bronkopneumonia

34
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA RUMAH SAKIT TARAKAN Nama : Frans Herrin Tanda Tangan NIM : 11.2013.042 ............................... Topik : Bronkopneumonia Dokter Pembimbing : Dr. Etty, Sp.A ............................... I. IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : An. Vicky Islami Budianto Jenis kelamin : Laki-laki Tanggal lahir: 3 Mei 2013 Suku bangsa : Jawa Usia : 11 bulan Agama : Islam Pendidikan: belum sekolah Alamat : Karet Tengsin RT 007/007,Tanah Abang, Jakarta Pusat Tgl masuk RS: 10 April 2014 II. IDENTITAS ORANG TUA Ayah : Tn. Pratono Ibu : Ny Nurfitri Usia : 28 tahun Usia : 27 tahun 1

Upload: frans-rengirit

Post on 01-Dec-2014

818 views

Category:

Healthcare


9 download

DESCRIPTION

Pediatry

TRANSCRIPT

Page 1: Bronkopneumonia

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

RUMAH SAKIT TARAKAN

Nama : Frans Herrin Tanda Tangan

NIM : 11.2013.042 ...............................

Topik : Bronkopneumonia

Dokter Pembimbing : Dr. Etty, Sp.A ...............................

I. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : An. Vicky Islami Budianto Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir: 3 Mei 2013 Suku bangsa : Jawa

Usia : 11 bulan Agama : Islam

Pendidikan: belum sekolah Alamat : Karet Tengsin RT 007/007,Tanah

Abang, Jakarta Pusat

Tgl masuk RS: 10 April 2014

II. IDENTITAS ORANG TUA

Ayah : Tn. Pratono Ibu : Ny Nurfitri

Usia : 28 tahun Usia : 27 tahun

Telp/Hp : 081519854***** Telp/Hp : 0813758*****

Pendidikan terakhir : SMP Pendidikan terakhir : SD

Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

1

Page 2: Bronkopneumonia

III. ANAMNESIS

Diambil dari : Auto, alloanamnesa (Ibu kandung pasien), dan Rekam Medis

Tanggal 11 April 2014 Jam: 15.00 WIB

Keluhan Utama: Sesak nafas sejak 3 hari SMRS

Keluhan Tambahan: demam, batuk, pilek, mencret, muntah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari SMRS. Sesak nafas disertai

demam, batuk dan pilek sejak 4 hari SMRS. Demam naik turun walaupun sudah

diberikan obat penurun panas. Batuk berdahak namun dahaknya tidak bisa keluar. Selain

itu os juga mencret dengan frekuensi 4 kali/ hari, masing-masing ± ½ gelas aqua, warna

kuning coklat, konsistensi cair, lendir(+), darah(-), amis(-) saat berada di IGD. Os juga

muntah sejak 1 hari SMSRS, terutama setiap habis minum obat, sehari sekitar ± 2 kali/

hari, air(+). Os demam(+), yang dirasasakan ibunya sepanjang hari. Saat mencret di IGD,

mata dilihat cekung, tangan dan kaki dirasakan dingin, bibir terlihat kering, dan terlihat

kurang aktif. Os juga tidak mau minum, BAK dirasa sedikit dan jarang. Selama sakit ini

Os pernah dibawa ke dokter puskesmas atau pusat pelayanan kesehatan lainnya namun

belum ada perbaikan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Os tidak pernah sakit dan di rawat sebelumnya. Tidak ada riwayat sesak napas, mencret,

atau muntah-muntah seperti ini sebelumnya. Riwayat demam lama juga disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Tidak ada penyakit

keturunan di dalam keluarga.

Riwayat Sosial Personal ( Social-Personal History ) dan lingkungan

Ayah Os seorang pedagang dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Kesan keadaan sosial

kurang. Hubungan orang tua dengan anak dilihat dekat. Selama ini Os terkesan bayi yang

aktif.

2

Page 3: Bronkopneumonia

Os tinggal di daerah padat penduduk dengan higiene kurang. Riwayat penyajian

makanan juga terkesan seadanya , tidak terlalu mementingkan kebersihan.

Riwayat Kelahiran:

A. Kehamilan

- Lahir spontan di RS dari ibu P1A1 dan usia kehamilan 38 minggu

- Perawatan antenatal : bidan, rutin mengontrol

- Penyakit kehamilan : -

B. Kelahiran

- Tempat kelahiran : Rumah Bersalin

- Penolong persalinan : Bidan

- Cara persalinan : normal, letak kepala

- Masa gestasi : Cukup bulan, 38 minggu

C. Keadaan bayi

- Langsung menangis : positif

- Berat badan lahir : 3350 gram

- Panjang badan lahir : 47 cm

- Lingkar kepala : tidak diketahui

- Pucat/biru/kuning/kejang : tidak ada

- Kelainan bawaan : tidak ada

Riwayat Tumbuh Kembang:

Sektor Personal Sosial : Membalas senyum dan memandang muka, tersenyum

spontan ibu pasien lupa.

Sektor Motor Halus-Adaptif : Gerakan tangan bersentuhan, memandang manik-

manik dan meraih benda ibu pasien lupa.

Sektor Bahasa: tertawa, memekik, mengoceh ( ibu pasien lupa) memanggil ibu dan

ayah pada usia 11 bulan.

Sektor Motor Kasar

3

Page 4: Bronkopneumonia

Psikomotor

- Tengkurap : 4 bulan -

- Duduk : 6 bulan

- Merangkak : 7 bulan

- Berdiri : 9 bulan

- Berjalan : 10 bulan

Kesan: tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya.

Riwayat Imunisasi:

Selama ini Os diimunisasi sejak lahir, dikarenakan kepengetahuan orang tua Os akan

pentingnya imunisasi. Namun os belum imunisasi campak karena saat usia 9 bulan os

sering demam. Berikut adalah gambaran tabel imunisasinya

Bulan Tahun

0 1 2 3 4 9 6 10 8

Hepatitis B + + + +

DPT + + +

Polio + + +

BCG +

Campak -

Kesan: Imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Nutrisi (Nutritional History):

Susu : ASI hanya sampai 2 bulan, ibu OS memberikan susu formula setiap

kali OS terlihat ingin minum, ± setiap 2 jam sekali.

Makanan padat : Dimulai usia 6 bulan, berupa bubur bayi. Orang tua Os pernah

beberapa kali memberikan pisang yang dihaluskan sejak usia 3

bulan.

Silsilah Keluarga (Family’s Tree):

4

Page 5: Bronkopneumonia

: Pasien

: Laki-laki : Perempuan

: Meninggal

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal pemeriksaan : 11 April 2014 Pukul 08.00

Pemeriksaan umum

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan umum : tampak sakit sedang, gerak kurang aktif

Tanda-tanda vital :

- T : 37,9 oC

- RR : 60 x/menit, pasien terlihat sesak

- HR : 120 x/menit, kuat, teratur

Antropometri

- Tinggi badan : 72 cm

- Berat badan : 9.2 kg

- Lingkar Kepala : 46 cm

- LILA : 16,5 cm

Perhitungan Status Gizi berdasarkan z-scores WHO

5

Page 6: Bronkopneumonia

IMT = BB

TBxTB = 18.0 ( 0 ) - ( + 1 ) SD

BB/TB = ( 0 ) - ( +1 ) SD

BB/U = ( 0 ) - ( +2 ) SD

TB/U = ( -2 ) – ( 0 ) SD

Lingkar Kepala = ( 0 ) – (+1) SD

*Gizi Baik (normal)

Pemeriksaan Fisik

Kepala : Normocephali

Mata : Kelopak mata cekung +/+ , konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/- ,

pupil isokor, d:2mm , injeksi konjungtiva +/+ .

Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, pembeseran KGB preaurikular

dan retroaurikular (-). Ruam makuloeritema retroautikular (-).

Hidung : Bentuk normal, sekret (-), NCH (+)

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tenang, tidak hiperemis.

Mulut : Bentuk normal, bibir kering

Leher : Pembesaran KGB dan kelenjar tiroid (-).

Thorax :

- Inspeksi : Tampak simetris pada keadaan statis dan dinamis,ada retraksi sela iga

- Palpasi : Sela iga normal, tidak teraba masa, ictus cordis tak teraba.

- Perkusi

Paru : Sonor di seluruh lapang paru.

Jantung : Batas jantung sulit dinilai.

- Auskultasi

Paru : Suara nafas bronkovesikular melemah, suara nafas tambahan rokhi

basah halus +/+ , wheezing -/- .

Jantung : Bunyi jantung I & II, reguler, murni, murmur (-), gallop (-).

Abdomen:

- Inspeksi : datar

- Palpasi : Teraba tegang, supel (+), turgor kulit sedikit lambat

Hati : Tak teraba pembesaran.

Limpa : Tidak teraba pembesaran.

- Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen.

- Auskultasi : Bising usus (+) menurun.

6

Page 7: Bronkopneumonia

Extremitas (lengan & tungkai) : akral hangat, capillary refill time < 2 detik.

- Tonus : Normotonus.

- Sendi : Dapat digerakkan dengan normal.

- -

- -

Akral Dingin Sianosis

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin tanggal 10 April 2014

Lab. RS Tarakan

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Hematologi darah rutin

Hemoglobin 12.2 g/dl 13.0-18.0

Eritrosit 4,93 106 /µL 3,70 – 5,70

Hematokrit 37.5 % 32-42

Leukosit 10.100 /µL 6.000-10.000

Trombosit 266.000 /µL 150.000-400.000

Pemeriksaan Elektrolit

Natrium (Na) 139 mEq/L 135-150

Kalium (K) 3,1 mEq/L 3.6-5.5

Clorida (Cl) 98 mEq/L 94-111

IV. RESUME

Pada anamnesis didapatkan: Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari

SMRS. Sesak nafas disertai demam, batuk dan pilek sejak 4 hari SMRS. Demam naik

turun walaupun sudah diberikan obat penurun panas. Batuk berdahak namun dahaknya

tidak bisa keluar. Selain itu os juga mencret dengan frekuensi 3 kali/ hari, masing-masing

± ½ gelas aqua, warna kuning coklat, konsistensi cair, lendir(+), darah(-), amis(-) saat

berada di IGD. Pasien juga muntah sejak 1 hari SMSRS, terutama setiap habis minum

obat, sehari sekitar ± 2 kali/ hari, air(+). Saat mencret d IGD, mata dilihat cekung, tangan

dan kaki dirasakan dingin, bibir terlihat kering, dan terlihat kurang aktif. Os juga tidak

7

- -

- -

Page 8: Bronkopneumonia

mau minum, BAK dirasa sedikit dan jarang. Selama sakit ini Os pernah dibawa ke dokter

puskesmas atau pusat pelayanan kesehatan lainnya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan: kesdaran compos mentis, keadaan umum tampak

sakit sedang dan gerak kurang aktif, T: 37,9oC. RR: 60x/menit, pasien terlihat sesak. HR:

120 x/menit, kuat teratur

Pemeriksaan fisik kepala, ubun-ubun besar cekung(+), bibir kering, abdomen supel, datar,

turgor lambat, akral hangat, CRT<3”.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb rendah, leukositosis dan hipokalemia.

V. DIAGNOSIS KERJA

1. Bronkopneumonia

2. Gastroenteritis Dehidrasi Ringan Sedang

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Bronkiolitis Akut

2. Tuberkulosis

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

1. Foto rontgen thoraks

2. Tes Gas Darah

3. Pemeriksaan tinja

VIII. RENCANA PENGELOLAAN

NON MEDIKA MENTOSA

1. Tirah baring

2. Pasang selang Oksigen 2-4 L

3. Nebulizer

4. Monitor TTV selama rehidrasi dan post rehidrasi

5. Monitor laboratorium: keseimbangan elektrolit.

6. Tetap meberiksan SF serta makan-makanan yang biasa dimakan selama ini

MEDIKA MENTOSA

8

Page 9: Bronkopneumonia

1. O2 lembab 2 L

2. IVFD Ringer Laktat 920 ml/hari.

3. Maintainance KaEN 1B 12 tpm

4. Cefotaxim 3x300 mg (sediaan Vial 1000 mg / 2 ml)

5. Parasetamol sirup 120 mg/5ml 4x1 cth

6. Nebulisasi NS 2 cc + Ventolin ½ ampul tiap 6 jam

7. Zinc syr 2x1cth

IX. EDUKASI

1. Pemberian SF diteruskan

2. Jika sudah dirumah perhatikan dan awasi adanya napas cepat atau kesulitan

bernapas dan segera kembali, jika terdapat gejala tersebut

3. Harus kembali jika keadaan anak tidak bisa minum atau menyusu

4. Bersihkan sekret/lendir hidung anak dengan lap basah, sebelum memberi

makan/menyusui

5. Menyarankan pada ibu os jika ada anggota keluarga yang menderita batuk pilek

agar tidak dekat dengan pasien dan memperbaiki ventilasi rumah

X. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

12 April 2014

S : Demam(+)

Muntah ± 10 kali, warna kehijauan

Mencret± 3 kali, kuning, ampas (+), darah (-)

Perut kembung (+)

O : KU/ Kes : TSS/CM BB: 9.2 kg

HR : 102x/menit, kuat, teratur RR : 30x/menit T : 37,5

Kepala : Normocephal, ubun-ubun besar cekung (-)

9

Page 10: Bronkopneumonia

Mata : CA -/-, SI -/-, kel mata cekung+/+

Hidung : NCH (-)

Mulut : Mukosa basah

Leher : KGB tidak teraba membesar, Kaku kuduk (-)

C/P : BJ I II Reguler murni, murmur (-), Gallop (-)

Vesikuler +/+ melemah, Rhonki basah halus +/+, Wheezing -/-

Abdomen : BU (+) menurun, Supel (+), NT(+), turgor sedikit lambang

Extremitas : Akral hangat, CRT<2’’, edema (-)

A : Bronkopneumonia + Gastroenteritis Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang

P :

1. Maintainance KaEN 1B 8 tpm

2. Cefotaxim 3x300 mg IV

3. Parasetamol sirup 120 mg/5ml 4x1 cth

4. Nebulisasi NS 2 cc + Ventolin ½ ampul tiap 4 jam

5. Zinc syr 2x1cth

TINJAUAN PUSTAKA

BRONKOPNEUMONIA

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada parenkim

paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak

(patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami

peradangan multifokal dan biasanya bilateral. Konsolidasi pneumonia yang tersebar

(patchy ) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau bronkiolitis.

MORFOLOGI

Bronkopneumonia ditandai dengan lokus konsolidasi radang yang menyebar menyeluruh

pada satu atau beberapa lobus. Seringkali bilateral di basal sebab ada kecenderungan sekret

untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah. lesi yang telah berkembang penuh agak

meninggi, kering granuler, abu-abu merah, sampai kuning, dan memiliki batas yang tidak

jelas. Ukuran diameter bervariasi antara 3 sampai 4 cm. pengelompokan fokus ini terjadi

10

Page 11: Bronkopneumonia

pada keadaan yang lebih lanjut (florid) yang terlihat sebagai konsolidasi lobular total. Daerah

fokus nekrosis (abses) dapat terlihat di antara daerah yang terkena. Substansi paru di

sekelilingi daerah konsolidasi biasanya agak hipermi dan edematosa, tetapi daerah yang luas

diantaranya pada umumnya normal. Pleuritis fibrinosa atau supuratif terjadi bila fokus

peradangan berhubungan dengan pleura, tetapi ini tidak biasa. Dengan meredanya penyakit,

konsolidasi dapat larut bila tidak ada pembentukan abses, atau dapat menjadi terorganisasi

meninggalkan sisa fokus fibrosis. Secara histologis, reaksi itu terdiri dari eksudat supuratif

yang memenuhi bronki, bronkioli dan rongga alveolar yang berdekatan. Netrofil dominan

dalam eksudasi ini dan biasanya hanya didapatkan sejumlah kecil fibrin. Seperti yang

diharapkan, abses ditandai oleh nekrosis dari arsitektur dasar.

ETIOLOGI

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob

Streptococcus grup B Streptococcus grup D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Virus

citomegalovirus

Herper simpleks virus

3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri

Clamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B

Virus Moraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza virus Ureaplasma urealyticum

11

Page 12: Bronkopneumonia

Parainfluenza 1,2,3 Virus

respiratory syncytial virus Cytomegalovirus

4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus Neisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza virus

Parainfluenza virus

respiratory syncytial virus

5 tahun – remaja Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein-Barr virus

Influenza virus

Parainfluenza Rinovirus

Varisela zoster

12

Page 13: Bronkopneumonia

Rino virus

respiratory syncytial virus

PATOGENESIS

Pneumonia dapat timbul akibat masuknya kuman penyebab ke dalam saluran penafasan

bagian bawah melalui 2 cara, yaitu : inhalasi dan hematogen. Dalam keadaan normal saluran

nafas mulai dari trakea ke bawah berada dalam keadaan steril dengan adanya mekanisme

pertahanan paru-paru seperti refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang

terinfeksi, refleks batuk, pergerakan sel silia, sekret mukus, sel fagositik dan sistem limfatik.

Infeksi paru terjadi apabila mekanisme ini terganggu atau mikroorganisme yang masuk

sangat banyak dan virulensi.

Saluran napas bawah dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan

mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang

membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan

bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain. Biasanya bakteri penyebab terhirup ke

paru-paru melalui saluran nafas, mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses

peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

13

Page 14: Bronkopneumonia

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung

pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-

mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast

juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan

permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke

dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan

alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang

harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah

paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat

dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.

Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit

dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada

stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah

sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi

daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah

yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena

berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak

lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali ke strukturnya semula.

14

Page 15: Bronkopneumonia

15

Page 16: Bronkopneumonia

EPIDEMIOLOGI

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di

negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak

berusia di bawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia,

lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar

terjadi di afrika dan asia tenggara. Menurt survei kesehatan nasional tahun 2001, 27%

kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem

respiratorius, terutama pneumonia.

Insidensi pneumonia pada anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100

anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia

menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada balita di negara berkembang. Pola

bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Di

negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Namun secara

umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae,

Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik

Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae.

GAMBARAN KLINIS

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa

hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40 Derajat Celcius dan mungkin disertai

kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnue, pernafasan cepat dan

dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk

biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari,

pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, inspeksi : perlu diperhatikan adanya tahipnue,

dispnue, sianosis sekitar hidung dan mulut, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen,

retraksi sela iga, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu

menarik napas. Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus

raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan

(tachicardia). Perkusi : suara redup pada sisi yang sakit. Auskultasi, auskultasi sederhana

dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung/mulut bayi. Pada anak yang

bronkopneumonia akan terdengar stridor. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik

16

Page 17: Bronkopneumonia

tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai

adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus

sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada

perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar

mengeras.

PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :

a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan

pernapasan cuping hidung.

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus

selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps

paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan

napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan radiologi

Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.

Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan

lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan

seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :

Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,

peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi

dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlibat sebagai

lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu

tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

17

Page 18: Bronkopneumonia

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa

bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai

dengan peningkatan corakan peribronkial.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit

dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit

normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan) dan

bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3dengan neutrofil yang predominan.

Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseranke kiri serta peningkatan LED. Analisa

gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi

asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat

invasif sehingga tidak rutin dilakukan.

KLASIFIKASI

Gejala ISPA Untuk Golongan Umur <2 bulan

a. Bronkopneumonia berat, adanya nafas cepat (fast breating) yaitu frekuensi pernafasan

sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding

dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).

b. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.

Gejala ISPA Untuk Golongan Umur 2 bulan – <5 tahun

a. Bronkopneumonia sangat berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas

sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).

b. Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas

cepat sesuai umur. Batas nafas cepat ( fast breathing) pada anak umur 2 bulan - <1

tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak umur 1 - <5 tahun adalah 40

kali atau lebih permenit.

c. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.

Jumlah Kunjungan Berulang

Penentuan jumlah kunjungan berulang pasien dilihat dari kembalinya pasien ke rumah sakit

setelah dirawat inap pertama kali, termasuk bagi penderita bronkopneumonia sangat

bervariasi. Hal ini bergantung dari status pasien, apabila pasien berstatus sembuh dapat

18

Page 19: Bronkopneumonia

kembali lagi dikarenakan pasien tersebut menderita kembali penyakit tersebut (rekurens),

sehingga perlu dirawat inap kembali. Status pulang berobat jalan dapat kembali lagi

dikarenakan perlu memeriksa, mengontrol, mengambil obat guna perbaikan keadaan pasien,

namun setelah pemeriksaan pasien dapat dirawat inap lagi dikarenakan tidak memungkinkan

unutuk berobat jalan. Status pulang atas permintaan sendiri dapat kembali dirawat inap

dikarenakan tidak dapat ditangani di rumah.

Lama Rawatan

Penentuan lama rawatan pada pasien rawat inap, termasuk bagi penderita bronkopneumonia

sangat bervariasi. Hal ini tergantung dari jenis penyakit, tindakan medis rumah sakit dan

sebagainya. Menurut penelitian Irfan (2002) di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan

tahun 1999-2000 lama rawatan penderita pneumonia pada balita yang dirawat inap adalah < 7

hari yaitu 101 orang (72,7%) dan ≥ 7 hari yaitu 38 orang (27,3%). Menurut penelitian

Marbun (2009) di Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan Tahun 2004-2007 lama rawatan rata-rata

penderita pneumonia pada balita adalah 4,5 hari.

PENCEGAHAN

Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat

agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Secara garis besar, upaya

pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus. Pencegahan primer

bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian bronkopneumonia. Upaya

yang dapat dilakukan anatara lain :

a. Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu kali

(pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia

2-11 bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B sebanyak

3 kali (0-9 bulan).

b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi neonatal

sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.

c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar

ruangan.

d. Mengurangi kepadatan hunian rumah.

19

Page 20: Bronkopneumonia

Pencegahan Sekunder

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang telah sakit

agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi

ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat

sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang

dilakukan antara lain :

a. Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri antibiotik

benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap hari.

b. Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.

c. Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam.

Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan

rehabilitasi. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :

a. Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.

b. Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses

pemberian makan.

c. Berikan anak cairan tambahan untuk minum.

d. Tingkatkan pemberian ASI.

e. Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman.

f. Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti: bernapas menjadi sulit, pernapasan

menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk, jika terdapat tanda-

tanda seperti itu segera membawa anak ke petugas kesehatan.

PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksaan umum

Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2

pada analisis gas darah ≥ 60 torr

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

b. Penatalaksanaan khusus

mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72

jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.

20

Page 21: Bronkopneumonia

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi.

Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis

Antibiotik :

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut

kelompok usia.

1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

- ampicillin + aminoglikosid

- amoksisillin-asam klavulanat

- amoksisillin + aminoglikosid

- sefalosporin generasi ke-3

2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

- beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat

- golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

- makrolid (eritromisin)

3. Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima

obat peroral atau termasuk dalam derajat pneumonia berat. Antibiotik intravena

yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol, ceftriaxone, dan cefotaxim.

Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah

mendapat antibiotik intra vena.

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

2. Berat ringan penyakit

3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

21

Page 22: Bronkopneumonia

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :

1. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

Kriteria takipneu menurut WHO :

Anak umur < 2bulan : ≥ 60 x/menit

Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 x/menit

Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit

Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit

2. Panas badan

3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

4. Foto thorax

Menunjukkan gambaran infiltrat difus

5. Leukositosis :

Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri

15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan.

Kadar leukosit berdasarkan umur:

Anak umur 1 bulan : 5000 - 19500

Anak umur 1-3 tahun : 6000 - 17500

Anak umur 4-7 tahun : 5500 - 15500

Anak umur 8-13 tahun : 4500 – 13500

Pedoman diagnosis dan tatalaksana sederhana berdasarkan WHO :

Bayi berusia di bawah 2 bulan

Pneumonia

Bila ada napas cepat (> 60 x/menit) atau sesak napas

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

22

Page 23: Bronkopneumonia

Tidak ada napas cepat atau sesak napas

Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

Bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun

Pneumonia sangat berat

Bila ada sesak napas, sianosis sentral dan tidak sanggup minum

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia berat

Bila ada sesak napas, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia ringan

Bila tidak ada sesak napas

Ada napas cepat dengan laju napas

Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

Bukan pneumonia

Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

Tidak perlu dirawat dan antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis.

Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak mau minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, dan gizi buruk.

Tanda bahaya untuk bayi usia < 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun,

stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.

DIAGNOSIS BANDING

Keadaan yang menyerupai bronkopneumonia ialah :

Bronkiolitis akut

Merupakan suatu sidrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi dan anak kecil yang

berumur kurang dari 2 tahun. Sebagian besar disebabkan oleh RSV ( 50%). Biasanya

didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas, disertai batuk pilek, tanpa disertai

23

Page 24: Bronkopneumonia

kenaikan suhu, atau hanya subfebril. Ada sesak napas yang makin lama makin hebat,

pernapasan dangkal dan cepat, pernapasan cuping hidung disertai retraksi daerah intercostal

dan suprasternal, anak gelisah dan sianosis.

Tuberkulosis

Penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis, yang ditandai dengan batuk lama

lebih dari 30 hari, demam lama yang subfebril dan berulang tanpa sebab yang jelas, dapat

disertai keringat malam. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1

bulan dengan penanganan gizi, anoreksia dan pembesaran KGB yang tidak sakit dan biasanya

multipel.

KOMPLIKASI

Dengan penggunaan antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang

dapat dijumpai adalah pleural effusion, empyema, otitis media akut. Komplikasi lain seperti

meningitis, pericarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang terlihat.

PROGNOSIS

Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat diturunkan sampai

kurang daripada 1%. Anak dalam keadaan kurang energi protein dan yang datang terlambat

menunjukan mortalitas lebih tinggi.

Daftar Pustaka

1. Behrman RE, kliegman RM, Jenson B. Nelson textbook of Pediatrics, 17th ed. Philadelphia :

WB Saunders, 2004: 1432 – 35.

2. Behrman RE, kliegman RM, Jenson B. Nelson textbook of Pediatrics, 17th ed. Philadelphia :

WB Saunders, 2008: 433 – 35.

3. Staf pengajar FKUI. Buku Kuliah IKA 3. Cetakan ke empat. Jakarta: BPFKUI.

4. Matondang. C, Wahidiyat. I, Sastroasmoro. S, Diagnosis Fisis pada Anak, Edisi kedua.

Jakarta, 2003. Sagung Seto.

5. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, Jakarta, 2005.

24