borang sarah update

Upload: lydia-sarah-shabrina

Post on 08-Jan-2016

37 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

medicine

TRANSCRIPT

Borang Portofolio Kasus Kegawat Daruratan

No. ID dan Nama Peserta dr. Lydia Sarah Shabrina

No. ID dan Nama WahanaRSUD Muara Labuh

Topik Kasus Kegawat Daruratan

Tanggal (kasus) 19 Agustus 2015 pukul 16.00 WIB

Nama Pasien Ny. MNo. RM 06.12.68

Tanggal Presentasi Pendampingdr. Yenny Dwi Khalisna

Tempat Presentasi Aula RSUD Muara Labuh

Objektif Presentasi

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

DeskripsiPasien Wanita, 50 tahun, datang ke IGD RSUD Muara Labuh dengan keluhan Pungggung kaki kiri tergigit ular 1 hari SMRS.

TujuanMenegakkan diagnosis Snake bite dan mampu mengatasi kegawatdaruratan pada pasien Snake bite serta melaukan penatalaksanaan.

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos

Data PasienNama : Ny.MNo. Registrasi : 06.12.68

Nama RS : RSUD Muara LabuhTelp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Snake bite / Nyeri disertai bengkak punggung kaki kiri sejak 1 hari SMRS. Riwayat tergigit ular punggung kaki kiri 1 hari SMRS

2. Riwayat Pengobatan : Pasien mengobati luka dengan pengobatan tradisional dengan mengolesi daun-daunan pada daerah luka bekas gigitan ular, namun belum berobat ke pelayanan kesehatan sebelumnya.

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat hipertensi maupun DM tidak ada

4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

5. Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Domisili di Sangir bersama suami. Lingkungan Tempat Tinggal terdapat kebun dengan semak-semak yang tidak diurus dibelakang rumah

7. Lain-lain : -

Daftar Pustaka :

1. Daley.B.J., 2006. Snakebite. Department of Surgery, Division of Trauma and Critical Care, University of Tennessee School of Medicine. www.eMedicine.com.

2. De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta

3. Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM Depkes RI. Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.

4. Sudoyo, A.W., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

5. Warrell,D.A., 2005. Treatment of bites by adders and exotic venomous snakes. BMJ 2005; 331:1244-1247 (26 November), doi:10.1136/bmj.331.7527.1244. www.bmj.com.

Hasil Pembelajaran :

1. Mampu mendiagnosis gigitan ular

2. Mengetahui penatalaksanaan kedaruratan gigitan ular yang tepat

3. Mampu mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi pada gigitan ular

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

Keluhan Utama :

Bengkak disertai rasa nyeri pada punggung kaki kiri sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Bengkak disertai rasa nyeri punggung kaki kiri sejak 1 hari SMRS. Awalnya timbul kemerahan disertai rasa nyeri pada punggung kaki kiri kemudian menjadi bengkak semakin meluas hingga lutut kaki kiri. Tanpa disertai kelemahan pada kedua tungkai bawah.

Riwayat tergigit ular hijau pada punggung kaki kiri 1 hari SMRS, saat pasien sedang mengambil kayu bakar di kebun belakang rumah. Ukuran ular diketahui sekitar 30cm.

Demam, mual maupun muntah tidak ada.

Nyeri kepala disertai pandangan kabur tidak ada.

Sesak nafas maupun nyeri dada tidak ada.

BAK frekuensi serta warna biasa.

BAB konsistensi dan warna biasa.

Riwayat pengobatan sebelumnya luka bekas gigitan ular diobati sendiri dengan pengobatan tradisional dengan mengolesi daun-daunan pada daerah luka bekas gigitan ular. Kemudian pasien bebat ketat dengan kain pada pangkal atas tungkai kiri. Namun belum berobat pelayanan kesehatan sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat hipertensi maupun DM tidak ada

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini.Riwayat Sosio Ekonomi dan Kebiasaan :

Domisili di Sangir. Tinggal berdua bersama suami. Lingkungan Tempat Tinggal terdapat kebun dengan semak-semak yang tidak diurus dibelakang rumah. Lingkungan tempat tinggal rawan habitat ular.

2. Objektif :

a. Vital sign

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi nadi: 88 x/menit

Frekuensi nafas: 22 x /menit

Suhu : 370C

sianosis(-), pucat(-), ikterik(-)

b. Pemeriksaan sistemik Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis

Kepala : Bentuk normal, rambut hitam dan sebagian putih, tidak mudah dicabut Mata :Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 2 3mm/3mm.

THT : Tidak ada kelainan.

Mulut : hipersaliva (-). Tidak ada kelainan.

Leher : JVP 5-2 cmH2O.

KGB : Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla maupun inguinal.

Thoraks

Paru

Inspeksi : simetris, statis dan dinamis ka=ki

Palpasi : fremitus ka=ki

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : supel, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, nyeri tekan(-) lepas(-)

Perkusi : timpani.

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : Tidak ada kelainan. Ekstremitas : Refleks fisiologis (+) normal, Refleks patalogis (-)

Anggota Gerak Superior Inferior

Akral dingin : -/- -/-

Sianosis : -/- -/-

Edem : -/- -/+

Motorik

Kekuatan : 555/555 555/555. Trofi : . eutrofi Eutrofi

Tonus : eutonus. Eutrofi. Sensorik Sensibilitas. : . +/+ +/+Status lokalis cruris sinistra

L:

Edem disertai eritemosa (+)

Tampak bekas gigitan ular berupa 2 titik seperti bekas gigitan taring ular e/r dorsal pedis

F: Nyeri tekan (+) ROM (+)

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah rutin Hb 12,6 g%

Leukosit ; 8.900/mm3 Trombosit : 153.000/mm3 Hematokrit : 38,3%2. urin lengkap

3. Darah Lengkap

GDS : 155 mg/dl, ureum : 24 mg/dl, kreatinin : 0,8 mg/dl, SGOT : 26 u/l ,SGPT : 28 u/l, Cloting time : 4, bleeding time:2

3. Assesment (penalaran klinis) :

SNAKE BITE (GIGITAN ULAR)

Jenis - jenis ular berbisa Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa. Sebenarnya dari kira - kira ratusan jenis ular yang diketahui hanya sedikit sekali yang berbisa, dan dari golongan ini hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia. (de Jong, 1998)

Di seluruh dunia dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang berbisa hanya sekitar 250 spesies. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4 familli utama yaitu:

Famili Elapidae misalnya ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang dan ular cabai

Familli Crotalidae/ Viperidae, misalnya ular tanah, ular hijau dan ular bandotan puspo

Familli Hydrophidae, misalnya ular laut

Familli Colubridae, misalnya ular pohonUntuk menduga jenis ular yang mengigit adalah ular berbisa atau tidak dapat dipakai rambu - rambu bertolak dari bentuk kepala ular dan luka bekas gigitan sebagai berikut:

Ciri - ciri ular berbisa:

Bentuk kepala segi empat panjang

Gigi taring kecil

Bekas gigitan, luka halus berbentuk lengkung

Ciri - ciri ular tidak berbisa:

Kepala segi tiga

Dua gigi taring besar di rahang atas

Dua luka gigitan utama akibat gigi taring

Jenis ular berbisa berdasarkan dampak yang ditimbulkannya yang banyak dijumpai di Indonesia adalah jenis ular :

Hematotoksik, seperti Trimeresurus albolais (ular hijau), Ankistrodon rhodostoma (ular tanah), aktivitas hemoragik pada bisa ular Viperidae menyebabkan perdarahan spontan dan kerusakan endotel (racun prokoagulan memicu kaskade pembekuan)

Neurotoksik, Bungarusfasciatus (ular welang), Naya Sputatrix (ular sendok), ular kobra, ular laut.

Neurotoksin pascasinaps seperti -bungarotoxin dan cobrotoxin terikat pada reseptor asetilkolin pada motor end-plate sedangkan neurotoxin prasinaps seperti -bungarotoxin, crotoxin, taipoxin dan notexin merupakan fosfolipase-A2 yang mencegah pelepasan asetilkolin pada neuromuscular junction.

Beberapa spesies Viperidae, hydrophiidae memproduksi rabdomiolisin sistemik sementara spesies yang lain menimbulkan mionekrosis pada tempat gigitan.

Gejala klinisRacun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jarinagan yang luas dan hemolisis. Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri hebat dan tidak sebanding sebasar luka, udem, eritem, petekia, ekimosis, bula dan tanda nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan di peritoneum atau perikardium, udem paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada otot jantung. Ular berbisa yang terkenal adalah ular tanah, bandotan puspa, ular hijau dan ular laut. Ular berbisa lain adalah ular kobra dan ular welang yang biasanya bersifat neurotoksik. Gejala dan tanda yang timbul karena bisa jenis ini adalah rasa kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks abnormal, dan sesak napas sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot pernafasan. Ular kobra dapat juga menyemprotkan bisanya yang kalau mengenai mata dapat menyebabkan kebutaan sementara. (de Jong, 1998)

Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan atau luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik sebagai berikut (Dreisbach, 1987):

Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit - 24 jam)

Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil, mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur

Gejala khusus gigitan ular berbisa :

Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit (petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular diseminata (KID)

Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan, ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan koma

Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma

Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda - tanda 5P (pain, pallor, paresthesia, paralysis pulselesness). Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai berikut:

Derajat

Venerasi

Luka gigit

Nyeri

Udem/ Eritem

Tanda sistemik

0

0

+

+/-

0

I

+/-

+

+

3-12 cm/12 jam

0

II

+

+

+++

>12-25 cm/12 jam

+

Neurotoksik,

Mual, pusing, syok

III

++

+

+++

>25 cm/12 jam

++

Syok, petekia, ekimosis

IV

+++

+

+++

>ekstrimitas

++

Gangguan faal ginjal,

Koma, perdarahan

Kepada setiap kasus gigitan ular perlu dilakukan :

Anamnesis lengkap: identitas, waktu dan tempat kejadian, jenis dan ukuran ular, riwayat penyakit sebelumnya.

Pemeriksaan fisik: status umum dan lokal serta perkembangannya setiap 12 jam. Tanda dan gejala lokal

1. Tanda gigi taring

1. Nyeri lokal

2. Pendarahan lokal

3. Bruising

4. lymphangitis

5. Bengkak, merah, panas

6. Melepuh

7. Necrosis

Gejala dan tanda sistemik umumMual, muntah, malaise, nyeri abdominal, weakness, drowsiness, prostration

Kardiovascular (Viperidae)Visual disturbances, dizziness, faintness, collapse, shock, hypotension, arrhythmia cardiac, oedema pulmo, oedema conjungtiva

Kelainan perdarahan dan pembekuan darah (Viperidae) Perdarahan dari luka gigitan

Perdarahan sitemik spontan - dri gusi, epistaksis, hemopteu, hematemesis, melena, hematuri, perdarahan per vaginam, perdarahan pada kulit seperti petechiae, purpura, Ecchymoses dan pada mukosa seperti pada konjungtiva, perdarahan intrakranial

Neurologik (Elapidae, Russell's viper)Drowsiness, paraesthesiae, abnormalitas dari penciuman dan perabaan, "heavy" eyelids, ptosis, ophthalmoplegia external, paralysis dari otot wajah dan otot lai yang di inervasi oleh nervus kranialis, aphonia, difficulty in swallowing secretions, respiratory and generalised flaccid paralysis

Otot rangka (sea snakes, Russell's viper)Nyeri menyeluruh, stiffness and tenderness of muscles, trismus, myoglobinuria, hyperkalaemia, cardiac arrest, gagal ginjal akut

Ginjal (Viperidae, sea snakes)LBP (lower back pain), haematuria, haemoglobinuria, myoglobinuria, oliguria/anuria, tanda dan gejala dari uraemia (nafas asidosis, hiccups, nausea, pleuritic chest pain)

Endokrin (acute pituitary/adrenal insufficiency) (Russell's viper)

Fase akut: syok, hypoglycaemia

Fase kronik (beberapa bulan sampai tahun setelah gigitan): weakness, loss of secondary sexual hair, amenorrhoea, testicular atrophy, hypothyroidism.

PemeriksaanPemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah: Hb, Leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu protobin, fibrinogen, APTT, D-dimer, uji faal hepar, golongan darah dan uji cocok silang

Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobulinuria)

EKG

Foto dada

PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah

Menghalangi/ memperlambat absorbsi bisa ular

Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasi darah

Mengatasi efek lokal dan sistemik

Langkah awal yang paling tepat adalah "Mencoba membuat kondisi korban setenang mungkin dan meyakinkan masalah gigitan ini dapat diatasi dengan baik." Kemudian bisa dilakukan pemasangan bidai dengan tujuan imobilisasi pada anggota tubuh yang terkena untuk mengurangi peredaran bisa di dalam darah.

Sejumlah teknik pertolongan pertama yang lama telah ditinggalkan, penemuan klinik terbaru mendukung hal-hal berikut Jangan mencoba menghisap bisa dengan mulut dan memotong sisi gigitan. Memotong sisi yang tergigit dapat merusak organ yang mendasarinya, meningkatkan resiko infeksi, dan tidak membuang racun.

Jangan gunakan es atau kompres dingin pada sisi gigitan. Es tidak mendeaktivasi bisa dan dapat menyebabkan radang dingin.

Jangan menggunakan kejutan listrik. Kejutan listrik tidak efektif dan dapat menyebabkan luka bakar atau masalah elektrik pada jantung.

Jangan gunakan alkohol. Alkohol dapat menghilangkan sakit, tapi juga membuat pembuluh darah lokal berdilatasi, dimana dapat meningkatkan absorpsi bisa.

Jangan menggunakan turniket atau verband yang ketat. Hal ini tidak terbukti efektif, dapat meningkatkan kerusakan jaringan, dan dapat menyebabkan keharusan amputasi.

Pengobatan suportif terdiri dari infus NaCl, plasma atau darah dan pemberian vasopresor untuk menanggulangi syok. Mungkin perlu diberikan fibrinogen untuk memperbaiki kerusakan sistem pembekuan. Dianjurkan juga pemberian kortikosteroid.

Bila terjadi kelumpuhan pernapasan dilakukan intubasi, dilanjutkan dengan memasang respirator untuk ventilasi. Diberikan juga antibiotik spektrum luas dan vaksinasi tetanus. Bila terjadi pembengkakan hebat, biasanya perlu dilakukan fasiotomi untuk mencegah sindrom kompartemen. Bila perlu, dilakukan upaya untuk mengatasi faal ginjal. Nekrotomi dikerjakan bila telah tampak jelas batas kematian jaringan, kemudian dilanjutkan dengan cangkok kulit.

Bila ragu - ragu mengenai jenis ularnya, sebaiknya penderita diamati selama 48 jam karena kadang efek keracunan bisa timbul lambat.Gigitan ular tak berbisa tidak memerlukan pertolongan khusus, kecuali pencagahan infeksi.

Tindakan Pelaksanaan1. Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah

Penderita diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan

Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang mengandung alkohol

Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa, ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Kegiatan mengikat ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan. Tujuan ikatan adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan aliran vena atau ateri.

2. Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif sebagai berikut:

Penatalaksanaan jalan napas

Penatalaksanaan fungsi pernapasan

Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid

Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas diatas luka, imobilisasi (dengan bidai)

Ambil 5 - 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, D-dimer, fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan kemungkinan adanya koagulopati

Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection

Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan), polivalen 1 ml berisi:

10-50 LD50 bisa Ankystrodon 25-50 LD50 bisa Bungarus 25-50 LD50 bisa Naya Sputarix Fenol 0.25% v/v

Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.

Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):

Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat meningkat maka diberikan SABU

Derajat II: 3-4 vial SABU

Derajat III: 5-15 vial SABU

Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU

Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit

Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann antivenom

Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak meningkat, waktu pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya, dst.

Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu pembekuan menurun) maka monitor ketat kerusakan dan ulangi pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikkannya. Monitor

dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan Viperidae untuk tidak menjalani operasi minimal 2 minggu setelah gigitan

Terapi suportif lainnya pada keadaan :

Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frizen (dan antivenin)

Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah, fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit

Hipotensi: beri infus cairan kristaloid

Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat

Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau anggota badan

Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi

Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase), diawali dengan sulfas atropin

Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan

Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari penggunaan obat - obatan narkotik depresan

Terapi profilaksis

Pemberian antibiotika spektrum luas. Kuman terbanyak yang dijumpai adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp, B.fragilisBeri toksoid tetanus

Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi

4. Plan :

Diagnosis klinis : Snake bite

Pengobatan :

IVFD RL 12 Jam/kolf

Cefotaxim 2x1 gr (IV) Skin test

Dexamethason 3x1 gr (IV)

ABU (Anti Bisa Ular) amp status lokalisata, amp IM

Inj tetagram 1x1 amp (IV)

Edukasi :

Monitor tanda-tanda kegawatan pernafasan dan kardiovaskuler, seperti gejala sesak nafas, muntah terus menerus ataupun nyeri kepala berat.

Konsultasi :

Telah dilakukan konsultasi kepada dokter bedah dan semua terapi sesuai dengan advise dari dokter bedah.

Follow Up

(20/8/2015)

S : demam (-) nyeri (+) sesak nafas (-) nyeri kepala (-) mual (-) muntah (-) nafsu makan baik, BAB dan BAK biasa

O : Vital sign

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi nadi: 80 x/menit

Frekuensi nafas: 24 x /menit

Suhu : 36,70C

sianosis(-), pucat(-), ikterik(-)

Pemeriksaan sistemik Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis

Kepala : Bentuk normal, rambut hitam dan sebagian putih, tidak mudah dicabut Mata :Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 2 3mm/3mm.

THT : Tidak ada kelainan.

Mulut : hipersaliva (-). Tidak ada kelainan.

Leher : JVP 5-2 cmH2O.

KGB : Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla maupun inguinal.

Thoraks

Paru

Inspeksi : simetris, statis dan dinamis ka=ki

Palpasi : fremitus ka=ki

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : supel, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, nyeri tekan(-) lepas(-)

Perkusi : timpani.

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : Tidak ada kelainan. Ekstremitas : Refleks fisiologis (+) normal, Refleks patalogis (-)

Anggota Gerak Superior Inferior

Akral dingin : -/- -/-

Sianosis : -/- -/-

Edem : -/- -/+

Motorik

Kekuatan : 555/555 555/555. Trofi : . eutrofi Eutrofi

Tonus : eutonus. Eutrofi. Sensorik Sensibilitas. : . +/+ +/+Status lokalis cruris sinistra

L:

Edem disertai eritemosa (+)

Tampak bekas gigitan ular berupa 2 titik seperti bekas gigitan taring ular e/r dorsal pedis

F: Nyeri tekan (+) ROM (+)

Hasil Laboratorium

Leukosit : 8900/ mm3

Trombosit : 143.000/mm3

Hematokrit : 38,3 %

A : Snake bite

P : ACC Pulang

Terapi Rajal : Ciprofloxacin 2x500mg (PO)

Asam mefenamat 3x500mg (PO)

Metil prednisolone 2x1 (PO)

1. 5. Diskusi Telah dilaporkan kasus seorang perempuan usia 50 tahun dengan diagnosis Snake Bite. Dasar diagnosis dari anamnesis didapatkan Bengkak disertai rasa nyeri tungkai bawah kiri sejak 1 hari SMRS, Riwayat tergigit ular hijau 1 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal, status lokalis et regio cruris sinistra oedem (+) eritem (+) nyeri tekan (+). Tidak ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada komlikasi hematotoksik ,neurotoksik, kardiotoksik maupun Sindrom kompartemen.

Pada pasien ini diberikan terapi cairan infus kristaloid untuk penatalaksanaan sirkulasi. Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular pada pasien ini termasuk klasifikasi derajat II, Mengingat tidak ditemukan gejala sistemik maka pada pasien ini diberikan ABU (Anti Bisa Ular) amp status lokalisata, amp IM Pemberian antibiotika spektrum luas mengingat kuman terbanyak yang dijumpai pada gigitan ular adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp, B.fragilis. Pada gigitan ular diperlakukan seperti luka kotor maka pemberian toksoid tetanus ini diperlukan, mengingat kejadian gigitan ular telah >24 jam maka diberikan injeksi tetagram. Untuk mengurangi reaksi peradangan pada pasien ini diberikan antiinflamasi dan analgetik.

6