budaya hibriditas dalam masyarakat minangkabau …€¦ · ota rabu malam | budaya hibriditas |...

26
HIBRIDITAS BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril Muchtar

Upload: others

Post on 26-Oct-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

HIBRIDITASBUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

PASCAKOLONIAL

Asril Muchtar

Page 2: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2

BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKATMINANGKABAU PASCAKOLONIAL

Asril Muchtar

I. Pengantar

Pasca Perang Dunia ke-2 hanya sedikit sekali bangsa-bangsa di dunia ini

yang terbelenggu dalam penjajahan. Sementara yang lain telah merdeka dengan

menjadi negara sendiri dan memiliki pemerintahan sendiri. Bangsa Eropa,

terutama Spanyol, Portugis, Inggris, dan Perancis merupakan bangsa yang paling

banyak melakukan penjajahan di dunia ini. Wilayah Asia lebih banyak dijajah

oleh Inggris dan Perancis, kecuali Indonesia yang dijajah oleh Belanda. Secara

fisik bangsa-bangsa itu memang telah terlepas dari kolonial/penjajahan. Akan

tetapi secara mental tekanan, pengalaman, dan pembauran dengan penjajahan itu

masih tertinggal kuat, dan tidak mudah dikikis dalam waktu dekat, karena ia

bersifat abstrak dan melekat dengan perilaku serta budaya masyarakat yang

terjajah. Kutha Ratna menyebutkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh

kolonialisme lebih bersifat sebagai degradasi mentalitas dibandingkan dengan

kerusakan material. Akibat-akibat yang dimaksud tidak berhenti secara serta

merta setelah kolonisasi berakhir, melainkan terus berlangsung sampai sekarang,

bahkan mungkin hingga puluhan atau ratusan tahun (Nyoman Kutha Ratna,

2008:120). Sebaliknya para ahli lain melihat kasus itu sebagai sebuah peninggalan

sejarah, khususnya pada budaya, yang tidak perlu dicemaskan, apalagi

‘dibersihkan’ seperti sedia kala, karena ia telah diciptakan menjadi identitas

budaya baru.

Posisi penjajah dengan bangsa dan daerah jajahan berada pada oposisi

biner, yaitu antara: penguasa yang dikuasai, hegemoni dan resistensi, Barat dan

Timur, pribumi dengan non-pribumi, kolonialis dengan koloni, ‘majikan’ dengan

Asril Muchtar adalah dosen Jurusan Karawitan, saat ini melanjutkan pendidikan S3 diISI Yogyakarta. Makalah ini disajikan pada seminar Ota Rabu Malam jurusan Karawitan, 22Oktober 2014.

Page 3: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 3

‘budak’, bahkan lebih ekstrim dari itu, antara yang beradab (berbudaya tinggi)

dengan yang berbudaya rendah. Situasi ini dimanfaatkan secara lebih leluasa oleh

penjajah untuk mengeksploitasi budaya dan kekayaan (alam) masyarakat daerah

jajahan, sembari menerapkan budaya mereka. Meskipun terjadi hegemoni oleh

penjajah terhadap daerah jajahannya, ternyata para penjajah tidak dapat

memaksakan budaya mereka seutuhnya, justru mereka terpaksa mengadopsi

budaya masyarakat daerah jajahan untuk memudahkan misi mereka. Kondisi

saling “menerima” dan “mengambil” budaya kedua belah pihak merupakan

“ruang” cikal bakal terjadinya percampuran budaya (hibriditas).

Minangkabau yang dijajah Belanda selama sekitar satu setengah abad tak

terkecuali juga mengalami situasi di atas. Kontak budaya terjadi melalui lembaga

pendidikan yang didirikan oleh pemerintah kolonial, komunitas tertentu,

perdagangan, dan melalui pertukaran daerah jajahan. Bentuk percampuran

budaya yang terjadi di Minangkabau selama masa kolonial berwujud pada bahasa,

pertunjukan (sandiwara, toneel), pertunjukan budaya/ritual, musik, dan

pendidikan. Kontak budaya yang terjadi pada masa kolonial, tidak melulu pada

penerimaan secara penuh budaya kolonialis itu, tetapi mengalami koreksi,

negosiasi, dan negasi, sehingga ia tidak bisa bersifat murni.

II. Hibriditas sebagai Teori Postkolonial

Hibriditas merupakan bagian dari teori-teori postkolonialisme, pada

awalnya dikhususkan bagi penelitian negara-negara yang secara langsung pernah

menjadi koloni, seperti Indonesia, tetapi dalam perkembangannya yang lebih luas,

postkolonialisme dianggap telah berpengaruh secara global. Menurut Said, tahun

1914 Eropa telah menguasai 85% kawasan di bumi ini, baik sebagai dominion,

persemakmuran, dan wilayah perlindungan, maupun sebagai tanah jajahan,

pendudukan, dan koloni itu sendiri. Pengalaman kolonisasi selama dua setengah

abad lebih dianggap bersifat global dan universal sehingga memiliki dampak

secara langsung, baik bagi wilayah yang dijajah maupun bagi penjajah. Menurut

Page 4: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 4

Loomba, sifat global dan universal juga diakibatkan karena orang-orang yang

pernah terjajah kemudian menyebar di berbagai belahan dunia (Ratna, 2003).

Untuk kasus Indonesia model hubungan yang dimaksudkan jelas sudah

sangat luas dan dalam. Dari segi masa penjajahan, jangka waktu tiga setengah

abad merupakan masa yang sangat berarti untuk menanamkan berbagai

pemahaman yang berkaitan dengan Barat dan Timur. Politik devide et impera,

pembodohan dengan cara mengebiri perkembangan sistem pendidikan, proses

pemiskinan dengan cara mengeksploitasi sumber-sumber daya alam demi

penjajah semata-mata, dan sebagainya merupakan faktor utama mengapa Belanda

berhasil menanamkan kekuasaannya sampai tiga setengah abad dan dengan

demikian bangsa Indonesia sangat lambat dalam menanggapi akibat-akibat negatif

tersebut. Akibat-akibat negatif yang dimaksudkan tidak semata-mata berupa

perbedaan antara Barat dan Timur, antara negara penjajah dan negara yang

dijajah. Yang menjadi masalah, sebagaimana ditunjukkan oleh teori

postkolonialisme adalah implikasi yang ditimbulkan oleh narasi besar para

penjajah. Barat, misalnya, telah berhasil menanamkan pemahaman bahwa sebagai

bangsa Timur, kita memang lemah, inferior, lebih manaruh perhatian pada

masalah-masalah spritual, percaya pada takhyul, lebih mengutamakan perasaan,

dan sebagainya, dengan konsekuensi logis secara langsung mengakui superioritas

Barat.

Studi pascakolonialisme yang relatif masih baru menimbulkan kegairahan,

kebingungan, dan skeptisme dari berbagai pihak yang mendalaminya. Pendalaman

terhadap istilah “pascakolonialisme” menjadi heterogen dan membingungkan

sehingga sulit menjelaskan sepenuhnya apa yang tercakup dalam bidang studi ini.

Kesulitan ini sebagian akibat sifat interdisipliner studi-studi pascakolonial yang

merentang dari analisis literer hingga ke riset atas arsip-arsip pemerintah kolonial,

dari kritik atas naskah medis hingga teori ekonomis.

Kolonial berkaitan erat dengan kolonialisme dan imprealisme.

Kolonialisme berasal dari bahasa Latin: coloni, yang berarti pertanian atau

pemukiman. Pada masa awalnya hal ini dikaitkan dengan orang-orang Romawi

Page 5: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 5

yang bermukim di negri-negri dengan tetap mempertahankan kewarganegaraan

mereka. Kata kolonialisme kemudian diartikan sebagai penaklukan dan

penguasaan atas tanah dan harta penduduk asli oleh penduduk pendatang. Dalam

membentuk pemukiman baru terjadi hubungan yang kompleks dan traumatik

dalam sejarah antara penduduk lama dan penduduk pendatang. Imperialisme

berarti kekuasaan tertinggi dan unggul. Imperial sebagai sesuatu yang mengacu

pada kemaharajaan, dan imperialisme sebagai pemerintahan seorang kaisar, raja,

terutama yang despotik (zalim) dan semena-mena; perbuatan yang memajukan

kepentingan kemaharajaan.

Salah satu istilah yang paling banyak digunakan dan paling diperdebatkan

dalam teori postkolonial adalah hibriditas. Secara umum, hibriditas mengacu pada

penciptaan baru bentuk transkultural dalam zona kontak yang dihasilkan oleh

penjajahan. Menurut Robert Young hibrid secara teknis adalah persilangan antara

dua spesies yang berbeda (Young:1995:10). Kata hibriditas berasal dan

dikembangkan dari botani. Sebagaimana digunakan dalam hortikultura, istilah ini

mengacu pada persilangan dari dua spesies dengan mencangkok atau penyerbukan

silang untuk membentuk spesies ketiga, 'hybrid'. Hibridisasi memiliki banyak

bentuk: linguistik, budaya, politik, ras, dll.

Pada abad ke-19 dan akhir abad ke-20 hibriditas menjadi issu pokok

perbincangan pada bidang budaya (Young, 1995:5-6). Melihat pada kondisi

kontak budaya yang berlangsung lama, sehingga mengalihkan fokus pembicaraan

hibriditas pada budaya. Sebagaimana Leela Gandhi dan Ania Loomba

menjelaskan bahwa hibriditas budaya terjadi pada masa kolonial; antara penjajah

dan yang terjajah mengalami kontak budaya, sehingga budaya dari keduanya

mengalami percampuran (Gandhi, 2006; Loomba, 2003:90).

Ketika hibriditas menjadi issu pokok dalam perbincangan budaya, maka

hibriditas berarti pencampuran atau pertemuan budaya yang kemudian melahirkan

bentuk-bentuk identitas budaya baru. Terjadinya hibriditas dalam budaya

dinyatakan oleh Homi K. Bhabha (1994), bahwa akibat dari kolonial antara

penjajah dan terjajah masing-masingnya tidak bisa mempresentasikankan budaya

Page 6: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 6

atau bahasa mereka secara murni, karena saling tergantung, sehingga melahirkan

budaya hibriditas. Identitas budaya selalu berada dalam wilayah kontradiksi dan

ambivalensi atau “ruang ketiga,” sehingga klaim terhadap sebuah hirarki

“kemurnian” budaya menjadi tidak dapat dipertahankan lagi (Bhabha, 1994:37-

38).

III. Bentuk Hibridisasi pada Budaya Minangkabau

Proses terjadinya percampuran budaya itu juga bisa terjadi karena diaspora

yang dilakukan oleh suatu etnik atau melalui penjajahan. Kelompok etnis Sipahi

(Sepooy), beragama Islam Syi’ah yang berasal dari India, berperan sebagai tentara

Inggris, kemudian membawa tradisi Tabut (tabot, tabuik) ke Sumatra—Bengkulu

dan Pariaman. Tabot di Bengkulu menjadi tradisi masyarakat Kota Bengkulu

setelah mengalami berbagai penyesuaian dengan budaya lokal. Kedatangan

Tabuik ke Pariaman pada awalnya mengalami benturan dengan kebudayaan lokal

(Minangkabau) dan keyakinan Sunni yang dianut oleh orang-orang Pariaman.

Dalam proses berjalannya waktu pertemuan budaya itu berubah menjadi

percampuran budaya antara Syi’ah, Sunni, dan Minangkabau. Hibridisasi

terwujud setelah terjadi ‘negosiasi’ dengan mengurangi beberapa bagian ritual

Syi’ah dan disesuaikan dengan ajaran Sunni dan adat Minangkabau, sehingga

muncul bentuk pertunjukan Tabuik yang baru.

Jadi, Tabuik yang ada sekarang merupakan bentuk Tabuik yang

ambivalensi. Dari bentuk dan sumber awalnya serta tujuan ritualnya dikoreksi

oleh masyarakat Pariaman, kemudian dibuat dengan gagasan baru yang bertolak

dari kompromi bersama, sehingga bentuk (artefak dan struktur), visualisasi

pertunjukan, dan tujuannya pun berubah dan tidak pernah kembali seperti sedia

kala.

Menurut Bhabha, selain bersifat ambivalensi (keragu-raguan), ia juga

menjelaskan konsep mimikri (peniruan), meniru bukan berarti mengekor, karena

dalam meniru sering terkandung unsur mengejek (mockery). Meniru adalah

tindakan mengagumi sekaligus juga melawan (Budiawan, 2004:xii). Berbagai

Page 7: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 7

budaya produk Barat yang ditiru oleh masyarakat Timur, tetapi kemudian

dihadirkan dalam bentuk yang berbeda dari aslinya atau bentuk baru, sebagai

bentuk “tandingan”, bahkan bentuk “ejekan.” Ritual Tabuik pada awalnya

sebenarnya termasuk ritual yang dikagumi moleh masyarakat Pariaman, tetapi

cara, bentuk pertunjukan, dan muatan ritual (dari lamentasi/kesedihan ke

gembira/pesta) serta tempat-tempat ritus pelaksanaannya, mereka tiru dan ubah,

sehingga terkesan ada unsur mokri (ejekan).

Contoh lain adalah toneel yang dikenal sebagai drama Belanda yang

dipentaskan di gedung-gedung pertunjukan khusus, kemudian oleh orang-orang

Minangkabau dipelajari dan ditiru dengan membuat pertunjukan sejenis yang

disebut sandiwara. Sandiwara tidak lagi menggunakan bahasa Belanda, tetapi

bahasa Melayu-Minangkabau dan dipentaskan di pasar-pasar, sekolah-sekolah,

dan di ruang yang disulap menjadi pentas pertunjukan sandiwara. Pelaku

sandiwara, sebenarnya mengagumi toneel sehingga mereka mau mempelajari dan

menirunya, tetapi cara pertunjukan yang mereka lakukan dengan tidak

menggunakan gedung pertunjukan dan bahasa Belanda, ini merupakan bentuk

pelecehan dan ejekan terhadap toneel. Para penonton Belanda akan datang dengan

pakaian rapi dan resmi untuk menonton toneel, tetapi terbalik dengan sandiwara

yang ditonton oleh masyarakat banyak tanpa menghiraukan penampilan mereka.

Hibriditas di bidang musik di Minangkabau dapat pula lihat pada beberapa

ansambel musik yang ada sekarang, baik telah hidup dalam waktu yang lama

hingga telah menjadi tradisi dalam masyarakat, dan yang sedang mengalami

proses hibridisasi.

3.1. Talempong Kreasi/Talempong Goyang

Talempong kreasi terdiri dari satu set talempong melodi, satu set

talempong pengiring rendah, satu set talempong pengiring tinggi, satu set canang

pengiring rendah, satu set canang pengiring tinggi. Nada-nada canang berada

satu oktaf di bawah nada-nada talempong (Hanefi, dkk., 2004:67). Nada-nada

talempong dan canang tersebut ditala dengan nada diatonis. Talempong dan

Page 8: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 8

canang pengiring berfungsi sebagai pengakord. Untuk melengkapi orkestrasinya,

ditambah pula dengan alat tiup bansi, sarunai, dan saluang serta gendang.

Gagasan munculnya talempong kreasi sekitar tahun 1968 yang diprakarsai

oleh Akhyar Adam (alm), Yusaf Rahman (alm), Murad Sutan Saidi, dan Irsyad

Adam. Para seniman ini pernah menjadi staf pengajar ASKI Padangpanjang.

(Hanefi, dkk., 2004:68). Laras yang dipakai adalah diatonis mayor (umumnya

pada tangga nada C). Pada awalnya difungsikan sebagai musik instrumentalia

lagu-lagu yang berasal dari dendang tradisi Minang dan sebagai musik pengiring

tari-tari kreasi, seperti tari Rantak, tari Cewang, tari Bagurau, tari Piring (versi

Syofyani dan Hoerijah Adam), tari Panen, dan beberapa tari kreasi lainnya.

Orkestrasi talempong ini kemudian lebih dikenal dengan nama talempong kreasi.

Dengan fungsi ganda tersebut, talempong kreasi mengalami

perkembangan yang cukup pesat, baik dari segi wilayah penyebarannya maupun

dari segi kreativitas garap musiknya. Wilayah penyebarannya mencapai kota-kota

besar seperti, Jakarta, Medan, Bandung, dan beberapa kota di propinsi Riau,

bahkan ke Malaysia. Sementara dari segi penggarapan musiknya, terjadi

hibridisasi dengan berbagai alat dan konsep musik di nusantara dan musik barat.

Penyebarannya talempong kreasi tidak hanya dalam wilayah Sumatra

Barat. Pada pertengahan tahun 1980-an, talempong kreasi juga merambah ke kota

Medan. Di kota ini talempong kreasi dikembangkan pada sanggar tari Minang

Tigo Sapilin pimpinan Abu Bakar Siddik, sedangkan yang menjadi penggerak

musiknya dimotori oleh Hajizar ketika ia masih kuliah di jurusan Etnomusikologi

USU Medan. Pengembangan ini kemudian dilanjutkan oleh Wimbrayardi dan

Hanefi yang juga sedang menjadi mahasiswa etnomusikologi USU Medan.

Menurut Hanefi, sanggar ini pernah menjadi salah satu sanggar tari favorit di

Medan dengan musik tari talempong kreasi-nya. Bahkan dalam pesta perkawinan,

selain sebagai musik tari, talempong kreasi telah difungsikan pula untuk

mengiringi berbagai nyanyian pop daerah dan Indonesia (Hanefi, wawancara 20

Mei 2005 di Padangpanjang).

Page 9: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 9

Selain Medan, talempong kreasi kemudian menyeberang ke Jakarta sekitar

pertengahan 1980-an. Berbagai sanggar tari yang ‘berbendera’ Minang sudah

dapat dipastikan mereka akan memiliki satu set talempong kreasi sebagai identitas

budaya Minang. Sebut saja dari sanggar Sangrina Bunda pimpinan Ely Kasim,

Metro Minang, Ninis Grup, Ayub Grup, dan lain-lain. Bedanya mereka tidak

hanya membawakan tari-tari Minang, tetapi juga berbagai tarian nusantara.

Talempong kreasi yang ada di Jakarta juga telah mengalami perluasan nada-nada

kromatik, sehingga selain untuk mengiringi tarian juga dimanfaatkan untuk

mengiringi berbagai nyanyian. Frekuensi pertunjukan tari Minang dengan iringan

talempong kreasi, terbilang sangat padat di Jakarta, terutama pada hari Jumat,

Sabtu, dan Minggu.

Di Malaysia terutama di negara bagian Negri Sembilan yang penduduknya

mayoritas imigran Minangkabau, di sekolah-sekolah menengah atas, talempong

kreasi telah menjadi mata pelajaran kesenian dan ekstra kurikuler mereka. Begitu

juga di perkumpulan pemuda Muara Sungai Duyung Melaka, talempong kreasi

sudah menjadi menu utama dalam kegiatan kesenian mereka sejak tahun 1995.

Bahkan mereka sudah berani mangatakan, bahwa talempong kreasi yang mereka

mainkan itu adalah “miliknya.” Mereka mampu memainkan berbagai lagu-lagu

rakyat di Malaysia dan Indonesia, seperti lagu O Inani Keke, Angin Mamiri dan

bukan lagu-lagu dari Sumatra Barat saja.

Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan keperluan lagu yang

dibawakan, nada-nada talempong itu mulai pula ditambah dengan beberapa nada

kromatik akhirnya jumlah talempong untuk melodi bisa berkisar antara 20-24

buah. Begitu pula dengan talempong yang difungsikan sebagai akord, bisa pula

ditambah dengan beberapa buah talempong sebagai nada kromatiknya. Dengan

penalaan seperti ini, talempong kreasi telah mampu memainkan berbagai lagu

dalam tangga nada mayor dan minor Barat. Susunan nada talempong seolah-olah

meniru susunan nada pada keyboard.

Perluasan nada ini dipelopori oleh almarhum Yusaf Rahman. Berbagai

kreasi melodi dan aransemen lagu-lagu muncul dari tangannya. Salah satu yang

Page 10: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 10

cukup kreatif dan dinamis sering menjadi orientasi garap orkestrasi talempong

adalah karya musik tari Piring. Yang sering juga disebut oleh seniman-seniman

tari Minang dengan tari Piring Syofyani. Musik garapan Yusaf Rahman ini

menjadi komposisi panutan dan andalan oleh berbagai sanggar tari di Sumatra

Barat dan Jakarta. Kelebihan garapan talempong kreasi Yusaf Rahman dan

penampilannya yang memikat, berkat kepiawaian “Tuen” Islamidar sebagai

pemegang melodi dengan teknik triller-nya yang membuat nada-nada talempong

yang dimainkannya terasa rapat dan melodi menjadi “hidup” dan variatif.

Islamidar memiliki keunikan tersendiri dalam bermain talempong. Ia tidak

menyusun nada-nada talempong secara berurutan, suara rendah ke tinggi dari kiri

ke kanan, tetapi berselang-seling tinggi rendah nada itu dari kiri ke kanan,

sehingga membuat ia lebih luwes memainkan melodi talempong.

Dengan ketersediaan nada yang relatif sudah lengkap itu, maka talempong

kreasi membuka peluang tidak hanya untuk mengiringi tari dan memainkan

musik-musik instrumentalia lagu-lagu dan dendang-dendang Minang saja, tetapi

oleh kalangan senimannya telah pula dimanfaatkan untuk mengiringi berbagai

lagu-lagu pop, mulai dari pop “Minang-tradisi” (lagu-lagu yang berasal dari

dendang tradisi Minang yang biasa diiringi dengan saluang yang tidak diatonis,

kemudian digarap menjadi musik pop), pop “Minang-standard”, dangdut-minang,

dangdut, zapin, zapin-ndut, dan pop Indonesia. Bahkan lagu pop Barat pun

mampu mereka mainkan. Selain itu, untuk memperkaya orkestrasinya, beberapa

instrumen juga diimbuhkan dalam musik ini. Misalnya, gendang dua (berfungsi

sebagai pembawa ritme atau irama tabla), tamburin, set drum, keyboard, gitar

bass, akordeon, djembe, sedangkan alat tiup bansi dan sarunai tetap dihadirkan

sebagai representasi musik Minang.

Lagu-lagu yang dimainkan oleh grup talempong goyang akan selalu

mengalami perkembangan dengan menambah lagu-lagu baru yang muncul dari

khazanah musik pop Minang dan musik Indonesia, terutama lagu-lagu yang

beraliran dangdut. Bahkan ada kecendrungan lagu yang dimainkan bergantung

kepada penyanyi yang terlibat dalam pertunjukannya. Jika ada penyanyi yang

Page 11: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 11

suka membawakan dendang-dendang dari dendang saluang, maka akan

bertambah jumlah repertoarnya. Musik ini sangat fleksibel dalam membawakan

berbagai jenis lagu.

Para musisi talempong goyang yang mayoritas dari kalangan akademisi

ini, ternyata membawa simpati tersendiri di masyarakat. Meskipun cita rasa musik

mereka tergolong masih ringan dan belum mungkin disandingkan dengan grup-

grup band dengan berbagai peralatan elektronik dan perangkat sound system yang

membahana, tetapi ia telah banyak mencuri perhatian masyarakat, terutama

kalangan orang tua, tokoh masyarakat. Secara perlahan-lahan sebagian anak muda

juga telah mulai menyukai talempong goyang, karena talempong goyang juga bisa

memainkan berbagai jenis lagu yang bisa mewakili selera mereka.

Berbeda dengan di Jakarta, di kalangan seniman (musisi talempong) dan

penikmat musik talempong kreasi justru nama talempong goyang tidak muncul ke

permukaan, bahkan mereka nyaris tidak mengenal dan tidak mau memberikan

nama tersebut. Walaupun sebenarnya kreasi yang mereka lakukan dengan

talempong, persis sama dengan yang dilakukan oleh seniman-seniman talempong

goyang di Sumatra Barat. Di Jakarta sendiri, grup atau sanggar seni yang

“berbendera Minang” cukup banyak. Mereka pada umumnya menyuguhkan paket

musik talempong kreasi (goyang), baik sebagai iringan tari maupun sebagai musik

instrumentalia dan mengiringi bermacam-macam lagu, plus tari-tarian, dan

pelaminan Minang.

Talempong goyang selalu melakukan hibridisasi terhadap alat musik yang

digunakan yang berdampak pada orkestrasi musiknya. Grup talempong goyang

dari Padangpanjang dengan personalnya dosen, mahasiswa, dan alumni STSI/ISI

Padangpanjang misalnya, menyertakan seperangkat gendang sunda. Penonjolan

gendang sunda pada waktu-waktu tertentu mampu membawa decak kagum

penonton. Bahkan, kadang-kadang juga dihadirkan saxophone. Perluasan musikal

dalam bentuk hibridisasi tetap dilakukan.

Melihat kilas balik upaya yang dilakukan oleh para penggagas talempong

kreasi di atas, kita dapat melacak cikal bakal hibridisasi yang mereka lakukan.

Page 12: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 12

Sumatra Barat (Minangkabau) pada era awal abad ke-20 mengalami kondisi

apresiasi baru dengan musik diatonis. Kita tidak bisa melupakan peran INS Kayu

Tanam yang menerapkan pendidikan musik Barat untuk pelajaran musik di

sekolah tersebut. Inspirasi memasukkan musik Barat diawali dari pasca perjalanan

Engku Sjafe’i ke Belanda dan beberapa negara Eropa untuk belajar, dan

khususnya mempelajari kurikulum pendidikan diterapkan di Eropa. Salah satunya

adalah pelajaran musik Barat. Para alumni INS ini menyebarkan pengetahuan dan

keterampilan musik Barat-nya di berbagai instansi, sekolah, dan di masyarakat. Di

antara penggagas talempong kreasi di atas, ada yang sekolah di INS. Modal

musikal dan keterampilan musik Barat mereka lebih mendominasi daripada modal

kemampuan bermain musik tradisi, bahkan nyaris belum terjamah. Hibridasasi

mereka lakukan dengan mengambil beberapa lagu/dendang kemudian

diaransemen dengan cara/pola musik Barat. Talempong dan canang ditala dengan

nada diatonis, menurut kebutuhan instrumen meloadi dan iringannya.

Selain peran INS dan para alumninya, yang tak kalah penting pula

mengawali apresiasi budaya Barat (Belanda) termasuk musik diatonis adalah

Kweek School Bukittinggi. Sekolah ini kemudian dikenal dengan nama Sekolah

Raja. Sekolah Raja merupakan sekolah negri yang didirikan oleh Belanda pada

pertengahan abad ke-19 untuk memajukan masyarakat Minangkabau. Para alumni

Sekolah Raja menyebar ke berbagai pelosok Sumatra dan sebagian Kalimantan.

Proses apresiasi terhadap budaya Barat dan musik Barat sudah mulai terjadi pada

ini.

Jika tidak ada pengalaman atau apresiasi musik Barat dari Sekolah Raja

dan INS beserta para alumninya yang telah menyebarkan ke masyarakat,

hibridisasi antara musik Barat dengan musik tradisi (talempong) sulit diwujudkan.

Ketika elaborasi hibridisasi dilakukan oleh kreator dari ASKI/STSI/ISI

Padangpanjang dan para alumninya, maka musik talempong kreasi menjadi

berkembang. Para kreator itu telah mengalami apresiasi musik Barat dengan

berbagai ragam jenis orkestrasi dan instrumen.

3.1.1. Dilema Perkembangan Talempong

Page 13: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 13

Pada tahun 2003 – 2004, Jennifer Anne Fraser (Jenni) melakukan

penelitian pada musik tradisi dan paket etnis dari musik Minangkabau di Sumatra

Barat dan di Jakarta untuk disertasinya. Ia memilih ansambel talempong sebagai

studi kasus dalam penelitiannya. Selain musik tradisi talempong, Fraser juga

memfokuskan penelitian pada modifikasi talempong menjadi talempong kreasi1

[orkestrasi menggunakan nada-nada diatonis] yang berubah ke bentuk sajian,

etika, dan estetika kosmopolitan. Menurut Jenni, modifikasi ini terjadi terkait

dengan program pemerintah pusat, khususnya setelah tahun 1965, yaitu upaya

penyeragaman budaya nasional dalam bingkai keanekaragaman budaya

(multicultural) Indonesia yang berbeda-beda.

Berkaitan dengan itu, salah satu momentum terpenting yang ia lacak

adalah, pendirian perguruan tinggi seni [ASKI] (Akademi Seni Karawitan

Indonesia) dan [SMKI] (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia) di Sumatra

Barat, yang dijadikan sebagai sarana pemunculan kebudayaan Minangkabau

setelah pemberontakan [PRRI], sebagai identitas daerah di luar dominasi Jawa.

Perguruan tinggi seni dan sekolah menengah seni dijadikan sebagai lembaga

pelestarian dan pengembangan kesenian Minangkabau. Pendekatan melalui

pendidikan seni memiliki kontribusi pada modifikasi estetika. Orang-orang yang

menjadi pelaku penyebaran produk seni baru itu terdiri atas: para alumni

(perguruan tinggi seni dan sekolah menengah seni) yang menjadi guru, seniman

penyaji, komposer, koreografer, pimpinan sanggar, pamong budaya di tingkat

daerah, provinsi, Jakarta, dan daerah lain di Nusantara.

Modifikasi musik Minangkabau ke bentuk etika dan estetika kosmopolitan

oleh lembaga pendidikan kesenian, telah mendorong terciptanya gaya musik baru

kemasan etnisitas, komersialisasi, dan profesionalisasi. Komersialisasi seni telah

mendorong munculnya pengusaha budaya yang menjual kemasan etnisitas musik

Minangkabau. Selanjutnya, modifikasi talempong kreasi pada sisi lain

berkembang menjadi peluang bisnis, seiring dengan digalakkannya program

1 Jennifer Anne Fraser memilih kata talempong kreasi untuk keperluan penelitiandisertasinya.

Page 14: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 14

pariwisata di daerah Sumatara Barat dan otonomi daerah yang lebih menekankan

pada komersialisasi seni dari yang pernah ada. Misalnya, talempong kreasi

dijadikan salah satu paket pertunjukan berbasis etnik sebagai salah satu sajian

yang disuguhkan untuk para wisatawan, duta budaya, dan berbagai festival. Fraser

melihat bahwa untuk sajian di atas, modifikasi estetika pada talempong kreasi ia

sebut dengan “glossy aesthetic” (estetika yang mengkilap). Sejalan dengan

komersialisasi seni, maka muncul pula profesionalisasi, baik di bidang

keterampilan para penyaji, maupun dari aspek jasa pembayarannya.

Kendatipun pada satu sisi ada progresif pengembangan, tetapi antara

pelestarian dan pengembangan talempong dari tradisi ke talempong kreasi dan

talempong goyang, menurut Jenni, merupakan kesalahan dalam mengambil

langkah pengembangan; karena mengubah estetika musik Minang (talempong)

secara radikal, yakni dari tradisi atau berbasis lokal menjadi kosmopolitan—

bersifat internasional. Modifikasi talempong tidak hanya terjadi pada bentuk

talempong kreasi saja, tetapi juga dalam bentuk “avant-gande” dan kontemporer.

Modifikasi talempong kreasi hanya menarik bagi sebagian besar orang

Minangkabau. Sementara modifikasi ke musik kontemporer hanya menarik bagi

segmen masyarakat yang sangat terpilih saja, karena banyak orang yang tidak

tahu, bahkan belum pernah melihat jenis musik tersebut sebelumnya. Salah satu

institusi yang dianggap “bersalah” adalah ASKI (ISI) Padangpanjang yang

menjadi penggerak perubahan itu hingga saat ini.

Pada awal tahun 1980-an hingga awal 1990-an ketika ASKI

Padangpanjang dipimpin oleh Mardjani Martamin (Direktur), ia mencoba

menggali sebanyak mungkin potensi seni tradisi Minangkabau yang belum

diangkat untuk dijadikan materi perkuliahan. Diluncurkanlah program magang

seni tradisi. Beberapa musik tradisi dipelajari dan diangkat dari masyarakat,

misalnya: talempong unggan, gandang oguang, gandang lasuang (ansambel

talempong), gandang tasa, rabab pasisia, saluang dendang, berbagai genre seni

vokal islami, dan sebagainya. Cara kerja yang dilakukan adalah mengirim

sejumlah dosen ke desa-desa belajar dengan seniman tradisi, sambil melakukan

Page 15: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 15

penelitian yang terkait dengan musik tradisi tersebut. Kemudian, mendatangkan

kelompok-kelompok ansambel itu ke kampus, sebagai materi apresiasi bagi dosen

dan mahasiswa. Tujuan program ini, adalah untuk memperkaya skill dosen dan

mahasiswa di bidang seni tradisi, dan sekaligus juga untuk mengimbangi lajunya

perkembangan talempong kreasi, sehingga dominasi talempong kreasi mulai

berbagi dengan musik-musik tradisi.

Dampak dari program itu bermuara pada karya-karya yang digarap oleh

dosen dan mahasiswa yang sangat kuat berbasis tradisi, dengan ‘warna karya’

yang berbeda-beda. Program ini secara tidak langsung berupaya “menjauhkan”

dari penggunaan nada-nada dengan skala diatonis dan memperkaya identitas

kelokalan Minangkabau. Kelas-kelas praktik musik tradisi pun sudah diwarnai

oleh berbagai genre musik tradisi.

Berkaitan dengan pengembangan menjadi talempong kreasi, Jenni juga

menyadari bahwa tindakan yang dilakukan oleh pemikir kebudayaan di

Minangkabau termasuk ASKI adalah sebuah sikap politik kebudayaan. Sumatra

Barat yang kalah dalam pemberontakan PRRI tahun 1961, yang mengalami

tekanan secara psikis, sehingga diperlukan strategi untuk kembali bisa sejajar

dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Jenni mencatat bahwa, modifikasi yang

terjadi pada ansambel talempong merupakan bagian integral dari perjalanan

sejarah musik Minangkabau.

Perkembangan talempong dari tradisi ke talempong kreasi dan talempong

goyang, secara konsepsi dipahami secara berbeda oleh orang Minangkabau di

kampung halaman dengan di perantauan. Orang Minang di kampung halaman,

dengan jelas membedakan bahwa, talempong pacik dan talempong duduak adalah

musik atau talempong tradisi Minang, dan talempong kreasi serta talempong

goyang bukan musik tradisi lagi, sedangkan orang Minang di perantauan,

terutama di Jakarta, lebih cenderung menyebutkan semua ansambel talempong

(tradisi, kreasi, dan talempong goyang) adalah musik tradisi Minang. Pemahaman

tentang talempong ternyata juga menimbulkan dilematis.

Page 16: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 16

Dialektika yang terbangun antara mempertahankan talempong tradisi

dengan pengembangan ke sistem diatonis (talempong kreasi dan talempong

goyang), sepertinya menemukan sintesis tetap berada pada kedua jalur yang ada—

tradisi dan kreasi—masing-masingnya memiliki publik sendiri yang masih eksis

hingga sekarang. Talempong tradisi tidak mungkin mati atau dimatikan sepanjang

masih ada sandaran upacara dan seni tradisi yang memerlukan kehadirannya.

Sebaliknya, talempong kreasi juga tidak mungkin dihambat laju

perkembangannya, karena ia ‘diperlukan’ untuk konteks-konteks tertentu di

masyarakat dalam era sekarang dan mungkin di masa datang. Perjalanan panjang

yang ditempuh oleh talempong kreasi dalam upaya mengisi khasanah musik

Minang, tidak bisa begitu saja ditiadakan. Lembaga kesenian profit seperti

sanggar-sanggar yang bergerak di bidang jasa entertainment, sangat memerlukan

talempong kreasi untuk menggerakan “denyut nadi” aktivitasnya. Begitu juga

dengan talempong goyang, kehadirannya telah mencuri perhatian selera hiburan

sebagian masyarakat Minang. Meskipun talempong kreasi dan talempong goyang

cenderung bergerak ke arah estetika kosmopolitan dan mempresentasikan

identitas hibriditas, tetapi ia telah memberikan ‘warna’ baru bagi perkembangan

musik Minang.

3.2. Katumbak

Katumbak adalah sebuah ensambel musik yang berkembang di daerah

Pariaman, Sumatra Barat (Minangkabau). Musik telah dimainkan di Pariaman

sejak tahun 1960-an. Pada kurun waktu tertentu, katumbak pernah berkembang

pesat di berbagai pelosok nagari di Pariaman. Sekitar 1970-an dan 80-an adalah

masa puncak kejayaanya sebagai media hiburan dalam berbagai hajatan,

khususnya pada pesta perkawinan. Pada masa itu banyak grup katumbak yang

muncul, dan mereka memiliki frekuensi pertunjukan yang cukup banyak pula.

Katumbak menjadi pilihan media hiburan bagi masyarakat Pariaman,

khususnya sebagai sarana hiburan dalam pesta perkawinan. Musik ini tergolong

sederhana, mudah dinikmati, berkarakter riang, dan tidak mahal, sehingga banyak

dinikmati oleh kalangan masyarakat kelas bawah, terutama masyarakat pedesaan.

Page 17: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 17

Penyelenggaraan pertunjukannya tidak merepotkan, dapat dilakukan di pentas

(kecil sederhana), teras rumah, arena, dan di langkan (serambi) rumah. Begitu

pula dengan perangkat pendukungnya, tidak harus menggunakan sound system

yang baik atau bagus, tetapi cukup dua buah mic dan sebuah loud speaker corong

yang bermerek toa, seperti yang biasa digunakan untuk azan di mushala dan

masjid.

Pada era 1980-an katumbak mengalami perkembangan yang cukup baik,

gitar bass elektrik sudah dimainkan untuk memperkuat orkestrasinya. Begitu juga

amplifikasi suara sudah menggunakan sound system yang lumayan bagus.

Pertunjukannya pun sudah dilakukan di atas pentas. Akan tetapi, memasuki era

1990-an, secara perlahan-lahan musik ini mengalami masa-masa kemunduran

yang mengenaskan. Peran katumbak digeser oleh organ tunggal (musik program

yang bersifat instant) hingga membuat katumbak “mati suri”, dan hanya

menyisakan beberapa grup saja sampai saat ini.

Nama katumbak merupakan tiruan dari bunyi gendang: tum-bak, tum-bak.

Musik ini merupakan sinkretik antara Minang, Melayu, dangdut (Indonesia), dan

India. Unsur-unsur musik dari budaya tersebut, yang membentuk karakter lahirnya

genre musik katumbak adalah terutama pada jenis lagu dan aransemen musiknya

bertempo sedang dan cepat serta berkarakter riang.

3.2.1. Konsep Musik

Katumbak terbentuk dari hasil perpaduan beberapa unsur musik dan alat

musik yang berasal dari budaya yang berbeda. Unsur musik yang menjadi

pembentuk musik katumbak adalah musik Minang, musik dangdut Indonesia,

musik Melayu, dan musik India (Hindustan).

Unsur musik Minang yang menjadi sumber pembentuknya adalah musik

gamat (Melayu-Minang), musik pop Minang, dan musik tradisi Minang yang

memiliki karakter riang dan bertempo cepat. Aspek utama yang berasal dari musik

Minang adalah lagu-lagu yang dimainkan dalam tangga nada diatonis. Pada musik

gamat misalnya, semua lagu-lagunya dinyanyikan dalam tangga nada diatonis.

Gamat memiliki jenis lagu bertempo lambat dan bertempo cepat (joget). Semua

Page 18: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 18

lagu gamat yang bertempo cepat menjadi lagu yang diadopsi oleh katumbak. Di

samping itu juga ada beberapa lagu yang bertempo lambat (lagu nasib) diadopsi

oleh katumbak. Karakter lagu gamat yang bertempo cepat khususnya, menjadi

pembentuk karakter musik katumbak yang bersifat riang dan mudah dicerna.

Unsur musik pop Minang yang menjadi pembentuk musik katumbak

adalah jenis lagu pop Minang yang bertempo sedang dan cepat yang memiliki

karakter riang dan gembira. Sementara lagu-lagu Minang bersifat melankolik

hanya terbatas dinyanyikan dalam katumbak.

Dari aspek musik Melayu, juga terfokus pada lagu-lagu bertempo sedang

dan cepat (rentak mak inang dan joget). Kedua jenis lagu ini, ikut membentuk

karakter musik katumbak. Bahkan lagu-lagu Melayu rentak mak inang dan joget

itu, menjadi lagu yang selalu dimainkan dalam pertunjukan katumbak. Unsur

kedekatan karakter lagu Melayu dengan gamat (joget) sangat mempengaruhi

karakter musik katumbak.

Sementara musik dangdut dan musik India (irama Hindustan), kedua

musik ini pada satu sisi memiliki karakter dan aransemen musik yang sangat

mirip. Bahkan tak jarang pula musik dangdut banyak meniru dan mengadaptasi

lagu-lagu India. Dari aspek beat atau irama pukulan gendang musik dangdut dan

musik India, khususnya pola ritme tabla, sangat banyak mempengaruhi pola-pola

ritme gendang pada musik katumbak. Begitu juga dengan lagu-lagu yang

dinyanyikan. Banyak sekali lagu dangdut khususnya, dan lagu India yang

dijadikan sebagai repertoar pertunjukan katumbak.

Dari aspek alat musik, unsur budaya lain seperti (Eropa dan India) turut

membangun musik katumbak. Misalnya, harmonium yang berasal dari Eropa

pada abad ke-19, kemudian menyebar ke India, Indonesia, dan menjadi instrumen

vital dalam ensambel katumbak. Harmonium merupakan instrumen utama sebagai

pembawa melodi. Instrumen ini sangat berperan penting dalam setiap penyajian

lagu. Misalnya, sebagai pembawa introduksi (introduction) pada setiap lagu,

sebagai melodi hantaran (interlude) antara bagian ke bagian teks nyanyian

(patun), sebagai penutup lagu (coda), dan sebagai pengiring (akord) lagu.

Page 19: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 19

Harmonium adalah alat musik keyboard, suaranya berasal dari vibrasi

atau getaran lidah tipis (reed) dari metal yang ditiup oleh angin atau udara secara

terus menerus dari sepasang pedal yang terdapat di bawahnya (Willi Apel,

1972:371). Teknik menghasilkan bunyi melalui penekanan tuts-tuts yang terdapat

pada papan nada (fingerboard), yang memanfaatkan sirkulasi udara dalam satu

ruang resonansi. Harmonium adalah alat musik yang memakai sistem dua belas

(12) nada dengan tangga nada (scale) diatonis.

Harmonium bagi masyarakat Pariaman, merupakan kosa kata yang tidak

begitu akrab. Mereka menyebut alat musik ini dengan rabunian atau pupuik

rabunian. Pada umumnya seniman katumbak menyadari kalau rabunian yang

mereka gunakan berasal dari India. Akan tetapi bagaimana proses datangnya dari

India ke Indonesia khususnya ke Pariaman, tidak banyak yang tahu. Meskipun di

Indonesia, selain dalam ensambel katumbak, harmonium juga digunakan dalam

orkes samrah Melayu (Japi Tambayong, 1992:195).

Di kota Pariaman antara 1960-an sampai 1980-an ada satu grup katumbak

yang sangat terkenal yang dipimpin oleh Rajab. Ia penduduk setempak keturunan

India (Sipahi/keling) yang menggunakan harmonium yang asli. Apakah alat musik

itu dibawa oleh para leluhur Rajab ke Pariaman juga tidak ada yang dapat

memberikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Harmonuim pertama sekali diperkenalkan oleh Alexandre Francois Debain

dari Perancis 1840, kemudian dipatenkannya tahun 1842. Alat musik ini

disebarkan secara luas oleh para kolonial (penjajah) ke Afrika dan India, dan

dimainkan pada upacara tradisi lokal. Di India sendiri harmonium dibawa oleh

para misionaris pada pertengahan abad ke-19. Sebutan untuk nama alat ini di India

antara lain: harmoniam, harmonia, armonia. Bentuk dan ukuran alat musik ini

bermacam-macam. Di antaranya ada yang berukuran kecil berbentuk kotak yang

mudah dibawa. Harmonium biasanya dimainkan sambil duduk di lantai, satu

tangan pemain memainkan tuts-tutsnya untuk melodi, dan tangan yang satu lagi

memompa angin untuk memproduksi suara (Stanley Sadie, 1984:131).

3.2.2. Jenis Lagu Yang Dimainkan

Page 20: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 20

Lagu-lagu yang dimainkan dalam pertunjukan katumbak pada umumnya

adalah lagu-lagu Minang, lagu dangdut, lagu Melayu, dan lagu berirama

Hindustan (India). Lagu Minang dapat pula dikelompokkan atas beberapa

kelompok, yaitu: lagu Minang yang khusus dibawakan pada ensambel katumbak

(disebut lagu asli), lagu-lagu gamat (genre musik gaya Melayu-Minang), dan lagu

populer Minang. Selain itu, katumbak juga dapat memainkan lagu-lagu berirama

atau berentak, chalti, joget, cha-cha, cha-cha dut, dan dangdut.

Menurut catatan Ikhsan (2004:110-111), katumbak memiliki sendiri lebih

20 judul lagu yang dianggap sebagai lagu asli. Teks atau sair lagu asli lebih

banyak meggunakan pantun. Bahkan pantun dianggap media verbal yang sangat

mudah berkomunikasi dan akrab dengan penonton. Dari lagu-lagu asli itu, pada

dasarnya sudah terjadi hibridisasi dari beberapa lagu tradisi indang piaman2 dan

lagu-lagu pop Indonesia, khususnya dari lagu dangdut yang dialihbahasakan ke

bahasa Minangkabau. Misalnya, lagu “Sajak Pandangan Partamo”, “Walaupun

Tiado”, dan sebagainya, merupakan lagu-lagu yang berasal dari lagu dangdut

Indonesia (berbahasa Indonesia). Oleh karena sering dinyanyikan oleh grup-grup

katumbak, kemudian lagu-lagu tersebut seolah-seolah sudah menjadi lagu wajib

(asli) bagi grup katumbak. Hal ini makin diperkuat pula setelah lagu-lagu itu

dinyanyikan dalam bahasa Minangkabau.

Lagu-lagu bergaya tradisi indang piaman sangat sulit pula dihindarkan

oleh katumbak, karena kedua genre musik ini tumbuh dan berkembang di daerah

Pariaman. Antara indang dengan katumbak dalam proses hibridisasi masing-

masing saling memberi dan menerima. Misalnya, lagu-lagu tradisi indang yang

memiliki irama melodi berkesan riang gembira dan bertempo cepat, biasanya

sangat menarik bagi seniman-seniman katumbak untuk dinyanyikan dengan

katumbak. Bahkan menjadi lebih hidup dan menarik. Contoh, lagu “Indang

2 Indang piaman atau indang pariaman adalah sebuah genre seni pertunjukan tradisiMinangkabau yang dalam penyajian selalu mengetengahkan sebuah permasalahan atau topikuntuk didiskusikan atau dipertanyakan. Satu paket pertunjukannya disajikaan tiga grup indang.Masing-masing grup tampil secara bergantian selama antara 45-60 menit, selama dua malam. Padaawalnya musik ini sebagai media penyiaran agama Islam di Pariaman; Lebih lanjut silahkan baca,Ediwar, Indang Pariaman dari Tradisi Surau ke Seni Pertunjukan Rakyat Minangkabau(Bandung: P4ST Universitas Pendidikan Indonesia, 2007).

Page 21: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 21

Lubuak Aluang”, pada awalnya merupakan lagu tradisi indang piaman yang

berasal dari nagari (desa) Lubuk Aluang.

Lagu-lagu gamat yang diadopsi oleh katumbak pada umumnya dipilih

lagu-lagu yang berirama melankolis atau disebut juga dengan lagu nasib, seperti:

“Sarunai Aceh”, “Mati Dibunuah”, “Kapa Perak”, “Siti Padang”, “Siti Payung”,

dan ”Bungo Tanjuang”, karena teks pantun yang disampaikan berisi tentang

peruntungan nasib (parasaian). Meskipun lagu-lagu yang bertempo sedang dan

cepat, seperti jenis joget: “Bacarai Kasiah”, “Lagu Duo”, “Rambutan Aceh” juga

diadopsi. Ini bertujuan untuk mengimbangi corak lagu yang dinyanyikan agar

bervariasi. Lagu nasib dinyanyikan untuk mengisi dan mendukung suasana di

malam hari. Dalam tradisi pertunjukan gamat pun lagu-lagu nasib tersebut juga

sering dinyanyikan pada malam hari.

Adapun lagu-lagu pop Minang yang dinyanyikan oleh grup-grup katumbak

adalah lagu-lagu yang bertempo sedang dan cepat. Pilihan mereka terhadap lagu-

lagu tersebut didasari pada prinsip untuk memeriahkan suasana, terutama suasana

pesta. Lagu yang cocok untuk itu adalah lagu yang bertempo sedang dan cepat.

Misalnya: “Malam Bainai”, “Samalam di Koto Gadang”, “Usah Dikana Juo”, dan

jenis lagu duet. Walaupun demikian, lagu-lagu yang bertempo lambat dan

berirama melankolis juga dinyanyikan.

Selain dari lagu-lagu Minang di atas, ada perkembangan terakhir salah satu

grup katumbak dari nagari Limau Purut pada pertunjukan tahun 2005 yang lalu,

menyanyikan lagu yang bernuansa Islam, yaitu lagu “Racun Dunia”, tetapi

menggunakan bahasa Minangkabau. Menurut Udin Cengkong (62 tahun),

penyanyi dan pimpinan grupnya mengatakan bahwa, “lagu bernuansa Islam

seperti lagu Racun Dunia belum begitu lama dinyanyikan oleh grupnya.” Akan

tetapi, kesan yang dimunculkan lagu itu terhadap karakter musik katumbak

menjadi khidmat, sehingga katumbak yang dekat dengan dunia hiburan

berkarakter riang, ceria, gembira, dan bersifat duniawi menjadi berbeda.

Lagu Melayu juga diadopsi oleh seniman katumbak menjadi repertoar lagu

mereka. Di antaranya: “Mak Inang Pulau Kampai”, “Hitam-hitam si Buah

Page 22: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 22

Manggis”, dan “Tanjung Katung” (Ikhsan, 2004:112). Lagu Melayu yang

diadopsi adalah lagu yang bertempo cepat (lagu rentak mak inang dan joget).

Lagu-lagu Melayu sangat menarik dinyanyikan untuk membangun suasana

menjadi meriah dan ketika prosesi (berjalan) mengiringi penganten. Biasanya para

penonton akan merespons dengan tepuk tangan, bersorak, dan menari-nari ketika

lagu-lagu rentak joget dinyanyikan.

Lagu-lagu dangdut yang sering dinyanyikan oleh grup katumbak adalah

lagu dangdut yang populer di tahun 1960-an samapi 1980-an. Lagu-lagu dangdut

yang dinyanyikan oleh grup-grup katumbak cukup banyak. Sekadar contoh,

misalnya: “Boneka dari India”, “Bermain Tali”, “Terajana”, “Hitam Manis”,

“Pandangan Pertama”, “Tamasa ke Binaria”, “Janda”, “Magdalena”, “Rindu”, dan

lain sebagainya. Lagu dangdut termasuk repertoar lagu yang sering menjadi

pilihan untuk dinyanyikan oleh para penyanyi katumbak. Oleh karena lagu

dangdut termasuk lagu yang mudah dicerna masyarakat, cepat populer, dan sangat

merakyat di Indonesia, termasuk di Pariaman. Bahkan Pariaman pada era tahun

1980-an merupakan salah satu basis musik dangdut yang sangat dinamis di

Sumatra Barat.

Untuk lagu-lagu yang berirama Hindustan atau lagu India, sebenarnya

tidak banyak lagu tersebut yang dapat dinyanyikan dengan baik oleh grup

katumbak. Keterbatasan mereka adalah pada pengusaan lirik lagunya. Namun

mereka mampu menguasai melodinya dengan baik. Untuk mengatasi masalah

tersebut, biasanya para penyanyi tetap menyanyikan lagu India dengan peniruan

teks kata yang dikira-kira mirip saja bunyinya dengan kosa kata India, walaupun

mereka sendiri tidak begitu yakin dengan apa yang diucapkan. Apalagi teknologi

audio dan audio visual pada era 1980-an belum sehebat pada masa sekarang.

Kalau pada masa sekarang lagu-lagu India dengan format VCD dan DVD,

tayangannya sudah disertakan dengan teks liriknya, sehingga penyanyi dengan

mudah membaca dan menghafal teks sambil bernyanyi.

3.2.3. Surutnya Musik Katumbak

Page 23: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 23

Di era tahun 1970-an dan 1980-an musik ini mengalami masa-masa

kajayaannya. Beberapa grup yang pernah punya nama itu antara lain: Ara Grup,

Ampalu Grup, Kumar Grup, Limpur Jaya Grup, Acha Grup, Rajab Grup, dan lain

sebagainya. Namun amat disayangkan grup-grup katumbak yang terdapat di kota

Pariaman dan beberapa nagari itu secara perlahan-lahan berguguran dan mati.

Hanya ada beberapa grup saja yang masih bertahan hingga saat ini. Matinya grup-

grup katumbak disebabkan oleh bergesernya ragam hiburan musik untuk berbagai

pesta perkawinan dengan hadirnya orgen tunggal yang menggunakan sound

system modern sebagai amplifikasi suaranya. Orgen tunggal lahir dari para

pemain band combo yang telah bubar. Orgen tunggal dapat membawakan semua

jenis lagu, sehingga mampu mewakili selera musikal siapa saja. Sementara

katumbak terbatas hanya membawakan lagu Melayu, Hindustan, gamat, dangdut,

dan lagu pop Minang, akibatnya undangan pertunjukan untuk pesta perkawinan

berkurang, para pengguna jasa beralih ke orgen tunggal. Selain itu, regenerasi

penyanyi dan pemusik juga tidak terjadi pada katumbak. Bahkan sebagian besar

penyanyi katumbak justru menyeberang menjadi penyanyi orgen tunggal.

Katumbak sebagai musik hibriditas telah menjadi sebuah genre musik

masyarakat Pariaman. Musik ini telah menjadi pilihan media hiburan yang sangat

merakyat. Era tahun 1970-an hingga 1980-an merupakan masa-masa puncak

kejayaannya. Akan tetapi memasuki era 1990-an hingga sekarang mengalami

masa-masa kemunduran dan akhirnya menuju pada kepunahan. Di tahun 2008 ini

hanya ditemukan sekitar dua sampai tiga grup saja yang tersisa, tetapi itu pun

tidak eksis lagi. Pariaman akan kehilangan sebuah genre musik hibrid sebagai

media hiburan yang memiliki latar riwayat yang mengagumkan. Jika tidak

ditangani dengan cermat dan cepat, maka ia akan menjadi sebuah kenangan masa

lalu.

Selain katumbak, yang dapat dikelompokkan ke dalam musik hibrid

Minangkabau adalah gamad. Gamad merupakan hibridisasi antara musik Barat,

Melayu, dan Minangkabau. Saat ini, dapat kita saksikan salah satu musik yang

sedang mengalami hibridisasi adalah saluang yang berubah dari saluang klasik ke

Page 24: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 24

saluang dangdut dan saluang orgen. Namun, karena keterbatasan waktu, maka

pada kesempatan ini kasus hibriditas kedua genre musik ini belum bisa dibahas.

IV. Penutup

Dari uraian di atas, kasus budaya Minangkabau yang mengalami hibriditas

terjadi dalam berbagai cara. Ada budaya hibriditas yang terbentuk karena diaspora

yang dilakukan oleh suatu etnik yang menjadi bagian dari kolonialis Inggris.

Misalnya, etnis Sipahi yang menjadi tentara Inggris di Bengkulu yang membawa

tabuik ke Pariaman. Hibriditas yang terjadi musik talempong kreasi dan katumbak

terjadi pada masa pascakolonial, sehingga proses terjadinya tidak mengalami

benturan berupa “tawar menawar” dengan budaya Barat (penjajah) secara

langsung. Akan tetapi proses latennya telah terjadi dalam kurun waktu yang lama,

ketika masyarakat Minangkabau mendapat pengalaman apresiasi baru dengan

musik diatonis melalui lembaga pendidikan Sekolah Raja Bukittinggi dan INS

Kayutanam dan para alumni kedua sekolah itu. Proses hibridisasi masih terus

berlangsung dalam budaya musik dan budaya lainnya di Minangkabau, hingga

menemui muara dengan terbentuknya musik atau budaya baru yang hibrid.

Page 25: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 25

KEPUSTAKAAN

Apel, Willi. 1972. Harvard Dictionary of Music. Second Edition. Cambridge,Messachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press.

Bhabha, Homi K. 1994. The Location of Culture. London dan New York:Routledge.

Budiawan. 2010. “Ketika Ambivalensi Menjadi Kata Kunci: Sebuah Pengantar,”dalam Budiawan, ed. Ambivalensi Post-kolonialisme Membedah Musiksampai Agama di Indonesia, Yogyakarta: Jalasutra.

Ashcroft, Bill., Gareth Griffiths, dan Helen Tiffin. 2007. Post-colonial Studies:The Key Concepts. London dan New York: Routledge.

Fraser, Jennifer Anne. 2007. “Packing Ethnicity: State Institusions, CulturalEntrepreneurs, and the Professionalization of Minangkabau MusicIndonesia.” Disertasi, Universitas Illinois, Urbana, Illinois.

Gandhi, Leela. 2006. Teori Poskolonial: Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat.Yogyakarta: Qalam.

Hanefi, et al. 2004. Talempong Minangkabau: Bahan Ajar Musik dan Tari.Bandung: P4ST UPI.

Ikhsan, Nil. 2004. “Musik Katumbak dalam Tradisi Bajapuik di Desa TobohLubuk Aluang Padang Pariaman Sumatra Barat”. Tesis S-2 PengkajianSeni Pertunjukan dan Seni Rupa, Program Pascasarjana, UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta.

Loomba, Ania. 2003. Kolonialisme/Pascakolonialisme. Yogyakarta: BentangBudaya.

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi danFakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

__________. 2008. Postkolonialisme Indonesia Relevansi Sastra. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Sadie, Stanley. 1984. The New Grove Dictionary of Musical Instruments. London:Macmillan Press Limited.

Said, W. Edward. 2010. Orientalisme: Menggugat Hegemoni Barat danMendudukan Timur Sebagai Subjek. Terjemahan Achmad Fawaid.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 26: BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU …€¦ · Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 2 BUDAYA HIBRIDITAS DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU PASCAKOLONIAL Asril

Ota Rabu Malam | Budaya Hibriditas | Asril Muchtar 26

Supanggah, Rahayu. 2002. Bothekan Karawitan I. Jakarta: Ford Foundation danMasyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto. ed. 2004. Hermeneutika Pascakolonial SoalIdentitas. Yogyakarta: Kanisius.

Tambayong, Japi. ed. 1992. Ensiklopedi Musik. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka.

Young, Robert J.C. 1995. Colonial Desire: Hibridity in theory, culture and race.London dan New York:Routledge.

Dipublis Oleh

Ota Rabu Malamadalah ruang diskusi dan pusat kajian seni pertunjukan yang berbasis di Sumatera.OTRM didirikan oleh mahasiswa Seni Karawitan ISI Padangpanjang beserta alumni,bekerja dengan mempresentasikan kembali karya-karya yang pernah ditampilkan,ataupun arsip-arsip dan dokumentasi penelitian, untuk dibahas di ruang publik sebagaipengembangan ilmu pengetahuan. Sejak didirikan pada 30 Oktober 2013 OTRM telahmelakukan serangkaian diskusi, kuliah umum, worskshop ataupun bedah setiapminggunya – Rabu Malam.

www.otarabumalam.wordpress.com