bronkiektasis tyas

51
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos brokus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang. (Aru W. Sudoyo et al, 2006) Bronkiektasis pertama kali dijelaskan oleh Leannec pada 1819, adalah suatu keadaan dilatasi abnormal dari bronkus dan bronkiolus yang berkaitan dengan infeksi dan inflamasi saluran napas yang berulang. (O’Donnel, 2008) Ada laporan tentang prevalensi tinggi didapatkan pada populasi yang relatif terisolasi dengan akses yang sulit ke perawatan kesehatan dan tingginya tingkat infeksi pernapasan pada anak, seperti Alaska Pribumi di Delta Yukon-Kuskokwim. (Barker AF, 2002) 1

Upload: tyas-cmj

Post on 08-Dec-2015

55 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

bronkiektasis

TRANSCRIPT

Page 1: BRONKIEKTASIS tyas

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya

dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan

berjalan kronik, persisten atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut

disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa

destruksi elemen elastis, otot polos brokus, tulang rawan dan pembuluh-

pembuluh darah. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran

sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang. (Aru W.

Sudoyo et al, 2006)

Bronkiektasis pertama kali dijelaskan oleh Leannec pada 1819,

adalah suatu keadaan dilatasi abnormal dari bronkus dan bronkiolus yang

berkaitan dengan infeksi dan inflamasi saluran napas yang berulang.

(O’Donnel, 2008)

Ada laporan tentang prevalensi tinggi didapatkan pada populasi

yang relatif terisolasi dengan akses yang sulit ke perawatan kesehatan dan

tingginya tingkat infeksi pernapasan pada anak, seperti Alaska Pribumi di

Delta Yukon-Kuskokwim. (Barker AF, 2002)

Penelitian baru- baru ini didapatkan sekitar 110.000 pasien dengan

bronkiektasis di Amerika serikat. Yang dimana penyakit ini sering terjadi

pada usia tua dengan duapertiga adalah wanita. Weycker et al melaporkan

prevalensi bronkiektasis di Amerika Serikat 4,2 per 100.000 orang dengan

usia 18-34 tahun dan 272 per 100.000 orang dengan usia 75 tahun. Tsang

dan Tipoe, melaporkan prevelensi bronkiektasis 1 per 6.000 orang di

Auckland, New Zealand. Didapatkan peningkatan frekuensi bronkiektasis

dikarenakan penggunaan CT-Scan resolusi tinggi. (Fauci et al, 2008;

O’Donnel, 2008)

1

Page 2: BRONKIEKTASIS tyas

BAB II

BRONKIEKTASIS

I. Dasar-dasar Radiologi

Sinar X adalah bagian yang disebut spectrum elektromagnetik.

Spektrum ini terentang dari gelombang wireless pada ujung jauh dari

spektrum sampai ke sinar kosmik pada ujung dekat spektrum. Karena

panjang gelombangnya pendek, maka sinar X dapat menembus bahan

yang tidak tertembus sinar yang terlihat. Hal ini terungkap pada tahun

1895 oleh Conrad Roentgen yang kemudian menjadi ahli fisika Jerman

yang terkenal. Penemuan ini merupakan titik awal untuk radiologi

kedokteran modern dan radioterapi, serta untuk banyak ilmu pengetahuan

non medik lain yang telah berkembang bertahun-tahun dalam pemakaian

sinar X. Alat-alat sinar X modern memang sangat canggih, tetapi cara

pembuatan sinar X tetap sama dengan dasar yang digunakan oleh

Roentgen sendiri. Arus listrik bertegangan tinggi berjalan sepanjang

tabung hampa udara. Lalu terjadi aliran elektron dari elemen logam yang

dipanasi dengan listrik (katoda), yang menabrak logam sasaran (anoda)

setelah menembus ruang hampa udara. Bila sorotan elektron menabrak

anoda, maka sinar X akan terpancar. 16

Daya tembus sinar X berlainan sesuai dengan benda yang

dilaluinya. Benda-benda yang ditembus sinar X akan memberikan

gambaran hitam (radiolusen). Benda-benda yang sukar ditembus oleh sinar

X akan memberikan gambaran putih (radioopak). Diantaranya terdapat

bayangan perantara yaitu tidak terlalu hitam atau radiolusen sedang

(moderately radiolucent) dan tidak terlalu putih atau radioopak sedang

(moderately radioopaque). Diantara radioopak sedang dan radiolusen

sedang terdapat bayangan keputih-putihan (intermediate). Berdasarkan

mudah tidaknya ditembus sinar X, maka bagian tubuh dapat dibedakan

atas: radiolusen (gas, udara), radiolusen sedang (jaringan lemak), keputih-

2

Page 3: BRONKIEKTASIS tyas

putihan (jaringan ikat, otot, darah, kartilago, epitel, batu kolesterol, batu

asam urat), radioopak sedang (tulang, garam kalsium), radioopak (logam-

logam berat). 17

Conrad Roentgen dalam penyelidikan selanjutnya segera

menemukan hampir semua sifat sinar rontgen, yaitu sifat fisika dan

kimianya. Namun ada sifat yang tidak diketahuianya, yaitu terdapat sifat

biologis yang dapat merusak sel-sel hidup. Sifat yang ditemukan Conrad

Roentgen bahwa sinar ini bergerak dalam garis lurus, tidak dipengaruhi

oleh lapangan magnetik dan mempunyai daya tembus semakin kuat

apabila tegangan listrik yang digunakan semakin kuat, sedangan diantara

sifat-sifat lainya ialah bahwa sinar-sinar ini menghitamkan kertas potret. 18

Pengaruh radiasi pada organ tubuh manusia dapat bermacam-

macam bergantung pada jumlah dosis dan luas lapangan radiasi yang

diterima. Pengaruh negatif dari sinar X adalah sebagai berikut: Luka

permukaan yang dangkal: kerusakan kulit, epilasi, kuku rapuh; Kerusakan

hemopoeitik : limfopeni, leukopeni, anemia, leukemia, kehilanagn respon

terhadap respon spesifik; Induksi keganasan: leukemi, karsinoma kulit,

sarcoma; Berkurangnya kemungkinan hidup; Aberasi genetik: mutasi gen

langsung, perubahan kromosom; Efek-efek lainya: katarak lentikuler,

obesitas, sterilitas sementara dan permanen. Reaksi luka permukaan yang

dangkal dapat timbul segera atau setelah lama terpapar. Reaksi yang

segara timbul dapat menyerupai luka bakar. Dosis maksimal untuk kulit

yang masih dapat diberikan tidak diketahui, tetapi pada setiap pekerja yang

tiap harinya berhubungan dengan sinar X diperkirakan dosisnya kurang

dari 1 rad (rad=satuan dosis serap) per hari. Radiasi sinar X yang

berlangsung lama (kronis) atau bertahun-tahun telah terbukti dapat

menimbulkan karsinoma kulit. 17

Sampai saat ini pemeriksaan radiologis yang paling sering

digunakan dalam membantu mendiagnosis TB adalah foto thorax.

3

Page 4: BRONKIEKTASIS tyas

Computed Tomography scan (CT-Scan) thorax hanya digunakan pada

keadaan tertentu. Kelainan foto thorax biasanya baru terlihat setelah 10

minggu setelah terinfeksi oleh kuman TB. Bila secara klinis ada gejala TB

paru, hampir pasti ada kelainan pada foto thorax. Bila secara klinis ada

gejala TB paru, tetapi foto thorax tidak memperlihatkan kelainan, hal ini

merupakan tanda kuat bukan TB. Pada pemeriksaan rutin bisa ditemukan

kelainan foto thorax sesuai dengan TB, tanpa disertai gejala klinis yang

sesuai dengan TB. Lesi-lesi berukuran 2 mm sudah dapat dilihat dengan

foto thorax walaupun secara klinis belum ada gejala. Dari bentuk kelainan

yang terdapat pada foto thorax bisa didapatkan kesan TB primer, post

primer, TB aktif atau tenang. Disamping membantu menegakkan

diagnosis, foto thorax berperan penting untuk dokumentasi, menilai

tindakan yang dilakukan serta mengontrol keberhasilan terapi. 19

a. Gambaran foto thorax normal

Pemeriksaan radiologis thorax merupakan pemeriksaan yang

sangat penting. Kemajuan yang sangat pesat selama dasawarsa terakhir

dalam teknik pemeriksaan radiologis thorax dan pengetahuan untuk

menilai suatu roentgenogram thorax menyebabkan pemeriksaan thorax

dengan foto thorax ini menjadi suatu keharusan rutin. Pemeriksaan paru

tanpa pemeriksaan foto thorax saat ini dapat dianggap tidak lengkap. Suatu

penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan

pemeriksaan radiologik. Tidak ada cara lain yang sebanding pentingnya

dengan pemeriksaan radiologik untuk dokumentasi dan pemeriksaan

berkala (follow-up) yang obyektif. Foto rontgen yang dibuat pada suatu

saat tertentu dapat merupakan dokumen yang abadi dari penyakit seorang

penderita, dan setiap waktu dapat dipergunakan dan diperbandingkan

dengan foto yang dibuat pada saat-saat lain. 18

Thorax merupakan bagian dari truncus yang terletak antara collum

dan abdomen atau antara collum dan diafragma. Cavitas thorax yang

merupakan rongga di thorax berisi cor dan pulmo, serta banyak bangunan

4

Page 5: BRONKIEKTASIS tyas

penting lainnya. Skeleton yang menutupi dan melindungi thorax dan

beberapa bagian abdomen, terdiri atas vertebrae thoracica dengan disci

intervertebrales, costae dengan cartilagines costales, serta sternum. Setiap

pulmo menempel pada cor dan trachea melalui radix pulmonalis dan

ligamentum pulmonale. Dengan demikian pulmo bebas didalam cavitas

thoracis. Pulmo berkilau, lembut, empuk, elastic. Pulmo yang sehat selalu

berisi udara sehingga mengapung di air dan ada krepitasi saat ditekan.

Pulmo yang berisi cairan akibat penyakit tidak dapat menapung di air.

Pulmo fetus atau neonatus berwarna merah jambu dan keras bila ditekan.

Jika janin belum pernah bernafas, pulmo tidak akan mengapung. 20

Gambar 1. Gambaran foto thorax normal (www.e-radiography.com)

Foto thorax diatas dikatakan normal apabila foto diambil saat

inspirasi maksimal, yaitu bila kedua diafragma setinggi costae posterior

VIII-X; foto simetris, yang dapat dinilai dengan mengukur jarak dari ujung

iga anterior kanan dan kiri terhadap midvertebra berjarak sama; jantung

serupa buah pir dan letaknya lebih ke kiri dengan apeks membulat diatas

5

Page 6: BRONKIEKTASIS tyas

diafragma; corakan bronkus dan pembuluh darah tidak melebihi ¼

lapangan paru bagian medial; kedua lapangan paru bersih; tulang dan

jaringan lunak tidak menunjukkan kelainan. 21

b. Posisi pada foto thorax standar

Foto thorax adalah pemeriksaan radiologi yang paling sering

dilakukan. Untuk pemeriksaan rutin biasanya dilakukan foto postero-

anterior (PA), dan bila perlu dapat ditambah foto lateral (biasanya foto

lateral kiri). 22

Posterio-anterior (PA). Pada posisi PA, penganbilan foto dilakukan

pada saat pasien dalam posisi berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi

dalam.Bila terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA, perlu ditambah

proyeksi lateral. 19

Gambar 2. Posisi pasien pada foto postero-anterior (PA)

(www.uofmchildrenshospital.org)

Keterangan:

1. Sumber sinar X

2. Film

3. Arah sinar X

6

1 2

3

Page 7: BRONKIEKTASIS tyas

Anterio-posterior (AP). Biasanya foto AP diambil jika pasien tidak

bisa turun dari tempat tidur sehingga pasien difoto ditempat tidur sambil

berbaring telentang. Karena posisi tersebut pada foto AP costa bagian

posterior tampak lebih mendatar, diafragma tampak lebih tinggi dan

volume paru tampak lebih kecil jika dibandingkan dengan gambaran jika

pasien berdiri.

Gambar 3. Posisi pasien pada proyeksi Anteroposterior (AP)

(www.e-radiography.com)

Keterangan gambar :

1) Sumber sinar X

2) Sinar X

3) Film

4) Meja

Foto lateral kiri dipilih karena dengan posisi ini jantung terletak

lebih dekat dengan film, sehingga bayangan jantung tak sebesar jika

dilakukan foto lateral kanan (bayangan jantung tidak mengganggu).

Struktur yang tidak terlihat pada foto PA bisa ditampakkan dengan foto

lateral, seperti retrosternal space dan retrocardial space, juga massa di

anterior mediastinum, cairan pleura, atau konsolidasi posterior basal paru.

7

Page 8: BRONKIEKTASIS tyas

Pada foto lateral kiri, magnifikasi sisi kanan yang lebih besar dari sisi kiri

akan membantu memisahkan struktur yang tampak (Malueka, 2007).

Gambar 4. Posisi pasien pada proyeksi Lateral

(www.e-radiography.com)

Keterangan gambar :

1) Sumber sinar X

2) Sinar X

3) Film

4) Meja

Posisi-posisi lain digunakan sebagai pelengkap kalau dari foto PA

tidak terlihat. Bisa juga digunakan untuk melihat struktur tertentu yang

sulit dilihat dengan posisi standar.

a. Top lordotic (apical lordotic), Pengambilan foto dilakukan pada posisi

berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah caudocranial,

agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan clavicula. 19

8

Page 9: BRONKIEKTASIS tyas

b. Foto posisi berbaring (recumbency), untuk melihat letak dari sifat

cairan dalam kavitas, rongga pleura atau sela pleura interlobaris. Sinar

diarahkan dari samping, bisa dari kiri, bisa dari kanan. Jadi seperti foto

lateral, hanya saja pasien dalam posisi tidur.

c. Foto posisi oblique dapat menunjukkan posisi retrocardia, sudut

posterior ruang costophrenica, dan dinding dada.

d. Foto lateral decubitus dapat menunjukkan adanya cairan dalam pleura,

misalnya untuk membedakan gambaran efusi subpulmone (efusi yang

hanya mengisi ruang costophrenicus) dengan gambaran diafragma

yang terlalu tinggi.

e. Foto ekspirasi maksimal selain inspirasi dapat digunakan untuk

menunjukkan air atau fluid trapping pada emfisema obstruktif yang

mengenai seluruh paru, lobus atau segmen, serta untuk melihat

pergerakan difragma pada kelainan diafragma, misalnya paralisis

nervus phrenicus, dan sebagainya. 22

II. ETIOLOGI

Bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga

bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. (Aru W.

Sudoyo et al, 2006)

- Kelainan kongenital

Bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.

Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang

peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai

hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu,

bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital

seperti Fibrosis kistik, Kertagener Syndrome, William Campbell

syndrome, Mounier-Kuhn Syndrome, dll. (Aru W. Sudoyo et al, 2006)

Diskinesia silia primer merupakan suatu kondisi di mana fungsi

silia berkurang berhubungan dalam mempertahankan sekresi dan infeksi

berulang yang akhirnya menyebabkan bronkiektasis. Sindrom ini

diturunkan sebagai autosomal resesif dengan penetrasi variabel. Frekuensi

9

Page 10: BRONKIEKTASIS tyas

1 dalam 15.000 : 1 dalam 40.000 kelahiran. Penyebab defek silia pada

sindrom ini adalah tidak adanya atau memendeknya lengan dynein lengan

yang bertanggung jawab akan kelenturan akson. Sekitar setengah dari

pasien dengan diskinesia silia primer memiliki Sindrom Kartagener's

(bronkiektasis, sinusitis, dan situs inversus atau partial lateralizing

abnormality). (Barker AF, 2002)

- Kelainan didapat

Bronkietasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi

bronkus. Dilatasi bronkus mungkin disebabkan karena kelainan didapat

dan kebanyakan merupakan akibat dari proses berikut:

Infeksi

Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita

pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia

merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa

anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya. (Aru W. Sudoyo et al, 2006)

Imunisasi pada masa kanak-kanak yang efektif ditandai dengan

penurunan insidensi bronkiektasis yang disebabkan oleh pertusis atau

batuk rejan. Infeksi saluran pernapasan pada anak-anak lainnya dapat

menyebabkan kerusakan permanen pada saluran pernapasan. Kehadiran

Staphylococcus aureus dikaitkan dengan fibrosis kistik atau aspergillosis

bronkopulmonalis alergi. Aspergillus fumigatus merupakan organisme

komensal. Aspergillosis bronkopulmonalis alergi adalah suatu keadaan

yang mempengaruhi pasien asma dan melibatkan kerusakan saluran napas

yang disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkiektasis pada pasien dengan

aspergillosis bronkopulmonalis alergi ini disebabkan oleh reaksi imun

pada aspergillus, kerja dari mikotoksin, elastase dan interleukin-4 dan

interleukin-5 dan pada tahap kemudian terjadi invasi jamur secara

langsung pada saluran napas. Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan

peningkatan dan penurunan fungsi paru dengan penggunaan kortikosteroid

setelah terapi itrakonazol menunjukkan organisme Aspergillus juga

mungkin menginfeksi. Tidak mengherankan bahwa bronkiektasis dapat

10

Page 11: BRONKIEKTASIS tyas

digambarkan pada pasien dengan Acquired Immunodeficiency Syndrome

(AIDS), menyebabkan terjadinya infeksi saluran pernapasan berulang dan

merusak respons host. Kebanyakan pasien memiliki jumlah CD4 yang

rendah, sebelumnya ada infeksi piogenik, pneumocystic, dan infeksi

mikobakteri, dan pneumonia interstisial limfositik (pada anak). (Barker

AF, 2002)

Obstruksi bronkus

Obstruksi bronkus dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab

seperti korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya

terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa infeksi

ataupun obstruksi bronkus tidak selalu nyata (automatis) menimbulkan

bronkiektasis. Diduga mungkin masih ada faktor instrinsik (yang sampai

sekarang belum diketahui) ikut berperan dalam timbulnya bronkiektasis.

(Sudoyo Aru W et al, 2006)

- Lokasi

Berdasarkan lokasinya, bronkiektasis dibagi menjadi:

Setempat (localized), yaitu di lobus bawah, lobus tengah kanan

atau lingula, biasanya sebagai komplikasi dari pneumonia berat,

dapat juga karena penyumbatan oleh benda asing, tumor atau

penekanan dari luar (kompresi oleh tuberkulosis kelenjar limfa).

Bronkiektasis di lobus tas biasanya disebabkan oleh tuberkulosis

atau aspergilosis bronkopulmonar.

Menyeluruh (generalized), biasanya karena infeksi sistem

pernapasan yang berulang disertai kelainan imunitas ataupun

kelainan mucocilliary clearance. Penyebab lainnya adalah

vaskulitis, defisiensi α-1-antitripsin, AIDS, sindrom merfan, SLE,

sindrom syorgen dan sarkoidosis. (Sumber : Patel Pradip R, 2005;

Patrick Davey, 2005)

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI

a. Anatomi

11

Page 12: BRONKIEKTASIS tyas

Dari gambar I dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus

kanan dan kiri akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus

segmentalis. Percabangan ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus

yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus

terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli.

Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm.

Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot

polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara

sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar udara karena

fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi.

Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional

dari paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus

alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang

disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat

sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris

terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum.

Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang

memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel

saja, namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu

dibentangkan akan seluas satu lapangan tenis. ( Wilson LM, 2006)

12

Page 13: BRONKIEKTASIS tyas

Gambar 1. Anatomi saluran napas. (Sumber : Hasan I, 2006)

Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi

oleh kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan

membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah

ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah

letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan

permukaan dan mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah

kolaps saat ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus

dipengaruhi oleh kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya

alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi

ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis serta

mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang

mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema, dan

penyakit lainnya. ( Wilson LM, 2006)

Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus

dextra dan bronchus sinistra:

Bronkus dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih

pendek dan letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini

disebabkan oleh desakan dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke

arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus

13

Page 14: BRONKIEKTASIS tyas

dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis

setinggi vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah

cranialnya. Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior,

kemudian berada di sebelah ventralnya. Membentuk tiga cabang (bronkus

sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior, lobus medius, dan

lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior

letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan disebut bronkusepar ter ialis.

Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di

sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkushyparterialis. Selanjutnya

bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju

ke segmen pulmo.( Luhulima JW, 2004)

Bronkus sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi

bentuknya lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah

caudal arcus aortae, menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus

thoracicus, dan aorta thoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior

arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah

inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus superior dan

lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral batas

trachea dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis superior

dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus

tracheobronchialis inferior. Bronkus memperoleh vascularisasi dari

a.thyroidea inferior. Innervasinya berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan

truncus sympathicus. ( Luhulima JW, 2004)

b. Fisiologi

Struktur dan fungsi saluran napas normal

1. Sel epitel permukaan

14

Page 15: BRONKIEKTASIS tyas

Sel epitel permukaan pada saluran intrapulmoner pada

dasarnya dibentuk oleh dua tipe sel, yaitu sel silia dan sel sekretori.

Sel sekretori dibagi menjadi subtipe berdasarkan penampakan

mikroskopik (misalnya Sel clara, goblet dan serous ). Selain musin,

sel sekretori juga melepaskan beberapa molekul antikmikroba

(sebagai contaoh defensin, lisosim, dan IgA), molekul

immunomodulator (sekretoglobin dan sitokin) dan molekul

pelindung (protein trefoil dan heregulin), semuanya ini tergabung

dalam mukus. (Fahy JV&Dickey BF, 2010)

2. Kelenjar submukosa

Pada saluran napas besar (diameter lumen >2mm), kelenjar

submukosa berkontribusi pada sekresi musin (gambar 2). Kelenjar

dihubungan dengan lumen saluran napas oleh duktus silia

superfisial yang mendorong sekresi keluar dan duktus kolektus

nonsilia profundus. Kelenjar sumukosa berlokasi diantara otot

polos dan kartilago. Sel mukous membentuk 60% volume kelenjar.

Sel serous yang berlokasi didistal, membentuk 40% volume

kelenjar, mensekresi proyeoglikan dan protein antimikroba. Pada

keadaan patologi, volume kenjar submukosa dapat meningkat

melebihi volume normal. (Fahy JV&Dickey BF, 2010)

3. Lapisan mukosa (lapisan lendir)

Lendir melapisi seluruh saluran napas, dimana kandungan

terbanyaknya adalah cairan, dengan kerakteristik fisik solid.

Kandungan normal mukus adalah 97% air dan 3 % solid (musin,

protein nonmusin, garam, lemak dan sel debris). (Fahy JV&Dickey

BF, 2010)

15

Page 16: BRONKIEKTASIS tyas

Gambar 2. Mukus klirens pada saluran napas yang normal. (Sumber :Fahy JV&Dickey BF, 2010)

Mekanisme klirens saluran napas

Pertama, mukus didorong ke proksimal saluran napas oleh gerakan

silia, yang akan membersihkan partikel-partikel inhalasi, patogen dan

menghilangkan bahan-bahan kimia yang mungkin dapat merusak paru.

Musin polimerik secara terus-menerus disintesis dan disekresikan untuk

melapisi lapisan mukosa. Kecepatan normal silia 12 sampai 15x/detik,

menghasilkan kecepatan 1mm/menit untuk membersihkan lapisan

mukosa. Kecepatan mucociliary clearance meningkat dalam keadaan

hidrasi tinggi. Dan kecepatan gerakan silia meningkat oleh aktivitas

purinergik, adrenergik, kolinergik dan reseptor agonis adenosin, serta

bahan iritan kimia. Mekanisme kedua, adalah dengan mengeluarkan

mukus dengan refleks batuk. Ini mungkin dapat membantu menjelaskan

mengapa penyakit paru yang disebabkan oleh kerusakan fungsi silia

tidak terlalu berat dibandingkan dengan yang disebabkan dehidrasi,

yang menghalangi kedua mekanisme klirens saluran napas. Meskipun

batuk berkontribusi dalam membersikan mukus pada penyakit dengan

peningkatan produksi mukus atau gangguan fungsi silia, ini dapat

menyulitkan gejala. (Fahy JV&Dickey BF, 2010)

IV. PATOGENESIS

16

Page 17: BRONKIEKTASIS tyas

Belum diketahui secara sempurna, namun diperkirakan yang

menjadi penyebab utama adalah peradangan dengan destruksi otot,

jaringan elastik dan tulang rawan dinding bronkus, oleh mukopus yang

terinfeksi yang kontak lama dan erat dengan dinding bronkus (gambar 3).

(Fahy JV&Dickey BF, 2010)

Gambar 3. Gambaran bronkus pada bronkiektasis(Sumber: Benditt, JO, 2008 )

Mekanisme mukus klirens yang efektif adalah sesuatu yang

esensial untuk paru yang sehat, dan kelainan saluran napas disebabkan

oleh buruknya mekanisme klirens mukus. Mukus yang sehat dalah sutau

lendir dengan viskositas rendah dan elastis sehingga dapat dengan mudah

diangkut oleh silia. Sedangkan mukus yang tidak sehat ditandai dengan

viskositas yang tinggi dan keelastisan sehingga sulit untuk dibersihkan.

Akumulasi dari mukus yang dihasilkan dari beberapa kombinasi seperti

peningkatan produksinya dan penurunan klirens, dan akumulasi persisten

dapat memicu infeksi dan peradangan dengan tersedianya lingkungan

untuk pertumbuhan mikrobakteri. (Fahy JV&Dickey BF, 2010)

Mukopus mengandung produk-produk neutrofil yang bisa merusak

jaringan paru (protease serin, elastase, kolagenase), oksida nitrit,

sitokininflamasi (IL8) dan substansi yang menghambat gerakan silia dan

mucociliary clearance. Terjadi mukokel yang terinfeksi setelah dilatasi

mekanik bronkus yang telah lunak oleh pengaruh proteolitik.

17

Page 18: BRONKIEKTASIS tyas

Inflammatory insult yang pertama akan diikuti oleh kolonisasi bakteri

yang akan menyebabkan kerusakan bronkus lebih lanjut dan predisposisi

untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan lingkaran yang tidak terputus.

Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan jaringan paru

sekitarnya menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah lemah

sehingga terjadi distorsi. Distensi juga bisa diperberat oleh atelektasis paru

sekitar bronkus yang menyebabkan bronkus mendapatkan tekanan

intratorakal yang lebih besar. (Benditt, JO, 2008; Barker AF, 2002)

V. PATOLOGI

a. Gambaran makroskopis

Makroskopis paru bronkiektasis tampak dilatasi permanen dari

jalan napas subsegmental yang mengalami inflamasi, berliku-liku, dan

sebagian atau seluruhnya dipenuhi mukus (gambar 4). Proses ini

meliputi bronkiolus, dan bagian akhir jalan napas yang ditandai

dengan fibrosis jalan napas kecil. Klasifikasi menurut Reid (atas dasar

hubungan patologi dan bronkografi):

i. Bronkiektasis silindris, merupakan bronkiektasis yang paling

ringan. Bentuk ini sering dijumpai pada bronkiektasis yang

menyertai bronkitis kronik. Bronkus tampak seperti bentukan pipa

berdilatasi, jalan napas yang lebih kecil dipenuhi mukus.

ii. Bronkiektasis varikosa, merupakan bentuk intermediet, istilah ini

digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai

varises vena.

iii. Bronkiektasis sakuler atau kistik, merupakan bentuk

bronkiektasis yang klasik, ditamdai dengan adanya dilatasi dan

penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-

kadang berbentuk kista. (Aru W. Sudoyo et al, 2006)

18

Page 19: BRONKIEKTASIS tyas

Gambar 4. Bermacam-macam tipe bronkiektasis (Sumber : Davey Patrick, 2005)

b. Gambaran mikroskopis

Seluruh lapang pandang tampak inflamasi kronik pada

dinding bronkus dengansel inflamasi dan mukus di dalam

lumen. Terdapat destruksi pada lapisan elastin pada dinding

bronkus dengan fibrosis. Netrofil merupakan populasi sel

terbanyak dalam lumen bronkus, sedangkan sel yang terbanyak pada

dinding bronkus adalah mononuklear.

VI. DIAGNOSIS

a. Gambaran klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan

produksi sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung

bulanan sampai tahunan. Batuk kronik yang produktif merupakan

gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien. (Barker AF, 2002;

Aru W. Sudoyo et al, 2006).

Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi

akibat dari kerusakan jalan napas dengan infeksi akut. Sputum yang

dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit

dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid,

mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang,

sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah

total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat

19

Page 20: BRONKIEKTASIS tyas

ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan

sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml

perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih

dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun

sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan

temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada

umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis

lainnya. Dispnea dan mengi terjadi pada 75 % pasien. Nyeri dada

pleuritis terjadi pada 50 % pasien dan mencerminkan adanya distensi

saluran napas perifer atau pneumonitis distal yang berdekatan dengan

permukaan pleura viseral. (Barker AF, 2002)

b. Pemeriksaan fisik

Ditemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan fisik

dada, termasuk crackles (70 %), wheezing (34 %), dan ronki (44 %)

adalah petunjuk untuk diagnosis. Dahulu, clubbing finger atau jari

tabuh adalah gambaran yang sering ditemukan, tapi saat ini prevalensi

gambaran tersebut hanya 3 %. Penyakit utama yang mengaburkan

bronkiektasis adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Perbandingan gambaran dari dua kondisi disajikan pada Tabel 1.

(Barker AF, 2002)

Tabel.1 Perbedaan antara PPOK dan bronkiektasis

Variabel PPOK BronkiektasisPenyebab Merokok Infeksi/genetik/imun defekInfeksi Sekunder PrimerPredominan organisme dalam sputum

Streptococcus pneumoniae,Heamophilus influenzae

Heamophilus influenzae, Pseudomonas aeroginosa

Obstruksi saluran napas dan hiperresponsif

+ +

20

Page 21: BRONKIEKTASIS tyas

Rontgen thoraks Hiperlusens, hiperinflasi, dilatasi saluran napas

Dilatasi dan penebalan saluran napas, mukous plug

Sputum Mukoid, jernih Purulen, 3 lapis(Sumber : Barker AF, 2002)

VII. Pemeriksaan penunjang

a. Spirometri

Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara,

dengan rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik

(FEV1) untuk memaksa volume kapasitas paksa (FVC), FVC normal

atau sedikit berkurang dan FEV1 menurun. Penurunan FVC

menunjukkan bahwa saluran udara tertutup oleh lendir, dimana

saluran napas kolaps saat ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis

pada paru. Merokok dapat memperburuk fungsi paru dan

mempercepat kerusakan. Hyperresponsiveness saluran napas dapat

ditunjukkan, dimana 40 % pasien memiliki 15 % atau peningkatan

yang lebih besar pada FEV1 setelah pemberian agonis beta-adrenergik,

dan 30 sampai 69 % pasien yang tidak memiliki terlihat penurunan

FEV1 memiliki 20 % penurunan FEV1 setelah pemberian histamin

atau methacholine. (Barker AF, 2002)

b. Gambaran radiologis

1. Rontgen thoraks

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis

dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini:

a. Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai

ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm). Dengan jumlah satu

atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran

‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’ (gambar

5). Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang

terjadi pada bronkus. (Sutton D, 2003)

21

Page 22: BRONKIEKTASIS tyas

b. Tramline shadow

Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru.

Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih

dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam.

Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada

daerah parahilus.Tramline shadow yang sebenarnya terlihat

lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus.( Sutton D, 2003;

Pattel PR, 2005)

Gambar 5. Gambaran honeycomb appearance.( Sumber : Sutton D, 2003)

c. Tubular shadow

Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal.

Lebarnya dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya

menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran

ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk

bronkiektasis (gambar 6B). (Sutton D, 2003)

22

Page 23: BRONKIEKTASIS tyas

(A) (B)

Gambar 6. (A). Tanda panah menunjukan gambaran Ring shadow, (B). Gambaran tubular shadow. (Sumber : Sutton D, 2003)

23

Page 24: BRONKIEKTASIS tyas

Gambar 7. Bronkografi; kini teknik yang kuno namun elegan dapat menunjukkan bronkiektasis silindris yang disertai dilatasi bronkus lobus

bawah (Sumber : Patel Pradip R, 2005)

2. Bronkografi

Merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media

kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP,

Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya

bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis

yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis),

sakuler (kistik) dan varikosis. (Sutton D, 2003)

Pada gambar 7, didapatkan gambaran glove finger shadow

yang menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat

seperti jari-jari pada sarung tangan. (Sutton D, 2003)

3. CT-Scan thorax

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan

penunjang terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis,

mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan

jalan napas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-

Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan

spesifisitas sebesar 93%. CT-Scan resolusi tinggi akan

memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus.

Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena,

24

Page 25: BRONKIEKTASIS tyas

terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan

pembedahan. (Patel PR, 2005)

CT-Scan, terutama resolusi tinggi dapat menghasilkan

gambar yang menunjukan dilatasi saluran napas dengan ketebalan

dengan ketebalan 1,0-1,55 mm (Gambar 9 dan 10). Sebagai

konsekuensinya, saat ini pemeriksaan ini adalah teknik standar atau

untuk mengkonfirmasi diagnosis bronkiektasis. (Fauci et al, 2008)

(Sumber : Fauci et al, 2008)

VIII. TINGKATAN BERATNYA PENYAKIT

Tingkatan penyakit bervariasi dari ringan sampai berat. Brewis

membagi tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi 3 derajat, yaitu:

a. Bronkiektasis ringan

25

Gambar 8. Pada CT resolusi tinggi menunjukan dilatasi saluran napas pada kedua lobus dan lingula. Pada potongan melintang, dilatasi saluran napas menunjukan ringlike appearance.

Page 26: BRONKIEKTASIS tyas

Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya

terjadi sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum

terjadi dengan perubahan posisi tubuh, biasanya terdapat

hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat, fungsi paru normal

dan foto dada normal. (Sudoyo Aru W et al, 2006)

b. Bronkiektasis sedang

Ciri klinis: batuk-batuk produktif terjadi setiap saat, sputum

timbul setiap saat (umumnya hijau dan jarang mukoid, serta bau

mulut busuk), sering ada hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik paru

sering ditemukan ronki basah kasar pada daerah paru yang terkena,

gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal. (Sudoyo Aru

W et al, 2006)

c. Bronkiektasis berat

Ciri klinis: batuk-batuk produktif dengan sputum banyak

berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan adanya pneumonia

dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari tabuh.

Bila ada obstruksi saluran napas akan dapat ditemukan adanya

dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien

mempunyai keadaan umum kurang baik. Sering ditemukan infeksi

piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya. Pasien mudah

timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang-kadang

terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ronki

basah kasar pada daerah terkena. Pada gambaran foto dada

ditemukan kelainan : 1). Penambahan bronkovaskular marking, 2).

Multiple cysts containing fluid levels (honey comb appearance).

(Sudoyo Aru W et al, 2006)

IX. DIAGNOSIS BANDING

Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau

berhadapan dengan bronkiektasis :

Bronkitis kronik

26

Page 27: BRONKIEKTASIS tyas

Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis

paru berupa bronkiektasis)

Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus

besar)

Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru.

(Sudoyo Aru W et al, 2006).

X. KOMPLIKASI

Ada beberapa komplikasi yang dapat dijumpai pada pasien bronkiektasis

antara lain:

Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering

mengalami infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi

saluran napas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada pasien dengan

drainase sputum kurang baik.

Pleuritis, komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya

pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang

terkena.

Hemoptisis, terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena

(arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronkial) atau anastomosis

pembuluh darah. Hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan

tindakan bedah gawat darurat.

Korpulmonale, sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasis yang

berat dan lanjut.

Kegagalan pernapasan, merupakan komplikasi paling akhir yang

timbul pada bronkiektasis lanjut dan luas.

XI. PENATALAKSANAAN

I. Konservatif

a. Pengelolaan umum

27

Page 28: BRONKIEKTASIS tyas

Pengelolaan ini ditujukan terhadap semua pasien

bronkiektasis, meliputi:

- Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

Contohnya membuat ruangan hangat, udara ruangan

kering, mencegah atau menghentikan merokok, mencegah

atau menghindari debu, asap dan sebagainya. (Sudoyo Aru W

et al, 2006)

- Memperbaiki drainase sekret bronkus

Melakukan drainase portural tindakan ini merupakan

cara yang paling efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus

terjadi secara terus-menerus. Pasien diletakkan dengan posisi

tubuh sedemikaian rupa sehingga dapat dicapai drainase

sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase

postural dikerjakan selama 10-20 menit samapi sputum tidak

keluar lagi dan tiap hari dikerjakan 2 sampai 4 kali. Prinsip

drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum

dengan bantuan gravitasi. Untuk keperluan tersebut, posisi

tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan

dengan letak bronkiektasisnya. Tujuannya adalah untuk

menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi

agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai

tenggorokan sehingga mudah dibatukkan keluar. Apabila

dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut diatas

belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat

dibantu dengan tindakan memberikan ketukan dengan jari

pada punggung pasien (tabotage). (Sudoyo Aru W et al,

2006)

b. Pengelolaan khusus

- Kemoterapi

28

Page 29: BRONKIEKTASIS tyas

Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan:1).

Secara kontinyu untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA), 2).

Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru,

atau 3). Keduanya. Kemoterapi disini mengunakan obat

antibiotik tertentu. Pemilihan antibiotik mana yang harus

dipakai sebaiknya berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman

terhadap antibiotik. Antibiotik hanya diberikan kalau

diperlukan saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut.

Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi tunggal atau

kombinasi beberapa antibiotik, samapai kuman penyebab

infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum

yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid (putih

jernih). Selanjutnya ada dosis pemeliharaan. Ada yang

berpendapat bahwa kemoterapi dengan antibiotik ini apabila

berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum

dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi akut,

tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara. (Sudoyo Aru W et

al, 2006)

- Drainase sekret dengan bronkoskop

Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan

perawatan pasien. Keperluannya antara lain adalah untuk 1).

Menentukan darimana asal sekret, 2). Mengidentifikasi lokali

stenosis atau obstruksi bronkus, dan 3). Menghilangkan

obstruksi bronkus dengan sustion drainage daerah obstruksi

tadi (misalnya pada pengobatan atelektasis paru). (Sudoyo Aru

W et al, 2006)

- Pengobatan simtomatik

Pengobatan ini hanya diberikan jika timbul gejala yang

mungkin menganggu atau membahayakan pasien.

a) Pengobatan obstruksi bronkus

29

Page 30: BRONKIEKTASIS tyas

Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang

diketahui dari hasil uji faal paru (% VEP1 < 70%) dapat

diberikan obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu

dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda

obstruksi saluran napas sekaligus dilakukan tes terhadap

obat bronkodilator. Apabila hasil tes bronkodilator positif,

pasien perlu diberikan obat bronkodilator tersebut.

(Sudoyo Aru W et al, 2006)

b) Pengobatan hipoksia

Pada pasien yang mengalami hipoksia (terutama

pada waktu terjadinya eksaserbasi akut) perlu diberikan

oksigen. Apabila pada pasien telah terdapat komplikasi

bronkitis kronik, pemberian oksigen harus hati-hati, harus

dengan aliran rendah (cukup 1 liter/menit). (Sudoyo Aru W

et al, 2006)

c) Pengobatan hemoptisis

Apabila perdarahan cukup banyak (masif), mungkin

merupakan perdarahan arterial yang memerlukan tidakan

operatif segera untuk menghentikan perdarahannya, dan

sementara harus diberikan transfusi darah untuk

menggantikan darah yang hilang. (Sudoyo Aru W et al,

2006).

Hemoptisis yang mengancam kehidupan (lebih dari

600 ml darah per hari) dapat terjadi pada pasien dengan

bronkiektasis. Setelah jalan napas telah dilindungi dengan

pasien berbaring di sisi tempat perdarahan yang dicurigai

atau dengan intubasi endotrakeal, bronkoskopi atau CT dari

thoraks diyakinkan membantu menentukan lobus atau sisi

yang mengalami perdarahan. Jika intervensi radiologi

tersedia, aortography dan kanulasi dari arteri bronkial untuk

memgambarkan lokasi ekstravasasi darah atau

30

Page 31: BRONKIEKTASIS tyas

neovaskularisasi sehingga embolisasi yang dapat

ditunjukan. Pembedahan mungkin masih diperlukan untuk

direseksi daerah yang dicurigai mengalami perdarahan.

(Barker AF, 2002)

d) Pengobatan demam

Pada psein dengan eksaserbasi akut sering terdapat

demam, terlebih jika terjadi septikemia. Pada keadaan ini

selain perlu diberikan antibiotik yang sesuai, dosis cukup,

perlu ditambahkan abat antipiretik lainnya. (Aru W.

Sudoyo et al, 2006)

2. Pembedahan

Peran pembedahan untuk bronkiektasis telah menurun tetapi

tidak menghilang. Tujuan dari operasi pengangkatan tumor

termasuk menghilangkan tumor obstruktif atau residu dari benda

asing, pengangkatan segmen atau lobus yang paling rusak dan

diduga berkontribusi terhadap eksaserbasi akut, sekret yang sangat

kental, impaksi lendir. Pengambilan daerah yang memiliki

perdarahan abnormal yang tidak terkontrol, dan pengambilan dari

paru rusak yang dicurigai menyembunyikan organisme seperti M.

MDR-TB atau avium M. complex. Tiga pusat bedah telah

menggambarkan pengalaman mereka dengan operasi tersebut

selama dekade terakhir, dengan rata-rata tindak lanjut empat sampai

enam tahun. Mereka telah mencatat perbaikan dalam gejala di lebih

dari 90 % pasien, dengan mortalitas perioperatif kurang dari 3 %.

(Barker AF, 2002).

Reseksi komplit dilaporkan pada 118 dari 143 pasien

bronkiektasis (rata-rata usia 23,4 tahun) dengan angka morbiditas

23% dan angka mortilitas 1,3%. Bronkiektasis stadium berhasil

diterapi dengan transplantasi paru. Beime et al melaporkan 86%

31

Page 32: BRONKIEKTASIS tyas

pasien yang menerima satu atau dua transplantasi paru memiliki

angka kelangsungan hidup 1 tahun. (O’Donnel, 2008).

Indikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis yang

terbatas dan resektabel yang tidak berespon terhadap tindakan

konservatif yang adekuat, dan pasien bronkiektasis yang terbatas

tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis masif.

Kontraindikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis dengan

PPOK, pasien bronkiektasis berat dan pasien dengan komplikasi

korpulmonum kronik dekompensata. (Aru W. Sudoyo et al, 2006)

XII. PROGNOSIS

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya

serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan

pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat

memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus yang berat dan tidak diobati,

prognosisnya buruk, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun.

Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema, payah

jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa

komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan.

(Aru W. Sudoyo et al, 2006)

32

Page 33: BRONKIEKTASIS tyas

BAB III

SIMPULAN

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi

(ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik,

persisten atau irrevesibel. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran

sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.

Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui

berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai

dinding bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang menggangau sistem

pertahannya. Pengobatan pada bronkiektasis bertujuan untuk

mengendalikan infeksi, mengendalikan pembentukan dahak, membebaskan

penyumbatan saluran pernapasan serta mencegah komplikasi.

Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat

memperbaiki prognosis penyakit. Bronkiektas is dapat d icegah dengan

melakukan imunisas i campak dan per tus is pada masa kanak- kanak.

33

Page 34: BRONKIEKTASIS tyas

Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya

tidak akan lebih dari 5-15 tahun.

34