breast feeding

38
BREAST FEEDING PENYUSUN Mentari Dwi Putri – 406127100 PEMBIMBING Dr. Dewi Murniati, SpA KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT PENYAKIT INFEKSI SULIANTI SAROSO PERIODE 22 JULI – 28 SEPTEMBER 2013

Upload: johan-yap

Post on 30-Nov-2015

75 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Breast Feeding

TRANSCRIPT

BREAST FEEDING

PENYUSUNMentari Dwi Putri – 406127100

PEMBIMBINGDr. Dewi Murniati, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT PENYAKIT INFEKSI

SULIANTI SAROSO PERIODE 22 JULI – 28 SEPTEMBER 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang

dilimpahkanNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Referat

dengan topik “Breast feeding”

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala

kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah

ini.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. dr. Dewi Murniati, Sp.A sebagai Pembimbing

2. dr. Rismali Agus, Sp.A

3. dr. Sri Sulastri, Sp.A

4. Dr. dr. I Made Setiawan, Sp.A

5. dr. Dyani Kusumowardhani, Sp.A

6. dr. Ernie Setyawati, Sp.A

7. dr. Desrinawati, Sp.A

8. dr. Rina Azrin, Sp.A

yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingannya selama siklus kepaniteraan

ilmu kesehatan anak di RSPI Sulianti Saroso sejak tanggal 22 juli – 28 September

2013. Dalam menyusun makalah ini penulis menggunakan wacana-wacana yang

berkaitan dengan Breast feeding serta gambar-gambar yang diambil dari situs

internet.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga makalah

ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Jakarta, 22 Agustus 2013

Penulis,

Daftar Isi

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Bab I : iii

Pendahuluan 1

Bab II : iv

Definisi

Epidemiologi

Manfaat ASI dan menyusui

Jenis makanan bayi :

1. ASI : Jenis ASI

Komposisi ASI dan Formula

Keuntungan pemberian ASI bagi Bayi & Ibu

Frekuensi pemberian ASI

2. MPASI & PASI

Cara pemberian ASI

Produksi ASI

Bab III : v

Kesimpulan

Daftar Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN

Kebutuhan zat gizi bagi bayi usia sampai dua tahun merupakan hal yang

sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi

merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini

yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan makanan yang paling sempurna

bagi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan

zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional

antara ibu dan bayinya (Depkes RI, 2005).

Komposisi ASI antara lain 88,1% mengandung air, 3,8% lemak, 0,9% protein,

7,0% laktosa, dan zat gizi lain 0,2%. Salah satu fungsi utama air adalah untuk

menguras kelebihan bahan-bahan larut melalui air seni. Zat-zat yang dapat larut

(misalnya sodium, potasium, nitrogen, dan klorida) disebut sebagai bahan-bahan

larut. Ginjal bayi yang pertumbuhannya belum sempurna hingga usia tiga bulan,

mampu mengeluarkan kelebihan bahan larut lewat air seni untuk menjaga

keseimbangan kimiawi di dalam tubuhnya. Oleh karena ASI mengandung sedikit

bahan larut, maka bayi tidak membutuhkan air sebanyak anak-anak atau orang

dewasa (Welford, 2001)

Oleh karena pemberian ASI sangat penting bagi tumbuh kembang bayi yang

optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian agar

tatalaksananya dilakukan dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah

dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur dan eksklusif

(Depkes RI, 2005).

Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2002 dalam Depkes

(2005), pemenuhan kebutuhan gizi bayi 0-6 bulan mutlak diperoleh melalui ASI bagi

bayi dengan ASI eksklusif. Berdasarkan hal ini maka upaya perbaikan gizi bayi 0-6

bulan dilakukan melalui perbaikan gizi ibu sebelum dan pada masa pemberian ASI

eksklusif. Selain itu Bank Dunia (World Bank) Tahun 2006 mengemukakan bahwa

upaya perbaikan gizi bayi 0-6 bulan didasarkan bahwa gizi kurang pada anak usia

kurang dari 2 tahun akan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan fisik,

perkembangan otak, kecerdasan, dan produktivitas, dan dampak ini sebagian besar

tidak dapat diperbaiki.

Menyikapi permasalahan pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah

Indonesia telah menggalakkan program pemberian ASI Esklusif sejak tahun 1990

yang dikenal dengan Gerakan Nasional Peningkatan Air Susu Ibu (PP-ASI).

Sehubungan dengan itu telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan

No.450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi

Indonesia (Depkes RI, 2005).

Meskipun pemerintah telah menghimbau pemberian ASI Eksklusif, angka

pemberian ASI Eksklusif masih rendah. Data menunjukkan lebih kurang 1,5 juta anak

meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar. Kurang dari 15% bayi

diseluruh dunia diberi ASI Eksklusif selama 4 bulan dan pemberian makanan

pendamping ASI yang tidak sesuai dan tidak aman bagi bayi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa

dan garam-garam anorganik yang di sekresi oleh kelenjar mammae ibu, yang

berguna sebagai makanan bagi bayinya (WHO, 2004).

ASI Eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman,

kecuali apabila si bayi menderita sesuatu penyakit sehingga diperlukan pemberian

obat yang sebagian besar terbuat dalam kemasan sirup. ASI eksklusif dianjurkan

sampai 6 bulan pertama kehidupan bayi (Depkes, 2001).

Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa

tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh dan tanpa tambahan

makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur, nasi, dan tim

(Rusli, 2007)

Epidemiologi

Hasil Survei Demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 dilaporkan

bahwa bayi di Indonesia rata-rata hanya mendapatkan ASI Eksklusif sampai usia 1,6

bulan. Sedangkan yang diberi ASI eksklusif sampai umur 4-5 bulan hanya 14 %.

Kondisi ini masih sangat jauh dari yang direkomendasikan dalam indikator Indonesia

2010 yaitu 80% (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004, ditemukan

berbagai alasan ibu-ibu menghentikan pemberian ASI Eksklusif kepada bayinya,

diantaranya produksi ASI kurang (32%), ibu bekerja (16%), ingin dianggap modern

(4%), masalah pada puting susu (28%), pengaruh iklan susu formula (16%) dan

pengaruh orang lain terutama suami (4%) (Tasya, 2008).

Berdasarkan penelitian terhadap 115 ibu postpartum pada klinik Pediatrik (1994)

ditemukan keberhasilan menyusui dan pemberian ASI Eksklusif pada kelompok

suami yang tidak mengerti ASI adalah 26,9% dan pada kelompok yang mengerti ASI

adalah 98,1% (Roesli, 2008).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2003), pekerja di Indonesia mencapai

100.316.007, yang terdiri dari 64,63% adalah laki-laki dan 35,57% adalah

perempuan. Pekerja wanita dituntut untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas

kerja yang maksimal, tanpa mengabaikan kodratnya sebagai wanita termasuk dalam

memberikan ASI (Depkes RI, 2007).

Penelitian Salfina (2003) di Kecamatan Tebet, Jakarta bahwa 59,7% ibu yang

bekerja hanya memberikan ASI 4 kali dalam sehari, sementara jika pada waktu siang

hari diberikan susu formula oleh keluarga atau pengasuhnya. Penelitian Hafidhah

(2007) di Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa 60% yang tidak memberikan

ASI Eksklusif didominasi oleh ibu yang bekerja (64,2%).

Penelitian Mardeyanti (2007), bahwa 60% ibu yang bekerja tidak patuh

memberikan ASI Eksklusif, Hasil analisis regresi logistik memperlihatkan bahwa

tingkat pendidikan ibu yang rendah meningkatkan risiko ibu untuk tidak memberikan

ASI eksklusif dan ibu yang tidak mendapatkan dukungan keluarga akan

meningkatkan risiko untuk tidak memberikan ASI eksklusif. Penelitian Hadinegoro,

dkk (2007) di Jakarta, bahwa pemberian ASI Ekslusif dipengaruhi oleh dukungan

suami, jam kerja, dan fasilitas ruangan menyusui ditempat kantor. Hasil penelitian

menunjukkan, secara proporsi ibu yang memberi ASI Ekslusif, 44% mendapat

dukungan dari suami, 17% pada ibu yang bekerja pada tempat kerja yang

menyediakan ruangan khusus untuk menyusui, serta 11% bekerja >8 jam.

Manfaat ASI dan Menyusui

Keuntungan menyusui meningkat seiring lama menyusu eksklusif hingga enam

bulan. Setelah itu, dengan tambahan makanan pendamping ASI pada usia enam

bulan, keuntungan menyusui meningkat seiring dengan meningkatnya lama

pemberian ASI sampai dua tahun.

1. Manfaat ASI untuk bayiASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk

bayi, praktis, ekonomis, mudah dicerna untuk memiliki komposisi, zat gizi

yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi, dapat

juga melindungi infeksi gastrointestinal. ASI tidak mengandung beta-

lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi pada bayi. ASI juga

mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi selama 5-6

bulan pertama, seperti: Immunoglobin, Lysozyme, Complemen C3 dan C4,

Antistapiloccocus, lactobacillus, Bifidus, Lactoferrin. ASI dapat meningkatkan

kesehatan dan kecerdasan bayi serta meningkatkan jalinan kasih sayang ibu

dan anak (bonding) (Gupte, 2004).

2. Manfaat ASI untuk ibusuatu rasa kebanggaan dari ibu, bahwa ia dapat

memberikan “kehidupan” kepada bayinya dan hubungan yang lebih erat

karena secara alamiah terjadi kontak kulit yang erat, bagi perkembangan

psikis dan emosional antara ibu dan anak. Dengan menyusui, rahim ibu akan

berkontraksi yang dapat menyebabkan pengembalian rahim keukuran

sebelum hamil serta mempercepat berhentinya pendarahan post partum.

Dengan menyusui kesuburan ibu akan menjadi berkurang untuk beberpa

bulan dan dapat menjarangkan kehamilan. ASI juga dapat mengurangi

kemungkinan kanker payudara pada masa yang akan datang (Gupte, 2004).

Jenis Makanan Bayi

Air Susu Ibu

ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun dan penyediaan energi

dalam susunan yang diperlukan. ASI tidak memberatkan fungsi traktus digestivus dan

ginjal yang belum berfungsi dengan baik pada bayi yang baru lahir, serta

menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimum. Lagipula ASI memiliki berbagai zat

anti infeksi, yang dapat menigkatkan sistemimun bayi (Pudjiadi, 2003).

ASI mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan

bayi yang berasal dari susu hewan, seperti susu sapi, susu kerbau atau susu apapun

yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan bayi. Komposisi zat gizi yang

terkandung dalam ASI adalah lemak, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin

(Krisnatuti dan Rina, 2004).

Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi tiga yaitu (Roesli,

2005 ):

1. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar mamae

yang mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli

dan duktus dari kelenjar mamae sebelum dan segera sesudah melahirkan anak.

Disekresi oleh kelenjar mamae dari hari pertama sampai hari ketiga atau

keempat, dari masa laktasi (150-300 ml/24 jam.)

Komposisi kolostrum dari hari ke hari berubah.

Merupakan cairan kental yang ideal yang berwarna kekuning- kuningan, lebih

kuning dibandingkan ASI matur.

Merupakan suatu laxantif yang ideal untuk membersihkan meconeum dari

usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi untuk

menerima makanan selanjutnya.

Lebih banyak mengandung protein dibandingkan ASI matur, tetapi berlainan

dengan ASI matur dimana protein yang utama adalah kasein, pada kolostrum

protein yang utama adalah globulin, sehingga dapat memberikan daya

perlindungan tubuh terhadap infeksi.

Lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan ASI matur yang dapat

memberikan perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan pertama.

Lebih rendah kadar karbohidrat dan lemaknya dibandingkan dengan ASI

matur.

Total energi lebih rendah dibandingkan ASI mature yaitu 58 kalori/100 ml

kolostrum.

Vitamin larut lemak lebih tinggi. Sedangkan vitamin larut dalam air dapat

lebih tinggi atau lebih rendah.

Bila dipanaskan menggumpal, ASI mature tidak.

PH lebih alkalis dibandingkan ASI mature.

Lemaknya lebih banyak mengandung kolestrol dan lesitin di bandingkan ASI

matur.

Terdapat trypsin inhibitor, sehingga hidrolisa protein di dalam usus bayi

menjadi krang sempurna, yangakan menambah kadar antibodi pada bayi.

2. Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi)

Merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur.

Disekresi dari hari ke 4 – hari ke 10 dari masa laktasi, tetapi ada pula yang

berpendapat bahwa ASI mature baru akan terjadi pada minggu ke 3 – ke 5.

Kadar protein semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat

semakin tinggi.

Volume semakin meningkat.

3. Air Susu Mature

ASI yang disekresi dari hari ke 10 sampai seterusnya (300 – 850 ml/24 jam)

ASI yang keluar 5 menit pertama disebut foremilk dan yang setelahnya keluar

disebut hindmilk, foremilk lebih encer sedangkan hindmilk mengandung

lemak 4-5x lebih banyak daripada foremilk sehingga diduga hindmilk inilah

yang lebih mengenyangkan bayi.

Merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi, bahkan ada yang

mengatakan pada ibu yang sehat ASI merupakan makanan satu- satunya yang

diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi.

ASI merupakan makanan yang mudah di dapat, selalu tersedia, siap diberikan

pada bayi tanpa persiapan yang khusus dengan temperatur yang sesuai untuk

bayi.

Merupakan cairan putih kekuning-kuningan, karena mengandung kasein,

riboflavum dan karotin.

Tidak menggumpal bila dipanaskan.

Terdapat anti mikrobaterial faktor, yaitu:

Antibodi terhadap bakteri dan virus.

Sel (phagocyte, granulocyte, macrophag, lymphocyte type T)

Enzim (lysozime, lactoperoxidase)

Protein (lactoferrin, B12 Binding Protein)

Komplement ( C3 dan C4)

Komposisi ASI

←Menurut Suradi (2004) kandungan ASI terdiri dari :

1. Sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak. Sekitar 50% kalori ASI berasal dari

lemak. Kadar lemak dalam ASI antara 3,5-4,5%. Walaupun kadar lemak dalam ASI

tinggi, tetapi mudah diserap oleh bayi karena trigliserida dalam ASI lebih dulu

dipecah menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim lipase yang terdapat dalam

ASI. Kadar kolestrol ASI lebih tinggi dari pada susu sapi, sehingga bayi mendapat

ASI seharusnya mempunyai kadar kolestrol darah lebih tinggi. Disamping

kolestrol, ASI mengandung asam lemak essensial yaitu asam linoleat (Omega 6)

dan asam linolenat (Omega 3). Kedua asam lemak tersebut adalah pembentuk

asam lemak tidak jenuh rantai panjang disebut docosahexaenoic acid (DHA)

berasal dari Omega 3 dan arachidonic acid (AA) berasal dari Omega 6 yang

berfungsi sangat penting untuk pertumbuhan otak anak. Kadar lemak ASI matur

dapat berbeda menurut lama menyusui. Pada permulaan menyusu (5 menit

pertama) disebut foremilk kadar lemak ASI rendah (1-2 g/dl) dan lebih tinggi

dapat hindmilk (ASI yang dihasilkan pada akhir menyusu setelah 15-20 menit).

Kadar lemak hindmilk bisa mencapai 3 kali dibandingkan dengan foremilk.

2. Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa, yang kadarnya paling tinggi

dibanding susu mamalia lain (7gr%). Laktosa mudah diurai menjadi glukosa dan

galaktosa dengan bantuan enzim laktase yang sudah ada dalam mukosa saluran

pencernaan sejak lahir. Laktosa mempunyai manfaat lain yaitu mempertinggi

absorbsi kalsium dan merangsang pertumbuhan Lactobasillus bifidus.

3. Protein dalam susu adalah kasein dan whey. Kadar protein ASI sebesar 0.9%, 60%

diantaranya adalah whey, yang lebih mudah dicerna dibanding kasein. Dalam ASI

terdapat dua macam asam amino yang tidak terdapat dalam susu sapi yaitu sistin

dan taurin. Sistin diperlukan untuk pertumbuhan somatic, sedangkan taurin

untuk pertumbuhan otak. Selain dari ASI, sebenarnya sistin dan taurin dapat

diperoleh dari penguraian tirosin, tetapi pada bayi baru lahir enzim pengurai

tirosin ini belum ada.

4. Vitamin: ASI cukup mengandung vitamin yang diperlukan bayi. Vitamin K yang

berfungsi sebagai katalisator pada proses pembekuan darah terdapat dalam ASI

dengan jumlah yang cukup dan mudah dicerna. Dalam ASI juga banyak vitamin E,

terutama di kolostrum. Dalam ASI juga terdapat vitamin D, tetapi bayi prematur

atau yang kurang mendapat sinar matahari dianjurkan pemberian suplementasi

vitamin D.

5. Zat besi: Bayi aterm normal biasanya lahir dengan hemoglobin tinggi (16-22

gr/dl), yang berukuran cepat setelah lahir. Zat besi yang diperoleh dari

pemecahan hemoglobin digunakan kembali. Bayi tersebut juga memiliki

persediaan zat besi dalam jumlah banyak cukup untuk setidaknya 4-6 bulan.

meskipun jumlah zat besi yang terkandung dalam ASI lebih sedikit dari yang

terkandung dalam susu formula, bioavailabilitas zat besi dalam ASI jauh lebih

tinggi. 70% zat besi dalam ASI dapat diserap, sedangkan hanya 10% jumlah zat

besi dapat diserap dalam susu formula. Perbedaan ini disebabkan rangkaian

interaksi kompleks yang terjadi di usus. Bayi yang diberikan susu sapi segar atau

susu formula dapat mengalami anemia karena perdarahan kecil di usus.

6. Seng: Defisiensi mineral ini dapat menyebabkan kegagalan bertumbuh dan lesi

kulit tipikal. Meskipun seng lebih banyak terdapat pada susu formula dibanding

ASI, bioavalabilitasnya lebih besar pada ASI. Bayi yang diberi ASI mampu

mempertahankan kadar seng dalam plasma tetap tinggi dibanding bayi yang

diberi susu formula, bahkan meskipun konsentrasi seng yang terdapat di

dalamnya tiga kali lebih banyak daripada ASI.

7. ASI memiliki kadar kalsium, fosfor, natrium, dan kalium yang lebih rendah

daripada susu formula. Tembaga, kobalt, dan selenium terdapat dalam kadar

yang lebih tinggi. Semakin tinggi bioavailabilitas mineral dan unsur ini, dipastikan

bahwa kebutuhan bayi terpenuhi dan pada saat yang bersamaan, juga

menimbulkan beban penyerapan yang lebih rendah pada ginjal neonatus dari

pada susu pengganti ASI (Prasetyo, 2009).

Berdasarkan sumber dari Food and Nutrition Board, National research Council

Washington tahun 1980 diperoleh perkiraan komposisi kolostrum ASI dan susu

sapi untuk setiap 100 ml seperti tertera pada tabel berikut:

Perbandingan komposisi kolostrum, ASI dan susu sapi bisa dilihat padatabel

di atas. Dimana susu sapi mengandung sekitar tiga kali lebih banyak protein daripada

ASI. Sebagian besar dari protein tersebut adalah kasein, dan sisanya berupa protein

whey yang larut. Kandungan kasein yang tinggi akan membentuk gumpalan yang

relatif keras dalam lambung bayi bila bayi diberi susu sapi, sedangkan ASI walaupun

mengandung lebih sedikit total protein, namun bagian protein whey nya lebih

banyak, sehingga akan membentuk gumpalan yang lunak dan lebih mudah dicerna

serta diserap oleh usus bayi. Sekitar setengah dari energi yang terkandung dalam ASI

berasal dari lemak, yang lebih mudah dicerna dan diserap oleh bayi dibandingkan

dengan lemak susu sapi, sebab ASI mengandung lebih banyak enzim pemecah lemak

(lipase). Kandungan total lemak sangat bervariasi dari satu ibu ke ibu lainnya, dari

satu fase lakatasi air susu yang pertama kali keluar hanya mengandung sekitar 1 –

2% lemak dan terlihat encer. Air susu yang encer ini akan membantu memuaskan

rasa haus bayi waktu mulai menyusui. Air susu berikutnya disebut “Hind milk”,

mengandung sedikitnya tiga sampai empat kali lebih banyak lemak. Ini akan

memberikan sebagian besar energi yang dibutuhkan oleh bayi, sehingga penting

diperhatikan agar bayi, banyak memperoleh air susu ini (Roesli, 2005).

Keuntungan Pemberian ASI

Menurut Pudjiadi (2005) keuntungan –keuntungan yang dapat diperoleh dari

pemberian ASI yaitu:

1. Keuntungan pemberian ASI bagi bayi :

Mengandung komposisi yang tepat

Berbagai bahan makanan yang baik untuk bayi yaitu terdiri dari proporsi yang

seimbang dan cukup kuantitas semua zat gizi yang diperlukan untuk

kehidupan 6 bulan pertama (Kristiyansari, 2009).

ASI meningkatkan kecerdasan bagi bayi

ASI banyak mengandung LCPUFAs (Arachidonic acid/AA) dan Docosahexanoic

acid/DHA untuk pematangan sel-sel otak sehingga jaringan otak bayi yang

mendapat ASI Eksklusif akan tumbuh optimal.

Mengandung zat protektif

Bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita penyakit karena adanya zat

protektif dalam ASI (Sunardi, 2008).

Lactobasillus bifidus berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat dan

asam asetat. Kedua asam ini menjadikan saluran pencernaan bersifat asam

sehingga menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Susu sapi tidak

mengandung faktor ini (Sunardi, 2008).

Lactoferin adalah protein yang berikatan dengan besi. Dengan mengikat zat

besi, maka Lactoferin bermanfaat menghambat pertumbuhan kuman

tertentu, yaitu staphylococus, E.coli, dan Entamoeba hystolytica yang juga

memerlukan zat besi untuk pertumbuhannya bakteri tersebut, lactoferin

dapat pula menghambat pertumbuhan jamur Candida (Suradi, 2004).

Lizozimadalah enzim yang dapat memecah dinding bakteri (bakterisidal) dan

anti inflamasi, bekerja bersama peroksida dan askorbat untuk menyerang

bakteri E.coli dan sebagian keluarga salmonella. Keaktifan lizozim ASI

beberapa kali lebih tinggi dibanding susu sapi. Keunikan lizozim lainnya

adalah bila faktor protektif lainnya adalah sesuai tahap lanjut ASI, maka

lizozim justru meningkat pada 6 bulan pertama setelah kelahiran. Hal ini

merupakan keuntungan karena setelah 6 bulan bayi mulai mendapatkan

makanan padat dan lizozim merupakan faktor protektif terhadap

kemungkinan serangan bakteri patogen dan penyakit diare pada periode ini

(Suradi, 2004).

Komponen C3 dan C4Kedua komponen ini, walaupun kadar dalam ASI

rendah, mempunyai daya opsonik, anafilatik dan kemotaktik yang bekerja

bila diaktifkan oleh IgA dan IgE yang juga terdapat dalam ASI (Suradi, 2004).

Faktor antistreptococusDalam ASI terdapat faktor antistreptococus yang

melindungi bayi terhadap infeksi kuman streptococus (Suradi, 2004).

Antibodi

Secara elektroforetik, kromatografik dan radio immunoassay terbukti bahwa

ASI terutama kolostrum mengandung imunoglobin yaitu IgA sekretorik (SigA),

IgE, IgM, dan IgG. Dari semua imunoglobulin tersebut yang terbanyak adalah

SigA. Antibodi dalam ASI dapat bertahan dalam saluran pencernaan bayi

karena tahan terhadap asam dan enzim proteolitik saluran pencernaan dan

membuat lapisan pada mukosanya sehingga mencegah bakteri patogen dan

enterovirus masuk kedalam mukosa usus. Dalam tinja bayi yang mendapat

ASI terdapat antibody bakteri E.coli dalam konsentrasi yang tinggi sehingga

jumlah bakteri E.coli dalam tinja bayi tersebut juga rendah. Di dalam ASI

selain antibodi terdapat E.coli juga pernah dibuktikan adanya antibodi

terhadap Salmonella typhi, Shigella, dan antibodi terhadap virus seperti

rotavirus, polio dan campak. Antibodi terdapat rotavirus tinggi dalam

kolostrum yang kemudian turun pada minggu pertama dan bertahan sampai

umur 2 tahun. Dalam ASI juga didapatkan antigen terhadap Helicobacter

jejuni penyabab diare. Kadarnya dalam kolostum tinggi dan menurun pada

usia 1 bulan dan kemudian menetap selama menyusui (Sunardi, 2008).

Imunitas seluler

ASI mengandung sel-sel yang sebagian besar (90%) sel tersebut berupa

makrofag yang berfungsi membunuh dan memfagositosis mikroorganisme,

membentuk C3 dan C4, lizozim dan lactoferin. Sisanya (10%) terdiri dari

limfosit B dan T. Angka leukosit pada kolostrum kira-kira 5000/ml setara

dengan angka leukosit darah tepi tetapi komposisinya berbeda dengan darah

tepi, karena hampir semuanya berupa polimorfonuklear dan mononuklear.

Dengan meningkatnya volume ASI angka leukosit menurun menjadi 2000/ml.

Walaupun demikian kapasitas anti bakterinya sama sepanjang stadium

laktasi. Konsentrasi faktor- faktor anti infeksi tinggi dalam kolostrum. Kadar

SisA, lactoferin, lizozim dan sel seperti makrofag, neutrofil dan limfosit lebih

tinggi pada ASI prematur dibanding ASI matur. Perbedaan status gizi pada ibu

tidak mempengaruhi konsentrasi faktor anti infeksi dalam ASI (Suradi, 2004).

Tidak menimbulkan alergi

Pada bayi baru lahir sistem IgE belum sempurna. Pemberian susu formula

akan merangsang aktivitas sistem ini dan dapat menimbulkan alergi. ASI tidak

menimbulkan efek ini. Pemberian protein asing yang ditunda sampai umur 6

bulan akan mengurangi kemungkinan alergi (Suradi, 2004).

Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan

Waktu menyusui kulit bayi akan menempel pada kulit ibu. Kontak kulit yang

dini ini akan sangat besar pengaruhnya pada perkembangan bayi kelak.

Walaupun seorang ibu dapat memberikan kasih sayang yang besar dengan

memberikan susu formula tetapi menyusui sendiri akan memberikan efek

psikologis yang besar. Dengan foto infra merah, payudara ibu menyusui lebih

hangat dibanding payudara ibu yang tidak menyusui (Kristiyansari, 2009).

Interaksi yang timbul waktu menyusui antara ibu dan bayi akan menimbulkan

rasa aman bagi bayi. Perasaan aman ini penting untuk menimbulkan dasar

kepercayaan pada bayi (basic sense of trust) yaitu dengan mulai dapat

mempercayai orang lain (ibu) maka akan timbul rasa percaya pada diri sendiri

(Suradi, 2004).

Mengurangi kejadian karies dentis dan maloklusi

Insiden karies dentis pada bayi yang mendapatkan susu formula jauh lebih

tinggi dibanding yang mendapat ASI karena kebiasaan menyusui dengan

botol dan dot terutama pada waktu akan tidur menyebabkan gigi lebih lama

kontak dengan sisa susu formula dan menyebabkan asam yang terbentuk

akan merusak gigi. Kecuali itu ada anggapan bahwa kadar selenium yang

tinggi dalam ASI akan mencegah karies dentis. Telah dibuktikan bahwa salah

satu penyebab maloklusi rahang adalah lidah yang mendorong ke depan

akibat menyusu dengan botol dan dot (Sunardi, 2008).

Menyebabkan pertumbuhan yang baik

Bayi yang mendapatkan ASI mempunyai kenaikan berat badan yang baik

setelah lahir, pertumbuhan setelah periode perinatal baik dan mengurangi

kemungkinan obesitas. Ibu-ibu yang diberi penyuluhan tentang ASI dan

laktasi, turunnya berat badan bayi (pada minggu pertama kelahiran) tidak

sebanyak ibu-ibu yang tidak diberi penyuluhan. Alasannya ialah bahwa

kelompok ibu-ibu tersebut segera memberikan ASInya setelah melahirkan.

Frekuensi menyusui yang sering (tidak dibatasi) juga dibuktikan bermanfaat

karena volume ASI yang dihasilkan lebih banyak sehingga penurunan berat

badan bayi hanya sedikit (Suradi, 2004).

2. Keuntungan Pemberian ASI bagi ibu

Aspek kesehatan ibu

Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya oksitosin oleh

kelenjar hipofisis. Oksitosin membantu involusi uterus dan mencegah

terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penundaan haid dan berkurangnya

perdarahan pasca persalinan mengurangi prevalensi anemia defisiensi besi.

Kejadian karsinoma mammae pada ibu menyusui lebih rendah dibanding

yang tidak menyusui (Kristiyansari, 2009).

Aspek keluarga berencana

Menyusui secara eksklusif dapat menjarangkan kehamilan. Ditemukan rata-

rata ibu yang menyusui adalah 24 bulan sedangkan yang tidak menyusui 11

bulan. Hormon yang mempertahankan laktasi bekerja untuk menekan

hormon ovulasi sehingga dapat menunda kembalinya kesuburan. Ibu yang

sering hamil kecuali menjadi beban sendiri juga merupakan risiko tersendiri

bagi ibu untuk mendapatkan penyakit seperti anemia, risiko kesakitan dan

kematian akibat persalinan (Suryoprajogo, 2009).

Aspek psikologis

Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga untuk

ibu. Ibu akan merasa bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh

semua manusia (Suradi, 2004).

Frekuensi Pemberian ASI

Pada pemberian bayi yang baru lahir mempunyai jadwal makan yang tidak

teratur. Mereka bisa makan sebanyak 6 sampai 12 kali atau mungkin juga sampai 18

kali dalam 24 jam tanpa jadwal yang teratur. Dalam dua hari pertama produksi ASI

belum banyak hingga tidak perlu menyusui terlalu lama, cukup beberapa menit saja

untuk merangsang keluarnya ASI. Pada hari-hari berikutnya bayi dapat disusui

selama 15-20 menit tiap kalinya, walaupun sebagian besar ASI keluar pada 5-10

menit pertama dari setiap payudara. Jadwal menyusui hendaknya disesuaikan

dengan aktivitas sehari-hari ibu. Misalnya tiap 3 jam dimulai pada jam 6 pagi,

walaupun demikian jadwal itu tidak perlu kaku, jika setelah 2 jam bayi sudah

menangis dapat diberikan lagi. Sebaliknya harus diperhatikan, bahwa bayi yang

menangis tidak selalu disebabkan oleh rasa lapar. (Pudjiadi, 2005).

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Seiring dengan bertambahnya usia anak, ragam makanan yang diberikan

harus bergizi lengkap dan seimbang. Peran zat gizi ini penting untuk menunjang

tumbuh kembang anak. Dalam hal ini pengaturan pola konsumsi makanan, ibu

mempunyai peran yang sangat penting dalam memilih jenis makanan yang bergizi

seimbang. MP-ASI harus diberikan setelah anak berusia 6 bulan dan berlanjut sampai

usia 24 bulan, karena pada masa tersebut produksi ASI makin menurun sehingga

suplai zat gizi dari ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak yang semakin

meningkat (Wiryo, 2002).

Tujuan pemberian makanan pada bayi/anak adalah :

Memenuhi kebutuhan zat makanan yang adekuat untuk keperluan hidup,

memelihara kesehatan dan untuk aktifitas sehari-hari

Menunjang tercapainya tumbuh kembang yang optimal

Mendidik anak supaya terbina selera makan dan kebiasaan makan yang

sehat, memilih dan menyukai makanan sesuai dengan keperluan anak.

Pemberian MP-ASI yang terlalu dini juga kurang baik karena dapat berakibat :

Bayi lebih sering menderita diare. Karena cara menyiapkan makanan yang

kurang bersih, juga karena pembentukan zat anti oleh usus bayi yang belum

sempurna.

Bayi mudah alergi terhadap zat makanan tertentu. Keadaan ini terjadi karena

usus bayi yang masih permeable, sehingga mudah dilalui oleh protein asing.

Terjadi malnutrisi/gangguan pertumbuhan anak. Bila makanan yang diberikan

kurang bergizi dapat mengakibatkan anak menderita KEP dan dapat terjadi

obesitas bila makanan yang diberikan mengandung kalori yang terlalu tinggi.

Produksi ASI menurun. Karena bayi sudah kenyang dengan MP-ASI, maka

frekuensi menyusu menjadi lebih jarang, akibatnya dapat menurunkan

produksi ASI.

Jenis makanan pendamping ASI dapat berupa basic mixes/bubur susu

(campuran 2 jenis bahan makanan : Karbohidrat dan protein hewani/nabati),

biskuit, multi mixes/nasi tim (campuran 4 komponen dasar : Karbohidrat, protein

hewan/nabati, lemak dan sumber vitamin/mineral), buah-buahan yang

dihaluskan dan dapat diberikan sehari 3x dengan porsi secukupnya sesuai usia

anak.

Pengganti Air Susu Ibu (PASI)

Walaupun ASI adalah makanan paling ideal bagi bayi , namun tidak semua dapat

memberikan ASI pada bayinya. Menurut Dinkes Propsu (2005) penggunaan susu

formula sebagai PASI dapat dimengerti jika alasannya :

Bayi sakit seperti kekurangan cairan

Bayi lahir dengan berat badan rendah

Bayi lahir sumbing (bawaan)

Pemberian PASI juga dapat disebabkan oleh masalah pada pihak ibu :

Jumlah dan mutu ASI kurang memadai/tidak mencukupi

Sakit dan tidak dianjurkan untuk menyusui untuk kepentingan ibu maupun

bayinya, seperti penyakit menular.

Ibu menderita infeksi, luka puting ( mastitis )

Ibu mengalami gangguan jiwa.

Ibu sedang menjalani terapi obat yang tidak aman bagi bayi

Untuk alasan-alasan tersebut, pada umumnya bayi harus diberi makanan

pengganti ASI (PASI) berupa susu formula. Pada umumnya susu formula untuk bayi

terbuat dari susu sapi yang susunan zat gizinya diubah sedemikian rupa sehingga

dapat diberikan kepada bayi tanpa menimbulkan efek samping. Oleh karena ASI yang

paling ideal untuk bayi maka perubahan yang dilakukan pada komponen gizi susu

sapi harus mendekati susunan zat gizi ASI (Dinkes Propsu, 2005). Dibandingkan

dengan ASI, susu formula memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal

kandungan gizinya. Selain itu penggunaan susu formula harus dikontrol dari

kemungkinan masuknya organisme-organisme patogen atau terjadinya kontaminasi

yang dapat menyebabkan diare. Untuk mencukupi kebutuhan bayi susu diberikan

sesuai dengan takarannya. Takaran akan bertambah sesuai dengan bertambahnya

umur bayi. Jadwal menyusui dengan susu formula tetap seperti pada bayi yang diberi

ASI (Nadesul, 2005)

Tetapi kebanyakan ibu-ibu sekarang menggunakan susu formula bukan

sebagai PASI yang diakibatkan oleh keadaan-keadaan seperti yang di atas, oleh

sebab itu tidak jarang produsen atau distributor susu formula menyampaikan

informasi yang berlebihan dalam rangka pemasaran susu formula. Strategi

pemasaran ini semakin berhasil yang dapat dilihat dari semakin meningkatnya

permintaan terhadap susu formula untuk bayi dan anak balita. Apabila hal ini

dibiarkan terus berlangsung tidak tertutup kemungkinan suatu saat para ibu yang

memiliki bayi lebih cenderung memberikan susu formula bagi bayinya ketimbang

memberikan ASI walaupun produksi ASI nya normal yang pada gilirannya akan

menghambat keberhasilan program ASI eksklusif (Depkes, 2005)

Cara Pemberian ASI

Langkah-langkah menyusui yang Benar (Suradi, 2004)

1. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting

susu dan areola sekitarnya.

2. Bayi diletakkan menghadap perut atau payudara.

Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk lebih baik menggunakan kursi

yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar

pada sandaran kursi.

Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku

ibu dan bokong bayi terletak pada lengan. Kepala bayi tidak boleh

tertengadah dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu.

Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu didepan.

Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara.

Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

3. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopang

dibawah. Jangan menekan putting susu atau areolanya saja.

4. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut dengan cara :

Menyentuh pipi dengan puting susu.

Menyentuh sisi mulut bayi.

5. Setelah bayi membuka mulut dan mulai mengisap, payudara tak perlu

dipegang atau disangga lagi.

Produksi ASI

Proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang oleh isapan

mulut bayi pada puting susu ibu. Gerakan tersebut merangsang kelenjar hipofisis

anterior untuk memproduksi sejumlah prolaktin, hormon utama yang mengandalkan

pengeluaran Air Susu. Proses pengeluaran air susu juga tergantung pada Refleks Let

Down atau refleks ejeksi susu , dimana hisapan putting dapat merangsang kelenjar

hipofisis posterior untuk menghasilkan hormon oksitosin, Di bawah pengaruh

oksitosin, sel-sel di sekitar alveoli berkontraksi, mengeluarkan susu melalui system

duktus kedalam mulut bayi (Bobak, 2005).

Laktasi dapat dianggap terdiri atas beberapa fase, laktogenesis I, laktogenesis

II dan laktogenesis III (galaktopoiesis), Laktogenesis I berkaitan dengan awal

persiapan pembuatan ASI di payudara. Laktogenesis II berkaitan dengan penurunan

estrogen, progesteron, dari sirkulasi ibu saat persalinan. Galaktopoiesis berkaitan

dengan proses mempertahankan produksi asi mature. Dua hormon terpenting yang

berperan dalam laktasi adalah prolaktin yang merangsang produksi air susu, dan

oksitosin yang berperan dalam ejeksi susu (Melvyn, 2006).

Daftar Pustaka

Narendra, M ; Sularyo, T ; Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta; Sagung Seto, 2002

Depkes, 2005. Manajemen Laktasi. Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.

Depkes, 2007. Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Konseling Menyusui Dan Pelatihan Fasilitator Konseling Menyusui, Jakarta.

Roesli, U., 2005. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : PT Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara

Suradi, R ; Roesli, U. 2008. Manfaat ASI dan Menyusui. FKUI. Jakarta

World Health Organization. Community-Based strategies for Breastfeeding Promotion and Support in Developing Countries. 2003

WHO, 2003. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding.

Yohmi, E. 2009. Inisiasi menyusu dini. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Online (www. Idai.or.id)