booklet manajemen - 2a (autosaved)

16
DISEMINASI AKHIR MANAGEMEN KEPERAWATAN DI RUANG DAHLIA RST DR. SOEPRAOEN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN KELOMPOK 2A : Titik Tri Ardiani, S. Kep Adine Yenie Cahyaning P, S. Kep Dadang Putrawansyah, S. Kep Isna Suryaningrum, S. Kep

Upload: dadank-putra-mesha

Post on 27-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Booklet

TRANSCRIPT

Page 1: Booklet Manajemen - 2a (Autosaved)

DISEMINASI AKHIRMANAGEMEN KEPERAWATAN DI

RUANG DAHLIARST DR. SOEPRAOEN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2014

KELOMPOK 2A :

Titik Tri Ardiani, S. Kep

Adine Yenie Cahyaning P, S. Kep

Dadang Putrawansyah, S. Kep

Isna Suryaningrum, S. Kep

Page 2: Booklet Manajemen - 2a (Autosaved)

PROFIL RUMAH SAKIT TK. .II dr. Soepraoen Malang

PROFIL RUANG DAHLIA

Rumah Sakit Tingkat II dr.

Soepraoen adalah Rumah

Sakit TNI AD bertipe B dan

pusat layanan rujukan

Kesehatan Angkatan Darat

di wilayah Kodam V/

Brawijaya

Dahlia terakreditasi

terakhir pada bulan Juli

2012. Dahlia adalah

bagian dari sistem

pelayanan rawat inap

yang dilaksanakan di

Rumah Sakit terhadap

pasien bedah laki – laki

yang mengalami

gangguan baik pre op

maupun post op.

Page 3: Booklet Manajemen - 2a (Autosaved)

KURVA SWOT

Analisa Kurva :Dari kurva diatas, titik berada di bawah garis Kuadran II Selective Maintenance. Dapat disimpulkan bahwa pelayanan Ruang Dahlia memerlukan strategi konsolidasi internal dengan melakukan perbaikan pada sesuatu yang menjadi kelemahan. Memaksimalkan perbaikan faktor-faktor kelemahan untuk meningkatkan kekuatan, seperti:

1. Petugas kesehatan harus senantiasa mencegah penyebaran infeksi nosokomial (INOS) melalui cara sebagai berikut:

a. Dekontaminasi tempat tidur pasien yang telah digunakan/pulang

Page 4: Booklet Manajemen - 2a (Autosaved)

b. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien

c. Memantau pemasangan balutan untuk mengurangi kejadian plebitis

2. Petugas kesehatan harus senantiasa memperhatikan keselamatan pasien melalui cara sebagai berikut:

a. Mengatur penyimpanan obat baik dalam lemari pendingin atau di kotak obat

b. Menyajikan obat per oral menggunakan cupc. Mengkaji dan memberikan tanda pasien dengan

alergi obat tertentu, resiko jatuh, dekubitus, dan resiko dekubitus.

PROGRAM YANG DILAKSANAKAN

I. PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL (INOS)

a. Pelaksanaan dekontaminasi bed

Page 5: Booklet Manajemen - 2a (Autosaved)

Berdasarkan diagram di atas dapat diinteretasikan rata-rata penerapan pengendalian infeksi nosokomial (dekontaminasi bed) menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan yakni pada saat pengkajian 0% menjadi 86% pasa saat implementasi dan turun kembali menjadi 68% pada saat evaluasi.

Dekontaminasi adalah proses menghilangkan mikroorganisme pathogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya (Depkes, 1998). Untuk menindaklanjuti masalah ini, kelompok menyediakan klorin, botol spray untuk dekontasimasi bed yang telah diberikan label dan kain untuk mengeringkan bed yang telah di dekontaminasi. Kedua benda tersebut tersedia di ruangan perawat. Hambatan yang menyebabkan terjadinya penurunan prosentase pada saat evaluasi adalah pergantian pasien yang KRS dan MRS yang memiliki jeda waktu singkat sehingga tidak memungkinkan dilakukan dekontaminasi bed. Bed pasien menjadi salah satu tempat terjadinya penyebaran infeksi dari cairan tubuh pasien lama kepada pasien baru. Sehingga langkah dekontaminasi ini dianggap perlu untuk mencegah adanya infeksi nosokomial untuk menjaga keselamatan pasien.

Page 6: Booklet Manajemen - 2a (Autosaved)

.

b. Pelaksanaan Pemantauan Kejadian Plebitis

Berdasarkan diagram di atas dapat diinteretasikan rata-rata penerapan pengendalian infeksi nosokomial (plebitis) menunjukkan penurunan yakni pada saat pengkajian 14,2% menjadi 8,75% pada saat implementasi dan turun kembali menjadi 2.8% pada saat evaluasi.

Untuk menindaklanjuti masalah ini, kelompok menyediakan poster pemantauan kejadian

Page 7: Booklet Manajemen - 2a (Autosaved)

phlebitis meliputi skor visual infusion phlebitis yang tertempel pada dinding ruangan, lembar observasi berisi skor visual infusion phlebitis, ukuran kateter, SOP pemasangan infuse, dan jenis cairan yang dapat mengiritasi pembuluh darah. Dressing day dilakukan setiap pagi pada hari Selasa dan Jumat. Faktor yang mendukung turunnya angka kejadian phlebitis ini adalah semakin meningkatkan kesadaran perawat dan mahasiswa untuk memberikan pelayanan prima untuk menjaga kenyamanan dan keselamatan pasien.

c. Pelaksanaan Cuci Tangan Keluarga

Berdasarkan diagram diatas diinterpretasikan rata-rata penerapan pengendalian infeksi

Page 8: Booklet Manajemen - 2a (Autosaved)

nosokomial (pelaksanaan cuci tangan keluarga) menunjukkan peningkatan yang signifikan, yang ditunjukkan dengan implementasi program sebesar 88% dimana awal pengkajian sebesar 0%. Sedangkan pada saat evaluasi, pelaksanaan program menurun menjadi 50%

Penerapan cuci tangan keluarga membantu menurunkan resiko penyebaran infeksi nosokomial yang mudah menyebar di dalam lingkungan rumah sakit. Salah satu hal yang menjadi perhatian dalam program ini adalah kurangnya tingkat kesadaran keluarga dalam mencuci tangan dengan sabun terutama setelah kontak dengan pasien dan cairan tubuh pasien.

Untuk menindaklanjuti masalah ini, kelompok kami memberikan orientasi awal kepada keluarga pasien untuk mencuci tangan dengan sabun terutama setelah kontak dengan cairan tubuh pasien. Selain itu kelompok kami juga memasang pengumuman untuk mencuci tangan di beberapa tempat serta menyediakan sabun cuci tangan di wastafel sehingga dapat membantu keluarga klien dalam mengingatkan diri untuk mencuci tangan dengan sabun.

Hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan program ini sehingga pelaksanaan program tidak mampu berjalan 100% yakni tidak adanya observasi lebih lanjut terutama pada pengorientasian awal pasien dan keluarga. Hal ini dikarenakan belum terciptanya budaya dalam mengorientasikan kebiasaan cuci tangan pada keluarga pasien

Page 9: Booklet Manajemen - 2a (Autosaved)

Berdasarkan grafik diatas dapat dijelaskan bahwa pada saat pengkajian tanggal 30 Juni-5 Juli 2014, tingkat kesadaran keluarga masih kurang dalam mencuci tangan terutama setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien seperti urine. Kebanyakan dari keluarga hanya mencuci tangan dengan air tanpa sabun.

II. Pengendalian Keselamatan Pasien (Patient’s Safety)

a. Pelabelan Bed (Alergi, Resiko Jatuh dan Resiko Dekubitus)

Dari diagram diatas dapat diinterpretasikan rata-rata penerapan pelabelan bed mengalami peningkatan yang sangat signifikan, yaitu ditunjukkan dengan prosentase pada saat implementasi yang menunjukkan angka 75%, jika dibandingkan dengan angka saat pengkajian yaitu 0%. Kemudian setelah melakukan evaluasi angka ini menurun menjadi 43%.

Page 10: Booklet Manajemen - 2a (Autosaved)

Keselamatan Pasien/KP (Patient Safety) merupakan isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari manajemen mutu (WHO, 2004). Terkait dengan upaya-upaya KP untuk menekan angka Kejadian Tidak Diinginkan di RS, diyakini bahwa upaya menciptakan atau membangun budaya keselamatan/safety culture merupakan langkah pertama dalam langkah-langkah mencapai KP. Salah satu langkah tersebut adalah dengan memberikan label pada masing-masing bed pasien sesuai dengan kondisi yang dialaminya. Misalnya, pelabelan untuk pasien dengan alergi, pasien dengan resiko jatuh dan pasien dengan resiko dekubitus. Kondisi-kondisi tersebut dikaji menggunakan instrumen tertentu seperti skala Morse untuk resiko jatuh dan skala Braden untuk resiko dekubitus, sedangkan untuk pasien alergi dilakukan dengan mengkaji langsung ke pasien ataupun dengan menggunakan skin test. Pelabelan ini merupakan meodifikasi yang dilakukan oleh kelompok, dimana label ini memiliki warna tertentu sesuai dengan indikasi kondisinya, yaitu merah untuk alergi, kuning untuk resiko jatuh, dan hijau untuk resiko dekubitus.

Dalam pelaksanaannya tentulah terdapat hambatan yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan dari program ini. Salah satunya adalah tingginya angka mobilisasi diruangan sehingga kelompok sedikit kesulitan dalam mengontrol pemasangan label tersebut, sehingga masih terdapat beberapa pasien yang memiliki indikasi mengalami salah satu kondisi tersebut tetapi tidak dipasangkan label.

b. Penerapan 10 Benar Pemberian Obat

Page 11: Booklet Manajemen - 2a (Autosaved)

Berdasarkan diagram di atas, dapat diinterpretasikan rata-rata penerapan 10 benar dalam pemberian obat menunjukkan peningkatan signifikan, yang ditunjukkan dengan implementasi program sebesar 90%, dari awal pengkajian 0%. Pada saat evaluasi, pelaksanaan program ini menurun menjadi 70 %.

Page 12: Booklet Manajemen - 2a (Autosaved)

Penerapan 10 benar dalam pemberian obat dapat meningkatkan kinerja perawat dan menghindari kesalahan pemberian obat. Salah satu komponen yang menjadi sorotan pada program ini adalah belum adanya wadah khusus untuk menyimpan obat di lemari pendingin. Di ruangan tidak tersedia lemari pendingin khusus untuk menyimpan obat pada suhu tertentu. Selama ini yang digunakan adalah lemari es rumah tangga, dimana di dalam lemari terdapat makanan dan obat-obatan yang tidak dipisahkan tempatnya.

Implementasi yang telah dilaksanakan oleh kelompok berupa penyediaan kotak/wadah khusus obat yang diberi nomor bed pasien, penyediaan kotak/wadah khusus untuk obat milik ruangan yang diberi identitas nama obat, dan pemberian bubuk kopi untuk mengurangi bau pada lemari pendingin.

Dalam pelaksanaan program, tentunya ditemui hambatan yang menyebabkan pelaksanaan program tidak bisa 100%, yakni lemari pendingin yang berada di ruangan berbeda dari ruang perawat yang tidak bisa diakses sewaktu-waktu. Hal ini menyebabkan penggantian bubuk kopi tidak selalu terlaksana tepat waktu.