bowel elimination

41
BOWEL ELIMINATION (ELIMINASI FEKAL) By : V.M.Endang Sri Purwadmi Rahayu PENGERTIAN Eliminasi fekal atau defekasi merupakan proses pembuangan sisa metabolism yang tidak terpakai.Eliminasi yang teratur penting untuk fungsi tubuh normal. Perubahan pada defekasi dapat menyebabkan masalah pada GI dan bagian tubuh lain, karena sisa-sisa pruduk adalah racun. Pola defekasi bersifat individual, bervariasi dari berapa kali sehari sampai berapa kali seminggu. Jumlah feses yang dikeluarkanpun bervariasi jumlahnya tiap individu. REVIEW ANATOMI DAN FISIOLOGI GI 1. Saluran GI bagian atas Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi di mulut dan di lambung. Dengan bantuan enzim dan asam lambung. Selanjutnya makanan yang sudah dalam bentuk chyme didorong ke usus halus. 2. Saluran GI bagian bawah Saluran GI bawah meliputi usus halus dan usus besar. Ususs halus terdiri atas duodenum, jejunum dan ileum, yang panjangnya 6 meter dan diameter 2,5 cm. Sedangkan usus besar terdiri atas sekum, kolon dan rektum yang bermuara pada anus. Panjang usus besar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Makanan yang masuk ke dalam usus sudah berbentuk chyme dari lambung. Usus mengabsorpsi air, nutrien, elektrolit, vitamin dan zat besi. Usus sendiri mensekresi mukus, potasium, bikarbonat dan enzim. Chyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari makan sampai 1

Upload: gung-yuda

Post on 19-Jan-2016

59 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bowel Elimination

BOWEL ELIMINATION(ELIMINASI FEKAL)

By : V.M.Endang Sri Purwadmi Rahayu

PENGERTIAN

Eliminasi fekal atau defekasi merupakan proses pembuangan sisa metabolism yang tidak terpakai.Eliminasi yang teratur penting untuk fungsi tubuh normal. Perubahan pada defekasi dapat menyebabkan masalah pada GI dan bagian tubuh lain, karena sisa-sisa pruduk adalah racun. Pola defekasi bersifat individual, bervariasi dari berapa kali sehari sampai berapa kali seminggu. Jumlah feses yang dikeluarkanpun bervariasi jumlahnya tiap individu.

REVIEW ANATOMI DAN FISIOLOGI GI

1. Saluran GI bagian atas Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi di mulut dan di

lambung. Dengan bantuan enzim dan asam lambung. Selanjutnya makanan yang sudah dalam bentuk chyme didorong ke usus halus.

2. Saluran GI bagian bawahSaluran GI bawah meliputi usus halus dan usus besar. Ususs halus terdiri atas

duodenum, jejunum dan ileum, yang panjangnya 6 meter dan diameter 2,5 cm. Sedangkan usus besar terdiri atas sekum, kolon dan rektum yang bermuara pada anus. Panjang usus besar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Makanan yang masuk ke dalam usus sudah berbentuk chyme dari lambung. Usus mengabsorpsi air, nutrien, elektrolit, vitamin dan zat besi. Usus sendiri mensekresi mukus, potasium, bikarbonat dan enzim.

Chyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari makan sampai mencapai rektum normalnya diperlukan waktu 12 jam. Gerakan kolon terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Haustral Shuffing ( gerakan mencampur chyme untuk membantu absorpsi air), Kontraksi Haustral ( gerakan untuk mendorong materi cair dan semi padat sepanjang kolon ), dan Gerakan Peristaltik ( berupa gelombang, gerakan maju ke anus ).

PROSES DEFEKASI

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.Terjadi 2 macam refleks dalam proses defekasi :1. Refleks defekasi intrinsik

1

Page 2: Bowel Elimination

Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektumyang menyebabkan rangsangan pada fleksus mesenterikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses sampai di anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, terjadilah defekasi. 2. Refleks defekasi parasimpatis

Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desendens, sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal, maka terjadilah defekasi.

Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan difragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok.

KARAKTERISTIK FESES

Komposisi feses terdiri dari 75% air dan 25% zat padat (seperti : bakteri, bahan organik (kalsium dan fosfat), selulosa yang tidak dicerna, lemak dan protein). Komposisi tidak dipengaruhi oleh diet karena bagian terbesar dari massa feses berasal dari nondiet tetapi diturubkan dari saluran GI.

Warna feses tergantung dari makanan atau obat-obatan yang dimakan atau diminum. Normal feses orang dewasa berwarna coklat karena pengaruh pigmen-pigmen empedu/pemecahan empedu oleh bakteri usus (sterkobilin. Morbilin, dan aktivitas bakteri). Abnormal hitam (mengkonsumsi zat besi) / ter (melena) atau perdarahan saluran GI atas, merah terang / gelap (perdarahan saluran GI bawah, hemoroid), putih atau tanah liat (tidak ada kandung empedu), pucat mengandung lemak (mnengabsorpsi lemak). Sedangkan pada bayi, normal berwarna kuning.

Bau normalnya tajam/menyengat ( dibentuk oleh bakteri usus / indol dan skatol dan dipengaruhi oleh jenis makanan ). Sedangkan yang abnormal amis atau busuk (perubahan berbahaya) akibat darah di dalam feses atau infeksi.

Konsistensi normal lembek/lunak berbentuk silinder. Abnormal cair (diare, penurunan absorpsi), dan padat ( konstipasi ).

Frekuensi Normal bervariasi, pada bayi : 4-5 kali sehari (Asi) atau 1 – 3 kali sehari (susu botol). Sedangkan pada orang dewasa : 1 -2 kali sehari sampai 1 kali tiap 2 – 3 hari atau setiap hari sampai 2 – 3 kali seminggu. Abnormal pada bayi lebih dari 6 kali sehari atau satu kali setiap 1 – 2 hari, sedangkan orang dewasa lebih dari 3 kali sehari atau kurang dari satu kali seminggu atau lebih dari 3 hari atau kurang dari 1kali tiap 3 hari, akibat dari hipomotilitas atau hipermotilitas.

Jumlah normal 150 gram perhari (orang dewasa). Abnormal steatorea : bulk (feses banyak, berlemak, berbusa, bau menyengat, feses abu-abu dengan lapisan perak).

Bentuk normal menyerupai diameter rektum/silinder. Abnormal sempit, berbentuk pinsil ( obstruksi, peristaltik yang cepat ).

Unsur – unsur normal makanan yang tidak dicerna, bakteri mati, lemak, pigmen empedu, sel – sel yang melapisi mukosa usus, dan air. Abnormal darah, pus, materi asing, lendir, dan cacing (perdarahan internal, infeksi, materi – materi yang tertelan, iritasi, dan inflamasi.

2

Page 3: Bowel Elimination

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI FEKAL

1. Diet / NutrisiAsupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola

peristaltik yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa mengabsorpsi cairan sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang menciptakan gerakan peristaltik dan menimbulkan refleks defekasi. Dengan menstimulasi peristaltik, masa makanan berjalan dengan cepat melalui usus, dan mempertahankan feses tetap lunak.

Makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan normalnya pola eliminasi jika faktor lain juga normal. Makanan tinggi serat terdapat pada buah - buahan segar/mentah (apel, jeruk), buah – buahan yang diolah (prum, aprikot), sayur – sayuran yang diolah (bayam, kangkung, kubis ), sayur – sayuran mentah (seledri, mentimun), gandum utuh (sereal dari padi – padian, roti).

Makanan rendah serat mengurangi frekuensi defekasi, feses bulk, dan kesukitan defekasi.

Makanan yang menghasilkan gas seperti bawang, kembang kol, dan buncis juga menstimulasi peristaltik. Gas yang dihasilkan membuat dinding usus distensi, sehingga meningkatkan motilitas kolon.

Makanan panas dan pedas dapat mengiritasi saluran cerna sehingga meningkatkan peristaltik, tetapi dapat juga menyebabkan pencernaan tidak berlangsung dan feses menjadi cair (diare), flatus, perut kram, sensasi panas pada anus saat feses keluar.

Intoleransi laktosa. Laktosa adalah suatu bentuk KH sederhana yang ditemukan di dalam susu ( normal dipecah oleh enzim laktose). Susu dan produk susu sulit atau tidak mungkin dicerna oleh beberapa individu. Intoleransi terhadap makanan tertentu dapat menyebabkan pembentukan gas, kram perut, distensi, dan diare.

2. Intake cairanKehilangan cairan mempengaruhi karakteristik feses. Intake cairan yang kurang

(inadekuat) atau gangguan yang menyebabkan kehilangan cairan (seperti muntah) sehingga tubuh mengabsorpsi cairan dari chymus dan menyebabkan feses menjadi keras dan sulit dikeluarkan adanya gerak peristaltik yang meningkat, waktu untuk mengabsorpsi menjadi berkurang menyebabkan feses encer dan lunak. Di samping itu asupan cairan yang kurang memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus karena cairan mengencerkan isi usus sehingga memudahkan bergerak melalui kolon .Orang dewasa harus minum 6 – 8 gelas (1500 – 2000 CC) sehari. Minuman ringan yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltik. Pada beberapa individu mengkonsumsi susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltik sehingga menyebabkan konstipasi.

3. Usia

3

Page 4: Bowel Elimination

Perubahan dalam tahapan perkembangan yang mempengaruhi status eliminasi terjadi disepanjang kehidupan.

Bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih sedikit mensekrasi enzim pencernaan. Makanan seperti zat pati yang kompleks, ditoleransi dengan buruk. Makanan melewati saluran pencernaan dengan cepat karena gerakan peristaltik berlangsung dengan cepat. Bayi tidak mampu mengontrol defekasi karena kurangnya perkembangan neuromuskuler, dan tidak terjadi sampai usia 2 – 3 tahun.

Pada masa remaja, pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat. Sekresi HCl meningkat, khususnya pada anak laki – laki. Anak remaja, biasanya mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang lebih banyak.

Pada lansia, beberapa lansia mungkin sudah tidak memiliki gigi sehingga tidak bisa mengunyah makanan dengan baik. Jumlah enzim pencernaan di dalam saliva dan volume asam lambung menurun seiring proses penuaan. Ketidakmampuan mencerna makanan yang mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan enzim lipase.

Hasil penelitian (Ross, 1990 dalam Potter dan Perry, 2006) menyatakan 91% lansia yang berusia rata-rata 76 tahun yang dirawat di rumah sakit mengalami diare atau konstipasi.

Selain itu, gerakan peristaltik usus menurun seiring dengan peningkatan usia dan melambatnya pengosongan esofagus yang menyebabkan rasa tidak nyaman pada epigaster abdomen.

Lansia juga kehilangan tonus otot pada otot dasar perineum dan sfingter anus sehingga mengalami kesulitan mengontrol pengeluaran feses. Beberapa lansia kurang menyadari kebutuhan defekasi akibat melambatnya impuls saraf sehingga cenderung mengalami konstipasi.

4. Posisi tubuh selama defekasiPosisi duduk atau jongkok merupakan posisi normal saat defekasi. Toilet modern

dirancang untuk duduk tegak ke arah depan, menyebabkan tekanan intra abdomen dan mengkontraksi otot-otot pahanya. Untuk pasien yang imobilisasi dibantu ke posisi duduk di atas pispot..

5. PrivacyKebanyakan individu merasa lebih mudah defekasi di kamar mandi mereka

sendiri. Dan banyak orang memerlukan jaminan keamanan (psikologis) selama defekasi. Pemandangan, suara, bau dan fasilitas kamar mandi atau menggunakan pispot yang digunakan bersama-sama di rumah sakit sering menimbulkan rasa malu, sehingga menyebabkan pasien mengabaikan kebutuhan untuk defekasi.

6. Gaya hidup (perilaku) dan kebiasaan hidupKebiasaan untuk melatih pola defekasi sejak kecil secara teratur, fasilitas

defekasi, kebiasaan mengabaikan defekasi. Refleks defekasi dan keinginan defekasi akan hilang setelah beberapa menit, jika keinginan awal diabaikan. Individu mempunyai kebiasaan makan / minum (sarapan) dahulu pagi hari sebelum defekasi karena refleks gastrokolik paling mudah distimulasi setelah sarapan. Individu mempunyai kebiasaaan defekasi setiap pagi atau tidak punya pola kecuali merespons keinginan defekasi kapan saja.

4

Page 5: Bowel Elimination

7. Faktor PsikologisLiburan dan traveling. Cemas akut / kronik, marah, takut, depresi, dan emosional

dapat meningkatkan motilitas isi usus atau sekresi mukus sehingga menimbulkan diare. Begitu pula hospitalisasi, perubahan pekerjaan, gangguan personal / hubungan keluarga dapat menyebabkan stres akut. Sedangkan stres kronik dapat menurunkan aktivitas isi usus sehingga menurunkan frekuensi defekasi.

8. Aktivitas fisik / Imobilisasi Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik, sedangkan imobilisasi menekan

motilitas usus. Melemahnya otot-otot dasar panggul dan abdomen merusak kemampuan individu untuk meningkatkan tekanan intra abdomen dan untuk mengontrol sfingter eksterna. Tonus otot dapat melemah atau hilang akibat penyakit dalam jangka waktu yang lama atau penyakit neurologis yang merusak transmisi saraf.

9. NyeriPada kondisi normal defekasi tidak mnyeri. Tapi pada beberapa kondisi

(hemoroid, bedah rektum, fistula rektum, bedah abdomen, dan post partum dapat menimbulkan rasa nyeri atau tidak nyaman ketika defekasi akibatnya klien seringkali menahan keinginan untuk defekasi, sehingga akan terjadi konstipasi.

10. Medikasi atau PengobatanLaksatif dan Katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik. Tetapi

penggunaan dalam jangka waktu yang lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang responsif terhadap stimulasi yang diberkan oleh laksatif. Penggunaan laksatif yang berlebihan menyebabkan diare.

Obat analgetik narkotik menekan gerakan peristaltik. Zat besi dan obat opiat dapat menyebabkan konstipasi, Antibiotika menyebabkan diare. Obat-obatan antikolinergik, seperti atropin, atau glikopirolat (Robinul) menghambat sekresi asam lambung dan menekan motilitas saluran GI sehingga berakibat konstipasi. Obat antasid dapat menyebabkan konstipasi / diare.

11. KehamilanMeningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, memberikan tekanan pada

rektum menyebabkan konstipasi pada trimester terakhir. Wanita hamil yang sering mengedan saat defekasi dapat menyebabkan hemoroid yang permanen.

12. Prosedur DiagnostikPemeriksaan radiologi dan endoskopi memerlukan pengosongan atau

pembersihan isi di bagian usus dengan laksatif atau enema. Penggunaan barium menimbulkan konstipasi dan fecal impaction karena barium mengeras bila dibiarkan dalam saluran GI.

13. Pembedahan dan anestesi

5

Page 6: Bowel Elimination

Anestesi umum yang digunakan selama proses pembedahan membuat gerakan peristaltik berhenti untuk sementara waktu. Agens anestesi dapat menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau menghentikan gelombang peristaltik (Ileus Paralitik). Menurunnya fungsi pencernaan antara 24 – 48 jam post operasi.

14. Diversi usus / Pengalihan FesesPenyakit tertentu menyebabkan kondisi-kondisi yang mencegah pengeluaran fese

secara normal dari rektum. Hal ini membutuhkan untuk membentuk suatu lubang (stoma) buatan permanen (tetap) atau temporal (sementara). Lubang yang dibuat melalui upaya bedah (ostomi) paling sering dibentuk di ileum (ileostomi) atau di kolon (kolostomi).

TAHAP PERKEMBANGAN USIA

1. Newborn and InfantBayi baru lahir selalu defekasi 24 – 48 jam setelah lahir. Feses lembek dan

berwarna hijau gelap yang disebut mekonium. Tiga hari setelah lahir feses akan berubah sesuai diet.

a. Bila minum ASI maka feses akan berwarna kuning terang, lembek, tidak berbentuk dan mempunyai bau tidak khas.

b. Bila minum susu formula, feses berwarna kuning gelap atau coklat, lebih berbentuk (ramping), dan agak sedikit bau.

Bayi tidak dapat mengontrol defekasi selama SSP belum matur. Setelah pemberian awal makanan padat maka feses berbentuk padat atau keras.2. Todler and Preschooler

Pada usia 22 – 36 bulan anak mulai belajar mengontrol defekasinya. Bowel training dimulai pada usia 24 – 36 bulan. Banyak anak dapat mengontrol defekasinya sebelum usia 4 tahun.3. Child and Adolescent

Anak – anak harus dilatih defekasi supaya mempunyai pola kebiaaaan. Pada anak – anak dan remaja feses berwarna cuklat, lembek, frekuensi tergantung intake cairan, serat pada makanan, dan aktivitas/latihan anak setiap hari. Kalau anak – anak atau remaja suka menunda defekasi maka akan terjadi distensi rektal sehingga bisa terjadi konstipasi.4. Adult and Older Adult

Pola defekasi sudah normal atau punya tipe (pola).Pola defekasi tergantung diet, intake cairan, aktivitas, dan lain-lain. Pada orang dewasa harus memperhatikan jumlah cairan yang dikonsumsi, makanan tinggi serat, psikologis, dan penggunaan laksatif. Penting pula kontrol sfingter untuk mencegah inkontinensia feses.

MANIFESTASI PERUBAHAN DEFEKASI

6

Page 7: Bowel Elimination

1. Konstipasi.Konstipasi adalah gejala dan bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan

frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan dan kadang-kadang dapat menimbulkan nyeri pada rektum saat defekasi.

Konstipasi terjadi akibat pengeluaran feses melalui usus besar lambat atau lama di usus besar dan lama kontak dengan mukosa usus akibat motilitas usus halus melambat sehingga terjadi absorpsi air yang berlebihan dari feses.

Setiap individu mempunyai pola defekasi individual, tapi belum tentu pola defekasinya setiap hari. Defekasi hanya setiap 4 hari atau lebih dianggap tidak normal. Tetapi pada lansia setiap 2 – 3 hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri atau perdarahan dianggap normal.

Klien yang menderita riwayat penyakit kardiovaskuler, penyakit yang menyebabkan peningkatan intraokular (glukoma), dan peningkatan intrakranial harus mencegah konstipasi dan hindari penggunaan manuver valsava. Menghembuskan nafas melelui mulut selama mengedan menghindari manuver valsava.

Penyebab umum konstipasi adalah diet serat inadekuat (diet rendah serat dalam bentuk lemak hewani seperti : daging, produk-produk susu dan telor, serta KH murni (makanan penutup yang berat), makanan halus atau rendah sisa, menunda defekasi / kebiasaan defekasi yang tidak teratur, intake cairan yang kurang dari 1000 Ml sehari, penurunan aktivitas, tirah baring yang panjang, stres kronik, penggunaan laksatif dalam jangka waktu yang lama, dan obat-obatan (opiat, antikolinergik, zat besi, diuretik, antasid dalam kalsium atau aluminium, obat-obatan antiparkinson), kondisi neurologis (cedera pada medula spinalis, tumor), serta penyakit-penyakit organik (seperti : hipotiroidisme, hipokalsemia, dan hipokalemia, dan pada lansia mengalami perlambatan peristaltik, kehilangan elastisitas otot abdomen, serta penurunan sekresi mukosa usus., kelainan saluran GI seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan divertikulitis.

2. Fecal Impaction / Impaksi Feses Impalsi feses adalah akumulasi / pengumpulan feses keras dan mengendap di

dalam rektum merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi, dapat menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan, atau konstipasi yang terus menerus.

Tanda impaksi feses yang jelas adalah ketridakmampuan untuk mengeluarkan feses beberapa hari, walaupun terdapat keinginan berulang untuk defekasi defekasi.

Impaksi ditandai oleh perasaan nyata pada rektal, abdomen penuh atau kembung, malaise, kurang nafsu makan *anoreksia, nausea, vomiting, keluar feses diare secara mendadak / kontinu.

3. DiareDiare adalah peningkatan frekuensi defekasi dan peningkatan jumlah feses

dengan konsistensi cair dan tidak berlemak. Diare adalah gejala gangguan yang mempengaruhi proses pencernaan, absorpsi, dan sekresi di dalam saluran GI. .Meningkatnya pergerakan GI sehingga aliran feses terlalu cepat keluar melalui GI bawah (usus halus dan kolon) sehingga absorpsi air sedikit. Iritasi di dalam kolon dapat menyebabkan peningkatan sekresi lendir. Akibatnya feses tinggi air (encer) dan mengandung elektrolit sehingga klien tidak dapat mengontrol keinginan defekasi.

7

Page 8: Bowel Elimination

Pada bayi seringkali sulit dikaji. Bayi yang disusui ibunya edapat defekasi 5 – 8 kali sehari dengan feses lunak. Ibu atau perawat harus mengkaji peningkatan jumlah feses yang mendadak, penurunan konsistensi feses yang disertai peningkatan kandungan cairan, dan kecenderungan feses menjadi agak kehijauan.

Diare ditandai warna feses menjadi coklat terang sampai kuning atau hijau, kram perut dan dorongan kuat untuk defekasi, nausea (dengan atau tanpa vomiting), rasa nyeri panas pada anus (akibat pengeluaran feses diare yang berulang memaparkan kulit perineum dan bokong pada materi usus yang mengiritasi),

Kehilangan cairan kolon yang berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa yang serius, terutama pada bayi dan lansia rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang terkait.Penyebab diare :

a. MO spesifik atau toksin (infeksi usus akibat streptokokus atau stafilokokus enteritis) inflamasi mukosa usus, peningkatan sekresi lensir di kolon

b. Perubahan gaya hidup seperti stres emosional (ansietas) peningkatan rangsangan saraf parasimpatis, peningkatan motilitas usus, menurunkan waktu transit feses di usus, dan meningkatkan sekresi mukus

c. Alergi makanan pengurangan pencernaan elemen makanand. Obat-obatan (zat besi mengiritasi mukosa usus, antibiotika spektrum luas

memungkinkan pertumbuhan flora normal yang berlebihan juga menyebabkan inflamasi dan iritasi mukosa, antasid dalam magnesium menurunkan asam lambung),

e. Laksatif jangka pendek/berlebihan peningkatan motilitas ususf. Intoleransi makanan (makanan berminyak, kopi, alkohol, makanan pedas)

peningkatan motilitas usus, peningkatan sekresi lendir di kolon.g. Selang pemberian makan hiperosmolalitas beberapa larutan enteral dapat

menyebabkann diare, karena cairan hiperosmolar menarik cairan ke dalam saluran GI.

h. Penyakit kolon (kolitis, penyakit Crohn) inflamasi dan ulserasi dinding usus, berkurangnya absorpsi cairan, meningkatnya motilitas usus.

i. Gastrektomi hilangnya fungsi reservoar lambung, absorpsi yang tidak tepat karena makanan dipindahkan ke duodenum terlalu cepat.

j. Reseksi kolon berkurangnya ukuran kolon, berkurangnya jumlah permukaan untuk absorpsi.

4. Inkontinensia FesesInkontinensia feses adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas

dari anus atau defekasi yang tidak disadari. Kondisi ini seringkali berhubungan dengan neurologis, mental atau perubahan emosional.Kondisi fisik sepertiinjuri korteks serebral, injuri tulang belakang, kerusakan saraf rektum dan sfingter anus, orang dengan fecal impaksi.

Inkontinensia feses dapat membahayakan citra tubuh klien. Klien secara mental menyadari tetapi secara fisik tidak mampu mencegah defekasi akibatnya klien malu karena feses yang mengotori bajunya sehingga dapat menyebabkan isolasi sosial.

5. Flatulen

8

Page 9: Bowel Elimination

Saat gas terakumulasi di dalam lumen usus, dinding usus meregang dan berdistensi (Flatulen). Flatulen adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri dan kram. Flatus adalah akumulasi gas di dalam traktus GI. Dalam kondisi normal, gas dalam usus keluar melalui mulut (bersendawa) atau melalui anus (flatus). Namun jika ada penurunan motilitas usus akibat penggunaan opiat, agens anestesi umum, bedah abdomen atau imobilisasi, flatulen dapat menyebabkan distensi abdomen, dan menimbulkan nyeri yang sangat menusuk.

Ada 3 sumber penyebab flatulen yaitu menelan udara, aksi bakteri di usus besar, dan difusi dari darah. Menelan udara dapat terjadi akibat kecemasan, makan dan minum terlalu cepat, penggunaan sedotan minum yang salah, mencerna terlalu banyak minuman yang mengandung bikarbonat, mengunyah permen karet, menghisap permen dan merokok. Sedangkan p[roduksi udara oleh bakteri di usus besar dikeluarkan melalui anus. Kira-kira 7 – 10 liter gas diproduksi setiap hari tetapi hanya 0,6 liter yang dikeluarkan (flatus). Sering flatus dapat diakibatkan oleh iritasi usus yang menyebabkan peningkatan pergerakan kolon. Makanan yang mengandung tinggi gas seperti kol, bawang merah, dan buncis.

6. Distention Distention adalah akumulasi dari flatus yang berlebihan atau isi usus yang padat,

yang menyebabkan distensi abdomen. Keluhan klien adalah perut penuh, gelisah, tidak nyaman mengeluarkan flatus dan feses.

Pada inspeksi ditemukan distensi atau cembung bagian abdomen, ini tergantung banyaknya flatus dan cairan di usus. Auskultasi didapatkan suara hipoaktif atau kombinasi hipo dan hiperaktif. Perkusi ditemukan suara timpani bila isinya gas, tumpul (dullnes) bila isinya cairan.

Penyebab distensi abdomen adalah obstruksi pencernaan (seperti ileus paralitik, infeksi abdomen dan tumor abdomen), bedrest / aktivitas terbatas, operasi dengan GA, manipulasi usus saat pembedahan (24 – 72 jam post operasi), konstipasi dan impaksi fekal.

7. HemoroidHemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rektum.

Ada 2 jenis hemoroid yaitu hemoroid internal dan hemoroid eksternal. Hemoroid internal memiliki membran mukosadi lapisan luarnya.sedangkan hemoroid eksternal terlihat jelas sebagai penonjolan kulit, apabila lapisan vena mengeras, dan akan terjadi perubahan warna menjadi keunguan.

Penyebabnya adalah peningkatan tekanan vena akibat mengedan saat defekasi, selama masa kehamilan, pada gagal jantung kongestif, dan penyakit hati kronik.

PENGKAJIAN

1. Riwayat Keperawatan (Anamnese) Bagaimana pola defekasi klien yang biasa (frekuensi dan waktu defekasi) ? Bagaimana karakteristik feses (warna, konsistensi, bau, bentuk) ?

9

Page 10: Bowel Elimination

Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan defekasi normal (konsumsi cairan panas, penggunaan laksatif, pengonsumsian makanan tertentu atau waktu tertentu untuk defekasi dalam satu hari)

Kapan terakhir defekasi / gambaran perubahan terbaru pola defekasi) ? Identifikasi faktor risiko seperti riwayat diet (rendah serat, intake cairan),

mengabaikan keinginan defekasi, riwayat olahraga, prosedur diagnostik, riwayat pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi saluran GI, faktor penyebab perubahan pola defekasi, ketakutan nyeri defekasi, perubahan gaya hidup (faktor psikologis), keberadaan dan status diversi usus, riwayat pengobatan (laksatif, antasid, AB, suplemen, zat besi, analgetik), riwayat sosial (kamar mandi sendiri / bersama-sama, mampu ke toilet dengan aman, tidak dapat defekasi secara mandiri).

2. Pengkajian Fisik Melakukan pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, auskultasi, perkusi dan

palpasi. Pada mulut (inspeksi gigi, lidah, dan gusi), abdomen (Inspeksi 4 kuadran abdomen untuk melihat kesimetrisan, warna kulit perut, bentuk, masa, distensi, gelombang peristaltik, jaringan parut, tenderness, pola pembuluh darah vena, stoma dan lesi. Auskultasi bising usus, normal terjadi tiap 5 – 15 detik dan berlangsung ½ sampai beberapa detik. Palpasi untuk melihat adanya masa atau area nyeri. Dan perkusi untuk mendeteksi lesi, cairan, atau gas) dan rektum dan anus (inspeksi daerah sekitar anus untuk melihat adanya lesi, fistula, masa, perubahan warna, inflamasi, tenderness, dan hemoroid)

3. Prosedur diagnostik : visualisasi struktur GI melalui pendekatan langsung maupun tidak langsung (seperti endoskopi, Barium swallow / enema, USG, dan lain-lain).

4. Pemeriksaan laboratorium seperti spesimen feses, tes Guaiak, dan lain-lain.

DIAGNOSA KEPERAWATAN (Nanda)

1. Konstipasi yang berhubungan dengana. Fungsional : perubahan lingkungan (imobilisasi, kurang privacy, dll);

kebiasaan menghindari keinginan BAB, BAB tidak teratur; kelemahan otot abdomen dan toileting tidak adekuat

b. Psikologis : depresi, stres emosional, kebingungan mentalc. Farmakologis : antikonvulsan, laksatif overdosis, opiate, antidepresan,

antilipemik, diuretik, antacid dengan aluminiumd. Mekanik : abses rektum, fisura anal, megakolon prolaps rektal,

kelemahan neurologis, hemoroid, dan kehamilane. Fisiologis : kebiasaan makan buruk, intake cairan tidak adekuat /

dehigrasi, kebersihan mulut tidak adekuat, perubahan pola makan2. Diare yang berhubungan dengan stres dan ansietas, asupan diet, alkoholik,

keracunan, penyalahgunaan laksatif, inflamasi, malabsorpsi, dan iritasi

10

Page 11: Bowel Elimination

3. Inkontinensia defekasi / bowel / usus yang berhubungan dengan neuromuskuler, depresi, ansietas berat, faktor lingkungan, diare kronik, kehilangan kontrol sfingter rektal

4. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi hemoroid.5. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan adanya kolostomi / ileostomi.

INTERVENSI

1. Pendidikan Kesehatan (diet, aktivitas,dll)2. Membantu BAB3. Memberi Huknah / lavament4. Memberi Glycerin Spuit5. Melatih Bowel Training6. Melaksanakan Evakuasi Feses7. Perawatan kolostomi / ileostomi8. Tindakan pada perubahan fungsi defekasi (usus)

IMPLEMENTASI

1. Pendidikan Kesehatan

a. Pendidikan Kesehatan Diet seimbang : intake tinggi serat (buah segar atau dimasak / diolah, sayuran,

jus buah dan sayuran,dll) kira-kira 800 gram sehari. Intake cairan : Mengkonsumsi cairan 1500 -2000 Ml atau 8 – 10 gelas sehari

(kecuali ada k/i), prune jus, minuman hangat (kopi, teh, air hangat + lemon jus), dan minum segelas air hangat 30 m3nit sebelum sarapan pagi.

Apabila diare, perawat dapat merekomemdasikan makanan yang rendah serat dan tidak mengkonsumsi makanan yang menimbulkan gangguan lambung dan kram perut.

Terapi diet untuk klien dengan ostomi, minggu pertama setelah pembedahan diet rendah serat (seperti : roti, mie, nasi, keju krim, telur (tidak digoreng), jus buah yang disaring, daging tidak berlemak, ikan, dan daging unggas), terutama pada ileostomi karena usus halus perlu adaptasi dengan diversi. Bila ostomi sudah pilih, klien dapat mengkonsumsi hampir semua jenis makanan. Klien dengan ileostomi harus makan dengan perlahan dan mengunyah makanan sampai sempurna. Minum air 10 – 12 gelas sehari.Klien dengan ostoma agar menghoindari makanan yang mengeluarkan gas dan bau.

b. Aktivitas dan latihan Tekankan pentingnya latihan yang teratur Anjurkan berjalan, mengendarai sepeda, atau berenang menstimulasi peristaltik Ambulasi secepat mungkin bagi klien yang sementara mengalami imobilisasi Jika berjalan dilarang :

@ Ajarkan pasien berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi dan tekuk satu lutut ke arah dada bergantian ( 10 – 20 kali setiap lutut ) 3 – 4 kali sehari

@ Ajarkan pasien duduk di kursi atau berbaring di tempat tidur dan balikan

11

Page 12: Bowel Elimination

badan dari sisi ke sisi (20 -30 kali) 6 – 19 kali seharic. Meningkatkan kebiasaan defekasi secara teratur / kebiasaan defekasi Tentukan waktu defekasi yang teratur : 1 kali sehari, 2 kali sehari, atau setiap 2

hari Untuk memiliki kebiasaan defekasi yang teratur, seorang klien harus mengetahui

kapan keinginan untuk defekasi muncul secara normal. Apabila klien harus menjalani tirah baring atau membutuhkan bantuan dalam

berjalan, perawat harus menawarkan sebuah pispot dan pasang sampiran untuk menjaga privacy pasien atau membantu klien ke kamar mandi.

d. Meningkatkan defekasi normalUntuk membantu klien defekasi secara teratur dan tanpa rasa tidak nyaman., beberapa intervensi dapat menstimulasi refleks defeksi/, memepengaruhi karakter feses, atau meningkatkan peristaltik usus.

Posisi jongkok Mengatur posisi di atas pispot. Saat mengatur posisi klien penting mencegah

agar otot tidak tegang sehingga tidak menimbulkan rasa tidak nyaman. Bila klien sudah berada di atas pispot, perawat meninggikan kepala tempat tidur dengan sudut 30 derajat.

Pemberian katartik dan laksatif, yang memberikan efek jangka pendek mengosongkan usus. Tersedia dalam bentuktablet dan supositoria (bentuk yang paling efektif karena efek stimulasinya pada mukosa rektum).

Agens antidiare. Antidiare yang paling efektif adalah opat, seperti kodein fosfat, opium tintur (Paregoric), dan defenoksilat (lomotil). Agens opiat antidiare menurunkan tonus otot usus sehingga memperlambat pengeluaran feses. Opiat juga menghambat gelombang peristaltik yang menggerakkan feses ke arah depan.

Enema. Tujuan utama enema adalah untuk meningkatkan defekasi dengan menstimulasi peristaltik. Volume cairan yang dimasukkan, memecah masa feses, meregangkan dinding rektum, dan mengawali refleks defekasi.

e. Meningkatkan rasa nyaman Nyeri yang timbul saat jaringan hemoroid secara langsung teriritasi.

Flatulen juga dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, terutama jika terjadi distensi. Tujuan utama pada klien hemoroid adalah mengeluarkan feses berbentuk lunak dan tanpa nyeri. Asupan diet dan cairan srta latiohan fisik secara teratur yang tepat akan memungkinkan feses lunak. Kompres panas lokal pada hemoroid yang bengkak dan rendam duduk membuat rasa nyeri hilang sementara.

Untuk meredakan rasa tidak nyaman akibat flatulen, lakukan tindakan untuk mengurangi flatus atau meningkatkan pengeluyaran flatus. Hindari jumlah udara yang tertelan dengan mengurangi minum minumam ringan yang mengandung karbonat, tidak menggunakan sedotan untuk minum, tidak mengunyah permen karet atau permen yang keras. Apabila flatulen menyebabkan penurunan peristaltik usus, dipasang NGT untuk mengeluarkan flatus. Bila flatulen menyebabkan kram abdomen, anjurkan ambulasi untuk menstimulasi peristaltik dan mengeluarkan gas. Dan bila gagal masukkan selang rektum. Saat akan memasukkan selang, klien berbaring miring seperti posisi pemberian enema, masukkan selang lebih dalam untuk mencapai tempat flatus terakumulasi (dewasa 15 CM, pada anak 5 -10 CM. .Balutan kasa atau pelapis

12

Page 13: Bowel Elimination

kedap air ditempatkan sekeliling selang rektum yang terbuka untuk menampung materi feses yang encer. Pemakaian selang rektum tidak boleh lebih dari 30 menit. Pemakaian selang rektum secara kontinu dapat menyebabkan ekskoriasi pada rektum dan anus.

f. Mempertahankan integritas kulit Klien dengan diare atau inkontinensia feses dan klien yang memiliki ostomi berisiko mengalami kerusakan kulit bila kandungan feses tertinggal di kulit. Daerah anus dapat dilindungi dengan menggunakan jeli petrolatum, oksida zink, atau minyak lain yang dapat menjaga kelembaban kulit, mencegah kulit kering, dan pecah-pecah. Beberapa agens antijamur berbentuk bubuk efektif melawan jamur. Jangan gunakan bedak bayi atau tepung jagung karena tidak mengandung materi medis dan melekat pada kulit serta sulit dibersihkan.

g. Meningkatkan konsep diriInkontinensia yang sering, feses yang berbau busuk, dan peralatan ostomi dapat menyebabkan perubahan pada citra tubuhnya. Akibatnya mungkin klien menghindari sosialisasi atau tidak berkeinginan merawat dirinya. Maka tindakan perawat :

Beri kesempatan klien mendiskusikan masalah atau rasa takutnya tentang masalah defekasi

Berikan klien dan keluarganya informasi sehingga mereka dapat menangani masalah defekasi

Berikan umpan balik positif bila klien berupaya melakukan perawatan dirinya secara mandiri

Bantu klien menangani kondisi tapi jangan mengharapkan klien menyukainya Jaga privasi klienselama prosedur berlangsung Perlihatkan sikap menerima dan memahami klien. Dukungan perawat sangat penting untuk membantu klien kembali ke gaya hidup

normal yang semula.

2. Membantu BAB3. Memberi Huknah / lavament4. Memberi Glycerin Spuit5. Melatih Bowel Training6. Melaksanakan Evakuasi Feses

7. Tindakan pada perubahan fungsi defekasi (usus) Konstipasi Peningkatan intake cairan Peningkatan diet serat Peningkatan aktivitas dan latihan. Pemberian laksatif Pemberian Enema Pemberian suppositoria Mengajarkan program manajemen defekasi

13

Page 14: Bowel Elimination

Diare Pengobatan penyebabnya. Istirahatkam usus dengan membatasi intake oral Pemberian antidiare Inkontinensia feses Mengajarkan program manajemen defekasi Berikan beberapa alat untuk membantu defekasi Flatulen dan distensi Berikan antiflatulen Tingkatkan aktivitas Pasang rectal tubes Pemberian nasogastric decompression Pemberian return – flow enema ( Enema aliran balik atau bilasan Harris, suatu

irigasi kolon yang ringan, yang membantu mengeluarkan flatus). Perawat memasukkan larutan enema ringan (100 – 200 ML) ke dalam rektum dan kolon klien. Kemudian perawat merendahkan wadah enema untuk memungkinkan larutan mengalir kembali ke selang rektum dan menuju ke dalam wadah. Ulangi beberapa proses ini beberapa kali membantu mengurangi flatus dan meningkatkan gerakan peristaltik.

STANDARD OPERATING PROCEDURE (SPO)

A. MEMBANTU / MENOLONG DEFEKASI (BAB)

PengertianMembantu pasien defekasi dengan menggunakan bedpan / pispot.

TujuanUntuk mengosongkan usus besar.

Persiapan alat dan bahan1. Bedpan + tutupnya atau pispot2. Air hangat dalam botol3. Sarung tangan sekali pakai4. Toilet paper5. Sabun + air dalam baskom, waslap, dan handuk6. Selimut mandi7. Pengalas/perlak

Prosedur

NO LANGKAH-LANGKAH RASIONALISASI1. Jelaskan prosedur pada pasien Mengurangi ansietas pasien dan

meningkatkan kerjasama pasien

14

Page 15: Bowel Elimination

2. Tutup ruangan atau pasang tirai Memberikan privasi pasien3. Dekatkan peralatan pada pasien dan

letakkan bedpan dekat tempat tidur pasien

Memudahkan bekerja

4. Pasang selimut mandi dan buka pakaian bawah

Mengurangi rasa malu pasien

5. Cuci tangan dan memakai sarung tangan

Mencegah transmisi mikroorganisme (infeksi)

6. Letakkan pengalas/perlak di bawah bokong pasien

Mencegah membasahi/mengotori linen tempat tidur

7. Tinggikan kepala 30 derajat dari tempat tidur (bila tidak k/i). Minta pasien menekuk ke 2 lutut dan menumpukkan berat badannya pada tumit jika mampu atau posisikan bedpan sejajar dengan bokong dan kembalikan posisi pasien di atasnya. Bokong pasien harus berada di seputar bedpan. Ujung bedpan yang menyempit harus menghadap ke kaki tempat tidur.

Memudahkan memasang bedpan supaya posisinya benar dan memberi kenyamanan pada pasien

8. Pastikan bel panggil berada pada jangkauan pasien. Tinggalkan pasien sendiri kecuali ada k/i.

Memudahkan memanggil perawat

9. Buka sarung tangan dan cuci tangan. Perhatikan tanda panggil pasien

10. Pakai sarung tangan bila akan mengangkat bedpan dan membersihkan pasien

Mencegah transmisi mikroorganisme (infeksi)

11. Pasien diminta mengangkat bokongnya dan angkat bedpan, kemudian pasien diminta miring dan bersihkan daerah anus dan keringkan. Kenakan kembali pakaian bawah serta angkat selimut mandi

Membersihkan dan meningkatkan kenyamanan pasien

12. Observasi karakter feses Mengetahui kelainan yang ada13. Bereskan alat-alat dan buka sarung

tanganMencegah transmisi mikroorganisme (infeksi)

14. Cuci tangan dan catat/dokumentasikan waktu defekasi, jumlah/karakter feses dan reaksi pasien

Pencatatan cepat memperbaiki keakuratan dokumentasi

CATATAN

1. Observasi karakteristik feses (jumlah, konsistensi, warna, bau, bentuk)

15

Page 16: Bowel Elimination

2. Selama prosedur, observasi keadaan umum pasien dan jangan melelahkan pasien. Serta menjaga privasi pasien.

3. Cuci tangan sebelum dan sesudah prosedur.

B. MEMBERIKAN HUKNAH ATAU ENEMA ATAU LAVAMENT

PengertianEnema / huknah / lavament adalah memasukkan cairan / larutan ke dalam rektum.

Tujuan :1. Mengurangi konstipasi, membuang gas (flatus) dan melunakkan feses.2. Membersihkan kolon bawah dan rektum untuk persiapan prosedur diagnostik dan

pembedahan.3. Untuk memasukkan obat.

Tipe – tipe enema1. Enema pembersih, meningkatkan evakuasi feses secara lengkap dari kolon.

Enema ini bekerja dengan cara menstimulasi peristaltik melalui pemasukan sejumlah besar larutan. Volume maksimum yang dianjurkan adalah : Bayi 150 -250 ml; Todler 250 – 350 ml; Anak usia sekolah 300 – 500 ml; Remaja 500 – 750 ml; dan Dewasa 750 – 1000 ml. Larutan enema pembersih air kran, normal salin, larutan sabun, dan salin hipertonik volume rendah. Setiap larutan mempunyai efek osmotik yang berbeda, yang mempengaruhi pergerakan cairan di antara kolon dan ruang interstisiil di luar dinding usus. Bayi dan anak- anak hanya boleh diberikan salin normal karena mereka mempunyai risiko ketidakseimbangan cairan.

2. Enema retensi minyak melumasi rektum dan kolon. Feses mengabsorpsi minyak sehingga feses menjadi lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan. Untuk meningkatkan kerja minyak, klien dianjurkan mempertahankan enema selama beberapa jam.

3. Enema carminative, menghilangkan distensi gas. Enema ini meningkatkan kemampuan untuk mengeluarkan flatus. Contoh larutan MGW yang mengandung 30 ml Magnesium, 60 ml gliserin, dan 90 ml air.

4. Enema aliran balik atau bilasan Harris, merupakan irigasi kolon yang ringan, yang membantu mengeluarkan flatus. Perawat mula-mula memasukkan sejumlah kecil (100 – 200 ml) larutan enema ringan ke dalam rektum dan kolon pasien. Kemudian perawat merendahkan wadah enerma untuk memungkinkan larutan mengalir kembali melalui selang rektum dan menuju ke dalam wadah. Ulangi proses ini beberapa kali membantu mengurangi flatusdan meningkatkan gerakan peristaltik.

5. Enema medikasi, mengandung obat-obatan. Enema ini bertujuan medis. Contoh : natrium polistiren, digunakan untuk mengobati pasien yang memiliki kadar kalium serum yang tinggi. Larutan neomicin, antibiotik yang digunakan untuk mengurangi bakteri di kolon sebelum pasien menjalani pembedahan usus.

Persiapan alat dan bahan :

16

Page 17: Bowel Elimination

1. Peralatan huknah (irigator) + tube (selang rektal) ujung bulat dengan ukuran : @ dewasa No 22 – 32 FR, @ pada anak-anak No 14 – 18 FR

@ dan bayi No 12 FR.2. Cairan / larutan hangat antara lain

@ Air kran / air ledeng, bersifat hipotonik dan mempunyai tekanan osmotik yang lebih rendah dari pada cairan di dalam ruang intersiil. Enema air kran tidak boleh dilakukan ulang karena dapat terjadi keracunan air atau beban berlebih, jika air diabsorpsi dalam jumlah besar.

@ Larutan sabun (sabun castile, sabun dari minyak zaitun dan natrium hidroksida) dapat ditambahkan ke dalam NaCl atau air kran yang menyebabkan iritasi usus, guna menstimulasi peristaltik. Rasio air hangat atau NaCl dengan sabun castile 1000 ml : 5 ml (1 sdt ).

@ Normal salin (NaCl), secara fisiologis merupakan larutan terbaik untuk digunakan karena larutan ini mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan cairan yang ada di ruang interstisiil yang mengelilingi usus.

@ Larutan hipertonik yang dimasukkan ke dalam usus, memberikan tekanan osmotik yang menarik cairan keluar dari ruang interstisiil. Kolon terisi cairan, akibatnya terjadi distensi yang menimbulkan defekasi. Enema ini dirancang untuk cairan dalam volume kecil (120 – 180 ml biasanya efektif}. Komersial Fleets enema. Kontra indikasi pada klien yang mengalami dehidrasi dan bayi.

Jumlah cairan / larutan :* Dewasa : 750 – 1000 ml* Remaja : 500 – 750 ml* Anak usia sekolah : 300 – 500 ml* Todler : 250 – 350 ml* Bayi : 150 – 250 mlSuhu larutan untuk orang dewasa 40,5 – 43 derajat Celcius atau 105 – 109 derajat Fahrenheit, dan untuk anak 37 derajat Celsius.

3. Sarung tangan sekali pakai4. Pelumas larut dalam air5. Termometer air6. Klem (pengatur pada selang)7. Baskom berisi air + sabun, waslap, dan handuk8. Perlak/pengalas kedap air9. Selimut mandi10. Bedpan atau commode atau pispot atau akses ke toilet11. Toilet paper12. Tiang infus

Prosedur

NO LANGKAH - LANGKAH RASIONALISASI1. Jelaskan prosedur pada pasien Mengurangi ansietas pasien dan

meningkatkan kerjasama selama prosedur untuk meminimalkan risiko

17

Page 18: Bowel Elimination

cedera2. Tutup ruangan atau pasang tirai Memberikan privasi pasien3. Pasang selimut mandi dan buka pakaian

bawah. Biarkan hanya areal anal yang terpajan

Mengurangi rasa malu pasien

4. Letakkan perlak di bawah panggul dan bokong pasien

Mencegah membasahi linen tempat tidur

5. Bantu pasien pada posisi SIMS kiri (dewasa) atau dorsal recumbent (anak)

Memungkinkan larutan enema mengalir ke bawah dengan gravitasi sepanjang lengkung naturalm kolon sigmoid dan rektum sehingga memperbaiki retensi cairan/larutan.

6. Letakkan bedpan/pispot dekat tempat tidur

Agar mudah diambil bila p[asien tidak mampu menahan enema

7. Siapkan wadah/irigator dan cairan/larutan hangat dan tutup klem pengatur

Air panas dapat membakar mukosa usus. Mencegah kehilangan cairan/larutan awal saat ditambahkan ke wadah/ irigator

8. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan Mengurangi transmisi mikroorganisme (infeksi)

9. Beri pelumas pada ujung selang rektal 3 – 4 inchi (7,4 - 10 CM)

Mencegah risiko iritasi atau trauma mukosa rektal

10. Regangkan bokong dan instruksikan untuk rileks dengan menghembuskan nafas perlahan melalui mulut

Menghembuskan nafas meningkatkan relaksasi sfingter anus eksternal

11. Masukkan ujung selang rektal perlahan dengan mangarahkan ke umbilikusPanjang insersi 7,2 – 10 cm (3 – 4 inci) untuk dewasa, 5 – 7,5 cm (2 – 3 inci) untuk anak-anak dan 2,5 - 3,25 cm (1 – 1,5 inci) untuk bayi. Tarik selang segera bila ada obstruksi

Insersi hati hati mencegah trauma pada mukosa rektal akibat penusukkan selang secara tidak sengaja pada dinding. Insersi melebihi batas yang tepat, dapat menyebabkan perforasi usus.

12. Tinggi irigator :- Huknah tinggi 30 cm ( 12 inci) di atas

panggul pasien- Huknah rendah 30 – 45 cm (12 –18 inci)

di atas panggul pasien- Bayi 7,5 cm (3 inci)

Memungkinkan penginfusan perlahan terus menerus sebelum volume yang cukup diinfuskan. Meninggikan irigator terlalu tinggi menyebabkan penginfusan cepat dan kemungkinan nyeri akibat distensi kolon. Tekanan yang tinggi dapat menyebabkan ruptur usus pada bayi

13. Buka klem pengatur dan biarkan cairan / larutan masuk perlahan Waktu memasukkan enema bervariasi sesuai dengan volume larutan yang dimasukkan (misalnya 1000 cc dalam 10 menit) dan juga sesuai dengan kemampuan

Penginfusan cepat dapat merangsang evakuasi dini, sebelum volume yang cukup diinfuskan

18

Page 19: Bowel Elimination

pasienuntuk menerima kecepatan infus yang diberikan

14. Rendahkan irigator atau klem selang bila pasien mengeluh kram atau bila cairan keluar di sekitar selang

Penghentian sementara penginfusan mencegah kram. Kram dapat menghambat pasien untuk menahan semua cairan

15. Klem selang bila semua cairan / larutan sudah diinfuskan

Mencegah masuknya udara ke dalam rektum

16. Jelaskan pada pasien bahwa perasaan distensi normal, minta pasien menahan cairan / larutan 5 – 10 menit atau selama mungkin sambil berbaring tenang di tempat tidur. Untuk bayi dan anak-anak pegang kedua bokong selama beberapa menit.

Larutan / cairan akan mendesak usus. Lamanya retensi beragam dengan tipe enema dan kemampuan posisi untuk mengkontraksikan sfingter ani. Makin ditahan akan lebih efektif perangsangan peristaltik dan defekasi. Bayi dan amak-anak mempunyai kontrol sfingter yang buruk.

17. Lepaskan sarung tangan dengan posisi terbalik dan buang ke dalam wadah yang telah disiapkan

Mencegah transmisi mikroorganisme (infeksi)

18. Bantu pasien ke kamar mandi bila tidak ada kontra indikasi atau membantu posisi di atas bedpan/pispot/commode

Posisi jongkok normal meningkatkan defekasi

19. Observasi karakter feses dan larutan yang diikeluarkan (ingatkan pasien jangan menyiram toilet sebelum perawat menginspeksi)

Bila enema diprogramkan sampai jernih, sangatlah penting untuk memantau isi larutan yang dikeluarkan. Menentukan apakah feses dikeluarkan atau larutan ditahan

20. Bantu pasien untuk membersihkan daerah anal dengan menggunakan waslap berisi sabun dan air hangat (gunakan sarung tangan)

Isi feses dapat mengiritasi kulit. Kebersihan meningkatkan kenyamanan pasien

21. Bereskan alat-alat dan buka sarung tangan terbalik

Mencegah transmisi mikroorganisme (infeksi)

22. Observasi pasien (terutama lansia) untuk melihat adanya tanda dan gejala ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan / atau perubahan frekuensi denyut nadi

Pasien dapat kehilangan cairan dan elektrolit akibat pemberian enema

23. Dokumentasikan informasi yang berhubungan dengan enema, seperti volume enema yang diberikan, dan warna, jumlah, bau, isi serta konsistensi feses yang dikeluarkan

Pencatatan segera untuk meningkatkan keakuratan dokumentasi

CATATAN :

19

Page 20: Bowel Elimination

1. Jika pasien akan menggunakan kamar mandi, pastikan kamar mandi tersedia (k/p kunci dipegang oleh perawat) dan tidak digunakan sebelum pemberian enema.

2. Jika mungkin berika enema sebelum mandi atau sebelum makan pagi3. Saat ini, enema dapat diberikan dengan posisi terlentang (supine) jika pasien tidak

mampu menahan cairan atau membentuk posisi SIMS.4. Pasien harus diingatkan untuk tidak menggunakan enema terus menerus untuk

keteraturan defekasi karena dapat merusak refleks defekasi.5. Suhu cairan jangan terlalu panas karena dapat membakar mukosa usus, dan

jangan juga dingin karena dapat menyebabkan kram abdomen sehingga sulit menahan air.

6. Keluarkan udara sebelum pemberian enema.7. Pada lansia, awasi status cairan dan elektrolit. Karena pada lansia mudah terjadi

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang disebabkan oleh pemberian enema.8. Pemberian enema ulang (lebih dari 3 kali) dapat mengakibatkan

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.9. Pemberian enema tinggi, pasien diminta untuk membalikkan badannya dari posisi

lateral kiri ke dorsal recumbent kemudian ke posisi lateral kanan. Perubahan posisi memastikan bahwa cairan cairan mencapai usus besar.

C. MEMBERIKAN GLYSERIN SPUIT

Pengertian : Memasukkan cairan glyserin ke dalam rektum dengan menggunakan spuit glyserin

Tujuan : 1. Merangsang BAB dengan merangsang peristaltik usus2. Mengosongkan usus yang digunakan sebelum tindakan pembedahan

Persiapan alat / bahan :1. Spuit gliserin2. Gliserin dalam tempatnya direndam air panas / paket minyak enema retensi3. Bengkok4. Selimut mandi5. Pengalas / perlak6. Sampiran / tirai7. Sarung tangan8. Baskom berisi air + sabun, waslap, dan handuk9. Bedpan atau commode atau pispot atau akses ke toilet10. Tisu / toilet paper

20

Page 21: Bowel Elimination

Prosedur

NO LANGKAH-LANGKAH RASIONALISASI1. Jelaskan prosedur pada pasien Mengurangi ansietas pasien dan

meningkatkan kerjasama selama prosedur untuk meminimalkan risiko cedera

2. Tutup ruangan atau pasang sampiran / tirai

Memberikan privasi pasien

3. Pasang selimut mandi dan buka pakaian bawah. Biarkan hanya areal anal yang terpajan

Mengurangi rasa malu pasien

4. Letakkan perlak / pengalas di bawah panggul dan bokong pasien dan siapkan bengkok di dekat pasien

Mencegah membasahi linen tempat tidur

5. Bantu pasien pada posisi SIMS kiri (dewasa) atau dorsal recumbent (anak)

Memungkinkan cairan glyserin mengalir ke bawah dengan gravitasi sepanjang lengkung natural kolon sigmoid dan rektum sehingga memperbaiki retensi cairan/larutan.

6. Letakkan bedpan/pispot dekat tempat tidur

Agar mudah diambil bila pasien tidak mampu menahan enema

7. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan Mengurangi transmisi mikroorganisme (infeksi)

8. Spuit diisi gliserin 10 – 20 CC / buka paket minyak enema retensi

9. Beri pelumas pada ujung kanul spuit glyserin

Mencegah risiko iritasi atau trauma mukosa rektal

11. Masukkan ujung kanul rektal perlahan dengan mengarahkan ke umbilikus

Insersi hati hati mencegah trauma pada mukosa rektal akibat penusukkan kanul secara tidak sengaja pada dinding.

12. Masukan gliserin / paket minyak enema retensi perlahan ke dalam anus dengan cara tangan kiri meregangkan daerah anus, tangan kanan memasukkan gliserin / paket minyak enema retensi sampai semua larutan masuk ke dalam anus pasien dianjurkan nafas dalam

Menghembuskan nafas meningkatkan relaksasi sfingter anus eksternal

13. Setelah selesai, anjurkan pasien tetap pada posisi miring dan menahan keinginan defekasi selama 20 menit

Makin ditahan akan lebih efektif perangsangan peristaltik dan defekasi

21

Page 22: Bowel Elimination

14. Bila pasien tidak bisa menahan, bantu pasien ke kamar mandi bila tidak ada kontra indikasi atau membantu posisi di atas bedpan/pispot/commode

Posisi jongkok normal meningkatkan defekasi

15. Bantu pasien untuk membersihkan daerah anal dengan menggunakan waslap berisi sabun dan air hangat (gunakan sarung tangan)

Isi feses dapat mengiritasi kulit. Kebersihan meningkatkan kenyamanan pasien

16. Observasi karakter feses dan larutan yang diikeluarkan (ingatkan pasien jangan menyiram toilet sebelum perawat menginspeksi)

Bila enema diprogramkan sampai jernih, sangatlah penting untuk memantau isi larutan yang dikeluarkan. Menentukan apakah feses dikeluarkan atau larutan ditahan

17. Bereskan alat-alat, lepaskan sarung tangan dengan posisi terbalik dan buang ke dalam bengkok yang telah disiapkan

Mencegah transmisi mikroorganisme (infeksi)

18. Dokumentasikan informasi yang berhubungan dengan enema, seperti volume glyserin yang diberikan, dan warna, jumlah, bau, isi serta konsistensi feses yang dikeluarkan

Pencatatan segera untuk meningkatkan keakuratan dokumentasi

D. MELATIH BOWEL TRAINING

Pengertian :

Tujuan :1. Melatih pasien untuk mendapatkan defekasi normal, terutama pasien yang masih

memiliki kontrol neuromuskuler2. Pasien mendapatkan kontrol reflex defekasi dengan melakukan defekasi pada

waktu yang sama setiap hari

Persiapan alat / bahan :1. Supositoria katartik (misal : dulcolax) atau oral2. Minuman panas (teh) atau juice buah (prune) atau cairan lain yang secara normal

merangsang peristaltik usus

PROSEDUR KERJA :1. Beri pelunak feses (oral / supositoria) setiap hari atau sekurang-kurangnya

setengah jam sebelum waktu defekasi yang dipilih (kolon bagian bawah harus bebas dari feses sehingga supositoria menyentuh mukosa usus)

2. Menawarkan minuman panas (teh) atau juice buah (prune) atau cairan lain yang secara normal merangsang peristaltik usus sebelum waktu defekasi

22

Page 23: Bowel Elimination

3. Membantu pasien ke toilet pada waktu yang telah disepakati dengan pasien4. Klien dianjurkan duduk di atas kloset5. Anjurkan pasien menegakkan badan pada pinggul, untuk memberikan tekanan

manual dan mengedan kedua tangan pasien menekan pada abdomen (jangan mengedan untuk menstimulasi pengosongan kolon)

CATATAN :1. Jangan mengkritik atau membuat frustasi pasien bila gagal defekasi2. Pertahankan latihan normal sesuai kemampuan fisik pasien

E. MELAKUKAN EVAKUASI FESES (MENGELUARKAN FESES DENGAN JARI)

Pengertian Tindakan memasukkan jari perawat ke dalam rektum pasien untuk mengambil / menghancurkan massa feses dan mengeluarkannya dalam bentuk yang hancur.

Tujuan :1. Mengeluarkan massa feses terlalu besar / keras bila pemberian huknah /

enema tidak berhasil2. Memberikan kenyamanan pada pasien

Persiapan alat dan bahan1. Sarung tangan sekali pakai2. Pelumas larut dalam air / jelly3. Perlak4. Selimut mandi5. Baskom + air, waslap, sabun dan handuk6. Bedpan / pispot

Prosedur

NO LANGKAH - LANGKAH RASIONALISASI

1. Jelaskan prosedur pada pasien Mengurangi ansietas pasien dan meningkatkan kerjasama selama prosedur. Dan untuk meminimalkan risiko.

2. Tutup ruangan atau pasang tirai Menjaga privasi pasien3. Ukur frekuensi nadi pasien Membantu sebagai data dasar untuk

menentukan perubahan selama prosedur

4. Pasang selimut mandi dan buka pakaian bawah, biarkan area anal yang terpajan

Mengurangi rasa malu pasien

5. Letakkan perlak di bawah bokong Mencegah membasahi linen tempat

23

Page 24: Bowel Elimination

pasien tidur6. Beri pasien posisi miring dengan lutut

fleksi (SIMS)Memudahkan akses pada rektum

7. Letakkan bedpan atau pispot di samping pasien

Untuk wadah feses

8. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan Mencegah transmisi mikroorganisme9. Beri pelumas jari telunjuk perawat yang

sudah memakai sarung tanganMemungkinkan insersi lembut jari ke dalam rektum. Mencegah iritasi atau trauma pada mukosa rektal

10. Masukkan jari perawat ke dalam rektum pasien dan dorong dengan perlahan sepanjang didnding rektal ke arah umbilikus

Memungkinkan perawat mencapai impaksi feses tinggi dalam rektum

11. Secara perlahan lunakkan massa feses dengan memasase daerah sekitarnya. Arahkan jari ke dalam inti yang mengeras

Melunakkan massa feses memungkinkan perawat untuk menembus massa tersebut dengan sedikit ketidaknyamanan pada pasien

12. Korek feses ke bawah ke arah anus. Keluarkan sebagian kecil feses setiap kali.

Mencegah keinginan untuk mendorong jari ke dalam rektum dan meminimalkan trauma pada mukosa

13. Secara periodik kaji nadi pasien dan lihat tanda keletihan. Hentikan prosedur bila frekuensi nadi menurun atau iramanya berubah

Perangsangan vagal melambatkan frekuensi jantung. Prosedur dapat melelahkan pasien

14. Teruskan membersihkan rektum dari feses dan berikan interval istirahat untuk pasien

Istirahat memberikan toleransi pasien terhadap prosedur

15. Setelah selesai, bersihkan dan keringkan area anal

Meningkatkan rasa nyaman dan kebersihan pasien

16. Bereskan alat-alat dan lepaskan sarung tangan dengan cara membaliknya

Mencegah transmisi mikroorganisme

17. Bantu pasien ke toilet atau menggunakan bedpan / pispot bersih atau commode

Disimpaksi (pengeluaran feses) dapat merangsang refleks defekasi

18. Cuci tangan dan catat / dokumentasikan hasil disimpaksi (gambarkan karakteristik feses)

Pencatatan cepat memperbaiki keakuratan dokumentasi

CATATAN :

1. Jangan terlalu memanipulasi rektal karena dapat menyebabkan iritasi pada mukosa, perdarahan dan perangsangan saraf vagus. Perangsangan vagus dapat menyebabkan perlambatan frekuensi jantung dan bahaya disritmia pada beberapa pasien.

2. Penyuluhan, pada pasien diajarkan cara mencegah impaksi feses.

24

Page 25: Bowel Elimination

3. Pada anak-anak bila harus dilakukan, didahului dengan penjelasan yang hati-hati pada orang tua dan anak-anak.

4. Pada lansia, tingginya presentasi lansia yang mempunyai penyakit kardiovaskuler kronik, sehingga risiko disritmiua lebih tinggi (penggunaan laksatif dan atau enema).

5. Tindakan ini dilakukan pada pasien yang mengalami impaksi, massa feses mungkin terlalu besar untuk dikeluarkan secara volunter bila pemberian enema tidak berhasil.

F.SOP PERAWATAN KO9LOSTOMI

PengertianPerawatan kolostomi adalah sebuah tindakan keperawatan dalam hal membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti kantong kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan.Tujuan

1. Menjaga kebersihan pasien sendiri.2. Mencegah terjadinya infeksi.3. Mencegah terjadinya iritasi kulit sekitar stoma.4. Mempertahankan akan kenyamanan pasien dan lingkungannya

Persiapan alat

1. Kolostomi bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain persegi empat.

2. Kapas sublimat kapas basah, NaCl.3. Kapas kering atau tissue.4. 1 pasang sarung tangan bersih.5. Kantong untuk balutan kotor.6. Baju ruangan / celemek.7. Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritasi.8. Zink salep.9. Perlak dan alasnya.10. Plester dan gunting.11. Bila perlu obat desinfektan.12. Bengkok.13. 1 Set alat ganti balutan.

Persiapan pasien sebelum dilaksanakannya perawatan kolostomi ini adalah dengan :

1. Memberi penjelasan pada pasien tentang tujuan tindakan dari perawatan kolostomi.

2. Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)3. Mengatur tempat tidur pasien dan lingkungan pasien serta privacy dengan

(menutup gorden jendela, pintu, memasang penyekat tempat tidur),

25

Page 26: Bowel Elimination

mempersilahkan keluarga untuk menunggu di luar. Bila pasien akan pulang dan diperlukan untuk belajar perawatan kolostomi maka keluarga dipersilakan untuk berada di sisi pasien untuk dapat belajar bagaimana merawat kolostomi bila di rumah.

Prosedur kerjaNO LANGKAH-LANGKAH RASIONALISASI1. Cuci tangan Mencegah transmisi mikroorganisme2. Gunakan sarung tangan Mencegah transmisi mikroorganisme3. Letakkan perlak dan alasnya di bagian

kanan atau kiri pasien sesuai letak stoma

Mencegah membasahi linen tempat tidur

4. Letakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien.

Mencegah membasahi linen tempat tidur

5. Observasi produk stoma (warna, konsistensi, bau. jumlah, dll).

Memonitor kondisi stoma

6. Buka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien.

Mencegah transmisi mikroorganisme

7. Letakan kolostomi bag kotor dalam bengkok.

Mencegah transmisi mikroorganisme

8. Lakukan observasi terhadap kulit dan stoma.

Memonitor terjadinya infeksi

9.. Cuci tangan dan pakai sarung tangan Mencegah transmisi mikroorganisme10 Bersihkan kolostomi dan kulit

disekitar kolostomi dengan kapas sublimat / kapas basah (air hangat) / NaCl.

Mencegah transmisi mikroorganisme

11. Keringkan kulit sekitar kolostomi dengan sangat hati-hati menggunakan kasa steril.

Mencegah infeksi

12. Berikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma.

Mencegah infeksi

13. Sesuaikan lubang kolostomi dengan stoma kolostomi.

Agar feses tidak keluar dari kantong

14. Tempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertikal./.horizontal / miring sesuai kebutuhan pasien

Agar feses tidak keluar dari kantong

15. Masukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi

Agar feses tertampung dalam kolostomi bag

16. Rekatkan / memasang kolostomi bag dengan tepat tanpa udara didalamnya

Supaya kolostomi bag tidak mudah terlepas

17. Rapikan klien dan lingkungannya Mencegah transmisi mikroorganisme 18. Bereskan alat-alat dan membuang

kotoranMencegah transmisi mikroorganisme

26

Page 27: Bowel Elimination

19. Lepaskan sarung tangan Mencegah transmisi mikroorganisme 20. Cuci tangan Mencegah transmisi mikroorganisme 21. Dokumentasikan hasil perawatan

kolostomi :a. Catat tindakan yang

dilakukan dan hasil serta respon pasien pada lembar catatan pasien

b. Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan pasien

Pencatatan segera untuk meningkatkan keakuratan dokumentasi

DAFTAR BACAAN

1. Potter & Perry. 2006. Buku Ajar : Fundamental Keperawatan (Konsep,Proses,dan praktik), Vol 2, Edisi 4. Penerbit : EGC.

2. Potter & Perry. 2000. Buku Saku : Ketrampilan dan Prosedur Dasar. Edisi 3. Penerbit EGC.

3. A.Azis Alimul Hidayat dan Musrifatul Uliyah. 2005. Buku Saku Praktikum: Kebutuhan Dasar Manusia. Penerbit : EGC.

4. Barbara R.H. & Esther C. 2003. Asisten Keperawatan (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Edisi 6. Penerbit : EGC.

5. Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3. Penerbit : Salemba Medika.

6. Ruth F.C. & Constance J.H. Fundamental of Nursing Human Health and Function.. Penerbit : JB Lippincott Company Philadelphia.

7. Barbara Kozier. 1995. Fundamental of Nursing, Concept and Process. INC California : Addison Wesley, Publishing Company.

8. Lynda Jual C. 2001. Diagnosa Keperawatan . Edisi 8. Penerbit : EGC

9.R.Sujono dan H.Harmoko. 2012. Standard Operating Prosedure dalam Praktik Klinik Keperawatan Dasar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

27