena pertanyaan ujian terlalu membuku

(buku sentris) sehingga memaksa peserta ujian harus menghapal

kata demi kata dari buku teks.

c) Merasa dosen/guru kurang adil dan diskriminatif dalam pemberian

nilai.

d) Adanya peluang karena pengawasan yang tidak ketat.

e) Takut gagal. Yang bersangkutan tidak siap menghadapi ujian tetapi

tidak mau menundanya dan tidak mau gagal.

f) Ingin mendapatkan nilai tinggi tetapi tidak bersedia mengimbangi

dengan belajar keras atau serius.

g) Tidak percaya diri. Sebenarya yang bersangkutan sudah belajar

teratur tetapi ada kekhawatiran akan lupa lalu akan menimbulkan

kefatalan, sehingga perlu diantisipasi dengan membawa catatan

kecil.

h) Terlalu cemas menghadapi ujian sehingga hilang ingatan sama

sekali lalu terpaksa buka buku atau bertanya kepada teman yang

duduk berdekatan.

i) Merasa sudah sulit menghafal atau mengingat karena faktor usia,

sementara soal yang dibuat penguji sangat menekankan kepada

kemampuan mengingat.

j) Mencari jalan pintas dengan pertimbangan daripada mempelajari

sesuatu yang belum tentu keluar lebih baik mencari bocoran soal.

k) Menganggap sistem penilaian tidak objektif, sehingga pendekatan

pribadi kepada dosen/guru lebih efektif daripada belajar serius.

l) Penugasan guru/dosen yang tidak rasional yang mengakibatkan

siswa/mahasiswa terdesak sehingga terpaksa menempuh segala

macam cara.

m) Yakin bahwa dosen/guru tidak akan memeriksa tugas yang

diberikan berdasarkan pengalaman sebelumnya sehingga

bermaksud membalas dengan mengelabui dosen/guru yang

bersangkutan.

Page 9: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

9

Dari beberapa alasan tersebut dapat di generalisasi kan bahwa ada

dua faktor yang menjadi penyebab menyontek yaitu internal dan

ekternal, dimana menurut Nugroho (2008), faktor-faktor yang

menyebabkan seorang anak berani mencontek ialah:

a) Individu.

Kurangnya rasa percaya diri dalam individu anak-anak sangat

mendominasi perbuatan mencontek. Kurangnya kesadaran bahwa

hasil nilai dari usahanya sendiri akan lebih memuaskan daripada

mencontek adalah salah satu bentuk kurangnya rasa percaya diri

dalam anak. Anak merasa malu kalau mendapat nilai jelek, sehingga

anak berani mencontek. Dan kurangnya pendidikan moral juga

menjadikan anak-anak meniru temannya yang suka mencontek

karena dalam kenyataannya hasil mencontek itu mendapat nilai

yang tinggi.

b) Keluarga / lingkungan

Orang tua memberikan hukuman yang berat apabila anaknya

mendapat nilai buruk/tidak berprestasi dan ketidaktahuan orang tua

dalam mengerti pribadi dan keunikan masing-masing dari anaknya,

sehingga yang terjadi pemakssan kehendak. Hal ini membuat anak

merasa tertekan. Sehingga menggunakan berbagai cara agar tidak

dihukum orang tuanya yaitu dengan mencontek. Yang

dipikirkannya ialah mendapat nilai nagus dan terhindar dari

hukuman orang tu dan tidak mengidahkan dampak dari mencontek.

c) Guru

Seorang guru merupakan figur yang 70% menentukan berhasil atau

tidaknya proses belajar mengajar. Misalnya seorang anak yang

ketika kelas 1 SD sangat suka pekajaran matematika karena gurunya

sangat menguasai materi dan menciptakan kegiatan belajar yang

menyenankan, inovatif, dan kreatif. Namun ketika anak itu

Page 10: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

10

menduduki bangku kelas 2 SD nilai matematika merosot. Ketika

ditanya anak tentang nilainya yang menurun dia mengatakan bahwa

gurunya tidak menyenangkan. Guru yang tidak mempersiapkan

proses pembelajaran secara matan, tidak membuat variasi dalam

pembelajaran sehingga membuat anak bosan dan malas belajar.

d) Sistem pendidikan

Adanya tuntutan dan pembatasan nilai dari pemerintah, sehingga

untuk memaksimalkan nilai ujian siswa-siswa memilih untuk

mencontek

4. Mengatasi Kebiasaan Menyontek

Untuk mengatasi kebiasaan mencontek yang kian marak di dunia

pendidikan Sekolahr, dapat dilakukan dengan:

a) Faktor Individu

Pada diri pribadi siswa perlu di berikan dorongan, motivasi, dan

semangat yang dapat membangkitkan rasa percaya diri,

mengarahkan self concept mereka ke arah yang lebih proporsional

dan untuk berpikir lebih realistis dan tidak ambisius.

b) Faktor Keluarga

Orang tua memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan

anaknya, memahami pribadi dan keunikan masing-masing anaknya

sehingga memberikan motivasi untuk kemajuan pendidikan

anaknya. Tidak hanya menuntut anak mendapat nilai bagus namun

juga memberikan solusi pada problema ananya di dunia pendidikan.

c) Guru

Dalam kegiatan belajar mengajar guru mempersiapkan segalanya

dengan matang, menyenangkan dalam belajar sehingga anak

bersemangat untuk belajar. Dapat pula guru memberi motivasi

kepada siswanya, salah satunya ialah memberikan hadian bagi

siswa-siswa yang menjunjung tinggi nilai kejujuran.

Page 11: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

11

d) Sistem pendidikan

Pemerintah melalui sistem pendidikan membuat instrumen evaluasi

yang valid dan reliable (yang tetap dan tepat), memberikan soal-soal

sesuai dengan perkembangan kematangan siswa.

e) Menanamkan pendidikan moral

Pendidikan moral ialah kunci utama dalam mengatasi budaya

mencontek pada anak SD yaitu dengan melatih anak untuk berlaku

jujur, percaya diri, dan tidak bergantung pada orang lain.

C. KESIMPULAN

Dari beberapa pokok bahasa di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :

Banyak hal yang menyebakan seseorang untuk berani mencontek, baik

itu dorongan dari diri sendiri maupun orang lain. Dengan demikian

menyontek bisa membawa dampak negatif, baik kepada individu

maupun bagi masyarakat. Dampak negatif bagi individu akan terjadi

apabila praktik menyontek dilakukan secara terus-menerus sehingga

menjurus menjadi bagian kepribadian seseorang. Selanjutnya, dampak

negatif bagi masyarakat akan terjadi apabila masyarakat terlalu permisif

terhadap praktik menyontek sehingga akan menjadi bagian dari

kebudayaan, dimana nilai-nilai moral akan terkaburkan dalam setiap

aspek kehidupan dan pranata sosial. Perbuatan mencontek memberikan

dampak yang buruk bagi siswa, karena dengan mencontek siswa

cenderung tidak percaya diri dan hanya mengandalkan orang lain.

Selain itu kebiasaan mencontek juga menjadikan seorang siswa itu

menjadi pribadi yang tidak jujur.

Mencegah menyontek tidaklah cukup dengan sekedar mengintervensi

aspek kognitif seseorang, akan tetapi yang paling penting adalah

penciptaan kondisi positif pada setiap faktor yang menjadi sumber

terjadinya menyontek, yaitu pada faktor siswa atau mahasiwa, pada

lingkungan, pada sistem evaluasi dan pada diri guru atau dosen. Dengan

penerapan kurikulum baru/sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini

Page 12: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

12

artinya pemerintah telah melihat aspek selain kognitif untuk dijadikan

sebuah nilai. Karena kurikulum baru menilai aspek afektif dan

psikomotorik yang tentu bukan lagi soal contek menyontek untuk

mendapatkan nilai kedua aspek tersebut.

Dalam batas-batas tertentu menyontek dapat dipahami sebagai sesuatu

fenomena yang manusiawi, artinya perbuatan menyontek bisa terjadi

pada setiap orang. Sebagai bagian dari aspek moral, maka terjadinya

menyontek sangat ditentukan oleh faktor kondisional yaitu suatu situasi

yang membuka peluang, mengundang, bahkan memfasilitasi perilaku

menyontek. Seseorang yang memiliki nalar moral, yang tahu bahwa

menyontek adalah perbuatan tercela, sangat mungkin akan

melakukannya apabila ia dihadapkan kepada kondisi yang memaksa.

Page 13: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

13

DAFTAR PUSTAKA

Alhadza, Abdullah, 2004, Masalah menyontek (Cheating) di Dunia

Pendidikan,http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/38/MASALAH_MENY

ONTEK_DI_DUNIA_%20PENDIDIKAN.htm (diunduh pada hari

Jumat 8 Mei 2015 pukul 07.00)

Asmiana, Windy (Dept. of Psychology). 2003. Perbedaan Rasa Percaya

Diri Antara Mahasiswa Yang Aktif Dengan Mahasiswa Yang Tidak

Aktif Dalam Organisasi Kemahasiswaan Di UMM.

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-

gdl-s1-2003-windy-8811-percaya_diri (diunduh pada hari Jumat 8 Mei

2015 pukul 08.00)

Cristensen, H. J, 2001. Why Do Students Cheat?, http://www.usask.ca/tlc/

bries-journal/v1n3-jan-03/v1n3-why-cheat. (diakses pada hari Jumat 8

Mei 2015 pukul 17.40)

Halida, Rizka (Litbang Media Group). 2007. Mayoritas Siswa-Mahasiswa

Menyontek. http://www.sampoernafoundation.org/content/view/699/48/

lang,id/ (diakses pada hari sabtu 9 Mei 2015 pukul 14.00)

Monks, F. J., Knoers, A. M. P. dan Haditono, S. R. 2001. Psikologi

Perkembangan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Purwanto, Ngalim, Drs.,M., MP., 2004, Psikologi Pendidikan, Rosdakarya,

Bandung

Rizkia, Dina. 15 April 2007. Apa Kabar Ujian Nasional? . Jakarta: Seputar

Indonesia.

Suparno, Paul, DR, SJ, 2000, Sekolah Memasung Kebebasan Berfikir Siswa,

https://www.kompas.com/kompas (diunduh pada hari senin 8 Mei 2015

pukul 14.20)

Page 14: BUDAYA MENYONTEK DI INDONESIA

14

Vegawati, D., Dwita, O. P., Noviani, D. R. 2004. Perilaku Menyontek di

Kalangan Mahasiswa. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0904/20/

1104.html (diakses pada hari sabtu 9 Mei 2015 pukul 15.00)

Widiawan, Kriswanto, Ir, 1995, Menyontek Jadi Budaya Baru,

http://www1.bpkpenabur.or.id/kwiyata (diunduh pada hari senin 8 Mei

2015 pukul 15.00)